tugas perpajakan

22
TUGAS INDIVIDU DOSEN ADMINISTRASI PERPAJAKAN SRI ZULIARNI S,sos,MBA ADMINISTRASI PERPAJAKAN PENGELOLAAN SPT PPN DISUSUN OLEH: DESTINA APINI DAULAI 1201111986 ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2013

Upload: destina21

Post on 30-Jun-2015

571 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: tugas perpajakan

TUGAS INDIVIDU DOSEN

ADMINISTRASI PERPAJAKAN SRI ZULIARNI S,sos,MBA

ADMINISTRASI PERPAJAKAN

PENGELOLAAN SPT PPN

DISUSUN OLEH:

DESTINA APINI DAULAI

1201111986

ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2013

Page 2: tugas perpajakan

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat

dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis

dengan tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "

PENGELOLAAN SPT PPN ", yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang

besar bagi kita untuk mempelajari.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon

permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya

buat kurang tepat.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan

semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Pekanbaru, 20 Oktober 2013

‘’penulis’’

Page 3: tugas perpajakan

Daftar isi

Pendahuluan .................................................................................................

SOP penerimaan dan pengolahan STP masa ................................................

analisis perbedaan peredaran usaha pada spt tahunan pajak penghasilan badan dengan jumlah penyerahan pada spt masa pajak pertambahan nilai ...............................................................................

STP Tahunan PPh Badan ...............................................................

SPT masa PPN .....................................................................

Tata cara penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan masa pajak

pertambahan nilai (spt masa ppn .............................................................................

kesimpulan ...............................................................................................................

daftar pustaka ..........................................................................................................

Page 4: tugas perpajakan

BAB I

Pendahuluan

Pelaksanaan kewajiban per-pajakan bagi perusahaan terutama Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sangat berhubungan erat, terutama dalam hal penghitungan pendapatan dari kegiatan usaha, karena berkaitan dengan pe-nentuan besarnya jumlah peredaran usaha dan besarnya dasar peng-hitungan pajak atas penyerahan barang atau jasa kena pajak yang harus dilaporkan.

Dalam penghitungan pendapat-an dari kegiatan usaha, terdapat per-bedaan antara perlakuan akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan khususnya mengenai PPN. Dalam buku petunjuk pengisian Surat Pemberi tahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan ditegaskan bahwa penghitungan pendapatan atau peredaran usaha untuk pelaporan PPh Badan mengacu pada prinsip akuntansi keuangan Indo-nesia, dengan demikian tidak boleh terdapat perbedaan antara pendapatan yang dilaporkan di laporan keuangan dengan pendapatan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan. Sedangkan untuk pelaporan SPT PPN, sebagaimana diatur dalam buku petunjuk pengisian SPT Masa PPN, salah satu yang harus dilaporkan Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan.

1.1 SOP Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa

A. Deskripsi :Prosedur operasi ini menguraikan tata cara penerimaan dan pengolahan SPT Masa.

B. Dasar Hukum :1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 536/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan s.t.d.d. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 82/KMK.03/20032. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-207/PJ./2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang Keterangan dan atau Dokumen Lain yang Harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-215/PJ/2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pemberitahuan5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2006 tanggal 06 Nopember 2006 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

Page 5: tugas perpajakan

C. Surat Edaran Terkait :1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ.41/2001 tanggal  25 Juni 2001 tentang Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

D. Pihak yang Terkait :1. Kepala Seksi Pelayanan2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)3. Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)4. Pelaksana Seksi Pelayanan5. Seksi Pemeriksaan6. Wajib Pajak

E. Formulir yang Digunakan :1. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)2. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD)

F. Dokumen yang Dihasilkan :1. Bukti Penerimaan Surat (BPS)2. Surat Penolakan SPT Masa3. Surat Pengantar Penerusan SPT Masa ke KPP lain4. Formulir-formulir lain seperti yang disebutkan dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2006 tanggal 06 Nopember 2006 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

G. Prosedur Kerja :1. Wajib Pajak/Pengusaha Kena Pajak menyampaikan SPT Masa baik langsung maupun melalui Pos/Ekspedisi ke Kantor Pelayanan Pajak.2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima SPT Masa yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak dan SPT Masa yang disampaikan melalui Pos/Ekspedisi. Untuk SPT Masa Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP lain yang diterima secara langsung harus ditolak sedangkan yang melalui Pos/Ekspedisi diteruskan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan Surat Pengantar.3. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mengecek kelengkapan SPT Masa berdasarkan ketentuan:a. Untuk SPT Masa lengkap, dilanjutkan dengan merekam data SPT Masa atau kelengkapannya, menerbitkan BPS/LPAD, menyampaikan langsung atau mengirimkan BPS ke Wajib Pajak atau kuasanya, menggabungkan LPAD dengan SPT Masa atau dokumen kelengkapan SPT Masa.b. Untuk SPT Masa tidak lengkap yang diterima langsung harus ditolak sedangkan yang melalui Pos/Ekspedisi diteruskan ke Wajib Pajak dengan disertai Surat Penolakan SPT Tahunan

Page 6: tugas perpajakan

4. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu meneruskan konsep Surat Pengantar Penerusan SPT ke Kantor Pelayanan Pajak lain dan Surat Penolakan SPT ke Kepala Seksi Pelayanan, dan meneruskan SPT beserta batch header ke Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi.5. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan menandatangani konsep surat yang diterima. Proses atas surat yang telah ditandatangani dilanjutkan ke SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen WP dan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP.6. Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi mengecek dan mencocokkan kebenaran fisik SPT Masa apakah telah sesuai dengan isi batch header, merekam SPT Masa lengkap, dan mengirimkan SPT Masa yang telah direkam ke Seksi Pelayanan.7. Account Representative meneliti dan memproses SPT yang terdapat kesalahan matematis dan/atau terlambat disampaikan/dibayar berdasarkan data hasil perekaman SPT. Dalam hal terdapat kesalahan matematis, Account Representative membuat Surat Himbauan (SOP tentang Tata Cara Himbauan Perbaikan Surat Pemberitahuan) sedangkan dalam hal terjadi keterlambatan penyampaian/pembayaran SPT dibuatkan STP (SOP tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)).8. Pelaksana Seksi Pelayanan menerima SPT yang sudah direkam dari Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi dan menatausahakan SPT Masa. SPT Masa LB yang meminta pengembalian dikirim ke Seksi Pemeriksaan dan ditindaklanjuti dengan SOP Tata Cara Pemeriksaan.9. Proses Selesai.

H. Jangka Waktu Penyelesaian :1. Penilaian kelengkapan SPT harus diselesaikan dalam jangka waktu:a. pada saat diterima, dalam hal SPT disampaikan langsung oleh PKPb. selambat-lambatnya 3 hari kerja setelah diterima, dalam hal SPT disampaikan melalui kantor pos secara tercatat atau perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan jasa kurir2. Pengiriman Surat penolakan SPT Masa PPN atau SPT yang tidak lengkap melalui kantor pos secara tercatat atau perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan jasa kurir, dilakukan selambat-lambatnya 4 hari kerja sejak tanggal diterimanya SPT3. Penelitian kebenaran formal SPT harus diselesaikan paling lambat 7 hari kerja sejak SPT lengkap diterima, kecuali untuk SPT yang akan dilakukan pemeriksaan, penilaian kebenaran formal SPT dilakukan sesuai hasil pemeriksaan

Sehubungan dengan adanya perubahan dan penyempurnaan SPT Masa PPN menjadi SPT Masa PPN 1111 dan SPT Masa PPn 1111 DM, maka Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 44/PJ/2010 mengenai Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta PenyampaianSurat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) tanggal 06 Oktober 2010 yang ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 98/PJ/2010 tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 44/PJ/2010 tentang

Page 7: tugas perpajakan

Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta PenyampaianSurat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) tanggal 06 Oktober 2010. Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan diberlakukan untuk pengisian dan pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak Januari 2011. Pada awal bulan Januari 2011 tepatnya tanggal 11 Januari 2011, Direktur jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 2/PJ/2011 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Dalam peraturan tersebut, ditegaskan mengenai SPT Masa PPN 1111 dan 1111 DM sebagai berikut : Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut dengan SPT adalah: a. Bagi PKP yang melaporkan tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada setiap Lampiran SPT dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk data elektronikb. Bagi PKP yang melaporkan lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada salah satu Lampiran SPT dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT Masa PPN dalam bentuk data elektronik; c. Bagi Pemungut PPN adalah SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk data elektronik. Lampiran SPT: a. Bagi PKP yang tidak menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan adalah Formulir 1111 AB, Formulir 1111 A1, Formulir 1111 A2, Formulir 1111 B1, Formulir 1111 B2, dan Formulir 1111 B3; b. Bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan adalah Formulir 1111 A DM dan Formulir 1111 R DM; c. Bagi Pemungut PPN adalah Lampiran 1 SPT dan Lampiran 2 SPT. SPT dianggap lengkap adalah SPT yang semua elemen SPT Induk dan semua Lampiran yang dipersyaratkan telah diisi dan disampaikan dengan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya. e-SPT adalah aplikasi pengisian SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data elektronik adalah data SPT Masa PPN yang dihasilkan dari e-SPT. Media elektronik adalah sarana penyimpanan data elektronik yang dapat digunakan untuk memindahkan data dari suatu komputer ke komputer lainnya, antara lain flash disk dan Compact Disc (CD). Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) yang selanjutnya disebut dengan ASP adalah perusahaan yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian SPT Masa PPN secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak. e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan secara on-line yang real time melalui laman Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau ASP. Tanda Terima SPT adalah Bukti Penerimaan Surat yang selanjutnya disebut dengan BPS, yang dihasilkan dari menu penerimaan SPT untuk disampaikan

Page 8: tugas perpajakan

kepada PKP atau Pemungut PPN. PKP atau Pemungut PPN menyampaikan SPT dengan kelengkapan sebagai berikut: a. Bagi PKP yang tidak menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan, SPT terdiri dari: 1) Induk SPT Masa PPN 1111 - Formulir 1111 (F.1.2.32.04); 2) Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07); 3) Formulir 1111 A1 - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP (D.1.2.32.08); 4) Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09); 5) Formulir 1111 B1 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean (D.1.2.32.10); 6) Formulir 1111 B2 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11)

7) Formulir 1111 B3 - Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12)

b. Bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan, SPT terdiri dari: 1) Induk SPT Masa PPN 1111 DM - Formulir 1111 DM (F.1.2.32.05); 2) Formulir 1111 A DM - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.13); dan 3) Formulir 1111 R DM - Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan (D.1.2.32.14). c. Bagi Pemungut PPN, SPT terdiri dari: 1) Induk SPT - Formulir 1107 PUT (F.1.2.32.02); 2) Lampiran 1 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Bendaharawan Pemerintah - Formulir 1107 PUT 1 (D.1.2.32.03); dan 3) Lampiran 2 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Selain Bendaharawan Pemerintah - Formulir 1107 PUT 2 (D.1.2.32.04). (2) SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. huruf a atau huruf b wajib diisi oleh setiap PKP; b. huruf c wajib diisi oleh setiap Pemungut PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (3) SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan lampiran-lampiran lainnya yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

SPT dapat berbentuk: a. formulir kertas (hard copy) b. data elektronik, yang disampaikan :1) dalam media elektronik

Page 9: tugas perpajakan

2) melalui e-Filing SPT dapat disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN dengan cara manual, yaitu:

a. disampaikan langsung ke KPP atau KP2KP atau b. disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat, ke KPP atau KP2KP. Dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1), PKP atau Pemungut PPN harus menggunakan e-SPT dan Induk SPT tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy). Penyampaian SPT dengan cara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah penyampaian SPT yang Induk SPT-nya disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy), sedangkan Lampiran SPT dapat disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk media elektronik.

SPT dianggap tidak lengkap apabila: 1. Nama dan/atau NPWP tidak dicantumkan dalam SPT; 2. Elemen-elemen Induk SPT dan Lampiran SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak atau kurang lengkap diisi; 3. Induk SPT tidak ditandatangani oleh PKP atau Pemungut PPN; 4. Induk SPT ditandatangani oleh Kuasa PKP atau Kuasa Pemungut PPN, tetapi tidak dilampiri Surat Kuasa Khusus; 5. SPT Kurang Bayar tetapi tidak dilampiri Surat Setoran Pajak/bukti Pbk; 6. SPT yang Lampiran SPT dan lampiran-lampiran lainnya yang dipersyaratkan tidak disampaikan, kecuali tidak ada data yang dilaporkan dalam Lampiran SPT tersebut; 7. SPT disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yang wajib menyampaikan SPT dalam bentuk media elektronik (e-SPT) sesuai peraturan perundangan-undangan perpajakan. 8. Dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1) berdasarkan pengujian data, diketahui: a. induk SPT hasil cetakan yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tanpa disertai Lampiran SPT dalam bentuk media elektronik; b. induk SPT hasil cetakan yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tidak sesuai dengan Induk SPT yang ada dalam bentuk media elektronik; c. elemen-elemen data elektronik dalam bentuk media elektronik yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tidak diisi atau diisi tidak lengkap; d. data elektronik dalam bentuk media elektronik yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tidak dapat diproses pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.

Terhadap SPT Lengkap yang disampaikan secara langsung diberikan tanda bukti penerimaan SPT setelah dilakukan proses penelitian dan/atau pengujian data. Terhadap SPT yang disampaikan secara tidak langsung melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/jasa kurir dengan tanda bukti pengiriman surat, tanda bukti pengiriman

Page 10: tugas perpajakan

surat dianggap sebagai tanda bukti penerimaan SPT dan tanggal penerimaan SPT. Dalam hal pengujian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8 belum dapat dilakukan karena sarana komputer tidak berfungsi atau tempat penerimaan SPT belum dilengkapi dengan sarana pengujian data (SPT loader), terhadap SPT tersebut yang disampaikan secara langsung oleh PKP atau Pemungut PPN diberikan tanda bukti penerimaan SPT. Tanda bukti penerimaan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dianggap sah, apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal tanda bukti penerimaan SPT, KPP atau KP2KP tidak menerbitkan Surat Penolakan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. KPP atau KP2KP yang bersangkutan wajib menolak: a. SPT Tidak Lengkap yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN dengan cara manual b. SPT yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tetapi tidak sesuai dengan SPT

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku maka Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2006 tentang tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) tetap berlaku, sepanjang digunakan untuk pelaporan SPT Masa PPN sampai dengan Masa Pajak Desember 2010.

oleh Wajib Pajak PPN atau yang biasa disebut dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah seluruh penerimaan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) baik yang terutang PPN maupun tidak terutang PPN. Hal ini sejalan dengan salah satu karakteristik PPN yang merupakan pajak objektif, yaitu merupakan suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor kondisi objektifnya, yaitu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum (Ikatan Akuntan Indonesia 2006). Lebih lanjut penda-patan dari transaksi penyerahan BKP dan JKP yang dilaporkan PKP dalam suatu periode terkait dengan aturan mengenai kapan harus diakuinya pendapatan tersebut. Sesuai dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Dengan demikian, maka saat pengakuan pendapatan yang akan dilaporkan PKP tergantung dari aturan mengenai kapan saat pembuatan faktur pajak.

Mengacu pada aturan yang ada, pelaporan jumlah pendapatan dalam penghitungan PPh Badan dan PPN secara garis besar akan sama untuk jenis usaha tertentu. Keadaan ini ada kalanya tidak sama, perbedaan yang timbul biasanya berkaitan dengan perbedaan pengakuan pendapatan dan faktor-faktor lain yang mempenga-ruhinya baik menurut aturan akuntansi keuangan

Page 11: tugas perpajakan

maupun menurut peraturan perpajakan. Dalam menentukan kebe-naran jumlah pengakuan pendapatan tersebut, fiskus, dalam hal ini pemeriksa pajak, akan membandingkan dengan melakukan ekualisasi antara jumlah peredaran usaha pada SPT PPh Badan dengan jumlah penyerahan dalam SPT PPN, sebagaimana dinyatakan dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE–04/PJ.7/2003 tentang Penyederhanaan Pemeriksaan SPT PPN Lebih Bayar dari PKP Tertentu, huruf C nomor 6. Dalam surat edaran tersebut tersirat bahwa Wajib Pajak, terutama untuk bidang usaha tertentu yang hampir selalu mengalami lebih bayar dalam pelaporan PPN nya, sebaiknya memahami hal ini. PT. Totoku Toryo Indonesia (selanjutnya disebut PT TTI), adalah wajib pajak yang bergerak di bidang manufaktur penghasil pewarna lapisan kabel (insulating varnish for wire) yang sebagian besar produknya diekspor. Hal ini menyebabkan Pajak Masukan yang lebih besar dari Pajak Keluaran, sehingga selalu mengalami Lebih Bayar. Keadaan Lebih Bayar pada SPT PPN ini, menyebabkan perusahaan selalu akan diperiksa oleh fiskus. Pemeriksaan sederhana yang dilakukan oleh fiskus adalah atas jumlah per-edaran usaha menurut SPT PPh Badan dan jumlah penyerahan pada SPT PPN. Seperti yang telah dikemukakan sebelumya, adanya perbedaan dalam pelaporan jumlah pendapatan pada SPT PPh dan SPT PPN tidak selalu meru-pakan indikasi adanya kesalahan atau kecurangan dalam pelaporan SPT. Adakalanya jumlah pendapatan yang harus dilaporkan dalam masing masing jenis pajak tersebut berbeda, diakibat-kan adanya perbedaan aturan untuk masing masing jenis pajak tesebut. Oleh karena itu, apabila terdapat perbedaan dalam pelaporan jumlah pendapatan pada SPT PPh dan SPT PPN, fiskus ingin mengetahui faktor faktor penyebab terjadinya perbedaan tersebut. Analisis dari faktor faktor penyebab perbedaan inilah yang kemudian akan dijadikan dasar dalam melakukan koreksi, yaitu apabila di antara faktor faktor penyebab perbedaan tersebut terdapat unsur pelanggaran terhadap ketentuan peru-ndang-undangan yang mengaturnya. Penelitian ini menganalisis perbedaan jumlah peredaran usaha yang dilaporkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan Hukum dengan jumlah penyerahan yang dilaporkan pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, mengambil studi

1.2 Analisis Perbedaan Peredaran Usaha pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan dengan Jumlah Penyerahan pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai

1. SPT Tahunan PPh Badan Pengertian SPT menurut Pasal 1 huruf f Undang-undang Nomor 6

Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 menyebutkan bahwa Surat Pemberi tahuan atau SPT adalah

Page 12: tugas perpajakan

Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan per-undang-undangan perpajakan. Pada Penjelasan Atas Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang KUP pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa fungsi SPT bagi Wajib Pajak Peng-hasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung

2 . SPT Masa PPN

Pada Penjelasan Atas Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang KUP pasal 3 ayat 1 juga disebutkan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk memperoleh dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : .pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan

pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Format SPT Masa PPN sebagai sarana bagi Pengusaha Kena Pajak melaporkan pemenuhan kewajiban perpajakannya, dalam hal ini PPN telah mengalami beberapa kali mengalami perubahan. Format SPT untuk pelaporan PPN diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak No. 12/PJ/1995 Tentang Bentuk Dan Isi Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) dan SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang Menggunakan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Dalam PER tersebut disebutkan bahwa Pelaporan PPN menggunakan Formulir 1195 beserta lampiran lampirannya. Penggunaan formulir 1195 ini efektif berlaku mulai 1 Januari 1995. Pada tanggal 15 September 2005, Direktur Jendral Pajak meng-eluarkan peraturan nomor PER 145/ PJ./2005, Tentang Bentuk Isi Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberi tahuan Masa PPN sebagai pengganti PER No. 12/PJ/1995. Dalam PER 145/PJ./2005 disebutkan bahwa Pela-poran PPN menggunakan Formulir 1106 beserta lampiran lampirannya. Peng-gunaan formulir 1106 ini efektif berlaku mulai 1 Januari 2006. Dalam perkembangan, Dirjen Pajak merasa perlu menunda pelak-sanaan PER 145/ PJ./2005 yang semula ditetapkan efektif 1 Januari 2005 menjadi 31 Desember 2006 dengan mengeluarkan PER-166/PJ./2005 ten-tang Penundaan Berlakunya PER -145/PJ/2005. Pada tanggal 29 September 2006, sebelum PER 145/PJ./2005 efektif berlaku, Dirjen Pajak mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak No

Page 13: tugas perpajakan

146/PJ./2006 Tentang Bentuk Isi Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN. Dalam PER tersebut dinya-takan bahwa PER tersebut merupakan pengganti PER 145/PJ./2005 dan PER 145/PJ./2005 dinyatakan tidak berla-ku.Dalam PER No. 146/PJ./2006 dise-butkan bahwa pelaporan PPN meng-gunakan Formulir 1107 beserta lampiran lampirannya. Penggunaan formulir 1107 ini efektif berlaku mulai 1 Januari 2007.

1.3 Tata cara penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai (spt masa ppn)

Menimbang :

a.       bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan;

b.       bahwa untuk memperlancar pelaksanaan tugas penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sehubungan dengan adanya perubahan dan penyempurnaan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai beserta Lampirannya;

c.       bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN);

Mengingat :

1.       Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2.       Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

Page 14: tugas perpajakan

3.       Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan;

4.       Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ/2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pemungut PPN;

5.       Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN);

6.       Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan;

Page 15: tugas perpajakan

KESIMPULAN

pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Format SPT Masa PPN sebagai sarana bagi Pengusaha Kena Pajak melaporkan pemenuhan kewajiban perpajakannya, dalam hal ini PPN telah mengalami beberapa kali mengalami perubahan. Format SPT untuk pelaporan PPN diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak No. 12/PJ/1995 Tentang Bentuk Dan Isi Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) dan SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang Menggunakan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Page 16: tugas perpajakan

DAFTAR PUSTAKA

www.blogspot.com///http. stpmasappn

http///slideshare.perpajakan.com

www.blogspot.com///http.perpajakan.com