tugas sistem utilitas ii
DESCRIPTION
asaTRANSCRIPT
Jenis-Jenis Bahan Bakar
Bahan bakar adalah material dengan suatu jenis energi yang bisa diubah menjadi
energi berguna lainnya. Contoh yang umum adalah energi potensial diubah menjadi
energi kinetis.
Ada berbagai jenis bahan bakar. Bahan bakar padat termasuk batu bara dan kayu.
Seluruh jenis tersebut dapat terbakar , dan menciptakan api dan panas. Batu bara dibakar
dengan kereta uap untuk memanaskan air sehingga menjadi uap untuk emnggerakkan
peralatan dan menyediakan energi. Kayu umumnya digunakan untuk pemanasan
domestik dan industri.
Bahan bakar yang non-solid termasuk minyak dan gas, keduanya mempunyai
subjenis yang beragam di antaranya adalah bahan bakar alam dan bensin. Dalam suatu
reaksi nuklir, bahan bakar yang radioaktif akan melalui pemecahan nuklir. Hasil dari
proses ini adalah sumber energi tanpa proses pembakaran.
Jenis-jenis bahan bakar diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Batu bara
Batu bara adalah bahan bakar fosil. Batu bara dapat terbakar, terbentuk dari
endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu
bara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan
diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga
membentuk lapisan batu bara.
Satu abad yang lampau, batu bara merupakan sumber langsung atau tidak
langsung sebagian terbesar energi komersial dunia. Bahkan batu bara telah memercikkan
dan menggerakkan terjadinya Revolusi Industri. Dewasa ini peranan batu bara sudah
jauh menurun, dan hanya memenuhi seperempat pemakaian energi seluruh dunia. Namun
demikian, volume penggunaannya masih sangat besar, dan dengan perkembangan-
perkembangan terakhir dunia dalam bidang energi, terutama setelah terjadinya kemelut
energi di tahun-tahun 1970-an,dapat disimpulkan bahwa di masa yang akan
datang,peranan batu bara akan meningkat lagi dengan pesat.
Batu bara terdiri dari berbagai campuran karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan
beberapa pengotoran lain. Sebagian karbon itu tetap padat bilamana dipanaskan, dan
sebagian lagi akan berubah menjadi gas dan keluar bersama-sama unsur-unsur gas
lainnya. Bagian gas ini mudah terbakar dan menyala terus-menerus serta agak lebih
berasap daripada karbon padat yang membara.Kadar air dan abu yang tidak dapat dibakar
yang terkandung dalam batu bara, tidak bermanfaat.
Kokas dibuat dengan memanaskan batu bara sehingga gas dan pengotoran
menguap : bagian karbon yang padat itu disebut kokas. Kokas dipergunakan terutama
untuk mencairkan bijih besi. Semula bagian gas dari batu bara itu dibuang, akan tetapi
kini gas itu dapat dimanfaatkan.
Berdasarkan nilai panas karbonnya, batu bara dibedakan menjadi :
1. lignit
kadar karbon padatnya terendah, berwarna cokelat, mengandung banyak abu
dan lembap.
2. batu bara subbituminus
3. batu bara bituminus
4. antrasit.
Batu bara yang tingkatannya lebih tinggi, mengandung lebih banyak karbon.
Bahan organik yang tidak cukup terurai sehingga terbentuk karbon, oelh karena itu belum
dapat dikatakan sebagai batu bara, melainkan disebut gambut (peat).
Batu bara adalah suatu batu endapan yang terutama berasal dari zat organik.
Kebanyakan ahli geologi berpegang pada teori, bahwa tumbuh-tumbuhan yang sangat
lebat, baik pohon-pohon besar maupun tumbuh-tumbuhan lainnya, tergenang dalam
rawa-rawa atau air lainnya, kemudian berturut-turut ditutup oleh endapan-endapan lain,
biasanya non-organik. Pengumpulan-pengumpulan ini mula-mula menjadi semacam
lumpur organik, lambat laun agak mengeras, kemudian berubah menjadi gambut. Setelah
berlalu masa yang lama sekali, lapisan-lapisan endapan ini mengakibatkan penekanan-
penekanan, sehingga bahan-bahan gambut ini menjadi lebih keras. Bilamana tekanan-
tekanan itu disertai dengan gerakan-gerakan atau perubahan-perubahan lapisan atas kulit
bumi, maka penekanan menjadi lebih besar lagi sehingga terjadilah batu bara melalui
proses pengarangan.
Batubara Cair Potensial Menggantikan BBM.Batubara cair (Coal Liquefaction)
sangat potensial dijadikan sebagai sumber energi pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM)
pada masa mendatang, demikian kata Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Konversi dan Konservasi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT)
Selain memiliki kualitas yang sama dengan BBM, sumber energi alternatif yang
diolah dari batubara muda itu juga sangat efisien dan ramah lingkungan.
Berdasarkan kajian yang dilakukan BPPT, sumber energi ini akan dapat diterima oleh
kalangan masyarakat karena terbukti dapat meningkatkan kinerja mesin dan mengurangi
pengeluaran asap hitam secara signifikan. Nilai oktannya juga lebih tinggi dari BBM
yang ada sekarang. Berdasarkan uji kelayakan yang dilakukan BPPT, harga minyak
bumi sintetis yang dihasilkan dari pencairan batubara kadar rendah (low rank coal) dari
Banko (Sumatera Selatan) dengan kapasitas produksi 6.000 ton per hari, harganya sekitar
23,3 dollar AS per barel hingga 33,3 dollar AS per barel.
Sedangkan uji kelayakan yang dilakukan dengan batubara kadar rendah dari
Mulia (Kalimantan Selatan) dan Berau (Kalimantan Timur) dengan kapasitas produksi
yang sama, harga per barel minyak bumi sintetisnya masing-masing sekitar 29 dollar AS
dan 25 dollar AS. Harganya jauh lebih rendah dari harga minyak bumi saat ini dan
bahkan mungkin pada masa mendatang, karena menurut perkiraan sejumlah pengamat
saat ini harga minyak dunia sedang berada pada masa transisi menuju ekuilibrium ke dua,
yaitu dimana harga minyak akan naik dan turun namun masih dalam kisaran 40 dolar AS
per barell. Saat ini harga minyak mentah dunia masih berada pada kisaran lebih dari 50
dollar AS per barel sedangkan harga produk olahannya naik hingga sekitar 70 dollar AS
per barel untuk minyak tanah/kerosin, 60 dollar AS per barel untuk premium dan 64
dollar AS per barel untuk solar. Dengan demikian, jika kita membangun pabrik kapasitas
produksi sebanyak 6.000 ton per hari maka akan dihasilkan sekitar 27 ribu barel batubara
cair per hari sehingga akan menghemat setidaknya 1.620 juta dollar AS per hari.
BPPT sendiri telah melakukan pengkajian dan penerapan teknologi pencairan batubara
muda di Indonesia sejak tahun 1994 untuk mengantisipasi kekurangan bahan bakar
minyak pasca tahun 2000. Selama periode 1994 hingga 2003 BPPT bekerja sama dengan
New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) dari Jepang
telah melakukan penelitian dasar dan penelitian terapan mengenai teknologi tersebut.
Sedangkan pada tahun 2003-2006 keduanya telah menyiapkan perencanaan proyek
percontohan (demo plant) guna membangun sebuah instalasi komersial pencairan
batubara di Berau (Kalimantan Timur). Karena biaya awalnya cukup mahal, kami akan
membangun instalasi berkapasitas 3.000 ton per hari dengan biaya investasi sekitar 800
juta dollar AS sebagai permulaan yang nantinya akan ditingkatkan menjadi 6.000 ton per
hari sebagai unit paling optimum untuk pabrik komersial.
Pemerintah sendiri, dalam strategi pengelolaan energi nasional tahun 2005-2025,
menargetkan pembangunan tiga unit pencairan batubara berkapasitas produksi 6.000 ton
per hari tahun 2025 guna mengantisipasi lonjakan kebutuhan BBM.Ketiga pabrik tersebut
diharapkan akan dapat mengurangi sebanyak 10 persen kebutuhan BBM untuk
transportasi yang menurut data Indonesia Energy Outlook & Statistics 2004 Universitas
Indonesia akan mencapai 272,8 juta barel oil equivalen (BOE) pada 2020.
Rencana itu menurut bisa segera direalisasikan jika pemerintah menunjukkan
komitmennya dalam pengembangan sumber energi alternatif dengan memberikan insentif
yang diperlukan seperti pembebasan pajak bea masuk bagi investor yang tertarik
membangun instalasinya. Karena teknologi pencairan batubara proyek dengan nilai
investasi awal tinggi dan beresiko tinggi maka pemerintah harus mendukung sepenuhnya
misalnya saja dengan membebaskan bea masuk peralatan impor.
Batu Bara Menjadi Andalan Indonesia untuk Hadapi Lonjakan Harga Minyak.
Ramalan harga minyak mentah akan menembus 100 dollar AS per barrel benar-benar
menakutkan semua negara, terutama Indonesia yang masih memberikan subsidi bahan
bakar minyak kepada rakyatnya. Pemerintah akan segera memanfaatkan batu bara
menjadi bahan bakar cair dan gas untuk mengurangi konsumsi BBM di dalam negeri
yang setiap tahunnya naik sebesar 1,5 persen.
Pemakaian batu bara di Indonesia memang lebih ekonomis dibandingkan dengan
BBM karena harganya memang murah dan tak perlu subsidi pemerintah. Selain itu,
cadangan batu bara Indonesia bisa digunakan selama 70 tahun, sementara cadangan
minyak mentah Indonesia diperkirakan hanya akan mampu digunakan paling lama 10
tahun lagi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro
menegaskan, pemerintah sudah menyiapkan strategi untuk menggunakan batu bara dalam
jumlah yang lebih banyak dalam rangka memenuhi kebutuhan energi di Indonesia.
Produk batu bara yang akan menggantikan pemakaian BBM, antara lain batu bara yang
dicairkan (coal liquefaction) dan gas metana batubara (Coalbed Methane/CBM).
Batu bara yang dijadikan cairan akan menggantikan sebagian dari pemakaian
minyak tanah, bensin, dan solar. Gas metana batu bara untuk mengganti pemakaian gas
rumah tangga atau industri.
Riset pencairan batu bara untuk memproduksi BBM sintetis di Indonesia sudah
berlangsung sejak awal tahun 1990-an. Namun, perkembangannya secara nyata dengan
target komersial baru dimulai sejak awal tahun 1994 melalui kerja sama riset antara
BPPT dan NEDO.
Berbagai jenis batu bara Indonesia telah diuji dan memberikan hasil yang sangat
menjanjikan. Hasil tertinggi diperoleh dari batu bara Banko dari Kabupaten Banko,
Sumatera Barat, dengan produksi minyak sekitar 70 persen.
Dibandingkan dengan batu bara Yallourn dari Australia yang hanya menghasilkan
minyak di bawah 60 persen, hasil Banko sangat signifikan, terutama dilihat dari segi
biaya dan harga minyak yang dihasilkan dari batubara.
Hasil studi kelayakan menunjukkan bahwa batu bara Banko dapat memproduksi
BBM, produk setengah jadi, dengan harga sekitar 18 dollar AS per barrel.
Melihat harga minyak pada saat ini, pencairan batu bara sangat memungkinkan untuk
dikomersilkan.
CBM adalah sumber energi alternatif masa depan bagi Indonesia. Apabila
dikomersialkan, produk itu memberikan manfaat karena Indonesia memiliki potensi
cadangan CBM yang cukup besar.
Dalam masa satu dekade terakhir, penambangan produktif CBM secara komersial
baru dilakukan di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa Timur. Negara yang
juga memiliki sumber deposit CBM antara lain, China, India, dan beberapa negara
pecahan Uni Soviet di kawasan Asia.
Berdasarkan data Bank Dunia, daerah potensi CBM di Indonesia berada di Pulau
Kalimantan dan Sumatera. Cadangan potensi total mencapai 453 triliun kaki kubik
(trillion cubic feet/TCF). Sementara potensi sumber CBM terbesar terdapat di cekungan
Sumatera Selatan, yakni sebesar 183 TCF dengan prakiraan nilai produktif minimal 20
TCF.
Potensi di pulau-pulau lain juga cukup menjanjikan, namun diperkirakan masih
meragukan apakah cukup signifikan bila ditambang secara komersial. Hasil tambang
CBM hampir seluruhnya atau 96-99 persen adalah senyawa gas metana dengan rantai
karbon tunggal sehingga serupa dengan bahan bakar gas alam atau gas alam cair (liqufied
natural gas/LNG).
Namun, sejauh ini belum dapat diperkirakan berapa biaya produksi dari CBM.
Pada awal operasi, produksi CBM memang akan membutuhkan biaya yang relatif lebih
besar karena karakteristik deposit yang berbeda dengan deposit gas alam konvensional.
Umumnya puncak produksi CBM hanya bisa dicapai setelah masa operasional
dalam kurun waktu lima hingga tujuh tahun mendatang. Sementara gas alam dari
tambang konvensional puncak produksinya bisa dicapai pada tahun pertama.
Tetapi, pada tahap operasional selanjutnya diperkirakan biaya produksi CBM
lebih murah, yakni 0,03 dollar AS per juta kaki kubik dibandingkan dengan biaya
produksi gas alam konvensional.
Dalam sejarah energi alternatif di Indonesia, sebenarnya penggunaan batu bara
bukan ide baru bagi pemerintah. Sejak tahun 1993, pemerintah sebenarnya sudah
membuat rencana untuk memakai briket batu bara sebagai pengganti minyak tanah untuk
rumah tangga.
Praktisi batu bara, Ladjiman Damanik, mengemukakan, program pemanfaatan
briket batu bara nasional telah dimulai sejak April 1993. Proyek percontohan itu
dilaksanakan di tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Tetapi, upaya promosi dan sosialisasi penggunaan briket batu bara tidak berjalan
dengan baik. Hal itu karena sulitnya mengubah kebiasaan masyarakat dalam pemakaian
minyak tanah yang hingga saat ini harganya sangat murah karena disubsidi pemerintah.
Masih lemahnya jalur distribusi dan tata niaga briket batu bara membuat
pengusaha nasional tidak tertarik berkiprah dalam produksi briket batu bara.
Namun, setelah ada rencana pemerintah mengurangi subsidi minyak tanah, Ladjiman
mengaku tertarik mendirikan perusahaan yang khusus bergerak di bidang industri briket
pada tahun 1993. Tetapi, kenyataannya hingga saat ini subsidi tidak dikurangi, malah
semakin besar nilainya.
Pengembangan briket batu bara di Indonesia awalnya berkiblat pada Jepang, yang
menggunakan teknologi maju untuk proses pembuatan briket batu bara dalam skala besar.
Akan tetapi, untuk skala kecil di Indonesia, perusahaan produksi briket batu bara
menggunakan teknologi yang sederhana.
Setelah industri briket batu bara tidak laku di sektor rumah tangga karena
menghadapi masalah kebijakan harga BBM di dalam negeri, produsen secara perlahan
mengubah orientasi pasar ke industri rumah tangga, kecil, dan menengah. Ternyata
peluang cukup terbuka setelah pemerintah mulai memikirkan mengurangi subsidi BBM
untuk industri.
Jika dihitung tingkat keekonomian, batu bara sangat murah dan memberikan
penghematan biaya. Misalnya, untuk industri tahu tempe yang memakai briket batu bara
untuk kapasitas rata-rata 100 kilo gram per hari bisa menghemat Rp 583.300. Hal itu jika
harga minyak tanah eceran Rp 750 per liter dan briket Rp 400 per kilogram.
Sementara penggunaan briket batu bara juga memberikan penghematan yang
signifikan bagi pengusaha rambak teripang yang menggunakan pengering oven.
Penggunaan briket batu bara akan meningkatkan pendapatan nelayan.
Jika menggunakan minyak tanah, diperlukan minyak tanah sebanyak 90 liter
dengan harga Rp 800 per liter atau totalnya Rp 72.000. Tetapi, dengan briket batu bara,
hanya diperlukan sebanyak 160 kilogram dengan harga Rp 200 per kilogram atau
totalnya Rp 32.000.
Penggunaan oven juga menguntungkan pengusaha sebab pada musim hujan
mereka masih tetap dapat berproduksi. Selain itu, pengeringan menggunakan oven juga
meningkatkan jumlah produksi. Mula-mula rambak tripang yang dihasilkan sebanyak 30
kilogram per bulan, sedangkan dengan menggunakan oven produksi meningkatkan lebih
dari tiga kalinya.
Menurut Ladjiman, saat ini briket batu bara tidak hanya dipakai oleh industri
kecil. Tetapi, sudah mulai dicari oleh usaha rumah makan atau katering yang memasak
dalam waktu panjang.
Setelah kenaikan minyak tanah menjadi Rp 700 per liter dan harga eceran
mencapai Rp 1.000 per liter, harga briket batu bara di tingkat eceran sudah dapat
bersaing. Maka, semangat memakai briket batu bara yang mulai memudar telah kembali
dengan harapan baru.
Pada saat ini, anggota Primer Koperasi Tahu Tempe, Anggota Asosiasi
Perunggasan yang menggunakan untuk pemanasan anak ayam, industri dodol, gula
merah, jenang, katering, keripik, pindang ikan, bata, genteng, kapur, jamu gendong,
industri petis, mi, pengolahan kulit, dan pabrik roti tercatat sebagai pelanggan briket batu
bara.
Bahkan, BUMN juga sudah berkomitmen untuk memakai briket batu bara untuk
pengasapan karet, pengeringan tembakau, teh, cokelat, dan kopi. BUMN ini diharapkan
menjadi contoh bagi industri lainnya yang sebenarnya bisa memakai briket batu bara.
Dalam meningkatkan jaringan distribusi, pengusaha briket batu bara telah
melakukan kerja sama dengan DPP Himpunan Wiraswasta Nasional Migas. Briket batu
bara akan dijual bersanding dengan minyak tanah di pangkalan BBM.
Jika briket batu bara disandingkan dengan minyak tanah, kemungkinan rakyat
akan berpaling dari minyak tanah yang kebanyakan dijual di atas patokan pemerintah
sebesar Rp 700 per liter. Tetapi, persoalan selanjutnya, apakah sosialisasi tentang cara
menggunakan kompor briket batu bara sudah cukup atau apakah ada jaminan pasokan
barang.
2. Minyak dan gas bumi
Batu bara telah mengakibatkan tercetusnya apa yang dinamakan Revolusi
Industri. Minyak bumi dan gas alam, kadang-kadang saling menyaingi, dan kadang-
kadang saling melengkapi batu bara, telah memungkinkan meluasnya industrialisasi
sebagaimana terjadi sekarang ini.
Berupa benda yang berat, besar dan kotor, batu bara terutama mendapatkan
pasaran sebagai bahan bakar yang stasioner, atau mesin yang hanya bergerak perlahan-
lahan. Minyak bumi dan gas alam, serta produksi-produksinya, di lain pihak, bukan saja
memiliki lebih banyak energi per satuan berat, tetapi dapat juga memenuhi keperluan
energi pada alat-alat yang kecil, seperti motor temple untuk perahu, atau pesawat terbang
yang cepat, atau kapal laut yang besar. Lagi pula, pengangkutan dan pengurusannya lebih
mudah.
Dengan kemudahan penggunaan ini, ditambah dengan efisiensi termis yang lebih
tinggi, serta pengurusan dan pengangkutan yang lebih mudah, menyebabkan penggunaan
minyak bumi dan gas alam sebagai sumber utama penyedia energi lebih deras
meningkatnya.
Peranan minyak bumi dalam persoalan-persoalan ekonomi dunia dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Konsumen dan fasilitas konversi paling banyak ada di dalam tangan
negara-negara yang teknis maju
2. Di Dunia Barat, eksploitasi terutama dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan swasta yang besar, sedangkan di negara-negara lainnya,
terutama dimiliki dan dilaksanakan oleh negara
3. Investasi besar-besaran, terutama dari negara-negara Barat, banyak
dilakukan di negara berkembang, yang memiliki banyak sumber
minyak bumi
4. Nasionalisme politik dan ekonomi merupakan suatu kekuatan aktif
dalam pencarian sumber-sumber minyak bumi
5. Pemilikan lapangan minyak tidak terbagi rata di antara negara, dan
sangat banyak di dapat di Timur Tengah
Minyak dan gas bumi terdiri atas berbagai campuran unsur karbon dan hydrogen
yang biasanya disebut hidrokarbon, ditambah beberapa unsure lainnya yang kurang
penting. Bahan-bahan ini kadang-kadang berupa benda-benda gas, atau cair, atau benda-
benda berupa lilin, hal mana terutama tergantung daripada perbandingan karbon dan
hydrogen.
Minyak bumi merupakan campuran berbagai macam zat organik, tetapi
komponen pokoknya adalah hidrokarbon. Minyak bumi disebut juga minyak mineral,
karena diperoleh dalam bentuk campuran dengan mineral lain. Minyak bumi tidak
dihasilkan dan didapat secara langsung dari hewan atau tumbuhan, melainkan dari fosil.
Karena itu, minyak bumi dikatakan sebagai salah satu dari bahan bakar fosil. Beberapa
ilmuwan menyatakan bahwa minyak bumi merupakan zat abiotik, yang berarti zat ini
tidaki berasal dari fosil, tetapi merupakan zat anorganik yang dihasilkan secara alami
didalam bumi. Namun, pandangan ini diragukan secara ilmiah karena hanya memiliki
sedikit bukti yang mendukung.
Ada beberapa bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang terkenal di
Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut :
Minyak tanah rumah tangga
Minyak tanah industri
Pertamax
Pertamax plus
Premium
Solar transportasi
Solar industri
Minyak diesel
Minyak bakar
Penamaan minyak bumi atau petroleum, pada umumnya dipergunakan untuk
bahan-bahan cair, yang kadang-kadang berisi gas atau cairan berupa campuran atau
larutan yang ringan, sedang ataupun berat.
Bila komponen minyak-minyak ringannya didistilasi atau diuapkan, maka sisa
yang tertinggal merupakan suatu campuran dari hidrokarbon yang disebut paraffin.
Distilasi lebih lanjut menghasilkan pengotoran hidrokarbon lain berupa aspal.
Kegiatan eksplorasi dan produksi minyak bumi dilakukan besar-besaran sejak 30
tahun lalu. Hasilnya, jumlah cadangan terbukti meningkat dari sekitar dua miliar barel
(1970) menjadi lima miliar barel (1980-an). Bahkan sampai dekade 1990-2000 pun masih
terus terjadi penemuan cadangan baru. .
Daerah Minyak Bumi. Lebih dari setengah cadangan minyak bumi Indonesia
terletak di Sumatera bagian tengah, yaitu lapangan minyak di Riau (Duri, Minas,
Zamrud). Daerah lain yang cukup gemuk dengan cadangan minyak buminya adalah
Sumatera bagian selatan (khususnya Sumatera Selatan), Jawa Barat bagian utara, dan
Kalimantan Timur.
Produksi Maksimum. Produksi minyak bumi Indonesia pada akhir 1970-an
mencapai 600 juta barel per tahun. Tetapi dalam 10 tahun terakhir ini, sekitar 565 juta
barel per tahun. Menurun disebabkan terjadinya ketidakstabilan keamanan di beberapa
daerah. .
Melihat perkembangan volume produksi selama 30 tahun terakhir dan juga
ketersediaan cadangan yang ada, tampaknya produksi minyak bumi Indonesia sudah
mencapai kapasitas maksimumnya. Bahkan akan cenderung menurun pada tahun-tahun
mendatang. Padahal permintaan BBM justru akan terus meningkat.
Pengembangan produksi dan eksplorasi gas bumi dimulai 1978. Sejak itu,
penemuan cadangan baru dan produksi gas bumi terus bertambah dari tahun ke tahun..
Daerah Gas Bumi. Cadangan terbesar terletak di Natuna dan Kalimantan Timur.
Termasuk di Irian Jaya yang saat ini sedang dikembangkan. Di Aceh terdapat cadangan
besar di satu lapangan, Arun.Selain itu teradapat pula cadangan di Sumatera bagian
selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera bagian utara, Sulawesi Selatan, dan Sumatera
bagian tengah. Pada akhir-akhir ini telah dilaporkan penemuan gas bumi di Jawa Tengah
dan Donggi.
Produksi & Pemanfaatan. Produksi dan pemanfaatan gas bumi tertinggi dicapai
tahun 1997. Tapi setelah itu produksi gas bumi sedikit menurun. Ketidakstabilan akibat
krisis ekonomi dan transisi pemerintahan pasca 1997 berpengaruh terhadap penurunan
ini.
Pemanfaatan gas bumi sebagian besar diekspor dalam bentuk LNG, gas alam cair.
Persertase gas bumi yang diekspor tahun 2000 sebesar 53% dari total gas bumi yang
diproduksikan (atau 70% dari total gas bumi yang dijual).
Pemakaian gas bumi di Indonesia sebagian besar untuk industri pupuk dan pembangkit
listrik, masing-masing sekitar 35% dari total pemakaian dalam negeri. Sisanya sekitar
30% digunakan untuk industri (lain). Sedangkan sektor rumah tangga persentase
penggunaannya kecil.
Ke depan, permintaan gas bumi di Indonesia diperkirakan akan terus naik, seiring
dengan kenaikan harga BBM dan program diversifikasi energi. Pemakaian gas bumi di
Indonesia terus digalakkan sebagai substitusi terhadap pemakaian BBM, terutama di
sektor industri.
Permasalahan dalam pengembangan pemanfaatan gas bumi untuk domestik
adalah terbatasnya jaringan pipa. Akibatnya, pemakai-pemakai potensial gas bumi tidak
dapat terlayani. Juga lapangan gas bumi marginal tidak berkembang.
Untuk mengatasi kebutuhan gas bumi yang meningkat, khususnya di Pulau Jawa, bisa
dengan mengalirkan gas bumi dari Sumatera atau Kalimantan melalui pipa, atau dengan
menggunakan LNG dari lapangan gas bumi Tangguh di Irian.
Selain melalui bentuk LNG, ekspor gas bumi juga sejak 2000 telah mulai
menggunakan pipa. Tujuan ke negara-negara tetangga. Dimulai penjualan antara
Pertamina dengan SembCorp Gas Pte Ltd dari Singapura, 15 Januari 2000. Sumbernya
dari West Natuna Sea Block B (Conoco), Kakap Block (Gulf Indonesia Resources), dan
Natuna Sea Block A (Premier Oil Natuna Sea Ltd.). Setahun kemudian dari Indonesia ke
Singapura melalui pipa gas bumi bawah laut selanjang 656 kilometer.
Juga dengan Gas Supply Pte Ltd dari Singapura, 12 Februari 2001, dari Sumatera Selatan
ke Singapura. Gas bumi yang dijual ke Singapura ini berasal dari lapangan Jabung Block
(Santa Fe), lalu Corridor Block dan South Jambi B Block (keduanya oleh Gulf
Resources). Melalui pipa gas sepanjang 500 kilometer.
Penjualan ke Malaysia ditandatangani 29 Maret 2001 antara Pertamina dan Petronas
Malaysia. Sumbernya dari lapangan West Natuna Block B (patungan antara Conoco,
Inpex, dan Texaco). Pengiriman dilakukan melalui pipa gas bumi sepanjang 96 kilometer.
Selain itu juga disepakati pengiriman gas bumi dari Indonesia ke Filipina, yang dipasok
dari lapangan Tangguh Irian Jaya.
3. Energi Biomassa
Biomassa merupakan sumber energi berpotensi yang digunakan sebagai bahan
bakar. Dibandingkan energi lain yang terdapat di Indonesia, biomassa merupakan sumber
energi terbesar yang dapat dimanfaatkan. Energi terbarukan ini dapat dikembangkan
lewat Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism), yang
mendorong kegiatan investasi dalam proyek pengurangan gas rumah kaca oleh negara
maju, yang pelaksanaannya dilakukan di negara berkembang.
Menurut penelitian,di Indonesia terdapat berbagai potensi sumber daya energi
terbarukan termasuk biomassa. Potensi energi ini sangat besar, 245,5 juta ton per tahun
yang berasal dari limbah hutan, perkebunan, pertanian, dan sampah.
Strategis dikembangkan
Pengembangan potensi sumber daya energi biomassa menjadi sangat strategis jika
dihubungkan dengan isu lingkungan, baik nasional maupun internasional. Apalagi akhir-
akhir ini sampah menjadi masalah krusial dan sulit diatasi dengan teknologi pengelolaan
sampah konvensional.
Dari pengembangan konversi biomassa menjadi bahan bakar atau sumber energi,
ada dua manfaat yang diharapkan yaitu pengadaan energi dan pembersihan lingkungan.
Kedua hal tersebut menunjukkan strategisnya pengembangan konversi tersebut di
Indonesia. Semua pihak berharap penelitian, pengembangan, dan rekayasa di bidang ini
bisa terus dilakukan untuk menjamin penyediaan energi yang menunjang pembangunan
berkelanjutan.
Pengembangan proyek energi terbarukan di Indonesia masih terhambat oleh
biaya pembangkitan yang lebih tinggi dibanding sistem pembangkit energi fosil. Karena
itu pertumbuhan penggunaan energi terbarukan tidak bertambah secara signifikan.
Peluang untuk mendapat hasil penjualan kredit rumah kaca dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan proyek energi terbarukan yang potensial di Indonesia seperti panas
bumi, mikro hidro, biomassa, surya, dan angin.
Pengembangan proyek CDM kapasitas kecil untuk energi terbarukan berpeluang
besar di Indonesia. Pada keputusan COP 7 disebutkan energi terbarukan untuk kapasitas
tidak lebih dari 15 MW dan proyek energi yang mengemisi kurang dari 15 kiloton CO2
per tahun akan mendapat perlakuan khusus untuk diterapkan segera melalui prosedur
yang sederhana dan jalur yang cepat.
Pasar karbon global
Laporan National Strategi Study on CDM yang dikeluarkan KLH pada tahun
2001 permintaan pasar karbon global sekitar 800 juta ton CO2 per tahun, 125 juta ton di
antaranya dapat dilakukan melalui CDM.
Saat ini Indonesia masih memiliki cadangan bahan bakar fosil relatif besar.
Minyak bumi sekitar 10 miliar barrel, gas alam 180 triliun kaki kubik, dan batu bara
berkualitas baik 15 miliar ton.
Namun, jika kebutuhan sumber daya energi yang makin meningkat dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan intensitas pembangunan yang dilakukan hanya
mengandalkan pada eksploitasi sumber daya tersebut, maka tanpa penemuan cadangan
baru cadangan minyak akan habis sekitar 20 tahun dan gas alam 50 tahun.
Oleh karena itu, perlu dipikirkan pengadaan energi alternatif yang dalam jangka
pendek dapat menahan laju ekstraksi sumber daya energi fosil dan dalam jangka panjang
dapat menjadi penggantinya.
Pencabutan subsidi bahan bakar minyak di satu sisi merupakan musibah karena
akan menaikkan biaya produksi. Namun, di sisi lain menjadi berkah karena akan
menghidupkan kembali upaya mencari sumber energi alternatif yang terbarukan, seperti
yang dilakukan Robert Manurung dan timnya di ITB dengan eksplorasi minyak jarak dari
tanaman jarak pagar (Jatropha Curcs L) untuk bahan bakar.
Bahan bakar biologi tidak dapat mengganti sepenuhnya bahan bakar fosil karena
luas lahan pertanian tidak cukup tersedia. Namun, konversi biomassa dari berbagai
sumber (termasuk limbah) dapat menjadi sumber energi alternatif sehingga akan
mengurangi ketergantungan pada minyak. Tantangan saintis tidak hanya menemukan
cara baru menghasilkan bahan bakar yang bermanfaat tetapi juga membantu politisi agar
membuat kebijakan bahan bakar yang berbiaya rendah.
Berat kering biomassa
Diperkirakan 75 persen berat kering biomassa (massa total organisme hidup)
dedaunan dan kayu terdiri dari karbohidrat (gula, pati, hemiselulosa, dan selulosa).
Beberapa proses kini telah diuji coba untuk mengonversi karbohidrat menjadi bahan
bakar, misalnya: 1, pembuatan minyak bio melalui pirolisis biomassa, 2, produksi alkana
atau metanol melalui proses sintesis Fischer-Tropsch dari campuran gas CO dan H2O
yang diturunkan dari biomassa, dan 3, konversi gula dan metanol menjadi hidrokarbon
aromatik dengan bantuan zeolit.
Konversi glukosa menjadi etanol adalah proses yang secara luas telah dilakukan
untuk memproduksi bahan bakar cair biomassa. Namun, efisiensi energi yang dihasilkan
pada proses itu masih belum ekonomis, karena nilai efisiensi energi (perbandingan antara
nilai kalor etanol dan energi yang diperlukan untuk memfermentasi etanol), misalnya dari
produksi etanol dari jagung adalah 1,1. Sekira 67 persen dari energi yang diperlukan
untuk produksi etanol itu dikonsumsi untuk proses fermentasi/distilasi, yang separuhnya
dipakai hanya untuk mendistilasi etanol dari air.
Ada proses pembuatan bahan bakar cair lain dengan nilai efisiensi 2,2, yang
sedikit lebih baik dari fermentasi etanol. Yaitu proses pembuatan alkana dari larutan
karbohidrat yang melibatkan pemisahan spontan alkana dari air. James A Dumesic dan
timnya dari Departemen Teknik Kimia dan Biologi, Universitas Wisconsin, Madison,
AS, telah berhasil mengubah sorbitol (gula alkohol dari glukosa) cair menjadi heksan.
Dumesic menggunakan katalis yang mengandung asam.
Alkana yang dihasilkan dari dehidrasi/hidrogenasi karbohidrat di atas merupakan
sumber bahan bakar yang terbarukan. Dan, bahan bakar ini menjadi pelengkap dari
produksi biodiesel yang bersumber dari minyak-minyak tumbuhan dan lemak binatang.
Sayangnya, sifat heksan yang mudah menguap membuat senyawa ini sebagai aditif bahan
bakar bernilai rendah. Oleh karena itu, produksi bahan bakar cair berkualitas tinggi dari
karbohidrat memerlukan pembentukan alkana rantai panjang. Ini akan mungkin dicapai
dengan memperpanjang rantai karbon-karbon dari karbohidrat asal sebelum
memprosesnya dengan dehidrasi/hidrogenasi fasa cair (HFC). Dumesic dan timnya
memperbaiki proses pembuatan alkana cair yang berantai panjang (dari C sampai C15)
dari glukosa. Seperti yang diungkap dalam Science 3 Juni 2005, bahan bakar alkana
rantai panjang yang dibuat dari karbohidrat berguna sebagai bahan bakar bebas sulfur.
Perbaikan proses yang dilakukan tim Dumesic ini menghilangkan proses detilasi yang
mahal, karena pemisahan produk hidrokarbon dari fase cair sangat sederhana.
Pada kondisi reaksi DHFC, ikatan glikosidik yang terdapat dalam gula disakarida
misalnya akan terputus. Pembentukan ikatan karbon-karbon antara karbohidrat dan
turunannya dapat dilakukan melalui berbagai rute reaksi kimia (Gambar 2, yang intinya
lewat dehidrasi (dikatalisis asam) dan diikuti kondensasi aldol (dikatalisis basa) untuk
membentuk molekul organik yang lebih besar. Pada proses DHFC, pereaksi organik yang
larut dalam air tidak dapat dipakai untuk membuat alkana karena 20 sampai 50 persen
pereaksi itu diubah menjadi arang di permukaan katalis.
Sistem reaktor empat fasa yang dirancang untuk reaksi DHFC terdiri dari 1, aliran
masuk larutan mengandung pereaksi organik larut air, 2, aliran masuk alkana heksadekan,
3, aliran masuk masuk gas H2 dan 4, katalis padat. Pada saat dehidrasi/hidrogenasi
berlangsung, pereaksi organik cair menjadi lebih hidrofob, dan kemudian aliran alkana
heksadekan menyapu spesies hidrofob itu dari katalis sebelum mereka mengubahnya
menjadi arang.
Untuk pengesetan industri, alkana yang diproduksi dari hasil reaksi DHFC dapat
didaur ulang ke reaktor dan digunakan untuk pereaksi organik. Selama proses dalam
sistem reaktor empat fasa, heksadekan cukup stabil dan hanya sebagian kecil yang terurai
menjadi senyawa yang berantai lebih pendek.
Sumber :
1) http://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_bakar#column-one 2) Kadir, Abdul. 1995. Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik
dan Potensi Ekonomi Edisi ke-2. Universitas Indonesia : Jakarta.