tugas trauma abdomen
TRANSCRIPT
TRAUMA ABDOMEN
Definsi trauma abdomen:
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembusserta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Salah satu kegawat daruratan pada sistem pencernaan adalah trauma abdomen
yaitutrauma atau cedera yang mengenai daerah abdomen yang menyebabkan timb
ulnyagangguan atau kerusakan pada organ yang ada di dalamnya.
Klasifikasi trauma abdomen:
a. Menurut penyebabnya:
1. Trauma tembus, yaitu trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam
rongga abdomen;dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak.
Pada trauma luka tusuk perlu diperhatikan daerah trauma, arah trauma,
kekuatantusukan, panjang dan ukuran tusukan. Luka tusuk abdomen
50 - 70% terjadi dianterior abdomen.Luka tembak dapat menyebabkan
kerusakan pada setiap struktur didalam abdomen.
Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyeba
bkan peritonitis dan sepsis.
Trauma tembus akibat peluru dibedakan antara Low-
velocity dengan highvelocity. Pada Low velocity terjadi robekan
langsung dan “crushing” pada jaringan lokal. Sedangkan High velocity
terjadi “chrusing” pada jaringan lokal dan cavitasi (terowongan) yang
dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Hampir selalu
trauma tembus akibat peluru mengakibatkan kerusakan pada organ-
organ dalam perut. Bahkan luka peluru yang tangensial
tanpa memasuki rongga perut dapat menimbulkan kerusakan organ-
organ dalam perut akibat efek ledakan.
2. Trauma tumpul, yaitu trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam
rongga abdomen;dapat disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau
pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga,
ledakan, benturan, pukulan deselerasi, kompresiatau sabuk pengaman
(set belt syndrome).
Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi
jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma
tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga beru
pa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera
deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah
tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras
sedangkan bagian tubuh yang relative tidak terpancang bergerak terus
dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut.Pada
intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai
organ limpa(40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%).
Sedangkan pada retroperitoneal,organ yang paling sering cedera adalah
ginjal, dan organ yang paling jarang cederaadalah pankreas dan ureter.
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan
adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak
mempunyai kelenturan (noncomplientorgan) seperti hati, limpa,
pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk
kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan
dengan 3 mekanisme, yaitu :
Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan
gerak di antara truktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong
dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ
viseral dan pembuluh darah, khususnya pada ujungorgan yang terkena.
Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal danmengurangi
yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta. Akibatnya,
gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama
dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic
junction.
Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior
dan columnavertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat
menyebabkan remuk, biasanyaorgan padat (spleen, hati, ginjal)
terancam.
Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkata
tekananintra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada
rupture organ berongga. Lebih dari 50% trauma tumpul disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, biasanya disertai dengan trauma pada
bagian tubuh lainnya. Mekanisme trauma tumpul dengan deselerasi
secara cepat pada kecelakaan lalu lintas Organ viscera
terperangkapantara dua kekuatan yang datang didinding anterior
abdomen atau daerah thoraksdengan kolumna vertebralis.Hal ini dapat
merobek mesentrium, porta hepatis danhilus limpa.
Kematian akibat trauma abdomen dapat dikurang dengan diagnosis
dan tindakan segera; biasanya disebabkan oleh perdarahan atau
peradangan dalam rongga abdomen.
b. Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama
perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala
utama adalah peritonitis
c. Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
1. Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa,
lambung, colontransversum, usus halus, dan colon sigmoid.
a) Ruptur Hati
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling
sering terkenakerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan
sering kali kerusakan disebabkanoleh trauma tumpul. Hal utama
yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitumengontrol
perdarahan dan mendrainase cairan empedu.
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul
ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering
mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit
untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan rupture
hatisering ditemukan adanya fraktur costa VII –IX.
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen
kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans
muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan pada abdomen dap
at menyebabkan iritasi peritoneum (± 2 jam post trauma). Kecuriga
an laserasi hati pada trauma tumpulabdomen apabila terdapat nyeri
pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan
umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang h
asilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok,
atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi
untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan
empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada
saluran empedu.
b) Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi
trauma tumpulabdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang
membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa
terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempatyang rentan untuk
mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan
infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material
yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh
yang sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan
berbagai jenis dari sel darah putih. Robeknyalimpa menyebabkan
banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada limpa
biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau
abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering meyebabkan
ruptur limpa adalah kecelakaanolahraga, perkelahian dan
kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi
robeknya limpa segera setelah terjadi trauma pada abdomen. Pada
pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi
karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan
ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau
saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi.
Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak
termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi
trauma. Tanda peritoneal sepertinyeri tekan dan defans muskuler
akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi
peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi
dannyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat
ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan
diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada limpa
dapat diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan
pengangkatan limpa. Walaupun manusia tetap bisa hidup
tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat berakibat mudahnya
infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan
limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap
pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif
terhadap terjadinya infeksi.
c) Ruptur Usus Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus
karena trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang
diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen.
Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan
gejala peritonitissecara umum pada jam berikutnya. Sedangkan
perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala
adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus
ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan
Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan
pada usus dua belas jari dancolon sigmoid didapatkan hasil
pemeriksaan pada Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara
dalam retroperitoneal.
3. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta,
dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan
diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini
memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram .
Retroperitoneal stuctures.
a). Ruptur Ginjal
Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan k
endaraan bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan
adanya fraktur pada costa keXI – XII atau adanya tendensi pada
flank. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaanharus segera
ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara ekstensif
kedalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal
biasanya terjadi nyerisaat inspirasi di abdomen dan flank, dan
tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi
pada mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan adanya
ruptur pada ginjal. Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal
dengan memar pada ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan
IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontrasseperti aortogram
dibutuhkan karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai
selama proses pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan
memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna, sedangkan
pada ginjal yang memar akan tampak gambaran normal atau
adanya gambaran warna kemerahan pada stroma ginjal.
Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat menunjukkan adanya
ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal . Terapi : pada
memar ginjal hanya dilakukan pengamatan .Beberapa
laserasi ginja l dapat diterapi dengan tindakan non operatif.
Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang
memperlihatkan adanya ekstravasasi.
b). Ruptur Pankreas
Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi.
Tetapi trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat
kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di pankreas dan
duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya
yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan .Trauma
pada pancreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus
diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan
harusdicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian tengah
abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau
benturan setir mobil. Perlukaan pada pancreas memiliki tingkat
kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum atau saluran
kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang
tinggi. Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang
terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri
pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang
menjalar sampai ke punggung. Beberapa jam setelah perlukaan,
trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi
peritonial. Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak
terlalu membantu dalam prosesakut. Pemeriksaan CT scan dapat
menetapkan diagnosis. Kasus yang meragukan dapat
diperiksa dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic Retrogade
Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah
dalam keadaan stabil. Terapi, penanganan dapat berupa tindakan
operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat keparahan trauma,
dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan.
Konsultasi pembedahan merupakan tindakan yang wajib
dilakukan.
c). Ruptur Ureter
Ureter Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi
menimbulkan luka yang mematikan. Trauma sering kali tak
dikenali pada saat pasien datang atau pada pasien dengan
multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan
dengan adanya hematuria paska trauma.
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena
keadaan tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan
dengan hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 – 3,
gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun
padaureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada
ureteropelvic junction. Pada pasiendengan kecurigaan trauma
tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri yanghebat
dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul pada 53%
kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan lebih dari 2000
cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat
diketahui karena seringnya ditemukan trauma lain, sehingga
tingkat kecurigaan tertinggi ditetapkan pada trauma dengan
gejala yang jelas. Pilihan terapi yang tepat tergantung pada
lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien, dan prognosis
penyelamatan. Hal terpenting dalam pemili hantindakan operasi
adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang kontralateral
dengan lokasi trauma
Gejala dan tanda:
Gejala tanda dari trauma abdomen sangat tergantung organ mana
yang terkena, bila yang terkena organ-organ solid (hati dan lien) maka
akan tampak gejala perdarahan secara umum seperti pucat, anemis
bahkan sampai dengan tanda-tanda syok hemoragic. Nyeri dapat
terjadi mulai dari nyeri sedang sampaiyang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas. Mual dan muntah. Penurunan kesadaran (malaise,letargi,
gelisah)
Anamnesa yang selengkap mungkin sehingga membantu dalam
penegakkan diagnosis. Anamnesa terutama mengenai cara
terjadinya kecelakaan, arah tusukan atau tembakan, senjata yang
digunakan dan deskripsi nyeri. Sering ditemukankesulitan dalam
memperoleh anamnesa akibat penderita dalam keadaan
syok,kesadaran menurun ataupun akibat gangguan emosi akibat
trauma tersebut.
Pada pemerikasaan fisik:
1. Mungkin ditemukan syok dan penurunan kesadaran sehingga
muncul kesulitan pemeriksaan abdomen.
2. Inspeksi mulai dari keadaan umum klien, ekspresi wajah,
tanda-tanda vital, sikap berbaring, gejala dan tanda dehidrasi,
perdarahan, syok, serta riwayat mekanisme cedera (tanda
cedera tumpul berupa memar atau jejas, cedera tusuk, dan luka
tembak serta tempat keluarnya peluru.). Pasien yang kurus jika
terjadi trauma abdomen akan tampak perut membesar. Pada
trauma abdomen bisa ditemukan kontusio, abrasio,
lacerasi dan echimosis. Echimosis merupakan indikasi
adanya perdarahan di intra abdomen. Terdapat Echimosis pada
daerah umbilikal disebut ‘Cullen’s Sign’ sedangkan echimosis
yang ditemukan pada salah satu panggul disebut sebagai
‘Turner’s Sign’. Terkadang ditemukan adanya eviserasi yaitu
menonjolnya organ abdomen keluar seperti usus, kolon yang
terjadi pada trauma tembus atau tajam.
3. Auskultasi ada atau tidaknya bising usus pada ke empat
kuadran abdomen. Jika adanya ekstravasasi darah
menyebabkan hilangnya bunyi bising usus, juga perlu
didengarkan adanya bunyi bruits dari arteri renalis, bunyi
bruits pada umbilical merupakan indikasi adanya trauma
pada arteri renalis.
4. Perkusi untuk melihat apakah ada nyeri ketok. Selain itu bisa
ditemukana danya bunyi timpani bila dilatasi lambung akut di
kuadran atas atau bunyiredup bila ada hemoperitoneum. Pada
waktu perkusi bila ditemukan Balance sign dimana bunyi
resonan yang lebih keras pada panggul kanan ketika pasien
berbaring ke samping kiri menunjukkan tanda adanya rupture
limpa. Sedangkan bunyi resonan lebih keras pada hati
menandakan adanya udara bebas yang masuk.
5. Pada saat palpasi pasien mengeluh nyeri
dari mulai nyeri ringan sampai dengan nyeri hebat pada
seluruh regio abdomen, nyeri tekan dan kadang
nyerilepas, defans muscular (kaku otot) menandakan adanya
perdarahan intra peritoneal. Adanya darah, cairan atau udara
bebas dalam rongga abdomen penting dicari, terutama pada
trauma tumpul. Bila yang terkena organ berlumen (gaster) gejala
peritonitis dapat berlangsung cepat tetapi gejala peritonitis
akan timbul lambat bila usus halus dan kolon yang
terkena.Tanda rangsang peritoneum sering sukar dicari bila
ada trauma penyerta, terutama pada kepala; dalam hal ini
dianjurkan melakukan lavase peritoneal.
Selain memantau ketat progresi distensi abdomen perlu pula
memeriksa cedera pada bagian lain yang berkaitan seperti
cedera thoraks yang sering mengikuti cedera intra abdomen.
Pemerikaan lain:
1. Rectal toucher.
Jika adanya darah menunjukkan kelainan usus besar.
Colok dubur dilakukan pada obstrusi usus dengan disertai
paralysis akan ditemukanampula melebar. Pada laki-laki terdapat
prostate letak tinggi menandakan patah panggul yang siginifikan
dan disertai perdarahan.
2. Kuldosentesis.
Mencari adanya darah, cairan atau udara dalam rongga perut.
3. Sonde lambung.
Mencari adanya darah dalam lambung, sekaligus mencegah
aspirasi bila muntah.
4. Kateterisasi untuk mencari lesi saluran kemih. Pada trauma ginjal
biasanyaada hematuri, nyeri pada costa vertebra, dan pada inspeksi
biasanya jejas (+).
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah meliputi Hb, Ht dan Leukosit; pada
perdarahan Hb dan Htakan terus menurun, sedangkan jumlah
leukosit terus meningkat; oleh karenaitu pada kasus yang
meragukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan
berkala.Pemeriksaan Hb diperlukan untuk
base-line data bila terjadi perdarahan terus-menerus.
Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan rupture lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreasatau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
2. Pemeriksaan urin penting untuk mengetahui adanya lesi saluran
kemih. Pemeriksaan urin rutin menunjukkan adanya trauma
pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
3. Pemeriksaan radiologi tidak perlu dilakukan bila indikasi
laparotomi sudah jelas. Pemeriksaan IVP atau sistogram hanya
dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing. Pemeriksaa plain abdomen posisi tegak
Mempelihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum,
udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum
dan perubahan gambaran usus. Biasanya dilakukan
pemeriksaan foto polos abdomen dalam posisi
tegak danmiring ke kiri untuk melihat:
Keadaan tulang belakang dan panggul
Adanya benda asing (pada luka tembak)
Bayangan otot psoas
Udara bebas(intra/ekstraperitoneal)
4. Parasentesis abdomen dilakukan pada trauma tumpul abdomen
yangdiragukan menimbulkan kelainan dalam rongga abdomen.
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum.
Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalamlarutan NaCl yang
keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan
100– 200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan ind
ikasi untuk laparotomi
Teknik:
Buli-buli terlebih dahulu dikosongkan
Parastesi dilakukan dengan jarum pungsi No. 18 atau 20
ditusukkkan di kuadran bawah atau di garis tengah di
bawah pusat.
Bila pada aspirasi ditemukan darah, empedu, cairan
empedu,cairan usus atau udara berarti ada lesi dalam
rongga abdomen.
5. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen
untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
6. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-
sigmoidoskopi.
7. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemu
kan adanyadarah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya
dapat amat membantu.Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik.
Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi(gold standart)
.Indikasi untuk melakukan DPL sebagai berikut.
Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jela
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran
(obat,alkohol, cederaotak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis
(sumsum) tulang belakang
Patah tulang pelvis
Diagnostic Peritoneal Lavage dilakukan melalui kanula yang di
masukkan lewat insisi kecil di garis tengah di bawah pusat;
bila pada aspirasi tidak keluar apa-apa, dimasukkan kira-kira 10
ml/kg(maksimum 1000 ml) (lebih baik hangat)kemudian
larutan NaCl 0,9%. Biarkan selama 5 sampai 10 menit jika
pasiennyacukup stabil. Sensitivitas bertambah dengan
menggulingkan pasien ke sampingkanan dan kiri selama
beberapa menit jika kondisi pasien memungkinkan. Hal iniakan
memungkinkan cairan bercampur dengan darah yang mungkin
terkumpulsetempat.
Hasil positif jika ditemukan hal berikut:
Cairan yang keluar kemerahan.
Terdapat empedu.
Ditemukan bakteri atau eritrosit > 100.000/mm
Ditemukan leukosit > 500/mm
Ditemukan amilase lebih dari 100 U/ 100 ml cairan.
Kontra indikasi relatif untuk Diagnostic Peritoneal
Larvage adalah riwayatoperasi abdomen, koagulopati dan kehamilan.
Jika pasien kurang stabil dibawa ke radiologi, CT abdomen dan pelvis
sangat bermanfaat untuk mendeteksi darah intra abdomen.
KOMPLIKASI RUPTUR ORGAN
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul
abdomen karena adanya rupture pada organ. Penyebab yang paling serius
dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus)
ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal
(esofagus,lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung
empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh
trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari
usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory
Disease) dan bencana vascular (trombosis darimesenterium/emboli).
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen
(misalnya apendisitis, salpingitis), rupture saluran cerna, atau
dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi
adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus rupture apendiks,
sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka
tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis
karena ini merupakan indikasi untuk segeradilakukan
laparotomi eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan
observasi dan pemeriksaan berulang karena tanda rangsangan peritoneum
bisa timbul perlahan-lahan.
Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan
peritonitis antara lain:
1. Nyeri perut seperti ditusuk
2. Perut yang tegang (distended)
3. Demam (>380C)
4. Produksi urin berkurang
5. Mual dan muntah
6. Haus
7. Cairan di dalam rongga abdomen
8. Tidak bisa buang air besar atau kentut
9. Tanda-tanda syok
Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekaliD
iagnosis peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis peritonitis biasanya
ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasiendatang dengan keluhan nyeri
abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau tersembunyi.Pada awalnya,
nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik
(peritoneumviseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif,
menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale).
Dalam beberapa kasus (misal: perforasilambung, pankreatitis akut,
iskemia intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara
umum/general sejak dari awal. Mual dan muntah biasanya sering muncul
pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi karena gesekan
organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya
tidak baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi.
Pasien dengan sepsis hebat akan munculgejala hipotermia. Takikardia
disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi danhipovolemia
intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam,
kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya
dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi
semakin hipotensi. Hal ini bias menyebabkan produksi urin
berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan
keadaan syok sepsis.
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan
abdomen ini harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi
yang akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah
jaringan parut bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanyaadhesi,
perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang
disebabkan olehgangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
ditemukan perut yang membuncit dantegang atau distended.Minta pasien
untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit
diabdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari
yang ditunjuik pasien
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara
bising usus. Pasiendengan peritonitis umum, bising usus akan melemah
atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang
lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh atau tidak bergerak
(ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat
terdengar normal.
Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan
viseral yang sangatsensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale
adalah yang paling sensitif. Palpasiharus selalu dilakukan di bagian
lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai
pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang
nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya
proses inflamasi yangmengenai peritoneum parietale (nyeri somatik).
Defans yang murni adalah proses refleksotot akan dirasakan pada
inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadaprangsangan
tekanan
Pada saat pemeriksaan penderita peri
tonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Ototdinding perut menunjukkan
defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang
dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.Perkusi. Nyeri ketok
menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebasatau
cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan
pekak hatidan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak
hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena
adanya udara bebas tadi.Pada pasien dengan keluhan nyeri perut
umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan
vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada semuaarah
menunjukkan general peritonitis.
Penatalaksanaan
1. Mengawasi dan mengatasi gangguan fungsi vital seperti syok
atau gangguan jalannapas:-infus cairan atau transfusi darah
Memelihara jalan napas.
Memasang sonde lambung.
2 .Laparotomi dilakukan bila terdapat :
a.Luka tusuk dengan
Syok.
-Tanda rangsang peritoneal.-
Bising usus menghilang
.-Prolaps isi abdomen.
-Darah dalam lambung, buli-buli atau rektum.
-Udara bebas intraperitoneal.
-Parasentesis abdomen atau lavase peritoneal positif.
-Pada eksplorasi luka menembus peritoneum.
b.Luka Tembak
c.Trauma tumpul dengan:
Syok
Tanda rangsang peritoneal.
Darah dalam lambung, buli-buli atau rektum.
Cairan atau udara bebas intraperitoneal.
Parasentesis abdomen atau lavase peritoneal positif.
Selain kasus-kasus diatas, penderita diobservasi selama 24-48
jam. Laparotomi disini bertujuan mencari kerusakan organ melalui
eksplorasi yang sistemik.
Pertama-tama harus diatasi terlebih dahulu perdarahan
yang ada, baru kemudian memperbaiki kerusakan organ yang
ditemukan:
Kerusakan ementum direseksi.
Kerusakan limpa diatasi dengan splenektomi
Kerusakan hati dijahit atau direseksi sebagian.
Kerusakan organ berongga (Lambung, usus) ditutup
secara sederhana (Simpleclosure) atau direseksi
sebagian.
Kerusakan mesenterium dijahit.
Kerusakan pankreas juga dijahit
.
Terapi
MedisKeberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma L
ife Supportmerupakan latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien
dengan melindungi tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian
diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang
keluar. Pasien trauma merupakan risiko mengalami Kemunduran yang
progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport
untuk pusat trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu,
melindungi jalan napas menempatkan jalur intravena, dan
memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas
selanjutnya pada a primary survey adalah penilaian status
sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulas i pasien dengan trauma tumpul
abdomen biasanya disebabkanoleh hipovolemia karena perdarahan.
Volume resusitasi yang efektif dengan mengontroldarah yang keluar
infuse larutan kristaloid melalui 2 jalur.
Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien meng
gunakanGlasgow Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan
dijaga tetap bersih, kering,hangat.
Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai
indikasi dalam pemeriksaan fisik. Manajemen Non Operative
Trauma Tumpu l AbdomenStrategis manajemen nonoperatif berdasarkan
pada CT scan dan kestabilan hemodinamik pasien yang saat ini
digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang
dewasa,hati dan limpa. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa
trauma organ padat,manajemen nonoperatif yang selektif menjadi standar
perawatan. Angiografi merupakankeutamaan pada manajemen
nonoperatif trauma organ padat pada orang dewasa daritrauma tumpul.
Digunakan untuk kontrol perdarahan. Terapi PembedahanIndikasi
laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda
peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis
selama observasi, danadanya hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST
dan DPL. Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas.
Insisi midline biasanya menjadi pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol
perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan bekuandarah,
membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler.
Kerusakan pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-
abdomen teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan,
eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh
isi abdomen. Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium
dan pelvis harus
diinspeksi. Jangan memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasiekster
nal fraktur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan kehilangan
darah padadaerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan,
selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan
pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap
Melihat pemeriksaan laparotomy dengan teliti dengan mengatasi
seluruh struktur kerusakan.
Follow-Up : Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan
mengulangi pemeriksaan fisik. Peningkatan temperature atau respirasi
menunjukkan adanya perforasiviscus atau pembentukan abses. Nadi dan
tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau perdarahan
intra-abdomen. Perkembangan peritonitis berdasar pada pemeriksaan
fisik yang mengindikasikan untuk intervensi bedah
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeons, 1997, Advanced Trauma Life Support, Ed.6.
FirstImpression United States of America Ambulan Gawat Darurat 118, SistemPe
nanggulangan Gawat Darurat Secara Terpadu. Jakarta
-Price, Sylvia, 1992. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
-Ed. 4 Mosby Philadelphia.
-RSHS, Tim PPGD, 2009. Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD Basic
2).RSHS Bandung
.-Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
-FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
-Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
-Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal
-Bedah Brunner and SuddarthEd.8 Vol.3. EGC : Jakarta
-Campbell, Brendan. 2007. Abdominal exploration.http :// www.TauMed.com
-Gordon, Julian. 2006. Trauma Urogenital.http :// www.emedicine.com
-Khan, Nawas Ali. 2207. Liver Trauma. Chairman of Medical Imaging,
Professor of Radiology, NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical
CityRiyadh, Saudi Arabia.http :// www.emedicine.com
-Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plushttp://
medlineplus.gov/
-Nestor, M.D. 2007. Blunt Abdominal Trauma-Odle, Teresa. 2007. Blunt
Abdominal Trauma.http :// www.emedicine.com
-Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Fakultas Kedokteran
UniversitasBrawijaya. Malang-Salomone, Joseph. 2007. Blunt
Abdominal Trauma. Department of EmergencyMedicine, Truman Medical
Center, University of Missouri at Kansas City Schoolof
Medicine.http :// www.emedicine.com
-Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik Bagian 1. EGC. Jakarta
Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of EmergencyMedicin
e, Charles Drew University / UCLA School of Medicine.http ://
www.emedicine.com
-Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta