ucapan terima kasih - sinta.unud.ac.id · terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada istri...
TRANSCRIPT
1
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa karena atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya disertasi ini
dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini berjudul “Peran Bank Devisa
Persero pada Ekspor Non Migas di Indonesia”. Tuntasnya disertasi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam bentuk material dan non-material
yang diberikan secara langsung ataupun tidak langsung. Bantuan tersebut yang
memungkinkan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis
dengan penuh syukur dan ketulusan hati menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya.
Kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-
KEMD. beserta para Pembantu Rektor, penulis ucapkan terima kasih atas
kesempatan yang diberikan dan fasilitas yang disediakan untuk dapat
menyelesaikan studi dan disertasi ini.
Kepada Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Dr. I
Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan arahan, bimbingan, semangat dan berbagai bantuan kepada penulis
dalam menyelesaikan disertasi ini.
vi
Ucapan terima kasih kepada Ketua Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi
Univesitas Udayana sekaligus sebagai Promotor dan Dosen Pengampu Matakuliah
Penunjang Disertasi (MKPD), Prof. Dr. Drs. Made Kembar Sri Budhi, M.P.,
seorang Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Denpasar
yang dengan kesabarannya telah memberikan bimbingan dan berbagai literatur
yang sangat menunjang dalam penulisan disertasi ini, serta selalu
memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan
Program S3 ini.
Prof. Dr. Nyoman Djinar Setiawina, S.E., M.S., Guru Besar Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar sebagai Ko-Promotor I sekaligus
sebagai Dosen Pengampu Matakuliah Penunjang Disertasi (MKPD) yang dengan
kecerdasan, keluasan wawasan dan ketegasan beliau sebagai ilmuan senior, telah
memberikan bimbingan, mengarahkan dan tantangan bagi penulis untuk
menyelesaikan studi disertasi ini dengan penuh ketekunan tersendiri.
Dr. Ida Ayu Nyoman Saskara, SE., M.Si., selaku Ko Promotor II dan
sekaligus sebagai Dosen Pengampu Matakuliah Penunjang Disertasi (MKPD)
yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan disertasi
ini, sehingga penulisan lebih bermakna, penulis ucapkan terima kasih dengan
tulus dan penghargaan.
Para dosen pengajar Program Doktor Ilmu Ekonomi Pascasarjana
Universitas Udayana yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu, ucapan
terima kasih ini penulis sampaikan dengan tulus atas semua perannya dalam
memberikan pengetahuan ataupun meletakkan dasar keilmuan secara kritis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.
vii
Kepada staf Program Doktor Ilmu Ekonomi, Program Pascasarjana
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Ni Komang Sri Mariatini,
S.E., Ni Putu Sri Suarningsih, S.E., dan I Nyoman Suwendra, S.E., terima kasih
atas bantuan dan fasilitasinya kepada penulis selama masa perkuliahan dan
penyelesaian disertasi ini. Terima kasih penulis juga sampaikan kepada rekan-
rekan di IDEYANA terutama kepada Dr. Paulus dan Dr. Nina beserta staf
Komang Arsini, atas dukungan dan bantuannya yang tulus.
Dengan rasa hormat dan bakti serta terima kasih disampaikan kepada
Ayah tercinta Dr. Ir. Paulus Kurniawan, MBA, Ibu tercinta Dr. dr. Yustina Anie
Indriastuti, MSc, SpGK dan Mertua yang dengan penuh rasa kasih sayang telah
mendoakan dan menanamkan makna berbagi kasih dan ilmu dalam arti hidup
yang mandiri. Terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada istri tercinta
Laurencia Lolita, S.Kom. yang dengan sabar memberikan izin, semangat,
dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan studi ini dan anak tercinta Karl
Wilhelm Wikatama.
Kepada rekan-rekan Angkatan VI (September 2014) Program Doktor Ilmu
Ekonomi, yang selalu memberikan masukan dan saling memberikan semangat
untuk dapat secepatnya menyelesaikan studi.
Penulis mengucapkan terimakasih yang tulus mulia kepada semua pihak
yang telah memberi bantuan yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan amal perbuatan Bapak, Ibu dan Saudara sekalian
mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
viii
Pada akhirnya, penulis bersyukur dapat menyelesaikan disertasi ini dengan
kesadaran penuh bahwasanya disertasi ini belum sempurna dan tidak luput dari
kekurangan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberi secercah manfaat kepada
para sidang pembaca dan perkembangan ilmu.
Denpasar, Mei 2017
Penulis
Yoseph Wikatama
ix
ABSTRAK
Dengan masih melemahnya perekonomian global yang berlangsung hingga
saat ini memberi dampak langsung terhadap ekspor non migas di Indonesia. Studi
ini menganalisis peran Bank Devisa Persero pada ekspor non migas di Indonesia.
Analisis dalam studi ini melibatkan variabel independen yang terdiri dari variabel-
variabel risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas Bank Devisa Persero,
variabel intervening dari nilai kredit ekspor Bank Devisa Persero di Indonesia,
variabel dependen dari ekspor non migas di Indonesia dan variabel moderasi dari
inflasidan kurs mata uang. Teori yang mendukung dalam studi ini mencakup teori
perdagangan internasional, konsep ekspor, perbankan di Indonesia dan teori
inflasi serta kurs mata uang. Data panel dari tahun 2005 sampai tahun 2015
digunakan pada analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan alat
ekonomotrika dari regresi berganda dan analisis jalur dengan menggunakan
perangkat lunak Eviews versi 9. Temuan dalam studi ini sebagai berikut. a) Secara
bersama-sama, variabel risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas mempunyai
pengaruh signifikan terhadap nilai kredit ekspor Bank Devisa Persero di
Indonesia.b) Secara parsial variabel nilai kredit ekspor Bank Devisa Persero
berpengaruh positifdan signifikan terhadap ekspor non migas di Indonesia. c)
Nilai kredit ekspor Bank Devisa Perserodi Indonesia memediasi pengaruh risiko
kredit, risiko pasardan risiko likuiditasBank Devisa Persero terhadap ekspor non
migas di Indonesia. d) Variabel interaksi inflasi tidak memoderasi
hubunganvariabelnilai kredit ekspor Bank Devisa Perseroterhadap ekspor non
migas di Indonesia. e) Variabel interaksi kurs USDmemperlemah hubungan antara
nilai kredit ekspor Bank Devisa Persero denganekspor non migas di
Indonesia.Hasil penelitian ini merekomendasikan: a) Agar dapat selalu dipantau
dan ditekanrisiko kredit (NPL), risiko pasar (NIM) dan risiko likuiditas (LDR)
1Bank Devisa Persero untuk mendukung peran Bank Devisa guna mendukung
kegiatan ekspor non migas di Indonesia dan b) Agar Kurs USD hendaknya selalu
dimonitor dan dijaga, agar kegiatan ekspor di Indonesia tetap dapat ditingkatkan.
Kata kunci: Nilai kredit Bank Devisa Persero, ekspor non migas di Indonesia
x
ABSTRACT
Due to the weakening of the global economy that occur until present time,
delivers a direct impact on exports of non-oil&gas commodities in Indonesia. This
study analyzes the role of exchange state banks on non-oil&gas exports in
Indonesia. Analysis in this study involve independent variables which consist of
variables of credit risk, market risk, and liquidity risk; an intervening variable of
the credit loan for exportgiven by exchange state banks in Indonesia, a dependent
variable of non-oil&gas exports amount in Indonesia and variable moderation of
inflation and currency exchange rate of Indonesian Rupiah toward USD. The
theory behind this study include international trade theory, several concepts of
export, theories of banking in Indonesia and theories of inflation and currency
exchange rates. All datas from 2005 to 2015 are analyzed in this study by using
econometrics tool which are multiple regression and path analysis using Eviews
software version 9. The findings in this research are as follows: a) simultaneously,
variable of credit risk, market risk and liquidity risk have a significant influence
on values of credit loan for export given by exchange state banks in Indonesia, b)
partially, credit loan values for export given by state banks in Indonesia gives a
significant influence toward non-oil&gas exports in Indonesia, c) credit loan
values for export given by state banks in Indonesiamediate the effect of credit
risk, market risk and liquidity risk of exchange state banks toward non-oil&gas
exports in Indonesia, d) partially, a moderating variable Inflation does not mediate
variable ofloan credit value for exporttp non-oil&gas exportsin Indonesia and e)
partially, a moderating variable exchange rate Rupiah to USD provides a
weakening effect to variable ofloan credit value for export and non-oil&gas
exports in Indonesia. The results of this research recommend: a) maintain and
supress credit risk (NPL), market risk (NIM) and liquidity risk (LDR) of exchange
state banks, in order to support its role to encourage the activities of non-oil&gas
exports in Indonesia, and b) inflation and exchange rate of USD against Rupiah
should be kept constantly monitored and well maintained hence supports export
activities in Indonesia.
Keywords: Credits value of exchange State Banks, non-oil&gas exports in
Indonesia
xi
RINGKASAN
Dengan masih melemahnya perekonomian global yang berlangsung
hingga saat ini memberi dampak langsung dengan ditandai menurunnya kinerja
ekspor, khususnya ekspor non migas di Indonesia.
Studi ini bertujuan untuk: a) menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh
risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas Bank Devisa Persero terhadap
besarnya nilai kredit Bank Devisa Persero Indonesia, b) menganalisis dan
mendeskripsikan pengaruh nilai kredit Bank Devisa Persero Indonesia terhadap
ekspor non migas di Indonesia, c) menganalisis dan mendeskripsikan nilai kredit
Bank Devisa Persero Indonesia dalam memediasi pengaruh risiko kredit, risiko
pasar dan risiko likuiditas Bank Devisa Persero terhadap ekspor non migas di
Indonesia dan d) menganalisis dan mendeskripsikan inflasi serta kurs USD yang
memoderasi hubungan antara besarnya nilai kredit Bank Devisa Persero Indonesia
dengan ekspor non migas di Indonesia.
Teori yang mendukung dalam studi ini adalah teori perdagangan
internasional, konsep ekspor, perbankan di Indonesia dan teori inflasi serta kurs
mata uang. Konsep dari studi ini menggunakan variabel independen yang terdiri
dari risiko kredit, risiko pasardan risiko likuiditas, variabel antara yang dibangun
dari nilai kredit Bank Devisa Persero Indonesia, variabel dependen dari nilai
ekspor non migas di Indonesiadan variabel moderasi dari inflasi dan kurs mata
uang Rupiah terhadap USD.
Data yang digunakan dalam studi ini menggunakan data sekunder dan
waktu yang dianalisis merupakan data crosssectional dan runtun waktu atau data
panel dari periode tahun 2005 sampai tahun 2015. Alat ekonometrika yang
dipergunakan dalam analisis ini yaitu regresi berganda dan analisis jalur dengan
perangkat lunak Eviews versi 9.
Hasil temuan studi dari analisis dan pengujian statistik dari data sekunder
diperoleh: a) Secara bersama-sama, variabel risiko kredit, risiko pasar dan risiko
likuiditas mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai kredit ekspor di
Indonesia, b) Secara parsial variabel nilaikredit ekspor berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ekspor non migas di Indonesia, c) Nilai kredit Bank Devisa
Perserodi Indonesia memediasi pengaruh risiko kredit, risiko pasar dan risiko
likuiditas Bank Devisa Persero terhadap ekspor non migas di Indonesia, d) Secara
parsial variabel interaksi inflasi tidak memoderasi hubungan nilai kredit ekspor
Bank Devisa Persero terhadap ekspor non migas Indonesia; dan e) Secara parsial
variabel interaksi kurs USD melemahkan hubungan nilai kredit ekspor Bank
Devisa Persero terhadap ekspor non migas Indonesia.
Rekomendasi dari hasil penelitian yaitu: a) Agar dapat selalu dijaga dan
ditekan risiko kredit (NPL), risiko pasar (NIM) dan risiko likuiditas (LDR) Bank
Devisa Persero untuk mendukung peran Bank Devisa guna mendukung kegiatan
ekspor non migas di Indonesia dan b) Inflasi dan kurs USD hendaknya selalu
dimonitor dan selalu dijaga kestabilannya untuk mendukung kegiatan ekspor di
Indonesia.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.............................................. iv
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................................................... x
RINGKASAN .............................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xix
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 35
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 36
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 36
1.4.1 Manfaat Teoritis ...................................................... 36
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................... 37
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................. 38
2.1 Kajian Teori ....................................................................... 38
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional ............................. 38
2.1.2 Impor ....................................................................... 48
2.1.3 Ekspor ..................................................................... 52
2.1.4 Perbankan ............................................................... 55
2.1.5 Risiko Kredit .......................................................... 91
2.1.6 Risiko Likuiditas ..................................................... 97
2.1.7 Risiko Pasar ............................................................. 101
2.1.8 Inflasi ....................................................................... 104
2.1.9 Kurs ......................................................................... 110
2.1.10 Teori Crowding Out ................................................ 113
2.2 Penelitian Empiris di Indonesia .......................................... 115
2.3 Penelitian Empiris di Negara Lain ...................................... 117
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS .......... 132
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................. 132
3.2 Kerangka Konsep ............................................................... 133
3.3 Hipotesis ............................................................................. 136
xiii
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................... 138
4.1 Desain Penelitian ................................................................ 138
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 139
4.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................... 139
4.3.1 Jenis Data ............................................................... 139
4.3.2 Sumber Data ........................................................... 140
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................... 140
4.5 Variabel Penelitian ............................................................. 141
4.5.1 Pengertian Variabel ................................................. 141
4.5.2 Klasifikasi Variabel ................................................. 141
4.6 Teknik Analisis Data .......................................................... 144
4.6.1 Data Panel .............................................................. 144
4.6.2 Model Regresi Data Panel ....................................... 145
4.6.3 Estimasi Regresi Data Panel ................................... 145
4.6.4 Uji Stasioneritas Data Panel .................................... 156
4.7 Pengujian Hipotesis ........................................................... 160
4.7.1 Pengujian Hipotesis, H1, H2 dan H3 dengan
Variabel Mediasi ...................................................... 160
4.7.2 Pengujian Hipotesis H4 dan H5 dengan Variabel
Moderasi .................................................................. 163
BAB V HASIL DAN ANALISIS STUDI .............................................. 165
5.1 Gambaran Umum Lokasi Studi .......................................... 165
5.2 Gambaran Umum Sampel Penelitian ................................. 165
5.3 Data Studi ........................................................................... 166
5.3.1 X1: Risiko Kredit (NPL) ......................................... 166
5.3.2 X2: Risiko Pasar (NIM) ........................................... 168
5.3.3 X3: Risiko Likuiditas (LDR) ................................... 170
5.3.4 X4: Inflasi ................................................................ 173
5.3.5 X5: Kurs USD ......................................................... 174
5.3.6 Y1: Nilai Kredit Ekspor ........................................... 175
5.3.7 Y2 : Ekspor Non Migas Indonesia .......................... 177
5.4 Uji Stasioneritas Data ......................................................... 178
5.4.1 Uji Stasioneritas Data X1: NPL .............................. 180
5.4.2 Uji Stasioneritas Data X2: NIM .............................. 181
5.4.3 Uji Stasioneritas Data X3: LDR .............................. 181
5.4.4 Uji Stasioneritas Data X4: Inflasi ............................ 182
5.4.5 Uji Stasioneritas Data X5: Kurs USD ..................... 183
5.4.6 Uji Stasioneritas Data Y1: Nilai Kredit Ekspor
Bank Devisa Persero ............................................... 183
5.4.7 Uji Stasioneritas Data Y2: Ekspor Non Migas ........ 184
xiv
5.5 Analisis Regresi Sub Struktur-1(Pengaruh X1, X2 dan X3
terhadap Y1) ....................................................................... 185
5.5.1 Regresi Substruktur-1 Model Common Effect ........ 186
5.5.2 Regresi Substruktur-1 Model Fixed Effect .............. 187
5.5.3 Regresi Substruktur-1 Model Random Effect .......... 188
5.5.4 Uji Ketepatan Model Substruktur-1 ........................ 189
5.6 Analisis Regresi Sub Struktur-2 Pengaruh Y1,
Moderating X4 dan Moderating X5 terhadap Y2. ............. 191
5.6.1 Regresi Substruktur-2 Model Common Effect ........ 192
5.6.2 Regresi Substruktur-2 Model Fixed Effect ............. 193
5.6.3 Regresi Substruktur-2 Model Random Effect .......... 194
5.6.4 Uji Ketepatan Model Substruktur-2 ....................... 195
5.7 Analisis Jalur .................................................................... 196
5.7.1 Analisis Jalur Substruktur-1 .................................... 197
5.7.2 Analisis jalur Substruktur-2 .................................... 198
5.7.3 Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Total ..... 199
5.8 Pengujian Hipotesis ............................................................ 200
5.8.1 Pengujian Hipotesis H1 ........................................... 201
5.8.2 Pengujian Hipotesis H2, H3, H4 dan H5 ................ 204
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN................................... 207
6.1 Pembahasan Hasil Analisis ................................................ 207
6.2 Analisis Regresi Sub Struktur-1 ......................................... 208
6.2.1 Pengaruh NPL, NIM dan LDR Terhadap Nilai
Kredit Ekspor .......................................................... 208
6.2.2 Pengaruh Risiko Kredit (NPL) Terhadap Nilai
Kredit Ekspor .......................................................... 209
6.2.3 Pengaruh Risiko Pasar (NIM) Terhadap Nilai
Kredit Ekspor .......................................................... 210
6.2.4 Pengaruh Risiko Likuiditas (LDR) Terhadap Nilai
Kredit Ekspor .......................................................... 211
6.3 Analisis Regresi Sub Struktur-2 ......................................... 212
6.3.1 Pengaruh Nilai Kredit Ekspor terhadap Ekspor Non
Migas ....................................................................... 212
6.3.2 Nilai Kredit Ekspor Sebagai Intervening (Mediasi)
Pengaruh Variabel Risiko Kredit, Risiko Pasar dan
Risiko Likuiditas Terhadap Ekspor Non Migas ...... 213
6.3.3 Pengaruh Inflasi sebagai Pemoderasi ...................... 217
6.3.4 Pengaruh Kurs USD sebagai Pemoderasi ............... 220
BAB VII PENUTUP ................................................................................. 225
7.1 Simpulan ............................................................................ 225
7.2 Temuan Studi ..................................................................... 229
xv
7.3 Implikasi Teoritis dan Implikasi Praktis ............................ 234
7.3.1 Implikasi Teoritis .................................................... 234
7.3.2 Implikasi Praktis ...................................................... 240
7.4 Limitasi Studi ..................................................................... 248
7.5 Saran Studi Mendatang ...................................................... 248
7.6 Rekomendasi ...................................................................... 249
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 252
LAMPIRAN .................................................................................................. 266
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1993 – 1998 ................................ 8
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2001 – 2010 ................................ 9
1.3 Perkembangan Ekspor Indonesia 2011 – 2015 ................................ 12
1.4 Indikator Ekonomi Indonesia ........................................................... 18
1.5 Kondisi Umum Perbankan ................................................................ 25
2.1 Sepuluh Jenis Komoditas Ekspor Utama di Indonesia ...................... 54
4.1 Definisi Operasional Penelitian ......................................................... 143
5.1 Sampel Penelitian .............................................................................. 165
5.2 Deskripsi Data NPL Triwulanan Periode 2005 – 2015 ..................... 167
5.3 Deskripsi Data NIM Triwulanan Periode 2005 – 2015 .................... 169
5.4 Deskripsi Data LDR Triwulanan Periode 2005 – 2015 .................... 171
5.5 Deskripsi Data Inflasi Triwulanan Periode 2005 – 2015 .................. 174
5.6 Deskripsi Data Kurs USD Triwulanan Periode 2005 – 2015 ............ 175
5.7 Deskripsi Data Nilai Kredit Ekspor Triwulanan Periode 2005-
2015 ................................................................................................... 176
5.8 Deskripsi Data Nilai Kredit Ekspor Triwulanan Periode 2005-
2015 ................................................................................................... 177
5.9 Unit Root Test Data NPL .................................................................. 180
5.10 Unit Root Test Data NIM .................................................................. 181
5.11 Unit Root Test Data LDR .................................................................. 181
5.12 Unit Root Test Data Inflasi ................................................................ 182
5.13 Unit Root Test Data Kurs USD ......................................................... 183
5.14 Unit Root Test Data Nilai Kredit Ekspor .......................................... 183
5.15 Unit Root Test Data Ekspor Non Migas ............................................ 184
5.16 Regresi Common Effect Substruktur-1 .............................................. 186
5.17 Regresi Fixed Effect Substruktur-1 ................................................... 187
5.18 Regresi Random Effect Substruktur-1 ............................................... 188
5.19 Uji F-statistik (Chow test) Regresi Sub Struktur-1 ........................... 189
5.20 Uji LM Regresi Sub Struktur-1 ......................................................... 190
5.21 Regresi Common Effect Substruktur-2 .............................................. 193
5.22 Regresi Fixed Effect Substruktur-2 ................................................... 194
5.23 Uji F-statistik (Chow test) Regresi Sub Struktur-2 ........................... 195
5.24 Regresi Random Effect Substruktur-1 .............................................. 197
5.25 Analisis hubungan kausal terhadap Y1 ............................................. 197
5.26 Regresi Random Effect Substruktur-2 ............................................... 198
5.27 Analisis Hubungan Kausal terhadap Y2 ......................................... 198
xvii
5.28 Pengaruh ke Ekspor Non Migas ........................................................ 199
5.29 Regresi Random Effect Sub Struktur-1 ........................................... 200
5.30 Uji Multikolinearitas Sub Struktur-1 ................................................. 202
5.31 Regresi Common Effect Substruktur-2 ............................................ 204
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Pertumbuhan Ekspor Indonesia ......................................................... 4
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2010 – 2015 ................................ 10
1.3 Perdagangan Migas dan Non Migas Indonesia ................................. 22
1.4 Perkembangan Inflasi ........................................................................ 23
1.5 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah ......................................................... 24
2.1 Model Stabilitas Perekonomian BI ................................................... 87
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................ 132
3.2 Kerangka Konseptual Penelitian ...................................................... 133
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Deskripsi Statistik Data Penelitian .................................................... 266
2 Data Penelitian .................................................................................. 267
3 Uji Stationeritas Data X1: NPL ......................................................... 270
4 Uji Stationeritas Data X2: NIM ........................................................ 271
5 Uji Stationeritas Data X3: LDR ........................................................ 272
6 Uji Stationeritas Data X4: Inflasi ...................................................... 273
7 Uji Stationeritas Data X5: KURS USD ............................................. 274
8 Uji Stationeritas Data Y1: NILAI KREDIT EKSPOR ..................... 275
9 Uji Stationeritas Data Y2: EKSPOR NON MIGAS ......................... 276
10 Regresi Ganda Y1_X1-X2-X3 (CE_MODEL) ................................. 277
Regresi Ganda Y1_X1-X2-X3 (FE_MODEL).................................. 278
Regresi Ganda Y1_X1-X2-X3 (RE_MODEL) ................................. 279
Regresi Ganda Y1_X1-X2-X3 (UJI_CHOW) .................................. 280
Regresi Ganda Y1_X1-X2-X3 (UJI_LM) ......................................... 281
11 Regresi Substruktur-2 (CE) ............................................................... 282
Regresi Substruktur-2 (FEM) ............................................................ 283
Regresi Substruktur-2 (UJI CHOW) ................................................. 283
12 Tabel Statistik F ................................................................................ 284
13 Tabel Statistik t .................................................................................. 285
14 Tabel Chi-square ............................................................................... 286
xx
DAFTAR SINGKATAN
ADF : Augmented Dickey-Fuller
ALCO : Asset & Liability Committee
ALMA : Assets and liabilities management
AP : Administered Prices
Apindo : Asosiasi Pengusaha Indonesia
AS : Amerika Serikat
ASEAN : Association of Southeast Asian Nations
ATM : Automatic Teller Machine
Bapepam-LK : Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
BBM : Bahan Bakar Minyak
BCBS : Basel Committee on Banking Supervision
BEI : Bursa Efek Indonesia
BI : Bank Indonesia
BIS : Bank for International Settlements
BLUE : Best Linear Unbiased Estimator
BNI : Bank Negara Indonesia
BOPO : Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan
Operasional
BPS : Badan Pusat Statistik
BRI : Bank Rakyat Indonesia
BTN : Bank Tabungan Negara
Camels : Capital, Asset, Management, Earnings, Liquidity, Sensitivity
CAR : Capital Adequacy Ratio
CEM : Common Effect Model
CPI : Consumer Price Index
CPO : Crude Palm Oil
DHE : Devisa Hasil Ekspor
DPK : Dana Pihak Ketiga
DSU : Defisit Spending Unit
xxi
ECB : European Central Bank
ECM : Error Component Model
ECM : Error Correction Model
EM : Emerging Market
ER : Exchange Rate
FEM : Fixed EffectModel
FFR : Fed Fund Rate
GDP : Gross Domestic Product
GFC : Global Financial Crisis
GLS : Generalized Least Squares
GNP : Gross National Product
H-O : Teori Heckscher-Ohlin
IHK : Indeks Harga Konsumen
IHKEI : Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia
IMF : International Monetary Fund
IPS : Im, Pesaran and Shin
IRB : The Internal Rating Based
ITPC : Indonesia Trade Promotion Centre
Kemendag : Kementrian Perdagangan
KI : Kredit Investasi
KK : Kredit Konsumsi
KMK : Kredit Modal Kerja
KPMM : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
KPN : Koalisi Promosi Nasional
KTA : Kredit Tanpa Agunan
LCC : Levin, Lin and Chu
LDR : Loan to Deposit Ratio
LKNB : Lembaga Keuangan Non Bank
LM : Langrange Multiplier
LPG : Liquid Petroleum Gas
LPI : Laporan Perekonomian Indonesia
xxii
LUE : Linier Unbiased Estimator
Minerba : Mineral dan Batu bara
ML : Marshal-Lerner
MoM : Month on Month
MPM : Marginal Propencity to Import
MRA : Multiple Regression Analysis
NIM : Net Interest Margin
NPI : Neraca Pembayaran Indonesia
NPL : Non Perfomance Loan
OJK : Otoritas Jasa Keuangan
OLS : Ordinary Least Square
OPEC : Organization of the Petroleum Exporting Countries
PBI : Peraturan Bank Indonesia
PDB : Produk Domestik Bruto
PEB : Pemberitahuan Ekspor Barang
PK : Peringkat Komposit
PK : Pertumbuhan Kredit
PK : Prinsip Kehati-hatian
PLO : Pertumbuhan Laba Operasi
PP : Phillips Perron
PPAP : Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
PT : Perseroan Terbatas
ptp : point-to-point
QE : Quantitative Easing
REM : Random Effect Model
ROA : Return on Assets
ROE : Return on Equity
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
RRC : Republik Rakyat Cina
RRT : Republik Rakyat Tiongkok
RSS : Residual Sum of Square
xxiii
RTE : Rincian Transaksi Ekspor
SBI : Surat Berharga Indonesia
SBN : Surat Berharga Negara
SDA : Sumber Daya Alam
SE : Surat Edaran
SEKI : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia
SPPUR : Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
SSK : Stabilitas Sistem Keuangan
SSU : Surplus Spending Unit
Tbk. : Terbuka
TPI : Tim Pengendalian Inflasi
TPID : Tim Pengendalian Inflasi Daerah
TTL : Tarif Tenaga Listrik
UKM : Usaha Kecil Menengah
ULN : Utang Luar Negeri
UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah
US : United State
USD : United State Dollar
UU : Undang-Undang
UUD : Undang-undang Dasar
VAR : Vector Auto Regression
VECM : Vektor Error Correction Model
VF : Volatile Food
WDI : World Development Indicators
WTO : World Trade Organization
yoy : year of year
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekonomi merupakan salah satu sektor yang berperan penting dan
merupakan indikator penentu kemajuan suatu negara. Peningkatan pembangunan
ekonomi dan kemajuan suatu negara tergantung dari pertumbuhan ekonomi
negara tersebut atau dengan kata lain peningkatan pembangunan dan kemajuan
suatu bangsa mengindikasikan ekonomi negara tersebut mengalami pertumbuhan
ekonomi secara signifikan. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produksi
dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu sistem perekonomian dari waktu
ke waktu. Keadaan tersebut secara konvensional diukur sebagai tingkat persentase
peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) riil atau Gross Domestic Product
(GDP) riil. Tujuan yang lebih utama adalah pertumbuhan rasio GDP penduduk
(PDB perkapita) yang disebut pendapatan per kapita. Peningkatan pendapatan
perkapita tersebut ditunjukkan oleh pertumbuhan PDB yang lebih besar jika
dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk (Bishop et al., 2014).
Sumberdaya sebuah negara dapat mengalami pertumbuhan di antaranya
angkatan kerja meningkat karena pertumbuhan penduduk atau kapital stok fisik
bertumbuh melalui net investasi. Faktor pertumbuhan ini menyebabkan kapasitas
negara untuk berproduksi sedang naik. Pertumbuhan yang terjadi akan
berinteraksi dengan kondisi permintaan dalam negeri dan luar negeri untuk dapat
menentukan efek akhir pada output, termasuk kegiatan perdagangan yaitu ekspor
dan impor dan term of trade (Dun dkk., 2004; Zhang, 2008; Kurniawan dan
2
Budhi, 2015). Meskipun ekspor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
untuk alasan makroekonomi dan mikroekonomi, karenanya negara berkembang
berupaya dengan segala tantangan untuk memperluas dan melakukan diversifikasi
ekspor untuk jangka waktu yang lama. Ketika ekspor terkonsentrasi di beberapa
komoditas primer, dapat berisiko pada ekonomi dan politik yang cukup serius.
Diversifikasi ekspor bertujuan mengurangi risiko ekonomi dan risiko politik.
Risiko ekonomi yang akan dikurangi, antara lain: 1) dalam jangka pendek,
volatilitas dan ketidakstabilan nilai pertukaran dengan luar negeri yang memiliki
efek merugikan ekonomi makro (pertumbuhan, tenaga kerja, perencanaan
investasi, impor dan kapasitas ekspor, valuta asing, arus kas, inflasi, pelarian
modal dengan investasi rendah oleh investor, pembayaran utang), 2) dalam
jangka panjang, tren sirkuler dan tidak terduga menyebabkan perdagangan
menurun dan memperburuk efek jangka pendek.
Ekspor non-migas telah diakui sebagai dasar untuk mempromosikan
transformasi ekonomi yang cepat dari suatu bangsa. Beberapa studi empiris telah
dilakukan untuk menjalin hubungan yang kuat antara pertumbuhan ekspor dan
laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Studi Krueger (1985) dan Bank
Dunia (1987) dikutip dalam Obada (1994) yang meneliti tentang hubungan antara
pertumbuhan ekspor dan pertumbuhan PDB untuk sekelompok sepuluh negara
berkembang serta menemukan bahwa peningkatan tingkat pertumbuhan
pendapatan ekspor dari 1 persen point setiap tahun setara dengan peningkatan laju
pertumbuhan 0,1 persen point dari PDB. Sektor pertanian memberikan
kesempatan untuk ratusan juta penduduk pedesaan untuk berjuang melawan
kemiskinan dan kelaparan. Sektor pertanian saja tidak dapat mencapai tingkat
3
perkembangan ekonomi namun peran dalam proses pembangunan ekonomi adalah
sangat unik dan dapat bekerja dengan sektor lain untuk mencapai tingkat yang
lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Bank Dunia, 2013).
Negara-negara berkembang termasuk negara-negara ASEAN,
pertumbuhan ekspor dan impor memegang peranan strategis bagi pertumbuhan
ekonomi. Net export akan menambah devisa yang dibutuhkan untuk membayar
hutang luar negeri serta mengimpor bahan baku dan barang modal yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan industri dalam negeri. Ketergantungan negara-
negara ASEAN pada perdagangan luar negeri menunjukkan bahwa andalan
ekspor, terutama ekspor non migas bertujuan untuk meningkatkan permintaan
agregat. Peningkatan permintaan agregat selanjutnya akan meningkatkan
pendapatan nasional, konsumsi, tabungan, investasi dan kesempatan kerja
(Soejoto dan Kaluge, 2005).
Tahun 2013 diwarnai dengan perubahan lanskap ekonomi global yang
ditandai oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara maju dan menurunnya
pertumbuhan ekonomi negara Emerging Market (EM) yang sebelumnya menjadi
penopang utama ekonomi dunia. Meskipun belum mencapai lintasan normalnya,
pertumbuhan ekonomi di kelompok negara maju menunjukan tren perbaikan.
Akselerasi pertumbuhan di kelompok negara maju terutama didorong oleh
perbaikan perekonomian di Amerika Serikat (AS) yang terus berlanjut sejak 2013.
Sebaliknya, kelompok negara-negara EM mengalami perlambatan ekonomi.
Terdeselerasinya pertumbuhan ekonomi negara-negara EM tersebut dipengaruhi
oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi China. Perubahan lanskap ekonomi
4
global tersebut memberikan dampak lanjutan (spillover effect) terhadap
perekonomian melalui jalur perdagangan (trade channel). Dengan semakin
terintegrasinya perekonomian global, dinamika yang terjadi di suatu negara akan
berdampak terhadap negara lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Dengan demikian, dinamika perekonomian global, terutama AS dan China akan
memberikan dampak lanjutan (spillover effect) terhadap perekonomian domestik,
salah satunya melalui jalur perdagangan (trade channel). Spillover effect terhadap
perdagangan suatu negara tergantung dari karakteristik komoditas utama yang
diperdagangkan. Sementara itu, tren pertumbuhan kelompok negara-negara EM
yang dimotori China akan mempengaruhi kinerja ekspor negara-negara yang
masih mengandalkan ekspor komoditasnya, seperti Indonesia (Gambar 1.1).
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
2010
I II III IV
2011
I II III IV
2012
I II III IV
2013*
I II III IV
2014**
I* II* III* IV*
Tiongkok
Malaysia
Eropa
* angka sementara** angka sangat sementara
Amerika Serikat
Jepang
India
Singapura
Juta dolar AS
Gambar 1.1
Pertumbuhan Ekspor Indonesia (Sumber: Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia/LPI, 2013)
Lembaga perbankan dalam melakukan kegiatannya menghadapi berbagai
kemungkinan, dimana kegiatan yang dilakukan tersebut dapat berdampak negatif
5
atau tidak seperti yang diharapkan. Dengan kata lain, perbankan harus siap
menghadapi berbagai risiko sehubungan dengan kegiatan yang dilakukannya,
dimana risiko-risiko tersebut digolongkan sesuai dengan hakekatnya masing-
masing. Basel Accord mengklasifikasikan risiko, sebagai berikut 1) Risiko pasar,
2) Risiko kredit, 3) Risiko operasional, 4) Risiko lainnya, risiko usaha, risiko
strategis dan risiko reputasi. Menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat (2), bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Kredit merupakan media perbankan yang akan berpengaruh terhadap
perkembangan aktifitas perekonomian. Dari sisi produksi perkembangan
pembiayaan dalam bentuk kredit perbankan akan berpengaruh terhadap
kemampuan produksi dunia usaha sehingga akan menentukan output riil dari
berbagai sektor ekonomi (Meydianawati, 2007). Makin banyak kredit berarti
adanya kucuran dana dalam rangka meningkatkan usaha. Bagi pemerintah sendiri,
kredit merupakan keuntungan apabila kredit yang disalurkan untuk keperluan
ekspor, karena dengan itu para eksportir dapat berproduksi secara maksimal
sehingga volume ekspor meningkat yang pada muaranya bertambah pula
cadangan devisa negara.
Tujuan dan fungsi kredit adalah membantu nasabah dan pemerintah.
Membantu nasabah di siniyakni membantu nasabah yang memerlukan dana, baik
dana untuk investasi dan modal kerja. Dengan dana tersebut maka pihak debitur
6
akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. Sedangkan membantu
pemerintah yakni membantu pemerintah di berbagai bidang, dimana bagi
pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan maka
akan semakin baik dan mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran
dana dalam rangka peningkatan pembangunan di berbagai sektor, terutama di
sektor riil (Kasmir, 2007).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya
bank sangat terekspos dengan risiko kredit, dimana pada kondisi perbankan di
Indonesia saat ini komponen pinjaman yang diberikan merupakan pos aktiva yang
terbesar pada neraca bank. Dengan semakin meningkatnya risiko kredit yang
dihadapi, maka bank harus memiliki sarana yang memadai untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko kredit serta
menentukan bahwa semua risiko yang ada telah diperhitungkan dengan baik. Pada
akhirnya mengalokasikan modal yang memadai untuk menutup risiko ini. Risiko
kredit merupakan risiko terbesar yang dihadapi perbankan, karena sebagian besar
struktur aset yang dimiliki perbankan dalam neracanya adalah berbentuk kredit.
Dengan demikian menjadi hal yang penting untuk mengukur seberapa besar nilai
risiko yang terkandung dalam suatu eksposure kredit. Seberapa besar tingkat
akurasi risiko kredit sangat tergantung pada pemilihan metodologi yang paling
sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas kredit yang disalurkan bank.
Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang mengemban fungsi intermediasi,
perbankan dihadapkan pada berbagai risiko usaha yang harus dikelola sehingga
dapat meminimalisir potensi kerugian.
7
Salah satu risiko yang krusial adalah risiko likuiditas. Untuk itu bank harus
memiliki suatu kebijakan dan praktek manajemen risiko likuiditas yang bertujuan
untuk mengidentifikasi, mengukur, memonitor serta mengendalikan risiko
likuiditas sehingga dapat meminimalisir dampaknya pada tingkat yang dapat
ditoleransi (risk tolerance). Di samping itu, konsentrasi likuiditas pada produk-
produk terstruktur (structured product) tertentu dan pasar antar bank, serta
meningkatnya probabilitas komitmen pada off balance sheet menjadi pos-pos
pada neraca telah memicu masalah likuditas pendanaan dan intervensi oleh bank
sentral. Lebih jauh, permasalahan likuiditas suatu bank dapat memiliki dampak
terhadap industri perbankan dan keuangan secara keseluruhan (contagion effect).
Untuk melindungi bank dari risiko terjadinya kerugian maka bank harus
mengalokasi modal dalam risiko pasar. Setiap jenis risiko yang melekat pada
setiap transaksi yang mengandung risiko pasar harus dapat diidentifikasikan
sebagai dasar untuk memastikan bahwa pengukuran risiko pasar dapat dilakukan
secara akurat. Setiap jenis transaksi harus dianalisis dan dicermati, karena satu
transaksi bisa memiliki lebih dari satu jenis risiko yang akan mempengaruhi
besarnya risiko yang dihadapi. Jenis risiko pasar secara umum dapat
dikelompokkan atas: risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko posisi ekuitas
dan risiko komoditas.
Tujuan utama dari kebijakan ekonomi di setiap negara adalah untuk
mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan stabilitas harga.
Oleh karena itu, kebijakan fiskal dengan tujuan pertumbuhan produktivitas dan
8
kebijakan moneter dengan tujuan stabilitas harga harus dikoordinasikan dan
dilaksanakan secara efektif. Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan stabilitas harga secara bersamaan, bagi para pembuat kebijakan
akan sulit untuk mencapainya. Beberapa konsep ekonomi menekankan bahwa
inflasi yang moderat adalah stimulus bagi pertumbuhan ekonomi (Mubarak,
2005). Namun, karena ekspektasi rasional dan inflasi, secara bertahap akan
meningkatkan tingkat harga menjadi tingkat harga yang tinggi dan terjadinya
ketidakpastian ekonomi makro yang berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi
(Feldstein, 1982; Khan dan Senhadji, 2001; Ocran, 2007). Pada saat dimana
tingkat waktu nol inflasi terjadi atau disinflasi juga akan berdampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi karena menurunnya motivasi produsen (Hasanov,
2011).
Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1993-1998
Year GDP growth
(annual)
GDP per capita
growth (annual %)
1993 7,3 5,5
1994 7,5 5,8
1995 8,4 6,7
1996 7,6 6,0
1997 4,7 3,2
1998 -13,1 -14,4
(Sumber: World Development Indicators/WDI, December 2014)
Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan
perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta
dalam perdagangan internasional berupaya agar kegiatan tersebut dapat
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Indonesia merupakan
9
negara small open economy sehingga imbas dari krisis finansial global sangat
mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Salah satu dampak dari krisis
finansial global adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode tahun 1993–1996
(Tabel 1.1) adalah cukup tinggi, dengan rata-rata pertumbuhan 7,5 persen per
tahun. Namun semenjak krisis tahun 1997 hingga masa krisis tahun 2000,
pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dengan rata-rata negatif 0,9 persen,
bahkan pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi negatif sebesar 13,1 persen.
Tabel 1.2
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2001 – 2010
Year GDP growth
(annual %)
GDP per capita
growth (annual %)
2001 3,6 2,2
2002 4,5 3,0
2003 4,8 3,3
2004 5,0 3,5
2005 5,7 4,2
2006 5,5 4,0
2007 6,3 4,8
2008 6,1 4,5
2009 4,6 3,2
2010 6,2 4,8
(Sumber: World Development Indicators/WDI, 2014)
Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6,1
persen pada tahun 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007
sebesar 6,3 persen. Pada periode tahun 2001-2010 (Tabel 1.2) masa pemulihan
ekonomi, pertumbuhan ekonomi mulai membaik dengan pertumbuhan rata-rata
5,2 persen.
10
Gambar 1.2
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2010 - 2015
(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/02/07/182803626/Pertumbuhan.Ekonomi.2
015. Terendah.dalam.Enam.Tahun.Terakhir
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/04/160411_majalah_ekonomi_indonesia_ba
nk dunia)
Berbeda dengan proyeksi awal, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan
ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik akan mencapai 6,3 persen pada 2016
dan 6,2 persen pada 2017. Padahal, pada Oktober 2015 lalu, lembaga di
Washington DC tersebut memprediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan yang
sama bakal mencapai 6,4 persen pada 2016 dan 6,3 persen pada 2017. Penurunan
proyeksi ini, sebagaimana dipaparkan Bank Dunia dalam laporan terbaru,
disebabkan pertumbuhan ekonomi Cina yang melamban dari 6,9 persen pada 2015
menjadi 6,7 persen pada 2016 dan 6,5 persen pada 2017. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia secara kuartalan memang cenderung meningkat, dari 4,73 persen pada
triwulan III 2015 menjadi 5,04 persen pada triwulan IV 2015. Artinya terjadi
percepatan geliat ekonomi pada triwulan IV 2015 dibandingkan triwulan-triwulan
sebelumnya. Namun, jika dilihat secara tahunan, pertumbuhan ekonomi
11
Indonesia terus melambat. Mengacu catatan Badan Pusat Statistik (BPS),
pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 sebesar 4,79 persen merupakan yang
terendah enam tahun terakhir (Gambar 1.2). Keadaan ini dipengaruhi pula
beberapa faktor lain yang mencakup volatilitas pasar keuangan dan turunnya
harga beragam komoditas, berdampak ke sejumlah negara. Indonesia misalnya,
diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi sebanyak 5,1 persen pada 2016 dan
5,3 persen pada 2017. Walau angka itu merupakan perbaikan dari 4,8 persen pada
2015, Bank Dunia menyatakan pertumbuhan di Indonesia bergantung dari
serangkaian kebijakan ekonomi pemerintah.
Peranan bank devisa bagi importir dan eksportir, bank devisa merupakan
lembaga dengan siapa bank devisa dapat menjual-belikan surat wesel luar negeri
dan menggunakannya sebagai perantara dalam mengadakan penagihan kepada
debitur di luar negeri. Pada umumnya, para eksportir dan juga pemerintah dari
negara pengekspor hampir senantiasa menghendaki untuk menggunakan hard
currenccy atau mata uang kuat dalam mengadakan perjanjian jual-beli dengan
para pembeli di luar negeri dan bukannya soft currency atau mata uang lemah.
Oleh karena bank-bank devisa menjual-belikan surat wesel luar negeri, karenanya
bank-bank devisa tersebut pada umumnya mempunyai rekening pada bank-bank
di berbagai negara. Ekspor Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik.
Data nilai ekspor bisa merepresentasikan masuknya devisa ke Indonesia. Dengan
catatan belum adanya kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor pada bank dalam
negeri, maka belum tentu nilai ekspor tersebut merepresentasikan nilai devisa
masuk yang sesungguhnya. Hal ini diperkuat dengan adanya defisit Neraca
12
Pembayaran Indonesia (NPI) yang angkanya semakin membesar, dimana salah
satu penyebabnya adalah hasil ekspor yang tidak terserap di dalam negeri
(nilainya mencapai 29,5 miliar USD US) dan selisih antara pencatatan nilai
Devisa Hasil Ekspor (DHE), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) serta Rincian
Transaksaksi Ekspor (RTE).
Tabel 1.3
Perkembangan Ekspor Indonesia 2011 – 2015
TAHUN
EKSPOR (Juta US$)
TOTAL MIGAS NON-
MIGAS
SEKTOR
PERTANIAN INDUSTR
I PERTAM BANGAN
LAIN-NYA
2011 203.496 41.477 162.019
5.165 122.187 34.652 13
2012 190.031 36.977 153.043
5.569 116.123 31.329 18
2013 182.551 32.633 149.918
5.712 113.029 31.159 16
2014 176.292 30.331 145.961
5.770 117.329 22.850 10
2015 150.282 18.552 131.730
5.629 106.662 19.405 32
(Sumber: Kemendag, 2015, Indikator Ekonomi Indonesia)
Ekspor non-migas Indonesia dalam periode Januari-Nopember 2010
mengalami peningkatan, yang didominasi oleh beberapa komoditas utama, seperti
TPT, alas kaki, otomotif, kertas serta beberapa produk perkebunan seperti Crude
Palm Oil /CPO, Kakao dan Kopi. Seperti yang disampaikan oleh Wakil Menteri
Perdagangan Mahendra Siregar di Jakarta beberapa waktu yang lalu mengatakan
bahwa tren ekspor non-migas Indonesia 2010 telah menunjukkan pembalikan ke
arah positif, yang diperlihatkan dari membaiknya kinerja ekspor non-migas pada
triwulan IV 2009. Kinerja ekspor non-migas triwulan ke-4 tahun 2009 sebesar 1,3
13
persen atau US$ 331 juta lebih tinggi dibandingkan kinerja triwulan ke-4 tahun
2008. Perbaikan kinerja ekspor non-migas tersebut sejalan dengan membaiknya
kondisi perekonomian dunia. Kontraksi ekonomi negara-negara maju tidak
seburuk perkiraan sebelumnya akibat kebijakan moneter dan stimulus fiskal yang
dilakukan.
Pemulihan ekonomi RRC dan India yang kian kuat dan cepat yang
berdampak bertambahnya produk di Indonesia, dimana ekspor non-migas tahun
2010 akan mencapai sasaran sesuai target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional), yaitu meningkat antara 7-8,5 persen. Sasaran tersebut
didasarkan atas adanya perbaikan ekonomi dunia yang mendorong peningkatan
permintaan serta memicu sentimen positif yang mampu mendorong penguatan
beberapa harga komoditi. Memasuki akhir tahun 2014 (Tabel 1.3), kinerja ekspor
terus menguat. Hingga Agustus 2014, kinerja ekspor mencapai USD 14,5 milyar,
naik sebesar 2,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya (Month on Month/MoM).
Penguatan kinerja ekspor pada Agustus diperkirakan akan terus berlanjut
mengarah ke pertumbuhan positif di akhir tahun ini. Ekspor non migas hasil
industri pengolahan pada periode Januari-September 2014 mengalami kenaikan
sebesar 5,45 persen dibanding periode yang sama tahun 2013 lalu. Ekspor hasil
pertanian juga mengalami kenaikan 1,60 persen. Sementara, ekspor hasil tambang
dan lainnya mengalami penurunan sebesar 24,20 persen. Tahun 2014, kinerja
ekspor dari berbagai daerah juga diperkirakan terus meningkat seiring dengan
menguat tanda-tanda pemulihan ekonomi global disertai harga komoditas di pasar
global yang cenderung membaik. Peningkatan ekspor nonmigas dipicu oleh
14
meningkatnya ekspor seluruh sektor. Meskipun hanya meningkat 0,4 persen
(MoM/Month on Month), sektor industri masih mendominasi ekspor pada Agustus
2014, yakni mencapai 65,2 persen atau setara 9,4 milyar USD AS. Ekspor
Indonesia bulan September 2014 kembali meningkat 5,48 persen dibandingkan
capaian pada bulan sebelumnya. Pada September 2014, ekspor Indonesia
mencapai 15,28 milyar USD AS, sedangkan ekspor pada bulan Agustus mencapai
14,48 milyar USD AS. Sementara itu, jika dibandingkan dengan nilai ekspor pada
periode yang sama tahun lalu, nilai ekspor pada September tahun ini juga naik
3,87 persen. Berdasarkan keterangan resmi Badan Pusat Statistik (BPS) pada
Senin (3/11), pada September 2014 ekspor non migas mencapai 12,65 milyar
USD AS. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 6,48 persen dibandingkan
dengan ekspor non migas pada Agustus 2014. Demikian halnya jika dibandingkan
dengan nilai ekspor pada periode yang sama tahun 2013, meningkat 2,94 persen.
Sementara itu, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia pada Januari-
September 2014 mencapai 132,71 milyar USD AS atau menurun 0,93 persen
dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal yang sama juga terjadi pada ekspor
non migas yang mencapai 109,30 milyar USD AS, turun 0,81 persen dibanding
capaian pada periode yang sama tahun lalu. Peningkatan terbesar ekspor non
migas di bulan September 2014 terhadap Agustus 2014 terjadi pada bahan bakar
mineral, yaitu sebesar 92,5 juta USD AS atau sekitar 5,73 persen. Sementara,
penurunan terbesar terjadi pada bahan kimia organik, yaitu sebesar 60,2 juta USD
AS atau 21,46 persen. Jika dilihat dari negara tujuannya, ekspor non migas ke
Amerika Serikat pada September 2014 merupakan yang terbesar, yaitu mencapai
15
1,39 milyar USD AS, disusul kemudian Tiongkok dengan 1,29 milyar USD AS
dan Jepang sebesar 1,29 milyar USD AS. Kontribusi ketiganya mencapai 31,35
persen. Sementara itu, ekspor ke 27 negara Uni Eropa mencapai 1,37 milyar USD
AS. Menurut sektornya, ekspor non migas hasil industri pengolahan periode
Januari-September 2014 naik 5,45 persen dibanding periode yang sama tahun
2013 lalu. Ekspor hasil pertanian juga mengalami kenaikan sebesar 1,60 persen.
Sementara, ekspor hasil tambang dan lainnya turun sebesar 24,20 persen
(http://www.kemenkeu.go.id, tanggal 4 November 2014).
Tahun 2014, kinerja ekspor dari berbagai daerah juga diperkirakan terus
meningkat seiring dengan menguatnya tanda-tanda pemulihan ekonomi global
disertai harga komoditas di pasar global yang cenderung membaik. Dalam rangka
peningkatan kinerja ekspor Indonesia, neraca perdagangan dan stabilitas pasokan
komoditas strategis di dalam negeri, Kementerian Perdagangan mempersiapkan 3
(tiga) langkah strategis, yakni menjaga stabilitas harga, menyeimbangkan neraca
perdagangan dan membangun atau membentuk Koalisi Promosi Nasional. Ketiga
masalah itu menjadi fokus kerja Kementerian Perdagangan untuk secepatnya
dilakukan. Pemerintah selalu bertujuan untuk mengutamakan pengamanan pasar
dan menjaga stabilitas harga. Dengan itu, pemerintah akan terus memantau
keseimbangan antara supply dan demand agar ketersediaan barang terjaga dan
harga terjangkau oleh masyarakat, sehingga inflasi tetap dalam batas yang aman.
Selain itu, Kementerian Perdagangan akan meminimalisir permasalahan logistik
dan distribusi, serta mengefektifkan war room sebagai sistem monitoring untuk
harga harian. Koalisi Promosi Nasional (KPN) untuk tingkatkan ekspor guna
16
mengatasi defisit neraca perdagangan. Karena itu, Kementerian Perdagangan akan
mempersiapkan langkah-langkah strategis untuk mendorong peningkatan kinerja
ekspor. Pembentukan Koalisi Promosi Nasional adalah untuk menyatukan visi-
misi promosi yang selama ini terpecah di berbagai lembaga. Tujuannya sebagai
forum kordinasi antar instansi kementerian terkait yang dapat menciptakan produk
Indonesia yang unggul di pasar global.
Berdasarkan data BPS (Biro Pusat Statistik), selama periode Januari-
Agustus 2014, neraca perdagangan Indonesia dengan ASEAN, khususnya untuk
non migas masih defisit USD 0,26 milyar. Total ekspor non migas nasional ke
negara-negara anggota ASEAN mencapai USD 20,27 milyar, sedangkan impor
non migas sedikit lebih tinggi, yaitu sebesar USD 20,53 milyar. Untuk
mengamankan pasar dalam negeri dari serangan produk impor, terutama barang
konsumsi akan dioptimalkan seluruh perangkat yang ada seperti kebijakan anti
dumping, anti subsidi, pengamanan perdagangan (safeguard), tata niaga dan
perangkat lain termasuk bea masuk. Atase Perdagangan dan Indonesia Trade
Promotion Center (ITPC) yang berada di luar negeri akan terus bekerja keras
membantu pengusaha mendapatkan pasar ekspor dengan menjadi sales bagi
produk-produk Indonesia, melakukan promosi perdagangan yang tepat di negara-
negara yang membutuhkan produk Indonesia yang memiliki daya saing tinggi, di
samping membuka peluang-peluang pasar baru (Warta Ekspor, KEMENDAG RI,
Ditjen PEN/MJL/005/12/2014 Desember).
Total ekspor Indonesia pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar
14,7 persen dibanding tahun 2014 yaitu dari US$150.282 juta menjadi
17
US$176.292 juta. Bila dibandingkan dengan tahun 2011, ekspor tahun 2015
mengalami penurunan sebesar 26,15 persen. Penurunan total ekspor tahun 2015
dibanding tahun 2014 disebabkan oleh menurunnya ekspor non migas sebesar
9,75 persen yaitu dari US$131.730 juta menjadi US$145.961 juta. Penurunan
ekspor non migas tersebut disebabkan oleh menurunnya ekspor di semua sektor
seperti pertanian, industri, pertambangan dan lainnya. Sementara itu, ekspor migas
juga mengalami penurunan sebesar 38,8 persen dari US$30,331 juta menjadi
US$18,552 juta. Penurunan nilai ekspor yang signifikan pada 2 (dua) tahun
terakhir ini disebabkan oleh menurunnya harga komoditas andalan ekspor non
migas seperti sawit, karet dan batubara. Penurunan harga ini akibat dari
menurunnya permintaan dari pasar ekspor negara tujuan seperti Tiongkok, India
dan Eropa. Meskipun nilai tukar Rupiah terhadap USD AS seharusnya mampu
mendongkrak kinerja ekspor, namun harga komoditas yang anjlok serta
melambatnya laju ekonomi domestik tidak mampu mendorong industri untuk
memanfaatkan momen tersebut.
Pada 2015, pertumbuhan ekspor non migas minus 9,8 persen. Untuk tahun
ini pemerintah menargetkan pertumbuhan 5,3 persen, sedangkan pada tahun depan
pertumbuhan ekspor non migas diharapkan mencapai 10,4 persen. Dari sisi
eksternal, volume perdagangan dunia diperkirakan akan lebih baik. Selain itu,
walaupun harga minyak dunia diperkirakan akan tetap rendah, harga produk
manufaktur (manufacturing unit value) diperkirakan akan meningkat.
Di dalam negeri sendiri, pemerintah akan melakukan intervensi kebijakan untuk
mendorong peningkatan pertumbuhan ekspor non migas. Salah satunya dengan
18
penetapan target ekspor masing-masing provinsi, sebagai indikator kinerja
gubernur. Namun, Bappenas masih menghitung berapa peran kontribusi daerah
terhadap ekspor non migas nasional. Hal ini bukan berarti daerah mendapatkan
beban tetapi diharapkan bahwa daerah ikut berkontribusi secara bersama-sama,
karena komoditas berasal dari daerah.
Tabel 1.4
Indikator Ekonomi Indonesia
(Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia/SEKI, 2013)
Pemerintah juga mendorong peningkatan kualitas produk Indonesia dan
ekspor yang bernilai tambah lebih tinggi serta peningkatan kemudahan ekspor dan
fasilitasi perdagangan yang lebih baik. Di samping itu, pemerintah akan
meningkatkan pemanfaatan skema kerja sama perdagangan internasional dan
mendorong para pengusaha untuk ekspor serta mencetak para eksportir baru.
Terakhir, pemerintah akan meningkatkan partisipasi pengusaha Indonesia
(terutama Usaha Kecil Menengah/UKM) dalam jaringan produksi global. Di
19
sektor keuangan, permasalahan struktural ditandai oleh pasar keuangan Indonesia
yang masih tipis dengan peran pemain asing yang sangat dominan. Secara siklikal,
kerentanan di sektor keuangan muncul ketika terjadi aliran masuk likuiditas global
dengan deras ke dalam perekonomian domestik, sejalan dengan kebijakan
stimulus moneter di negara maju. Seperti yang terlihat dari Tabel 1.4, penurunan
perekonomian global akibat krisis ekenomi yang terjadi di akhir tahun 2000an
berdampak kecil bagi perekonomian Indonesia jika dibandingkan dengan dampak
yang dialami negara lain. Tahun 2009 PDB Indonesia turun ke 4.6 persen. Hal ini
berarti Indonesia adalah salah satu negara dengan performa pertumbuhan PDB
tertinggi di seluruh dunia pada tahun itu (dan berada di posisi tiga di antara
kelompok negara-negara G-20). Meskipun harga-harga komoditas menurun
drastis, bursa saham pun nilainya turun, imbal hasil obligasi domestik dan
internasional cukup tinggi serta nilai tukar valuta yang melemah, dimana
Indonesia masih mampu tumbuh secara signifikan. Keberhasilan ini terutama
dikarenakan oleh ekspor Indonesia yang kepentingannya relatif terbatas terhadap
perekonomian nasional, kepercayaan pasar yang terus tinggi dan konsumsi
domestik yang berkelanjutan menguat.
Konsumsi domestik di Indonesia (khususnya konsumsi swasta)
berkontribusi sekitar dua pertiga bagian dari pertumbuhan perekonomian nasional.
Lambannya pertumbuhan ekonomi tahun 2013 (5,78 persen) terjadi karena
kombinasi ketidakpastian global yang berkelanjutan yang disebabkan oleh
perancangan ulang program pembelian aset per bulan Federal Reserve sebesar
USD $85 milyar (pelonggaran kuantitatif) yang mengakibatkan arus keluar modal
20
secara signifikan dari negara-negara berkembang dan kelemahan isu finansial
internal. Hal ini ditandai dengan defisit transaksi berjalan dengan rekor tertinggi,
inflasi tinggi (setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada bulan
Juni 2013) dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tajam. Untuk menanggulangi
masalah-masalah ini dan untuk menjaga stabilitas keuangan negara, Bank
Indonesia menaikkan suku bunga acuan secara signifikan, yang berisiko dimana
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dikorbankan. Di tengah tantangan
eksternal yang meningkat dari sisi domestik, kenaikan inflasi menambah tekanan
yang ada. Peningkatan tekanan inflasi pada 2013 terutama dipengaruhi dampak
kenaikan harga pangan dan harga BBM bersubsidi pada 2013 (Tabel 1.4).
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara
kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang
rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku
bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi
aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun
jalur atau transmisi dari keputusan BI Rate sampai dengan pencapaian sasaran
inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag). Mekanisme
bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering
disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini
menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan
instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variabel
ekonomi dan keuangan yang pada akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi.
Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan
21
sektor keuangan serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui
berbagai jalur, di antaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur
harga aset dan jalur ekspektasi. Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate
mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila
perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan
kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk
mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku
bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga
akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal
perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas
konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah.
Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia
merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas
perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar.
Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh,
akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku
bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong
investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrumen-instrumen keuangan
di Indonesia seperti SBI (Surat Berharga Indonesia) karena mereka akan
mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing
ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah
mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor Indonesia di
luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong
22
impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada
menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian. Perubahan suku
bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset.
Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi
sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya
mengurangi kemampuan untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi
dan investasi.
Gambar 1.3
Perdagangan Migas dan Non Migas Indonesia (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013, Berita Resmi Statistik, No 17/03/Tahun
XVI)
Pemulihan keseimbangan eksternal terus berlanjut yang tercermin dari
kinerja neraca perdagangan yang membaik pada Oktober 2014. Neraca
perdagangan Indonesia mencatat surplus 0,02 miliar USD AS pada Oktober 2014
setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit sebesar 0,26 miliar USD AS.
Kinerja positif tersebut terutama didukung oleh surplus neraca perdagangan non
migas yang meningkat dari 0,77 miliar USD AS pada September menjadi 1,13
miliar pada Oktober. Tekanan kepada Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) pada
23
2013 juga menurun dan diikuti oleh meredanya pelemahan nilai tukar rupiah.
Perbaikan NPI dipengaruhi defisit transaksi berjalan yang menurun signifikan
menjadi 2,0 persen dari PDB (Gambar 1.3). Secara teoritis hubungan antara
inflasi dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan hal menarik untuk dicermati.
Inflasi yang terlalu rendah, bahkan berada di level deflasi akan menekan
pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang terlalu tinggi juga akan membuat daya beli
masyarakat turun mengakibatkan roda perekonomian tidak berjalan. Oleh
karenanya menjaga angka inflasi perlu memperhatikan dua faktor sekaligus, yaitu
level inflasi yang membuat kontraksi perekonomian dapat optimum dan sekaligus
tidak membuat daya beli masyarakat turun.
Gambar 1.4
Perkembangan Inflasi (Sumber: Bank Indonesia, 2014, Tinjauan Kebijakan Moneter)
Kebijakan baik moneter dan fiskal dibutuhkan agar inflasi yang
ditargetkan dapat tercapai dalam rentan yang dapat ditoleransi. Terlalu rendah
angka inflasi tentu tidak baik bagi perekonomian, namun terlalu tinggi juga akan
membahayakan. Hal inilah yang saat ini menjadi tantangan setiap otoritas di
banyak negara (Gambar 1.4). Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan
24
dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi
ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran
produknya, sehingga harga‐harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang
terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing
power of money). Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat
pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya.
Gambar 1.5
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah (Sumber: Bank Indonesia, 2015, Tinjauan Kebijakan Moneter)
Depresiasi mata uang domestik akan meningkatkan volume ekspor. Jika
peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat
dinikmati oleh perusahaan maka laba perusahaan akan turun. Kuatnya apresiasi
mata uang USD AS sejalan dengan normalisasi kebijakan Fed memberikan
tekanan pelemahan terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk Rupiah.
Pada akhir Desember 2013, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 26 persen
persen ke level Rp 12.189 per USD AS, sejalan dengan melemahnya hampir
25
semua mata uang dunia jika dibandingkan dengan penutupan di akhir Desember
2012 yakni di level Rp 9,670 per USD AS rata-rata (Gambar 1.5).
Perbaikan neraca perdagangan dan terkendalinya inflasi pada tahun 2014
kurang mampu mengimbangi kuatnya tekanan terhadap Rupiah dari apresiasi
USD AS tersebut. Pergerakan rupiah sejalan dengan pergerakan mata uang lain di
kawasan. Namun, dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain, tingkat
depresiasi Rupiah termasuk yang relatif rendah. Pelemahan rupiah lebih terbatas
dibandingkan dengan Brasil, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, India dan
Filipina. Kurs rupiah terhadap US$ mengalami tren yang mengalami penurunan
pada akhir desember tahun 2015 yaitu di level Rp 13,795 per USD AS yang mana
merupakan tertinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya di penutupan akhir tahun.
Tabel 1.5
Kondisi Umum Perbankan
(Sumber: Bank Indonesia, 2014; Tinjauan Kebijakan Moneter, Desember 2014)
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kebijakan-
moneter/tinjauan/Documents/Tinjauan%20
Kebijakan%20Moneter%20Oktober%202014.pdf)
Di tengah tren moderasi permintaan domestik, ketahanan perbankan yang
tercermin dari unsur permodalan bank tetap terjaga, diiringi risiko kredit yang
relatif terkendali. Pada Oktober 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
26
Ratio/CAR) masih tinggi, yaitu sebesar 19,6 persen, jauh di atas ketentuan
minimum 8 persen. Angka ini sedikit meningkat dibandingkan dengan CAR pada
akhir bulan sebelumnya yang sebesar 19,4 persen. Kondisi ini mencerminkan
daya tahan perbankan yang masih kuat untuk mengatasi tekanan dan gejolak
termasuk berlanjutnya tren kenaikan suku bunga perbankan. Sementara itu, rasio
kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran
2,00 persen (Tabel 1.5).
Laporan Perekonomian Indonesia (BI, 2014) menyebutkan bahwa di
tengah dinamika perekonomian global yang kurang menguntungkan, Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) 2014 membaik seiring dengan implementasi
kebijakan stabilisasi. Defisit transaksi berjalan turun menjadi 3,0 persen dari PDB
dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 3,2 persen dari PDB. Pemulihan ekonomi
global yang berjalan lambat serta harga komoditas global yang masih rendah
memberikan tekanan terhadap kinerja ekspor Indonesia yang masih didominasi
oleh komoditas berbasis sumber daya alam (SDA). Namun, perbaikan ekspor
manufaktur yang didorong oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi negara maju,
khususnya Amerika Serikat (AS) dan nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental,
serta tertahannya laju pertumbuhan impor sejalan dengan moderasi permintaan
domestik telah membawa defisit transaksi berjalan menuju tingkat yang
lebih sehat.
Nilai tukar rupiah pada 2014 mengalami depresiasi terhadap dolar
Amerika Serikat (AS), namun mencatat apresiasi terhadap mata uang mitra
dagang utama lainnya. Depresiasi rupiah terhadap dolar AS terjadi pada triwulan
27
IV 2014 dikarenakan kuatnya apresiasi dolar AS terhadap hampir seluruh mata
uang utama dunia. Hal ini sejalan dengan rilis data perbaikan ekonomi AS dan
rencana kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR). Terhadap dolar AS, rupiah
secara point-to-point (ptp) melemah 1,7 persen (yoy) selama tahun 2014 ke level
Rp 12.385 per dolar AS. Pelemahan terhadap dolar AS tersebut lebih rendah dari
pelemahan rupiah terhadap dolar AS pada tahun sebelumnya yang sebesar 20,8
persen. Sementara itu, terhadap mata uang lainnya termasuk yen Jepang dan euro,
rupiah mengalami apresiasi yang cukup tinggi, walaupun masih cukup kompetitif
dibandingkan dengan negara mitra dagang.
Inflasi pada tahun 2014 tetap terkendali di tengah tekanan yang tinggi dari
Administered Prices (AP) dan Volatile Food (VF). Inflasi, yang hingga Oktober
2014 masih berada dalam kisaran sasarannya yaitu 4,19 persen (ytd), pada akhir
2014 tercatat sebesar 8,36 persen (yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan
pengaruh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan dampak
gejolak harga pangan domestik pada akhir 2014. Kenaikan harga BBM bersubsidi
telah mendorong kenaikan harga-harga, baik oleh dampak langsung ataupun
dampak lanjutan (second round effect). Selain BBM, penyesuaian harga barang
administered lainnya juga terjadi sepanjang 2014, seperti Tarif Tenaga Listrik
(TTL) dan Liquid Petroleum Gas (LPG) 12 kg. Namun, inflasi inti tetap
terkendali pada level 4,93 persen (yoy). Hal ini tidak terlepas dari peran kebijakan
BI dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar dan
mengarahkan ekspektasi inflasi, serta semakin baiknya koordinasi kebijakan
pengendalian inflasi antara BI dan Pemerintah. Sedangkan dari sisi domestik,
28
tantangan terutama bersumber dari risiko meningkatnya defisit ganda (twin
deficits), yaitu defisit transaksi berjalan dan defisit fiskal. Tantangan ini
bersumber dari permasalahan struktural yang sudah berlangsung dalam beberapa
tahun terakhir. Pertama, struktur ekspor nasional sampai tahun 2014 masih
didominasi oleh komoditas primer seperti batubara, Crude Palm Oil (CPO) dan
tembaga. Ekspor komoditas primer tersebut memiliki nilai tambah yang rendah,
rentan terhadap pergerakan harga komoditas global dan cenderung terkonsentrasi
pada negara berkembang seperti Tiongkok dan India.
Melambatnya perekonomian Tiongkok dan anjloknya harga komoditas
menyebabkan ekspor komoditas terus tertekan. Kedua, besarnya subsidi energi
menyebabkan meningkatnya risiko fiskal terutama ketika penerimaan fiskal turun
sejalan dengan menurunnya harga komoditas. Di samping itu, besarnya subsidi
semakin membatasi kemampuan sumber pembiayaan pemerintah untuk
pembangunan berbagai proyek infrastruktur yang sangat diperlukan dalam
meningkatkan kapasitas ekonomi dan daya saing dalam negeri. Ketiga, rendahnya
ketahanan energi di dalam negeri semakin mengemuka dalam tiga tahun terakhir.
Defisit neraca perdagangan migas tercatat terus tinggi. Di tengah produksi minyak
Indonesia yang terus menurun dan kemajuan program diversifikasi energi yang
belum signifikan, kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, yang
pada akhirnya terus membebani transaksi berjalan.
Kombinasi dinamika ekonomi global yang kurang kondusif dan sejumlah
permasalahan domestik telah meningkatkan risiko kestabilan makroekonomi pada
29
tahun 2014. Pertama, penyesuaian defisit neraca transaksi berjalan masih berjalan
lambat akibat tetap tingginya defisit perdagangan migas di tengah mulai
membaiknya defisit neraca pedagangan non migas. Kedua, meningkatnya risiko
fiskal akibat rendahnya penerimaan dan masih tingginya beban subsidi
mengharuskan pemerintah untuk melakukan penghematan yang memperlambat
pertumbuhan permintaan domestik di tengah permintaan global yang juga masih
terbatas. Ketiga, tingginya kepemilikan asing pada pasar keuangan nasional yang
masih dangkal dan meningkatnya Utang Luar Negeri (ULN) swasta di tengah
kondisi keuangan global yang masih penuh ketidakpastian menimbulkan risiko
terhadap keberlangsungan pembiayaan eksternal.
Tingginya kepemilikan asing pada pasar keuangan nasional yang masih
dangkal dapat meningkatkan risiko tekanan nilai tukar ketika terjadi pembalikan
arus modal, terutama terkait rencana normalisasi kebijakan moneter the Fed.
Keempat, tahun 2014 sebagai tahun transisi pemerintahan juga menambah
ketidakpastian dan terhambatnya pengambilan keputusan yang strategis seperti
reformasi subsidi yang seyogyanya dapat dilakukan lebih cepat, yang berdampak
pada masih tingginya ekspektasi inflasi. Hal ini menyebabkan bauran kebijakan
moneter dan fiskal serta reformasi struktural tidak dapat secara optimal dilakukan
dalam merespon tantangan global dan mencapai tujuan pembangunan ekonomi
nasional. Dari sisi BI, bauran kebijakan diarahkan pada upaya untuk mencapai
sasaran inflasi, menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat
dan mendukung terperliharanya Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Dalam hal ini,
BI memperkuat bauran kebijakan melalui kebijakan suku bunga, nilai tukar, lalu
30
lintas devisa, operasi moneter, makroprudensial dan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah (SPPUR), serta berkoordinasi dengan pemerintah dan
institusi lain guna meningkatkan efektivitas kebijakan dalam mengatasi
permasalahan siklikal perekonomian. Di samping itu, bauran kebijakan BI juga
diperkuat dengan kebijakan struktural, antara lain berupa pendalaman pasar
keuangan dan peningkatan keuangan inklusif. Dalam pelaksanaannya, BI
senantiasa memonitor ketepatan takaran bauran kebijakan yang sesuai dengan
dinamika perkembangan ekonomi global dan domestik dari waktu ke waktu.
Sementara itu, kebijakan nilai tukar rupiah tetap diarahkan untuk menjaga
stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya guna mendukung upaya
perbaikan defisit transaksi berjalan. Upaya mengarahkan nilai tukar agar bergerak
sesuai dengan fundamentalnya dilakukan dengan mempertimbangkan perlunya
ruang fleksibilitas nilai tukar yang cukup agar nilai tukar yang tercipta
merefleksikan kondisi permintaan dan penawaran valas dan konsisten dengan
upaya untuk menjaga stabilitas perekonomian makro. Di samping itu, mengingat
struktur pasar valas domestik yang belum dalam, fleksibilitas nilai tukar ini tetap
disertai dengan upaya pengendalian volatilitas agar tidak menimbulkan ekspektasi
depresiasi yang berlebihan. Langkah stabilisasi nilai tukar tersebut dilaksanakan
melalui intervensi di pasar valas domestik secara terukur. Dalam pelaksanaan
intervensi valas, BI juga memperhatikan sumber tekanan dari nilai tukar. Terkait
dengan hal tersebut, salah satu strategi yang ditempuh BI adalah melakukan dual
intervention ketika tekanan stabilitas nilai tukar bersumber dari arus modal keluar
dari pasar Surat Berharga Negara (SBN). Strategi dual intervention tersebut
31
dilaksanakan melalui intervensi jual di pasar valas untuk menjaga kestabilan nilai
tukar rupiah yang dibarengi dengan pembelian SBN di pasar sekunder guna
menjaga kecukupan likuiditas rupiah dan stabilitas pasar SBN.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2014 mengalami moderasi
pertumbuhan. Hal tersebut merupakan imbas dari dinamika ekonomi global yang
tidak sesuai perkiraan dan kebijakan stabilisasi yang diterapkan oleh Bank
Indonesia dan Pemerintah. Meskipun termoderasi, pertumbuhan ekonomi
Indonesia sebesar 5,0 persen pada tahun 2014, masih lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi ASEAN 5 yang rata-rata sebesar 4,7 persen.
Sejalan dengan termoderasinya pertumbuhan ekonomi, angka pengangguran
sedikit meningkat. Namun, kondisi kemiskinan dapat membaik sebagai dampak
dari inflasi yang terkendali. Dinamika ekonomi global yang tidak sesuai perkiraan
memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia pada tahun 2014.
Perbaikan kondisi ekonomi global yang tidak sesuai perkiraan terlihat dari
pemulihan ekonomi negara maju yang terbatas dan pertumbuhan ekonomi negara
berkembang yang melambat. Kondisi ini diperburuk oleh penurunan harga
komoditas dunia, termasuk harga minyak pada paruh kedua 2014. Permintaan
ekonomi global yang masih lemah dan harga komoditas global yang rendah
berdampak pada kinerja ekspor Indonesia yang melambat. Hal ini terkait dengan
struktur ekspor Indonesia masih bertumpu pada komoditas berbasis Sumber Daya
Alam (SDA) dengan negara tujuan utama ekspor adalah negara-negara
berkembang. Di sisi domestik, struktur ekonomi Indonesia masih rentan terkait
reformasi struktural yang belum berjalan sesuai dengan harapan. Menghadapi
32
struktur ekspor Indonesia yang masih bertumpu pada komoditas berbasis SDA,
Pemerintah menempuh langkah reformasi di sektor pertambangan. Reformasi ini
bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas pertambangan, meskipun
dalam pelaksanaannya masih mengalami kendala. Sementara di sisi fiskal,
reformasi subsidi sektor energi berjalan lambat sehingga berdampak pada beban
subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tinggi. Hal ini menyebabkan ruang
fiskal yang tersedia untuk belanja produktif menjadi terbatas.
Kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan dan struktur
ekonomi Indonesia yang masih rentan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 2014. Ekonomi Indonesia pada 2014 tumbuh 5,0
persen lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5,6 persen
ataupun dengan prakiraan Bank Indonesia pada awal tahun sebesar 5,5-5,9 persen.
Tidak kondusifnya perkembangan ekonomi global yang mengakibatkan
pelemahan kinerja ekspor merupakan sumber utama rendahnya realisasi
pertumbuhan ekonomi pada 2014. Meskipun tumbuh lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi 2013, pertumbuhan ekonomi 2014 mampu
dipertahankan sekitar 5 persen, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan negara
ASEAN 5 sebesar 4,7 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014
yang termoderasi didorong oleh dinamika ekonomi global yang kurang
menguntungkan dan kebijakan stabilisasi, di tengah belum optimalnya reformasi
struktural.
Dinamika ekonomi global yang tidak sesuai perkiraan berdampak pada
menurunnya kinerja ekspor. Selain itu, penerapan UU Minerba (Mineral dan
33
Batubara) turut memengaruhi penurunan ekspor di lapangan usaha pertambangan.
Menghadapi kinerja ekspor yang menurun, ditempuh kebijakan stabilitasi melalui
pengendalian permintaan domestik dan nilai tukar yang sesuai dengan
fundamentalnya, guna menghindari pemburukan pada neraca transaksi berjalan.
Sebagai hasilnya, impor tumbuh rendah pada tahun 2014. Konsumsi rumah tangga
tumbuh melambat meskipun terdapat dorongan aktivitas Pemilu pada paruh
pertama 2014. Sementara, konsumsi pemerintah tumbuh melambat terkait
program penghematan belanja. Sebagai respon atas berlanjutnya pelemahan
ekspor serta melambatnya konsumsi rumah tangga, investasi tumbuh melambat.
Berbagai kondisi tersebut berdampak pada ekonomi Indonesia pada 2014 yang
tumbuh 5,0 persen, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 5,6
persen.
Perlambatan kinerja ekspor pada tahun 2014 dipengaruhi oleh permintaan
dari negara berkembang yang menurun dan permintaan dari negara maju yang
masih terbatas. Kondisi ini berdampak pada kinerja ekspor yang melambat karena
struktur ekspor Indonesia masih bertumpu pada komoditas berbasis SDA dengan
negara tujuan utama ekspor adalah negara berkembang. Selain itu, penerapan UU
Minerba pada awal tahun berdampak pada ekspor komoditas mineral yang
terhenti sampai dengan paruh pertama 2014. Ekspor komoditas berbasis SDA,
terutama pertambangan mengalami penurunan pada tahun 2014. Ekspor batubara
turun signifikan dipengaruhi oleh permintaan dari Tiongkok yang lebih rendah
dan harga batubara yang menurun. Selain itu, ekspor komoditas pertambangan
juga dipengaruhi oleh penerapan UU Minerba pada awal tahun 2014. Kebijakan
34
ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas pertambangan melalui
pembatasan ekspor mineral tambang mentah. Namun, penerapan kebijakan
tersebut belum berjalan sesuai harapan, sehingga berdampak pada terhentinya
ekspor komoditas mineral tambang hingga paruh pertama 2014. Ekspor mineral
tambang baru dapat terealisasi pada triwulan III 2014, setelah tercapainya
kesepakatan antara pemerintah dan pelaku usaha terkait pembangunan pabrik
pengolahan mineral tambang dan penurunan bea ekspor. Ekspor manufaktur
mengalami peningkatan sejalan dengan permintaan dari negara maju, khususnya
AS yang mulai pulih.
Komoditas manufaktur yang meningkat antara lain minyak kelapa sawit,
makanan olahan dan produk kimia, sedangkan komoditas utama lainnya yaitu
tekstil tumbuh melambat. Untuk minyak kelapa sawit, peningkatan kinerja ekspor
didukung oleh serapan dari India, Pakistan dan Eropa yang masih kuat. Ekspor
manufaktur yang meningkat juga didukung oleh prospek ekspor otomotif yang
membaik. Pada tahun 2014, ekspor industri otomotif meningkat dengan pasar
yang cukup terdiversifikasi. Hal ini berdampak pada membaiknya neraca
perdagangan otomotif meskipun secara keseluruhan masih defisit. Defisit neraca
perdagangan industri otomotif terutama bersumber dari impor suku cadang
kendaraan bermotor, sementara untuk mobil utuh mengalami surplus. Selain itu,
menurunnya defisit neraca perdagangan industri otomotif di dukung oleh
membaiknya struktur input industri otomotif yaitu menurunnya kandungan impor.
Berdasarkan uraian pada Latar Belakang sebelumnya dan beberapa tahun
terakhir ini Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan, ekspor menurun,
35
import menaik, khususnya di sektor non migas, maka yang menjadi pertanyaan
dalam studi ini, adalah sebagai berikut.
Apakah risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas bank devisa di
Indonesia berpengaruh terhadap besarnya nilai kredit bank untuk
meningkatkan ekspor non migas di Indonesia serta apakah tingkat inflasi
dan Nilai kurs USD mempengaruhi hubungan besarnya nilai kredit bank
dengan peningkatkan ekspor non migas di Indonesia?
1.2 Rumusan Masalah
Berdasar uraian sebelumnya masalah dalam studi ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Bagaimana pengaruh risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas Bank
Devisa Persero terhadap besarnya nilai kredit Bank Devisa Persero di
Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh besarnya nilai kredit Bank Devisa Persero Indonesia
terhadap ekspor non migas di Indonesia?
3. Apakah besarnya nilai kredit Bank Devisa Persero memediasi pengaruh risiko
kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas Bank Devisa Persero terhadap ekspor
non migas di Indonesia?
4. Bagaimana Inflasi memoderasi hubungan antara besarnya nilai kredit Bank
Devisa Persero dengan ekspor non migas di Indonesia?
5. Bagaimana Kurs USD memoderasi hubungan antara besarnya nilai kredit
Bank Devisa Persero dengan ekspor non migas di Indonesia?
36
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk menunjukkan dan memberikan bukti
empiris sebagai berikut.
1. Pengaruh risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas Bank Devisa Persero
terhadap besarnya nilai kredit Bank Devisa Persero di Indonesia.
2. Pengaruh besarnya nilai kredit Bank Devisa Persero terhadap ekspor non
migas di Indonesia.
3. Peran besarnya nilai kredit Bank Devisa Persero dalam memediasi pengaruh
risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas Bank Devisa Persero terhadap
ekspor non migas di Indonesia.
4. Inflasi dan Kurs USD memoderasi hubungan antara besarnya nilai kredit
Bank Devisa Persero dengan ekspor non migas di Indonesia.
1.4 Manfaat Studi
Dengan tercapainya tujuan penelitian, maka diharapkan hasil penelitian ini
dapat memberikan manfaat dan kontribusi, sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan yaitu sebagai temuan
permasalahan peran utama Bank Devisa Persero Indonesia untuk
ekspor non migas di Indonesia.
37
2. Sebagai alat mediasi untuk penelitian selanjutnya khususnya yang
menyangkut perubahan kinerja bank devisa, perusahaan atau lembaga
lain yang disesuaikan dengan kebutuhannya untuk peningkatan ekspor
di Indonesia.
3. Dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian lanjutan untuk
optimalisasi bantuan keuangan dari lembaga keuangan pemberian
kredit modal untuk pelaku usaha dalam mengembangkan usaha baik
ekspor maupun domestik.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai referensi dalam menyusun rencana bisnis Bank Devisa
Persero secara tahunan, khususnya dalam menentukan pemberian
kredit perbankan untuk kegiatan ekspor di Indonesia.
2. Sebagai langkah identifikasi terhadap faktor-faktor keuangan apa saja
yang sekiranya dapat mempengaruhi kinerja perbankan, dengan
demikian faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan kinerja
perbankan dapat dijadikan acuan untuk menyusun rencana bisnis bank
secara tepat dengan risiko kecil.
3. Bagi pemerintah daerah ataupun pusat, hasil penelitian dapat
dimanfaatkan sebagai rujukan perumusan kebijakan masalah ekspor
non migas dan moneter di Indonesia.