undang-undang dasar negara republik indonesia 1945 sebuah amandemen

26
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen oleh Drs. Jakob Tobing, M.P.A. Pengantar UUD adalah akte kenal lahir suatu bangsa dan negara. Ia memuat jati diri dan keinginan terdalam bangsa serta keseluruhan sistem kenegaraan, struktur dan prosedur untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Oleh karena itu, memahaminya dengan benar amat penting agar dapat mengetahui dengan benar hak dan tanggung jawab sebagai warganegara. Dengan demikian, perubahan sebagaimana terjadi pada UUD 1945 juga perlu dipahami dengan benar agar tidak terjadi kerancuan. Kita telah melakukan amandemen terhadap UUD 1945 dalam dalam 4 tahap yang merupakan sebuah proses berkelanjutan pada tahun 1999 – 2002. Perubahan yang terjadi sangat mendasar. Sementara jati diri dan tujuan bangsa dan negara, sebagaimana yang terkandung dalam Pembukaan tetap dipertahankan, Batah Tubuh-nya diperbaiki secara bermakna dan bagian Penjelasan dihilangkan. Sedemikian, agar nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pembukaan dapat diejawantahkan dan diwujudkan dengan tepat. Jika semula UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan, UUD 1945 sekarang hanya terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh.

Upload: reza-nur-alfansyah

Post on 24-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

TRANSCRIPT

Page 1: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

oleh Drs. Jakob Tobing, M.P.A.

Pengantar

UUD adalah akte kenal lahir suatu bangsa dan negara. Ia memuat jati diri dan keinginan terdalam bangsa serta keseluruhan sistem kenegaraan, struktur dan prosedur untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Oleh karena itu, memahaminya dengan benar amat penting agar dapat mengetahui dengan benar hak dan tanggung jawab sebagai warganegara. Dengan demikian, perubahan sebagaimana terjadi pada UUD 1945 juga perlu dipahami dengan benar agar tidak terjadi kerancuan.

Kita telah melakukan amandemen terhadap UUD 1945 dalam dalam 4 tahap yang merupakan sebuah proses berkelanjutan pada tahun 1999 – 2002. Perubahan yang terjadi sangat mendasar. Sementara jati diri dan tujuan bangsa dan negara, sebagaimana yang terkandung dalam Pembukaan tetap dipertahankan, Batah Tubuh-nya diperbaiki secara bermakna dan bagian Penjelasan dihilangkan. Sedemikian, agar nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pembukaan dapat diejawantahkan dan diwujudkan dengan tepat. Jika semula UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan, UUD 1945 sekarang hanya terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh.

Perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil permusyawaratan yang dilakukan oleh lembaga MPR hasil pemilu 1999 yang demokratis dan merdeka serta bebas dari pengaruh dan tekanan asing. Cara konstitusional yang ditempuh dalam melakukan amandemen telah mampu menghasilkan perubahan besar secara damai, menjadikan Indonesia sebuah negara demokrasi. Kita tidak mengalami nasib seperti Uni Soviet atau Yugoslavia dan lain-lain, yang terpecah belah dan hilang dari muka bumi manakala mereka melakukan reformasi menuju demokrasi.

Dari semula dikenal sebagai negara non-demokrasi terbesar ke-2 didunia setelah Cina, Indonesia sekarang dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Semenjak reformasi telah

Page 2: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

dilaksanakan pemilu dan pilpres tahun 2004 dan 2009 yang menggulirkan siklus kekuasaan secara, demokratis, damai dan teratur. Di samping itu, Indonesia

sekarang adalah negara anggota G-20, dengan besaran ekonomi ke-16 di dunia dan laju pertumbuhan yang stabil dan tergolong tertinggi.

Semula, proses amandemen UUD 1945 sering dikecam karena dianggap tidak memenuhi “pakem” yang diidolakan. Tetapi belakangan, literatur konstitusi menilai amandemen UUD 1945 sebagai miraculous dan far-reaching dan patut diapresiasi. Hasilnya telah memiliki segala ketentuan sebuah konstitusi demokratis. (Mis.: Tim Lindsey, 2004; Edward Schneier, 2007; R.E. Elson, 2008; Pasquale Pasquino, 2010; Adnan Buyung Nasution, 2010).

Namun perlu dicatat bahwa masih terdapat banyak kekurangan. Dalam masaUUD 1945 hasil amandemen berlaku, disiplin sosial menurun, demikian pula toleransi melemah. Konflik horisontal mudah terpicu. Penegakan hukum, dengan pengecualian pemberantasan korupsi yang mulai menguat, masih lemah. Demikian pula pendapatan per-kapita, walaupun naik, tetapi kesenjangan pendapatan melebar dengan segala dampaknya.

Sementara itu, menggunakan alasan kekurangan tersebut, ada yang berusaha untuk kembali ke UUD 1945 yang semula dan menerapkan sistim bernegara era masa lalu yang dianggap lebih baik. Sistim yang sekarang dikecam sebagai demokrasi impor yang tidak sesuai dengan kebudayaan sendiri dan telah menimbulkan berbagai kekacauan tersebut.

Demikian pula ada yang ingin melakukan amandemen lagi atas UUD 1945.

Pokok-pokok UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 memuat nilai-nilai dasar kemerdekaan yang hakiki, perikemanusiaan, keadilan sosial, permusyawaratan, dan tujuan bangsa dan negara dan sekaligus ideologi Pancasila. Sejarah mencatat bahwa Pembukaan adalah satu-satunya naskah UUD 1945 asli yang tidak dipengaruhi oleh kepentingan dan aliran pikiran fasis Jepang. Rancangannya (dikenal sebagai Mukkadimah atau Piagam Jakarta) disusun oleh Panitia Sembilan yang diketuai Soekarno, bekerja diluar pengawasan Jepang. Sewaktu dilaporkan pada BPUPK, naskah Mukaddimah itu ditolak dan diganti dengan naskah lain yang memuat kepentingan proyek Asia Timur Raya Jepang (The Greater East Asia

Page 3: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

Co-Prosperity). Tetapi kemudian, sehari setelah Proklamasi, PPKI mengganti naskah Jepang dengan naskah Mukaddimah yang disusun oleh Panitia Sembilan, menghilangkan “tujuh kata” dan memberinya nama baru, Pembukaan.

Fakta mengatakan bahwa perdebatan penyusunan batang tubuh UUD 1945 di BPUPK adalah pertarungan antara kepentingan fasis Jepang untuk “memerdekakan” Indonesia sebagai bagian dari upaya membangun blok Asia Timur Raya dengan aspirasi kemerdekaan Indonesia yang murni. Proses itu adalah proses siasat politik, tawar menawar dan dibawah pengawasan Jepang. Segala sesuatunya harus dilaporkan kepada penguasa militer Jepang untuk memperoleh persetujuan. Seperti diungkapkan kemudian oleh Dr. Radjiman dan Ir. Soekarno, proses itu dibawah pengawasan ketat Jepang (Radjiman, 1947) dan dibawah todongan bayonet Jepang (Soekarno, 1960). Seperti kemudian ditegaskan Soekarno, sikap mereka yang sepertinya mengikuti alur pikiran fasis Jepang yang anti Barat, anti HAM dan anti demokrasi, hanya karena terpaksa dan sebagai taktik agar Indonesia bisa merdeka. Sementara dilain pihak, Dr. Soepomo, yang ditugaskan oleh Jepang sebagai ketua panitia kecil BPUPK, adalah seorang pejuang yang berusaha menyiasati tekanan Jepang dalam usaha agar naskah itu bisa diterima oleh penguasa, demi rencana Indonesia merdeka bisa diwujudkan. Selain itu perkiraan Bung Karno benar, naskah UUD harus diselesaikan secepat mungkin, sebab kalau sampai Jepang kalah dan terjadi vakum kekuasaan tetapi belum ada (naskah) UUD, sulit untuk Indonesia diakui sebagai sebuah negara merdeka. Untuk itulah beliau menghimbau agar naskah yang ada itu disahkan seraya menegaskan bahwa UUD 1945 adalah UUD revolusi yang pada waktunya segera harus diperbaiki lagi.

Demikianlah tersusun UUD 1945 dalam bentuknya semula. Semua gagasan yang tidak sejalan dengan gagasan fasis Jepang tidak akan dapat disetujui. Segala sesuatu yang dianggap Barat pasti ditolak. Upaya Bung Hatta, Ibu Maria Ulfah Santoso, Ratulangi, dkk untuk memasukkan prinsip-prinsip checks and balances, penghormatan terhadap HAM terpaksa ditolak.

Namun, dilain pihak, Soekarno, Hatta dan kawan-kawan juga mengkritisi sistim demokrasi Barat, yang pada masa itu dipraktekkan sebagai demokrasi majoritarian dan demokrasi libertarian, dimana kehendak majoritas atau kehendak pemilik modal, kaum kapitalis, yang berkuasa.

Page 4: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

Berbagai kelemahan utama UUD 1945 yang asli dapat diuraikan sebagai berikut. Kekuasaan terpusat hanya disatu lembaga politik MPR. MPR sebagai perwujudan seluruh rakyat dan merupakan lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak terbatas telah menjadikan sistim negara yang terbangun adalah sistim otoriter-totaliter. Ironisnya, sistim MPR itu hanya bisa efektif bila Presiden, yang untergeordnert pada MPR, dapat mengontrol MPR. Bila tidak, nasibnya akan sangat rentan, seperti yang dialami oleh Presiden B.J. Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid. Tetapi bila Presiden menguasai MPR, seperti Presiden Suharto, maka artinya Presiden itu yang kekuasaannya tidak terbatas, atau tiranik. Selanjutnya, jika semua lembaga (tinggi) negara bertanggung jawab kepada MPR - yang adalah sebuah lembaga politik - maka checks and balances tidak akan jalan, dan independensi lembaga judikatif juga hilang. Jika kemudian dikatakan bahwa hal itu tergantung kepada atau dapat dikendalikan oleh semangat para penyelenggara negara, maka seperti dikatakan Nietze, itu menganggap manusia hanya mempunyai sisi baik. Seperti kata James Madison (Federalist Paper), kalau rakyat malaikat, tidak perlu pemimpin; kalau pemimpin malaikat, tidak perlu pengawasan. Dalam hubungan itu, gagasan PPKI membentuk partai tunggal pada tahun 1945 adalah untuk menopang sistim diktator totaliter itu, seperti lazim di negara fasis atau komunis.

Maka yang pertama ditegaskan oleh amandemen adalah tetap mempertahankan Pembukaan, dan dengan demikian Pancasila sebagai dasar negara serta selanjutnya bentuk negara kesatuan Republik Indonesia dikukuhkan. Sehingga pada dasarnya perubahan terhadap UUD 1945 adalah perubahan untuk kesinambungan. Changes for continuity.

Selanjutnya ditegaskan bahwa kedaulatan itu berada ditangan rakyat dan dilaksanakan sesuai dengan UUD. Dengan demikian, nilai-nilai, aturan dan ketentuan dalam UUD memberi makna kepada demokrasi kita sebagai demokrasi konstitusional. Berdemokrasi bukanlah sekedar mengikuti kehendak yang terbanyak atau yang terkuat, tetapi harus memenuhi nilai Pancasila dan ketentuan UUD.

Berikutnya adalah penegasan bahwa negara ini berdasar hukum (rule of law) agar semua pihak termasuk kekuasaan, setara dihadapan dan tunduk kepada undang-undang. Sejalan dengan itu ditegaskan pula bahwa kekuasaan kehakiman itu merdeka.

Page 5: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

Selanjutnya ketentuan penghormatan pada HAM juga dimasukkan. Terlebih untuk negara amat majemuk, dengan kelompok masyarakat besar dan kecil, UUD harus menjamin hak-hak dasar manusia secara adil, sejalan dengan sila-sila Pancasila itu sendiri dan dengan hakekat kebangsaan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi satu dan setara. Kehendak majoritas tidak boleh merugikan kepentingan dasar yang sedikit. Untuk itu, UUD 1945 menegaskan bahwa yang terutama bertanggung jawab untuk menegakkan HAM adalah pemerintah.

Dalam kaitan itu maka proses pembuatan UU dalam UUD 1945 hasil amandemen menganut paham demokrasi musyawarah (deliberative democracy), dimana DPR dan Presiden harus bermusyawarah, tidak bisa voting. Bahkan selanjutnya, UU hasil bersama DPR dan Presiden itu juga dapat diuji konstitusionalitasnya terhdapa UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi. Artinya sistem yang dibangun mengharuskan semua pihak, termasuk yang berkuasa, untuk taat kepada UUD 1945. Sejalan dengan itu, prinsip rule of law berarti tidak boleh ada peraturan perundangan, termasuk perdes dan perda, yang bertentangan dengan UUD.

Demi agar semuanya itu dapat terlaksana, maka dibangun pula mekanisme checks and balances. Kekuasaan dibagikan setara untuk lembaga negara sehingga bisa saling mengimbangi. Tidak ada lembaga yang bisa luput dari pengawasan lembaga lain. Dalam hubungan itu, MPR telah diposisikan sebagai lembaga negara biasa dengan kewenangan tertentu dan terbatas pula.

Mekanisme dan instrumen untuk siklus pergantian kekuasaan juga ditetapkan oleh amandemen. Pemilu dan pilpres langsung ditetapkan teratur setiap 5 tahun dan dilaksanakan oleh sebuah badan yang independen.

Partai politik ditetapkan sebagai pelaku utama dalam mekanisme itu dan untuk mana UUD menghendaki sistim kepartaian yang sederhana dan sesuai dengan sistim politik presidentil disatu pihak dan kemajemukan bangsa Indonesia dilain pihak serta Pancasila sebagai dasar negara dipihak yang lainnya.

Perlu juga dicatat bahwa semua pihak, selama proses amandemen UUD 1945 yang terbuka dan demokratis telah menerima Pancasila sebagai dasar negara. Kalaupun ada yang memperjuangkan dimasukkannya “tujuh kata” kedalam Pasal 29 UUD 1945, itu adalah dalam rangka menyalurkan aspirasi kelompok masyarakat yang memiliki aspirasi demikian. Tetapi dalam permusyawaratan, semua pihak akhirnya setuju “tujuh kata” itu tidak perlu dimasukkan.

Page 6: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

Dengan demikian, sebenarnya proses amandemen UUD 1945 dari tahun 1999 – 2002 adalah kelanjutan dari proses pembentukan UUD 1945 oleh BPUPK dan PPKI di tahun 1945 yang tidak selesai dengan sempurna karena keterbatasan waktu karena keadaan darurat dan proses Konstituante tahun 1956 – 1959 yang terhenti karena perdebatan tidak berhasil menyepakati dasar negara Pancasila atau dasar negara Islam.

Selanjutnya

UUD 1945 setelah diamandemen mungkin saja mengalami kelemahan. Sebagai sebuah produk politik, mungkin saja ada kelemahan karena adanya kompromi tertentu. Tetapi ia adalah hasil permusyawaratan wakil-wakil rakyat yang dipilih dalam pemilu tahun 1999 yang kredibel dan merupakan karya anak bangsa yang merdeka. Sesuai ketentuan UUD 1945 itu sendiri ada caranya untuk memperbaikinya apabila diperlukan. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa inisiatif amandemen UUD adalah ranah masyarakat dan partai politik. Apabila aspirasi itu telah berproses sesuai ketentuan pasal 37 UUD 1945, barulah ia menjadi ranah MPR. Sebelumnya, lembaga negara,seperti DPR, DPD, MA, Presiden termasuk MPR itu sendiri, berkewajiban melaksanakan UUD 1945 sebagaimana adanya dan tidak boleh berinisiatif berupaya mengubah UUD.

Namun, pekerjaan rumah kita yang segera adalah untuk melaksanakannya secara seharusnya. Kelemahan suatu peraturan, termasuk UUD, selalu adalah dalam membuat aturan pelaksanaannya, dalam hal ini khususnya Undang-Undang, dan dalam implementasinya. Peraturan instrumental ini, dapat menimbulkan bias dalam penerapan UUD 1945, tetapi undang-undang itu juga dapat menegakkan dan meluruskan maksud UUD 1945. Sekarang ada UU yang berlaku yang berasal dari era sebelum amandemen yang isinya tidak sesuai dengan UUD 1945 setelah amandemen. Ada UU yang dibuat pada awal era reformasi, dengan semangat dan euforia reformasi yang meluap-luap, yang kemudian tidak disesuaikan kembali manakala amandemen UUD 1945 telah selesai, sehingga menimbulkan ekses.

Yang juga tidak kalah pentingnya adalah membangun relasi antara teks UUD 1945 dengan praktek politik sehari-hari. Proses-proses politik menurut konstitusi harus ditaati dengan konsisten. Jangan ada lagi yang melakukan kegiatan politik kenegaraan menyimpang dari ketentuan konstitusi. Inilah kelemahan paling besar sistim politik kita. Semenjak pergerakan kemerdekaan

Page 7: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

diawal abad ke-20, politik institusional kita tidak berkembang baik, sangat lemah. Cenderung bersikap cari jalan pintas, gerakan massa dan anti partai.

Untuk itu, pembangunan sistim kepartaian juga perlu dilanjutkan, dengan tegas. Partai politik harus disederhanakan, ditingkatkan kualitasnya, bersifat terbuka, dibersihkan dari oligarki, manipulasi dan korupsi. Kepartaian yang sehat penting untuk membangun demokasi yang sehat.

Demokrasi konstitusional tanpa penegakan hukum adalah lumpuh. Oleh karena itu penegakan hukum harus ditingkatkan. Rule of law itu adalah juga rule by law. Manakala hukum telah dibentuk dalam proses demokratis dan substansi hukum itu telah memenuhi nilai-nilai keadilan, maka hukum itu harus ditegakkan dengan tegas. Patung dewi hukum yang memegang pedang dan kitab-hukum serta mata tertutup kain itu adalah lambang yang tepat bagi rule of law. Dalam hubungan itu, penegakan hukum berlaku kepada para koruptor kelas kakap maupun kepada pencuri biji cokelat. Hanya berat-ringan ganjaran hukumannya, sebagai pancaran rasa keadilan dan teks kitab hukum, yang membedakan. Khusus untuk provokator dan pelaku anarki, baik yang berhubungan dengan pilkada dan unjuk rasa, harus ditindak dengan tegas dan diberi hukuman yang berat. Mereka itu sebenarnya adalah perusak dan anti demokrasi. Untuk itu, aparat penegak hukum, termasuk Polri harus ditingkatkan kapasitasnya. Payung hukum perlu dilengkapi. Kemampuan profesional dan jumlah anggota Polri perlu ditambah sesuai dengan jumlah penduduk dan luas wilayah. Demikian pula kesejahteraannya perlu ditingkatkan.

Page 8: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

AMANDEMEN UUD 1945

I. PENDAHULUAN

Kondisi kenegaraan yang tengah berada dalam ketidakpastian pada saat ini banyak memunculkan perdebatan dalam berbagai bidang. Salah satu hal yang banyak disoroti adalah masalah konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Terlihat bahwa banyak permasalahan mendasar yang harus diperbaiki dalam berbagai bidang, yang pada akhirnya bermuara pada satu permasalahan, yaitu ketidaksempurnaan UUD 1945.

Aspirasi untuk mengadakan perbaikan terhadap UUD 1945 ini terutama dilandasi oleh buruknya penyelenggaraan negara, terutama selama masa Orde Baru. Selain itu, secara substantif, UUD 1945 juga dianggap sebagai konstitusi yang tidak demokratis. Hal ini antara lain dapat dilihat dari fakta-fakta yang terjadi selama berlakunya UUD 1945, yang dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu (1) periode 1945-1949, (2) periode 1959-1966, dan (3)1966-1998. Muchsan mencatat bahwa pada periode pertama, yaitu awal berlakunya UUD 1945, perputaran roda pemerintah sangat bergantung kepada presiden, sedangkan lembaga-lembaga negara lain kurang berperan, karena semuanya dijadikan sebagai pembantu presiden. Dalam kurun waktu ini banyak permasalahan pemerintahan yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan UUD 1945. Kondisi ini kemudian mendorong dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X. Maklumat tersebut berisi perubahan kedudukan Komite Nasional Indonesia dari yang semula sebagai pembantu presiden menjadi lembaga legislatif yang sejajar dengan presiden, untuk kemudian Komite inilah yang mengusulkan perubahan sistem pemerintahan dari presidensil ke parlementer. Pada periode kedua, ketika UUD 1945 kembali diberlakukan melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang timbul kemudian adalah pemerintahan yang otoriter dengan konsep demokrasi terpimpin yang dijalankan oleh Presiden Soekarno. Sementara pada periode ketiga, yaitu pemerintahan di bawah rejim Orde Baru, sistem pemerintahan yang tercipta juga pemerintahan yang otoriter. Hal ini antara lain dapat terlihat dari dipinggirkannya demokrasi dengan menutup partisipasi politik rakyat serta banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa. Kondisi ini akhirnya menimbulkan banyaknya kebobrokan di sana-sini hingga akhirnya terakumulasi dan berakibat pada

Page 9: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

memburuknya kondisi kehidupan bernegara Indonesia secara keseluruhan sejak medio 1997.

Tidak sedikit konstribusi yang diberikan oleh UUD 1945 dalam menyebabkan kehancuran kondisi kehidupan bernegara Indonesia seperti sekarang ini, termasuk memburuknya iklim perekonomian dan menurunnya taraf hidup masyarakat. Terbukanya peluang untuk mengadakan penafsiran-penafsiran dan pelaksanaan dari pasal-pasal yang ada di dalam UUD 1945 merupakan salah satu bentuknya. Kondisi ini dapat dengan mudahnya digunakan oleh penguasa untuk kemudian memonopoli penafsirannya dalam upaya mempertahankan status quo. Melalui tindakan-tindakan penafsiran inilah kemudian timbul praktek penyelewengan kekuasaan (abuse of power) yang menjadi terlihat legal dan seringkali dibahasakan sebagai “konstitusional”.

Selain itu, UUD 1945 juga terlalu banyak memberikan kewenangan pengaturan lebih lanjut kepada undang-undang organik. Padahal banyak di antara pasal tersebut yang sifatnya krusial bagi kehidupan bernegara. Misalnya saja pasal-pasal mengenai hak asasi manusia, yang seharusnya dijamin dengan tegas dan jelas dalam konstitusi. Kondisi ini menyebabkan adanya celah-celah (loopholes) untuk menyelewengkan kekuasaan negara. Contohnya Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan diatur dengan UU. Dalam kenyataannya, penguasa pada rejim Orde Baru justru menetapkan hambatan-hambatan untuk berserikat dan mengemukakan pendapat, antara lain dengan UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1985 dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa, serta hambatan dalam mengemukakan pendapat yang bersifat kritik terhadap pemerintah melalui UU Anti Subversi.

Di lain pihak, harus diakui juga bahwa kehancuran kondisi negara pada saat ini bukan sepenuhnya kesalahan UUD 1945. Masih banyak faktor lainnya yang ikut andil dalam buruknya proses pemerintahan sehingga menyebabkan terjadinya kondisi tersebut. Faktor yang menyebabkan kehancuran kondisi Indonesia tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dalam hal ini yaitu perkembangan global politik dan ekonomi negara-negara lain di dunia. Dengan adanya hubungan internasional yang meluas dan apa yang disebut globalisasi, maka adanya perubahan kondisi suatu negara, terutama negara maju, sedikit banyak akan berpengaruh pada negara-negara lainnya. Apalagi Indonesia adalah negara berkembang yang

Page 10: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

masih banyak menggantungkan perdagangan dan teknologi kepada negara-negara maju. Sementara faktor internal yang dianggap turut andil dalam menyebabkan buruknya kondisi negara antara lain adalah buruknya penyelenggaraan negara yang terutama banyak dibayangi oleh “budaya-budaya” yang bersifat negatif seperti korupsi, kolusi, nepotisme, paternalistik, dan lain-lain.

Pendapat yang kontra terhadap diadakannya reformasi konstitusi banyak mendasarkan argumentasinya pada faktor yang kedua. Padahal perlu diingat bahwa lahirnya konstitusi serta konsep mengenai pemerintahan berdasarkan konstitusi (constitutional government), yang merupakan titik tolak lahirnya paham demokrasi konstitusional, timbul dari adanya asumsi mengenai potensi yang kuat dari penyelenggara negara untuk menyalahgunakan kekuasaannya. Paham demokrasi konstitusional ini muncul karena adanya kesadaran perlunya keberadaan jaminan bahwa penyelenggara negara dibatasi kekuasaannya dengan diimbangi oleh adanya parlemen dan lembaga-lembaga hukum. Gagasan bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi pernah dikemukakan antara lain oleh Lord Acton dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekat banyak kelemahan. Dalil dari Lord Acton yang kemudian menjadi terkenal adalah “Power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutly“.

Dengan pemikiran ini dan didukung oleh kenyataan historis yang telah diuraikan di atas, maka adanya perubahan terhadap konstitusi menjadi hal yang signifikan. Adanya akumulasi faktor-faktor eksternal dan internal lainnya yang turut menyebabkan buruknya kondisi bernegara memang tidak dapat dipungkiri. Namun demikian, perlu juga dilakukan tindakan-tindakan yang dapat meminimalisasikan pengaruh faktor-faktor tersebut, yaitu dengan meletakkan sistem yang lebih baik dalam konstitusi Indonesia.

Pada dasarnya terdapat dua hal utama yang melatarbelakangi studi ini. Pertama, UUD 1945 memiliki berbagai kelemahan yang akhirnya menimbulkan banyak permasalahan yang memberikan andil dalam kehancuran kondisi kehidupan bernegara.

Adnan Buyung Nasution mensistematisasikan kelemahan-kelemahan tersebut menjadi dua jenis, yaitu kelemahan konseptual dan kelemahan dari segi konstruksi hukumnya. Kelemahan dari segi konseptual di antaranya adalah konsep negara yang dipersepsikan oleh UUD 1945, yaitu konsep negara

Page 11: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

integralistik. Sementara kelemahan dari segi konstruksi hukumnya adalah kesederhanaan UUD 1945 yang hanya terdiri dari 37 pasal. Dengan adanya kesederhanaan ini, pelaksanaan dari UUD 1945 diatur lebih lanjut dengan undang-undang (UU). Kondisi ini membuka peluang akan terjadinya penyelewengan-penyelewengan oleh pembuat UU, sebagaimana yang terjadi selama ini. Kedua kelemahan ini merupakan suatu asumsi sementara terhadap

Kedua, sebagaimana banyak dinyatakan oleh para pakar hukum tata negara selama ini, para perumus UUD 1945 sendiri sebenarnya sudah menyadari bahwa UUD tersebut merupakan UUD sementara yang harus segera diselesaikan karena dorongan situasi strategis untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Soekarno sebagai Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, ketika membuka Sidang Pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Rapat Besar tanggal 18 Agustus 1945, menyatakan bahwa UUD 1945 adalah “UUD Kilat”. Pada waktu itu Soekarno mengatakan:

“… Tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa undang-undang dasar yang buat sekarang ini, adalah undang-undang dasar sementara. Kalau boleh saja memakai perkataan: ini adalah undang-undang dasar kilat. Nanti kalau kita telah bernegara di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali majelis perwakilan rakyat yang dapat membuat undang-undang dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna.”

Berkaitan dengan hal ini, perlu diketengahkan pendapat dari Harun Alrasid yang menyatakan bahwa UUD 1945 masih bersifat sementara, terutama dengan menghubungkannya dengan ketentuan yang tercantum dalam UUD 1945, yaitu:

1. MPR menetapkan undang-undang dasar dan garis-garis besar haluan negara (Pasal 3 UUD 1945).

2. Dalam enam bulan setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, majelis itu bersidang untuk menetapkan UUD (Aturan Tambahan, Butir 2).

Gagasan untuk lebih menyempurnakan konstitusi RI kembali dikemukakan belakangan ini oleh banyak pihak sebagai bagian dari upaya untuk membangun Indonesia baru yang demokratis. Keinginan ini bahkan telah diupayakan melalui diajukannya Rancangan Ketetapan MPR tentang Perubahan/Penyempurnaan UUD 1945 pada Sidang Istimewa MPR 1998, walaupun kemudian Rancangan ini ditolak. Oleh karena itu, diperlukan suatu telaah akademik yang bersifat

Page 12: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

obyektif agar upaya untuk mendesak perubahan UUD ‘45 memiliki argumentasi yang kuat. Melalui suatu studi analisis, kelemahan-kelemahan UUD’45 diidentifikasi dan kemudian direkomendasikan perubahan-perubahan yang harus dilakukan .

II. LATAR BELAKANG

Desakan untuk mengubah UUD 1945 semakin menguat selama masa kemelut politik dan krisis kepercayaan yang meledak karena dipicu oleh krisis moneter tahun 1997. Luas dan dalamnya krisis yang terjadi waktu itu telah lebih

menampakkan kelemahan sistemik UUD 1945 yang asli, yang telah menyebabkannya tidak mampu memberi jalan keluar mengatasi keadaan. Pada dasarnya, ketidakmampuan itu bukanlah sekedar karena kesalahan kebijakan

Pemerintah dan ketidakmampuan Presiden serta pejabat pemerintahan lainnya atau karena kurangnya oesemangat para penyelenggara negara waktu itu. Pemerintahan masa itu tidak mempunyai satu faktor penting untuk dapat mengatasi keadaan, yakni tidak adanya dukungan dan kepercayaan masyarakat luas.

Sistem MPR yang berlaku masa itu, di mana MPR adalah pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat, pemegang kekuasaan tertinggi dan Presiden sebagai pelaksana kekuasaan tertinggi di bawah dan bertanggung jawab kepada (untergerordnet) MPR, tidak memberikan pilihan lain kepada Presiden Suharto kecuali harus melakukan rekayasa untuk menguasai MPR. Sebab, bila MPR tidak dikuasai, pemerintahan akan labil. Sistem MPR hanya akan stabil, tetapi

sekaligus otoriter, hanya apabila ada satu partai politik yang menguasai MPR, seperti maksud pendirian PNI (bukan PNI 1926) sebagai Partai Pelopor, untuk menjadi satu-satunya partai di masa awal kemerdekaan4, atau bila hanya ada satu kekuatan politik dominan, seperti GOLKAR. Gagasan membentuk partai negara itu ditentang oleh Sekutu, yang baru memenangkan PD II, karena menilai bahwa gagasan itu berasal dari pemikiran facisme militer Jepang5.

Page 13: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

III. PENJELASAN

a. KELEBIHAN

Dikemukakan juga bahwa perdebatan fraksi-fraksi di PAH BP MPR diwarnai kepentingan partai politik yang bersifat nilai-nilai demokrasi yaitu sebagai upaya membangun sistem checks and balances di antara lembaga-lembaga negara dalam rangka lebih mengedepankan kedaulatan rakyat.

Singkatnya, selama pembicaraan perubahan UUD 1945 itu MPR telah dipenuhi kepentingan dan interes partai politik dalam bentuk kompetisi, bargaining dan kompromi politik. Hal ini, saya berpendapat mengapa konstitusi UUD 1945 sekarang ini berisi kelemahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan.

Kalau kita tinjau beberapa kelemahan dan ketidaksempurnaan konstitusi UUD 1945 di antaranya adalah kekaburan dan inkonsistensi yuridis dan teoritis dalam materi UUD 1945, kekacauan struktur dan sistematisasi pasal-pasal UUD 1945, ketidaklengkapan UUD 1945 dan pasal-pasal yang multiinterpretatif, dsb.

Saya berpendapat seharusnya konstitusi UUD 1945, sebagai hukum dasar atau basic law, bersifat lengkap dan sempurna sehingga menjadi living constitution atau konstitusi yang hidup untuk puluhan bahkan ratusan tahun ke depan.

Perlu diketahui akibat ketidaksempurnaan dan kelemahan UUD 1945 ini telah menimbulkan pengelompokan-pengelompokan dalam masyarakat. Satu kelompok menghendaki agar UUD 1945 dikembalikan lagi kepada yang asli. Sedangkan kelompok yang lain menghendaki diadakan lagi perubahan atau amandemen ke-5 UUD 1945, dan kelompok terakhir berpendapat tetap pada UUD 1945 sekarang ini.

Dalam hal ini, ketidaksempurnaan dan kekurangan UUD 1945 misalnya akibat adanya kompromi politik yang menjadikan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjadi lebih rendah dari DPR seperti tertera dalam rumusan Pasal 22D UUD 1945.

Kompromi politik terjadi sewaktu MPR membicarakan lembaga DPD pada 7 November 2001 dimana 190 anggota MPR mengeluarkan sikap politik tentang ketidaksetujuannya terhadap lembaga DPD dan memilih untuk tetap pada struktur ketatanegaraan berdasarkan negara kesatuan dengan sistem satu kamar atau uni-cameral. Jadi, ketidaksetujuan tersebut karena adanya kekhawatiran bahwa lembaga DPD itu akan menjadikan sistem federalisme.

Page 14: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

Pendapat politik anggota MPR itu kurang tepat karena banyak negara kesatuan di dunia mempunyai sistem dua kamar atau bi-cameral. Selanjutnya, konstitusi UUD 1945 mempunyai tendensi didominasi oleh kekuasaan legislatif atau legislative heavy. Hal ini nampak pada Pasal 13 ayat (3) dan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945. Wewenang Presiden yang dicampuri kekuasaan legislatif tersebut menggambarkan bahwa perubahan UUD 1945, dengan dominasi kekuasaan eksekutif atau executive heavy selama Orde Baru, tidak merupakan perubahan yang seimbang atau equilibrium berdasarkan checks and balances namun dominasi kekuasaan legislatif atau legislative heavy.

Dalam hal ini, terhadap Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 dapat dikemukakan dalam sistem presidensial, Presiden tidak mengambil keputusan terhadap hasil akhir legislasi (pembuatan undang-undang) sekalipun Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR atau DPD untuk sektor hubungan pusat daerah.

Lalu, Presiden berhak menolak rancangan undang-undang atau hak veto namun bobot keputusan parlemen yang menentukan validitasnya. Misalnya, dengan 2/3 dukungan suara di DPR atau 2/3 suara pada masing-masing kamar (DPR dan DPD) untuk menghasilkan rancangan undang-undang yang tidak dapat ditolak oleh Presiden.

Apakah tepat menamakan perubahan atau amandemen UUD 1945? Seperti diketahui dari 37 Pasal UUD 1945 yang lama ditambah empat Pasal Aturan Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan beserta Penjelasan Umum maupun Penjelasan Pasal demi Pasal UUD 1945 yang diputuskan Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 hanya ada 6 pasal (sekitar 16,21%) yang rumusannya sama dengan naskah UUD 1945 yang lama. Pasal-pasal itu adalah: Pasal 4, 10, 22, 25, dan 29. Sedangkan pasal-pasal yang diubah yakni 31 pasal (83,79%) ditambah pasal-pasal baru dengan sistem penomoran pasal lama ditambah huruf A, B, C atau D dan seterusnya dan ayat-ayat baru dalam pasal-pasal lama.

Juga perubahan sistem politik khususnya pelaksanaan kedaulatan dan perubahan institusi maupun komposisi lembaga perwakilan rakyat serta perubahan/ penghilangan institusi negara yang pernah ada (DPA) dan penambahan beberapa institusi baru seperti Dewan PerwakilanDaerah (DPD). Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial dan Dewan Pertimbangan Presiden.

Dengan pasal-pasal baru yang berjumlah 36 pasal atau 97,30% dari UUD 1945 yang asli dengan 37 Pasal tersebut patut dipersoalkan: apakah MPR telah

Page 15: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

mengganti konstitusi lama dengan UUD yang baru dan bukannya melakukan perubahan atau amandemen UUD 1945?

Selanjutnya, masalah inkonsistensi yang menyangkut bagian mana dari UUD 1945 yang tidak dapat diubah atau yang dapat diubah dengan persyaratan tertentu. Dalam UUD 1845 yang tidak dapat diubah adalah Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia vide Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 dengan akibat bahwa terhadap landasan dasar filosofis kehidupan bangsa dan negara yakni Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, secara teoritis, dapat diubah meskipun diperlukan persyaratan tertentu sesuai Pasal 37 ayat (1) sampai ayat (4) UUD 1945. Demikianlah beberapa alasan untuk amandemen ke-5 UUD 1945.

b. KEKURANGAN

Seperti pembicara lain, Ginandjar juga menyatakan berbagai kelemahan yang terkandung di dalam UUD 1945 setelah empat perubahan, misalnya tentang system politik, ekonomi, kekuasaan kehakiman dan pengawasan.

Berdasarkan kajian evaluasi akademik yang dilakukannya, Albert Hasibuan menyampaikan, secara garis besar setidaknya ada tiga aspek muncul sehingga dibutuhkan perubahan kembali.

Aspek itu adalah adanya kelemahan, kekurangan dan ketidaksempurnaan UUD 1945; kekeburan/inkonsistensi teori dari muatan UUD 1945; kekacauan struktur dari sistemasi pasal-pasal UUD 1945; dan ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasalnya yang multiinterpretatif yang menimbulkan instabilitas hukum dan politik.

Kenyataan sama disampaikan oleh Krisna Harahap, yang antara lain menggambarkan adanya kerancuan system perwakilan. “Tidak jelas apakah menganut system unikameral, bikameral atau multikameral.”

Sistem presidensial yang ingin diperluas, menurutnya juga menjadi kebablasan. Amandemen yang terjadi justru membuatnya kabur, misalnya terjadi “perenggutan” hak membentuk Undang-undang (UU) dari tangan presiden.

Walaupun demikian, Ketua Departemen HTN FH-USU, Armansyah, yang menyoroti perubahan ini dari perspektif pemerintah daerah, mengakui, adanya perubahan ini ? khususnya tentang pemerintahan daerah ? memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dirinya sendiri secara lebih luas.

Page 16: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Sebuah Amandemen

“Hanya, yang paling penting adalah bagiaman sikap kita, terutama elit-elit politik memahami bahwa kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, golongan dan kelompok,” ingatnya.

Albert Hasibuan menyatakan, salah satu sebab munculnya kelemahan dan kekurangan atas amandemen yang sudah dilakukan itu karena tidak adanya kerangka acuan.

“Salah satu sebabnya karena tidak adanya kerangka acuan atau naskah akademik yang dipersiapkan dengan matang oleh suatu komisi konsititusi yang independent dan terdiri dari para ahli konstitusi, ahli bidang lain dan wakil daerah,” urainya.

Untuk amandemen berikutnya, Kisna Harahap menyarankan agar tidak prinsip yang dibutuhkan harus dipegang dalam melakukan amandemen. Ketiganya ialah longevity, rigidity, dan moral content.

Longevity agar UUD itu dapat bertahan selama mungkin untuk kepentingan bangsa, rigidity dimaksudkan agar ia cukup tegar atas berbagai perubahan yang terjadi, dan muatan moral (moral content) mengharapkan agar yang diatur tidak sekadar struktur dasar pemerintahan, tetapi juga harus memperhatikan hak asasi manusia.

IV. PENUTUP

Demikianlah penjabaran dari amandemen UUD 45 yang telah dibahas, jelas bahwa adanya amandemen UUD 45 menghasilkan po dan kontra di kalangan masyarakat dan bejabat-bejabat tinggi negara. Bagi saya perubahan amandemen itu tidaklah berarti apabila para pejabat dan warga negara indonesia tidak menaati UUD 45, karena pada saat ini indonesia terguncang akan hausnya kekuasaan. Mereka membuat rakyat pusing dengan aturan-aturan dan janji-janji yang sering kita dengar di partai-partai, oleh karena itu saran saya dari pada berebut kekuasaan lebih baik ide-ide para calon presiden itu di kumpulkan dan sama-sama bersatu untuk membangun indonesia yang lebih baik lagi.