vi analisis ekspor kepiting indonesia 6.1 pengujian … · analisis pengaruh variabel bebas pada...

18
VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi yang disyaratkan, yakni uji asumsi normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan autokorelasi. Terpenuhinya uji asumsi-asumsi tersebut akan membuat penaksir kuadrat terkecil dalam kelas penaksir linier tak bias menghasilkan variabel penduga terbaik yang tidak bias atau disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Sebaliknya, jika ada setidaknya satu asumsi dalam model regresi yang tidak dapat dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model itu atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan itu akan diragukan. Secara umum, gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini telah memenuhi uji asumsi normalitas. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengujian Jarque Bera (Lampiran 3). Pada taraf nyata sepuluh persen diperoleh p-value sebesar 0,448810. Nilai yang diperoleh tersebut lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen atau 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas sudah terpenuhi. Pengujian asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah uji heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas ini dapat dilihat melalui gambar standardized residual graph (Lampiran 4). Berdasarkan grafik plot tersebut diketahui bahwa data tersebar di bawah dan di atas titik nol serta tidak menggambarkan pola tertentu. Selain itu, hasil output pada lampiran 2 menunjukkan bahwa nilai sum square residual pada weighted statistic (66,3769) lebih besar daripada pada unweighted statistic (59,12537) nya sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut terbebas dari heteroskedastisitas. Berikutnya adalah pengujian asumsi multikolinearitas. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas yang sempurna antar variabel independen pada model dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel independen pada model yang dibangun. Berdasarkan Lampiran 5 (Uji Klein), model dapat dinyatakan terbebas dari

Upload: dotruc

Post on 25-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

6.1 Pengujian Asumsi

Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang

disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi yang

disyaratkan, yakni uji asumsi normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan

autokorelasi. Terpenuhinya uji asumsi-asumsi tersebut akan membuat penaksir

kuadrat terkecil dalam kelas penaksir linier tak bias menghasilkan variabel penduga

terbaik yang tidak bias atau disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).

Sebaliknya, jika ada setidaknya satu asumsi dalam model regresi yang tidak dapat

dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model itu

atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan itu akan diragukan.

Secara umum, gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia yang

disusun dalam penelitian ini telah memenuhi uji asumsi normalitas. Hal ini

ditunjukkan oleh hasil pengujian Jarque Bera (Lampiran 3). Pada taraf nyata sepuluh

persen diperoleh p-value sebesar 0,448810. Nilai yang diperoleh tersebut lebih besar

dari taraf nyata sepuluh persen atau 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi

normalitas sudah terpenuhi.

Pengujian asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah uji

heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas ini dapat

dilihat melalui gambar standardized residual graph (Lampiran 4). Berdasarkan grafik

plot tersebut diketahui bahwa data tersebar di bawah dan di atas titik nol serta tidak

menggambarkan pola tertentu. Selain itu, hasil output pada lampiran 2 menunjukkan

bahwa nilai sum square residual pada weighted statistic (66,3769) lebih besar

daripada pada unweighted statistic (59,12537) nya sehingga dapat disimpulkan bahwa

data tersebut terbebas dari heteroskedastisitas.

Berikutnya adalah pengujian asumsi multikolinearitas. Untuk mengetahui ada

tidaknya multikolinieritas yang sempurna antar variabel independen pada model

dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel independen pada model yang dibangun.

Berdasarkan Lampiran 5 (Uji Klein), model dapat dinyatakan terbebas dari

multikolinearitas karena seluruh koefisien korelasi antar variabel tidak ada yang

melebihi koefisien determinasi (R-square) 0,968194. Hal ini juga didukung oleh uji

statistik t, F, dan p-value yang signifikan. Berdasarkan uji statistik-t dengan taraf

sepuluh persen, terdapat empat variabel bebas pada model tersebut yang dinyatakan

memiliki pengaruh signifikan yaitu variabel GDP per kapita negara tujuan ekspor,

harga kepiting Indonesia di negara tujuan, jarak Indonesia terhadap negara tujuan,

dan nilai tukar negara tujuan terhadap mata uang negara asal ekspor. Dengan

demikian, secara umum seluruh variabel yang digunakan di dalam model regresi

tersebut sudah memenuhi asumsi multikolinieritas.

Uji asumsi yang terakhir adalah uji yang mensyaratkan model terbebas dari

adanya autokorelasi. Untuk mendeteksi apakah model yang dibangun steril dari

masalah autokorelasi dapat diketahui dengan melakukan uji Durbin-Watson

(Lampiran 6).Setelah diuji dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson

diperoleh nilai DW sebesar 1,962349. Nilai tersebut terletak di antara nilai DU

(1,7683) dan 2 yang artinya masih berada di luar selang autokorelasi positif. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi pada model

tersebut.

Berdasarkan pengujian dari asumsi-asumsi yang telah dijelaskan di atas

tersebut maka regresi gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia sudah

memenuhi asumsi-asumsi dan dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan antara

aliran perdagangan kepiting Indonesia dengan GDP per kapita Indonesia (Yi), GDP

per kapita negara tujuan (Yj), jarak antara Indonesia dengan negara tujuan (Dij),

harga kepiting Indonesia di negara tujuan (Pij), dan nilai tukar mata uang negara

tujuan terhadap rupiah (ERij).

Berdasarkan Tabel 16 Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor

kepiting Indonesia yang (mean) rata-rata jumlah volume ekspornya tertinggi.

Sedangkan, Malaysia menjadi negara tujuan ekspor kepiting Indonesia yang memiliki

jumlah volume ekspor yang relatif paling stabil. Hal ini terlihat dari nilai standar

deviasi yang cukup kecil serta nilai mean, median maximum, dan minimumnya yang

tidak terlalu berfluktuasi dibandingkan ketujuh negara lainnya.

Tabel 16. Statistik Deskriptif Volume Ekspor Kepiting Indonesia

Negara Volume Ekspor (kg)

Standar Deviasi Mean Median Maximum Minimum

Amerika Serikat 918.071 4.487.609 4.705.189 5.910.090 2.746.089

Singapura 921.127 1.814.898 2.017.791 3.149.530 719.348

Malaysia 328.291 1.422.022 1.424.489 1.840.712 1.015.151

RRC 546.003 1.065.088 1.034.423 2.033.325 240.199

Jepang 175.293 173.088 112.533 579.899 11.856

Belanda 71.718 99.557 105.396 204.152 208

Korea 17.763 15.122 10.293 60.729 300

6.2 Pengaruh Variabel-variabel Ekonomi dan Non Ekonomi terhadap

Ekspor Kepiting Indonesia

Aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia pada penelitian ini dijelaskan

dengan menggunakan gravity model. Model ini digunakan untuk menganalisis

pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap ekspor kepiting Indonesia ke negara-

negara tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui model yang dibangun dapat

diketahui variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kepiting

Indonesia ke negara-negara tujuan. Hasil analisis pengaruh variabel-variabel ekonomi

dan non ekonomi terhadap ekspor kepiting Indonesia dengan metode fixed effect

secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2, dengan persamaan yang dapat

dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Ekspor Kepiting Indonesia

dengan Metode Fixed Effect

Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas

C -2,142126 -0,604037 0,5482

GDP per kapita Indonesia -0,317891 -0,440381 0,6613

GDP per kapita Negara Tujuan 0,421746 1,857473 0,0683

Nilai Tukar 0,970685 2,299674 0,0251

Harga Komoditas -1,107208 -7,632948 0,0000

Jarak 0,628985 3,918343 0,0002

R-squared 0,968194 F-statistik 160,5062

Adjusted R-squared 0,962162 Prob (F-statistik) 0,000000

Berdasarkan Tabel 17, diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

96,82 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 96,82 persen keragaman aliran

perdagangan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan dapat dijelaskan oleh

variasi variabel-variabel bebas dalam model. Sedangkan sebesar 3,18 persen sisa

keragaman aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat diterangkan oleh

faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model atau error.

Berdasarkan uji statistik-t pada taraf nyata sebesar sepuluh persen, terdapat

empat variabel bebas di dalam model tersebut yang berpengaruh nyata terhadap besar

kecilnya ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan ekspornya. Keempat

variabel tersebut adalah GDP per kapita negara tujuan (GDPj), harga kepiting

Indonesia di negara tujuan (Pj), Jarak antara Indonesia terhadap negara tujuan (Dij),

dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah (ERij). Sedangkan variabel

GDP per kapita negara Indonesia dan GDP per kapita negara tujuan tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor kepiting Indonesia.

Berdasarkan pengujian statistik-F model, nilai probability (F-statistik) pada

model ini juga lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen yang digunakan. Hal ini

mengindikasikan bahwa model dianggap mampu merepresentasikan permintaan

ekspor kepiting Indonesia di negara tujuan. Regresi yang dihasilkan menunjukkan

bahwa secara bersama-sama seluruh variabel bebas dalam model dapat menjelaskan

variasi perubahan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan ekspornya.

Analisis pengaruh variabel bebas pada hasil regresi gravity model terhadap ekspor

kepiting Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:

6.2.1 GDP per kapita Indonesia (Yi)

GDP atau produk domestik bruto merupakan pendapatan total dan

pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP menyatakan berapa

banyak uang yang mengalir mengelilingi aliran sirkuler perekonomian suatu negara

per unit waktu atau juga nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi

dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. GDP menggambarkan keadaan

perekonomian suatu negara. GDP adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian

pemerintah dan ekspor bersih. Sedangkan GDP per kapita menggambarkan tingkat

kesejahteraan serta kemampuan ekonomi rata-rata setiap penduduk di negara tersebut.

Apabila suatu negara memiliki tingkat GDP per kapita yang semakin besar, maka

kemampuan rata-rata penduduk negara tersebut dalam memproduksi barang dan

jasanya juga semakin besar. Selain itu, GDP per kapita juga menggambarkan

kemampuan (daya beli) rata-rata penduduk dalam menyerap barang-barang dari

dalam negeri maupun yang diperdagangkan di pasar internasional.

Pada penelitian kali ini, nilai probabilitas variabel GDP per kapita Indonesia

yang lebih besar dari taraf nyata sebesar sepuluh persen menunjukkan bahwa

parameter GDP per kapita Indonesia memiliki pengaruh yang tidak signifikan

terhadap aliran perdagangan kepiting Indonesia. Variabel GDP per kapita Indonesia

juga memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekspor kepiting Indonesia terlihat dari

nilai koefisien parameter yang besarnya -0,317891. Hal ini menunjukkan bahwa

apabila terjadi peningkatan GDP per kapita Indonesia sebesar satu persen maka akan

terjadi penurunan besarnya volume ekspor kepiting Indonesia sebesar 0,317891

persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus.

Pertumbuhan GDP per kapita Indonesia (pengekspor) merupakan salah satu

indikator bagi ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan. Meningkatnya GDP per

kapita Indonesia dapat diartikan sebagai peningkatan daya beli rata-rata masyarakat

Indonesia yang serta merta akan meningkatkan jumlah permintaan terhadap barang

dan jasa dalam negeri termasuk permintaan komoditas kepiting Indonesia.

Peningkatan konsumsi domestik akan mengurangi jumlah ekspor kepiting karena

pada dasarnya ekspor dilakukan ketika terjadi kelebihan produksi di tingkat domestik.

Produk kepiting Indonesia yang biasanya diperdagangkan ke luar negeri merupakan

produk dengan grade yang lebih tinggi dari yang umum diperdagangkan di pasar

domestik. Namun dengan meningkatnya daya beli masyarakat domestik, komoditas

kepiting dengan grade tinggi tersebut menjadi lebih terjangkau oleh konsumen lokal

sehingga permintaannya pun akan meningkat.

6.2.2 GDP per kapita Negara Tujuan (Yj)

GDP merupakan salah satu indikator ekonomi yang mampu menggambarkan

skala atau ukuran ekonomi suatu negara. Dalam hal perdagangan antar negara, ukuran

ekonomi negara importir akan menentukan besarnya jumlah komoditi ekspor yang

dapat dijual oleh negara eksportir. Variabel GDP per kapita negara tujuan mewakili

ukuran ekonomi serta daya beli masyarakat di negara tersebut. Semakin besar daya

beli dan ukuran ekonomi suatu negara tentu semakin besar pula permintaan pasar di

negara tersebut.

Gambar 3. Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan Ekspor Kepiting

Indonesia Tahun 2001-2010

Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa negara-negara tujuan ekspor kepiting

Indonesia cenderung mengalami peningkatan GDP per kapita setiap tahunnya. GDP

per kapita negara tujuan ekspor kepiting berpengaruh secara nyata dalam

mempengaruhi besar kecilnya volume ekspor kepiting Indonesia. Koefisien slope

pada variabel GDP per kapita negara tujuan yang bertanda positif, mengindikasikan

bahwa semakin meningkatnya GDP per kapita negara tujuan akan cenderung

memiliki jumlah impor kepiting yang semakin banyak. Sebaliknya, negara dengan

GDP per kapita yang lebih rendah memiliki jumlah impor kepiting yang lebih sedikit.

Nilai koefisien variabel GDP per kapita negara tujuan dari hasil analisis

regresi gravity model ekspor kepiting Indonesia adalah sebesar 0,421746. Hal ini

menunjukkan bahwa, jika secara kolektif GDP per kapita ketujuh negara tujuan

ekspor kepiting Indonesia meningkat sebesar satu persen maka ekspor kepiting

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

37068.3894

Singapura

Malaysia

China

Japan

Belanda

Korea

Indonesia ke negara-negara tujuan akan meningkat sebesar 0,42 persen dari jumlah

sebelumnya, ceteris paribus. Hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwa nilai

probabilitas variabel GDP per kapita negara tujuan masih lebih rendah dari taraf

nyata sebesar sepuluh persen sehingga faktor tersebut dapat dinyatakan sebagai faktor

yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kepiting Indonesia.

Tabel 18. Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan dan Volume Ekspor

Kepiting Indonesia Tahun 2001-2010

Negara

GDP Negara Tujuan (US$) Laju GDP per

kapita

(%/tahun)

Laju

Volume

Ekspor

(%/tahun)

Standar

Deviasi Mean Median Max Min

Amerika

Serikat 4.258 42.280 42.810 47.254 36.258 0,28 -0,12

Singapura 14.836 37.722 30.007 62.092 23.581 0,98 0,60

Malaysia 2.654 12.116 12.424 15.205 8.997 0,58 0,47

RRC 1.265 5.912 5.792 7.739 4.005 0,66 0,72

Jepang 2.838 31.080 32.119 34.009 26.425 0,27 -2,68

Belanda 5.897 33.230 31.214 40.371 25.729 0,48 9,27

Korea 4.542 23.124 23.611 29.998 17.697 0,59 4,23

Sumber : *www.indexmundi.com, **www.uncomtrade.com (diolah)

Berdasarkan Tabel 18, telihat bahwa pertumbuhan volume ekspor cenderung

meningkat ke negara-negara tujuan ekspor yang memiliki pertumbuhan GDP per

kapita yang relatif besar. Pada tabel tersebut juga terlihat bahwa dua negara yang

memiliki pertumbuhan GDP per kapita terendah yakni Amerika Serikat dan Jepang

memiliki pertumbuhan volume ekspor yang negatif. Hal ini sesuai dengan Lipsey et

al. (1995) yang menyatakan bahwa kenaikan pendapatan akan menaikkan pula

permintaan terhadap suatu barang atau jasa dan sebaliknya. Hal ini juga konsisten

dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2009) dan Widianingsih (2009) dalam

penelitiannya berturut-turut mengenai aliran perdagangan komoditas pisang dan biji

kakao. Pada studi yang dilakukan oleh keduanya variabel GDP memiliki pengaruh

positif terhadap volume ekspor komoditas tersebut. Kondisi demikian membuat

Indonesia sebagai negara pengekspor kepiting harus lebih giat memasarkan produk

kepiting Indonesia di negara yang memiliki pendapatan per kapita yang besar untuk

dijadikan negara tujuan ekspornya. Selain itu, Indonesia juga perlu melihat tren

pertumbuhan GDP per kapita pada negara-negara tujuannya karena tidak semua

negara tujuan memiliki kecenderungan GDP per kapita yang meningkat setiap

tahunnya.

6.2.3 Jarak Indonesia dengan Negara Tujuan (Dij)

Jarak akan mempengaruhi perdagangan bilateral antar dua negara atau

beberapa negara dalam bentuk penurunan perdagangan. Semakin jauh jarak yang

harus ditempuh akan semakin memperbesar biaya transportasi yang harus dikeluarkan

sehingga semakin rendah volume ekspor produknya (semakin rendah aliran

perdagangan). Pada dasarnya jarak antar negara relatif konstan sehingga pada

penelitian ini kedinamisan pengaruh variabel jarak akan diwakilkan oleh biaya

transportasi. Sebagai bentuk penyederhanaan, biaya transportasi yang dipergunakan

merupakan hasil dari perkalian antara jarak pelabuhan terbesar antar negara dengan

harga minyak dunia pada tahun tersebut.

Keberadaan biaya pengangkutan tidak merubah prinsip-prinsip dasar

keunggulan komparatif atau keunggulan perdagangan. Pada kondisi riil, biaya

transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi

asuransi, serta berbagai pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu

disimpan di suatu tempat sementara (transit). Selain itu, risiko penyusutan ataupun

rusaknya barang akan meningkat seiring dengan semakin jauhnya jarak yang harus

ditempuh. Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjelaskan mengapa sebagian besar

barang dan jasa yang ada di masing-masing negara tidak diperdagangkan secara

internasional (diekspor atau diimpor). Akan tetapi dewasa ini biaya dan teknologi

transportasi telah banyak berkembang berkat adanya berbagai metode pengangkutan

massal yang relatif murah seperti truk berukuran besar, fasilitas kontainer dan kapal-

kapal raksasa, serta pesawat berbadan lebar yang mampu menekan waktu dan biaya

transportasi. Perkembangan ini pula yang menyebabkan banyak komoditi yang

awalnya tidak dapat diperdagangkan secara internasional kini menjadi komoditi

perdagangan antar negara yang lazim.

Tabel 19. Statistik Deskriptif Jarak (Biaya Transportasi) Negara Tujuan Ekspor

Kepiting Indonesia

Negara Biaya Transportasi (US$)

Standar Deviasi Mean Median Maximum Minimum

Amerika Serikat 364540 795969 844567 1423653 356971

Singapura 26597 58075 61620 103871 26045

Malaysia 34604 75558 80171 135141 33886

RRC 112970 246668 261728 441185 110624

Jepang 146377 319613 339128 571654 143338

Belanda 393070 858264 910666 1535072 384908

Korea 128201 279925 297016 500669 125539

Sumber : www.searates.com, www.uncomtrade.com (diolah)

Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan ekspor

kepiting Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien variabel jarak antara Indonesia

dengan negara tujuan justru memiliki slope yang positif. Dengan demikian, apabila

jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor semakin jauh, maka volume

ekspor kepiting yang diperdagangkan akan semakin besar, ceteris paribus.

Nilai koefisien variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan adalah

sebesar 0,628985. Hal ini menunjukkan bahwa, jika jarak antara Indonesia dengan

salah satu negara tujuan ekspor kepiting Indonesia bertambah sebesar satu persen

maka ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan akan bertambah sebesar

0,628985 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus.

Variabel jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting

Indonesia signifikan dan berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik-t

dengan taraf sepuluh persen. Temuan ini inkonsisten baik dengan hipotesis maupun

studi yang dilakukan oleh Hadi (2009) dalam penelitiannya mengenai aliran

perdagangan mangga, Setyo (2009) dalam penelitiannya mengenai aliran

perdagangan komoditas pisang, dan Hadianto (2010) mengenai komoditi hasil hutan

bukan kayu. Ketiga penelitian tersebut menyatakan bahwa pertambahan jarak antara

Indonesia dengan negara tujuan akan cenderung mengurangi volume

perdagangannya. Perbedaan pada hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh fakta

bahwa sejauh ini negara-negara yang mengimpor kepiting Indonesia dalam jumlah

besar adalah negara yang terletak jauh dari Indonesia. Mengingat bahwa komoditas

yang diperdagangkan adalah komoditas segar, maka semakin segar produk tersebut

akan semakin diminati pula oleh para konsumen. Untuk memperoleh kesegaran yang

tinggi, produk harus dikirimkan secara cepat dan tentunya akan meningkatkan biaya

pengirimannya. Selain itu, kedekatan secara geografis suatu negara dengan Indonesia

juga dapat mengakibatkan jenis komoditas kepiting yang dapat diproduksi oleh

negara tersebut relatif sama dengan Indonesia. Akibatnya, alih-alih mengimpor

kepiting dari Indonesia, negara tersebut justru dapat menjadi pesaing Indonesia di

pasar ekspornya

6.2.4 Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan Terhadap Rupiah (ERij)

Kurs mata uang adalah nilai tukar atau harga dari mata uang suatu negara

dalam satuan mata uang negara lainnya. Dalam hal ini, kurs yang dimaksud adalah

nilai tukar dari mata uang negara-negara tujuan ekspor kepiting terhadap mata uang

domestik Indonesia yakni rupiah. Pada umumnya, kurs ditentukan oleh besar kecilnya

permintaan dan penawaran pasar dari mata uang tersebut. Keadaan perekonomian

Indonesia pada saat krisis moneter menyebabkan rupiah mengalami depresiasi

terhadap dollar AS yang sangat besar dan mengakibatkan anjloknya nilai mata uang

rupiah. Meskipun demikian, depresiasi rupiah tersebut justru memberikan keuntungan

bagi perkembangan volume ekspor Indonesia khususnya produk-produk pertanian.

Depresiasi menyebabkan harga produk yang dihasilkan dari dalam negeri menjadi

relatif lebih murah. Hal ini tentu saja mendorong negara-negara importir untuk

mengkonsumsi lebih banyak barang dari Indonesia, tak terkecuali kepiting, sehingga

volume ekspor kepiting akan cenderung meningkat.

Gambar 4. Perkembangan Nilai Tukar Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia

Terhadap Rupiah Tahun 2001-2010

Analisis regresi gravity model aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia

menunjukkan bahwa koefisien nilai tukar mata uang bernilai positif. Sesuai dengan

hipotesis yakni terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Amerika Serikat

Singapura

Malaysia

China

Jepang

Belanda

Korea Selatan

mengakibatkan harga ekspor kepiting di pasar internasional menjadi relatif lebih

murah, sehingga penduduk negara tujuan akan lebih banyak membeli kepiting dari

Indonesia. Variabel ini mempengaruhi besarnya volume ekspor kepiting Indonesia ke

negara-negara tujuan dengan nilai koefisien sebesar 0,970685. Nilai ini berarti bahwa

apabila terjadi pelemahan (depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara

tujuan sebesar satu persen, maka akan menyebabkan peningkatan ekspor kepiting

Indonesia ke negara tujuan sebesar 0,97 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris

paribus. Variabel nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah menjadi faktor

penting yang sangat mempengaruhi besarnya ekspor kepiting Indonesia karena

variabel ini memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen,

sehingga variabel nilai tukar negara tujuan ekspor kepiting terhadap rupiah tersebut

signifikan dan berbeda nyata dengan nol. Temuan ini konsisten dengan studi yang

dilakukan oleh Widianingsih (2009) dan Kartikasari (2008) masing masing mengenai

aliran perdagangan komoditi biji kakao dan anggrek.

Besarnya koefisien variabel nilai tukar merupakan gambaran bahwa pengaruh

dari nilai tukar sebagai faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia sangat

besar. Semakin menguatnya nilai tukar negara tujuan terhadap rupiah semakin besar

pula potensi negara tersebut dalam meningkatkan volume ekspor kepiting Indonesia.

Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa mata uang negara-negara tujuan ekspor

kepiting Indonesia cenderung mengalami apresiasi terhadap rupiah.

Tabel 20. Perkembangan Nilai Tukar dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun

2001-2010

Negara

Nilai Tukar (Importer’s Currency/Rp) Laju Nilai

Tukar

(%/tahun)

Laju

Volume

Ekspor

(%/tahun)

Standar

Deviasi Mean Median Max Min

Amerika

Serikat 584,3 9.446,3 9.266,9 10.428,8 8.592,8 -0,14 -0,12

Singapura 738,5 5.957,8 5.811,5 7.162,7 4.932,6 0,20 0,60

Malaysia 235,4 2.625,8 2.618,4 2.964,6 2.262,7 0,07 0,47

RRC 152,0 1.231,7 1.195,9 1.528,8 1.039,3 0,02 0,72

Jepang 12,6 87,1 83,7 111,4 74,2 -0,54 -2,68

Belanda 1.929,8 11.581,6 11.814,1 14.486,9 8.820,8 0,33 9,27

Korea 0,9 8,4 8,1 9,9 7,2 0,03 4,23

Sumber : www.oanda.com, www.uncomtrade.com (diolah)

Tabel 20 menunjukan bahwa negara yang memiliki rata-rata apresiasi

terhadap rupiah tertinggi selama tahun 2001 hingga tahun 2010 adalah Belanda yaitu

sebesar 0,33 persen dengan persentase pertumbuhan volume ekspornya yang juga

tertinggi di antara yang lainnya yakni mencapai 9,27% per tahun. Penurunan

pertumbuhan volume ekspor Amerika Serikat juga dapat dijelaskan pada variabel ini.

Depresiasi nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah menjadikan nilai riil

komoditas kepiting Indonesia lebih tinggi di Amerika Serikat sehingga mengurangi

pertumbuhan jumlah impor di negara tersebut. Tanda positif pada variabel nilai tukar

rupiah terhadap mata uang negara tujuan, mengindikasikan bahwa negara dengan

nilai tukar mata uang terhadap rupiah yang tinggi memiliki volume ekspor yang lebih

besar dibandingkan dengan negara-negara yang nilai tukar terhadap rupiahnya lebih

rendah.

6.2.5 Harga Kepiting Indonesia di Negara Tujuan (Pij)

Perdagangan internasional pada dasarnya terjadi karena adanya perbedaan

harga yang terbentuk pada masing-masing negara. Perbedaan harga ini disebabkan

salah satu negara lebih efisien dibandingkan negara lain dalam menghasilkan suatu

komoditi tertentu, sedangkan negara lain lebih efisien dalam menghasilkan komoditi

lainnya. Dengan demikian, masing-masing negara akan melakukan spesialisasi

terhadap salah satu komoditi yang mengandung keunggulan komparatif dan

mengekspor sebagian outputnya ke negara lain.

Perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antar dua negara pada

dasarnya mencerminkan keunggulan komparatif bagi masing-masing. Harga juga

yang menjadi pijakan setiap negara dalam melangsungkan hubungan dagang yang

saling menguntungkan. Harga relatif ekuilibrium setelah perdagangan berlangsung,

merupakan harga relatif bersama yang berlaku di negara pengekspor dan negara

pengimpor. Harga ini pula yang sekaligus akan menyeimbangkan hubungan dagang

di antara kedua negara tersebut. Tinggi rendahnya harga kepiting di pasar

internasional sangat dipengaruhi kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan

negara-negara yang melakukan perdagangan.

Teori permintaan ekspor menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat harga

yang terjadi pada transaksi perdagangan maka jumlah permintaan komoditi suatu

barang akan semakin menurun. Dari hasil estimasi model diketahui bahwa koefisien

dari variabel Px bernilai negatif sebesar -1,107208. Artinya, jika harga ekspor

kepiting meningkat sebesar satu persen akan menurunkan permintaan kepiting

Indonesia sebesar 1,11 persen, ceteris paribus.

Variabel harga kepiting Indonesia di negara tujuan signifikan dan berbeda

nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t dengan taraf nyata sepuluh

persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga berpengaruh signifikan terhadap

besar kecilnya volume ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan. Temuan

ini konsisten dengan studi yang dilakukan oleh Hadi (2009) dalam penelitiannya

mengenai aliran perdagangan komoditi pisang dan mangga.

Gambar 5. Perkembangan Harga Kepiting Indonesia di Negara Tujuan Tahun 2001-

2010

Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa perkembangan harga kepiting

Indonesia di negara-negara tujuan ekspor cenderung mengalami fluktuasi dengan

trend meningkat. Variabel harga kepiting Indonesia di negara tujuan memberikan

0

5

10

15

20

25

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Amerika Serikat

Singapura

Malaysia

China

Jepang

Belanda

Korea Selatan

pengaruh yang nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel tersebut menjadi

pertimbangan bagi negara pengimpor dalam menentukan volume kepiting yang akan

diimpor dari Indonesia. Jika harga kepiting Indonesia di negara tujuan tinggi, maka

volume kepiting yang diperdagangkan ke negara tersebut akan semakin kecil.

Harga kepiting Indonesia ditentukan oleh situasi penawaran dan permintaan di

pasar internasional. Harga menjadi murah pada saat persediaan besar dan mahal pada

saat persediaan rendah atau sedikit. Sesuai dengan hukum permintaan bahwa

konsumen cenderung menginginkan harga yang relatif lebih murah. Kenaikan harga

kepiting Indonesia merupakan kenaikan harga impor bagi negara tujuan ekspor. Hal

ini dapat menyebabkan berpalingnya negara pengimpor kepada produsen atau negara

lainnya yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau kepada produsen lain yang

memiliki harga ekspor yang sama, namun dengan kualitas kepiting yang lebih baik.

Harga merupakan cerminan dari tingkat efisiensi suatu produk. Agar harga

kepiting Indonesia tetap stabil tentunya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Harga yang terbentuk dipengaruhi oleh biaya-biaya yang dibebankan pada suatu

komoditi, seperti biaya produksi dan biaya pemasaran. Penekanan pada biaya

produksi dan biaya pemasaran diharapkan mampu menjaga harga kepiting untuk tetap

stabil sehingga tidak akan berdampak pada penurunan volume ekspor kepiting

Indonesia.

Tabel 21. Perkembangan Harga dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia pada Tahun

2001-2010

Negara

Harga di Negara Tujuan (US$/kg)

Laju Harga

(%/tahun)

Laju

Volume

Ekspor

(%/tahun)

Standar

Deviasi Mean Median Max Min

Amerika

Serikat 2,32 14,60 13,90 19,62 12,14 1,19 -0,12

Singapura 0,33 1,91 1,96 2,40 1,35 9,68 0,60

Malaysia 0,24 1,26 1,29 1,80 0,87 -33,98 0,47

RRC 1,52 1,55 1,44 5,30 0,23 6,98 0,72

Jepang 3,09 3,96 3,12 10,57 1,16 123,12 -2,68

Belanda 1,57 8,04 8,12 11,44 5,73 1,24 9,27

Korea 3,80 6,40 6,31 12,83 1,51 68,38 4,23

Sumber : www.uncomtrade.com (diolah)

Tabel 21 menunjukkan bahwa negara yang memiliki tingkat pertumbuhan

harga kepiting terendah dari tahun 2001 sampai tahun 2010 adalah Malaysia dengan

penurunan harga sebesar 33,98 persen setiap tahunnya. Pada variabel ini juga dapat

dijelaskan anjloknya rata-rata pertumbuhan ekspor kepiting ke negara Jepang. Seperti

terlihat pada Tabel 21, di antara ketujuh negara di atas, Jepang memiliki persentase

pertumbuhan harga yang paling tinggi dan sangat signifikan yakni mencapai 123,12

persen sehingga tingkat permintaannya terhadap komoditas kepiting Indonesia pun

berkurang secara drastis.

6.3 Potensi Perdagangan Kepiting Indonesia di Negara-negara Tujuan Ekspor

Untuk mempertajam analisis mengenai aliran perdagangan kepiting Indonesia,

langkah berikutnya adalah melakukan analisis potensi perdagangan. Dengan

membagi nilai prediksi perdagangan (P) dengan nilai aktual perdagangan (A) dari

estimasi gravity model dapat diketahui potensi perdagangan kepiting Indonesia di

negara-negara tujuannya. Apabila rasio antara nilai aktual perdagangan dengan nilai

prediksi perdagangannya lebih kecil dari 1 (A/P < 1), maka perdagangan yang

dilakukan dengan mitra dagang tersebut masih lebih kecil daripada potensi yang ada

di negara tersebut (undertrade). Sebaliknya jika rasio antara nilai aktual perdagangan

dengan nilai prediksi perdagangannya lebih besar dari 1 (A/P > 1), maka perdagangan

yang dilakukan dengan mitra dagang tersebut sudah melebihi potensi yang ada di

negara tersebut (overtrade).

Tabel 22. Potensi Perdagangan Bilateral Kepiting Indonesia

Negara Mitra

Dagang

Nilai

Aktual (A)

Nilai

Prediksi (P)

Potensi

Perdagangan

(PP)

Keterangan Implikasi

Amerika Serikat 15,0712 15,3470 0,98202906 Undertrade Potensial

Singapura 14,4869 14,6147 0,99125538 Undertrade Potensial

Malaysia 14,4257 14,5041 0,99459463 Overtrade

RRC 14,3550 13,6539 1,05134797 Overtrade

Jepang 9,3806 10,6825 0,87812684 Undertrade Potensial

Belanda 9,2794 11,0500 0,83976471 Undertrade Potensial

Korea Selatan 11,0144 9,7256 1,13249685 Overtrade

Berdasarkan hasil perhitungan nilai potensial perdagangan, maka implikasi

terhadap mitra dagang kepiting Indonesia dibagi menjadi dua kategori, yaitu mitra

dagang yang pasarnya berpotensi untuk dikembangkan di masa mendatang dan mitra

dagang yang telah melebihi potensi perdagangannya. Amerika Serikat, Singapura,

Jepang, dan Belanda merupakan negara mitra dagang komoditas kepiting Indonesia

yang masih berpotensi untuk ditambah volume ekspornya. Hal ini terlihat pada nilai

potensial perdagangan serta implikasinya pada tabel 22. Berdasarkan tabel tersebut,

Belanda adalah negara mitra dagang dengan potensi tertinggi karena memiliki nilai

potensial perdagangan terendah yakni sebesar 0,83976. Nilai tersebut menunjukkan

bahwa perdagangan komoditas kepiting dari Indonesia ke Belanda masih sebesar

83,98% dari keseluruhan potensi perdagangan. Sehingga masih terdapat 16,02%

peluang ekspor kepiting Indonesia ke Belanda yang dapat dioptimalkan oleh

Indonesia.

Meskipun terdapat empat negara yang masih potensial untuk ditingkatkan

ekspornya, nilai potensi perdagangan di keempat negara tersebut sudah mendekati

nilai impas (PP=1). Hal ini menyiratkan bahwa perdagangan di pasar komoditas

kepiting negara-negara tersebut sudah mendekati kejenuhan sehingga Indonesia perlu

mempersiapkan alternatif pasar yang baru. Sebagai salah satu negara produsen

kepiting segar terbesar, Indonesia harus segera melakukan penetrasi pasar ke negara-

negara lainnya. Investasi perlu dilakukan dalam bentuk promosi atau kampanye

mengenai berbagai kelebihan serta pentingnya mengkonsumsi produk kepiting

khususnya kepiting Indonesia di negara-negara yang konsumsi kepitingnya tergolong

rendah. Melalui kampanye tersebut diharapkan akan terbentuk suatu kebutuhan untuk

mengkonsumsi kepiting di benak para konsumen yang pada akhirnya meningkatkan

permintaan kepiting di negara-negara tersebut.