vol. 5 no. 2 issn 2087-4758 pertanggungjawaban …
TRANSCRIPT
1 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA TNI YANG
MELAKUKAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING
Afifuddin1
Yuzaili Zulwaqar Rasyid2
1Lecturer at Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh 2Student at Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh
Corresponding author: [email protected].
Abstract
Law Number 18 of 2013 on Prevention and Eradication of Forest Destruction, in
Article 82 Paragraph (1) states that "every individual who intentionally cuts down
trees in a forest area is illegally sentenced to a minimum of 1 (one) year and maximum
of 5 (five) years of sentences and a minimum fine of Rp. 500,000,000 (five hundred
million rupiah) and a maximum of Rp. 2,500,000,000 (two billion five hundred million
rupiah). Factors causing Illegal Logging committed by members of the Indonesian
National Army are economic factors, the need for log is very large and the lack of
planning and supervision of the forest. The application of a sanction that is
imprisonment for 1 (one) year and a criminal fine of Rp. 500,000,000 (five hundred
million rupiah). As for the prevention efforts in the form of preemptive, preventive, and
repressive efforts
Key words: Criminal responsibility, Army, Illegal logging.
I. PENDAHULUAN
Tindak pidana Illegal Logging merupakan salah satu kejahatan di bidang
kehutanan, yakni melakukan penebangan ilegal terhadap kayu-kayu di hutan-
hutan milik negara atau dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai pencurian
kayu. Pengakan Hukum terhadap tindak pidana bidang kehutanan sampai saat
ini belum berjalan efektif seperti yang diharapkan oleh masyarakat banyak. Di
sejumlah daerah di Indonesia dalam penyelesaian kasus pembalakan kayu
secara liar masih sering terjadi kolusi antara pengusaha dengan aparat hukum
dan aparat keamanan, sehingga penegakan hukum menjadi terhenti. Ironisnya
tidak sedikit aparat hukum yang justru menjadi backing terhadap sindikat dan
Vol. 5 No. 2
ISSN 2087-4758
Jurnal Hukum dan Keadilan
MEDIASI
2 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
kelompok kejahatan pembalakan kayu atau Illegal Logging tersebut, sehingga
semakin sulit diberantas.
Forum Konservasi Leuser (FKL) bersama Yayasan Hutan Alam dan
Lingkungan Aceh (HakA) yang melakukan monitoring di 12 kabupaten/kota di
Aceh yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), mencatat kerusakan
hutan, terdapat 1.528 kasus perambahan hutan terjadi dengan volume sekitar
7.421,3 meter kubik kayu selama Tahun 2017. Sedangkan pada Tahun 2016
lalu, aktivitas pembalakan hutan hanya 1.534 kasus dengan volume hanya 3.665
meter kubik kayu. Sementara laju kerusakan hutan pada periode Tahun 2017
mencapai 6.648 hektar, Tahun 2016 mencapai 10.351 hektare dan Tahun 2015
bahkan lebih luas lagi yakni mencapai 13.700 hektar.1
Padahal dalam konteks kebijakan penyelamatan hutan, Pemerintah Provinsi
Aceh telah memberlakukan jeda tebang (moratorium logging) yang
dicanangkan sejak 10 tahun yang lalu, namun kebijakan tersebut tidak dapat
menanggulangi aktivitas penebangan liar dengan baik. Bahkan makin liar,
karena lemahnya pengawasan dan banyaknya keterlibatan oknum-oknum
tertentu yang memiliki kekuatan di balik bisnis ini. Implikasi dari lemahnya
penegakan hukum, aktivitas Illegal Logging saat ini berjalan dengan semakin
terbuka dan transparan serta banyak pihak yang terlibat dan memperoleh
keuntungan dari aktifitas pencurian kayu, modus yang biasanya dilakukan
adalah dengan melibatkan banyak pihak dan secara sistematis dan terorganisir.
Pada umumnya, mereka yang berperan adalah buruh/penebang, pemodal
1 http://aceh.tribunnews.com/2018/02/12/dari-illegal-logging-hingga-perburuan-satwa.
3 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
(cukong), penyedia angkutan dan pengaman usaha (seringkali sebagai
pengaman usaha adalah dari kalangan birokrasi, aparat pemerintah, polisi dan
TNI).
Untuk mengatasi maraknya tindak pidana Illegal Logging pada jajaran aparat
penegak hukum baik penyidik Kepolisian maupun Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) yang lingkup tugasnya bertanggungjawab terhadap
pengurusan hutan, Kejaksaan maupun Hakim telah mempergunakan Undang-
Undang Nomor 41 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 tahun 2004 tentang Kehutanan sebagai instrumen hukum untuk
menanggulanggi tindak pidana Illegal Logging, meskipun secara limitatif undang-
undang tersebut tidak menyebutkan adanya istilah Illegal Logging. 2
Ketentuan pidana bagi pelaku tindak pidana Illegal Logging diatur dalam Pasal
82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan yang menegaskan bahwa orang perorangan yang
dengan sengaja melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak
sah dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta
rupiah).
Jika pelaku tindak pidana Illegal Logging tersebut berasal dari unsur militer
atau oknum anggota TNI, maka pelaku juga terjerat dengan Pasal 190 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer yang
2 Haryadi Kartodiharjo, 2003, Modus Operandi, scientific Evidence dan Legal Evidence dalam
kasus Illegal Logging, Mahkamah Agung RI, Jakarta hlm 2.
Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758
Jurnal Hukum dan Keadilan
MEDIASI
4 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
menegaskan bahwa apabila Pengadilan berpendapat bahwa Terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, Pengadilan menjatuhkan
pidana.
Namun fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa regulasi yang
berlapis tersebut masih belum mampu mengendalikan berbagai aktifitas
penebangan secara ilegal di Aceh. Karena memang pelaku tindak pidana Illegal
Logging tidak mengindahkan segala aturan hukum yang tidak mampu memberi
efek jera terhadap para pelaku penebangan liar. Para pelaku tindak pidana
Illegal Logging di Aceh meliputi berbagai kalangan termasuk oknum anggota
TNI. Salah satu kasus Illegal Logging yang melibatkan oknum anggota TNI
yang juga sebagai anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) di Koramil
01/Bandar, Kodim Aceh Tengah pada tahun 2017 yang mengambil kayu secara
ilegal di Desa Mangku Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah.
Berdasarkan uraian di atas, maka tertarik untuk dilakukan penelitian secara
ilmiah tentang pertanggungjawaban pidana terhadap anggota TNI yang
melakukan tindak pidana Illegal Logging di wilayah hukum Pengadilan Miiter I-
01 Banda Aceh. Adapun rumusan masalahnya adalah faktor penyebab terjadinya
tindak pidana Illegal Logging yang dilakukan oleh oknum anggota TNI, dan
pertanggungjawaban pidana terhadap oknum anggota TNI yang melakukan tindak
pidana Illegal Logging di wilayah hukum Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh.
5 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
II. METODE PENELITIAN
1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam bagian hukum pidana yang pembahasannya
dibatasi mengenai tindak pidana Illegal Logging yang dilakukan oleh oknum
anggota TNI.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Pertanggungjawabanpidana adalah suatu mekanisme untuk menentukan
apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas
suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.
b. Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan yang disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
c. Illegal Logging berarti kegiatan penebangan kayu yang tidak legal, tidak
sah, tidak remi, tidak menurut hukum, atau melanggar hukum.
d. Tentara Nasional Indonesia atau biasa disingkat TNI adalah nama sebuah
angkatan perang Indonesia yang bertugas mempertahankan, melindungi,
serta memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara.
3. Lokasi dan Populasi
a. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini adalah di wilayah hukum Pengadilan
Militer 1-01 Banda Aceh.
Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758
Jurnal Hukum dan Keadilan
MEDIASI
6 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
b. Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini terdiri dari responden yang
terlibat langsung dalam objek penelitian dan informan yang memberikan
informasi tentang objek yang akan diteliti.
4. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive
sampling yaitu dari keseluruhan populasi dipilih beberapa populasi yang dianggap
dapat mewakili keseluruhan populasi yang ada.
5. Cara Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dilakukan melalui metode penelitian
penelitian lapangan (field research), dan penelitian kepustakaan (library
research).
6. Pengolahan dan Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian baik data primer
maupun data sekunder selanjutnya dianaisis secara kualitatif dan disajikan
secara deskriptif, yaitu dengan memaparkan dan menjelaskan serta
menjawab permasalahan yang ada.3
III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas
culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas
3Amiruddin dan Asikin Zainal, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm. 153.
7 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan
dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian.
Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana
berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup
kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan
pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error)
baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) maupun kesesatan mengenai
hukumnya sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana
kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan4
Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang
bertujuan untuk untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat menyelesaikan
konflik yang ditimbulkan tindak pidana memulihkan keseimbangan
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat memasyarakatkan terpidana
dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan
membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan
kelalaian (culpa), Sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri
dari tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a. Kesengajaan yang bersifat tujuan
b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian
c. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan
4 Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, Hlm. 23
Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758
Jurnal Hukum dan Keadilan
MEDIASI
8 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu
kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya
dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya mengenai
kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan dapat
dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya.5
Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun
juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu
delik culpa, culpa itu merupakan delik semu (quasideliet) sehingga diadakan
pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik
kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tapi
yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri,
perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang
menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik
kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu
sendiri sudah diancam dengan pidana.6 Berdasarkan hal tersebut maka
pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas
tiga unsur, yaitu:
a. Kemampuan bertanggungjawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari
si pembuat.
b. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis pelaku
yang terkait dengan kelakuannya yaitu disengaja dan kurang hati-hati
atau lalai.
c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan
pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.
5 Moeljatno, 2003, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina
Aksara, Jakarta. hlm. 46 6 Ibid. hlm. 48
9 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
B. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Illegal Logging Yang
Dilakukan Oleh Oknum Anggota TNI
Hutan sebagai salah satu sumber daya alam hayati, di dalamnya hidup
beraneka ragam mahluk hidup yang banyak diantaranya memiliki nilai ekonomi
yang sangat tinggi. Oleh karena itu, hutan memiliki nilai penting bagi masyarakat
yang bermukim di sekitarnya, termasuk pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Sebagai sumber daya alam hayati, hutan dapat dikelola dan dimanfaatkan secara
lestari untuk menunjang program pembangunan berkelanjutan.
Namun demikian apabila sumber daya hutan dikelola dengan tidak
bijaksana, hutan dan keanekaragaman hayatinya akan punah. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan dengan beberapa responden dan informan menarik
pada satu kesimpulan yaitu praktek pengelolaan dan pemanfaatan hutan
merupakan penyebab utama terjadinya degradasi hutan. Pengelolaan dan
pemanfaatan hutan oleh masyarakat mengarah pada praktek-praktek Illegal
Logging dan perambahan pohon-pohon di areal hutan. Praktek-praktek Illegal
Logging yang demikian mencerminkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat
akan pentingnya memanfaatkan hutan dengan bijaksana.
Adapun Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Illegal Logging
Yang Dilakukan Oleh Oknum Anggota Tentara Nasional Indonesia Di
Wilayah Hukum Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh adalah sebagai berikut:7
7 M. Iqbal, Petugas bagian Penyelenggaraan Tugas Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya
Alam, Wawancara Tanggal 25 April 2018.
Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758
Jurnal Hukum dan Keadilan
MEDIASI
10 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
1. Memiliki Kekuasaan
Oknum TNI dapat menjadi salah satu pelaku utama dan terpenting dalam
kasus Illegal Logging. Karena mereka memiliki kekuasaan, sehingga
adanya kekuasaan yang disalahgunakan, mereka dapat menjadi pelaku
pembalakan liar karena merasa aman dalam menjalankan aksinya.
2. Faktor Ekonomi
Salah satu penyebab terjadinya kejahatan yaitu faktor ekonomi yang
merupakan fenomena sosial dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup, orang
yang kurang berkecukupan bisa saja melakukan kejahatan. Berdasarkan teori
sosialis yang menekankan bahwa kejahatan timbul disebabkan adanya tekanan
ekonomi yang tidak seimbang. Tekanan ekonomi yang menciptakan ruang
perbedaan antara si kaya dan si miskin, biaya kebutuhan hidup yang semakin
tinggi semakin membelit bagi yang kurang berkecukupan.
3. Kebutuhan Kayu Sangat Besar
Selain faktor ekonomi, faktor lingkungan juga merupakan faktor yang
menyebabkan terjadinya kejahatan Illegal Logging karena tingginya kebutuhan
akan kayu terhadap pembangunan baik, sementara jumlah kayu di hutan
produksi semakin berkurang dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, selain itu harga jual kayu yang sangat tinggi membuat tidak semua
orang mampu membelinya.
4. Besarnya animo masyarakat membuka lahan perkebunan di kawasan hutan
Salah satu faktor penyebab kejahatan Illegal Logging yaitu besarnya animo
masyarakat untuk membuka lahan perkebunan dikawasan hutan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa besarnya animo masyarakat untuk
11 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
mengembangkan tanaman perkebunan merupakan salah satu faktor
kejahatan Illegal Logging.
5. Lemahnya perencanaan dan pengawasan hutan
Jumlah pegawai yang menangani perencanaan dan pengawasan hutan
masih sangat minim. Kondisi ini sedikit banyak mempengaruhi kinerja
staf dan menyebabkan kurang optimalnya pekerjaan. Hal ini menjadi
salah satu faktor penyebab kejahatan terhadap hutan karena produktifitas
staf terhadap perencanaan dan pengawasan hutan memegang peranan
yang sangat penting. Karena kurangnya sumber daya manusia di Dinas
Kehutanan Banda Aceh yaitu kurangnya staf yang memiliki pengetahuan
dasar mengenai kehutanan.
C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Oknum Anggota TNI Yang
Melakukan Tindak Pidana Illegal Logging
Tanggungjawab yang berhubungan dengan aktivitas mengangkut,
menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara
bersama surat keterangan sahnya hasil hutan diatur dalam Pasal 83 Ayat
(1) Huruf b jo Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2013. Pasal 83 Ayat (1) Undang-Undang Ri No. 18
Tahun 2013 mengatur tanggung jawab pidana pelaku yang mengangkut,
menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara
bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf e dengan dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling
Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758
Jurnal Hukum dan Keadilan
MEDIASI
12 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Pada prinsipnya bahwa suatu pertanggungjawaban pidana harus
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kemampuan bertanggungjawab
Untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada: (a)
Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan
yang buruk; sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum; (faktor
akal dan (b) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut
keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. Pada kasus ini
terdakwa memiliki kemampuan untuk membeda-bedakan antara
perbuatan yang baik dan yang buruk; sesuai dengan hukum dan yang
melawan hukum dan kemampuan untuk menentukan kehendaknya
menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi hal
tersebut dibuktikan dengan dibenarkan oleh terdakwa seluruh keterangan
saksi ahli mengenai hal-hal yang dianggap melawan hukum.
Berdasarkan peta yang digambarkan oleh ahli diketahui bahwa lokasi
terdakwa memotong dan mengangkut kayu-kayu tersebut termasuk ke
dalam Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan dan
berdasarkan keputusan menteri lingkungan hidup dan kehutanan
republik Indonesia no. SK. 103/Men.LHK-II/2015 tentang Kawasan
Hutan Konservasi Wilayah Aceh, ternyata lokasi tersebut berada di
13 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan.8 Oleh
karena itu, setiap kegiatan penebangan ataupun pemanfaatan hasil hutan
berada di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan
oleh setiap orang tersebut adalah dilarang dan tidak mungkin
dikeluarkannya surat izin dalam bentuk apapun oleh petugas dari dinas
yang berwenang. Terdakwa menyadari bahwa apa yang dilakukannya
adalah perbuatan yang melanggar hukum karena membawa hasil hutan
tanpa disertakan surat izin.
2. Kesengajaan (dolus) & Kealpaan (culpa)
Kesengajaan itu secara alternatif dapat ditujukan kepada tiga elemen
perbuatan pidana sehingga terwujud kesengajaan terhadap perbuatan,
kesengajaan terhadap akibat dan kesengajaan terhadap hal ikhwal yang
menyertai perbuatan pidana. Teori kehandak menerangkan bahwa
sengaja adalah kehendak untuk membuat suatu perbuatan dan kehendak
untuk menimbulkan akibat dari perbuatn itu, dengan katta lain apabila
seseorang melakukan perbuatan tertentu, tentu saja melakukannya itu
hendak menimbulkan akibat tertentu pula, karena ia melakukan
perbuatan itu justru dapat dikatakan bahwa ia menghendaki akibatnaya,
ataupun hal ikhwal yang menyertai. Dalam kasus ini terdakwa dengan
sengaja melakukan perbuatan pidana yang dibuktikan dengan adanya
rencana untuk mengambil kayu yang telah di tebang di Kawasan
Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan. Meskipun dalam
8 Asril Siagian, Hakim Ketua Pengadilan Militer (Dilmil) I-01 Banda Aceh, Wawancara Tanggal
27 April 2018.
Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758
Jurnal Hukum dan Keadilan
MEDIASI
14 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
hal ini terdakwa melakukan kealpaan bahwa terdakwa beranggapan
kayu tersebut berasal dari kebun warga bukan dari hutan lindung tapi
kenyataannya kayu tersebut berasal dari hutan lindung, maka dengan
itu unsure kedua yaitu kesengajaan (dolus) & Kealpaan (culpa) telah
terpenuhi.9
3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan
pemaaf.
Terdapat 2 (dua) alasan penghapus pidana yaitu alasan tidak dapat
dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu,
dan alasan tidak dapat diprtanggungjawabkannya seseorang yang terletak
di luar orang itu. Ilmu pengetahuan hukum pidana juga mengadakan
pembedaan lain terhadap alasan penghapus pidana sejalan dengan
pembedaan antara dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya
pembuat. Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau
pembuatnya, maka dibedakan 2 (dua) jenis alasan penghapus pidana ,
yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf atau alasan penghapus
kesalahan.10
Berdasarkan hal tersebut terdakwa telah terbukti bersalah dan
selama pemeriksaan di persidangan majelis hakim tidak menemukan alasan
pemaaf maupun alas an pembenar yang dapat meniadakan sifat melawan
hukum dari perbuatan terdakwa, sehingga perbuatan terdakwa tersebut dapat
dipertanggungjawabkan sebagai subjek hukum pidana dan oleh karenanya
terdakwa harus dipidana maka sudah selayak dan seadilnya terdakwa
9 Reagen, Hakim Anggota II Pengadilan Militer (Dilmil) I-01 Banda Aceh, Wawancara Tanggal
25 April 2018. 10
Robinson Sidabutar, Oditur Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh, Wawancara Tanggal 30 April 2018.
15 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
dihukum setimpal dengan perbuatannya.Oleh karena tidak adanya alasan
yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf sehingga unsure
ketiga dalam kasus ini terpenuhi.
Adapun upaya-upaya atau tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak
kepolisian dalam rangka mengurangi dan mencegah terjadinya tindak pidana
Illegal Logging , antara lain:
1. Upaya Pre-emtif
Usaha-usaha yang dilakukan dalam pencegahan secara pre-emtif adalah
menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut
tertanam dalam diri seseorang. Sehingga meskipun ada kesempatan untuk
melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi tindak pidana. Upaya pencegahan
yang dilakukan pihak kepolisian untuk mengantisipasi kejahatan Illegal Logging
yaitu dengan melakukan peringatan kepada seluruh oknum TNI melalui Asisten
teritorial Kodam Iskandar Muda, agar tidak melakukan penyelewengan pada
tugas-tugasnya. Selain penyuluhan, upaya pencegahan yang dilakukan yaitu
memajang baliho-baliho yang bertuliskan penyelamatan terhadap hutan baik
disekitar hutan, jalan raya dan tempat-tempat umum11
.
2. Preventif
Upaya-upaya preventif yang merupakan tindak lanjut dari upaya Pre-
Emtif yang menekankan pada menghilangkan kesempatan untuk melakukan
kejahatan. Upaya penanggulangan secara preventif yang dilakukan oleh
anggota Polresta Banda Aeh yaitu dengan turut aktif dan tanggap dalam
11
Bukhari Isa, Staf Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh, Wawancara Tanggal
28 April 2018.
Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758
Jurnal Hukum dan Keadilan
MEDIASI
16 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
melakukan penyidikan terhadap penanganan kasus kejahatan kehutanan
dengan melakukan kerjasama dan meningkatkan koordinasi dengan personil
Polisi Hutan yang melakukan patroli rutin di kawasan hutan.
3. Upaya Represif
Penanggulangan kejahatan dengan upaya represif dimaksudkan untuk
menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta
memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang mereka
lakukan adalah perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat,
sehingga tidak lagi mengulanginya. Penanganan kejahatan Illegal Logging
dengan upaya represif yang dilakukan oleh kepolisian Aceh Besar yaitu
menindaki pelaku kejahatan yang terbukti melakukan kejahatan Illegal
Logging sesuai dengan peraturan dengan sanksi yang bisa menimbulkan efek
jera bagi pelakunya dan bisa menjadi ancaman bagi orang yang hendak
melakukan hal yang sama sehingga mengurungkan niatnya12
.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan, dalam Pasal Pasal 82 Ayat (1) disebutkan
bahwa: “setiap orang perorangan yang dengan sengaja melakukan
penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
12
M. Rizki, Penyidik Bagian Reskrimsus Polda Aceh, Wawancara Tanggal 29 April 2018.
17 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan
denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Faktor penyebab terjadinya tindak pidana Illegal Logging yang dilakukan
oleh anggota TNI yaitu faktor ekonomi, kebutuhan kayu sangat besar dan
lemahnya perencanaan serta pengawasan terhadap hutan. Penerapan pidana
penjara selama penjara selama 1 (satu) tahun dan pidana denda sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Adapun upaya penanggulangannya
berupa upaya preemtif, preventif, upaya represif.
B. Saran
Memperkuat koordinasi antar aparat penegak hukum dalam sistem
peradilan pidana. Koordinasi antar aparat penegak hukum memegang
peranan penting dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana
illegal logging yang dilakukan oleh oknum anggota TNI serta penerapan
pidana yang maksimal sehingga tidak ada oknum-oknum yang berani
berbuat praktik illegal logging.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Amiruddin dan Asikin Zainal, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Haryadi Kartodiharjo, 2003, Modus Operandi, scientific Evidence dan Legal
Evidence dalam kasus Illegal Logging, Mahkamah Agung RI, Jakarta.
Moeljatno, 2003, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum
Pidana, Bina Aksara, Jakarta.
Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758
Jurnal Hukum dan Keadilan
MEDIASI
18 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid
B. Peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang Kehutanan.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan
C. Internet
http://aceh.tribunnews.com/2018/02/12/dari-illegal-logging-hingga-perburuan-satwa