vol. 5 no. 2 issn 2087-4758 pertanggungjawaban …

18
1 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING Afifuddin 1 Yuzaili Zulwaqar Rasyid 2 1 Lecturer at Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh 2 Student at Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh Corresponding author: [email protected] . Abstract Law Number 18 of 2013 on Prevention and Eradication of Forest Destruction, in Article 82 Paragraph (1) states that "every individual who intentionally cuts down trees in a forest area is illegally sentenced to a minimum of 1 (one) year and maximum of 5 (five) years of sentences and a minimum fine of Rp. 500,000,000 (five hundred million rupiah) and a maximum of Rp. 2,500,000,000 (two billion five hundred million rupiah). Factors causing Illegal Logging committed by members of the Indonesian National Army are economic factors, the need for log is very large and the lack of planning and supervision of the forest. The application of a sanction that is imprisonment for 1 (one) year and a criminal fine of Rp. 500,000,000 (five hundred million rupiah). As for the prevention efforts in the form of preemptive, preventive, and repressive efforts Key words: Criminal responsibility, Army, Illegal logging. I. PENDAHULUAN Tindak pidana Illegal Logging merupakan salah satu kejahatan di bidang kehutanan, yakni melakukan penebangan ilegal terhadap kayu-kayu di hutan- hutan milik negara atau dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai pencurian kayu. Pengakan Hukum terhadap tindak pidana bidang kehutanan sampai saat ini belum berjalan efektif seperti yang diharapkan oleh masyarakat banyak. Di sejumlah daerah di Indonesia dalam penyelesaian kasus pembalakan kayu secara liar masih sering terjadi kolusi antara pengusaha dengan aparat hukum dan aparat keamanan, sehingga penegakan hukum menjadi terhenti. Ironisnya tidak sedikit aparat hukum yang justru menjadi backing terhadap sindikat dan Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Upload: others

Post on 26-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA TNI YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

Afifuddin1

Yuzaili Zulwaqar Rasyid2

1Lecturer at Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh 2Student at Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh

Corresponding author: [email protected].

Abstract

Law Number 18 of 2013 on Prevention and Eradication of Forest Destruction, in

Article 82 Paragraph (1) states that "every individual who intentionally cuts down

trees in a forest area is illegally sentenced to a minimum of 1 (one) year and maximum

of 5 (five) years of sentences and a minimum fine of Rp. 500,000,000 (five hundred

million rupiah) and a maximum of Rp. 2,500,000,000 (two billion five hundred million

rupiah). Factors causing Illegal Logging committed by members of the Indonesian

National Army are economic factors, the need for log is very large and the lack of

planning and supervision of the forest. The application of a sanction that is

imprisonment for 1 (one) year and a criminal fine of Rp. 500,000,000 (five hundred

million rupiah). As for the prevention efforts in the form of preemptive, preventive, and

repressive efforts

Key words: Criminal responsibility, Army, Illegal logging.

I. PENDAHULUAN

Tindak pidana Illegal Logging merupakan salah satu kejahatan di bidang

kehutanan, yakni melakukan penebangan ilegal terhadap kayu-kayu di hutan-

hutan milik negara atau dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai pencurian

kayu. Pengakan Hukum terhadap tindak pidana bidang kehutanan sampai saat

ini belum berjalan efektif seperti yang diharapkan oleh masyarakat banyak. Di

sejumlah daerah di Indonesia dalam penyelesaian kasus pembalakan kayu

secara liar masih sering terjadi kolusi antara pengusaha dengan aparat hukum

dan aparat keamanan, sehingga penegakan hukum menjadi terhenti. Ironisnya

tidak sedikit aparat hukum yang justru menjadi backing terhadap sindikat dan

Vol. 5 No. 2

ISSN 2087-4758

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

2 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

kelompok kejahatan pembalakan kayu atau Illegal Logging tersebut, sehingga

semakin sulit diberantas.

Forum Konservasi Leuser (FKL) bersama Yayasan Hutan Alam dan

Lingkungan Aceh (HakA) yang melakukan monitoring di 12 kabupaten/kota di

Aceh yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), mencatat kerusakan

hutan, terdapat 1.528 kasus perambahan hutan terjadi dengan volume sekitar

7.421,3 meter kubik kayu selama Tahun 2017. Sedangkan pada Tahun 2016

lalu, aktivitas pembalakan hutan hanya 1.534 kasus dengan volume hanya 3.665

meter kubik kayu. Sementara laju kerusakan hutan pada periode Tahun 2017

mencapai 6.648 hektar, Tahun 2016 mencapai 10.351 hektare dan Tahun 2015

bahkan lebih luas lagi yakni mencapai 13.700 hektar.1

Padahal dalam konteks kebijakan penyelamatan hutan, Pemerintah Provinsi

Aceh telah memberlakukan jeda tebang (moratorium logging) yang

dicanangkan sejak 10 tahun yang lalu, namun kebijakan tersebut tidak dapat

menanggulangi aktivitas penebangan liar dengan baik. Bahkan makin liar,

karena lemahnya pengawasan dan banyaknya keterlibatan oknum-oknum

tertentu yang memiliki kekuatan di balik bisnis ini. Implikasi dari lemahnya

penegakan hukum, aktivitas Illegal Logging saat ini berjalan dengan semakin

terbuka dan transparan serta banyak pihak yang terlibat dan memperoleh

keuntungan dari aktifitas pencurian kayu, modus yang biasanya dilakukan

adalah dengan melibatkan banyak pihak dan secara sistematis dan terorganisir.

Pada umumnya, mereka yang berperan adalah buruh/penebang, pemodal

1 http://aceh.tribunnews.com/2018/02/12/dari-illegal-logging-hingga-perburuan-satwa.

3 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

(cukong), penyedia angkutan dan pengaman usaha (seringkali sebagai

pengaman usaha adalah dari kalangan birokrasi, aparat pemerintah, polisi dan

TNI).

Untuk mengatasi maraknya tindak pidana Illegal Logging pada jajaran aparat

penegak hukum baik penyidik Kepolisian maupun Penyidik Pejabat Pegawai

Negeri Sipil (PPNS) yang lingkup tugasnya bertanggungjawab terhadap

pengurusan hutan, Kejaksaan maupun Hakim telah mempergunakan Undang-

Undang Nomor 41 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 19 tahun 2004 tentang Kehutanan sebagai instrumen hukum untuk

menanggulanggi tindak pidana Illegal Logging, meskipun secara limitatif undang-

undang tersebut tidak menyebutkan adanya istilah Illegal Logging. 2

Ketentuan pidana bagi pelaku tindak pidana Illegal Logging diatur dalam Pasal

82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan yang menegaskan bahwa orang perorangan yang

dengan sengaja melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak

sah dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5

(lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah) dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta

rupiah).

Jika pelaku tindak pidana Illegal Logging tersebut berasal dari unsur militer

atau oknum anggota TNI, maka pelaku juga terjerat dengan Pasal 190 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer yang

2 Haryadi Kartodiharjo, 2003, Modus Operandi, scientific Evidence dan Legal Evidence dalam

kasus Illegal Logging, Mahkamah Agung RI, Jakarta hlm 2.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

4 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

menegaskan bahwa apabila Pengadilan berpendapat bahwa Terdakwa bersalah

melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, Pengadilan menjatuhkan

pidana.

Namun fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa regulasi yang

berlapis tersebut masih belum mampu mengendalikan berbagai aktifitas

penebangan secara ilegal di Aceh. Karena memang pelaku tindak pidana Illegal

Logging tidak mengindahkan segala aturan hukum yang tidak mampu memberi

efek jera terhadap para pelaku penebangan liar. Para pelaku tindak pidana

Illegal Logging di Aceh meliputi berbagai kalangan termasuk oknum anggota

TNI. Salah satu kasus Illegal Logging yang melibatkan oknum anggota TNI

yang juga sebagai anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) di Koramil

01/Bandar, Kodim Aceh Tengah pada tahun 2017 yang mengambil kayu secara

ilegal di Desa Mangku Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah.

Berdasarkan uraian di atas, maka tertarik untuk dilakukan penelitian secara

ilmiah tentang pertanggungjawaban pidana terhadap anggota TNI yang

melakukan tindak pidana Illegal Logging di wilayah hukum Pengadilan Miiter I-

01 Banda Aceh. Adapun rumusan masalahnya adalah faktor penyebab terjadinya

tindak pidana Illegal Logging yang dilakukan oleh oknum anggota TNI, dan

pertanggungjawaban pidana terhadap oknum anggota TNI yang melakukan tindak

pidana Illegal Logging di wilayah hukum Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh.

5 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

II. METODE PENELITIAN

1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam bagian hukum pidana yang pembahasannya

dibatasi mengenai tindak pidana Illegal Logging yang dilakukan oleh oknum

anggota TNI.

2. Definisi Operasional Variabel

a. Pertanggungjawabanpidana adalah suatu mekanisme untuk menentukan

apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas

suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.

b. Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan yang disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

c. Illegal Logging berarti kegiatan penebangan kayu yang tidak legal, tidak

sah, tidak remi, tidak menurut hukum, atau melanggar hukum.

d. Tentara Nasional Indonesia atau biasa disingkat TNI adalah nama sebuah

angkatan perang Indonesia yang bertugas mempertahankan, melindungi,

serta memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara.

3. Lokasi dan Populasi

a. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah di wilayah hukum Pengadilan

Militer 1-01 Banda Aceh.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

6 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

b. Populasi

Adapun populasi dalam penelitian ini terdiri dari responden yang

terlibat langsung dalam objek penelitian dan informan yang memberikan

informasi tentang objek yang akan diteliti.

4. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive

sampling yaitu dari keseluruhan populasi dipilih beberapa populasi yang dianggap

dapat mewakili keseluruhan populasi yang ada.

5. Cara Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dilakukan melalui metode penelitian

penelitian lapangan (field research), dan penelitian kepustakaan (library

research).

6. Pengolahan dan Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian baik data primer

maupun data sekunder selanjutnya dianaisis secara kualitatif dan disajikan

secara deskriptif, yaitu dengan memaparkan dan menjelaskan serta

menjawab permasalahan yang ada.3

III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas

culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas

3Amiruddin dan Asikin Zainal, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hlm. 153.

7 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan

dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian.

Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana

berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup

kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan

pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error)

baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) maupun kesesatan mengenai

hukumnya sesuai dengan konsep alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana

kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan4

Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang

bertujuan untuk untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan

menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat menyelesaikan

konflik yang ditimbulkan tindak pidana memulihkan keseimbangan

mendatangkan rasa damai dalam masyarakat memasyarakatkan terpidana

dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan

membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan

kelalaian (culpa), Sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri

dari tiga macam, yaitu sebagai berikut:

a. Kesengajaan yang bersifat tujuan

b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian

c. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan

4 Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, Hlm. 23

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

8 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu

kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya

dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya mengenai

kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan dapat

dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya.5

Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun

juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu

delik culpa, culpa itu merupakan delik semu (quasideliet) sehingga diadakan

pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik

kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tapi

yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri,

perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang

menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik

kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu

sendiri sudah diancam dengan pidana.6 Berdasarkan hal tersebut maka

pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas

tiga unsur, yaitu:

a. Kemampuan bertanggungjawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari

si pembuat.

b. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis pelaku

yang terkait dengan kelakuannya yaitu disengaja dan kurang hati-hati

atau lalai.

c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan

pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat.

5 Moeljatno, 2003, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina

Aksara, Jakarta. hlm. 46 6 Ibid. hlm. 48

9 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

B. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Illegal Logging Yang

Dilakukan Oleh Oknum Anggota TNI

Hutan sebagai salah satu sumber daya alam hayati, di dalamnya hidup

beraneka ragam mahluk hidup yang banyak diantaranya memiliki nilai ekonomi

yang sangat tinggi. Oleh karena itu, hutan memiliki nilai penting bagi masyarakat

yang bermukim di sekitarnya, termasuk pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Sebagai sumber daya alam hayati, hutan dapat dikelola dan dimanfaatkan secara

lestari untuk menunjang program pembangunan berkelanjutan.

Namun demikian apabila sumber daya hutan dikelola dengan tidak

bijaksana, hutan dan keanekaragaman hayatinya akan punah. Berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan dengan beberapa responden dan informan menarik

pada satu kesimpulan yaitu praktek pengelolaan dan pemanfaatan hutan

merupakan penyebab utama terjadinya degradasi hutan. Pengelolaan dan

pemanfaatan hutan oleh masyarakat mengarah pada praktek-praktek Illegal

Logging dan perambahan pohon-pohon di areal hutan. Praktek-praktek Illegal

Logging yang demikian mencerminkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat

akan pentingnya memanfaatkan hutan dengan bijaksana.

Adapun Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Illegal Logging

Yang Dilakukan Oleh Oknum Anggota Tentara Nasional Indonesia Di

Wilayah Hukum Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh adalah sebagai berikut:7

7 M. Iqbal, Petugas bagian Penyelenggaraan Tugas Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya

Alam, Wawancara Tanggal 25 April 2018.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

10 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

1. Memiliki Kekuasaan

Oknum TNI dapat menjadi salah satu pelaku utama dan terpenting dalam

kasus Illegal Logging. Karena mereka memiliki kekuasaan, sehingga

adanya kekuasaan yang disalahgunakan, mereka dapat menjadi pelaku

pembalakan liar karena merasa aman dalam menjalankan aksinya.

2. Faktor Ekonomi

Salah satu penyebab terjadinya kejahatan yaitu faktor ekonomi yang

merupakan fenomena sosial dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup, orang

yang kurang berkecukupan bisa saja melakukan kejahatan. Berdasarkan teori

sosialis yang menekankan bahwa kejahatan timbul disebabkan adanya tekanan

ekonomi yang tidak seimbang. Tekanan ekonomi yang menciptakan ruang

perbedaan antara si kaya dan si miskin, biaya kebutuhan hidup yang semakin

tinggi semakin membelit bagi yang kurang berkecukupan.

3. Kebutuhan Kayu Sangat Besar

Selain faktor ekonomi, faktor lingkungan juga merupakan faktor yang

menyebabkan terjadinya kejahatan Illegal Logging karena tingginya kebutuhan

akan kayu terhadap pembangunan baik, sementara jumlah kayu di hutan

produksi semakin berkurang dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat, selain itu harga jual kayu yang sangat tinggi membuat tidak semua

orang mampu membelinya.

4. Besarnya animo masyarakat membuka lahan perkebunan di kawasan hutan

Salah satu faktor penyebab kejahatan Illegal Logging yaitu besarnya animo

masyarakat untuk membuka lahan perkebunan dikawasan hutan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa besarnya animo masyarakat untuk

11 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

mengembangkan tanaman perkebunan merupakan salah satu faktor

kejahatan Illegal Logging.

5. Lemahnya perencanaan dan pengawasan hutan

Jumlah pegawai yang menangani perencanaan dan pengawasan hutan

masih sangat minim. Kondisi ini sedikit banyak mempengaruhi kinerja

staf dan menyebabkan kurang optimalnya pekerjaan. Hal ini menjadi

salah satu faktor penyebab kejahatan terhadap hutan karena produktifitas

staf terhadap perencanaan dan pengawasan hutan memegang peranan

yang sangat penting. Karena kurangnya sumber daya manusia di Dinas

Kehutanan Banda Aceh yaitu kurangnya staf yang memiliki pengetahuan

dasar mengenai kehutanan.

C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Oknum Anggota TNI Yang

Melakukan Tindak Pidana Illegal Logging

Tanggungjawab yang berhubungan dengan aktivitas mengangkut,

menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara

bersama surat keterangan sahnya hasil hutan diatur dalam Pasal 83 Ayat

(1) Huruf b jo Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 18 Tahun 2013. Pasal 83 Ayat (1) Undang-Undang Ri No. 18

Tahun 2013 mengatur tanggung jawab pidana pelaku yang mengangkut,

menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara

bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 12 huruf e dengan dengan pidana penjara paling singkat 1

(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

12 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Pada prinsipnya bahwa suatu pertanggungjawaban pidana harus

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Kemampuan bertanggungjawab

Untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada: (a)

Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan

yang buruk; sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum; (faktor

akal dan (b) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut

keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. Pada kasus ini

terdakwa memiliki kemampuan untuk membeda-bedakan antara

perbuatan yang baik dan yang buruk; sesuai dengan hukum dan yang

melawan hukum dan kemampuan untuk menentukan kehendaknya

menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi hal

tersebut dibuktikan dengan dibenarkan oleh terdakwa seluruh keterangan

saksi ahli mengenai hal-hal yang dianggap melawan hukum.

Berdasarkan peta yang digambarkan oleh ahli diketahui bahwa lokasi

terdakwa memotong dan mengangkut kayu-kayu tersebut termasuk ke

dalam Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan dan

berdasarkan keputusan menteri lingkungan hidup dan kehutanan

republik Indonesia no. SK. 103/Men.LHK-II/2015 tentang Kawasan

Hutan Konservasi Wilayah Aceh, ternyata lokasi tersebut berada di

13 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan.8 Oleh

karena itu, setiap kegiatan penebangan ataupun pemanfaatan hasil hutan

berada di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan

oleh setiap orang tersebut adalah dilarang dan tidak mungkin

dikeluarkannya surat izin dalam bentuk apapun oleh petugas dari dinas

yang berwenang. Terdakwa menyadari bahwa apa yang dilakukannya

adalah perbuatan yang melanggar hukum karena membawa hasil hutan

tanpa disertakan surat izin.

2. Kesengajaan (dolus) & Kealpaan (culpa)

Kesengajaan itu secara alternatif dapat ditujukan kepada tiga elemen

perbuatan pidana sehingga terwujud kesengajaan terhadap perbuatan,

kesengajaan terhadap akibat dan kesengajaan terhadap hal ikhwal yang

menyertai perbuatan pidana. Teori kehandak menerangkan bahwa

sengaja adalah kehendak untuk membuat suatu perbuatan dan kehendak

untuk menimbulkan akibat dari perbuatn itu, dengan katta lain apabila

seseorang melakukan perbuatan tertentu, tentu saja melakukannya itu

hendak menimbulkan akibat tertentu pula, karena ia melakukan

perbuatan itu justru dapat dikatakan bahwa ia menghendaki akibatnaya,

ataupun hal ikhwal yang menyertai. Dalam kasus ini terdakwa dengan

sengaja melakukan perbuatan pidana yang dibuktikan dengan adanya

rencana untuk mengambil kayu yang telah di tebang di Kawasan

Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan. Meskipun dalam

8 Asril Siagian, Hakim Ketua Pengadilan Militer (Dilmil) I-01 Banda Aceh, Wawancara Tanggal

27 April 2018.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

14 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

hal ini terdakwa melakukan kealpaan bahwa terdakwa beranggapan

kayu tersebut berasal dari kebun warga bukan dari hutan lindung tapi

kenyataannya kayu tersebut berasal dari hutan lindung, maka dengan

itu unsure kedua yaitu kesengajaan (dolus) & Kealpaan (culpa) telah

terpenuhi.9

3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan

pemaaf.

Terdapat 2 (dua) alasan penghapus pidana yaitu alasan tidak dapat

dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu,

dan alasan tidak dapat diprtanggungjawabkannya seseorang yang terletak

di luar orang itu. Ilmu pengetahuan hukum pidana juga mengadakan

pembedaan lain terhadap alasan penghapus pidana sejalan dengan

pembedaan antara dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya

pembuat. Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau

pembuatnya, maka dibedakan 2 (dua) jenis alasan penghapus pidana ,

yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf atau alasan penghapus

kesalahan.10

Berdasarkan hal tersebut terdakwa telah terbukti bersalah dan

selama pemeriksaan di persidangan majelis hakim tidak menemukan alasan

pemaaf maupun alas an pembenar yang dapat meniadakan sifat melawan

hukum dari perbuatan terdakwa, sehingga perbuatan terdakwa tersebut dapat

dipertanggungjawabkan sebagai subjek hukum pidana dan oleh karenanya

terdakwa harus dipidana maka sudah selayak dan seadilnya terdakwa

9 Reagen, Hakim Anggota II Pengadilan Militer (Dilmil) I-01 Banda Aceh, Wawancara Tanggal

25 April 2018. 10

Robinson Sidabutar, Oditur Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh, Wawancara Tanggal 30 April 2018.

15 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

dihukum setimpal dengan perbuatannya.Oleh karena tidak adanya alasan

yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf sehingga unsure

ketiga dalam kasus ini terpenuhi.

Adapun upaya-upaya atau tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak

kepolisian dalam rangka mengurangi dan mencegah terjadinya tindak pidana

Illegal Logging , antara lain:

1. Upaya Pre-emtif

Usaha-usaha yang dilakukan dalam pencegahan secara pre-emtif adalah

menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut

tertanam dalam diri seseorang. Sehingga meskipun ada kesempatan untuk

melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi tindak pidana. Upaya pencegahan

yang dilakukan pihak kepolisian untuk mengantisipasi kejahatan Illegal Logging

yaitu dengan melakukan peringatan kepada seluruh oknum TNI melalui Asisten

teritorial Kodam Iskandar Muda, agar tidak melakukan penyelewengan pada

tugas-tugasnya. Selain penyuluhan, upaya pencegahan yang dilakukan yaitu

memajang baliho-baliho yang bertuliskan penyelamatan terhadap hutan baik

disekitar hutan, jalan raya dan tempat-tempat umum11

.

2. Preventif

Upaya-upaya preventif yang merupakan tindak lanjut dari upaya Pre-

Emtif yang menekankan pada menghilangkan kesempatan untuk melakukan

kejahatan. Upaya penanggulangan secara preventif yang dilakukan oleh

anggota Polresta Banda Aeh yaitu dengan turut aktif dan tanggap dalam

11

Bukhari Isa, Staf Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh, Wawancara Tanggal

28 April 2018.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

16 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

melakukan penyidikan terhadap penanganan kasus kejahatan kehutanan

dengan melakukan kerjasama dan meningkatkan koordinasi dengan personil

Polisi Hutan yang melakukan patroli rutin di kawasan hutan.

3. Upaya Represif

Penanggulangan kejahatan dengan upaya represif dimaksudkan untuk

menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta

memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang mereka

lakukan adalah perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat,

sehingga tidak lagi mengulanginya. Penanganan kejahatan Illegal Logging

dengan upaya represif yang dilakukan oleh kepolisian Aceh Besar yaitu

menindaki pelaku kejahatan yang terbukti melakukan kejahatan Illegal

Logging sesuai dengan peraturan dengan sanksi yang bisa menimbulkan efek

jera bagi pelakunya dan bisa menjadi ancaman bagi orang yang hendak

melakukan hal yang sama sehingga mengurungkan niatnya12

.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan, dalam Pasal Pasal 82 Ayat (1) disebutkan

bahwa: “setiap orang perorangan yang dengan sengaja melakukan

penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun

12

M. Rizki, Penyidik Bagian Reskrimsus Polda Aceh, Wawancara Tanggal 29 April 2018.

17 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan

denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Faktor penyebab terjadinya tindak pidana Illegal Logging yang dilakukan

oleh anggota TNI yaitu faktor ekonomi, kebutuhan kayu sangat besar dan

lemahnya perencanaan serta pengawasan terhadap hutan. Penerapan pidana

penjara selama penjara selama 1 (satu) tahun dan pidana denda sebesar Rp.

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Adapun upaya penanggulangannya

berupa upaya preemtif, preventif, upaya represif.

B. Saran

Memperkuat koordinasi antar aparat penegak hukum dalam sistem

peradilan pidana. Koordinasi antar aparat penegak hukum memegang

peranan penting dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana

illegal logging yang dilakukan oleh oknum anggota TNI serta penerapan

pidana yang maksimal sehingga tidak ada oknum-oknum yang berani

berbuat praktik illegal logging.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Amiruddin dan Asikin Zainal, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Haryadi Kartodiharjo, 2003, Modus Operandi, scientific Evidence dan Legal

Evidence dalam kasus Illegal Logging, Mahkamah Agung RI, Jakarta.

Moeljatno, 2003, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum

Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

18 Afifuddin & Yuzaili Zulwaqar Rasyid

B. Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 tentang Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Perusakan Hutan

C. Internet

http://aceh.tribunnews.com/2018/02/12/dari-illegal-logging-hingga-perburuan-satwa