volume 9 nomor 2 issn: 2089-306x juni 2019 issn: jurnal
TRANSCRIPT
Jurnal
Umi KaltumKiyanadhira Abghiazka A Wa Ode Zusnita
Ikram Nur Muharam Rais Fikri Fathin Muhammad Rizky R Zulfikar Fauzi
Imas Soemaryani Pristia Meisty Ayu Nuria Wa Ode Zusnita Muizu
Amelia R Alamanda
Volume 9 Nomor 2Juni 2019
I S S N : 2 0 8 9 - 3 0 6 X
IMPLEMENTASI SIX SIGMA DI PT POS INDONESIA
PROFIT-LOSS SHARING INSTRUMENTS AND ISLAMIC BANK PERFORMANCE: THE CASE OF INDONESIA
PENGARUH JOB BURNOUT TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK-BANK PEMERINTAH DI KOTA BANDUNG
ISLAMIC BANKS IN THE DIGITAL ERA : ISSUES AND CHALLENGE
PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS T E R H A D A P K I N E R J A P E R U S A H A A N MANUFAKTUR DI INDONESIA
e- I S S N : 2622 -7274
Divina Mahardika Dewi ISSUES AND CHALLENGES OF SHARIA AUDIT IN ISLAMIC BANKING
ANALYSIS OF MUSHARAKA MUTANAQISAH ACCOUNTINGTREATMENT ON GIRYA IB HASANAH PRODUCTS IN BANK BNI SYARIAH
Indira Fitri Afiyana
Siti Fazriah
Sarah Nur KarimahCupian
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA INDONESIA TERHADAP BANK SYARIAH DI UNITED KINGDOM (STUDI KASUS NOVEMBER 2018)
DITERBITKAN OLEH:
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAMFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Ni Gusti Ayu PutriArief Helmi
ZAKAT PRODUKTIF: REDISTRIBUSI KEKAYAAN UNTUK PEMBERDAYAAN
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
i
DAFTAR ISI
IMPLEMENTASI SIX SIGMA DI PT POS INDONESIA
Umi Kaltum, Kiyanadhira Abghiazka A, Wa Ode Zusnita
1
PROFIT-LOSS SHARING INSTRUMENTS AND ISLAMIC BANK
PERFORMANCE: THE CASE OF INDONESIA
Ikram Nur Muharam, Rais Fikri Fathin, Muhammad Rizky R, Zulfikar Fauzi
7
PENGARUH JOB BURNOUT TERHADAP KINERJA KARYAWAN
PADA BANK-BANK PEMERINTAH DI KOTA BANDUNG
Imas Soemaryani, Pristia Meisty Ayu Nuria, Wa Ode Zusnita Muizu
15
ISLAMIC BANKS IN THE DIGITAL ERA : ISSUES AND CHALLENGE
Indira Fitri Afiyana
21
PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS TERHADAP KINERJA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA
Amelia R Alamanda
36
ISSUES AND CHALLENGES OF SHARIA AUDIT IN ISLAMIC BANKING Divina Mahardika Dewi
53
ANALYSIS OF MUSHARAKA MUTANAQISAH ACCOUNTING TREATMENT ON GIRYA IB HASANAH PRODUCTS IN BANK BNI SYARIAH Siti Fazriah
66
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA INDONESIA TERHADAP BANK SYARIAH DI UNITED KINGDOM (STUDI KASUS NOVEMBER 2018) Sarah Nur Karimah, Cupian
81
ZAKAT PRODUKTIF: REDISTRIBUSI KEKAYAAN UNTUK PEMBERDAYAAN Ni Gusti Ayu Putri, Arief Helmi
92
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
1
IMPLEMENTASI SIX SIGMA DI PT POS INDONESIA
Umi Kaltum, Kiyanadhira Abghiazka Aryienno, dan Wa Ode Zusnita
Departemen Manajemen dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran
[email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan Six Sigma dalam mengurangi defect dan
waste pemrosesan kiriman produk prioritas di PT Pos. Penerapan Six Sigma di Kantor Pos
Bandung menggunakan pendekatan Define-Measure-Analyse-Improve-Control (DMAIC).
Penelitian ini dilakukan karena ditemukan cukup banyak keluhan pelanggan terkait
keterlambatan kiriman produk prioritas di Kantor Pos Bandung. Metode penelitian yang
digunakan adalah studi kasus. Pengumpulan data melalui observasi langsung dan wawancara
di bagian Pelayanan Kantor Pos Bandung. Penelitian ini menghasilkan dua penemuan: (i)
Proses pelaksanaan pengolahan kiriman prioritas di PT Pos Indonesia saat ini meliputi lima
tahap, yaitu collecting, processing), transporting, delivering, serta reporting; (ii) Melalui
penerapan Six Sigma, diketahui bahwa aspek keterlambatan menjadi Critical to Quality untuk
diperbaiki. Kinerja proses Kantor Pos Bandung saat ini adalah sebesar 2,05 sigma, di mana
seluruh kesalahan penyebab keterlambatan pengiriman berasal dari komponen SDM. Masalah-
masalah yang disebabkan human error dapat dicegah dengan dilakukannya pengecekan
berlapis oleh pegawai yang terlibat serta dukungan sarana prasarana yang mumpuni. Kinerja
fasilitas yang sudah ada pun sebaiknya ditingkatkan dengan peningkatan frekuensi
maintenance.
Kata Kunci: DMAIC, jasa, kualitas, Six Sigma
I. Pendahuluan
Industri pos merupakan bagian dari
industri kurir yang bertugas melakukan
penyampaian berita tertulis dari pengirim
kepada penerima dengan produk yang
disebut surat. Industri pos dianggap penting
bagi masyarakat dan pemerintahan pada saat
teknologi telekomunikasi belum
berkembang. Namun, dalam beberapa
dekade terakhir, teknologi berkembang pesat
sehingga komunikasi dapat dilakukan dengan
cepat, mudah, murah, dan real time.
Munculnya berbagai pilihan gadget seperti
telepon seluler dan komputer, telah
meningkatkan penggunaan internet secara
luas, sehingga surat sudah bukan pilihan
utama dalam berkomunikasi. Berdasarkan
data dari Universal Postal Union dalam
Laporan Tahunan PT Pos Indonesia tahun
2015, volume surat konvensional global
mengalami penurunan sebesar 57 miliar dari
tahun 2006 sampai tahun 2010. Selain itu,
hasil analisis International Post Corporation
menunjukan adanya kemungkinan yang
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
2
tinggi akan terjadinya penurunan volume
tersebut dalam 15 tahun yang akan datang.
Meski perkembangan teknologi
informasi memberikan hantaman keras pada
industri kurir dalam pengantaran surat,
namun di sisi lain teknologi juga
memunculkan peluang bagi industri kurir
untuk berkembang dengan pesatnya
perkembangan e-commerce di seluruh dunia
setiap tahunnya. Tren online shopping pun
berkembang luas dan sudah menjadi bagian
dari gaya hidup masyarakat modern. Menurut
Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet
Indonesia (APJII) pada tahun 2016 terdapat
132,7 juta orang telah terhubung ke internet.
Jumlah tersebut menunjukkan kenaikan
sebesar 51,8 persen dibandingkan jumlah
pengguna internet pada 2014 yang baru
sebesar 88 juta pengguna. Terlebih lagi,
menurut Center of Reform on Economics
(CORE) Indonesia, nilai transaksi e-
commerce Indonesia pada 2016 diperkirakan
mencapai US$24,6 miliar atau setara dengan
Rp319,8 triliun. Nilai tersebut diperkirakan
akan terus meningkat mengingat penetrasi
internet di Indonesia yang juga terus
berkembang karena peningkatan
infrastruktur dan kemudahan dalam
mendapatkan smartphone. Hal tersebut
merupakan potensi pasar yang besar bagi
bisnis e-commerce. Peningkatan jumlah
transaksi pada bisnis tersebut, khususnya
pada aktivitas online shopping, menjadi
lahan luas bagi bisnis kurir untuk terus
beroperasi meski dengan objek utama
pengiriman berupa barang, bukan lagi surat.
PT Pos Indonesia (Persero)
merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang berperan dalam layanan
kiriman pos di Indonesia. Pada tahun 1970
hingga 1980-an, Pos Indonesia mengalami
masa kejayaan dengan banyaknya
masyarakat yang menggunakan surat sebagai
media paling umum untuk komunikasi
tertulis. Namun, sejak tahun 2000-an,
penggunaan pesan singkat melalui telepon
seluler dan internet secara masif mulai
menggantikan peran surat pos individu.
Berdasarkan Laporan Tahunan PT Pos
Indonesia tahun 2015, kinerja usaha Pos
Indonesia menurun secara drastis mulai
tahun 2002, bahkan nyaris bangkrut pada
periode 2004-2008.
Pada tahun 2009, tekanan yang
diterima PT Pos Indonesia bertambah karena
hak monopoli yang pernah dimiliki pada
layanan pengiriman dokumen dan paket kecil
dicabut dengan diberlakukannya UU No. 38
tahun 2009. Peraturan tersebut menyatakan
bahwa baik BUMD, koperasi, maupun
swasta dapat menyelenggarakan layanan
kiriman surat, uang, maupun barang. Sejak
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
3
itu, PT Pos Indonesia berjuang semakin keras
untuk bersaing dengan penyedia jasa kurir
lainnya. Keadaan tersebut memaksa PT Pos
Indonesia untuk berbenah, hingga akhirnya
pada tahun 2013, usaha-usaha pembenahan
tersebut sudah memperlihatkan hasil positif.
Perusahaan menghasilkan pendapatan
mencapai lebih dari empat trilyun Rupiah
atau meningkat hampir tiga kali lipat dari
periode 2006-2007.
Layanan yang disediakan PT Pos
Indonesia untuk pengiriman surat dan paket
ke area domestik terdiri dari produk standar
dan prioritas. Produk prioritas domestik
terdiri dari Pos Express dan Pos Kilat Khusus
yang hanya memiliki perbedaan dari segi
tenggat kiriman atau Waktu Tempuh
Kiriman Pos (WTKP). Perbedaan layanan
prioritas dan layanan standar terletak pada
dua aspek: kecepatan pengiriman serta
keamanan kiriman. Selain penggunaan
sistem pelacakan status kiriman secara online
melalui Integrated Postal Operations System
(IPOS), pelanggan juga mendapatkan
Tanggungan Ganti Rugi (TGR) jika kiriman
prioritas terlambat atau tidak memenuhi
WTKP, rusak, maupun hilang.
Mengacu pada tabel 1.1, terlihat masih
banyaknya keluhan yang menunjukkan
ketidakpuasan konsumen. Oleh karena itu
diperlukan perbaikan proses pengolahan
kiriman pos untuk meminimumkan
kesalahan-kesalahan yang terjadi. Perbaikan
proses tidak dapat dilaksanakan hanya
dengan satu alat tertentu karena karakteristik
alur pemrosesan kiriman yang saling
berkaitan satu sama lain. Penyimpangan pada
satu proses akan memengaruhi kinerja proses
yang lain, sehingga diperlukan metode
pengendalian kualitas yang bersifat
komprehensif untuk mengakomodasi
kebutuhan perbaikan proses.
Salah satu metode pengendalian
kualitas yang bersifat komprehensif adalah
Six Sigma. Dengan menggunakan berbagai
macam tools sesuai karakteristik proses yang
akan diperbaiki, Six Sigma dirancang untuk
mengurangi cacat guna meningkatkan kinerja
proses hingga mencapai tingkat kecacatan
3,4 per satu juta peluang (kesempatan) guna
mengurangi biaya, menghemat waktu, serta
meningkatkan kepuasan pelanggan.
Tabel 1.1 Data Produksi dan Keluhan Pelanggan Kantor Pos Bandung 2016-2017
Pos Express Surat Kilat Khusus Paket Kilat Khusus
Bulan Perbuatan Jml
Keluhan Perbuatan
Jumlah
Keluhan Perbuatan
Jumlah
Keluhan
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
2
Juni 2016 12337 4 74835 16 4060 10
Juli 10342 0 56617 11 1646 3
Agustus 17921 2 73499 6 2601 11
September 13918 0 63629 3 2255 2
Oktober 12999 0 62890 3 2118 2
November 16263 7 55935 4 2134 5
Desember 15975 6 57826 15 2129 10
Januari 14631 6 48550 4 1911 10
Februari 16683 3 42326 5 6489 9
Maret 24801 7 42658 9 11191 9
April 17938 2 32840 10 9117 11
Mei 20107 6 31104 5 10894 9
Jumlah 193915 43 642709 91 56545 91
Sumber: Data Transaksi Harian Loket KPRK dan KPC, Buku Bantu Pengawasan Pengaduan &
Permintaan Informasi Kantor Pos Bandung (diolah)
Kajian Pustaka
Konsep Six Sigma
Heizer dan Render (2014)
menyebutkan, Six Sigma adalah sebuah
program untuk menghemat waktu,
meningkatkan kualitas, dan menurunkan
biaya. Definisi tersebut diperjelas oleh
Swink, Melnyk, Cooper, dan Hartley (2014)
yang menyatakan bahwa Six Sigma adalah
sebuah strategi manajemen untuk mencapai
peningkatan kualitas output proses dengan
mengidentifikasi serta menghilangkan
penyebab kecacatan dan variasi pada
berbagai proses. Goetsch dan Davis (2010)
menambahkan bahwa tujuan Six Sigma
adalah untuk meningkatkan kinerja proses
hingga mencapai tingkat kecacatan 3.4 per
satu juta kesempatan atau kurang. Jadi, Six
Sigma adalah program yang dirancang untuk
mengurangi cacat guna meningkatkan kinerja
proses hingga mencapai tingkat kecacatan
3.4 per satu juta atau kurang untuk
mengurangi biaya, menghemat waktu, serta
meningkatkan kepuasan pelanggan.
Pada perusahaan jasa, program Six Sigma
bertujuan untuk memahami bagaimana
kecacatan (defect) terjadi dan merancang
perbaikan proses untuk mengurangi
terjadinya defect sehingga dapat
memperbaiki pengalaman pelanggan secara
keseluruhan sehingga kepuasan pelanggan
pun meningkat (Antony, Antony, Kumar &
Cho, 2007). Mayoritas perusahaan jasa
beroperasi pada kualitas sigma antara 1,5 dan
3,0. Six Sigma dapat digunakan untuk
mengurangi cost of poor quality sehingga
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
2
perusahaan dapat mencapai proses
penyampaian layanan yang lebih konsisten
(Antony, Antony, Kumar & Cho, 2007).
Metode Six Sigma
Menurut Park (2003), terdapat dua
metode atau pendekatan yang umum
digunakan dalam aplikasi Six Sigma. 1)
Pendekatan DMAIC umum digunakan untuk
memperbaiki proses yang sudah dijalankan
namun masih kurang efektif dan efisien, 2)
pendekatan DFSS digunakan untuk
mendesain produk baru dengan kualitas Six
Sigma.
Design for Six Sigma (DFSS)
digunakan untuk mendesain atau mendesain
ulang sebuah produk atau jasa. Menurut
iSixSigma, berbeda dengan metode DMAIC,
tahapan DFSS tidak didefinisikan secara
universal. Banyak perusahaan yang
mendefinisikan DFSS secara berbeda dan
menerapkan versi DFSS yang sesuai dengan
kebutuhan maupun budaya mereka.
Beberapa metode yang digunakan dalam
DFSS di antaranya adalah Define-Measure-
Analyse-Design-Verify (DMADV) dan
Identify-Design-Optimise-Validate (IDOV).
Pendekatan yang diakui secara
universal sekaligus paling umum digunakan
dalam Six Sigma adalah pendekatan Define-
Measure-Analyze-Improve-Control
(DMAIC). SixSigma memaparkan bahwa
pendekatan DMAIC digunakan jika telah
terdapat produk, atau telah dijalankannya
proses, dalam perusahaan namun belum
memenuhi kebutuhan pelanggan atau tidak
bekerja dengan baik.
Proses yang dilewati dalam pendekatan
DMAIC terdiri dari lima tahap :
1. Define, yaitu mengidentifikasi
proses, produk atau bidang jasa yang
ditargetkan untuk diperbaiki
(Plonien, 2013). Pada penelitian ini,
tool yang digunakan adalah
identifikasi Critical to Quality
(CTQ) pelanggan.
2. Measure, yaitu melakukan
pengukuran kinerja proses yang
selama ini dijalankan. Tahap ini
dilakukan dengan mengukur tingkat
kecacatan atau pemborosan yang
terjadi. Pada penelitian ini, tahap
measure dilakukan melalui
pengukuran kapabilitas proses yang
diwakili oleh nilai DPMO dan nilai
sigma.
3. Analyse, yaitu menganalisis faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan (variasi) dengan
menggunakan data yang ada. Alat
analisis kunci pada tahap ini adalah
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
3
cause-and-effect-analysis atau
fishbone diagram, analisis regresi,
serta failure mode and effect analysis
(Trusko, Pexton, Harrington, &
Gupta dalam Plonien, 2013).
4. Improve, yaitu tahap dilakukannya
tindakan-tindakan untuk
memperbaiki akar penyebab
inefisiensi (Trusko, Pexton,
Harrington, & Gupta dalam Plonien,
2013). Penelitian ini menggunakan
FMEA untuk membantu
mengidentifikasi perbaikan untuk
setiap penyebab masalah.
5. Control, adalah pengendalian kinerja
proses yang baru agar peningkatan
kinerja yang telah dicapai tetap
terjaga. Kunci sukses proyek Six
Sigma adalah mempertahankan
berbagai peningkatan dan
memastikan masalah baru tidak
muncul; tahap control
menggabungkan validasi hasil dan
perbaikan solusi. Alat dan konsep
yang digunakan dalam tahap ini
mencakup control chart,
dokumentasi, pelatihan, komunikasi,
dan pengkajian bisnis (Trusko,
Pexton, Harrington, & Gupta dalam
Plonien, 2013).
2.
3.
4.
5. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
adalah studi kasus. Data yang dibutuhkan
dalam penelitian berasal dari internal
maupun eksternal perusahaan, di mana data-
data tersebut diperoleh melalui: 1) Studi
lapangan (field research) dilakukan untuk
memperoleh data primer. Dokumentasi
pemrosesan kiriman produk prioritas (Pos
Kilat Khusus dan Pos Express) diperoleh dari
observasi langsung di bagian Pelayanan
Kantor Pos Bandung. Pengolahan kiriman
lebih lanjut diketahui dengan observasi dan
wawancara ke bagian prioritas Mail
Processing Center (MPC) Bandung,
sementara pengelolaan keluhan pelanggan
diketahui melalui wawancara di bagian
Layanan Pelanggan (Customer Service)
Kantor Pos Bandung. 2) Studi pustaka
(library research) dilakukan melalui
pengkajian berbagai literatur dan data
sekunder. Informasi mengenai produk
prioritas diperoleh dari website resmi Pos
Indonesia (posindonesia.co.id) serta laporan
tahunannya. Prosedur pemrosesan kiriman
diperoleh dari Standard Operating
Procedure (SOP) pemrosesan kiriman
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
4
Kantor Pos Bandung, sementara data defect
(keterlambatan, kerusakan, maupun
kehilangan) kiriman diperoleh dari Buku
Bantu Pengawasan Pengaduan di bagian
pelayanan pelanggan Kantor Pos Bandung.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Proses Pengolahan Kiriman Prioritas di
PT Pos Indonesia
Rangkaian kegiatan pos terdiri dari
lima tahap, yaitu tahap pengumpulan
(collecting), pemrosesan (processing),
pengangkutan (transporting), penyampaian
(delivering), serta pelaporan (reporting).
Rangkaian kegiatan tersebut saling berkaitan
erat satu sama lain, di mana kesuksesan
maupun kegagalan yang terjadi pada satu
tahap akan sangat berpengaruh pada tahapan
pemrosesan selanjutnya. Di Kantor Pos
Bandung, aktivitas core business dilakukan
oleh bagian Pelayanan, di mana bagian
tersebut hanya melaksanakan tahapan
collecting dan processing sehingga analisis
dilakukan secara detail hanya pada dua
tahapan tersebut.
a. Tahap Pengumpulan (Collecting)
Tahap collecting berupa pelayanan
pelanggan yang menyerahkan
kiriman surat maupun paket di loket.
Terdapat loket yang berbeda untuk
pengiriman surat dan loket untuk
paket (kiriman ukuran besar atau
kiriman kecil dengan berat lebih dari
dua kilogram).
b. Tahap Pemrosesan (Processing)
Tahap processing dimulai saat
kiriman sudah diterima loket untuk
selanjutnya diproses di back office.
Pemrosesan dimulai dengan proses
sortir, yaitu pengklasifikasian setiap
item kiriman berdasarkan produk dan
alamat tujuan ke dalam rak. Kiriman
yang telah selesai disortir selanjutnya
akan dimasukkan ke dalam kantong
(bagging) sesuai sortiran. Setelah
semua kantong selesai ditutup, dibuat
daftar serah R-7 yang berisi informasi
kantor asal dan tujuan, angkutan,
moda, tanggal pengiriman, serta
daftar kantong, rekapitulasi jumlah
produk dan beratnya. Seluruh
kantong beserta R-7 diserahkan ke
bagian pos-pos, yaitu bagian
transportasi dari Mail Processing
Center (MPC) Bandung yang
menjemput kiriman ke Kantor Pos
Bandung untuk diproses lebih lanjut
di MPC.
c. Tahap Pengangkutan
(Transporting), Penyampaian
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
5
(Delivering), dan Pelaporan
(Reporting)
Setelah melalui pemrosesan lebih
lanjut di MPC, kiriman
didistribusikan ke kantor pos atau
Delivery Center (DC) tujuan yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia
melalui pihak angkutan, baik
menggunakan armada PT Pos
Indonesia sendiri maupun jasa pihak
ketiga yang telah bekerja sama
dengan perusahaan. Tahap inilah
yang disebut dengan tahap
transporting. Setelah kiriman sampai
ke kantor pos atau DC tujuan, bagian
antaran akan menyampaikan kiriman
ke alamat tujuan masing-masing
(delivering). Setelah kiriman sampai
ke penerima, selesailah pekerjaan PT
Pos Indonesia. Status kiriman dapat
dilacak ke website resmi pos dengan
memasukkan nomor resi kiriman;
inilah yang menjadi bagian akhir
layanan pos yaitu tahap reporting.
Penerapan Six Sigma pada Proses
Pengolahan Produk Prioritas
Penerapan Six Sigma dengan
pendekatan DMAIC di Kantor Pos Bandung
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Define
Tahap perumusan mengidentifikasi
Critical to Quality (CTQ) berupa
kesesuaian pelaksanaan pemrosesan
kiriman pos prioritas di Kantor Pos
Bandung dengan standar pemrosesan
kiriman prioritas yang telah ditetapkan
oleh PT Pos Indonesia. Dalam hal ini,
kesesuaian atau kualitas pengolahan
kiriman dinilai dari persentase
kesuksesan pengiriman (barang yang
diantar utuh, tepat waktu, dan tepat
sasaran).
Berdasarkan data keluhan pelanggan
Kantor Pos Bandung tahun 2016-2017,
diketahui bahwa hampir seluruh keluhan
pelanggan berasal dari keterlambatan
kiriman. Oleh karena itu, diambil sasaran
peningkatan proses berupa ketepatan
Standar Waktu Penyerahan (SWP)
kiriman, sementara keterlambatan
menjadi CTQ untuk diperbaiki dalam
penelitian dalam rangka peningkatan
kualitas proses.
b. Measure
Setelah CTQ diidentifikasi, penelitian
dilanjutkan dengan tahap pengukuran.
Kapabilitas proses saat ini diukur
mengacu pada data keluhan pelanggan
serta volume produksi kiriman prioritas.
Dengan asumsi bahwa semua keluhan
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
2
bersumber dari kesalahan pos, nilai sigma
dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Defect per Unit (DPU)
DPU = ๐ก๐๐ก๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ก๐๐
๐ก๐๐ก๐๐ ๐๐๐๐๐ข๐๐ ๐
Defect per Million Opportunities (DPMO)
DPMO = ๐ท๐๐
๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ก๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐ก๐๐ ๐ฅ 106
Kecacatan mengacu pada kiriman gagal,
dalam hal ini berupa keterlambatan
kiriman. Probabilitas kecacatan adalah
kecacatan yang mungkin teridentifikasi
oleh pelanggan, di mana pada kiriman
pos dapat terjadi kiriman terlambat,
rusak, atau hilang.
Berdasarkan perhitungan menggunakan
rumus, didapatkan nilai DPMO setiap
bulan sepanjang tahun 2016-2017 untuk
selanjutnya dikonversi menjadi nilai
sigma proses
.
c. Analyse
Tahap analisis mencari akar penyebab
masalah yang menyebabkan kecacatan
dalam pelaksanaan proses. Faktor-faktor
yang menjadi akar masalah tersebut
dituangkan dalam Fishbone Diagram
yang datanya diperoleh dari wawancara
dengan pegawai bagian pemrosesan.
Fishbone Diagram dibuat sebanyak dua
buah, meliputi bagan yang secara spesifik
menunjukkan penyebab terjadinya
keterlambatan kiriman sebagai CTQ serta
bagan yang memaparkan berbagai
penyebab kecacatan proses di Kantor Pos
Bandung secara keseluruhan.
Nilai DPMO rata-rata KPRK tahun 2016:
288,509*
Nilai sigma KPRK berdasarkan nilai
DPMO:
DPMO 288,509 terdekat dengan 291,160
= 2,05 sigma
*Nilai probabilitas kecacatan = 3 (kiriman terlambat, rusak,
atau hilang). Pembulatan tiga angka di belakang koma.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
1
Gambar 4.1 Fishbone Diagram Kecacatan Proses Kantor Pos Bandung
Berdasarkan analisis dengan Fishbone
Diagram, dapat disimpulkan bahwa seluruh
kesalahan penyebab keterlambatan
pengiriman berasal dari komponen SDM. Hal
ini dapat terjadi karena aktivitas di bagian
Pelayanan Kantor Pos Bandung sebagian
besarnya melibatkan tenaga manusia
sehingga terdapat banyak titik rawan
terjadinya human error. Sementara itu,
penyebab kecacatan terbanyak kedua setelah
manpower, yaitu pada komponen machine,
umumnya tidak berkaitan langsung dengan
keterlambatan pengiriman, namun lebih
banyak sebagai penghambat kinerja proses.
d. Improve
Tahap peningkatan menjabarkan
langkah-langkah pemecahan masalah
kecacatan pemrosesan kiriman. Tahap ini
menggunakan tool Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA) untuk
mengantisipasi faktor-faktor penyebab
berbagai hambatan sehingga perbaikan
CTQ dapat dicapai serta kualitas
pemrosesan kiriman meningkat.
Pada tahap pertama, yaitu tahap
collecting, petugas menerima kiriman
dari pelanggan. Terdapat tiga kesalahan
yang muncul pada tahap ini: barang lupa
ditarif volume, kodepos tertukar saat
entry, dan barang terlarang lolos kiriman
paket. Pada saat menerima barang
berukuran besar, petugas loket akan
mengukur volume (panjang, lebar, dan
tinggi) kiriman serta menimbang
beratnya. Penarifan volume berlaku jika
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
2
barang memiliki berat relatif lebih ringan
dibandingkan ukurannya yang besar
sehingga memakan tempat. Terkadang,
petugas loket lupa memberikan tarif
volume sehingga penarifan menjadi tidak
tepat dan dapat merugikan perusahaan
jika sering terjadi. Kesalahan ini dapat
diminimalisasi dengan saling
mengingatkan antarpetugas loket jika
terdapat kiriman berukuran besar.
Kesalahan kedua yang terkadang
dilakukan adalah kesalahan entry
kodepos. Terdapat ratusan kodepos untuk
seluruh wilayah Indonesia, yang meski
sudah tersedia dalam sistem, masih
terdapat ruang terjadinya kesalahan jika
petugas loket tidak hati-hati dalam meng-
entry kodepos daerah yang memiliki
nama yang mirip, misalnya kota Solo di
Jawa Tengah dan kabupaten Solok di
Sumatera Barat. Jarak kedua daerah
secara geografis relatif jauh sehingga
kesalahan entry kodepos dapat
menyebabkan penarifan yang berbeda
jauh dan dapat merugikan perusahaan
atau pelanggan. Akibat lebih fatal dapat
terjadi jika petugas sortir hanya
memperhatikan alamat kiriman pada resi,
bukannya pada fisik sehingga terjadilah
salah salur kiriman. Karena itu, petugas
sortir sebagai palang terakhir yang
memastikan ke mana kiriman akan
disalurkan harus menyortir kiriman
berdasarkan alamat pada fisik kiriman
untuk mengantisipasi adanya resi yang
salah.
Masalah ketiga yang dapat muncul di
loket adalah barang terlarang yang lolos
kirim. Terdapat beberapa jenis barang
yang dilarang pengirimannya melalui
pos, misalnya NAPZA, barang eksplosif,
barang mudah terbakar, senjata dan suku
cadangnya, zat korosif, binatang hidup,
bahan radioaktif, dan bahan biologis yang
mudah busuk dan mudah menularkan
penyakit. Pengiriman barang-barang
tersebut diantisipasi sejak awal dengan
ditampilkannya daftar barang-barang
terlarang di setiap loket serta konfirmasi
isi kiriman oleh petugas loket. Namun,
terkadang ada pihak-pihak tidak
bertanggung jawab yang nekat mengirim
barang-barang terlarang dengan cara
menipu pihak loket saat ditanyakan isi
kiriman. Oleh karena itu, pihak loket
biasa mengecek kiriman dengan
mengguncang-guncang packaging untuk
mengantisipasi kiriman berupa cairan
serta membongkar setiap kiriman ke luar
negeri. Setiap pelanggan yang
kirimannya dianggap mencurigakan
harus menandatangani risiko pengirim
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
3
sehingga keamanan isi kiriman sudah di
luar tanggung jawab perusahaan.
Pada tahap data entry di back office,
kesalahan yang dapat terjadi adalah
ketidakcocokan resi dengan fisik
kiriman, kesalahan entry berat kiriman,
double entry, serta komputer error.
Ketidakcocokan resi dengan fisik kiriman
dapat terjadi pada bagian kolektif karena
resi yang dihasilkan dari data entry tidak
langsung ditempel ke fisik kiriman,
namun di-entry dan dicetak terlebih
dahulu secara kolektif. Jika dilakukan
secara terburu-buru, resi yang
ditempelkan bisa tidak cocok dengan
kiriman. Kesalahan ini dapat berakibat
fatal karena jika tidak terdeteksi sejak
awal, dapat menyebabkan salah salur dan
kesalahan penempelan resi pada kiriman
yang lain. Kesalahan ini biasanya
terdeteksi oleh petugas sortir yang
ditekankan untuk lebih mengandalkan
alamat pada fisik kiriman daripada
melihat resi.
Kesalahan selanjutnya yang dapat
muncul adalah double entry kiriman,
yaitu memasukkan data kiriman yang
sama dua kali karena petugas lupa telah
memasukkan data sebelumnya. Hal ini
dapat merugikan petugas loket sendiri
karena bertambahnya data kiriman akan
menambah revenue yang seharusnya
diterima perusahaan. Selisih data revenue
dan actual revenue akan dibebankan ke
petugas yang memasukkan data. Oleh
karena itu, petugas loket biasa mengecek
kembali jumlah fisik kiriman dan jumlah
data kiriman di backsheet untuk
memastikan fisik dan data yang
dimasukkan ke dalam sistem berjumlah
sama.
Penyimpangan selanjutnya, yaitu
kesalahan entry berat kiriman, biasanya
terjadi jika petugas lupa memasukkan
angka nol, sehingga berat kiriman jauh
lebih ringan dari yang seharusnya. Hal ini
tentu berlanjut ke kesalahan penarifan
sehingga merugikan perusahaan.
Biasanya, kesalahan ini terdeteksi oleh
bagian stapling atau penyortiran yang
mencocokkan resi dengan fisik kiriman.
Sementara itu, masalah non human-error
berupa komputer hang dapat
memperlambat kinerja pemrosesan
terjadi karena masalah jaringan. Petugas
biasanya menunggu beberapa saat
sebelum menghubungi bagian teknologi
dan sarana agar dilakukan perbaikan
jaringan.
Pada bagian sortir, kesalahan yang dapat
terjadi adalah salah sortir, baik sortir
berdasarkan produk maupun tujuan.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
4
Kesalahan sortir produk, misalnya
produk Pos Express salah ditempatkan di
rak Pos Kilat Khusus, dapat
menyebabkan kiriman tidak
diprioritaskan seperti seharusnya
sehingga menyebabkan keterlambatan
pengiriman. Kesalahan ini dapat
teridentifikasi saat mencetak manifest
kirim, yaitu dengan mencocokkan jumlah
produk yang diterima loket dengan
jumlah produk yang diproses bagian
penutupan kiriman.
Di bagian akhir, yaitu pengantungan
(bagging), terdapat tiga kesalahan yang
dapat terjadi. Terkadang terdapat satu
kiriman yang berbeda tujuan di antara
tumpukan kiriman yang menuju suatu
alamat yang sama, misalnya surat ke
Semarang terselip di antara tumpukan
surat-surat yang ditujukan ke Surabaya.
Jika tidak terdeteksi, hal ini dapat
menyebabkan salah salur. Kesalahan ini
sebenarnya adalah kesalahan petugas
sortir, namun penentuan ketepatan
penyaluran ditentukan oleh petugas yang
menutup kiriman. Jika kiriman yang
terselip teridentifikasi, maka salah salur
dapat dicegah.
Selanjutnya, terdapat risiko kiriman
terlewat di-entry ke manifest kirim
karena terselip akibat banyaknya kiriman
dengan bentuk dan ukuran yang sama,
umumnya surat kolektif. Hal ini
sebenarnya tidak berakibat fatal karena
kiriman tetap dikirim, namun akan
merepotkan karena mempersulit
pelacakan kiriman. Kiriman baru akan
terdeteksi kembali saat diterima oleh
MPC.
Masalah terakhir yang dapat terjadi di
bagian tutupan adalah non human-error,
yaitu kegagalan pencetakan bukti serah
kantong kiriman (R-7) karena masalah
jaringan. Masalah ini diatasi dengan
menghubungi bagian teknologi dan
sarana, namun jika perbaikan
berlangsung lama maka dapat terlebih
dahulu dibuatkan R-7 manual. Hal ini
dapat memperlambat identifikasi kantong
terima di MPC karena data kantong tidak
terkoneksi secara elektronik ke dalam
sistem.
e. Control
Tahap pengendalian dilakukan untuk
mengevaluasi berbagai tindakan
perbaikan yang telah diterapkan sehingga
hasil perbaikan dapat diketahui dan
permasalahan yang muncul dalam
pelaksanaan perbaikan dapat
diidentifikasi dan ditindaklanjuti. Dalam
penelitian ini, tahap Control diasumsikan
berupa penghitungan ulang nilai sigma
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Email : [email protected]
Volume 9 Nomor 2 Juni 2019
ISSN: 2089-306X
e-ISSN : 2622-7274
5
yang akan dilakukan setelah tahap
Improve dilaksanakan. Penghitungan
ulang nilai sigma dilakukan kembali
dengan menggunakan rumus
penghitungan DPMO yang akan
dikonversi menjadi nilai sigma. Jumlah
keluhan pelanggan setelah pelaksanaan
tahap Improve selama jangka waktu
tertentu diasumsikan akan berkurang
sehingga menghasilkan nilai sigma yang
naik dan menunjukkan peningkatan
kualitas proses.
Simpulan
Pada akhir penelitian, diketahui bahwa
proses pelaksanaan pengolahan kiriman
prioritas di PT Pos Indonesia saat ini meliputi
lima tahap, yaitu pengumpulan (collecting),
pemrosesan (processing), pengangkutan
(transporting), penyampaian (delivering),
serta pelaporan (reporting). Dari penerapan
Six Sigma dengan pendekatan DMAIC,
diketahui bahwa aspek keterlambatan
menjadi Critical to Quality (CTQ) untuk
diperbaiki. Kinerja proses Kantor Pos
Bandung saat ini adalah sebesar 2,05 sigma,
di mana semua kesalahan penyebab
keterlambatan pengiriman berasal dari
komponen SDM. Masalah-masalah yang
disebabkan human error dapat dicegah
dengan dilakukannya pengecekan berlapis
oleh pegawai terlibat serta dukungan sarana
prasarana yang mumpuni. Kinerja fasilitas
yang sudah ada pun sebaiknya ditingkatkan
dengan peningkatan frekuensi maintenance
sarana prasarana.
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam
hal evaluasi masukan perbaikan yang
diberikan. Nilai RPN akhir hanya
berdasarkan perkiraan, bukan berdasarkan
kondisi nyata saat perbaikan yang diusulkan
tahap Improve diimplementasikan. Akan
lebih baik jika proyek Six Sigma benar-benar
dieksekusi perusahaan untuk kemudian
dilakukan pengukuran nilai RPN riil agar
mengetahui efektivitas usaha perbaikan yang
diajukan.
Daftar Pustaka
Antony, J., Antony F. J., Kumar, M., & Cho,
B. R. (2007). Six Sigma in Service
Organisations: Benefits, Challenges and
Difficulties, Common Myths, Empirical
Observations and Success Factors. The
International Journal of Quality &
Reliability Management. 24(3): 294-311.
DOI: 10.1108/02656710710730889
Goetsch, D. L. & Davis, S. B. (2010). Quality
Management for Organizational Excellence:
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
7
Profit-loss sharing instruments and Islamic bank performance: The case of Indonesia Ikram Nur Muharam*, Rais Fikri Fathin*, Muhammad Rizky Ramdhani*, Zulfikar Fauzi* *Faculty of Economics and Business, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia.
Abstract: This study aims to examine the influence and relationship between total funding of profit-loss sharing instruments (PLS) and the performance of Islamic banking (ROE) in Indonesia. This study uses regression analysis. Based on the results, it is known that there is a positive and significant influence from PLS on ROE. Furthermore, the results reveal different directions of relationship between PLS and ROE in two banks used as samples. Keywords: Profit-loss Sharing, Musharaka, Mudharaba, Return on Equity
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
8
Introduction The progress of Islamic banking in Indonesia began with the launch of Bank Muamalat Indonesia as the first commercial bank to carry out its business activities with the concept of profit sharing. The use of the term "profit-sharing" refers to the points in Law number 7 of 1992. The law does not yet include the understanding of Islamic banks, and only provides information that banks can provide services based on profit sharing principles. In the absence of the articles in the Act that regulate Islamic banks, until 1998, there were no operational provisions specifically regulating the business activities of Islamic banks. In 1998, the Act was amended to become Law No.10 of 1998. Law No.10 of 1998 regulates the development of bank activities based on Sharia principles. In this law, the regulations for implementing financing based on the Sharia system are more emphasized and expanded. With this law, the position of Sharia banks in Indonesia is legally strong. It also says that conventional banks are allowed to open Sharia-based units. Then in 2008, law No.21 of 2008 concerning Islamic banking was passed, which regulation is still in use today.
Interestingly, the term used in the initial version of the law, namely "profit-sharing," is actually an ideal concept in describing the Islamic financial system. In this case, the performance of Sharia banking should not only be
measured by profitability but must also be of their commitment to carrying out Sharia principles and helping others. One of them can be seen from how much Islamic banks provide financing using mudharaba & musharaka profit-sharing schemes. Hameed et al. (2010) suggested that the performance of Islamic banking can be measured by its social performance.
However, keep in mind, although Islam prioritizes social values, Islam also does not rule out the side of profitability in the process of transactions or services, it is listed in the verses of the Qur'an "โฆDo not eat up your property among yourselves falsely (unjustly) except that it be trading by your mutual consentโฆ." (An-Nisa: 29).
To provide an overview of the relationship between social roles and business success, this paper aims to examine the influence and relationship between profit-loss sharing instruments and the performance of Islamic banking. Different from previous studies that discuss the comparison of Islamic and conventional banking performance (see Jaffar & Manarvi, 2011; Usman & Khan, 2012), this paper is more specific by only trying to see whether the increasing use of profit-loss sharing instruments will also improve the performance of Islamic banking. Literature Review Sharia Compliance of Financing In Islam, finance is an institutional aspect of economic activity (Asutay,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
9
2007). To be compatible with Sharia, all transactions in Islamic economics must meet all aspects of Sharia, both in terms of form, legality, and substance (ISRA, 2012). The emphasis on substance becomes very important because Islamic financial transactions should reflect Islamic values (El-Gamal, 2006). Islamic finance ideally also provides social functions in its implementation. At present, unfortunately, Islamic finance practitioners are more focused on increasing profits and seem to ignore the social aspects. In a business context, this can be considered reasonable because banks are profit-oriented institutions that aim to maximize shareholder wealth.
Fulfilment of the legal, form, and substance of Sharia mean that these products have to avoid the main prohibitions and follow Islamic business ethics. The main prohibitions are riba, gharar and maisir, then the Islamic business ethics consists of justice and fair commerce, fulfilling the contracts and paying liabilities, free market and fair pricing, mutual cooperation, and removal of hardship and freedom from detriment (Ayub, 2007). The most important concepts are the prohibition of riba and gharar. Riba is usually defined as growth or interest; however, it should be looked at more than interest (Thomas, 2006), and therefore, Salleh et al. (2011) associates it with the guarantee of property right and social morality. Then gharar refers to uncertainty or lack of clarity (Ayub, 2007: 57).
However, it should be noted that not all kinds of uncertainty are avoidable; thus, what is prohibited is excessive uncertainty.
There are different types of legal form in Islamic products. Generally it can be classified as follows (Nawawi, 2009; Ahmed, 2011): (i) Murabaha, this is a sale with clearly defined purchasing price and profit margin; (ii) Musharaka, this is a partnership contract, in which each party contributes capital and labour or the management; (iii) Mudharaba, it also partnership contract, but each partner has a different role. One will be the capital owner or financier and the other one as the manager; (iv) Ijarah, it is leasing or hire contract; (v) Salam, in which the buyer pay on the spot but the sale's object delivered at a future date; (vi) Istisna, in this contract the object delivered upon completion of the project. Usually intended for manufacturing or constructing projects.
Furthermore, if it looked from a product development perspective, Islamic finance products can be categorised as follows (Ahmed, 2011:167-168):
I. Pseudo-Islamic product, this type of products fulfils the legal form only, but does not confirm the substance of Sharia or provide social function;
II. Sharia-compliant products, these products satisfy the legal form and substance of the Sharia, but ignoring the social goals;
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
10
III. Sharia-based products, these are the ideal of Islamic products that conform with legal form and substance of Sharia and also serve the social functions.
Sharia-based Instruments in Islamic Bank In practice, it is infrequent to find a Sharia-based product. In certain conditions, Islamic principles can be relaxed; usually, this is when there are environmental considerations such as legal requirements (Abuznaid, 2009) or central bank regulations (Ahmed, 2011). In these cases, the use of pseudo-Islamic products may even be allowed. Therefore, in general, what is expected is the use of Sharia-compliant products and avoiding pseudo-Islamic products.
Interestingly, further examination of the effect of the use of Sharia-based products on the performance of Islamic banks is still rare. Previous studies have focused more on comparing performance between Islamic banks and conventional banks (see Jaffar & Manarvi, 2011; Usman & Khan, 2012). Determinants of Performance of Islamic Banks Mallin & Ow-Yong (2014) examined the effect of ownership structure and the performance of Islamic banks. They used the regression method to analyze 53 banks from more than 15 countries in the period of 2005 to 2009. The results of this study showed that there was no
relationship between ownership concentration and performance.
Ben Slama Zouari & Boulila Taktak (2014) uses the same method, namely regression, but uses different variables. This study examines the influence and relationship between corporate social responsibility (CSR) and Islamic banksโ performance. The sample used was 90 banks from 13 countries. The test results show that CSR disclosure is positively associated to the performance of Islamic banks. Method Following the method used by Mallin & Ow-Yong (2014), as well as Ben Slama Zouari & Boulila Taktak (2014), this study uses regression analysis to examine the effect and relationship between the use of profit and loss sharing instruments (musharaka and mudharaba) and performance of Islamic banks (which are described by return on equity). Results Data This study uses data from two Islamic banks in Indonesia. The data used to describe profitability are Return on Equity (ROE), then, the Profit and Loss Sharing (PLS) variable uses Musharaka and Mudharaba funding data; the amount of funding from the two instruments were combined for each bank. The data period used was quarterly for the period 2011 to 2018. The total data used was 32 for each bank.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
11
Regression Analysis Bank 1 Table 1: Correlation Coefficient and Determination Coefficient (Bank 1)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .782a .611 .599 17.88899
a. Predictors: (Constant), pls b. Dependent Variable: roe
R-value is a symbol of the correlation. In the table 1 above the correlation is 0.782. This value can be understood that the relationship between PLS and ROE is in a strong category. Table 1 also displays the value of R Square (coefficient of determination) which shows how good the regression model created by the interaction of independent and dependent
variables. The R Square obtained is 61.1% which can be understood that the PLS (independent variable) has a contribution effect of 61.1% on the ROE variable and the rest is influenced by other aspects outside the PLS variable.
Table 2: Significance Level (Bank 1) ANOVAa
Model Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
1 Regression 15109.310 1 15109.310 47.214 .000b Residual 9600.483 30 320.016 Total 24709.793 31
a. Dependent Variable: roe b. Predictors: (Constant), pls
The table 2 above displays the significance of the regression. The criteria can be concluded based on the F test or the Significance value test. If Sig. <0.05, thus the regression model is linear, and vice
versa. Based on the table 2, the Sig. = 0.000; it means <significant criteria (0.05), thus the regression equation model is significant, meaning that the regression model meets the linearity criteria.
Table 3: Variable Coefficients (Bank 1)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 53.368 4.661 11.449 .000 pls -.003 .000 -.782 -6.871 .000
a. Dependent Variable: roe
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
12
The table 3 above informs the regression equation model obtained with constant coefficients and variable coefficients in the Unstandardized Coefficients
column B. Based on this table, the regression equation model is obtained: ROEbank1 = 53.368 - 0,003PLSbank1
. Bank 2 Table 4: Correlation Coefficient and Determination Coefficient (Bank 2)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .572a .327 .305 .76537
a. Predictors: (Constant), pls b. Dependent Variable: roe
From the table 4 above the correlation value is 0.572. It interprets that the connection between the two research variables is in the medium category. Then, the R square obtained is 32.7%; it can be interpreted that for bank 2,
the PLS (independent variable) has a contribution of 32.7% to the ROE variable and the rest is influenced by other issues outside the PLS variable.
Table 5: Significance Level (Bank 2) ANOVAa
Model Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
1 Regression 8.544 1 8.544 14.586 .001b Residual 17.574 30 .586 Total 26.118 31
a. Dependent Variable: roe b. Predictors: (Constant), pls
Based on the table 5, the Sig. = 0.001; it means <significant criteria (0.05), therefore the regression equation model for bank 2 is
significant, that is, the regression model meets the criteria for linearity.
Table 6: Variable Coefficients (Bank 2) Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.715 .202 13.474 .000 pls .001 .000 .572 3.819 .001
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
13
a. Dependent Variable: roe
Based on the table 6 above, the regression equation model is obtained: ROEbank2 = 2.715 + 0,001PLSbank2. Model Fit Test To ensure that the regression model used is valid, a normality test
with the Kolmogorov-Smirnov test method is used. The test results of the residual data from both models show that the data used are normally distributed because the P-value produced is higher than 0.05
. Discussion and Conclusion Table 7: Significance and Correlation (Bank 1 and Bank 2) Bank Regression Correlation
Bank 1 Significant Negative Bank 2 Significant Positive
Although both models show a significant influence from PLS on ROE, it is interesting to note that there are differences in the direction of influence. For bank 1, the significant effect is negative, meaning that the relationship is the opposite. Different things happen for bank 2, where the effect from PLS to ROE is positive.
The results of bank 1 that show a negative correlation may be the impact of the lack of focus on Islamic banking in applying profit and loss sharing instruments, or also showing the lack of risk management for partnership-based financing. With poor management, there is a possibility that the increase in the amount of funding of musharaka and mudharaba will harm the bank.
The results of bank 2, which show the significant influence and positive correlation, will undoubtedly be encouraging for the
development of Islamic banking going forward. With empirical evidence that the use of profit and loss sharing instruments has a significant and positive correlation, it is hoped that Islamic banks will continue to increase the use of musharaka and mudharaba instruments. The increasing use of profit and loss sharing instruments will certainly have a positive impact on the economic wheels of the community. References Abuznaid, S. A. (2009). Business
ethics in Islam: the glaring gap in practice. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 2(4), 278-288.
Ahmed, H. (2011). Product Development in Islamic Banks. Edinburgh: Edinburgh University Press.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
14
Asutay, M. (2007). A political economy approach to Islamic economics: Systemic understanding for an alternative economic system. Kyoto bulletin of Islamic area studies, 1(2), 3-18.
Ayub, M. (2007). Understanding Islamic Finance. West Sussex: John Wiley & Sons.
Ben Slama Zouari, S., & Boulila Taktak, N. (2014). Ownership structure and financial performance in Islamic banks: Does bank ownership matter?. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 7(2), 146-160.
El-Gamal, M. (2006). Islamic Finance: Law, Economics and Practices. New York: Cambridge University Press.
Hameed, S., Wirman, A., Alrazi, B., Nazli, M., & Pramono, N. (2011). Alternative Disclosure & Performance Measures for Islamic Banks, International Islamic University Malaysia.
ISRA. (2012). Islamic Financial System: Principles & Operations. Kuala Lumpur: International Shari'ah Research Academy for Islamic Finance.
Jaffar, M., & Manarvi, I. (2011). Performance comparison of Islamic and Conventional banks in Pakistan. Global Journal of Management and Business Research, 11(1).
Mallin, C., Farag, H., & Ow-Yong, K. (2014). Corporate social responsibility and financial performance in Islamic banks.
Journal of Economic Behavior & Organization, 103, S21-S38.
Nawawi, R. H. (2009). Islamic law on commercial transactions. Kuala Lumpur: Centre for Research and Training.
Salleh, M. O., Jaafar, A., & Ebrahim, M. S. (2011). The inhibition of usury (riba an-nasi'ah) and the economic underdevelopment of the Muslim world (No. 11002).
Thomas, A. S. (Ed.). (2006). Interest in Islamic economics: understanding riba. Psychology Press.
Usman, A., & Khan, M. K. (2012). Evaluating the financial performance of Islamic and conventional banks of Pakistan: A comparative analysis. International Journal of Business and Social Science, 3(7).
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
15
PENGARUH JOB BURNOUT TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK-
BANK PEMERINTAH DI KOTA BANDUNG
Dr. Hj. Imas Soemaryani, S.E., MS 1) Lecturer at Faculty of Economics and Businesss, Universitas Padjadjaran - Indonesia
e-mail: [email protected]
Pristia Meisty Ayu Nuria, S.AB 2) Full Time Students, Master of Management Program at Universitas Padjadjaran โ Indonesia,
e-mail: [email protected]
Dr. Wa Ode Zusnita Muizu, S.E., MSi 3)
Lecturer at Faculty of Economics and Businesss, Universitas Padjadjaran - Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak
Salah satu permasalahan yang akan muncul berkaitan dengan seorang pekerja saat menghadapi
tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dan persaingan yang kompetitif di tempat kerja adalah
job burnout. Karyawan yang dituntut untuk bekerja lebih keras dan harus bisa menyelesaikan
pekerjaan yang banyak dengan tepat waktu dimungkinkan akan memicu munculnya kejenuhan
dan kelelahan kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum
job burnout dan kinerja karyawan pada Bank-Bank Pemerintah di Kota Bandung, serta
menganalisis dan mengkaji pengaruh job burnout terhadap kinerja karyawan pada Bank-Bank
Pemerintah di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan pada lima bank pemerintah yang berada
di kota Bandung dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 200 responden yang merupakan
karyawan pada Bank-Bank Pemerintah di Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode deksriptif dan verifikatif. Untuk menguji hipotesis penelitian ini menggunakan
analisis regresi sederhana dengan bantuan program SPSS. Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara job burnout terhadap
kinerja karyawan.
Kata kunci โ job burnout, burnout syndrom, kinerja karyawan
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Pada dasarnya, bekerja merupakan suatu
usaha yang dilakukan individu untuk
memenuhi kebutuhannya. Pada pekerjaan
yang fokus terhadap pelayanan masyarakat,
seperti perawat, guru, karyawan bank, dan
pekerja sosial lainnya akan lebih sering
mengalami perasaan lelah baik secata psikis
maupun fisik. Semakin berat tuntutan kerja
yang diberikan suatu peusahaan atau
organisasi akan memicu timbulnya
kelelahan ataupun kejenuhan kerja yang
dinamakan job burnout.
Job Burnout merupakan suatu tekanan
psikologis yang dialami oleh karyawan
setelah ia berada dipekerjaannya dalam
jangka waktu yang panjang. (Spector,1996)
Job burnout ini menjadi suatu
permasalahan yang dihadapi individu
akibat menghadapi tuntutan pekerjaan yang
tinggi dan persaingan yang kompetetitif di
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
16
dalam lingkungan kerja. Individu yang
terkena burnout ini biasanya akan
mengalami suatu kelelahan mental,
kehilangan komitmen, dan menurunnya
motivasi seiring berjalannya waktu (Gold,
2005)
Permasalahan kondisi job burnout ini
diduga dialami oleh karyawan pada Bank-
Bank Pemerintah Kota Bandung. Hal ini
merupakan suatu kondisi yang sering
dialami karyawan bank mengingat bahwa
instansi yang bergerak di bidang pelayanan
dan memiliki mobilitas tinggi seperti bank
ini selalu dituntut untuk selalu memberikan
pelayanan terbaik bagi nasabah dan untuk
memenuhi target kerja yang sudah
ditentukan waktunya.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan,
karyawan merasa membutuhkan daya tahan
tubuh yang kuat dan energi yang besar
dalam menghadapi tuntutan dan tekanan
kerja yang diberikan bank. Karyawan juga
merasakan energi dan tenaganya terkuras
habis ketika bekerja, sulit berkonsentrasi
saat bekerja, karyawan juga merasakan
kejenuhan terhadap pekerjaan yang dirasa
monoton karena melakukan rutinitas yang
sama serta tuntutan tugas yang banyak.
Karyawan yang sudah mengalami
kelelahan dan kejenuhan akibat tuntutan
kerja yang diberikan perusahaan secara
langsung akan mengalami penurunan
kinerja dan produktivitas pada karyawan.
Sementara itu, menurut penelitian yang
dilakukan oleh Saputro (2014),
mengungkapkan bahwa jika seorang
individu yang mengalami burnout biasanya
akan mengalami tanda-tanda seperti sering
terlambat, sering membolos, dan adanya
keinginan untuk berpindah kerja.
Berdasarkan data absensi karyawan pada
masing-masing Bank Pemerintah di Kota
Bandung mengindikasikan bahwa tingkat
absensi karyawan pada periode bulan Juli
hingga Desember 2017 mengalami
peningkatan.
Kondisi job burnout ini ternyata
mempengaruhi kinerja karyawan yang
kurang optimal pada tahun 2017-2018.
Shirom (2013) mengemukakan bahwa
terdapat korelasi negatif antara job burnout
dengan kinerja yang dikaitkan dengan
terganggunya kemampuan individu dalam
mengatasi kelelahan dan berkurangnya
tingkat motivasi individu untuk melakukan
pekerjaan.
Permasalahan mengenai kinerja karyawan
yang kurang optimal ini disebabkan karena
kedisiplinan yang rendah serta kualitas
kerja dan kuantitas kerja yang tidak sesuai
dengan harapan dan target yang ditetapkan
perusahaan. sehingga perlunya peranan
perusahaan untuk mengatasi job burnout
karyawan agar tujuan dan target perusahaan
dapat tercapai.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dijelaskan diatas, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran umum job
burnout dan kinerja karyawan pada
Bank-Bank Pemerintah di Kota
Bandung?
2. Bagaimana pengaruh job burnout
terhadap kinerja karyawan pada Bank-
Bank Pemerintah di Kota Bandung?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran umum
work life balance dan kinerja karyawan
pada Bank-Bank Pemerintah di Kota
Bandung
2. Untuk menganalisis dan mengkaji
pengaruh job burnout terhadap kinerja
karyawan pada Bank-Bank Pemerintah
di Kota Bandung
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
17
Kajian Pustaka
Job Burnout
Job burnout adalah sebuah reaksi
psikologis yang terjadi karena individu
merasakan kejenuhan yang tinggi baik
secara fisik maupun emosional yang
menyebabkan individu mengalami
penurunan pencapaian prestasi. (Nugroho
et al, 2016)
Job burnout juga merupakan suatu respon
psikologis di tempat kerja yang dapat
mengakibatkan penurunan kinerja,
ketidakpuasan pada pekerjaan, komitmen
organisasi yang rendah, peningkatan
absensi dan keinginan untuk berpindah
tempat kerja. (Yavas et al, 2013)
Job burnout dapat terjadi jika adanya
ketidaksesuaian antara pekerjaan yang
dikerjakan dengan penghargaan yang
diterima dari pekerjaan tersebut. Pola
tersebut ditunjukkan ketika seseorang
tersebut sedang merasakan kelelahan,
seperti cenderung menyalahkan orang lain
atas pekerjaan mereka, menyalahkan orang
lain atas pekerjaan mereka serta merasa
kehilangan simpati kepada orang lain.
(Gold, 2005)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas,
job burnout adalah suatu bentuk kelelahan
dan stres yang berkepanjangan yang
dialami individu akibat tekanan kerja yang
tinggi.
Dimensi Job Burnout
Maslach & Jackson (1981), menyatakan
bahwa job burnout mempunyai tiga
dimensi, yaitu: (1) Emotional exhaustion,
ditandai dengan perasaan lelah dan letih di
tempat kerja. Seseorang yang mengalami
kondisi ini akan merasakan energinya
terkuras habis. (2). Depersonalization,
ditandai dengan adanya sikap sinis terhadap
orang lain serta cenderung ingin menarik
diri dan tidak mau terlibat dengan
lingkungan pekerjaannya. (3). Rendahnya
penghargaan terhadap diri sendiri, ditandai
adanya perasaan negatif terhadap diri
sendiri karena merasa tidak puas dengan
pekerjaan maupun kehidupannya.
Sementara itu, menurut Baron & Paulus
(1991) mengemukakan bahwa dimensi job
burnout, meliputi: (1). Kelelahan fisik,
ditandai dengan adanya kehabisan energi
dan kelelahan sepanjang waktu (2).
Kelelahan emosional, ditandai dengan
adanya depresi, merasa terjebak dengan
pekerjaannya saat ini serta penurunan
semangat kerja. (3). Kelelahan perilaku,
ditandai dengan sikap kurang bersimpati,
sikap acuh dan sikap sinis terhadap individu
lain. (4). Pencapaian diri yang rendah,
ditandai sikap pesimis pada diri
individidunya.
Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan merupakan kinerja
merupakan suatu deskriptif mengenai
tingkat pencapaian karyawan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan di dalam
organisasi untuk dapat mewujudkan visi
dan misi yang ingin dicapai organisasi.
(Bastian, 2001).
Kinerja adalah hasil yang sudah dicapai
oleh karyawan di dalam pekerjaannya yang
dimana sudah sesuai dengan standar kriteria
yang berlaku pada pekerjaan tersebut.
(Robbins, 2006) Sementara itu, kinerja
karyawan juga dapat didefinisikan sebagai
seberapa jauh karyawan telah mencapai
sasaran dan tujuan perusahaan. (Riniwati,
2011).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut,
kinerja karyawan merupakan prestasi kerja
yang dicapai seseorang dalam melakukan
tugas sesuai dengan tanggung jawabnya.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
18
Faktor-Faktor yang Dapat
Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Davis & J.W Newstrom (2002) menyatakan
bahwa terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu: (1)
Faktor kemampuan, meliputi pengetahuan
dan keterampilan. (2). Faktor motivasi,
meliputi kondisi sosial, serikat kerja
kebutuhan individu, dan kondisi fisik.
Berbeda dengan pendapat menurut Dale
Timbe (1992) menyatakan bahwa faktor
kinerja terdiri dari: (1). Faktor internal,
merupakan faktor yang berhubungan
dengan sifat seseorang (seperti:
kemampuan, motivasi). (2). Faktor
eksternal, merupakan faktor yang berasal
dari lingkungan (seperti: iklim organisasi,
rekan kerja maupun atasan, fasilitas kerja).
Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja menurut Gary Dessler
(2010) merupakan kegiatan mengevaluasi
kinerja karyawan saat ini atau masa lalu
yang sesuai dengan standar prestasinya.
Penilaian kinerja karyawan merupakan
aspek yang sangat penting bagi perusahaan
karena dari penilaian kinerja ini perusahaan
dapat mengetahui apakah hasil kerja yang
dicapai karyawan sudah sudah baik dan
sesuai dengan standar yang ditetapkan
perusahaan.
Untuk melakukan penilaian kinerja
karyawan terdapat enam indikator menurut
pernyataan Robbins (2006), yaitu: (1)
Kualitas kerja, diukur dari kesempurnaan
tugas terhadap keterampilan dan
kemampuan karyawan. (2) Kuantitas kerja,
diukur dari seberapa lama waktu karyawan
tersebut bekerja. (3). tanggung jawab
diukur dari kesadaran karyawan terhadap
pekerjaannya (4). Kerjasama, diukur
seberapa jauh karyawan mampu untuk
bekerja sama dengan rekan kerja di tempat
kerja. (5). Inisiatif diukur dari seberapa
mampu karyawan dapat mengerjakan
pekerjaan dan menyelesaikan masalah di
pekerjaannya tanpa menunggu perintah
atasan.
Kerangka Pemikiran
Berikut ini merupakan kerangka pemikiran
yang telah dirumuskan berdasarkan latar
belakang dan kajian pustaka diatas adalah
sebagai berikut:
Gambar 1. Paradigma Penelitian
Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan kajian
pustaka yang telah dipaparkan, maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai
berikut:
H0: Job Burnout (X) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja
karyawan (Y)
Job Burnout (X)
1. Kelelahan Emosional
2. Depersonalisasi
3. Rendahnya
Penghargaan terhadap
diri sendiri
(Maslach & Jackson, 1981),
Kinerja Karyawan (Y)
1. Kualitas Kerja
2. Kuantitas Kerja
3. Tanggung jawab
4. Kerjasama
5. Inisiatif
(Robbins, 2006),
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
19
H1: Job Burnout (X) berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja
karyawan (Y)
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan di dalam
peneliitian ini adalah metode deskirptif dan
verifikatif. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah variabel
independen yaitu job burnout (X) memiliki
keterkaitan dengan variabel dependennya
yaitu kinerja karyawan (Y). Untuk menguji
hipotesis, menggunakan analisis regresi
sederhana dengan bantuan program SPSS.
Penentuan sampel penelitian ini
menggunakan metode sampling jenuh atau
sensus dengan jumlah sampel penelitian
sebanyak 200 responden yang merupakan
karyawan pada Bank-Bank Pemerintah di
Kota Bandung
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner yang berisi pernyataan tertutup.
Dimensi yang digunakan untuk meneliti
variabel job burnout adalah dimensi
Emotional exhaustion (kelelahan
emosional), Deperzonalisation
(Depersonalisasi), dan Rendahnya
penghargaan terhadap diri sendiri.
Sedangkan, indikator yang digunakan
untuk meneliti kinerja karyawan adalah
kualitas kerja, kuantitas kerja, tanggung
jawab, kerjasama dan inisiatif yang sesuai
dengan penerapan KPI pada bank-bank
tersebut.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil dari pengujian hipotesis mengenai
pengaruh job burnout terhadap kinerja
karyawan, menunjukan bahwa terdapat
pengaruh negatif yang signifikan antara job
burnout terhadap kinerja karyawan.
Artinya, Ho ditolak. Hal tersebut dapat
dilihat berdasarkan pada tabel 2 bahwa
yang menunjukkan bahwa hasil thitung
11,606 lebih besar daripada ttabel 1,652
(taraf signifikansi 0,05, df = (200-2=198).
Di dalam tabel 2 juga didapatkan hasil dari
nilai koefisien regresinya yaitu -0,874 yang
bernilai negatif.
Sedangkan, untuk mengetahui besarnya
pengaruh job burnout terhadap kinerja
karyawan dapat dilihat melalui tabel 1 yang
menunjukkan bahwa nilai R square yang
diperoleh sebesar 0,636 yang memiliki arti
bahwa hubungan kedua variabel ini dalam
kategori kuat. Melalui tabel ini juga
diperoleh nilai R Square atau koefisien
determinasi (KD) adalah 4,05% yang dapat
disimpulkan bahwa job burnout (X)
memiliki pengaruh kontribusi sebesar 4,5%
terhadap variabel Y dan 95,5% lainnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar
variabel X.
Hasil penelitian ini ternyata sependapat
dengan peneitian yang telah dilakukan
Lustyanti (2016), yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang negatif antara job
burnout terhadap kinerja karyawan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
bahwa sebagian karyawan mengalami job
burnout yang sedang atau cukup. Artinya,
karyawan terkadang mengalami kelelahan
secara fisik dan emosional yang
ditimbulkan akibat adanya kejenuhan kerja,
sedangkan untuk hasil uji statistiknya
membuktikan bahwa job burnout
mempunyai pengaruh negatif yang
signifikan terhadap kinerja karyawan pada
Bank-Bank Pemerintah di Kota Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
A. Dale Timpe. (1992). Kinerja. Jakarta:
PT. Gramedia.
Baron, Robert. A. & Paulus, Paul. B.
(1991). Understanding Human
Relations. Boston: Allyn and Bacon.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
20
Bastian, Indra. (2001). Akuntansi Sektor
Publik ed.1. Yogyakarta: Badan Penerbit
FE UGM
Davis, Keith., and Newstrom, John. W.
(2002). Organizational Behavior at
Work. 11 Edition. New York. Mc Graw
โ Hill
Dessler, Gary. 2010. Manajemen Sumber
Daya Manusia (edisi kesepuluh). Jakarta
Barat: PT Indeks
Gold, Y., & Roth, R. (2005) Teacher
Managing Stress and Preventing
Burnout. London: The Falmer Press
Lustyanti, Andini. (2016). Pengaruh
Burnout Terhadap Kinerja (Studi
Terhadap Perawat RSUD Kabupaten
Sumedang). Bandung: Fakultas Bisnis
dan Manajemen. Universitas
Widyatama.
Maslach, C. and Jackson, S.E. (1981), โThe
Measurement of Experienced Burnoutโ,
Journal of Occupational Behavior, Vol.
2 No. 2, pp. 99-113.
Nugroho,.H. Susilo, M. Iqbal. (2016).
โPengaruh Job Burnout, Kepuasan Kerja
dan Komitmen Organisasional terhadap
Kinerja Karyawanโ (Studi pada
karyawan PT. PLN (Persero) Unit Induk
Pembangunan VIII Surabaya). Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 37 No.
2 Agustus 2016. Fakultas Ilmu
Administrasi. Universitas Brawijaya.
Riniwati, Harsuko. (2011). โMendongkrak
Motivasi dan Kinerja: Pendekatan
Pemberdayaan SDMโ. Malang: UB
Press
Robbins, Stephen., P. (2006). Perilaku
Organisasi (alih bahasa Drs. Benjamin
Molan), Edisi Bahasa Indonesia, Klaten:
PT Intan Sejati.
Yavas, U., Babakus, E., & Karatepe, O. M.
(2013). Does Hope Moderate The
Impact of Job Burnout on Frontline
Bank Employeesโ Inโ Role and ExtraโRole Performances?. International
Journal of Bank Marketing. 31(1), 56โ
70. doi:10.1108/02652321311292
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
21
Islamic Banks In The Digital Era : Issues and Challenge
Indria Fitri Afiyana, Master of Accounting Universitas Padjadjaran, Japati Street no 4
Bandung, [email protected]
Abstrak
Digital technology in the present continues to develop. This can be seen from the number of
internet users in the world who continue to experience growth. Indonesia is the fifth largest
internet user in the world. Sharia Bank, as one of the players in the field of financial services,
faces various challenges in facing the digital age, ranging from the problem of high costs to the
issue of fatwa. Of course this is one of the things that Islamic banks must think of as one of the
economic actors in the country of Indonesia. How do Islamic banks respond to this digital era?
And how do Islamic banks continue to be able to innovate in the digital field so that they are
not eroded by the era? The research method used is descriptive qualitative. Qualitative
descriptive research is intended to collect actual and detailed information, identify problems,
make comparisons or evaluations, and determine what others do in dealing with problems and
similar learning from their experience to determine future plans and decisions (Suyanto and
Sutinah, 2006). The results of this study are, it turns out that Islamic banks in Indonesia are
sensitive to the times, as evidenced by the many digital innovations that have been carried out
by Islamic banks in Indonesia. In the future, it is expected that with the proliferation of
innovations carried out by Islamic banks, it can increase the market share of Islamic banking
which is still stuck at 5%.
Keywords: Digitalization, Islamic banks, Sharia Accounting, Business
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
22
Introduction
The development of digital world is
something that cannot be rejected by us.
Even in Indonesia, which is a developing
country, itโs also enjoy the ease of activity
with digital technology. In Indonesia,
number of internet users have is growing
very rapidly, it can be seen from study
which conducted by Polling Indonesia in
collaboration with Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia (APJII), in 2018,
there are 171,17 internet users in Indonesia,
which is 68,4% of Indonesia citizens are
connencted to the internet. Compared to
2017 internet users in Indonesia is about
54,86% from all population of Indonesia.
Data published by Internet World Stats also
show Indonesia is ranks fifth as the country
with the largest internet users in the world.
Itโs also not separated by the fact, that there
are many Indonesian population.
No. Country or
Region
Internet Users
31 May 2019
1 China 829,000,000
2 India 560,000,000
3 United States 292,892,868
4 Brazil 149,057,635
5 Indonesia 143,260,000
6 Japan 118,626,672
7 Nigeria 111,632,516
8 Russia 109,552,842
9 Bangladesh 92,061,000
10 Mexico 85,000,000
Table 1. The Largest Internet Users in
World, May 2019
Source: Internet world stats.
https://www.internetworldstats.com/top20.
htm
Rapid number of internet users in
Indonesia is something that cannot be
rejected by us. With development of digital
technology, many people can be easy to
communicate and use many ease of
facilities. Of course, the development of
digital technology must alse be realized by
Islamic bank, where services that facilitate
customers are more value that can be used
as a competitive tool between banks or even
between non-bank financial service
providers. To be able to survive in the
digital era, Islamic banks must not only
focus on โakadโ issues, but banks must also
innovate in order to optimally play in the
financial services business arena. Islamic
bank is contemporer institution in the realm
of Islam, then when a handful of people
want to establish a Islamic bank it will
certainly get many pros and cons. Even so,
referring to fikih rules โeverything can be
done unless there is a argument that
prohibits itโ, Islamic bank should be able to
innovate as long as it does not touch on
things that are forbidden. In the world of
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
23
digital era, the activists of Islamic bank
must worry about being eroded in this era.
Especially with the large number of
Muslims in Indonesia, which is 87% of the
total population of Indonesia (Badan Pusat
Statistik), Islamic banks should be able to
capture this opportunity with the
innovation.
According to data quoted from the
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), the value of
e-banking transactions in 2017 has reached
7.8 trillion rupiah. This is an increase from
the previous year of 5.8%. Other digital
services that are usually enjoyed by
customers is Automated Teller Machine
(ATM), Cash Deposit Machine (CDM),
Phone Banking, Short Message Service
(SMS) Banking, Electronic Data Capture
(EDC), Point of Sales (PoS), Internet
Banking, and Mobile Banking. The
question now is, what about digital services
from Islamic banks? Reporting from
Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) in April 2019, there is
2.780 ATM from Islamic banks in
Indonesia. This number is very little if
compared to the total land area of Indonesia
1.922.570 km2 (big.go.id) , meaning that
the average distance between ATMs of
Islamic banks is around 691 km2. Of
course, its not easy for Islamic bank
customer, plus if we compared to other
commercial banks that already have ATM
in everywhere. According to
www.kompas.com , Bank Rakyat
Indonesia (BRI) have 14.397 unit ATM,
Bank Central Asia (BCA) have 12.026 unit
ATM, Bank Mandiri have 10.986 unit
ATM, dan BNI have 8.279 unit ATM.
Looking at the above phenomenon, how do
Islamic banks face the challenges of this
digital era? And what Islamic bank will do
to deal with this digital era? This paper will
further elaborate on this phenomenon based
on empirical data and literature review.
Literature Review
Islamic Banking is all about Islamic
commercial banks and Islamic business
unit, itโs also about institutional business
activities, method, and process in carrying
out its business activities (Undang-Undang
No. 21 Tahun 2008. Other definition of
Islamic bank is defined by Organization of
Islamic Conference (OIC) as โIslamic Bank
is a financial Institution, whose statutes,
rules and procedures expressly state its
commitment to the Principles of Islamic
Shariโah and to the banning of the receipt
and payment of interest on any of its
operation.โ Simply, we can conlude Islamic
bank is a bank with sharia oriented business
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
24
and be guided by the philosophies of
Islamic law. The first Islamic bank in
Indonesia was founded in 1992, that is
Bank Muamalat Indonesia. Now, there is 34
Islamic bank (include Islamic business
unit) in Indonesia as already well-known
BRI Syariah, BJB Syariah, BNI Syariah,
Bank Syariah Mandiri, BTPN Syariah and
many more.
Digital technology has change the
way people to communicate and also to
activity in daily life. Of course, the business
and economy environment also face that
digital era. The definition of digital
economy is โbusiness transactions on the
Internet: the marketplace that exists on the
Internetโ (Encarta Dictionary). The digital
era born because of the existence of IT and
globalization that caused the level
productivity and growth. The concept of
digital economics was first introduced by
Tapscott (1998), explain a sociopolitical
and economic system that has
characteristics as an intelligence room,
including information, various instrument
accesses information and information
processing and communication capacity.
Indonesian banking still has the biggest
influence in supporting financial system
stability (Otoritas Jasa Keuangan, 2016), so
that the application of financial technology
is expected to maximize service in reaching
every element of society, especially the
people in 3T who are still inaccessible to
the existence of branch offices. This is also
supported by OJK, which is currently
developing a financial technology system
to be used in services in the financial
services industry, especially the application
of banking services in Indonesia.
Methods
The aim of this paper is to explain various
kinds of challenge faced by Islamic banking
industry in Indonesia, and also how to turn
the challenges into opportunities for the
development of the Islamic banking
industry. The research method used is
descriptive qualitative. Qualitative
descriptive research is intended to collect
actual and detailed information, identify
problems, make comparisons or
evaluations, and determine what others do
in dealing with problems and similar
learning from their experience to determine
future plans and decisions (Suyanto and
Sutinah, 2006). This paper using literature
review based on secondary data like
research paper, magazine, news, and
internet.
Result and Discussion
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
25
Issues and Challange
Islamic banks inevitably face the
fact that they have arrived in the digital era.
In this era, all parties can enter the realm of
financial service providers. We see the
fintech phenomenon that has been growing
lately, so the rival Islamic banks are no
longer commercial banks, but there are peer
to peer landing or we usually said fintech
services that are easier to enjoy. Apart from
the technology that is capable, regulations
regarding fintech are not as strict as banks
so that fintch can easily provide loan unlike
Islamic bank which is the institution with
high regulation.
The banking industry is currently
entering the third wave of revolution after
the first wave of revolution in 1970 when
Citibank introduced Automatic Machine
Teller (ATM) service Automatic Machine
Teller (ATM) for the first time. The second
wave of revolution called "Digital Hybrids"
began in 2009 when SimpleBank Bank
conducted outsource or manage service as
back end, while they focus on developing
the quality of services on the front end as a
value added and competitive advantage.
This Hybrid model is proven to be 20% -
40% more efficient than traditional banks.
The third wave of revolution is Digital
Banking, which is a form of banking
services using electronic media. Brett King
in his book โBranch Today Gone
Tomorrowโ, writes that since 2010, 75% -
90% of retail bank transactions are made
through the internet, smartphones and
ATMs..
In 2017 this is the time for Islamic
banks to rise, by carrying out the following
steps; first make a program Intensive
Growth Strategy, quickly and consistently
in carrying out executions, the second is to
run a hybrid bank business model for back
office functions, and the third one starts a
Islamic bank transformed into a digital
retail bank.
Dr. Bambang Rianto Rustam article
was published in Koran Jakarta by title
โPerbankan Syariah Era Digitalโ has
revealed the facts that truly represent the
Islamic bank business people. Bambang
said, there are two main problem facing the
Islamic banking industry in Indonesia to
work on the digital banking segment. The
first, its all about fund to invest in
technology development and building
digital service supporting infrastructure.
Islamic bank need big fund to build a digital
bank that is qualified. As we know, asset for
Islamic bank is not mush as commercial
bank, also the market share for Islamic
banks is under 5%. Second, the challenge is
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
26
come from fatwa and regulation. One of the
biggest difficulties for Islamic banks is
working on digital banking because there is
no fatwa that can accommodate all DB
products. There are still Islamic bank
products that digital cannot yet implement
as conventional banks because they are not
in accordance with the fatwa of the MUI.
In other source, itโs said that Bank
Muamalat Indonesia has spent 10 million
dollars to upgrade core banking, obviously
this is not a small fund (www.mysharing.co
). Although e-banking services are an added
value in the eyes of customers, a study
conducted by Accenture revealed that the
difference between the preferences of
customers who choose between the
presence of branch offices and online
platforms is very thin, namely 41 percent
and 35 percent, respectively. So Islamic
banks face dilemma to have what services
are more important to improve, considering
the cost of developing a service is certainly
not cheap. Then Islamic banks must be
observant and careful in considering the
costs and benefits between these facilities.
In addition to Bank Muamalat Indonesia,
Bank BNI Syariah in 2017 has also issued
80 billion rupiah for digital technology
expenditure expenditure and 60 billion
rupiah for 2018 (www.republika.co.id).
Regarding the issue of funds, Islamic banks
also cannot escape the ratio of non-
performing financing (NPF) as one of the
main ratios where the NPF ratio is a ratio
that shows the level of problematic
financing in Islamic banks. From
www.kontan.co.id , in 2017 NPF Bank
Syariah Mandiri was at 4.53%, while in
2018 it dropped to 3.28%. In terms of
the issue of fatwa, the thing most often
asked by the public to Islamic banks is
whether Islamic banks are truly Sharia. Of
course Islamic banks should be able to
answer this question, because Islamic banks
already have sharia supervisory board
(SSB) that are in charge of overseeing bank
operatives in order to continue operating
according to the fatwa from Dewan Syariah
Nasional. In addition, the culture of society
in Indonesia must be based on fatwas,
including in making technological
innovations. Even if we understand the fiqh
rules of muamalah, then we do not have to
wait for the fatwa to come out first and then
innovate, because basically innovation is a
thing that is permissible as long as there are
no prohibited activities.
The Islamic banking industry is
experiencing various kinds of challenges
that must be resolved immediately so that
Islamic banking becomes developed.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
27
Seeing the challenges above, certainly does
not necessarily make the Islamic bank
activists discouraged. There are many
opportunities in front of the eyes that can be
cultivated by the perpetrators of Islamic
banks. So innovation is the key to facing
this digital era. Reporting from various
news, Islamic banks in Indonesia are now
aware and in droves in issuing digital
innovations that make it easier for
customers. So the only obstacle between
banks and customers is no longer a matter
of distance, but the infrastructure of the
internet network. In the future, these digital
innovations are expected to be supported by
adequate internet infrastructure, where as
we already know, not all regions of
Indonesia are covered by the internet
network.
Bank Syariah Efforts In the Era
of the Digital Age
Basically, Islamic banks are not the
same as conventional banks. The principle
of Sharia is prohibiting the sale and
purchase of money. So the role of Islamic
banks is not a matter of giving loans, but
how to move the real economy of the
community through the provision of
financing either through the sale and
purchase agreement or cooperation
contract. This is what makes Islamic banks
more resilient to the crisis of 1998 because
Islamic banks are sustained by real
business, not the business of turning
money. This principle should not be
forgotten by Islamic bank activists, even in
welcoming the digital era, which makes it
easier for people to carry out money-
playing activities that risk falling into non-
real activities or buying and selling money.
Believe that Islamic banks can take a niche
market share of Muslims as long as
innovation and adherence to the Shari'a are
maintained. For example, BNI Syariah has
issued an innovation to pay zakat
autodebet. Of course in the past paying
zakat via the bank was not thought about,
moreover the zakat was debited so that
customers could be more disciplined in
paying zakat. That's one example of Islamic
bank digital innovation that makes it easier
for customers to worship Allah SWT. So
now, we can see that the Muslim
community involved in the world of Islamic
banking has transmitted the spirit of Falah
(afterlife) through various innovations that
further facilitate customer activities.
Islamic bank activists must
understand the needs and behavior of
customers from time to time. Today, it must
be admitted that digital has changed many
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
28
aspects of banking. Among other things,
now if the customer wants to make a
transfer does not have to go far to the ATM,
just open a cellphone and connect to
internet access, then customers can make
transfer transactions via e-banking. This
change in behavior must be realized by
Islamic bank business people, so Islamic
banks can work together with IT-
understanding parties to develop more
comfortable and safe digital infrastructure.
Basically, humans are social beings,
so in addition to improving the quality of IT
infrastructure, Islamic banks should not
forget the role of customer care from the
bank. Today's social changes show that
many customers can no longer come to the
bank to make transactions, but many
customers feel that digital-based services
are still felt to be rigid especially for old
customers. hen the role of customer care via
telephone must also be improved. Once
again, the bank must be smart to understand
the market niche and characteristics of
customers in order to compete with
conventional banks.
According to Hanes Hendri (2017)
in facing the digital era, Islamic banks must
implement the following three initiatives,
namely market penetration strategies,
entering new market segments, and
innovating product development
โdisruptive innovationโ. Market
penetration is an effort to increase sales of
old products in the old market by
strengthening more effective promotions.
According to Bank Indonesia data, only
20% of Indonesia's adult population have
bank accounts. Then Islamic banks must be
able to see the remaining 80% of the
population as a market share opportunity.
Next strengthen the micro segment, Hanes
Hendri said that the function of Islamic
banks is not only as an intermediary, but
also as an investor (mudharabah contract
and musyarakah contract), and also as a
distributor of aid funds (qard contract). So
if you look at this function, Islamic banks
can easily enter the micro segment market
where the market segment is still very
broad. In this function, Islamic banks can
issue products that are friendly to the micro
segment, for example through mudharabah
contracts that are fair and do not
inconvenience customers when reporting
their profits. Digital technology can take a
role, namely making the application of
reporting benefits easy for customers and
transparent for banks. Third, product
innovation, this is in accordance with the
current digital era, where the work of
Islamic banks that must be completed
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
29
immediately is to develop an information
technology based omni channel service
channel. Thus Islamic bank customers can
get services from various channels or
devices with the same functions and
experiences. The strategy to increase the
number of branch offices must be
abandoned, because the future trend of
customers prefer to use electronic channels
rather than coming to the service office.
Chris Skinner author of his book Digital
Bank, noted a trend of reducing the number
of branch offices by 18% per year, in the
period 2013 to 2015 in all of Europe there
were around 20,000 bank branches that had
been closed.
In technical terms, Islamic banks
must immediately develop products and
services that are suitable for customers'
needs. Examples of government regulations
related to toll road payments now require
the public to use toll cards based on e-
money. Then Islamic banks must
immediately take this opportunity. Islamic
banks can use ujroh contracts or fees for
electronic money storage services. Another
example relates to the crowdfunding trend
that is rife lately. According to data from
www.statista.com in 2017 in the United
States there has been a collection of funds
amounting to US $ 17.2 billion. According
to other data from the 2018 World Giving
Index, Indonesia is the most generous
country based on 3 factors, namely
donating, helping others, and volunteering.
Therefore Islamic banks must also
strengthen digital channel channels and
financial technology (fintech), such as
providing crowdfunding services and
working with various charitable institutions
or amil zakat institutions that already have
names in the Indonesian people. In
addition, there are still many examples of
trends in Indonesian society that can be a
market share opportunity for Islamic banks,
such as online shopping trends, Islamic
banks can take on roles as personal finance
management services, marketplace services
for consumer products and investment
products that collaborate with diverse
merchants and has a broad market.
Digital Technology Innovations
from Islamic Banks in Indonesia
In the previous discussion, we were
presented with opportunities that could be
used as ideas for innovations that could be
carried out by banks, but if we saw the facts
in the field, had those ideas already been
done or not? Here the authors summarize
the various digital-based service
innovations that have been born by various
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
25
Islamic banks in Indonesia which are
quoted from various sources:
No Bank Innovations from Islamic Banks Sources
1. BNI
Syariah
Hasanah Digital Universe
It is a banking digitization by trying to provide
convenience to the community by developing
innovation through sharia financial education and
inclusion as well as activating the use of e-banking
and digital-based products including Yap (Your
All Payment), Tapcash, VCN (Virtual Card
Number), Mobile Banking, Wakaf Hasanah,
Hasanah Personal and Hasanah Lifestyle.
https://republika.co.id/berita/
ekonomi/syariah-
ekonomi/pjv7s6368/ transformasi-
digital-ala-bni-syariah
Program Deureuham
The Deureuham program is a collaboration
program between BNI Syariah and BEKRAF that
aims to produce young startups as millennials who
can be the driving force of sharia economic
business in Indonesia.
https://jurnalislam.com/bni-
syariah-luncurkan-hasanah-
digital-universe/
Benteng Hasanah di Batas Negeri
It is a fundraising activity through the Hasanah
Waqf facility where the community is invited to
build infrastructure in eight of Indonesia's outer
points in the form of health facilities, education,
worship facilities in Batam, West Kalimantan,
South Sulawesi, East Nusa Tenggara, Ternate and
Buru Maluku. BNI Syariah customers who are
mostly Generation Y, so that the program
campaign is carried out in the present way through
social media channels and in collaboration with
TV stations for the young segment.
https://www.bnisyariah.co.id/id-
id/beranda/berita/siaranpers/
ArticleID/1376/milad-8-bni-
syariah-luncurkan-hasanah-
digiverse
Cooperation with Ammana Fintech https://republika.co.id/berita/
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
25
BNI Syariah collaborates with Ammana Fintech
Syariah for the productive waqf sector. More
than 23 waqf institutions joined in the Productive
Waqf Forum (FWP) participated in this program.
Digital waqf is seen as one of the solutions to
encourage community participation. Praying
while helping to develop the country now only
needs one click.
ekonomi/syariah-
ekonomi/pjv7s6368/transformasi-
digital-ala-bni-syariah
Cooperation with PT Waqara Karya Indonesia
Is one of the technology startup companies with a
focus on financial planning solutions and
financing services for Umrah trips. This
collaboration is motivated by the increasing
number of Umrah frauds
https://republika.co.id/berita/
ekonomi/syariah-
ekonomi/pjv7s6368/transformasi-
digital-ala-bni-syariah
Alms Autodebet Facility
It is an convenience provided by Bank BNI
Syariah for customers so as not to forget to pay
zakat. This facility is a combination of the need for
worship to Allah SWT. and technological
advancements.
https://www.pikiran-
rakyat.com/ekonomi/2018/
09/30/digitalisasi-kunci-penting-
bagi-perbankan-syariah-430895
2 Bank
Muamalat
Indonesia
#AyoHijrah Application
It is an application that makes it easy for
prospective customers to open an account at Bank
Muamalat without having to come to the branch
office. In addition to opening an account, this
application also provides infaq services to be
distributed to Baitul Maal Muamalat.
https://finance.detik.com/
moneter/d-4537432/dorong-
ekonomi-umat-bank-syariah-ini-
buat-layanan-serba-digital
Smart Masjid Application
It is an application to manage mosque finance
practically, now there are thousands of mosques in
Indonesia that have been given socialization of
https://finance.detik.com/
moneter/d-4537432/dorong-
ekonomi-umat-bank-syariah-ini-
buat-layanan-serba-digital
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
26
mosque management training using the
application.
Training Program : Iโm Possible
In order to continue to be sensitive to the
development of the digital world, Bank Muamalat
employees are given training that works with
various start ups such as Alibaba Group, Twitter,
Bukalapak, Tiket.com, Elevenia, and Coils.
https://finance.detik.com/
moneter/d-4537432/dorong-
ekonomi-umat-bank-syariah-ini-
buat-layanan-serba-digital
Buy Qurban via Muamalat Internet Banking
Bank Muamalat collaborates with Dompet
Dhuafa, Rumah Zakat, and Global Qurban in
providing sacrificial animals. Customers who
want to sacrifice can do so via Bank Muamalat's
internet banking and the money will be channeled
to the Amil Zakat Institution.
https://www.bankmuamalat.co.id/
3 Bank
Syariah
Mandiri
Aisyah Service
Aisyah (Asisten Interaktif Mandiri Syariah) is a
virtual customer center service that can serve
customers for 7x24 hours. Aisha's services are
available in a social media platform and
messaging apps such as telegram, facebook
messenger, and livechat on the Mandiri Syariah
corporate website.
https://www.indopos.co.id/read/
2018/11/26/156757/tingkatkan-
layanan-digital-banking-mandiri-
syariah-luncurkan-aisyah
Case Fee Online Payment Service
Technically, people who have received case
registration numbers can pay their case fees
through various Mandiri Syaraih electronic
channels (e-channels), namely internet banking,
mobile banking, Mandiri Syariah ATM and other
ATM networks.
https://www.syariahmandiri.co.id/
news-update/berita/tandatangani
-mou-dengan-mahkamah-agung-
bank-syariah-mandiri-layani-
pembayaran-online-e-court-biaya-
perkara
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
27
Top Up OVO dan Gopay via Mandir Syariah
Mobile
It is a service that makes it easy for Bank Syariah
Mandiri customers to top up their Ovo and Gopay
balances only in their hands.
https://www.syariahmandiri.co.id/
E-Channel Facility for Repayment of Hajj Fees
With e-channel facilities, customers are easier
because they do not need to come to the branch
office and queue at the teller to pay off. After
paying off, in three days the customer can directly
come to the Ministry of Religion by carrying
several requirements.
https://keuangan.kontan.co.id/
news/mandiri-syariah-siapkan-
layanan-digital-untuk-pelunasan-
biaya-haji
Jadiberkah.id
Jadiberkah.id is a platform that makes it easy for
customers to transact waqf. In this platform both
Wakif and Nadzhir can monitor transaction
activities from the platform. Wakif has a personal
virtual account that contains accumulated funds
that he has endowed. In addition, he can monitor
wherever the funds are used by Nadzhir.
https://www.republika.co.id/
berita/ekonomi/syariah-
ekonomi/pr6thw423/emjadiberkah
idem-wakaf-digital-dari-mandiri-
syariah
4 BRI
Syariah
Cooperation between BRI Syariah and
Paytren
BRI Syariah and Paytren have developed a
system to facilitate an onboarding account
scheme that is expected to improve services for
both BRI Syariah customers and Paytren
members. Through this onboarding account
Paytren members will be equipped with two
transaction fund sources, namely e-money
Paytren and BRIS savings account.
https://keuangan.kontan.co.id/
news/bri-syariah-dan-paytren-
kembangkan-skema-onboarding-
account-bisa-apa-saja
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
28
5 BJB
Syariah
BJB Syariah Application
The application is useful for checking balances,
checking the nearest ATM, paying monthly bills,
purchasing pulses and electricity vouchers and
other vouchers.
http://www.ayopurwakarta.com/
read/2019/03/17/2343/mengenal-
mobile-maslahah-aplikasi-bank-
bjb-syariah
Wakaf Ikhlas Application
With this application, everyone can carry out waqf
by downloading the Waqf Ikhlas application. This
application guarantees transparency in the
distribution and reporting of waqf funds.
https://www.ayobandung.com/
read/2019/01/25/43893/bank-bjb-
syariah-luncurkan-aplikasi-wakaf-
ikhlas
Cooperation with Telkom
Bank BJB sharia cooperates with PT
Telekomunikasi Indonesia (Telkom) as a complete
and comprehensive provider of information
technology services and has coverage throughout
Indonesia.
https://www.ayobandung.com/
read/2018/08/09/36528/perkuat-
basis-digital-bank-bjb-syariah-
kerja-sama-dengan-telkom
6 CIMB
Niaga
Syariah
Waqf via Go Mobile Application
Through this application, customers who want to
represent can simply scan the QR code available
at the mosque or the CIMB Niaga Syariah partner
waqf (nazhir) management agency.
https://www.wartaekonomi.co.id/
read232785/nasabah-cimb-niaga-
syariah-bisa-bayar-wakaf-lewat-3-
inovasi-digital.html
Table 2. Digital Technology Innovations from Islamic Banks in Indonesia
Conclusion
Reporting from Statistik Perbankan
Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in
April 2019, there is 2.780 ATM from
Islamic banks in Indonesia. This number is
very little if compared to other commercial
banks that already have ATM in
everywhere. According to
www.kompas.com , Bank Rakyat
Indonesia (BRI) have 14.397 unit ATM,
Bank Central Asia (BCA) have 12.026 unit
ATM, Bank Mandiri have 10.986 unit
ATM, dan BNI have 8.279 unit ATM.
Melihat fenomena tersebut, bisa jadi bisa
membuat ciut nyali para pelaku bisnis bank
Syariah. Seeing this phenomenon, it could
be able to make the business of Islamic
banks business shrink.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
29
Dr. Bambang Rianto Rustam said,
there are two main problem facing the
Islamic banking industry in Indonesia to
work on the digital banking segment. The
first, its all about fund to invest in
technology development and building
digital service supporting infrastructure.
Islamic bank need big fund to build a digital
bank that is qualified. As we know, asset for
Islamic bank is not mush as commercial
bank, also the market share for Islamic
banks is under 5%. Second, the challenge is
come from fatwa and regulation. One of the
biggest difficulties for Islamic banks is
working on digital banking because there is
no fatwa that can accommodate all DB
products. There are still Islamic bank
products that digital cannot yet implement
as conventional banks because they are not
in accordance with the fatwa of the MUI.
Even so, it turns out that Islamic
banks are still able to carry out digital
innovations, such as BNI Syariah with
Hasanah Digital Universe and cooperation
with fintech, Bank Muamalat Indonesia
with #AyoHijrah application, Bank Syariah
Mandiri with Aisya Service and many
more. This proves that Islamic banks are
ready to face the digital era. Now, it is our
duty as Sharia economic activists to
develop innovations so that the Islamic
bank's market share can come out from the
5% zone.
References
Chowdhury, A.H.M.Y., Saba, N., Habib,
M. (2019). Factors Affecting the
Choice of Islamic Banking by the
Customers: A Case Study. BRAC
University Frontiers in Management
Research, Vol. 3, No. 1,
https://dx.doi.org/10.22606/fmr.2019
.3100
Hendri, H., (2017, March, 14). Strategi
Pertumbuhan Bank Syariah di Era
Ekonomi Digital. Retrivied from
https://www.iaei-
pusat.org/en/article/perbankan/strate
gi-pertumbuhan-bank-syariah-di-era-
ekonomi-digital-
Internet world stats. (2019). Top 20
Countries With The Highest Number
Of Internet Users. Retrieved from
https://www.internetworldstats.com/t
op20.htm
Pratomo, Y. (2019, May,16). APJII: Jumlah
Pengguna Internet di Indonesia
Tembus 171 Juta Jiwa. Kompas
Online. Retrieved from
https://tekno.kompas.com/read/2019/
05/16/03260037/apjii-jumlah-
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
30
pengguna-internet-di-indonesia-
tembus-171-juta-jiwa
Purwanto, D. (2013, May, 6). Hanya 4
Bank yang Kuasai Jaringan ATM.
Kompas Online. Retrieved
from https://ekonomi.kompas.com/r
ead/2013/05/06/07514459/hanya.4.b
ank.yang.kuasai.jaringan.atm
Rustam, B. R. (2018, October, 24).
Perbankan Syariah Era Digital. Koran
Jakarta Online. Retrivied form
http://www.koran-
jakarta.com/perbankan-syariah-era-
digital/
Sitanggang, L. M. S., (2019, March, 20).
NPF bank syariah membaik di tahun
lalu. Retrivied from
https://keuangan.kontan.co.id/news/n
pf-bank-syariah-membaik-di-tahun-
lalu
Suyanto & Sutinah. (2006). Metode
Penelitian Sosial. Jakarta: PT Kencana
Persada
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
36
PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS
TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI
BURSA EFEK INDONESIA
Amelia R Alamanda
ABSTRACT
The composition of the board commissioners able to make an effective contribution to the
outcome of the process of preparing qualified financial statements or possibly avoiding
fraudulent financial statements. This study aims to empirically test the influence of the
composition of independent board of commissioner on the performance, size of the board of
commissioner to financial performance, board of commissioner education background on
financial performance. The selected research object is a manufacturing company listed in
Indonesia Stock Exchange period 2014- 2016. Sample selection using purposive sampling
method. The method of analysis used in this study is compound linear regression. The results
showed that the composition of the Board of Independent Commissioner had a positive and
significant impact on the company's financial performance, the size of the board of
commissioner had a negative and insignificant effect on the Company's Financial Performance
and the education background of the board of commissioner had a negative but insignificant
effect on the financial performance of the company
Keywords: board of commisaris composition; board of commisaris size; education background
of board of commisaris; finance performance; independent commisaris
ABSTRAK
Komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yangefektif terhadap hasil dari
proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkin terhindar dari
kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh
komposisi dewan komisaris independen terhadap kinerja, ukuran dewan komisaris terhadap
kinerja keuangan, latar belakang pendidikan dewan komisaris terhadap kinerja keuangan.
Objek penelitian yang dipilih adalah perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2014- 2016. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
37
purposive sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi dewan Komisaris Independen
berpengaruhpositif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, ukuran dewan
komisaris berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kinerja Keuangan perusahaan dan
latar belakang pendidikan dewan komisaris berpengaruh negatif namun tidak signifikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Kata kunci: kinerja keuangan; komposisi dewan komisaris; latar belakang pendidikan
dewan komisaris; ukuran dewan komisaris independen
PENDAHULUAN
Isu mengenai corporate governance
secara internasional diawali dengan
skandal terbesar dalam sejarah pasar
modal oleh beberapa perusahaan
berskala besar telah menarik
perhatian publik kemasalah tentang
bagaimana seharusnya perusahaan
dikelola.Skandal perusahaan seperti
Maxwell Corporation diInggris
tahun 1991, Enron di Amerika
Serikat tahun 2001, dan Permalat di
Italia tahun 2003.Implementasi good
corporate governance muncul di
Indonesia setelah krisis ekonomi
yang menimpa kawasan Asia pada
tahun 1997 dan1998, banyaknya
perusahaan di Indonesia yang
terkena dampak negatif akibat krisis
ekonomi tersebut diindikasikan
karena adanya praktek weak
governance yang mengakibatkan
penurunan kinerja perusahaan
(Susanto, 2017).
Penelitian ini merupakan modifikasi
dari penelitian Djoko Suhardajnto
(2010), dimana penelitian ini
terletak pada aspeknya yaitu dewan
komisaris dan komite audit.
Sementara penelitian yang
dilakukan penulis yaitu pada aspek
dewan komisarisnya saja sehingga
ini merupakan perbedaan dari
penelitian sebelumnya. Aspek
dewan komisarisnya adalah dewan
komisaris yang mana penelitian
terdahulu belum banyak
mengkaitkan beberapa aspek seperti
ukuran dewan komisaris, komposisi
dewan komisaris dan latar belakang
pendidikan dewan komisaris.
Corporate governance adalah
keterikatan antara manajemen,
dewan komisaris, investor dan
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
38
stakeholder-stakeholder dalam
perusahaan tersebut (Dewi, 2017).
Tata kelola perusahaan yaitu proses
di mana adanya tanggung jawab
auditor dan komisaris terhadap
investor dan stakeholder. Bagi
pemegang saham, corporate
governance dapat memberikan
kepercayaan mereka pada investasi
yang dilakukan, bagi stakeholder
perusahaan dengan adanya
corporate governance, perusahaan
dapat memberi jaminan dalam
mengolah dampak terhadap
lingkungan masyarakat dengan cara
bertanggung jawab (Dewi, 2017).
Kinerja keuangan merupakan
halpenting yang hendak dicapai oleh
perusahaan dan/atau menjadi
gambaran tentang kondisi dari
suatu perusahaan, sehingga dapat
diketahui mengenai baikburuknya
keadaan (Dewi, 2017).
Kinerja keuangan bagi investor
suatu perusahaan adalah melihat
kinerja yang dihasilkan dalam sektor
keuangan berjalan dengan baik.
Oleh karena itu perusahaan
berkewajiban melakukan
pengungkapan kinerja keuangan
secara transparan atau tidak
disembunyikan berupa Laporan
Keuangan. Laporan Keuangan
adalah yang memberikan bentuk
informasi serta menggambarkan
kondisi Kinerja dari perusahaan
sehingga dapat dijadikan sebagai
bentuk dari prestasi. Kinerja
perusahaan mewakili kemajuan
maupun kemunduran suatu
perusahaan. Kinerja keuangan
merupakan hasil dari berbagai
keputusan secara perorangan yang
dibuat terus menerus oleh
manajemen.
Cash Flow Return On Assets
(CFROA) adalah alat ukur untuk
menentukan kinerja perusahaan
yang berasal dari Laporan
Keuangannya. Yang artinya sampai
mana kesuksesan organisasi dalam
mendapatkan laba dari kinerja yang
dilakukan. semakin tinggi nilai ROA
maka akan meningkatkan harga
saham. Dalam mengukur kinerja
perusahaan dengan laporan
keuangan yang dimiliki
menggunakan rasio Return On
Assets (ROA). Didalam mengukur
kinerja keuangan, dimana
perusahaan melakukan
perbandingan laba atau kemampuan
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
39
dalam mendapatkan keuntungan
terhadap total kesuluruhan aset
perusahaan yang dimiliki. Apabila
semakin tingginya nilaiyang
diperoleh, maka dapat disimpulkan
bahwa kinerja keuangan semakin
baik. Teori Keagenan (Agency
Theory). Jensen dan Meckling
dalam (Susanto, 2017)
mendefinisikan hubungan keagenan
sebagai suatu keterikatan antara
pemilik (Principal) dengan manajer
(Agent) dalam menjalankan tugas
demi kepentingan dengan
mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan.Dalam
prakteknya manajer sebagai
pengelola perusahaan tentunya
mengetahui lebih banyak informasi
dari dalam dan prospek perusahaan
diwaktu mendatang dibandingkan
principal modal atau pemegang
saham.Sehingga pengelola dapat
meberikan kewajiban terhadap
informasi mengenai kondisi
perusahaan kepada pemiliknya.
Tetapi informasi disampaikan oleh
manajer terkadang tidak sesuai
dengan kondisi perusahaan
sebenarnya (Susanto, 2017).
Dalam upaya untuk mengatasi dan
menghindari halyang tidak
diharapkan oleh pemegang saham,
maka perlu melakukan
pengawasanterhadap keputusan
yang diambil oleh manajemen
perusahaan.Bentuk dari
pengendalian itu adalah dengan
adanya mekanisme good corporate
governances. Dimana penerapan
tersebut agar baik perlu diterapkan
dalam rangka pencapaian
kinerjaagar maksimal. Perusahaan
yang menerapkan goodcorporate
governance memerlukan pihak
untuk mengawasi dalam
menerapakan kebijakan komisaris,
maka dari itu dewan komisaris
independen adalah bagian dari
corporate governance yang berperan
penting dalam menetapkan strategi
dan mengontrol jalannya suatu
perusahaan sehingga para menejer
benar-benar memastikan kinerja
perusahaan dan bagian dari
pencapaian tujuan perusahaan.
Dalam penelitian ini karakteristik
dewan komisaris yang digunakan
adalah komposisi, ukuran dan latar
belakang pendidikan.Dewan
komisaris berguna untuk
mengontrol suatu perusahaan agar
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
40
bisa berjalan dengan baik dan bisa
mewakili semua mekanisme internal
sehingga secara luas mempunyai
peran dalam corporate governance,
khususnya dalam mengawasi
manajemen tingkat atas. Dewan
komisaris independen mengambil
peran yang cukup luas dalam
aktivitas โ aktivitas yang dilakukan
perusahaan sehingga sangat
berdampak besar terhadap kebijakan
dalam suatu pengambilan keputusan
perusahaan yang kemudian akan
berpengaruh langsung kepada
kebijakan kinerja keuangan
perusahaan.
Dewan komisaris merupakan orang
yang utama menjalankan sistem tata
kelola yang ada didalam perusahaan
serta mengawasi. Vafeas (2005)
dalam (Widyati, 2013) mengatakan
bahwa selain kepemilikan
manajerial, peranan Dewan
Komisaris jugadiharapkan dapat
memberikan keuntungan dengan
membatasi tingkat manajemen laba
melalui fungsi memonitor atas
pelaporan keuangan. Ukuran jumlah
dewan komisaris menunjang
monitoring yang dilakukannya.
Komposisi dewan komisaris dapat
memberikan kontribusi yang efektif
terhadap hasil dari proses
penyusunan laporan keuangan
berkualitas atau kemungkin
terhindar dari
kecurangan laporan keuangan.
Dengan kata lain bahwa prosentase
komposisi dewan komisaris yang
mempunyai anggota dari luar
perusahaan mempunyai
kecenderungan mempengaruhi
kinerja keuangan yang dihasilkan.
Komisaris independen merupakan
posisi terbaik untuk melaksanakan
fungsi tersebut agar tercipta
perusahaan dengan good corporate
governance.
Ukuran dewan komisaris sangat
berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan. Semakin banyak
personel yang dimiliki maka akan
berdampak buruk kepada kinerja
dalam perusahaan tersebut. (Zahra,
2016). Ukuran dewan komisaris
mempunyai suatu peran penting
dalam menentukan tingkat
keefektifan saat melakukan
pemantauan kinerja perusahaan.
Dewan komisaris yaitu bagian dari
corporate govenance yang memiliki
peran sebagai pengontrolan terhadap
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
41
penerapan manajemen risiko apabila
perusahaan telah menerapkannya
secara efektif (Zahra, 2016).
Oktavarina (2013) menyatakan
apabila jumlah anggota dewan yang
dimiliki besar, maka untuk
mengendalikan CEO semakin
mudah, sehingga pengawasan yang
dilakukan semakin efektif. Jika
dikaitkan dengan tingkat
profitabilitas maka semakin efektif
ukuran
dewan komisaris maka semakin
besar perusahaan untuk menilai
suatu kemampuan dalam mencari
laba atau keuntungan.Penelitian
terdahulu juga menemukan bahwa
ukuran dewan komisaris
berpengaruh negatif secara
signifikan terhadap manajemen laba,
makin sedikit dewan komisaris
maka tindak kecurangan semakin
banyak karena sedikitnya dewan
komisaris memungkinkan bagi
organisasi tersebut (Yu, 2006),
(Chtourous, 2001) dan (Xie, 2003).
Latar belakang pendidikan juga
berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan, walaupun ini tidak
menjadi suatu kewajiban bagi
seseorang yang ingin masuk kedunia
bisnis, akan lebih baik apabila
anggota berpendidikan
(Suhardjanto, 2010). Sedangkan
Santrok (1995) menyatakan bahwa
seseorang yang mempunyai
pendidikan tinggi akan memiliki
jenjang karir lebih tinggi dan lebih
cepat.
Keahlian dan pengetahuan (Latar
belakang pendidikan) dewan
komisaris yang mempunyai
pendidikan bisnis (keuangan) juga
menjadi variabel penentu. Dewan
komisaris yang mempunyai latar
belakang pendidikan bisnis biasanya
berpengaruh terhadap pengetahuan
yang dimiliki Ahmed and Nicholls
(1994) dalam (Suhardjanto, 2010).
Bagi pelaku usaha mempunyai
pendidikan bisnis akan lebih baik
jika dalam mengelola bisnis dan
mengambil keputusan (Kusumastuti
& Sastra, 2007).
Kondisi inilah yang melandasi
bahwa keberadaan komisaris
perusahaan memiliki peranan dalam
penerapan goodcorporate
governance. Hal ini terjadi karena
merekalah yang bertanggung jawab
penuh terhadap pengawasan
pengelolaan organisasi. Dalam
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
42
struktur permodalan di Indonesia,
kepemilikan saham manajerial
berasal dari anggota direksi ataupun
dewan komisaris yang tercantum
dalam daftar pemegang saham.
Karena dewan komisaris adalah
untuk melakukan pengawasan
terhadap direksi. Maka, dengan
adanya dewan komisaris yang
memiliki investasi pada perusahaan
akan memberikan salah satu
motivator yang besar dalam
menunjang pengontrolan yang lebih
efektif terhadap direksi. Jensen
dalam (Dewi, 2018) menyatakan
bahwa kepemilikan saham
manajerial dapat membantu
penyatuan kepentingan antara
pemegang saham dengan manajer.
Semakin meningkat proporsi
kepemilikan saham manajerial maka
semakin baik kinerja perusahaan.
Keterkaitan Komisaris
Independen dengan Kinerja
Keuangan Perusahaan
Perusahaan yang sudah melakukan
corporate governance diwajibkan
mempunyai dewan komisaris. Salah
satu fungsi utama dari komisaris
independen adalah untuk
menjalankan fungsi monitoring
yang bersifat independen terhadap
kinerja manajemen perusahaan.
Keberadaan komisaris dapat
menyeimbangkan kekuatan pihak
manajemen (terutama CEO) dalam
pengelolaan perusahaan. Komisaris
independen adalah anggota yang
tidak memiliki hubungan
keuangan,kepengurusan,kepemilika
n saham maupun keluarga
dengandewan komisaris lainnya
maupundireksi yang dapat
mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.
Didalam menentukan komposisi
dewan komisaris di diperlukan alat
ukur yaitu jumlah komisaris
independen dibagi dengan jumlah
anggota dewan komisaris.
Komisaris independen bertindak
sebagai wakil dari stakeholder untuk
mengawasi jalannya kegiatan
perusahaan. Komisaris independen
merupakan posisi terbaik untuk
melaksanakan fungsi monitoring
agar tercipta perusahaan yang good
corporate governance. Dalam
penelitian Hardikasari (2011)
menyatakan bahwa jumlah dewan
komisaris independen lebih besar
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
43
maka dapat mendorong dewan
komisaris untuk bertindak secara
tepat dan mampu melindungi
seluruh stakeholder perusahaan. Hal
ini akan berhubungan dengan
semakin objektifnya pengakuan
beban atau laba yang dimiliki
perusahaan. Putra (2015) juga dalam
penelitiannya mengungkapkan
bahwa komisaris independen
berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (Fadillah, n.d.).
Berdasarkan argumentasi di atas,
maka dibangun hipotesis pertama,
yaitu:
H1: Komisaris Independen
berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja keuangan perusahaan.
Keterkaitan Ukuran Dewan
Komisaris Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan
Dewan komisaris bertugas
melakukan pengontrolan dan
memberikan arahan kepada dewan
Direksi. Dewan komisaris tidak
memiliki otoritas langsung terhadap
perusahaan. Fungsi utama dari
dewan komisaris adalah
pengawasan kelengkapan dan
kualitas informasi laporan atas
kinerja direksi. Karena itu, posisi
dewan komisaris sangat penting
dalam menjembatani kepentingan
principal dalam sebuah perusahaan.
(Theodore Eisenberg, 1998)
menyatakan jumlah dewan
komisaris yangkecil akan
meningkatkan kinerja perusahaan.
Dari hasil pengujian teori diatas,
maka ukuran dewan komisaris
berpengaruh negatif terhadap
kinerja perusahaan. (Beasley, 1996)
yang melaporkan bahwa pengaruh
ukuran komisaris terhadap
kecurangan dalam pelaporan
keuangan adalah positif secara
signifikan. Untuk itu penelitian ini
mendukung bahwa dewan komisaris
yang lebih banyak kurang efektif
dalam melakukan pengendalian
terhadap manajemen.
Ukuran dewan komisaris
berpengaruh negatif terhadap
kinerja keuangan perusahaan
dimana penelitian ini sejalan dengan
yang dilakukan oleh Sanda (2005)
jumlah dewan komisaris yang
dimiliki terlalu besar menyebabkan
lambatnya proses pengambilan
keputusan. Dan alat ukurnya yaitu
ukuran dewan komisaris sama
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
44
dengan jumlah anggota dewan
komisaris. Hal ini disebabkan
keputusan yang diambil harus
didiskusikan terlebih dahulu dan
mengasilkan kesepakatan dari
semua dewan komisaris.Selain itu
keputusan tidak bersifat dinamis,
karena untuk mengubah suatu
keputusan yang telah disepakati,
membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk berunding dan
memproleh keputusan bersama.
Dengan demikian efektifitas dalam
pengambilan keputasan menjadi
berkurang dan mengakibatkan
penurunan kinerja badan usaha
(Puspitasari, 2010).
Berdasarkan argumentasi di atas,
maka dibangun hipotesis kedua,
yaitu:
H2: Ukuran Dewan Komisaris
berpengaruh Negatif dan
signifikan terhadap Kinerja
keuangan perusahaan
Keterkaitan Latar Belakang
Pendidikan Dewan Komisaris
Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan
Latar belakang yang dimiliki oleh
anggota komisaris berdampak
terhadap kinerja keuangan
perusahaan, meskipun bukan
menjadi suatu keharusan bagi
seseorang untuk berpendidikan yang
masuk kedunia bisnis. Komisaris
yang memiliki basis pendidikan
keuangan akan lebih mengenal cara
bagaimana mencapai suatu hasil
yang baik dan dapat menghindarkan
adanya praktek penghasil
manajemen oleh sebab itu
pengetahuan dan latar belakang
dewan komisaris dibidang keuangan
dapat meningkatkan kemampuan
mereka dalam kinerja keuangan dan
lebih mampumenghasilkan metode
pelaporan keuangan dengan lebih
efektif (Syafiqurrahman,
Andiarsyah, & Suciningsih, 2014).
Latar belakang pendidikan yang
dimiliki olehdewan komisaris
berpengaruh terhadap pengetahuan
yang dimiliki (Ahmed and Nicholls,
1994 dalam (Suhardjanto, 2010).
Dewan komisaris yang memiliki
latar belakang pendidikan bisnis
akan lebih baik dalam mengelola
bisnis dan mengambil keputusan
(Bray, Howard dan Gola, 1995
dalam (Suhardjanto, 2010). Dewan
komisaris yang memiliki tingkat
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
45
pendidikan yang lebih tinggi akan
lebih efektif dalam melakukan
pengawasan.
Berdasarkan argumentasi di atas,
maka dibangun hipotesis ketiga,
yaitu:
H3: Latar belakang pendidikan
Dewan Komisaris berpengaruh
signifikan terhadap Kinerja
keuangan perusahaan
METODE PENELITIAN
Data dan Sampel
Penelitian ini dilakukan pada
perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dengan periode pengamatan dari
tahun 2014 sampai dengan 2016.
Metode pengambilan sampel
menggunakan accidental sampling
disebabkan seleksi populasi menjadi
sampel dimana data tidak lengkap
dari perusahaan yang terdaftar tidak
bisa diambil atau dilakukan
penelitian, dengan kriteria 1)
Perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI dari tahun 2014-
2016 yang diperoleh dari ICMD
(www.idx.co.id); 2) Perusahaan
mempublikasikan laporan tahunan
(annual report) untuk periode 31
Desember 2014 โ 31 Desember
2016; 3) Perusahaan yang
mengungkapkan informasi
mengenai corporate governance,
terutama informasi tentang
komposisi dewan komisaris
independen, ukuran dewan
komisaris, dan latar belakang
pendidikan dewan komisaris.
Adapun jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
kuantitatif yang mana berbentuk
angka ataupun hasil pengolahan data
yang diangkakan(Sugiyono, 2017).
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sekunder
berupa laporan keuangan dari
perusahaan manufaktur yang
menjadi sampel bersumber dari
website Bursa Efek Indonesia (BEI)
www.idx.co.id. Menurut penulis
jenis data yang diperoleh yaitu
kuantitatif karena berupa laporan
keuangan perusahaan sementara
sumber data bersifat sekunder
dikarenakan data didapatkan dari
Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam penelitian ini, metode
pengambilan data yang digunakan
yaitu dengan metode dokumentasi
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
46
dikarenakan berupa data
sekunder.Dokumentasi dapat
berbentuk karya-karya monumental
dari seseorang, tidak hanya itu bisa
juga berbentuk gambar maupun
tulisan, hasil penelitian juga akan
semakin kredibel apabila didukung
oleh foto-foto atau karya tulis
akademik dan seni yang telah ada
(Sugiyono, 2017).Dokumentasi
merupakan metode pengumpulan
data dengan mempelajari catatan-
catatan atau dokumen.Catatan atau
dokumen yang dimaksudkan adalah
laporan keuangan perusahaan
(annual report) yang telah diaudit.
Berdasarkan tabel, terdapat empat
variabel yang digunakan dalam
penelitian ini, dimana variabel-
variabel tersebut diterapkan dalam
satu model statistik. Model statistic
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah compound regression model
(model regresi berganda). Model
yang digunakan untuk menjawab
hipotesis adalah sebagai berikut:
ROA = ฮฒo + ฮฒ1 KI+ ฮฒ2 DK + ฮฒ3 EDU
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
47
Hasil pengujian regresi berganda
menunjukkan bahwa variabel Komisaris
Independensebesar 3,5905%
berpengaruhpositifdan signifikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan
(ROA). Temuan penelitian pada 351
observasi perusahaan manufaktur yang
go public di Indonesia ini mampu
membuktikan bahwa Komisaris
Independen pada perusahaan
manufaktur memberikan pengaruh
positif yangsignifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan. Oleh karena itu,
hipotesis pertama menyatakan bahwa
Komisaris Independen berpengaruh
signifikan terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan (ROA) diterima.
Temuan ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan (Dechow, 1996), ,
(Peasnell, K.V., P.F. Pope, 2000),
(Chtourous, 2001), (Midiastuty, Pratana
P., 2003) dan (Xie, 2003) memberikan
kesimpulan bahwa perusahaan yang
memiliki proporsi anggota dewan
komisaris yangberasal dari luar
perusahaan outside director dapat
mempengaruhi tindakan manajemen
laba, sehingga, jika dewan komisaris
dari luar meningkatkan tindakan
pengawasan, halini akan berhubungan
dengan makin rendahnya penggunaan
discretionary accruals (Cornett,2006).
Penelitian Hardikasari (2011) juga
mendukung hasil penelitian ini dimana
jumlah dewan komisaris independen
semakin besar dapat mendorong dewan
komisaris untuk bertindak secara
objektif dan mampu melindungi seluruh
stakeholder perusahan. Penelitian Putra
(2015) juga mengungkapkan bahwa
komisaris independen berpengaruh
positif terhadap kinerja keuangan
(Fadillah, 2017).
Dewan Komisaris dan Latar
Belakang Pendidikan Dewan
Komisaris Tidak Berpengaruh
terhadap Kinerja keuangan
Perusahaan
Untuk menjawab hipotesis kedua dan
ketiga yang menyatakan bahwa ukuran
dewan komisaris berpengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaandan
latarbelakang pendidikan Dewan
Komisaris berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan ditunjukkan
dalam tabel
3 diatas.
Hasil pengujian regresi berganda
menunjukkan bahwa variabel ukuran
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
48
dewan komisaris sebesar 0,8528%
berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap Kinerja Keuangan perusahaan
(ROA). Temuan penelitian pada 351
observasi perusahaan manufaktur yang
go publicdi Indonesia ini belum dapat
membuktikan bahwa ukuran dewan
komisaris pada perusahaan manufaktur
mampu mempengaruhi kinerja
keuangan perusahaan. Oleh karena itu,
hipotesis kedua yang menyatakan
bahwa ukuran dewan komisaris
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan (ROA) ditolak,
hal ini berarti bahwa banyak sedikitnya
jumlah dewan komisaris, tidak
mempengaruhi kinerja perusahaan.
Temuan ini didukung oleh penelitian
(Theodore Eisenberg, 1998), (Beasley,
1996), (Yermack, 1996), (Midiastuty,
Pratana P., 2003), (Bukhori, 2012) dan
(Sekaredi, 2011) menyatakan dewan
komisaris yang ukurannya besar kurang
efektif dalam melakukan pengendalian
terhadap manajemen dan cenderung
melakukan kecurangan dalam pelaporan
keuangan perusahaan.
Hasil pengujian regresi berganda
mengenai latar belakang pendidikan
dewan komisaris menunjukkan bahwa
latar belakang pendidikan dewan
komisaris 0,2983% berpengaruh
negative namun tidak signifikan
terhadap kinerja keuangan perusahaan
(ROA). Dengan demikian, temuan
penelitian pada 351 observasi
perusahaan manufaktur yang go public
di Indonesia ini belum dapat
membuktikan bahwa latar belakang
pendidikan dewan komisaris
padaperusahaan manufaktur mampu
mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis
ketiga yang menyatakan bahwa latar
belakang pendididkan dewan komisaris
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan (ROA) ditolak.
Temuan ini tidak didukung oleh
penelitian (Ajay Khoranaa, Henri
Servaes, 2007), (Kusumastuti & Sastra,
2007), dan (Cheng, 2010), yang
menyatakan bahwa atribut latar
belakang pendidikan dewan komisaris
menunjukan dampak positif signifikan
terhadap efektivitas dewan komisaris
dalam melakukan pengawasan.
SIMPULAN
Penelitian dilakukan terhadap 117
sampel perusahaan manufaktur yang
listed di Bursa Efek Indonesia dari
periode 2014-2016 dengan jumlah
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
49
observasi sebanyak 351 observasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Komisaris Independen mampu
mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan. Namun hasil yang
berbeda ditunjukkan oleh ukuran
Dewan Komisaris dan latar belakang
pendidikan Dewan Komisaris
ternyata belum mampu memberikan
pengaruh yangsignifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan. Banyak
sedikitnya jumlah dewan komisaris,
tidak mempengaruhi kinerja
perusahaan
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
50
DAFTAR PUSTAKA
Ajay Khoranaa, Henri Servaes, L. W.
(2007). Portfolio manager ownership
and fund performance $. Journal of
Financial Economics, 85, 179โ204.
https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2006.0
8.001
Beasley, M. S. (1996). An Empirical
Analysis of The Relation Between The
Board of Director
Composition and Financial Statement
Fraud. The Accounting Review,
71(Oktober),
443โ465.
Bukhori, I. dan R. (2012). Pengaruh
Good Corporate Governance Dan
Ukuran Perusahaan
Terhadap Kinerja Keungan Perusahaan.
Journal of Accounting, 1โ12.
Cheng, M., Lin, J., Hsiao, T., and Lin,
T. W. (2010). Resource, Competitive
Intellectual
Capital, and Corporate Performance.
Journal of Intellectual Capital, 11, 433โ
450. Chtourous. Marrakachi, J. B. and
L. C. (2001). Corporate Governanca
and earning
management. Journal of Intellectual
Capital, 10, 510โ530.
Cornett, M, M.J. Marcus, Saunders,
dan T. H. (2006). Earning Management,
Corporater
Governance, and True Financial
Performance.
Dechow, P. M. (1996). Causes and
consequences of earnings
manipulationsโฏ: An Analysis Of Firms
Subject To Enforcement Actions By
The SEC. Contemporary Accounting
Research, 13, 1โ36.
Dewi, A. S. (2017). Pengaruh car, bopo,
npl, nim, dan ldr terhadap roa pada
perusahaan di sektor perbankan yang
terdaftar di bei periode 2012-2016.
Jurnal Pundi, 1(3), 223โ236.
Dewi, A. S. (2018). Pengaruh
Likuiditas Dan Solvabilitas Terhadap
Profitabilitas Pada
Perusahaan Makanan dan Minuman
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Periode
2013-2015. Economac, Vol 2 No. (1).
Fadillah, A. R. (2017). Analisis
Pengaruh Dewan Komisaris
Indepoenden, Kepemilikan
Manajerial Dan Kepemilikan
Institusional Terhadap Kinerja
Perusahaan Yang
Terdaftar dLQ45. Jurnal Akuntansi Vol
12 Nomor 1 Juni 2017
Kusumastuti, S., & Sastra, P. (2007).
Pengaruh Board Diversity Terhadap
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
51
Nilai Perusahaan dalam Perspektif
Corporate Governance. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan, Vol. 9, Hal
88โ98.
Midiastuty, Pratana P., dan M. M.
(2003). Analisis Hubungan
Mekanisme Corporate
Governance dan Indikasi Manajemen
Laba. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Vol 3
No.3 Mei 2003
Peasnell, K.V., P.F. Pope, and S. Y.
(2000). Board Monitoring and Earning
Management, do
Outside Director, Influence Abnormal
Accruals, Working paper.
Puspitasari, F. dan E. E. (2010).
โPengaruh Mekanisme Corporate
Governance terhadap
Kinerja Keuangan Badan Usaha Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan, Tahun
3, No.
2, Agustus 2010.
Sugiyono, P. D. (2017). metode
penelitian bisnis. ( suryandari sofia
Yustiyani, Ed.) (edisi 3).
Bandung.
Suhardjanto, D. (2010). Corporate
Governance, Karakteristik Perusahaan
Dan Enviromental
Disclosure. Jurnal Prestasi Vol 6 No.1.
Susanto, shierly pricilia dan liana.
(2017). Pengaruh Kepemilikan
Institusional, Kepemilikan Manajerial
Komisaris Indenpenden, Dan Ukuran
Dewan Komisaris Terhadap
Manajemen laba Serta Implikasinya
Terhadap Kinerja Keuangan Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Periode ,Jurnal
Akuntansi Vol XXII No.2 Hal, 267โ283.
Syafiqurrahman, M., Andiarsyah, W., &
Suciningsih, W. (2014). Analisis
pengaruh, XVIII(1),
21โ44.
Theodore Eisenberg. (1998).
Scholarship @ Cornell Lawโฏ: A Digital
Repository Larger Board
Size and Decreasing Firm Value in
Small Firms firms. Journal of Financial
Economics,
35โ54.
Widyati, M. F. (2013). Maria Fransisca
Widyati; Pen garuh Dewan Direksi โฆ.
Jurnal Ilmu
Manajemen, 1(1).
Xie, Biao, Wallace N Davidson III, and
. D. (2003). Earnings Management and
Corporate Governance: The Role of The
Board and The Audit Committee.
Journal of Corporate Finance, 9(Juni),
295โ316.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
52
Yermack, D. (1996). Higher Market
Valuation of Companies with Small
Board of Directors.
Journal of Financial Economics, 40, P.
J
185โ211.
Yu, F. (2006). Corporate Governance
and Earnings Management I .
Introduction, Journal Of
Finansial Economics, 85 (June), 1โ32.
Zahra, F. N. (2016). Pengaruh
Komisaris Indenpenden, Ukuran Dewan
Komisaris, Dan Frekuensi rapat Dewan
Komisaris Terhadap Profitabilitas. E-
Proceeding of Management, 3(3),
3324โ3331.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
53
Issues and Challenges of Sharia Audit in Islamic Banking
Divina Mahardika Dewi
Universitas Padjadjaran Bandung, Japati Street No.4 Bandung.
Abstract
Shariah economic development gave rise to the important of Islamic financial institution have a
supervisory team that conducts an audit of the Islamic financial institutions performance.
Moreover, in Islamic financial institutions that must be responsible for their financial activities to
a huge of people materially and to Allah in a spiritual way. And give rise to existence of the new
demands regarding the audit with the Sharia perspective. The opportunities and challenges of
sharia audit in Islamic banking became an important topic to be discussed. The purpose of this
research is a review of the development related audit syariah. In conclusion of this research found
that the chances of sharia auditing in Islamic banking were still very wide because sharia audits
were still an important requirement, but also found some challenges for the development of sharia
audits.
Keyword : Sharia Auditor, Islamic Financial Institutions, Islamic Bank, Sharia Supervisory
Board,
Introduction
The growth of Islamic Financial
Institutions (IFIs) in Indonesia has increasly
significant growth. Based on data in 2018,
there are 15 Islamic public banks, 21 Islamic
Business Units and 165 BPRS. Non-bank
financial institutions are also diverse, like
Islamic insurance, Islamic leasing, Islamic
capital markets, etc.
Islamic financial institutions have very
important role for Muslim communities like
in Indonesia because they can provide a
guarantee to customers, investors and other
stakeholders in terms of certainty of sharia
compliance. Every Islamic financial
institution must have a supervisory team that
conducts an audit of the Islamic financial
institutions performance. Moreover, in
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
54
Islamic financial institutions that must be
responsible for their financial activities to a
huge of people materially and to Allah in a
spiritual way.
Although Islamic financial institutions
continue to experience growth, the market
share of Islamic banking is still around 5% of
the national market share. Shows that in
general, public trust of Islamic Financial
Institutions is still low, including sharia
compliance of Islamic financial institutions
themselves. Sharia compliance is the main
pillar and differentiator of Islamic financial
institutions with conventional financial
institutions (Mardian, 2015)
Central bank of Indonesia (BI) has
authority in the supervision of Islamic banks.
In addition to BI and the Financial Fervices
Authority (OJK), specifically in Indonesia
the supervisory role in Islamic banks is
carried out by the DSN (National Sharia
Council) and DPS (Sharia Supervisory
Board). DSN has the authority to review,
explore, and formulate the values and
principles of Islamic law in the form of
fatwas to be used as guidelines in transaction
activities in Islamic financial institutions as
well as DPS as sharia compliance audits in
Islamic financial institutions to be capable
parties with special good skills and
knowledge understanding in fiqh muamalah
and understanding in modern economics and
finance.
The differences of the characteristics in
Islamic banks and conventional banks are
most likely to affect financial reporting
practices (Naser and Pendlebury, 1997). The
operations of Islamic banks that must comply
with Islamic rules that have implications for
financial reporting (Tomkins and Karim,
1987). Islamic banks must ensure that all
transactions comply with sharia, not only
formally and legally, but also more
importantly the socio-economic substance
based on sharia (Dusuki, 2008). Therefore
the existence of DPS to provide opinions on
the level of institutional compliance with
sharia rules (Alexakis, and Tsikouras, 2009).
The Accounting and Auditing Organization
for Islamic Financial Institution requires the
sharia supervisory board and financial
auditors of Islamic banks to report
compliance with sharia rules (AAOIFI,
2004).
The need for assurance in copmliance
sharia encourages the emergence of new
audit functions that is sharia audits. In this
case, sharia auditors play a crucial role in
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
55
ensuring financial report accountability and
compliance of sharia aspects. So that
stakeholders feel safe investing and funds
that owned by sharia financial institutions
can be managed properly and correctly in
accordance with Islamic law.
The current audit is part of the
conventional financial system that only
assesses economic aspects. As scientific and
technological developments, aspects outside
the economy began to be in the spotlight to
be assessed in the audit. This is characterized
by the emergence of other audit scopes such
as performance audits, social and
environmental audits and currently
developing Sharia audits (Ibrahim, 2008).
Haniffa (2010) stresses thatโ the
conventional financial audit is inadequate to
fulfill the needs of the stakeholders of IFIsโ.
This is true as the International Standards on
Auditing (ISAs) did not take into accounts
the Sharia aspects. The International
Auditing and Assurance Standard Board
(IAASB) only sets the international standards
for auditing, quality control, review and other
assurance and related services that serves
mostly the shareholders interest. Sometimes
the ISAs are catered for specific country or
environment needs. Only recently we can see
the growing awareness of IFIs to implement
Sharia audit which is one the core key
elements of good corporate and Sharia
governance to achieve the objectives of the
Sharia (Kasim, Ibrahim and Sulaiman, 2009).
Although the growth of Islamic
economics is very prospect at the moment but
in its implementation it still finds various
obstacles as well as challenges, in its
application. According to (Kasim, Ibrahim,
Hameed, & Sulaiman, 2009) there is a gap
between the expectations and practices of
sharia auditing that take place at this time.
There are at least 4 main factors which are
major obstacles to the implementation of
audits based on sharia law, that are the
framework, scope, qualifications and issues
related to independence. Another challenge is
the role of the sharia supervisory board (DPS)
as a sharia auditor. DPS does not have the
binding and compelling power as it should.
DPS is only limited to issuing fatwas without
legal powers that are able to force it to apply
and also the appointment process which is
directly elected by the IFIs themslves, this
also raises the issue of independence (Abdul-
Razzaq, 2009).
As for the theoretical challenges, for
example, there still not yet been a full
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
56
formulation of various economic concepts in
Islamic economics. where in the practical
challenges there are not yet a number of
institutions or institutions that are wider or
more specialized in implementing Islamic
Economics. As for the internal aspects, the
attitude of the Muslims themselves is not
maximized in implementing Islamic
economics in a comprehensive manner, and
from the external aspect are the practices of
economic life that are familiar with
conventional economic concepts.
So this researche are interested in
conducting research to determine the extent
to which the development of sharia audits in
Indonesia and what are the opportunities as
well as future challenges so that sharia audits
become part of maintaining the suitability of
sharia in Islamic financial institutions,
especially in Indonesian Islamic Banking
Literature Review
Auditing in Islamic Perspective
In Islam, auditing is not something new.
An audit emerged around the 1980s right
after the emergence of Islamic financial
institutions which needed an audit function
based on Islamic principles. At the time of the
Prophet Muhammad and the Khulafa
Rashidin there was an institute that was used
to help humans for worship to God within
ensured that the Godโs rights and other
human rights had been properly considered
and implemented. Functions of Hisbah
Institution is like an audior (Shafeek, 2013;
Kasim N, 2010; Imran, Ahmad, & Bhuiyan,
2012).
โSharia audit is the examination of an
IFIs compliance with the Sharia, in all of its
activities, particularly the financial
statements and other operational components
of the IFIs that are subjected to the risk of
compliance including but not limited to
products, technology supporting the
operations, operational processes, the people
involved in the key areas of risk,
documentations and contracts, policies and
procedures and other activities that require
adherence to sharia principlesโ (Haniffa,
2010; Sultan, 2007). The Sharia audit should
ensure that the IFIs have sound and effective
internal control systems to comply with the
Sharia (ISRA, 2011).
Harahap (2002) stated that the audit
function is carried out based on an attitude of
distrust or caution towards the possibility of
reports presented by the company containing
incorrect information that could harm other
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
57
parties who do not have the ability to access
information sources. This function is referred
to as "tabayyun" or checks the truth of the
news delivered from unreliable sources as
stated in Surah Al Hujuraat (49) paragraph 6
:
ุง ุงู ุชุตูุจูุง ููู ุง ุจุฌูุงูุฉ ู ุง ุงู ุฌุงุกูู ูุงุณู ุจูุจุง ูุชุจููู ุงููุง ุงูุฐูู ุงู ูู ุชุตุจุญูุง ุนูู ู ุง ูุนูุชู ู
ูุฏู ูู
(49:6) Believers, when an ungodly person
brings to you a piece of news, carefully
ascertain its truth, lest you should hurt a
people unwittingly and thereafter repent at
what you did.
This verse shows the importance of a
careful examination of information because it
can be the cause of a disaster. In the context
of Sharia audits, examination of financial
statements and other financial information is
also very important because both can be
critical economic sources if not managed
optimally. Sharia audit can be interpreted as
a process to ensure that the activities carried
out by Islamic financial institutions do not
violate Sharia provisions on Islamic bank
activities
Sharia Audit Practices in Islamic
Financial Institutions
Sharia audit is a process of systematic
examination of the compliance of all IFIs
activities against sharia principles which
include financial statements, products, IT
usage, operating processes, parties involved
in IFIs business activities, documentation and
contracts, policies and procedures and other
activities that require obedience to sharia
principles (Sultan, 2007; Yaacob, 2012) The
main objective of IFIs auditing is to provide
opinions on financial reports prepared by
management (companies), in all material
aspects in accordance with sharia law and
principles, AAOIFI, and national state
accounting standards concerned. In other
words, the audit in LKS is not only limited to
general financial audit rules but also sharia
views (Hanifa, 2010).
Role of The Sharia Supervisory Board
(DPS)
The characteristic of Islamic banks is
having an advisory board called the Sharia
Supervisory Board (DPS). The DPS's task is
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
58
to direct, review and supervise IFIs activities
to ensure that they operate in accordance with
Islamic principles. DPS or in some other
sharia financial institutions known as the
Sharia Committee, is one of the most
important governance mechanisms of an IFIs
to ensure compliance with sharia (Besar et al,
2009).
AAOIFI has also issued Governance
Standards for Islamic Financial Institutions
(GSIFI) No. 2 for DPS in conducting sharia
reviews. GSIFI No. 2 defines sharia review
as โan examination of the extent of IFIโs
compliance, in all activities, with Sharia.
This examination includes contracts,
agreements, policies, products, transactions,
memorandum and articles of association,
financial statements, reports (especially
internal audit and central bank inspection),
circulars, etc."
The important position of DPS in
organizations encourages DPS members to
have knowledge in various aspects such as
sharia sources (Qur'an and Sunnah), business
practices, finance, legal aspects, marketing,
and even accounting. According to GSIFI
No. 1, the composition of the DPS in IFIs
consists of at least three members (paragraph
7) and not the directors or significant
shareholders of IFIs. Therefore, DPS must be
independent in facts and appearance even
though the position of DPS is within the
organization. Karim (1990) asserted that the
composition of the DPS in IFIs would
increase the credibility of the reports of both
financial and non-financial organizations.
Methods
This research is library research, which
is a form of qualitative research whose object
of study is library data, it contains ideas or
thoughts supported by library data where the
source can be frm journals, theses,
dissertations, research reports, books texts,
papers, documentation of the results of
scientific discussions, official documents
from the government and other institutions.
In another reference, it is called "Literature
Study", the technique of collecting data by
conducting study studies of books, literature,
notes, and reports that have to do with the
problem being solved. (Arikunto, 39,2000).
This research uses secondary data.
Secondary data in the form of data obtained
through sources available and published to
public. The data can be internal or external
data of the organization and can be accessed
through the internet or document search.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
59
Result and Discussion
Analysis of Opportunities and Challenges
for Sharia Auditing in Indonesia
The development of sharia audits also
have challenges and opportunities. Several
studies have discussed this. Where in Uddin's
research (2003), it was explained that the
debate related to sharia auditing occurred
because of the desire of all parties to form an
ideal audit function. The debate focused on 4
things: (1) Sharia Auditor Independece; (2)
Sharia compliant inspectors which include
the Hisbah institution and the muhtasib
(judge); (3) Lack of competency of Sharia
auditor; (4) Lack of accountability of Sharia
auditors.
1. Sharia Auditor Independence
Auditor Independece is one of the things
that must be upheld. Where the real benefits
of a Sharia audit will not be accept if the
auditor is not totally independent. The
integrity of Sharia auditor needs to be
perceived as independent enough by
stakeholders of Islamic Finance. It is a
common practice for the Sharia auditors to
rely heavily on or follow the advice of Sharia
advisors. Sharia audit in Islamic Finance is
argues as one of the social functions for the
benefit of ummah. The real and full benefit of
Sharia audit canโt be realized if they are not
wholly or truly independent. Self- review
threats may occurs because there is no clear
line of separation of duties (Kasim et al.,
2009).
Fatwa maker or principles who related to
Sharia audit felt not independent because
they helps and accompanies Sharia auditor.
In Indonesia, DSN (National Sharia Council)
and MUI (Majelis Ulama Indonesia) as
Fatwa Maker, IAI and BI (Bank Indonesia) as
maker of technical rules through the PAPSI.
But the supervision carried out directly by
DPS (Sharia Supervisory Board), while DPS
is actually an extension of DSN (National
Sharia Council). (Uddin, 2013)
Therefore, the DPS (Sharia Supervisiory
Board) functions should be clearly stated and
not to interfere with the Sharia audit and the
IFIs could just outsource the Sharia audit to
outside professional accountants and auditor
who are well-versed in Sharia and
accounting.
Literature on internal audit
independence pinpoints three factors hat
significantly contribute to the degree of
auditor independence, 1) Clarity of definition
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
60
of the auditorโs responsibilities, 2) The
position of the internal auditor within the
institutionโs organizational structure, and 3)
The reporting structure. It is suggested that
the IFIs give clear authority and instruction
with powers to the internal auditor, reporting
to the Audit and Sharia Committee of the IFIs
board. Furthermore, the Audit and Sharia
Committee should report to the shareholders
in order to reinforce their real independence
(Karim, 1990).
2. Sharia compliant inspectors which include
the Hisbah institution and the muhtasib
IFIs should understand that the primary
importance for them is to ensure the
compliance of all products offered to the
Sharia. Sometimes both of the companyโs
external and internal auditors do not have
Sharia capabilities during implementation of
Sharia audit.
Therefore, both of the internal and
external auditors must have the same
knowledge so that there is no difference of
opinion because basically the internal auditor
are required to work with the external auditor.
(Gardina, 2017) The IFIs auditing should
evolve into a professional Sharia internal and
external auditors capable of doing the
financial, management and also the Sharia
audit. Chartered audit firms should acquire
the necessary knowledge and personnel to
undertake the Sharia audit.
According to Khan (1992) as cited in
(Yacoob, 2012) the scope of work of the
muhtasib is almost similar to what the scope
of work for the present Islamic financial
institutions auditors. Among others to
manage the market equilibrium, ensuring
price control mechanism in the market,
checking the credit structure, especially on
ribaโ and payment of zakat, ensure the
demand and control of goods in the market
and checking the efficiency in the public
sector with regards to public funds.
3. Lack of competency of Sharia auditor
Auditor must have capability and
knowledge both of Islamic accounting and
auditing with Sharia perspective. The Sharia
auditors are also accountable to ensure that
the IFIs follow all Sharia guidelines and
principles; otherwise, they have committed
zulm (injustice) to the ummah who had
entrusted them to audit and ensure the IFIs
comply with the Sharia (Yacoob, 2012).
Investments for the education in Sharia,
accounting and auditing is crucial to enhance
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
61
the knowledge and expertise of the actors
involve with the Sharia audit especially and
IFIs in general (Rahman, 2011; Sulaiman,
2011).
4. Lack of competency of Sharia auditor
Sharia audit can be performed by the
internal auditors or the external auditors
provided they must have adequate Sharia
related knowledge and training. Sharia
auditor should have been more accountable
because after the audit process is carried out,
the results will be submitted to the
stakeholders of the audited sharia entity.
Hence, they have to be accountable to the
stakeholders, which include the shareholders,
the society and the Ummah. Next, they are
accountable to Allah for every actions and
inactions. Therefore, the roles of the Sharia
auditors are very much limited in influencing
the decision of the IFIs. (Yacoob, 2012)
The Opportunities of Sharia Audit in
Indonesia Islamic Banking
Islamic banking and financial
institutions are currently growing rapidly.
The evolution of Islamic banking and
financial institutions in Indonesia began with
the establishment of Bank Muamalat
Indonesia (BMI) on 1991 and operated
effectively on 1992. Indonesia was late in
developing Islamic financial institutions
compared to Malaysia which had established
Islamic Banks since 1983.
The establishment of the Islamic
Development Bank (IDB) in 1975 by the
Organization of Islamic Conference
countries, including Indonesia in it. has
motivated many Islamic countries to
establish Islamic financial institutions.
Basically, Islamic banking grows every year,
even though the average from 2005 to 2013
reached 36.1% per year, twice that of
conventional banking which is only 16.3%
per year. For this reason, the Islamic banking
industry is nicknamed as the fastest growing
industry (Prastowo, 2014).
Islamic financial institutions continue to
increase in Indonesia and the commencement
of public awareness of sharia economics is an
opportunity also in the development of Sharia
audits, because every institution that operates
Sharia operations must be in accordance with
Sharia principles and good governance
according to rules both from Bank Indonesia
regulations, OJK, DSN-MUI and AAOIFI
fatwas and others related to the code of ethics
as regulated by the International Federation
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
62
of Accountants Code (IFAC). (Fauzi &
Supandi, 2018)
During this time, functions of Sharia
audit in Islamic bank can be done by internal
auditors who have knowledge and capability
related to Sharia, or internal auditors can
work with Sharia experts from IFIs as long as
it does not give affect the audiorโs
objectivity, ot the third alternative way, IFIs
can authorize external auditors to conducting
Sharia audit (PWC, 2011).
The role of Sharia auditors is still very
needed along with the growth of IFIs in
Indonesia. This certainly makes the existence
of Sharia auditors is important. The limited of
human resource who have capability and
knowledge in this profession is a great
opportunity for Sharia accounting and
auditing practitioners.
There are reasons why Islamic financial
Institution need sharia audit: (1) Enchance
accountability of the management on sharia
compliance and assurance to all stakeholders;
(2) Ensure Shareholderโs value and make
stakeholders more confidence on sharia
compliance; (3) Improve sharia risks
management and internal control system for
sharia compliance.
The Challenges of Sharia Audit in
Indonesia Islamic Banking
Islamic banks are one of the Islamic
financial institutions that are growing rapidly
compared to other Islamic financial
institutions. So, Islamic Bank has
responsibility to stakeholders, to ensuring
products, services and operations are in
accordance with sharia principles. Sharia
compliance is included in the main issues in
Islamic bank governance, because the
establishment of Islamic banking is to realize
economic activities are in accordance with
Sharia principles, investment activities that
are free of riba, maysir, speculation and all
that prohibited in Islam.
Chapra and Ahmed, who stated that
Islamic bank failed to present their success to
implementing Sharia, that would give
damage their image to public, especially to
shareholders, who ultimately concluded there
was no difference between Islamic banks and
conventional banks (Pramono, 2007).
Then sharia audit is one important way
to maintain and ensure the integrity of sharia
financial institutions in carrying out sharia
principles. Sharia audits can then provide
assurance to stakeholders and are urgently
needed to respond to the rapid development
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
63
of the Islamic finance industry. So if there is
a failure in a Sharia audit, it will have a bad
impact and even cause failure in fulfilling the
sharia principle itself. (Fauzi & Supandi,
2018)
Even thought, the fact is sharia audits
themselves are also facing various problems
and challenges. Yaacob (2012) agrees on four
main issues and problems in sharia audits
which include the sharia audit framework,
scope, auditor qualifications, independence
which are added to the issue of hisbah and
muhtasib institutions and accountability of
sharia auditors.
There are also problems related to
regulation aspect, regarding the sharia audit
framework which is considered undeveloped
due to the lack of encouragement from the
government (Aziz, 2012) The aim of the legal
framework is to enforce sharia compliance
and achieve financial stability (Yussof,
2013). Sharia audit problems also occur at the
level of human resources (HR). Unbalanced
accounting and sharia competencies are
found in both internal auditors, external
auditors and sharia supervisory boards.
Investments for the education in Sharia,
accounting and auditing is crucial to enhance
the knowledge and expertise of the actors
involve with the Sharia audit especially and
IFIs in general (Rahman, 2011; Sulaiman,
2011). Khan (1985) provides a solution to
this problem by establishing the Islamic
Auditing Foundation (IAF) which functions
to train sharia auditors.
Conclutions
Sharia audit in Indonesia has a good
opportunity, because sharia financial
institutions in Indonesia have good growth,
so this profession is very needed and this can
be opportunity for Sharia accounting and
auditing practitioners. Sharia audit needs
auditors who have fundamental knowledge
on Fiqh Muamalah, good understanding of
Islamic financial products, and have
knowledge and skills in auditing.
There are also the challenges of Sharia
Audit. First problems is availability of human
resources who has the qualifications of sharia
auditors in accounting and sharia are not
balanced, the limited of sharia auditors, lack
of accountability of shariah auditors (DPS)
and sharia auditors (DPS) are less
independent. Second is in regulation aspect
where that can not be find adequate sharia
audit standards, there is no clear sharia audit
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
64
framework and less of support from the
government.
References
AAOIFI. (2010). Accounting, Auditing and
Governance standards for Islamic
financial institutions. Manama,
Bahrain.
Abdul-Razzaq, A. A. (2009). Sharia
Supervision as a Challenge for Islamic
Banking in Nigeria. Oloyede I.O. (ed.),
Al-Adl (The Just): Essays on Islam,
Islamic Law and Jurisprudence .
Aziz, Z.A. (2007). The international
dimension of Islamic finance. Keynote
address in INCEIF global forum
โLeadership in global finance โ The
emerging Islamic horizonโ, Kuala
Lumpur.
Fauzi, Ahmad., Supandi, Ach Faqih. (2018).
Development of Sharia Audits in
Indonesia (Opportunities and
Challenges Analysis). Istiqro Journal:
Journal of Islamic Law, Economics and
Business Vol.5 / No.1: 24-35.
Haniffa, R. (2010). Auditing Islamic
Financial Institutions. Islamic
Finance: Instruments and Market.
QFinance, 109-112, Bloomsbury
Information Limited, UK.
Haniffa, R. & Hudaib, M. (2010). Islamic
finance: from sacred intentions to
secular goals?. Journal of Islamic
Accounting and Business Research,
Vol. 1, No. 2, 85-91.
Ibrahim, S. H. (2008). The case for Islamic
auditing. International Accountant ,
21-25.
ISRA. (2011). Islamic financial system:
principles & operations. International
Shariโah Research Academy, Kuala
Lumpur.
Kasim, N., Ibrahim, S.H.M. & Sulaiman, M.
(2009). Shariโah auditing in Islamic
financial institutions: Exploring the
gap between the โDesiredโ and the
โActualโ. Global Economy & Finance
Journal, Vol. 2, No.2, 127-137.
Khan, M.A. (1985). Role of the auditor in an
Islamic economy. J. Res. Islamic
Economic, Vol. 3, No. 1, pp. 31-42.
Mardian, S. (2015). Sharia Compliance
Levels in Islamic Financial
Institutions. Journal of Islamic
Accounting and Finance , 3 (1), 56 - 67
Nahar, H.S. & Yaacob, H. (2011).
Accountability in the sacred context:
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
65
The case of management, accounting
and reporting of a Malaysian awqaf
institution. Journal of Islamic
Accounting and Business Research,
Vol. 2, No. 2, 87-113.
PwC. (2011). Shariโah audit: industry
insights.
http://www.pwc.com/my/en/publicatio
ns/shariahaudit.jhtml.
Rahman, A.R.A. (2011). Shariโah audit: an
analytical perspective. Proceedings of
International Shariโah Audit
Conference 2011, Kuala Lumpur.
66
ANALYSIS OF MUSHARAKA MUTANAQISAH ACCOUNTING TREATMENT
ON GRIYA IB HASANAH PRODUCTS IN BANK BNI SYARIAH
Siti Fazriah
Magister Akuntansi Universitas Padjadjaran
Jl. Japati No. 4 Bandung
ABSTRACT
Islamic banks give customer a new experience in enjoying banking products or services using
profit sharing system instead of interest rate system. Various product agreements are provided, including
partnership contract services. As an example of a partnership contract is Musharaka Mutanaqisah
contract which has been implemented by Bank BNI Syariah.
This study aims to find out how the accounting treatment for Musharaka Mutanaqisah contract
on home ownership product provided in Bank BNI Syariah, called BNI iB Hasanah. The research
method used in this research is qualitative approach. The type of data sources are primary and secondary
data and have been collected using research stages including interviews, observation, and
documentation. The analysis and conclusion taken by comparing Musharaka Mutanaqisah contract
implemented in Bank BNI Syariah with the existing PSAK 106.
Based on the observation conducted in this research, author concludes that from the step of its
accounting treatment consisting: asset recognition which namely as musharaka investment is recognized
when cash or non-cash has been paid to active partners. Moreover, the measurement conducted when
musharaka financing given in cash is measured by the amount of money given. Furthermore musharaka
investment presented by cash or non-cash assets submitted to active partners. Finally the disclosures,
that has contents the musharaka business main agreement, such as the portion of funds, the distribution
of business profits, musharaka business activities and others. As a result, the accounting treatment
carried out by Bank BNI Syariah is still in accordance with PSAK 106 concerning the Musharaka
Agreement.
Keywords : Musharaka, Musharaka Mutanaqisah, PSAK 106
1
. INTRODUCTION
2
Islamic banks are banks that operate with a
profit sharing system, and itโs not relying on
interest rate based. Besides that, it can also be
interpreted as a financial or banking corporation
in which its operations and products are
developed based on the Qur'an and the Hadith of
the Prophet Muhammad SAW.
Islamic banking as a business corporation
has experienced rapid growth. This has proven
to us the importance of the role of Islamic
banking in the economy. History proves that
Islamic banks are able to go through periods of
economic crisis.
Islamic banks provide new alternatives for
customers to enjoy products with profit sharing
systems, various types of product agreements
contained in them, including in partnership
contract services (Rokhim,
2014). In its implementation, Islamic banking
requires special treatment because the
practice of its application is different from the
conventional banks that have been known so far.
One example of the form of partnership
contracts in Islamic banks is using the
Musharaka Mutanaqisah contract in home
ownershipfinancing. There are no accounting
standards specifically for the treatment of
Musharaka Mutanaqisah contracts until now.
However, practically, the accounting treatment of
Musharaka Mutanaqisah contract refers to PSAK
106 concerning the treatment of Musharaka
accounting treated the same as Musharaka
accounting treatment.
Based on PSAK No. 106, during the
musharaka contract, capital investment can be in
the form of cash and non-cash. When there is a
contract of musyarakah mutanaqisah transaction
happened, the house as the object of financing is
owned by both parties (banks and customers),
this is due to the purchase of the house based on
a combination of bank capital and customers (in
this case in the form of down payment). Based
on the principle of Substance over form used in
Sharia PSAK, the purchase of a house can be
recognized as the delivery of capital in the form
of cash or assets (Sarwedhie & Suprayogi,
2013). From these problems, this study aims to
explore how the accounting treatment of
Musharaka Mutanaqisah contract is carried out
by banks, as an example of implementation at
Bank BNI Syariah.
2. LITERATURE REVIEW
Contracts that can be used to make
transaction are very diverse, it depend on the
characteristics and specifications of existing
requirements (Ghufron, 2002). In this study,
we will discuss Mushraka Mutanaqisah
Agreement.
1. Definition of Musharaka Financing
Financing is the provision of funds
facilities to meet the needs of parties that
are devisit units (Antonio, 2001). While
definition of Musharaka according is
Musharaka is a contract of cooperation
between two or more parties for a
3
particular business where each of parties
contribute funds by an agreement that
profits and risks (losses) will be borne
together (Rivai, 2013).
4
Based on the above understanding, we can say
that Musharaka financing in Islamic banking is
a mechanism of cooperation (accumulation
between effort and capital) that benefits the
wider community in the production of goods and
services. Community contracts can be used in a
variety of business fields whose indications boil
down to profit (Karnaen, 1992).
2. Definition of Musharaka Mutanaqishah
Musharaka Mutanaqisah is one of the
further products development based on
of Musharakah contract. Musharaka
Mutanaqishah is a cooperation between
two parties or more for the ownership of
an item or asset. Where this collaboration
will reduce ownership rights of one party
while the other party increases ownership
rights by the time as both agreement. This
transfer of ownership is done through a
mechanism of payment for other ownership
rights. This form of collaboration ends with
the full transfer of entire rights of one party
to another (Hosen, 2016).
The fatwa governing the musharaka
mutanaqisa contract in Indonesia is the
fatwa DSN MUI, it is said that asset
ownership can be done by using the
musharakah mutanaqisa agreement. In
the musharaka mutanaqisa contract, the
first party (sharik) is obliged to promise
to sell the entire hishshah (portion) in
stages and the second party (syarik) must
buy it. After completion of the sale, the
entire Hishshah LKS is transferred to
other customers (customers). The assets of
mus harakah mutanaqisa can be rent to the
syarik or other parties (No. 73/DSN-
MUI/XI/2008, n.d.)
In the Al-Qurโan, the ability of the
musharaka mutanaqisah contract is refer to
Shad verse 24, which means: "And most of
the people who associate are part of their
wrongdoing to others, except those who
believe and do righteous deeds; and these
are very few".
In the musharaka mutanaqisah contract
there is a syirkah contract which is a
collaboration that obliges the executor of
this contract to trust each other and stay
honest without hurting one another. This
verse shows the characteristics in the
implementation of the musyarakah
mutanaqisah agreement that forgives each
other if one of the implementers of this
mutaniqisah musyarakah contract makes a
mistake either intentionally or not (Rohmi,
2015).
3. Accounting Treatment of Musharaka
Mutanaqishah
The treatment of Musharaka
accounting is regulated in PSAK 106
(IAI, 2007) and until now there is no
PSAK that specifically regulates the
Musharaka Mutanaqisa. But in PSAK
Sharia No.
106 which regulates the musharaka
5
contract can be used as a reference for the
treatment of the musharaka mutanaqisa
contract. Because it cannot be denied
that the musyarakah mutanaqisa contract
is one of the contractual agreements of the
musyarakah contract.
6
Based on PSAK No. 106 it is
stated that the accounting treatment for
musharaka includes recognition and
measurement, presentation and
disclosure. Recognition and measurement
of musharaka investments are recognized
when the cash is handed over or non-cash
assets for the musharaka business.
Measurement of musharaka investment in
PSAK 106 based on:
a) In the form of cash valued at the
amount submitted.
b) In the form of non-cash assets valued
at fair value and if there is a
difference between the fair value and
book value of non-cash assets, the
difference is recognized as:
deferred gain and amortized over
the contract period; or
losses when incurred.
The passive partner presents the
following matters related to the
musharaka business in the financial
statements:
a) Cash or non-cash assets delivered to
active partners are presented as
musyarakah investments;
b) Deferred gains from the difference
in valuation of non-cash assets
delivered at fair value are presented
as contra accounts of musharaka
investments.
Partners disclose matters related to
musharaka transactions, but not limited to:
a) Fill in the main agreement of the
musharaka business, such as the
portion of funds, the distribution of
business profits, musharaka business
activities, etc.;
b) Business manager, if there are no
active partners; and Disclosures required
in accordance with
PSAK 101: Presentation of Sharia
Financial Statements.
3. METHODS
This study uses a qualitative research
approach where qualitative research as a
scientific method is often used and
implemented by a group of researchers in the
field of social sciences, including education.
A number of reasons were also raised
which essentially mean that qualitative
research enriches the results of quantitative
research. Qualitative research is carried out to
build knowledge through understanding and
discovery. Qualitative research approach is a
research process and understanding based on
methods that investigate a social
phenomenon and human problems. In this
study the researcher makes a complex
picture, examines words, detailed reports
and observations (Iskandar, 2009).
In qualitative research, researchers are
key instruments. Therefore researchers must
have a broad set of theories and insights so
they can ask questions, analyze and construct
the object under study to become clearer.
This research emphasizes meaning and is
bound to values (Iskandar, 2009).
7
1) Types of Research
The research method used in this study is
a qualitative approach that is emphasizes
on the deductive and inductive inference
processes and on the analysis of the
dynamics relationship between observed
phenomena using scientific logic (Azwar,
2013).
2) Source of Data
Data sources used are:
a. Primary Data
Primary data is the research subject
which is used as a source of research
information by using measurement tools
or data collection directly (Azwar,
2013). Primary data in this study is
an interview with Bank BNI Syariah
b. Secondary Data
Secondary sources are data obtained or
collected from existing sources, where
the data is usually obtained from
libraries or from previous research
reports (Azwar, 2013). Secondary data
in this study were obtained from the
financial statements of Bank BNI Syariah
3) Research Stages
The stages of this research process are:
a. Interview, conducted with the bank BNI
Syariah
b. Observation, at this stage the author
obtained a general description of the flow
of financing and
Musharaka
Mutanaqisah accounting treatment
c. Documentation, at this stage the author
collects and processes the obtained data
4. RESULT AND DISCUSSION
ANALYSIS OF MUSHARAKA
MUTANAQISAH ACCOUNTING
TREATMENT ON GRIYA IB
HASANAH PRODUCTS IN BANK BNI
SYARIAH
BNI Griya iB Hasanah Financing uses the
musharaka mutanaqisah contract which is a
cooperation contract between the bank and
the customer to have join ownership of a
house by which both parties must contribute
in the provision of funds. The ownership
of the house can be fully owned by the
customer when the customer repays bank
ownership portion.
Thus, the musharaka mutanaqisah
contract provides an alternative for customer
to have a fully house ownership by repaying
the bank's ownership portion plus its rental
cost (in this contract the house is rent only
for customers). The risk arises when the
rental cost rises at the reviewed period. This
can also impacted on the rental cost paid
by customers. In addition, the revenue
9
increases if at that time the portion of the
customer is more than the po rtion of the bank.
Because of the house ownership is still shared,
so that the risk will be shared as well.
Transfer of ownership from the portion of
banks to customers occur gradualy as the
customers pay the monthly installment for the
bank. When the installment period ends, it
means that the ownership of an item or object
is fully owned by the customer. Decreasing the
portion of bank ownership of item or objects
decreases proportionally according to the
amount of installments. In addition to a number
of installments that must be made by the
customer to take ownership proportionally, the
customer must pay a rental cost to the bank
until all of the bank ownership run out.
Rental payments are made in conjunction
with installment payments. Installment
payments are a form of taking over ownership
of banks. Whereas lease payments are a form
of revenue taken by banks of their ownership
of the assets. Rental payments are also a form
of ownership compensation and fee
compensation for Islamic bank services.
The following is the Illustration of
Musharaka Mutanaqisah Agreement in Bank
BNI Syariah: Illustration of Musharaka
Mutanaqisah Financing in Islamic Banks. For
example the price of the house that the
customer wants to buy is IDR 600,000,000.
Equity participation by a Sharia Bank is
IDR
420,000,000 (70%) and the down payment
paid by the customer is IDR 180,000,000
(30%). The duration of the contract or
repayment of the syirkah is 120 months.
Analysis and discussion:
1. Accounting Treatment for Musharaka
Mutanaqisah Initial Capital
When conducting an initial transaction,
Islamic banks recognize joint ownership in the
form of cash as the capital investment. This is
in accordance with PSAK No. 106 paragraph
14 also states that "Musharaka investments are
recognized when the cash or non-cash assets is
handed to the musharaka business".
Recognition of initial capital in the form of
cash is presented by the accounting treatment
carried out by the Sharia Banks as follows:
Dr. Musyarakah Financing xxx.xxx
Cr. Customer Account xxx.xxx
This accounting treatment presented the existence of musharaka financing, so in its presentation
should be confirmed that there is a Financial Position Report (Balance Sheet) that displays the overall
musharaka financing that has been carried out by BNI SYARIAH, and the report can be proven by
following Balance Sheet.
10
Figure 1 : Statement Of Financial Position of Bank BNI Syariah 2018
In Bank BNI Syariahโs financial
statements , exactly at the Financial Position
Report (Balance Sheet), there is an account
representing the total Musharaka financing.
2. Accounting Treatment at bank Portion
Puchases
Given that the rent value paid by the customer
for each month ant the portion of BNI Syariah
versus the customer capital participation is 70% :
30%. From this proporsion, the monhly rental cost
is divided into two portions, 70% for BNI
Syariahโs income fee and 30% is to buy the portion
of bank ownership. This information can be
simplified by accounting journal conducted by BNI
Syariah as follow.
Dr. Customer Account xxx.xxx
Cr. Musharaka Financing xxx.xxx
Cr. Income Fee xxx.xxx
From the income fee of this lease, BNI Syariah reports through the Profit and Loss Report on the part of ijarah-
neto income. The data is as follow :
11
Figure 2 : Statement Of Profit Or Loss And Other Comprehensif Income of Bank BNI Syariah 2018
In PSAK No. 106 which discusses
musharaka, specifically musharaka mutanaqisah,
the installments process and purchasing of
ownership shares is presented in paragraph 32
which stipulates that, "The passive partner portion
of musharaka investment decreases (with gradual
return of passive partner funds) valued at the
amount of cash paid for Musharakah business at
the beginning of the contract minus the number of
returns from active partners and losses (if any).
From the results of obtained observations, BNI
Syariah has carried out obligations that are already
contained in PSAK 106.
3. Treatment of Accounting for Rental
Payments
The other accounting treatment that
occurs during the installment process is rent
payments. When a customer pays rental cost for
the house, the payment is allocated to (i) rental /
ijarah / ujroh fee / income. During the lease
payment process, BNI Syariah has carried out
accounting treatment in accordance with PSAK
106. The journaling processed carried out by BNI
Syariah as the following:
Dr. Customer Account xxx.xxx
Cr. Musyarakah Financing xxx.xxx
Cr. Fee income / ujroh xxx.xxx
12
This accounting treatment that recognizes
the existence of fee income / ijarah / ujroh income
has to be ensured exist in the Profit and Loss
Report which shows the overall income that has
been made by BNI Syariah. From the observation,
the report can be proven exist in the BNI Syariah
Profit and Loss Report.
Figure 3 : Statement Of Profit Or Loss And Other Comprehensif Income of Bank BNI Syariah 2018
As explained above, the income gained
from musharaka financing is included in the
category of fee income or commonly called rental /
ijarah / ujroh income. Then in the financial
statements of Bank BNI Syar iah the nominal rental
income has been stated with the name ijarah-net
income
4. Accounting Treatment When the
Mutanaqisah Musharaka Agreement
Ends
PSAK No. 106 in paragraph 33 has
stipulated, "When the contract is terminated,
mus harakah investment that has not been returned
by an active partner is recognized as a receivable".
If the contract ends naturally (there is no
accelerated repayment), the investment is not
recognized as a receivable, and this has also been
done by BNI Syariah that carries out the same
accounting treatment as the installment, and at the
end of the contract fully owned by customers. The
journaling processed carried out by BNI Syariah as
the following:
Dr. Customer Account xxx.xxx
Cr. Musyarakah Financing xxx.xxx
14
When the contract expires, accounting
cannot show the transfer of ownership is located,
only based on the calculation if it has entered
the repayment month, it is considered the
Musharaka Mutanaqisah transaction ends.
5. CONCLUSION
Practically Islamic banks for sure use all of
its contracts based on sharia principles. One of
the sharing contracts used is Musharaka
Mutanaqisah Agreement. Likewise with Bank
BNI Syariah, which in practice, using
Musharaka Mutanaqisah contract as one of
transaction or financing facility.
Musharaka Mutanaqisah contract is applied
in one of its financing activities, such as
financing for home ownership or well known
as Griya iB Hasanah. In practice, the
accounting treatment for Mutanaqisah
Musharaka Agreement is in accordance with
PSAK 106 concerning the accounting
treatment of Musyarakah contract.
Based on the obsevation of Musharaka
Mutanaqisah accounting treatment in Bank
BNI Syariah, author concludes that from the
step of its accounting treatment consist
of:starting of asset recognition which namely
as musharaka investment is recognized when
cash or non-cash has been paid to active
partners. Morever, the measurement conducted
when musharaka financing given in cash is
measured by the amount of money given.
Furthermore musharaka investment presented
by cash or non-cash assets submitted to
active partners. Finally the disclosures, that
has contents the main agreement of the
musharaka business, such as the portion of
funds, the distribution of business profits,
musharaka business activities and others. As a
result, the accounting treatment carried out by
Bank BNI Syariah is still in accordance with
PSAK 106 concerning the Musharaka
Agreement.
REFERENCES
Antonio, S. (2001). Bank
Syariah dari Teori Ke
Praktek (1st ed.; dadi M.
. Basri, ed.). Azwar, S.
(2013). Metode
Penelitian. Yogyakarta.
Hosen, M. N. (2016). Musyarakah
Mutanaqishah. Al-Iqtishad:
15
Journal of Islamic Economics,
1(2).
https://doi.org/10.15408/aiq.v1i2
.2463
IAI, P. 106. (2007). PSAK 106 (2007) - Akuntansi
Musyarakah.pdf.
Karnaen, P. (1992). Apa Dan Bagaimana
bank Syariah (Dadi, Ed.). Yogyakarta:
Dana Bakti Wakaf. Fatwa DSN No.
73/DSN-MUI/XI/2008, F. D. (n.d.).
Fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/
XI/2008/
Musyarakah Mutanaqisah.
Rivai, V. (2013). Islamic Risk For Islamic Bank (1st
ed.; Suprianto, Ed.). Jakarta: Gramedia.
Rokhim, A. (2014). Konstruk Dan Model
Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah Di Bank
Syariah. Human
Falah, 1(2), 1โ27.
Sarwedhie, A. K., & Suprayogi, N. (2013).
Perlakuan Aakuntansi Akad Musyarakah
Mutanaqisah, 428โ441.
Retrieved from
http://download.portalgaruda.org/article.php?ar
ticle=361290&val=8147&title=Perlakuan
Akuntansi Akad Musyarakah Mutanaqisah
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
81
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MINAT
MAHASISWA INDONESIA TERHADAP BANK SYARIAH DI UNITED
KINGDOM (STUDI KASUS NOVEMBER 2018)
Sarah Nur Karimah1, Cupian2
Abstrak Perbankan Syariah mengalami kemajuan yang cukup signifikan di Barat, tidak
terkecuali di UK. Tingginya jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di UK
merupakan pasar yang berpotensi besar bagi sektor perbankan syariah. Penelitian ini
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi minat mahasiswa Indonesia terhadap
bank syariah di UK. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer yang
diambil melalui kuesioner online, dengan jumlah responden 100 orang mahasiswa
Indonesia, dan data sekunder yang diambil dari literatur.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan peniliaian mahasiswa Indonesia terhadap bank
syariah di UK berada dalam kategori baik. Hasil penelitian menunjukkan 58 persen
responden berminat terhadap bank syariah di UK. Hasil regresi logistik menunjukkan
bahwa ada dua variabel yang signifikan memengaruhi minat mahasiswa Indonesia
yaitu, variabel citra lembaga dan variabel religiusitas.
Kata Kunci Bank Syariah, Persepsi, Preferensi, Mahasiswa, UK, Pengaruh
1. Pendahuluan
Jumlah mahasiswa internasional
di berbagai negara telah berkembang
pesat di awal abad 21. Menurut
(Organisation for Economic Co-
Operation and Development, 2000)
jumlah mahasiswa global yang terdaftar
di pendidikan tinggi di luar negara
kewarganegaraan mereka adalah dua
juta; pada tahun 2012 meningkat
menjadi empat setengah juta, mewakili
pertumbuhan tahunan rata-rata hampir
7 persen. Di antara semua kelompok
migran โ termasuk pekerja migran,
migran keluarga, dan pengungsi,
mahasiswa internasional adalah
kelompok yang tumbuh paling cepat.
1 Departemen Ilmu Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran. [email protected] 2 Departemen Ilmu Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran. [email protected]
The United Kingdom (UK)
adalah pemimpin global dalam
pendidikan internasional, merupakan
tujuan terbesar kedua bagi mahasiswa
internasional, setelah Amerika. Jumlah
mahasiswa internasional yang
mengakses pendidikan tinggi di UK
tampaknya meningkat (Higher
Education Statistics Agency, 2012)
meskipun adanya krisis keuangan
global. Data statistik dari tahun
akademik 2013/14 mengungkapkan
bahwa di UK saja, lebih dari 435.500
siswa internasional yang mendaftar ke
program sarjana dan pascasarjana
(Higher Education Statistics Agency,
2014) telah menghasilkan dorongan
yang besar untuk perekonomian di UK
(DBIS, 2011).
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
82
Minat terhadap pendidikan di
luar negeri juga terjadi pada mahasiswa
asal Indonesia. Kuliah keluar negeri
dianggap menimbulkan prestise
tersendiri, serta membawa seseorang
kepada jalur karir yang berbeda
dibandingkan lulusan dalam negeri.
Menurut data dari (UNESCO Institute
for Statistics, 2016), terdapat 45.206
mahasiswa Indonesia yang sedang
mengenyam pendidikan di luar negeri,
dan 3.164 diantaranya berada di UK.
Mahasiswa internasional tidak
luput dari berbagai kegiatan
perekonomian sehingga memerlukan
jasa perbankan sebagai sarana untuk
mempermudah transaksi keuangan para
mahasiswa internasional. Uang yang
mereka dapatkan tidak hanya
digunakan untuk biaya hidup di negara
dimana mereka belajar saja, ada yang
digunakan untuk menabung, transfer,
transaksi jual beli online serta transaksi
lainnya. Sehingga kehadiran bank
sebagai lembaga intermediasi sangat
dibutuhkan guna membantu para
mahasiswa dalam memenuhi
kebutuhanya.
Mahasiswa internasional,
khususnya yang beragama islam
memang sudah seharusnya melakukan
suatu hal berdasarkan hukum Islam,
salah satunya termasuk dalam
menggunakan bank syariah untuk
memenuhi kebutuhan transaksi
perbankan yang sesuai dengan syariat
islam. Para mahasiswa tersebut tidak
perlu khawatir dengan keberadaan bank
syariah di negara tujuan dimana mereka
akan belajar. Terlebih, para mahasiswa
Indonesia yang berada di UK, karena
perkembangan keuangan syariah di
negara tersebut tumbuh lebih pesat
dibanding dengan negara-negara barat
lain.
Perbankan Syariah merupakan
sistem perbankan modern yang sangat
populer di dunia, termasuk di UK. Pada
era sekarang ini, perbankan syariah
telah menjadi topik yang sangat
menarik di pasar barat terutama di
kalangan komunitas Muslim di UK.
Pada tahun 2012, UK menempati
peringkat ke 9 negara terbesar
berdasarkan aset di dalam keuangan
syariah dengan lebih dari 20 lembaga
yang menawarkan keuangan syariah
dan enam bank yang sepenuhnya sesuai
syariah. Pada saat itu, Perdana Menteri
UK; David Cameron mengumumkan di
Forum Ekonomi Islam ke-9 (WIEF 9)
bahwa pemerintahannya berencana
menjadikan UK sebagai Pusat
Keuangan Islam Internasional.
Keuangan Islam memainkan
peran penting dalam pembangunan
infrastruktur di UK. Ini termasuk
pembiayaan pengembangan
pembangunan The Shard, pembangkit
listrik Battersea, London Gateway, the
Olympic Village dan pembangunan
kembali Chelsea Barracks. Lebih dari
6.500 rumah di North West dan
Midlands saat ini dibiayai oleh investasi
sebesar 700 juta poundsterling oleh
Gatehouse Bank, bank yang
sepenuhnya berbasis syariah. Tren saat
ini menunjukkan bahwa peran
keuangan syariah dalam pendanaan
pembangunan infrastruktur akan terus
tumbuh di tahun-tahun mendatang.
Banyaknya mahasiswa
internasional, terutama mahasiswa yang
berasal dari Indonesia yang sedang
belajar di UK merupakan pasar yang
menjanjikan untuk perbankan syariah.
Maka, menghadirkan layanan
perbankan syariah merupakan
kesempatan yang baik yang dapat
dimanfaatkan industri perbankan
syariah dalam membantu para
mahasiswa Indonesia untuk melakukan
transaksi perbankan yang sesuai dengan
syariat Islam. Oleh karena itu, persepsi
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
83
mahasiswa Indonesia terkait perbankan
syariah dan faktor-faktor yang
memengaruhi minat mahasiswa
Indonesia terhadap bank syariah
menjadi menarik untuk diteliti.
2. Studi Literatur
Berdasarkan Selvanathan,
Nadarajan, Zamri, Suppramaniam, &
Muhammad (2018) yang bertujuan
untuk mengidentifikasi faktor yang
memengaruhi konsumen dalam
memilih produk dan servis bank
syariah, menunjukkan bahwa citra
bank, religiusitas, faktor biaya &
manfaat signifikan dalam memengaruhi
konsumen dalam memilih bank syariah.
Data dikumpulkan menggunakan non
probability sampling dan random
sampling di sekitar Selangor. Penelitian
ini membuktikan bahwa agama
menunjukkan hubungan negatif dalam
pemilihan Perbankan Syariah. Hal ini
menandakan bahwa agama bukanlah
faktor utama bagi seseorang melainkan
resiko memilih suatu bank dianggap
penting.
Selain itu, dilakukan upaya lain
untuk mencari tahu apa faktor yang
paling berpengaruh yang menjadi
pendorong orang-orang terhadap
perbankan syariah yang penelitiannya
dilakukan oleh Chowdhury dan Saba
(2018). Upaya juga dilakukan untuk
mencari tahu apa saja faktor yang
memengaruhi konsumen pria dan
wanita secara terpisah. Untuk penelitian
ini, survei online dan survei real-time
dilakukan pada pelanggan Bank
Syariah yang ada; ukuran sampel
penelitian adalah 60. Analisis dilakukan
dengan bantuan grafik dan IBM SPSS
25.0 dan ditemukan bahwa preferensi
agama adalah faktor yang memengaruhi
sebagian besar konsumen terhadap
Perbankan Syariah secara keseluruhan
dan terlepas dari jenis kelamin. Bank
Syariah harus bekerja keras dan
memastikan bahwa orang tidak memilih
mereka hanya karena keyakinan agama
saja tetapi karena kualitas layanan.
Menurut penelitian Asdullah &
Yazdifar (2016) yang bertujuan untuk
mengevaluasi faktor-faktor yang
memengaruhi pemuda (usia 18 hingga
24 tahun) dalam pemilihan Perbankan
Syariah di Pakistan, disimpulkan bahwa
responden perempuan tidak memiliki
banyak kesadaran dan pengetahuan
tentang prinsip-prinsip dasar Perbankan
Syariah. Mungkin karena fakta bahwa
mereka tidak terlibat langsung dalam
bisnis. Responden laki-laki berpendapat
bahwa mereka menggunakan layanan
Perbankan Syariah karena persepsi
agama, efektivitas biaya dan kualitas
layanan. Kedua metode kualitatif dan
kuantitatif telah dipilih untuk
melakukan penelitian ini. Dalam hal ini,
survei kuesioner dilakukan, melibatkan
100 pelanggan dari tiga Bank Syariah
Pakistan, dan 5 wawancara telah
dilakukan dengan otoritas Perbankan
Syariah. Hasilnya jelas menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
responden pria dan wanita tidaklah
sama. Faktor utama untuk memilih
Bank Syariah adalah motivasi agama
pemuda. Bank syariah perlu
menawarkan return yang menarik, dan
mengadakan program untuk
meningkatkan kesadaran guna
mendidik pelanggan tentang
karakteristik Perbankan Syariah.
Penelitian Hapsari & Beik
(2014) menyelidiki tentang analisis
faktor-faktor yang memengaruhi
nasabah non-muslim dalam
menggunakan jasa bank syariah di DKI
Jakarta. Disimpulkan bahwa faktor
lokasi dengan nilai odds ratio dari
1.450, faktor keuntungan administrasi
dengan nilai rasio odds 6,790, dan
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
84
faktor stimulan agama dengan rasio
odds nilai 2,679 signifikan
memengaruhi nasabah non-muslim
dalam menggunakan jasa bank syariah
di Jakarta. Penelitian ini menggunakan
50 pelanggan non-muslim dari bank
syariah dan 50 pelanggan non-muslim
dari bank konvensional sebagai
respondennya. Metode yang digunakan
adalah metode regresi logistik. Metode
analisis deskriptif digunakan untuk
melihat tren pelanggan non-muslim
terhadap bank syariah.
Amirudin (2010) mencoba
meneliti studi preferensi dan
segmentasi pasar BRI Syariah pada
masyarakat kota Bogor, diperoleh hasil
bahwa pendidikan, pendapat yang
mengatakan bunga bank bertentangan
dengan agama yang dianut, pendapat
yang mengatakan bagi hasil dapat
diterapkan, pendapat yang mengatakan
bagi hasil lebih diminati, pertimbangan
memilih bank karena ATM dan
popularitas merupakan faktor yang
memengaruhi potensi masyarakat
dalam mengadopsi BRI Syariah.
Segmen pasar BRI Syariah lebih
banyak diminati oleh orang orang yang
memiliki pendidikan rendah. Penelitian
ini menggunakan data primer, yang
dihasilkan dari survey yang dilakukan
di kota Bogor. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan
teknik quota sampling, yaitu teknik
penarikan contoh dengan kuota. 100
responden ditentukan, terdiri dari 60%
di wilayah kota Bogor dengan
aksesibilitas tinggi yang diwakili oleh
Bogor Tengah dan 40% di wilayah kota
Bogor dengan aksesibilitas relatif lebih
rendah yang diwakili oleh Bogor Barat.
Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Syafika (2017), Bank
syariah adalah salah satu lembaga
keuangan yang sedang berkembang
pesat saat ini tetapi keberadaannya
masih sangat sedikit terutama di negara
minoritas muslim. Salah satu negara
minoritas muslim yang masih belum
terdapat bank syariah adalah Korea
Selatan. Tenaga Kerja Indonesia yang
berada di negara minoritas muslim
seperti Korea Selatan memerlukan
sebuah lembaga intermediasi untuk
bertransaksi dalam hal keuangan dan
perbankan yang sesuai dengan syariat
Islam. Penelitiannya bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi minat TKI terhadap
keberadaan bank syariah di Korea
Selatan. Data yang digunakan
merupakan data primer yang diambil
melalui kuesioner online dengan jumlah
responden 60 orang TKI dan data
sekunder yang diambil dari literatur.
Faktor-faktor yang memengaruhi minat
TKI terhadap keberadaan bank syariah
di Korea Selatan dianalisis dengan
menggunakan metode regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukan 70 persen
responden berminat terhadap
keberadaan bank syariah di Korea
Selatan. Hasil regresi logistik
menunjukan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi minat TKI terhadap
keberdaan bank syariah adalah
triabilitas, pengetahuan dasar dan
pengetahuan khusus responden
mengenai bank syariah.
3. Metodologi
Metode yang akan digunakan
untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi minat mahasiswa
Indonesia terhadap penggunaan bank
syariah di UK adalah model regresi
logistik atau yang sering disebut logit
yang merupakan bagian dari analisis
regresi. Analisis ini mengkaji hubungan
pengaruh peubah penjelas (X) terhadap
peubah respon (Y) melalui model
persamaan matematis tertentu.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
85
๐โ = -7.560 + 0.831๐1 + 0.445๐2 - 0.448๐3 + 0.215๐4 - 0.171๐5 - 0.085๐6 +
1.373๐7 + ๐
Keterangan:
Yโ : Minat mahasiswa Indonesia terhadap bank syariah (1 jika berminat terhadap
keberadaan bank syariah, 0 jika tidak berminat)
ฮฑ = Intersep
๐ฝ1โฆ : Koefisien
๐1 : Citra Lembaga
๐2 : Kepercayaan
๐3 : Fasilitas
๐4 : Promosi
๐5 : Aksesibilitas
๐6 : Pengetahuan
๐7 : Religiusitas
: Error
Odds ratio digunakan sebagai
peluang terjadinya pilihan 1 (berminat
terhadap bank syariah) terhadap
peluang terjadinya pilihan 0 (tidak
berminat terhadap bank syariah). Nilai
odds yang semakin besar menunjukkan
peluang mahasiswa Indonesia berminat
terhadap bank syariah semakin besar.
Nilai odds merupakan indikator
kecenderungan nasabah untuk
menentukan pilihan 1 (berminat
terhadap bank syariah).
Penelitian ini menggunakan dua
analisis dalam pengolahan data, yaitu
analisis deskriptif dan analisis regresi
logistik. Analisis deskriptif digunakan
untuk menggambarkan karakteristik
responden dan persepsi dari mahasiswa
Indonesia di UK terhadap bank syariah.
Sedangkan, analisis regresi logistik
digunakan untuk menganalisis faktor-
faktor yang memengaruhi minat
mahasiswa Indonesia terhadap bank
syariah di UK. Pengolahan data
menggunakan Microsoft Excel dan
software Statistical Package For Social
Science (SPSS).
Metode yang digunakan untuk
menganalisis persepsi mahasiswa
Indonesia terhadap keberadaan Bank
Syariah adalah analisis deskriptif, yaitu
dengan melihat skor persepsi
mahasiswa Indonesia terhadap
keberadaan Bank Syariah. Penilaian
atas persepsi mahasiswa Indonesia
terhadap keberadaan Bank Syariah
menggunakan skala likert. Skala likert
adalah skala yang digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, atau
persepsi seseorang mengenai gejala
sosial tertentu. Rumusan skala likert
yang digunakan dalam instrumen
penelitian ini adalah sebagai berikut:
5 = Sangat Setuju
4 = Setuju
3 = Ragu-ragu
2 = Tidak Setuju
1 = Sangat Tidak Setuju
Responden memilih satu dari
skala likert yang tersedia pada setiap
pernyataan di kuesioner. Pernyataan-
pernyataan yang terdapat pada
kuesioner dikelompokkan menjadi
variabel Citra Lembaga, Kepercayaan,
Fasilitas, Promosi, Aksesibilitas,
Pengetahuan dan Religiusitas. Skala
yang dipilih responden merupakan
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
86
keadaan yang paling sesuai dengan
responden.
Hasil keseluruhan jawaban responden untuk setiap variabel diolah
menggunakan Statistical Package For Social Science (SPSS) agar diperoleh nilai mean
(rata-rata) dari setiap variabel. Nilai mean tersebut yang akan dikategorikan dan
dianalisis secara deskriptif.
Tabel. 1
Kriteria Nilai Interval
Nilai Kriteria
1 โ 1.8 Sangat Tidak Baik
1.81 โ 2.6 Tidak Baik
2.61 โ 3.4 Kurang Baik
3.41 โ 4.2 Baik
4.21 โ 5.0 Sangat Baik
4. Hasil dan Pembahasan
Persepsi mahasiswa Indonesia
terhadap keberadaan bank syariah di
UK dapat diukur berdasarkan hasil
penilaian responden terhadap
pernyataan-pernyataan pada kuesioner
yang mewakili 7 variabel yaitu Citra
Lembaga, Kepercayaan, Fasilitas,
Promosi, Aksesibilitas, Pengetahuan
dan Religiusitas. Masing-masing
variabel diduga dapat
merepresentasikan persepsi responden.
Jika persepsi seseorang terhadap bank
syariah dikatakan baik, maka orang
tersebut akan lebih berminat untuk
menggunakan bank syariah. Hasil
persepsi mahasiswa Indonesia di UK
terhadap bank syariah adalah sebagai
berikut.
Tabel. 2
Persepsi Mahasiswa Indonesia di UK Terhadap Bank Syariah
No. Variabel Rata-rata
1 Citra Lembaga 3.335
2 Kepercayaan 3.5357
3 Fasilitas 2.9475
4 Promosi 2.8857
5 Aksesibilitas 2.7075
6 Pengetahuan 3.4767
7 Religiusitas 3.6925
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
87
Keterangan : Lihat Tabel.1 Kriteria Nilai Interval
Keseluruhan jawaban dari 100
responden dikumpulkan untuk diolah
sehingga menghasilkan nilai mean atau
rata-rata dari setiap variabel, kemudian
penulis dapat mendeskripsikan
tanggapan responden terkait isi
kuesioner. Citra Lembaga bank syariah
di mata mahasiswa Indonesia yang
berdomisili di UK cenderung kurang
baik dengan nilai mean sebesar 3.335.
Kepercayaan mahasiswa Indonesia
yang berdomisili di UK terhadap bank
syariah termasuk baik dengan mean
akhir untuk setiap pernyataan sebesar
3.5357. Fasilitas bank syariah di mata
mahasiswa Indonesia yang berdomisili
di UK cenderung kurang baik dengan
nilai mean sebesar 2.9475. Promosi
yang dilakukan oleh bank syariah di UK
terhadap mahasiswa Indonesia yang
tinggal disana tergolong kurang baik
dengan mean akhir untuk setiap
pernyataan sebesar 2.8857.
Aksesibilitas bank syariah di mata
mahasiswa Indonesia yang berdomisili
di UK cenderung kurang baik dengan
nilai mean sebesar 2.7075. Pengetahuan
mahasiswa Indonesia yang berdomisili
di UK terhadap bank syariah termasuk
baik dengan mean akhir untuk setiap
pernyataan sebesar 3.4767. Religiusitas
mahasiswa Indonesia yang berdomisili
di UK cenderung baik dengan nilai
mean sebesar 3.6925.
Faktor-faktor yang diduga
memengaruhi minat mahasiswa
Indonesia terhadap keberadaan bank
syariah di UK meliputi beberapa
variabel independent yaitu citra
lembaga, kepercayaan, fasilitas,
promosi, aksesibilitas, pengetahuan dan
religiusitas. Variabel dependent yang
akan dilihat terdiri dari dua
kemungkinan, yaitu mahasiswa
Indonesia yang berminat terhadap bank
syariah di UK (Y=1) atau mahasiswa
Indonesia yang tidak berminat terhadap
bank syariah di UK (Y=0). Pengujian
ini menggunakan tingkat kepercayaan
90% atau dengan taraf nyata (ฮฑ) sebesar
10%.
Tabel. 3
Ketepatan Klasifikasi Model
Observasi
Prediksi
Tidak
Berminat Berminat
Percentage
Correct
Tidak Berminat 30 12 71.4
Berminat 7 51 87.9
Overall Percentage 81.0
Hasil pendugaan parameter
pada Tabel.3 menyatakan bahwa model
dapat mengklasifikasikan responden
yang berminat terhadap bank syariah di
UK sebesar 87.9% dan sebesar 71.4%
tidak berminat dengan bank syariah.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
88
Model mampu mengklasifikasikan
secara keseluruhan responden yang
berminat maupun responden yang tidak
berminat terhadap keberadaan bank
syariah di UK sebesar 81%.
Berdasarkan hasil pengolahan dengan
regresi logistik dihasilkan nilai overall
percentage sebesar 81%, artinya secara
keseluruhan model dapat
mengklasifikasikan responden yang
berminat maupun responden yang tidak
berminat terhadap keberadaan bank
syariah di UK sebesar 81%. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam 100
observasi, model mampu
mengklasifikasi 81 observasi dengan
tepat. Sehingga secara keseluruhan
model yang digunakan sudah baik dan
dapat menjelaskan kondisi pada
penelitian ini dengan baik.
Tabel. 4
Dugaan Parameter Regresi Logistik
Berdasarkan Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 8.759 8 0.363
Hasil uji Hosmer and
Lemeshow menunjukkan hasil Chi-
Square 8.759 dengan P-Value 0.363
yang berarti lebih besar dari alpha 5%.
Hal ini berarti model regresi logistik
yang digunakan mampu menjelaskan
faktor-faktor yang memengaruhi
minat mahasiswa Indonesia terhadap
bank syariah di UK dengan keyakinan
95%, sehingga dapat disimpulkan
bahwa model tersebut telah sesuai atau
layak untuk digunakan dalam analisis
(Sarwono dan Budiono, 2012).
Tabel. 5
Dugaan Parameter Regresi Logistik Berdasarkan
Omnibus Test of Model Coefficients dengan
metode Enter
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 36.507 7 0.000
Block 36.507 7 0.000
Model 36.507 7 0.000
Berdasarkan Tabel. 5, dapat
dilihat bahwa hasil omnibus test of
model coefficients, nilai signifikansi
model lebih kecil dari nilai taraf nyata ฮฑ
= 0.05 (0.000<0.05). Menurut Sarwono
dan Budiono (2012) hal ini dapat
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
89
mengindikasikan bahwa model
signifikan, sehingga dapat dikatakan
bahwa setidaknya terdapat satu variable
independen yang berpengaruh nyata
terhadap variabel dependen.
Setelah dilakukan elaborasi
persepsi para mahasiswa Indonesia
terhadap minat bank syariah di UK,
selanjutnya penulis akan menganalisis
faktor-faktor apa saja yang
memengaruhi minat mahasiswa
Indonesia terhadap bank syariah di UK.
Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel yang memengaruhi
minat para mahasiswa Indonesia adalah
variabel citra lembaga dan religiusitas.
Tabel. 6
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Minat Responden
Terhadap Bank Syariah di UK
Variabel Parameter P-Value
Odds
Ratio
CitraLembaga 0.831 0.074* 2.296
Kepercayaan 0.445 0.308 1.561
Fasilitas -0.448 0.380 0.639
Promosi 0.215 0.635 1.240
Aksesibilitas -0.171 0.679 0.843
Pengetahuan -0.085 0.850 0.919
Religiusitas 1.373 0.001** 3.946
Keterangan : *signifikan pada taraf nyata 10%
** signifikan pada taraf nyata 5%
Tabel. 6 menunjukkan variabel citra
lembaga berpengaruh pada taraf nyara
10% dan variabel religiusitas
berpengaruh pada taraf nyata 5%.
Sedangkan variabel kepercayaan,
fasilitas, promosi, aksesibilitas, dan
pengetahuan tidak berpengaruh nyata
pada penelitian ini.
Variabel citra lembaga
memiliki koefisien bertanda positif.
Hal ini berarti jika citra lembaga bank
syariah baik, maka akan semakin besar
peluang mahasiswa Indonesia yang
bertempat tinggal di UK berminat
terhadap bank syariah. Citra Lembaga
menjadi sangat penting dikarenakan
penilaian masyarakat terhadap sebuah
lembaga dapat menghasilkan rasa
hormat, membentuk opini yang baik
serta menghantarkan suatu lembaga
kepada keuntungan.
Variabel religiusitas memiliki
tanda koefisien positif. Dapat
diinterpretasikan jika semakin religius
responden, maka semakin besar
peluang mahasiswa Indonesia yang
berdomisili di UK berminat terhadap
bank syariah,jika dibandingkan
responden yang kurang religius. Hal ini
sesuai dengan larangan riba yang juga
dilarang dalam kepercayaan lain.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
90
5. Kesimpulan
Hasil analisis deskriptif
menunjukkan bahwa mahasiswa
Indonesia yang berdomisili di United
Kingdom memiliki kepercayaan,
pengetahuan dan religiusitas yang baik
dengan nilai mean masing-masing
3.5357, 3.4767, 3.6925 sehingga
persepsi mereka terhadap perbankan
syariah tergolong baik, jika dilihat dari
ketiga variabel tersebut. Variabel yang
memiliki nilai mean tertinggi yaitu
variabel religiusitas. Artinya
mahasiswa Indonesia yang lebih
religius akan cenderung berminat
terhadap perbankan syariah di United
Kingdom karena dianggap telah
menjalankan praktik yang sesuai
dengan ajaran agama. Sebanyak 58
orang dari 100 mahasiswa Indonesia
yang menjadi responden pada
penelitian ini menyatakan berminat
terhadap keberadaan bank syariah di
United Kingdom.
Hasil analisis regresi logistik
biner terkait faktor-faktor yang
memengaruhi minat mahasiswa
Indonesia terhadap bank syariah di
United Kingdom menunjukkan ada dua
variabel yang signifikan memengaruhi
minat mahasiswa Indonesia yaitu,
variabel citra lembaga dan variabel
religiusitas.
Daftar Pustaka
Asdullah, M. A., & Yazdifar, H.
(2016). EVALUATION OF
FACTORS INFLUENCING
YOUTH TOWARDS ISLAMIC
BANKING IN PAKISTAN,
1664(February), 217โ223.
https://doi.org/10.21917/ijms.201
6.0030
Centre for Global Higher Education.
(2018). The UK in the global
student market: second place for
how much longer? Retrieved from
https://www.researchcghe.org/per
ch/resources/publications/the-uk-
in-the-global-student-market.pdf
Chowdhury dan Saba. (2018). Factors
Affecting the Choice of Islamic
Banking by the Customers: A
Case Study. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publ
ication/326989736_Factors_Affec
ting_the_Choice_of_Islamic_Ban
king_by_the_Customers_A_Case
_Study
Hapsari, F. T., Beik, I. S., Studi, P., &
Ekonomi, I. (n.d.). Analisis
Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Nasabah Non-Muslim dalam
Menggunakan Jasa Bank Syariah
di DKI Jakarta, 2(1), 75โ95.
Higher Education Statistics Agency.
(2012). Higher Education
Statistics for the UK 2012/13.
Retrieved from
https://www.hesa.ac.uk/data-and-
analysis/publications/higher-
education-2012-13
Higher Education Statistics Agency.
(2014). Students in Higher
Education 2013/14. Retrieved
from https://www.hesa.ac.uk/data-
and-
analysis/publications/students-
2013-14
Organisation for Economic Co-
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
91
Operation and Development.
(2000). Foreign / international
students enrolled. Retrieved from
https://stats.oecd.org/Index.aspx?
DataSetCode=RFOREIGN
Sarwono dan Budiono. (2012).
Aplikasi untuk Riset Skripsi, Tesis
dan Disertasi Menggunakan
SPSS, AMOS dan Excel. Jakarta:
Andi.
Selvanathan, M., Nadarajan, D., Zamri,
A. F. M., Suppramaniam, S., &
Muhammad, A. M. (2018). An
Exploratory Study on Customersโ
Selection in Choosing Islamic
Banking. International Business
Research, 11(5), 42.
https://doi.org/10.5539/ibr.v11n5p
42
STUDI PREFERENSI DAN
SEGMENTASI PASAR
BRISYARIAH ( KASUS
MASYARAKAT KOTA BOGOR
) AMIRUDIN. (2010).
Syafika, S. (2017). ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI BANK
SYARIAH DI KOREA
SELATAN.
UNESCO Institute for Statistics.
(2018). Global Flow of Tertiary-
Level Students. Retrieved from
http://uis.unesco.org/en/uis-
student-flow
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
92
Zakat Produktif: Redistribusi Kekayaan untuk Pemberdayaan
Ni Gusti Ayu Putri, Arief Helmi
Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Padjadjaran
Abstrak
Zakat memiliki peran strategis untuk turut memecahkan masalah bangsa yaitu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Skema penyaluran
zakat masih didominasi oleh tujuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari atau konsumtif.
Penyaluran zakat untuk tujuan peningkatan usaha masyarakat atau zakat produktif telah banyak
dilakukanStudi ini berfokus pada literatur yang mengungkap potensi kemanfaatan zakat
produtif beserta tantangan penyalurannya. Beberapa studi menegaskan zakat sebagai sarana
untuk redistribusi kekayaan, serta menunjukkan keberhasilan zakat produktif yang ditunjukkan
adanya peningkatan kinerja usaha dan pendapatan dari mustahik. Studi lanjutan menunjukkan
berbagai kendala dalam optimalisasi zakat produktif yaitu: kurangnya kemampuan lembaga
zakat dalam mendapatkan mustahik yang tepat. serta kurangnya kemampuan mustahik dalam
mengelola tambaham modal kerja.
Kata kunci : zakat, produktif, pemberdayaan
1. Pendahuluan
Salah satu permasalahan ekonomi
yang dihadapi bangsa Indonesia khususnya
masyarakat menengah ke bawah adalah
berkenaan dengan kemiskinan dan
kesenjangan sosial. Pola masalah
kemiskinan menjadi kompleks dan
heterogen dalam konteks skala namun
menjadi struktural dan homogen dalam
konteks lokal. Oleh karenanya,
pengentasan kemiskinan akan lebih efektif
dengan menggunakan pendekatan bottom-
up yang mana masyarakat diupayakan ikut
berperan dalam mengurangi
permasalahannya secara aktif. Salah satu
upaya untuk menanggulangi kemiskinan
dari tingkat bawah yang sudah tak asing
bagi masyarakat Indonesia adalah program
zakat.
Mewujudkan kemaslahatan
manusia dalam konsepsi Islam dikenal
sebagai Maqashidus Syariah (Nurhayati &
Wasilah, 2017). Setidaknya dalam konsepsi
studi Islam terdapat lima tujuan
ditetapkannya suatu ketentuan syariah yaitu
agar tercapai keselamatan agama, jiwa,
akal, keturunan dan harta manusia. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa zakat
bertujuan untuk meredistribusi kekayaan
muzakki dan pada saat yang sama dapat
memberdayakan penerimanya.
Secara umum, pemanfaatan zakat
oleh Baznas Kota Bandung dan Baznas
kab/kota lainnya masih cenderung
dilakukan dengan cara yang spontan dan
sporadis. Pada tataran praktis, program โ
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
93
program penyaluran zakat masih identik
pada bentuk transfer yang tidak banyak
mendongkrak aspek pemberdayaan
mustahik dan cenderung ditujukan pada
penguatan daya beli konsumtif temporer.
Bentuk penyaluran zakat lainnya adalah
program zakat produktif yang berorientasi
pada peningkatan taraf kesejahteraan
dengan memperkuat aspek โ aspek
pemberdayaan mustahik sehingga dengan
kemandiriannya itu mustahik dapat keluar
dari kemiskinan dan bertransformasi
menjadi muzakki.
2. Pembahasan
2.1 Zakat: Redistribusi Kekayaan
Zakat merupakan suatu ibadah yang
memiliki hubungan dengan harta benda.
Mursyid (2006) menjelaskan bahwa zakat
itu wajib bagi orang yang mampu, yaitu
orang yang memiliki kekayaan yang
berlebihan dari kepentingan dirinya dan
kepentingan orang-orang yang menjadi
tanggungannya. Al-Quran menerangkan
tujuan berzakat dalam konteks ibadah
tercantum pada Surat At Taubah ayat 103 :
Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. dan Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui.
Dalam konteks agama, zakat
merupakan bagian dari sedekah dan
termasuk dari rukun Islam yang wajib
dilaksanakan pemeluknya. Adapun definisi
zakat secara umum adalah mengeluarkan
sebagian dari harta yang secara khusus
telah ditentukan takaran, jenis, pemberi dan
penerimanya dalam syariat Islam.
Sebagaimana dijelaskan pada Al-
Quran Surat At Taubah ayat 9, terdapat
delapan golongan yang berhak menerima
zakat yaitu fakir, miskin, amil, muallaf,
riqab, gharim, fi sabililillah, ibn sabil.
Ahmad (1981) mengurai hal tersebut
dengan menyertakan pandangan para ahli
keilmuan islam. Menurut Hasan Al Bashri
dan beberapa ahli lainnya berpendapat
bahwa miskin lebih membutuhkan daripada
fakir sedangkan pendapat lain menyatakan
bahwa fakir dan miskin sama-sama
membutuhkan namun tingkat kemiskinan
fakir lebih dalam lagi.
Skema zakat melalui mekanisme
pendistribusian kekayaan dari golongan
yang mampu kepada mereka yang
membutuhkan seringkali dijadikan topik
penelitian guna mengukur dampak dan
efektivitasnya. Jehle (1994) membuktikan
bahwa zakat mengurangi ketimpangan
pendapatan baik intra-provinsi dan antar-
provinsi meskipun dengan perubahan
jumlah tingkat ketimpangan yang kecil.
Namun demikian, kecilnya perubahan
dampak zakat tersebut dapat dimaklumi
karena besaran kondisi ekonomi antara
pemberi dan penerima zakat tidak terlalu
tinggi.
Meskipun peran zakat amatlah
penting namun Ali dan Hatta (2014)
menyatakan bahwa tidak seluruh negara
yang mayoritas penduduknya beragama
Islam menjadikan zakat sebagai sebuah
upaya yang serius dalam mengurangi
tingkat kemiskinan. Toor dan Nasar
(2004) menjelaskan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kondisi
sosial-ekonomi penerima zakat dan non-
penerima zakat. Hal tersebut dapat
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
94
mengakibatkan distribusi zakat tidak efektif
karena salah dalam proses penyeleksian
mustahik yang layak menerima zakat.
Menurutnya, inilah satu sebab mengapa
zakat dirasa kurang efektif dalam
mengurangi tingkat kemiskinan.
Ololade et al., (2017)
menambahkan bahwa adakalanya lembaga
zakat menentukan kriteria dan indikator
tertentu dalam proses penyeleksian
mustahik zakat namun nyatanya tidak
cukup menjangkau mereka yang
sebenarnya berhak mendapatkan dana
zakat.
Kondisi kemiskinan antarnegara
amatlah berbeda sebenarnya juga ditemui
dalam lingkup yang lebih kecil yaitu
antardaerah atau antarprovinsi (Ali dan
Hatta, 2014). Oleh karena itu, dapat
dipahami bahwa apabila lembaga zakat
tidak dapat menemukan karakteristik
kemiskinan spesifik di sebuah daerah maka
tujuan zakat sebagai salah satu solusi
alternatif mengurangi kemiskinan sulit
dicapai (Toor dan Nasar, 2004). Sinergitas
lembaga zakat pada level nasional dan
regional pun penting dilakukan agar
distribusi zakat efektif dan akhirnya
meningkatkan kepercayaan pemberi zakat
(Oladimeji et al., 2013).
Pelayanan Lembaga Amil Zakat
amatlah penting guna menjaga kepercayaan
pemberi zakat untuk mengelola dana zakat
yang mereka keluarkan. Noor & Saad
(2016) menekankan pentingnya sikap dan
kualitas layanan lembaga zakat untuk
membangun kepercayaan dengan pemberi
zakat. Riset tersebut pun menyatakan
bahwa dana zakat yang dikelola dengan
baik dapat digunakan sebagai dorongan
sosial dan ekonomi guna penerima zakat
sehingga dapat membentuk perilaku saling
bantu antarsesama dan menciptakan
kepedulian dan masyarakat yang toleran.
Oleh karena itu Abdullah et al.,
(2014) menyatakan bahwa lembaga zakat
perlu melakukan strategi pro-aktif dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya,
sebagaimana diusulkan bahwa
pengumpulan dan pencairan zakat harus
dilakukan sesegera mungkin
pendistribusian zakat kepada mereka yang
tinggal di daerah pedesaan. Selain itu,
distribusi zakat yang harus dihimpun di
level nasional harus dihapus karena dirasa
tidak efektif dan memperlambat pencairan
dana zakat
Mahat & Warokka (2013) Dalam
risetnya mengenai keterkaitan zakat dan
pertumbuhan ekonomi di 19 negara dengan
penduduknya yang mayoritas beragama
Islam, menyimpulkan bahwa zakat akan
menjadi kebijakan pertumbuhan ekonomi
apabila diimplementasikan secara serius di
negara-negara yang mencerminkan
semangat mandiri serta memperhatikan
pendekatan kemanusiaan dan mekanisme
pengelolaan kekayaan yang adil. Dengan
demikian zakat akan berdampak dan
memiliki kontribusi yang signfikan dalam
pembangunan nasional.
2.2 Zakat Produktif Untuk
Pemberdayaan
Pembangunan nasional erat
kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi
yang dapat diukur melalui pertumbuhan
transaksi barang dan jasa. Oleh karena itu,
dalam konteks zakat yang seringkali
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
95
bersifat konsumtif dapat diperluas
kebermanfaatannya melalui kegiatan
produktif mustahik. Komisi Fatwa Majelis
Ulama Indonesia pada tahun 1982
memutuskan bahwa zakat yang diberikan
kepada fakir dan miskin dapat bersifat
produktif dan dana zakat atas nama
sabilillah boleh disalurkan guna keperluan
maslahah ammah atau kepentingan umum.
Terkait zakat produktif, Faradis
(2016) membandingkan pemikiran Yusuf
Qardhawi dan Masdar Farid Masudi. Yusuf
Qardhawi berpendapat bahwa zakat
produktif berpotensi dalam menggerakan
ekonomi mustahik dengan cara melakukan
perdagangan atau profesi lain yang sulit
didapatkan dari sumber pendanaan lainnya
dengan menekankan pendampingan
melalui pelatihan yang meningkatkan
keahlian mereka. Sementara Masdar Farid
Masudi memandang zakat sebagai sebuah
ajaran moral yang penggunaanya boleh
selama untuk kemaslahatan segenap rakyat
terutama bagi masyarakat yang kurang
mampu. Keduanya pun sepakat terkait
peran zakat produktif dalam upaya
mengentaskan kemiskinan.
Praktek penyampaian dana zakat
dapat didistribusikan melalui skema
konsumtif dan produktif telah banyak
dilakukan di masarakat. Hasanudin (2015)
mengungkapkan suatu praktek pada
Lembaga Amil Zakat Maal Dukuh Salatiga.
Di lembaga ini selain distribusi zakat secara
konsumtif, distribusi secara produktif yaitu
dengan memberikan dalam bentuk bantuan
modal usaha dan beasiswa kepada siswa-
siswi dari keluarga kurang mampu. Pada
studi yang dilakukan Maslah (2012)
terungkap skema penyaluran zakat,
awalnya BAZIS di Dusun Tarukan,
Semarang didistribusikan kepada para
Mustahik berupa uang dan makanan pokok
namun sistem pengelolaan tersebut dirasa
tidak berdampak baik terhadap
perekonomian mustahik sehingga digagas
skema zakat produktif pada Tahun 2008
dengan memberikan seekor kambing untuk
diberikan kepada para mustahik karena
masyarakat setempat telah terbiasa
menggembala.
Varian skema pendistribusian zakat
produktif yang disesuaikan dengan
kebutuhan mustahik tersebut juga
dilakukan PKPU Kota Bandung. Selain
memberikan zakat produktif dalam bentuk
binatang ternak. Maulana et al., (2016)
menjelaskan bahwa lembaga tersebut pun
menyalurkan zakat dalam bentuk beasiswa,
modal usaha dan pembelanjaan peralatan
operasional bagi para amilin.
Skema zakat produktif lainnya
dilakukan Badan Amil Zakat Nasional
kabupaten Kendal yang mempunyai
program pendayagunaan mustahik dengan
cara memberikan gerobak sayur dan
menyawa kios-kios kecil di pasar atau di
pinggir jalan strategis untuk ditempati fakir
miskin yang ingin berwirausaha. Skema
zakat produktif tersebut juga dilakukan
dengan memberikan bantuan pinjaman
modal sebesar Rp. 1.000.000,- untuk
menambah modal usaha warga yang kurang
mampu dengan sistem pinjaman bergulir
tanpa bunga dan pengembaliannya dicicil
selama sembilan kali Rp. 100.000,- per
bulan dengan total pengembalian Rp.
900.000 sedangkan Rp. 100.000 sisanya
diberikan secara cuma-cuma kepada
mustahik (Lestari, 2015).
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
96
Skema penyaluran zakat produktif
pun dapat dilakukan secara kolektif pada
Program PROSPEK PKPU kepada KSM
(Kelompok Swadaya Masyarakat) dan
KUB (Kelompok Usaha Bersama) di Kota
Surabaya (Rosyidi, 2015).
Selanjutnya, beberapa penelitian
menganalisis dampak zakat khususnya
zakat produktif dengan studi kasus di
beberapa daerah di Indonesia. Pada
program zakat produktif yang dilakukan
oleh Badan Amil Zakat Nasional di
beberapa daerah terdapat perbedaan skema
penyaluran dana zakat tersebut. Baznas
Sumatera Selatan menyalurkan dana zakat
produktif dalam bentuk beasiswa sarjana
dan berpengaruh signifiikan terhadap
prestasi mahasiswa mustahik (Wulandari,
2017). Selain dalam bentuk beasiswa, zakat
produktif yang disalurkan Baznas dalam
bentuk modal usaha terbukti berpengaruh
terhadap pendapatan dan pertumbuhan
mustahik. Alaydrus (2016) menjelaskan
bahwa program ZIS Produktif Badan Amil
Zakat Daerah Kota Pasuruan berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan usaha
mikro mustahik. Sedangkan Yusnar (2017)
menyatakan bahwa pemanfaatan dana zakat
produktif dari program Baznas Sumatera
Utara mempunyai pengaruh terhadap
tingkat pendapatan mustahik.
Dampak program zakat produktif
yang dilakukan Lembaga Amil Zakat di
beberapa daerah terfokus pada perubahan
pendapatan mustahik dan pertunbuhan dan
kinerja usaha mereka (Sartika, 2008).
Dalam penelitiannya pada LAZ Solo Peduli
menyimpulkan bahwa terdapat korelasi
positif antara program dana zakat produktif
dan penghasilan mustahik Zakat
produktif sebagai sebagai tambahan modal
usaha mustahik tentunya secara teori dapat
meningkatkan performa bisnis karena
mereka memiliki dana untuk membeli
tambahan aset guna meningkatkan
penjualan dan menghasilkan profit. Mahalli
(2012) pada studi kasus di daerah Medan
dengan akad qardhul hasan. pinjaman
modal dengan skema tersebut serta
pengadaan pelatihan dan keahlian akan
meningkatkan kinerja usaha mustahik.
Adapun Fatimah (2013) menyatakan bahwa
pendayagunaan zakat produktif
mempunyai pengaruh positif terhadap
keuntungan usaha mustahik.
Penelitian yang secara spesifik
mengukur dampak zakat produktif juga
dilakukan. Wulansari (2013) menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh antara pemberian
bantuan modal terhadap perkembangan
modal, omzet dan keuntungan usaha
sebelum dan setelah menerima bantuan
tersebut. Adapun (Nidityo dan Laila, 2014)
menjelaskan peningkatan kinerja usaha
mustahik disebabkan terdapat perubahan
jumlah dari bahan baku, kuantitas produksi,
dan frekuensi produksi setelah mendapat
dana zakat produktif sehinga akhirnya
meningkatkan keuntungan usaha.
Tidak seluruh penelitian terkait
dampak zakat produktif berpengaruh positif
terhadap pendapatan dan keuntungan usaha
mustahik. Farid et al., (2015) menyatakan
bahwa penyaluran dana zakat produktif di
LAZ Baitul Amien Kabupaten Jember tidak
berpengaruh signifikan terhadap
keuntungan maupun pendapatan usaha
mustahik. Ketidakefektifan dana zakat
produktif juga dapat disebabkan oleh
kondisi mustahik yang memiliki utang
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
97
berlebih, seringkali jatuh sakit dan
penggunaannya untuk kebutuhan
konsumtif (Saskia, 2015).
Salah satu aspek keberhasilan
program dana zakat produktif yaitu peran
lembaga zakat yang memiliki manajemen
yang baik. Riyaldi (2013) menjelaskan
bahwa terdapat faktor internal dan eksternal
dalam mempengaruhi hal tersebut. Faktor
internal meliputi bantuan materi zakat dan
bimbingan petugas sedangkan faktor
eksternal meliputi spiritual dan sumber
daya manusia. Selanjutnya Lestari (2015)
menyebutkan faktor yang menghambat
efektivitas program dana zakat produktif
diantaranya: (1) pegawai Baznas
merangkap PNS aktif, (2) dana kurang
memadai dibandingkan jumlah mustahik
yang membutuhkan, (3) kurangnya tingkat
kesadaran mustahik, (4) sulitnya
menemukan mustahik yang bisa dipercaya.
Agar tujuan zakat tercapai,
pengelola zakat perlu mengetahui kondisi
sosio-ekonomi penerima zakat lalu
disesuaikan dengan jenis program zakat
yang sesuai. Contohnya, penelitian (Saskia,
2015) menegaskan bahwa apabila penerima
zakat memiliki utang, kecenderungan
penggunaan dana zakat untuk tujuan
konsumtif cukup besar. Selanjutnya, akad
qardul hasan sesuai dengan kondisi
penerima zakat yang cukup kebutuhan
dasarnya namun diperlukan dorongan
modal untuk menambah pendapatannya
sebagaimana dijelaskan (Mahalli, 2012).
Apabila usaha mustahik telah berjalan
dengan baik maka program dana zakat
produktif dapat diberikan untuk
meningkatkan kuantitas produksi dan
omzet (Wulansari, 2013). Tahapan kondisi
penerima zakat beserta akad dan program
yang sesuai sangat penting diperhatikan
untuk meminimalisir penggunaan zakat
yang tidak efektif.
3. Kesimpulan
Sebagai makna vertikal, zakat
memiliki peran untuk menjaga
kesucian/kebersihan harta. Sebagai makna
horizontal zakat berperan sebagai institusi
untuk membantu kesejahteraan masyarakat
melalui mekanismenya sebagai redistribusi
kekayaan. Redistribusi kekayaan dalam arti
sebagian kekayaan dari anggota masyarakat
yang tergolong mampu dapat tersalurkan
kepada anggota masuarakat, terutama fakir
miskin, untuk membantu pemenuhan
sebagian kebutuhan hidup mereka.
Menjadi tantangan untuk optimasi
pemanfaatan dana zakat tidak hanya hanya
efektif untuk membantu fakir miskin untuk
manfaat konsusmtif, tetapi juga dapat
memiliki manfaat produktif. Zakat
produktif telah banyak dilakukan dalam
berbagai bentuk, diantaranya: pemberian
alat/perlengkapan usaha, pemberian dan
pinjaman modal kerja dan beasiswa.
Keberhasilan penyeluran zakat produktif
telah terbuktikan melalui adanya
peningkatan kinerja usaha dan pendapatan
mustahik. Namun tidak semua zakat
produktif menunjukkan keefektifannya.
Beberapa kendala dari pelaksanan zakat
produktif yang baik adalah:
profesionalisme personalia lembega amil
zakat dan kemampuan mustahik dalam
mengelola tambahan kepemilikan
perlengkapan usaha atau tambahan modal
usaha.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
98
Daftar Pustaka
Abdullah, N., Derus, A. M., & Nizar, H. A.
2014. The Effectiveness of Zakat in
Alleviating Poverty and
Inequalities. Humanomics Vol 31,
pp 314-329.
Ahmad, Z. A. 1981. Zakat and Economic
Wellbeing. Islamic Studies, Vol. 20,
No. 1, 23-45.
Alaydrus, M. Z. 2016. Pengaruh Zakat
Produktif Pertumbuhan Usaha
Mikro dan Kesejahteraan Mustahik
pada Badan Amil Zakat Kota
Pasuruan Jawa Timur. Universitas
Airlangga.
Ali, I., & Hatta, Z. A. 2014. Zakat as a
Poverty Reduction Mechanism
Among the Muslim Community:
Case Study of Bangladesh,
Malaysia, and Indonesia. Asian
Social Work and Policy Review.
Faradis, G. 2016. Konsep Zakat Produktif
dalam Upaya Pengentasan
Kemiskinan (Studi Komparatif
Pemikiran Yusuf Qardhawi dan
Masdar Farid Masudi). UIN
Maulana Malik Ibrahim.
Farid, M., Sukarno, H., & Puspitasari, N.
2015. Analisis Dampak Penyaluran
Zakat Produktif Terhadap
Keuntungan Usaha Mustahiq.
Artikel Ilmiah Mahasiswa FE
Universitas jember.
Fatimah, S. 2013. Pengaruh
Pendayagunaan Zakat Produktif
terhadap Keuntungan Usaha
Mustahiq pada Program
Kemanusiaan Peduli Ummat
(PKPU) Kantor Cabang Pembantu
Cirebon. IAIN Syekh Nur Jati.
Hasanudin, A. 2015. Pengelolaan Zakat
Produktif sebagai Upaya
Pengentasan Kemiskinan (Studi
Kasus Lembaga Amil Zakat Maal
Dukuh, Sidomukti, Salatiga). IAIN
Salatiga.
Jehle, G. A. 1994. Zakat and Inequality;
Some Evidence from Pakistan.
Review of Income and Wealth Series
4 Number 2.
Lestari, S. 2015. Analisis Pengelolaan
Zakat Produktif untuk
Pemberdayaan Ekonomi (Studi
Kasus Pada Badan Amil Zakat
Nasional Kabupaten Kendal). UIN
Walisongo.
Mahalli, A. d. 2012. Potensi dan Peranan
Zakat dalam Mengentaskan
Kemiskinan di Kota Medan. Jurnal
Ekonomi dan Keuangan, Vol. 1.
Mahat, N. I., & Warokka, A. 2013.
Investigation On Zakat as an
Indicator for Moslem Countriesโ
Economic Growth. J Global
Business Advancement, Vol 6 No. 1.
Maulana, M. R., Hidayat, A. R., & Malik,
Z. A. 2016. Optimalisasi
Pendayagunaan Dana Zakat
Produktif dalam Pemberdayaan
Mustahiq Zakat di PKPU Kota
Bandung. Proseding Keuangan dan
Perbankan Syariah Universitas
Islam Bandung.
Mursyid. 2006. Mekanisme Pengumpulan
Zakat, Infaq dan Shadaqah
(Menurut Hukum Syara dan
Undang-Undang) Yogyakarta:
Magistra Insania Press
Nidityo, H. G., & Laila, N. 2014. Zakat
Produktif Untuk Meningkatkan
Kinerja Produksi, Motivasi dan
Religiusitas Mustahiq (Studi Kasus
Pada BAZ Jatim). JESTT Vol 1 No.
9.
Noor, A. M., & Saad, R. A. 2016. The
Mediating Effect of Trust on the
Relationship between Attitude and
Perceived Service Quality towards
Compliance Behavior of Zakah.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274
99
International Journal of Economics
and Financial Issues.
Nurhayati, S., & Wasilah. 2017. Akuntansi
Syariah di Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat.
Ololade, B., Johari, A. F., & Wahab, K. A.
2017. Identifying the poor and the
needy among the beneficiaries of
zakat: a need for zakat-based
poverty threshold in Nigeria.
International Journal of Social
Economics. Vol. 43 Iss 12 pp. 1513-
1538.
Riyaldi, M. H. 2013. Faktor-faktor
Penerima Zakat Produktif Baitul
Mal Aceh: Satu Analisis. Jurnal
Perspektif Ekonomi Darussalam,
Volume 1 No. 2.
Rosyidi, T. W. 2015. Model
Pendayagunaan Zakat Produktif
oleh Lembaga Zakat Dalam
Meningkatkan Pendapatan
Mustahik. Universitas Airlangga
JEBIS Vol. 1 No. 1.
Sartika, M. 2008. Pengaruh Pendayagunaan
Zakat Produktif terhadap
Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ
Yayasan Solo Peduli Surakarta. La
Riba Jurnal Ekonomi Islam Vol II
No. 1.
Saskia, S. 2015. Pendayagunaan Zakat
Produktif Bagi Peningkatan Usaha
Mustahik (Studi Komparatif pada
LAZ Zakat Center Thoriqatul
Jannah dan LAZISWA At-Taqwa
Cirebon). IAIN Syekh Nurjati
Cirebon.
Toor, I. A., & Nasar, A. 2004. Zakat As A
Social Safety Net: Exploring the
Impact on Household Welfare in
Pakistan. Pakistan Economic and
Social Review Vol 42, pp 87-102.
Wulandari, D. A. 2017. Pengaruh Zakat
Produktif yang Direalisasikan
dalam Bentuk Beasiswa Satu
Keluarga Satu Sarjana (SKSS)
Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Provinsi Sumatera
Selatan terhadap Prestasi
Mahasiswa Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang.
UIN Raden Fatah Palembang.
Wulansari, S. D. 2013. Analisis Peranan
Zakat Produktif Terhadap
Perkembangan Usaha Mikro
Mustahik (Penerima Zakat) (Studi
Kasus Rumah Zakat Kota
Semarang). Universitas
Dipenogoro.
Yusnar, M. 2017. Pengaruh Pemanfaatan
Dana Zakat Produktif Terhadap
Tingkat Pendapatan Mustahik
Terhadap BAZNAZ Provinsi
Sumatera Utara. Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara.