volume 9 nomor 2 issn: 2089-306x juni 2019 issn: jurnal

110
Jurnal Umi Kaltum Kiyanadhira Abghiazka A Wa Ode Zusnita Ikram Nur Muharam Rais Fikri Fathin Muhammad Rizky R Zul๏ฌkar Fauzi Imas Soemaryani Pristia Meisty Ayu Nuria Wa Ode Zusnita Muizu Amelia R Alamanda Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X IMPLEMENTASI SIX SIGMA DI PT POS INDONESIA PROFIT-LOSS SHARING INSTRUMENTS AND ISLAMIC BANK PERFORMANCE: THE CASE OF INDONESIA PENGARUH JOB BURNOUT TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK-BANK PEMERINTAH DI KOTA BANDUNG ISLAMIC BANKS IN THE DIGITAL ERA : ISSUES AND CHALLENGE PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA e- ISSN: 2622 - 7274 Divina Mahardika Dewi ISSUES AND CHALLENGES OF SHARIA AUDIT IN ISLAMIC BANKING ANALYSIS OF MUSHARAKA MUTANAQISAH ACCOUNTING TREATMENT ON GIRYA IB HASANAH PRODUCTS IN BANK BNI SYARIAH Indira Fitri A๏ฌyana Siti Fazriah Sarah Nur Karimah Cupian ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA INDONESIA TERHADAP BANK SYARIAH DI UNITED KINGDOM (STUDI KASUS NOVEMBER 2018) DITERBITKAN OLEH: PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PADJADJARAN Ni Gusti Ayu Putri Arief Helmi ZAKAT PRODUKTIF: REDISTRIBUSI KEKAYAAN UNTUK PEMBERDAYAAN

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal

Umi KaltumKiyanadhira Abghiazka A Wa Ode Zusnita

Ikram Nur Muharam Rais Fikri Fathin Muhammad Rizky R Zulfikar Fauzi

Imas Soemaryani Pristia Meisty Ayu Nuria Wa Ode Zusnita Muizu

Amelia R Alamanda

Volume 9 Nomor 2Juni 2019

I S S N : 2 0 8 9 - 3 0 6 X

IMPLEMENTASI SIX SIGMA DI PT POS INDONESIA

PROFIT-LOSS SHARING INSTRUMENTS AND ISLAMIC BANK PERFORMANCE: THE CASE OF INDONESIA

PENGARUH JOB BURNOUT TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK-BANK PEMERINTAH DI KOTA BANDUNG

ISLAMIC BANKS IN THE DIGITAL ERA : ISSUES AND CHALLENGE

PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS T E R H A D A P K I N E R J A P E R U S A H A A N MANUFAKTUR DI INDONESIA

e- I S S N : 2622 -7274

Divina Mahardika Dewi ISSUES AND CHALLENGES OF SHARIA AUDIT IN ISLAMIC BANKING

ANALYSIS OF MUSHARAKA MUTANAQISAH ACCOUNTINGTREATMENT ON GIRYA IB HASANAH PRODUCTS IN BANK BNI SYARIAH

Indira Fitri Afiyana

Siti Fazriah

Sarah Nur KarimahCupian

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA INDONESIA TERHADAP BANK SYARIAH DI UNITED KINGDOM (STUDI KASUS NOVEMBER 2018)

DITERBITKAN OLEH:

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAMFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Ni Gusti Ayu PutriArief Helmi

ZAKAT PRODUKTIF: REDISTRIBUSI KEKAYAAN UNTUK PEMBERDAYAAN

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

i

DAFTAR ISI

IMPLEMENTASI SIX SIGMA DI PT POS INDONESIA

Umi Kaltum, Kiyanadhira Abghiazka A, Wa Ode Zusnita

1

PROFIT-LOSS SHARING INSTRUMENTS AND ISLAMIC BANK

PERFORMANCE: THE CASE OF INDONESIA

Ikram Nur Muharam, Rais Fikri Fathin, Muhammad Rizky R, Zulfikar Fauzi

7

PENGARUH JOB BURNOUT TERHADAP KINERJA KARYAWAN

PADA BANK-BANK PEMERINTAH DI KOTA BANDUNG

Imas Soemaryani, Pristia Meisty Ayu Nuria, Wa Ode Zusnita Muizu

15

ISLAMIC BANKS IN THE DIGITAL ERA : ISSUES AND CHALLENGE

Indira Fitri Afiyana

21

PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS TERHADAP KINERJA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA

Amelia R Alamanda

36

ISSUES AND CHALLENGES OF SHARIA AUDIT IN ISLAMIC BANKING Divina Mahardika Dewi

53

ANALYSIS OF MUSHARAKA MUTANAQISAH ACCOUNTING TREATMENT ON GIRYA IB HASANAH PRODUCTS IN BANK BNI SYARIAH Siti Fazriah

66

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA INDONESIA TERHADAP BANK SYARIAH DI UNITED KINGDOM (STUDI KASUS NOVEMBER 2018) Sarah Nur Karimah, Cupian

81

ZAKAT PRODUKTIF: REDISTRIBUSI KEKAYAAN UNTUK PEMBERDAYAAN Ni Gusti Ayu Putri, Arief Helmi

92

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

1

IMPLEMENTASI SIX SIGMA DI PT POS INDONESIA

Umi Kaltum, Kiyanadhira Abghiazka Aryienno, dan Wa Ode Zusnita

Departemen Manajemen dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan Six Sigma dalam mengurangi defect dan

waste pemrosesan kiriman produk prioritas di PT Pos. Penerapan Six Sigma di Kantor Pos

Bandung menggunakan pendekatan Define-Measure-Analyse-Improve-Control (DMAIC).

Penelitian ini dilakukan karena ditemukan cukup banyak keluhan pelanggan terkait

keterlambatan kiriman produk prioritas di Kantor Pos Bandung. Metode penelitian yang

digunakan adalah studi kasus. Pengumpulan data melalui observasi langsung dan wawancara

di bagian Pelayanan Kantor Pos Bandung. Penelitian ini menghasilkan dua penemuan: (i)

Proses pelaksanaan pengolahan kiriman prioritas di PT Pos Indonesia saat ini meliputi lima

tahap, yaitu collecting, processing), transporting, delivering, serta reporting; (ii) Melalui

penerapan Six Sigma, diketahui bahwa aspek keterlambatan menjadi Critical to Quality untuk

diperbaiki. Kinerja proses Kantor Pos Bandung saat ini adalah sebesar 2,05 sigma, di mana

seluruh kesalahan penyebab keterlambatan pengiriman berasal dari komponen SDM. Masalah-

masalah yang disebabkan human error dapat dicegah dengan dilakukannya pengecekan

berlapis oleh pegawai yang terlibat serta dukungan sarana prasarana yang mumpuni. Kinerja

fasilitas yang sudah ada pun sebaiknya ditingkatkan dengan peningkatan frekuensi

maintenance.

Kata Kunci: DMAIC, jasa, kualitas, Six Sigma

I. Pendahuluan

Industri pos merupakan bagian dari

industri kurir yang bertugas melakukan

penyampaian berita tertulis dari pengirim

kepada penerima dengan produk yang

disebut surat. Industri pos dianggap penting

bagi masyarakat dan pemerintahan pada saat

teknologi telekomunikasi belum

berkembang. Namun, dalam beberapa

dekade terakhir, teknologi berkembang pesat

sehingga komunikasi dapat dilakukan dengan

cepat, mudah, murah, dan real time.

Munculnya berbagai pilihan gadget seperti

telepon seluler dan komputer, telah

meningkatkan penggunaan internet secara

luas, sehingga surat sudah bukan pilihan

utama dalam berkomunikasi. Berdasarkan

data dari Universal Postal Union dalam

Laporan Tahunan PT Pos Indonesia tahun

2015, volume surat konvensional global

mengalami penurunan sebesar 57 miliar dari

tahun 2006 sampai tahun 2010. Selain itu,

hasil analisis International Post Corporation

menunjukan adanya kemungkinan yang

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

2

tinggi akan terjadinya penurunan volume

tersebut dalam 15 tahun yang akan datang.

Meski perkembangan teknologi

informasi memberikan hantaman keras pada

industri kurir dalam pengantaran surat,

namun di sisi lain teknologi juga

memunculkan peluang bagi industri kurir

untuk berkembang dengan pesatnya

perkembangan e-commerce di seluruh dunia

setiap tahunnya. Tren online shopping pun

berkembang luas dan sudah menjadi bagian

dari gaya hidup masyarakat modern. Menurut

Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet

Indonesia (APJII) pada tahun 2016 terdapat

132,7 juta orang telah terhubung ke internet.

Jumlah tersebut menunjukkan kenaikan

sebesar 51,8 persen dibandingkan jumlah

pengguna internet pada 2014 yang baru

sebesar 88 juta pengguna. Terlebih lagi,

menurut Center of Reform on Economics

(CORE) Indonesia, nilai transaksi e-

commerce Indonesia pada 2016 diperkirakan

mencapai US$24,6 miliar atau setara dengan

Rp319,8 triliun. Nilai tersebut diperkirakan

akan terus meningkat mengingat penetrasi

internet di Indonesia yang juga terus

berkembang karena peningkatan

infrastruktur dan kemudahan dalam

mendapatkan smartphone. Hal tersebut

merupakan potensi pasar yang besar bagi

bisnis e-commerce. Peningkatan jumlah

transaksi pada bisnis tersebut, khususnya

pada aktivitas online shopping, menjadi

lahan luas bagi bisnis kurir untuk terus

beroperasi meski dengan objek utama

pengiriman berupa barang, bukan lagi surat.

PT Pos Indonesia (Persero)

merupakan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) yang berperan dalam layanan

kiriman pos di Indonesia. Pada tahun 1970

hingga 1980-an, Pos Indonesia mengalami

masa kejayaan dengan banyaknya

masyarakat yang menggunakan surat sebagai

media paling umum untuk komunikasi

tertulis. Namun, sejak tahun 2000-an,

penggunaan pesan singkat melalui telepon

seluler dan internet secara masif mulai

menggantikan peran surat pos individu.

Berdasarkan Laporan Tahunan PT Pos

Indonesia tahun 2015, kinerja usaha Pos

Indonesia menurun secara drastis mulai

tahun 2002, bahkan nyaris bangkrut pada

periode 2004-2008.

Pada tahun 2009, tekanan yang

diterima PT Pos Indonesia bertambah karena

hak monopoli yang pernah dimiliki pada

layanan pengiriman dokumen dan paket kecil

dicabut dengan diberlakukannya UU No. 38

tahun 2009. Peraturan tersebut menyatakan

bahwa baik BUMD, koperasi, maupun

swasta dapat menyelenggarakan layanan

kiriman surat, uang, maupun barang. Sejak

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

3

itu, PT Pos Indonesia berjuang semakin keras

untuk bersaing dengan penyedia jasa kurir

lainnya. Keadaan tersebut memaksa PT Pos

Indonesia untuk berbenah, hingga akhirnya

pada tahun 2013, usaha-usaha pembenahan

tersebut sudah memperlihatkan hasil positif.

Perusahaan menghasilkan pendapatan

mencapai lebih dari empat trilyun Rupiah

atau meningkat hampir tiga kali lipat dari

periode 2006-2007.

Layanan yang disediakan PT Pos

Indonesia untuk pengiriman surat dan paket

ke area domestik terdiri dari produk standar

dan prioritas. Produk prioritas domestik

terdiri dari Pos Express dan Pos Kilat Khusus

yang hanya memiliki perbedaan dari segi

tenggat kiriman atau Waktu Tempuh

Kiriman Pos (WTKP). Perbedaan layanan

prioritas dan layanan standar terletak pada

dua aspek: kecepatan pengiriman serta

keamanan kiriman. Selain penggunaan

sistem pelacakan status kiriman secara online

melalui Integrated Postal Operations System

(IPOS), pelanggan juga mendapatkan

Tanggungan Ganti Rugi (TGR) jika kiriman

prioritas terlambat atau tidak memenuhi

WTKP, rusak, maupun hilang.

Mengacu pada tabel 1.1, terlihat masih

banyaknya keluhan yang menunjukkan

ketidakpuasan konsumen. Oleh karena itu

diperlukan perbaikan proses pengolahan

kiriman pos untuk meminimumkan

kesalahan-kesalahan yang terjadi. Perbaikan

proses tidak dapat dilaksanakan hanya

dengan satu alat tertentu karena karakteristik

alur pemrosesan kiriman yang saling

berkaitan satu sama lain. Penyimpangan pada

satu proses akan memengaruhi kinerja proses

yang lain, sehingga diperlukan metode

pengendalian kualitas yang bersifat

komprehensif untuk mengakomodasi

kebutuhan perbaikan proses.

Salah satu metode pengendalian

kualitas yang bersifat komprehensif adalah

Six Sigma. Dengan menggunakan berbagai

macam tools sesuai karakteristik proses yang

akan diperbaiki, Six Sigma dirancang untuk

mengurangi cacat guna meningkatkan kinerja

proses hingga mencapai tingkat kecacatan

3,4 per satu juta peluang (kesempatan) guna

mengurangi biaya, menghemat waktu, serta

meningkatkan kepuasan pelanggan.

Tabel 1.1 Data Produksi dan Keluhan Pelanggan Kantor Pos Bandung 2016-2017

Pos Express Surat Kilat Khusus Paket Kilat Khusus

Bulan Perbuatan Jml

Keluhan Perbuatan

Jumlah

Keluhan Perbuatan

Jumlah

Keluhan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

2

Juni 2016 12337 4 74835 16 4060 10

Juli 10342 0 56617 11 1646 3

Agustus 17921 2 73499 6 2601 11

September 13918 0 63629 3 2255 2

Oktober 12999 0 62890 3 2118 2

November 16263 7 55935 4 2134 5

Desember 15975 6 57826 15 2129 10

Januari 14631 6 48550 4 1911 10

Februari 16683 3 42326 5 6489 9

Maret 24801 7 42658 9 11191 9

April 17938 2 32840 10 9117 11

Mei 20107 6 31104 5 10894 9

Jumlah 193915 43 642709 91 56545 91

Sumber: Data Transaksi Harian Loket KPRK dan KPC, Buku Bantu Pengawasan Pengaduan &

Permintaan Informasi Kantor Pos Bandung (diolah)

Kajian Pustaka

Konsep Six Sigma

Heizer dan Render (2014)

menyebutkan, Six Sigma adalah sebuah

program untuk menghemat waktu,

meningkatkan kualitas, dan menurunkan

biaya. Definisi tersebut diperjelas oleh

Swink, Melnyk, Cooper, dan Hartley (2014)

yang menyatakan bahwa Six Sigma adalah

sebuah strategi manajemen untuk mencapai

peningkatan kualitas output proses dengan

mengidentifikasi serta menghilangkan

penyebab kecacatan dan variasi pada

berbagai proses. Goetsch dan Davis (2010)

menambahkan bahwa tujuan Six Sigma

adalah untuk meningkatkan kinerja proses

hingga mencapai tingkat kecacatan 3.4 per

satu juta kesempatan atau kurang. Jadi, Six

Sigma adalah program yang dirancang untuk

mengurangi cacat guna meningkatkan kinerja

proses hingga mencapai tingkat kecacatan

3.4 per satu juta atau kurang untuk

mengurangi biaya, menghemat waktu, serta

meningkatkan kepuasan pelanggan.

Pada perusahaan jasa, program Six Sigma

bertujuan untuk memahami bagaimana

kecacatan (defect) terjadi dan merancang

perbaikan proses untuk mengurangi

terjadinya defect sehingga dapat

memperbaiki pengalaman pelanggan secara

keseluruhan sehingga kepuasan pelanggan

pun meningkat (Antony, Antony, Kumar &

Cho, 2007). Mayoritas perusahaan jasa

beroperasi pada kualitas sigma antara 1,5 dan

3,0. Six Sigma dapat digunakan untuk

mengurangi cost of poor quality sehingga

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

2

perusahaan dapat mencapai proses

penyampaian layanan yang lebih konsisten

(Antony, Antony, Kumar & Cho, 2007).

Metode Six Sigma

Menurut Park (2003), terdapat dua

metode atau pendekatan yang umum

digunakan dalam aplikasi Six Sigma. 1)

Pendekatan DMAIC umum digunakan untuk

memperbaiki proses yang sudah dijalankan

namun masih kurang efektif dan efisien, 2)

pendekatan DFSS digunakan untuk

mendesain produk baru dengan kualitas Six

Sigma.

Design for Six Sigma (DFSS)

digunakan untuk mendesain atau mendesain

ulang sebuah produk atau jasa. Menurut

iSixSigma, berbeda dengan metode DMAIC,

tahapan DFSS tidak didefinisikan secara

universal. Banyak perusahaan yang

mendefinisikan DFSS secara berbeda dan

menerapkan versi DFSS yang sesuai dengan

kebutuhan maupun budaya mereka.

Beberapa metode yang digunakan dalam

DFSS di antaranya adalah Define-Measure-

Analyse-Design-Verify (DMADV) dan

Identify-Design-Optimise-Validate (IDOV).

Pendekatan yang diakui secara

universal sekaligus paling umum digunakan

dalam Six Sigma adalah pendekatan Define-

Measure-Analyze-Improve-Control

(DMAIC). SixSigma memaparkan bahwa

pendekatan DMAIC digunakan jika telah

terdapat produk, atau telah dijalankannya

proses, dalam perusahaan namun belum

memenuhi kebutuhan pelanggan atau tidak

bekerja dengan baik.

Proses yang dilewati dalam pendekatan

DMAIC terdiri dari lima tahap :

1. Define, yaitu mengidentifikasi

proses, produk atau bidang jasa yang

ditargetkan untuk diperbaiki

(Plonien, 2013). Pada penelitian ini,

tool yang digunakan adalah

identifikasi Critical to Quality

(CTQ) pelanggan.

2. Measure, yaitu melakukan

pengukuran kinerja proses yang

selama ini dijalankan. Tahap ini

dilakukan dengan mengukur tingkat

kecacatan atau pemborosan yang

terjadi. Pada penelitian ini, tahap

measure dilakukan melalui

pengukuran kapabilitas proses yang

diwakili oleh nilai DPMO dan nilai

sigma.

3. Analyse, yaitu menganalisis faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya

penyimpangan (variasi) dengan

menggunakan data yang ada. Alat

analisis kunci pada tahap ini adalah

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

3

cause-and-effect-analysis atau

fishbone diagram, analisis regresi,

serta failure mode and effect analysis

(Trusko, Pexton, Harrington, &

Gupta dalam Plonien, 2013).

4. Improve, yaitu tahap dilakukannya

tindakan-tindakan untuk

memperbaiki akar penyebab

inefisiensi (Trusko, Pexton,

Harrington, & Gupta dalam Plonien,

2013). Penelitian ini menggunakan

FMEA untuk membantu

mengidentifikasi perbaikan untuk

setiap penyebab masalah.

5. Control, adalah pengendalian kinerja

proses yang baru agar peningkatan

kinerja yang telah dicapai tetap

terjaga. Kunci sukses proyek Six

Sigma adalah mempertahankan

berbagai peningkatan dan

memastikan masalah baru tidak

muncul; tahap control

menggabungkan validasi hasil dan

perbaikan solusi. Alat dan konsep

yang digunakan dalam tahap ini

mencakup control chart,

dokumentasi, pelatihan, komunikasi,

dan pengkajian bisnis (Trusko,

Pexton, Harrington, & Gupta dalam

Plonien, 2013).

2.

3.

4.

5. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan

adalah studi kasus. Data yang dibutuhkan

dalam penelitian berasal dari internal

maupun eksternal perusahaan, di mana data-

data tersebut diperoleh melalui: 1) Studi

lapangan (field research) dilakukan untuk

memperoleh data primer. Dokumentasi

pemrosesan kiriman produk prioritas (Pos

Kilat Khusus dan Pos Express) diperoleh dari

observasi langsung di bagian Pelayanan

Kantor Pos Bandung. Pengolahan kiriman

lebih lanjut diketahui dengan observasi dan

wawancara ke bagian prioritas Mail

Processing Center (MPC) Bandung,

sementara pengelolaan keluhan pelanggan

diketahui melalui wawancara di bagian

Layanan Pelanggan (Customer Service)

Kantor Pos Bandung. 2) Studi pustaka

(library research) dilakukan melalui

pengkajian berbagai literatur dan data

sekunder. Informasi mengenai produk

prioritas diperoleh dari website resmi Pos

Indonesia (posindonesia.co.id) serta laporan

tahunannya. Prosedur pemrosesan kiriman

diperoleh dari Standard Operating

Procedure (SOP) pemrosesan kiriman

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

4

Kantor Pos Bandung, sementara data defect

(keterlambatan, kerusakan, maupun

kehilangan) kiriman diperoleh dari Buku

Bantu Pengawasan Pengaduan di bagian

pelayanan pelanggan Kantor Pos Bandung.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Proses Pengolahan Kiriman Prioritas di

PT Pos Indonesia

Rangkaian kegiatan pos terdiri dari

lima tahap, yaitu tahap pengumpulan

(collecting), pemrosesan (processing),

pengangkutan (transporting), penyampaian

(delivering), serta pelaporan (reporting).

Rangkaian kegiatan tersebut saling berkaitan

erat satu sama lain, di mana kesuksesan

maupun kegagalan yang terjadi pada satu

tahap akan sangat berpengaruh pada tahapan

pemrosesan selanjutnya. Di Kantor Pos

Bandung, aktivitas core business dilakukan

oleh bagian Pelayanan, di mana bagian

tersebut hanya melaksanakan tahapan

collecting dan processing sehingga analisis

dilakukan secara detail hanya pada dua

tahapan tersebut.

a. Tahap Pengumpulan (Collecting)

Tahap collecting berupa pelayanan

pelanggan yang menyerahkan

kiriman surat maupun paket di loket.

Terdapat loket yang berbeda untuk

pengiriman surat dan loket untuk

paket (kiriman ukuran besar atau

kiriman kecil dengan berat lebih dari

dua kilogram).

b. Tahap Pemrosesan (Processing)

Tahap processing dimulai saat

kiriman sudah diterima loket untuk

selanjutnya diproses di back office.

Pemrosesan dimulai dengan proses

sortir, yaitu pengklasifikasian setiap

item kiriman berdasarkan produk dan

alamat tujuan ke dalam rak. Kiriman

yang telah selesai disortir selanjutnya

akan dimasukkan ke dalam kantong

(bagging) sesuai sortiran. Setelah

semua kantong selesai ditutup, dibuat

daftar serah R-7 yang berisi informasi

kantor asal dan tujuan, angkutan,

moda, tanggal pengiriman, serta

daftar kantong, rekapitulasi jumlah

produk dan beratnya. Seluruh

kantong beserta R-7 diserahkan ke

bagian pos-pos, yaitu bagian

transportasi dari Mail Processing

Center (MPC) Bandung yang

menjemput kiriman ke Kantor Pos

Bandung untuk diproses lebih lanjut

di MPC.

c. Tahap Pengangkutan

(Transporting), Penyampaian

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

5

(Delivering), dan Pelaporan

(Reporting)

Setelah melalui pemrosesan lebih

lanjut di MPC, kiriman

didistribusikan ke kantor pos atau

Delivery Center (DC) tujuan yang

tersebar di seluruh wilayah Indonesia

melalui pihak angkutan, baik

menggunakan armada PT Pos

Indonesia sendiri maupun jasa pihak

ketiga yang telah bekerja sama

dengan perusahaan. Tahap inilah

yang disebut dengan tahap

transporting. Setelah kiriman sampai

ke kantor pos atau DC tujuan, bagian

antaran akan menyampaikan kiriman

ke alamat tujuan masing-masing

(delivering). Setelah kiriman sampai

ke penerima, selesailah pekerjaan PT

Pos Indonesia. Status kiriman dapat

dilacak ke website resmi pos dengan

memasukkan nomor resi kiriman;

inilah yang menjadi bagian akhir

layanan pos yaitu tahap reporting.

Penerapan Six Sigma pada Proses

Pengolahan Produk Prioritas

Penerapan Six Sigma dengan

pendekatan DMAIC di Kantor Pos Bandung

dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Define

Tahap perumusan mengidentifikasi

Critical to Quality (CTQ) berupa

kesesuaian pelaksanaan pemrosesan

kiriman pos prioritas di Kantor Pos

Bandung dengan standar pemrosesan

kiriman prioritas yang telah ditetapkan

oleh PT Pos Indonesia. Dalam hal ini,

kesesuaian atau kualitas pengolahan

kiriman dinilai dari persentase

kesuksesan pengiriman (barang yang

diantar utuh, tepat waktu, dan tepat

sasaran).

Berdasarkan data keluhan pelanggan

Kantor Pos Bandung tahun 2016-2017,

diketahui bahwa hampir seluruh keluhan

pelanggan berasal dari keterlambatan

kiriman. Oleh karena itu, diambil sasaran

peningkatan proses berupa ketepatan

Standar Waktu Penyerahan (SWP)

kiriman, sementara keterlambatan

menjadi CTQ untuk diperbaiki dalam

penelitian dalam rangka peningkatan

kualitas proses.

b. Measure

Setelah CTQ diidentifikasi, penelitian

dilanjutkan dengan tahap pengukuran.

Kapabilitas proses saat ini diukur

mengacu pada data keluhan pelanggan

serta volume produksi kiriman prioritas.

Dengan asumsi bahwa semua keluhan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

2

bersumber dari kesalahan pos, nilai sigma

dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

Defect per Unit (DPU)

DPU = ๐‘ก๐‘œ๐‘ก๐‘Ž๐‘™ ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘›

๐‘ก๐‘œ๐‘ก๐‘Ž๐‘™ ๐‘๐‘Ÿ๐‘œ๐‘‘๐‘ข๐‘˜๐‘ ๐‘–

Defect per Million Opportunities (DPMO)

DPMO = ๐ท๐‘ƒ๐‘ˆ

๐‘๐‘Ÿ๐‘œ๐‘๐‘Ž๐‘๐‘–๐‘™๐‘–๐‘ก๐‘Ž๐‘  ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘› ๐‘ฅ 106

Kecacatan mengacu pada kiriman gagal,

dalam hal ini berupa keterlambatan

kiriman. Probabilitas kecacatan adalah

kecacatan yang mungkin teridentifikasi

oleh pelanggan, di mana pada kiriman

pos dapat terjadi kiriman terlambat,

rusak, atau hilang.

Berdasarkan perhitungan menggunakan

rumus, didapatkan nilai DPMO setiap

bulan sepanjang tahun 2016-2017 untuk

selanjutnya dikonversi menjadi nilai

sigma proses

.

c. Analyse

Tahap analisis mencari akar penyebab

masalah yang menyebabkan kecacatan

dalam pelaksanaan proses. Faktor-faktor

yang menjadi akar masalah tersebut

dituangkan dalam Fishbone Diagram

yang datanya diperoleh dari wawancara

dengan pegawai bagian pemrosesan.

Fishbone Diagram dibuat sebanyak dua

buah, meliputi bagan yang secara spesifik

menunjukkan penyebab terjadinya

keterlambatan kiriman sebagai CTQ serta

bagan yang memaparkan berbagai

penyebab kecacatan proses di Kantor Pos

Bandung secara keseluruhan.

Nilai DPMO rata-rata KPRK tahun 2016:

288,509*

Nilai sigma KPRK berdasarkan nilai

DPMO:

DPMO 288,509 terdekat dengan 291,160

= 2,05 sigma

*Nilai probabilitas kecacatan = 3 (kiriman terlambat, rusak,

atau hilang). Pembulatan tiga angka di belakang koma.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

1

Gambar 4.1 Fishbone Diagram Kecacatan Proses Kantor Pos Bandung

Berdasarkan analisis dengan Fishbone

Diagram, dapat disimpulkan bahwa seluruh

kesalahan penyebab keterlambatan

pengiriman berasal dari komponen SDM. Hal

ini dapat terjadi karena aktivitas di bagian

Pelayanan Kantor Pos Bandung sebagian

besarnya melibatkan tenaga manusia

sehingga terdapat banyak titik rawan

terjadinya human error. Sementara itu,

penyebab kecacatan terbanyak kedua setelah

manpower, yaitu pada komponen machine,

umumnya tidak berkaitan langsung dengan

keterlambatan pengiriman, namun lebih

banyak sebagai penghambat kinerja proses.

d. Improve

Tahap peningkatan menjabarkan

langkah-langkah pemecahan masalah

kecacatan pemrosesan kiriman. Tahap ini

menggunakan tool Failure Mode and

Effect Analysis (FMEA) untuk

mengantisipasi faktor-faktor penyebab

berbagai hambatan sehingga perbaikan

CTQ dapat dicapai serta kualitas

pemrosesan kiriman meningkat.

Pada tahap pertama, yaitu tahap

collecting, petugas menerima kiriman

dari pelanggan. Terdapat tiga kesalahan

yang muncul pada tahap ini: barang lupa

ditarif volume, kodepos tertukar saat

entry, dan barang terlarang lolos kiriman

paket. Pada saat menerima barang

berukuran besar, petugas loket akan

mengukur volume (panjang, lebar, dan

tinggi) kiriman serta menimbang

beratnya. Penarifan volume berlaku jika

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

2

barang memiliki berat relatif lebih ringan

dibandingkan ukurannya yang besar

sehingga memakan tempat. Terkadang,

petugas loket lupa memberikan tarif

volume sehingga penarifan menjadi tidak

tepat dan dapat merugikan perusahaan

jika sering terjadi. Kesalahan ini dapat

diminimalisasi dengan saling

mengingatkan antarpetugas loket jika

terdapat kiriman berukuran besar.

Kesalahan kedua yang terkadang

dilakukan adalah kesalahan entry

kodepos. Terdapat ratusan kodepos untuk

seluruh wilayah Indonesia, yang meski

sudah tersedia dalam sistem, masih

terdapat ruang terjadinya kesalahan jika

petugas loket tidak hati-hati dalam meng-

entry kodepos daerah yang memiliki

nama yang mirip, misalnya kota Solo di

Jawa Tengah dan kabupaten Solok di

Sumatera Barat. Jarak kedua daerah

secara geografis relatif jauh sehingga

kesalahan entry kodepos dapat

menyebabkan penarifan yang berbeda

jauh dan dapat merugikan perusahaan

atau pelanggan. Akibat lebih fatal dapat

terjadi jika petugas sortir hanya

memperhatikan alamat kiriman pada resi,

bukannya pada fisik sehingga terjadilah

salah salur kiriman. Karena itu, petugas

sortir sebagai palang terakhir yang

memastikan ke mana kiriman akan

disalurkan harus menyortir kiriman

berdasarkan alamat pada fisik kiriman

untuk mengantisipasi adanya resi yang

salah.

Masalah ketiga yang dapat muncul di

loket adalah barang terlarang yang lolos

kirim. Terdapat beberapa jenis barang

yang dilarang pengirimannya melalui

pos, misalnya NAPZA, barang eksplosif,

barang mudah terbakar, senjata dan suku

cadangnya, zat korosif, binatang hidup,

bahan radioaktif, dan bahan biologis yang

mudah busuk dan mudah menularkan

penyakit. Pengiriman barang-barang

tersebut diantisipasi sejak awal dengan

ditampilkannya daftar barang-barang

terlarang di setiap loket serta konfirmasi

isi kiriman oleh petugas loket. Namun,

terkadang ada pihak-pihak tidak

bertanggung jawab yang nekat mengirim

barang-barang terlarang dengan cara

menipu pihak loket saat ditanyakan isi

kiriman. Oleh karena itu, pihak loket

biasa mengecek kiriman dengan

mengguncang-guncang packaging untuk

mengantisipasi kiriman berupa cairan

serta membongkar setiap kiriman ke luar

negeri. Setiap pelanggan yang

kirimannya dianggap mencurigakan

harus menandatangani risiko pengirim

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

3

sehingga keamanan isi kiriman sudah di

luar tanggung jawab perusahaan.

Pada tahap data entry di back office,

kesalahan yang dapat terjadi adalah

ketidakcocokan resi dengan fisik

kiriman, kesalahan entry berat kiriman,

double entry, serta komputer error.

Ketidakcocokan resi dengan fisik kiriman

dapat terjadi pada bagian kolektif karena

resi yang dihasilkan dari data entry tidak

langsung ditempel ke fisik kiriman,

namun di-entry dan dicetak terlebih

dahulu secara kolektif. Jika dilakukan

secara terburu-buru, resi yang

ditempelkan bisa tidak cocok dengan

kiriman. Kesalahan ini dapat berakibat

fatal karena jika tidak terdeteksi sejak

awal, dapat menyebabkan salah salur dan

kesalahan penempelan resi pada kiriman

yang lain. Kesalahan ini biasanya

terdeteksi oleh petugas sortir yang

ditekankan untuk lebih mengandalkan

alamat pada fisik kiriman daripada

melihat resi.

Kesalahan selanjutnya yang dapat

muncul adalah double entry kiriman,

yaitu memasukkan data kiriman yang

sama dua kali karena petugas lupa telah

memasukkan data sebelumnya. Hal ini

dapat merugikan petugas loket sendiri

karena bertambahnya data kiriman akan

menambah revenue yang seharusnya

diterima perusahaan. Selisih data revenue

dan actual revenue akan dibebankan ke

petugas yang memasukkan data. Oleh

karena itu, petugas loket biasa mengecek

kembali jumlah fisik kiriman dan jumlah

data kiriman di backsheet untuk

memastikan fisik dan data yang

dimasukkan ke dalam sistem berjumlah

sama.

Penyimpangan selanjutnya, yaitu

kesalahan entry berat kiriman, biasanya

terjadi jika petugas lupa memasukkan

angka nol, sehingga berat kiriman jauh

lebih ringan dari yang seharusnya. Hal ini

tentu berlanjut ke kesalahan penarifan

sehingga merugikan perusahaan.

Biasanya, kesalahan ini terdeteksi oleh

bagian stapling atau penyortiran yang

mencocokkan resi dengan fisik kiriman.

Sementara itu, masalah non human-error

berupa komputer hang dapat

memperlambat kinerja pemrosesan

terjadi karena masalah jaringan. Petugas

biasanya menunggu beberapa saat

sebelum menghubungi bagian teknologi

dan sarana agar dilakukan perbaikan

jaringan.

Pada bagian sortir, kesalahan yang dapat

terjadi adalah salah sortir, baik sortir

berdasarkan produk maupun tujuan.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

4

Kesalahan sortir produk, misalnya

produk Pos Express salah ditempatkan di

rak Pos Kilat Khusus, dapat

menyebabkan kiriman tidak

diprioritaskan seperti seharusnya

sehingga menyebabkan keterlambatan

pengiriman. Kesalahan ini dapat

teridentifikasi saat mencetak manifest

kirim, yaitu dengan mencocokkan jumlah

produk yang diterima loket dengan

jumlah produk yang diproses bagian

penutupan kiriman.

Di bagian akhir, yaitu pengantungan

(bagging), terdapat tiga kesalahan yang

dapat terjadi. Terkadang terdapat satu

kiriman yang berbeda tujuan di antara

tumpukan kiriman yang menuju suatu

alamat yang sama, misalnya surat ke

Semarang terselip di antara tumpukan

surat-surat yang ditujukan ke Surabaya.

Jika tidak terdeteksi, hal ini dapat

menyebabkan salah salur. Kesalahan ini

sebenarnya adalah kesalahan petugas

sortir, namun penentuan ketepatan

penyaluran ditentukan oleh petugas yang

menutup kiriman. Jika kiriman yang

terselip teridentifikasi, maka salah salur

dapat dicegah.

Selanjutnya, terdapat risiko kiriman

terlewat di-entry ke manifest kirim

karena terselip akibat banyaknya kiriman

dengan bentuk dan ukuran yang sama,

umumnya surat kolektif. Hal ini

sebenarnya tidak berakibat fatal karena

kiriman tetap dikirim, namun akan

merepotkan karena mempersulit

pelacakan kiriman. Kiriman baru akan

terdeteksi kembali saat diterima oleh

MPC.

Masalah terakhir yang dapat terjadi di

bagian tutupan adalah non human-error,

yaitu kegagalan pencetakan bukti serah

kantong kiriman (R-7) karena masalah

jaringan. Masalah ini diatasi dengan

menghubungi bagian teknologi dan

sarana, namun jika perbaikan

berlangsung lama maka dapat terlebih

dahulu dibuatkan R-7 manual. Hal ini

dapat memperlambat identifikasi kantong

terima di MPC karena data kantong tidak

terkoneksi secara elektronik ke dalam

sistem.

e. Control

Tahap pengendalian dilakukan untuk

mengevaluasi berbagai tindakan

perbaikan yang telah diterapkan sehingga

hasil perbaikan dapat diketahui dan

permasalahan yang muncul dalam

pelaksanaan perbaikan dapat

diidentifikasi dan ditindaklanjuti. Dalam

penelitian ini, tahap Control diasumsikan

berupa penghitungan ulang nilai sigma

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

Email : [email protected]

Volume 9 Nomor 2 Juni 2019

ISSN: 2089-306X

e-ISSN : 2622-7274

5

yang akan dilakukan setelah tahap

Improve dilaksanakan. Penghitungan

ulang nilai sigma dilakukan kembali

dengan menggunakan rumus

penghitungan DPMO yang akan

dikonversi menjadi nilai sigma. Jumlah

keluhan pelanggan setelah pelaksanaan

tahap Improve selama jangka waktu

tertentu diasumsikan akan berkurang

sehingga menghasilkan nilai sigma yang

naik dan menunjukkan peningkatan

kualitas proses.

Simpulan

Pada akhir penelitian, diketahui bahwa

proses pelaksanaan pengolahan kiriman

prioritas di PT Pos Indonesia saat ini meliputi

lima tahap, yaitu pengumpulan (collecting),

pemrosesan (processing), pengangkutan

(transporting), penyampaian (delivering),

serta pelaporan (reporting). Dari penerapan

Six Sigma dengan pendekatan DMAIC,

diketahui bahwa aspek keterlambatan

menjadi Critical to Quality (CTQ) untuk

diperbaiki. Kinerja proses Kantor Pos

Bandung saat ini adalah sebesar 2,05 sigma,

di mana semua kesalahan penyebab

keterlambatan pengiriman berasal dari

komponen SDM. Masalah-masalah yang

disebabkan human error dapat dicegah

dengan dilakukannya pengecekan berlapis

oleh pegawai terlibat serta dukungan sarana

prasarana yang mumpuni. Kinerja fasilitas

yang sudah ada pun sebaiknya ditingkatkan

dengan peningkatan frekuensi maintenance

sarana prasarana.

Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam

hal evaluasi masukan perbaikan yang

diberikan. Nilai RPN akhir hanya

berdasarkan perkiraan, bukan berdasarkan

kondisi nyata saat perbaikan yang diusulkan

tahap Improve diimplementasikan. Akan

lebih baik jika proyek Six Sigma benar-benar

dieksekusi perusahaan untuk kemudian

dilakukan pengukuran nilai RPN riil agar

mengetahui efektivitas usaha perbaikan yang

diajukan.

Daftar Pustaka

Antony, J., Antony F. J., Kumar, M., & Cho,

B. R. (2007). Six Sigma in Service

Organisations: Benefits, Challenges and

Difficulties, Common Myths, Empirical

Observations and Success Factors. The

International Journal of Quality &

Reliability Management. 24(3): 294-311.

DOI: 10.1108/02656710710730889

Goetsch, D. L. & Davis, S. B. (2010). Quality

Management for Organizational Excellence:

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

7

Profit-loss sharing instruments and Islamic bank performance: The case of Indonesia Ikram Nur Muharam*, Rais Fikri Fathin*, Muhammad Rizky Ramdhani*, Zulfikar Fauzi* *Faculty of Economics and Business, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia.

Abstract: This study aims to examine the influence and relationship between total funding of profit-loss sharing instruments (PLS) and the performance of Islamic banking (ROE) in Indonesia. This study uses regression analysis. Based on the results, it is known that there is a positive and significant influence from PLS on ROE. Furthermore, the results reveal different directions of relationship between PLS and ROE in two banks used as samples. Keywords: Profit-loss Sharing, Musharaka, Mudharaba, Return on Equity

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

8

Introduction The progress of Islamic banking in Indonesia began with the launch of Bank Muamalat Indonesia as the first commercial bank to carry out its business activities with the concept of profit sharing. The use of the term "profit-sharing" refers to the points in Law number 7 of 1992. The law does not yet include the understanding of Islamic banks, and only provides information that banks can provide services based on profit sharing principles. In the absence of the articles in the Act that regulate Islamic banks, until 1998, there were no operational provisions specifically regulating the business activities of Islamic banks. In 1998, the Act was amended to become Law No.10 of 1998. Law No.10 of 1998 regulates the development of bank activities based on Sharia principles. In this law, the regulations for implementing financing based on the Sharia system are more emphasized and expanded. With this law, the position of Sharia banks in Indonesia is legally strong. It also says that conventional banks are allowed to open Sharia-based units. Then in 2008, law No.21 of 2008 concerning Islamic banking was passed, which regulation is still in use today.

Interestingly, the term used in the initial version of the law, namely "profit-sharing," is actually an ideal concept in describing the Islamic financial system. In this case, the performance of Sharia banking should not only be

measured by profitability but must also be of their commitment to carrying out Sharia principles and helping others. One of them can be seen from how much Islamic banks provide financing using mudharaba & musharaka profit-sharing schemes. Hameed et al. (2010) suggested that the performance of Islamic banking can be measured by its social performance.

However, keep in mind, although Islam prioritizes social values, Islam also does not rule out the side of profitability in the process of transactions or services, it is listed in the verses of the Qur'an "โ€ฆDo not eat up your property among yourselves falsely (unjustly) except that it be trading by your mutual consentโ€ฆ." (An-Nisa: 29).

To provide an overview of the relationship between social roles and business success, this paper aims to examine the influence and relationship between profit-loss sharing instruments and the performance of Islamic banking. Different from previous studies that discuss the comparison of Islamic and conventional banking performance (see Jaffar & Manarvi, 2011; Usman & Khan, 2012), this paper is more specific by only trying to see whether the increasing use of profit-loss sharing instruments will also improve the performance of Islamic banking. Literature Review Sharia Compliance of Financing In Islam, finance is an institutional aspect of economic activity (Asutay,

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

9

2007). To be compatible with Sharia, all transactions in Islamic economics must meet all aspects of Sharia, both in terms of form, legality, and substance (ISRA, 2012). The emphasis on substance becomes very important because Islamic financial transactions should reflect Islamic values (El-Gamal, 2006). Islamic finance ideally also provides social functions in its implementation. At present, unfortunately, Islamic finance practitioners are more focused on increasing profits and seem to ignore the social aspects. In a business context, this can be considered reasonable because banks are profit-oriented institutions that aim to maximize shareholder wealth.

Fulfilment of the legal, form, and substance of Sharia mean that these products have to avoid the main prohibitions and follow Islamic business ethics. The main prohibitions are riba, gharar and maisir, then the Islamic business ethics consists of justice and fair commerce, fulfilling the contracts and paying liabilities, free market and fair pricing, mutual cooperation, and removal of hardship and freedom from detriment (Ayub, 2007). The most important concepts are the prohibition of riba and gharar. Riba is usually defined as growth or interest; however, it should be looked at more than interest (Thomas, 2006), and therefore, Salleh et al. (2011) associates it with the guarantee of property right and social morality. Then gharar refers to uncertainty or lack of clarity (Ayub, 2007: 57).

However, it should be noted that not all kinds of uncertainty are avoidable; thus, what is prohibited is excessive uncertainty.

There are different types of legal form in Islamic products. Generally it can be classified as follows (Nawawi, 2009; Ahmed, 2011): (i) Murabaha, this is a sale with clearly defined purchasing price and profit margin; (ii) Musharaka, this is a partnership contract, in which each party contributes capital and labour or the management; (iii) Mudharaba, it also partnership contract, but each partner has a different role. One will be the capital owner or financier and the other one as the manager; (iv) Ijarah, it is leasing or hire contract; (v) Salam, in which the buyer pay on the spot but the sale's object delivered at a future date; (vi) Istisna, in this contract the object delivered upon completion of the project. Usually intended for manufacturing or constructing projects.

Furthermore, if it looked from a product development perspective, Islamic finance products can be categorised as follows (Ahmed, 2011:167-168):

I. Pseudo-Islamic product, this type of products fulfils the legal form only, but does not confirm the substance of Sharia or provide social function;

II. Sharia-compliant products, these products satisfy the legal form and substance of the Sharia, but ignoring the social goals;

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

10

III. Sharia-based products, these are the ideal of Islamic products that conform with legal form and substance of Sharia and also serve the social functions.

Sharia-based Instruments in Islamic Bank In practice, it is infrequent to find a Sharia-based product. In certain conditions, Islamic principles can be relaxed; usually, this is when there are environmental considerations such as legal requirements (Abuznaid, 2009) or central bank regulations (Ahmed, 2011). In these cases, the use of pseudo-Islamic products may even be allowed. Therefore, in general, what is expected is the use of Sharia-compliant products and avoiding pseudo-Islamic products.

Interestingly, further examination of the effect of the use of Sharia-based products on the performance of Islamic banks is still rare. Previous studies have focused more on comparing performance between Islamic banks and conventional banks (see Jaffar & Manarvi, 2011; Usman & Khan, 2012). Determinants of Performance of Islamic Banks Mallin & Ow-Yong (2014) examined the effect of ownership structure and the performance of Islamic banks. They used the regression method to analyze 53 banks from more than 15 countries in the period of 2005 to 2009. The results of this study showed that there was no

relationship between ownership concentration and performance.

Ben Slama Zouari & Boulila Taktak (2014) uses the same method, namely regression, but uses different variables. This study examines the influence and relationship between corporate social responsibility (CSR) and Islamic banksโ€™ performance. The sample used was 90 banks from 13 countries. The test results show that CSR disclosure is positively associated to the performance of Islamic banks. Method Following the method used by Mallin & Ow-Yong (2014), as well as Ben Slama Zouari & Boulila Taktak (2014), this study uses regression analysis to examine the effect and relationship between the use of profit and loss sharing instruments (musharaka and mudharaba) and performance of Islamic banks (which are described by return on equity). Results Data This study uses data from two Islamic banks in Indonesia. The data used to describe profitability are Return on Equity (ROE), then, the Profit and Loss Sharing (PLS) variable uses Musharaka and Mudharaba funding data; the amount of funding from the two instruments were combined for each bank. The data period used was quarterly for the period 2011 to 2018. The total data used was 32 for each bank.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

11

Regression Analysis Bank 1 Table 1: Correlation Coefficient and Determination Coefficient (Bank 1)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .782a .611 .599 17.88899

a. Predictors: (Constant), pls b. Dependent Variable: roe

R-value is a symbol of the correlation. In the table 1 above the correlation is 0.782. This value can be understood that the relationship between PLS and ROE is in a strong category. Table 1 also displays the value of R Square (coefficient of determination) which shows how good the regression model created by the interaction of independent and dependent

variables. The R Square obtained is 61.1% which can be understood that the PLS (independent variable) has a contribution effect of 61.1% on the ROE variable and the rest is influenced by other aspects outside the PLS variable.

Table 2: Significance Level (Bank 1) ANOVAa

Model Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

1 Regression 15109.310 1 15109.310 47.214 .000b Residual 9600.483 30 320.016 Total 24709.793 31

a. Dependent Variable: roe b. Predictors: (Constant), pls

The table 2 above displays the significance of the regression. The criteria can be concluded based on the F test or the Significance value test. If Sig. <0.05, thus the regression model is linear, and vice

versa. Based on the table 2, the Sig. = 0.000; it means <significant criteria (0.05), thus the regression equation model is significant, meaning that the regression model meets the linearity criteria.

Table 3: Variable Coefficients (Bank 1)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 53.368 4.661 11.449 .000 pls -.003 .000 -.782 -6.871 .000

a. Dependent Variable: roe

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

12

The table 3 above informs the regression equation model obtained with constant coefficients and variable coefficients in the Unstandardized Coefficients

column B. Based on this table, the regression equation model is obtained: ROEbank1 = 53.368 - 0,003PLSbank1

. Bank 2 Table 4: Correlation Coefficient and Determination Coefficient (Bank 2)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .572a .327 .305 .76537

a. Predictors: (Constant), pls b. Dependent Variable: roe

From the table 4 above the correlation value is 0.572. It interprets that the connection between the two research variables is in the medium category. Then, the R square obtained is 32.7%; it can be interpreted that for bank 2,

the PLS (independent variable) has a contribution of 32.7% to the ROE variable and the rest is influenced by other issues outside the PLS variable.

Table 5: Significance Level (Bank 2) ANOVAa

Model Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

1 Regression 8.544 1 8.544 14.586 .001b Residual 17.574 30 .586 Total 26.118 31

a. Dependent Variable: roe b. Predictors: (Constant), pls

Based on the table 5, the Sig. = 0.001; it means <significant criteria (0.05), therefore the regression equation model for bank 2 is

significant, that is, the regression model meets the criteria for linearity.

Table 6: Variable Coefficients (Bank 2) Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.715 .202 13.474 .000 pls .001 .000 .572 3.819 .001

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

13

a. Dependent Variable: roe

Based on the table 6 above, the regression equation model is obtained: ROEbank2 = 2.715 + 0,001PLSbank2. Model Fit Test To ensure that the regression model used is valid, a normality test

with the Kolmogorov-Smirnov test method is used. The test results of the residual data from both models show that the data used are normally distributed because the P-value produced is higher than 0.05

. Discussion and Conclusion Table 7: Significance and Correlation (Bank 1 and Bank 2) Bank Regression Correlation

Bank 1 Significant Negative Bank 2 Significant Positive

Although both models show a significant influence from PLS on ROE, it is interesting to note that there are differences in the direction of influence. For bank 1, the significant effect is negative, meaning that the relationship is the opposite. Different things happen for bank 2, where the effect from PLS to ROE is positive.

The results of bank 1 that show a negative correlation may be the impact of the lack of focus on Islamic banking in applying profit and loss sharing instruments, or also showing the lack of risk management for partnership-based financing. With poor management, there is a possibility that the increase in the amount of funding of musharaka and mudharaba will harm the bank.

The results of bank 2, which show the significant influence and positive correlation, will undoubtedly be encouraging for the

development of Islamic banking going forward. With empirical evidence that the use of profit and loss sharing instruments has a significant and positive correlation, it is hoped that Islamic banks will continue to increase the use of musharaka and mudharaba instruments. The increasing use of profit and loss sharing instruments will certainly have a positive impact on the economic wheels of the community. References Abuznaid, S. A. (2009). Business

ethics in Islam: the glaring gap in practice. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 2(4), 278-288.

Ahmed, H. (2011). Product Development in Islamic Banks. Edinburgh: Edinburgh University Press.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

14

Asutay, M. (2007). A political economy approach to Islamic economics: Systemic understanding for an alternative economic system. Kyoto bulletin of Islamic area studies, 1(2), 3-18.

Ayub, M. (2007). Understanding Islamic Finance. West Sussex: John Wiley & Sons.

Ben Slama Zouari, S., & Boulila Taktak, N. (2014). Ownership structure and financial performance in Islamic banks: Does bank ownership matter?. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 7(2), 146-160.

El-Gamal, M. (2006). Islamic Finance: Law, Economics and Practices. New York: Cambridge University Press.

Hameed, S., Wirman, A., Alrazi, B., Nazli, M., & Pramono, N. (2011). Alternative Disclosure & Performance Measures for Islamic Banks, International Islamic University Malaysia.

ISRA. (2012). Islamic Financial System: Principles & Operations. Kuala Lumpur: International Shari'ah Research Academy for Islamic Finance.

Jaffar, M., & Manarvi, I. (2011). Performance comparison of Islamic and Conventional banks in Pakistan. Global Journal of Management and Business Research, 11(1).

Mallin, C., Farag, H., & Ow-Yong, K. (2014). Corporate social responsibility and financial performance in Islamic banks.

Journal of Economic Behavior & Organization, 103, S21-S38.

Nawawi, R. H. (2009). Islamic law on commercial transactions. Kuala Lumpur: Centre for Research and Training.

Salleh, M. O., Jaafar, A., & Ebrahim, M. S. (2011). The inhibition of usury (riba an-nasi'ah) and the economic underdevelopment of the Muslim world (No. 11002).

Thomas, A. S. (Ed.). (2006). Interest in Islamic economics: understanding riba. Psychology Press.

Usman, A., & Khan, M. K. (2012). Evaluating the financial performance of Islamic and conventional banks of Pakistan: A comparative analysis. International Journal of Business and Social Science, 3(7).

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

15

PENGARUH JOB BURNOUT TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK-

BANK PEMERINTAH DI KOTA BANDUNG

Dr. Hj. Imas Soemaryani, S.E., MS 1) Lecturer at Faculty of Economics and Businesss, Universitas Padjadjaran - Indonesia

e-mail: [email protected]

Pristia Meisty Ayu Nuria, S.AB 2) Full Time Students, Master of Management Program at Universitas Padjadjaran โ€“ Indonesia,

e-mail: [email protected]

Dr. Wa Ode Zusnita Muizu, S.E., MSi 3)

Lecturer at Faculty of Economics and Businesss, Universitas Padjadjaran - Indonesia

e-mail: [email protected]

Abstrak

Salah satu permasalahan yang akan muncul berkaitan dengan seorang pekerja saat menghadapi

tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dan persaingan yang kompetitif di tempat kerja adalah

job burnout. Karyawan yang dituntut untuk bekerja lebih keras dan harus bisa menyelesaikan

pekerjaan yang banyak dengan tepat waktu dimungkinkan akan memicu munculnya kejenuhan

dan kelelahan kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara umum

job burnout dan kinerja karyawan pada Bank-Bank Pemerintah di Kota Bandung, serta

menganalisis dan mengkaji pengaruh job burnout terhadap kinerja karyawan pada Bank-Bank

Pemerintah di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan pada lima bank pemerintah yang berada

di kota Bandung dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 200 responden yang merupakan

karyawan pada Bank-Bank Pemerintah di Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode deksriptif dan verifikatif. Untuk menguji hipotesis penelitian ini menggunakan

analisis regresi sederhana dengan bantuan program SPSS. Hasil pengujian hipotesis

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara job burnout terhadap

kinerja karyawan.

Kata kunci โ€“ job burnout, burnout syndrom, kinerja karyawan

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Pada dasarnya, bekerja merupakan suatu

usaha yang dilakukan individu untuk

memenuhi kebutuhannya. Pada pekerjaan

yang fokus terhadap pelayanan masyarakat,

seperti perawat, guru, karyawan bank, dan

pekerja sosial lainnya akan lebih sering

mengalami perasaan lelah baik secata psikis

maupun fisik. Semakin berat tuntutan kerja

yang diberikan suatu peusahaan atau

organisasi akan memicu timbulnya

kelelahan ataupun kejenuhan kerja yang

dinamakan job burnout.

Job Burnout merupakan suatu tekanan

psikologis yang dialami oleh karyawan

setelah ia berada dipekerjaannya dalam

jangka waktu yang panjang. (Spector,1996)

Job burnout ini menjadi suatu

permasalahan yang dihadapi individu

akibat menghadapi tuntutan pekerjaan yang

tinggi dan persaingan yang kompetetitif di

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

16

dalam lingkungan kerja. Individu yang

terkena burnout ini biasanya akan

mengalami suatu kelelahan mental,

kehilangan komitmen, dan menurunnya

motivasi seiring berjalannya waktu (Gold,

2005)

Permasalahan kondisi job burnout ini

diduga dialami oleh karyawan pada Bank-

Bank Pemerintah Kota Bandung. Hal ini

merupakan suatu kondisi yang sering

dialami karyawan bank mengingat bahwa

instansi yang bergerak di bidang pelayanan

dan memiliki mobilitas tinggi seperti bank

ini selalu dituntut untuk selalu memberikan

pelayanan terbaik bagi nasabah dan untuk

memenuhi target kerja yang sudah

ditentukan waktunya.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan,

karyawan merasa membutuhkan daya tahan

tubuh yang kuat dan energi yang besar

dalam menghadapi tuntutan dan tekanan

kerja yang diberikan bank. Karyawan juga

merasakan energi dan tenaganya terkuras

habis ketika bekerja, sulit berkonsentrasi

saat bekerja, karyawan juga merasakan

kejenuhan terhadap pekerjaan yang dirasa

monoton karena melakukan rutinitas yang

sama serta tuntutan tugas yang banyak.

Karyawan yang sudah mengalami

kelelahan dan kejenuhan akibat tuntutan

kerja yang diberikan perusahaan secara

langsung akan mengalami penurunan

kinerja dan produktivitas pada karyawan.

Sementara itu, menurut penelitian yang

dilakukan oleh Saputro (2014),

mengungkapkan bahwa jika seorang

individu yang mengalami burnout biasanya

akan mengalami tanda-tanda seperti sering

terlambat, sering membolos, dan adanya

keinginan untuk berpindah kerja.

Berdasarkan data absensi karyawan pada

masing-masing Bank Pemerintah di Kota

Bandung mengindikasikan bahwa tingkat

absensi karyawan pada periode bulan Juli

hingga Desember 2017 mengalami

peningkatan.

Kondisi job burnout ini ternyata

mempengaruhi kinerja karyawan yang

kurang optimal pada tahun 2017-2018.

Shirom (2013) mengemukakan bahwa

terdapat korelasi negatif antara job burnout

dengan kinerja yang dikaitkan dengan

terganggunya kemampuan individu dalam

mengatasi kelelahan dan berkurangnya

tingkat motivasi individu untuk melakukan

pekerjaan.

Permasalahan mengenai kinerja karyawan

yang kurang optimal ini disebabkan karena

kedisiplinan yang rendah serta kualitas

kerja dan kuantitas kerja yang tidak sesuai

dengan harapan dan target yang ditetapkan

perusahaan. sehingga perlunya peranan

perusahaan untuk mengatasi job burnout

karyawan agar tujuan dan target perusahaan

dapat tercapai.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah

dijelaskan diatas, maka rumusan masalah

pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran umum job

burnout dan kinerja karyawan pada

Bank-Bank Pemerintah di Kota

Bandung?

2. Bagaimana pengaruh job burnout

terhadap kinerja karyawan pada Bank-

Bank Pemerintah di Kota Bandung?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran umum

work life balance dan kinerja karyawan

pada Bank-Bank Pemerintah di Kota

Bandung

2. Untuk menganalisis dan mengkaji

pengaruh job burnout terhadap kinerja

karyawan pada Bank-Bank Pemerintah

di Kota Bandung

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

17

Kajian Pustaka

Job Burnout

Job burnout adalah sebuah reaksi

psikologis yang terjadi karena individu

merasakan kejenuhan yang tinggi baik

secara fisik maupun emosional yang

menyebabkan individu mengalami

penurunan pencapaian prestasi. (Nugroho

et al, 2016)

Job burnout juga merupakan suatu respon

psikologis di tempat kerja yang dapat

mengakibatkan penurunan kinerja,

ketidakpuasan pada pekerjaan, komitmen

organisasi yang rendah, peningkatan

absensi dan keinginan untuk berpindah

tempat kerja. (Yavas et al, 2013)

Job burnout dapat terjadi jika adanya

ketidaksesuaian antara pekerjaan yang

dikerjakan dengan penghargaan yang

diterima dari pekerjaan tersebut. Pola

tersebut ditunjukkan ketika seseorang

tersebut sedang merasakan kelelahan,

seperti cenderung menyalahkan orang lain

atas pekerjaan mereka, menyalahkan orang

lain atas pekerjaan mereka serta merasa

kehilangan simpati kepada orang lain.

(Gold, 2005)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas,

job burnout adalah suatu bentuk kelelahan

dan stres yang berkepanjangan yang

dialami individu akibat tekanan kerja yang

tinggi.

Dimensi Job Burnout

Maslach & Jackson (1981), menyatakan

bahwa job burnout mempunyai tiga

dimensi, yaitu: (1) Emotional exhaustion,

ditandai dengan perasaan lelah dan letih di

tempat kerja. Seseorang yang mengalami

kondisi ini akan merasakan energinya

terkuras habis. (2). Depersonalization,

ditandai dengan adanya sikap sinis terhadap

orang lain serta cenderung ingin menarik

diri dan tidak mau terlibat dengan

lingkungan pekerjaannya. (3). Rendahnya

penghargaan terhadap diri sendiri, ditandai

adanya perasaan negatif terhadap diri

sendiri karena merasa tidak puas dengan

pekerjaan maupun kehidupannya.

Sementara itu, menurut Baron & Paulus

(1991) mengemukakan bahwa dimensi job

burnout, meliputi: (1). Kelelahan fisik,

ditandai dengan adanya kehabisan energi

dan kelelahan sepanjang waktu (2).

Kelelahan emosional, ditandai dengan

adanya depresi, merasa terjebak dengan

pekerjaannya saat ini serta penurunan

semangat kerja. (3). Kelelahan perilaku,

ditandai dengan sikap kurang bersimpati,

sikap acuh dan sikap sinis terhadap individu

lain. (4). Pencapaian diri yang rendah,

ditandai sikap pesimis pada diri

individidunya.

Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan merupakan kinerja

merupakan suatu deskriptif mengenai

tingkat pencapaian karyawan dalam

melaksanakan suatu pekerjaan di dalam

organisasi untuk dapat mewujudkan visi

dan misi yang ingin dicapai organisasi.

(Bastian, 2001).

Kinerja adalah hasil yang sudah dicapai

oleh karyawan di dalam pekerjaannya yang

dimana sudah sesuai dengan standar kriteria

yang berlaku pada pekerjaan tersebut.

(Robbins, 2006) Sementara itu, kinerja

karyawan juga dapat didefinisikan sebagai

seberapa jauh karyawan telah mencapai

sasaran dan tujuan perusahaan. (Riniwati,

2011).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut,

kinerja karyawan merupakan prestasi kerja

yang dicapai seseorang dalam melakukan

tugas sesuai dengan tanggung jawabnya.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

18

Faktor-Faktor yang Dapat

Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Davis & J.W Newstrom (2002) menyatakan

bahwa terdapat dua faktor yang

mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu: (1)

Faktor kemampuan, meliputi pengetahuan

dan keterampilan. (2). Faktor motivasi,

meliputi kondisi sosial, serikat kerja

kebutuhan individu, dan kondisi fisik.

Berbeda dengan pendapat menurut Dale

Timbe (1992) menyatakan bahwa faktor

kinerja terdiri dari: (1). Faktor internal,

merupakan faktor yang berhubungan

dengan sifat seseorang (seperti:

kemampuan, motivasi). (2). Faktor

eksternal, merupakan faktor yang berasal

dari lingkungan (seperti: iklim organisasi,

rekan kerja maupun atasan, fasilitas kerja).

Penilaian Kinerja Karyawan

Penilaian kinerja menurut Gary Dessler

(2010) merupakan kegiatan mengevaluasi

kinerja karyawan saat ini atau masa lalu

yang sesuai dengan standar prestasinya.

Penilaian kinerja karyawan merupakan

aspek yang sangat penting bagi perusahaan

karena dari penilaian kinerja ini perusahaan

dapat mengetahui apakah hasil kerja yang

dicapai karyawan sudah sudah baik dan

sesuai dengan standar yang ditetapkan

perusahaan.

Untuk melakukan penilaian kinerja

karyawan terdapat enam indikator menurut

pernyataan Robbins (2006), yaitu: (1)

Kualitas kerja, diukur dari kesempurnaan

tugas terhadap keterampilan dan

kemampuan karyawan. (2) Kuantitas kerja,

diukur dari seberapa lama waktu karyawan

tersebut bekerja. (3). tanggung jawab

diukur dari kesadaran karyawan terhadap

pekerjaannya (4). Kerjasama, diukur

seberapa jauh karyawan mampu untuk

bekerja sama dengan rekan kerja di tempat

kerja. (5). Inisiatif diukur dari seberapa

mampu karyawan dapat mengerjakan

pekerjaan dan menyelesaikan masalah di

pekerjaannya tanpa menunggu perintah

atasan.

Kerangka Pemikiran

Berikut ini merupakan kerangka pemikiran

yang telah dirumuskan berdasarkan latar

belakang dan kajian pustaka diatas adalah

sebagai berikut:

Gambar 1. Paradigma Penelitian

Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan kajian

pustaka yang telah dipaparkan, maka dapat

disusun hipotesis penelitian sebagai

berikut:

H0: Job Burnout (X) tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap kinerja

karyawan (Y)

Job Burnout (X)

1. Kelelahan Emosional

2. Depersonalisasi

3. Rendahnya

Penghargaan terhadap

diri sendiri

(Maslach & Jackson, 1981),

Kinerja Karyawan (Y)

1. Kualitas Kerja

2. Kuantitas Kerja

3. Tanggung jawab

4. Kerjasama

5. Inisiatif

(Robbins, 2006),

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

19

H1: Job Burnout (X) berpengaruh

secara signifikan terhadap kinerja

karyawan (Y)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan di dalam

peneliitian ini adalah metode deskirptif dan

verifikatif. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui apakah variabel

independen yaitu job burnout (X) memiliki

keterkaitan dengan variabel dependennya

yaitu kinerja karyawan (Y). Untuk menguji

hipotesis, menggunakan analisis regresi

sederhana dengan bantuan program SPSS.

Penentuan sampel penelitian ini

menggunakan metode sampling jenuh atau

sensus dengan jumlah sampel penelitian

sebanyak 200 responden yang merupakan

karyawan pada Bank-Bank Pemerintah di

Kota Bandung

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner yang berisi pernyataan tertutup.

Dimensi yang digunakan untuk meneliti

variabel job burnout adalah dimensi

Emotional exhaustion (kelelahan

emosional), Deperzonalisation

(Depersonalisasi), dan Rendahnya

penghargaan terhadap diri sendiri.

Sedangkan, indikator yang digunakan

untuk meneliti kinerja karyawan adalah

kualitas kerja, kuantitas kerja, tanggung

jawab, kerjasama dan inisiatif yang sesuai

dengan penerapan KPI pada bank-bank

tersebut.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil dari pengujian hipotesis mengenai

pengaruh job burnout terhadap kinerja

karyawan, menunjukan bahwa terdapat

pengaruh negatif yang signifikan antara job

burnout terhadap kinerja karyawan.

Artinya, Ho ditolak. Hal tersebut dapat

dilihat berdasarkan pada tabel 2 bahwa

yang menunjukkan bahwa hasil thitung

11,606 lebih besar daripada ttabel 1,652

(taraf signifikansi 0,05, df = (200-2=198).

Di dalam tabel 2 juga didapatkan hasil dari

nilai koefisien regresinya yaitu -0,874 yang

bernilai negatif.

Sedangkan, untuk mengetahui besarnya

pengaruh job burnout terhadap kinerja

karyawan dapat dilihat melalui tabel 1 yang

menunjukkan bahwa nilai R square yang

diperoleh sebesar 0,636 yang memiliki arti

bahwa hubungan kedua variabel ini dalam

kategori kuat. Melalui tabel ini juga

diperoleh nilai R Square atau koefisien

determinasi (KD) adalah 4,05% yang dapat

disimpulkan bahwa job burnout (X)

memiliki pengaruh kontribusi sebesar 4,5%

terhadap variabel Y dan 95,5% lainnya

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar

variabel X.

Hasil penelitian ini ternyata sependapat

dengan peneitian yang telah dilakukan

Lustyanti (2016), yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang negatif antara job

burnout terhadap kinerja karyawan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan

bahwa sebagian karyawan mengalami job

burnout yang sedang atau cukup. Artinya,

karyawan terkadang mengalami kelelahan

secara fisik dan emosional yang

ditimbulkan akibat adanya kejenuhan kerja,

sedangkan untuk hasil uji statistiknya

membuktikan bahwa job burnout

mempunyai pengaruh negatif yang

signifikan terhadap kinerja karyawan pada

Bank-Bank Pemerintah di Kota Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

A. Dale Timpe. (1992). Kinerja. Jakarta:

PT. Gramedia.

Baron, Robert. A. & Paulus, Paul. B.

(1991). Understanding Human

Relations. Boston: Allyn and Bacon.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

20

Bastian, Indra. (2001). Akuntansi Sektor

Publik ed.1. Yogyakarta: Badan Penerbit

FE UGM

Davis, Keith., and Newstrom, John. W.

(2002). Organizational Behavior at

Work. 11 Edition. New York. Mc Graw

โ€“ Hill

Dessler, Gary. 2010. Manajemen Sumber

Daya Manusia (edisi kesepuluh). Jakarta

Barat: PT Indeks

Gold, Y., & Roth, R. (2005) Teacher

Managing Stress and Preventing

Burnout. London: The Falmer Press

Lustyanti, Andini. (2016). Pengaruh

Burnout Terhadap Kinerja (Studi

Terhadap Perawat RSUD Kabupaten

Sumedang). Bandung: Fakultas Bisnis

dan Manajemen. Universitas

Widyatama.

Maslach, C. and Jackson, S.E. (1981), โ€œThe

Measurement of Experienced Burnoutโ€,

Journal of Occupational Behavior, Vol.

2 No. 2, pp. 99-113.

Nugroho,.H. Susilo, M. Iqbal. (2016).

โ€œPengaruh Job Burnout, Kepuasan Kerja

dan Komitmen Organisasional terhadap

Kinerja Karyawanโ€ (Studi pada

karyawan PT. PLN (Persero) Unit Induk

Pembangunan VIII Surabaya). Jurnal

Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 37 No.

2 Agustus 2016. Fakultas Ilmu

Administrasi. Universitas Brawijaya.

Riniwati, Harsuko. (2011). โ€œMendongkrak

Motivasi dan Kinerja: Pendekatan

Pemberdayaan SDMโ€. Malang: UB

Press

Robbins, Stephen., P. (2006). Perilaku

Organisasi (alih bahasa Drs. Benjamin

Molan), Edisi Bahasa Indonesia, Klaten:

PT Intan Sejati.

Yavas, U., Babakus, E., & Karatepe, O. M.

(2013). Does Hope Moderate The

Impact of Job Burnout on Frontline

Bank Employeesโ€™ Inโ€ Role and Extraโ€Role Performances?. International

Journal of Bank Marketing. 31(1), 56โ€“

70. doi:10.1108/02652321311292

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

21

Islamic Banks In The Digital Era : Issues and Challenge

Indria Fitri Afiyana, Master of Accounting Universitas Padjadjaran, Japati Street no 4

Bandung, [email protected]

Abstrak

Digital technology in the present continues to develop. This can be seen from the number of

internet users in the world who continue to experience growth. Indonesia is the fifth largest

internet user in the world. Sharia Bank, as one of the players in the field of financial services,

faces various challenges in facing the digital age, ranging from the problem of high costs to the

issue of fatwa. Of course this is one of the things that Islamic banks must think of as one of the

economic actors in the country of Indonesia. How do Islamic banks respond to this digital era?

And how do Islamic banks continue to be able to innovate in the digital field so that they are

not eroded by the era? The research method used is descriptive qualitative. Qualitative

descriptive research is intended to collect actual and detailed information, identify problems,

make comparisons or evaluations, and determine what others do in dealing with problems and

similar learning from their experience to determine future plans and decisions (Suyanto and

Sutinah, 2006). The results of this study are, it turns out that Islamic banks in Indonesia are

sensitive to the times, as evidenced by the many digital innovations that have been carried out

by Islamic banks in Indonesia. In the future, it is expected that with the proliferation of

innovations carried out by Islamic banks, it can increase the market share of Islamic banking

which is still stuck at 5%.

Keywords: Digitalization, Islamic banks, Sharia Accounting, Business

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

22

Introduction

The development of digital world is

something that cannot be rejected by us.

Even in Indonesia, which is a developing

country, itโ€™s also enjoy the ease of activity

with digital technology. In Indonesia,

number of internet users have is growing

very rapidly, it can be seen from study

which conducted by Polling Indonesia in

collaboration with Asosiasi Penyelenggara

Jasa Internet Indonesia (APJII), in 2018,

there are 171,17 internet users in Indonesia,

which is 68,4% of Indonesia citizens are

connencted to the internet. Compared to

2017 internet users in Indonesia is about

54,86% from all population of Indonesia.

Data published by Internet World Stats also

show Indonesia is ranks fifth as the country

with the largest internet users in the world.

Itโ€™s also not separated by the fact, that there

are many Indonesian population.

No. Country or

Region

Internet Users

31 May 2019

1 China 829,000,000

2 India 560,000,000

3 United States 292,892,868

4 Brazil 149,057,635

5 Indonesia 143,260,000

6 Japan 118,626,672

7 Nigeria 111,632,516

8 Russia 109,552,842

9 Bangladesh 92,061,000

10 Mexico 85,000,000

Table 1. The Largest Internet Users in

World, May 2019

Source: Internet world stats.

https://www.internetworldstats.com/top20.

htm

Rapid number of internet users in

Indonesia is something that cannot be

rejected by us. With development of digital

technology, many people can be easy to

communicate and use many ease of

facilities. Of course, the development of

digital technology must alse be realized by

Islamic bank, where services that facilitate

customers are more value that can be used

as a competitive tool between banks or even

between non-bank financial service

providers. To be able to survive in the

digital era, Islamic banks must not only

focus on โ€˜akadโ€™ issues, but banks must also

innovate in order to optimally play in the

financial services business arena. Islamic

bank is contemporer institution in the realm

of Islam, then when a handful of people

want to establish a Islamic bank it will

certainly get many pros and cons. Even so,

referring to fikih rules โ€œeverything can be

done unless there is a argument that

prohibits itโ€, Islamic bank should be able to

innovate as long as it does not touch on

things that are forbidden. In the world of

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

23

digital era, the activists of Islamic bank

must worry about being eroded in this era.

Especially with the large number of

Muslims in Indonesia, which is 87% of the

total population of Indonesia (Badan Pusat

Statistik), Islamic banks should be able to

capture this opportunity with the

innovation.

According to data quoted from the

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), the value of

e-banking transactions in 2017 has reached

7.8 trillion rupiah. This is an increase from

the previous year of 5.8%. Other digital

services that are usually enjoyed by

customers is Automated Teller Machine

(ATM), Cash Deposit Machine (CDM),

Phone Banking, Short Message Service

(SMS) Banking, Electronic Data Capture

(EDC), Point of Sales (PoS), Internet

Banking, and Mobile Banking. The

question now is, what about digital services

from Islamic banks? Reporting from

Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) in April 2019, there is

2.780 ATM from Islamic banks in

Indonesia. This number is very little if

compared to the total land area of Indonesia

1.922.570 km2 (big.go.id) , meaning that

the average distance between ATMs of

Islamic banks is around 691 km2. Of

course, its not easy for Islamic bank

customer, plus if we compared to other

commercial banks that already have ATM

in everywhere. According to

www.kompas.com , Bank Rakyat

Indonesia (BRI) have 14.397 unit ATM,

Bank Central Asia (BCA) have 12.026 unit

ATM, Bank Mandiri have 10.986 unit

ATM, dan BNI have 8.279 unit ATM.

Looking at the above phenomenon, how do

Islamic banks face the challenges of this

digital era? And what Islamic bank will do

to deal with this digital era? This paper will

further elaborate on this phenomenon based

on empirical data and literature review.

Literature Review

Islamic Banking is all about Islamic

commercial banks and Islamic business

unit, itโ€™s also about institutional business

activities, method, and process in carrying

out its business activities (Undang-Undang

No. 21 Tahun 2008. Other definition of

Islamic bank is defined by Organization of

Islamic Conference (OIC) as โ€œIslamic Bank

is a financial Institution, whose statutes,

rules and procedures expressly state its

commitment to the Principles of Islamic

Shariโ€™ah and to the banning of the receipt

and payment of interest on any of its

operation.โ€ Simply, we can conlude Islamic

bank is a bank with sharia oriented business

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

24

and be guided by the philosophies of

Islamic law. The first Islamic bank in

Indonesia was founded in 1992, that is

Bank Muamalat Indonesia. Now, there is 34

Islamic bank (include Islamic business

unit) in Indonesia as already well-known

BRI Syariah, BJB Syariah, BNI Syariah,

Bank Syariah Mandiri, BTPN Syariah and

many more.

Digital technology has change the

way people to communicate and also to

activity in daily life. Of course, the business

and economy environment also face that

digital era. The definition of digital

economy is โ€œbusiness transactions on the

Internet: the marketplace that exists on the

Internetโ€ (Encarta Dictionary). The digital

era born because of the existence of IT and

globalization that caused the level

productivity and growth. The concept of

digital economics was first introduced by

Tapscott (1998), explain a sociopolitical

and economic system that has

characteristics as an intelligence room,

including information, various instrument

accesses information and information

processing and communication capacity.

Indonesian banking still has the biggest

influence in supporting financial system

stability (Otoritas Jasa Keuangan, 2016), so

that the application of financial technology

is expected to maximize service in reaching

every element of society, especially the

people in 3T who are still inaccessible to

the existence of branch offices. This is also

supported by OJK, which is currently

developing a financial technology system

to be used in services in the financial

services industry, especially the application

of banking services in Indonesia.

Methods

The aim of this paper is to explain various

kinds of challenge faced by Islamic banking

industry in Indonesia, and also how to turn

the challenges into opportunities for the

development of the Islamic banking

industry. The research method used is

descriptive qualitative. Qualitative

descriptive research is intended to collect

actual and detailed information, identify

problems, make comparisons or

evaluations, and determine what others do

in dealing with problems and similar

learning from their experience to determine

future plans and decisions (Suyanto and

Sutinah, 2006). This paper using literature

review based on secondary data like

research paper, magazine, news, and

internet.

Result and Discussion

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

25

Issues and Challange

Islamic banks inevitably face the

fact that they have arrived in the digital era.

In this era, all parties can enter the realm of

financial service providers. We see the

fintech phenomenon that has been growing

lately, so the rival Islamic banks are no

longer commercial banks, but there are peer

to peer landing or we usually said fintech

services that are easier to enjoy. Apart from

the technology that is capable, regulations

regarding fintech are not as strict as banks

so that fintch can easily provide loan unlike

Islamic bank which is the institution with

high regulation.

The banking industry is currently

entering the third wave of revolution after

the first wave of revolution in 1970 when

Citibank introduced Automatic Machine

Teller (ATM) service Automatic Machine

Teller (ATM) for the first time. The second

wave of revolution called "Digital Hybrids"

began in 2009 when SimpleBank Bank

conducted outsource or manage service as

back end, while they focus on developing

the quality of services on the front end as a

value added and competitive advantage.

This Hybrid model is proven to be 20% -

40% more efficient than traditional banks.

The third wave of revolution is Digital

Banking, which is a form of banking

services using electronic media. Brett King

in his book โ€œBranch Today Gone

Tomorrowโ€, writes that since 2010, 75% -

90% of retail bank transactions are made

through the internet, smartphones and

ATMs..

In 2017 this is the time for Islamic

banks to rise, by carrying out the following

steps; first make a program Intensive

Growth Strategy, quickly and consistently

in carrying out executions, the second is to

run a hybrid bank business model for back

office functions, and the third one starts a

Islamic bank transformed into a digital

retail bank.

Dr. Bambang Rianto Rustam article

was published in Koran Jakarta by title

โ€œPerbankan Syariah Era Digitalโ€ has

revealed the facts that truly represent the

Islamic bank business people. Bambang

said, there are two main problem facing the

Islamic banking industry in Indonesia to

work on the digital banking segment. The

first, its all about fund to invest in

technology development and building

digital service supporting infrastructure.

Islamic bank need big fund to build a digital

bank that is qualified. As we know, asset for

Islamic bank is not mush as commercial

bank, also the market share for Islamic

banks is under 5%. Second, the challenge is

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

26

come from fatwa and regulation. One of the

biggest difficulties for Islamic banks is

working on digital banking because there is

no fatwa that can accommodate all DB

products. There are still Islamic bank

products that digital cannot yet implement

as conventional banks because they are not

in accordance with the fatwa of the MUI.

In other source, itโ€™s said that Bank

Muamalat Indonesia has spent 10 million

dollars to upgrade core banking, obviously

this is not a small fund (www.mysharing.co

). Although e-banking services are an added

value in the eyes of customers, a study

conducted by Accenture revealed that the

difference between the preferences of

customers who choose between the

presence of branch offices and online

platforms is very thin, namely 41 percent

and 35 percent, respectively. So Islamic

banks face dilemma to have what services

are more important to improve, considering

the cost of developing a service is certainly

not cheap. Then Islamic banks must be

observant and careful in considering the

costs and benefits between these facilities.

In addition to Bank Muamalat Indonesia,

Bank BNI Syariah in 2017 has also issued

80 billion rupiah for digital technology

expenditure expenditure and 60 billion

rupiah for 2018 (www.republika.co.id).

Regarding the issue of funds, Islamic banks

also cannot escape the ratio of non-

performing financing (NPF) as one of the

main ratios where the NPF ratio is a ratio

that shows the level of problematic

financing in Islamic banks. From

www.kontan.co.id , in 2017 NPF Bank

Syariah Mandiri was at 4.53%, while in

2018 it dropped to 3.28%. In terms of

the issue of fatwa, the thing most often

asked by the public to Islamic banks is

whether Islamic banks are truly Sharia. Of

course Islamic banks should be able to

answer this question, because Islamic banks

already have sharia supervisory board

(SSB) that are in charge of overseeing bank

operatives in order to continue operating

according to the fatwa from Dewan Syariah

Nasional. In addition, the culture of society

in Indonesia must be based on fatwas,

including in making technological

innovations. Even if we understand the fiqh

rules of muamalah, then we do not have to

wait for the fatwa to come out first and then

innovate, because basically innovation is a

thing that is permissible as long as there are

no prohibited activities.

The Islamic banking industry is

experiencing various kinds of challenges

that must be resolved immediately so that

Islamic banking becomes developed.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

27

Seeing the challenges above, certainly does

not necessarily make the Islamic bank

activists discouraged. There are many

opportunities in front of the eyes that can be

cultivated by the perpetrators of Islamic

banks. So innovation is the key to facing

this digital era. Reporting from various

news, Islamic banks in Indonesia are now

aware and in droves in issuing digital

innovations that make it easier for

customers. So the only obstacle between

banks and customers is no longer a matter

of distance, but the infrastructure of the

internet network. In the future, these digital

innovations are expected to be supported by

adequate internet infrastructure, where as

we already know, not all regions of

Indonesia are covered by the internet

network.

Bank Syariah Efforts In the Era

of the Digital Age

Basically, Islamic banks are not the

same as conventional banks. The principle

of Sharia is prohibiting the sale and

purchase of money. So the role of Islamic

banks is not a matter of giving loans, but

how to move the real economy of the

community through the provision of

financing either through the sale and

purchase agreement or cooperation

contract. This is what makes Islamic banks

more resilient to the crisis of 1998 because

Islamic banks are sustained by real

business, not the business of turning

money. This principle should not be

forgotten by Islamic bank activists, even in

welcoming the digital era, which makes it

easier for people to carry out money-

playing activities that risk falling into non-

real activities or buying and selling money.

Believe that Islamic banks can take a niche

market share of Muslims as long as

innovation and adherence to the Shari'a are

maintained. For example, BNI Syariah has

issued an innovation to pay zakat

autodebet. Of course in the past paying

zakat via the bank was not thought about,

moreover the zakat was debited so that

customers could be more disciplined in

paying zakat. That's one example of Islamic

bank digital innovation that makes it easier

for customers to worship Allah SWT. So

now, we can see that the Muslim

community involved in the world of Islamic

banking has transmitted the spirit of Falah

(afterlife) through various innovations that

further facilitate customer activities.

Islamic bank activists must

understand the needs and behavior of

customers from time to time. Today, it must

be admitted that digital has changed many

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

28

aspects of banking. Among other things,

now if the customer wants to make a

transfer does not have to go far to the ATM,

just open a cellphone and connect to

internet access, then customers can make

transfer transactions via e-banking. This

change in behavior must be realized by

Islamic bank business people, so Islamic

banks can work together with IT-

understanding parties to develop more

comfortable and safe digital infrastructure.

Basically, humans are social beings,

so in addition to improving the quality of IT

infrastructure, Islamic banks should not

forget the role of customer care from the

bank. Today's social changes show that

many customers can no longer come to the

bank to make transactions, but many

customers feel that digital-based services

are still felt to be rigid especially for old

customers. hen the role of customer care via

telephone must also be improved. Once

again, the bank must be smart to understand

the market niche and characteristics of

customers in order to compete with

conventional banks.

According to Hanes Hendri (2017)

in facing the digital era, Islamic banks must

implement the following three initiatives,

namely market penetration strategies,

entering new market segments, and

innovating product development

โ€œdisruptive innovationโ€. Market

penetration is an effort to increase sales of

old products in the old market by

strengthening more effective promotions.

According to Bank Indonesia data, only

20% of Indonesia's adult population have

bank accounts. Then Islamic banks must be

able to see the remaining 80% of the

population as a market share opportunity.

Next strengthen the micro segment, Hanes

Hendri said that the function of Islamic

banks is not only as an intermediary, but

also as an investor (mudharabah contract

and musyarakah contract), and also as a

distributor of aid funds (qard contract). So

if you look at this function, Islamic banks

can easily enter the micro segment market

where the market segment is still very

broad. In this function, Islamic banks can

issue products that are friendly to the micro

segment, for example through mudharabah

contracts that are fair and do not

inconvenience customers when reporting

their profits. Digital technology can take a

role, namely making the application of

reporting benefits easy for customers and

transparent for banks. Third, product

innovation, this is in accordance with the

current digital era, where the work of

Islamic banks that must be completed

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

29

immediately is to develop an information

technology based omni channel service

channel. Thus Islamic bank customers can

get services from various channels or

devices with the same functions and

experiences. The strategy to increase the

number of branch offices must be

abandoned, because the future trend of

customers prefer to use electronic channels

rather than coming to the service office.

Chris Skinner author of his book Digital

Bank, noted a trend of reducing the number

of branch offices by 18% per year, in the

period 2013 to 2015 in all of Europe there

were around 20,000 bank branches that had

been closed.

In technical terms, Islamic banks

must immediately develop products and

services that are suitable for customers'

needs. Examples of government regulations

related to toll road payments now require

the public to use toll cards based on e-

money. Then Islamic banks must

immediately take this opportunity. Islamic

banks can use ujroh contracts or fees for

electronic money storage services. Another

example relates to the crowdfunding trend

that is rife lately. According to data from

www.statista.com in 2017 in the United

States there has been a collection of funds

amounting to US $ 17.2 billion. According

to other data from the 2018 World Giving

Index, Indonesia is the most generous

country based on 3 factors, namely

donating, helping others, and volunteering.

Therefore Islamic banks must also

strengthen digital channel channels and

financial technology (fintech), such as

providing crowdfunding services and

working with various charitable institutions

or amil zakat institutions that already have

names in the Indonesian people. In

addition, there are still many examples of

trends in Indonesian society that can be a

market share opportunity for Islamic banks,

such as online shopping trends, Islamic

banks can take on roles as personal finance

management services, marketplace services

for consumer products and investment

products that collaborate with diverse

merchants and has a broad market.

Digital Technology Innovations

from Islamic Banks in Indonesia

In the previous discussion, we were

presented with opportunities that could be

used as ideas for innovations that could be

carried out by banks, but if we saw the facts

in the field, had those ideas already been

done or not? Here the authors summarize

the various digital-based service

innovations that have been born by various

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

25

Islamic banks in Indonesia which are

quoted from various sources:

No Bank Innovations from Islamic Banks Sources

1. BNI

Syariah

Hasanah Digital Universe

It is a banking digitization by trying to provide

convenience to the community by developing

innovation through sharia financial education and

inclusion as well as activating the use of e-banking

and digital-based products including Yap (Your

All Payment), Tapcash, VCN (Virtual Card

Number), Mobile Banking, Wakaf Hasanah,

Hasanah Personal and Hasanah Lifestyle.

https://republika.co.id/berita/

ekonomi/syariah-

ekonomi/pjv7s6368/ transformasi-

digital-ala-bni-syariah

Program Deureuham

The Deureuham program is a collaboration

program between BNI Syariah and BEKRAF that

aims to produce young startups as millennials who

can be the driving force of sharia economic

business in Indonesia.

https://jurnalislam.com/bni-

syariah-luncurkan-hasanah-

digital-universe/

Benteng Hasanah di Batas Negeri

It is a fundraising activity through the Hasanah

Waqf facility where the community is invited to

build infrastructure in eight of Indonesia's outer

points in the form of health facilities, education,

worship facilities in Batam, West Kalimantan,

South Sulawesi, East Nusa Tenggara, Ternate and

Buru Maluku. BNI Syariah customers who are

mostly Generation Y, so that the program

campaign is carried out in the present way through

social media channels and in collaboration with

TV stations for the young segment.

https://www.bnisyariah.co.id/id-

id/beranda/berita/siaranpers/

ArticleID/1376/milad-8-bni-

syariah-luncurkan-hasanah-

digiverse

Cooperation with Ammana Fintech https://republika.co.id/berita/

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

25

BNI Syariah collaborates with Ammana Fintech

Syariah for the productive waqf sector. More

than 23 waqf institutions joined in the Productive

Waqf Forum (FWP) participated in this program.

Digital waqf is seen as one of the solutions to

encourage community participation. Praying

while helping to develop the country now only

needs one click.

ekonomi/syariah-

ekonomi/pjv7s6368/transformasi-

digital-ala-bni-syariah

Cooperation with PT Waqara Karya Indonesia

Is one of the technology startup companies with a

focus on financial planning solutions and

financing services for Umrah trips. This

collaboration is motivated by the increasing

number of Umrah frauds

https://republika.co.id/berita/

ekonomi/syariah-

ekonomi/pjv7s6368/transformasi-

digital-ala-bni-syariah

Alms Autodebet Facility

It is an convenience provided by Bank BNI

Syariah for customers so as not to forget to pay

zakat. This facility is a combination of the need for

worship to Allah SWT. and technological

advancements.

https://www.pikiran-

rakyat.com/ekonomi/2018/

09/30/digitalisasi-kunci-penting-

bagi-perbankan-syariah-430895

2 Bank

Muamalat

Indonesia

#AyoHijrah Application

It is an application that makes it easy for

prospective customers to open an account at Bank

Muamalat without having to come to the branch

office. In addition to opening an account, this

application also provides infaq services to be

distributed to Baitul Maal Muamalat.

https://finance.detik.com/

moneter/d-4537432/dorong-

ekonomi-umat-bank-syariah-ini-

buat-layanan-serba-digital

Smart Masjid Application

It is an application to manage mosque finance

practically, now there are thousands of mosques in

Indonesia that have been given socialization of

https://finance.detik.com/

moneter/d-4537432/dorong-

ekonomi-umat-bank-syariah-ini-

buat-layanan-serba-digital

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

26

mosque management training using the

application.

Training Program : Iโ€™m Possible

In order to continue to be sensitive to the

development of the digital world, Bank Muamalat

employees are given training that works with

various start ups such as Alibaba Group, Twitter,

Bukalapak, Tiket.com, Elevenia, and Coils.

https://finance.detik.com/

moneter/d-4537432/dorong-

ekonomi-umat-bank-syariah-ini-

buat-layanan-serba-digital

Buy Qurban via Muamalat Internet Banking

Bank Muamalat collaborates with Dompet

Dhuafa, Rumah Zakat, and Global Qurban in

providing sacrificial animals. Customers who

want to sacrifice can do so via Bank Muamalat's

internet banking and the money will be channeled

to the Amil Zakat Institution.

https://www.bankmuamalat.co.id/

3 Bank

Syariah

Mandiri

Aisyah Service

Aisyah (Asisten Interaktif Mandiri Syariah) is a

virtual customer center service that can serve

customers for 7x24 hours. Aisha's services are

available in a social media platform and

messaging apps such as telegram, facebook

messenger, and livechat on the Mandiri Syariah

corporate website.

https://www.indopos.co.id/read/

2018/11/26/156757/tingkatkan-

layanan-digital-banking-mandiri-

syariah-luncurkan-aisyah

Case Fee Online Payment Service

Technically, people who have received case

registration numbers can pay their case fees

through various Mandiri Syaraih electronic

channels (e-channels), namely internet banking,

mobile banking, Mandiri Syariah ATM and other

ATM networks.

https://www.syariahmandiri.co.id/

news-update/berita/tandatangani

-mou-dengan-mahkamah-agung-

bank-syariah-mandiri-layani-

pembayaran-online-e-court-biaya-

perkara

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

27

Top Up OVO dan Gopay via Mandir Syariah

Mobile

It is a service that makes it easy for Bank Syariah

Mandiri customers to top up their Ovo and Gopay

balances only in their hands.

https://www.syariahmandiri.co.id/

E-Channel Facility for Repayment of Hajj Fees

With e-channel facilities, customers are easier

because they do not need to come to the branch

office and queue at the teller to pay off. After

paying off, in three days the customer can directly

come to the Ministry of Religion by carrying

several requirements.

https://keuangan.kontan.co.id/

news/mandiri-syariah-siapkan-

layanan-digital-untuk-pelunasan-

biaya-haji

Jadiberkah.id

Jadiberkah.id is a platform that makes it easy for

customers to transact waqf. In this platform both

Wakif and Nadzhir can monitor transaction

activities from the platform. Wakif has a personal

virtual account that contains accumulated funds

that he has endowed. In addition, he can monitor

wherever the funds are used by Nadzhir.

https://www.republika.co.id/

berita/ekonomi/syariah-

ekonomi/pr6thw423/emjadiberkah

idem-wakaf-digital-dari-mandiri-

syariah

4 BRI

Syariah

Cooperation between BRI Syariah and

Paytren

BRI Syariah and Paytren have developed a

system to facilitate an onboarding account

scheme that is expected to improve services for

both BRI Syariah customers and Paytren

members. Through this onboarding account

Paytren members will be equipped with two

transaction fund sources, namely e-money

Paytren and BRIS savings account.

https://keuangan.kontan.co.id/

news/bri-syariah-dan-paytren-

kembangkan-skema-onboarding-

account-bisa-apa-saja

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

28

5 BJB

Syariah

BJB Syariah Application

The application is useful for checking balances,

checking the nearest ATM, paying monthly bills,

purchasing pulses and electricity vouchers and

other vouchers.

http://www.ayopurwakarta.com/

read/2019/03/17/2343/mengenal-

mobile-maslahah-aplikasi-bank-

bjb-syariah

Wakaf Ikhlas Application

With this application, everyone can carry out waqf

by downloading the Waqf Ikhlas application. This

application guarantees transparency in the

distribution and reporting of waqf funds.

https://www.ayobandung.com/

read/2019/01/25/43893/bank-bjb-

syariah-luncurkan-aplikasi-wakaf-

ikhlas

Cooperation with Telkom

Bank BJB sharia cooperates with PT

Telekomunikasi Indonesia (Telkom) as a complete

and comprehensive provider of information

technology services and has coverage throughout

Indonesia.

https://www.ayobandung.com/

read/2018/08/09/36528/perkuat-

basis-digital-bank-bjb-syariah-

kerja-sama-dengan-telkom

6 CIMB

Niaga

Syariah

Waqf via Go Mobile Application

Through this application, customers who want to

represent can simply scan the QR code available

at the mosque or the CIMB Niaga Syariah partner

waqf (nazhir) management agency.

https://www.wartaekonomi.co.id/

read232785/nasabah-cimb-niaga-

syariah-bisa-bayar-wakaf-lewat-3-

inovasi-digital.html

Table 2. Digital Technology Innovations from Islamic Banks in Indonesia

Conclusion

Reporting from Statistik Perbankan

Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in

April 2019, there is 2.780 ATM from

Islamic banks in Indonesia. This number is

very little if compared to other commercial

banks that already have ATM in

everywhere. According to

www.kompas.com , Bank Rakyat

Indonesia (BRI) have 14.397 unit ATM,

Bank Central Asia (BCA) have 12.026 unit

ATM, Bank Mandiri have 10.986 unit

ATM, dan BNI have 8.279 unit ATM.

Melihat fenomena tersebut, bisa jadi bisa

membuat ciut nyali para pelaku bisnis bank

Syariah. Seeing this phenomenon, it could

be able to make the business of Islamic

banks business shrink.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

29

Dr. Bambang Rianto Rustam said,

there are two main problem facing the

Islamic banking industry in Indonesia to

work on the digital banking segment. The

first, its all about fund to invest in

technology development and building

digital service supporting infrastructure.

Islamic bank need big fund to build a digital

bank that is qualified. As we know, asset for

Islamic bank is not mush as commercial

bank, also the market share for Islamic

banks is under 5%. Second, the challenge is

come from fatwa and regulation. One of the

biggest difficulties for Islamic banks is

working on digital banking because there is

no fatwa that can accommodate all DB

products. There are still Islamic bank

products that digital cannot yet implement

as conventional banks because they are not

in accordance with the fatwa of the MUI.

Even so, it turns out that Islamic

banks are still able to carry out digital

innovations, such as BNI Syariah with

Hasanah Digital Universe and cooperation

with fintech, Bank Muamalat Indonesia

with #AyoHijrah application, Bank Syariah

Mandiri with Aisya Service and many

more. This proves that Islamic banks are

ready to face the digital era. Now, it is our

duty as Sharia economic activists to

develop innovations so that the Islamic

bank's market share can come out from the

5% zone.

References

Chowdhury, A.H.M.Y., Saba, N., Habib,

M. (2019). Factors Affecting the

Choice of Islamic Banking by the

Customers: A Case Study. BRAC

University Frontiers in Management

Research, Vol. 3, No. 1,

https://dx.doi.org/10.22606/fmr.2019

.3100

Hendri, H., (2017, March, 14). Strategi

Pertumbuhan Bank Syariah di Era

Ekonomi Digital. Retrivied from

https://www.iaei-

pusat.org/en/article/perbankan/strate

gi-pertumbuhan-bank-syariah-di-era-

ekonomi-digital-

Internet world stats. (2019). Top 20

Countries With The Highest Number

Of Internet Users. Retrieved from

https://www.internetworldstats.com/t

op20.htm

Pratomo, Y. (2019, May,16). APJII: Jumlah

Pengguna Internet di Indonesia

Tembus 171 Juta Jiwa. Kompas

Online. Retrieved from

https://tekno.kompas.com/read/2019/

05/16/03260037/apjii-jumlah-

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

30

pengguna-internet-di-indonesia-

tembus-171-juta-jiwa

Purwanto, D. (2013, May, 6). Hanya 4

Bank yang Kuasai Jaringan ATM.

Kompas Online. Retrieved

from https://ekonomi.kompas.com/r

ead/2013/05/06/07514459/hanya.4.b

ank.yang.kuasai.jaringan.atm

Rustam, B. R. (2018, October, 24).

Perbankan Syariah Era Digital. Koran

Jakarta Online. Retrivied form

http://www.koran-

jakarta.com/perbankan-syariah-era-

digital/

Sitanggang, L. M. S., (2019, March, 20).

NPF bank syariah membaik di tahun

lalu. Retrivied from

https://keuangan.kontan.co.id/news/n

pf-bank-syariah-membaik-di-tahun-

lalu

Suyanto & Sutinah. (2006). Metode

Penelitian Sosial. Jakarta: PT Kencana

Persada

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

36

PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS

TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI

BURSA EFEK INDONESIA

Amelia R Alamanda

ABSTRACT

The composition of the board commissioners able to make an effective contribution to the

outcome of the process of preparing qualified financial statements or possibly avoiding

fraudulent financial statements. This study aims to empirically test the influence of the

composition of independent board of commissioner on the performance, size of the board of

commissioner to financial performance, board of commissioner education background on

financial performance. The selected research object is a manufacturing company listed in

Indonesia Stock Exchange period 2014- 2016. Sample selection using purposive sampling

method. The method of analysis used in this study is compound linear regression. The results

showed that the composition of the Board of Independent Commissioner had a positive and

significant impact on the company's financial performance, the size of the board of

commissioner had a negative and insignificant effect on the Company's Financial Performance

and the education background of the board of commissioner had a negative but insignificant

effect on the financial performance of the company

Keywords: board of commisaris composition; board of commisaris size; education background

of board of commisaris; finance performance; independent commisaris

ABSTRAK

Komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yangefektif terhadap hasil dari

proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkin terhindar dari

kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh

komposisi dewan komisaris independen terhadap kinerja, ukuran dewan komisaris terhadap

kinerja keuangan, latar belakang pendidikan dewan komisaris terhadap kinerja keuangan.

Objek penelitian yang dipilih adalah perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2014- 2016. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

37

purposive sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear

berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi dewan Komisaris Independen

berpengaruhpositif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan, ukuran dewan

komisaris berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kinerja Keuangan perusahaan dan

latar belakang pendidikan dewan komisaris berpengaruh negatif namun tidak signifikan

terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Kata kunci: kinerja keuangan; komposisi dewan komisaris; latar belakang pendidikan

dewan komisaris; ukuran dewan komisaris independen

PENDAHULUAN

Isu mengenai corporate governance

secara internasional diawali dengan

skandal terbesar dalam sejarah pasar

modal oleh beberapa perusahaan

berskala besar telah menarik

perhatian publik kemasalah tentang

bagaimana seharusnya perusahaan

dikelola.Skandal perusahaan seperti

Maxwell Corporation diInggris

tahun 1991, Enron di Amerika

Serikat tahun 2001, dan Permalat di

Italia tahun 2003.Implementasi good

corporate governance muncul di

Indonesia setelah krisis ekonomi

yang menimpa kawasan Asia pada

tahun 1997 dan1998, banyaknya

perusahaan di Indonesia yang

terkena dampak negatif akibat krisis

ekonomi tersebut diindikasikan

karena adanya praktek weak

governance yang mengakibatkan

penurunan kinerja perusahaan

(Susanto, 2017).

Penelitian ini merupakan modifikasi

dari penelitian Djoko Suhardajnto

(2010), dimana penelitian ini

terletak pada aspeknya yaitu dewan

komisaris dan komite audit.

Sementara penelitian yang

dilakukan penulis yaitu pada aspek

dewan komisarisnya saja sehingga

ini merupakan perbedaan dari

penelitian sebelumnya. Aspek

dewan komisarisnya adalah dewan

komisaris yang mana penelitian

terdahulu belum banyak

mengkaitkan beberapa aspek seperti

ukuran dewan komisaris, komposisi

dewan komisaris dan latar belakang

pendidikan dewan komisaris.

Corporate governance adalah

keterikatan antara manajemen,

dewan komisaris, investor dan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

38

stakeholder-stakeholder dalam

perusahaan tersebut (Dewi, 2017).

Tata kelola perusahaan yaitu proses

di mana adanya tanggung jawab

auditor dan komisaris terhadap

investor dan stakeholder. Bagi

pemegang saham, corporate

governance dapat memberikan

kepercayaan mereka pada investasi

yang dilakukan, bagi stakeholder

perusahaan dengan adanya

corporate governance, perusahaan

dapat memberi jaminan dalam

mengolah dampak terhadap

lingkungan masyarakat dengan cara

bertanggung jawab (Dewi, 2017).

Kinerja keuangan merupakan

halpenting yang hendak dicapai oleh

perusahaan dan/atau menjadi

gambaran tentang kondisi dari

suatu perusahaan, sehingga dapat

diketahui mengenai baikburuknya

keadaan (Dewi, 2017).

Kinerja keuangan bagi investor

suatu perusahaan adalah melihat

kinerja yang dihasilkan dalam sektor

keuangan berjalan dengan baik.

Oleh karena itu perusahaan

berkewajiban melakukan

pengungkapan kinerja keuangan

secara transparan atau tidak

disembunyikan berupa Laporan

Keuangan. Laporan Keuangan

adalah yang memberikan bentuk

informasi serta menggambarkan

kondisi Kinerja dari perusahaan

sehingga dapat dijadikan sebagai

bentuk dari prestasi. Kinerja

perusahaan mewakili kemajuan

maupun kemunduran suatu

perusahaan. Kinerja keuangan

merupakan hasil dari berbagai

keputusan secara perorangan yang

dibuat terus menerus oleh

manajemen.

Cash Flow Return On Assets

(CFROA) adalah alat ukur untuk

menentukan kinerja perusahaan

yang berasal dari Laporan

Keuangannya. Yang artinya sampai

mana kesuksesan organisasi dalam

mendapatkan laba dari kinerja yang

dilakukan. semakin tinggi nilai ROA

maka akan meningkatkan harga

saham. Dalam mengukur kinerja

perusahaan dengan laporan

keuangan yang dimiliki

menggunakan rasio Return On

Assets (ROA). Didalam mengukur

kinerja keuangan, dimana

perusahaan melakukan

perbandingan laba atau kemampuan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

39

dalam mendapatkan keuntungan

terhadap total kesuluruhan aset

perusahaan yang dimiliki. Apabila

semakin tingginya nilaiyang

diperoleh, maka dapat disimpulkan

bahwa kinerja keuangan semakin

baik. Teori Keagenan (Agency

Theory). Jensen dan Meckling

dalam (Susanto, 2017)

mendefinisikan hubungan keagenan

sebagai suatu keterikatan antara

pemilik (Principal) dengan manajer

(Agent) dalam menjalankan tugas

demi kepentingan dengan

mendelegasikan wewenang

pengambilan keputusan.Dalam

prakteknya manajer sebagai

pengelola perusahaan tentunya

mengetahui lebih banyak informasi

dari dalam dan prospek perusahaan

diwaktu mendatang dibandingkan

principal modal atau pemegang

saham.Sehingga pengelola dapat

meberikan kewajiban terhadap

informasi mengenai kondisi

perusahaan kepada pemiliknya.

Tetapi informasi disampaikan oleh

manajer terkadang tidak sesuai

dengan kondisi perusahaan

sebenarnya (Susanto, 2017).

Dalam upaya untuk mengatasi dan

menghindari halyang tidak

diharapkan oleh pemegang saham,

maka perlu melakukan

pengawasanterhadap keputusan

yang diambil oleh manajemen

perusahaan.Bentuk dari

pengendalian itu adalah dengan

adanya mekanisme good corporate

governances. Dimana penerapan

tersebut agar baik perlu diterapkan

dalam rangka pencapaian

kinerjaagar maksimal. Perusahaan

yang menerapkan goodcorporate

governance memerlukan pihak

untuk mengawasi dalam

menerapakan kebijakan komisaris,

maka dari itu dewan komisaris

independen adalah bagian dari

corporate governance yang berperan

penting dalam menetapkan strategi

dan mengontrol jalannya suatu

perusahaan sehingga para menejer

benar-benar memastikan kinerja

perusahaan dan bagian dari

pencapaian tujuan perusahaan.

Dalam penelitian ini karakteristik

dewan komisaris yang digunakan

adalah komposisi, ukuran dan latar

belakang pendidikan.Dewan

komisaris berguna untuk

mengontrol suatu perusahaan agar

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

40

bisa berjalan dengan baik dan bisa

mewakili semua mekanisme internal

sehingga secara luas mempunyai

peran dalam corporate governance,

khususnya dalam mengawasi

manajemen tingkat atas. Dewan

komisaris independen mengambil

peran yang cukup luas dalam

aktivitas โ€“ aktivitas yang dilakukan

perusahaan sehingga sangat

berdampak besar terhadap kebijakan

dalam suatu pengambilan keputusan

perusahaan yang kemudian akan

berpengaruh langsung kepada

kebijakan kinerja keuangan

perusahaan.

Dewan komisaris merupakan orang

yang utama menjalankan sistem tata

kelola yang ada didalam perusahaan

serta mengawasi. Vafeas (2005)

dalam (Widyati, 2013) mengatakan

bahwa selain kepemilikan

manajerial, peranan Dewan

Komisaris jugadiharapkan dapat

memberikan keuntungan dengan

membatasi tingkat manajemen laba

melalui fungsi memonitor atas

pelaporan keuangan. Ukuran jumlah

dewan komisaris menunjang

monitoring yang dilakukannya.

Komposisi dewan komisaris dapat

memberikan kontribusi yang efektif

terhadap hasil dari proses

penyusunan laporan keuangan

berkualitas atau kemungkin

terhindar dari

kecurangan laporan keuangan.

Dengan kata lain bahwa prosentase

komposisi dewan komisaris yang

mempunyai anggota dari luar

perusahaan mempunyai

kecenderungan mempengaruhi

kinerja keuangan yang dihasilkan.

Komisaris independen merupakan

posisi terbaik untuk melaksanakan

fungsi tersebut agar tercipta

perusahaan dengan good corporate

governance.

Ukuran dewan komisaris sangat

berpengaruh terhadap kinerja

perusahaan. Semakin banyak

personel yang dimiliki maka akan

berdampak buruk kepada kinerja

dalam perusahaan tersebut. (Zahra,

2016). Ukuran dewan komisaris

mempunyai suatu peran penting

dalam menentukan tingkat

keefektifan saat melakukan

pemantauan kinerja perusahaan.

Dewan komisaris yaitu bagian dari

corporate govenance yang memiliki

peran sebagai pengontrolan terhadap

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

41

penerapan manajemen risiko apabila

perusahaan telah menerapkannya

secara efektif (Zahra, 2016).

Oktavarina (2013) menyatakan

apabila jumlah anggota dewan yang

dimiliki besar, maka untuk

mengendalikan CEO semakin

mudah, sehingga pengawasan yang

dilakukan semakin efektif. Jika

dikaitkan dengan tingkat

profitabilitas maka semakin efektif

ukuran

dewan komisaris maka semakin

besar perusahaan untuk menilai

suatu kemampuan dalam mencari

laba atau keuntungan.Penelitian

terdahulu juga menemukan bahwa

ukuran dewan komisaris

berpengaruh negatif secara

signifikan terhadap manajemen laba,

makin sedikit dewan komisaris

maka tindak kecurangan semakin

banyak karena sedikitnya dewan

komisaris memungkinkan bagi

organisasi tersebut (Yu, 2006),

(Chtourous, 2001) dan (Xie, 2003).

Latar belakang pendidikan juga

berpengaruh terhadap kinerja

perusahaan, walaupun ini tidak

menjadi suatu kewajiban bagi

seseorang yang ingin masuk kedunia

bisnis, akan lebih baik apabila

anggota berpendidikan

(Suhardjanto, 2010). Sedangkan

Santrok (1995) menyatakan bahwa

seseorang yang mempunyai

pendidikan tinggi akan memiliki

jenjang karir lebih tinggi dan lebih

cepat.

Keahlian dan pengetahuan (Latar

belakang pendidikan) dewan

komisaris yang mempunyai

pendidikan bisnis (keuangan) juga

menjadi variabel penentu. Dewan

komisaris yang mempunyai latar

belakang pendidikan bisnis biasanya

berpengaruh terhadap pengetahuan

yang dimiliki Ahmed and Nicholls

(1994) dalam (Suhardjanto, 2010).

Bagi pelaku usaha mempunyai

pendidikan bisnis akan lebih baik

jika dalam mengelola bisnis dan

mengambil keputusan (Kusumastuti

& Sastra, 2007).

Kondisi inilah yang melandasi

bahwa keberadaan komisaris

perusahaan memiliki peranan dalam

penerapan goodcorporate

governance. Hal ini terjadi karena

merekalah yang bertanggung jawab

penuh terhadap pengawasan

pengelolaan organisasi. Dalam

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

42

struktur permodalan di Indonesia,

kepemilikan saham manajerial

berasal dari anggota direksi ataupun

dewan komisaris yang tercantum

dalam daftar pemegang saham.

Karena dewan komisaris adalah

untuk melakukan pengawasan

terhadap direksi. Maka, dengan

adanya dewan komisaris yang

memiliki investasi pada perusahaan

akan memberikan salah satu

motivator yang besar dalam

menunjang pengontrolan yang lebih

efektif terhadap direksi. Jensen

dalam (Dewi, 2018) menyatakan

bahwa kepemilikan saham

manajerial dapat membantu

penyatuan kepentingan antara

pemegang saham dengan manajer.

Semakin meningkat proporsi

kepemilikan saham manajerial maka

semakin baik kinerja perusahaan.

Keterkaitan Komisaris

Independen dengan Kinerja

Keuangan Perusahaan

Perusahaan yang sudah melakukan

corporate governance diwajibkan

mempunyai dewan komisaris. Salah

satu fungsi utama dari komisaris

independen adalah untuk

menjalankan fungsi monitoring

yang bersifat independen terhadap

kinerja manajemen perusahaan.

Keberadaan komisaris dapat

menyeimbangkan kekuatan pihak

manajemen (terutama CEO) dalam

pengelolaan perusahaan. Komisaris

independen adalah anggota yang

tidak memiliki hubungan

keuangan,kepengurusan,kepemilika

n saham maupun keluarga

dengandewan komisaris lainnya

maupundireksi yang dapat

mempengaruhi kemampuannya

untuk bertindak independen.

Didalam menentukan komposisi

dewan komisaris di diperlukan alat

ukur yaitu jumlah komisaris

independen dibagi dengan jumlah

anggota dewan komisaris.

Komisaris independen bertindak

sebagai wakil dari stakeholder untuk

mengawasi jalannya kegiatan

perusahaan. Komisaris independen

merupakan posisi terbaik untuk

melaksanakan fungsi monitoring

agar tercipta perusahaan yang good

corporate governance. Dalam

penelitian Hardikasari (2011)

menyatakan bahwa jumlah dewan

komisaris independen lebih besar

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

43

maka dapat mendorong dewan

komisaris untuk bertindak secara

tepat dan mampu melindungi

seluruh stakeholder perusahaan. Hal

ini akan berhubungan dengan

semakin objektifnya pengakuan

beban atau laba yang dimiliki

perusahaan. Putra (2015) juga dalam

penelitiannya mengungkapkan

bahwa komisaris independen

berpengaruh positif terhadap kinerja

keuangan (Fadillah, n.d.).

Berdasarkan argumentasi di atas,

maka dibangun hipotesis pertama,

yaitu:

H1: Komisaris Independen

berpengaruh signifikan terhadap

Kinerja keuangan perusahaan.

Keterkaitan Ukuran Dewan

Komisaris Terhadap Kinerja

Keuangan Perusahaan

Dewan komisaris bertugas

melakukan pengontrolan dan

memberikan arahan kepada dewan

Direksi. Dewan komisaris tidak

memiliki otoritas langsung terhadap

perusahaan. Fungsi utama dari

dewan komisaris adalah

pengawasan kelengkapan dan

kualitas informasi laporan atas

kinerja direksi. Karena itu, posisi

dewan komisaris sangat penting

dalam menjembatani kepentingan

principal dalam sebuah perusahaan.

(Theodore Eisenberg, 1998)

menyatakan jumlah dewan

komisaris yangkecil akan

meningkatkan kinerja perusahaan.

Dari hasil pengujian teori diatas,

maka ukuran dewan komisaris

berpengaruh negatif terhadap

kinerja perusahaan. (Beasley, 1996)

yang melaporkan bahwa pengaruh

ukuran komisaris terhadap

kecurangan dalam pelaporan

keuangan adalah positif secara

signifikan. Untuk itu penelitian ini

mendukung bahwa dewan komisaris

yang lebih banyak kurang efektif

dalam melakukan pengendalian

terhadap manajemen.

Ukuran dewan komisaris

berpengaruh negatif terhadap

kinerja keuangan perusahaan

dimana penelitian ini sejalan dengan

yang dilakukan oleh Sanda (2005)

jumlah dewan komisaris yang

dimiliki terlalu besar menyebabkan

lambatnya proses pengambilan

keputusan. Dan alat ukurnya yaitu

ukuran dewan komisaris sama

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

44

dengan jumlah anggota dewan

komisaris. Hal ini disebabkan

keputusan yang diambil harus

didiskusikan terlebih dahulu dan

mengasilkan kesepakatan dari

semua dewan komisaris.Selain itu

keputusan tidak bersifat dinamis,

karena untuk mengubah suatu

keputusan yang telah disepakati,

membutuhkan waktu yang lebih

lama untuk berunding dan

memproleh keputusan bersama.

Dengan demikian efektifitas dalam

pengambilan keputasan menjadi

berkurang dan mengakibatkan

penurunan kinerja badan usaha

(Puspitasari, 2010).

Berdasarkan argumentasi di atas,

maka dibangun hipotesis kedua,

yaitu:

H2: Ukuran Dewan Komisaris

berpengaruh Negatif dan

signifikan terhadap Kinerja

keuangan perusahaan

Keterkaitan Latar Belakang

Pendidikan Dewan Komisaris

Terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan

Latar belakang yang dimiliki oleh

anggota komisaris berdampak

terhadap kinerja keuangan

perusahaan, meskipun bukan

menjadi suatu keharusan bagi

seseorang untuk berpendidikan yang

masuk kedunia bisnis. Komisaris

yang memiliki basis pendidikan

keuangan akan lebih mengenal cara

bagaimana mencapai suatu hasil

yang baik dan dapat menghindarkan

adanya praktek penghasil

manajemen oleh sebab itu

pengetahuan dan latar belakang

dewan komisaris dibidang keuangan

dapat meningkatkan kemampuan

mereka dalam kinerja keuangan dan

lebih mampumenghasilkan metode

pelaporan keuangan dengan lebih

efektif (Syafiqurrahman,

Andiarsyah, & Suciningsih, 2014).

Latar belakang pendidikan yang

dimiliki olehdewan komisaris

berpengaruh terhadap pengetahuan

yang dimiliki (Ahmed and Nicholls,

1994 dalam (Suhardjanto, 2010).

Dewan komisaris yang memiliki

latar belakang pendidikan bisnis

akan lebih baik dalam mengelola

bisnis dan mengambil keputusan

(Bray, Howard dan Gola, 1995

dalam (Suhardjanto, 2010). Dewan

komisaris yang memiliki tingkat

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

45

pendidikan yang lebih tinggi akan

lebih efektif dalam melakukan

pengawasan.

Berdasarkan argumentasi di atas,

maka dibangun hipotesis ketiga,

yaitu:

H3: Latar belakang pendidikan

Dewan Komisaris berpengaruh

signifikan terhadap Kinerja

keuangan perusahaan

METODE PENELITIAN

Data dan Sampel

Penelitian ini dilakukan pada

perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia

dengan periode pengamatan dari

tahun 2014 sampai dengan 2016.

Metode pengambilan sampel

menggunakan accidental sampling

disebabkan seleksi populasi menjadi

sampel dimana data tidak lengkap

dari perusahaan yang terdaftar tidak

bisa diambil atau dilakukan

penelitian, dengan kriteria 1)

Perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI dari tahun 2014-

2016 yang diperoleh dari ICMD

(www.idx.co.id); 2) Perusahaan

mempublikasikan laporan tahunan

(annual report) untuk periode 31

Desember 2014 โ€“ 31 Desember

2016; 3) Perusahaan yang

mengungkapkan informasi

mengenai corporate governance,

terutama informasi tentang

komposisi dewan komisaris

independen, ukuran dewan

komisaris, dan latar belakang

pendidikan dewan komisaris.

Adapun jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah

kuantitatif yang mana berbentuk

angka ataupun hasil pengolahan data

yang diangkakan(Sugiyono, 2017).

Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sekunder

berupa laporan keuangan dari

perusahaan manufaktur yang

menjadi sampel bersumber dari

website Bursa Efek Indonesia (BEI)

www.idx.co.id. Menurut penulis

jenis data yang diperoleh yaitu

kuantitatif karena berupa laporan

keuangan perusahaan sementara

sumber data bersifat sekunder

dikarenakan data didapatkan dari

Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dalam penelitian ini, metode

pengambilan data yang digunakan

yaitu dengan metode dokumentasi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

46

dikarenakan berupa data

sekunder.Dokumentasi dapat

berbentuk karya-karya monumental

dari seseorang, tidak hanya itu bisa

juga berbentuk gambar maupun

tulisan, hasil penelitian juga akan

semakin kredibel apabila didukung

oleh foto-foto atau karya tulis

akademik dan seni yang telah ada

(Sugiyono, 2017).Dokumentasi

merupakan metode pengumpulan

data dengan mempelajari catatan-

catatan atau dokumen.Catatan atau

dokumen yang dimaksudkan adalah

laporan keuangan perusahaan

(annual report) yang telah diaudit.

Berdasarkan tabel, terdapat empat

variabel yang digunakan dalam

penelitian ini, dimana variabel-

variabel tersebut diterapkan dalam

satu model statistik. Model statistic

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah compound regression model

(model regresi berganda). Model

yang digunakan untuk menjawab

hipotesis adalah sebagai berikut:

ROA = ฮฒo + ฮฒ1 KI+ ฮฒ2 DK + ฮฒ3 EDU

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

47

Hasil pengujian regresi berganda

menunjukkan bahwa variabel Komisaris

Independensebesar 3,5905%

berpengaruhpositifdan signifikan

terhadap kinerja keuangan perusahaan

(ROA). Temuan penelitian pada 351

observasi perusahaan manufaktur yang

go public di Indonesia ini mampu

membuktikan bahwa Komisaris

Independen pada perusahaan

manufaktur memberikan pengaruh

positif yangsignifikan terhadap kinerja

keuangan perusahaan. Oleh karena itu,

hipotesis pertama menyatakan bahwa

Komisaris Independen berpengaruh

signifikan terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan (ROA) diterima.

Temuan ini didukung oleh penelitian

yang dilakukan (Dechow, 1996), ,

(Peasnell, K.V., P.F. Pope, 2000),

(Chtourous, 2001), (Midiastuty, Pratana

P., 2003) dan (Xie, 2003) memberikan

kesimpulan bahwa perusahaan yang

memiliki proporsi anggota dewan

komisaris yangberasal dari luar

perusahaan outside director dapat

mempengaruhi tindakan manajemen

laba, sehingga, jika dewan komisaris

dari luar meningkatkan tindakan

pengawasan, halini akan berhubungan

dengan makin rendahnya penggunaan

discretionary accruals (Cornett,2006).

Penelitian Hardikasari (2011) juga

mendukung hasil penelitian ini dimana

jumlah dewan komisaris independen

semakin besar dapat mendorong dewan

komisaris untuk bertindak secara

objektif dan mampu melindungi seluruh

stakeholder perusahan. Penelitian Putra

(2015) juga mengungkapkan bahwa

komisaris independen berpengaruh

positif terhadap kinerja keuangan

(Fadillah, 2017).

Dewan Komisaris dan Latar

Belakang Pendidikan Dewan

Komisaris Tidak Berpengaruh

terhadap Kinerja keuangan

Perusahaan

Untuk menjawab hipotesis kedua dan

ketiga yang menyatakan bahwa ukuran

dewan komisaris berpengaruh terhadap

kinerja keuangan perusahaandan

latarbelakang pendidikan Dewan

Komisaris berpengaruh terhadap kinerja

keuangan perusahaan ditunjukkan

dalam tabel

3 diatas.

Hasil pengujian regresi berganda

menunjukkan bahwa variabel ukuran

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

48

dewan komisaris sebesar 0,8528%

berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap Kinerja Keuangan perusahaan

(ROA). Temuan penelitian pada 351

observasi perusahaan manufaktur yang

go publicdi Indonesia ini belum dapat

membuktikan bahwa ukuran dewan

komisaris pada perusahaan manufaktur

mampu mempengaruhi kinerja

keuangan perusahaan. Oleh karena itu,

hipotesis kedua yang menyatakan

bahwa ukuran dewan komisaris

berpengaruh signifikan terhadap kinerja

keuangan perusahaan (ROA) ditolak,

hal ini berarti bahwa banyak sedikitnya

jumlah dewan komisaris, tidak

mempengaruhi kinerja perusahaan.

Temuan ini didukung oleh penelitian

(Theodore Eisenberg, 1998), (Beasley,

1996), (Yermack, 1996), (Midiastuty,

Pratana P., 2003), (Bukhori, 2012) dan

(Sekaredi, 2011) menyatakan dewan

komisaris yang ukurannya besar kurang

efektif dalam melakukan pengendalian

terhadap manajemen dan cenderung

melakukan kecurangan dalam pelaporan

keuangan perusahaan.

Hasil pengujian regresi berganda

mengenai latar belakang pendidikan

dewan komisaris menunjukkan bahwa

latar belakang pendidikan dewan

komisaris 0,2983% berpengaruh

negative namun tidak signifikan

terhadap kinerja keuangan perusahaan

(ROA). Dengan demikian, temuan

penelitian pada 351 observasi

perusahaan manufaktur yang go public

di Indonesia ini belum dapat

membuktikan bahwa latar belakang

pendidikan dewan komisaris

padaperusahaan manufaktur mampu

mempengaruhi kinerja keuangan

perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis

ketiga yang menyatakan bahwa latar

belakang pendididkan dewan komisaris

berpengaruh signifikan terhadap kinerja

keuangan perusahaan (ROA) ditolak.

Temuan ini tidak didukung oleh

penelitian (Ajay Khoranaa, Henri

Servaes, 2007), (Kusumastuti & Sastra,

2007), dan (Cheng, 2010), yang

menyatakan bahwa atribut latar

belakang pendidikan dewan komisaris

menunjukan dampak positif signifikan

terhadap efektivitas dewan komisaris

dalam melakukan pengawasan.

SIMPULAN

Penelitian dilakukan terhadap 117

sampel perusahaan manufaktur yang

listed di Bursa Efek Indonesia dari

periode 2014-2016 dengan jumlah

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

49

observasi sebanyak 351 observasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Komisaris Independen mampu

mempengaruhi kinerja keuangan

perusahaan. Namun hasil yang

berbeda ditunjukkan oleh ukuran

Dewan Komisaris dan latar belakang

pendidikan Dewan Komisaris

ternyata belum mampu memberikan

pengaruh yangsignifikan terhadap

kinerja keuangan perusahaan. Banyak

sedikitnya jumlah dewan komisaris,

tidak mempengaruhi kinerja

perusahaan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

50

DAFTAR PUSTAKA

Ajay Khoranaa, Henri Servaes, L. W.

(2007). Portfolio manager ownership

and fund performance $. Journal of

Financial Economics, 85, 179โ€“204.

https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2006.0

8.001

Beasley, M. S. (1996). An Empirical

Analysis of The Relation Between The

Board of Director

Composition and Financial Statement

Fraud. The Accounting Review,

71(Oktober),

443โ€“465.

Bukhori, I. dan R. (2012). Pengaruh

Good Corporate Governance Dan

Ukuran Perusahaan

Terhadap Kinerja Keungan Perusahaan.

Journal of Accounting, 1โ€“12.

Cheng, M., Lin, J., Hsiao, T., and Lin,

T. W. (2010). Resource, Competitive

Intellectual

Capital, and Corporate Performance.

Journal of Intellectual Capital, 11, 433โ€“

450. Chtourous. Marrakachi, J. B. and

L. C. (2001). Corporate Governanca

and earning

management. Journal of Intellectual

Capital, 10, 510โ€“530.

Cornett, M, M.J. Marcus, Saunders,

dan T. H. (2006). Earning Management,

Corporater

Governance, and True Financial

Performance.

Dechow, P. M. (1996). Causes and

consequences of earnings

manipulationsโ€ฏ: An Analysis Of Firms

Subject To Enforcement Actions By

The SEC. Contemporary Accounting

Research, 13, 1โ€“36.

Dewi, A. S. (2017). Pengaruh car, bopo,

npl, nim, dan ldr terhadap roa pada

perusahaan di sektor perbankan yang

terdaftar di bei periode 2012-2016.

Jurnal Pundi, 1(3), 223โ€“236.

Dewi, A. S. (2018). Pengaruh

Likuiditas Dan Solvabilitas Terhadap

Profitabilitas Pada

Perusahaan Makanan dan Minuman

Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

Periode

2013-2015. Economac, Vol 2 No. (1).

Fadillah, A. R. (2017). Analisis

Pengaruh Dewan Komisaris

Indepoenden, Kepemilikan

Manajerial Dan Kepemilikan

Institusional Terhadap Kinerja

Perusahaan Yang

Terdaftar dLQ45. Jurnal Akuntansi Vol

12 Nomor 1 Juni 2017

Kusumastuti, S., & Sastra, P. (2007).

Pengaruh Board Diversity Terhadap

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

51

Nilai Perusahaan dalam Perspektif

Corporate Governance. Jurnal

Akuntansi Dan Keuangan, Vol. 9, Hal

88โ€“98.

Midiastuty, Pratana P., dan M. M.

(2003). Analisis Hubungan

Mekanisme Corporate

Governance dan Indikasi Manajemen

Laba. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi

Vol 3

No.3 Mei 2003

Peasnell, K.V., P.F. Pope, and S. Y.

(2000). Board Monitoring and Earning

Management, do

Outside Director, Influence Abnormal

Accruals, Working paper.

Puspitasari, F. dan E. E. (2010).

โ€œPengaruh Mekanisme Corporate

Governance terhadap

Kinerja Keuangan Badan Usaha Jurnal

Manajemen Teori dan Terapan, Tahun

3, No.

2, Agustus 2010.

Sugiyono, P. D. (2017). metode

penelitian bisnis. ( suryandari sofia

Yustiyani, Ed.) (edisi 3).

Bandung.

Suhardjanto, D. (2010). Corporate

Governance, Karakteristik Perusahaan

Dan Enviromental

Disclosure. Jurnal Prestasi Vol 6 No.1.

Susanto, shierly pricilia dan liana.

(2017). Pengaruh Kepemilikan

Institusional, Kepemilikan Manajerial

Komisaris Indenpenden, Dan Ukuran

Dewan Komisaris Terhadap

Manajemen laba Serta Implikasinya

Terhadap Kinerja Keuangan Pada

Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar

di Bursa Efek Indonesia Periode ,Jurnal

Akuntansi Vol XXII No.2 Hal, 267โ€“283.

Syafiqurrahman, M., Andiarsyah, W., &

Suciningsih, W. (2014). Analisis

pengaruh, XVIII(1),

21โ€“44.

Theodore Eisenberg. (1998).

Scholarship @ Cornell Lawโ€ฏ: A Digital

Repository Larger Board

Size and Decreasing Firm Value in

Small Firms firms. Journal of Financial

Economics,

35โ€“54.

Widyati, M. F. (2013). Maria Fransisca

Widyati; Pen garuh Dewan Direksi โ€ฆ.

Jurnal Ilmu

Manajemen, 1(1).

Xie, Biao, Wallace N Davidson III, and

. D. (2003). Earnings Management and

Corporate Governance: The Role of The

Board and The Audit Committee.

Journal of Corporate Finance, 9(Juni),

295โ€“316.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

52

Yermack, D. (1996). Higher Market

Valuation of Companies with Small

Board of Directors.

Journal of Financial Economics, 40, P.

J

185โ€“211.

Yu, F. (2006). Corporate Governance

and Earnings Management I .

Introduction, Journal Of

Finansial Economics, 85 (June), 1โ€“32.

Zahra, F. N. (2016). Pengaruh

Komisaris Indenpenden, Ukuran Dewan

Komisaris, Dan Frekuensi rapat Dewan

Komisaris Terhadap Profitabilitas. E-

Proceeding of Management, 3(3),

3324โ€“3331.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

53

Issues and Challenges of Sharia Audit in Islamic Banking

Divina Mahardika Dewi

Universitas Padjadjaran Bandung, Japati Street No.4 Bandung.

[email protected]

Abstract

Shariah economic development gave rise to the important of Islamic financial institution have a

supervisory team that conducts an audit of the Islamic financial institutions performance.

Moreover, in Islamic financial institutions that must be responsible for their financial activities to

a huge of people materially and to Allah in a spiritual way. And give rise to existence of the new

demands regarding the audit with the Sharia perspective. The opportunities and challenges of

sharia audit in Islamic banking became an important topic to be discussed. The purpose of this

research is a review of the development related audit syariah. In conclusion of this research found

that the chances of sharia auditing in Islamic banking were still very wide because sharia audits

were still an important requirement, but also found some challenges for the development of sharia

audits.

Keyword : Sharia Auditor, Islamic Financial Institutions, Islamic Bank, Sharia Supervisory

Board,

Introduction

The growth of Islamic Financial

Institutions (IFIs) in Indonesia has increasly

significant growth. Based on data in 2018,

there are 15 Islamic public banks, 21 Islamic

Business Units and 165 BPRS. Non-bank

financial institutions are also diverse, like

Islamic insurance, Islamic leasing, Islamic

capital markets, etc.

Islamic financial institutions have very

important role for Muslim communities like

in Indonesia because they can provide a

guarantee to customers, investors and other

stakeholders in terms of certainty of sharia

compliance. Every Islamic financial

institution must have a supervisory team that

conducts an audit of the Islamic financial

institutions performance. Moreover, in

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

54

Islamic financial institutions that must be

responsible for their financial activities to a

huge of people materially and to Allah in a

spiritual way.

Although Islamic financial institutions

continue to experience growth, the market

share of Islamic banking is still around 5% of

the national market share. Shows that in

general, public trust of Islamic Financial

Institutions is still low, including sharia

compliance of Islamic financial institutions

themselves. Sharia compliance is the main

pillar and differentiator of Islamic financial

institutions with conventional financial

institutions (Mardian, 2015)

Central bank of Indonesia (BI) has

authority in the supervision of Islamic banks.

In addition to BI and the Financial Fervices

Authority (OJK), specifically in Indonesia

the supervisory role in Islamic banks is

carried out by the DSN (National Sharia

Council) and DPS (Sharia Supervisory

Board). DSN has the authority to review,

explore, and formulate the values and

principles of Islamic law in the form of

fatwas to be used as guidelines in transaction

activities in Islamic financial institutions as

well as DPS as sharia compliance audits in

Islamic financial institutions to be capable

parties with special good skills and

knowledge understanding in fiqh muamalah

and understanding in modern economics and

finance.

The differences of the characteristics in

Islamic banks and conventional banks are

most likely to affect financial reporting

practices (Naser and Pendlebury, 1997). The

operations of Islamic banks that must comply

with Islamic rules that have implications for

financial reporting (Tomkins and Karim,

1987). Islamic banks must ensure that all

transactions comply with sharia, not only

formally and legally, but also more

importantly the socio-economic substance

based on sharia (Dusuki, 2008). Therefore

the existence of DPS to provide opinions on

the level of institutional compliance with

sharia rules (Alexakis, and Tsikouras, 2009).

The Accounting and Auditing Organization

for Islamic Financial Institution requires the

sharia supervisory board and financial

auditors of Islamic banks to report

compliance with sharia rules (AAOIFI,

2004).

The need for assurance in copmliance

sharia encourages the emergence of new

audit functions that is sharia audits. In this

case, sharia auditors play a crucial role in

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

55

ensuring financial report accountability and

compliance of sharia aspects. So that

stakeholders feel safe investing and funds

that owned by sharia financial institutions

can be managed properly and correctly in

accordance with Islamic law.

The current audit is part of the

conventional financial system that only

assesses economic aspects. As scientific and

technological developments, aspects outside

the economy began to be in the spotlight to

be assessed in the audit. This is characterized

by the emergence of other audit scopes such

as performance audits, social and

environmental audits and currently

developing Sharia audits (Ibrahim, 2008).

Haniffa (2010) stresses thatโ€ the

conventional financial audit is inadequate to

fulfill the needs of the stakeholders of IFIsโ€.

This is true as the International Standards on

Auditing (ISAs) did not take into accounts

the Sharia aspects. The International

Auditing and Assurance Standard Board

(IAASB) only sets the international standards

for auditing, quality control, review and other

assurance and related services that serves

mostly the shareholders interest. Sometimes

the ISAs are catered for specific country or

environment needs. Only recently we can see

the growing awareness of IFIs to implement

Sharia audit which is one the core key

elements of good corporate and Sharia

governance to achieve the objectives of the

Sharia (Kasim, Ibrahim and Sulaiman, 2009).

Although the growth of Islamic

economics is very prospect at the moment but

in its implementation it still finds various

obstacles as well as challenges, in its

application. According to (Kasim, Ibrahim,

Hameed, & Sulaiman, 2009) there is a gap

between the expectations and practices of

sharia auditing that take place at this time.

There are at least 4 main factors which are

major obstacles to the implementation of

audits based on sharia law, that are the

framework, scope, qualifications and issues

related to independence. Another challenge is

the role of the sharia supervisory board (DPS)

as a sharia auditor. DPS does not have the

binding and compelling power as it should.

DPS is only limited to issuing fatwas without

legal powers that are able to force it to apply

and also the appointment process which is

directly elected by the IFIs themslves, this

also raises the issue of independence (Abdul-

Razzaq, 2009).

As for the theoretical challenges, for

example, there still not yet been a full

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

56

formulation of various economic concepts in

Islamic economics. where in the practical

challenges there are not yet a number of

institutions or institutions that are wider or

more specialized in implementing Islamic

Economics. As for the internal aspects, the

attitude of the Muslims themselves is not

maximized in implementing Islamic

economics in a comprehensive manner, and

from the external aspect are the practices of

economic life that are familiar with

conventional economic concepts.

So this researche are interested in

conducting research to determine the extent

to which the development of sharia audits in

Indonesia and what are the opportunities as

well as future challenges so that sharia audits

become part of maintaining the suitability of

sharia in Islamic financial institutions,

especially in Indonesian Islamic Banking

Literature Review

Auditing in Islamic Perspective

In Islam, auditing is not something new.

An audit emerged around the 1980s right

after the emergence of Islamic financial

institutions which needed an audit function

based on Islamic principles. At the time of the

Prophet Muhammad and the Khulafa

Rashidin there was an institute that was used

to help humans for worship to God within

ensured that the Godโ€™s rights and other

human rights had been properly considered

and implemented. Functions of Hisbah

Institution is like an audior (Shafeek, 2013;

Kasim N, 2010; Imran, Ahmad, & Bhuiyan,

2012).

โ€œSharia audit is the examination of an

IFIs compliance with the Sharia, in all of its

activities, particularly the financial

statements and other operational components

of the IFIs that are subjected to the risk of

compliance including but not limited to

products, technology supporting the

operations, operational processes, the people

involved in the key areas of risk,

documentations and contracts, policies and

procedures and other activities that require

adherence to sharia principlesโ€ (Haniffa,

2010; Sultan, 2007). The Sharia audit should

ensure that the IFIs have sound and effective

internal control systems to comply with the

Sharia (ISRA, 2011).

Harahap (2002) stated that the audit

function is carried out based on an attitude of

distrust or caution towards the possibility of

reports presented by the company containing

incorrect information that could harm other

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

57

parties who do not have the ability to access

information sources. This function is referred

to as "tabayyun" or checks the truth of the

news delivered from unreliable sources as

stated in Surah Al Hujuraat (49) paragraph 6

:

ุง ุงู† ุชุตูŠุจูˆุง ู‚ูˆู…ุง ุจุฌู‡ุงู„ุฉ ู ุง ุงู† ุฌุงุกูƒู… ูุงุณู‚ ุจู†ุจุง ูุชุจูŠู†ูˆ ุงูŠู‡ุง ุงู„ุฐูŠู† ุงู…ู†ูˆ ุชุตุจุญูˆุง ุนู„ู‰ ู…ุง ูุนู„ุชู… ูŠ

ู†ุฏู…ูŠู†

(49:6) Believers, when an ungodly person

brings to you a piece of news, carefully

ascertain its truth, lest you should hurt a

people unwittingly and thereafter repent at

what you did.

This verse shows the importance of a

careful examination of information because it

can be the cause of a disaster. In the context

of Sharia audits, examination of financial

statements and other financial information is

also very important because both can be

critical economic sources if not managed

optimally. Sharia audit can be interpreted as

a process to ensure that the activities carried

out by Islamic financial institutions do not

violate Sharia provisions on Islamic bank

activities

Sharia Audit Practices in Islamic

Financial Institutions

Sharia audit is a process of systematic

examination of the compliance of all IFIs

activities against sharia principles which

include financial statements, products, IT

usage, operating processes, parties involved

in IFIs business activities, documentation and

contracts, policies and procedures and other

activities that require obedience to sharia

principles (Sultan, 2007; Yaacob, 2012) The

main objective of IFIs auditing is to provide

opinions on financial reports prepared by

management (companies), in all material

aspects in accordance with sharia law and

principles, AAOIFI, and national state

accounting standards concerned. In other

words, the audit in LKS is not only limited to

general financial audit rules but also sharia

views (Hanifa, 2010).

Role of The Sharia Supervisory Board

(DPS)

The characteristic of Islamic banks is

having an advisory board called the Sharia

Supervisory Board (DPS). The DPS's task is

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

58

to direct, review and supervise IFIs activities

to ensure that they operate in accordance with

Islamic principles. DPS or in some other

sharia financial institutions known as the

Sharia Committee, is one of the most

important governance mechanisms of an IFIs

to ensure compliance with sharia (Besar et al,

2009).

AAOIFI has also issued Governance

Standards for Islamic Financial Institutions

(GSIFI) No. 2 for DPS in conducting sharia

reviews. GSIFI No. 2 defines sharia review

as โ€œan examination of the extent of IFIโ€™s

compliance, in all activities, with Sharia.

This examination includes contracts,

agreements, policies, products, transactions,

memorandum and articles of association,

financial statements, reports (especially

internal audit and central bank inspection),

circulars, etc."

The important position of DPS in

organizations encourages DPS members to

have knowledge in various aspects such as

sharia sources (Qur'an and Sunnah), business

practices, finance, legal aspects, marketing,

and even accounting. According to GSIFI

No. 1, the composition of the DPS in IFIs

consists of at least three members (paragraph

7) and not the directors or significant

shareholders of IFIs. Therefore, DPS must be

independent in facts and appearance even

though the position of DPS is within the

organization. Karim (1990) asserted that the

composition of the DPS in IFIs would

increase the credibility of the reports of both

financial and non-financial organizations.

Methods

This research is library research, which

is a form of qualitative research whose object

of study is library data, it contains ideas or

thoughts supported by library data where the

source can be frm journals, theses,

dissertations, research reports, books texts,

papers, documentation of the results of

scientific discussions, official documents

from the government and other institutions.

In another reference, it is called "Literature

Study", the technique of collecting data by

conducting study studies of books, literature,

notes, and reports that have to do with the

problem being solved. (Arikunto, 39,2000).

This research uses secondary data.

Secondary data in the form of data obtained

through sources available and published to

public. The data can be internal or external

data of the organization and can be accessed

through the internet or document search.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

59

Result and Discussion

Analysis of Opportunities and Challenges

for Sharia Auditing in Indonesia

The development of sharia audits also

have challenges and opportunities. Several

studies have discussed this. Where in Uddin's

research (2003), it was explained that the

debate related to sharia auditing occurred

because of the desire of all parties to form an

ideal audit function. The debate focused on 4

things: (1) Sharia Auditor Independece; (2)

Sharia compliant inspectors which include

the Hisbah institution and the muhtasib

(judge); (3) Lack of competency of Sharia

auditor; (4) Lack of accountability of Sharia

auditors.

1. Sharia Auditor Independence

Auditor Independece is one of the things

that must be upheld. Where the real benefits

of a Sharia audit will not be accept if the

auditor is not totally independent. The

integrity of Sharia auditor needs to be

perceived as independent enough by

stakeholders of Islamic Finance. It is a

common practice for the Sharia auditors to

rely heavily on or follow the advice of Sharia

advisors. Sharia audit in Islamic Finance is

argues as one of the social functions for the

benefit of ummah. The real and full benefit of

Sharia audit canโ€™t be realized if they are not

wholly or truly independent. Self- review

threats may occurs because there is no clear

line of separation of duties (Kasim et al.,

2009).

Fatwa maker or principles who related to

Sharia audit felt not independent because

they helps and accompanies Sharia auditor.

In Indonesia, DSN (National Sharia Council)

and MUI (Majelis Ulama Indonesia) as

Fatwa Maker, IAI and BI (Bank Indonesia) as

maker of technical rules through the PAPSI.

But the supervision carried out directly by

DPS (Sharia Supervisory Board), while DPS

is actually an extension of DSN (National

Sharia Council). (Uddin, 2013)

Therefore, the DPS (Sharia Supervisiory

Board) functions should be clearly stated and

not to interfere with the Sharia audit and the

IFIs could just outsource the Sharia audit to

outside professional accountants and auditor

who are well-versed in Sharia and

accounting.

Literature on internal audit

independence pinpoints three factors hat

significantly contribute to the degree of

auditor independence, 1) Clarity of definition

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

60

of the auditorโ€™s responsibilities, 2) The

position of the internal auditor within the

institutionโ€™s organizational structure, and 3)

The reporting structure. It is suggested that

the IFIs give clear authority and instruction

with powers to the internal auditor, reporting

to the Audit and Sharia Committee of the IFIs

board. Furthermore, the Audit and Sharia

Committee should report to the shareholders

in order to reinforce their real independence

(Karim, 1990).

2. Sharia compliant inspectors which include

the Hisbah institution and the muhtasib

IFIs should understand that the primary

importance for them is to ensure the

compliance of all products offered to the

Sharia. Sometimes both of the companyโ€™s

external and internal auditors do not have

Sharia capabilities during implementation of

Sharia audit.

Therefore, both of the internal and

external auditors must have the same

knowledge so that there is no difference of

opinion because basically the internal auditor

are required to work with the external auditor.

(Gardina, 2017) The IFIs auditing should

evolve into a professional Sharia internal and

external auditors capable of doing the

financial, management and also the Sharia

audit. Chartered audit firms should acquire

the necessary knowledge and personnel to

undertake the Sharia audit.

According to Khan (1992) as cited in

(Yacoob, 2012) the scope of work of the

muhtasib is almost similar to what the scope

of work for the present Islamic financial

institutions auditors. Among others to

manage the market equilibrium, ensuring

price control mechanism in the market,

checking the credit structure, especially on

ribaโ€™ and payment of zakat, ensure the

demand and control of goods in the market

and checking the efficiency in the public

sector with regards to public funds.

3. Lack of competency of Sharia auditor

Auditor must have capability and

knowledge both of Islamic accounting and

auditing with Sharia perspective. The Sharia

auditors are also accountable to ensure that

the IFIs follow all Sharia guidelines and

principles; otherwise, they have committed

zulm (injustice) to the ummah who had

entrusted them to audit and ensure the IFIs

comply with the Sharia (Yacoob, 2012).

Investments for the education in Sharia,

accounting and auditing is crucial to enhance

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

61

the knowledge and expertise of the actors

involve with the Sharia audit especially and

IFIs in general (Rahman, 2011; Sulaiman,

2011).

4. Lack of competency of Sharia auditor

Sharia audit can be performed by the

internal auditors or the external auditors

provided they must have adequate Sharia

related knowledge and training. Sharia

auditor should have been more accountable

because after the audit process is carried out,

the results will be submitted to the

stakeholders of the audited sharia entity.

Hence, they have to be accountable to the

stakeholders, which include the shareholders,

the society and the Ummah. Next, they are

accountable to Allah for every actions and

inactions. Therefore, the roles of the Sharia

auditors are very much limited in influencing

the decision of the IFIs. (Yacoob, 2012)

The Opportunities of Sharia Audit in

Indonesia Islamic Banking

Islamic banking and financial

institutions are currently growing rapidly.

The evolution of Islamic banking and

financial institutions in Indonesia began with

the establishment of Bank Muamalat

Indonesia (BMI) on 1991 and operated

effectively on 1992. Indonesia was late in

developing Islamic financial institutions

compared to Malaysia which had established

Islamic Banks since 1983.

The establishment of the Islamic

Development Bank (IDB) in 1975 by the

Organization of Islamic Conference

countries, including Indonesia in it. has

motivated many Islamic countries to

establish Islamic financial institutions.

Basically, Islamic banking grows every year,

even though the average from 2005 to 2013

reached 36.1% per year, twice that of

conventional banking which is only 16.3%

per year. For this reason, the Islamic banking

industry is nicknamed as the fastest growing

industry (Prastowo, 2014).

Islamic financial institutions continue to

increase in Indonesia and the commencement

of public awareness of sharia economics is an

opportunity also in the development of Sharia

audits, because every institution that operates

Sharia operations must be in accordance with

Sharia principles and good governance

according to rules both from Bank Indonesia

regulations, OJK, DSN-MUI and AAOIFI

fatwas and others related to the code of ethics

as regulated by the International Federation

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

62

of Accountants Code (IFAC). (Fauzi &

Supandi, 2018)

During this time, functions of Sharia

audit in Islamic bank can be done by internal

auditors who have knowledge and capability

related to Sharia, or internal auditors can

work with Sharia experts from IFIs as long as

it does not give affect the audiorโ€™s

objectivity, ot the third alternative way, IFIs

can authorize external auditors to conducting

Sharia audit (PWC, 2011).

The role of Sharia auditors is still very

needed along with the growth of IFIs in

Indonesia. This certainly makes the existence

of Sharia auditors is important. The limited of

human resource who have capability and

knowledge in this profession is a great

opportunity for Sharia accounting and

auditing practitioners.

There are reasons why Islamic financial

Institution need sharia audit: (1) Enchance

accountability of the management on sharia

compliance and assurance to all stakeholders;

(2) Ensure Shareholderโ€™s value and make

stakeholders more confidence on sharia

compliance; (3) Improve sharia risks

management and internal control system for

sharia compliance.

The Challenges of Sharia Audit in

Indonesia Islamic Banking

Islamic banks are one of the Islamic

financial institutions that are growing rapidly

compared to other Islamic financial

institutions. So, Islamic Bank has

responsibility to stakeholders, to ensuring

products, services and operations are in

accordance with sharia principles. Sharia

compliance is included in the main issues in

Islamic bank governance, because the

establishment of Islamic banking is to realize

economic activities are in accordance with

Sharia principles, investment activities that

are free of riba, maysir, speculation and all

that prohibited in Islam.

Chapra and Ahmed, who stated that

Islamic bank failed to present their success to

implementing Sharia, that would give

damage their image to public, especially to

shareholders, who ultimately concluded there

was no difference between Islamic banks and

conventional banks (Pramono, 2007).

Then sharia audit is one important way

to maintain and ensure the integrity of sharia

financial institutions in carrying out sharia

principles. Sharia audits can then provide

assurance to stakeholders and are urgently

needed to respond to the rapid development

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

63

of the Islamic finance industry. So if there is

a failure in a Sharia audit, it will have a bad

impact and even cause failure in fulfilling the

sharia principle itself. (Fauzi & Supandi,

2018)

Even thought, the fact is sharia audits

themselves are also facing various problems

and challenges. Yaacob (2012) agrees on four

main issues and problems in sharia audits

which include the sharia audit framework,

scope, auditor qualifications, independence

which are added to the issue of hisbah and

muhtasib institutions and accountability of

sharia auditors.

There are also problems related to

regulation aspect, regarding the sharia audit

framework which is considered undeveloped

due to the lack of encouragement from the

government (Aziz, 2012) The aim of the legal

framework is to enforce sharia compliance

and achieve financial stability (Yussof,

2013). Sharia audit problems also occur at the

level of human resources (HR). Unbalanced

accounting and sharia competencies are

found in both internal auditors, external

auditors and sharia supervisory boards.

Investments for the education in Sharia,

accounting and auditing is crucial to enhance

the knowledge and expertise of the actors

involve with the Sharia audit especially and

IFIs in general (Rahman, 2011; Sulaiman,

2011). Khan (1985) provides a solution to

this problem by establishing the Islamic

Auditing Foundation (IAF) which functions

to train sharia auditors.

Conclutions

Sharia audit in Indonesia has a good

opportunity, because sharia financial

institutions in Indonesia have good growth,

so this profession is very needed and this can

be opportunity for Sharia accounting and

auditing practitioners. Sharia audit needs

auditors who have fundamental knowledge

on Fiqh Muamalah, good understanding of

Islamic financial products, and have

knowledge and skills in auditing.

There are also the challenges of Sharia

Audit. First problems is availability of human

resources who has the qualifications of sharia

auditors in accounting and sharia are not

balanced, the limited of sharia auditors, lack

of accountability of shariah auditors (DPS)

and sharia auditors (DPS) are less

independent. Second is in regulation aspect

where that can not be find adequate sharia

audit standards, there is no clear sharia audit

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

64

framework and less of support from the

government.

References

AAOIFI. (2010). Accounting, Auditing and

Governance standards for Islamic

financial institutions. Manama,

Bahrain.

Abdul-Razzaq, A. A. (2009). Sharia

Supervision as a Challenge for Islamic

Banking in Nigeria. Oloyede I.O. (ed.),

Al-Adl (The Just): Essays on Islam,

Islamic Law and Jurisprudence .

Aziz, Z.A. (2007). The international

dimension of Islamic finance. Keynote

address in INCEIF global forum

โ€œLeadership in global finance โ€“ The

emerging Islamic horizonโ€™, Kuala

Lumpur.

Fauzi, Ahmad., Supandi, Ach Faqih. (2018).

Development of Sharia Audits in

Indonesia (Opportunities and

Challenges Analysis). Istiqro Journal:

Journal of Islamic Law, Economics and

Business Vol.5 / No.1: 24-35.

Haniffa, R. (2010). Auditing Islamic

Financial Institutions. Islamic

Finance: Instruments and Market.

QFinance, 109-112, Bloomsbury

Information Limited, UK.

Haniffa, R. & Hudaib, M. (2010). Islamic

finance: from sacred intentions to

secular goals?. Journal of Islamic

Accounting and Business Research,

Vol. 1, No. 2, 85-91.

Ibrahim, S. H. (2008). The case for Islamic

auditing. International Accountant ,

21-25.

ISRA. (2011). Islamic financial system:

principles & operations. International

Shariโ€™ah Research Academy, Kuala

Lumpur.

Kasim, N., Ibrahim, S.H.M. & Sulaiman, M.

(2009). Shariโ€™ah auditing in Islamic

financial institutions: Exploring the

gap between the โ€œDesiredโ€™ and the

โ€˜Actualโ€™. Global Economy & Finance

Journal, Vol. 2, No.2, 127-137.

Khan, M.A. (1985). Role of the auditor in an

Islamic economy. J. Res. Islamic

Economic, Vol. 3, No. 1, pp. 31-42.

Mardian, S. (2015). Sharia Compliance

Levels in Islamic Financial

Institutions. Journal of Islamic

Accounting and Finance , 3 (1), 56 - 67

Nahar, H.S. & Yaacob, H. (2011).

Accountability in the sacred context:

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

65

The case of management, accounting

and reporting of a Malaysian awqaf

institution. Journal of Islamic

Accounting and Business Research,

Vol. 2, No. 2, 87-113.

PwC. (2011). Shariโ€™ah audit: industry

insights.

http://www.pwc.com/my/en/publicatio

ns/shariahaudit.jhtml.

Rahman, A.R.A. (2011). Shariโ€™ah audit: an

analytical perspective. Proceedings of

International Shariโ€™ah Audit

Conference 2011, Kuala Lumpur.

66

ANALYSIS OF MUSHARAKA MUTANAQISAH ACCOUNTING TREATMENT

ON GRIYA IB HASANAH PRODUCTS IN BANK BNI SYARIAH

Siti Fazriah

Magister Akuntansi Universitas Padjadjaran

Jl. Japati No. 4 Bandung

[email protected]

ABSTRACT

Islamic banks give customer a new experience in enjoying banking products or services using

profit sharing system instead of interest rate system. Various product agreements are provided, including

partnership contract services. As an example of a partnership contract is Musharaka Mutanaqisah

contract which has been implemented by Bank BNI Syariah.

This study aims to find out how the accounting treatment for Musharaka Mutanaqisah contract

on home ownership product provided in Bank BNI Syariah, called BNI iB Hasanah. The research

method used in this research is qualitative approach. The type of data sources are primary and secondary

data and have been collected using research stages including interviews, observation, and

documentation. The analysis and conclusion taken by comparing Musharaka Mutanaqisah contract

implemented in Bank BNI Syariah with the existing PSAK 106.

Based on the observation conducted in this research, author concludes that from the step of its

accounting treatment consisting: asset recognition which namely as musharaka investment is recognized

when cash or non-cash has been paid to active partners. Moreover, the measurement conducted when

musharaka financing given in cash is measured by the amount of money given. Furthermore musharaka

investment presented by cash or non-cash assets submitted to active partners. Finally the disclosures,

that has contents the musharaka business main agreement, such as the portion of funds, the distribution

of business profits, musharaka business activities and others. As a result, the accounting treatment

carried out by Bank BNI Syariah is still in accordance with PSAK 106 concerning the Musharaka

Agreement.

Keywords : Musharaka, Musharaka Mutanaqisah, PSAK 106

1

. INTRODUCTION

2

Islamic banks are banks that operate with a

profit sharing system, and itโ€™s not relying on

interest rate based. Besides that, it can also be

interpreted as a financial or banking corporation

in which its operations and products are

developed based on the Qur'an and the Hadith of

the Prophet Muhammad SAW.

Islamic banking as a business corporation

has experienced rapid growth. This has proven

to us the importance of the role of Islamic

banking in the economy. History proves that

Islamic banks are able to go through periods of

economic crisis.

Islamic banks provide new alternatives for

customers to enjoy products with profit sharing

systems, various types of product agreements

contained in them, including in partnership

contract services (Rokhim,

2014). In its implementation, Islamic banking

requires special treatment because the

practice of its application is different from the

conventional banks that have been known so far.

One example of the form of partnership

contracts in Islamic banks is using the

Musharaka Mutanaqisah contract in home

ownershipfinancing. There are no accounting

standards specifically for the treatment of

Musharaka Mutanaqisah contracts until now.

However, practically, the accounting treatment of

Musharaka Mutanaqisah contract refers to PSAK

106 concerning the treatment of Musharaka

accounting treated the same as Musharaka

accounting treatment.

Based on PSAK No. 106, during the

musharaka contract, capital investment can be in

the form of cash and non-cash. When there is a

contract of musyarakah mutanaqisah transaction

happened, the house as the object of financing is

owned by both parties (banks and customers),

this is due to the purchase of the house based on

a combination of bank capital and customers (in

this case in the form of down payment). Based

on the principle of Substance over form used in

Sharia PSAK, the purchase of a house can be

recognized as the delivery of capital in the form

of cash or assets (Sarwedhie & Suprayogi,

2013). From these problems, this study aims to

explore how the accounting treatment of

Musharaka Mutanaqisah contract is carried out

by banks, as an example of implementation at

Bank BNI Syariah.

2. LITERATURE REVIEW

Contracts that can be used to make

transaction are very diverse, it depend on the

characteristics and specifications of existing

requirements (Ghufron, 2002). In this study,

we will discuss Mushraka Mutanaqisah

Agreement.

1. Definition of Musharaka Financing

Financing is the provision of funds

facilities to meet the needs of parties that

are devisit units (Antonio, 2001). While

definition of Musharaka according is

Musharaka is a contract of cooperation

between two or more parties for a

3

particular business where each of parties

contribute funds by an agreement that

profits and risks (losses) will be borne

together (Rivai, 2013).

4

Based on the above understanding, we can say

that Musharaka financing in Islamic banking is

a mechanism of cooperation (accumulation

between effort and capital) that benefits the

wider community in the production of goods and

services. Community contracts can be used in a

variety of business fields whose indications boil

down to profit (Karnaen, 1992).

2. Definition of Musharaka Mutanaqishah

Musharaka Mutanaqisah is one of the

further products development based on

of Musharakah contract. Musharaka

Mutanaqishah is a cooperation between

two parties or more for the ownership of

an item or asset. Where this collaboration

will reduce ownership rights of one party

while the other party increases ownership

rights by the time as both agreement. This

transfer of ownership is done through a

mechanism of payment for other ownership

rights. This form of collaboration ends with

the full transfer of entire rights of one party

to another (Hosen, 2016).

The fatwa governing the musharaka

mutanaqisa contract in Indonesia is the

fatwa DSN MUI, it is said that asset

ownership can be done by using the

musharakah mutanaqisa agreement. In

the musharaka mutanaqisa contract, the

first party (sharik) is obliged to promise

to sell the entire hishshah (portion) in

stages and the second party (syarik) must

buy it. After completion of the sale, the

entire Hishshah LKS is transferred to

other customers (customers). The assets of

mus harakah mutanaqisa can be rent to the

syarik or other parties (No. 73/DSN-

MUI/XI/2008, n.d.)

In the Al-Qurโ€™an, the ability of the

musharaka mutanaqisah contract is refer to

Shad verse 24, which means: "And most of

the people who associate are part of their

wrongdoing to others, except those who

believe and do righteous deeds; and these

are very few".

In the musharaka mutanaqisah contract

there is a syirkah contract which is a

collaboration that obliges the executor of

this contract to trust each other and stay

honest without hurting one another. This

verse shows the characteristics in the

implementation of the musyarakah

mutanaqisah agreement that forgives each

other if one of the implementers of this

mutaniqisah musyarakah contract makes a

mistake either intentionally or not (Rohmi,

2015).

3. Accounting Treatment of Musharaka

Mutanaqishah

The treatment of Musharaka

accounting is regulated in PSAK 106

(IAI, 2007) and until now there is no

PSAK that specifically regulates the

Musharaka Mutanaqisa. But in PSAK

Sharia No.

106 which regulates the musharaka

5

contract can be used as a reference for the

treatment of the musharaka mutanaqisa

contract. Because it cannot be denied

that the musyarakah mutanaqisa contract

is one of the contractual agreements of the

musyarakah contract.

6

Based on PSAK No. 106 it is

stated that the accounting treatment for

musharaka includes recognition and

measurement, presentation and

disclosure. Recognition and measurement

of musharaka investments are recognized

when the cash is handed over or non-cash

assets for the musharaka business.

Measurement of musharaka investment in

PSAK 106 based on:

a) In the form of cash valued at the

amount submitted.

b) In the form of non-cash assets valued

at fair value and if there is a

difference between the fair value and

book value of non-cash assets, the

difference is recognized as:

deferred gain and amortized over

the contract period; or

losses when incurred.

The passive partner presents the

following matters related to the

musharaka business in the financial

statements:

a) Cash or non-cash assets delivered to

active partners are presented as

musyarakah investments;

b) Deferred gains from the difference

in valuation of non-cash assets

delivered at fair value are presented

as contra accounts of musharaka

investments.

Partners disclose matters related to

musharaka transactions, but not limited to:

a) Fill in the main agreement of the

musharaka business, such as the

portion of funds, the distribution of

business profits, musharaka business

activities, etc.;

b) Business manager, if there are no

active partners; and Disclosures required

in accordance with

PSAK 101: Presentation of Sharia

Financial Statements.

3. METHODS

This study uses a qualitative research

approach where qualitative research as a

scientific method is often used and

implemented by a group of researchers in the

field of social sciences, including education.

A number of reasons were also raised

which essentially mean that qualitative

research enriches the results of quantitative

research. Qualitative research is carried out to

build knowledge through understanding and

discovery. Qualitative research approach is a

research process and understanding based on

methods that investigate a social

phenomenon and human problems. In this

study the researcher makes a complex

picture, examines words, detailed reports

and observations (Iskandar, 2009).

In qualitative research, researchers are

key instruments. Therefore researchers must

have a broad set of theories and insights so

they can ask questions, analyze and construct

the object under study to become clearer.

This research emphasizes meaning and is

bound to values (Iskandar, 2009).

7

1) Types of Research

The research method used in this study is

a qualitative approach that is emphasizes

on the deductive and inductive inference

processes and on the analysis of the

dynamics relationship between observed

phenomena using scientific logic (Azwar,

2013).

2) Source of Data

Data sources used are:

a. Primary Data

Primary data is the research subject

which is used as a source of research

information by using measurement tools

or data collection directly (Azwar,

2013). Primary data in this study is

an interview with Bank BNI Syariah

b. Secondary Data

Secondary sources are data obtained or

collected from existing sources, where

the data is usually obtained from

libraries or from previous research

reports (Azwar, 2013). Secondary data

in this study were obtained from the

financial statements of Bank BNI Syariah

3) Research Stages

The stages of this research process are:

a. Interview, conducted with the bank BNI

Syariah

b. Observation, at this stage the author

obtained a general description of the flow

of financing and

Musharaka

Mutanaqisah accounting treatment

c. Documentation, at this stage the author

collects and processes the obtained data

4. RESULT AND DISCUSSION

ANALYSIS OF MUSHARAKA

MUTANAQISAH ACCOUNTING

TREATMENT ON GRIYA IB

HASANAH PRODUCTS IN BANK BNI

SYARIAH

BNI Griya iB Hasanah Financing uses the

musharaka mutanaqisah contract which is a

cooperation contract between the bank and

the customer to have join ownership of a

house by which both parties must contribute

in the provision of funds. The ownership

of the house can be fully owned by the

customer when the customer repays bank

ownership portion.

Thus, the musharaka mutanaqisah

contract provides an alternative for customer

to have a fully house ownership by repaying

the bank's ownership portion plus its rental

cost (in this contract the house is rent only

for customers). The risk arises when the

rental cost rises at the reviewed period. This

can also impacted on the rental cost paid

by customers. In addition, the revenue

8

shared for customers also

9

increases if at that time the portion of the

customer is more than the po rtion of the bank.

Because of the house ownership is still shared,

so that the risk will be shared as well.

Transfer of ownership from the portion of

banks to customers occur gradualy as the

customers pay the monthly installment for the

bank. When the installment period ends, it

means that the ownership of an item or object

is fully owned by the customer. Decreasing the

portion of bank ownership of item or objects

decreases proportionally according to the

amount of installments. In addition to a number

of installments that must be made by the

customer to take ownership proportionally, the

customer must pay a rental cost to the bank

until all of the bank ownership run out.

Rental payments are made in conjunction

with installment payments. Installment

payments are a form of taking over ownership

of banks. Whereas lease payments are a form

of revenue taken by banks of their ownership

of the assets. Rental payments are also a form

of ownership compensation and fee

compensation for Islamic bank services.

The following is the Illustration of

Musharaka Mutanaqisah Agreement in Bank

BNI Syariah: Illustration of Musharaka

Mutanaqisah Financing in Islamic Banks. For

example the price of the house that the

customer wants to buy is IDR 600,000,000.

Equity participation by a Sharia Bank is

IDR

420,000,000 (70%) and the down payment

paid by the customer is IDR 180,000,000

(30%). The duration of the contract or

repayment of the syirkah is 120 months.

Analysis and discussion:

1. Accounting Treatment for Musharaka

Mutanaqisah Initial Capital

When conducting an initial transaction,

Islamic banks recognize joint ownership in the

form of cash as the capital investment. This is

in accordance with PSAK No. 106 paragraph

14 also states that "Musharaka investments are

recognized when the cash or non-cash assets is

handed to the musharaka business".

Recognition of initial capital in the form of

cash is presented by the accounting treatment

carried out by the Sharia Banks as follows:

Dr. Musyarakah Financing xxx.xxx

Cr. Customer Account xxx.xxx

This accounting treatment presented the existence of musharaka financing, so in its presentation

should be confirmed that there is a Financial Position Report (Balance Sheet) that displays the overall

musharaka financing that has been carried out by BNI SYARIAH, and the report can be proven by

following Balance Sheet.

10

Figure 1 : Statement Of Financial Position of Bank BNI Syariah 2018

In Bank BNI Syariahโ€™s financial

statements , exactly at the Financial Position

Report (Balance Sheet), there is an account

representing the total Musharaka financing.

2. Accounting Treatment at bank Portion

Puchases

Given that the rent value paid by the customer

for each month ant the portion of BNI Syariah

versus the customer capital participation is 70% :

30%. From this proporsion, the monhly rental cost

is divided into two portions, 70% for BNI

Syariahโ€™s income fee and 30% is to buy the portion

of bank ownership. This information can be

simplified by accounting journal conducted by BNI

Syariah as follow.

Dr. Customer Account xxx.xxx

Cr. Musharaka Financing xxx.xxx

Cr. Income Fee xxx.xxx

From the income fee of this lease, BNI Syariah reports through the Profit and Loss Report on the part of ijarah-

neto income. The data is as follow :

11

Figure 2 : Statement Of Profit Or Loss And Other Comprehensif Income of Bank BNI Syariah 2018

In PSAK No. 106 which discusses

musharaka, specifically musharaka mutanaqisah,

the installments process and purchasing of

ownership shares is presented in paragraph 32

which stipulates that, "The passive partner portion

of musharaka investment decreases (with gradual

return of passive partner funds) valued at the

amount of cash paid for Musharakah business at

the beginning of the contract minus the number of

returns from active partners and losses (if any).

From the results of obtained observations, BNI

Syariah has carried out obligations that are already

contained in PSAK 106.

3. Treatment of Accounting for Rental

Payments

The other accounting treatment that

occurs during the installment process is rent

payments. When a customer pays rental cost for

the house, the payment is allocated to (i) rental /

ijarah / ujroh fee / income. During the lease

payment process, BNI Syariah has carried out

accounting treatment in accordance with PSAK

106. The journaling processed carried out by BNI

Syariah as the following:

Dr. Customer Account xxx.xxx

Cr. Musyarakah Financing xxx.xxx

Cr. Fee income / ujroh xxx.xxx

12

This accounting treatment that recognizes

the existence of fee income / ijarah / ujroh income

has to be ensured exist in the Profit and Loss

Report which shows the overall income that has

been made by BNI Syariah. From the observation,

the report can be proven exist in the BNI Syariah

Profit and Loss Report.

Figure 3 : Statement Of Profit Or Loss And Other Comprehensif Income of Bank BNI Syariah 2018

As explained above, the income gained

from musharaka financing is included in the

category of fee income or commonly called rental /

ijarah / ujroh income. Then in the financial

statements of Bank BNI Syar iah the nominal rental

income has been stated with the name ijarah-net

income

4. Accounting Treatment When the

Mutanaqisah Musharaka Agreement

Ends

PSAK No. 106 in paragraph 33 has

stipulated, "When the contract is terminated,

mus harakah investment that has not been returned

by an active partner is recognized as a receivable".

If the contract ends naturally (there is no

accelerated repayment), the investment is not

recognized as a receivable, and this has also been

done by BNI Syariah that carries out the same

accounting treatment as the installment, and at the

end of the contract fully owned by customers. The

journaling processed carried out by BNI Syariah as

the following:

Dr. Customer Account xxx.xxx

Cr. Musyarakah Financing xxx.xxx

13

Cr. Fee income xxx.xxx

14

When the contract expires, accounting

cannot show the transfer of ownership is located,

only based on the calculation if it has entered

the repayment month, it is considered the

Musharaka Mutanaqisah transaction ends.

5. CONCLUSION

Practically Islamic banks for sure use all of

its contracts based on sharia principles. One of

the sharing contracts used is Musharaka

Mutanaqisah Agreement. Likewise with Bank

BNI Syariah, which in practice, using

Musharaka Mutanaqisah contract as one of

transaction or financing facility.

Musharaka Mutanaqisah contract is applied

in one of its financing activities, such as

financing for home ownership or well known

as Griya iB Hasanah. In practice, the

accounting treatment for Mutanaqisah

Musharaka Agreement is in accordance with

PSAK 106 concerning the accounting

treatment of Musyarakah contract.

Based on the obsevation of Musharaka

Mutanaqisah accounting treatment in Bank

BNI Syariah, author concludes that from the

step of its accounting treatment consist

of:starting of asset recognition which namely

as musharaka investment is recognized when

cash or non-cash has been paid to active

partners. Morever, the measurement conducted

when musharaka financing given in cash is

measured by the amount of money given.

Furthermore musharaka investment presented

by cash or non-cash assets submitted to

active partners. Finally the disclosures, that

has contents the main agreement of the

musharaka business, such as the portion of

funds, the distribution of business profits,

musharaka business activities and others. As a

result, the accounting treatment carried out by

Bank BNI Syariah is still in accordance with

PSAK 106 concerning the Musharaka

Agreement.

REFERENCES

Antonio, S. (2001). Bank

Syariah dari Teori Ke

Praktek (1st ed.; dadi M.

. Basri, ed.). Azwar, S.

(2013). Metode

Penelitian. Yogyakarta.

Hosen, M. N. (2016). Musyarakah

Mutanaqishah. Al-Iqtishad:

15

Journal of Islamic Economics,

1(2).

https://doi.org/10.15408/aiq.v1i2

.2463

IAI, P. 106. (2007). PSAK 106 (2007) - Akuntansi

Musyarakah.pdf.

Karnaen, P. (1992). Apa Dan Bagaimana

bank Syariah (Dadi, Ed.). Yogyakarta:

Dana Bakti Wakaf. Fatwa DSN No.

73/DSN-MUI/XI/2008, F. D. (n.d.).

Fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/

XI/2008/

Musyarakah Mutanaqisah.

Rivai, V. (2013). Islamic Risk For Islamic Bank (1st

ed.; Suprianto, Ed.). Jakarta: Gramedia.

Rokhim, A. (2014). Konstruk Dan Model

Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah Di Bank

Syariah. Human

Falah, 1(2), 1โ€“27.

Sarwedhie, A. K., & Suprayogi, N. (2013).

Perlakuan Aakuntansi Akad Musyarakah

Mutanaqisah, 428โ€“441.

Retrieved from

http://download.portalgaruda.org/article.php?ar

ticle=361290&val=8147&title=Perlakuan

Akuntansi Akad Musyarakah Mutanaqisah

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

81

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MINAT

MAHASISWA INDONESIA TERHADAP BANK SYARIAH DI UNITED

KINGDOM (STUDI KASUS NOVEMBER 2018)

Sarah Nur Karimah1, Cupian2

Abstrak Perbankan Syariah mengalami kemajuan yang cukup signifikan di Barat, tidak

terkecuali di UK. Tingginya jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di UK

merupakan pasar yang berpotensi besar bagi sektor perbankan syariah. Penelitian ini

menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi minat mahasiswa Indonesia terhadap

bank syariah di UK. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer yang

diambil melalui kuesioner online, dengan jumlah responden 100 orang mahasiswa

Indonesia, dan data sekunder yang diambil dari literatur.

Hasil analisis deskriptif menunjukkan peniliaian mahasiswa Indonesia terhadap bank

syariah di UK berada dalam kategori baik. Hasil penelitian menunjukkan 58 persen

responden berminat terhadap bank syariah di UK. Hasil regresi logistik menunjukkan

bahwa ada dua variabel yang signifikan memengaruhi minat mahasiswa Indonesia

yaitu, variabel citra lembaga dan variabel religiusitas.

Kata Kunci Bank Syariah, Persepsi, Preferensi, Mahasiswa, UK, Pengaruh

1. Pendahuluan

Jumlah mahasiswa internasional

di berbagai negara telah berkembang

pesat di awal abad 21. Menurut

(Organisation for Economic Co-

Operation and Development, 2000)

jumlah mahasiswa global yang terdaftar

di pendidikan tinggi di luar negara

kewarganegaraan mereka adalah dua

juta; pada tahun 2012 meningkat

menjadi empat setengah juta, mewakili

pertumbuhan tahunan rata-rata hampir

7 persen. Di antara semua kelompok

migran โ€” termasuk pekerja migran,

migran keluarga, dan pengungsi,

mahasiswa internasional adalah

kelompok yang tumbuh paling cepat.

1 Departemen Ilmu Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran. [email protected] 2 Departemen Ilmu Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran. [email protected]

The United Kingdom (UK)

adalah pemimpin global dalam

pendidikan internasional, merupakan

tujuan terbesar kedua bagi mahasiswa

internasional, setelah Amerika. Jumlah

mahasiswa internasional yang

mengakses pendidikan tinggi di UK

tampaknya meningkat (Higher

Education Statistics Agency, 2012)

meskipun adanya krisis keuangan

global. Data statistik dari tahun

akademik 2013/14 mengungkapkan

bahwa di UK saja, lebih dari 435.500

siswa internasional yang mendaftar ke

program sarjana dan pascasarjana

(Higher Education Statistics Agency,

2014) telah menghasilkan dorongan

yang besar untuk perekonomian di UK

(DBIS, 2011).

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

82

Minat terhadap pendidikan di

luar negeri juga terjadi pada mahasiswa

asal Indonesia. Kuliah keluar negeri

dianggap menimbulkan prestise

tersendiri, serta membawa seseorang

kepada jalur karir yang berbeda

dibandingkan lulusan dalam negeri.

Menurut data dari (UNESCO Institute

for Statistics, 2016), terdapat 45.206

mahasiswa Indonesia yang sedang

mengenyam pendidikan di luar negeri,

dan 3.164 diantaranya berada di UK.

Mahasiswa internasional tidak

luput dari berbagai kegiatan

perekonomian sehingga memerlukan

jasa perbankan sebagai sarana untuk

mempermudah transaksi keuangan para

mahasiswa internasional. Uang yang

mereka dapatkan tidak hanya

digunakan untuk biaya hidup di negara

dimana mereka belajar saja, ada yang

digunakan untuk menabung, transfer,

transaksi jual beli online serta transaksi

lainnya. Sehingga kehadiran bank

sebagai lembaga intermediasi sangat

dibutuhkan guna membantu para

mahasiswa dalam memenuhi

kebutuhanya.

Mahasiswa internasional,

khususnya yang beragama islam

memang sudah seharusnya melakukan

suatu hal berdasarkan hukum Islam,

salah satunya termasuk dalam

menggunakan bank syariah untuk

memenuhi kebutuhan transaksi

perbankan yang sesuai dengan syariat

islam. Para mahasiswa tersebut tidak

perlu khawatir dengan keberadaan bank

syariah di negara tujuan dimana mereka

akan belajar. Terlebih, para mahasiswa

Indonesia yang berada di UK, karena

perkembangan keuangan syariah di

negara tersebut tumbuh lebih pesat

dibanding dengan negara-negara barat

lain.

Perbankan Syariah merupakan

sistem perbankan modern yang sangat

populer di dunia, termasuk di UK. Pada

era sekarang ini, perbankan syariah

telah menjadi topik yang sangat

menarik di pasar barat terutama di

kalangan komunitas Muslim di UK.

Pada tahun 2012, UK menempati

peringkat ke 9 negara terbesar

berdasarkan aset di dalam keuangan

syariah dengan lebih dari 20 lembaga

yang menawarkan keuangan syariah

dan enam bank yang sepenuhnya sesuai

syariah. Pada saat itu, Perdana Menteri

UK; David Cameron mengumumkan di

Forum Ekonomi Islam ke-9 (WIEF 9)

bahwa pemerintahannya berencana

menjadikan UK sebagai Pusat

Keuangan Islam Internasional.

Keuangan Islam memainkan

peran penting dalam pembangunan

infrastruktur di UK. Ini termasuk

pembiayaan pengembangan

pembangunan The Shard, pembangkit

listrik Battersea, London Gateway, the

Olympic Village dan pembangunan

kembali Chelsea Barracks. Lebih dari

6.500 rumah di North West dan

Midlands saat ini dibiayai oleh investasi

sebesar 700 juta poundsterling oleh

Gatehouse Bank, bank yang

sepenuhnya berbasis syariah. Tren saat

ini menunjukkan bahwa peran

keuangan syariah dalam pendanaan

pembangunan infrastruktur akan terus

tumbuh di tahun-tahun mendatang.

Banyaknya mahasiswa

internasional, terutama mahasiswa yang

berasal dari Indonesia yang sedang

belajar di UK merupakan pasar yang

menjanjikan untuk perbankan syariah.

Maka, menghadirkan layanan

perbankan syariah merupakan

kesempatan yang baik yang dapat

dimanfaatkan industri perbankan

syariah dalam membantu para

mahasiswa Indonesia untuk melakukan

transaksi perbankan yang sesuai dengan

syariat Islam. Oleh karena itu, persepsi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

83

mahasiswa Indonesia terkait perbankan

syariah dan faktor-faktor yang

memengaruhi minat mahasiswa

Indonesia terhadap bank syariah

menjadi menarik untuk diteliti.

2. Studi Literatur

Berdasarkan Selvanathan,

Nadarajan, Zamri, Suppramaniam, &

Muhammad (2018) yang bertujuan

untuk mengidentifikasi faktor yang

memengaruhi konsumen dalam

memilih produk dan servis bank

syariah, menunjukkan bahwa citra

bank, religiusitas, faktor biaya &

manfaat signifikan dalam memengaruhi

konsumen dalam memilih bank syariah.

Data dikumpulkan menggunakan non

probability sampling dan random

sampling di sekitar Selangor. Penelitian

ini membuktikan bahwa agama

menunjukkan hubungan negatif dalam

pemilihan Perbankan Syariah. Hal ini

menandakan bahwa agama bukanlah

faktor utama bagi seseorang melainkan

resiko memilih suatu bank dianggap

penting.

Selain itu, dilakukan upaya lain

untuk mencari tahu apa faktor yang

paling berpengaruh yang menjadi

pendorong orang-orang terhadap

perbankan syariah yang penelitiannya

dilakukan oleh Chowdhury dan Saba

(2018). Upaya juga dilakukan untuk

mencari tahu apa saja faktor yang

memengaruhi konsumen pria dan

wanita secara terpisah. Untuk penelitian

ini, survei online dan survei real-time

dilakukan pada pelanggan Bank

Syariah yang ada; ukuran sampel

penelitian adalah 60. Analisis dilakukan

dengan bantuan grafik dan IBM SPSS

25.0 dan ditemukan bahwa preferensi

agama adalah faktor yang memengaruhi

sebagian besar konsumen terhadap

Perbankan Syariah secara keseluruhan

dan terlepas dari jenis kelamin. Bank

Syariah harus bekerja keras dan

memastikan bahwa orang tidak memilih

mereka hanya karena keyakinan agama

saja tetapi karena kualitas layanan.

Menurut penelitian Asdullah &

Yazdifar (2016) yang bertujuan untuk

mengevaluasi faktor-faktor yang

memengaruhi pemuda (usia 18 hingga

24 tahun) dalam pemilihan Perbankan

Syariah di Pakistan, disimpulkan bahwa

responden perempuan tidak memiliki

banyak kesadaran dan pengetahuan

tentang prinsip-prinsip dasar Perbankan

Syariah. Mungkin karena fakta bahwa

mereka tidak terlibat langsung dalam

bisnis. Responden laki-laki berpendapat

bahwa mereka menggunakan layanan

Perbankan Syariah karena persepsi

agama, efektivitas biaya dan kualitas

layanan. Kedua metode kualitatif dan

kuantitatif telah dipilih untuk

melakukan penelitian ini. Dalam hal ini,

survei kuesioner dilakukan, melibatkan

100 pelanggan dari tiga Bank Syariah

Pakistan, dan 5 wawancara telah

dilakukan dengan otoritas Perbankan

Syariah. Hasilnya jelas menunjukkan

bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

responden pria dan wanita tidaklah

sama. Faktor utama untuk memilih

Bank Syariah adalah motivasi agama

pemuda. Bank syariah perlu

menawarkan return yang menarik, dan

mengadakan program untuk

meningkatkan kesadaran guna

mendidik pelanggan tentang

karakteristik Perbankan Syariah.

Penelitian Hapsari & Beik

(2014) menyelidiki tentang analisis

faktor-faktor yang memengaruhi

nasabah non-muslim dalam

menggunakan jasa bank syariah di DKI

Jakarta. Disimpulkan bahwa faktor

lokasi dengan nilai odds ratio dari

1.450, faktor keuntungan administrasi

dengan nilai rasio odds 6,790, dan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

84

faktor stimulan agama dengan rasio

odds nilai 2,679 signifikan

memengaruhi nasabah non-muslim

dalam menggunakan jasa bank syariah

di Jakarta. Penelitian ini menggunakan

50 pelanggan non-muslim dari bank

syariah dan 50 pelanggan non-muslim

dari bank konvensional sebagai

respondennya. Metode yang digunakan

adalah metode regresi logistik. Metode

analisis deskriptif digunakan untuk

melihat tren pelanggan non-muslim

terhadap bank syariah.

Amirudin (2010) mencoba

meneliti studi preferensi dan

segmentasi pasar BRI Syariah pada

masyarakat kota Bogor, diperoleh hasil

bahwa pendidikan, pendapat yang

mengatakan bunga bank bertentangan

dengan agama yang dianut, pendapat

yang mengatakan bagi hasil dapat

diterapkan, pendapat yang mengatakan

bagi hasil lebih diminati, pertimbangan

memilih bank karena ATM dan

popularitas merupakan faktor yang

memengaruhi potensi masyarakat

dalam mengadopsi BRI Syariah.

Segmen pasar BRI Syariah lebih

banyak diminati oleh orang orang yang

memiliki pendidikan rendah. Penelitian

ini menggunakan data primer, yang

dihasilkan dari survey yang dilakukan

di kota Bogor. Pengambilan sampel

dalam penelitian ini menggunakan

teknik quota sampling, yaitu teknik

penarikan contoh dengan kuota. 100

responden ditentukan, terdiri dari 60%

di wilayah kota Bogor dengan

aksesibilitas tinggi yang diwakili oleh

Bogor Tengah dan 40% di wilayah kota

Bogor dengan aksesibilitas relatif lebih

rendah yang diwakili oleh Bogor Barat.

Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Syafika (2017), Bank

syariah adalah salah satu lembaga

keuangan yang sedang berkembang

pesat saat ini tetapi keberadaannya

masih sangat sedikit terutama di negara

minoritas muslim. Salah satu negara

minoritas muslim yang masih belum

terdapat bank syariah adalah Korea

Selatan. Tenaga Kerja Indonesia yang

berada di negara minoritas muslim

seperti Korea Selatan memerlukan

sebuah lembaga intermediasi untuk

bertransaksi dalam hal keuangan dan

perbankan yang sesuai dengan syariat

Islam. Penelitiannya bertujuan untuk

menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi minat TKI terhadap

keberadaan bank syariah di Korea

Selatan. Data yang digunakan

merupakan data primer yang diambil

melalui kuesioner online dengan jumlah

responden 60 orang TKI dan data

sekunder yang diambil dari literatur.

Faktor-faktor yang memengaruhi minat

TKI terhadap keberadaan bank syariah

di Korea Selatan dianalisis dengan

menggunakan metode regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukan 70 persen

responden berminat terhadap

keberadaan bank syariah di Korea

Selatan. Hasil regresi logistik

menunjukan bahwa faktor-faktor yang

memengaruhi minat TKI terhadap

keberdaan bank syariah adalah

triabilitas, pengetahuan dasar dan

pengetahuan khusus responden

mengenai bank syariah.

3. Metodologi

Metode yang akan digunakan

untuk menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi minat mahasiswa

Indonesia terhadap penggunaan bank

syariah di UK adalah model regresi

logistik atau yang sering disebut logit

yang merupakan bagian dari analisis

regresi. Analisis ini mengkaji hubungan

pengaruh peubah penjelas (X) terhadap

peubah respon (Y) melalui model

persamaan matematis tertentu.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

85

๐‘Œโ€™ = -7.560 + 0.831๐‘‹1 + 0.445๐‘‹2 - 0.448๐‘‹3 + 0.215๐‘‹4 - 0.171๐‘‹5 - 0.085๐‘‹6 +

1.373๐‘‹7 + ๐‘’

Keterangan:

Yโ€™ : Minat mahasiswa Indonesia terhadap bank syariah (1 jika berminat terhadap

keberadaan bank syariah, 0 jika tidak berminat)

ฮฑ = Intersep

๐›ฝ1โ€ฆ : Koefisien

๐‘‹1 : Citra Lembaga

๐‘‹2 : Kepercayaan

๐‘‹3 : Fasilitas

๐‘‹4 : Promosi

๐‘‹5 : Aksesibilitas

๐‘‹6 : Pengetahuan

๐‘‹7 : Religiusitas

: Error

Odds ratio digunakan sebagai

peluang terjadinya pilihan 1 (berminat

terhadap bank syariah) terhadap

peluang terjadinya pilihan 0 (tidak

berminat terhadap bank syariah). Nilai

odds yang semakin besar menunjukkan

peluang mahasiswa Indonesia berminat

terhadap bank syariah semakin besar.

Nilai odds merupakan indikator

kecenderungan nasabah untuk

menentukan pilihan 1 (berminat

terhadap bank syariah).

Penelitian ini menggunakan dua

analisis dalam pengolahan data, yaitu

analisis deskriptif dan analisis regresi

logistik. Analisis deskriptif digunakan

untuk menggambarkan karakteristik

responden dan persepsi dari mahasiswa

Indonesia di UK terhadap bank syariah.

Sedangkan, analisis regresi logistik

digunakan untuk menganalisis faktor-

faktor yang memengaruhi minat

mahasiswa Indonesia terhadap bank

syariah di UK. Pengolahan data

menggunakan Microsoft Excel dan

software Statistical Package For Social

Science (SPSS).

Metode yang digunakan untuk

menganalisis persepsi mahasiswa

Indonesia terhadap keberadaan Bank

Syariah adalah analisis deskriptif, yaitu

dengan melihat skor persepsi

mahasiswa Indonesia terhadap

keberadaan Bank Syariah. Penilaian

atas persepsi mahasiswa Indonesia

terhadap keberadaan Bank Syariah

menggunakan skala likert. Skala likert

adalah skala yang digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, atau

persepsi seseorang mengenai gejala

sosial tertentu. Rumusan skala likert

yang digunakan dalam instrumen

penelitian ini adalah sebagai berikut:

5 = Sangat Setuju

4 = Setuju

3 = Ragu-ragu

2 = Tidak Setuju

1 = Sangat Tidak Setuju

Responden memilih satu dari

skala likert yang tersedia pada setiap

pernyataan di kuesioner. Pernyataan-

pernyataan yang terdapat pada

kuesioner dikelompokkan menjadi

variabel Citra Lembaga, Kepercayaan,

Fasilitas, Promosi, Aksesibilitas,

Pengetahuan dan Religiusitas. Skala

yang dipilih responden merupakan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

86

keadaan yang paling sesuai dengan

responden.

Hasil keseluruhan jawaban responden untuk setiap variabel diolah

menggunakan Statistical Package For Social Science (SPSS) agar diperoleh nilai mean

(rata-rata) dari setiap variabel. Nilai mean tersebut yang akan dikategorikan dan

dianalisis secara deskriptif.

Tabel. 1

Kriteria Nilai Interval

Nilai Kriteria

1 โ€“ 1.8 Sangat Tidak Baik

1.81 โ€“ 2.6 Tidak Baik

2.61 โ€“ 3.4 Kurang Baik

3.41 โ€“ 4.2 Baik

4.21 โ€“ 5.0 Sangat Baik

4. Hasil dan Pembahasan

Persepsi mahasiswa Indonesia

terhadap keberadaan bank syariah di

UK dapat diukur berdasarkan hasil

penilaian responden terhadap

pernyataan-pernyataan pada kuesioner

yang mewakili 7 variabel yaitu Citra

Lembaga, Kepercayaan, Fasilitas,

Promosi, Aksesibilitas, Pengetahuan

dan Religiusitas. Masing-masing

variabel diduga dapat

merepresentasikan persepsi responden.

Jika persepsi seseorang terhadap bank

syariah dikatakan baik, maka orang

tersebut akan lebih berminat untuk

menggunakan bank syariah. Hasil

persepsi mahasiswa Indonesia di UK

terhadap bank syariah adalah sebagai

berikut.

Tabel. 2

Persepsi Mahasiswa Indonesia di UK Terhadap Bank Syariah

No. Variabel Rata-rata

1 Citra Lembaga 3.335

2 Kepercayaan 3.5357

3 Fasilitas 2.9475

4 Promosi 2.8857

5 Aksesibilitas 2.7075

6 Pengetahuan 3.4767

7 Religiusitas 3.6925

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

87

Keterangan : Lihat Tabel.1 Kriteria Nilai Interval

Keseluruhan jawaban dari 100

responden dikumpulkan untuk diolah

sehingga menghasilkan nilai mean atau

rata-rata dari setiap variabel, kemudian

penulis dapat mendeskripsikan

tanggapan responden terkait isi

kuesioner. Citra Lembaga bank syariah

di mata mahasiswa Indonesia yang

berdomisili di UK cenderung kurang

baik dengan nilai mean sebesar 3.335.

Kepercayaan mahasiswa Indonesia

yang berdomisili di UK terhadap bank

syariah termasuk baik dengan mean

akhir untuk setiap pernyataan sebesar

3.5357. Fasilitas bank syariah di mata

mahasiswa Indonesia yang berdomisili

di UK cenderung kurang baik dengan

nilai mean sebesar 2.9475. Promosi

yang dilakukan oleh bank syariah di UK

terhadap mahasiswa Indonesia yang

tinggal disana tergolong kurang baik

dengan mean akhir untuk setiap

pernyataan sebesar 2.8857.

Aksesibilitas bank syariah di mata

mahasiswa Indonesia yang berdomisili

di UK cenderung kurang baik dengan

nilai mean sebesar 2.7075. Pengetahuan

mahasiswa Indonesia yang berdomisili

di UK terhadap bank syariah termasuk

baik dengan mean akhir untuk setiap

pernyataan sebesar 3.4767. Religiusitas

mahasiswa Indonesia yang berdomisili

di UK cenderung baik dengan nilai

mean sebesar 3.6925.

Faktor-faktor yang diduga

memengaruhi minat mahasiswa

Indonesia terhadap keberadaan bank

syariah di UK meliputi beberapa

variabel independent yaitu citra

lembaga, kepercayaan, fasilitas,

promosi, aksesibilitas, pengetahuan dan

religiusitas. Variabel dependent yang

akan dilihat terdiri dari dua

kemungkinan, yaitu mahasiswa

Indonesia yang berminat terhadap bank

syariah di UK (Y=1) atau mahasiswa

Indonesia yang tidak berminat terhadap

bank syariah di UK (Y=0). Pengujian

ini menggunakan tingkat kepercayaan

90% atau dengan taraf nyata (ฮฑ) sebesar

10%.

Tabel. 3

Ketepatan Klasifikasi Model

Observasi

Prediksi

Tidak

Berminat Berminat

Percentage

Correct

Tidak Berminat 30 12 71.4

Berminat 7 51 87.9

Overall Percentage 81.0

Hasil pendugaan parameter

pada Tabel.3 menyatakan bahwa model

dapat mengklasifikasikan responden

yang berminat terhadap bank syariah di

UK sebesar 87.9% dan sebesar 71.4%

tidak berminat dengan bank syariah.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

88

Model mampu mengklasifikasikan

secara keseluruhan responden yang

berminat maupun responden yang tidak

berminat terhadap keberadaan bank

syariah di UK sebesar 81%.

Berdasarkan hasil pengolahan dengan

regresi logistik dihasilkan nilai overall

percentage sebesar 81%, artinya secara

keseluruhan model dapat

mengklasifikasikan responden yang

berminat maupun responden yang tidak

berminat terhadap keberadaan bank

syariah di UK sebesar 81%. Hal ini

menunjukkan bahwa dalam 100

observasi, model mampu

mengklasifikasi 81 observasi dengan

tepat. Sehingga secara keseluruhan

model yang digunakan sudah baik dan

dapat menjelaskan kondisi pada

penelitian ini dengan baik.

Tabel. 4

Dugaan Parameter Regresi Logistik

Berdasarkan Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 8.759 8 0.363

Hasil uji Hosmer and

Lemeshow menunjukkan hasil Chi-

Square 8.759 dengan P-Value 0.363

yang berarti lebih besar dari alpha 5%.

Hal ini berarti model regresi logistik

yang digunakan mampu menjelaskan

faktor-faktor yang memengaruhi

minat mahasiswa Indonesia terhadap

bank syariah di UK dengan keyakinan

95%, sehingga dapat disimpulkan

bahwa model tersebut telah sesuai atau

layak untuk digunakan dalam analisis

(Sarwono dan Budiono, 2012).

Tabel. 5

Dugaan Parameter Regresi Logistik Berdasarkan

Omnibus Test of Model Coefficients dengan

metode Enter

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 36.507 7 0.000

Block 36.507 7 0.000

Model 36.507 7 0.000

Berdasarkan Tabel. 5, dapat

dilihat bahwa hasil omnibus test of

model coefficients, nilai signifikansi

model lebih kecil dari nilai taraf nyata ฮฑ

= 0.05 (0.000<0.05). Menurut Sarwono

dan Budiono (2012) hal ini dapat

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

89

mengindikasikan bahwa model

signifikan, sehingga dapat dikatakan

bahwa setidaknya terdapat satu variable

independen yang berpengaruh nyata

terhadap variabel dependen.

Setelah dilakukan elaborasi

persepsi para mahasiswa Indonesia

terhadap minat bank syariah di UK,

selanjutnya penulis akan menganalisis

faktor-faktor apa saja yang

memengaruhi minat mahasiswa

Indonesia terhadap bank syariah di UK.

Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa variabel yang memengaruhi

minat para mahasiswa Indonesia adalah

variabel citra lembaga dan religiusitas.

Tabel. 6

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Minat Responden

Terhadap Bank Syariah di UK

Variabel Parameter P-Value

Odds

Ratio

CitraLembaga 0.831 0.074* 2.296

Kepercayaan 0.445 0.308 1.561

Fasilitas -0.448 0.380 0.639

Promosi 0.215 0.635 1.240

Aksesibilitas -0.171 0.679 0.843

Pengetahuan -0.085 0.850 0.919

Religiusitas 1.373 0.001** 3.946

Keterangan : *signifikan pada taraf nyata 10%

** signifikan pada taraf nyata 5%

Tabel. 6 menunjukkan variabel citra

lembaga berpengaruh pada taraf nyara

10% dan variabel religiusitas

berpengaruh pada taraf nyata 5%.

Sedangkan variabel kepercayaan,

fasilitas, promosi, aksesibilitas, dan

pengetahuan tidak berpengaruh nyata

pada penelitian ini.

Variabel citra lembaga

memiliki koefisien bertanda positif.

Hal ini berarti jika citra lembaga bank

syariah baik, maka akan semakin besar

peluang mahasiswa Indonesia yang

bertempat tinggal di UK berminat

terhadap bank syariah. Citra Lembaga

menjadi sangat penting dikarenakan

penilaian masyarakat terhadap sebuah

lembaga dapat menghasilkan rasa

hormat, membentuk opini yang baik

serta menghantarkan suatu lembaga

kepada keuntungan.

Variabel religiusitas memiliki

tanda koefisien positif. Dapat

diinterpretasikan jika semakin religius

responden, maka semakin besar

peluang mahasiswa Indonesia yang

berdomisili di UK berminat terhadap

bank syariah,jika dibandingkan

responden yang kurang religius. Hal ini

sesuai dengan larangan riba yang juga

dilarang dalam kepercayaan lain.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

90

5. Kesimpulan

Hasil analisis deskriptif

menunjukkan bahwa mahasiswa

Indonesia yang berdomisili di United

Kingdom memiliki kepercayaan,

pengetahuan dan religiusitas yang baik

dengan nilai mean masing-masing

3.5357, 3.4767, 3.6925 sehingga

persepsi mereka terhadap perbankan

syariah tergolong baik, jika dilihat dari

ketiga variabel tersebut. Variabel yang

memiliki nilai mean tertinggi yaitu

variabel religiusitas. Artinya

mahasiswa Indonesia yang lebih

religius akan cenderung berminat

terhadap perbankan syariah di United

Kingdom karena dianggap telah

menjalankan praktik yang sesuai

dengan ajaran agama. Sebanyak 58

orang dari 100 mahasiswa Indonesia

yang menjadi responden pada

penelitian ini menyatakan berminat

terhadap keberadaan bank syariah di

United Kingdom.

Hasil analisis regresi logistik

biner terkait faktor-faktor yang

memengaruhi minat mahasiswa

Indonesia terhadap bank syariah di

United Kingdom menunjukkan ada dua

variabel yang signifikan memengaruhi

minat mahasiswa Indonesia yaitu,

variabel citra lembaga dan variabel

religiusitas.

Daftar Pustaka

Asdullah, M. A., & Yazdifar, H.

(2016). EVALUATION OF

FACTORS INFLUENCING

YOUTH TOWARDS ISLAMIC

BANKING IN PAKISTAN,

1664(February), 217โ€“223.

https://doi.org/10.21917/ijms.201

6.0030

Centre for Global Higher Education.

(2018). The UK in the global

student market: second place for

how much longer? Retrieved from

https://www.researchcghe.org/per

ch/resources/publications/the-uk-

in-the-global-student-market.pdf

Chowdhury dan Saba. (2018). Factors

Affecting the Choice of Islamic

Banking by the Customers: A

Case Study. Retrieved from

https://www.researchgate.net/publ

ication/326989736_Factors_Affec

ting_the_Choice_of_Islamic_Ban

king_by_the_Customers_A_Case

_Study

Hapsari, F. T., Beik, I. S., Studi, P., &

Ekonomi, I. (n.d.). Analisis

Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Nasabah Non-Muslim dalam

Menggunakan Jasa Bank Syariah

di DKI Jakarta, 2(1), 75โ€“95.

Higher Education Statistics Agency.

(2012). Higher Education

Statistics for the UK 2012/13.

Retrieved from

https://www.hesa.ac.uk/data-and-

analysis/publications/higher-

education-2012-13

Higher Education Statistics Agency.

(2014). Students in Higher

Education 2013/14. Retrieved

from https://www.hesa.ac.uk/data-

and-

analysis/publications/students-

2013-14

Organisation for Economic Co-

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

91

Operation and Development.

(2000). Foreign / international

students enrolled. Retrieved from

https://stats.oecd.org/Index.aspx?

DataSetCode=RFOREIGN

Sarwono dan Budiono. (2012).

Aplikasi untuk Riset Skripsi, Tesis

dan Disertasi Menggunakan

SPSS, AMOS dan Excel. Jakarta:

Andi.

Selvanathan, M., Nadarajan, D., Zamri,

A. F. M., Suppramaniam, S., &

Muhammad, A. M. (2018). An

Exploratory Study on Customersโ€™

Selection in Choosing Islamic

Banking. International Business

Research, 11(5), 42.

https://doi.org/10.5539/ibr.v11n5p

42

STUDI PREFERENSI DAN

SEGMENTASI PASAR

BRISYARIAH ( KASUS

MASYARAKAT KOTA BOGOR

) AMIRUDIN. (2010).

Syafika, S. (2017). ANALISIS

FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI BANK

SYARIAH DI KOREA

SELATAN.

UNESCO Institute for Statistics.

(2018). Global Flow of Tertiary-

Level Students. Retrieved from

http://uis.unesco.org/en/uis-

student-flow

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

92

Zakat Produktif: Redistribusi Kekayaan untuk Pemberdayaan

Ni Gusti Ayu Putri, Arief Helmi

Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Padjadjaran

[email protected],

[email protected]

Abstrak

Zakat memiliki peran strategis untuk turut memecahkan masalah bangsa yaitu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Skema penyaluran

zakat masih didominasi oleh tujuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari atau konsumtif.

Penyaluran zakat untuk tujuan peningkatan usaha masyarakat atau zakat produktif telah banyak

dilakukanStudi ini berfokus pada literatur yang mengungkap potensi kemanfaatan zakat

produtif beserta tantangan penyalurannya. Beberapa studi menegaskan zakat sebagai sarana

untuk redistribusi kekayaan, serta menunjukkan keberhasilan zakat produktif yang ditunjukkan

adanya peningkatan kinerja usaha dan pendapatan dari mustahik. Studi lanjutan menunjukkan

berbagai kendala dalam optimalisasi zakat produktif yaitu: kurangnya kemampuan lembaga

zakat dalam mendapatkan mustahik yang tepat. serta kurangnya kemampuan mustahik dalam

mengelola tambaham modal kerja.

Kata kunci : zakat, produktif, pemberdayaan

1. Pendahuluan

Salah satu permasalahan ekonomi

yang dihadapi bangsa Indonesia khususnya

masyarakat menengah ke bawah adalah

berkenaan dengan kemiskinan dan

kesenjangan sosial. Pola masalah

kemiskinan menjadi kompleks dan

heterogen dalam konteks skala namun

menjadi struktural dan homogen dalam

konteks lokal. Oleh karenanya,

pengentasan kemiskinan akan lebih efektif

dengan menggunakan pendekatan bottom-

up yang mana masyarakat diupayakan ikut

berperan dalam mengurangi

permasalahannya secara aktif. Salah satu

upaya untuk menanggulangi kemiskinan

dari tingkat bawah yang sudah tak asing

bagi masyarakat Indonesia adalah program

zakat.

Mewujudkan kemaslahatan

manusia dalam konsepsi Islam dikenal

sebagai Maqashidus Syariah (Nurhayati &

Wasilah, 2017). Setidaknya dalam konsepsi

studi Islam terdapat lima tujuan

ditetapkannya suatu ketentuan syariah yaitu

agar tercapai keselamatan agama, jiwa,

akal, keturunan dan harta manusia. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa zakat

bertujuan untuk meredistribusi kekayaan

muzakki dan pada saat yang sama dapat

memberdayakan penerimanya.

Secara umum, pemanfaatan zakat

oleh Baznas Kota Bandung dan Baznas

kab/kota lainnya masih cenderung

dilakukan dengan cara yang spontan dan

sporadis. Pada tataran praktis, program โ€“

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

93

program penyaluran zakat masih identik

pada bentuk transfer yang tidak banyak

mendongkrak aspek pemberdayaan

mustahik dan cenderung ditujukan pada

penguatan daya beli konsumtif temporer.

Bentuk penyaluran zakat lainnya adalah

program zakat produktif yang berorientasi

pada peningkatan taraf kesejahteraan

dengan memperkuat aspek โ€“ aspek

pemberdayaan mustahik sehingga dengan

kemandiriannya itu mustahik dapat keluar

dari kemiskinan dan bertransformasi

menjadi muzakki.

2. Pembahasan

2.1 Zakat: Redistribusi Kekayaan

Zakat merupakan suatu ibadah yang

memiliki hubungan dengan harta benda.

Mursyid (2006) menjelaskan bahwa zakat

itu wajib bagi orang yang mampu, yaitu

orang yang memiliki kekayaan yang

berlebihan dari kepentingan dirinya dan

kepentingan orang-orang yang menjadi

tanggungannya. Al-Quran menerangkan

tujuan berzakat dalam konteks ibadah

tercantum pada Surat At Taubah ayat 103 :

Ambillah zakat dari sebagian harta

mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka dan

mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya

doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa

bagi mereka. dan Allah Maha mendengar

lagi Maha mengetahui.

Dalam konteks agama, zakat

merupakan bagian dari sedekah dan

termasuk dari rukun Islam yang wajib

dilaksanakan pemeluknya. Adapun definisi

zakat secara umum adalah mengeluarkan

sebagian dari harta yang secara khusus

telah ditentukan takaran, jenis, pemberi dan

penerimanya dalam syariat Islam.

Sebagaimana dijelaskan pada Al-

Quran Surat At Taubah ayat 9, terdapat

delapan golongan yang berhak menerima

zakat yaitu fakir, miskin, amil, muallaf,

riqab, gharim, fi sabililillah, ibn sabil.

Ahmad (1981) mengurai hal tersebut

dengan menyertakan pandangan para ahli

keilmuan islam. Menurut Hasan Al Bashri

dan beberapa ahli lainnya berpendapat

bahwa miskin lebih membutuhkan daripada

fakir sedangkan pendapat lain menyatakan

bahwa fakir dan miskin sama-sama

membutuhkan namun tingkat kemiskinan

fakir lebih dalam lagi.

Skema zakat melalui mekanisme

pendistribusian kekayaan dari golongan

yang mampu kepada mereka yang

membutuhkan seringkali dijadikan topik

penelitian guna mengukur dampak dan

efektivitasnya. Jehle (1994) membuktikan

bahwa zakat mengurangi ketimpangan

pendapatan baik intra-provinsi dan antar-

provinsi meskipun dengan perubahan

jumlah tingkat ketimpangan yang kecil.

Namun demikian, kecilnya perubahan

dampak zakat tersebut dapat dimaklumi

karena besaran kondisi ekonomi antara

pemberi dan penerima zakat tidak terlalu

tinggi.

Meskipun peran zakat amatlah

penting namun Ali dan Hatta (2014)

menyatakan bahwa tidak seluruh negara

yang mayoritas penduduknya beragama

Islam menjadikan zakat sebagai sebuah

upaya yang serius dalam mengurangi

tingkat kemiskinan. Toor dan Nasar

(2004) menjelaskan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antara kondisi

sosial-ekonomi penerima zakat dan non-

penerima zakat. Hal tersebut dapat

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

94

mengakibatkan distribusi zakat tidak efektif

karena salah dalam proses penyeleksian

mustahik yang layak menerima zakat.

Menurutnya, inilah satu sebab mengapa

zakat dirasa kurang efektif dalam

mengurangi tingkat kemiskinan.

Ololade et al., (2017)

menambahkan bahwa adakalanya lembaga

zakat menentukan kriteria dan indikator

tertentu dalam proses penyeleksian

mustahik zakat namun nyatanya tidak

cukup menjangkau mereka yang

sebenarnya berhak mendapatkan dana

zakat.

Kondisi kemiskinan antarnegara

amatlah berbeda sebenarnya juga ditemui

dalam lingkup yang lebih kecil yaitu

antardaerah atau antarprovinsi (Ali dan

Hatta, 2014). Oleh karena itu, dapat

dipahami bahwa apabila lembaga zakat

tidak dapat menemukan karakteristik

kemiskinan spesifik di sebuah daerah maka

tujuan zakat sebagai salah satu solusi

alternatif mengurangi kemiskinan sulit

dicapai (Toor dan Nasar, 2004). Sinergitas

lembaga zakat pada level nasional dan

regional pun penting dilakukan agar

distribusi zakat efektif dan akhirnya

meningkatkan kepercayaan pemberi zakat

(Oladimeji et al., 2013).

Pelayanan Lembaga Amil Zakat

amatlah penting guna menjaga kepercayaan

pemberi zakat untuk mengelola dana zakat

yang mereka keluarkan. Noor & Saad

(2016) menekankan pentingnya sikap dan

kualitas layanan lembaga zakat untuk

membangun kepercayaan dengan pemberi

zakat. Riset tersebut pun menyatakan

bahwa dana zakat yang dikelola dengan

baik dapat digunakan sebagai dorongan

sosial dan ekonomi guna penerima zakat

sehingga dapat membentuk perilaku saling

bantu antarsesama dan menciptakan

kepedulian dan masyarakat yang toleran.

Oleh karena itu Abdullah et al.,

(2014) menyatakan bahwa lembaga zakat

perlu melakukan strategi pro-aktif dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya,

sebagaimana diusulkan bahwa

pengumpulan dan pencairan zakat harus

dilakukan sesegera mungkin

pendistribusian zakat kepada mereka yang

tinggal di daerah pedesaan. Selain itu,

distribusi zakat yang harus dihimpun di

level nasional harus dihapus karena dirasa

tidak efektif dan memperlambat pencairan

dana zakat

Mahat & Warokka (2013) Dalam

risetnya mengenai keterkaitan zakat dan

pertumbuhan ekonomi di 19 negara dengan

penduduknya yang mayoritas beragama

Islam, menyimpulkan bahwa zakat akan

menjadi kebijakan pertumbuhan ekonomi

apabila diimplementasikan secara serius di

negara-negara yang mencerminkan

semangat mandiri serta memperhatikan

pendekatan kemanusiaan dan mekanisme

pengelolaan kekayaan yang adil. Dengan

demikian zakat akan berdampak dan

memiliki kontribusi yang signfikan dalam

pembangunan nasional.

2.2 Zakat Produktif Untuk

Pemberdayaan

Pembangunan nasional erat

kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi

yang dapat diukur melalui pertumbuhan

transaksi barang dan jasa. Oleh karena itu,

dalam konteks zakat yang seringkali

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

95

bersifat konsumtif dapat diperluas

kebermanfaatannya melalui kegiatan

produktif mustahik. Komisi Fatwa Majelis

Ulama Indonesia pada tahun 1982

memutuskan bahwa zakat yang diberikan

kepada fakir dan miskin dapat bersifat

produktif dan dana zakat atas nama

sabilillah boleh disalurkan guna keperluan

maslahah ammah atau kepentingan umum.

Terkait zakat produktif, Faradis

(2016) membandingkan pemikiran Yusuf

Qardhawi dan Masdar Farid Masudi. Yusuf

Qardhawi berpendapat bahwa zakat

produktif berpotensi dalam menggerakan

ekonomi mustahik dengan cara melakukan

perdagangan atau profesi lain yang sulit

didapatkan dari sumber pendanaan lainnya

dengan menekankan pendampingan

melalui pelatihan yang meningkatkan

keahlian mereka. Sementara Masdar Farid

Masudi memandang zakat sebagai sebuah

ajaran moral yang penggunaanya boleh

selama untuk kemaslahatan segenap rakyat

terutama bagi masyarakat yang kurang

mampu. Keduanya pun sepakat terkait

peran zakat produktif dalam upaya

mengentaskan kemiskinan.

Praktek penyampaian dana zakat

dapat didistribusikan melalui skema

konsumtif dan produktif telah banyak

dilakukan di masarakat. Hasanudin (2015)

mengungkapkan suatu praktek pada

Lembaga Amil Zakat Maal Dukuh Salatiga.

Di lembaga ini selain distribusi zakat secara

konsumtif, distribusi secara produktif yaitu

dengan memberikan dalam bentuk bantuan

modal usaha dan beasiswa kepada siswa-

siswi dari keluarga kurang mampu. Pada

studi yang dilakukan Maslah (2012)

terungkap skema penyaluran zakat,

awalnya BAZIS di Dusun Tarukan,

Semarang didistribusikan kepada para

Mustahik berupa uang dan makanan pokok

namun sistem pengelolaan tersebut dirasa

tidak berdampak baik terhadap

perekonomian mustahik sehingga digagas

skema zakat produktif pada Tahun 2008

dengan memberikan seekor kambing untuk

diberikan kepada para mustahik karena

masyarakat setempat telah terbiasa

menggembala.

Varian skema pendistribusian zakat

produktif yang disesuaikan dengan

kebutuhan mustahik tersebut juga

dilakukan PKPU Kota Bandung. Selain

memberikan zakat produktif dalam bentuk

binatang ternak. Maulana et al., (2016)

menjelaskan bahwa lembaga tersebut pun

menyalurkan zakat dalam bentuk beasiswa,

modal usaha dan pembelanjaan peralatan

operasional bagi para amilin.

Skema zakat produktif lainnya

dilakukan Badan Amil Zakat Nasional

kabupaten Kendal yang mempunyai

program pendayagunaan mustahik dengan

cara memberikan gerobak sayur dan

menyawa kios-kios kecil di pasar atau di

pinggir jalan strategis untuk ditempati fakir

miskin yang ingin berwirausaha. Skema

zakat produktif tersebut juga dilakukan

dengan memberikan bantuan pinjaman

modal sebesar Rp. 1.000.000,- untuk

menambah modal usaha warga yang kurang

mampu dengan sistem pinjaman bergulir

tanpa bunga dan pengembaliannya dicicil

selama sembilan kali Rp. 100.000,- per

bulan dengan total pengembalian Rp.

900.000 sedangkan Rp. 100.000 sisanya

diberikan secara cuma-cuma kepada

mustahik (Lestari, 2015).

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

96

Skema penyaluran zakat produktif

pun dapat dilakukan secara kolektif pada

Program PROSPEK PKPU kepada KSM

(Kelompok Swadaya Masyarakat) dan

KUB (Kelompok Usaha Bersama) di Kota

Surabaya (Rosyidi, 2015).

Selanjutnya, beberapa penelitian

menganalisis dampak zakat khususnya

zakat produktif dengan studi kasus di

beberapa daerah di Indonesia. Pada

program zakat produktif yang dilakukan

oleh Badan Amil Zakat Nasional di

beberapa daerah terdapat perbedaan skema

penyaluran dana zakat tersebut. Baznas

Sumatera Selatan menyalurkan dana zakat

produktif dalam bentuk beasiswa sarjana

dan berpengaruh signifiikan terhadap

prestasi mahasiswa mustahik (Wulandari,

2017). Selain dalam bentuk beasiswa, zakat

produktif yang disalurkan Baznas dalam

bentuk modal usaha terbukti berpengaruh

terhadap pendapatan dan pertumbuhan

mustahik. Alaydrus (2016) menjelaskan

bahwa program ZIS Produktif Badan Amil

Zakat Daerah Kota Pasuruan berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan usaha

mikro mustahik. Sedangkan Yusnar (2017)

menyatakan bahwa pemanfaatan dana zakat

produktif dari program Baznas Sumatera

Utara mempunyai pengaruh terhadap

tingkat pendapatan mustahik.

Dampak program zakat produktif

yang dilakukan Lembaga Amil Zakat di

beberapa daerah terfokus pada perubahan

pendapatan mustahik dan pertunbuhan dan

kinerja usaha mereka (Sartika, 2008).

Dalam penelitiannya pada LAZ Solo Peduli

menyimpulkan bahwa terdapat korelasi

positif antara program dana zakat produktif

dan penghasilan mustahik Zakat

produktif sebagai sebagai tambahan modal

usaha mustahik tentunya secara teori dapat

meningkatkan performa bisnis karena

mereka memiliki dana untuk membeli

tambahan aset guna meningkatkan

penjualan dan menghasilkan profit. Mahalli

(2012) pada studi kasus di daerah Medan

dengan akad qardhul hasan. pinjaman

modal dengan skema tersebut serta

pengadaan pelatihan dan keahlian akan

meningkatkan kinerja usaha mustahik.

Adapun Fatimah (2013) menyatakan bahwa

pendayagunaan zakat produktif

mempunyai pengaruh positif terhadap

keuntungan usaha mustahik.

Penelitian yang secara spesifik

mengukur dampak zakat produktif juga

dilakukan. Wulansari (2013) menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh antara pemberian

bantuan modal terhadap perkembangan

modal, omzet dan keuntungan usaha

sebelum dan setelah menerima bantuan

tersebut. Adapun (Nidityo dan Laila, 2014)

menjelaskan peningkatan kinerja usaha

mustahik disebabkan terdapat perubahan

jumlah dari bahan baku, kuantitas produksi,

dan frekuensi produksi setelah mendapat

dana zakat produktif sehinga akhirnya

meningkatkan keuntungan usaha.

Tidak seluruh penelitian terkait

dampak zakat produktif berpengaruh positif

terhadap pendapatan dan keuntungan usaha

mustahik. Farid et al., (2015) menyatakan

bahwa penyaluran dana zakat produktif di

LAZ Baitul Amien Kabupaten Jember tidak

berpengaruh signifikan terhadap

keuntungan maupun pendapatan usaha

mustahik. Ketidakefektifan dana zakat

produktif juga dapat disebabkan oleh

kondisi mustahik yang memiliki utang

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

97

berlebih, seringkali jatuh sakit dan

penggunaannya untuk kebutuhan

konsumtif (Saskia, 2015).

Salah satu aspek keberhasilan

program dana zakat produktif yaitu peran

lembaga zakat yang memiliki manajemen

yang baik. Riyaldi (2013) menjelaskan

bahwa terdapat faktor internal dan eksternal

dalam mempengaruhi hal tersebut. Faktor

internal meliputi bantuan materi zakat dan

bimbingan petugas sedangkan faktor

eksternal meliputi spiritual dan sumber

daya manusia. Selanjutnya Lestari (2015)

menyebutkan faktor yang menghambat

efektivitas program dana zakat produktif

diantaranya: (1) pegawai Baznas

merangkap PNS aktif, (2) dana kurang

memadai dibandingkan jumlah mustahik

yang membutuhkan, (3) kurangnya tingkat

kesadaran mustahik, (4) sulitnya

menemukan mustahik yang bisa dipercaya.

Agar tujuan zakat tercapai,

pengelola zakat perlu mengetahui kondisi

sosio-ekonomi penerima zakat lalu

disesuaikan dengan jenis program zakat

yang sesuai. Contohnya, penelitian (Saskia,

2015) menegaskan bahwa apabila penerima

zakat memiliki utang, kecenderungan

penggunaan dana zakat untuk tujuan

konsumtif cukup besar. Selanjutnya, akad

qardul hasan sesuai dengan kondisi

penerima zakat yang cukup kebutuhan

dasarnya namun diperlukan dorongan

modal untuk menambah pendapatannya

sebagaimana dijelaskan (Mahalli, 2012).

Apabila usaha mustahik telah berjalan

dengan baik maka program dana zakat

produktif dapat diberikan untuk

meningkatkan kuantitas produksi dan

omzet (Wulansari, 2013). Tahapan kondisi

penerima zakat beserta akad dan program

yang sesuai sangat penting diperhatikan

untuk meminimalisir penggunaan zakat

yang tidak efektif.

3. Kesimpulan

Sebagai makna vertikal, zakat

memiliki peran untuk menjaga

kesucian/kebersihan harta. Sebagai makna

horizontal zakat berperan sebagai institusi

untuk membantu kesejahteraan masyarakat

melalui mekanismenya sebagai redistribusi

kekayaan. Redistribusi kekayaan dalam arti

sebagian kekayaan dari anggota masyarakat

yang tergolong mampu dapat tersalurkan

kepada anggota masuarakat, terutama fakir

miskin, untuk membantu pemenuhan

sebagian kebutuhan hidup mereka.

Menjadi tantangan untuk optimasi

pemanfaatan dana zakat tidak hanya hanya

efektif untuk membantu fakir miskin untuk

manfaat konsusmtif, tetapi juga dapat

memiliki manfaat produktif. Zakat

produktif telah banyak dilakukan dalam

berbagai bentuk, diantaranya: pemberian

alat/perlengkapan usaha, pemberian dan

pinjaman modal kerja dan beasiswa.

Keberhasilan penyeluran zakat produktif

telah terbuktikan melalui adanya

peningkatan kinerja usaha dan pendapatan

mustahik. Namun tidak semua zakat

produktif menunjukkan keefektifannya.

Beberapa kendala dari pelaksanan zakat

produktif yang baik adalah:

profesionalisme personalia lembega amil

zakat dan kemampuan mustahik dalam

mengelola tambahan kepemilikan

perlengkapan usaha atau tambahan modal

usaha.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

98

Daftar Pustaka

Abdullah, N., Derus, A. M., & Nizar, H. A.

2014. The Effectiveness of Zakat in

Alleviating Poverty and

Inequalities. Humanomics Vol 31,

pp 314-329.

Ahmad, Z. A. 1981. Zakat and Economic

Wellbeing. Islamic Studies, Vol. 20,

No. 1, 23-45.

Alaydrus, M. Z. 2016. Pengaruh Zakat

Produktif Pertumbuhan Usaha

Mikro dan Kesejahteraan Mustahik

pada Badan Amil Zakat Kota

Pasuruan Jawa Timur. Universitas

Airlangga.

Ali, I., & Hatta, Z. A. 2014. Zakat as a

Poverty Reduction Mechanism

Among the Muslim Community:

Case Study of Bangladesh,

Malaysia, and Indonesia. Asian

Social Work and Policy Review.

Faradis, G. 2016. Konsep Zakat Produktif

dalam Upaya Pengentasan

Kemiskinan (Studi Komparatif

Pemikiran Yusuf Qardhawi dan

Masdar Farid Masudi). UIN

Maulana Malik Ibrahim.

Farid, M., Sukarno, H., & Puspitasari, N.

2015. Analisis Dampak Penyaluran

Zakat Produktif Terhadap

Keuntungan Usaha Mustahiq.

Artikel Ilmiah Mahasiswa FE

Universitas jember.

Fatimah, S. 2013. Pengaruh

Pendayagunaan Zakat Produktif

terhadap Keuntungan Usaha

Mustahiq pada Program

Kemanusiaan Peduli Ummat

(PKPU) Kantor Cabang Pembantu

Cirebon. IAIN Syekh Nur Jati.

Hasanudin, A. 2015. Pengelolaan Zakat

Produktif sebagai Upaya

Pengentasan Kemiskinan (Studi

Kasus Lembaga Amil Zakat Maal

Dukuh, Sidomukti, Salatiga). IAIN

Salatiga.

Jehle, G. A. 1994. Zakat and Inequality;

Some Evidence from Pakistan.

Review of Income and Wealth Series

4 Number 2.

Lestari, S. 2015. Analisis Pengelolaan

Zakat Produktif untuk

Pemberdayaan Ekonomi (Studi

Kasus Pada Badan Amil Zakat

Nasional Kabupaten Kendal). UIN

Walisongo.

Mahalli, A. d. 2012. Potensi dan Peranan

Zakat dalam Mengentaskan

Kemiskinan di Kota Medan. Jurnal

Ekonomi dan Keuangan, Vol. 1.

Mahat, N. I., & Warokka, A. 2013.

Investigation On Zakat as an

Indicator for Moslem Countriesโ€™

Economic Growth. J Global

Business Advancement, Vol 6 No. 1.

Maulana, M. R., Hidayat, A. R., & Malik,

Z. A. 2016. Optimalisasi

Pendayagunaan Dana Zakat

Produktif dalam Pemberdayaan

Mustahiq Zakat di PKPU Kota

Bandung. Proseding Keuangan dan

Perbankan Syariah Universitas

Islam Bandung.

Mursyid. 2006. Mekanisme Pengumpulan

Zakat, Infaq dan Shadaqah

(Menurut Hukum Syara dan

Undang-Undang) Yogyakarta:

Magistra Insania Press

Nidityo, H. G., & Laila, N. 2014. Zakat

Produktif Untuk Meningkatkan

Kinerja Produksi, Motivasi dan

Religiusitas Mustahiq (Studi Kasus

Pada BAZ Jatim). JESTT Vol 1 No.

9.

Noor, A. M., & Saad, R. A. 2016. The

Mediating Effect of Trust on the

Relationship between Attitude and

Perceived Service Quality towards

Compliance Behavior of Zakah.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Email : [email protected] Volume 9 Nomor 2 Juni 2019 ISSN: 2089-306X e-ISSN : 2622-7274

99

International Journal of Economics

and Financial Issues.

Nurhayati, S., & Wasilah. 2017. Akuntansi

Syariah di Indonesia. Jakarta:

Salemba Empat.

Ololade, B., Johari, A. F., & Wahab, K. A.

2017. Identifying the poor and the

needy among the beneficiaries of

zakat: a need for zakat-based

poverty threshold in Nigeria.

International Journal of Social

Economics. Vol. 43 Iss 12 pp. 1513-

1538.

Riyaldi, M. H. 2013. Faktor-faktor

Penerima Zakat Produktif Baitul

Mal Aceh: Satu Analisis. Jurnal

Perspektif Ekonomi Darussalam,

Volume 1 No. 2.

Rosyidi, T. W. 2015. Model

Pendayagunaan Zakat Produktif

oleh Lembaga Zakat Dalam

Meningkatkan Pendapatan

Mustahik. Universitas Airlangga

JEBIS Vol. 1 No. 1.

Sartika, M. 2008. Pengaruh Pendayagunaan

Zakat Produktif terhadap

Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ

Yayasan Solo Peduli Surakarta. La

Riba Jurnal Ekonomi Islam Vol II

No. 1.

Saskia, S. 2015. Pendayagunaan Zakat

Produktif Bagi Peningkatan Usaha

Mustahik (Studi Komparatif pada

LAZ Zakat Center Thoriqatul

Jannah dan LAZISWA At-Taqwa

Cirebon). IAIN Syekh Nurjati

Cirebon.

Toor, I. A., & Nasar, A. 2004. Zakat As A

Social Safety Net: Exploring the

Impact on Household Welfare in

Pakistan. Pakistan Economic and

Social Review Vol 42, pp 87-102.

Wulandari, D. A. 2017. Pengaruh Zakat

Produktif yang Direalisasikan

dalam Bentuk Beasiswa Satu

Keluarga Satu Sarjana (SKSS)

Badan Amil Zakat Nasional

(BAZNAS) Provinsi Sumatera

Selatan terhadap Prestasi

Mahasiswa Universitas Islam

Negeri Raden Fatah Palembang.

UIN Raden Fatah Palembang.

Wulansari, S. D. 2013. Analisis Peranan

Zakat Produktif Terhadap

Perkembangan Usaha Mikro

Mustahik (Penerima Zakat) (Studi

Kasus Rumah Zakat Kota

Semarang). Universitas

Dipenogoro.

Yusnar, M. 2017. Pengaruh Pemanfaatan

Dana Zakat Produktif Terhadap

Tingkat Pendapatan Mustahik

Terhadap BAZNAZ Provinsi

Sumatera Utara. Universitas Islam

Negeri Sumatera Utara.