warta cendana edisi ix no.1 2016.cdr

16
CENDANA WARTA BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG | ENVIRONMENT AND FORESTRY RESEARCH AND DEVELOPMENT OF KUPANG Edisi IX No. 1 Juni 2016 Kedidi putin (Calidris alba) Sanderling Kedidi golgol (Calidris ferruginea) Curlew Sandpiper Kedidi paruh-lebar (Limicola falcinellus) Broad-billed Sandpiper foto cover | M. Hidayatullah KEBIJAKAN PENGELOLAAN CENDANA DESA REROROJA Kecamatan Magepanda Kabupaten Sikka DESKRIPSI SARANG & TELUR Burung Apung sawah (Anthus rufulus) TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN pada Kawasan Stasiun Penelitian Banamlaat, BPPLHK Kupang KEARIFAN LOKAL PERBURUAN TRADISIONAL oleh Masyarakat Suku Baar | RESENSI | HABITAT DAN KEANEKARAGAMAN Burung Teluk Kupang Pasca Undang Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah EKOWISATA MANGROVE

Upload: vuongxuyen

Post on 12-Jan-2017

244 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

CENDANAWARTABALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG | ENVIRONMENT AND FORESTRY RESEARCH AND DEVELOPMENT OF KUPANG

Edisi IX No. 1 Juni 2016

Kedidi putin (Calidris alba)

Sanderling

Kedidi golgol (Calidris ferruginea)

Curlew Sandpiper

Kedidi paruh-lebar (Limicola falcinellus)

Broad-billed Sandpiper foto cover | M. Hidayatullah

KEBIJAKAN PENGELOLAAN

CENDANA

DESA REROROJAKecamatan Magepanda

Kabupaten Sikka

DESKRIPSI SARANG & TELURBurung Apung sawah (Anthus rufulus)

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN pada Kawasan Stasiun Penelitian Banamlaat, BPPLHK Kupang

KEARIFAN LOKAL PERBURUAN TRADISIONALoleh Masyarakat Suku Baar

| RESENSI |HABITAT DANKEANEKARAGAMAN Burung Teluk Kupang

Pasca Undang Undang Nomor 23/2014

tentang Pemerintahan Daerah

EKOWISATAMANGROVE

Page 2: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

| FO

KUS

|

Dewan RedaksiRedaksi Pelaksana

PENERBIT

Balai Penelitian dan PengembanganLingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang

Jln Untung Suropati No 7 B. Kupang Telp (0380)823357 Fax (0380) 831086

Email : [email protected]

REDAKSI

merupakan majalah ilmiah poluler Balai Penelitian Kehutanan Kupang yang diterbitkan 3

kali dalam satu tahun, berisikan tema rehabilitasi hutan dan lahan, konservasi, sosial ekonomi,

ekowisata, lingkungan, HHBK, managemen, hukum kelembagaan, kebijakan publik dan lain-lain. www.foristkupang.org

Redaksi menerima sumbangan artikel sesuai tema terkait, Tim Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa mengubah isi materi tulisan, Tulisan dapat dikirim melalui email ke [email protected]

DAFTAR ISI

SEKAPUR SIRIHPembaca warta cendana yang budiman, Majalah warta pada edisi ini mengnangkat tema unggulan

mengenai kebijakan pengelolaan cendana paska Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014

mengenai Pemerintah Daerah. Topik ini menjadi penting mengingat, Undang – Undang tersebut

memberikan dampak yang sangat besar terhadap bentuk pengelolaan sektor yang berbasis ekosistem,

yang mana kehutanan termasuk di dalamnya. Kami juga mengangkat topik – topik lain, seperti

ekowisata mangrove, burung apung, kebakaran KHDTK dan perburuan rusa di Tanjong Porong.

Semoga para pembaca mendapatkan pengetahuan dan wawasan dari tulisan ini. Kami juga turut

mengudang para pembaca untuk berpartisipasi dengan cara mengirimkan artikel atau memberikan

saran, sehingga warta cendana semakin baik di masa mendatang.

| FOKUS | | RESENSI |

h.1oleh: S. Agung Raharjo

Ekowisata MangroveDesa Reroroja KecamatanMagepanda Kabupaten Sikka

h.5

Oleh : M. Hidayatullah

h.18

h.27

Cover photo :Mangrove by M. Hidayatullah

dan back cover Burungby Oki HIdayat

Penanggung JawabKepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang

Imam Budiman, S.Hut, M.A .Hery Kurniawan, S.Hut, M.Sc.DR. S. Agung S. Raharjo, S.Hut.,M.T. Muhamad Hidayatullah, S.Hut, M.Si.

Ali NgimronMardiyanto

Kepala Seksi Data, Informasi dan Sarana Penelitian

Anggota

Deskripsi Sarang & TelurBurung Apung Sawah(Anthus rufulus)

h.11Oleh : Oki Hidayat

Teknik PencegahanHebakaran Hutanpada Kawasan Stasiun Penelitian Banamlaat,BPPLHK Kupang

h.14Oleh : Marianus E.E. Naiaki

Keaifan LokalPerburuan Tradisionaloleh MasyarakatSuku Baar

Kebijakan Pengelolaan CendanaPasca Undang-Undang Nomor 23/2014 tentangPemerintahan Daerah

Oleh : Kayat

oleh: S. Agung Raharjo

CENDANAWARTA

1Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

Pendahuluan daerah dan entitas lainnya utuk mengatur Menurut UNDP (1997) yang dikutip oleh Noor urusannya sendiri. Dengan pengaturan sendiri (2012) desentralisasi merupakan bentuk ini diharapkan terbentuk sistem pemerintahan restrukturisasi atau reorganisasi kewenangan l o k a l y a n g e f e k t i f d a n m a m p u sehingga terbentuk sistem tanggung jawab bertanggungjawab terhadap berbagai bersama antara pemerintah pusat dan daerah kebutuhan masyarakat lokal sehingga menurut prinsip subsidiaritas, sehingga kehadiran negara da lam kehidupan efektifitas dan kualitas sistem pemerintahan masyarakat dapat lebih terasa . meningkat melalui peningkatan kewenangan Desentralisasi merupakan fenomena yang dan kapas i t a s daerah . Pen ingka tan kompleks, meliputi beragam entitas geografis, kewenangan dan kapasitas daerah diharapkan aktor dan sosial. Entitas geografis meliputi aras dapat memberikan peluang bagi masyarakat internasional, nasional, daerah dan lokal.

KEBIJAKAN PENGELOLAAN

CENDANA Pasca Undang Undang

Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah

| GALERI PERISTIWA |h.28

Page 3: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

32 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

Entitas aktor meliputi pemerintah, masyarakat solusinya? Dalam konteks Nusa Tenggara dan swasta. Sementara entitas sosial meliputi Timur menarik untuk melihat kebijakan politik, sosio-kultural dan lingkungan (Noor, pengelolaan cendana pasca terbit dan 2012). Kompleksitas desentralisasi juga terlihat berlakunya UU 23/2014. Makalah ini akan dalam sejarah desentralisasi di Indonesia. menjabarkan peluang dan tantangan kebijakan Sejarah mencatat proses tar ik ulur pengelolaan cendana dalam kerangka UU pemerintahan yang sentra l i s t i s dan 23/2014. desentralistis. Sejak awal kemerdekaan hingga pasca reformasi terjadi dinamika kebijakan Kebijakan Pengelolaan Cendana di NTTdesentralisasi yang cukup dinamis. Pada awal Kebijakan pengelolaan cendana sebelum era kemerdekaan pemerintahan Indonesia reformasi sangat sentralistik . Pengelolaan cenderung sentralistis, awal orde lama terjadi cendana sepenuhnya di lakukan oleh pergeseran kearah desentralistis namun pada Pemerintah Daerah Provinsi NTT. Hal ini akhir orde lama kembali ke arah sentralistis. menjadi salah satu penyebab terjadinya Pemerintahan yang sentralistis terlihat pada ancaman kepunahan cendana (Rahayu., 2002). era orde baru, yang melahirkan beragam Berkaitan dengan hal tersebut maka pada akhir ketimpangan diberbagai sektor hingga era orde baru berkembang wacana perlunya melahirkan era reformasi. Pada awal era perbaikan kebijakan pengelolaan cendana reformasi terjadi perubahan dramatis dari sehingga potensi cendana dapat ditingkatkan.pemerintahan yang sangat sentralistis menjadi Seiring diterapkannya otonomi daerah di desentralistis. Hal inipun ternyata memberikan era reformasi maka mulai tahun 2000 pengaruh yang kurang diharapkan, terjadi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di pemborosan pemanfaatan sumberdaya alam Provinsi NTT mulai menyusun Perda tentang dan lahirnya raja-raja kecil di daerah. cendana. Sampai dengan tahun 2004 terdapat 5 Kemudian lahirlah kebijakan baru yang Kabupaten/Kota yang telah memiliki mencoba memperbaiki keadaan melalui Peraturan Daerah tentang cendana (Raharjo, Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 2008). Kabupaten yang telah memiliki PERDA tentang Pemerintahan Daerah. tentang cendana dapat dilihat pada Tabel 1. Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 Perubahan yang mendasar pada perda seolah terjadi resentralisasi kewenangan kabupaten adalah pengakuan terhadap urusan pemerintahan yang berbasis ekosistem kepemilikan cendana oleh masyarakat. (kehutanan, kelautan dan perikanan serta Cendana yang tumbuh alami maupun ESDM /energi sumber daya mineral). Khusus dibudidayakan oleh masyarakat di lahan untuk sektor kehutanan, maka kewenangan miliknya diakui sebagai milik masyarakat, hal yang selama in dimiliki oleh pemerintah ini sangat berbeda jika dibanding dengan kabupaten/kota seperti dilucuti dan diserahkan Peraturan Daerah Propinsi NTT No 16 Tahun kepada pemerintah provinsi. Sejauh mana hal 1986 (Raharjo, 2008). Pembagian keuntungan ini dapat dilakukan, tantangan apa saja yang penjualan kayu cendana bervariasi di antara harus dihadapi dan bagaimana alternatif kabupaten tersebut. Kabupaten Timor Tengah

Selatan (TTS) mewajibkan bagi pemilik Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi cendana untuk membayar IHC (Iuran Hasil NTT Nomor 5 Tahun 2012 tentang Cendana) sebesar 10 % dari harga penjualan Pengelolaan Cendana, kepemilikan cendana yang ditetapkan pemerintah. Sementara di oleh masyarakat tetap diakui. Hal ini kabupaten lain mekanisme pembagian hasil menunjukkan komitmen Pemerintah Daerah tidak diatur dengan jelas. Provinsi NTT untuk memulihkan potensi

Setelah sebagian kabupaten di Provinsi cendana dengan tidak mengulangi kesalahan NTT memiliki peraturan tentang cendana, “menguasai lagi” seluruh cendana yang Pemerintah Daerah Provinsi NTT memandang tumbuh di NTT. perlu untuk membuat peraturan daerah tentang cendana juga. Hal ini dilakukan untuk Kebijakan Pengelolaan Cendana Pasca memberikan kepastian pengelolaan cendana UU 23/2014 mengingat cendana merupakan ikon atau Berlakunya UU 23/2014 menguatkan identitas Provinsi NTT. Selain itu juga karena kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi NTT perubahan kebijakan dalam Peraturan (Dinas Kehutanan Provinsi NTT) untuk Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang mengelola cendana. Lalu bagaimana dengan Pembagian Urusan Pemerintahan Antara nasib peraturan daerah kabupaten/kota yang Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi ada? Diperlukan review dan revisi terhadap dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, peraturan perundangan berkaitan dengan urusan pengelolaan hasil hutan non kayu pengelolaan cendana. Selain itu yang lebih kembali menjadi urusan Pemerintahan penting adalah Provinsi, maka pada tahun 2012 Pemerintah Provinsi NTT menetapkan Peraturan Daerah Provinsi NTT No 5 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Cendana.

REGULATORY IMPACT ASSESSMENT atau penilaian terhadap impak peraturan yang ada baik peraturan daerah provinsi maupun peraturan daerah kabupaten tentang cendana.

Tabel 1. Peraturan daerah kabupaten di NTT yang mengatur cendana

No Kabupaten PERDA Tahun

Penetapan

1. Sumba Barat Perda No 18 2001

2. Sumba Timur Perda No 19 2000

3. Timor Tengah

Selatan

Perda No 25 2001

4. Timor Tengah Utara Perda No 2 2004

5. Belu Perda No 19 2002

Sumber: Raharjo (2008)

Page 4: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

54 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

Namun sebagai langkah awal terdapat beberapa solusi yang bisa menjadi jalan tengah sementara sebelum kedua hal tersebut di atas di laksanakan yai tu: (1) membangun kesepahaman dan sosialisasi Peraturan Daerah Provinsi NTT No 5 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Cendana, (2) membuat kelengkapan peraturan daerah Provinsi NTT dalam kerangka UU no 23/2014, (3) membuat skema penugasan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota tentang pengelolaan cendana.

Upaya membangun kesepahaman dan sosialisai Peraturan Daerah Provinsi NTT No 5 Tahun 2012 perlu dilakukan mengingat banyak pemerintah daerah kabupaten/kota yang belum mengetahui adanya Peraturan Daerah Provinsi NTT tersebut. Di sisi lain peraturan pendukung Peraturan Daerah Provinsi NTT No 5 tentang Pengelolaan Cendana juga belum semuanya tersedia maka hal ini dapat menjadi peluang untuk menyusun peraturan pendukung tersebut sesuai dengan kerangka berpikir UU 23/2014. Penugasan sebagian urusan pemerintah provins i kepada pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa dapat menjadi solusi pengelelolaan cendana kedepan mengingat luasnya dan kompleksnya pengelolaan cendana di NTT.

Penutup

Nomor 23 tahun 2014 memberi peluang untuk itu dimana urusan pemerintahan yang berbasis ekosistem menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, sehingga efek eksternalitas pengelolaan sumberdaya alam (termasuk didalamnya cendana) dapat dikelola lebih terpadu.

Daftar PustakaNoor, M. (2012). Memahami Desentralisasi di

Indonesia. Interpena. Yogyakarta.Rahar jo , S .A .S . , (2013) . SEJARAH

DOMINASI NEGARA DALAM PENGELOLAAN CENDANA DI NUSA TENGGARA TIMUR (History of Sta te Dominat ion on Cendana Management in Nusa Tenggara Timur). Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol. 20, No.1, Maret. 2013: 1 -10.

Rahayu, S. (2002). Cendana, Deregulasi dan Pengembangannya.World Agroforestry – ICRAF, Bogor. Indonesia.

Raharjo, S.A.S., (2008). Analisis Kebijakan dan Agenda Setting Media Lokal tentang Perda Cendana. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Kupang. (Tidak di terbitkan)

Desentralisasi bertujuan untuk mendekatkan negara kepada masyarakat. Implementasi desentralisasi pemerintahan diharapkan dapat memberikan sistem yang lebih melayani dan dekat dengan masyarakat. Pelayanan dan kedekatan pemerintah dengan masyarakat harus tetap memperhatikan ekosistem yang ada, sehingga pemanfaatan sumber daya alam dapat terkendali dan lestari. Undang Undang

| FO

KUS

|

DESA REROROJAKecamatan Magepanda

Kabupaten Sikka

EKOWISATAMANGROVE

Pendahuluan seluruh Indonesia, hal ini menjadi kontra Pembangunan wilayah pesisir dan laut secara produktif dengan program yang dikembangkan berkelanjutan merupakan salah satu aspek oleh pemerintah. penting dalam kebijakan Kementerian Beberapa bentuk pemanfaatan yang Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal bersifat destruktif antara lain penebangan kayu tersebut disebabkan karena kawasan pesisir mangrove untuk bahan bakar/bangunan, bahan secara ekologis dan ekonomis memiliki potensi pembuatan kapal, konversi hutan mangrove yang sangat besar untuk dikembangkan dalam untuk area budidaya ikan/garam, konversi mendukung kesejahteraan masyarakat. Pola untuk area pemukiman atau industri serta pemanfaatan yang bersifat destruktif masih berbagai bentuk pemanfaatan lainnya. dapat dijumpai pada berbagai wilayah di Tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup,

oleh: M. Hidayatullah

Page 5: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

76 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

desakan ekonomi, serta ketersediaan lahan Sikka adalah 1.177,57 ha (BPDAS BN, 2010) yang semakin terbatas menjadi penyebab Luas tersebut setara dengan 2,89% dari luas kerusakan hutan mangrove. Kondisi ini turut hutan mangrove di NTT, tersebar pada 8 mendorong terjadinya penurunan kualitas kecamatan dan 21 desa. hutan mangrove dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997 hingga 2012, lebih dari

Salah satu konsep yang berkembang saat 50 % hutan mangrove di Kabupaten Sikka ini untuk mendukung pemanfaatan kawasan mengalami kerusakan dan perubahan status pes is i r secara berkelanjutan adalah penggunaan lahan. Secara umum, luas memanfaatkan kawasan hutan mangrove ekosistem mangrove berkurang cukup sebagai daerah wisata atau yang lebih dikenal signifikan akibat bencana tsunami tahun 1992. dengan istilah ekowisata hutan mangrove. Analisis secara visual dengan menggunakan Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan citra Landsat menunjukkan penurunan luas wisata pada kawasan hutan mangrove dengan ekosistem mangrove antara tahun 1990 hingga tujuan mengkonservasi lingkungan dan 2000. Penurunan luas dan kualitas ekosistem melestarikan kehidupan dan kesejahteraan mangrove meningkatkan kerawanan bencana penduduk setempat. Terdapat beberapa pesisir di Kabupaten Sikka. Karakteristik tempat yang sudah populer dengan ekowisata lingkungan pesisir Kabupaten Sikka (iklim, hutan mangrove antara lain : Ekowisata topografi, geologis, substrat tanah, dan hidro-Mangrove Wonorejo – Surabaya, Ekowisata oseanografi) sangat dinamis dan beberapa dari Mangrove Pantai Indah Kapuk – Jakarta, parameter tersebut rentan terhadap Ekowisata Mangrove Tuban – Bali serta perubahan dan kerusakan. Kondisi demikian beberapa daerah lainnya di Indonesia. Nusa menyebabkan sebagian besar Kabupaten Sikka Tenggara Timur (NTT) juga memiliki kawasan sangat rawan terhadap bencana pesisir. hutan mongrove yang sangat potensial untuk Bencana pesisir yang pernah terjadi antara lain: dikembangkan menjadi kawasan Ekowisata gempa bumi, tsunami, abrasi pantai, subsiden, Mangrove antara lain Ekowisata Mangrove gelombang angin (badai dan puting beliung), Oesapa dan Batu Kapala Nunhila di Kota erosi, tanah longsor serta gelombang pasang Kupang, ekowisata mangrove Cagar Alam dan banjir (Ragil, dkk. 2013).Maubesi – di Kabupaten Malaka atau ekowisata Gempa bumi tektonik yang terjadi pada mangrove di Reroroja, Magepanda – tahun 1992 dengan kekuatan 6,8 SR, Kabupaten Sikka. mengguncang empat kabupaten yaitu Sikka,

Ende, Ngada dan Flores Timur. Gempa bumi Mangrove Kabupaten Sikka tersebut memicu gelombang tsunami dan Meskipun memiliki kawasan hutan mangrove merusak rumah serta infrastruktur lainnya di yang tidak terlalu luas, mangrove di Kabupaten pesisir Pantai Flores. Di Kabupaten Sikka, Sikka memiliki fungsi, manfaat dan peranan bencana tsunami setidaknya menelan 1.952 yang sangat besar bagi kelangsungan hidup korban jiwa, 492 orang luka berat dan 1.518 masyarakat di wilayah ini (khususnya wilayah luka ringan. Beberapa wilayah dengan dampak pesisir). Luas hutan mangrove di Kabupaten bencana tsunami terparah antara lain

Magepanda, Alok, Alok Barat, Alok Timur, mucronata, (bakau), Acanthus ilcifolius Kangae, Kewapante, Waigete, Talibura, Paga, (jeruju), Sonneratia alba (pedada), Ceriops Mego, Lela, Bola, Doreng, Waiblama, Palue tagal, Acrostechum aereum, A. corniculatum (Ragil, dkk. 2013). dan keluarga Meliaceae (bakau buah jeruk).

Pada beberapa tahun terakhir, Selain mangrove sejati terdapat juga beberapa pemerintah Kabupaten Sikka rutin melakukan jenis mangrove ikutan, seperti Barringtonia kegiatan penanaman kawasan pesisir didukung asiatica (bogem), Ipomea pes-caprae, oleh partisipasi masyarakat yang berjalan Pongamia pinnata (kacang laut), Terminalia dengan baik, sehingga beberapa tempat cattapa (ketapang), dan Hibiscus tiliaceus menunjukkan hasil yang cukup baik. Beberapa (waru laut). Anonim, (2015) menambahkan lokasi yang memiliki konsentrasi hutan jenis bakau kacang hijau (Lumnitzera mangrove yang cukup baik di Kabupaten Sikka racemosa), bakau akar tongkat (R. apiculata) selain di Kecamatan Magepanda adalah di dan bakau akar lutut (Avicennia marina) juga Kecamatan Talibura. Kecamatan Talibura dapat dijumpai di lokasi ini. memiliki ekosistem mangrove yang cukup Kawasan hutan mangrove ini pada bagus, pada lokasi ini juga menjadi salah satu awalnya merupakan area berpasir yang sulit penghasil madu dari hutan mangrove yang untuk ditumbuhi oleh sebagian besar jenis cukup terkenal di Kabupaten Sikka, bahkan di mangrove, namun kondisi tersebut tidak pulau Flores. meredam keinginan masyarakat untuk

melakukan penanaman. Setiap hari masyarakat Mangrove Reroroja (anggota kelompok) mengangkut tanah dari Reroroja merupakan nama salah satu desa yang darat sebagai campuran media tanam ada di Kecamatan Magepanda, Kabupaten mangrove. Tidak kurang 20 – 70 karung tanah Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lokasi diangkut setiap harinya, sehingga total lebih ini berjarak ± 35 km dari kota Maumere dari 1.000 karung tanah ditumpahkan pada ibukota Kabupaten Sikka. Penduduk desa area hutan mangrove Reroroja. Tanah yang yang sebagian besar beasal dari suku Flores ini diangkut dari darat ini berguna untuk bermatapencaharian sebagai petani dan membantu perakaran mangrove berkembang nelayan dengan hasil utama berupa kopi dan dengan baik karena media yang didominasi coklat (BPS Kecamatan Magepanda, 2012). pasir hanya cocok untuk jenis mangrove

Hutan mangrove di Reroroja dan tertentu saja. Penanaman dan pemilihan jenis sekitarnya terbentuk sebagai buah dari hasil mangrove dilakukan atas bimbingan dari kerja keras masyarakat setempat melakukan Wetlands Internasional Indonesia yang penanaman sejak tahun 1993 sampai dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat saat ini. Total telah dilakukan penanaman tidak pada setiap tahapan kegiatan di lokasi tersebut kurang seluas 60 Ha dengan beragam jenis (Berdasarkan Hasil Wawancara dengan “Babah mangrove. Menurut Fitrianto, (2015) Akong” Victor Emanuel Rayon, Ketua beberapa jenis yang dapat dijumpai di Reroroja Kelompok Sabar Subur).adalah : Avicennia sp. (api-api), Rhizophora Setidaknya terdapat dua pihak yang

Page 6: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

98 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

mendukung keberhasilan kegiatan penanaman banyak berperan dalam kegiatan penanaman mangrove di Reroroja yaitu Wetlands dan pemeliharaan mangrove, Babah Akong Internasional Indonesia dan Kelompok Tani berperan dalam pembuatan jembatan dan Sabar Subur. Keberadaan Wetlands pondok di tengah hutan mangrove merupakan Internasional Indonesia di lokasi ini menjadi hasil kerja beliau. Saat ini keberadaan hutan bagian yang sangat penting karena selain mangrove Reroroja sudah dapat dinikmati oleh mendukung dalam aspek pendampingan, masyarakat manfaatnya, selain hasil ikan, dalam prosesnya juga memberikan insentif kerang dan kepiting bakau yang sangat pada anggota kelompok yang memenuhi target melimpah, produksi madu dari hutan untuk mendorong hasil yang lebih baik. mangrove juga memberi nilai ekonomi yang Sementara itu, Kelompok Tani Sabar Subur sangat menjanjikan bagi masyarakat sekitar.yang beranggotakan sebanyak 25 orang, Potensi lain yang tersedia pada hutan terlibat dalam aktifitas persiapan lahan, mangrove adalah buah dari beragam jenis penanaman dan pemeliharaan mangrove, m a n g r o v e , y a n g d a p a t m e n d u k u n g meskipun dalam perjalanannya hanya kelangsungan hidup masyarakat sebagai beberapa orang anggota saja yang terlibat alternatif bahan pangan maupun sebagai secara aktif. campuran bahan baku obat tradisional, namun

Inisiatif penanaman mangrove di demikian pemanfaatan potensi buah mangrove Reroroja tidak terlepas dari adanya musibah belum banyak dikenal oleh masyarakat. tsunami yang melanda pulau Flores pada tahun Meskipun sudah dikenal oleh berbagai 1992 yang menelan banyak korban jiwa kalangan termasuk dari luar negeri, namun termasuk di Reroroja. Musibah tsunami keberadaan hutan mangrove Reroroja masih m e n g h a n t a m d a n m e n g h a n c u r k a n memerlukan dukungan dan perhatian serius perkampungan Reroroja, sehingga sebagian dari Dinas Kehutanan Kabupaten Sikka untuk perkampungan rata dengan tanah. Masyarakat pengelolaan dan rencana pengembangan meyakini bahwa dampak dari musibah tsunami selanjutnya. Hal ini diperlukan agar nilai demikian dahsyat karena tidak adanya hutan manfaat yang diperoleh masyarakat dari mangrove yang mampu menahan gelombang keberadaan hutan mangrove lebih maksimal, tsunami, setidaknya dampak yang ditimbulkan serta kelestarian hutan mangrove dapat terus oleh gelombang tsunami dapat dikurangi dipertahankan. dengan adanya hutan mangrove. Kejadian tersebut menjadi titik awal masyarakat Wisata Mangrovememberi perhatian terhadap penanaman Pemanfaatan ekosistem mangrove untuk mangrove di wilayah ini. konsep wisata (ekowisata) sejalan dengan

Selain dua pihak tersebut di atas, satu pergeseran minat wisatawan dari old tourism tokoh yang sangat berperan dalam mendukung yaitu wisatawan yang hanya datang melakukan keberhasilan penanaman mangrove di wisata saja tanpa ada unsur pendidikan dan Reroroja yaitu Victor Emanuel Rayon atau konservasi menjadi new tourism yaitu yang dikenal dengan Babah Akong, selain wisatawan yang datang untuk melakukan wisata

yang di dalamnya ada unsur pendidikan dan menghadirkan pemandangan pantai yang konservasi. Untuk mengelola dan mencari sangat indah sehingga sangat mendukung daerah tujuan ekowisata yang spesifik alami sebagai tempat wisata. Beberapa fasilitas yang dan kaya akan keanekaragaman hayati serta tersedia pada kawasan hutan mangrove dapat melestarikan lingkungan hidup (Rutana, Reroroja terlihat pada gambar berikut.2011)

Selain menyajikan indahnya hutan mangrove dengan beragam jenisnya, padakawasan hutan mangrove Reroroja juga menyediakan beberapa fasilitas untuk mendukung ekowisata di wilayah ini, antara lain : jembatan bambu sepanjang ± 350 m dan lebar ± 1,5 m yang diapit oleh lebatnya hutan mangrove, 2 pondok yang terletak di tengah hutan mangrove sebagai tempat melepas lelah saat menyusuri jembatan bambu, menara bambu dapat digunakan untuk melihat pemandangan hutan mangrove dari ketinggian sekaligus sebagai menara pengawas ketika terjadi kebakaran atau aktifitas illegal loging mangrove. Selain menyajikan kesejukan hutan m a n g r o v e , p a d a k a w a s a n i n i j u g a

Pada saat ini lokasi ekowisata mangrove Reroroja sering digunakan sebagai sekolah lapangan bagi siswa di Kabupaten Sikka, tempat kemah bakti lingkungan bagi pelajar, lokasi cerdas cermat lingkungan serta beragam akt i f i tas la in yang bertujuan untuk memperkenalkan hutan mangrove serta fungsi dan manfaatnya bagi masyarakat dan lingkungan. Selain itu, kawasan ini juga sering dijadikan sebagai lokasi pengambilan gambar Pre Wedding bagi pasangan yang akan menikah dengan latar belakang hutan mangrove.

Kasawan hutan mangrove Reroroja terletak ± 35 km ke arah barat dari Kota Maumere, Ibu Kota Kabupaten Sikka, untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor ± 30-40 menit dengan

Gambar 1. Jembatan Bambu Membelah Hutan Mangrove Reroroja

Gambar 2. Pondok Istirahat di Tengah Hutan Mangrove Reroroja

Gambar 3. Menara Pandang di Tengah Hutan Mangrove Reroroja

Gambar 4. Keindahan Pantai di Reroroja

Page 7: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

10 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA

akses jalan yang cukup baik. Guna mendukung Daftar Pustakaoperasional dan pemeliharaan jembatan Anonim, 2015. Serunya 'Sekolah Alam' di maupun pondok istirahat di tengah hutan Mangrove Information Centre Reroroja, mangrove, setiap pengunjung yang masuk ke Kab. Sikka, NTT. Warta Konservasi lahan kawasan hutan mangrove Reroroja ditarik basah, Vol 23. No 1, April 2015. Wetlands retribusi sebesar Rp. 5.000,-. Internasional Indonesia.Beberapa sarana penunjang yang diperlukan BPDAS BN Noelmina. 2010. Statistik Balai untuk mendukung pengembangan ekowisata Pengelolaan Daerah Aliran Sungai mangrove Rerorora antara lain : penunjuk arah Benain Noelmina Tahun 2011. BPDAS lokasi, nama/identitas jenis mangrove, WC, BN Noelmina, Kupang.m a u p u n p a p a n i n f o r m a s i s e j a r a h BPS Magepanda, 2012. Kecamatan pembangunan hutan mangrove untuk Magepanda Dalam Angka 2011. BPS menambah nilai edukasi dari hutan mangrove Kabupaten Sikka.Reroroja. Fitrianto, D. 2015. Mangrove Information

Centre (MIC) 'Babah Akong' Satu-Penutup satunya di Nusa Tenggara Timur. Warta Ekowisata mangrove Reroroja menjadi salah Partners for Resilience Indonesia - Edisi satu lokasi wisata yang banyak dikunjungi oleh Khusus, April 2015.masyarakat, tidak hanya dari Kabupaten Sikka Rutana, F. F. 2011. Studi Kesesuaian atau dari Kabupaten sekitarnya di Pulau Flores, Ekosistem Mangrove Sebagai Objek bahkan lokasi ini sudah banyak didatangi oleh Ekowisata di Pulau Kapota Taman wisatawan dari manca negara. Hal ini Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara. disebabkan karena hutan mangrove Reroroja Skripsi. Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu selain menyediakan panorama dan kesejukan Kelautan dan Perikanan. Universitas alam yang cukup bagus, lokasi ini sekaligus Hasanuddin. Makassarmenjadi sekolah alam bagi wisatawan melalui Ragil S. G, Aswin Rahadian, Eko Budi P, dan pengenalan beragam jenis mangrove yang ada, Kuswantoro, 2013. Penerapan sejarah pembangunan ekowisata maupun Perangkap Sedimen di Kawasan Pesisir pembelajaran tentang fungsi dan manfaat dari Teluk Maumere, Kabupaten. Sikka. keberadaan hutan mangrove. Warta Konservasi Lahan Basa. Vol 21,

Keterlibatan pemerintah Kabupaten No. 3 Juli 2013. Wetlands Internasional dapat dilakukan melalui penataan dan Indonesia.pembangunan berbagai fasilitas pendukung, sehingga keberadaan kawasan ekowisata mangrove Reroroja dapat menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah daerah maupun masyarakat setempat melalui aktifitas ekonomi ikutan lainnya yang berkembang sejalan dengan pembangunan ekowisata mangrove.

| FO

KUS

|

oleh: Oki Hidayat

Burung Apung sawah (Anthus rufulus)

DESKRIPSI SARANG & TELUR

PENDAHULUAN laut, utara dan ujung barat-daya) sampai Burung apung sawah merupakan jenis burung China selatan, Thailand selatan dan penetap (resident) pemakan serangga dari Indochina.marga Motacillidae (Wagtails dan Pipits). Ciri- ?malayensis Eyton, 1839 – ujung barat-laut ciri morfologinya yaitu berukuran sedang (15 – India (Bukit Ni lg ir i ) , Sr i Lanka, 18 cm), postur tubuh tegak lurus, tubuh bagian Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, atas bercoret kecoklatan, bagian bawah tubuh Kalimantan utara dan tenggara dan putih kekuningan dengan dada bercoret, Indochina selatan. coretan pada sisi perut sedikit atau bahkan ?lugubris Walden, 1875 – Filipina; mungkin tidak ada, bagian ekor luar putih (Coates and juga di Kalimantan utara.Bishop, 1998). Distribusinya cukup luas mulai ?albidus Stresemann, 1912 – Sulawesi, Bali dari daerah di sekitar pantai hingga ketinggian dan Sunda Kecil (Lombok, Sumbawa, 1.500 mdpl, menyukai padang rumput terbuka Komodo, Padar, Rinca, Flores, Sumba).di sepanjang pesisir atau gunung tinggi, padang ?medius Wallace, 1864 – Sunda Kecil (Sawu, alang-alang terbakar, dan sawah kering. Roti, Timor, Kisar, Leti, Moa, Sermata).

Taksonomi untuk jenis ini berubah-ubah Tulisan ini memaparkan ekologi dan masih belum tetap, beberapa ahli memiliki perkembangbiakan apung tanah khususnya pendapat yang berbeda-beda. Terkadang mengenai deskripsi sarang dan telur. Selain itu beberapa literatur menyebutkan jenis ini dibahas pula secara singkat mengenai ekologi sebagai Anthus novaeseelandiae. Terdiri dari 6 prilaku.sub-spesies (Tyler 2004 dalam del Hoyo et al. 2014), dengan daerah persebaran :?waitei Whistler, 1936 – sub-benua India

barat-laut.?rufulus Vieillot, 1818 – sebagian besar

kawasan sub-benua India (kecuali barat-

11Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

Page 8: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

1312 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

rumput, terletak pada permukaan tanah yang ditumbuhi rerumputan. Diameter sarang ±25 cm dengan diameter lubang ±9 cm. Telur ditemukan tiga butir di dalam sarang pada tanggal 7 Januari 2013. Telur apung sawah biasanya berjumlah tiga atau empat butir. Telur berbentuk lonjong, berwarna biru pucat dengan bercak coklat yang tersebar merata. Pengamatan selanjutnya pada tanggal 10 Januari 2013, satu butir telur ditemukan telah METODE menetas, satu butir sudah mulai retak dan akan Lokasimenetas sedangkan satu butir lainnya masih Sebuah sarang aktif ditemukan di Desa u t u h . P r o s e s m e n e t a s n y a t e l u r Lidabesi, Kecamatan Rote Tengah, Kabupaten terdokumentasikan dalam bentuk video, proses Rote-Ndao pada koordinat 10°44'18,7” S dan penetasan berlangsung sekitar 10 menit. Hasil 123°06'05.0” E. Ketinggian lokasi berada pada rekaman dapat dilihat pada situs Internet Bird 154 mdpl. Pengamatan dilakukan pada tanggal Collection pada alamat URL: http://ibc. 7 dan 10 Januari 2013. Lokasi pengamatan lynxeds.com/video/paddyfield-pipit-anthus-merupakan hutan desa yang terdiri dari hutan rufulus/hatching-process-3-eggs-nest. sekunder yang tidak terlalu rapat dan diselingi

oleh padang rumput savana tempat penggembalaan ternak dan semak belukar.

Pengumpulan Data Peralatan yang digunakan untuk pengamatan berupa binokuler dengan perbesaran 16 x 50, kamera dslr, lensa tele dengan focal length 150 – 500 mm dan kamera saku. Untuk menghindari kecurigaan burung pengamat melakukan penyamaran dengan jaring kamuflase. Pengamatan dilakukan dua kali. Pada pukul 09.00 dan 16.00 WITA. Pemeriksaan sarang dilakukan pada saat Sarang berada pada padang rumput yang indukan pergi meninggalkan sarang. terbuka dengan sedikit semak-semak dan

tumbuhan perdu. Catatatan menarik dari lokasi HASIL DAN DISKUSI sarang adalah keberadaan ternak sapi di sekitar Deskripsi Sarang dan Telur sarang, Sapi masyarakat yang dilepas secara liar Sarang berbentuk mangkok (cup) menyerupai untuk mencari makan dapat menjadi ancaman bunker dengan lubang menghadap ke atas bagi sarang. Sarang yang berada di permukaan ditengahnya. Sarang terbuat dari anyaman tanah dan menyatu dengan rumput di

sekelilingnya dapat terinjak oleh sapi. Namun saat pengamatan selama dua hari, sarang tetap utuh dan tidak terinjak.

Ekologi prilaku Apung sawah biasa ditemukan sendirian atau dalam kelompok kecil. Tinggal di tanah dan terbang bergelombang, bersuara setiap kali menukik (Kutilang Indonesia, 2016). Di Pulau PENUTUPRote, Apung sawah dapat dijumpai pada Hingga saat ini masih amat sedikit informasi daerah terbuka berupa hutan savana dengan mengenai deskripsi sarang, telur dan ekologi semak belukar, persawahan, ladang budidaya prilaku burung apung sawah di kawasan Asia masyarakat hingga tepian jalan raya. Pada saat Tenggara khususnya Indonesia. Melalui tulisan

ini diharapkan mampu memperkaya informasi mengenai jenis ini secara lebih detail di habitatnya. Masih banyak informasi yang belum tergali seperti ekologi pakan terutama saat membesarkan anak-anaknya dan kepadatan populasi. Oleh karena itu penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengungkap ekologinya.

DAFTAR PUSTAKACoates, B. J. D and Bishop, K. D. (1997) A

guide to the birds of Wallacea. Alderley, Australia: Dove Publications.

Kutilang Indonesia (2012). Apung Tanah mengerami telur, indukan senantiasa waspada (Apung Sawah). Diakses tanggal 5 April dengan melihat keadaan di luar sarang. Di pagi 2016. http: / /www.kuti lang.or. id hari saat matahari mulai naik, induk biasanya /2012/11/10/apung-tanah-apung-akan meninggalkan sarang untuk mencari sawah/makan. Saat di permukaan tanah burung ini

Tyler, S. (2004). Paddyfield Pipit (Anthus bergerak dengan berlari, terkadang hinggap di rufulus). In: del Hoyo, J., Elliott, A., atas batu untuk melihat situasi di sekelilingnya. Sargatal, J., Christie, D.A. & de Juana, Jika ada ancaman berupa manusia maupun E. (eds.) (2014). Handbook of the Birds sapi, induk akan menghalau dengan cara of the World Alive. Lynx Edicions, menarik perhatian dengan berlari dan terbang B a r c e l o n a . ( r e t r i e v e d f r o m rendah sambil berbunyi “crrreett… http://www.hbw.com/node/57769 on 27 crrrrreettt…. shirpp…. shirpp… ” secara March 2015). berulang-ulang.

Gambar 1. Apung sawah (Anthus rufulus) © Oki Hidayat

Gambar 2. Sarang apung tanah © Oki Hidayat

Gambar 3. Telur dan Anakan yang baru menetas © Oki Hidayat

Gambar 4. Induk Apung tanah di dalam sarang © Oki Hidayat

Page 9: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

1514 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

Oleh : Marianus E.E. Naiaki

| FO

KUS

| TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN

HUTAN PADA KAWASAN STASIUN PENELITIAN BANAMLAAT,

BPPLHK KUPANG

0Pendahuluan sampai +25 C dengan curah hujan dalam satu Menurut Kamus Kehutanan (Zain,1998), tahun 90mm – 1.500mm serta periode bulan kebakaran hutan merupakan suatu keadaan kering antara 4 – 5 bulan. Bentuk vegetasinya dimana hutan di landa api sehingga lebih terbuka dengan pepohonan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan tersebar, kecuali pada tepi-tepi sungai. Karena terancamnya kelestarian l ingkungan. terbukanya pepohonan, maka cahaya matahari Kebakaran terjadi bila sedikitnya tersedia tiga mudah menembus sampai lantai hutan. Hal komponen yaitu bahan bakar, oksigen(udara) inilah yang menumbuhkan jenis rerumputan dan panas. Ketiga komponen itu harus ada secara berlapis-lapis”. Jenis rerumputan yang secara bersama-sama dalam proses terjadinya berlapis-lapis ini merupakan bahan bakar yang api dan kebakaran. rentan kebakaran, apalagi di SP Banamlaat juga

Kawasan Stasiun Penelitian (SP) sering bertiup angin yang kencang dan panas Banamlaat milik Balai Penelitian dan yang terik. Hal ini semakin meningkatkan Pengembangan Lingkungan Hidup dan kerentanan SP Banamlaat terhadap kebakaran Kehutanan Kupang didominasi oleh savanna. lahan dan hutan.Arief (2001) menyatakan “hutan sabana Kebakaran hutan yang tidak terkendali (savanna woodland) adalah Hutan yang dapat mengakibatkan menjalarnya api ke area

0mempunyai suhu bulanan rata-rata 15 C yang lebih luas. Dalam kawasan stasiun

penelitian, hal ini dapat menyebabkan tanaman tentang cara pembukaan lahan (kebun) yang telah ditanam dan vegetasi penutup tanah yang benar. Masyarakat di sekitar Stasiun lainnya ikut terbakar. Untuk mencegah Penelitian Banamlaat setelah melakukan kebakaran hutan agar tidak menjalar ke area p e m b e r s i h a n l a h a n , m a s y a r a k a t yang lebih luas, perlu dilakukan pencegahan melakukan pembakaran pada lokasi yang dini dengan berbagai cara yang sesuai dengan dibersihkan dengan membuat ilaran api kondisi lokal yang ada. yang kurang lebar sehingga api yang

digunakan untuk membakar lahan dapat Kebakaran Lahan dan Hutan di Stasiun merambat ke dalam kawasan Stasiun Penelitian Banamlaat Penelitian Banamlaat. Hal ini biasa Ada beberapa istilah teknis yang digunakan dijumpai di lahan milik masyarakat yang untuk menilai kebakaran hutan diantaranya berbatasan langsung dengan kawasan tingkat kerusakan (severiti), intensitas dan laju Stasiun Penelitian Banamlaat.penyebaran. Kimmins dalam Sumardi dan 2. Kecerobohan perokok yang tidak sengaja Widyastuti (2004) mendefinisikan severiti membuang puntung rokok di sekitar sebagai tingkat pengaruh kebakaran terhadap kawasan Stasiun Penelitian Banamlaat. bahan organik. Intensitas digunakan untuk Puntung rokok ini dapat menjadi sumber pengertian laju energi yang dikeluarkan oleh api sehingga membakar lahan yang kebakaran hutan sedangkan laju penyebaran dipenuhi rumput kering. Ketika ada angin adalah kecepatan ujung api yang bergerak yang kencang maka api dapat dengan searah dengan arah angin. mudah merambat ke kawasan SP

Kebakaran hutan di Stasiun Penelitian Banamlaat. Hal ini biasa dijumpai di Banamlaat sangat merugikan. Hal ini karena di sekitar jalan yang melintasi kawasan SP dalam stasiun penelitian terdapat plot-plot Banamlaat.penelitian yang telah dikembangkan sejak SP 3. Kesengajaan yang dilakukan oleh orang-Banamlaat terbentuk. Plot-plot tersebut orang yang kurang bertanggung jawab. menyimpan beragam informasi yang sangat Mereka ini bertujuan untuk merugikan penting bagi penelitian. Kerugian semakin kehutanan ataupun mencari keuntungan besar ketika plot konservasi dimana sumber bagi si pembakar agar mendapatkan genetiknya sangat bernilai penting bagi rumput baru sebagai pakan ternak.kelestarian spesies tertentu.

Salah satu faktor penyebab kebakaran Alternatif Solusi Pencegahan Kebakaran hutan di Stasiun Penelitian Banamlaat adalah Lahan dan Hutan Di Stasiun Penelitian kelalaian manusia. Kelalaian manusia ini dapat Banamlaatberupa: Pencegahan dan penanggulangan kebakaran 1. Kurangnya pengetahuan masyarakat di stasiun penelitian dapat dilakukan dengan dua

sekitar Stasiun Penelitian Banamlaat cara, yaitu membuat ilaran api dan

Page 10: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

1716 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

pembersihan plot serta membangun hubungan malam hari agar api bisa terkontrol dan baik dengan masyarakat sekitar Stasiun t i d a k m e n j a l a r k e m a n a - m a n a . Penelitian Banamlaat. Berikut kami paparkan Pembersihan dilakukan kurang lebih 2 – kedua alternatif solusi tersebut di atas. 3 kali dalam setahun, pembersihan awal 1. Pembuatan ilaran api dan pembersihan dilakukan pada saat rumput antara daun

plot bawahnya kering dan pucuk masih warna Pembuatan ilaran api bertujuan untuk hijau (hidup), pembersihan selanjutnya

mencegah api dari luar masuk kawasan stasiun disesuaikan dengan kondisi ketebalan penelitian, mencegah kebakaran yang terjadi di rumput.dalam stasiun penelitian dan membatasi b. Pembersihan total pada plot penelitianpenyebaran api apabila terjadi. Alat dan bahan Pembersihan total dilakukan pada plot yang dibutuhkan untuk membuat ilaran api penelitian yang pertumbuhan tanaman a n t a r a l a i n a d a l a h s a b i t , a l a t uji bagus dan persen hidup tinggi, penggaruk/pembersih rumput, sepatu bot dan sedangkan pada tanaman yang jarang karung. cukup di lakukan dengan teknik

Kegiatan pencegahan kebakaran hutan pendangiran. Pendangiran dilakukan pada stasiun penelitian dilakukan dengan 2 d e n g a n p e m b e r s i h a n d i s e k i t a r (dua) tahapan, yaitu pembuatan ilaran api t a n a m a n / p e m b u a t a n p i r i n g a n keliling lokasi stasiun dan pembersihan total mengelilingi tanaman dengan lebar pada plot penelitian. sesuai tinggi tanaman dan lebar tajuk a. Pembuatan ilaran api untuk menghindari api yang mungkin

Kegiatan pembuatan ilaran api dilakukan m e m b a k a r t a n a m a n . K e g i a t a n mengelilingi kawasan stasiun penelitian pendangiran dilakukan selain sebagai dengan lebar luar dari pagar ±2 meter pencegahan kebakaran tanaman dan juga di dalam pagar, sehingga total tersebut, juga untuk membebaskan lebar ilaran api adalah ±4 meter. Ilaran tanaman uji dari tumbuhan pengganggu. a p i d i b u a t d e n g a n c a r a Selain itu pendangiran juga berfungsi membersihkan/memangkas rumput untuk penggemburan tanah disekeliling sampai rata dengan tanah, kemudian tanaman uji sehingga pertumbuhan rumput yang sudah dipangkas ditumpuk tanaman dapat lebih baik.menutupi rumput pada bagian luar pagar Apabila pembersihan total tidak lalu dibakar. memungkinkan karena masalah biaya, Pembersihan dilakukan pada pagi hari, maka bisa dilakukan teknik pembersihan sehingga pada waktu petang sekitar pukul dengan sistem jalur yaitu rumput 18.30 WITA bekas rumput yang dipangkas rata dengan tanah dan bekas ditumpuk di luar pagar telah kering dan pangkasan rumput ditumpuk diantara siap dibakar. Pembakaran dilakukan pada tanaman satu dengan yang lain lalu

dibakar. lebar jalur pembersihan adalah permasalahan ekonomi masyarakat sekitar ±1 meter ke arah kiri dan kanan tanaman. kawasan, tidak ada kecemburuan diantara Sistem ini dilakukan pada tanaman masyarakat dan pengelola stasiun penelitian dengan jarak tanam minimal 2x3 meter, dan disamping itu masyarakat dengan sedangkan untuk jarak tanam di bawah sendirinya ikut menjaga dan mengamankan 2x3 meter harus dilakukan dengan sistem kawasan stasiun dari segala macam ancaman.pembersihan total.

PenutupSelain upaya di atas agar tiap tahunnya Kebakaran di stasiun penelitian perlu di tidak melakukan pembuatan ilaran api, perhatikan agar tidak terjadi lagi pada tahun- maka di batas kawasan perlu ditanami tanaman tahun berikutnya. Hal ini dapat dilakukan yang dapat menghambat pertumbuhan dengan cara pembuatan ilaran api dan rumput seperti gamal atau lamtoro. pembersihan plot penelitian serta membangun Tanaman tersebut selain menghambat hubungan/interaksi yang baik dengan pertumbuhan rumput, juga bisa digunakan masyarakat sekitar kawasan stasiun penelitian.

sebagai pakan ternak, yang pertumbuhan “Keberhasilan pengelolaan hutan

rumput, juga bisa digunakan sebagai pakan ditentukan oleh keberhasilan dalam

ternak, yang dapat dimanfaatkan oleh memecahkan masalah sosial ekonomi masyarakat sekitar SP Banamlaat. masyarakat tersebut”. “Gagal dalam 2. Hubungan antar masyarakat sekitar pemecahan masalah sosial ekonomi

kawasan stasiun penelitian masyarakat, akan gagal pula upaya Masyarakat sekitar kawasan stasiun penelitian pengelolaan hutan”(Simon, 2008).sangat berperan penting dalam kelangsungan kegiatan pengelolaan stasiun penelitian. Untuk Daftar Pustakaitu perlu ada pendekatan dan interaksi yang Arief, Arifin. 2001. Hutan dan Kehutanan. baik antara pengelolah stasiun dengan Yogyakarta: Kanisius.masyarakat sekitar. Selain itu pengelolah Simon, Hasanu. 2008. Pengelolaan Hutan

Bersama Rakyat (Coopertative Forest stasiun juga perlu memahami masalah hukum, Management) Teori dan Aplikasi pada adat dan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Hutan Jati di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Untuk merangkul masyarakat sekitar Pelajar.kawasan stasiun penelitian, maka masyarakat

Sumardi dan Widyastuti, S.M. 2004. Dasar-perlu dilibatkan dalam setiap kegiatan D a s a r P e r l i n d u n g a n H u t a n . penelitian. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi Yogyakarta: Gadjah Mada University perselisihan dan permasalahan yang dapat Press.membawa bencana bagi kawasan stasiun

Zain, Alam Setia. 1998. Kamus Kehutanan. penelitian. Sangat banyak manfaatnya apabila

Jakarta: Rineka Cipta.kita melibatkan masyarakat sekitar. Manfaat tersebut antara lain adalah bisa meringankan

Page 11: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

1918 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

oleh Masyarakat Suku Baar

KEARIFAN LOKAL PERBURUAN TRADISIONAL

oleh: Kayat

PENDAHULUAN satu kearifan lokal yang masih tersisa di zaman Pada awal peradaban, manusia mengandalkan modern ini. Kearifan lokal sendiri pada perburuan untuk survive, kemudian didefinisikan sebagai kebudayaan yang selanjutnya perburuan bergeser untuk alasan terwujud sebagai kecerdasan, kepandaian, dan kebutuhan ekonomi dan untuk olah raga kebijakan yang dipilih oleh suatu komunitas (Morrison et al., 2006). Beberapa alasan lain yang dipakai merespons lingkungan dan mengapa masyarakat melakukan perburuan merespons tantangan yang dihadapi dalam satwa liar adalah (a) berburu subsisten kerangka keberlangsungan kehidupan mereka tradisional asli (Altrichter, 2005), (b) berburu sendiri (Sulaiman et al., 2011). untuk daging dan rekreasi dan (c) berburu Informasi perburuan tradisional yang untuk olahraga dan rekreasi (Fischer et al, dilakukan oleh masyarakat lokal sudah ada di 2013); dan (d) sebagai sumber daging dan beberapa daerah seperti Papua (Pattiselanno, pendapatan serta menunjang perekonomian 2007) dan Kalimantan (Harisson et al., 2011; rumah tangga pedesaan (Hurtado-Gonzales Wadley dan Colfer, 2004). Namun informasi and Bodmer, 2004). kegiatan perburuan tradisional sebagai bentuk

Perburuan tradisional merupakan salah kearifan lokal di wilayah Nusa Tenggara Timur

masih sangat sedikit. Hasil penelitian ini diharapkan bisa mengisi keterbatasan HASIL DAN PEMBAHASANinformasi tentang kearifan tradisional yang Berdasarkan hasil wawancara terstruktur, berkaitan erat dengan pemanfaatan sumber wawancara mendalam, dan observasi daya alam hayati, khususnya satwa liar di partisipatif, perburuan satwa liar yang wilayah Nusa Tenggara Timur. dilakukan oleh masyarakat Suku Baar di Desa

Penelitian ini bertujuan untuk melihat Sambinasi dan Sambinasi Barat Kecamatan bagaimana konsep kearifan lokal yang berlaku Riung Kabupaten Ngada Provinsi Nusa dalam kegiatan perburuan satwa liar oleh Tenggara Timur ada dua jenis, yaitu pertama masyarakat Suku Baar di Kecamatan Riung perburuan tradisional dan kedua perburuan Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara adat. Perburuan adat dalam kalangan Suku Timur sebagai alternatif pelestarian satwa liar. Baar lebih dikenal dengan nama “Malang

Onto” (malang artinya berburu; dan onto PENGAMBILAN DATA adalah tanah tempat berburu adat), karena Penelitian ini dilakukan di kawasan Tanjung perburuan adat ini hanya di lakukan di tanah Torong Padang dan desa di sekitarnya yaitu onto tersebut. Kedua jenis perburuan tersebut Desa Sambinasi dan Sambinasi Barat, yang berbeda dari aspek : (1) pelaku dan tujuan secara administratif termasuk wilayah perburuan; (2) ritual adat sebelum berburu; (3) Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Provinsi target satwa buruan; (4) lokasi perburuan; (5) Nusa Tenggara Timur. Penelitian dilakukan musim dan waktu berburu; (6) teknik dan selama tiga bulan, pada bulan Agustus sampai peralatan berburu; dan (7) Aturan pembagian dengan Oktober 2014. daging hasil berburu (Tabel 1).

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama berupa w a w a n c a r a t e r s t r u k t u r menggunakan kuesioner dengan beberapa orang masyarakat Suku Baar dan wawancara mendalam dengan beberapa orang tokoh adat, sedangkan tahap kedua berupa observasi partisipasi pada kegiatan perburuan adat yang dilakukan di kawasan Tanjung Torong Padang (Bungin, 2012). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan

Pelaku dan Tujuan Perburuan teknik studi kasus, seperti yang dilakukan oleh Pelaku perburuan pada perburuan tradisional Pattiselanno dan Mentansan (2010). Data yang bersifat perseorangan, biasanya hanya terdiri diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Tabel 1. Perbedaan Perburuan Adat dan Perburuan Tradisional

No Kriteria

Perbedaan

Perburuan Adat

Perburuan Tradisional

1 Pelaku

dan tujuan perburuan

Massal; Melestarikan budaya/adat istiadat dan untuk kebersamaan

Perorangan; Memenuhi kebutuhan daging atau ekonomi keluarga

2 Ritual sebelum berburu Ada Tidak ada

3 Target satwa buruan Rusa Rusa, landak dan satwa lainnya

4 Lokasi perburuan Tanjung Torong Padang/ Tana Pirong Onto

Hutan dan kampung lama

5 Musim dan w aktu berburu

Terkait dengan r angkaian upacara adat larik; memasuki musim persiapan lahan

Tidak mengenal waktu

6 Teknik dan Peralatan Berburu

?

Diawali pembakaran savana

?

Peralatan jerat, tumbak, tempuling, banso, parang, anjing, dan kuda

?

Tidak ada pembakaran savana?

Peralatan : jerat, parang, tumbak, dan anjing.

7 Aturan pembagian daging hasil berburu

Dimanfaatkan secara pribadi/keluarga

Daging untuk pemburu, keperluan adat dan orang lain yang ikut berburu

Sumber : Hasil wawancara dan observasi partisipatif (2014)

Page 12: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

2120 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

dari satu atau dua orang. Perburuan tipe ini sudah sering dilakukan oleh masyarakat lokal di Papua (Pattiselanno et al., 2015). Di masyarakat Suku Baar hanya ada tiga orang sebagai pelaku perburuan tradisional. Ketiga orang tersebut menjadikan perburuan yaitu lokasi awal dimulainya kegiatan tradisional sebagai mata pencaharian perburuan adat. s a m p i n g a n y a n g c u k u p m e m b a n t u perekonomian keluarga. Sedangkan pelaku Target Satwa Buruanperburuan adat bisa mencapai seratusan orang. J i k a d i b e d a k a n b e r d a s a r k a n j e n i s Perburuan tradisional dan perburuan adat perburuannya, maka satwa target buruan mempunyai motif dan tujuan yang berbeda. antara kedua jenis perburuan ada sedikit Perburuan tradisional mempunyai motif untuk perbedaan. Perburuan tradisional akan memenuhi kebutuhan akan daging atau menangkap beberapa jenis satwa yang ekonomi keluarga, seperti perburuan yang ditemukan seperti rusa timor dan landak dilakukan oleh masyarakat lokal di Papua (Gambar 2). Sedangkan satwa target (Pattiselanno dan Mentansan, 2010). perburuan adat adalah rusa timor. Satwa target Sedangkan perburuan adat yang dilakukan oleh masyarakat Suku Baar mempunyai motif untuk melestarikan budaya adat istiadat peninggalan nenek moyang mereka dan untuk kebersamaan di antara masyarakat Suku Baar.

Ritual Adat Sebelum BerburuPerbedaan lainnya antara perburuan tradisional dan perburuan adat adalah pada perburuan tradisional, pelaku perburuan tidak melakukan ritual adat seperti halnya pada perburuan adat. Pada perburuan adat ada beberapa rangkaian upacara adat yang harus dilakukan sebelum melakukan perburuan adat di kawasan Tanjung Torong Padang. Hal yang sama dilakukan oleh orang Sentani di Kabupaten Jayapura Papua (Soemanagara, 2014). Rangkaian acara adat tersebut adalah upacara adat “Pintu Manuk” pertama dilakukan di dusun atau kampung (Gambar 1). buruan masyarakat Suku Baar tidak seberagam Kemudian dilanjutkan dengan upacara “Pintu seperti yang menjadi target buruan masyarakat Manuk” kedua yang dilakukan di Maroraja, lokal di Papua. Beberapa spesies satwa yang

sering menjadi sasaran perburuan di Papua di bersifat massal karena ada kaitannya dengan antaranya adalah kelompok mamalia darat dan aktivitas pertanian dalam memasuki musim burung seperti babi hutan, rusa, walabi, kuskus, persiapan lahan. Hal ini berbeda dengan bandikut, kasuari, mambruk serta buaya dan masyarakat di Papua yang melakukan aktivitas penyu (Pattiselanno et al., 2015). perburuan yang bersifat bersama dalam rangka

perayaan ritual keagamaan dan budaya Lokasi Perburuan (Pattiselanno et al., 2015). Masyarakat Suku Baar mempunyai lokasi Masyarakat Suku Baar melakukan khusus untuk kegiatan perburuan adat yaitu di perburuan adat pada saat puncak musim tanah adat kawasan Tanjung Torong Padang kemarau antara bulan September sampai atau masyarakat biasa menyebut Tana Pirong dengan November. Namun sebaiknya Onto, seperti orang Sentani di Kabupaten perburuan dilakukan pada bulan Oktober atau Jayapura Papua (Soemanagara, 2014). Tana November karena pada bulan September Pirong menurut masyarakat Suku Baar merupakan musim kelahiran anak rusa merupakan tanah larangan, yaitu kawasan ini (Takandjandji dan Sutrisno, 2006). Rusa timor hanya diperbolehkan untuk kegiatan mengalami masa bunting rata-rata selama perburuan adat saja sedangkan aktivitas delapan bulan dan ditambah masa sapih selama masyarakat lain seperti bermukim dan empat bulan (Takandjandji dan Sutrisno, bercocok tanam tidak diperbolehkan. 2006). Sehingga secara tidak langsung Sementara itu perburuan tradisional dilakukan memberikan kesempatan kepada satwa untuk di wilayah lain seperti di hutan dan kampung berkembangbiak secara alami (Pattiselanno et lama yang berada di bagian selatan dari al., 2015). kampung, tidak boleh di lokasi kawasan Tanjung Torong Padang. Teknik dan Peralatan Berburu

Teknik perburuan antara perburuan tradisional Musim dan Waktu Berburu dengan perburuan adat memiliki beberapa Musim berburu perburuan tradisional tidak perbedaan. Perburuan adat diawali dengan mengenal waktu. Pemburu akan melakukan kegiatan pembakaran savana satu bulan perburuan tradisional jika menginginkan sebelum perburuan adat dilakukan. Hal ini makan daging atau ada pesanan dari kenalan sebagaimana yang dikemukan oleh Bird et al. mereka dari Kota Bajawa. Pemburu (2005) bahwa pembakaran adalah alat yang melakukan perburuan tradisional selama dua dirancang untuk meningkatkan efisiensi sampai tiga hari di hutan. Sedangkan berburu di savana kering. Sedangkan pada perburuan adat dilakukan dalam rangka perburuan tradisional tidak ada kegiatan rangkaian upacara adat larik (caci) - kaizo - pembakaran savana. rentok. Upacara adat larik merupakan upacara Peralatan perburuan yang digunakan adat dalam memasuki musim persiapan lahan dalam perburuan tradisional dan perburuan sebelum memasuki musim tanam. Masyarakat adat ada sedikit perbedaan. Pemburu yang Suku Baar melakukan perburuan adat yang melakukan perburuan tradisional hanya

Gambar 1. Upacara adat “pintu manuk” pertama dilakukan di Dusun Damu

Gambar 2. Satwa Target Perburuaan Oleh Masyarakat Suku Baar (a.Rusa timor; b.Landak)

a. Rusa timor

b. Landak

Page 13: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

2322 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

berbekal jerat, parang, tumbak, dan anjing. Pada zaman nenek moyang Suku Baar Sedangkan peralatan yang digunakan pada saat membuat jerat yang berasal dari tali-talian perburuan adat lebih banyak jenisnya seperti hutan, hal serupa biasa digunakan oleh jerat, tumbak, tempuling, banso, parang, masyarakat lokal di Papua (Pattiselanno et al., anjing, dan kuda. Sedangkan penggunaan alat 2015). Namun seiring berjalannya waktu, jerat modern seperti senjata api sangat dilarang pada yang digunakan mengalami perubahan. kedua jenis perburuan tersebut. Schroder Masyarakat Suku Baar menggunakan kawat (1976) menyatakan di dalam perburuan harmonika, kemudian memakai kawat sling tradisional beberapa metode yang telah dan terakhir menggunakan kawat rem sepeda digunakan adalah perburuan individu, motor Pemasangan jerat seperti pada Gambar menggunakan perangkap (trap), dengan 3 di bawah ini. bantuan anjing, dan menggunakan kuda. Sedangkan Pattiselanno dan Mentansan (2010) menginformasikan bahwa masyarakat lokal di Papua menggunakan beberapa alat dalam berburu tradisional seperti menggunakan tombak, panah dan busur, menggunakan anjing berburu, meniru suara binatang, ilmu berburu, dan jerat.Beberapa teknik berburu yang pernah dilakukan oleh masyarakat Suku Baar adalah :1. Teknik Berburu Memakai Kuda Orang yang biasa ikut berburu setiap ada Teknik berburu dengan menggunakan kuda kegiatan perburuan adat sudah tahu wilayah terdapat dua jenis alat yang digunakan, yaitu pemasangan jerat masing-masing. Titik-titik dengan menggunakan tumbak dan jerat. Pada lokasi pemasangan jerat tidak boleh diambil-zaman dulu yang menggunakan kuda dalam alih oleh orang lain, kecuali yang bersangkutan berburu adat sangat banyak, bisa mencapai tidak datang berburu. Apabila jerat sudah p u l u h a n o r a n g . N a m u n d e n g a n terpasang semuanya, maka anjing mulai berkembangnya zaman dan adanya nilai dilepaskan untuk mengusir rusa keluar dari ekonomi dari kuda tersebut, saat ini hanya beberapa orang saja yang menggunakan kuda untuk kegiatan berburu. Pada saat ini, masyarakat Suku Baar memelihara kuda untuk dijual ketika membutuhkan uang dalam jumlah cukup besar seperti untuk membuat atau merenovasi rumah dan menyekolahkan anaknya di bangku kuliah.2. Teknik Berburu Memakai Jerat dan Anjing

semak-semak yang ada di dalam lembah. 4. Ilmu berburuOrang yang memasang jerat harus dibekali Pada zaman nenek moyang Suku Baar dahulu, tumbak atau tempuling (Gambar 4), sehingga perburuan adat merupakan salah satu ajang kalau ada rusa yang terjerat langsung ditumbak mengadu kekuatan ilmu dalam berburu. Ada dan disembelih. Tempuling untuk berburu mantera-mantera tertentu yang dibaca oleh rusa merupakan mata pisau besi berkait yang masing-masing pemburu agar berhasil dalam disambung dengan kayu yang berdiameter mendapatkan satwa buruan, bahkan ada juga sekitar 2 cm dan panjang sekitar 2 m. ilmu yang digunakan agar orang lain yang Tempuling juga digunakan untuk berburu menjadi pesaing dalam berburu tidak paus. Ukuran tempuling untuk berburu paus memperoleh satwa buruan. Namun saat ini lebih besar dibanding tempuling untuk ilmu-ilmu yang tujuannya negatif sudah mulai berburu rusa. empuling untuk berburu paus ditinggalkan.pegangannya berupa bambu sepanjang 4 meter M a s y a r a k a t S u k u B a a r m a s i h dan mata pisaunya lebih panjang sekitar 60 cm mempercayai bahwa yang memiliki “sekur (Indiana, 2013). wakar” mempunyai daya tarik untuk 3. Teknik Berburu Memakai Banso mendapatkan hewan buruan (Gambar 6). Banso merupakan salah satu alat berburu rusa Sekur wakar merupakan campuran jahe merah yang pernah digunakan nenek moyang Suku dan beberapa akar ditambah minyak dan Baar. Banso bisa berupa bambu besar (seperti disimpan dalam botol kecil. Setiap melakukan bambu betung) yang dibelah-belah menjadi perburuan, sekur wakar ini selalu dibawa agar beberapa bagian dengan lebar sekitar 3 cm dan berhasil mendapat satwa buruan. panjang 160 cm. Kemudian setelah dibelah-belah bambu dihaluskan dan kedua bagian ujungnya diruncingkan. Sepertiga bagian dari banso ditanam di dalam tanah dengan posisi agak miring kemudian ujung banso bagian atas ditandai dengan daun agar tidak kelihatan oleh rusa (Gambar 5).

Aturan Pembagian Daging Hasil BerburuS a t w a h a s i l p e r b u r u a n t r a d i s i o n a l dimanfaatkan secara pribadi oleh pemburu dan keluarganya. Jika ada kelebihan dari daging yang diperoleh tersebut, maka sebagian dijual di wilayah kampung tempat pemburu itu

Gambar 4. Tumbak dan tempuling, salah satu alat berburu adat

Gambar 3. Model jerat yang digunakan untuk menjerat rusa timor

Tempuling Tumbak

Batas permukaan tanah

Gambar 5. Banso, salah satu alat tradisional berburu rusa timor

Gambar 6. Sekur Wakar, ilmu yang digunakan untuk berburu

Page 14: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

2524 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

tinggal. Namun kadangkala jika ada pesanan untuk berburu dan jenis satwa yang diburu maka satwa hasil buruan dikirim ke Riung atau secara tidak langsung memberikan dampak ke Ibukota Kabupeten Ngada di Bajawa. positif guna mendukung usaha pelestarian

Pada perburuan adat, satwa hasil buruan satwa liar.selain dinikmati oleh pemburu juga ada bagian Upaya lain yang dilakukan masyarakat yang diperuntukkan untuk keperluan adat dan Suku Baar dalam pelestarian rusa timor adalah orang-orang yang ikut berburu. Individu rusa dengan menerapkan beberapa aturan adat di yang pertama kali diperoleh harus dibawa ke kawasan Tanjung Torong Padang diantaranya kampung diserahkan ke tetua adat (Dor : adalah (a) Dilarang mencuri rusa hasil buruan kepala kampung). Daging rusa ini akan pada saat perburuan adat, kalau ketahuan digunakan untuk menjamu para tamu mencuri maka akan didenda dengan satu ekor undangan yang datang pada saat upacara kambing dan satu blek beras (sekitar 15 kg); (b) larik/caci. Apabila para pemburu mendapatkan Jika menemukan mbou/komodo (Varanus lagi rusa hasil buruan maka daging rusa komodoensis) jangan diganggu; (c) Jika tersebut harus dibagi. Pemburu yang menemukan rusa belang (dipercayai sebagai membunuh mendapat bagian lima rusuk ke raja rusa) maka berburu harus dihentikan; (d) arah kepala dan kepala. Sedangkan bagian Semua orang yang ikut berburu adat harus taat daging punggung, paha (depan dan belakang), pada aturan adat agar perburuan berhasil dan rusuk bagian bawah, perut besar, dan hati selamat tidak ada yang celaka; dan (e) Jika untuk umum atau semua orang yang ikut melakukan perburuan liar di luar waktu berburu. berburu adat maka mereka percaya akan

mengalami kecelakaan dan didenda satu ekor Perburuan Adat dan Tradisional Sebagai kambing dan satu blek beras. Masyarakat Suku Kearifan Lokal Dalam Pelestarian Satwa Baar berkeyakinan dengan menerapkan aturan Liar adat di kawasan Tanjung Torong Padang, Penggunaan peralatan dan teknik tradisional mereka turut mendukung pemerintah dalam pada perburuan adat rusa timor yang dilakukan pelestarian rusa timor. Dengan adanya aturan oleh Masyarakat Suku Baar merupakan salah adat yang berlaku, tidak sembarangan orang satu kearifan tradisional dalam perburuan bisa berburu di kawasan Tanjung Torong satwa liar. Masyarakat Suku Baar tidak Padang. menggunakan senjata modern dalam kegiatan S e m u a m a s y a r a k a t S u k u B a a r perburuan adat ini karena mereka meyakini mengetahui bahwa rusa timor ini termasuk bahwa penggunaan peralatan dan teknik satwa yang dilindungi pemerintah. Namun tradisional sebagai salah satu cara melestarikan masyarakat Suku Baar mempunyai keyakinan rusa timor. Hal yang sama diungkapkan oleh jika perburuan adat dilakukan hanya sekali Pattiselanno dan Mentansan (2010), bahwa dalam setahun maka akan memberi praktek kearifan tradisional yang dilakukan k e s e m p a t a n p a d a r u s a u n t u k b i s a oleh Suku Maybrat di Sorong Selatan Pulau berkembangbiak lagi. Keyakinan yang sama Papua, seperti penggunaan alat buru, tempat diakui masyarakat Napan di kawasan Teluk

Cenderawasih, dengan melakukan perburuan musim dan waktu berburu, dan satwa yang hanya pada mus im-mus im ter tentu menjadi target perburuan. Masyarakat Suku memberikan kesempatan kepada satwa buruan Baar menerapkan praktek perburuan secara untuk berkembang biak secara alami tradisional dan menerapkan aturan adat dalam (Pattiselanno et al., 2015). perburuan adat sebagai upaya ikut menunjang

Pattiselanno (2008) mengatakan bahwa konservasi satwa liar. Potensi ini merupakan pemanfaatan satwa liar oleh manusia bagian dari kekayaan keanekaragaman budaya mempunyai implikasi terhadap pengaturan lokal yang dimiliki masyarakat dalam kondisi populasi satwa liar yang ada di alam. menunjang program konservasi flora dan fauna Aktivitas masyarakat lokal dalam perburuan khususnya di Nusa Tenggara Timur. adat dan tradisional menggambarkan etika Pemerintah bisa mendukung kearifan lokal konservasi untuk memelihara keseimbangan masyarakat Suku Baar dengan membuat aturan populasi satwa liar yang ada di alam. Karena yang mengakomodir dan memperkuat aturan pertumbuhan populasi yang tidak terkendali adat yang berlaku di masyarakat. akan menyebabkan terjadinya kelebihan populasi dan selanjutnya akan berpengaruh DAFTAR PUSTAKAnegatif, karena akan terjadinya persaingan yang Altrichter, M. 2005. The sustainability of semakin ketat. Sedangkan, penurunan subsistence hunting of peccaries in the populasi dapat menyebabkan kepunahan A r g e n t i n e C h a c o . B i o l o g i c a l spesies. Solusi lebih lanjut yang dikatakan Conservation 126 (2005) 351–362.Angulo dan Villafuerte (2003) adalah jika hasil Angulo, E. and R. Villafuerte. 2003. Modelling berburu menunjukkan terjadi gejala hunting strategies for the conservation of penurunan populasi satwa liar maka untuk wild rabbit populations. Biological meningkatkan populasi satwa liar tersebut Conservation 115 (2003) 291–301.perlu adanya pembatasan berburu. Para Bird, D.W., R. B. Bird, and C. H. Parker. 2005. pemburu juga harus mengetahui kelimpahan Aboriginal Burning Regimes and satwa buru terlebih dahulu sehingga bisa Hunting Strategies in Australia's Western menentukan jumlah satwa yang bisa diburu. Desert. Human Ecology, Vol. 33, No. 4, Langkah lainnya adalah dengan mengubah August 2005. waktu berburu, jumlah hari berburu dan Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data intensitas berburu. Penelitian Kualitatif, Pemahaman

Filosofis dan Metodologis ke Arah KESIMPULAN Penguasaan Model Aplikasi. Rajawali Berdasarkan aspek yang dikaji konsep kearifan Pers – Divisi Buku Perguruan Tinggi PT tradisional yang selama ini dipraktekan secara RajaGrafindo Persada. Jakarta.turun temurun oleh masyarakat Suku Baar Fischer, A., V. Kerezi, B. Arroyo, M. Mateos-dalam aktivitas perburuan tradisional dan Delibes, D. Tadie, A. Lowassa, O. perburuan adat dapat dilihat pada teknik dan Krange, and K. Skogen. 2013. penggunaan peralatan berburu, lokasi berburu, (De)legitimising hunting – Discourses

Page 15: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

2726 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA Edisi IX No.1 Juni 2016CENDANAWARTA

| RE

SENS

I |

Burung Teluk Kupang

Habitat dan Keberanekaragaman

Keberadaan Teluk Kupang memiliki peranan penting bagi entitas di Nusa Tenggara Timur. Tidak hanya masyarakat sekitar yang menggantungkan kebutuhan pada teluk kupang, namun juga satwa – satwa yang ada juga bergantung pada teluk Kupang.

Teluk Kupang merupakan habitat dari berbagai macam satwa. Beberapa jenis satwa yang ada di teluk kupang diantaranya adalah burung, serangga, mamalia, reptile dan amfibi.

Buku ini merupakan panduan singkat untuk pengenalan habitat dan satwa yang ada di Teluk Kupang. Terdapat lima bagian pembahasan mengenai teluk kupang. Bagian pertama undan Kacamata

(pelecanus conspicillatus), Ibis-sendok raja (Platalea-ragia), Kuntul kecil (Egrettagarzetta), Cerek topi-merah (charadrius ruficapillus), Trinil bedaran (tringa cinereus), Kedidi putih (Calidris alba), Kedidi golgol (Calidris ferruginea), Kedidi paruh-lebar (Limicola falcobellus), Biru-laut ekor-blorok (Limosa lapponica), Terik australia (stiltia isabella), Elang paria (Milvus migrans), Perkutut loreng (Geopelia maugei), Cekakak sungai (todiramphus chloris), Kirik-kirik Australia (Merops ornatus), Layang-layang batu (Hirudotahitica), Apung sawah (Anthus rufulus), Cici padi (Cisticola juncidis), Isap-madu australia (Lichmera indistincta), Burung madu-matari (Nectariasolaris), serta Pipit zebra (Taeniopygia guttata).

Akumulasi sampah di muara sungai, pembangunan yang pesat di sekitar pesisir pantai, penebangan pohon di hutan mengrove dan perburuan satwa liar merupakan penyebab terjadinya lkerusakan di Teluk Kupang.

agian keempat menjelaskan petunjuk pengamatan burung. Bab ini mengulas info – info teknis tatacara penangamatan burung di Teluk Kupang.

Bagian kelima mengulas deskripsi jenis – jenis burung di Teluk Kupang. Terdapat 20 jenis burung yang diulas berdasarkan nama, suku, status deskripsi, tips identifikasi, habitat dan info tambahan. Ke 20

mengulas mengenai jenis burung tersebut adalah profil ekosistem Teluk Kupang. Terdapat beberapa ekosistem yang dapat dijumpai di Teluk Kupang, yaitu ekositem mangrove, Ekosistem Hutan Dataran Rendah, Ekosistem hamparan lumpur, Ekosistem Pantai, ekosistem rawa rumput musiman, Ekosistem Estuaria, Ekosistem tambak dan Ekosistem Persawahan.

Bagian kedua menyajikan mengenai nilai penting teluk kupang bagi burung. Hal ini terutama berkaitan dengan kegiatan migrasi burung air.

Bagian ketiga mengulas mengenai peluang dan tantangan pengelolaan teluk Kupang. Potensi yang dimiliki oleh Teluk Kupang tidak bisa lepas Dari tantangan yang dapat menyebabkan kerusakan.

Penulis : Oki Hidayat , S.HutEditor : Maria Rosdalima Panggur, kayatPenerbit : IPB PressDeskripsi Fisik : xii + 58 HalamanISBN : 978-979-493-895-9Resensor : Ali Ngimron, S.Hut, M.Eng

over the morality of hunting in Europe Pattiselanno, F. 2007. Perburuan Kuskus and eastern Africa. Land Use Policy 32 : (Phalangeridae) oleh Masyarakat Napan 261–270. di Pulau Ratewi, Nabire, Papua.

Harrison, M.E., S.M. Cheyne, F. Darma, D.A. Biodiversitas Volume 8, Nomor 4 Ribowo, and S.H. Limin. 2011. Hunting Halaman: 274-278.of flying foxes and perception of disease risk in Indonesian Borneo. Biological Schroder, T.O. 1976. Deer in Indonesia. Conservation 144 (2011) 2441–2449. Nature Conservation Dept. Agricultural

Hurtado-Gonzales, J.L. and R.E. Bodmer. University Wegeningen – Netherlands.2004. Assessing the sustainability of Soemanagara, D.F. 2014. “Elha” Tradisi brocket deer hunting in the Tamshiyacu- Berburu Tradisional Orang Sentani. Ta h u a y o C o m m u n a l R e s e r v e , Kategori: Suku. Ditulis oleh Dewi northeastern Peru . B io log ica l Fadhilah Soemanagara. Dipublish Conservation 116 : 1-7. Agustus 8, 2014. Sumber: BPNB

Indiana, A. 2013. Berburu Ikan Paus Sejak Jayapura. (Diakses 27 Februari 2016)dengan Kearifan Lokal. adminindie Sulaiman, R. Fauzi, A. Sodli, dan A.R. Dahlan. 03/06/2013. (Diakses 27 Februari 2016). 2011. Menguak Makna Kearifan Lokal

Morrison, M.L., B.G. Marcot, and R.W. Pada Masyarakat Mult ikultural . Mannan. 2006. Wildlife-Habitat Penerbit CV. Robar Bersama. Semarang.R e l a t i o n s h i p s , C o n c e p t s a n d Takandjandji, M. dan E. Sutrisno. 2006. Applications. Third Edition. Island Teknik Penangkaran Rusa Timor (Rusa Press. Washington. Covelo. London. timorensis timorensis) di NTT. Juknis.

Pattiselanno, F., J. Manusawai, A.Y.S. Arobaya, Aisuli Tahun 2006. Badan Litbang dan H. Manusawai. 2015. Pengelolaan Kehutanan – Balai Penelitian dan dan Konservasi Satwa Berbasis Kearifan Pengembangan Kehutanan Bali dan Tradisional di Papua. Jurnal Manusia Nusa Tenggara. Kupang.dan Lingkungan, Vol. 22, No.1, Maret. Wadley, R.L., and C.J.P. Colfer. 2004. Sacred 2015: 106-112 Forest, Hunting, and Conservation in

Pattiselanno, F. dan G. Mentansan. 2010. West Kalimantan, Indonesia. Human Kearifan Tradisional Suku Maybrat Ecology, Vol. 32, No. 3, June 2004.dalam Perburuan Satwa Sebagai Penunjang Pelestarian Satwa. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 14, No. 2, Desember 2010: 75-82.

Pattiselanno, F., 2008. Man-wildlife Interaction: Understanding the Concept of Conservation Ethics in Papua. Tigerpaper, Vol. 35: No. 4 Oct-Dec 2008 : 10-12.

Page 16: Warta Cendana Edisi IX No.1 2016.cdr

28 Edisi IX No.1 Juni 2016 CENDANAWARTA

BAHASA Naskah artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia, memuat tulisan bersifat popular/semi ilmiah dan bersifat informatif.

FORMAT Naskah diketik di atas kertas ukuran kwarto pada satu permukaan dengan spasi 1,5 dan jumlah karakter maksimal 1.400 karakter. Ukuran tepi kertas disisakan 3,5 – 3,5 – 3 – 3 cm.

JUDUL Judul dibuat tidak lebih dari 2 baris dan harus mencerminkan isi tulisan, Nama penulis dan alamat email dicantumkan dibawah tulisan.

ISTILAH SULITIstilah – istilah yang jarang digunakan harus diberi keterangan tersendiri agar pembaca mudah memahami

FOTO Foto harus mempunyai ketajaman yang baik, diberi judul dan keterangan pada gambar.

GAMBAR GARISGrafik atau ilustrasi lain yang berupa gambar diberi garis harus kontas dan dibuat dengan tinta hitam. Setiap gambar garsi harus diberi nomor, judul dan keterangan yang jelas dalam bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Daftar Pustaka yang dirujuk harus disusun menurut abjad nama pengarang dengan mencantum-kan tahun penerbitan, sebagai berikut : .

PETUNJUK BAGI

PENULIS |

|GA

LERI

PER

ISTI

WA

Allan, J.E. 1961. The Determination of Copper by atomic Absorbstion of spectrophotometry. Spec-tophotometrim Acta (17), 459-466

Foto Karyawan Balai Litbang LHK Kupang bersama dengan Kepala Badan Litbang dan Inovasi

Kegiatan Hari Penanaman di Daerah Oemanunu - Kabupaten Kupang

Foto Upacara Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 2016 bersama Seluruh UPT Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur