wrap up mata diobati menjadi buta b-04

40
BLOK MEDIKOLEGAL SKENARIO 1 MATA DIOBATI MENJADI BUTAKELOMPOK B–04 KETUA : Vivi Vionita 1102012303 SEKRETARIS : Riga Mellia Puspita 1102012246 ANGGOTA : Muhammad Fajrin 1102012173 Niswah Zakiyah Viviana 1102012198 Nur Adilah Yasmin 1102012202 Nurunnisa Isny 1102012208 Ratnasari 1102012229 Sefina Ivesti Raudiah 1102012263 Ulima Rahmagita 1102012301

Upload: vivi-vionita

Post on 10-Feb-2016

250 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

sk1 medikolegal

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

BLOK MEDIKOLEGAL

SKENARIO 1

“MATA DIOBATI MENJADI BUTA”

KELOMPOK B–04

KETUA : Vivi Vionita 1102012303SEKRETARIS : Riga Mellia Puspita 1102012246ANGGOTA : Muhammad Fajrin 1102012173

Niswah Zakiyah Viviana 1102012198Nur Adilah Yasmin 1102012202Nurunnisa Isny 1102012208Ratnasari 1102012229Sefina Ivesti Raudiah 1102012263Ulima Rahmagita 1102012301

FAKULTAS KEDOKTERAN - UNIVERSITAS YARSI2015-2016

Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510Telp. 62 21 4244574 Fax 62 21 4244574

Page 2: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

SKENARIO 1

MATA DIOBATI MENJADI BUTA

Tidak terima matanya menjadi buta, Haslinda bersama tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan mendatangi ke Polda Metro Jaya untuk melaporkan dugaan malpraktek dokter, Waldensius Girsang di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center.

Haslinda menuturkan, pada 6 Maret lalu, Kemerahan pada mata, kabur penglihatan, kepekaan terhadap cahaya (ketakutan dipotret), gelap, mata sakit sudah disampaikan ke dokter Fikri Umar Purba yang kemudian didiagnosis sebagai penyakit uveitis tuberkulosa. Namun beberapa hari kemudian setelah ditangani oleh dokter Purba, mata Haslinda tidak kembali berfungsi normal atau menjadi buta.

Sementara itu, Dokter Purba yang ditemui di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center membantah telah melakukan malpraktek terhadap Haslinda.

Sebelum mengadu ke pihak yang berwajib, Haslinda berkonsultasi pada seorang ustadz tentang hukum malpraktik menurut Islam.

Dalam pengaduannya keruang pengaduan Polda Metro Jaya, Haslinda warga Kayu Mas, Pulo Gadung, Jakarta Timur ini tidak menyebutkan tuntutan materil dan inmateril kepada dokter Purba dan Rumah Sakit Jakarta Eyes Center sebagai pihak yang diduga melakukan malpraktek.

Pengacara pasien juga menuliskan dasar gugatannya berdasarkan:1. Pasal 27 ayat (1) UUD 19452. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata4. UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan5. UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kesehatan6. UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit7. Kode Etik Kedokteran8. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

1

Page 3: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Kata Sulit

1. Malpraktek: kesalahan yang dibuat dokter karena melakukan tindakan tidak sesuai dengan standar

2. Tuntutan Materil : tuntutan berupa uang

3. Tuntutan Inmateril : tuntutan bukan berupa uang, contoh pidana

4. Hukum Perdata : ketentuan yang mengatur hak dan kepentingan individu dalam masyarakat

5. Hukum Pidana : keseluruhan peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan yang dilarang dan hukumannya

Pertanyaan

1. Bagaimana seorang dokter dapat dikatakan malpraktek?2. Apa saja sanksi malpraktek?3. Lembaga apa saja yang mengurus malpraktek?4. Apa saja jenis malpraktek?5. Apa upaya pencegahan terjadinya malpraktek?6. Apa hukum malpraktek dalam Islam?

Jawaban

1. Kurangnya inform consent, tidak menulis rekam medis, melakukan tindakan di luar SOP, salah diagnosis

2. Terkena hukun pidana, hukum perdata, dan pencabutan izin praktek3. MKDKI, KODEKI, MKEK, Pengadilan4. Medik, Etik, Yuridis5. Inform consent yang lebih jelas kepada pasien, melakukan tindakan sesuai SOP, menjaga

attitude, memperkaya ilmu(uptodate)6. Hukum nya haram, jenis hukumannya Qisas dan DAM

2

Page 4: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Hipotesis

Seorang pasein dengan uveitis diobati oleh dokter mengalami kebutaan.Terdapat dua kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kebutaan yaitu kecerobohan pasien dan kelalaian dokter. Kelalaian dokter dapat terjadi apabila terjadi kurangnya inform consent, tidak menulis rekam medis, melakukan tindakan di luar SOP, salah diagnosis. Dari kelalaian dokter tersebut dapat dikatakan sebagai tindalan malpraktek. Malpraktek ada tiga jenis yaitu medik, etik , dan yurdis. Jika terjadi malpraktek medik akan di tangani oleh MKDKI, malpraktekj etik oleh KODEKI dan MKEK, malpraktek yurisid oleh pengadilan. Sanksi dari malpraktek ini dapat berupa hukum pidana, hokum perdata, hingga pencabutan izin praktek.Dalam Islam malpraktek hukumnya haram dan jenis hukumannya berupa Qisas dan DAM.

3

Pasien dengan Uveitis

Diobati oleh Dokter

Mengalami Kebutaan

Kecerobohan Pasien

Kelalaian Dokter

Malpraktek

Kurangnya inform consent, tidak menulis rekam medis, melakukan tindakan di luar SOP, salah diagnosis

Hukum Pidana Hukum Perdata Pencabutan Izin Praktek

Medik >> MKDIK Etik >> KODEKI, MKEK Yuridis >> Pengadilan

Hukumnya Haram

Qisas dan DAM

Page 5: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Sasaran Belajar

LI.1. Memahami dan Menjelaskan MalpraktekLI.2. Memahami dan Menjelaskan Alur Hukum bila Dokter Melakukan MalpraktekLI.3. Memahami dan Menjelaskan Inform ConcentLI.4. Memahami dan Menjelaskan Malpraktek dalam Syariah Islam

4

Page 6: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Malpraktek

DefinisiSecara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti

“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).

Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).

Definisi Menurut KedokteranKegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan terhadap

pasien atau adanya kekurangan keterampilan atau kelalaian dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pasien. Namun,tidak semua kegagalan medis disebabkan oleh malpraktek kedokteran. Contohnya adalah perjalanan penyakir seorang pasien yang semakin berat, reaksi tubuh yang tidak dapat diramalkan, komplikasi penyakit yang terjadi secara bersamaan. (World Medical Association, 1992)

Sesuatu perbuatan atau sikap medis dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur 4D, yaitu:a. Duty. Ada kewajiban medis untuk melakukan tindakan medis tertentu terhadap pasien

pada situasi kondisi tertentub. Derelection of that duty. Adanya penyimpangan kewajiban tersebutc. Damage. Segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari

layanan kesehatan kedokteran yang diberikand. Direct causal relationship. Dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat yang

nyata antara penyimpangan kewajiban dengan kerugianDefinisi Menurut Hukum

Istilah malpraktek hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi; baik dibidang kedokteran maupun bidan hukum.Tindakan yang salah secara yuridis penal diartikan setelah melalui putusan pengadilan.Tindakan yang salah dimaksud sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan kerugian baik nyawa, maupun harta benda.

5

Page 7: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

MALPRACTICE

MEDICAL MALPRACTICE PROFESI LAIN

ETHICAL MALPRACTICE YURIDICAL MALPRACTICE

CRIMINAL MALPRACTICE

CIVIL MALPRACTICE

ADMINISTRATIVE MALPRACTICE

Jenis-jenis Malpraktek

Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak sesuai dengan standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang dapat dipiah dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala sebutan malpraktek secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek.Secara garis besar malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik (medicalmalpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktik etik (etichalmalpractice) dan malpraktek yuridik (yuridicalmalpractice).Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata (civilmalpractice), malpraktik pidana (criminalmalpractice) dan malpraktek administrasi Negara (administrativemalpractice).

1. Malpraktik Medik (medicalmalpractice)

John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence in whice miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or omission by defendant practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat langsung dari perbuatan ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat).

Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional misconduct or lack of ordinary skill in the performance of professional act, a practitioner is liable for demage or injuries caused by malpractice. (Malpraktek adalah perbuatan yang tidak benar dari suatu profesi atau kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan pekerjaan. Seorang dokter bertanggung jawab atas terjadinya kerugian atau luka yang disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus hanafiah merumuskan malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu

6

Page 8: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut lingkungan yang sama.

2. Malpraktik Etik (ethicalmalpractice)

Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran, sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter.

3. Malpraktik Yuridis (juridicalmalpractice)

Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan profesi kedokteran yang melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku.

Malpraktik Yuridik meliputi:

a. Malpraktik perdata ( civilmalpractice)

Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang dapat dikatagorikan sebagai melpraktik perdata antara lain :a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukanb. Melakukan apa yang disepakati dilakukan tapi tidak sempurnac. Melakukan apa yang disepakati tetapi terlambatd. Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka RS / sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

b. Malpraktik Pidana ( criminalmalpractice )

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana, yakni: Perbuatan tersebut (positive/negative act) merupakan perbuatan tercela Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan

(intensional), kecerobohan (recklessness) atau kealpaan (negligence)o Intensional: melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan

(pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP)

o Recklessness: melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consento Negligence: kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,

ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi

Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan positif (melakukan sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang slah (mens rea) berupa kesengajaan atau kelalauian. Contoh malpraktik pidana dengan sengaja adalah :

7

Page 9: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

a. Melakukan aborsi tanpa tindakan medikb. Mengungkapkan rahasia kedokteran dengan sengajac. Tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang dalam keadaan daruratd. Membuat surat keterangan dokter yang isinya tidak benare. Membuat visum et repertum tidak benarf. Memberikan keterangan yang tidak benar di pengadilan dalan kapasitasnya sebagai

ahli

Contoh malpraktik pidana karena kelalaian:a. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan gunting tertinggal diperutb. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan pasien luka berat atau meninggalc. Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)

Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit / sarana kesehatan

C. Malpraktik Administrative

Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya:

a. Menjalankan praktik kedokteran tanpa ijinb. Menjalankan praktik kedokteran tidak sesuai dengan kewenangannyac. Melakukan praktik kedokteran dengan ijin yang sudah kadalwarsa.d. Tidak membuat rekam medik.

Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi.Perlu diketahui bahwa melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menertibkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan.Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan nonfeasance:

• Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat / layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai.

• Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medisdengan menyalahi prosedur

• Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.

Pasal-pasal yang Mengatur MalpraktekPeraturan Non Hukum

Diatur oleh Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).KODEKI semula merupakan peraturan non hukum karena peraturan ini telah menjadi petunjuk perilaku atau etika seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Dalam KODEKI diatur tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang dicantumkan di dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 14, yaitu:

8

Page 10: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Pasal 10 KODEKI: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi makhluk insani”Pasal 11 KODEKI: “Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untu kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam bidang penyakit tersebut”Pasal 13 KODEKI: “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia”Pasal 14 KODEKI: “ Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan pertolongan darurat terhadap pasien yang membutuhkannya, padahal ia mampu dapat terkena sasaran tuntutan malpraktek juga”Peraturan Hukum

1) Kitab Undang-Undang Hukum PidanaPasal-pasal didalam KUHP yang terkait dengan malpraktik medik, yaitu:a. Pasal 263 dan 267 KUHP (Membuat Surat Keterangan Palsu)b. Pasal 290 KUHP (Melakukan Pelanggaran Kesopanan)c. Pasal 299 KUHP (Mengobati seorang wanita dengan memberitahukan atau

menimbulkan harapan bahwa kandungannya dapat digugurkan)d. Pasal 322 KUHP (Membuka Rahasia)e. Pasal 304 KUHP (Pembiaran / Penelantaran)f. Pasal 306 KUHP (Apabila tindakan penelantaran tersebut mengakibatkan

kematian)g. Pasal 322 KUHP (Membocorkan rahasia profesi)h. Pasal 333 KUHP (Dengan sengaja dan tanpa hak telah merampas kemerdekaan

seseorang)i. Pasal 344 KUHP (Euthanasia)j. Pasal 347 KUHP (Sengaja melakukan abortus tanpa persetujuan wanita yang

bersangkutan)k. Pasal 348 KUHP (Sengaja melakukan abortus dengan persetujuan)l. Pasal 349 KUHP (Membantu atau melakukan tindakan abortus provocatus

criminalis)m. Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan kematian)n. Pasal 360 KUHP (Kelalaian yang menyebabkan luka / cacat)o. Pasal 386 KUHP (Memberi atau menjual obat palsu)p. Pasal 531 KUHP (Tidak memberi pertolongan pada orang yang berada dalam

keadaan bahaya)

Pemberlakukan hukum pidana dalam kasus-kasus kelalaian medis yang terjadi di dalam penyelenggaraan praktek kedokteran haruslah sebagai ultimatum remidium artinya hukum pidana sebagai alternatif terakhir apabila upaya-upaya non litigasi sudah tidak bisa lagi berhasil untuk mengatasi permasalahan yang timbul.Selain iitu juga karena praktek kedokteran merupakan profesi yang sangat mulia dan luhur yang diperlukan oleh banyak orang dan praktek kedokteran dijamin pelaksanaannya oleh undang-undang.

2) Kitab Undang-Undang Hukum PerdataPasal-pasal didalam KUHPerdata yang terkait dengan malpraktek medik, yaitu:a. Pasal 1239 KUH Perdata (Melakukan wanprestasi atau cidera janji)b. Pasal 1365 KUH Perdata(Melakukan perbuatan melawan hukum)

9

Page 11: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

c. Pasal 1366 KUH Perdata (Melakukan kelalaian sehingga menimbulkan kerugian)

d. Pasal 1367 KUH Perdata (Bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan oleh bawahannya)

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatana. Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Kesalahan atau

kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan)b. Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan

tindakan medis tidak sesuai dengan Standart Operational Procedure pada ibu hamil)

c. Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan transplantasi organ tubuh untuk tujuan komersil)

d. Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Tanpa keahlian sengaja melakukan transplantasi, implan alat kesehatan, bedah plastik)

e. Pasal 81 ayat 2a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja mengambil organ tanpa memperhatikan kesehatan dan persetujuan pendonor / ahli waris)

4) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokterana. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Pengaturan praktek

kedokteran bertujuan untuk, Pertama memberikan perlindungan kepada pasien, Kedua mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi, dan Ketiga memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi)

b. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan kepada setiap dokter dan dokter gigi dalam memberikan pelayanan haruslah mempunyai standar pelayanan. Standar pelayanan disini adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktek kedokteran)

c. Pasal 75 dan 76 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 (Mensyaratkan setiap dokter harus mempunyai surat registrasi yang ditandatangani oleh konsil kedokteran. Sedangkan surat izin praktek kedokteran ditandatangani oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktek kedokteran atau dokter gigi dilaksanakan. Kedua persyaratan tersebut menjadi suatu hal yang mutlak dimiliki oleh seorang dokter. Apabila dokter tidak mempunyai surat registrasi dan surat izin praktek, maka selain dokter tersebut tidak sah, masyarakat juga tidak berani di diagnosa oleh dokter tersebut karena takut terjadi malpraktek)

5) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatana. Pasal 32 (Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan

yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesehatan atau kelalaian

Dalam perikatan sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata dikenal adanya dua macam perjanjian, yaitu: Inspanningverbintenis: perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang berjanji

berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan Resultaatbintennis: perjanjian bahwa pihak yang berjanji akan memberikan result, yaitu

sesuatu hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

10

Page 12: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Penanganan

Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991).Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter atau dokter gigi.

Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360,

KUHP.

Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :1) Adanya unsur kelalaian (culpa).2) Adanya wujud perbuatan tertentu .3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain

itu.

Tiga tingkatan culpa: Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (gross fault

or neglect) Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect) Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241)

Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan bukti-buktinya.Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan yang dilakukan sudah demikian jelasnya (res ipsa loquitur, the thing speaks for itself) sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada dokternya.

Upaya menghadapi tuntutan hukumApabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan : Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa

tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk

11

Page 13: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.

Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.

Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatanDengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni :

a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).

b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Alur Hukum bila Dokter Melakukan Malpraktek

Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991).Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter atau dokter gigi.Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :

1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360,

KUHP.Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :1) Adanya unsur kelalaian (culpa).2) Adanya wujud perbuatan tertentu .3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain

itu.

12

Page 14: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Alur Penyelesaian Hukum

MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN (MKEK)

13

Page 15: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) adalah badan otonom IDI yang bertanggung jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam pengembangan kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan etika kedokteran.Dalam hal pengembangan dan pelaksaaan kebijakan yang bersifat nasional dan strategis, MKEK wajib mendapat persetujuan dalam forum Musyawarah Pimpinan Pusat.MKEK dibentuk pada tingkat pusat, wilayah, dan cabang.MKEK di tingkat cabang dibentuk apabila dianggap perlu atas pertimbangan dan persetujuan dari MKEK wilayah.MKEK bertanggung jawab kepada muktamar musyawarah wilayah dan musyawarah cabang sesuai dengan tingkat kepengurusan.Masa jabatan MKEK sama dengan PB IDI Kepengurusan MKEK sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota. MKEK wilayah dan cabang mengadakan koordinasi dengan pengurus wilayah dan pengurus cabang, sesuai dengan tingkat kepengurusan.Tugas dan wewenang

Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan yang ditetapkan muktamar.

Melakukan tugas bimbingan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran.

Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia. Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus besar,

pengurus wilayah dan pengurus cabang, serta kepada Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia.

Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan dengan etik profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain.

Bertanggung jawab kepada muktamar, musyawarah wilayah dan musyawarah cabang.

Manfaat Pedoman MKEKPedoman MKEK ini merupakan jabaran dan pedoman pelaksanaan dari Anggaran

Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IDI tentang MKEK dalam rangka pengaturan substansi etika kedokteran bagi setiap pengabdian profesi dokter di Indonesia, penegakan, pengawasan, bimbingan, penilaian pelaksanaan, penjatuhan sanksi etika, rehabilitasi (pemulihan hak-hak profesi), dan interaksi kelembagaan MKEK dengan sesama perangkat dan jajaran internal IDI atau lembaga etika lainnya di luar IDI. Status MKEK:

o Sebagai badan otonom IDIo Segala keputusannya di bidang etika tidakdipengaruhi pengurus IDIo Keputusan MKEK mengikat pengurus IDI

Kewajiban MKEK1) MKEK wajib ikut mempertahankan hubungan dokter – pasien sebagai hubungan

kepercayaan. 2) MKEK Pusat mempertanggungjawabkan kinerja dari program kerjanya kepada

Muktamar, MKEK Wilayah kepada Musyawarah Wilayah IDI dan MKEK Cabang ke Rapat Anggota Cabang IDI setempat

3) MKEK wajib menyimpan kerahasiaan medik kasus yang disidangkannya apabila secara eksplisit diminta oleh pasien pengadu.

4) MKEK Pusat dalam batas kemampuannya wajib meningkatkan kapasitas pengetahuan, sikap dan ketrampilan anggota MKEK Wilayah dan Cabang yang memerlukannya.

14

Page 16: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

FungsiPerkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya.Di MKEK IDI

Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya.

Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli.Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK.Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.

Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan.Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat.Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.

Tatacara Pengelolaana. Ketua MKEK dipilih dan ditetapkan dalam muktamar, musyawarah wilayah dan

musyawarah cabang.b. Pengurus MKEK adalah anggota biasa.c. Ketua MKEK tingkat pusat dipilih dalam sidang khusus MKEK di muktamar dan

dikukuhkan dalam sidang pleno muktamar.d. MKEK segera menjalankan tugas-tugasnya setelah selesainya muktamar, musyawarah

wilayah, dan musyawarah cabang.e. MKEK dapat melakukan kegiatan atas inisiatif sendiri ataupun atas usul serta

permintaan.f. MKEK mengadakan pertemuan berkala sesama pengurus ataupun dengan pihak lain

yang ditentukan sendiri oleh MKEK.

MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA (MKDKI)

MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk :1. Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam

penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. 2. Menetapkan sanksi disiplin.

Sesuai dengan UU PRADOK NO.29 Tahun 2004 Pasal 55 ayat (1) yang berisi ‘Menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktil kedokteran. Tujuan penegakan disiplin adalah :

1. Memberikan perlindungan kepada pasien. 2. Menjaga mutu dokter/dokter gigi. 3. Menjaga kehormatan profesi kedokteran/kedokteran gigi.

Kedudukan dan Keanggotaan MKDKIMKDKI sebagai lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia.Majelis ini

dibentuk ditingkat pusat dan provinsi.Anggota MKDKI terdiri dari 3 orang dokter dari organisasi profesi, 1 orang dokter dari asosiasi rumah sakit (dalam hal ini PERSI), dan 3

15

Page 17: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

orang sarjana hukum.Anggota-anggota dalam majelis ditetapkan oleh menteri atas usulan organisasi profesi.Masa bakti MKDKI adalah 5 tahun dan dapat diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan lagi.Tugas MKDKI :

a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan dan

b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.

Dalam melaksanakan tugas MKDKI mempunyai wewenang: a) menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigib) menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika atau bukan

keduanyac) memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigid) memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigie) menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigif) melaksanakan keputusan MKDKIg) menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigih) menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-Pi) membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-Pj) membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-P kepada

Konsil Kedokteran Indonesiak) mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan dan

MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses pemeriksaan, dan keputusan MKDKI.

Disiplin KedokteranDisiplin kedokteran berarti kepatuhan menerapkan aturan-aturan atau ketentuan

penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan. Lebih khusus lagi yaitu kepatuhan menerapkan kaidah-kaidah penatalaksanaan klinis yang mencakup penegakan diagnosis, tindakan pengobatan, menetapkan prognosis, dengan standar atau indikator dari Standar Kompetensi, Standar Perilaku Etis, Standar Asuhan Medis dan Standar KlinisTujuan Penegakan Disiplin Kedokteran

Tujuan utama adalah untuk proteksi pasien.Tujuan lainnya yaitu untuk menjaga mutu dokter atau dokter gigi dan juga untuk menjaga kehormatan profesi kedokteran atau kedokteran gigi.Pelanggaran Disiplin Sesuai putusan KKI No. 17/KKI/KEP/VIII/2006

1. Kegagalan penatalaksanaan pasien oleh karena:- Ketidakcakapan (Incompetence)- Kelalaian (Gross Negligence)

2. Perilaku tercela (menurut ukuran profesi)3. Ketidaklayakan fisik dan mental (Unfit to practice)

Atau dengan kata lain Tidak memenuhi:

1. Standard of care, Clinical Standard2. Standard of competence

16

Page 18: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

3. Standard of professional atitude

Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran1. Tidak kompeten2. Tidak merujuk3. Dokter atau dokter gigi pengganti tidak diberitahu ke pasien, Tidak memiliki SIP4. Tidak layak praktik (kesehatan fisik dan mental)5. Kelalaian dalam penatalaksanaan pasien6. Pemeriksaan dan pengobatan berlebihan7. Tidak memberikan informasi yang jujur8. Tidak ada informed consent9. Tidak membuat atau menimpan rekam medis10. Penghentian kehamilan tanpa indikasi medis11. Euthanasia12. Penerapan pelayanan yang belum diterima ilmu kedokteran13. Penelitian klinisi tanpa persetujuan etis.14. Tidak memberi pertolongan darurat.15. Menolak atau menghentikan pengobatan tanpa alasan yang sah16. Membuka rahasia medis tanpa izin17. Membuat keterangan medis tidak benar18. Ikut serta tindakan penyiksaan19. Peresepan obat psikotropik/narkotik tanpa indikasi20. Pelecehan seksual, initimidasi, dan kekerasan21. Penggunaan gelar akademik atau profesi palsu22. Menerima komisi terhadap rujukan atau resepan23. Pengiklanan diri yang menyesatkan24. STR, SIP, Sertifikan kompetensi tidak sah25. Imbalan jasa tidak sesuai tindakan.

Proses Pengaduan Pelanggaran

TAHAP PENEGAKAN DISIPLIN OLEH MKDKI TAHAP 1: INVESTIGATIONAL STAGE (TAHAP INVESTIGASI)

PENGADUAN (ADMISSION) VERIFIKASI PEMERIKSAAN AWAL OLEH MPA INVESTIGASI (INQUIRY)

TAHAP 2: ADJUDICATORY STAGE (PEMERIKSAAN DAN KEPUTUSAN) PEMERIKSAAN DISIPLIN OLEH MPD PEMBUKTIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

TAHAP 3: DISPOSITIONAL STAGE (PENYAMPAIANKEPUTUSAN) PEMBACAAN KEPUTUSAN PENGAJUAN KEBERATAN TERADU (JIKA ADA) PENYAMPAIAN KEPUTUSAN KEPADA PIHAK TERKAIT

17

Page 19: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Pelanggaran disiplin kedokteran adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi. Dokter/dokter gigi dianggap melanggar disiplin kedokteran bila :

1. Melakukan praktik dengan tidak kompeten2. Tidak melakukan tugas dan tanggung jawab profesionalnya dengan baik (dalam hal

ini tidak mencapai standar-standar dalam praktik kedokteran)3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesinya

Yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi antara lain ketidakjujuran dalam berpraktik, berpraktik dengan ketidakmampuan fisik dan mental, membuat laporan medis yang tidak benar, memberikan "jaminan kesembuhan" kepada pasien, menolak menangani pasien tanpa alasan yang layak, memberikan tindakan medis tanpa persetujuan pasien/keluarga, melakukan pelecehan seksual, menelantarkan pasien pada saat membutuhkan penanganan segera, mengistruksikan atau melakukan pemeriksaan tambahan/pengobatan yang berlebihan, bekerja tidak sesuai standar asuhan medis, dsb

Suatu pengaduan diputuskan menjadi kewenangan MKDKI apabila :1. Dokter/dokter gigi yang diadukan telah terregistrasi di Konsil Kedokteran Indonesia.2. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang diadukan terjadi setelah

tanggal 6 Oktober 2004 (setelah diundangkannya UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran)

3. Terdapat hubungan profesional dokter-pasien dalam kejadian tersebut4. Terdapat dugaan kuat adanya pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi

Jika keempat kriteria tersebut terpenuhi, akan dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD)

Dalam formulir pengaduan, terdapat beberapa informasi yang harus diberikan, antara lain :1. Identitas pengadu/pelapor;2. Identitas pasien (jika pengadu bukan pasien);3. Nama dan tempat praktik dokter/dokter gigi yang diadukan;4. Waktu tindakan dilakukan;5. Alasan pengaduan dan kronologis;6. Pernyataan tentang kebenaran pengaduan, dsb

Setelah semua kelengkapan data pengaduan diterima, Anda akan mendapatkan tanda terima pengaduan (berisi nomor register pengaduan). Setelah dilakukan verifikasi, pengaduan akan ditangani oleh Majelis Pemeriksa Awal ataupun Majelis Pemeriksa Disiplin.Sesuai UU Praktik Kedokteran, sanksi disiplin dalam keputusan MKDKI dapat berupa:

1. Pemberian peringatan tertulis2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP);

dan/atau3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran

atau kedokteran gigi

MKDKI dapat menangani permintaan ganti rugi/kompensasi yang diajukan terhadap dokter teradu:1. MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin oleh

dokter/dokter gigi

18

Page 20: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

2. MKDKI berwenang menetapkan sanksi disiplin kepada dokter/dokter gigi yang dinyatakan melanggar disiplin kedokteran/kedokteran gigi

3. MKDKI tidak menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya4. MKDKI tidak menangani permasalahan ganti rugi yang diajukan pasien/keluarganya

Keputusan MKDKI bersifat final dan mengikat dokter/dokter gigi yang diadukan, KKI, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta instansi terkait. Dokter/dokter gigi yang diadukan dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan MKDKI kepada Ketua MKDKI dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau diterimanya keputusan tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung keberatannya

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Inform Concent

DefinisiPersetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat

penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang dilakukan terhadap pasien tersebut.

Bentuk Informed Consenta. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)

Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis.Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.

b. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera.Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung.

c. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan invasive.

Tujuan Informed ConsentTujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup

untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

Manfaat Informed Consent

19

Page 21: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Informed Consent bermanfaat untuk :a. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa

sepengetahuan pasien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa indikasi, penggunaan alat canggih dengan biaya tinggi dsbnya.

b. Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari walaupun dokter telah bertindak seteliti mungkin.

Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di kembangkan, pasien dan subjek dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, merangsang profesi medis untuk mengadakan introspeksi, mengajukan keputusan-keputusan yang rasional dan melibatkan masyarakat dalam memajukan prinsip autonomy sebagai suatu nilai sosial serta mengadakan pengawasan dalam penelitian biomedik.

Informasi yang harus diberikan dokter kepada pasien:a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran, meliputi:

Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis Diagnosis penyakit; atau dalam hal belum dapat ditegakkan maka sekurang-

kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan

kedokteran Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan

b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan, meliput: Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,

terapeutik ataupun rehabilitatif Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah

tindakan serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif

tindakan Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat

akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnyac. Alternatif tindakan lain dan risikonyad. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat ringan Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, meliputi: Prognosis tentang hidup-matinya Prognosis tentang fungsinya Prognosis tentang kesembuhan

f. Perkiraan pembiayaan

Kapan Persetujuan Tindakan Medis dilakukan:a. Dalam setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasienb. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggic. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran yang tidak

terdapat indikasi sebelumnya untuk menyelamatkan jiwa pasien

20

Page 22: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Yang berhak memberikan persetujuanPasien yang kompeten atau keluarga terdekat suami atau isteri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya

Tata cara pemberian persetujuan:a. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat

persetujuan secara tertulis atau lisan dan diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran yang dilakukan

b. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis yang tertuang dalam formulir khusus yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan

c. Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan / atau mencegah kecacatan tidak diperlukan tindakan keokteran

d. Tindakan penghentian / penundaan bantuan hidup pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien setelah mendapat penjelasan dari tim dokter yang bersangkutan

e. Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan secara tertulis sebelum dimulainya tindakan

Penolakan Tindakan Kedokterana. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan / atau keluarga

terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan. Penolakan tindakan kedokteran tersebut dilakukan secara tertulis

b. Akibat penolakan tindakan kedokteran menjadi tanggung jawab pasienc. Penolakan tindakan-tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter dan

pasienTanggung Jawaba. Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung

jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteranb. Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan

tindakan kedokteran

Skema Pelaksanaan Informed Consent

21

Page 23: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

SETUJU

Pasien Dokter

Informasi

Mempertimbangkan / memutuskan

MENOLAK

Penandatanganan Form persetujuan Penandatanganan Form penolakan

Ketentuan Informed Consent

Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya:1 Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur

(SOP) dan ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.2 Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter3 Informed Consent dianggap benar:

a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik.

b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang

sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi hukumd. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan

4 Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :a. Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan

(purhate of medical procedure)b. Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical

procedure)c. Tentang risiko d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadie. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko –risikonya

(alternative medical procedure and risk)f. Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukang. Diagnosis

5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasana. Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawabb. Berhalangan   diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang

bersangkutan

22

Page 24: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

6. Cara menyampaikan informasia. Lisanb. Tulisan

7. Pihak yang menyatakan persetujuana. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikahb. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :

Ayah/ibu kandung Saudara saudara kandung

c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak : Ayah/ibu adopsi Saudara-saudara kandung Induk semang

d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak : Ayah/ibu kandung Wali yang sah Saudara-saudara kandung

e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) : Wali Kurator

f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua Suami/istri Ayah/ibu kandung Anak-anak kandung Saudara-saudara kandung

8. Cara menyatakan persetujuana. Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggib. Lisan; tindakan tidak beresiko

9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan pimpinan RS.

10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien.

11. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan a. Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai

salah satu saksib. Materai tidak diperlukanc. Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasiend. Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukane. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan

informasif. Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan

kanannya12. Jika pasien menolak tandatangan surat  penolakan maka harus ada catatan pada rekam

medisnya.

Aspek Hukum dan Sanksi1. Pasal 1320 KUHPerdata syarat syahnya persetujuan

o Sepakat mereka yang mengikatkan dirio Kecakapan untuk berbuat suatu perikatan

23

Page 25: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

o Suatu hal tertentuo Suatu sebab yang halal

2. Pasal 1321 tiada sepakat yang syah apabila sepakat itu diberikan karena kehilafan atau diperlukan dengan paksaan atau penipuan

3. KUHPidana pasal 351o Penganiayaan dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya dua tahun

delapan bulan.o Menjadikan luka berat hukum selama-lamanya 5 tahun (KUHP 20)o Membuat orang mati  hukum selam-lamanya 7 tahun (KUHP 338)

4. UU No. 23/1992 tentang kesehatan pasal 53o Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan

tugas sesuai dengan profesinyao Tenaga kesehatan dalam melakukan  tugasnya berkewajiban untuk mematuhi   

standar profesi dan menghormati hak pasieno Hak pasien antara lain ; hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak

atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion).5. UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6).

Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan

6. Permenkes No. 585/1989 tentang persetujuan tindakan medis.Dokter melakukan tindakan medis tanpa informed consent dari pasien atau keluarganya saksi administratif berupa pencabutan surat ijin prakteknya.

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Malpraktek dalam Syariah Islam

Malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan kesehatan. Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter atau profesional lain di dunia medis – kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Malpraktek juga kadang berhubungan dengan disiplin ilmu kedokteran.

Bentuk-bentuk malpraktek:a. Tidak punya keahlian (jahil)

Melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak diluar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi SAW dalam sabda beliau:

ضامن فهو ذلك قبل طب منه يعلم ولم ب تطب من“Barang siapa yang mengobati orang sakit dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, maka ia bertanggung jawab” (HR. Abu Dawud no.4575, an-Nasai’ no.4845 dan Ibnu Majah no. 3466.Hadits hasan. Lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 635)

Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa Mutathabbib (pelaku pengobatan yang bukan ahlinya) harus bertanggung jawab jika timbul masalah dan harus dihukum agar jjera dan menjadi pelajaran bagi orang lain

b. Menyalahi prinsip-prinsip ilmiah (mukhalafatul ushul al-‘ilmiyyah)

24

Page 26: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Yang dimaksud dengan prinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran.

c. Ketidaksengajaan (khatha’)Adalah suatu tindakan / kejadian tanpa ada maksud pelaku dalam melakukannya.Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggung jawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha’ (kejahatan tidak sengaja)

d. Sengaja menimbulkan bahaya (i’tidd’)Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja.Ini adalah bentuk malpraktek yang paling buruk.Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun juga faktor kesengajaan ini dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas.

Pembuktian MalpraktekAgama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan malpraktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka. Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut:

a. Pengakuan pelaku malpraktek (iqrar).Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.

b. Kesaksian ( syahadah ).Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan bahwa saksi tidak memiliki tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari diri pelaku).

c. Catatan medis.Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.

Bentuk tanggung jawab malpraktekJika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang

dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:a. Qishash

25

Page 27: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

Qishashditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja.

b. Dhaman(tanggung jawab materiil berupa ganti rugi atau diyat)Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut: Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan

tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan

tidak disengaja. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip- prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin

dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.c. Ta'zirberupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain.

Ta'zir berlaku untuk dua bentuk malpraktek: Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan

tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.

Pihak yang bertanggung jawabTanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan

kesalahan langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku langsung malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.

Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-jawab. Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya. Karenanya, rumah sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab yang diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui dokter yang dipekerjakan tidak ahli.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chadha,P.Vijay.1995.Ilmu Forensik dan Toksikologi.Jakarta:Widya Medika Indonesia.

26

Page 28: Wrap Up Mata Diobati Menjadi Buta B-04

2. Hanafiah MJ, Amir Amri. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 3. Jakarta: EGC . 1998

3. Buku Panduan HAM bagi Pasien dan Dokter untuk Mencegah Malpraktek, Diakses dari: http://www.balitbangham.go.id/index/images/judul_pdf/sipol/pengembangan/2008/malpraktek.pdf

4. Malpraktek Dalam Kajian Hukum Pidana, Diakses dari:http://eprints.undip.ac.id/20768/1/2380-ki-fh-98.pdf

5. Malpraktek Medik, Diakses dari: http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/MALPRAKTEK%20MEDIK.pdf

6. Malpraktek Menurut Syariat Islam, Diakses dari: http://almanhaj.or.id/content/2836/slash/0/malpraktek-menurut-syariat-islam/

7. National Cancer Institute. A Guide to Understanding Informed Consent. Available at:wwww.cancer.gov/ClinicalTrials

8. AbouZahr1, Carla & Boerma1,Ties. Health information systems: the foundations of public health in Bulletin of the World Health Organization August 2005, 83 (8)

27