yopi

Upload: devi-chintya

Post on 16-Oct-2015

87 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tugas dr enny

TRANSCRIPT

UJI PENGARUH HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L) PADA PERUBAHAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh Yopi Ardhiaswari NIM. 112010101050

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER2014

BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIntoksikasi (keracunan) merupakan keadaan dimana fungsi tubuh menjadi tidak normal yang disebabkan oleh suatu jenis racun atau bahan toksik lain. Racun ialah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan faali yang dalam dosis toksik mengganggu fungsi tubuh, hal ini dapat berakhir dengan penyakit atau kematian. Racun dapat masuk kedalam tubuh melalui ingesti, inhalasi, injeksi, penyerapan, pervaginam maupun perektal (Mohan, 2008). Di beberapa negara, khususnya dengan perekonomian menegah keatas dan pelayanan medis yangrelatifcanggih mencampur racun dengan obat-obatan adalah hal biasa.Di banyaknegara, mencampurracun denganobat untukalasan mengatasi kematian akibat jenis racun tipe lain, misalnya pada kasus bunuh diri dan keracunan. Ini terjadi karena mudah didapatkannya zat-zat tersebut. Salah satu obat yang sering menimbulkan masalah keracunan adalah parasetamol. Menurut hasil pendataan dari pelaporan kasus keracunan pada SentraInformasi Keracunan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, terdapat 201 kasus keracunan akibat parasetamol (Siker BPOM, 2006). Keracunan tersebut dapat membahayakan fungsi organ dalam tubuh terutama hati sebagai organ yang bertugas memetabolisme obat bahkan dapat mengancam jiwa akibat kerusakan organ tersebut (Donald, 2009).Hepar merupakan organ tubuh manusia yang memiliki fungsi detoksifikasi berbagai macam zat yangdicerna oleh traktus digestivus (Tambunan, 1994). Seperti halnya organ lain, hepar juga dapat mengalami kerusakan. Kerusakan hepar ini dapat disebabkan antara lain oleh obat, virus, dan berbagai senyawa kimia yang mempunyai daya hepatotoksik ( Anonim, 1991).Di era yang modern ini, kasus kematian karena keracunan zat hepatotoksik yang menyebabkan kerusakan hepar dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan ini dapat dilihat keadaan vena porta, duktus biliaris, vena centralis dan arteri hepatika (Eroschenko, 2003).Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia yang mempunyai potensi ekspor sangat besar. Tanaman ini mendapat julukan ratunya buah (queen of fruit) karena keistimewaan dan kelezatannya. Julukan lain untuk buah manggis adalah nectar of ambrosia, golden apple of hesperides, dan finest in the world. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai buah kejujuran, lambang kebaikan dan mendatangkan keberuntungan, sehingga di beberapa negara dijadikan sebagai buah utama untuk sesaji (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006). Selama ini kebanyakan dari masyarakat hanya menilai manggis dari satu sisi saja. Masyarakat hanya menikmati rasa dari buah manggis, tanpa mereka tahu bahwa kulit buah manggis juga mempunyai manfaat, bahkan sangat bermanfaat, karena buah manggis banyak mengandung zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh seperti zat antioksidan, antibakteri, antiinflamasi, antikarsinogen dan antiproliferasi (Sukarti dkk., 2008).Kulit buah manggis merupakan salah satu bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional karena memiliki beragam khasiat. Kulit dari buah manggis ini sangat baik dikonsumsi untuk mencegah penuaan dini. Kandungan antioksidannya lebih besar daripada yang terkandung dalam jeruk maupun pada daging buahnya sendiri. Zat aktif xanthone merangsang regenerasi sel rusak secara cepat sehingga membuat awet muda dan berperan menangkal radikal bebas (Sugito, 2003).Peneliti memutuskan untuk memilih kulit buah manggis sebagai obyek penelitian dikarenakan oleh mudahnya akses untuk mendapatkan buah ini karena lebih banyak dibudidayakan daripada jenis lain terutama di Indonesia dan harganya yang relatif terjangkau daripada jenis lain sehingga memungkinkan masyarakat untuk membeli dan mengonsumsinya secara berkesinambungan.Hepar sebagai organ yang bertugas memetabolisme zat-zat yang masuk ke dalam tubuh sangat rentan terhadap zat beracun. Parasetamol dengan dosis yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan hepar. Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui adakah hubungan konsumsi kulit buah manggis terhadap kerusakan hepar dari pemberian dosis toksik parasetamol.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas,maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostanaL.) berpengaruh pada gambaran histologi hepar tikus galur wistar yang diinduksi dengan parasetamol dosis toksik?

1.3 Tujuan PenelitianMengetahui pengaruh dari ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostanaL.) yang mengandung zat pelindung hepar terhadap kerusakan struktur hepar yang disebabkan oleh konsumsi parasetamol.1.4 Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak,antara lain:1. Sebagai informasi fokus kinerja dari senyawa ekstrak kulit manggis terhadap struktur histologi hepar.2. Sebagai data pertimbangan dalam pengembangan obat tradisional untuk fungsi hepar.3. Sebagai bahan informasi penelitian lebih lanjut mengenai uji keamanan obat tradisional pada fungsi hepar.4. Sebagai pengembang dan penambah pengetahuan dalam ruang lingkup histologi dan farmakologi.

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA2.1 ManggisManggis dengan nama latin Garcinia mangostana Linn. Merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan Asia Tenggara, seperti di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Tanaman manggis mudah dijumpai di Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Tanaman yang sekerabat dengan kandis ini dapat mencapai tinggi 25 m dengan diameter batang mencapai 45 cm. Pohon manggis mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-600 m dpl, suhu udara rata-rata 20-300C, pH tanah berkisar 5-7. Lahan dengan pH asam seperti di lahan gambut, manggis tetap mampu tumbuh dengan baik. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan manggis berkisar 1500-300 mm/tahun yang merata sepanjang tahun (Mardiana, 2012). Pohon manggis memiliki cabang yang teratur, berkulit cokelat, dan bergetah. Bentuk buahnya khas, kulitnya berwarna merah keunguan ketika matang, terdapat varian warna lain di kulit, yakni merah cerah. Buah manggis memiliki beberapa ruang atau segmen dengan satu biji pada tiap segmennya, namun yang dapat menjadi biji sempurna hanya 1-3 biji. Setiap biji diselubungi oleh selaput berwarna putih bersih, halus, disertai rasa segar. Secara organoleptik, rasa manggis cenderung seragam, yaitu manis, asam, sedikit sepat (Mardiana, 2012).Menurut Tjitrosoepomo (1994), kedudukan taksonomi dari Garcinia mangostana Linn. yaitu :Kingdom : PlantaeDivisi : SpermatophytaSub divisi : AngiospermaeKelas : DicotyledonaeOrdo : GuttiferanalesFamili : GuttiferaeGenus : GarciniaSpesies : Garcinia mangostana Linn.

Buah manggis dapat disajikan dalam keadaan segar. Komponen terbesar dari buah manggis adalah air, yaitu 83%. Komponen protein dan lemak yang dikandung sangat kecil. Buah manggis tidak mengandung vitamin A, tetapi mengandung vitamin B1 dan vitamin C. Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa rebusan kulit buah manggis memiliki efek antidiare. Menurut Kastaman (2007), buah manggis muda memiliki efek speriniostatik dan spermisida. Secara tradisional buah digunakan untuk mengobati diare, radang, amandel, keputihan, disentri, wasir dan borok. Kulit buah manggis digunakan untuk mengobati sariawan, disentri, nyeri urat, sembelit dan kulit batang digunakan untuk mengatasi nyeri perut dan akar untuk mengatasi haid yang tidak teratur. Kandungan metabolit sekunder dalam kulit buah manggis yaitu tannin dan xanthone. Xanthone merupakan substansi kimia alami yang tergolong senyawa polyphenolic. Xanthone sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh sebagai antioksidan, antiproliferatif, antiinflamasi dan antimikroba (Mardiana, 2012). Menurut Soedibyo (1997) dalam Alam Sumber Kesehatan, senyawa xanthone, mangostin, garsinone, flavonoid dan tannin di buah manggis merupakan senyawa bioaktif fenolik. Senyawa-senyawa ini diduga berperan dalam menentukan jumlah antioksidan di manggis. Kulit buah manggis yang mengandung senyawa xanthone memiliki fungsi antioksidan tinggi sehingga dapat menetralkan dan menghancurkan radikal bebas yang memicu munculnya penyakit degeneratif, seperti kanker, jantung, arthritis, katarak, dan diabetes mellitus.

2.2 ParasetamolParasetamol atau asetaminofen merupakan salah satu dari obat yang sering digunakan. Parasetamol bertanggung jawab atas efek analgesiknya. Parasetamol tidak termasuk golongan AINS karena efek antiinflamasinya kecil sekali. Dia bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam susunan saraf pusat yang mempengaruhi pusat hipotalamus untuk pengontrolan suhu tubuh. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Di Indonesia, parasetamol tersedia sebagai obat bebas dan dapat dengan mudah mendapatkanya. Efek analgesic parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, dan keadaan lain. Parasetamol tidak menimbulkan gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa. Sebagai analgesik sebaiknya parasetamol tidak diberikan terlalu lama karena menimbulkan nefropati analgesik. Reaksi alergi karena parasetamol jarang terjadi. Manifestasi dari reaksi alergi berupa eritem atau urtikaria. Parasetamol juga menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Hal ini dapat terjadi karena mekanisme autoimun, defisiensi G6PD, dan metabolit yang abnormal (Katzung, 1998; Wilmana dan Gunawan, 2007).

2.2.1 FarmakokinetikParasetamol diberikan secara peroral. Absorbsinya cepat dan sempurna melalui saluran cerna, tergantung pada kecepatan pengosongan lambung (Katzung, 1998). Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein plasma dan sebagian dimetabolisme enzim mikrosom hati.

2.2.2 FarmakodinamikSemua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan siklooksigenase. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik (Aris, 2009).2.2.3 Patogenesis Parasetamol Pada HeparPada kondisi normal, parasetamol mengalami glukuronidasi dan sulfasi dimana 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat (Wilmana dan Gunawan, 2007). Hasil konjugasi ini akan dieliminasi lewat urin. Selain itu dalam jumlah kecil (4%) diubah menjadi metabolit reaktif berupa senyawa antara yang reaktif dan toksik yaitu Nasetil- p-benzoquinonimin (NAPQI) (Brunton et al., 2006). NAPQI dibentuk dengan adanya bioaktivasi parasetamol melalui sistem sitokrom P-450 (Klaassen dan Watkins, 2003). Metabolit tersebut kemudian didetoksifikasi oleh glutation hati menjadi metabolit sistin dan metabolit merkapturat yang non toksik. Pada dosis tinggi, jalur konjugasi parasetamol menjadi jenuh sehingga banyak parasetamol menjadi metabolit NAPQI, sebagai akibatnya terjadi deplesi glutation hati, bahkan kandungan glutation hati dapat dihabiskan (paling tidak berkurang 20-30% harga normal). Akibatnya NAPQI akan membentuk ikatan kovalen dengan protein sel hati secara irreversibel sehingga akan menyebabkan terjadinya kematian sel atau nekrosis sel hati (Murray et al., 2003).

2.2.4 Dosis dan Efek SampingParasetamol aman diberikan dengan dosis 325-500 mg 4 kali sehari pada orang dewasa dan untuk anak-anak dalam dosis yang lebih kecil yang sebanding (Katzung, 1998). Pemberian parasetamol juga dapat menimbulkan efek samping. Efek samping dari parasetamol tergantung pada dosis yang diberikan. Akibat dari dosis toksik parasetamol yang paling serius adalah nekrosis hati, nekrosis tubulus renalis serta koma hipoglikemi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg /kg BB) setelah 48 jam menelan parasetamol. Kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrolobularis (Wilmana dan Gunawan, 2007). Dosis 20-25 gram atau lebih dapat berakibat fatal. Sekitar 10% pasien keracunan yang tidak mendapatkan pengobatan yang spesifik berkembang menjadi kerusakan hati yang hebat, dari yang disebutkan tadi, 10-20% akhirnya meninggal karena kegagalan fungsi hati.Hepatotoksisitas karena parasetamol pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1966.

2.3 Hepar2.3.1 Anatomi Hepar

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates (Hadi, 2002). Hepar merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks, dimana fungsi hepar dalam sistem sirkulasi adalah untuk menampung, mengubah, menimbun metabolit, menetralisasi dan mengeluarkan substansi toksik yang terbawa oleh aliran darah. Sebagian besar darah yang menuju ke hepar dipasok dari vena porta, dan sebagian kecil dipasok dari arteri hepatika (Amirudin, 2007).

2.3.2 Histologi Hepar

Secara mikroskopis, di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas lembaran sel hepar berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Diantara lembaran sel hepar terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid, sinusoid merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hepar, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu, dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hati (Price dan Wilson, 1994).a. Lobulus Hepar Secara fungsional, lobulus hepar dibagi dalam tiga zona: 1) Zona 1: zona aktif, sel-sel paling dekat pembuluh darah, akibatnya zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk. 2) Zona 2: zona intermedia, sel-selnya memberi respon kedua terhadap darah. 3) Zona 3: zona pasif, aktivitas sel-selnya rendah dan tampak aktif bila kebutuhan meningkat (Leeson et al., 1996). Lobulus hepar berbentuk poligonal dengan ukuran 0,7 x 2 mm. Lobulus-lobulus ini dipisahkan oleh jaringan pengikat dan pembuluh darah. Daerah ini disebut trigonum portae yang berisi cabang arteri hepatika, cabang vena porta, cabang duktus biliferus, dan anyaman pembuluh limfe (Junqueira et al., 1995).b. Parenkim HeparParenkim hepar terdiri atas sel-sel hepar (hepatosit). Hepatosit tersusun berderet secara radier dalam lobulus hepar. Lempeng-lempeng hepatosit ini secara radial bermula dari tepian lobulus menuju ke vena sentralis sebagai pusatnya. Lembaran- lembaran ini bercabang-cabang dan beranastomose secara bebas sehingga diantara lempeng-lempeng tersebut terdapat ruangan sinusoid. Sel hepar berbentuk poligonal dengan 6 atau lebih permukaan, berukuran sekitar 20-35 um, dengan membran sel yang jelas, inti bulat atau lonjong dengan permukaan teratur dan besarnya bervariasi. Permukaan sel hepar berkontak dengan dinding sinusoid melalui celah Disse dan juga kontak dengan permukaan hepatosit lain (Lesson et al., 1996).c. Sinusoid HeparSinusoid terdapat diantara lempeng-lempeng sel hepar dan mengikuti percabangannya (Eroschenko, 2000). Sinusoid merupakan pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri dari satu lapis endotel yang tidak kontinyu. Sinusoid mempunyai pembatas yang tidak sempurna dan memungkinkan pengaliran makromolekul dengan mudah dari lumen ke sel-sel hepar dan sebaliknya. Sinusoid dikelilingi dan disokong oleh selubung serabut retikuler halus yang penting untuk mempertahankan bentuknya. Sel-sel endotel dipisahkan dari hepatosit yang berdekatan oleh celah subendotel yang disebut celah Disse. Sinusoid juga mengandung sel-sel fagosit dari retikuloendotelial yang dikenal sebagai sel Kupffer, berbentuk stelat dengan sifat histologis seperti vakuola jernih, lisosom dan retikuloendoplasma granular tersebar di seluruh sitoplasma. Ini membedakan sel-sel Kupffer dan sel-sel endotel (Junqueira et al., 1995). Ruang-ruang sinusoid berbeda dengan kapiler yaitu garis tengahnya lebih besar (9-12 um) dan sel pembatasnya tidak seperti endotel biasa. Lamina basal sinusoid terputus-putus (Lesson et al., 1996).

2.3.3 Kerusakan Mikroskopik HeparKematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup disebut nekrosis. Nekrosis merupakan kematian sel lokal (Price dan Wilson, 1994). Nekrosis juga dapat diartikan sebagai proses perubahan morfologi sebagai akibat tindakan degenerasi progresif oleh enzim-enzim pada sel yang terjejas letal (Robbins dan Angell, 1976). Hepar normal memiliki kapasitas regenerasi yang luar biasa karena hepar merupakan organ tubuh yang paling sering menerima jejas. Pada jejas ringan, hepar dapat segera beregenerasi kembali pada fungsi semula. Namun, kapasitas cadangan hepar dapat habis apabila hepar terkena penyakit yang menyerang seluruh parenkim hepar sehingga timbul kerusakan pada hepar (Robbins et al., 2003). Kerusakan hepar yang berupa nekrosis dapat terjadi sebagai akibat dari pemberian parasetamol dengan dosis yang berlebihan (dosis toksik) .(Umumnya perubahan-perubahan yang terjadi pada sel nekrotik dapat terjadi pada semua bagian sel. Tetapi perubahan pada inti sel adalah petunjuk yang paling jelas pada kematian sel. Bagian sel yang telah mati intinya menyusut, batas tidak teratur dan berwarna gelap dengan zat warna yang biasa digunakan oleh para ahli patologi anatomi. Proses ini dinamakan piknosis dan intinya disebut piknotik (Price dan Wilson, 1994).Nekrosis hati akibat peroksidase lipid maupun radikal bebas dapat bersifat fokal, sentral, pertengahan, perifer atau masif. Kematian sel terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma. Perubahan morfologis awal berupa edema sitoplasma, dilatasi reticulum endoplasma dan disagregasi polisom. Terjadi akumulasi trigliserid sebagai butiran lemak dalam sel dan terjadi pembengkakan mitokondria progresif dengan kerusakan krista (Wenas, 1996). Stadium selanjutnya sel dapat mengalami degenerasi hidropik, susunan sel yang terpisah-pisah, inti sel piknotik (kariopiknosis) yaitu pengerutan inti sel dan kondensasi kromatin. Kemudian terjadi karioreksis yaitu fragmentasi inti yang meninggalkan pecahan-pecahan sisa inti berupa zat kromatin yang tersebar didalam sel. Selanjutnya terjadi kariolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat. Dengan perjalanan waktu, terjadi penghancuran dan pelarutan inti sel sehingga inti sel sama sekali menghilang, pecahnya membran plasma, dan nekrosis (Thomas, 1988).

2.3.4 Mekanisme Perlindungan Ekstrak Kulit Manggis Terhadap HeparXanton adalah kandungan pada kulit buah manggis yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Xanton sebagai antioksidan non enzimatis, secara signifikan menghambat aktivitas enzim sitokrom P-450 ( Robert et.al., 2009). Terhambatnya aktivitas enzim tersebut menurunkan jumlah NAPQI yang terbentuk sehingga detoksifikasi oleh Glutation (GSH) dapat maksimal.

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Ekstrak Kulit Manggis

2.1 HipotesisPemberian ekstrak kulit manggis memiliki efek perlindungan terhadap hepar yang ditunjukkan dengan tidak adanya peningkatan kadar SGPT tikus wistar yang diinduksi parasetamol dosis toksik.

BAB 3. METODE PENELITIAN3.1 Jenis PenelitianJenis penelitian yang digunakan adalah penelitian true exsperimental laboratories (Pratiknya, 2003). Penelitian true experimental laboratories merupakan kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang timbul akibat dari perlakuan tertentu (Notoatmojo, 2002). 3.2 Rancangan PenelitianSkema rancangan penelitian (Gambar 3.1)

D1K R

D2P1Po S

D3P2Keterangan:Po: PopulasiS: SampelR: RandomisasiK: Kelompok kontrol tanpa pemberian ekstrak kulit manggis maupun parasetamolP1: Kelompok perlakuan dengan pemberian larutan placebo peroral selama 10 hari dan parasetamol dosis toksik (tunggal = 1260 mg/kgBB) pada hari ke 8P: Kelompok perlakuan dengan dosis ekstrak kulit buah manggis sebanyak 200 mg/kgBB/hari selama 10 hari dan parasetamol dosis toksik (tunggal = 1260 mg/kgBB) pada hari ke 8D1: Data kelompok kontrol tanpa pemberian ekstrak kulit manggis maupun parasetamol D2: Data kelompok perlakuan dengan pemberian larutan placebo peroral selama 10 hari dan parasetamol dosis toksik (tunggal = 1260 mg/kgBB) pada hari ke 8D3: Data kelompok perlakuan dengan dosis ekstrak kulit buah manggis sebanyak 200 mg/kgBB/hari selama 10 hari dan parasetamol dosis toksik (tunggal = 1260 g/kgBB) pada hari ke 83.3 Besar SampelPopulasi hewan coba yang digunakan dalam percobaan ini sebesar 100 ekor tikus wistar jantan dengan kondisi sehat, umur 2 bulan dan beratnya seragam yaitu 150-200 gram.Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah motode simple random sampling. Besar sampel pada penelitian ini menurut Ngatidjan (2006) dalam bukunya menyebutkan minimal 4 ekor hewan coba di setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 15 ekor tikus yang terdiri dari 5 ekor kelompok kontrol dan 10 ekor kelompok perlakuan.3.4 Tempat dan Waktu Penelitian Perlakuan dilakukan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember, pembuatan preparat histopatologi di Laboratorium Patologi Anatomi RSUD dr.Soebandi Jember dan pemeriksaan sediaan histopatologi ginjal hewan coba dilakukan di Laboratorium Histopatologi Fakultas Universitas Jember. Waktu pelaksanaan perlakuan pada bulan Oktober 2013 dan pemeriksaan sediaan histopatologi ginjal hewan coba pada Oktober 2013.3.5 Variabel Penelitian3.5.1 Variabel BebasVariabel bebas adalah parasetamol dosis toksik 1260 mg/ kgBB pada hari ke 8 dan 200 mg/kgBB ekstrak kulit manggis.3.5.2 Variabel TergantungYang merupakan variable tergantung dalam penelitian ini adalah perubahan sel-sel hepar tikus.3.5.3 Variabel TerkendaliJenis (galur) tikus, jenis kelamin tikus, berat badan tikus, usia tikus, pemeliharaan tikus, masa percobaan dan waktu perlakuan.3.6 Definisi Operasional Variabel3.6.1 Larutan ParasetamolLarutan parasetamol adalah larutan yang dibuat dari sediaan bubuk parasetamol yang ditimbang sesuai dosis toksik (tunggal) untuk masingmasing tikus (2 g/kgBB), dilarutkan dalam larutan CMC 1%. Masing-masing tikus membutuhkan 2 ml larutan parasetamol dan dalam 2 ml larutan parasetamol tersebut dibutuhkan 0,25 gr bubuk CMC dicampurkan dengan 1260 mg/kgBB parasetamol, dan dilarutkan dalam aquadest sampai diperoleh volume 2,5 ml. Larutan parasetamol ini diberikan pada tikus per oral dengan sonde lambung (tunggal) pada hari ke 8.3.6.2 Ekstrak Kulit Buah ManggisBahan penelitian yang digunakan adalah kulit buah manggis kering. Ekstraksi kulit buah manggis dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. 3.6.3 Larutan placeboLarutan placebo yang digunakan adalah aquades.3.6.4 Kerusakan Sel CobaPerubahan sel-sel hepar tikus adalah perubahan seluruh sel-sel hepar tikus yang diamati secara mikroskopik melalui pembuatan preparat histopatologi ginjal dengan pembesaran 40x dan dilanjutkan dengan pembesaran 100x. Besarnya poin kerusakan histologi dinilai dengan cara menghitung kerusakan pada sel-sel hepar berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis. Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan poin kerusakan histologis hepar.3.6.5 Umur Hewan CobaDitentukan berkisar 2-3 bulan, karena pada umur ini hewan coba telah matur.3.6.6 Jenis Hewan CobaTikus Wistar jantan, yaitu tikus dari strain Wistar berjenis kelamin jantan relatif lebih kuat dan agar penelitian tidak terganggu oleh kehamilan, dengan rata-rata berat badan 150-200 gram dan berkisar 2-3 bulan, karena pada umur ini hewan coba telah matur.3.6.7 Pemeliharaan dan Perlakuan Hewan CobaPemeliharaan dan perawatan hewan coba di sebuah kandang berukuran 45 x 30 x 20 cm. Dimana terdapat 1 kandang kontrol dan 2 kandang perlakuan yang masing-masing berisi 5 ekor hewan coba dengan pemberian makanan campuran pellet dan minum berupa air keran pada semua kandang, hanya saja ditambahkan ekstrak kulit buah manggis masing-masing 200 mg /kgBB untuk kelompok perlakuan. 3.6.8 Waktu dan Lama PerlakuanPerlakuan dilakukan pada saat hewan coba tenang. Lama perlakuan adalah 10 hari agar dapat dilihat efek yang timbul pada ginjal hewan coba terhadap pemberian ekstrak kulit buah manggis. Pada hari ke 8 diberikan parasetamol dosis toksik (tunggal) dan ditunggu 72 jam untuk melihat efek toksiknya yang kemudian semua tikus dibunuh.

3.7 Instrumen dan Bahan Penelitian3.7.1 Alat Untuk Pemeliharaan Hewan Coba :a.Kandang hewan coba berukuran 45x30x20 cmb.Botol minuman hewan cobac.Wadah makanan hewan cobad. Kawat dan kasa penutup kandange.Sekam untuk alas kandangf.Sonde3.7.2 Alat Untuk Pengambilan Hepar Hewan Coba serta Mengamati Sediaan Histopatologi Hepar Hewan Coba :a.Mikrotomb.Guntingc.Papan fiksasid.Jarum pentule.Pinsetf.Scapel3.7.3 Bahan PerlakuanEkstrak kulit buah manggis dan larutan parasetamol dosis toksik.3.7.4 Bahan PemeriksaanBahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ hepar tikus yang sudah mendapat perlakuan, alkohol, xylol, parafin, pewarnaan HE.

3.8 Prosedur Penelitian3.8.1 Adaptasi Hewan CobaSebelum penelitian dimulai, tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama satu minggu di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Makanan diberikan dalam jumlah tertentu berdasarkan berat badan, berdasarkan standar laboratorium (10 gram/kgBB). Minuman diberikan secara ad libitum.3.8.2 Perlakuan Hewan Coba Tikus Wistar jantan sebanyak 15 ekor yang telah diadaptasikan selama satu minggu dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan (P). Kelompok K adalah kelompok kontrol yang tidak mendapatkan pemberian parasetamol maupun ekstrak kulit manggis, kelompok P1 adalah kelompok perlakuan yang diberikan larutan parasetamol tanpa mendapat pemberian ekstrak kulit manggis, kelompok P2 diberi ekstrak kulit buah manggis sebanyak 200 mg/kgBB/hari dilanjutkan dengan pemberian larutan parasetamol dosis toksik.Pemberian ekstrak kulit buah manggis dilakukan per oral dengan menggunakan alat bantu sonde lambung, yang bertujuan mencegah ekstrak tersebut dimuntahkan dalam jumlah tertentu setiap kali pemberian. Hal ini dilakukan 1x/hari, setiap hari, selama 10 hari, pemberian obat hanya dilakukan 1x pada hari ke 8 yang juga dilakukan per oral. Berat badan tikus ditimbang setiap hari dengan tujuan menyesuaikan dosis obat dengan berat badan tikus. Selain itu juga selalu diperhatikan mengenai makanan., yang diberikan sesuai berat badan, dan minumannya, yang diberikan secara ad libitum.3.8.3 Pengambilan Ginjal dan Sediaan Histopatologi Ginjal Hewan CobaPada hari ke 11, seluruh hewan coba dieuthanasia. Euthanasia dilakukan dengan mengikuti aturan bioetik dari European Community Council Directive of State (24 November 1986) mengenai proteksi hewan coba (Editors office of Veterinarski Archive, 2001) yaitu menggunakan dietil eter. Pengambilan ginjal hewan coba dengan beralaskan papan fiksasi dan hewan coba difiksasi menggunakan jarum pentul yang ditusukkan pada ujung keempat ekstremitasnya. Setelah itu abdomen hewan coba didiseksi dan ginjalnya diambil. Hepar diletakkan pada toples berisi larutan formalin 10% kemudian tutup toples dengan rapat.Toples-toples yang telah berisi hepar hewan coba dibawa ke Laboratorium Patologi Anatomi RSU dr. Soebandi Jember untuk dijadikan sediaan histopatologi dengan menggunakan metode parafin dan pewarnaan HE.3.9 Analisis Data Penelitian Data yang diperoleh dilakukan tabulasi. Kemudian dilakukan uji untuk normalitas data dengan p > 0,05 Kologorov smirnov. Jika data yang diperoleh terdistribusi normal, maka dilanjutkan menggunakan uji perbandingan rata-rata dengan t-test one sample .

3.10 Alur Penelitian

N Sampel(Gambar 3.2)Hari ke 1-7

P1P2K

Hari ke 8

Larutan Parasetamol tunggal 1260 mg/kgBB + Larutan PlaceboLarutan Parasetamol Tunggal 1260 mg/kgBB + Ekstrak Kulit Buah Manggis 200 mg/kgBB/hariAquades

Hari ke 9-10

Hari ke 11

Ekstrak Kulit Buah Manggis 200 mg/kgBB/hariAquades

Larutan Placebo

Pemeriksaan Histologi Ginjal Tikus

Analisis Statistik

DAFTAR PUSTAKAMohan, Erdaliza, Tengku. 2008. INVESTIGASI KEMATIAN DENGAN TOKSIKOLOGI FORENSIK. Diakses dari Files of DrsMed FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)Tambunan GW. 1994. Patologi gastroenterologi. Jakarta : EGCKelompok Kerja Ilmiah Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica. 1991. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia, dan Pengujian Klinik. JakartaEroschenko V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 9. Jakarta : EGCBalai Penelitian Tanaman Buah, 2006. Organisme Pengganggu Tanaman Manggis. Warta Penelitian dan PengembanganSukarti, Tati. Dkk. 2008. Teknologi dan Pengembangan Bahan Pewarna dari Kulit Buah Manggis. Jurnal disampaikan pada Workshop Roadmap dan Teknologi Pengembangan Agroindustri Buah Manggis dalam Upaya Akselerasi Ekspor.Sugito, J. 2003. Kamus Pertanian Umum. Jakarta: Penebar SwadayaMardiana, Lina.2012. Ramuan dan Khasiat Kulit Manggis. Jakarta : Penebar Swadaya.Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Cetakan I. Yogyakarta: Gajah Mada University PressKastaman, Roni. 2007. ANALISIS PROSPEKTIF PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN MANGGIS(Garcinia mangostana) DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI(STUDI KASUS DI KECAMATAN PUSPAHIANG KABUPATEN TASIKMALAYA). Jurusan Teknik & Manajemen Industri Pertanian. Universitas PadjajaranSoedibyo, M. 1997. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan. Jakarta: Balai Pustaka Katzung, G. Bertram, 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi keenam, EGC,JakartaP. Freddy Wilmana. 2007. Analgesik Anti Inflamasi Non Steroid. Dalam : Sulistia Gan Gunawan, Rianto Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, ed. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI. Gunawan, Aris. 2009. Perbandingan Efek Analgesik antara Parasetamol dengan Kombinasi Parasetamol dan Kafein pada Mencit. Jurnal Biomedika, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2009Brunton, LL. 2006. Goodman & Gillmans The Pharmalogical Basis The Therapeutics. 11 ed. USA: Mc GrawHillKlaasen, C.D. & Watkins, J.B., 2003. Casarett and Doulls : Essentials Toxicology Mc Graw-Hill: New YorkMurray, et al. 2003. Biokimia Harper Edisi 25 Alih Bahasa Andry Hartono. Jakarta: Penerbit EGCSujono Hadi. 2002. Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung: AlumniAmirudin, Rifal. 2009. Fisologi dan Biokimia Hati. In : Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., Simadibrata, Marcellus., Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing, 627-633.Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1994.Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGCLeeson et al. 1996. Histologi Dasar. Jakarta: EGC.Junqueira, L.U dan Carneiro. 1995. Histologi Dasar. (Alih bahasa: Adji Dharma) Jakarta: CV EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Robbins, Stanley L. Angell, Marcia. 1976. Basic Pathology. W. B. SaundersRobbin and Cotran. Pathologic Basic of Disease 7 ed. Philadelpia: Elsevier incBernstein, Douglas, A., Roy, Edward, J., Srull. Thomas, K. & Wickens, Christoper,D. Wickens. 1988. Psychology. Boston : Houghon Mifflin CompanyPratiknya, A. W. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Notoatmodjo,S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Hal : 86-135.Robert, Dan, Josh, dkk. 2009. In Vitro Inhibition of Multiple Cytochrome P450 Isoforms byXanthone Derivatives from Mangosteen Extract. DRUG METABOLISM AND DISPOSITION Vol. 37, No. 9. Copyright 2009 by The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics. Pharmacokinetics and Drug Metabolism, Amgen, Inc., Seattle, Washington