02 halaman isi prosiding sinasja 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... ·...

10
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017 125 Perbandingan Ketelitian Geometrik Citra Satelit Resolusi Tinggi dan Foto Udara untuk Keperluan Pemetaan Rupabumi Skala Besar Geometric Accuracy Comparison between High Resolution Satellite Imagery and Aerial Photo for Large Scale Topographic Mapping Danang Budi Susetyo *) , Agung Syetiawan, Jali Octariady Badan Informasi Geospasial *) E-mail: [email protected] ABSTRAK - Selain foto udara, citra satelit resolusi tinggi (CSRT) saat ini merupakan data dasar yang digunakan untuk pemetaan Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:5.000. Meski digunakan untuk menghasilkan peta pada level skala yang sama, namun foto udara dan CSRT memiliki perbedaan spesifikasi terkait kualitas geometriknya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kemampuan data CSRT dan foto udara, sehingga bisa menjadi salah satu landasan dalam membuat kebijakan terkait. Aspek yang dikaji adalah ketelitian geometrik CSRT dan foto udara dari sisi resolusi dan akurasi posisi. Data CSRT yang digunakan adalah citra hasil orthorektifikasi, yaitu wilayah Bolaang Mongondow Timur, Ambon, Sumba Timur, Morowali, Kualatanjung, dan Gorontalo, sedangkan data foto udara yang digunakan adalah wilayah Palu dan Bogor. Sebagai perbandingan hasil digunakan acuan standar di negara lain seperti American Society for Photogrammetry and Remote Sensing (ASPRS) dan National Technical Document For Establishing Cartographic Base in India. Hasil penelitian menunjukkan ketelitian geometri CSRT berada pada skala 1:5.000 kelas 2 dan 3, sedangkan ketelitian foto udara berada pada skala 1:5.000 kelas 1. Secara resolusi, foto udara 2-4 kali lebih detail dari CSRT. Meski demikian, CSRT memiliki keunggulan yaitu cakupan footprint yang jauh lebih luas daripada foto udara, sehingga dalam keperluan praktis CSRT lebih sering digunakan untuk menghasilkan data RBI skala besar dibandingkan foto udara. Kata kunci: ketelitian geometrik, CSRT, foto udara, peta rupabumi, akurasi, resolusi ABSTRACT - Beside aerial photo, high resolution satellite imagery nowadays is basic data to create a topographic map in scale 1:5,000. Although it is used to produce a map in same scale level, aerial photo and high resolution satellite imagery have different specifications in geometric accuracy. This research aims to gets an idea of data capabilities of high resolution satellite imagery and aerial photo, so it can be one of reason in making the related policy. The aspects studied are the geometric accuracy of high resolution satellite imagery and aerial photo from resolution and position accuracy. High resolution satellite imagery used are orthorectified images, they are East Bolaang Mongondow, Ambon, East Sumba, Morowali, Kualatanjung, and Gorontalo, while aerial photos used are Palu and Bogor area. As a comparison for the result, we use the standard in other countries such as American Society for Photogrammetry and Remote Sensing (ASPRS) and National Technical Document For Establishing Cartographic Base in India. The result shows that geometric accuracy of high resolution satellite imagery is on scale 1:5,000 class 2 and 3, while aerial photo accuracy is on scale 1:5,000 class 1. In the resolution, aerial photo 2-4 times more detail than high resolution satellite imagery. Nevertheless, high resolution satellite imagery has superiority in wider footprint coverage, so in practical necessities high resolution satellite imagery more often used to produce large scale topographic map than the aerial photo. Keywords: geometric accuracy, high resolution satellite imagery, aerial photo, topographic map, accuracy, resolution 1. PENDAHULUAN Selain foto udara, citra satelit resolusi tinggi (CSRT) saat ini merupakan data dasar yang digunakan untuk pemetaan Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:5.000. Data citra satelit yang digunakan beragam, mulai dari Quickbird, Worldview, hingga Pleiades. CSRT yang digunakan adalah citra satelit yang memiliki resolusi spasial lebih baik dari 0,65 meter dengan sudut pengambilan data sebesar ≤ 20° tegak lurus terhadap bumi. Citra satelit juga harus dilengkapi dengan informasi parameter orbit satelit dan parameter sensor dengan tutupan awan ≤ 10% dari keseluruhan data citra. Citra satelit dianggap merupakan solusi yang paling tepat saat ini untuk mempercepat penyelenggaraan peta dasar 2D (tanpa kontur) di Indonesia karena cakupan data CSRT lebih luas dan ketersediaan data yang lebih memadai. Saat ini, kegiatan pemetaan dasar menggunakan data CSRT sudah mulai banyak dilakukan, baik yang diselenggarakan langsung oleh BIG maupun yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.

Upload: others

Post on 12-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

125

Perbandingan Ketelitian Geometrik Citra Satelit Resolusi Tinggi dan Foto Udara untuk Keperluan Pemetaan Rupabumi Skala Besar

Geometric Accuracy Comparison between High Resolution Satellite Imagery

and Aerial Photo for Large Scale Topographic Mapping

Danang Budi Susetyo*), Agung Syetiawan, Jali Octariady

Badan Informasi Geospasial

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK - Selain foto udara, citra satelit resolusi tinggi (CSRT) saat ini merupakan data dasar yang digunakan untuk pemetaan Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:5.000. Meski digunakan untuk menghasilkan peta pada level skala yang sama, namun foto udara dan CSRT memiliki perbedaan spesifikasi terkait kualitas geometriknya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kemampuan data CSRT dan foto udara, sehingga bisa menjadi salah satu landasan dalam membuat kebijakan terkait. Aspek yang dikaji adalah ketelitian geometrik CSRT dan foto udara dari sisi resolusi dan akurasi posisi. Data CSRT yang digunakan adalah citra hasil orthorektifikasi, yaitu wilayah Bolaang Mongondow Timur, Ambon, Sumba Timur, Morowali, Kualatanjung, dan Gorontalo, sedangkan data foto udara yang digunakan adalah wilayah Palu dan Bogor. Sebagai perbandingan hasil digunakan acuan standar di negara lain seperti American Society for Photogrammetry and Remote Sensing (ASPRS) dan National Technical Document For Establishing Cartographic Base in India. Hasil penelitian menunjukkan ketelitian geometri CSRT berada pada skala 1:5.000 kelas 2 dan 3, sedangkan ketelitian foto udara berada pada skala 1:5.000 kelas 1. Secara resolusi, foto udara 2-4 kali lebih detail dari CSRT. Meski demikian, CSRT memiliki keunggulan yaitu cakupan footprint yang jauh lebih luas daripada foto udara, sehingga dalam keperluan praktis CSRT lebih sering digunakan untuk menghasilkan data RBI skala besar dibandingkan foto udara.

Kata kunci: ketelitian geometrik, CSRT, foto udara, peta rupabumi, akurasi, resolusi

ABSTRACT - Beside aerial photo, high resolution satellite imagery nowadays is basic data to create a topographic map in scale 1:5,000. Although it is used to produce a map in same scale level, aerial photo and high resolution satellite imagery have different specifications in geometric accuracy. This research aims to gets an idea of data capabilities of high resolution satellite imagery and aerial photo, so it can be one of reason in making the related policy. The aspects studied are the geometric accuracy of high resolution satellite imagery and aerial photo from resolution and position accuracy. High resolution satellite imagery used are orthorectified images, they are East Bolaang Mongondow, Ambon, East Sumba, Morowali, Kualatanjung, and Gorontalo, while aerial photos used are Palu and Bogor area. As a comparison for the result, we use the standard in other countries such as American Society for Photogrammetry and Remote Sensing (ASPRS) and National Technical Document For Establishing Cartographic Base in India. The result shows that geometric accuracy of high resolution satellite imagery is on scale 1:5,000 class 2 and 3, while aerial photo accuracy is on scale 1:5,000 class 1. In the resolution, aerial photo 2-4 times more detail than high resolution satellite imagery. Nevertheless, high resolution satellite imagery has superiority in wider footprint coverage, so in practical necessities high resolution satellite imagery more often used to produce large scale topographic map than the aerial photo.

Keywords: geometric accuracy, high resolution satellite imagery, aerial photo, topographic map, accuracy, resolution

1. PENDAHULUAN

Selain foto udara, citra satelit resolusi tinggi (CSRT) saat ini merupakan data dasar yang digunakan untuk pemetaan Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:5.000. Data citra satelit yang digunakan beragam, mulai dari Quickbird, Worldview, hingga Pleiades. CSRT yang digunakan adalah citra satelit yang memiliki resolusi spasial lebih baik dari 0,65 meter dengan sudut pengambilan data sebesar ≤ 20° tegak lurus terhadap bumi. Citra satelit juga harus dilengkapi dengan informasi parameter orbit satelit dan parameter sensor dengan tutupan awan ≤ 10% dari keseluruhan data citra. Citra satelit dianggap merupakan solusi yang paling tepat saat ini untuk mempercepat penyelenggaraan peta dasar 2D (tanpa kontur) di Indonesia karena cakupan data CSRT lebih luas dan ketersediaan data yang lebih memadai. Saat ini, kegiatan pemetaan dasar menggunakan data CSRT sudah mulai banyak dilakukan, baik yang diselenggarakan langsung oleh BIG maupun yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.

Page 2: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Perbandingan Ketelitian Geometrik Citra Satelit Resolusi Tinggi dan Foto Udara untuk Keperluan Pemetaan Rupabumi Skala Besar (Susetyo, dkk.)

126

Di sisi lain, meski digunakan untuk menghasilkan peta dasar pada level skala yang sama, namun foto udara dan CSRT memiliki perbedaan spesifikasi terkait kualitas geometriknya. Resolusi CSRT berkisar antara 0,3-0,6 m, sedangkan resolusi orthofoto yang diproduksi oleh BIG adalah 0,15 m. Selain itu, secara akurasi CSRT juga menghasilkan ketelitian yang lebih rendah dibandingkan dengan foto udara. Perbedaan spesifikasi tersebut tentu berpengaruh terhadap peta dasar yang dihasilkan, seperti dari akurasi posisi dan tingkat kedetailan objeknya.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran mengenai kemampuan data CSRT dan foto udara untuk menghasilkan peta RBI skala besar. Parameter yang digunakan adalah akurasi posisi dan resolusi spasial dari kedua data tersebut. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu pertimbangan para pembuat kebijakan untuk dalam penentuan data dasar untuk pemetaan RBI skala besar.

2. METODE

Data CSRT yang digunakan adalah citra satelit wilayah Bolaang Mongondow Timur, Ambon, Sumba Timur, Morowali, Kualatanjung, dan Gorontalo yang kemudian dilakukan proses orthorektifikasi. Proses orthorektifikasi dilakukan dengan mengacu pada Ground Control Point (GCP) yang diukur menggunakan perangkat GPS geodetik. Penentuan titik GCP tersebar secara merata dengan komposisi yang optimal sesuai dengan cakupan citra masing-masing wilayah. Evaluasi ketelitian citra dilakukan dengan menggunakan Independent Check Point (ICP) yang diukur bersamaan saat proses GCP di lapangan. Hasil evaluasi ketelitian ini digunakan untuk mendapatkan nilai ketelitian geometri citra yang sudah terorthorektifikasi berdasarkan SNI Ketelitian Peta Dasar.

Ketelitian tersebut kemudian dibandingkan dengan ketelitian foto udara hasil triangulasi udara (aerial triangulation/ AT) dengan data yang digunakan adalah foto udara wilayah Palu. Area penelitian difokuskan pada wilayah pemukiman padat, dengan GCP sejumlah 3 titik dan ICP sejumlah 4 titik. Uji akurasi juga dilakukan pada dua model yang berbeda ketika titik tersebut tercakup dalam dua model. Contoh titik ICP dalam bentuk premark dan TTG (Titik Tinggi Geodesi) dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. ICP berupa (a) premark, (b) TTG

Selain ketelitian geometri, resolusi spasial juga dibandingkan. Foto udara dan CSRT sama-sama digunakan untuk menghasilkan peta RBI skala 1:5.000, namun resolusi kedua data tersebut berbeda, yang pada akhirnya dapat berpengaruh pada level of detail dari peta yang dihasilkan. Perbandingan kedua aspek tersebut kemudian dikaitkan dengan standar ketelitian peta di Indonesia, yaitu SNI Ketelitian Peta Dasar. Standar peta dasar di negara lain seperti American Society for Photogrammetry and Remote Sensing (ASPRS) dan National Technical Document For Establishing Cartographic Base in India digunakan sebagai referensi perbandingan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Akurasi

Standar ketelitian horizontal untuk peta dasar di Indonesia terdapat pada Tabel 1, yang bersumber dari SNI Ketelitian Peta. Ketelitian dibagi menjadi tiga kelas, dengan kelas 1 adalah tingkat ketelitian tertinggi, sebaliknya kelas 3 adalah tingkat ketelitian terendah.

Page 3: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

127

Tabel 1. Ketelitian Peta Dasar Berdasarkan SNI Ketelitian Peta

Ketelitian Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

Horizontal 0,2 mm x bilangan skala 0,3 mm x bilangan skala 0,5 mm x bilangan skala

Vertikal 0,5 x interval kontur 1,5 x ketelitian kelas 1 2,5 x ketelitian kelas 1

Ketelitian geometri data CSRT Bolaang Mongondow Timur, Ambon, Sumba Timur, Morowali,

Kualatanjung, dan Gorontalo dapat dilihat pada Tabel 2. Seperti disebutkan pada tabel tersebut, ketelitian horizontal yang dihasilkan berada pada kisaran angka 1,4 m hingga 2,2 m. Berdasarkan SNI Ketelitian Peta Dasar, data Kualatanjung dikategorikan memenuhi ketelitian peta RBI skala 1:5.000 di kelas 2 (ketelitian horizontal berada pada range 1-1,5 m), sedangkan data CSRT wilayah lainnya berada di ketelitian skala 1:5.000 kelas 3 (ketelitian horizontal berada pada range 1,5-2,5 m).

Tabel 2. Hasil Ketelitian Horizontal Pengolahan Data CSRT di Beberapa Wilayah Penelitian

Wilayah Ketelitian Horizontal (m)

Bolaang Mongondow Timur 1,824

Ambon 2,254

Sumba Timur 2,095

Morowali 1,931

Kualatanjung 1,435

Gorontalo 1,613

Sementara AT yang dilakukan pada foto udara untuk wilayah Palu menghasilkan ketelitian 0,786 m

dengan residu masing-masing titik disajikan pada Tabel 3. Keseluruhan model hasil AT menunjukkan selisih nilai kurang dari 1 meter.

Tabel 3. Hasil Uji Akurasi AT

Model Titik ΔX ΔY

180050_180051 CP18 0.3002 0.5755

180051_180052 CP18 0.2657 0.3296

200030_200031 CP19 -0.0734 0.3172

190032_190033 TTG700 -0.4735 0.3846

190033_190034 TTG700 -0.6243 0.1706

200038_200039 TTG701 0.2071 0.2622

Melalui perbandingan tersebut, dapat dilihat bahwa foto udara memberikan ketelitian horizontal di bawah

1 m dan sesuai dengan ketelitian peta RBI masuk di kategori skala 1:5.000 kelas 1, sedangkan CSRT berada pada level ketelitian skala 1:5.000 kelas 2 dan 3. Artinya, meski sama-sama bisa digunakan untuk pemetaan skala 1:5.000, hasil penelitian ini menyatakan kualitas geometri foto udara lebih baik dibandingkan CSRT.

Hasil ini sejalan dengan beberapa penelitian tentang ketelitian geometri CSRT yang pernah dilakukan oleh BIG. Pengujian yang dilakukan pada citra wilayah Surabaya dan Tasikmalaya didapatkan ketelitian masing-masing 2,0335 m dan 2,0365 m dengan menggunakan DEM TerraSAR-X (Octariady dkk., 2016). Penelitian lainnya mengambil studi area wilayah Bali dengan membandingkan ketelitian orthorektifikasi menggunakan GCP dan tanpa GCP (orthosistematis). Hasilnya, ketelitian orthorektifikasi menggunakan GCP mencapai 2,3515 m, sedangkan citra orthosistematis mencapai 5,1203 m (Widyaningrum dkk., 2016). Perbandingan berbagai metode orthorektifikasi juga pernah diuji pada citra wilayah Lombok (tepatnya Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air), dengan ketelitian yang dihasilkan adalah 1,92744 m (menggunakan Toutin Model), 1,50011 m (menggunakan RPC dari vendor), dan 1,81887 m (menggunakan RPC dari GCP) (Octariady dkk., 2016).

Penelitian yang dilakukan di negara lain dapat menjadi perbandingan. Penelitian lainnya oleh Tang dkk. (2016) menyatakan citra Worldview-1 dengan metode direct space intersection memiliki RMSEx dan RMSEy

Page 4: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Perbandingan Ketelitian Geometrik Citra Satelit Resolusi Tinggi dan Foto Udara untuk Keperluan Pemetaan Rupabumi Skala Besar (Susetyo, dkk.)

128

masing-masing sebesar 1,39 m dan 0,99 m, sehingga RMSExy adalah 1,7 m dan ketelitian yang dihasilkan adalah 2,58 m. Ketelitian citra Quickbird pernah diuji oleh Amato dkk. (2004), dengan RMSExy di beberapa lokasi mencapai 1-5 m dan ketelitiannya mencapai 1,5-7,5 m. Melalui beberapa referensi tersebut, dapat dilihat bahwa untuk mencapai ketelitian peta RBI skala 1:5.000 dengan menggunakan data CSRT masih diperlukan effort yang cukup besar.

Sistem kelas pada ketelitian peta dasar di Indonesia salah satunya mengacu pada ASPRS Accuracy Standards for Large-Scale Maps tahun 1990. Dokumen tersebut menyebutkan akurasi peta dapat didefinisikan pada akurasi spasial yang lebih rendah, yaitu dua kali dari kelas 1 (untuk kelas 2), tiga kali dari kelas 1 (kelas 3), dst. Perbedaan setiap kelas juga dituangkan dalam Draft for Review ASPRS Accuracy Standards for Digital Geospatial Data yang dirilis pada tahun 2013 untuk menyesuaikan teknologi pemetaan terbaru, dinyatakan bahwa kelas 1 direkomendasikan untuk survei akurasi tinggi seperti keperluan engineering, kelas 2 untuk standar pemetaan akurasi tinggi, dan kelas 3 untuk visualisasi dengan akurasi yang rendah. Artinya, meski menggunakan sistem kelas, penggunaan peta untuk setiap kelas sudah diatur dengan jelas.

Meski demikian, dalam dokumen terbaru ASPRS, yaitu ASPRS Positional Accuracy Standards for Digital Geospatial Data, sistem kelas sudah tidak digunakan. ASPRS menyatakan sistem kelas sudah tidak relevan lagi dengan teknologi saat ini. Artinya, SNI Ketelitian Peta yang menggunakan sistem kelas juga perlu dipertimbangkan untuk merujuk pada perubahan standar yang dikeluarkan oleh ASPRS. Penyesuaian tersebut dapat berupa menghilangkan sistem kelas agar ketelitian peta absolut untuk setiap skala. Namun dapat kita lihat ketelitian horizontal CSRT tidak pernah masuk pada skala 1:5.000 kelas 1, sehingga jika tujuannya untuk percepatan, maka sistem kelas masih diperlukan. Jika demikian, maka SNI sebaiknya mencantumkan perbedaan masing-masing kelas, sehingga ada batasan-batasan dalam menggunakan masing-masing kelas seperti yang dinyatakan dalam draft for review ASPRS 2014.

Acuan standar lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah National Technical Document for Establishing Cartographic Base in India. Dokumen tersebut tidak merekomendasikan CSRT untuk pemetaan dasar skala 1:5.000. Dapat dilihat pada Tabel 4, CSRT baru bisa digunakan untuk pemetaan skala 1:7.500 atau lebih kecil. Bagian lain dalam dokumen tersebut juga menyebutkan skala 1:6.000 atau lebih besar tidak memungkinkan menggunakan satelit dengan resolusi 0,5 m sehingga harus menggunakan foto udara. Pernyataan tersebut diperkuat dengan Tabel 5. Artinya, India tidak merekomendasikan penggunaan CSRT untuk pemetaan dasar skala 1:5.000.

Melalui perbandingan-perbandingan tersebut, penggunaan CSRT untuk pemetaan RBI skala 1:5.000 dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, kualitas geometri CSRT berada di bawah foto udara, sehingga memungkinkan adanya perbedaan spesifikasi peta yang dihasilkan dari kedua data tersebut. Standar di India juga tidak merekomendasikan penggunaan CSRT untuk peta dasar skala 1:5.000, namun ASPRS dapat menjembatani permasalahan tersebut. Sistem kelas masih dapat digunakan, namun harus ada pernyataan yang menerangkan perbedaan dari masing-masing kelas tersebut secara tegas. Terlebih dengan cakupan footprint yang jauh lebih luas dari foto udara, CSRT merupakan alternatif paling realistis saat ini untuk memenuhi ketersediaan peta RBI skala 1:5.000.

Page 5: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

129

Tabel 4. Perbandingan Antara LiDAR, CSRT, dan Foto Udara Menurut National Technical Document for Establishing Cartographic Base in India

Features LIDAR High Resolution Satellite Stereo

Aerial Photogrammetry/Photo

Scale

Contour Interval

Contour Generation

0.5 m (1:5.000)

1 m (1:10.000)

2 m (1:25.000)

5 m Geoeye, Worldview and Ikonos (1m and

below)

(1:40.000 and Above)

10 m and Above

Target Map Scale

3D Feature Extraction

1:500 Feature Collection

possible, but for Higher accuracy

images are required

(1:3.500)

1:1000 (1:6.000)

1:2500 (1:12.500)

1:5000 (1:30.000)

1:7500 and

Above

Geoeye and Worldview

(0.5m)

(1:40.000 and Above)

Base Map creation

1:500 Feature Collection

possible, but for Higher accuracy

images are required

(1:3.500)

1:1000 (1:6.000)

1:2500 (1:12.500)

1:5000 (1:30.000)

1:7500 and

Above

Geoeye and Worldview

(0.5m)

(1:40.000 and Above)

Output Resolution

Ortho Photo Generation

0.1 m

(1:5.000)

0.25 m (1:15.000)

0.5 m (1:30.000)

1 m LiDAR alone will generate

DEM's

Geoeye, Worldview and Ikonos (1m and

below)

(1:50.000 and Above)

2.5 m

Geoeye, Worldview,

Ikonos, Cartosat1 (2.5m and

below)

5 m and Above

(Many Satellites)

Page 6: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Perbandingan Ketelitian Geometrik Citra Satelit Resolusi Tinggi dan Foto Udara untuk Keperluan Pemetaan Rupabumi Skala Besar (Susetyo, dkk.)

130

Tabel 5. Perbandingan Antara GSD Foto Udara dan CSRT Menurut National Technical Document for Establishing Cartographic Baperbandse in India

GSD Target Map Scale Comparisons

Aerial Satellite

AT GSD 10 cm 1:500 0.05 m Not Good

1:1.000 0.05 m Not Good

AT GSD 20 cm 1:2.000 0.10 m Not Good

1:2.500 0.10 m Not Good

1:3.000 0.10 m Not Good

1:4.000 0.10 m Not Good

1:5.000 0.10 m Not Good

AT GSD 50 cm 1:8.000 0.25 m 2.5 m

1:9.000 0.25 m 2.5 m

1:10.000 0.25 m 2.5 m

1:16.000 0.25 m 2.5 m

1:20.000 0.25 m 10.0 m

3.2 Resolusi

Berkaitan dengan resolusi, belum ada aturan resmi mengenai korelasi resolusi spasial dan skala peta yang dihasilkan. SNI Ketelitian Peta hanya mengatur tentang akurasi, tidak membahas GSD (Ground Sample Distance) atau resolusi yang disyaratkan. Spesifikasi foto udara yang dituangkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) Pemotretan Udara Digital yang dikeluarkan oleh BIG menyatakan GSD yang disyaratkan untuk pemotretan skala 1:5.000 adalah 15 cm. Data lainnya, yaitu CSRT, menggunakan beberapa jenis citra, seperti Quickbird (resolusi 0,6 m), Worldview-2 (resolusi 0,5 m), Worldview-3 (resolusi 0,3 m), dan Pleiades (resolusi 0,5 m).

Meski tidak disebutkan dalam KAK, resolusi orthofoto yang dihasilkan oleh BIG juga menggunakan angka 15 cm. Meski demikian, secara istilah GSD tidak sama dengan resolusi spasial. Draft for review ASPRS tahun 2013 menyebutkan GSD adalah dimensi linear dari footprint piksel di tanah pada foto sumber; sedangkan ukuran piksel adalah ukuran tanah dalam satu piksel pada produk orthofoto setelah proses rektifikasi dan resampling. Artinya, GSD lebih berkaitan dengan akuisisi data, sedangkan ukuran piksel lebih kepada hasil produknya. Dokumen ASPRS 2014 juga menguatkan dengan menyatakan GSD tidak boleh lebih dari 95% dari ukuran piksel orthofoto yang dihasilkan.

Jika merujuk pada spesifikasi yang dikeluarkan oleh ASPRS, seharusnya ukuran piksel pada orthofoto yang dihasilkan oleh BIG lebih rendah dari 15 cm, namun pada kenyataannya ukuran piksel pada orthofoto yang dihasilkan sama dengan GSD yang ditentukan pada saat akuisisi. Oleh karena itu, teriminologi GSD untuk pemetaan di Indonesia dapat dianggap sama dengan resolusi spasial. Karena disini GSD dianggap sama dengan resolusi, maka ada gap antara data dasar foto udara dengan CSRT yang sama-sama digunakan untuk pemetaan skala 1:5.000. Foto udara memiliki resolusi 0,15 m, sedangkan CSRT antara 0,3-0,6 m, atau foto udara sekitar 2-4 kali lebih detail daripada CSRT. Gambar 2 adalah contoh data orthofoto wilayah Bogor, dimana pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa resolusi spasialnya adalah 0,15 m.

Page 7: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

131

Gambar 2. Resolusi Orthofoto BIG (Data Foto Udara Bogor)

Dalam tabel yang dikeluarkan oleh ASPRS (Tabel 6), angka 15 cm berada dalam 7 interval. Sesuai dengan

tabel tersebut, untuk GSD 15 cm, skala peta yang sesuai adalah antara 1:600 sampai 1:1.200 di kelas 1. Untuk skala 1:4.000 kelas 1, dibutuhkan GSD sebesar 50-100 cm.

Tabel 6. Ketelitian Horizontal Dalam ASPRS 2014

ASPRS 2014 Equivalent to map scale in

Equivalent to map scale in NMAS

Horizontal Accuracy

Class RMSEx

and RMSEy

(cm)

RMSEr (cm)

Horizontal Accuracy at the 95% Confidence

Level (cm)

Approximate GSD of Source

Imagery (cm)

ASPRS 1990

Class 1

ASPRS 1990

Class 2

0.63 0.9 1.5 0.31 to 0.63 1:25 1:12.5 1:16

1.25 1.8 3.1 0.63 to 1.25 1:50 1:25 1:32

2.5 3.5 6.1 1.25 to 2.5 1:100 1:50 1:63

5.0 7.1 12.2 2.5 to 5.0 1:200 1:100 1:127

7.5 10.6 18.4 3.8 to 7.5 1:300 1:150 1:190

10.0 14.1 24.5 5.0 to 10.0 1:400 1:200 1:253

12.5 17.7 30.6 6.3 to12.5 1:500 1:250 1:317

15.0 21.2 36.7 7.5 to 15.0 1:600 1:300 1:380

17.5 24.7 42.8 8.8 to 17.5 1:700 1:350 1:444

20.0 28.3 49.0 10.0 to 20.0 1:800 1:400 1:507

22.5 31.8 55.1 11.3 to 22.5 1:900 1:450 1:570

25.0 35.4 61.2 12.5 to 25.0 1:1000 1:500 1:634

27.5 38.9 67.3 13.8 to 27.5 1:1100 1:550 1:697

30.0 42.4 73.4 15.0 to 30.0 1:1200 1:600 1:760

45.0 63.6 110.1 22.5 to 45.0 1:1800 1:900 1:1,141

60.0 84.9 146.9 30.0 to 60.0 1:2400 1:1200 1:1,521

Page 8: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Perbandingan Ketelitian Geometrik Citra Satelit Resolusi Tinggi dan Foto Udara untuk Keperluan Pemetaan Rupabumi Skala Besar (Susetyo, dkk.)

132

ASPRS 2014 Equivalent to map scale in

Equivalent to map scale in NMAS

Horizontal Accuracy

Class RMSEx

and RMSEy

(cm)

RMSEr (cm)

Horizontal Accuracy at the 95% Confidence

Level (cm)

Approximate GSD of Source

Imagery (cm)

ASPRS 1990

Class 1

ASPRS 1990

Class 2

75.0 106.1 183.6 37.5 to 75.0 1:3000 1:1500 1:1,901

100.0 141.4 244.8 50.0 to 100.0 1:4000 1:2000 1:2,535

150.0 212.1 367.2 75.0 to 150.0 1:6000 1:3000 1:3,802

200.0 282.8 489.5 100.0 to

200.0 1:8,000 1:4000 1:5,069

250.0 353.6 611.9 125.0 to

250.0 1:10,000 1:5000 1:6,337

300.0 424.3 734.3 150.0 to

300.0 1:12,000 1:6000 1:7,604

500.0 707.1 1223.9 250.0 to

500.0 1:20,000 1:10000 1:21,122

1000.0 1414.2 2447.7 500.0 to 1000.0

1:40000 1:20000 1:42,244

Kaitan antara ukuran piksel (produk akhir atau orthofoto-nya) dan skala peta dituliskan pada Tabel 7.

Ukuran piksel 15 cm cocok digunakan untuk menghasilkan peta skala 1:1.200, sedangkan untuk peta skala 1:4.800 cukup menggunakan ukuran piksel orthofoto sebesar 60 cm. Resolusi CSRT yang berkisar antara 0,3-0,6 m cocok digunakan untuk menghasilkan peta skala 1:2.400 sampai 1:4.800, sehingga masih dapat digunakan untuk pemetaan RBI skala 1:5.000.

Tabel 7. Hubungan Ukuran Piksel dengan Skala dan Ketelitian Menurut ASPRS

Common Orthoimagery

Pixel Sizes

Associated Map Scale

ASPRS 1990 Accuracy Class

Associated Horizontal Accuracy According to Legacy ASPRS 1990

Standard

RMSEx and RMSEy (cm)

RMSEx and RMSEy (cm)

0.625 cm 1:50

1 1.3 2-pixels

2 2.5 4-pixels

3 3.8 6-pixels

1.25 cm 1:100

1 2.5 2-pixels

2 5.0 4-pixels

3 7.5 6-pixels

2.5 cm 1:200

1 5.0 2-pixels

2 10.0 4-pixels

3 15.0 6-pixels

5 cm 1:400

1 10.0 2-pixels

2 20.0 4-pixels

3 30.0 6-pixels

7.5 cm 1:600 1 15.0 2-pixels

Page 9: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

133

Common Orthoimagery

Pixel Sizes

Associated Map Scale

ASPRS 1990 Accuracy Class

Associated Horizontal Accuracy According to Legacy ASPRS 1990

Standard

RMSEx and RMSEy (cm)

RMSEx and RMSEy (cm)

2 30.0 4-pixels

3 45.0 6-pixels

15 cm 1:1,200

1 30.0 2-pixels

2 60.0 4-pixels

3 90.0 6-pixels

30 cm 1:2,400

1 60.0 2-pixels

2 120.0 4-pixels

3 180.0 6-pixels

60 cm 1:4,800

1 120.0 2-pixels

2 240.0 4-pixels

3 360.0 6-pixels

1 meter 1:12,000

1 200.0 2-pixels

2 400.0 4-pixels

3 600.0 6-pixels

2 meter 1:24,000

1 400.0 2-pixels

2 800.0 4-pixels

3 1,200.0 6-pixels

5 meter 1:60,000

1 1,000.0 2-pixels

2 2,000.0 4-pixels

3 3,000.0 6-pixels

Kembali merujuk pada standar ASPRS 2014, jika parameternya resolusi, CSRT dapat digunakan untuk

pemetaan skala 1:5.000. Berkaitan dengan foto udara yang resolusinya 2-4 kali lebih baik dari CSRT, ada pertimbangan lain yang juga perlu diperhatikan, yaitu operator pada umumnya (diasumsikan) memerlukan minimal 3 piksel untuk mengenali sebuah objek. Misalkan, jika ada objek berukuran 0,5 m x 0,5 m, maka di CSRT objek tersebut hanya berada pada 1 piksel, sedangkan pada foto udara 3 piksel.

Sebagai tambahan, dalam ASPRS 2014, ketelitian yang disyaratkan dalam AT adalah: Untuk ketelitian GCP: RMSEx(GCP) atau RMSEy(GCP) = 1/4 * RMSEx(Map) atau RMSEy(Map) Untuk ketelitian AT: RMSEx(AT) atau RMSEy(AT) = ½ * RMSEx(Map) atau RMSEy(Map)

Atau dengan kata lain, data yang digunakan untuk acuan dalam memproses data selanjutnya harus memiliki ketelitian 2 kali lebih baik dari data awalnya.

Berangkat dari konsep tersebut, dapat diasumsikan ketelitian skala 1:5.000 sebesar 1 m memerlukan data dengan resolusi 0,5 m. Untuk melihat sebuah objek dalam ukuran 0,5 m x 0,5 m, jika diperlukan 3 piksel, maka resolusi spasial yang disyaratkan sebesar 15 cm. Namun asumsi ini belum merujuk pada penelitian yang lebih mendalam, sehingga jika ingin dipaparkan lebih jauh mengenai resolusi yang tepat untuk skala 1:5.000 dan korelasinya terhadap data yang digunakan saat ini (foto udara dan CSRT) perlu dilakukan kajian yang lebih jauh mengenai pengaruh resolusi spasial terhadap level of detail dari peta yang dihasilkan.

4. KESIMPULAN

Secara ketelitian horizontal, foto udara memberikan ketelitian horizontal di bawah 1 m dan sesuai dengan ketelitian peta RBI masuk di kategori skala 1:5.000 kelas 1, sedangkan CSRT berada pada level ketelitian skala 1:5.000 kelas 2 dan 3. Artinya, meski sama-sama bisa digunakan untuk pemetaan skala 1:5.000, hasil penelitian

Page 10: 02 HALAMAN ISI PROSIDING SINASJA 2017sinasinderaja.lapan.go.id/files/sinasja2017/prosiding/15... · 2018. 4. 12. · 3huedqglqjdq .hwholwldq *hrphwuln &lwud 6dwholw 5hvroxvl 7lqjjl

Perbandingan Ketelitian Geometrik Citra Satelit Resolusi Tinggi dan Foto Udara untuk Keperluan Pemetaan Rupabumi Skala Besar (Susetyo, dkk.)

134

ini menyatakan kualitas geometri foto udara lebih baik dibandingkan CSRT. Standar di India juga tidak merekomendasikan penggunaan CSRT untuk peta dasar skala 1:5.000, namun ASPRS dapat menjembatani permasalahan tersebut. Sistem kelas masih dapat digunakan, namun harus ada pernyataan yang menerangkan perbedaan dari masing-masing kelas tersebut secara tegas.

Secara resolusi, CSRT dapat digunakan untuk pemetaan skala 1:5.000. Berkaitan dengan foto udara yang resolusinya 2-4 kali lebih baik dari CSRT, ada pertimbangan lain yang juga perlu diperhatikan, yaitu operator pada umumnya (diasumsikan) memerlukan minimal 3 piksel untuk mengenali sebuah objek. Misalkan, jika ada objek berukuran 0,5 m x 0,5 m, maka di CSRT objek tersebut hanya berada pada 1 piksel, sedangkan pada foto udara 3 piksel.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Bidang Penelitian BIG, Dr. Ibnu Sofian yang sudah memberikan bimbingannya terkait penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami berikan kepada Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BIG yang sudah memfasilitasi terkait data dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Amato, R., Dardanelli, G., Emmolo, D., Franco, V., Brutto, M. Lo, Midulla, P., Villa, B. (2004). Digital Orthophotos At a Scale of 1 : 5000 From High Resolution Satellite Images. In XXth ISPRS Congress. Istanbul. Retrieved from http://www.isprs.org/proceedings/XXXV/congress/comm4/papers/431.pdf

American Society for Photogrammetry and Remote Sensing (ASPRS). (1990). ASPRS Accuracy Standards for Large-Scale Maps.

American Society for Photogrammetry and Remote Sensing (ASPRS). (2013). ASPRS Accuracy Standards for Digital Geospatial Data- DRAFT – V. 12. https://doi.org/10.14358/PERS.81.3.A1-A26

American Society for Photogrammetry and Remote Sensing (ASPRS). (2014). ASPRS Positional Accuracy Standards for Digital Geospatial Data. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing. https://doi.org/10.14358/PERS.81.3.A1-A26

Badan Standardisasi Nasional. (2015). SNI Ketelitian Peta Dasar. Jakarta.

National Disaster Management Authority Government of India. (2005). National Technical Document for Establishing Cartographic Base in India. New Delhi. Retrieved from http://ndma.gov.in/images/pdf/techonologyfor10kscalemapping.pdf

Octariady, J., Widyaningrum, E., & Fajari, K. (2016). Ortorektifikasi Citra Satelit Resolusi Tinggi Menggunakan Berbagai Metode Ortorektifikasi. In Seminar (pp. 1–6). Depok.

Octariady, J., Widyaningrum, E., & Prihanggo, M. (2016). Pengaruh Ketelitian DEM Terhadap Ketelitian Citra Terortorektifikasi pada Permukaan Datar dan Miring (Studi Kasus: Kota Surabaya dan Kota Tasikmalaya). In Seminar Nasional Penginderaan Jauh. Depok.

Tang, S., Wu, B., & Zhu, Q. (2016). Combined Adjustment of Multi-resolution Satellite Imagery for Improved Geo-positioning Accuracy. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing, 114, 125–136. https://doi.org/10.1016/j.isprsjprs.2016.02.003

Widyaningrum, E., Fajari, M., & Octariady, J. (2016). Accuracy Comparison of VHR Systematic-ortho Satellite Imageries Against VHR Orthorectified Imageries Using GCP. International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences - ISPRS Archives, 2016–Janua(July), 305–309. https://doi.org/10.5194/isprsarchives-XLI-B1-305-2016