137052820-analisis-metil-salisilat-dalam-sediaan-balsam-dengan-metode-asidimetri.pdf
DESCRIPTION
fsadfTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
PERCOBAAN 2
ANALISIS OBAT DALAM SEDIAAN SEMI PADAT ANALISIS METIL SALISILAT DALAM SEDIAAN BALSAM DENGAN METODE ASIDIMETRI
Disusun oleh:
Kelompok A-1
1. Sartika (G1F009001)
2. Nurul Layyin Hariroh (G1F009002)
3. Ayu Fitryanita (G1F009003)
4. Tri Ayu Apriyani (G1F009004)
Asisten : Setia Dwi Wardhani
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2012
PERCOBAAN 2
ANALISIS OBAT DALAM SEDIAAN SEMI PADAT
Analisis Metil Salisilat dalam Sediaan Balsam dengan Metode Asidimetri
A. Tujuan Praktikum
Memilih dan menerapkan metode analisis untuk analisis obat sediaan
semi solid.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain neraca
analitik, tabung reaksi, pembakar bunsen, kaki tiga, korek api, spatula,
labu ukur, labu erlenmeyer, beaker glass, pipet tetes, pipet volume, buret,
dan statif.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain
balsam, FeCl3, akuades, NaOH 1 N, indikator fenolftalein, H2SO4 1 N.
C. Data Pengamatan dan Perhitungan
1. Pemutusan Ikatan Metil Salisilat Menjadi Asam Salisilat
Balsam
• ditimbang sebanyak 10 g
• dimasukkan dalam beaker glass
• ditambahakan NaOH 1 N sebanyak 40 ml
• direfluks selama 1 jam
• didapatkan dua lapisan, diambil lapisan yang mengandung analit yaitu yang berwarna kuning jernih
Hasil
2. Identifikasi Kualitatif
Perlakuan Pengamatan
- Sampel diambil beberapa
milliliter ke dalam tabung reaksi
dan ditambah 5ml akuades
- Sampel ditetesi dengan FeCl3
hingga membentuk warna ungu
- Larutan berwarna kuning jernih
tanpa ada endapan (+)
- Larutan berwarna ungu dengan
endapan ungu (+)
3. Identifikasi Kuantitatif
Sebelum dititrasi :
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Setelah diberi indikator PP :
Sampel hasil refluks
• diambil beberapa mililiter ke dalam tabung reaksi
• ditambah 5 ml akuades
• ditetesi dengan FeCl3 hingga membentuk warna ungu
Hasil
Sampel
• diambil sebanyak 10 ml
• dimasukkan dalam labu erlenmeyer
• ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein
• dititrasi dengan H2SO4 1 N sampai terjadi perubahan wana dari merah muda menjadi bening
• direplikasi sebanyak 3 kali
Hasil
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Setelah dititrasi :
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
4. Penetapan Kadar Sampel
Dik : V1 = 5,6 ml
V2 = 5,5 ml
V3 = 5,4 ml
VNaOH = 10 ml
msampel = 10 g
N H2SO4 = 1 N
BEmetil salisilat = 152,15 g/mol
Volume metil salisilat yang bereaksi = VNaOH - VH2SO4
V1 = 10 - 5,6 = 4,4 ml
V2 = 10 - 5,5 = 4,5 ml
V3 = 10 - 5,4 = 4,6 ml
x d2
6,69
6,85
0,16 0,0256
6,85 0 0
7,00 0,15 0,0225
0,31 0,0481
Jadi, kadar metil salisilat dalam balsam adalah 6,85 ± 0,155%.
D. Pembahasan
1. Monografi Bahan
a. Methylis Salicylas/Metil Salisilat (C8H8O3)
Metil salisilat (C8H8O3) memiliki berat
molekul 152,15 g/mol. Metil salisilat diproduksi
secara sintetik atau diperoleh dari maserasi dan
dilanjutkan dengan destilasi uap daun Gaultheria
procumbens Linné (Familia Ericaceae) atau kulit
batang Betula lenta Linné. Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan
tidak lebih dari 100,5% C8H8O3. Senyawa ini merupakan cairan
tidak berwarna, kekuningan atau kemerahan, berbau khas dan rasa
seperti gandapura, mendidih antara 219° dan 224° disertai peruraian.
C8H8O3 sukar larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam asam
asetat glasial. Bobot jenis sintetiknya antara 1,180 dan 1,185,
sedangkan jenis alamiah antara 1,176 g/cm3dan 1,182 g/cm
3.
Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
b. Acidum Salicylicum/Asam Salisilat (C7H6O3)
Asam salisilat (C7H6O3) memiliki berat
molekul 138,12 g/mol. Asam salisilat mengandung
tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari
101,0% C7H6O3, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Senyawa ini merupakan hablur putih,
biasanya berbentuk jarum halus putih, rasa agak manis, tajam, dan
stabil di udara. Bentuk sintetis warna jernih dan tidak berbau. Jika
dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau
merah jambu dan berbau lemah mirip etanol. C7H6O3 sukar larut
dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam
eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform.
Jarak leburnya antara 158° dan 161°. Sebaiknya disimpan dalam
wadah tertutup baik (Anonim, 1995).
c. Aqua Purificata/Air Murni (H2O)
Air murni (H2O) adalah air yang
dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis
balik atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air
yang memenuhi persyaratan air minum dan tidak mengandung zat
tambahan lain. H2O memiliki berat molekul 18,02 g/mol dengan pH
5,0-7,0. Senyawa ini merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau. Densitasnya 0,998 g/cm³ dalam fase cairan dan 0,92 g/cm³
dalam fase padatan. Titik leburnya 0 °C (273,15 K) (32 ºF) dan titik
didihnya 100 °C (373.15 K) (212 ºF). Sebaiknya disimpan dalam
wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
d. Ferrosi Chlorida/Besi (III) Klorida
Besi (III) klorida atau feri klorida
(FeCl3) mempunyai berat molekul 162,2 g/mol.
Senyawa ini merupakan hablur atau serbuk
hablur berwarna hitam kehijauan, oleh
pengaruh lembab udara berubaha menjadi
jingga. Densitasnya 2,898 g/cm3dan viskositas 40% larutan. Titik
lebur FeCl3 dalam anhidrat 306 oC dan dalam heksahidrat 37
oC,
sementara titik didihnya 315 oC dalam anhidrat dan 280
oC dalam
heksahidrat. FeCl3 larut dalam air, aseton, metanol, etanol dan dietil
eter (Anonim, 1995).
e. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH) memiliki
berat molekul 40,0 g/mol. NaOH mengandung
tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari
100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai
NaOH, mengandung Na2CO3 tidak lebih dari
3,0%. Densitasnya 2,1 g/cm³ dengan titik leleh 318 °C (591 K) dan
titik didih 1390 °C (1663 K). NaOH dapat merusak jaringan dengan
cepat. Pemeriannya putih atau praktis putih, massa melebur,
berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, keras, rapuh
dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat
menyerap karbon dioksida dan lembap. NaOH mudah larut dalam air
dan dalam etanol. Wadah dan penyimpanannya dalam wadah
tertutup rapat (Anonim, 1995).
f. Acidum Sulfuricum/Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat (H2SO4) memiliki berat
molekul 98,07 g/mol. Asam sulfat mengandung
tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari
98,0% b/b C7H6O3. Senyawa ini merupakan
cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna,
berbau sangat tajam dan korosif, bobot jenis lebih kurang 1,84.
H2SO4 bercampur dengan air dan dengan etanol, dengan
menimbulkan panas. Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup
rapat (Anonim, 1995).
g. Phenolphtaleinum/Fenolftalein (C20H14O4)
Fenolftalein (C20H14O4) memiliki berat
molekul 318,33 g/mol. Fenolftalein
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak
lebih dari 101,0% b/b C20H14O4, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan. Senyawa
ini merupakan serbuk hablur, putih atau putih
kekuningan lemah, tidak berbau, stabil di udara. C20H14O4 praktis
tidak larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter.
Titik leburnya tidak kurang dari 258°. Sebaiknya disimpan dalam
wadah tertutup baik (Anonim, 1995).
2. Prinsip Titrasi Asidimetri
Asam salisilat merupakan salah satu bahan kimia yang cukup
penting dalam kehidupan sehari-hari serta mempunyai nilai ekonomis
yang cukup tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan intermediat dari
pembuatan obat-obatan seperti antiseptik dan analgesik. Salah satu
turunan dari asam salisilat adalah metil salisilat. Metil salisilat sering
digunakan sebagai bahan farmasi, penyedap rasa pada makanan,
minuman, gula-gula, pasta gigi, antiseptik,dan kosmetik serta parfum.
Metil salisilat telah digunakan untuk pengobatan sakit saraf, sakit
pinggang, radang selaput dada, dan rematik, juga sering digunakan
sebagai obat gosok dan balsem (Supardani dan Pranoto, 2006).
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu
zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di
dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam-basa
maka disebut sebagai titrasi asam-basa, titrasi redoks untuk titrasi yang
melibatkan reaksi reduksi-oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi
yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks, dan lain sebagainya
(Day dan Underwood, 1986).
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan
titran. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada
titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan warna indikator.
Baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Titik dimana reaksi itu
tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Pada
saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.
Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral). Semakin jauh
titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan
titrasi. Oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar
warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai.. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita
bisa menghitung kadar titran (Sukmariah, 1990).
Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan
menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang
dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat
berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang
memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion
OH-, maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan.
Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah basa
(Sukmariah, 1990).
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan metode titrasi
asidimetri, yaitu salah satu titrasi penetralan dimana larutan asam
digunakan sebagai titran untuk menentukan kadar suatu larutan basa
(titrat). Indikator yang dipakai dalam titrasi ini adalah indikator yang
perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH, yaitu fenolftalein.
Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya
adalah dua hingga tiga tetes. Indikator asam basa akan memiliki warna
yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi.
Sebagai contoh untuk indikator fenolftalein (PP), dalam keadaan tidak
terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan
berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan
basa). Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ionnya berwarna
merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi
kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak
berrwarna (Keenan, dkk., 1991).
3. Pembahasan Hasil
a. Pemutusan Ikatan Metil Salisilat menjadi Asam Salisilat
Identifikasi metil salisilat secara kuantitatif dilakukan dengan
mengambil sampel sebanyak 10 g ke dalam beaker glass kemudian
ditambahkan NaOH sebanyak 40 ml dan direfluks selama 1 jam.
Proses refluks akan mengubah metil salisilat menjadi asam salisilat
sehingga perlu dibasakan dengan NaOH agar dapat dititrasi dengan
menggunakan metode asidimetri tidak langsung untuk menetapkan
kadar metil salisilat yang terkandung dalam sampel. Namun, proses
refluks yang dilakukan bukan menggunakan tabung kondensor,
melainkan beaker glass yang ditumpuk
dan dipanaskan seperti yang tampak pada
gambar di samping. Cara ini mempunyai
kekurangan dimana hasil yang diperoleh
kurang sempurna sehingga kemungkinan
penetapan kadar metil salisilat pun akan
berbeda dengan yang seharusnya. Setelah
1 jam, didapatkan hasil larutan berwarna
kuning jernih. Larutan inilah yang
dijadikan sampel pada identifikasi
kualitatif dan kuantitatif.
b. Identifikasi Kualitatif Metil Salisilat
Identifikasi metil salisilat dilakukan dengan mengambil
sampel beberapa mililiter ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambah dengan 5 ml akuades. Setelah itu sampel ditetesi dengan
FeCl3 hingga membentuk warna ungu (+). Dari hasil percobaan
didapatkan perubahan warna dari kuning menjadi ungu dan endapan
ungu (+). Hal ini menunjukkan bahwa dalam balsam tersebut
mengandung metil salisilat.
c. Identifikasi Kuantitatif Metil Salisilat
Penetapan kadar asam salisilat dilakukan dengan mengambil
sampel sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan dalam labu
erlenmeyer dan ditambahkan fenolftalein sebanyak 2-3 tetes. Sampel
lalu dititrasi dengan larutan baku H2SO4 1 N. Fenolftalein berfungsi
sebagai indikator untuk mengetahui titik akhir dari titrasi yang
ditandai dengan perubahan warna dari merah muda menjadi bening
karena adanya reaksi antara titran dengan titrat. Proses ini dilakukan
sebanyak tiga kali pengulangan. Titran yang diperlukan untuk
percobaan ini adalah V1 = 5,6 ml; V2 = 5,5 ml; dan V3 = 5,4 ml.
Volume metil salisilat yang bereaksi dapat dihitung dengan selisih
antara volume NaOH dengan titran H2SO4 1 N, yaitu V1 = 4,4 ml; V2
= 4,5 ml; dan V3 = 4,6 ml. Hasil percobaan ini diketahui bahwa
kadar asam salisilat dalam sampel adalah 6,85 ± 0,155%. Hasil ini
tidak bisa dibandingkan dengan literatur karena pada kemasan
sampel tidak tercantum kadar asam salisilat yang terkandung.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis kualitatif diketahui bahwa balsam yang
digunakan sebagai sampel dalam percobaan ini mengandung metil salisilat
karena terjadi perubahan warna sampel dari kuning menjadi ungu dan adanya
endapan ungu yang secara kuantitatif dengan menggunakan metode
asidimetri tidak langsung diketahui kadar metil salisilat dalam balsam
tersebut adalah 6,85 ± 0,155%.
F. Daftar Pustaka
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Penerbit
Erlangga : Jakarta.
Keenan, C. W., dkk. 1991. Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid I. Penerbit
Erlangga : Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Bina Rupa Aksara : Jakarta.
Supardani, D. A. dan A. Pranoto. 2006. Perancangan Pabrik Asam Salisilat
dari Phenol. Jurusan Teknik Kimi FTI Institut Teknologi Bandung :
Bandung.