2656-5366 - segce

50
Jurnal Sains, Akuntansi dan Manajemen (JSAM) (Vol. 1, No. 3: Maret, 2019) http://www.journals.segce.com/index.php/JSAM ISSN: 2656-5366 Doi: https://doi.org/10.1234/jsam.v1i3.63 192 Jurnal Sains, Akuntansi dan Manajemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, penyelenggaraan program pemerintah semakin beragam dengan pembangunan yang semakin meningkat dari tahun ketahun. Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang dilakukan pemerintah yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan makmur sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan ANALISIS DAMPAK PEMAHAMAN PERATURAN PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DENGAN PREFERENSI RISIKO SEBAGAI VARIABEL MODERASI TRI WAHYUNINGSIH Email: [email protected] Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstrak Pajak adalah kontribusi wajib yang terutang kepada Negara oleh orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung tetapi digunakan untuk keperluan Negara yaitu kemakmuran rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, serta preferensi risiko yang berperan sebagai variabel moderasi. Data pada penelitian ini diperoleh dari kuesioner (primer). Populasi pada penelitian ini berjumlah 85.781 orang. Metode penentuan sampel pada penelitian ini adalah metode accidental sampling serta menggunakan rumus Slovin sehingga mendapat jumlah 100 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah (Moderated Regression Analysis) dan analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman tentang peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak sedangkan preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Preferensi risiko menunjukkan hasil tidak mampu memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Kata Kunci : Pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, preferensi risiko, kepatuhan wajib pajak

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2656-5366 - SEGCE

Jurnal Sains, Akuntansi dan Manajemen (JSAM)

(Vol. 1, No. 3: Maret, 2019) http://www.journals.segce.com/index.php/JSAM

ISSN: 2656-5366

Doi: https://doi.org/10.1234/jsam.v1i3.63

192

Jurnal Sains,

Akuntansi dan Manajemen

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, penyelenggaraan program pemerintah semakin

beragam dengan pembangunan yang semakin meningkat dari tahun ketahun. Pembangunan nasional

merupakan kegiatan yang dilakukan pemerintah yang berlangsung secara terus-menerus dan

berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan makmur

sesuai dengan pembukaan UUD 1945. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan

ANALISIS DAMPAK PEMAHAMAN PERATURAN PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN

FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG

PRIBADI DENGAN PREFERENSI RISIKO SEBAGAI VARIABEL MODERASI

TRI WAHYUNINGSIH

Email: [email protected]

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar

Abstrak

Pajak adalah kontribusi wajib yang terutang kepada Negara oleh orang pribadi atau badan

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung

tetapi digunakan untuk keperluan Negara yaitu kemakmuran rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk

menguji pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi, serta preferensi risiko yang berperan sebagai variabel moderasi.

Data pada penelitian ini diperoleh dari kuesioner (primer). Populasi pada penelitian ini berjumlah

85.781 orang. Metode penentuan sampel pada penelitian ini adalah metode accidental sampling serta

menggunakan rumus Slovin sehingga mendapat jumlah 100 orang. Teknik analisis data yang

digunakan adalah (Moderated Regression Analysis) dan analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pemahaman tentang peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak

berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak sedangkan preferensi risiko tidak berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak. Preferensi risiko menunjukkan hasil tidak mampu memoderasi

hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Kata Kunci : Pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, preferensi

risiko, kepatuhan wajib pajak

Page 2: 2656-5366 - SEGCE

193

dengan menjalankan pemerintahan yang baik dan melaksanakan pembangunan di segala bidang, tentunya

dengan didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai. Salah satu sumber pembiayaan negara yaitu

dari sektor pajak (Yuesti, 2018).

Menurut UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib yang

terutang kepada Negara oleh orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang

yang tidak mendapatkan imbalan secara langsung tetapi digunakan untuk keperluan Negara yaitu

kemakmuran rakyat. Peranan pajak dalam kehidupan bernegara menjadi dominan karena sangat penting

bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan

kesejahteraan masyarakat yakni hampir 80% sumber pendapatan negara berasal dari pajak sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan. Oleh karena itu saat ini pemerintah berupaya untuk meningkatkan target penerimaan dari

sektor pajak (Lubab, 2016 ; Ismawati, 2017).

Menurut Departemen Keuangan, besarnya peran pajak dalam membiayai pembangunan

tercermin dari sumber penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tabel. 1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2017

(Rp Triliun)

A. Pendapatan Negara 1.750,3

I. Pendapatan Dalam Negeri 1.748,9

1. Penerimaan Perpajakan 1.498,9

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 250,0

II. Penerimaan Hibah 1,4

B. Belanja Negara 2.080,5

I. Belanja Pemerintah Pusat 1.315,5

1. Belanja Kementerian/Lembaga 763,6

2. Belanja Non Kementerian/Lembaga 552,0

II. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 764,9

1. Transfer Ke Daerah 704,9

2. Dana Desa 60,0

C. Keseimbangan Primer (109,0)

D. Surplus (Defisit) Anggaran (A - B) (330,2)

% Surplus (Defisit) Anggaran terhadap PDB 2,41

E. Pembiayaan Anggaran 330,2

I. Pembiayaan Utang 384,7

II. Pembiayaan Investasi (47,5)

III. Pemberian Pinjaman (6,4)

IV. Kewajiban Penjaminan (0,9)

V. Pembiayaan Lainnya 0,3

Sumber : www.kemenkeu.go.id/APBN2017

Dilihat pada Tabel 1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2017,

ditetapkan jumlah pendapatan negara sebesar Rp1.750,3 triliun. Jumlah ini terdiri dari penerimaan

perpajakan sebesar Rp1.489,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp250 triliun, dan

penerimaan hibah sebesar Rp1,4 triliun.

Page 3: 2656-5366 - SEGCE

194

Tabel 1.2 Pendapatan Negara Tahun 2012-2017

Tahun Perpajakan (%) PNBP (%) Hibah (%)

2012 73,3 26,3 0,4

2013 74,9 24,6 0,5

2014 74,0 25,7 0,3

2015 82,3 17,0 0,8

APBNP 2016 86,2 13,7 0,1

APBN 2017 85,6 14,3 0,1

Sumber : www.kemenkeu.go.id/APBN2017

Dilihat pada Tabel 1.2 Pendapatan Negara Tahun 2012-2017, terus mengalami perubahan.

Penerimaan perpajakan pada APBNP 2016 mencapai 86,2% dari total pendapatan negara, tetapi

penerimaan perpajakan pada APBN 2017 mengalami penurunan hingga mencapai 85,6% dari total

pendapatan negara. Hal itu berarti kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajaknya masih kurang.

Wajib Pajak menilai bahwa hasil pemungutan pajak tersebut tidak langsung dinikmati oleh para wajib

pajak. Apabila wajib pajak tidak patuh dalam membayar pajak tentunya penerimaan pemerintah akan

berkurang.

Pemerintah dalam hal ini senantiasa berusaha untuk meningkatkan penerimaan pajak guna

membiayai pembangunan. Semakin besar jumlah pajak yang diterima akan semakin menguntungkan bagi

negara. Salah satu usaha yang dilakukan adalah melalui reformasi peraturan perundang-undangan di

bidang perpajakan dengan diberlakukannya self assesment system. Self assesment system mengharuskan

wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu memberikan kepercayaan wajib pajak

untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang di Kantor Pelayanan

Pajak (Muliari, 2011).

Perubahan terbaru yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka untuk

meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah

dengan diterapkannya e-System (e-Registrasi,e-SPT,e-Filling dan e-Billing) sejak tahun 2015. Namun

demikian sebaik-baiknya sistem perpajakan dibuat, semodern apapun administrasi pajak yang disajikan,

pada akhirnya kembali pada manusia itu sendiri untuk melaksanakan sistem dan modernisasi administrasi

itu sendiri. Untuk itu, tidak hanya pegawai pajak semata yang harus berperan, namun juga diharapkan

peran serta dari wajib pajak itu sendiri (Arniati, 2009 ; Amir, 2010).

Banyak faktor yang mempengaruhi Wajib Pajak untuk mematuhi kewajibannya

perpajakannya. Salah satu faktornya ialah pemahaman tentang peraturan perpajakan. Seorang Wajib

Pajak harus dapat memahami bagaimana cara membayar pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak

(SPT) dan lain sebagainya. Menurut Hariyani (2017), ketika seorang wajib pajak dapat memahami tata

cara perpajakan maka dapat pula memahami peraturan perpajakan. Adiasa (2013), mengatakan fenomena

yang terjadi saat ini adalah masih banyaknya wajib pajak yang belum memahami akan peraturan pajak.

Masih terdapat wajib pajak yang menunggu ditagih baru membayar pajak, seperti peraturan pajak pada

periode lama. Hal ini dapat menurunkan jumlah penerimaan pajak negara serta tingkat kepatuhan wajib

pajak (Wardani, et.al., 2018).

Pelayanan aparat pajak (fiskus) juga berperan serta dalam mendorong penerimaan negara,

dimana para aparat pajak dituntut untuk melayani para wajib pajak secara profesional, jujur dan

bertanggungjawab. Namun pada kenyataannya tidak semua aparat pajak bertindak semestinya, dalam arti

penyalahgunaan kewenangannya untuk memanipulasi SPT wajib pajak hanya untuk kepentingan pribadi,

bahkan mendapatkan keuntungan yang tidak seharusnya diterima (Aryobimo, 2012 ; Ardyanto, 2014 ;

Julianti, 2014). Seperti kasus Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika yang membuat kepercayaan

wajib pajak terhadap petugas pajak menurun dan cenderung menghindari kewajiban pajaknya. Apabila

Page 4: 2656-5366 - SEGCE

195

tingkat pelayanan berkualitas baik maka akan mempengaruhi peningkatan perilaku patuh seorang wajib

pajak (Aryobimo, 2012).

Ketentuan umum dan tata cara peraturan perpajakan telah diatur dalam undang-undang tak

terkecuali mengenai sanksi perpajakan. Pemberian sanksi diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi

pelanggar pajak. Sanksi yang dikenakan untuk setiap wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yaitu, sanksi administrasi, sanksi pidana, atau keduanya (Ismawati,

2017). Septiani (2016) berpendapat bahwa kedua sanksi tersebut dinilai memberatkan wajib pajak,

sehingga membuat wajib pajak takut jika melanggar. Dengan demikian, diharapkan Wajib Pajak

mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakan bila

memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006 ; Ardyanto,

2014).

Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak akan dihadapkan dengan

berbagai risiko. Karena terdapat risiko yang harus dipertimbangkan wajib pajak sebelum melakukan

pembayaran pajak (Alabede, 2011). Risiko yang sering dipertimbangkan wajib pajak antara lain risiko

kesehatan, risiko keuangan, risiko sosial, risiko pekerjaan dan risiko keselamatan (Aryobimo dan

Cahyonowati, 2012 ; Adiasa, 2013 ; Julianti, 2014 ; Ismawati, 2017). Menurut Adiasa (2013), pada

fenomena yang terjadi, terdapat wajib pajak yang cenderung menghadapi risiko yang ada dan terdapat

pula menghindari risiko yang muncul dalam perpajakan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap seorang

wajib pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tindakan untuk mengambil keputusan dalam

menghadapi risiko yang muncul ataupun menghindari risiko yang dapat terjadi pada wajib pajak

dinamakan sebagai preferensi risiko. Akan tetapi tidak sedikit wajib pajak yang mengabaikan hal tersebut

sehingga kepatuhan mereka sebagai wajib pajak tidak berjalan maksimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Adiasa (2013) mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan

Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Moderating Preferensi Risiko. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Julianti (2014), Kartika (2015), Suntono (2015), Liana

(2016), Lubab (2016), Oktaviani (2017), Srimindarti (2017), dan Sulistiyani (2017) yaitu pemahaman

peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Aryobimo (2012) mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak

tentang Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kondisi Keuangan Wajib

Pajak dan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi

wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil

penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Linardianti (2013), Julianti (2014), Syamsudin (2014),

Ardyanto (2014), Hidayat (2015), Jami’ati (2015), Kartika (2015), Suntono (2015), dan Ismawati (2017).

Namun bertolak belakang dengan hasil penelitian oleh Septiani (2016), Subekti (2016) dan Susanti

(2017) yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Ardyanto dan Utaminingsih (2014) mengenai Pengaruh Sanksi

Pajak dan Pelayanan Aparat Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai

Variabel Moderasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel sanksi pajak,

berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Blora. Hasil

penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Jatmiko (2006), Jami’ati (2015), Septiani (2016), Oktaviani

(2017), Sulistiyani (2017). Namun bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Subekti

(2016) yang menunjukkan bahwa sanksi perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryobimo (2012) sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Linardianti (2013), Syamsudin (2014), Sulistiyani (2017), dan Aziz (2018) menunjukkan

bahwa preferensi risiko berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun bertolak belakang

dengan penelitian Adiasa (2013), Hidayat (2015), Kartika (2015), Suntono (2015), Liana (2016), Subekti

Page 5: 2656-5366 - SEGCE

196

(2016), Lubab (2016), Ismawati (2017), Hariyani (2017), dan Susanti (2017) yang menunjukkan bahwa

preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan penelitian Ardyanto

(2014) menunjukkan bahwa preferensi risiko berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Julianti (2014) sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Srimindarti (2017), Sulistiyani (2017) dan Aziz (2018) menunjukkan bahwa preferensi risiko dapat

memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak. Namun

bertolak belakang dengan penelitian Adiasa (2013), Kartika (2015), Suntono (2015), Ismawati (2017),

Hariyani (2017), dan Susanti (2017) yang menunjukkan bahwa preferensi risiko tidak dapat memoderasi

hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryobimo (2012) sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Linardianti (2013), Sulistiyani (2017) dan Aziz (2018) menunjukkan bahwa preferensi risiko

dapat memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak. Namun

bertolak belakang dengan penelitian Hidayat (2015), Kartika (2015), Suntono (2015), Subekti (2016),

Ismawati (2017), dan Susanti (2017) yang menunjukkan bahwa preferensi risiko tidak dapat memoderasi

hubungan antara kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyani (2017) sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Srimindarti (2017) dan Aziz (2018) menunjukkan bahwa preferensi risiko dapat memoderasi

hubungan antara sanksi pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Namun bertolak belakang dengan penelitian

Ardyanto (2014), Ismawati (2017), dan Susanti (2017) yang menunjukkan bahwa preferensi risiko tidak

dapat memoderasi hubungan antara sanksi pajak dengan kepatuhan wajib pajak.

Mengingat pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak

merupakan faktor penting yang berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak serta preferensi risiko yang

digunakan sebagai variabel moderating dengan maksud untuk memperkuat antara pemahaman peraturan

perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dengan kepatuhan wajib pajak, maka perlu secara

intensif dikaji tentang pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kepatuhan wajib pajak khususnya Wajib

Pajak Orang Pribadi dikarenakan orang pribadi memiliki peluang lebih besar dalam hal penghindaran

maupun penunggakan pajak (Jamin, 2001).

Tabel 1.3 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama

Denpasar Timur Tahun 2016 dan 2017

2016

No Jenis Wajib Pajak Cabang Pusat Grand Total

Orang Pribadi

1 WP OP Aktif 250 64,452 64,702

2 WP OP Non Efektif 819 10,672 11,491

3 WP OP PL/DE 66 2,560 2,626

Grand Total 1,135 77,684 78,819

2017

No Jenis Wajib Pajak Cabang Pusat Grand Total

Orang Pribadi

1 WP OP Aktif 254 71,349 71,603

2 WP OP Non Efektif 819 10,731 11,550

3 WP OP PL/DE 67 2,561 2,628

Grand Total 1,140 84,641 85,781

Sumber : Diolah dari SIKKA KPP Pratama Denpasar Timur

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian mengenai kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Denpasar Timur. Hal tersebut dikarenakan jumlah wajib

Page 6: 2656-5366 - SEGCE

197

pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Denpasar Timur mengalami peningkatan pada tahun

2016-2017 dan bertujuan untuk mengetahui apakah kepatuhan wajib pajak tersebut dipengaruhi oleh

pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak serta preferensi risiko yang

dihadapi oleh Wajib Pajak itu sendiri.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur adalah instansi vertikal Kementrian

Keuangan Republik Indonesia di bawah Direktorat Jendral Pajak. KPP Pratama Denpasar Timur

memiliki misi menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang

mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem

administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Sementara itu, tugas pokok dari KPP Pratama Denpasar

Timur adalah melaksanakan Penyuluhan, Pelayanan, Pengawasan dan Konsultasi, Pemeriksaan dan

Penagihan terhadap Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah. Fungsi dari kantor pajak adalah melakukan pengumpulan dan pengolahan data,

penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan efektifitas Wajib Pajak, penelitian

dan mengurus Surat Pembertitahuan Tahunan, SPT Masa serta berkas Wajib Pajak, penerimaan pajak,

penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi dan menjalankan segala operasional perpajakan. Dengan

demikian, kantor pelayanan pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan

operasional perpajakan nasional.

Wilayah kerja KPP Pratama Denpasar Timur adalah Kecamatan Denpasar Timur dan

Kecamatan Denpasar Selatan. Kecamatan Denpasar Timur terdiri atas sebelas desa/kelurahan, yaitu Desa

Dangin Puri Klod, Desa Penatih Dangin Puri, Desa Sumerta Kaja, Desa Sumerta Kauh, Desa Kesiman

Kertalangu,Desa Sumerta Kelod, Desa Kesiman Petilan, Kelurahan Dangin Puri, Kelurahan Kesiman,

Kelurahan Penatih, dan Kelurahan Sumerta. Sementara itu, Kecamatan Denpasar Selatan terdiri atas

sepuluh desa/kelurahan, yaitu Desa Pemogan, Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, Desa Sidakarya,

Kelurahan Panjer, Kelurahan Pedungan, Kelurahan Renon, Kelurahan Sanur, Kelurahan Serangan, dan

Kelurahan Sesetan. Adapun batas wilayah kerja KPP Pratama Denpasar Timur adalah Kecamatan

Denpasar Utara dan Kecamatan Denpasar Barat di sebelah utara, Kecamatan Sukawati, Gianyar, dan

Selat Badung di sebelah timur, Kecamatan Kuta, Badung, dan Kecamatan Denpasar Barat di sebelah

barat.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dijadikan faktor pendorong bagi peneliti untuk melakukan

penelitian yang relatif sama. Meski demikian, penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dengan

penelitian sebelumnya, antara lain tahun penelitian, lokasi penelitian, dan variabel penelitian. Karena

berbagai hal tersebut diatas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Dampak Pemahaman Peraturan Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus, dan

Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Preferensi Risiko Sebagai

Variabel Moderasi.”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka pokok permasalahan dalam penelitan

ini yaitu :

1. Apakah pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi

di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?

2. Apakah kualitas pelayanan fiskus berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?

3. Apakah sanksi pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Denpasar Timur ?

4. Apakah preferensi risiko berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?

Page 7: 2656-5366 - SEGCE

198

5. Apakah preferensi risiko dapat memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan

dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?

6. Apakah preferensi risiko dapat memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan fiskus dan

kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?

7. Apakah preferensi risiko dapat memoderasi hubungan antara sanksi pajak dan kepatuhan wajib

pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak

orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

3. Untuk mengetahui pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

4. Untuk mengetahui pengaruh preferensi risiko terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

5. Untuk mengetahui apakah hubungan pemahaman peraturan perpajakan dan kepatuhan wajib pajak

orang pribadi dapat dimoderasi oleh preferensi risiko di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Denpasar Timur.

6. Untuk mengetahui apakah hubungan kualitas pelayanan fiskus dan kepatuhan wajib pajak orang

pribadi dapat dimoderasi oleh preferensi risiko di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar

Timur.

7. Untuk mengetahui apakah hubungan sanksi pajak dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi dapat

dimoderasi oleh preferensi risiko di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Bagi Dirjen Pajak

Diharapkan penelitian ini mampu memberikan gambaran mengenai variabel-variabel yang perlu

diperhatikan untuk lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

2. Bagi Pihak Akademis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan teori perpajakan

dan dapat dijadikan literatur bagi penelitian selanjutnya dan dapat memberikan bukti empiris

dalam pengembangan teori mengenai perpajakan.

3. Bagi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati

Hasil penelitian ini merupakan suatu dokumentasi dan menambah bahan bacaan di perpustakaan

dan bagi mahasiswa yang akan mengadakan penelitian mengenai perpajakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Grand Theory

a. Teori Kepatuhan (Compliance Theory)

Menurut Kamus Umum Bahasa kepatuhan memiliki arti tunduk atau patuh pada aturan atau

ajaran. Teori kepatuhan (compliance theory) merupakan teori yang menjelaskan suatu kondisi

dimana seseorang taat terhadap perintah atau aturan yang diberikan. Oleh karena banyaknya definisi

yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak merupakan keadaan dimana wajib

Page 8: 2656-5366 - SEGCE

199

pajak dapat memenuhi kewajibannya dan memiliki haknya dalam membayar pajak. Terdapat dua

macam kepatuhan wajib pajak (Asbar, 2015) yaitu:

a. Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal

sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan.

b. Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya

memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yaitu sesuai dengan undang-undang perpajakan.

Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Wajib Pajak

dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak

yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah

memperoleh izin meng angsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah

dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut-turut.

d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun

terakhir.

2.1.2 Middle-Range Theory

a. Teori Atribusi Teori atribusi menyatakan bahwa apabila individu-individu mengamati perilaku seseorang,

mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal (Jatmiko,

2006). Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah

kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah

perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi

(Julianti, 2014).

Relevansi teori atribusi dengan penelitian ini adalah bahwa seseorang dalam menentukan

perilaku patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh faktor

internal maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam

membayar pajak antara lain preferensi risiko wajib pajak serta pengetahuan dan pemahaman wajib

pajak tentang peraturan perpajakan. Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh kantor pajak serta

sanksi pajak yang akan diberikan.

b. Teori Pembelajaran Sosial

Teori ini menjelaskan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman

langsung (Robbins dan Judge, 2008). Terdapat empat proses proses dalam pembelajaran sosial

yaitu: (1) proses perhatian (attentional), (2) proses penahanan (retention), (3) proses reproduksi

motorik dan (4) proses penguatan (reinforcement). Proses perhatian adalah proses dimana seseorang

hanya akan mempelajari suatu objek yang membuatnya tertarik ataupun mengenal orang atau model

tersebut. Proses penahanan adalah proses dimana suatu model atau tindakan model sudah tidak lagi

tersedia, maka hal yang harus dilakukan dengan mengingat model atau tindakan model tersebut.

Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Terakhir proses

penguatan adalah proses dimana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran

supaya berperilaku sesuai dengan model.

Berdasarkan teori pembelajaran sosial, dapat menjelaskan perilaku wajib pajak dalam

memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan patuh untuk membayar pajak tepat pada

Page 9: 2656-5366 - SEGCE

200

waktunya apabila orang tersebut secara langsung mengamati bahwa uang pajak yang dibayarnya

telah terkontribusi dalam pembangunan yang ada disekitarnya.

c. Teori Prospek

Teori ini berawal dari penelitian yang dilakukan oleh Kahneman dan Tversky (1979)

mengenai perilaku manusia yang dianggap aneh dan kontradiktif dalam mengambil suatu keputusan.

Dalam penelitian tersebut mengungkapkan bahwa seseorang akan mencari informasi terlebih dahulu

kemudian akan dibuat beberapa “decision frame” atau konsep keputusan. Setelah konsep keputusan

dibuat maka seseorang akan mengambil keputusan dengan memilih salah satu konsep yang

menghasilkan expected utility yang terbesar. Teori prospek menunjukkan bahwa orang yang

memiliki irasional untuk lebih tinggi enggan mempertaruhkan keuntungan (gain) daripada kerugian

(loss).

Hubungan antara penelitian ini dengan teori prospek dimana teori ini menjelaskan

mengenai preferensi risiko dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Jika seorang wajib pajak

mampu menolak risiko yang muncul dan menghadapi risiko tersebut maka tingkat preferensinya

tinggi, sebaliknya jika seorang wajib pajak menerima risiko yang muncul dan membiarkan risiko

tersebut maka tingkat preferensinya rendah.

2.1.3 Wajib Pajak Orang Pribadi

Wajib pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas penghasilan

tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok

wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang.

2.1.4 Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan saat wajib pajak berusaha

memahami dan melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan

undang-undang yang berlaku. Menurut Widayati dan Nurlis (2010) meliputi 5 indikator variabel

kepatuhan wajib pajak, yaitu :

1. Kepatuhan dalam kepemilikan NPWP, setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan wajib untuk

mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasian

pajak.

2. Kepatuhan dalam mengisi formulir pajak dengan benar, setiap wajib pajak harus mengisi formulir

pajak dengan baik dan benar

3. Kepatuhan dalam menghitung pajak dengan jumlah yang benar, setiap wajib pajak harus

menghitung pajak dengan jumlah yang benar agar tidak terjadinya kurang bayar atau lebih bayar

4. Kepatuhan dalam membayar pajak tepat waktu, setiap wajib pajak harus membayar pajak tepat

waktu agar tidak menerima sanksi telat bayar

5. Kepatuhan dalam melaporkan SPT dengan baik dan benar, setiap wajib pajak harus melaporkan SPT

dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang ditetapkan

2.1.5 Pemahaman Peraturan Perpajakan

Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan

mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan dan menerapkannya untuk

melakukan kegiatan perpajakan seperti, membayar pajak, melaporkan SPT, dan sebagainya. Jika

seseorang telah memahami dan mengerti tentang perpajakan maka akan terjadi peningkatan pada

kepatuhan wajib pajak. Jatmiko (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat beberapa

indikator wajib pajak memahami peraturan perpajakan, antara lain :

a. Mengetahui dan berusaha memahami undang-undang perpajakan, sebagai wajib pajak harus

mengetahui dan berusaha memahami undang-undang perpajakan.

Page 10: 2656-5366 - SEGCE

201

b. Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai Wajib Pajak, apabila wajib

pajak telah mengetahui kewajibannya sebagai wajib pajak, maka mereka akan melakukannya, salah

satunya adalah membayar pajak.

c. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan, semakin tahu dan paham wajib pajak

terhadap peraturan perpajakan, maka semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi

yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka.

d. Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP, dan Tarif Pajak.

e. Wajib Pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan

oleh KPP, Indonesia menganut sistem self assessment dalam pemungutan pajaknya. Artinya, wajib

pajak diberikan keleluasaan untuk mendaftarkan diri, menghitung, membayar dan melaporkan

pajaknya. Tujuan utama melalui adanya sistem self assessment adalah kepatuhan sukarela dari wajib

pajak untuk jujur melaporkan usahanya.

2.1.6 Kualitas Pelayanan Fiskus

Liberty (2005) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu proses tindakan untuk memenuhi

kebutuhan seseorang melalui aktivitas yang dilakukan orang lain secara langsung. Sedang menurut

Alam (2003) bahwa fiskus atau aparat pajak adalah orang yang melakukan pelayanan pajak pada wajib

pajak mengenai perpajakan.

Pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak

dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus

dilakukan secara terus-menerus atau berkala (Hardiningsih, 2011). Apabila aparat pajak memberikan

pelayanan tidak memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak, maka dapat dikatakan bahwa pelayanan

tersebut tidak berkualitas.

Tugas fiskus saat ini tidak lagi melakukan penetapan semua jumlah pajak terhutang yang

harus dibayar, melainkan melakukan tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi

perpajakan. Dalam hal ini untuk mengetahui bagaimana pelayanan terbaik yang seharusnya dilakukan

oleh fiskus kepada wajib pajak, diperlukan juga pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai

fiskus. Kewajiban fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan adalah:

a. Kewajiban untuk membina wajib pajak

b. Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

c. Kewajiban merahasiakan data wajib pajak

d. Kewajiban melaksanakan putusan

Sementara itu, terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan, antara lain:

a. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan

b. Hak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak

c. Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

d. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan

e. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi

f. Hak melakukan penyidikan

g. Hak melakukan pencegahan

h. Hak melakukan penyanderaan

Menurut Kusuma (2016), variabel kualitas pelayanan fiskus dapat diukur dengan instrumen

yang terdiri dari 5 indikator yaitu:

1. Kehandalan (reliability)

2. Daya tanggap (responsiveness)

3. Jaminan (assurances)

4. Empati (empathy)

5. Bukti fisik (tangibles)

Page 11: 2656-5366 - SEGCE

202

2.1.7 Sanksi Pajak

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib

pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016). Menurut Resmi (2008), sanksi perpajakan

terjadi karena terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga

apabila terjadi pelanggaran maka wajib pajak dihukum dengan indikasi kebijakan perpajakan dan

undang-undang perpajakan.

Menurut Arum (2012), variabel ini diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5 indikator yaitu

:

1. Sanksi pajak sangat diperlukan agar tercipta kedisiplinan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakan

2. Pengenaan sanksi harus dilaksanakan dengan tegas kepada semua Wajib Pajak yang melakukan

pelanggaran

3. Sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak harus sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang

sudah dilakukan

4. Penerapan sanksi pajak harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku

5. Semakin berat sanksi,maka akan semakin patuh membayar pajak

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan

sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran,

terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam UU KUP dapat berupa sanksi administrasi bunga,

denda dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana dapat berupa hukuman kurungan dan hukuman penjara.

Pelaksanaan pengenaan sanksi perpajakan kepada wajib pajak dapat berupa sanksi administrasi saja,

sanksi pidana saja atau kedua-duanya (Mardiasmo,2016).

1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga

penagihan dan bunga ketetapan. Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran

pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat

tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran

pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT tidak dilakukan dalam

batas waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP. Bunga ketetapan adalah

bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak tambahan pokok pajak yang dapat ditagih

dengan SKPKB. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan (Mardiasmo, 2016).

Tabel 2.1 Sanksi Administrasi dengan Bunga 2% per bulan

No Masalah Cara

Membayar/menagih

1. Pembetulan sendiri SPT (tahunan atau masa)

tetapi belum diperiksa.

SSP/STP

2. Dari penelitian rutin:

a. PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar.

b. PPh pasal 21, 22, 23, dan 26 serta PPn yang terlambat bayar.

c. SKPKB,STP,SKPKBT tidak/kurang dibayar

atau terlambat dibayar.

d. SPT salah tulis/hitung.

SSP/STP

SSP/STP

SSP/STP

SSP/STP

3. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar SSP/SPKB

Page 12: 2656-5366 - SEGCE

203

(maksimum 24 bulan).

4. Pajak diangsur/ditunda; SKPKB, SKKPP, STP. SSP/STP

5. SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang

dibayar.

SSP/STP

Sumber : Mardiasmo, 2016

Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan.

Terkait besarannya, denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu,

atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu (Mardiasmo, 2016).

Tabel 2.2 Sanksi Administrasi dengan Denda

No Masalah Cara Membayar/menagih

1. Tidak / terlambat memasukkan /

menyampaikan SPT.

STP ditambah Rp 100.000,- atau Rp

500.000,- atau Rp 1.000.000,-

2. Pembetulan sendiri, SPT tahunan atau

SPT masa tetapi belum di sidik.

SSP ditambah 15%

3. Khusus PPN:

a. Tidak melaporkan usaha

b. Tidak membuat / mengisi faktur

c. Melanggar larangan membuat Faktur

(PKP yang tidak dikukuhkan)

SSP/SPKPB ditambah 2% denda dari

dasar pengenaan

4. Khusus PBB:

a. STP, SKPKB tidak / kurang dibayar

atau terlambat dibayar

b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang

dibayar

STP + denda 2% (maksimum 24

bulan).

SKPKB + denda administrasi dari

selisih pajak yang terutang

Sumber : Mardiasmo, 2016

Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari

jumlah pajak yang tidak kurang dibayar. Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya

dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam

menghitung jumlah pajak terutang.

Tabel 2.3 Sanksi Administrasi dengan Kenaikan 50% dan 100%

No Masalah Cara Membayar/menagih

1. Dikeluarkan SKPKB dengan

penghitungan secara jabatan:

a. Tidak memasukkan SPT:

1) SPT tahunan (PPh 29)

2) SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan

PPN)

b. Tidak menyelenggarakan

pembukuan sebagaimana dimaksud

dalam dalam Pasal 28 KUP

c. Tidak memperlihatkan

buku/dokumen, tidak memberi

keterangan, tidak mem-beri bantuan

guna kelancaran pemerik-saan,

SKPKB ditambah kenaikan 50%

SKPKB ditambah kenaikan 100%

SKPKB

50% PPh pasal 29

100% PPh pasal 21, 23, 26, dan PPN

SKPKB

50% PPh pasal 29

100% PPh pasal 21, 23, 26, dan

PPN.

Page 13: 2656-5366 - SEGCE

204

sebagaimana dimaksud dalam pasal

29

d. Pengajuan keberatan

ditolak/ditambah

e. Pengajuan banding ditolak/ditambah

SKPKB ditambah kenaikan 50%

SKPKB ditambah kenaikan 100%

2. Dikeluarkan SKPKBT karena:

ditemukan data baru, data semula yg

belum terungkap setelah

dikeluarkan SKPKB.

SKPKBT 100%

3. Khusus PPN:

Dikeluarkan SKPKB karena

pemerik-saan, dimana PKP tidak

seharusnya mengompensasi selisih

lebih, meng-hitung tariff 0% diberi

restitusi pajak.

SKPKB 100%

Sumber : Mardiasmo, 2016

2. Sanksi Pidana

Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan, ada 3 macam sanksi pidana, yaitu:

denda pidana, kurungan, dan penjara.

a. Denda pidana

Sanksi berupa denda pidana dikenakan kepada Wajib Pajak dan diancamkan juga kepada pejabat

pajak atau pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana

yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.

b. Pidana kurungan

Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Karena

pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang

diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana

sekiat itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.

c. Pidana penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan.

Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang

ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.

Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur/ditetapkan dalam UU No.6

Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No.12 Tahun 1985 sebagai-mana telah diubah dengan UU

No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Tabel 2.4 Sanksi Pidana yang Dikenakan

Yang

dikenakan

sanksi

pidana

Norma Sanksi Pidana

Setiap Orang 1. Kealpaan tidak menyampaikan

SPT atau menyampaikan SPT

tetapi tidak benar/tidak lengkap

atau melampirkan keterangan yg

tidak benar.

Didenda paling sedikit 1 kali

jumlah pajak terutang yang tidak

atau kurang dibayar dan paling

banyak 2 kali jumlah pajak terutang

yang tidak atau kurang dibayar,

Page 14: 2656-5366 - SEGCE

205

2. Sengaja tidak menyampaikan

SPT, tidak meminjamkan pem-

bukuan, catatan, atau dokumen

lain, dan hal-hal sebagaimana

dimaksud dalam pasal 39 KUP.

3. Melakukan percobaan untuk

melakukan tindak pidana me-

nyalahgunakan atau menggu-

nakan tanpa hak NPWP atau

PPKP sebagaimana, atau me-

nyampaikan Surat Pemberi-

tahuan dan/atau keterangan yg isi

nya tidak benar atau tidak

lengkap, dalam rangka menga-

jukan permohonan restitusi atau

melakukan kompensasi pajak atau

pengkreditan pajak.

4. Sengaja tidak menyampaikan

SPOP atau menyampaikan SPOP

tetapi isinya tidak benar

sebagaimana dimaksudkan da-lam

pasal 24 UU PBB.

5. Dengan sengaja tidak me-

nyampaikan SPOP, mem-

perlihatkan/meminjamkan

surat/dokumen palsu, dan hal-hal

lain sebagaimana diatur dalam

atau dipidana kurungan paling

singkat 3 (tiga) bulan atau paling

lama 1 (satu) tahun.

Pidana penjara paling singkat 6

bulan dan paling lama 6 tahun dan

denda paling sedikit 2 kali jumlah

pajak terutang yang tidak atau

kurang dibayar dan paling banyak 4

kali jumlah pajak terutang yang

tidak atau kurang dibayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1 kali

menjadi 2 kali sanksi pidana apabila

seseorang melakukan lagi tindak

pidana di bidang perpajakan

sebelum lewat 1 tahun, terhitung

sejak selesainya men-jalani pidana

penjara yang dijatuhkan.

Pidana penjara paling singkat 6

bulan dan paling lama 2 tahun dan

denda pa-ling sedikit 2 kali jumlah

restitusi yang dimohonkan dan/atau

kompensasi atau pengkreditan yang

dilakukan dan paling banyak 4 kali

jumlah restitusi yang di-mohonkan

dan/atau kompensasi atau

pengkreditan yang dilakukan.

Pidana kurungan selama-lamnya 6

bulan dan atau setinggi-tingginya 2

kali jumlah pajak terhutang.

a. Pidana penjara selama-lamanya 2

tahun dan atau denda setinggi-

tingginya 5 kali jumlah pajak yang terutang.

b. Sanksi (a) dilipat dua kan jika sebe-

lum lewat satu tahun terhitung se-

jak selesainya menjalani sebagian/

seluruh pidana yang dijatuhkan me-

Page 15: 2656-5366 - SEGCE

206

pasal 25 ayat 1 UU PBB. lakukan tindak pidana lagi.

2. Pejabat Kealpaan tidak memenuhi kewaji-

ban merahasiakan hal-hal

sebagai-mana dimaksud dalam

pasal 34 KUP (tindak

pelanggaran).

Pidana kurungan selama-lamanya 1

tahun dan atau denda setinggi-

tingginya Rp. 25.000.000,- (dua

puluh lima juta rupiah).

3. Pihak Ketiga Sengaja tidak memperhatikan

atau tidak meminjamkan surat

atau do-kumen lainnya dan atau

tidak me-nyampaikan keterangan

yang diper-lukan sebagaimana

dimaksud da-lam pasal 25 ayat 1

huruf d dan e UU PBB.

Pidana Kurungan selama-lamanya 1

ta-hun dan atau denda setinggi-

tingginya Rp. 2.000.000,- (dua jut

rupiah).

Sumber : Mardiasmo, 2016

2.1.8 Preferensi Risiko

Menurut Torgler (2003) keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya

terhadap risiko yang dihadapi. Preferensi risiko seseorang merupakan salah satu komponen dari

beberapa teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Dasar teoritis untuk memoderasi

preferensi risiko dalam hubungan antara kepatuhan wajib pajak dengan pemahaman peraturan

perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi pajak terdapat dalam teori prospek. Teori ini

menerangkan bahwa ketika wajib pajak mempunyai tingkat risiko yang tinggi maka akan

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak (Aryobimo, 2012 ; Julianti, 2014).

Menurut Jatmiko (2006), indikator preferensi risiko adalah sebagai berikut :

1. Risiko Keuangan

Risiko Keuangan dikaitkan pada kondisi keuangan seseorang. Seseorang yang memiliki investasi

tidak dapat terhindar dari risiko, seperti tidak mendapat dividen dan mengalami kerugian atau

Capital loss. Adapun juga seseorang yang berwirausaha tidak dapat terhindar dari risiko

keuangan.Intinya seseorang yang mengalami kebangkrutan termasuk dalam risiko keuangan. Hal

tersebut akan mempengaruhi seseorang sebagai wajib pajak dalam melaporkan pajak.

2. Risiko Kesehatan

Kesehatan seseorang tentu mempengaruhi dalam menjalankan berbagai aktifitas. Salah satunya

aktifitas sebagai wajib pajak. Orang yang memiliki penyakit kronis tentu mempengaruhi aktifitasnya

sebagai wajib pajak. Adapun juga orang yang memiliki gangguan jiwa maupun cacat bawaan akan

berpengaruh terhadap aktifitas perpajakan. Tentu kegiatan memenuhi kewajiban pajak tidak dapat

berjalan secara maksimal sesuai dengan harapan.

3. Risiko Sosial

Risiko sosial menyangkut keadaan lingkungan pada masyarakat. Pada penelitian ini risiko sosial

lebih menekankan pada hubungan antara wajib pajak dengan petugas pajak. Hubungan tersebut akan

mempengaruhi kepatuhan dalam perpajakan. Selain itu terdapat risiko sosial yang terjadi jika terjadi

perubahan kebijakan perpajakan oleh pemerintah yang tentunya akan berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak.

4. Risiko Pekerjaan

Pekerjaan berperan besar terhadap kehidupan seseorang dan tentunya berperan bagi seorang wajib

pajak. Perbedaan jenis maupun jabatan pekerjaan seseorang dapat memberikan perbedaan kepatuhan

wajib pajak. Orang yang memiliki pekerjaan tidak tetap cenderung memiliki kepatuhan wajib pajak

Page 16: 2656-5366 - SEGCE

207

yang rendah. Adapun juga orang yang terkena PHK tidak menyadari bahwa orang tersebut masih

memiliki tanggungan pajak.

5. Risiko Keselamatan

Risiko keselamatan pada penelitian ini terkait dengan risiko pekerjaan. Orang dalam pekerjaan

terdapat risiko dalam keselamatan kerjanya. Penyebab seseorang dikenakan sanksi ataupun

penyebab seseorang mengalami kecelakaan dalam bekerja dikarenakan tidak menjaga keselamatan

dalam bekerja. Hal tersebut berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.1.9 Hubungan antara Pemahaman Peraturan Perpajakan dengan

Kepatuhan Wajib Pajak

Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan

mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan. Seorang Wajib Pajak

harus dapat memahami bagaimana cara membayar pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak

(SPT) dan lain sebagainya. Ketika seorang wajib pajak dapat memahami tata cara perpajakan maka

dapat pula memahami peraturan perpajakan (Hariyani, 2017). Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan

pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan, maka kepatuhan Wajib Pajak dalam

menjalankan hak dan kewajiban perpajakan akan meningkat.

2.1.10 Hubungan antara Kualitas Pelayanan Fiskus dengan Kepatuhan

Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak berhubungan erat

dengan kualitas pelayanan yang diberikan aparat pajak kepada wajib pajak, dimana para aparat pajak

dituntut untuk melayani para wajib pajak secara profesional, jujur dan bertanggungjawab. Oleh karena

itu, kualitas pelayanan pajak yang diberikan oleh aparat pajak akan dapat berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan semakin baik juga tingkat

kepatuhan wajib pajak.

2.1.11 Hubungan antara Sanksi Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak

Sanksi perpajakan telah diatur dalam ketentuan umum dan tata cara peraturan perpajakan.

Pemberian sanksi diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar pajak. Sanksi yang

dikenakan untuk setiap wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan yaitu, sanksi administrasi, sanksi pidana, atau keduanya. (Kusuma, 2016 ; Erlina, 2017).

Adanya sanksi yang diberikan bagi pelanggar pajak, maka Wajib Pajak akan berperilaku patuh dalam

menjalankan kewajiban perpajakannya.

2.1.12 Hubungan antara Preferensi Risiko dengan Kepatuhan Wajib Pajak

Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak akan dihadapkan dengan

berbagai risiko. Karena terdapat risiko yang harus dipertimbangkan wajib pajak sebelum melakukan

pembayaran pajak (Alabede, 2011). Jika seorang wajib pajak mampu menolak risiko yang muncul dan

menghadapi risiko tersebut maka tingkat preferensinya tinggi. Preferensi risiko yang tinggi adalah

keadaan dimana seorang wajib pajak akan menghadapi risiko yang berkaitan dengan kemungkinan

membayar pajak atau risiko-risiko lainnya. Semakin tinggi kecenderungan dalam menghadapi risiko

seorang wajib pajak maka akan semakin berpengaruh positif tehadap kepatuhan wajib pajak (Adiasa,

2013).

Page 17: 2656-5366 - SEGCE

208

2.1.13 Hubungan Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi Pemahaman wajib pajak adalah pemahaman terhadap sistem pemungutan pajak yang ada dan

berlaku sesuai peraturan perundang-undangan. Preferensi resiko adalah resiko apa yang nantinya akan

mempengaruhi pemahaman wajib pajak terhadap kepatuhannya dalam membayar pajak. Ketika wajib

pajak mengetahui risiko apa yang akan dihadapinya maka mereka yang akan menentukan apakah

membayar pajak atau tidak membayar pajak. Wajib pajak senantiasa akan semakin patuh terhadap

kewajiban perpajakannya apabila dimoderasi oleh risiko yang ada pada diri wajib pajak tersebut.

Semakin tinggi kecenderungan dalam menghadapi risiko seorang wajib pajak maka akan semakin

berpengaruh positif tehadap kepatuhan wajib pajak (Kartika, 2015).

2.1.14 Hubungan Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi Pelayanan aparat pajak (fiskus) adalah suatu proses tindakan aparat pajak untuk membantu

memenuhi kebutuhan Wajib Pajak. Adanya pelayanan fiskus yang baik mampu meningkatkan

kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak yang memiliki tingkat preferensi risiko tinggi maka cenderung

untuk lebih taat membayar pajak, sedangkan apabila wajib pajak memiliki tingkat preferensi risiko

yang rendah akan cenderung tidak taat dalam membayar pajak (Subekti, 2016).

2.1.15 Hubungan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan

Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi Sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan

(Mardiasmo, 2016). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak.

Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya karena sanksi perpajakan cenderung

memberikan banyak kerugian kepada mereka, hal tersebut berarti bahwa sanksi perpajakan

berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Pelaksanaan sanksi perpajakan secara tegas yang

dianggap merugikan wajib pajak dapat diperkuat dengan adanya preferensi risiko, sehingga wajib pajak

yang memiliki tingkat preferensi risiko tinggi cenderung akan lebih memilih untuk patuh melaksanakan

kewajiban perpajakannya.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Aryobimo & Cahyonowati (2012) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib

Pajak tentang Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kondisi Keuangan

Wajib Pajak dan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris terhadap Wajib Pajak

Orang Pribadi di Kota Semarang). Variabel bebas yang digunakan yaitu persepsi kualitas dan

pelayanan fiskus, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi

yang digunakan yaitu kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa 1) Persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus, kondisi keuangan wajib pajak, dan

preferensi risiko terbukti berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukkan

bahwa persepsi wajib pajak yang baik tentang kualitas pelayanan fiskus, kondisi keuangan wajib pajak

yang tinggi dan tingkat risiko yang dimiliki wajib pajak tinggi maka akan meningkatkan kepatuhan

wajib pajak. 2) Kondisi keuangan wajib pajak sebagai variabel moderasi berpengaruh positif terhadap

hubungan antara persepsi tentang kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak. Hal ini

menunjukkan bahwa apabila kondisi keuangan wajib pajak tinggi dan persepsi tentang kualitas

pelayanan fiskus baik maka kepatuhan wajib pajak akan tinggi pula. 3) Variabel preferensi risiko pula

berpengaruh positif terhadap hubungan antara persepsi tentang kualitas pelayanan fiskus dengan

kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukkan bahwa apabila risiko yang dimiliki wajib pajak tinggi dan

Page 18: 2656-5366 - SEGCE

209

persepsi wajib apajak tentang kualitas pelayanan fiskus baik maka akan dapat meningkatkan kepatuhan

wajib pajak.

Adiasa (2013) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan

terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Moderating Preferensi Risiko. Variabel bebas yang digunakan

yaitu pemahaman peraturan perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak

dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dan preferensi risiko

tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu preferensi risiko tidak dapat memoderasi

hubungan antara variabel pemahaman peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak.

Linardianti (2013) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang

Kualitas Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan

Kondisi Keuangan Wajib Pajak dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris

Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Pratama Kudus). Variabel bebas yang digunakan yaitu

persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan, variabel terikat yang

digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu kondisi keuangan

wajib pajak dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi wajib pajak tentang

kualitas pelayanan fiskus, kesadaran perpajakan, kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi resiko

berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Selain itu, kedua variabel moderasi yaitu kondisi

keuangan wajib pajak dan preferensi resiko juga berpengaruh positif terhadap hubungan antara persepsi

wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan wajib pajak.

Ardyanto & Utaminingsih (2014) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Sanksi Pajak dan

Pelayanan Aparat Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel

Moderasi. Variabel bebas yang digunakan yaitu sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak, variabel

terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu

preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier

berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel sanksi pajak, dan

pelayanan aparat pajak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kepatuhan wajib pajak di

Kecamatan Blora. Variabel preferensi risiko berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap

kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Blora. Variabel preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap

hubungan antara variabel sanksi pajak dengan variabel kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Blora.

Variabel preferensi risiko berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap hubungan variabel

pelayanan aparat pajak dengan variabel kepatuhan wajib pajak di Kecamatan Blora. Adanya fenomena

positif pada hubungan sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak terhadap kepatuhan wajib pajak serta

fenomena negatif pada hubungan preferensi risiko terhadap kepatuhan wajib pajak, maka pihak KPP

Pratama Blora hendaknya lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan mempertegas sanksi pajak sesuai

dengan peraturan yang berlaku untuk memotivasi wajib pajak agar patuh dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya.

Julianti (2014) melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Membayar Pajak dengan Kondisi Keuangan dan

Preferensi Risiko Wajib Pajak sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada Wajib Pajak yang

Terdaftar di KPP Pratama Candisari Semarang). Variabel bebas yang digunakan yaitu persepsi wajib

pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan, pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang

peraturan perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel

moderasi yang digunakan yaitu kondisi keuangan dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa 1) Persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan dan pengetahuan dan pemahaman

Page 19: 2656-5366 - SEGCE

210

wajib pajak tentang peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. 2)

Kondisi keuangan dan preferensi risiko wajib pajak memperlemah hubungan antara persepsi wajib

pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar

pajak. 3) Kondisi keuangan dan preferensi risiko wajib pajak memperkuat hubungan antara

pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan terhadap tingkat kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak.

Syamsudin (2014) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang

Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak

dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang

Pribadi Di Kota Semarang). Variabel bebas yang digunakan yaitu persepsi wajib pajak tentang kualitas

pelayanan fiskus, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi

yang digunakan yaitu kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dan preferensi risiko berpengaruh positif

dan signifikan, kondisi keuangan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Selain itu, kedua variabel moderasi yaitu kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko tidak

berpengaruh terhadap hubungan antara persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dengan

kepatuhan wajib pajak.

Yulianty (2015) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan

terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating.

Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman peraturan perpajakan, variabel terikat yang

digunakan yaitu kepatuhan formal wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi

risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh

terhadap kepatuhan formal wajib pajak meski jumlah persentase yang ditujukan kecil. Sementara

preferensi risiko menunjukkan hasil positif yang sama sehingga dianggap tidak dapat memoderasi

hubungan antara pemahaman tentang peraturan perpajakan dan kepatuhan formal wajib pajak.

Hidayat (2015) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang

Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak

dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang

Pribadi Di Kota Semarang). Variabel bebas yang digunakan yaitu kualitas pelayanan fiskus, variabel

terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu

kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi wajib

pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dan kondisi keuangan wajib pajak berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak, sedangkan preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Kedua variabel moderasi yaitu kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko tidak berpengaruh

terhadap hubungan antara persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan fiskus dengan kepatuhan

wajib pajak.

Jami’ati (2015) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Wajib Pajak tentang

Kualitas Pelayanan Fiskus, Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional (SPN), Sosialisasi Perpajakan, dan

Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak dan Preferensi

Risiko sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris: Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Kudus). Variabel bebas yang digunakan yaitu kualitas pelayanan fiskus, pelaksanaan

sensus pajak nasional (spn), sosialisasi perpajakan, dan sanksi pajak, variabel terikat yang digunakan

yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu kondisi keuangan wajib pajak

dan preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier

berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan fiskus, pelaksanaan sensus

Page 20: 2656-5366 - SEGCE

211

pajak nasional, sosialisasi perpajakan, dan sanksi pajak berpengaruh positif signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak. dalam uji moderasi, kondisi keuangan wajib pajak dan preferensi risiko tidak

mampu mempengaruhi hubungan kualitas pelayanan fiskus, pelaksanaan sensus pajak nasional,

sosialisasi perpajakan, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.

Kartika (2015) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak dan

Pelayanan Aparat Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel

Moderasi (Studi Kasus Pada UMKM Yang Terdaftar Di KPP Pratama Demak). Variabel bebas yang

digunakan yaitu pemahaman peraturan pajak dan pelayanan aparat pajak, variabel terikat yang

digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko.

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel pemahaman peraturan pajak dan pelayanan

aparat pajak berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.

Preferensi risiko tidak dapat memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan pajak dengan

kepatuhan wajib pajak dan pelayanan aparat pajak dengan kepatuhan wajib pajak.

Lubab (2016) melakukan penelitian mengenai Sikap dan Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi di Kota Semarang: dengan Kondisi Keuangan dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel

Moderating. Variabel bebas yang digunakan yaitu pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang

peraturan perpajakan dan kesadaran perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib

pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu kondisi keuangan dan preferensi risiko. Alat analisis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa sikap wajib pajak tentang peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak. Variabel kondisi keuangan wajib pajak juga berperan sebagai pure moderator

yang memperkuat maupun memperlemah hubungan antara variabel dependen dengan variabel

independen. Namun untuk preferensi risiko tidak dapat memoderasi hubungan antara sikap wajib pajak

dan kepatuhan wajib pajak. Implikasi dari penelitian ini menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan

wajib pajak di Indonesia khususnya di Kota Semarang. Sosialisasi untuk meningkatkan kepatuhan

dapat dilakukan melalui iklan di televisi, radio maupun surat kabar. Direktorat Jenderal Pajak juga

perlu secara berkala mengadakan acara yang mendidik serta menghibur masyarakat agar memiliki

kesadaran untuk membayar kewajiban perpajakan.

Liana (2016) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating pada KPP Pratama

Bekasi Barat. Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman peraturan pajak, variabel terikat yang

digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko.

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang peraturan pajak berpengaruh terhadap

kepatuhan Wajib Pajak dengan nilai signifikan sebesar 0.000 < 0,05. Preferensi risiko tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dengan nilai signifikan sebesar 0.010 > 0,05. Demikian

juga preferensi risiko tidak berpengaruh signifikan dan tidak dapat memoderasi hubungan antara

pemahaman tentang peraturan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak dengan nilai signifikan sebesar

0.279 > 0,05. Pada penelitian ini Wajib Pajak yang diteliti cenderung menerima risiko dan hal tersebut

menyebabkan preferensi risiko tidak memoderasi hubungan antara variabel pemahaman peraturan

perpajakan dengan kepatuhan Wajib Pajak.

Septiani (2016) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Sanksi Pajak dan Pelayanan Aparat

Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi. Variabel

bebas yang digunakan yaitu sanksi pajak dan pelayanan aparat pajak, variabel terikat yang digunakan

yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun pelayanan

Page 21: 2656-5366 - SEGCE

212

petugas pajak dan preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Preferensi risiko

sebagai variabel moderasi tidak berpengaruh dan tidak dapat memoderasi hubungan antara sanksi pajak

dengan kepatuhan wajib pajak serta hubungan antara pelayanan petugas pajak dengan kepatuhan wajib

pajak.

Subekti (2016) melakukan penelitian mengenai Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus Pada

Wajib Pajak Badan Hotel di DIY). Variabel bebas yang digunakan yaitu efektifitas sistem perpajakan,

kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, dan pengetahuan peraturan perpajakan, variabel terikat yang

digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko.

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa 1) persepsi atas efektivitas sistem perpajakan berpengaruh positif

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, 2) kualitas pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak, 3) sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, 4)

pengetahuan peraturan perpajakan berpengaruh negatif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, 5)

kualitas pelayanan fiskus yang diperlemah dengan preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak.

Srimindarti (2017) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Sanksi Pajak, Pelayanan Aparat

Pajak, dan Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko

Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada UMKM yang Terdaftar di KPP Pratama Semarang

Barat). Variabel bebas yang digunakan yaitu sanksi pajak, pelayanan aparat pajak, dan pemahaman

peraturan pajak, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi

yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, pelayanan aparat pajak berpengaruh negatif

terhadap kepatuhan Wajib Pajak, Pemahaman aturan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepatuhan Wajib Pajak, Preferensi Risiko dapat memoderasi pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan

Wajib Pajak, Preferensi Risiko dapat memoderasi pengaruh pelayanan aparat pajak terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak, dan Preferensi Risiko dapat memoderasi pengaruh pemahaman peraturan

pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Ismawati (2017) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan,

Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Pajak, dan Tax Amnesty Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan

Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi Pada KPP Pratama Kota Kudus). Variabel bebas

yang digunakan yaitu pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, dan

tax amnesty, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang

digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi risiko dapat

memoderasi pengaruh antara tax amnesty terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun preferensi risiko

tidak dapat memoderasi pengaruh antara pemahaman peraturan perpajakan, kualiatas pelayanan fiskus,

dan sanksi perpajakan.

Hariyani (2017) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan

Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating.

Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman peraturan perpajakan, variabel terikat yang

digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko.

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh signifikan

terhadap kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan, non karyawan dan wajib pajak badan.

Akan tetapi preferensi risiko berpengaruh tidak signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak

orang pribadi karyawan dan non karyawan, sedangkan untuk wajib pajak badan variabel moderating

Page 22: 2656-5366 - SEGCE

213

pada penelitian ini yaitu preferensi risiko berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan formal wajib

pajak badan. Demikian juga dengan pengaruh preferensi risiko terhadap hubungan antara pemahaman

peraturan perpajakan dengan kepatuhan formal wajib pajak orang pribadi karyawan dan non karyawan

berpengaruh tidak signifikan dan tidak dapat memoderasi hubungan antara kedua variabel tersebut,

sedangkan pengaruh preferensi risiko terhadap hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan

dengan kepatuhan formal wajib pajak badan berpengaruh signifikan dan dapat memoderasi hubungan

antara kedua variabel tersebut.

Sulistiyani (2017) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Sanksi Pajak, Pelayanan Aparat

Pajak, dan Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko

Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus pada UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Semarang

Barat). Variabel bebas yang digunakan yaitu sanksi pajak, pelayanan aparat pajak, dan pemahaman

peraturan pajak, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi

yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sanksi Pajak

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, pelayanan aparat pajak

berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, Pemahaman Peraturan

pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, Preferensi Risiko

Memoderasi Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, Preferensi Risiko Memoderasi Pelayanan

Aparat Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Preferensi Risiko Memoderasi Pemahaman

Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

Susanti (2017) melakukan penelitian mengenai Determinan Kepatuhan Wajib Pajak UKM

dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus UKM di Kecamatan Semarang

Selatan). Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman wajib pajak, pelayanan aparat pajak dan

sanksi perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak dan variabel moderasi

yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan aparat pajak

dan preferensi risiko tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak UKM. Pemahaman wajib

pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib UKM. Preferensi Risiko tidak

memoderasi pengaruh antara variabel pemahaman wajib pajak, pelayanan aparat pajak dan sanksi

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak UKM.

Aziz (2018) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi

Empiris Pada Wp Op Di Kpp Pratama Singosari). Variabel bebas yang digunakan yaitu pemahaman

peraturan perpajakan, variabel terikat yang digunakan yaitu kepatuhan wajib pajak, dan variabel

moderasi yang digunakan yaitu preferensi risiko. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil

analisis dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil uji F menunjukkan bahwa

variabel Zscore: Memahami Peraturan Wajib Pajak, Zscore: Preferensi Risiko dan ABSX1_X2 secara

bersamaan atau simultan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. 1) Hasil uji t menunjukkan bahwa

untuk variabel Zscore: Pemahaman Peraturan Wajib Pajak secara parsial tidak berpengaruh pada

kepatuhan wajib pajak. 2) Zscore: Preferensi Risiko secara parsial mempengaruhi kepatuhan wajib

pajak. 3) variabel preferensi risiko dapat memoderasi Pemahaman tentang Peraturan Wajib Pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak.

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pemikiran

Teori kepatuhan (compliance theory) merupakan teori yang menjelaskan suatu kondisi dimana

seseorang taat terhadap perintah atau aturan yang diberikan. Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan

Page 23: 2656-5366 - SEGCE

214

sebagai suatu keadaan saat wajib pajak berusaha memahami dan melaksanakan kewajibannya sesuai

aturan yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku. Hubungan antara teori

kepatuhan (compliance theory) dengan kepatuhan wajib pajak adalah teori kepatuhan (compliance

theory) tersebut merupakan teori yang menjelaskan suatu kondisi dimana seseorang taat terhadap

perintah atau aturan yang diberikan, sedangkan kepatuhan wajib pajak merupakan keadaan dimana wajib

pajak dapat memenuhi kewajibannya dan memiliki haknya dalam membayar pajak, sehingga bisa

dikatakan bahwa hubungan teori kepatuhan dengan kepatuhan wajib pajak sangat erat. Teori lain yang

berhubungan dengan kepatuhan wajib pajak yaitu teori atribusi, teori pembelajaran sosial, dan teori

prospek.

Hubungan teori atribusi dengan kepatuhan wajib pajak adalah bahwa seseorang dalam

menentukan perilaku patuh atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi

oleh faktor internal yaitu preferensi risiko wajib pajak serta pengetahuan dan pemahaman wajib pajak

tentang peraturan perpajakan serta faktor eksternal yaitu kualitas pelayanan yang diberikan oleh kantor

pajak serta sanksi pajak yang akan diberikan. Hubungan teori pembelajaran sosial dengan kepatuhan

wajib pajak adalah dapat menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar

pajak apabila orang tersebut secara langsung mengamati bahwa uang pajak yang dibayarnya telah

terkontribusi dalam pembangunan yang ada disekitarnya. Hubungan teori prospek dengan kepatuhan

wajib pajak adalah teori ini menjelaskan mengenai preferensi risiko dapat mempengaruhi kepatuhan

wajib pajak. Jika seorang wajib pajak mampu menolak risiko yang muncul dan menghadapi risiko

tersebut maka tingkat preferensinya tinggi. Wajib pajak yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi

maka dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak (Aryobimo, 2012 ; Julianti, 2014).

Berbagai teori yang telah dipaparkan diatas, peneliti mengangkat judul tentang pengaruh

pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib

pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderasi. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk

mengetahui apakah pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dapat

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak serta apakah hubungan pemahaman peraturan perpajakan, kualitas

pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dapat dimoderasi oleh

preferensi risiko.

Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan saat wajib pajak berusaha

memahami dan melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan

undang-undang yang berlaku. Terdapat dua macam kepatuhan wajib pajak yaitu kepatuhan formal dan

kepatuhan material (Asbar, 2015).

Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan

mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan dan menerapkannya untuk

melakukan kegiatan perpajakan seperti, membayar pajak, melaporkan SPT, dan sebagainya

(Adiasa,2013 ; Erlina, 2017).

Pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak

dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus

dilakukan secara terus-menerus atau berkala.

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib

pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016:62).

Menurut Torgler (2003) keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya

terhadap risiko yang dihadapi. Wajib pajak yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi maka akan

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak

Dalam penelitian ini, maka dapat disajikan kerangka pemikiran tentang pemahaman peraturan

perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dengan

preferensi risiko sebagai variabel moderasi.

Page 24: 2656-5366 - SEGCE

215

Gambar 3.1

Kerangka Pemikiran

Analisis dampak pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderasi.

H5 H6 H7 H4

H1

H2

H3

Sumber : Hasil pemikiran peneliti (2018)

3.2 Hipotesis Penelitian

3.2.1 Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan

mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan. Semakin tinggi tingkat

pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka kepatuhan wajib

pajak akan meningkat. Penelitian Adiasa (2013) menunjukkan bahwa pemahaman peraturan pajak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian

Julianti (2014), Kartika (2015), Suntono (2015), Liana (2016), Lubab (2016), Oktaviani (2017),

Srimindarti (2017), dan Sulistiyani (2017) yaitu pemahaman peraturan perpajakan berpengaruh positif

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :

H1 : Pemahaman Peraturan Perpajakan berpengaruh positif terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak

Preferensi Risiko

(Variabel Moderasi)

Pemahaman Peraturan

Perpajakan (X1)

Kualitas Pelayanan

Fiskus (X2)

Kepatuhan Wajib

Pajak (Y)

Sanksi Pajak (X3)

Page 25: 2656-5366 - SEGCE

216

3.2.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak berhubungan erat

dengan kualitas pelayanan yang diberikan aparat pajak kepada wajib pajak. Oleh karena itu, kualitas

pelayanan pajak yang diberikan oleh aparat pajak akan dapat berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan semakin baik juga tingkat kepatuhan wajib

pajak. Hal ini sesuai dengan penelitian Aryobimo (2012), Annisa (2013), Julianti (2014), Syamsudin

(2014), Ardyanto (2014), Hidayat (2015), Kartika (2015), Suntono (2015), dan Erlina (2017) yang

menyatakan bahwa pelayanan aparat pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :

H2 : Kualitas Pelayanan Fiskus berpengaruh positif terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

3.2.3 Pengaruh Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Sanksi perpajakan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengikat wajib pajak akan

tanggungjawabnya. Dalam hal ini pengenaan sanksi perpajakan bertujuan untuk menciptakan

kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian yang dilakukan oleh

Ardyanto (2014) menjelaskan semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan

wajib pajak sehingga sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Jatmiko (2006), Septiani

(2016), Oktaviani (2017), Sulistiyani (2017).

Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :

H3 : Sanksi Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

3.2.4 Pengaruh Preferensi Risiko Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Torgler (2003) keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya

terhadap risiko yang dihadapi. Preferensi risiko seseorang merupakan salah satu komponen dari

beberapa teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan termasuk teori kepatuhan pajak

seperti teori rasionalitas dan teori prospek. Penelitian yang dilakukan Ardyanto dan Utaminingsih

(2014), Annisa (2013), Syamsudin (2014), Sulistiyani (2017), dan Aziz (2018) menyatakan bahwa

preferensi risiko berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Artinya jika seorang wajib pajak

mampu menolak risiko yang muncul dan menghadapi risiko tersebut maka tingkat preferensinya tinggi.

Preferensi risiko yang tinggi adalah keadaan dimana seorang wajib pajak akan menghadapi risiko yang

berkaitan dengan kemungkinan membayar pajak atau risiko-risiko lainnya. Semakin tinggi

kecenderungan dalam menghadapi risiko seorang wajib pajak maka akan semakin berpengaruh positif

tehadap kepatuhan wajib pajak (Adiasa, 2013).

Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :

H4 : Preferensi Risiko berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

3.2.5 Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi Pemahaman wajib pajak adalah pemahaman terhadap sistem pemungutan pajak yang ada di

Indonesia dan segala macam peraturan peraturan perpajakan yang berlaku (Pranadata, 2014). Sistem

pemungutan pajak di Indonesia adalah sistem self assessment. Wajib pajak cenderung akan lebih

mematuhi peraturan perpajakannya apabila memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai peraturan

perpajakan.

Penelitian Adiasa (2013) menunjukkan bahwa pemahaman peraturan pajak berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak

Page 26: 2656-5366 - SEGCE

217

terhadap peraturan perpajakan, maka semakin kecil kemungkinan wajib pajak untuk melanggar

peraturan tersebut sehingga meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak.

Preferensi resiko adalah resiko apa yang nantinya akan mempengaruhi pemahaman wajib

pajak terhadap kepatuhannya dalam membayar pajak. Ketika wajib pajak mengetahui risiko apa yang

akan dihadapinya maka mereka yang akan menentukan apakah membayar pajak atau tidak membayar

pajak, hal tersebut karena preferensi risiko adalah pemilihan risiko yang akan ditanggung oleh wajib

pajak itu sendiri. Wajib pajak senantiasa akan semakin patuh terhadap kewajiban perpajakannya

apabila dimoderasi oleh risiko yang ada pada diri wajib pajak tersebut. Semakin tinggi kecenderungan

dalam menghadapi risiko seorang wajib pajak maka akan semakin berpengaruh positif tehadap

kepatuhan wajib pajak (Kartika, 2015).

Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :

H5 : Preferensi risiko memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.

3.2.6 Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi Pelayanan adalah suatu proses tindakan untuk memenuhi kebutuhan seseorang melalui

aktivitas yang dilakukan orang lain secara langsung. Sedangkan fiskus atau aparat pajak adalah orang

yang melakukan pelayanan pajak pada wajib pajak mengenai perpajakan. Adanya pelayanan fiskus

yang baik mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Dengan terciptanya kondisi pelayanan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih menyenangkan

bagi wajib pajak, maka akan menimbulkan dampak positif yaitu kerelaan dari wajib pajak dalam

melaksanakan kewajibannya membayar pajak (Kusuma, 2016). Ardyanto (2014) menyatakan bahwa

pelayanan aparat pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Perilaku wajib pajak dalam menghadapi risiko tidak dapat diartikan bahwa wajib pajak

tersebut tidak memenuhi kewajiban pajaknya. Wajib pajak yang memiliki tingkat preferensi risiko

tinggi maka cenderung untuk lebih taat membayar pajak, sedangkan apabila wajib pajak memiliki

tingkat preferensi risiko yang rendah akan cenderung tidak taat dalam membayar pajak (Subekti,

2016).

Aryobimo (2012) membuktikan bahwa variabel preferensi risiko berpengaruh secara positif

dan signifikan terhadap hubungan variabel antara pelayanan aparat pajak dengan variabel kepatuhan

wajib pajak.

Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :

H6 : Preferensi risiko memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan

fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.

3.2.7 Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan

Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib

pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka

akan semakin merugikan wajib pajak. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya karena

sanksi perpajakan cenderung memberikan banyak kerugian kepada mereka, hal tersebut berarti bahwa

sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Perilaku wajib pajak dalam menghadapi risiko tidak dapat diartikan bahwa wajib pajak

tersebut tidak akan memenuhi kewajiban perpajakannya (Aryobimo, 2012). Pelaksanaan sanksi

perpajakan secara tegas yang dianggap merugikan wajib pajak dapat diperkuat dengan adanya

Page 27: 2656-5366 - SEGCE

218

preferensi risiko, sehingga wajib pajak yang memiliki tingkat preferensi risiko tinggi cenderung akan

lebih memilih untuk patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Sedangkan apabila seorang wajib pajak memiliki tingkat risiko yang rendah dalam kehidupan

wajib pajak itu sendiri maka wajib pajak tersebut justru cenderung untuk lebih tidak taat dalam

membayar pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib

pajak (Kusuma, 2016). Semakin tinggi risiko seseorang maka semakin berusaha untuk menghindari

sanksi pajak dengan memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak.

Berdasarkan hal tersebut dapat diduga :

H7 : Preferensi risiko memoderasi hubungan antara sanksi pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur yang beralamat di

Jalan Kapten Tantular No. 4, Renon, Denpasar.

4.2 Obyek Penelitian

Obyek yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah pemahaman peraturan perpajakan,

kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak dan preferensi risiko pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Denpasar Timur.

4.3 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey yaitu dimana informasi dikumpulkan dari responden

dengan menggunakan kuisioner dengan memakai suatu teknik pengumpulan informasi yang dilakukan

dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden. Dengan teknik pengumpulan

data seperti itu diharapkan pengumpulan data akan lebih cepat.

4.4 Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen

Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,2016). Dalam penelitian ini variabel

independen adalah pemahaman peraturan perpajakan (X1), kualitas pelayanan fiskus (X2), dan sanksi

pajak (X3).

2. Variabel Dependen

Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini variabel dependen

adalah kepatuhan wajib pajak (Y).

3. Variabel Moderasi

Variabel moderasi adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah)

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. (Sugiono, 2016). Dalam penelitian

ini variabel moderasi adalah preferensi risiko.

4.5 Definisi Operasional Variabel

1. Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan saat wajib pajak berusaha

memahami dan melaksanakan kewajibannya sesuai aturan yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan

Page 28: 2656-5366 - SEGCE

219

undang-undang yang berlaku. Menurut Widayati dan Nurlis (2010) meliputi 5 indikator variabel

kepatuhan wajib pajak, yaitu :

1. Kepatuhan dalam kepemilikan NPWP

2. Kepatuhan dalam mengisi formulir pajak dengan benar

3. Kepatuhan dalam menghitung pajak dengan jumlah yang benar

4. Kepatuhan dalam membayar pajak tepat waktu,

5. Kepatuhan dalam melaporkan SPT dengan baik dan benar

2. Pemahaman Peraturan Perpajakan (X1)

Variabel independen pertama penelitian ini adalah pemahaman peraturan perpajakan.

Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan

mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan dan menerapkannya

untuk melakukan kegiatan perpajakan. Variabel ini diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5

pertanyaan kepatuhan wajib pajak. Indikator variabel menurut Jatmiko (2006) tersebut yaitu :

1. Mengetahui dan berusaha memahami Undang-undang perpajakan

2. Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak

3. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan

4. Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP, dan tarif pajak

5. Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan

oleh KPP

3. Kualitas Pelayanan Fiskus (X2)

Variabel independen kedua penelitian ini adalah kualitas pelayanan fiskus. Pelayanan adalah

suatu proses tindakan untuk memenuhi kebutuhan seseorang melalui aktivitas yang dilakukan orang

lain secara langsung. Sedangkan fiskus atau aparat pajak adalah orang yang melakukan pelayanan

pajak pada wajib pajak mengenai perpajakan. Menurut Kusuma (2016), variabel ini diukur dengan

instrumen yang terdiri dari 5 indikator yaitu:

1. Kehandalan (reliability)

2. Daya tanggap (responsiveness)

3. Jaminan (assurances)

4. Empati (empathy)

5. Bukti fisik (tangibles)

4. Sanksi Pajak (X3) Variabel independen ketiga penelitian ini adalah sanksi pajak. Sanksi perpajakan merupakan

jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan

kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016). Menurut Arum (2012), variabel ini diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5

indikator yaitu :

1. Sanksi pajak sangat diperlukan agar tercipta kedisiplinan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakan

2. Pengenaan sanksi harus dilaksanakan dengan tegas kepada semua Wajib Pajak yang melakukan

pelanggaran

3. Sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak harus sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang

sudah dilakukan

4. Penerapan sanksi pajak harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku

5. Semakin berat sanksi,maka akan semakin patuh membayar pajak

5. Preferensi Risiko (Variabel Moderasi) Variabel moderasi penelitian ini adalah preferensi risiko. Preferensi risiko seseorang

merupakan salah satu komponen dari beberapa teori yang berhubungan dengan pengambilan

Page 29: 2656-5366 - SEGCE

220

keputusan termasuk teori kepatuhan pajak seperti teori rasionalitas dan teori prospek. Menurut

Jatmiko (2006), variabel ini diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5 indikator yaitu :

1. Risiko keuangan 2. Risiko kesehatan 3. Risiko sosial 4. Risiko pekerjaan 5. Risiko keselamatan

Dari masing-masing pertanyaan diatas semua menggunakan teknik pengukuran skala likert

dengan pola sebagai berikut :

a. Sangat setuju, diberi skor 5

b. Setuju, diberi skor 4

c. Netral, diberi skor 3

d. Tidak setuju, diberi skor 2

e. Sangat tidak setuju, diberi skor 1

4.6 Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, skema dan gambar

(Sugiono, 2016). Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka (Sugiono,2016). Data kuantitatif

dalam penelitian ini angka dalam skala likert.

2. Sumber data

Sumber data dari penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh

langsung dari sumbernya, diamati, dan dicatat untuk pertama kalinya (Sugiono,2016). Data primer

dalam penelitian ini adalah hasil pengisian kuisioner oleh responden dari sumber-sumber luar

(Sugiono,2016). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Kantor

Pelayanan Pajak Denpasar Timur mengenai jumlah wajib pajak orang pribadi tahun 2017 dan sejarah

berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur.

4.7 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang berdiri atas objek atau subjek yang mempunyai

kualitas dari karakteristik tertentu yang dapat ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya (Sugiono,2016). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah wajib pajak orang

pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Denpasar Timur tahun 2017 yaitu sebanyak 85.781 orang.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut

(Sugiono,2016). Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

accidental sampling yang diambil dengan menggunakan rumus Slovin yaitu sebanyak 100 orang.

4.8 Metode Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode accidental

sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan

ditemui peneliti dapat digunakan sebagai sampel. Bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok

sebagai sumber data (Sugiono,2016).

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah yang diambil sebagai

sampel diperoleh berdasarkan penghitungan penentuan sampel dengan menggunakan rumus Slovin

(Husein, 2008), yaitu :

n = …………………. (1)

Keterangan :

Page 30: 2656-5366 - SEGCE

221

n = Jumlah anggota sampel

N = Jumlah anggota populasi

e = Nilai kritis (batas ketelitian 0,1)

Perhitungan sampel :

n =

n = 99,88 = 100 orang (dibulatkan)

4.9 Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama

Denpasar Timur. Setiap responden mengisi data kuisioner dan menjawab setiap pertanyaan yang ada

dalam kuisioner.

4.10 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner, yaitu

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada

responden diberi nilai atau skor dengan menggunakan skala likert, dimana responden diberikan

kebebasan untuk menentukan pendapat pada kuisioner tersebut (Sugiono,2016).

4.11 Teknik Analisis Data

4.11.1 Uji Instrumen

Kesungguhan instrumen dalam menjawab kuisioner dalam penelitian ini merupakan hal yang

sangat penting karena validasi suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat pengukur instrumen

yang digunakan dan data yang diperoleh. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini

dilakukan pengujian apakah instrumen dan data penelitian berupa jawaban responden telah dijawab

atau tidak. Pengujian tersebut meliputi pengujian yang validitas dan pengujian realitas.

1. Uji Validitas

Menurut Sugiono (2016), validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur tersebut dapat

digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian validitas dapat dilakukan

dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pernyataan dengan total skor

(analisis pearson correlation) dengan SPSS. Syarat minimum suatu kuisioner untuk memenuhi

validitas adalah jika r lebih besar 0,30 (Sugiono, 2016). Nilai korelasi antar skor item dengan total

item kemudian dibandingkan dengan r kritis (0,30). Jika korelasi item terhadap skor total lebih

besar dari kritis (0,30) maka instrumen penelitian tersebut dikatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Reabilitas atau keandalan instrumen menunjukkan sejauh mana suatu pengukuran dapat

memberikan hasil yang konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap gejala yang sama

(Sugiono, 2016). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji statistic Cronbach

alpha dengan bantuan SPSS. Item-tem pernyataan dapat dikatakan reliabel apabila koefisien

Cronbach alpha berada diatas 0,70 (Ghozali,2016).

4.11.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi harus dilakukan untuk menguji layak tidaknya model analisis regresi yang

digunakan dalam penelitian. Uji ini meliputi :

1. Uji Normalitas Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran

data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal

ataukah tidak. Metode yang dipakai untuk mengetahui kenormalan metode regresi adalah One

Page 31: 2656-5366 - SEGCE

222

Sample Kolmogorov-Smirnof test. Distribusi data dinyatakan normal apabila nilai signifikan dari

One Sample Kolmogorov-Smirnof test > 0,05 (Ghozali, 2016).

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk memastikan apakah di dalam

sebuah model regresi ada ditemukannya korelasi antar variabel bebas atau tidak. Dalam model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk mengetahui ada

atau tidaknya multikolinearitas maka dapat dilihat dari nilai Tolerance atau Varians Inflation

Faktor (VIF), bila Tolerance > 0,10 atau VIF < 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali,

2016).

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain atau tidak. Jika

varian dari residual satu ke pengamatan lain tetap maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda

disebut heteroskedastisitas. Uji Heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan uji Glejser. Apabila nilai signifikansi variabel independen terhadap nilai absolute

residual statistik diatas 0,05 maka dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2016).

4.11.3 Uji Kelayakan Model

Untuk membuktikan ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksirkan nilai aktrual adalah

dengan cara mengukur nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t.

1. Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan

pergerakkan variabel dependen dalam persamaan atau model yang akan diteliti. Nilai R2 memiliki

interval 0 sampai 1. Semakin besar nilai R2 maka model regresi yang menunjukkan variabel

independen secara keseluruhan dapat menjelaskan variasi dari variabel independen. Jika R2

menunjukkan nilai 0 maka ini menunjukkan bahwa variabel independen sama sekali tidak

memberikan informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi pergerakkan variabel dependen.

Sementara jika R2 menunjukkan nilai 1 berarti variabel independen memberikan semua informasi

yang dibutuhkan untuk memprediksi pergerakkan variabel dependen (Ghozali, 2016).

2. Uji Statistik F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas

yang dimasukkan dalam metode ini mempunyai pengaruh secara simultan atau secara keseluruhan

terhadap variabel dependen atau terikat. Adapun kriteria pengambilan keputusan yang digunakan

adalah jika profitabilitas ≤ 0,05 maka variabel independen secara simultan atau secara keseluruhan

berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016).

3. Uji Statistik t

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen

secara individu atau persial terhadap variabel dependen. Adapun Kriteria Pengujian Hipotesis

adalah jika signifikansi ≤ 0,05, maka H1 diterima artinya variabel independen secara parsial

berpengaruh terhadap variabel dependen , sedangkan jika signifikansi > 0,05, maka H1 ditolak

artinya tidak ada pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen

(Ghozali, 2016).

4.11.4 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi mengenai

pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak serta preferensi risiko

sebagai variabel moderasi. Seluruh variabel dideskripsikan dengan nilai minimum, maksimum, rata-

rata dan simpangan baku (Ghozali,2016).

Page 32: 2656-5366 - SEGCE

223

4.11.5 Analisis Faktor

Analisis faktor adalah analisis yang digunakan untuk mereduksi atau meringkas sejumlah

variable menjadi lebih sedikit, namun tidak mengurangi makna dari variabel aslinya (Suyana, 2016).

Jenis analisis faktor yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis faktor eksploratori. Validitas

dalam analisis faktor adalah dengan melihat nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) dan Anti-Image ≥ 0,50

maka dikatakan valid.

4.11.6 Analisis Regresi Moderasi (Moderated Regression Analysis)

Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis regresi moderasi untuk mengetahui

bagaimana pengaruh pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderasi. Model persamaan

regresi moderasi dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Ghozali,2016) :

Y1 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4Mo + β5 X1*Mo + β6 X2*Mo + β7 X3*Mo + ε

Keterangan dari persamaan diatas sebagi berikut :

Y = Kepatuhan Wajib Pajak

X1 = Pemahaman Peraturan Perpajakan

X2 = Kualitas Pelayanan Fiskus

X3 = Sanksi Pajak

Mo = Preferensi Risiko

α = Konstanta

β1 – β6 = Koefisien regresi yang menunjukan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen

berdasarkan pada variabel independen

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Perusahaan

Cikal bakal KPP Pratama Denpasar Timur adalah Kantor Inspeksi Pajak Singaraja yang

berkedudukan di Jalan Ahmad Yani No. 67 Singaraja. Wilayah kerja kantor ini meliputi Bali, Nusa

Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada tahun 1974 terjadi pemisahan wilayah

kerja dengan terbentuknya Kantor Inspeksi Pajak Mataram yang membawahi wilayah Nusa Tenggara

Barat, sehingga Kantor Inspeksi Pajak Singaraja bertanggungjawab pada daerah Bali dan Nusa

Tenggara Timur (NTT). Sesuai dengan kondisi itu, maka setahun kemudian dibukalah Kantor Inspeksi

Pajak Denpasar yang resmi terpisah dengan kantor di Singaraja dan mengambil tempat di Gedung

Keuangan Negara I, Jalan Dr. Kusuma Atmaja, Renon, Denpasar, berbagi tempat dengan Kantor

Lelang Negara dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

Dengan adanya reformasi di bidang perpajakan, maka pada tahun 1984 seluruh Kantor

Inspeksi Pajak berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pada saat itu terdapat 121 KPP di

seluruh Indonesia dengan 15 Kantor Wilayah (Kanwil).

Pada tahun 1996, Kantor Pelayanan Pajak Denpasar menempati gedung baru di Gedung

Keuangan Negara II di Jalan Kapten Tantular No. 4 Renon, Denpasar, bersama-sama dengan Kantor

Wilayah XIV DJP Bali, NTB, NTT dan Timor Timur serta Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan Denpasar.

Pada tahun 2001, terjadi beberapa pemekaran KPP dan perubahan Kanwil. Sementara itu,

pada tahun 2002, Kantor Pelayanan Pajak Denpasar yang sebelumnya bertanggung jawab pada daerah

Kota Madya Denpasar, Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar, Klungkung dan Bangli, kemudian

dipecah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Denpasar Barat meliputi wilayah Tabanan, Badung,

Page 33: 2656-5366 - SEGCE

224

dan Kecamatan Denpasar Barat, serta KPP Denpasar Timur meliputi wilayah Kecamatan Denpasar

Timur, Denpasar Selatan, Gianyar, Klungkung, dan Bangli.

Pada tanggal 11 Desember 2007, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di Lingkungan

Kanwil DJP Bali diresmikan. Sejak saat itu, KPP Denpasar Timur resmi menjadi KPP Pratama

Denpasar Timur. Meskipun demikian, KPP Pratama Denpasar Timur tetap berkedudukan di Gedung

Keuangan Negara II di Jalan Kapten Tantular No. 4 Renon, Denpasar, bersama-sama dengan Kantor

Wilayah DJP Bali dan KPP Pratama Badung Selatan.

KPP Pratama Denpasar Timur adalah instansi vertikal Kementerian Keuangan Republik

Indonesia di bawah Direktorat Jenderal Pajak. KPP Pratama Denpasar Timur memiliki visi menjadi

KPP Pratama terbaik yang mampu mengemban tugas dan fungsi DJP dalam menghimpun penerimaan

Negara serta memberikan layanan publik yang prima dan misi menghimpun penerimaan pajak negara

berdasarkan undang-undang perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. KPP

Pratama Denpasar Timur memiliki motto pelayanan yaitu “Serve with Smile” yang berarti pelayanan

dengan senyum, sapa, sopan, sigap, mudah, modern, ikhlas, loyal, dan efisien serta slogan yaitu

“Bersama Kita Bisa”. Sementara itu, tugas pokok dari KPP Pratama Denpasar Timur adalah

melaksanakan penyuluhan, pelayanan, pengawasan dan konsultasi, pemeriksaan dan penagihan

terhadap Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang

Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan.

5.2 Hasil Analisis

5.2.1 Deskripsi Data

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak orang pribadi yang berada di wilayah

Denpasar Timur. Berdasarkan data yang diperoleh dari KPP Pratama Denpasar Timur jumlah wajib

pajak orang pribadi tahun 2017 yaitu sebanyak 85.781 orang. Sampel yang digunakan yaitu dengan

metode accidental sampling yang diambil dengan menggunakan rumus Slovin yaitu sebanyak 100

orang. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 100 kuesioner dan yang kembali adalah sebanyak 100

kuesioner sehingga jumlah observasi (n) dalam penelitian ini adalah 100 responden wajib pajak orang

pribadi.

Sebelum membahas pembuktian dari hipotesis dalam penelitian, secara

deskriptif akan dijelaskan mengenai kondisi masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian

ini antara lain, pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak sebagai

variabel bebas, preferensi risiko sebagai variabel moderating, dan kepatuhan wajib pajak sebagai

variabel terikat. Proses pendistribusian hingga pengumpulan data dilakukan selama 2 minggu, mulai

tanggal 17 September 2018 sampai dengan 1 Oktober 2018. Kuesioner terdiri dari 40 pertanyaan,

terdapat 5 pertanyaan untuk variabel pemahaman peraturan pajak (X1), 5 pertanyaan untuk variabel

kualitas pelayanan fiskus (X2), 5 pertanyaan untuk variabel sanksi pajak (X3), 20 pertanyaan untuk

variabel preferensi risiko (Mod) dengan pembagian 4 pertanyaan untuk risiko keuangan, 4 pertanyaan

untuk risiko kesehatan, 4 pertanyaan untuk risiko sosial, 4 pertanyaan untuk risiko pekerjaan, dan 4

pertanyaan untuk risiko keselamatan, serta 5 pertanyaan untuk variabel kepatuhan wajib pajak (Y).

Data demografi responden pada tabel 5.1 dibawah ini menyajikan beberapa informasi umum mengenai

kondisi responden yang ditemukan di lapangan.

Page 34: 2656-5366 - SEGCE

225

Tabel 5.1

Data Demografi Responden

KETERANGAN Jumlah Responden Persentase (%)

Jenis Kelamin

1 Laki-laki 60 60%

2 Perempuan 40 40%

Total 100 100%

Umur

1 < 20 th 8 8%

2 21 - 30 th 47 47%

3 31 - 40 th 13 13%

4 41 - 50 th 13 13%

5 > 51 th 19 19%

Total 100 100%

Pendidikan Terakhir

1 SD 0 0%

2 SMP 0 0%

3 SMA/Sederajat 32 32%

4 Diploma 6 6%

5 S1 52 52%

6 S2 8 8%

7 S3 2 2%

Total 100 100%

Sumber : Lampiran 5, Data diolah (2018)

Dari tabel 5.1 dapat diidentifikasi bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah

60 orang (60%) dan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 40 orang (40%). Hal ini

menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian ini adalah laki-laki. Selanjutnya karakteristik

responden berdasarkan umurnya, untuk responden berusia < 20 tahun berjumlah 8 orang (8%),

responden berusia 21 - 30 tahun berjumlah 47 orang (47%), responden berusia 31 - 40 tahun berjumlah

13 orang (13%), responden berusia 41 – 50 tahun berjumlah 13 tahun (13%) dan responden yang

berusia > 51 tahun berjumlah 19 orang (19%). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden

penelitian ini adalah berumur 21 – 30 tahun. Karakteristik responden yang terakhir adalah tingkat

pendidikan. Responden yang memiliki tingkat pendidikan SD tidak ada, responden yang memiliki

tingkat pendidikan SMP tidak ada, responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 32

orang (32%), responden yang memiliki tingkat pendidikan Diploma sebanyak 6 orang (6%), responden

yang memiliki tingkat pendidikan S1 sebanyak 52 orang (52%), responden yang memiliki tingkat

pendidikan S2 sebanyak 8 orang, dan responden yang memiliki tingkat pendidikan S3 sebanyak 2

orang. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian ini adalah responden yang memiliki

tingkat pendidikan S1.

Page 35: 2656-5366 - SEGCE

226

5.2.2 Uji Instrumen

Kesungguhan instrumen dalam menjawab kuisioner dalam penelitian ini merupakan hal yang

sangat penting karena validasi suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat pengukur instrumen

yang digunakan dan data yang diperoleh. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini

dilakukan pengujian apakah instrumen dan data berupa jawaban responden telah dijawab atau tidak.

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau validnya suatu kuesioner. Pengujian

validitas dapat dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pernyataan

dengan total skor (analisis pearson correlation) dengan SPSS. Syarat minimum suatu kuisioner

untuk memenuhi validitas adalah jika r lebih besar 0,30 (Sugiono, 2016). Jika korelasi item terhadap

skor total lebih besar dari kritis (0,30) maka instrumen penelitian tersebut dikatakan valid. Hasil uji

validitas instrument ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.2

Hasil Uji Validitas

No Variabel Pertanyaan Pearson

Corellation

Keterangan

1

Pemahaman

Peraturan Perpajakan

(X1)

X1.1 0.785 Valid

X1.2 0.787 Valid

X1.3 0.749 Valid

X1.4 0.764 Valid

X1.5 0.604 Valid

2

Kualitas Pelayanan

Fiskus

(X2)

X2.1 0.811 Valid

X2.2 0.831 Valid

X2.3 0.583 Valid

X2.4 0.797 Valid

X2.5 0.691 Valid

3

Sanksi Pajak

(X3)

X3.1 0.678 Valid

X3.2 0.730 Valid

X3.3 0.727 Valid

X3.4 0.569 Valid

X3.5 0.673 Valid

4

Risiko Keuangan

(M1)

M1.1 0.764 Valid

M1.2 0.722 Valid

M1.3 0.784 Valid

M1.4 0.602 Valid

5

Risiko Kesehatan

(M2)

M2.1 0.624 Valid

M2.2 0.800 Valid

M2.3 0.817 Valid

M2.4 0.858 Valid

6 Risiko Sosial

(M3)

M3.1 0.793 Valid

M3.2 0.848 Valid

M3.3 0.837 Valid

M3.4 0.811 Valid

7 Risiko Pekerjaan

(M4)

M4.1 0.740 Valid

M4.2 0.495 Valid

Page 36: 2656-5366 - SEGCE

227

M4.3 0.777 Valid

M4.4 0.675 Valid

8 Risiko Keselamatan

(M5)

M5.1 0.847 Valid

M5.2 0.869 Valid

M5.3 0.779 Valid

M5.4 0.818 Valid

9

Kepatuhan Wajib

Pajak (Y)

Y1.1 0.852 Valid

Y1.2 0.844 Valid

Y1.3 0.825 Valid

Y1.4 0.820 Valid

Y1.5 0.879 Valid

Sumber: Lampiran 6, Data diolah (2018)

Berdasarkan Tabel 5.2 hasil uji validitas diatas, dapat disimpulkan bahwa seluruh item

yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid. Hal ini bisa dilihat dari masing-masing

pertanyaan memiliki nilai Corrected Item-Total Correlatian yang lebih besar dari 0, 30.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan dalam kuesiner dapat

diandalkan. Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji statistic Cronbach alpha

dengan bantuan SPSS. Item-tem pernyataan dapat dikatakan reliabel apabila koefisien Cronbach

alpha berada diatas 0,70 (Ghozali,2016). Hasil uji reliabilitas instrument ditunjukkan pada tabel

berikut ini :

Tabel 5.3

Hasil Uji Reliabilitas

No Variabel Conhach

Alpha

Keterangan

1 Pemahaman Peraturan Perpajakan (X1) 0.783 Reliabel

2 Kualitas Pelayanan Fiskus (X2) 0.801 Reliabel

3 Sanksi Pajak (X3) 0.749 Reliabel

4 Risiko Keuangan (M1) 0.789 Reliabel

5 Risiko Kesehatan (M2) 0.777 Reliabel

6 Risiko Sosial (M3) 0.840 Reliabel

7 Risiko Pekerjaan (M4) 0.761 Reliabel

8 Risiko Keselamatan (M5) 0.844 Reliabel

9 Kepatuhan Wajib Pajak (Y) 0.896 Reliabel

Sumber: Lampiran 7, Data Diolah (2018)

Berdasarkan Tabel 5.3 hasil uji reliabilitas diatas, dapat disimpulkan bahwa seluruh item

yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. Hal ini bisa dilihat dari masing-masing

pertanyaan memiliki nilai Cronbach alpha yang lebih besar dari 0, 70.

5.2.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi harus dilakukan untuk menguji layak tidaknya model analisis regresi yang

digunakan dalam penelitian. 1. Uji Normalitas

Page 37: 2656-5366 - SEGCE

228

Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data

pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah

tidak. Metode yang dipakai untuk mengetahui kenormalan metode regresi adalah One Sample

Kolmogorov-Smirnof test. Distribusi data dinyatakan normal apabila nilai signifikan dari One

Sample Kolmogorov-Smirnof test > 0,05 (Ghozali, 2016). Hasil Uji Normalitas disajikan pada tabel

berikut ini:

Tabel 5.4

Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov -Smirnov Test

100

.0000000

1.91980151

.046

.032

-.046

.461

.984

N

Mean

Std. Deviation

Normal Parametersa,b

Absolute

Positive

Negative

Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz

ed Residual

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

Sumber: Lampiran 8, Data Diolah (2018)

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan hasil bahwa nilai Kolmogorov Smirnof Z sebesar 0,461

sedangkan nilai Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,984. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa

persamaan regresi berdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig (2-tailed) 0,984 lebih besar dari

alpha 0,05.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk memastikan apakah di dalam sebuah

model regresi ada ditemukannya korelasi antar variabel bebas atau tidak. Untuk mengetahui ada atau

tidaknya multikolinearitas maka dapat dilihat dari nilai Tolerance atau Varians Inflation Faktor

(VIF), bila Tolerance > 0,10 atau VIF < 10 berarti tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2016).

Hasil Uji Multikolinearitas disajikan pada tabel berikut ini:

Page 38: 2656-5366 - SEGCE

229

Tabel 5.5

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

6.413 2.899 2.212 .029

.141 .065 .176 2.171 .033 .929 1.077

.209 .095 .205 2.203 .030 .710 1.408

.382 .120 .314 3.187 .002 .633 1.579

2.527 2.892 .989 .874 .385 .005 208.839

.009 .111 .075 .084 .934 .008 132.360

.010 .079 .087 .133 .895 .014 69.999

-.110 .123 -.886 -.894 .374 .006 160.265

(Constant)

X1

X2

X3

Mo

X1*Mo

X2*Mo

X3*Mo

Model

1

B Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Ya.

Sumber: Lampiran 9, Data diolah (2018)

Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa nilai tolerance dari variabel Mo, X1*Mo, X2*Mo,

dan X3*Mo < 0,10 dan VIF > 10, maka hal tersebut dikatakan terjadi multikolinearitas. Interaksi atau MRA memang kemungkinan terjadi multikol karena dalam interaksi sesama variabel

independen diinteraksikan tetapi multikol ini bisa diabaikan dan dilanjutkan.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dalam penelitian menggunakan uji Glejser dilakukan dengan

membuat model regresi yang melibatkan nilai absolute residual dengan variabel independen.

Apabila nilai signifikansi variabel independen terhadap nilai absolute residual statistik diatas 0,05

maka dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2016). Hasil uji heteroskedastisitas

disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 5.6

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

1.393 1.599 .871 .386

-.035 .035 -.118 -1.009 .316

-.009 .018 -.058 -.496 .621

.055 .068 .103 .819 .415

1.789 1.677 1.573 1.067 .289

-.007 .064 -.126 -.107 .915

-.023 .044 -.427 -.522 .603

-.055 .071 -1.001 -.781 .437

(Constant)

X1

X2

X3

Mo

X1*Mo

X2*Mo

X3*Mo

Model

1

B Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: ABRESa.

Sumber: Lampiran 10, Data diolah (2018)

Page 39: 2656-5366 - SEGCE

230

Berdasarkan tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai signifikansi

> 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

5.2.4 Uji Kelayakan Model

Untuk membuktikan ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksirkan nilai aktrual adalah

dengan cara mengukur nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t.

1. Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan

pergerakkan variabel dependen dalam persamaan atau model yang akan diteliti. Semakin besar nilai

R2 maka model regresi yang menunjukkan variabel independen secara keseluruhan dapat menjelaskan

variasi dari variabel independen. Hasil koefisien determinasi (R2) disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.7

Hasil koefisien determinasi (R2)

Model Summaryb

.660a .436 .393 1.99150

Model

1

R R Square

Adjusted

R Square

Std. Error of

the Estimate

Predictors: (Constant), X3*Mo, X1, X3, X2, X2*Mo,

X1*Mo, Mo

a.

Dependent Variable: Yb.

Sumber: Lampiran 11, Data diolah (2018)

Berdasarkan tabel 5.10 diatas menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (Adjusted R2)

adalah 0,393 atau sebesar 39,3 persen. Hal ini berarti kepatuhan wajib pajak mampu dijelaskan

sebesar 39,3 persen oleh variabel pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi

pajak, dan preferensi risiko sebagai variabel moderasi. Sedangkan sisanya 61,7 persen dipengaruhi

oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam model penelitian.

2. Uji Statistik F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang

dimasukkan dalam metode ini mempunyai pengaruh secara simultan atau secara keseluruhan terhadap

variabel dependen atau terikat. Adapun kriteria pengambilan keputusan yang digunakan adalah jika

profitabilitas ≤ 0,05 maka variabel independen secara simultan atau secara keseluruhan berpengaruh

terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016). Hasil Uji Statistik F disajikan pada tabel berikut ini :

Page 40: 2656-5366 - SEGCE

231

Tabel 5.8

Hasil Uji Statistik F

ANOVAb

281.762 7 40.252 10.149 .000a

364.878 92 3.966

646.640 99

Regression

Residual

Total

Model

1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X3*Mo, X1, X3, X2, X2*Mo, X1*Mo, Moa.

Dependent Variable: Yb.

Sumber: Lampiran 12, Data diolah (2018)

Berdasarkan tabel 5.11 di atas diperoleh nilai signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05.

Maka model regresi dikatakan fit atau layak untuk menguji selanjutnya.

3. Uji Statistik t

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara

individu atau persial terhadap variabel dependen. Adapun Kriteria Pengujian Hipotesis adalah jika

signifikansi ≤ 0,05, maka H1 diterima artinya variabel independen secara parsial berpengaruh

terhadap variabel dependen , sedangkan jika signifikansi > 0,05, maka H1 ditolak artinya tidak ada

pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016). Hasil Uji

Statistik t disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.9

Hasil Uji Statistik t

Coefficientsa

6.413 2.899 2.212 .029

.141 .065 .176 2.171 .033 .929 1.077

.209 .095 .205 2.203 .030 .710 1.408

.382 .120 .314 3.187 .002 .633 1.579

2.527 2.892 .989 .874 .385 .005 208.839

.009 .111 .075 .084 .934 .008 132.360

.010 .079 .087 .133 .895 .014 69.999

-.110 .123 -.886 -.894 .374 .006 160.265

(Constant)

X1

X2

X3

Mo

X1*Mo

X2*Mo

X3*Mo

Model

1

B Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Ya.

Sumber: Lampiran 13, Data diolah (2018)

Berdasarkan Tabel 5.12 dapat dijelaskan bahwa:

a. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Variabel pemahaman peraturan perpajakan (X1) menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,171 dengan nilai signifikansi 0,033 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis

diterima. Ini berarti bahwa pemahaman peraturan perpajakan (X1) mempunyai pengaruh positif

terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).

b. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Page 41: 2656-5366 - SEGCE

232

Variabel kualitas pelayanan fiskus (X2) menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,203 dengan

nilai signifikansi 0,30 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima. Ini

berarti bahwa kualitas pelayanan fiskus (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan

wajib pajak (Y).

c. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Variabel sanksi pajak (X3) menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,187 dengan nilai

signifikansi 0,002 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima. Ini berarti

bahwa sanksi pajak (X3) mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).

d. Pengaruh Preferensi Risiko Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Variabel preferensi risiko (Mo) menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,874 dengan nilai

signifikansi 0,385 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti

bahwa preferensi risiko (Mo) mempunyai tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).

e. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi

Risiko Sebagai Variabel Moderasi

Variabel pemahaman peraturan perpajakan dengan preferensi risiko (X1*Mo)

menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,084 dengan nilai signifikansi 0,934 dimana nilai tersebut

lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu

memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.

f. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko

Sebagai Variabel Moderasi

Variabel kualitas pelayanan fiskus dengan preferensi risiko (X2*Mo) menunjukkan nilai t

hitung sebesar 0,133 dengan nilai signifikansi 0,895 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05

sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan

antara kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.

g. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai

Variabel Moderasi

Variabel sanksi pajak dengan preferensi risiko (X3*Mo) menunjukkan nilai t hitung

sebesar (-0,894) dengan nilai signifikansi 0,374 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05

sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan

antara sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.

5.2.5 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi mengenai

pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak. Seluruh variabel

dideskripsikan dengan nilai minimum, maksimum, rata-rata dan simpangan baku (Ghozali,2016). Hasil

analisis statistik deskriptif disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.10

Hasil analisis statistik deskriptif

Descriptive Statistics

100 14.00 25.00 20.8100 2.22336

100 14.00 25.00 21.4100 2.49887

100 12.00 24.00 20.3000 2.10099

100 -2.71249 2.36941 .0000000 1.00000000

100 16.00 25.00 21.5600 2.55572

100

X1

X2

X3

Mo

Y

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Sumber: Lampiran 14, Data diolah (2018)

Page 42: 2656-5366 - SEGCE

233

Berdasarkan tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa nilai minimum dari variabel pemahaman

peraturan perpajakan (X1) sebesar 14.00, maximum sebesar 25.00, dan mean sebesar 20.81. Nilai

minimum dari variabel kualitas pelayanan fiskus (X2) sebesar 14.00, maximum sebesar 25.00, dan

mean sebesar 21.41. Nilai minimum dari variabel sanksi pajak (X3) sebesar 12.00, maximum sebesar

24.00, dan mean sebesar 20.30. Nilai minimum dari variabel preferensi risiko (Mo) sebesar (-2.71249),

maximum sebesar 2.36941, dan mean sebesar 0.00. Nilai minimum variabel kepatuhan wajib pajak (Y)

sebesar 16.00, maximum sebesar 25.00, dan mean sebesar 21.56.

5.2.6 Analisis Faktor

Analisis faktor adalah analisis yang digunakan untuk mereduksi atau meringkas sejumlah

variabel menjadi lebih sedikit, namun tidak mengurangi makna dari variabel aslinya (Suyana, 2016).

Hasil analisis faktor disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.11

Hasil analisis faktor

KMO and Bartlett's Test

.763

156.570

10

.000

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling

Adequacy.

Approx. Chi-Square

df

Sig.

Bartlett's Test of

Sphericity

Sumber: Lampiran 15, Data diolah (2018)

Anti-image Matrices

.552 -.125 -.232 .103 -.147

-.125 .562 .005 -.246 -.160

-.232 .005 .581 -.118 -.128

.103 -.246 -.118 .697 -.073

-.147 -.160 -.128 -.073 .546

.734a -.224 -.410 .165 -.269

-.224 .760a .009 -.394 -.289

-.410 .009 .775a -.185 -.227

.165 -.394 -.185 .706a -.118

-.269 -.289 -.227 -.118 .820a

M1

M2

M3

M4

M5

M1

M2

M3

M4

M5

Anti-image Covariance

Anti-image Correlation

M1 M2 M3 M4 M5

Measures of Sampling Adequacy(MSA)a.

Sumber: Lampiran 15, Data diolah (2018)

Berdasarkan tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa pada tabel KMO and Bartlet’s test, nilai

KMO measure of sampling adequacy (MSA) sebesar 0,763 ≥ 0,50 dengan nilai signifikansi sebesar

0,000 maka kumpulan variabel tersebut dapat diproses lebih lanjut. Pada tabel Anti-Image Matrices

Page 43: 2656-5366 - SEGCE

234

bagian bawah, terlihat tidak ada variabel dengan MSA < 0,50 sehingga ke-lima variabel tersebut

memenuhi syarat untuk analisis faktor.

5.2.7 Analisis Regresi Moderasi (Moderated Regression Analysis)

Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis regresi moderasi untuk mengetahui bagaimana

pengaruh pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderasi (Ghozali,2016). Hasil

analisis regresi moderasi disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 5.12

Hasil analisis regresi moderasi

Coefficientsa

6.413 2.899 2.212 .029

.141 .065 .176 2.171 .033 .929 1.077

.209 .095 .205 2.203 .030 .710 1.408

.382 .120 .314 3.187 .002 .633 1.579

2.527 2.892 .989 .874 .385 .005 208.839

.009 .111 .075 .084 .934 .008 132.360

.010 .079 .087 .133 .895 .014 69.999

-.110 .123 -.886 -.894 .374 .006 160.265

(Constant)

X1

X2

X3

Mo

X1*Mo

X2*Mo

X3*Mo

Model

1

B Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Ya.

Sumber: Lampiran 16, Data diolah (2018)

Berdasarkan tabel 5.9 diatas menunjukkan bahwa :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4Mo + β5 X1*Mo + β6 X2*Mo + β7 X3*Mo + ε

Y = 6,413 + 0,141 X1 + 0,209 X2 + 0,382 X3 + 2,527 Mo + 0,009 X1*Mo + 0,010 X2*Mo –

0,110 X3*Mo

α = 6,413 artinya jika X1, X2, X3 sama dengan nol, maka kepatuhan wajib pajak (Y) sebesar

6,413.

β1 = 0,141 artinya jika variabel pemahaman peraturan perpajakan (X1) bertambah satuan maka

kepatuhan wajib pajak (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,141.

β2 = 0,209 artinya jika variabel kualitas pelayanan fiskus (X2) bertambah satuan maka kepatuhan

wajib pajak (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,209.

β3 = 0,382 artinya jika variabel sanksi pajak (X3) bertambah satuan maka kepatuhan wajib pajak

(Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,382.

β4 = 2,527 artinya jika variabel preferensi risiko (Mo) bertambah satuan maka kepatuhan wajib

pajak (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 2,527.

β5 X1*Mo = 0,009 artinya jika variabel preferensi risiko (Mo) yang memoderasi variabel

pemahaman peraturan perpajakan (X1) bertambah satuan maka kepatuhan wajib pajak (Y) akan

mengalami kenaikan sebesar 0,009.

β6 X2*Mo = 0,010 artinya jika variabel preferensi risiko (Mo) yang memoderasi variabel kualitas

pelayanan fiskus (X2) bertambah satuan maka kepatuhan wajib pajak (Y) akan mengalami

kenaikan sebesar 0,010.

Page 44: 2656-5366 - SEGCE

235

β7 X3*Mo = – 0,110 artinya jika variabel preferensi risiko (Mo) yang memoderasi variabel sanksi

pajak (X3) bertambah satuan maka kepatuhan wajib pajak (Y) akan mengalami penurunan

sebesar 0,010.

5.3 Pembahasan

a. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Variabel pemahaman peraturan perpajakan (X1) menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,171

dengan nilai signifikansi 0,033 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima.

Ini berarti bahwa pemahaman peraturan perpajakan (X1) mempunyai pengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak (Y).

Pemahaman peraturan perpajakan adalah suatu proses dimana wajib pajak memahami dan

mengetahui tentang peraturan dan undang-undang serta tata cara perpajakan. Semakin tinggi tingkat

pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka kepatuhan wajib

pajak akan meningkat. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukan bahwa pemahaman

peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal tersebut disebabkan

wajib pajak pada wilayah Denpasar Timur rata-rata memiliki pemahaman peraturan perpajakan yang

baik sehingga dikatakan tingkat kepatuhan wajib pajak tersebut tinggi. Penelitian ini sesuai dengan

penelitian Adiasa (2013), Julianti (2014), Kartika (2015), Suntono (2015), Lubab (2016), Oktaviani

(2017), Srimindarti (2017), dan Sulistiyani (2017) yaitu pemahaman peraturan perpajakan

berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

b. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Variabel kualitas pelayanan fiskus (X2) menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,203 dengan nilai

signifikansi 0,30 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima. Ini berarti

bahwa kualitas pelayanan fiskus (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak

(Y).

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak berhubungan erat

dengan kualitas pelayanan yang diberikan aparat pajak kepada wajib pajak. Oleh karena itu, kualitas

pelayanan pajak yang diberikan oleh aparat pajak akan dapat berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan semakin baik juga tingkat kepatuhan wajib

pajak. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukan bahwa kualitas pelayanan yang

diberikan fiskus kepada wajib pajak di wilayah Denpasar Timur sudah baik sehingga wajib pajak

patuh dalam menjalankan kewajibannya sebagai wajib pajak. Hal ini sesuai dengan penelitian

Aryobimo (2012), Julianti (2014), Syamsudin (2014), Ardyanto (2014), Hidayat (2015), Kartika

(2015), Suntono (2015), dan Erlina (2017) yang menyatakan bahwa pelayanan aparat pajak

berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

c. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Variabel sanksi pajak (X3) menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,187 dengan nilai signifikansi

0,002 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis diterima. Ini berarti bahwa sanksi

pajak (X3) mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).

Sanksi perpajakan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengikat wajib pajak akan

tanggungjawabnya. Dalam hal ini pengenaan sanksi perpajakan bertujuan untuk menciptakan

kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Hasil pengujian hipotesis pada

penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya sanksi pajak mampu meningkatkan kepatuhan wajib

pajak di wilayah Denpasar Timur. Penelitian yang dilakukan oleh Ardyanto (2014) menjelaskan

semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak sehingga sanksi

perpajakan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian Jatmiko (2006), Septiani (2016), Oktaviani (2017), Sulistiyani

(2017).

Page 45: 2656-5366 - SEGCE

236

d. Pengaruh Preferensi Risiko Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Variabel preferensi risiko (Mo) menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,874 dengan nilai

signifikansi 0,385 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti

bahwa preferensi risiko (Mo) mempunyai tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Y).

Menurut Torgler (2003) keputusan seorang wajib pajak dapat dipengaruhi oleh perilakunya

terhadap risiko yang dihadapi. Preferensi risiko seseorang merupakan salah satu komponen dari

beberapa teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan termasuk teori kepatuhan pajak

seperti teori rasionalitas dan teori prospek. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukan

bahwa wajib pajak di wilayah Denpasar Timur tidak terlalu memikirkan resiko yang akan diterimanya

perihal patuh atau tidaknya dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Hasil penelitian ini terkait dengan

teori prospek. Risiko atau kendala yang dihadapi wajib pajak merupakan persoalan dari wajib pajak

itu sendiri. Tinggi rendahnya risiko tidak dapat menentukan kepatuhan wajib pajak. Hal ini sesuai

dengan penelitian Adiasa (2013), Yulianty (2015), Hidayat (2015), Kartika (2015), Lubab (2015),

Septiani (2016), Subekti (2016), Erlina (2017), Hariyani (2017), Susanti (2017) dan tidak sesuai

dengan penelitian Ardyanto dan Utaminingsih (2014), Annisa (2013), Syamsudin (2014), Sulistiyani

(2017), dan Aziz (2018) yang mengatakan bahwa preferensi risiko berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak.

e. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi

Risiko Sebagai Variabel Moderasi

Variabel pemahaman peraturan perpajakan dengan preferensi risiko (X1*Mo) menunjukkan

nilai t hitung sebesar 0,084 dengan nilai signifikansi 0,934 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05

sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan

antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Pemahaman wajib pajak adalah pemahaman terhadap sistem pemungutan pajak yang ada di

Indonesia dan segala macam peraturan peraturan perpajakan yang berlaku (Pranadata, 2014). Wajib

pajak cenderung akan lebih mematuhi peraturan perpajakannya apabila memiliki pengetahuan yang

tinggi mengenai peraturan perpajakan. Preferensi resiko adalah resiko apa yang nantinya akan

mempengaruhi pemahaman wajib pajak terhadap kepatuhannya dalam membayar pajak. Ketika wajib

pajak mengetahui risiko apa yang akan dihadapinya maka mereka yang akan menentukan apakah

membayar pajak atau tidak membayar pajak, hal tersebut karena preferensi risiko adalah pemilihan

risiko yang akan ditanggung oleh wajib pajak itu sendiri. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini

menunjukan bahwa wajib pajak di wilayah Denpasar Timur rata-rata mengabaikan risiko yang ada

sehingga mereka tidak memikirkan risiko yang muncul didalam kegiatan perpajakan. Adanya

pemahaman peraturan perpajakan yang dimiliki oleh wajib pajak dengan risiko yang akan muncul

tidak mempengaruhi wajib pajak tersebut patuh atau tidak pada kewajiban perpajakannya. Hal ini

sesuai dengan penelitian Adiasa (2013), Yulianty (2015), Kartika (2015),Lubab (2015), Neti (2016),

Septiani (2016), Subekti (2016), Erlina (2017), Hariyani (2017), Susanti (2017) dan tidak sesuai

dengan penelitian Julianti (2014), Ani (2017),Sulistyani (2017) yang menyatakan bahwa preferensi

risiko mampu memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan terhadap kepatuhan

wajib pajak.

f. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko

Sebagai Variabel Moderasi

Variabel kualitas pelayanan fiskus dengan preferensi risiko (X2*Mo) menunjukkan nilai t

hitung sebesar 0,133 dengan nilai signifikansi 0,895 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05

sehingga hipotesis ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan

antara kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.

Adanya pelayanan fiskus yang baik mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dengan

terciptanya kondisi pelayanan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih menyenangkan bagi wajib pajak,

Page 46: 2656-5366 - SEGCE

237

maka akan menimbulkan dampak positif yaitu kerelaan dari wajib pajak dalam melaksanakan

kewajibannya membayar pajak (Kusuma, 2016). Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini

menunjukan bahwa wajib pajak di wilayah Denpasar Timur rata-rata mengabaikan risiko yang ada

sehingga mereka tidak memikirkan risiko yang muncul didalam kegiatan perpajakan. Pemerintah

maupun petugas pajak cenderung tidak memperdulikan risiko yang terjadi pada masing-masing wajib

pajak dikarenakan pemerintah maupun petugas pajak hanya menjalankan prosedur yang berlaku.

Adanya pelayanan dari aparat pajak dengan risiko yang akan dihadapi oleh wajib pajak tidak

mempengaruhi wajib pajak tersebut patuh atau tidak pada kewajiban perpajakannya. Hal ini sesuai

dengan penelitian Syamsudin (2014), Hidayat (2015), Jamiati (2015), Kartika (2015), Septiani

(2016), Subekti (2016), Erlina (2017), Susanti (2017) dan tidak sesuai dengan penelitian Aryobimo

(2012), Sulistyani (2017) yang menyatakan bahwa preferensi risiko mampu memoderasi hubungan

antara kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak.

g. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel

Moderasi

Variabel sanksi pajak dengan preferensi risiko (X3*Mo) menunjukkan nilai t hitung sebesar (-

0,894) dengan nilai signifikansi 0,374 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis

ditolak. Ini berarti bahwa preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan antara sanksi pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak.

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan akan dituruti/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar

wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2016). Perilaku wajib pajak dalam

menghadapi risiko tidak dapat diartikan bahwa wajib pajak tersebut tidak akan memenuhi kewajiban

perpajakannya (Aryobimo, 2012). Pelaksanaan sanksi perpajakan secara tegas yang dianggap

merugikan wajib pajak dapat diperkuat dengan adanya preferensi risiko, sehingga wajib pajak yang

memiliki tingkat preferensi risiko tinggi cenderung akan lebih memilih untuk patuh melaksanakan

kewajiban perpajakannya. Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukan bahwa wajib

pajak di wilayah Denpasar Timur rata-rata mengabaikan risiko yang ada sehingga mereka tidak

memikirkan risiko yang muncul didalam kegiatan perpajakan. Adanya sanksi yang tegas tidak dapat

diperkuat dengan adanya preferensi risiko sehingga hal tersebut tidak dapat mempengaruhi wajib

pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Ardyanto

(2014), Jamiati (2015), Subekti (2016), Erlina (2017), Susanti (2017) dan tidak sesuai dengan

penelitian Sulistyani (2017) yang menyatakan bahwa preferensi risiko mampu memoderasi hubungan

antara sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan

fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi, serta preferensi risiko yang

berperan sebagai variabel moderasi serta mengetahui apakah preferensi risiko memoderasi pengaruh

pemahaman peraturan perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Data pada penelitian ini

diperoleh dari kuesioner (primer). Populasi pada penelitian ini berjumlah 85.781 orang. Metode

penentuan sampel pada penelitian ini adalah metode accidental sampling serta menggunakan rumus

Slovin sehingga mendapat jumlah 100 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah (Moderated

Regression Analysis) dan analisis faktor.

Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Pemahaman Peraturan Perpajakan berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

2. Kualitas Pelayanan Fiskus berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Page 47: 2656-5366 - SEGCE

238

3. Sanksi Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

4. Preferensi Risiko tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

5. Preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan antara pemahaman peraturan perpajakan

terhadap kepatuhan wajib pajak.

6. Preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan antara kualitas pelayanan fiskus terhadap

kepatuhan wajib pajak.

7. Preferensi risiko tidak mampu memoderasi hubungan antara sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib

pajak.

6.2 Saran

Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan yang nantinya dapat disempurnakan oleh

penelitian selanjutnya, semoga saran-saran dalam penelitian ini bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

Adapun saran penelitian ini yaitu:

1. Bagi Pemerintah (Dirjen Pajak) sebaiknya lebih meningkatkan sosialisasi dalam menyebarkan

peraturan perpajakan terbaru seperti tata cara perhitungan dan pelaporan pajak terutang, tarif pajak

yang berlaku, sanksi atau denda yang berlaku agar masyarakat atau wajib pajak dapat mengetahui dan

memahami peraturan perpajakan yang berlaku.

2. Bagi Wajib Pajak, sebaiknya wajib pajak lebih memperluas wawasannya tentang peraturan

perpajakan yang berlaku agar mempermudah memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak. Hal ini

bisa dilakukan dengan cara lebih aktif mengikuti peraturan perpajakan yang terbaru.

3. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian dengan menambah variabel lain seperti

kesadaran wajib pajak, sosialisasi perpajak dan kondisi keuangan wajib pajak sehingga dapat di

ketahui sejauh mana peranan masing-masing variabel tersebut dalam meningkatkan kepatuhan wajib

pajak.

Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya menambah jumlah responden dengan cara menambah

jumlah populasi sehingga hasil penelitian nanti dapat mewakili semua pendapat Wajib Pajak Orang

Pribadi yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam Smith dan Rochmat Soemitro. 2010. Asas dan Dasar Perpajakan. Bandung: PT. Eresco.

2. Adiasa, N. (2013). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan

Moderating Preferensi Risiko. Accounting Analysis Journal, 2(3).

3. Alabede, James O. Ariffin, dkk. 2011. Does Taxpayer's Financial Condition Moderate Determinants

of tax Compliance Behaviour? : Evidence from Nigeria. British Journal of Economics, Finance and

Management Sciences.

4. Alam, S. (2003). Pengaruh tingkat pengetahuan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi memenuhi kewajiban perpajakan: Studi kasus di KPP Lubuk Linggau (Doctoral dissertation,

FISIP-UI).

5. Alim, S. (2005). Perencanaan Pajak PenghasilanYayasan Yang Bergerak di Bidang

Pendidikan. Jurnal Akuntansi dan Teknologi Informasi IV (2).

6. Amir, P. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan wajib pajak orang pribadi: studi

kasus pada kpp pratama kebayoran lama.

7. Ardyanto, A. A., & Utaminingsih, N. S. (2014). Pengaruh Sanksi Pajak Dan Pelayanan Aparat Pajak

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi. Accounting

Analysis Journal, 3(2).

Page 48: 2656-5366 - SEGCE

239

8. Arniati, L. (2009). Peran Theory of Planned Behavior terhadap Ketaatan Wajib Pajak. In Seminar

Nasional Perpajakan II. Universitas Trunojoyo Madura.

9. Arum, H. P. (2012). Pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas (studi di

wilayah kpp pratama cilacap) (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).

10. Aryobimo, P. T., & Cahyonowati, N. (2012). Pengaruh Persepsi Wajib Pajak tentang Kualitas

Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak dan

Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi

di Kota Semarang)(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).

11. Asbar, A. K., & Fitrios, R. (2015). Pengaruh tingkat kepuasan pelayanan, pemahaman perpajakan,

keadilan perpajakan, sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib

pajak orang pribadi pada kpp pratama senapelan Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa (JOM)

Bidang Ilmu Ekonomi, 1(2), 1-15.

12. Aziz, M. A. A., Askandar, N. S., & Afifudin, A. (2018). Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi

Empiris pada WP OP di KPP Pratama Singosari). Jurnal Riset Akuntansi, 7(03).

13. Dewi, L. R. K., Sulindawati, N. L. G. E., & Sinarwati, N. K. (2017). Pengaruh Sikap Rasional dan

Lingkungan Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel

Moderasi (Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang terdaftar di KPP Pratama

Singaraja). JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 7(1).

14. Erlina, I., Dita, A., & Si, M. (2017). Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan, Kualitas

Pelayanan Fiskus, Sanksi Pajak, Dan Tax Amnesty Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan

Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi Pada Kpp Pratama Kota Kudus) (Doctoral

dissertation, IAIN Surakarta).

15. Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS. 21 Update PLS

Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas. Diponegoro.

16. Hardiningsih, P., & Yulianawati, N. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar

pajak. Dinamika Keuangan dan Perbankan, 3(2). 17. Hariyani, D., & Sambodo, A. (2017). Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal

Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating. Jurnal Akuntansi

Indonesia, 13(1).

18. Hidayat, B. N. (2015). Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak Dan Preferensi Risiko Sebagai

Variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota

Semarang)(Doctoral Dissertation, Universitas Stikubank).

19. Jami’ati. 2015. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Kualitas Pelayanan Fiskus, Pelaksanaan

Sensus Pajak Nasional (SPN), Sosialisasi Perpajakan, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak dan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating

(Study Empiris : Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kudus). Skripsi.

Fakultas Ekonomi Universitas Muria Kudus Semarang.

20. Jamin, S. (2001). Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi Pada Kantor

Pelayanan Pajak Di Wilayah Jawa Tengah dan Di Yogyakarta (Doctoral dissertation, Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro).

21. Jatmiko, A. N. (2006). Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan

Fiskus dan Kesadaran Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris terhadap Wajib

Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang)(Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro).

Page 49: 2656-5366 - SEGCE

240

22. Julianti, M. (2014). Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi Untuk Membayar Pajak Dengan Kondisi Keuangan Dan Preferensi Risiko Wajib Pajak

Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada Wajib Pajak yang Terdaftar di KPP Pratama

Candisari Semarang)(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).

23. Kahneman, Daniel dan Amos Tversky. 1979. Prospect Theory: An Analysis of Decision under Risk.

Journal Econometrica, Vol. 47, No. 2.

24. Kartika, A. (2015). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Dan Pelayanan Aparat Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada

UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Demak). Dinamika Akuntansi Keuangan dan

Perbankan, 4(1).

25. Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2017. Perekonomian Indonesia dan APBN 2017. Diunduh

tanggal 25 Juli 2018. https://www.kemenkeu.go.id/apbn2017

26. Kusuma, K. C. (2016). Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak, Pemahaman Peraturan Perpajakan serta

Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Membayar Pajak Tahun

2014 (di Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan Wonosobo). Skripsi Universitas

Negeri Yogyakarta Fakultas Ekonomi.

27. Liberty, Pandiangan. 2005. Administrasi Perpajakan, Jakarta: Erlangga

28. Linardianti, A. A. (2013). Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Kualitas Pelayanan Fiskus,

Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak

Dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating:(Studi empiris terhadap wajib pajak orang

pribadi di KPP Pratama Kudus) (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomi).

29. Lubab, M. A., & Ghozali, I. (2016). Sikap Dan Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di

Kota Semarang: Dengan Kondisi Keuangan Dan Preferensi Risiko Sebagai Variabel

Moderating(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).

30. Mardiasmo. 2016. Perpajakan. Edisi Terbaru. Yogyakarta: Andi.

31. Muliari, N. K., & Setiawan, P. E. (2011). Pengaruh Persepsi tentang sanksi perpajakan dan kesadaran

wajib pajak pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan pajak Pratama

Denpasar Timur. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis.

32. Neti, E. L. (2016). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

dengan Preferensi Risiko sebagai Variabel Moderating pada KPP Pratama Bekasi Barat(Doctoral

dissertation, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya).

33. Oktaviani, R. M. (2017). Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Pelayanan Aparat Pajak, Sanksi

Perpajakan Dan Preferensi Risiko Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Ukm (Studi Kasus UKM di

Kecamatan Semarang Selatan). Students' Journal of Accounting and Banking, 6(2).

34. Resmi, Siti. 2008. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat

35. Robbins, S. P. dan Judge, T. A. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12. Jakarta: Salemba Empat.

36. Septiani, S. (2016). Pengaruh Sanksi Pajak Dan Pelayanan Aparat Pajak Terhadap Keptuhan Wajib

Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi.

37. Srimindarti, C. (2017). Pengaruh Sanksi Pajak, Pelayanan Aparat Pajak, Dan Pemahaman Peraturan

Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi

Kasus Pada Umkm Yang Terdaftar Di Kpp Pratama Semarang Barat). Students' Journal Of

Accounting And Banking, 6(2).

38. Subekti, S. A. (2016). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan

Preferensi Risiko Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan Hotel Di Diy).

39. Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

40. Sulistiyani, A. (2017). Pengaruh Sanksi Pajak, Pelayanan Aparat Pajak, Dan Pemahaman Peraturan

Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi

Page 50: 2656-5366 - SEGCE

241

Kasus Pada UMKM yang Terdaftar di Kpp Pratama Semarang Barat) (Doctoral Dissertation,

Universitas Stikubank Semarang).

41. Suntono, S. (2015). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Dan Pelayanan Aparat Pajak Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus pada

UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Demak) (Doctoral dissertation, Universitas Stikubank).

42. Susanti, Y. N. (2017). Determinan Kepatuhan Wajib Pajak Ukm Dengan Preferensi Risiko Sebagai

Variabel Pemoderasi (Studi Kasus UKM di Kecamatan Semarang Selatan) (Doctoral dissertation,

Universitas Stikubank Semarang).

43. Suyana, U. (2016). Aplikasi Analisis Kuantitatif. Diktat Kuliah Fakultas Ekonomi Universitas

Udayana.

44. Syamsudin, M. (2014). Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Tentang Kualitas Pelayanan Fiskus

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kondisi Keuangan Wajib Pajak Dan Preferensi Risiko

Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota

Semarang) (Doctoral dissertation, Universitas Stikubank).

45. Tahar, A., & Rachman, A. K. (2016). Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi dan Investasi, 15(1), 56-67.

46. Wardani, E., Yuesti, A., & Sudiartana, I. M. (2018). Dampak Dimensi Keadilan Pajak Terhadap

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Konteks Tri Hita Karana Di Kpp Pratama Badung

Selatan. Sekolah Tinggi Ilmu (Stie) Ekonomi Triatma Mulya, 21(2), 99-112.

47. Yuesti, A. 2018. Taxpayer Compliance Analysis of Tax Amnesty Application as Effort Improvement

of Increasing On Countryincomeand Development through Tax Sector. International Journal of

Business and Management Invention (IJBMI) ISSN (Online): 2319 – 8028, ISSN (Print): 2319 –

801X www.ijbmi.org || Volume 7 Issue 5 Ver. V || May. 2018 || PP—29-36

48. Yulianty, E. (2015). Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal Wajib

Pajak dengan Preferensi Risiko Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada WPOP KPP Pratama

Makassar Utara). Skripsi, Makasar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.