86202583 makalah hubungan kebiasaan jajan anak usai sekolah
DESCRIPTION
usia anakTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Asupan nutrisi dan gizi yang baik akan berpengaruh terhadap
tumbuh dan kembangnya anak secara optimal. Anak usia sekolah, 7-15
tahun, membutuhkan zat gizi lengkap agar dapat tumbuh dan berkembang,
serta melakukan berbagai aktivitas secara sehat. Sejumlah faktor perlu
diperhatikan agar anak tumbuh kembang dengan gizi baik. Seperti pola
makan, jenis makanan , jumlah, dan jadwalnya. Lalu kebiasaan menjalani
pola hidup bersih dan sehat serta yang juga tak kalah penting adalah
fasilitas kebersihan dan kesehatan yang menunjang gizi baik untuk anak.
Kebiasaan anak menjaga kebersihan diri dan lingkungan di sekolah,
termasuk pilihan jajanan sehatc dan ketersediaan kantin sehat di sekolah
juga turut memengaruhi status gizi anak.
Akan tetapi, anak-anak saat ini memiliki kebiasaan makan di
kantin sekolah atau di sekitar sekolah dan biasanya yang dimakannya
adalah makanan cepat saji (fast food). Serta, makanan yang dijual di
sekitar sekolah itu belum tentu terjamin kebersihannya seperti : tahu
goreng, mie bakso dengan saus, gulali, batagor, mie instan dan sebagainya.
Warna dan jenis kemasan jajanan yang biasa dikonsumsi anak usia sekolah
kerap memang menarik, tetapi orang kadang tidak tahu seperti apa
kandungan gizi jajanan tersebut, bahkan banyak yang sebenarnya
berbahaya untuk kesehatan anak. Misalnya, anak menjadi keracunan
makanan akibatnya anak mendapatkan penyakit seperti sakit perut, diare,
batuk, flu, dan sebagainya.
Seperti yang diketahui, anak sekolah sudah mempunyai sifat
konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa memilih makanan yang
disukainya. Akan tetapi, kebanyakan orang tua jarang memperhatikan apa
yang yang dimakan anaknya. Intinya, orang tua hanya memberi uang jajan
kepada anaknya dan mengabaikan jenis-jenis makanan yang dimakan
anaknya. Apalagi kebanyakan di sekolah-sekolah tidak diarahkan pula
1
1
oleh gurunya dengan praktik makan makanan yang sehat secara rutin. Hal
ini sudah sangat jelas akibat yang akan terjadi kepada gizi anak.
Berdasarkan hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) pada 2007 terhadap 4.500 sekolah di Indonesia, 45 persen jajanan
yang dijual di sekitar sekolah tercemar bahaya pangan mikrobiologis dan
kimia. Bahaya utama berasal dari cemaran fisik mikrobiologi dan kimia
seperti pewarna tekstil, sedangkan jenis jajanan berbahaya bisa berbentuk
makanan utama atau makanan dan minuman ringan. (http//google.co.id)
Oleh karena itu penulis ingin mengetahui hubungan kebiasaan
jajan anak sekolah terhadap gizi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang belakang di atas maka identifikasi masalahnya
yakni :
1. Kebiasaan anak sekolah yang jajan di luar daripada makan di rumah.
2. Kurangnya upaya orang tua dan guru untuk mencegah kebiasaan
anaknya yang suka jajan.
C. Pembatasan Masalah
Dari masalah yang sudah diidentifikasi di atas, penulis membatasi
permasalahan pada poin ke 1 yaitu “kebiasaan anak sekolah yang jajan di
luar rumah daripada makan dirumah”.
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan kebiasaan jajan anak sekolah terhadap gizi ?
2. Bagaimana upaya orang tua dan guru untuk mengatasi masalah ini ?
E. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hubungan kebiasaan jajan anak sekolah terhadap gizi dan
kesehatan anak .
2. Menjelaskan upaya orang tua untuk mencegah kebiasaan anaknya yang
suka jajan diluar daripada makan di rumah.
2
F. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis yakni sebagai referensi selanjutnya dalam pembuatan
makalah.
2. Bagi orang tua yakni dapat memberikan informasi dan masukan
kepada orang tua tentang makanan yang sehat dan bergizi.
3. Bagi Guru yakni dapat mengetahui tentang gizi dan mendiskripsikan
kepada siswanya untuk memilih makanan yang baik.
4. Bagi Siswa yakni siswa menjadi tahu dan paham serta bisa memilih
jajanan yang baik untuk kesehatan.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Gizi
Istilah “gizi” dan “Ilmu gizi” di Indonesia baru mulai dikenal
sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris
nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti
makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu,
sebagian orang menerjemahkan nutrition dengan mengejanya
sebgai “nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam kamus umum
bahasa Indonesia Badudu-Zain tahun 1994. Ilmu makanan ternak
dalam disiplin ilmu kedokteran hewan disebut “ilmu nutrisi ternak
makanan”. Namun yang lazim dan resmi, baik dalam tulisan ilmiah
mauoun dokumen pemerintah seperti dalam buku Repelita, hanya
digunakan kata gizi. (Soekirman, 1999 : 4)
a) Pola Makan Sehat dan Gizi yang baik Untuk Anak
Secara umum ada tiga hal yang perlu diperhatikan para ibu
untuk membentuk pola makan anak.
1) Jumlah
Makanlah sesuai kebutuhan kalori, tidak
kekurangan dan tidak berlebih. Anak dengan berat badan 1-
10 kg, membutuhkan 100 kal/kilogram berat badan.
Sementara itu anak yang bobotnya 10-20 kg membutuhkan
kalori 50 kal/kg BB (ditambah 1000 kalori).
2) Jenis
Penuhi kebutuhan gizi yang meliputi karbohidrat,
protein nabati dan hewani, buah-buahan, sayuran, lemak
serta susu. Agar anak cepat menyukai makanannya,
sebaiknya menu makan anak disamakan dengan menu
4
4
keluarga agar anak tidak cepat bosan. Yang perlu
dimodifikasi mungkin rasa pedasnya.
3) Jadwal
Buatlah jadwal makan yang teratur. Waktu makan
anak adalah tiga kali makan utama dan dua kali snack.
Biasakan juga anak untuk sarapan sebagai persiapan energi
sebelum beraktivitas. Sangat dianjurkan untuk melibatkan
anak pada acara makan bersama. Melalui kegiatan ini anak
bisa mengamati dan belajar tentang kebiasaan dan cara
makan yang baik.
Prinsip 4 sehat 5 sempurna menyamaratakan kebutuhan gizi
semua orang yang berusia di atas 2 tahun. Sedangkan Pedoman
Gizi Seimbang (PGS) berprinsip, tiap golongan usia, status,
kesehatan dan aktivitas fisik memerlukan PGS berbeda yang
sesuai.
Menurut Prof.Soekirman, ahli gizi sekaligus guru besar dari
Institut Pertanian Bogor (IPB), bila pola makan kita hanya
berdasarkan pada susunan makanan yang terdiri dari 4 kelompok
tanpa mempertimbangkan apakah jenis zat gizinya sesuai dengan
kebutuhan, maka pola makan itu dianggap tidak sehat.
Dalam prinsip PGS, setiap kelompok umur memiliki
kebutuhannya sendiri, misalnya kebutuhan gizi ibu hamil dan
orang dewasa tentu berbeda. Demikian pula kebutuhan gizi
kelompok lanjut usia.
"Seimbang berarti disesuaikan dengan kebutuhan. Jika
seseorang rajin berolahraga tentu ia boleh makan agak lebih
banyak dibanding orang yang kurang aktif," kata Prof.Soekirman
dalam acara peluncuran buku Pedoman Gizi Seimbang di Jakarta
(27/1/2011).
5
Ia menambahkan, setiap manusia membutuhkan makanan
yang beraneka ragam karena tidak ada satu pun bahan makanan
yang mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
PGS juga tidak hanya memperhatikan aspek gizi namun
juga mempertimbangkan berbagai faktor di luar makanan yang
berpengaruh pada kesehatan, seperti aspek kebersihan makanan,
aktivitas fisik, dan kaitannya dengan pola hidup sehat lain. (Lusia
Kus Anna dan Asep Candra. 2011. Beda 4 Sehat 5 Sempurna
dengan Gizi Seimbang. http://health.kompas.com/)
2. Perilaku Makan pada Anak Usia Sekolah
Perilaku makan anak di luar rumah harus diperhatikan dan
dicermati. Pada mumnya kebiasaan yang sering menjadi masalah
adalah kebiasaan makan di kantin atau warung di sekitar sekolah
dan kebiasaan makan fast food.
a) Kebiasaan Makan Jajanan
Pengertian Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang
kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut street food
menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman
yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di
jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang
langsung dimakan tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut
(Iswaranti dkk, 2007).
Usia prasekolah atau taman Kanak-kanak sudah
mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa
memilih makanan yang disukainya. Seorang ibu yang telah
menanamkan kebiasaan makan dengan gizi yang baik pada usia
dini tentunya sangat mudah mengarahkan makanan anak,
karena dia telah mengenal makanan yang baik pada usia
sebelumnya. Apalagi di sekolah diarahkan pula oleh gurunya
dengan praktik makan makanan yang sehat secara rutin. Hal ini
6
sangat menguntungkan seandainya ada anak yang susah makan
dan dengan petunjuk tentunya anak akan mengikuti. Program
makan bersama di sekolah sangat baik dilaksanakan karena ini
merupakan modal dasar bagi pengertian anak supaya anak mau
diarahkan pada pola makan dengan gizi yang baik.
Golongan usia SD usia 7-9 tahun dan 10-12 tahun bisa
menentukan makanan yang disukai karena mereka sudah
mengenal lingkungan. Untuk itu perlu pengawasan dari orang
tua supaya tidak salah melilih makanan karena pengaruh
lingkungan. Disini anak masih dalam tahap pertumbuhan
sehingga kebutuhan gizinya harus tetap seimbang. Banyak
makanan yang dijual dipinggir jalan atau tempat umum hanya
mengadung karbohidrat dan garam yang hanya kan membuat
cepat kenyang dan banyak disukai anak, sayangnya hal ini bisa
mengganggu napsu makan anak dan jika hal ini dibiarkan
berlarut2 akan dapat mengganggu atau menghambat
pertumbuhan tubuhnya.
Sedangkan pada anak usia 10-12 tahun sudah harus
dibagi dalam jenis kelaminnya mengingat kebutuhan mereka
yang berbeda. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas
fisik sehingga mmerlukan kalori yang lebih banyak
dibandingkan anak perempuan. Pada usia ini biasanya anak
perempuan sudah mengalami masa haid sehingga memerlukan
lebih banyak protein, zat besi dari usia sebelumnya.
Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima
atau dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO
didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang
dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan
di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan
atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.
Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat
terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi.
7
Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼
waktunya di sekolah. Sebuah penelitian di Jakarta baru-baru ini
menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang
berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang
mencapai Rp 7000. Lebih jauh lagi, hanya sekitar 5% anak-
anak tersebut membawa bekal dari rumah. Mereka lebih
terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai
kemampuan untuk membeli makanan tersebut.
Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang
asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29%
dan zat besi 52%. Karena itu dapat dipahami peran penting
makanan jajanan kaki lima pada pertumbuhan dan prestasi
belajar anak sekolah. Namun demikian, keamanan jajanan
tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih
dipertanyakan. Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah
ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25% – 50% sampel
minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal
dari es batu yang tidak dimasak terlebih dahulu. Selain cemaran
mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada
makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan
pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang
mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang
digunakan untuk mayat), rhodamin B ( pewarna merah pada
tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil).
Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan
bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan
penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada
organ tubuh manusia. Pengaruh jangka pendek penggunaan
BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti
pusing dan mual. Karenanya Joint Expert Committee on Food
Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan
mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia
8
tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan
POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes
no. 722/Menkes/Per/IX/1998.
Secara umum penyakit bawaan makanan (foodborne
diseases) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama di banyak negara. Karena penyakit ini dianggap bukan
termasuk penyakit yang serius, maka seringkali kasus-kasusnya
kurang terlaporkan. Temuan baru di Jakarta Timur
mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi
oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng,
mie bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok.
Berdasarkan uji lab, pada otak-otak dan bakso ditemukan
borax, tahu goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin,
dan es sirop merah positif mengandung rhodamin B.
Wawancara dengan PKL menunjukkan bahwa mereka tidak
tahu adanya BTP ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka
jual. Selain itu BTP ilegal menjadi primadona bahan tambahan
di jajanan kaki lima karena harganya murah, dapat memberikan
penampilan makanan yang menarik (misalnya warnanya sangat
cerah sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah
didapat. Lebih jauh lagi, kita ketahui bahwa makanan yang
dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara
baik dan bersih. Kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan
yang rendah tentang penanganan pangan yang aman, mereka
juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas
cuci dan buang sampah. Terjadinya penyakit bawaan makanan
pada jajanan kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari
bahan baku, penjamah makanan yang tidak sehat, atau
peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan temperatur
penyimpanan yang tidak tepat. (Anonim. 2009. “Kesulitan
makan dan pemberian nutrisi pada anak sekolah”.
http/google.co.id.)
9
b) Makanan Fast Food
Fast food atau makanan siap saji sering disebut juga Junk
food sangat disukai anak usia sekolah. Fast food sebenarnya
bukanlah makanan yang tidak ada faedahnya sama sekali.
Contohnya hamburger, mengandung protein dan lemak,
sumber zat besi dan vitamin B yang baik buat anak. Namun
perlu diingat bahwa lemak dan protein yang terkandung dalam
hamburger melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh. Anak
menyukai junk food, tidak ada salahnya sekali-kali diberikan,
namun sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsinya secara
berlebihan. Jika hal itu sampai terjadi maka akan berpengaruh
kurang baik bagi kesehatan karena asupan gizi yang diperoleh
tidak seimbang, dan juga memicu terjadinya
obesitas/kegemukan.
Sudah menjadi gejala umum bila anak menyukai fastfood,
karena pada saat makan fastfood anak menyukai tempat yang
sejuk, nyaman, dekorasi yang menarik, ada tempat bermain,
penyajian cepat serta hadiah mainan yang menarik. Bahkan
anak yang biasanya di rumah mengalami sulit makan, tetapi
waktu makan di fastfood nafsu makannya meningkat.
Fastfood mengandung kalori, protein, lemak dan sodium
yang tinggi. Sementara kandungan vitamin A, C, E, kalsium,
zat besi, asam folat serta serat relatif rendah. Seorang anak 5
tahun memilih menu 1 porsi paha goreng (330 kal), kentang
goreng (330 kal) dan satu gelas minuman ringan (150 kal) akan
mendapatkan 810 kalori; sedangkan kebutuhan energi 1750
kalori, telah memenuhi ½ kebutuhan kalori sehari. Bila hal ini
sering dilakukan akan beresiko untuk terjadi kelebihan berat
badan atau kegemukan dengan segala manifestasi gangguan
seperti gangguan penyakit jantung, hipertensi atau penyakit
pembuluh darah lainnya.
10
Kandungan garam atau sodium tampaknya juga harus
menjadi perhatian, karena menurut penelitian kandungan
garam tinggi :
1) 1 porsi hamburger mengandung sodium 520 mg
2) ayam goreng mengandung sodium 409 mg
3) kentang goreng kecil mengandung sodium 109 mg
Sodium ini berasal dari MSG(monosodium
glutamat)/vetsin/garam. Dalam batas normal anak
membutuhkan 200 mg/hari, bila mengkonsumsi 2000 mg /
hari, dianggap aman tapi bila jangka panjang akan
menimbulkan resiko terjadinya penyakit darah tinggi, penyakit
jantung.
Kandungan makanan pada fastfood rata-rata 40-60% kalori
berasal dari lemak, sedangkan lemak biasanya dikonsumsi
hanya 20-25% dari kalori. Lemak didapat dari keju, saus,
mayonaese, cream. Serat pada fastfood didapat dari sup dan
salad, tetapi gizinya berkurang karena telah mengalami
pemanasan dan pendinginan yang terlalu lama.
Berbagai pertimbangan tersebut tampaknya kita harus
memahami manfaat dan kerugian mengkonsumsi fastfood bagi
anak. Hal lain yang menguntungkan adalah suasana yang
menarik di tempat fastfood tersebut sehingga nafsu makan
anak meningkat Beberapa ahli gizi berpendapat mengkonsumsi
fast food seminggu 1 hingga 2 kali masih dianggap relatif
aman. Kalaupun orang tua tidak bisa menolak keinginan anak
untuk datang ke fastfood, bisa saja disiasati dengan membawa
bekal dari rumah makanan yang lebih sehat sedangkan fastfood
yang dipesan bisa dimakan orang tua. Tips yang lain adalah
pilih makanan dengan tinggi serat berupa saur segar misalnya
salad atau sup sayur dan batasi jumlah makanan dengan
kandungan garam dan kalori yang berlebihan. (Anonim. 2009.
11
“Kesulitan makan dan pemberian nutrisi pada anak sekolah”.
http/google.co.id.)
B. Kerangka Pikir / Kerangka Konseptual
Anak-anak saat ini memiliki kebiasaan makan di kantin sekolah
atau di sekitar sekolah dan biasanya yang dimakannya adalah makanan
cepat saji. Seperti yang diketahui, makanan yang dijual di sekitar
sekolah itu belum tentu terjamin kebersihannya.
Warna dan jenis kemasan jajanan yang biasa dikonsumsi anak usia
sekolah kerap memang menarik, tetapi orang kadang tidak tahu seperti
apa kandungan gizi jajanan tersebut, bahkan banyak yang sebenarnya
berbahaya untuk kesehatan anak. Misalnya, anak menjadi keracunan
makanan akibatnya anak mendapatkan penyakit seperti sakit perut,
diare, batuk, flu, dan sebagainya.
BAB II
12
Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Gizi
13
METODE PENULISAN
A. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
metode diskriptif kualitatif. Metode diskriptif kualitatif merupakan
suatu metode yang digunakan membuat gambaran secara sistematis
mengenai hubungan antara fenomena yang diselidiki dan hasilnya
tidak dinyatakan dalam angka.
Metode diskriptif kualitatif digunakan karena dapat membantu
tujuan yang ingin dicapai yaitu menjelaskan hubungan kebiasaan jajan
anak sekolah terhadap gizi. Gambaran dalam penulisan ini nantinya
diperoleh melalui pengalaman dan studi pustaka.
B. Teknik Pengumpulan Data
Data penulisan ini dikumpulkan dengan teknik studi pustaka (library
research). Penulis mengkaji sejumlah referensi berupa buk-buku,
artikel, dan karya tulis lainnya yang relevan dengan judul karya tulis
ini. Maksud dari studi pustaka ini adalah untuk menemukan teori yang
dapat menunjang keabsahan penulis. Selain itu, data pustaka juga
ditunjang dengan pengamatan di lapangan.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari buku dan karya tulis lainnya yang berhubungan dengan
gizi.
D. Sistematika Penulisan
1. Pendahuluan
Pendahuluan berisi tentang gambaran umum tentang perilaku anak
usia sekolah yang memiliki kebiasaan jajan di sekitar sekolah.
2. Tinjauan Pustaka
Merupakan basis unutk dapat menganalisis permasalahan dan
diperoleh dari beberapa referensi.
13
3. Metodologi Penulisan
Merupakan uraian tentang metode yang digunakan dalam
menyusun makalah ini dan sistem penulisan.
4. Pembahasan
Merupakan inti dari penulisan ini, dimana dasar teori yang
diperoleh dianalisa dan dikaitkan satu sama lain.
5. Penutup
Merupakan bab yang memuat simpulan dan saran dari keseluruhan
isi penulisan.
BAB IV
PEMBAHASAN
14
15
A. Hubungan Kebiasaan Jajan Anak Usia Sekolah Terhadap Gizi
Berdasarkan dasar teori dapat kita mengetahui hubungan kebiasaan
jajan anak usai sekolah terhadap gizi dan kesehatan anak. Usia
prasekolah atau taman Kanak-kanak sudah mempunyai sifat konsumen
aktif, yaitu mereka sudah bisa memilih makanan yang disukainya.
Anak yang biasa memakan makanan diluar rumah, asupan gizi nya
tentu kurang memadai. Karena makanan yang dijual para pedagang
kaki lima belum tentu sehat dan bersih.
Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau
dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO didefisinikan
sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh
pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum
lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau
persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan
masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan
bervariasi. Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼
waktunya di sekolah. Sebuah penelitian di Jakarta baru-baru ini
menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar
antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp
7000. Lebih jauh lagi, hanya sekitar 5% anak-anak tersebut membawa
bekal dari rumah. Mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki
lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut.
Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan
energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi
52%. Karena itu dapat dipahami peran penting makanan jajanan kaki
lima pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. Namun
demikian, keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis
maupun kimiawi masih dipertanyakan. Pada penelitian yang dilakukan
di Bogor telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25% – 50%
sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal
dari es batu yang tidak dimasak terlebih dahulu. Selain cemaran
mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan
15
jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)
ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam berat
Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin
B ( pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning
pada tekstil). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia
dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan
penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada organ
tubuh manusia. Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini
menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing dan
mual. Karenanya Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA)
dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang
penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga
diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui
Peraturan Menkes no. 722/Menkes/Per/IX/1998.
B. Upaya yang Dilakukan oleh Orang tua, Guru, dan Lembaga yang
Terkait.
Pendidikan gizi adalah proses untuk memperkenalkan kepada
masyarakat nilai sumber yang ada dan menganjurkan mereka agar
mengubah kebiasaan makan. Oleh karena itu, pendidikan gizi perlu
disosialisasi kepada orang tua dan guru begitu juga dengan pedagang
kaki lima sehingga mereka tahu akan gizi yang baik dan sehat. ( Alan
Berg dan Robert J. Muscat : 1987, 89 )
Untuk mengurangi paparan anak sekolah terhadap makanan jajanan
yang tidak sehat dan tidak aman, perlu dilakukan usaha promosi
keamanan pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid,
serta pedagang. Sekolah dan pemerintah perlu menggiatkan kembali
UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Materi komunikasi tentang
keamanan pangan yang sudah pernah dilakukan oleh Badan POM dan
Departemen Kesehatan dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Materi
tersebut digunakan sebagai alat bantu penyuluhan keamanan pangan di
sekolah-sekolah, khususnya terhadap murid dan pedagang makanan.
16
Perlu diupayakan pemberian makanan ringan atau makan siang
yang dilakukan di lingkungan sekolah. Hal ini dilakukan untuk
mencegah agar anak tidak sembarang jajan. Koordinasi oleh pihak
sekolah, persatuan orang tua murid dibawah konsultasi dokter sekolah
atau Pusat Kesehatan Masyarakat setempat. Sehingga dapat
menyajikan makanan ringan pada waktu istirahat sekolah. yang bisa
diatur porsi dan nilai gizinya. Upaya ini tentunya akan lebih murah
dibanding anak jajan diluar disekolah yang tidak ada jaminan gizi dan
kebersihannya. Dengan menyelenggarakan kegiatan makanan
tambahan tersebut, diharapkan mendapat keuntungan, misalnya : anak
sudah ada jaminan makanan disekolah, sehingga orang tua tidak
khawatir dengan makanan yang dimakan anaknya disekolah. Ibu yang
selalu khawatir biasa memberi bekal makanan pada anaknya. Kalau
makanan yang baik dan bergizi tersedia disekolah, akan meringankan
tugas ibu. Dalam kegiatan ini bisa pula dikenalkan berbagai jenis
bahan makanan yang mungkin tidak disukai anak ketika disajikan
dirumah, tetapi akan menerima ketika disajikan disekolah. Dengan
demikan anak dapat mengenal aneka bahan pangan. Bila upaya
tersebut belum dapat terealisasi, hendaknya orang tua secara aktif
dapat menyiapkan bekal makanan bagi anak.
Banyak studi yang menunjukkan persentase anak sekolah
Amerika yang kelebihan berat badan bertambah hampir tiga kali lipat
dalam 20 tahun terakhir. Kecenderungan tersebut diduga akibat
makanan atau minutan tertentu dan kurang olahraga. Pengalaman yang
bisa diambil jadi contoh kita, yaitu statu kebijakan baru di Los
Angeles. Dalam beberapa tahun ke depan akan menghilangkan tahap
demi tahap minuman ringan di mesin-mesin penjaja dan kafetaria.
Minuman yang dianggap tak bermanfaat itu akan diganti dengan air
putih, susu dan buah-buahan dan minuman olahraga. Hal ini
menunjukkan suatu kepedulian yang sangat tinggi terhadap kesehatan
anak usia sekolah oleh salah satu instansi pemerintahan. Kepedulian
ini hendaknya dijadikan contoh bagi berbagai pihak dalam
17
mengantisipasi bahaya makanan jajajanan yang mengancam di
lingkungan sekolah.
Upaya sekolah dalam menyediakan layanan makan siang
sangat baik untuk dilanjutkan. Namun perlu pengawasan dan
pengamatan yang ketat dan berkesinambungan demi terciptanya
makanan sehat, bergizi dan tidak berbahaya. Pemberi layanan makanan
di sekolah bukan hanya mempertimbangkan resiko bahaya kandungan
maakanan aditif, tetapi juga mempertimbangkan pada anak yang
mengalami alergi dan hipersensitif makanan. Ternyata bahaya dan
dampak alergi makanan juga tidak kalah berbahaya dan mengganggu.
BAB V
PENUTUP
18
19
A. Kesimpulan
Kita dapat mengetahui hubungan kebiasaan jajan anak usai sekolah
terhadap gizi dan kesehatan anak. Usia prasekolah atau taman Kanak-
kanak sudah mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa
memilih makanan yang disukainya. Anak yang biasa memakan makanan
diluar rumah, asupan gizi nya tentu kurang memadai. Karena makanan
yang dijual para pedagang kaki lima belum tentu sehat dan bersih.
Berdasarkan dasar teori, bahwa kandungan makanan yang dijial oleh
pedagang kaki lima mengandung zat-zat yang mengancam kesehatan
seorang anak.
Untuk mengurangi paparan anak sekolah terhadap makanan jajanan
yang tidak sehat dan tidak aman, perlu dilakukan usaha promosi keamanan
pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid, serta pedagang.
Sekolah dan pemerintah perlu menggiatkan kembali UKS (Usaha
Kesehatan Sekolah). Materi komunikasi tentang keamanan pangan yang
sudah pernah dilakukan oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan
dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Materi tersebut digunakan sebagai alat
bantu penyuluhan keamanan pangan di sekolah-sekolah, khususnya
terhadap murid dan pedagang makanan.
B. Saran
Orang tua, guru, persatuan orang tua murid dan guru, instansi
pemerintah khususnya departemen pendidikan atau departemen kesehatan
dan jajaran dibawahnya serta pihak legislatif harus mulai mengambil
langkah cepat berkoordinasi untuk melakukan upaya mengatasi
permaslahan ini. Perlu dipikirkan pembuatan peraturan, program kegiatan
penyuluhan atau pengawasan rutin baik oleh pihak sekolah atau instansi
terkait sehingga dapat mengatasi masalah ini. Peningkatan perhatian
kesehatan anak usia sekolah ini diharapkan dapat menciptakan peserta
didik yang sehat, cerdas dan berprestasi.
19