amobilisasi enzim protease dari bacillus subtilis ...digilib.unila.ac.id/24771/3/skripsi tanpa bab...

64
AMOBILISASI ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 MENGGUNAKAN BENTONIT (Skripsi) Oleh ANA FEBRIANTI WULANDARI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

Upload: vuongtruc

Post on 05-Mar-2018

245 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

AMOBILISASI ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148MENGGUNAKAN BENTONIT

(Skripsi)

Oleh

ANA FEBRIANTI WULANDARI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2016

ABSTRACT

THE IMMOBILITATION OF PROTEASE FROM Bacillus SubtilisITBCCB148 BY BENTONITE

By

Ana Febrianti Wulandari

Protease is widely used commercially in food and non-food industry. For a certainindustrial processes, the enzyme must be set up at extreme level of both pH andtemperature. This research was aimed to improve the stability of protease fromBacillus Subtilis ITBCCB148 to immobilization techniques by adsorption of theenzyme on bentonite. Some sequential steps in this research were includingproduction, isolation, purification and immobilization of purified enzymes. Theresults showed a specific activity of the purified enzyme of 1528,87 U/mg,increased of 13.04 folds than the crude extract. The purified protease has anoptimum temperature at 50ºC, whereas the immobilized enyme at 55ºC. theresidual activity on 60°C for 60 minutes for purified enzyme was 2.694%, whilethe immobilized enzyme was 17.599%. Kinetic datas of purified enzyme resultswere KM = 6.200 mg mL-1 substrate, Vmax = 200 μmol mL-1 minute-1, t1/2 = 12.6minutes, ki = 0.055 min-1 and ΔGi = 98.115 KJ mol-1. While the datas of theimmobilized enzyme were KM = 4.285 mg mL-1 substrate, Vmax = 142.857 μmolmL-1 minute-1, t1/2 = 23.1 minutes, ki = 0.03 minute-1 and ΔGi = 101.295 KJ mol-1.Based on impairment of ki, increment in half-time (t1/2), and the value of ΔGi, theimmobilization by bentonite can improve the stability of protease from Bacillussubtilis ITBCCB148.

Key words: Protease, Bacillus subtilis ITBCCB148, Enzyme immobilization,Bentonite

ABSTRAK

AMOBILISASI ENZIM PROTEASE DARIBacillus subtilis ITBCCB148 MENGGUNAKAN BENTONIT

Oleh

Ana Febrianti Wulandari

Protease banyak digunakan secara komersial dalam industri pangan dan non-pangan.Agar dapat digunakan dalam proses industri, maka enzim harus dapat bekerja padapH dan suhu ekstrim. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas enzimprotease dari isolat bakteri Bacillus subtilis ITBCCB148 melalui proses amobilisasidengan metode penyerapan fisik (adsorpsi) enzim menggunakan bentonit. Adapuntahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi proses produksi, isolasi,pemurnian dan amobilisasi enzim hasil pemurnian. Hasil penelitian menunjukkanaktivitas spesifik enzim hasil pemurnian sebesar 1528,87 U/mg, meningkatkemurniannya 13,04 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim. Enzim proteasememiliki suhu optimum 50ºC, sedangkan enzim amobil pada suhu 55ºC. Ujistabilitas termal pada suhu 60ºC selama 60 menit untuk enzim hasil pemurnianmasih memiliki aktivitas sisa 2,694%, sedangkan enzim amobil sebesar 17,599%.Data kinetika enzim hasil pemurnian diperoleh KM = 6,200 mg mL-1 substrat danVmaks = 200 μmol mL-1 menit-1, t1/2 = 12,6 menit, ki = 0,055 menit-1 dan ΔGi =98,115 KJ mol-1. Sedangkan data kinetika enzim hasil amobilisasi diperoleh KM =4,285 mg mL-1 substrat dan Vmaks = 142,857 μmol mL-1 menit-1, t1/2 = 23,1 menit, ki

= 0,03 menit-1 dan ΔGi = 101,295 KJ mol-1. Berdasarkan penurunan nilai ki ,peningkatan waktu paruh (t1/2), dan nilai ΔGi, menunjukkan bahwa amobilisasimenggunakan bentonit dapat meningkatkan stabilitas enzim protease dari Bacillussubtilis ITBCCB148.

Kata kunci : Protease, Bacillus subtilis ITBCCB148, Amobilisasi enzim, Bentonit

AMOBILISASI ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148MENGGUNAKAN BENTONIT

Oleh

ANA FEBRIANTI WULANDARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA SAINS

Pada

Jurusan KimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu pada tanggal 4 Februari 1995,

sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putri dari Bapak

Ngadimin dan Ibu Karimi.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN

Banyumas pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama di

SMPN 1 Candipuro pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1

Candipuro pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai

Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Unila melalui jalur SMPTN (Seleksi Masuk

Perguruan Tinggi Negeri) tertulis.

Pada tahun 2014, penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40

hari di Desa Gunung Terang Kab. Lampung Selatan. Tahun 2015, penulis telah

melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Laboratorium Biokimia Jurusan

Kimia FMIPA Unila. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten

praktikum Sains Dasar tahun 2014, asisten praktikum Biokimia pada periode 2014-

2016 untuk mahasiswa S1 Jurusan Biologi FMIPA Unila, mahasiswa S1 Jurusan

Kimia FMIPA Unila. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia Medik

untuk mahasiswa Kedokteran FK Unila.

Dalam bidang organisasi, penulis pernah terdaftar sebagai Kader Muda Himpunan

Mahasiswa Kimia (KAMI) FMIPA periode 2011-2012, sebagai anggota biro

penerbitan Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) periode 2012-2013, dan sebagai

anggota bidang sosial masyarakat Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) periode

2013-2014.

Kupersembahkan karya ini kepada :

ALLAH S.W.T

Rosulullah SAW beserta keluarganyaJunjunganku, suri tauladanku, yang kunanti-nantikan syafa’atnya di hari kebangkitan

kelak

Kedua Orang tua ku,Bapak dan Mama yang telah merawat, membesarkan, dan mendidik dengan sepenuhhati sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini. Terimakasih atas kasih sayang yang

begitu tidak terkira..

Adindaku (Inggit Dwi Karimah) yang selalu penulis sayangi

Pembimbing Prof. Dr. Ir. Yandri A.S.,M.S.

Guru-guru yang selalu membagi ilmu untukku

Seluruh keluarga Cheven (Chemistry Eleven) yang selalu menyemangatiku

dan Almamater Tercinta

MOTTO

Expect for the best, Plan for the worst, Action whatever it takes!(Bong Chandra)

If you FAIL, never give up, because F.A.I.L means “First Attempt InLearning”.

END is not the end. In fact, E.N.D means “Effort Never Dies”.If you get NO as an answer, remember N.O means “Next Opportunity”

(delyjny)

If you want the rainbow, you have to deal the rain.(Tfios)

Senyum manismu dihadapan saudaramu adalah shadaqoh.(HR Thirmidzi)

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

”Amobilisasi Enzim Protease dari Bacillus subtilis ITBCCB148

Menggunakan Bentonit” sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari

berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran, kritik yang membangun, maupun

dukungan moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Yandri A.S.,M.S. selaku Dosen

Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing serta

memberikan motivasi kepada penulis selama menjalankan penelitian dan selama

menjadi mahasiswa dari awal penelitian sampai terselesaikannya penyusunan

skripsi ini. Bapak Mulyono, Ph.D. selaku Pembahas I yang memberikan

bimbingan, nasihat, kritik, dan saran kepada penulis. Ibu Dr. Mita Rilyanti,

M.Si.selaku Pembahas II yang telah memberikan bimbingan, sumbangan pikiran,

kritik, dan saran selama penyusunan skripsi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA, Ph.D., selaku dekan FMIPA Universitas

Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T., selaku Ketua Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Hardoko Insan Qudus, M.S. selaku Pembimbing Akademik yang

telah memberikan saran, bimbingan, motivasi, dan nasihat kepada penulis.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Lampung yang telah memberikan bekal ilmu

pengetahuan kepada penulis.

5. Bapak dan Mama, yang tiada hentinya memberikan cinta kasih, do’a,

motivasi, dukungan dan nasihat serta menantikan keberhasilanku.

6. Adikku tersayang Inggit Dwi Karimah yang selalu memberikan semangat

untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Pakde Ibnu Suyanto, Mama Mboes, serta anak-anak dan cucu-cucunya yang

selalu memberikan semangat kepada penulis.

8. Ayah H. Nasarudin Tepar dan Ibu Hj. Desmiyati selaku orang tua kedua

penulis yang selalu memberikan do’a dan motivasi dalam menyelesaikan

skripsi ini.

9. Temanku, sahabatku, keluargaku yang selalu berbagi canda tawa selama lebih

dari 4 tahun ini dan selalu memberikan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, yaitu : Mega, Yulia, Rina, Dewi, dan Nira.

10. Ever Lasting Partner (Aprilia isma Denila dan Uswatun Hasanah) sebagai

teman berbagi saran, yang telah mebantu dan menemani selama penulis

melakukan penelitian.

11. Penghuni Istana Rapunzel, Sang Princess mba Putri Amalia, teman

seangkatanku Windi dan Azies, serta adik-adik tingkatku Erlita, Ma’ul,

Ruwai, Diani, Fifi, Putri, dan Syatira yang selalu membantu dan menemani

penulis selama penelitian.

12. Teman-teman seperjuangan (Cheven), terimakasih atas kebersamaannya

dalam menuntut ilmu menggapai impian juga canda-tawa-bahagia yang selalu

kita hadirkan, Anorteam’s: Yunia, Rio Woo, Irkham, Melly Antika, Melly

Novita, Nopitasari, Tamara, Asti dan Nico. Biokimteam’s: Ajeng, Ay”, dan

Jeje. Organikteam’s: Miftah, Wagiran, Arik, Juned, Mirfat, Ridho, Andri,

Lili, Rio Feb. Fisikteam’s: Lusi, Vevi, Gegek, Yudha, Yusry, Umee, Eva,

Ramos, Ivan, Tata, Fatma. Analitikteam’s: Daniar, Ayu .F, Mila, Fani,

Anggino, Mardian, Cimoy, Lewi, Ari.

13. Saudara-saudaraku, Arrum Maishah Saba Putri dan Sisca Marya Susanti yang

selalu memberikan semangat dan dukungannya.

14. Keluarga “Wanita Muslimah”, Mba Nab, Mega, Desti, Nita, dan Lia yang

selalu memberikan saran, motivasi dan semangat.

15. Laboran Biokimia : Pak Jon dan Uni yang telah membantu melancarkan

penulis selama menjalani penelitian.

16. Staf Administrasi : Pak Gani dan Mba Nora yang membantu penulis dalam

mengurus persyaratan maupun berkas selama kuliah dan penelitian.

17. Himaki FMIPA Unila yang senantiasa memberikan pengalaman kepada

penulis.

18. Kakak dan adik tingkat penulis dari tahun 2008 - 2013.

Semoga segala bentuk bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan

pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi

rekan-rekan mahasiswa dan para pembaca umumnya. Aamiin.

Bandar Lampung, Oktober 2016Penulis,

Ana Febrianti Wulandari

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI........................................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR............................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv

PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian........................................................................................ 3

C. Manfaat Penelitian...................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 4

A. Enzim ......................................................................................................... 4

1. Klasifikasi Enzim … ………………………………………………….52. Sifat Katalitik Enzim………..…………………………………………63. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim………....... ……………74. Teori Pembentukan Enzim-Substrat..………………………..………10

B. Protease ..............................................................................................................12C. Bacillus subtilis........................................................................................13D. Stabilitas Enzim ....................................................................................... 14

1. Stabilitas Termal Enzim.……………………………………………..152. Stabilitas pH Enzim ............................................................................ 163. Kadar Air ............................................................................................ 16

E. Pemurnian Enzim...................................................................................... 17

1. Sentrifugasi ......................................................................................... 17

2. Fraksinasi ............................................................................................ 17

3. Dialisis ................................................................................................ 18

F. Penentuan Kadar Protein Metode Lowry.................................................. 19

G. Amobilisasi Enzim……………………………………………………….201. Metode Penjebakan............................................................................. 212. Metode Pengikatan.............................................................................. 22

H. Kinetika Reaksi Enzim............................................................................. 23I. Bentonit .................................................................................................... 25

METODE PENELITIAN ................................................................................... 29

A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 29

ii

B. Alat dan bahan Penelitian......................................................................... 29

C. Prosedur Penelitian................................................................................... 30

1. Persiapan Pendahuluan........................................................................ 30

2. Pembuatan Media Inokulum, Fermentasi, Dan Larutan Pereaksi....... 30

3. Inokulasi Bakteri Bacillus subtilis ITBCCB148 ................................. 31

4. Isolasi Enzim Protease ........................................................................ 32

5. Uji Aktivitas dan Penentuan Kadar Protein Enzim Protease .............. 32

6. Pemurnian Enzim Protease ................................................................. 33

7. Amobilisasi Enzim Protease ............................................................... 36

8. Hasil Pemurnian dan Amobilisasi....................................................... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 40

A. Produksi dan Isolasi Enzim Protease ...................................................... 40B. Pemurnian Enzim Protease....................................................................... 40

1. Fraksinasi Bertingkat dengan Ammonium Sulfat [(NH4)2SO4] ........ 412. Dialisis ............................................................................................... 42

C. Penentuan pH Pengikatan Enzim Protease Hasil Amoobilisasi ............... 44D. Karakterisasi Enzim Protease Hasil Pemurnian dan Enzim Protease Hasil

Amobilisasi.............................................................................................. 451. Penentuan suhu optimum enzim protease hasil pemurnian dan enzim

protease hasil amobilisasi .................................................................. 452. Penentuan stabilitas termal enzim protease hasil pemurnian dan enzim

protease hasil amobilisasi .................................................................. 463. Penentuan KM dan Vmaks enzim protease hasil pemurnian dan enzim

hasil amobilisasi ................................................................................ 474. Pemakaian berulang enzim amobil.................................................... 485. Perubahan konstanta laju inaktivasi(ki), waktu paruh (t1/2), dan

energi akibat denaturasi (ΔGi) enzim protease hasil pemurnian danenzim protease hasil amobilisasi ....................................................... 50a. Waktu paruh (t1/2) dan konstanta laju inaktivasi termal (ki) ........ 51b. Perubahan energi akibat denaturasi (ΔGi) ................................... 51

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ............................................................................................... 53B. Saran ...................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan Aktivitas Enzim Dengan Suhu ........................................................ 8

2. Hubungan Kecepatan Reaksi Dengan pH ......................................................... 8

3. Hubungan Kecepatan Reaksi Dengan Konsentrasi Enzim ............................... 9

4. Teori Kunci Gembok dan Kecocokan Enzim ................................................. 11

5. Diagram Lineweaver Burk .............................................................................. 25

6. Skema Fraksinasi Enzim Dengan Amonium Sulfat........................................ 34

7. Diagram Alir Penelitian .................................................................................. 39

8. Hubungan antara kejenuhan ammonium sulfat (0-90%) dengan aktivitasspesifik enzim protease dari Bacillus subtilis ITBCCB148............................ 41

9. Hubungan antara kejenuhan ammonium sulfat (0-40%) dan (40-90%) denganaktivitas spesifik enzim protease dari Bacillus subtilis ITBCCB148 ............. 42

10. Aktivitas unit enzim protease pada beberapa pH pengikatan ......................... 44

11. Suhu optimum enzim protease hasil pemurnian dan enzim protease hasilamobilisasi ...................................................................................................... 45

12. Stabilitas termal enzim protease hasil pemurnian dan enzim protease hasilamobilisaasi..................................................................................................... 46

13. Grafik Lineweaver-Burk enzim protease hasil pemurnian dan enzim proteasehasil amobilisasi .............................................................................................. 48

14. Pemakaian berulang enzim protease menggunakan bentonit.......................... 49

15. Grafik In (Ei/E0) enzim protease hasil pemurnian dan hasil amobilisasidengan bentonit ............................................................................................... 50

16. Hubungan antara pH dengan aktivitas unit (U/mL) enzim protease............... 61

17. Kurva standar tirosin ....................................................................................... 69

18. Kurva standar serum albumin ......................................................................... 70

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Aplikasi Enzim Dalam Proses Industri ............................................................. 5

2. Pemurnian enzim protease dari Bacillus subtilis ITBCCB148 ....................... 43

3. Nilai konstanta laju inaktivasi (ki), waktu paruh (t1/2) dan energi akibatdenaturasi (ΔGi) enzim protease hasil pemurnian dan enzim protease hasilamobilisasi ...................................................................................................... 50

4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat(0-90%)dengan aktivitas spesifik enzim protease ........................................................ 59

5. Hubungan antara kejenuhan ammonium sulfat fraksi (0-40%) dan (40-90%)dengan aktivitas spesifik enzim protease ....................................................... 59

6. Pengikatan enzim protease pada matriks (bentonit) dalam berbagai pH ........ 60

7. Hubungan antara pH dengan aktivitas unit (U/mL) enzim protease............... 61

8. Hubungan antara suhu dengan aktivitas unit (U/mL) enzim protease hasilpemurnian dan enzim hasil amobilisasi .......................................................... 62

9. Hubungan antara suhu dengan aktivitas sisa (%) enzim protease hasilpemurnian dan enzim hasil amobilisasi .......................................................... 62

10. Data untuk penentuan KM dan Vmaks enzim protease hasil pemurnianberdasarkan persamaan Lineweaver-Burk....................................................... 63

11. Data untuk penentuan KM dan Vmaks enzim protease hasil amobilisasiberdasarkan persamaan Lineweaver-Burk....................................................... 63

12. Hubungan antara aktivitas unit (U/mL) enzim protease hasil pemurnian danenzim hasil amobilisasi selama inaktivasi termal 55°C .................................. 64

13. Hubungan antara aktivitas sisa (%) enzim protease hasil pemurnian danenzim hasil amobilisasi selama inaktivasi termal 55°C .................................. 64

14. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim protease hasil pemurnianselama inaktivasi termal 50°C......................................................................... 65

15. Penentuan ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim protease hasilamobilisasi selama inaktivasi termal 55°C ..................................................... 65

16. Hubungan antara pengulangan enzim protease hasil pemurnian denganaktivitas unit (U/mL)....................................................................................... 68

v

17. Absorbansi tirosin pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standartirosin .............................................................................................................. 69

18. Absorbansi serum albumin (BSA) pada berbagai konsentrasi untukmenentukan kurva standar protein .................................................................. 70

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini penggunaan enzim pada proses industri sangat pesat, salah satunya

sebagai biokatalis. Kelebihan enzim dibandingkan katalis biasa adalah (1) produk

yang dihasilkan tinggi; (2) bekerja pada pH yang relatif netral dan suhu yang relatif

rendah; dan (3) bersifat spesifik dan selektif terhadap substrat tertentu. Enzim telah

banyak digunakan dalam bidang industri pangan, farmasi dan industri kimia lainnya.

Dalam bidang pangan misalnya amilase, invertase, glukosa-isomerase, papain, dan

bromelin, sedangkan dalam bidang kesehatan contohnya amilase, lipase, dan protease

(Boyer, 1971).

Protease merupakan enzim proteolitik yang dapat menguraikan protein menjadi asam

amino dan mengkatalisis pemutusan ikatan peptida pada protein. Protease dibutuhkan

secara fisiologi untuk kehidupan organisme pada tumbuhan, hewan maupun

mikroorganisme (Rao et al., 1998). Isolasi enzim protease banyak dihasilkan dari

mikroorganisme. Sebagai sumber enzim, mikroorganisme lebih menguntungkan

karena pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada berbagai macam substrat, lebih

mudah ditingkatkan hasilnya melalui pengaturan kondisi pertumbuhan dan rekayasa

2

genetik, serta mampu menghasilkan enzim yang ekstrim. Adanya mikroorganisme

yang unggul merupakan salah satu faktor penting dalam usaha produksi enzim

(Kosim, 2009).

Secara umum enzim cenderung sulit dipisahkan di akhir reaksi sehingga

kemampuan penggunaan ulangnya terbatas (Krajewska, 2004). Selain itu

struktur enzim tidak stabil terhadap perubahan pH dan suhu, sehingga mudah

mengalami denaturasi. Tingginya harga enzim juga menjadikan proses

enzimatis tidak ekonomis jika digunakan pada skala yang besar (Tan et al.,

2010). Beberapa kelemahan tersebut dapat diatasi dengan mengikatkan enzim

pada matriks pendukung yang tidak larut dalam air. Teknik ini dikenal dengan

imobilisasi enzim, dimana enzim terimobilisasi mampu mempertahankan

aktivitasnya dan dapat digunakan secara berulang maupun proses kontinyu

(Jegannathan et al., 2008).

Roosdiana (2013), telah melakukan amobilisasi enzim pektinase dari Bacillus subtilis

menggunakan bentonit dan menghasilkan waktu optimum pektinase teradsorpsi

adalah pada waktu pengocokkan 4 jam dan aktivitas pektinase sebesar 642,7

µg/g.menit. Sedangkan Sutrisno (2014) melaporkan bahwa waktu optimum enzim

xilanase dari Trichoderma viride yang teradsorpsi adalah waktu pengocokan 3 jam

dengan peningkatan aktivitas sebesar 10,245 unit. Meriyanti (2014), telah berhasil

meningkatkan stabilitas enzim selulase dari Aspergillus niger L-51 yang memiliki

suhu optimum enzim selulase hasil amobil pada 65oC dan enzim hasil pemunian

3

memiliki suhu optimum 60oC. Selain itu, enzim hasil amobil memiliki aktivitas yang

lebih tinggi dibandingkan dengan enzim hasil pemurnian.

Penelitian ini menggunakan Bacillus subtilis ITBCCB148 sebagai sumber

enzim protease. Enzim tersebut kemudian diamobil dengan bentonit sebagai

matriks atau bahan pendukung. Bentonit digunakan sebagai matriks karena

bentonit mempunyai luas permukaan yang sangat besar, dan mempunyai

kemampuan adsorpsi yag tinggi (Puslitbang, 2005).

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Memperoleh enzim protease dari Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan aktivitas

dan kemurnian yang tinggi

2. Memperoleh enzim protease dari Bacillus subtilis ITBCCB148 dengan kestabilan

yang tinggi melalui amobilisasi fisik menggunakan bentonit.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang cara meningkatkan stabilitas enzim protease.

2. Memberikan informasi mengenai pengaruh bentonit terhadap stabilitas enzim

protease dari Bacillus subtilis ITBCCB148.

3. Enzim protease dengan stabilitas yang tinggi dapat digunakan dalam proses

industri.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Enzim

Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengkatalisis seluruh reaksi kimia

dalam sistem biologis. Fungsi enzim sebagai katalis untuk proses biokimia terjadi di

dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011

kali lebih cepat dibandingkan dengan reaksi yang dilakukan tanpa katalis. Enzim

dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien , disamping itu mempunyai derajat

kekhasan yang tinggi. Seperti katalis lainnya, enzim dapat menurunkan energi

aktivasi suatu reaksi kimia (Poedjadi,1994).

Salah satu fungsi yang paling menonjol dari protein adalah aktivitas enzim. Enzim

mempunyai fungsi khusus antara lain yaitu : (1) menurunkan energi aktivasi, (2)

mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan tetap tanpa mengubah besarnya tetapan

kesetimbangan, dan (3) mengendalikan reaksi (Page, 1997).

Kelebihan enzim dibandingkan katalis biasa adalah enzim bersifat spesifik

dibandingkan dengan katalis anorganik, bekerja pada pH yang relatif netral dan suhu

yang relatif rendah, aman, mudah dikontrol, dapat menggantikan bahan kimia yang

5

berbahaya, serta dapat didegradasi secara biologis (Page, 1997). Enzim digunakan

dalam sebagian besar sektor industri, terutama industri makanan. Selain itu, enzim

juga digunakan dalam industri deterjen, farmasi dan tekstil. Aplikasi enzim pada

bidang industri dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel l. Beberapa enzim yang dihasilkan mikroba dan aplikasinya (Fowler, 1988)

Enzim Sumber AplikasiAmilase Bacillus subtilis Tekstil, pelarutan pati, produksi

glukosaAspergillus oryzaePenicillium Roquefort

Aspergillus nigerPenicillinase Bacillus subtilis Degradasi penisilinInvertase Aspergillus oryzae Industri permen

Saccharomyces cerevisiaeSelulase Aspergillus niger Pengurang viskositas, membantu

sistem pencernaanTricoderma sp.

Pektinase Aspergillus niger Klarifikasi wine dan jus buah,pelunak, membantu system

Protease Clostridium sp. Pencernaan

1. Klasifikasi enzim

Klasifikasi enzim dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Menurut Wirahadikusumah (2001), berdasarkan fungsinya enzim dapat

dibedakan menjadi enam kelas dan tiap kelas mempunyai beberapa subkelas.

Dalam tiap subkelas, nama resmi dan nomor klasifikasi dari tiap enzim

melukiskan reaksi yang dikatalisis berdasarkan IUPAC yaitu:

1. Oksidoreduktase, mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi. Contoh : NAD oksido

reduktase (CEIUB); Alkohol dehidrogenase (Trivial)

6

2. Transferase, mengkatalisis perpindahan gugus molekul dari suatu molekul ke

molekul yang lain, seperti gugus amino, karbonil, metal, asil, glikosil atau

fosforil. Contoh : Glukosa-6-transferase (CEIUB); Glukokinase (trivial)

3. Hidrolase, berperan dalam reaksi hidrolisis. Contoh : -1-4-glukan-4-

glukanohidrolase (CEIUB); -amilase (trivial)

4. Liase, mengkatalisis reaksi adisi atau pemecahan ikatan rangkap dua. Contoh:

2-Asam oksalokarboksi-liase (CEIUB); piruvat dekarboksilase (trivial)

5. Isomerase, mengkatalisis reaksi isomerisasi. Contoh: Alanina rasemase

(CEIUB); alanina rasemase (trivial)

6. Ligase, mengkatalisis pembentukan ikatan dengan bantuan pemecahan ikatan

dalam ATP. Contoh: Karbondioksida ligase (CEIUB); piruvat karboksilase

(trivial)

b. Menurut Lehninger (1985), klasifikasi enzim berdasarkan cara terbentuknya

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar

substratnya, misalnya enzim amilase.

2. Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya

substrat, contohnya enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli

yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa.

2. Sifat katalitik enzim

Sifat-sifat katalitik dari enzim (Page, 1989) ialah sebagai berikut:

a. Enzim mampu meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa (fisiologi) dari

tekanan, suhu dan pH.

7

b. Enzim memiliki selektivitas yang tinggi terhadap substrat (substansi yang

mengalami perubahan kimia setelah bercampur dengan enzim) dan jenis reaksi

yang dikatalisis.

c. Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang tinggi dibanding dengan

katalis biasa.

3. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim

Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai berikut:

a. Suhu

Suhu sangat mempengaruhi aktivitas enzim pada waktu mengkatalisis suatu reaksi.

Seluruh enzim memerlukan jumlah panas terutama untuk dapat aktif. Sejalan dengan

meningkatnya suhu, makin meningkat pula aktivitas enzim. Secara umum, setiap

peningkatan sebesar 10°C di atas suhu minimum, aktivitas enzim akan meningkat

sebanyak dua kali lipat. Aktivitas enzim meningkat pada kecepatan ini hingga

mencapai kondisi optimum. Peningkatan suhu yang melebihi suhu optimumnya

menyebabkan lemahnya ikatan di dalam enzim secara struktural (Pratiwi, 2008). Pada

suhu maksimum enzim akan terdenaturasi karena struktur protein terbuka dan gugus

non polar yang berada di dalam molekul menjadi terbuka keluar, kelarutan protein di

dalam air yang polar menjadi turun, sehingga aktivitas enzim juga akan turun

(Lehninger, 2005). Hubungan antara aktivitas enzim dengan suhu ditunjukkan dalam

Gambar 1.

8

Gambar 1. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu (Poedjiadi, 1994)

b. pH

Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta

disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama pada gugus residu

terminal karboksil dan gugus terminal aminonya, diperkirakan perubahan kereaktifan

enzim akibat perubahan pH lingkungan. Perubahan pH akan mempengaruhi

efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. Selain

itu, pH yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan akan

mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Winarno, 1989). Hubungan kecepatan

reaksi dengan pH ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH (Page, 1997).

9

c. Konsentrasi enzim dan substrat

Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin meningkat

hingga pada batas konsentrasi tertentu dimana hasil hidrolisis akan konstan dengan

naiknya konsentrasi enzim yang disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif

lagi (Reed, 1975). Hubungan antara laju reaksi enzim dengan konsentrasi enzim

ditunjukkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan kecepatan reaksi dengan konsentrasi enzim (Page,1997).

Pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi apabila

konsentrasi enzim tetap. Kompleks enzim substrat akan terbentuk apabila ada kontak

antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim

yang disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini

hanya menampung sedikit substrat. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin

banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut.

Konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin

besarnya kecepatan reaksi. Pada keadaan bertambah besarnya konsentrasi substrat

10

tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat,

sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar (Wuryanti, 2004).

d. Aktivator dan inhibitor

Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah

senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen

kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa

ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu dan Mg atau dapat pula sebagai

molekul organik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono, 1984).

Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh senyawa penghambat enzim (inhibitor).

Inhibitor dapat bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim

sehingga dapat terjadi pengurangan laju reaksi. Inhibitor biasanya menyerupai

substrat normal dengan bentuk tiga dimensinya. Karena persamaan ini, enzim dapat

berikatan dengan inhibitor (Pratiwi, 2008).

4. Teori pembentukkan enzim-substrat

Cara kerja enzim dapat dijelaskan dengan dua teori, yaitu teori kunci-gembok

(lock and key theory) dan teori kecocokan yang terinduksi (induced fit theory),

yang ditunjukkan dalam Gambar 4.

11

Gambar 4. Teori kunci-gembok dan kecocokan induksi (Page, 1997)

Menurut teori kunci-gembok, enzim dan substrat bergabung bersama membentuk

kompleks, seperti kunci yang masuk dalam gembok. Hal ini dikarenakan adanya

kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan sisi aktif enzim, sehingga sisi aktif

enzim cenderung kaku. Di dalam kompleks, substrat dapat bereaksi dengan energi

aktivasi yang rendah. Setelah bereaksi, kompleks lepas dan melepaskan produk

serta membebaskan enzim. Sedangkan menurut teori kecocokan yang terinduksi,

sisi aktif enzim merupakan bentuk yang fleksibel. Ketika substrat memasuki sisi

aktif enzim, bentuk sisi aktif termodifikasi melingkupi substrat membentuk

kompleks. Ketika produk sudah terlepas dari kompleks, enzim tidak aktif menjadi

bentuk yang lepas. Sehingga, substrat yang lain kembali bereaksi dengan enzim

tersebut.

12

B. Protease

Protease merupakan kelompok enzim-enzim yang sangat kompleks yang menduduki

posisi sentral dalam aplikasinya pada bidang fisiologis dan produk-produk komersil.

Protease ekstraseluler sebagian besar berperan dalam hidrolisis substrat polipeptida

besar. Enzim proteolitik intraseluler memainkan peran penting dalam metabolisme

dan proses regulasi pada sel hewan, tumbuhan dan mikroorganisme, seperti

menggantikan protein, memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis

protein. Protease intraseluler berperan dalam fungsi fisiologis lainnya, seperti

pencernaan, maturasi hormon, perakitan virus, respon imun, inflamantasi, fertilisasi,

koagulasi darah, fibrinolisis, kontrol tekanan darah, sporulasi, germinasi dan

pathogenesis. Protease juga diimplikasikan dalam peran regulasi ekspresi gen,

perbaikan DNA, dan sintesis DNA (Rao et al., 1998).

Protease dihasilkan dari tiga sumber utama, yaitu tanaman, hewan dan mikroba.

Enzim papain, bromelin dan fisin merupakan protease yang dihasilkan dari tanaman.

Sedangkan tripsin, kemotripsin, pepsin, dan rennin merupakan protease yang berasal

dari hewan. Kelemahan tanaman sebagai sumber protease adalah kesulitan untuk

melakukan ekstraksi enzim efisien karena membutuhkan peralatan berat untuk

menghancurkan jaringan tanaman yang besar dan keras (Lehninger, 2005). Selain itu,

pertumbuhan tanaman terlalu lama untuk produksi enzim skala besar. Produksi

protease dari hewan pun sangat terbatas, membutuhkan jumlah hewan dan biaya yang

besar karena proses ekstraksi enzim dari jaringan hewan sulit dilakukan. Enzim dari

13

hewan paling banyak digunakan dalam industri pangan adalah kimosin, yaitu pada

industri keju. Sedangkan enzim tanaman yang paling banyak digunakan dalam

industri pangan adalah papain dan bromelin. Pada tahun 1950-1960, pemanfaatan

enzim dari hewan dan tanaman mulai digantikan oleh enzim mikrobial

(Nagodawithana and Reed, 1993).

Mikroba merupakan sumber protease terbaik karena pertumbuhan mikroba relatif

cepat dan mudah diatur sehingga mutu enzim yang dihasilkan lebih seragam

(Standbury dan Whitaker, 1984). Sebagian besar enzim mikroba yang dihasilkan

secara komersial adalah enzim ekstraseluler yang diproduksi di dalam sel dan

dikeluarkan ke cairan lingkungan sekitar tempat sel tumbuh. Lehninger (2005)

mengatakan bahwa hal ini merupakan salah satu kelebihan mikroba dibandingkan

hewan dan tanaman yang membutuhkan proses penghancuran sel untuk mendapatkan

enzim yang diinginkan. Contoh mikroba penghasil enzim yang aman untuk pangan

adalah Aspergillus niger, A. orizae, A. awamori, Mucor miehei, Bacillus subtilis, B.

licheniformis, dan Saccharomyces cereviseae (Nagodawithana and Reed, 1993).

C. Bacillus subtilis

Bacillus subtilis adalah bakteri Gram positif yang biasanya ditemukan di

dalam tanah. Bakteri ini mempunyai kemampuan membentuk pertahanan diri

yang kuat, dengan membentuk endospora yang bersifat melindungi sehingga

dapat tahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim (Nakano and Zuber, 1998).

14

Bacillus subtilis tidak secara langsung termasuk sebagai patogen pada manusia,

bagaimanapun Bacillus subtilis dapat mengkontaminasi makanan tetapi tidak

sampai menyebabkan makanan menjadi beracun (Ryan & Ray, 2004). Sporanya

dapat bertahan hidup pada pemanasan ekstrim yang seringkali digunakan untuk

memasak makanan dan juga mampu membuat produk pangan roti menjadi busuk

atau rusak (Gielen dkk., 2004).

D. Stabilitas Enzim

Enzim merupakan golongan protein, sehingga mempunyai sifat fisik dan kimia yang

mirip dengan protein. Beberapa enzim tidak stabil dan mudah terdenaturasi, sehingga

aktifitas enzimnya hilang. Setiap enzim mempunyai suhu dan pH optimum untuk

aktivitasnya. Dalam melakukan aktivitasnya, enzim dipengaruhi oleh lingkungannya.

Pengaruh tersebut dapat mengganggu stabilitas enzim sehingga menjadi masalah

yang sering dihadapi dalam industri. Stabilitas merupakan sifat penting yang harus

dimiliki oleh enzim dalam aplikasinya sebagai biokatalis. Stabilitas enzim dapat

didefinisikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama penyimpanan dan

penggunaan enzim tersebut, serta kestabilan terhadap senyawa yang bersifat merusak

seperti pelarut tertentu (asam, basa) dan oleh pengaruh temperatur dan pH ekstrim

(Kazan et al., 1997).

Terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan enzim yang mempunyai

stabilitas tinggi, yaitu (1) menggunakan enzim yang memiliki stabilitas ekstrim alami

15

dan mengusahakan peningkatan stabilitas enzim yang secara alami tidak atau kurang

stabil (Junita, 2002), (2) Menurut Illanes (1999), untuk meningkatkan stabilitas

enzim dapat dilakukan dengan penggunaan zat aditif, modifikasi kimia, amobilisasi

dan rekayasa protein.

1. Stabilitas termal enzim

Pada suhu yang terlalu rendah kemantapan enzim tinggi, tetapi aktivitasnya rendah.

Sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi aktivitas enzim tinggi, tetapi kemantapannya

rendah. Daerah suhu saat kemantapan dan aktivitas enzim cukup besar disebut suhu

optimum (Wirahadikusumah, 2001).

Dalam industri, pada proses reaksinya menggunakan suhu tinggi bertujuan untuk

mengurangi tingkat kontaminasi dan masalah viskositas serta meningkatkan laju

reaksi. Namun, suhu tinggi merupakan masalah utama dalam stabilitas enzim, karena

enzim umumnya tidak stabil pada suhu tinggi.

Proses inaktivasi enzim pada suhu tinggi berlangsung dalam dua tahap, yaitu :

a. Adanya pembukaan partial (partial unfolding) struktur sekunder, tersier dan atau

kuartener molekul enzim.

b. Perubahan struktur primer enzim karena adanya kerusakan asam amino-asam

amino tertentu oleh panas (Ahern and Klibanov, 1987).

16

2. Stabilitas pH enzim

Perubahan aktivitas enzim akibat perubahan pH lingkungan disebabkan terjadinya

perubahan ionisasi enzim, substrat atau kompleks enzim substrat, serta perubahan

kemampuan peningkatan dan pengaruh laju reaksi. Pada umumnya enzim

menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum,

yang umumnya antara pH 4,5-8,0 (Winarno, 1986). Enzim tertentu mempunyai

kisaran pH optimum yang sangat sempit. Di sekitar pH optimum enzim mempunyai

stabilitas yang tinggi. Dalam hal ini, enzim yang sama sering kali pH optimumnya

berbeda tergantung dari sumber enzim tersebut.

Pada reaksi enzimatik, sebagian besar enzim akan kehilangan aktivitas katalitiknya

secara cepat dan irreversibel pada pH yang jauh dari rentang pH optimum untuk

reaksi enzimatik. Inaktivasi ini terjadi karena unfolding molekul protein sebagai hasil

dari perubahan kesetimbangan elektrostatik dan ikatan hidrogen (Kazan et al., 1997).

3. Pengaruh Kadar Air

Air memegang peranan penting pada kedua tahap di atas. Oleh karena itu, dengan

menggunakan air seperti pada kondisi mikroakueus, reaksi inaktivasi oleh panas

dapat diperlambat dan stabilitas termal enzim akan meningkat.

Stabilitas termal enzim akan jauh lebih tinggi dalam kondisi kering dibandingkan

dalam kondisi basah. Adanya air sebagai pelumas membuat konformasi suatu

molekul enzim menjadi sangat fleksibel, sehingga bila air dihilangkan molekul enzim

akan menjadi lebih kaku (Virdianingsih, 2002).

17

E. Pemurnian Enzim

Pemurnian enzim adalah salah satu cara untuk memisahkan protein enzim dari protein

jenis lain dan kontaminan. Menurut Judoamidjojo dkk. (1989), proses pengisolasian

dan pemurnian enzim berlangsung beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Sentrifugasi

Proses ini bertujuan untuk memisahkan enzim dari sisa-sisa dinding sel, dimana

molekul yang memiliki berat molekul tinggi dapat mengendap di dasar tabung

dengan cepat bila disentrifugasi dengan kecepatan tinggi. Kecepatan pengendapan

molekul bergantung pada beberapa faktor, yaitu berat molekul, bentuk molekul dan

viskositas larutan. Proses ini akan menimbulkan panas, sehingga dapat

mendenaturasi enzim. Untuk menghindarinya maka sentrifugasi dilakukan pada suhu

2-4oC (sentrifugasi dingin). Sel-sel mikroba biasanya mengalami sedimentasi pada

kecepatan 5000 rpm selama15 menit (Scopes, 1982; Walsh and Headon, 1994).

2. Fraksinasi

Cara pemurnian enzim yang umum dilakukan adalah dengan proses pengendapan

bertahap atau biasa disebut sebagai fraksinasi. Fraksinasi yang sering dilakukan

adalah dengan senyawa elektrolit menggunakan garam ammonium sulfat, natrium

klorida atau natrium sulfat (Suhartono dkk, 1992).

Menurut Wirahadikusumah (2001), meningkatnya kekuatan ion akan menyebabkan

kelarutan enzim semakin besar yang disebut dengan salting in. Jika kandungan ion

18

semakin tinggi akan menyebabkan kelarutan enzim menurun dan mengendap yang

disebut dengan salting out.

Ammonium sulfat sering dipakai untuk mengendapkan enzim karena kelebihannya,

yaitu: kebanyakan enzim tahan terhadap garam tersebut (tidak terdenaturasi),

memiliki kelarutan yang besar, mempunyai daya pengendapan yang cukup besar dan

mempunyai efek penstabil terhadap kebanyakan enzim. Perlakuan penambahan

ammonium sulfat dilakukan dengan meningkatkan kejenuhan dari larutan enzim,

dengan pembagian fraksi : (0-20)% jenuh, (20-40)% jenuh, (60-80)% jenuh, dan (80-

100)% jenuh. Pengendapan ini dikenal sebagai salting out (Judoamijojo dkk.,1989).

3. Dialisis

Dialisis adalah proses pemisahan molekul terlarut berdasarkan ukuran molekulnya

menggunakan membran semipermeabel berdasarkan difusi partikel zat terlarut.

Membran yang biasa digunakan adalah selofan yang berbentuk selang. Difusi zat

terlarut bergantung pada suhu dan viskositas larutan. Pada suhu tinggi laju difusi

meningkat, tetapi sebagian besar protein dan enzim akan terdenaturasi. Proses

dialisis harus dilakukan pada suhu 4-8°C dalam ruang dingin, karena protein dan

enzim stabil pada suhu tersebut (Pohl, 1990).

Menurut Baehaki dkk. (2011) molekul dengan berat molekul lebih kecil dari 20.000

Dalton dapat melalui membran, sedangkan yang berat molekulnya lebih besar akan

tertahan di dalam membran. Jika membran berisi larutan protein atau enzim

dimasukkan dalam larutan buffer, maka molekul kecil dalam larutan protein atau

19

enzim akan keluar dari pori-pori membran seperti garam anorganik dan molekul

protein atau enzim yang berukuran besar tetap dalam membran. Keluarnya molekul

menyebabkan distribusi ion-ion tidak seimbang di dalam dan di luar membran. Untuk

memperkecil pengaruh ini digunakan larutan buffer dengan konsentrasi rendah di luar

membran (Lehninger, 1982). Molekul yang lebih kecil akan terus terdifusi keluar

membran hingga ion-ion dalam membran seimbang atau dapat diabaikan (Boyer,

1993).

F. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry.

Kandungan protein di dalam enzim sangat berpengaruh terhadap daya katalitik enzim

tersebut. Pada umumnya dengan meningkatnya kadar protein dalam suatu enzim,

maka daya katalitiknya akan meningkat. Salah satu metode yang digunakan untuk

menentukan kadar protein adalah metode Lowry. Penentuan kadar protein bertujuan

untuk mengetahui bahwa protein enzim masih terdapat pada setiap fraksi pemurnian

(tidak hilang dalam proses pemurnian) dengan aktivitas yang baik. Metode ini

bekerja pada kondisi alkali dan ion tembaga (II) akan membentuk kompleks dengan

protein. Ketika reagen folin-ciocelteau ditambahkan, maka reagen akan mengikat

protein. Ikatan ini secara perlahan akan mereduksi reagen folin menjadi

heteromolibdenum dan mengubah warna kuning menjadi biru.

Pada metode ini, pengujian kadar protein didasarkan pada pembentukan kompleks

Cu2+ dengan ikatan peptida yang akan tereduksi menjadi Cu+ pada kondisi basa. Cu+

20

dan rantai samping tirosin, triptofan dan sistein akan bereaksi dengan reagen folin-

ciocelteau. Reagen ini bereaksi menghasilkan produk tidak stabil yang tereduksi

secara lambat menjadi molibdenum atau tungesteen blue. Protein akan menghasilkan

intensitas warna yang berbeda tergantung pada kandungan triptofan dan tirosinnya.

Karena itu, protein yang berbeda akan memberikan tingkat warna yang berbeda

(Alexander and Griffith, 1993).

Metode ini relatif sederhana dan dapat diandalkan serta biayanya relatif murah.

Namun, metode ini mempunyai kelemahan yaitu sensitif terhadap perubahan pH dan

konsentrasi protein yang rendah. Untuk mengatasinya adalah dengan cara

menggunakan volume sampel yang sangat kecil sehingga tidak mempengaruhi reaksi

( Lowry et al., 1951).

G. Amobilisasi enzim

Amobilisasi enzim merupakan konsep yang cukup baru dan sangat menarik perhatian

pada industri yang menggunakan enzim.Misalnya, pada industri makanan, enzim

dimasukkan bersama dengan substrat dan reaksi dibiarkan untuk berlangsung. Ketika

perubahan yang diinginkan telah tercapai maka enzim dinonaktifkan dengan cara

pemanasan atau merubah pH dalam sistem. Jadi penggunaan dari enzim adalah sekali

pakai, sedangkan pemurnian enzim sangat mahal. Untuk mengatasi masalah ini maka

enzim diikat pada senyawa yang tidak larut yang disebut sebagai matrik sehingga

enzim dapat mengikuti reaksi dan dapat diambil kembali setelah selesainya reaksi.

21

Pengikatan enzim pada matriks yang tidak larut dalam air ini disebut sebagai

amobilisasi (Johnson, 1978). Enzim amobil dapat didefinisikan sebagai enzim yang

secara fisik ditempatkan pada suatu ruang tertentu sehingga dapat menahan aktivitas

katalitiknya, oleh karena itu dapat digunakan secara berulang (Chibata, 1978).

1. Metode penjebakan

Penjebakan enzim berdasarkan pada penempatan enzim dalam kisi-kisi matriks

polimer atau membrane. Penjebakan enzim dalam dilakukan dalam gel atau serat

polimer. Matriks yang banyak digunakan adalah kalsium alginat, kappa-karagenan,

resin sintetis dan poliakrilamida. Sedangkan serat yang digunakan yaitu selulosa

triasetat dan polimer- polimer lainnya.

Keuntungan menggunakan teknik ini adalah secara relatif struktur alami enzim tidak

mengalami gangguan fisik. Hal ini karena enzim tidak terikat dengan bahan

pendukung, sehingga tidak terjadi perubahan konformasi enzim atau inaktivasi

enzim. Akibatnya untuk membentuk kompleks enzim- substrat sangat kecil

kemungkinannya, karena enzim tidak berada pada permukaan bahan pendukung.

Teknik ini merugikan karena (1) terjadi kebocoran yang kontinyu karena ukuran

pori-pori terlalu besar, (2) interaksi antara substrat dan enzim kurang karena jeratan

gel dan (3) kehilangan aktivitas enzim karena terbentuknya zat-zat radikal bebas

pada reaksi polimerisasi (Judoamidjojo, 1990).

22

2. Metode pengikatan

a. Teknik penyerapan fisik (adsorpsi)

Amobilisasi secara penyerapan fisik termasuk salah satu teknik amobilisasi enzim

yang sangat sederhana. Amobilisasi ini dapat dilakukan dengan bahan pendukung

seperti bentonit, silika gel, zeolit, dan alumina. Ikatan kimia yang dapat terbentuk

adalah ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan gaya van der waals yang bersifat

lemah sehingga kemungkinan untuk merubah konformasi enzim secara fisik dapat

diabaikan. Disamping itu, cara ini mempunyai keuntungan, yaitu dapat membentuk

amobil yang lebih banyak daripada hasil amobilisasi dengan cara lain, karena pada

cara ini enzim akan berada langsung pada permukaan bahan pendukung yang lebih

banyak pula.

b. Teknik ikatan ion

Cara ikatan ion dapat dilakukan pada bahan pendukung yang mengandung residu

penukar ion, baik penukar anion maupun penukar kation. Ikatan yang terbentuk relatif

lebih kuat daripada adsorbsi sehingga kemungkinan perubahan konformasi lebih

besar. Bahan pendukung yang dapat digunakan adalah DEAE selulosa dan karboksil

metal selulosa (CMC).

c. Teknik ikatan kovalen

Cara ikatan kovalen berdasarkan pada pembentukan ikatan kovalen antara enzim

dengan gugus reaktif yang terdapat pada bahan pendukung. Cara ini sukar dilakukan,

tetapi enzim amobil yang terbentuk stabil terhadap konsentrasi substrat dan ion yang

23

tinggi. Bahan pendukung yang mengandung gugus reaktif, seperti NH2, COOH, dan

CNBr (Chibata,1978).

3. Teknik ikatan silang

Cara ikatan silang dapat terbentuk antara molekul enzim yang berikatan kovalen satu

sama lain oleh zat berikatan silang seperti glutaraldehid, yang membentuk struktur

tiga dimensi yang tidak larut dalam air. Reagen pengikat silang harus memiliki dua

atau lebih gugus fungsi. Reagen pembentuk ikatan silang yang sering digunakan

adalah glutaraldehid, turunan isosianat, bisdiazobenzidina, N,N-etilen bismaleimida,

dan N,N-polimetilen bisodoaseomida. Kerugian dalam pemakaian cara ini adalah

dapat terjadinya inaktivasi enzim akibat pembentukan ikatan antara pusat aktif enzim

dengan zat pengikat silang (Wiseman, 1985).

Enzim teramobilisasi dapat mengalami perubahan sifat bergantung pada proses

amobilisasinya. Akibat yang merugikan adalah menurunnya aktivitas spesifik enzim,

karena adanya efek tahanan difusi yang mnghalangi bertemunya enzim dengan

substrat (Judoamidjojo dkk, 1989). Sedangkan akibat yang menguntungkan adalah

meningkatnya stabilitas dan daya tahan enzim terhadap lingkungan yang ekstrim.

H. Kinetika reaksi enzim

Parameter dalam kinetika reaksi enzim adalah konstanta Michaelis-Menten (KM)

dan laju reaksi maksimum (Vmaks). Berdasarkan postulat Michaelis dan Menten

24

pada suatu reaksi enzimatis terdiri dari beberapa fase yaitu pembentukan kompleks

enzim substrat (ES), dimana E adalah enzim dan S adalah substrat, modifikasi dari

substrat membentuk produk (P) yang masih terikat dengan enzim (EP) dan

pelepasan produk dari molekul enzim (Shahib, 2005).

Setiap enzim memiliki sifat dan karakteristik yang spesifik seperti yang ditunjukkan

pada sifat spesifisitas interaksi enzim terhadap substrat yang dinyatakan dengan nilai

tetapan Michaelis-Menten (KM). Nilai KM didefinisikan sebagai konsentrasi substrat

tertentu pada saat enzim mencapai kecepatan setengah kecepatan maksimum. Setiap

enzim memiliki nilai KM dan Vmaks yang khas dengan substrat spesifik pada suhu

dan pH tertentu (Kamelia dkk, 2005). Nilai KM yang kecil menunjukkan bahwa

kompleks enzim-substrat sangat mantap dengan afinitas tinggi terhadap substrat,

sedangkan jika nilai KM suatu enzim besar maka enzim tersebut memiliki afinitas

rendah terhadap substrat (Page,1997).

Nilai KM suatu enzim dapat dihitung dengan persamaan Lineweaver-Burk yang

diperoleh dari persamaan Michaelis-Menten yang kemudian dihasilkan suatu

diagram Lineweaver-Burk yang ditunjukkan pada Gambar 5.

25

Gambar 5. Diagram Lineweaver-Burk ( Suhartono, 1989)

I. Bentonit

Salah satu bahan alam yang dapat digunakan pada pengelolaan limbah adalah

bentonit. Bentonit banyak dimanfaatkan dalam beberapa bidang industri, misalnya

industri sabun, zat pengisi aspal, farmasi, pengisi resin, semen dan kecantikan

(Zulkarnain, 1991). Bentonit adalah clay (tanah liat) yang sebagian besar terdiri

[S]K

SV

M

maks0 V

[S]

[S]K1 M

0 maksVV

maksmaks

M

VSV

K

V

111

0

Persamaan Michaelis-Menten

Persamaan Lineweaver-Burk

maksV

1

0

1

V

MK

1 S

1

maks

M

V

KSlope

26

dari montmorillonit dengan mineral- mineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit,

feldspars dan mineral lainnya. Montmorillonit merupakan bagian dari kelompok

smectit (struktur lembaran) dengan komposisi kimia secara umum

(Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O. Struktur monmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang

terdiri dari dua silikon oksida tetrahedral dan satu alumunium oksida oktahedral.

Pada tetrahedral, 4 atom oksigen berikatan dengan atom silikon di ujung struktur.

Empat ikatan silikon terkadang disubtitusi oleh tiga ikatan alumunium. Pada

oktahedral atom alumunium berkoordinasi dengan enam atom oksigen atau gugus-

gugus hidroksil yang berlokasi pada ujung oktahedron. Al3+ dapat digantikan oleh

Mg2+, Fe3+, Zn2+, Ni2+, Li+dan kation lainnya. Subtitusi isomorphous dari Al3+

untuk Si4+ pada tetrahedral dan Mg2+ atau Zn2+ untuk Al3+ pada oktahedral

menghasilkan muatan negatif pada permukaan clay. Hal ini diimbangi dengan

adsorpsi kation di lapisan interlayer (Puslitbang, 2005).

Adanya atom-atom yang terikat pada masing-masing lapisan struktur montmorillonit

memungkinkan air atau molekul lain masuk di antara unit lapisan. Akibatnya kisi

akan membesar pada arah vertikal. Selain itu, adanya pergantian atom Si oleh Al

menyebabkan terjadinya penyebaran muatan negatif pada permukaan bentonit.

Bagian inilah yang disebut sisi aktif (active site) dari bentonit dimana bagian ini

dapat menyerap kation dari senyawa-senyawa organik atau dari ion-ion senyawa

logam.

27

Dalam keadaan kering bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel butiran yang

halus, kilap lilin, lunak, plastis, berwarna kuning muda hingga abu-abu, bila diraba

terasa licin, dan bila dimasukkan ke dalam air akan menyerap air. Massa jenis

bentonit 2,2 – 2,8 g/L, indeks bias 1,547 – 1,557, dan titik lebur 1330 – 1430°C.

Komposisi standar bentonit, yaitu 55,40% SiO2, 20,10% Al2O3, 3,7% Fe2O3,

0,49% CaO, 2,49% MgO, 2,76% Na2O3, 0,60% K2O, 13,5 % habis terbakar

(Puslitbang, 2005).

Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan dan

diolah terlebih dahulu. Aktivasi bentonit, tidak mengubah susunan kimia,

melainkan susunan fisiknya (daya serap, luas permukaan, kapasitas

pertukaran kation, dan sifat plastis). Menurut Supeno (2007), ada tiga cara

yang dapat dilakukan untuk aktivasi bentonit, yaitu :

1. Secara Pemanasan

Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur 300-350°C untuk memperluas

permukaan butiran bentonit.

2. Aktivasi dengan Asam

Aktivasi asam dilakukan dengan mereaksikan asam dengan bentonit sehingga terjadi

pertukaran antara mineral kation (Al3+, Ca2+, Mg2+) dengan ion H+. Secara

bersamaan, asam juga mengekstrak alumina dari struktur bentonit sehingga

meningkatkan luas permukaan internal bentonit. Tergantung dari tingkat aktivasinya,

luas permukaan dapat meningkat hingga 4–5 kali lipat. Bentonit yang terdapat di

28

alam secara umum memiliki luas permukaan berkisar antara 50–70 m2/g, sedangkan

bentonit hasil aktivasi asam dapat memiliki luas permukaan 120–320 m2/g tergantung

dari tingkat aktivasinya.

Dengan meningkatnya luas permukaan, maka kapasitas adsorpsi pun bertambah,

sehingga bentonit jenis ini dapat digunakan sebagai bahan pengadsorpsi (adsorben).

3. Aktivasi dengan Basa

Aktivasi basa dilakukan dengan cara menambahkan garam natrium. Pada proses ini

terjadi penggantian ion kalsium dengan ion natrium, sehingga menghasilkan bentonit

teraktivasi yang memiliki karakteristik seperti natural natrium bentonit, yaitu sifat

koloidal di dalam air, kemampuan mengembang, dan sifat pengikat air.

Pada proses aktivasi basa, luas permukaan bentonit tidak bertambah sehingga tidak

dapat digunakan sebagai adsorben.

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari – Juni 2016 di Laboratorium

Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, kapas,

kain kasa, karet gelang, alumunium foil, kertas, neraca analitik (Ohaus), mikropipet

100-1000 μL, cawan petri, jarum ose, lampu spritus, inkubator, laminar air flow,

autoklaf, shaker incubator, sentrifuga, lemari pendingin, dan spektrofotometri UV-

VIS.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nutrient Agar

(NA), bentonit alam, ekstrak ragi, pepton, kalium fosfat (KH2PO4), natrium klorida

(NaCl), magnesium sulfat (MgSO4), glukosa, buffer fosfat (NaH2PO4 dan Na2HPO4),

30

kasein, Tri Chloroacetic Acid (TCA), tirosin, natrium hidroksida (NaOH), natrium

karbonat (Na2CO3), tembaga (II) sulfat pentahidrat (CuSO4.5H2O) 1%, akuades,

Na/K tartrat 1%, dan reagen follin-ciocalteau. Adapun mikroorganisme yang

digunakan adalah bakteri Bacillus subtilis ITBCCB148 penghasil enzim protease

yang diperoleh dari Laboraturium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Jurusan

Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.

C. Prosedur Penelitian

1. Persiapan pendahuluan

Seluruh alat-alat yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci bersih, dikeringkan dan

dilakukan sterilisasi agar alat-alat tersebut terhindar dari mikroba yang tidak

diinginkan. Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC

dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Seluruh kegiatan dilakukan secara aseptik di

dalam laminar air flow kecuali proses inkubasi.

2. Pembuatan media inokulum, media fermentasi, dan larutan pereaksi

a. Media Inokulum

Media inokulum dibuat dengan komposisi sebagai berikut: ekstrak ragi 0,5%, pepton

0,5%, KH2PO4 0,1%, NaCl 0,25%, MgSO4 0,005%, dan glukosa 0,25% dilarutkan

dalam 50 mL akuades. Selanjutnya larutan dipanaskan, dan disterilkan pada suhu

121ºC, tekanan 1 atm, selama 15 menit dalam autoklaf.

31

b. Pembuatan Media Fermentasi

Media inokulum dibuat dengan komposisi sebagai berikut: ekstrak ragi 0,5%, pepton

0,5%, KH2PO4 0,1%, NaCl 0,25%, MgSO4 0,005%, dan glukosa 0,25% dilarutkan

dalam 1000 mL akuades. Selanjutnya larutan dipanaskan, dan disterilkan pada suhu

121ºC, tekanan 1 atm, selama 15 menit dalam autoklaf.

c. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran aktivitas protease metode Kunitz

Larutan kasein : kasein 1% dilarutkan dalam buffer fosfat pH 5;5,5;6;6,5;7

Larutan TCA : TCA 5% dilarutkan dalam akuades

Larutan standar : larutan tirosin dengan kadar 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm,

600 ppm, dan 800 ppm

d. Pembuatan pereaksi untuk pengukuran kadar protein metode Lowry

Pereaksi A : 2 gram Na2CO3 dilarutkan dalam 100 mL NaOH 0,1 N.

Pereaksi B : 5 mL larutan CuSO4.5H2O 1% ditambahkan ke dalam 5 mL

larutan Na(K) tartrat 1%.

Pereaksi C : 2 mL pereksi B ditambahkan 100 mL pereaksi A

Pereaksi D : reagen folin ciocelteau diencerkan dengan akuades 1:1.

Larutan standar : larutan BSA (Bovine Serum Albumin) dengan kadar 0, 20,

40, 60, 80, 100, 120, dan 140 ppm.

3. Inokulasi Bakteri Bacillus subtilis ITBCCB148

Sebanyak 3 ose Bacillus subtilis ITBCCB148 dari media agar miring dipindahkan ke

dalam 50 mL medium inokulum secara aseptis lalu dikocok dalam Waterbath shaker

32

incubator dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 30oC selama 24 jam. Selanjutnya

sebanyak 2 mL media inokulum diinokulasi dalam media fermentasi dan dikocok

dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 30oC selama 72 jam.

4. Isolasi Enzim Protease

Prinsip sentrifugasi berdasarkan kecepatan sedimentasi dengan cara pemusingan.

Sentrifugasi digunakan untuk memisahkan enzim ekstraseluler dari sisa-sisa sel.

Sentrifugasi dilakukan pada suhu rendah (dibawah suhu kamar) untuk menjaga

kehilangan aktivitas enzim (Suhartono, 1989).

Setelah media fermentasi yang berisi Bacillus subtilis ITBCCB148 dikocok

menggunakan shaker incubator selama 72 jam selanjutnya biakan disentrifugasi

dengan kecepatan 5000rpm pada selama 20 menit. Filtrat yang diperoleh disebut

ekstrak kasar enzim yang akan diuji aktivitasnya dengan metode Kunitz, dan diukur

kadar proteinnya dengan metode Lowry.

5. Uji aktivitas dan penentuan kadar protein enzim protease

Uji aktivitas protein dilakukan pada tahap isolasi, tiap tahap pemurnian, dan pada saat

karakterisasi hasil isolasi dan pemurnian. Penentuan kadar protein hanya dilakukan

pada tahap isolasi dan pada tahap pemurnian.

33

a. Uji aktivitas metode Kunitz

Pengukuran didasarkan pada jumlah peptide yang terlarut dalam TCA (asam

trikloroasetat). Prosedur pengujian yaitu sebanyak 1 mL kasein dan 1 mL enzim

dicampur dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60ºC. Kemudian ditambahkan 3

mL TCA, diaduk, dan didiamkan selama 30 menit agar pengendapan sempurna.

Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan penyaringan atau sentrifugasi.

Absorbansi filtrat diukur pada penjang gelombang 280 nm. Kontrol dibuat dengan

menambahkan TCA sebelum enzim, kemudian diinkubasi. Aktivitas enzim dihitung

berdasarkan jumlah asam amino (peptida sederhana) yang terbentuk dengan

menggunakan kurva standar tirosin.

b. Penentuan kadar protein metode Lowry

Sebanyak 0,1 mL enzim, 0,9 mL aquades, dan 5mL pereaksi C dicampur lalu

dibiarkan selama 10 menit pada suhu kamar. Kemudian ditambahkan 0,5 mL pereaksi

D dan diaduk sempurna. Untuk kontrol 0,1 mL enzim diganti dengan 1 mL aquades.

Lalu serapannya diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada λ 750 nm.

Untuk menentukan konsentrasi protein enzim digunakan kurva standar albumin.

6. Pemurnian enzim protease

Setelah enzim protease diisolasi, selanjutnya enzim tersebut dimurnikan

menggunakan metode fraksinasi dengan menggunakan ammonium sulfat (NH4)2SO4

dan dialisis.

34

a. Fraksinasi

Ekstrak kasar enzim yang telah diperoleh selanjutnya diendapkan dengan

menggunakan ammonium sulfat (NH4)2SO4 pada berbagai derajat kejenuhan yaitu

0-15%; 15-30%; 30-45%; 45-60%; 60-75%, dan 75-90%. Skema fraksinasi dapat

dilihat pada Gambar 6.

Ekstrak kasar enzim

+ (NH4)2SO4 (0-15%)

Endapan (F1) Filtrat+ (NH4)2SO4 (15-30%)

Endapan (F2) Filtrat+ (NH4)2SO4 (30-45%)

Endapan (F3) Filtrat+ (NH4)2SO4 (45-60%)

Endapan (F4) Filtrat+ (NH4)2SO4 (60-75%)

Endapan (F5) Filtrat+ (NH4)2SO4 (75-90%)

Endapan (F6) Filtrat

Gambar 6. Skema proses fraksinasi enzim dengan ammonium sulfat

35

Endapan protein enzim yang didapatkan pada tiap fraksi kejenuhan ammonium sulfat,

dipisahkan dari filtratnya dengan sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 20

menit. Kemudian endapan yang diperoleh dilarutkan dengan buffer fosfat 0,1 M pH

6,0 dan diuji aktivitasnya dengan metode Kunitz dan diukur kadar proteinnya dengan

metode Lowry untuk mengetahui pada fraksi-fraksi mana terdapat enzim protease

dengan aktivitas spesifik yang tinggi.

b. Dialisis

Endapan enzim dari tiap fraksi hasil fraksinasi kemudian dimurnikan dengan cara

dialisis melalui membran semipermeabel (kantong selofan). Endapan tersebut

dimasukkan kedalam kantong selofan dan didialisis menggunakan buffer fosfat pH

6 0,01 M selama 24 jam pada suhu dingin (Pohl, 1990). Selama dialisis, dilakukan

pergantian bufer selama 4-6 jam agar konsentrasi ion-ion di dalam kantong dialisis

dapat dikurangi. Hal ini juga digunakan untuk mencegah kantong selofan tersebut

pecah.

Untuk mengetahui bahwa sudah tidak ada lagi ion-ion garam dalam kantong, maka

diuji dengan menambahkan larutan Ba(OH)2 atau BaCl2. Bila masih ada ion sulfat

dalam kantong, maka akan terbentuk endapan putih BaSO4. Semakin banyak

endapan yang terbentuk, maka semakin banyak ion sulfat yang ada dalam kantong.

Selanjutnya dilakukan uji aktivitas dengan metode Kunitz dan diukur kadar

proteinnya dengan metode Lowry.

36

7. Amobilisasi enzim protease

a. Preparasi matriks bentonit

Serbuk bentonit diayak menggunakan ayakan berukuran 140 mesh. Sebanyak 4 g

bentonit dikocok dengan 16 mL larutan HCl 2 M pada temperatur kamar dengan

kecepatan pengocokan 150 rpm selama 4 jam. Kemudian campuran disaring

menggunakan kertas saring Whatman no. 42 dan residunya (padatan) dicuci dengan

akuades sampai pH 6,0. Kemudian padatan dikeringkan pada temperatur 105°C

hingga diperoleh berat konstan (Meriyanti, 2014).

b. Penetapan pH untuk proses pengikatan enzim protease pada bentonit

Sebanyak 1 mL enzim protease diikatkan pada matriks dengan variasi pH 5; 5,5;

6;6,5; 7; 7,5 dan 8 menggunakan buffer fosfat 0,1 M dan diaduk selama 5-10 menit.

Campuran tersebut dibiarkan hingga mengendap. Selanjutnya supernatant didekantasi

dan diuji aktivitas enzimnya.

c. Penentuan aktivitas dan pemakaian berulang enzim protease

Sebanyak 1 gram matriks enzim amobil ditambah 4 mL buffer fosfat 0,05 M pH 6

dan 1 mL kasein. Selanjutnya campuran diinkubasi pada suhu 60°C selama 30

menit. sampel disaring hingga diperoleh endapan dan filtrat. Filtrat diuji aktivitas

enzimnya.

37

Endapan sebagai enzim protease amobil yang telah dipakai dilakukan perulangan

hingga 7 kali. Setiap perulangan diuji aktivitas enzimnya.

8. Hasil Pemurnian dan Amobilisasi

a. Penentuan suhu optimum

Untuk mengetahui suhu optimum, digunakan variasi suhu yaitu 45;50; 55; 60; 65;

dan 70°C dengan pH optimum yang telah ditentukan. Selanjutnya dilakukan

pengukuran aktivitas enzim dengan metode Kunitz.

b. Penentuan nilai KM dan Vmaks

Konstanta Michaelis-Menten dan laju reaksi maksimum (Vmaks) enzim sebelum dan

sesudah diamobilisasi ditentukan dari persamaan Lineweaver-burk. Untuk membuat

kurva Lineweaver-burk dilakukan dengan menguji aktivitas enzim protease

menggunakan metode Kunitz dengan variasi konsentrasi substrat 0,1; 0,2; 0,4; 0,6;

0,8 dan 1,0% dalam buffer fosfat pada pH dan suhu optimum selama 30 menit.

c. Penentuan stabilitas termal dan stabilitas pH enzim

Uji stabilitas termal enzim sebelum dan sesudah amobilisasi dilakukan dengan

mengukur aktivitas sisa enzim setelah diinkubasi selama 0, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60

menit pada pH dan suhu optimumnya (Virdianingsih, 2002).

38

Aktivitas sisa = Aktivitas enzim setelah perlakuanAktivitas enzim awal (tanpa perlakuan) x 100%d. Penentuan konstanta laju inaktivasi (ki), waktu paruh (t1/2), dan perubahan

energi akibat denaturasi (ΔGi)

Penentuan nilai ki (konstanta laju inaktivasi termal) enzim protease hasil pemurnian

dan hasil modifikasi kimia dilakukan dengan menggunakan persamaan kinetika

inaktivasi orde 1:

1n (Ei/E0)= -ki t (1)

Sedangkan untuk perubahan energi akibat denaturasi (∆Gi) enzim hasil pemurnian

dan hasil modifikasi kimia dilakukan dengan menggunakan persamaan:

∆Gi=-RT 1n(ki h/kB T) (2)

Keterangan :

R = konstanta gas (8,315 J K-1 mol-1)T = suhu absolut (K)ki = konstanta laju inaktivasi termalh = konstanta Planck (6,63 x 10-34 J det)kB= konstanta Boltzman (1,381 x 10-23 JK-1)

Secara keseluruhan, penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian yang

ditunjukkan dalam Gambar 7.

39

Gambar 7. Diagram alir penelitian

Ekstrak kasar enzim protease

Enzim protease hasil pemurnian

Pemurnian enzim protease :

1. Fraksinasi dengan ammonium sulfat2. Dialisis

Amobilisasi fisik

Enzim hasil amobil

Enzim protease

Penentuan suhu

optimum

Penentuan Km

dan Vmax

Penentuan

stabilitas termal

Uji aktivitas enzim protease metode Kunitz

dan kadar protein metode Lowry

Produksi enzim protease

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Aktivitas spesifik enzim protease hasil pemurnian hingga tahap dialisis

sebesar 1528,87 U/mg, meningkat 13,04 kali dengan perolehan 16,57%

dibandingkan ekstrak kasar enzim

2. Enzim protease hasil pemurnian memiliki suhu optimum 50ºC dan enzim

protease hasil amobilisasi dengan bentonit memiliki suhu optimum 55ºC

3. Uji stabilitas enzim hasil pemurnian pada suhu 60ºC selama 60 menit

masih memiliki aktivitas 2,694% sedangkan uji stabilitas enzim hasil

amobilisasi pada suhu 60ºC selama 60 menit masih memiliki aktivitas

17,599%,

4. Enzim protease hasil pemurnian memiliki KM = 6,200 mg mL-1 substrat,

Vmaks = 200 μmol mL-1 menit-1, t1/2 = 12,6 menit, ki = 0,055 menit-1 dan

ΔGi = 98,115 kJ mol-1, sedangkan enzim hasil amobilisasi memiliki , KM

= 4,285 mg mL-1 substrat, Vmaks = 142,857 μmol mL-1 menit-1, t1/2 = 23,1

menit, ki = 0,03 menit-1, dan ΔGi = 101,295 kJ mol-1.

5. Pemakaian berulang enzim hasil amobilisasi dapat digunakan sebanyak 3

kali.

54

6. Proses amobilisasi enzim protease dari Bacillus subtilis ITBCCB148

menggunakan bentonit dapat meningkatkan suhu dan dapat

mempertahankan stabilitas termal dengan baik dibandingkan enzim hasil

pemurnian.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk melakukan

penelitian lebih lanjut menggunakan bahan pengamobil alternatif, sehingga dapat

diketahui matriks yang paling tepat untuk peningkatan stabilitas enzim protease.

DAFTAR PUSTAKA

Ahern, T.J. and A.M. Klibanov. 1987. Why do enzyme irreversibly inactive athigh temperature. Biotec 1. Microbial Genetic Engineering and EnzymeTecnology. Gustav fischer. Stuttgart. New York.

Alexander, R.R. and J.M. Griffith. 1993. Basic Biochemical Methods, 2nded.Wiley-Liss, Inc. New York.

Baehaki, A., Rinto and A. Budiman. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Proteasedari Bakteri Tanah Rawa Indralaya, Sumatra Selatan. Jurnal Teknologidan Industri Pangan. Universitas Sriwijaya. Sumatra Selatan. 22 (1).

Boyer, H.W., and Carlton, B. C. 1971. Production of Two Proteolytic Enzymesby A Transformable Strain of Bacillus subtilis, Arch. Biochem. Biophys,128:442-445.

Chibata, I. 1978. Immobilized Enzymes. Halsted Press Book. Tokyo.

Eijsink, G.H., Sirgit, G. Torben, V. and Bertus van de Burg. 2005. DirectedEvolution of Enzym Stability. Biomolecular Engineering. ElsevierScience Inc. New York. 23: 21-30.

Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1992. Kimia Organik Jilid II. Erlangga.Jakarta.

Fowler, M. W. 1988. “Enzyme Technology” in Biotechnology For Engineers,Biological System in Technological Processes, Edited : Scragg, A. H.,John Wiley & Sons. New York.

Gielen, S., Aerts, R., dan Seels, B., 2004. Biocontrol Agents of Botrytis CinereaTested in Climate Chambers by Making Artificial Infection on TomatoLeaf. Commun Agric Appl Biol Sci 69 (4): 631-9.

Girindra, A. 1993. Biokimia I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hartmeier, W. 1988. Immobilized Biocatalysts : An Introduction. Springer Verlag.Weinheim.

Illanes, A. 1999. Stability of Biocatalysts. Electronic Journal of Biotechnology.Universitas Catolica de Valparaiso. Chile. 2(1)

56

Jegannathan, K. R., Abang, S., Poncelet, D., Chan, E. S., and Ravindra, P., 2008,Production of Biodiesel using Immobilized Lipase-a Critical Review, Crit.Rev. Biotechnol., 28, 253–64.

Johnson, E.L., dan Stevenson, R. (1978). Basic Liquid Chromatography.Terjemahan Kosasih Padmawinata (1991). Dasar Kromatografi Cair.ITB. Bnadung. Halaman 4-8.

Judoamidjojo, M., Abdul A.D., dan Endang, G.S. 1990. Teknologi Fermentasi.Rajawali Press. Jakarta.

Junita. 2002. Mempelajari Stabilitas Termal Enzim Protease dari Bacillusstearothermophillus Dalam Pelarut Heksana, Toluena, dan Benzena.(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kamelia, R., Muliawati, S., dan Dessy, N. 2005. Isolasi dan KarakterisasiProtease Intraseluler Termostabil dari Bakteri Bacillusstearothermophilus RP 1. Departemen Kimia ITB. Bandung

Kazan, D. H. Ertan and A. Erarslan. 1997. Stabilization of Escherichia coliPenicillin G Acylase Agains Thermal Inactivation by Cross-linkingwith Dextran Dialdehyde Polymers. App. Micro. Biotech. 48: 191-197.

Kosim, M., dan Putra, S.R. 2009. Pengaruh Suhu Pada Protease Dari Bacillussubstilis. ITS Press. Surabaya.

Krajewska, B., 2004, Application of Chitin- and Chitosan-Based Materials forEnzyme Immobilizations: A Review, Enzyme Microb. Technol., 35, 126-139.

Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.

Lehninger, A.L. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.

Lowry, O. H., N. J., Rosebrough, A. L., Farr, and R. J. Randall. 1951. Proteinmeasurement with the folin phenol reagent. J. Biol. Chem. 193-265.

Martoharsono, S.1981. Biokimia. UGM Press. Yogyakarta.91.

Meriyanti, D. 2014. Amobilisasi Enzim Selulase Dari Aspergillus niger L-51Menggunakan Bentonit. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.

Nagodawithana, and Reed. 1993. Enzymes in Food Processing (Food Scienceand Technology). San Diego Manning, F.C and R.E Thompson 1995.Oilfield Processing, Crude Oil. Penn Well Books. Vol. 2. Pp. 5.

Nakano, M.M., and Zuber, P., 1998. Anaerobic growth of a "strict aerobe"(Bacillus subtilis). Annu Rev Microbiol 52: 165-90.

57

Page, D.S. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta.

Poedjiadi, A.1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta.UI-Press. 155, 158-160.

Pohl, T. 1990. Concentration of protein removal of salute dalam M.P. Deutscher,Methods of Enzymology: Guide to Protein Purification. Academic Press.New York. Vol :182.

Pratiwi, S.T.2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Yogyakarta.

Puslitbang, T. 2005. Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis. DirektoratPembinaan Pengusahaan Mineral dan Batubara. Jakarta.

Rao, M.M., A.M. Tanksale, M.S. Gatge, V.V. Desphande. 1998. Molekular AndBiotechnological Aspect Of Microbial Protease, Microbial. And Mol. Biol.Rev., 62(3):597-635.

Reed, G. 1975. Enzymes in Food Processing. Academic Press. New York. 212.

Roosdiana, A., Novia S. D. R., dan Sutrisno. 2013. Amobilisasi Pektinase dariBacillus subtilis menggunakan Matriks Pasir Laut Teraktivasi HCl.Universitas Brawijaya. Malang. Kimia Student Journal. Vol. 1. No. 2.PP 215-221.

Ryan, K.J., dan Ray, C.G. 2004. Sherris Medical Microbiology, 4th ed., McGrawHill. Book Company Inc. New York.

Sariningsih, R. 2000. Produksi Enzim Protease Oleh Bacillus subtilis BAC-4.(Skripsi). Universitas Padjajaran. Bandung.

Scopes, R.K. 1982. Protein Purification. Springer Verlag. New York.

Shahib, M.N. 2005. Biologi Molekuler Medik I. Universitas Padjajaran Press.Bandung.

Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. PAU. Bioteknologi ITB. Bogor.322.

Supeno, M. 2007. Bentonit Terpilar Alam sebagai Material Katalis/ Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen dan Oksigen dari Air, Disertasi.Universitas Sumatra Utara. Medan.

Sutrisno, Mardiana, dan Chanif, M. 2014. Optimasi Amobilisasi Xilanase DariTrichoderma viride Menggunakan Matriks Bentonit. Kimia Student Journal.Universitas Brawijaya. Malang.

Tan, T., Lu, J., Nie, K., Deng, L., and Wang, F., 2010, Biodiesel Production withImmobilized Lipase : A Review, J. Biotechnol. Adv., 28, 628-634.

58

Virdianingsih, R. 2002. Mempelajari Stabilitas Termal Enzim Protease dariBacillus pumilus y1 dalam Pelarut Heksana, Toluena, dan Benzena.(Skripsi). Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Walsh, G. and D.R. Headon. 1994. Protein Biotechnology. John Willey and Sons.New York.

Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Halaman 155.

Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia: Protein, Enzim dan Asam Nukleat. ITBPress. Bandung.

Wirahadikusumah. 1997. Biokimia: Protein, Enzim dan Asam Nukleat. ITB Press.Bandung.

Wiseman, A.S. 1985. Handbook of Enzymes Biotechnology, 2nd ed. ElliesHarwood Lim Chicester.

Wuryanti. 2004. Isolasi dan Penentuan Aktivasi Spesifik Enzim Bromelin dariBuah Nanas (Ananas comosus L.). Artikel: JKSA, 7(3) : 83-87

Zulkarnain, A K. 1991. Kimia Analisis Kualitatif. Departemen Perindustrian.Yogyakarta.