bab 2 landasan perancangan - bina nusantara
Post on 15-Oct-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN PERANCANGAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Referensi Buku
MDA Framework
MDA Framework adalah singkatan untuk Mechanics-Dynamics-Aesthetic
Framework, format tersebut merupakan sebuah alat atau komponen dalam teori
perancangan desain game. Format ini merupakan salah satu teori dasar dalam
membuat sebuah game yang menarik. Masing-masing ciri khas MDA saling
berkorelasi untuk mempengaruhi pengalaman pemain ketika bermain. Aspek aesthetic
atau estetika dalam teori ini dibagi menjadi delapan faktor yaitu sensation, fantasy,
narration, challenge, fellowship, explore, expression dan submission.
Teori ini akan digunakan sebagai landasan utama dalam perancangan game
secara keseluruhan. Perangkaian MDA Framework berguna untuk menciptakan
sebuah game yang menarik dan memberi pengalaman berkesan bagi pemain.
Grid Systems, Kimberly Elam, 2004
Buku karya Kimberly Elam menjelaskan teori dalam penggunaan grid dalam
desain komunikasi visual dan memberi beberapa studi kasus dengan beberapa poster-
poster di dalam desain termasuk poster-poster yang dibuat di sekolah seni legendaris
Bauhaus. Grid System menjelaskan kepentingan grid dalam mencapaikan komunikasi
visual yang kohesif sehingga menyampaikan informasi banyak dengan efektif.
Meskipun buku ini menjelaskan penggunaan teori tersebut dalam media print seperti
penataan buku atau poster, teori ini sangat fleksibel dan mampu diterapkan kepada
media digital sebagai user interface (UI) dalam aplikasi hape atau situs halaman.
Dengan buku ini, teori sistem grid akan digunakan sebagai panutan untuk
membuat user interface menu dalam game, sehingga pemain mendapat informasi
dengan cepat tanpa menghambat atau mengganggu pengalaman mereka dalam game
ini.
Effects of Art Styles on Video Game Narratives, 2018, Leena Holtta
Visual estetika sebuah game mengikat dengan narasi, dan cerita dalam sebuah
game sudah umum menjadi salah satu aspek mengapa konsumer membeli dan
menggemar game.
Game Feel, Steve Wink, 2008
Buku berisi tentang metode perancangan game yang memberi pengalaman
pemain atau user experience yang optimal dan menyenangkan.
Animator’s Survival Kit, Richard Williams, 2001
Buku ini merupakan metode animasi berdasarkan pengetahuan Richard
Williams yang beliau dapat melalui pengalaman dia saat di mentor oleh animator-
animator legendaris seperti Milt Kahl dan Art Babbitt. Williams mempelajari dari
pengalaman ia selama di industri animasi untuk menerapkan metode-metode ia sendiri.
Animator’s Survival Kit merupakan salah satu fondasi utama dalam pengertian
animasi dan untuk perancangan IP ini, buku ini digunakan sebagai referensi untuk
trailer IP ini secara aspek metode animasi.
Fundamentals of Game Design Third Edition, Ernest Adams, 2014
Buku ini merupakan fondasi dasar dalam mendesain sebuah game. Buku ini
memiliki berbagai contoh dan memberikan penjelasan ke setiap aspek-aspek yang
perlu di masukkan dalam sebuah game secara filosofis yang mencakup kepada aspek
teknisi maupun aspek imajinatif dalam pembuatan game. Sebagai buku fondasi, dapat
diangkat untuk pengertian dasar dalam user experience dan user interface.
A Victorian Flower Dictionary, Mandy Kirby, 2011
Floriografi atau bahasa bunga merupakan sebuah bahasa berbasis simbolisme
yang dapat diungkap melalui pemberian sebuah tangkai atau aransemen sekelompok
bunga untuk menyampai pesan tertentu. Floriografi terdapat di budaya Eropa, Asia
dan Afrika untuk beratusan tahun, namun pada abad ke-19, berkomunikasi lewat
bunga menjadi umum sebab floriografi menjadi salah satu cara untuk orang mengirim
hadiah kepada orang lain.
Floriografi masih digunakan sampai kini hari di media fiksi maupun dalam
ikonografi. Dalam perancangan tugas akhir ini, symbolisme floriografi akan
diangkatkan sebagai basis pengenalan karakter melalui penokohan dan indikator pada
desain UI.
Saul Bass: A Life in Film and Design, Jenifer Bass & Pat Kirkham, 2011
Gambar 2.1 dua poster ikonis karya Saul Bass
Sumber: Fine Design
Pada pertengahan abad 20, Saul Bass merupakan salah satu tokoh ilustrator
yang memberi kontribusi kepada industri perfilman dengan karya-karya poster dia
yang ikonis seperti poster The Shining karya Stanley Kubrick dan sekuens animasi ia
ciptakan untuk film Anatomy of Murder. Peran dia di dunia seni dan desain sangat
krusial, beliau merupakan salah satu pionir dalam aliran desain modernisme pada
tahun 1950an, sebelumnya, banyak film poster hanya melukiskan muka seorang aktor
atau aktris terkenal dan tidak terlalu memerhatikan unsur desain poster film tersebut.
Sebaliknya, Saul Bass menghindari konsep itu, ia tidak melukis muka-muka aktor dan
hanya fokus dengan elemen-elemen visual sederhana untuk mencapaikan komunikasi
efektif.
Making the Monster, Kathryn Harkup, 2018
Buku non-fiksi ini merupakan sebuah analisis terhadap literatur Inggris ikonis
yaitu Frankenstein karya Mary Shelley. Novel tersebut seringkali dikutip sebagai
salah satu cerita fiksi pertama dengan genre fiksi ilmiah. Making the Monster melihat
literatur tersebut dalam sudut pandang kemajuan teknologi dan sosiologi pada Abad
Pencerahan, oleh sebab era yang dihidupi oleh Mary Shelley menjadi pengaruh besar
pada penciptaan cerita klasik ini.
Making the Monster oleh Kathryn Harkup menjadi salah satu referensi
literatur utama pada buku ini sebagai paduan penulisan konsep fiksi ilmiah. Meskipun
teknologi telah berkembang semenjak Frankenstein, novel tersebut mempunyai
berbagai value dan spekulasi pada era itu dan penciptaan karya ini akan mengikuti
dasar prinsip fiksi ilmiah berdasarkan Making the Monster.
2.1.2 Referensi Game
Persona 4, Atlus, 2008
Gambar 2.2 frame dari game Persona 4
Sumber: Gematsu
Merupakan game dari seri game RPG Persona, Persona 4 dikenal oleh
penguasaannya secara desain visual dan cerita. Game tersebut merupakan game kedua
ATLUS dengan pengarahan visual desain baru setelah Persona 3 yang lalu menjadi
salah satu aspek ikonis pada seri game RPG ini. Masalah-masalah gameplay yang
terdapat di Persona 3, seperti mode bersosialisasi-Nya Social Links dan pengendalian
karakter-karakter ketika melawan musuh, diperbaiki pada sekuel ini. Perbaikan pada
gameplay-nya adalah juga dengan desain user interface yang mudah di navigasi
namun mengesankan. UI tersebut tidak hanya memiliki fungsi namun juga visual
tersebut bertema dengan alur cerita Persona 4.
Gambar 2.3 frame dari Persona 4: Golden
Sumber: Gematsu
Pada perancangan game ini, Persona 4 dapat digunakan sebagai modal
referensi dalam pembuatan user interface dan user experience yang berfungsi dan
memiliki visual desain unik yang menyatu dengan konsep desain secara keseluruhan.
Yume Nikki, Kikiyama, 2004
Yume Nikki adalah sebuah game horror yang diciptakan oleh Kikiyama
dengan sebuah perangkat lunak bernama RPGMaker. Yume Nikki menceritakan
seorang gadis bernama Madotsuki yang selalu berada di kamar tidur-nya, Madotsuki
tidak suka keluar dari kamarnya dan lebih mementingkan main game. Selain itu, ia
hanya tidur seharian. Keunikan dalam Yume Nikki adalah kita sebagai pemain dapat
berpetualang di dunia mimpinya Madotsuki. Terdapat 12 area di dunia mimpi
Madotsuki, masing-masing area tersebut sangat luas dan mempunyai berbagai
penghuni-penghuni aneh. Objektif pada game tersebut adalah mengumpulkan 24 item
bernama effects, setiap effect mempunyai kekuatan masing-masing.
Gambar 2.4 frame dari Yume Nikki
Sumber: Yume Nikki
Game ini memiliki visual yang sangat mengesankan oleh sebab Kikiyama
menggunakan pixel art sebagai visual desain game dia. Semua objek di Yume Nikki
memiliki detail sederhana yang cocok dengan suasana mimpinya Madotsuki yang
surreal. Meskipun dibuat oleh program khusus RPG, Yume Nikki sama sekali tidak
memiliki aspek RPG, bahkan beliau Kikiyama hanya menggunakan opsi-opsi simpel
untuk meciptakan sebuah game yang sangat abstrak dan surreal. Salah satu faktor
kesuksesan Yume Nikki adalah keunikan dia dalam menggunakan pixel art tanpa
dialog untuk mencapaikan sebuah cerita seram yang kohesif. Kesuksesan Yume Nikki
menghasilkan berbagai ragam game dengan atmosfer yang mirip seperti Ib, Misao,
Mad Father, OFF, LISA dan masih banyak lagi dalam subgenre RPGMaker Horror.
Gambar 2.5 barisan atas: OFF dan Lisa: The Painful, barisan bawah: Ib dan
Misao
Sumber: RPGMaker Wiki
Kesuksesan dalam Yume Nikki dapat dipakai sebagai referensi bahwa game
pixel art yang menggunakan grafis simplistis mempunyai audiens sendiri di dunia
pasar game.
Undertale, Toby Fox, 2015
Game ini mempunyai visual desain yang simpel ketika pemain melihatnya
pertama kali, dan meskipun game ini menarikkan peminat gamer dengan visual
esensi-nya yang seperti game lama, cerita rumit dalam Undertale kontras dengan
visualnya namun dengan eksekusi yang mendukung dengan cerita tersebut.
Gambar 2.6 frame dari Undertale
Sumber: Undertale
Selain itu, aspek yang membuat game ini menarik kepada pemain game adalah
pengaruh aksi pemain pada game tersebut. Berbeda dengan mayoritas game-game lain,
Undertale tidak hanya bertergantung dengan pemilihan dialog pemain tetapi juga aksi-
aksi pemain seperti membunuh musuh atau tidak. Alur ending Undertale
bertergantung dengan aksi pemain secara keseluruhan dan perancangan game ini
mengambil basis itu sebagai aspek gameplay yang dapat menarikkan market
konsumen.
Cuphead, Studio MDHR, 2017
Gambar 2.7 poster promosional Cuphead
Sumber: Cuphead Wiki
Cuphead merupakan sebuah game dengan subgenre run and gun yaitu
perpaduan antara genre platformer dan shoot em’ up dengan mengambilkan aspek
pemainan platformer dengan mejalankan karakter hanya pada satu arah dan aspek
permainan shoot em’ up dimana setiap musuh hanya bisa dikalahkan melalui
tembakan. Cuphead terkenal untuk visual desainnya yang terinspirasi oleh animasi
pada tahun 1940an, sesampai aset-aset karakter pada game tersebut dibuat secara
metode animasi tradisional dan di masukkan kepada game tersebut. Atmosfer game
tersebut bertujuan untuk membawa impresi animasi kartun pada era 1940an, tidak saja
hanya dari desain karakter dan animasi, tetapi juga secara pemilihan lagu-lagu yaitu
orkestra jazz dengan aliran big band.
Gambar 2.8 frame dari Cuphead
Sumber: Cuphead
Cuphead menunjukkan ada sebuah minat dari pasar pemain game yang
menyukai estetika visual dan audio unik. Inspirasi dari sebuah era tertentu bahkan
merupakan unggulan pada game tersebut dan menjadi salah satu faktor kesuksesan
Cuphead. Game menang penghargaan untuk musik terbaik di BAFTA 2018 dan
animasi terbaik game di Annie Awards 2018. Cuphead juga dinomisasikan untuk IP
terbaik dan debut terbaik pada BAFTA 2018. Kesuksesan Cuphead menjadi inspirasi
untuk merancang sebuah game yang berpanut kepada era animasi masa lampau.
Earthbound, Nintendo, 1995
Earthbound merupakan game genre RPG yang mencerikkan petualangan
empat anak untuk menyalamatkan dunia dari Giygas, sebuah alien yang ingin
menghancurkan bumi. Game ini sangat unik dibanding game-game yang keluar pada
era yang sama, Earthbound tidak menggunakan latar yang berbau fantasi untuk game-
nya. Sebaliknya, Earthbound terjadi pada paska-modern Amerika yaitu pada tahun
199x dan anak-anak yang berpetualangan itu memiliki kekuatan berbasis psikis dari
pada kekuatan magis.
Gambar 2.9 frame dari Earthbound
Sumber:
Earthbound merupakan salah satu inspirasi perancangan game IP ini dalam
aspek keunikan konsep. Tidak hanya dalam konsep latar tetapi juga dalam desain
karakter-karakter menggunakan warna-warna pastel dan dialog-dialog lucu yang
sangat berkesan pada pemain. Perancangan IP game ini akan menggunakan
Earthbound sebagai salah satu patokkan penjualan ke pasar sebagai game unik dalam
latar dan cerita yang terkontemporer.
2.1.3 Referensi Film
Abstract: The Art of Design, Scott Dadich, 2017
Penulis menggunakan penjabaran tipografi yang digunakan pada seri dokumenter ini.
Pacific Rim, Guillermo Del Toro, 2013
Gambar 2.10 konsep orisinal kaiju Leatherback
Sumber: Pacific Rim: Man, Machines & Monsters
Film ini mempunyai berbagai inspirasi secara aspek visual dari berbagai film
dan seri animasi bertema robot besar dan makhluk-makhluk fiktif, namun Pacific Rim
tetap memiliki unsur keunikan di dalam desain teknologi dan desain karakter-nya.
Pacific Rim akan menjadi salah satu referensi untuk game ini dalam bidang desain
monster untuk menjadi musuh-musuh kecil yang pemain dapat melawan pada saat
main game ini.
Godzilla, Ishiro Honda, 1954
Gambar 2.11 poster Jepang Godzilla tahun 1954
Sumber: Kaiju Poster Database
Karya film Ishiro Honda merupakan film pertama yang menceritakan makhluk
raksasa atau kaiju yang menghancurkan kota-kota, Godzilla adalah sebuah makhluk
air laut dari masa purba yang evolusi menjadi monster yang di luar bayangan manusia.
Amarah Godzilla adalah karena manusia membangunkan dia dari tidurnya berkat
testing bom hidrogen. Meskipun film tersebut menggunakan monster sebagai plot
utama, film ini memiliki tema besar berhubung dengan senjata nuklir dan lingkungan
alam. Godzilla adalah makhluk yang tidak gampang ditaklukkan dan Ishiro Honda
menyatakan ia mengambilkan berbagai karakteristik yang terdapat dalam bom nuklir.
Konsep Godzilla dan simbolisme dibelakang makhluk tersebut akan menjadi
salah satu kunci konsep desain musuh pada game ini, terutama secara narasi alur
cerita game tersebut.
The Grand Budapest Hotel, Wes Anderson, 2014
Gambar 2.12 frame dari Grand Budapest Hotel
Sumber: Grand Budapest Hotel
Karya film ini menceritakan masa lalu Zero Moustafa, sang pemilik Hotel
Grand Budapest dan bagaimana ia mengambil alih kepemilikan itu pada tahun 1932.
Cerita tersebut juga menjelaskan mengapa Zero tidak ingin menutup hotel tersebut
meskipun sudah jatuh bobrok pada tahun 1960-an. Sutradara Wes Anderson
menciptakan sebuah film yang memiliki penggunaan palet warna-warna pastel yang
halus dan mengesankan. Penguasaan warna pada film ini menciptakan suasana unik
tanpa menghilangkan suasana pada era yang digambarkan.
Gambar 2.13 frame dari Grand Budapest Hotel
Sumber: Grand Budapest Hotel
Film ini akan menjadi patokan perancangan game dalam aspek penggunaan
komposisi dan palet warna.
Kiki’s Delivery Service, Hayao Miyazaki, 1989
Gambar 2.14 frame dari Kiki’s Delivery Service Sumber: Kiki’s Delivery Service
Merupakan film kelima yang diarahkan oleh sutradara Hayao Miyazaki dan
film keempat yang di produksi oleh studio Ghibli, Kiki’s Delivery Service adalah
sebuah adaptasi seri novel karya Eiko Kadano. Film tersebut menceritakan Kiki,
seorang gadis cilik, yang pindah ke kota Koriko untuk belajar menjadi penyihir yang
mandiri. Dalam perjuangannya untuk menjadi mandiri, ia membuka sebuah layanan
kiriman dengan kekuatan sihir dia.
Gambar 2.15 ilustrasi Kiki dan Jiji
Sumber: Majyo no Takkyubin
Premis Kiki’s Delivery Service yang riang dan menyenangkan merupakan
sumber inspirasi utama untuk konsep cerita awal pada perancangan game ini.
Rooty Toot Toot, John Hubley, 1951
Gambar 2.16 Frame dari Rooty Toot Toot
Sumber: Internet Animation Database
Cerita pada animasi pendek ini merupakan adaptasi dari lagu tradisional
Amerika ‘Frankie and Johnny’, Rooty Toot Toot menceritakan kasus pembunuhan
pianis Johnny dan Frankie adalah tersangka utama yang diadili. Selama durasi
animasi pendek ini, sebuah varian lagu Frankie and Johnny dimainkan sebagai dialog
film tersebut. Rooty Toot Toot dinominasikan untuk penghargaan Academy Award
untuk film animasi pendek terbaik pada tahun 1951. (Beck, 2016)
Desain karakter pada animasi pendek ini memberi impresi kedewasaan
meskipun menggunakan desain yang sederhana dan abstrak. Karakter-karakter
tersebut terdiri dari satu bentuk, terkadang masing-masing karakter hanya memiliki
satu atau dua warna dalam desain mereka. Rooty Toot Toot akan menjadi salah satu
referensi utama secara aspek visual dalam desain karakter dan eksplorasi penggunaan
warna secara minim.
The Pink Panther Strikes Again, Blake Edwards, 1976
Gambar 2.17 Frame dari Pink Panther Strikes Back
Sumber: Pink Panther Strikes Back
Film karya Blake Edwards ini diawali dengan sebuah intro sekuens animasi
yang dapat dilihat sebagai film pendek. Animasi ini merupakan salah satu karya-karya
pertama Richard Williams sebagai sutradara dan menggambarkan karakteristik beliau
dalam esensi animasi dan pemilihan sudut padang dalam setiap adegan. Penulis
menggunakan animasi pendek ini sebagai pembobot tambahan selain buku
Animator’s Survivor Kit.
2.2 Tinjauan Teori
2.1.1 Psikologi Warna
Warna tidak berhenti pada estetika menarik, terdapat sebuah teori bahwa
warna memiliki efek psikologis. Efek ini memberi impresi bahwa setiap warna
mempunyai arti dan makna-makna sendiri. Psikologi di belakang warna umumnya
menjadi sebuah alat unggul dalam mencapaikan visual komunikasi secara efektif
untuk sebuah desain. Setiap orang memiliki warna yang disukai, terdapat faktor-faktor
yang memicu rasa ketertarikan itu, termasuk faktor biologis, kelamin dan pengalaman
keemosian yang berkembang dalam waktu. Tidak hanya saja itu, tetapi arti pada
sebuah warna umumnya berdasarkan faktor-faktor tertentu seperti faktor budaya,
pengalaman dan konteks pada produk.(Kolenda, 2016)
Meskipun sebuah warna mempunyai berbeda arti, semua warna tetap memicu
sebuah respons emosi dari setiap manusia. Warna dapat memproduksikan dua reaksi
yaitu arousal reaction (reaksi gairah) dan evaluative reaction (reaksi evaluatif).
Kedua reaksi ini adalah berdasarkan respons psikologis dari otak.
2.1.2 Character Design Theory
Dalam proses pembuatan desain karakter, tahap-tahap pada proses ini adalah sebagai
berikut.
1. Rancangan karakter, perancangan karakter merupakan proses dalam
menentukan karakteristik sebuah karakter berdasarkan penulisan dan visual.
Dalam tahap ini terdapat tiga faktor krusial yang membuat karakter berkesan
yaitu jiwa, ciri khas badan dan sikap ekspresif. Jiwa merupakan latar belakang
sejarah fiksi karakter dan penokohan secara penulisan, ciri khas merupakan
penampilan fisik karakter tersebut. Desain fisik sebuah karakter dapat menjadi
sebuah gagasan tunggal terhadap karakter tersebut, sama seperti jiwa karakter.
Ciri khas dapat menggunakan penokohan tematik seperti penggunaan hewan
atau elemen alam sebagai fondasi penokohan. Terakhir, sikap ekspresif
mendukung berdasarkan jiwa yang dimiliki pada karakter tersebut, sikap
ekspresif dapat menyesuai atau berkontras dengan ciri khas karakter untuk
membuat karakter tiga-dimensi.
2. Ekspresi wajah, tahap ini merupakan lanjutan dari sikap ekpresif tahap
sebelumnya dan mendalami konsep tersebut. Terdapat ragam jenis ekspresi
pada sebuah karakter dan tahap tersebut perlu di ekplorasi secara optimal
untuk memperlihatkan emosi pada karakter dan menggambarkan sebuah
adegan skenario yang ada. Terdapat berbagai ragam ekspresi emosional dan
ketika menyorotkan emosi, terdapat berbagai teknik yang dapat digunakan
untuk mendukung dan empasis pada ekpresi itu termasuk realisme,
simplifikasi, eksesif, dan simbolisme.
3. Bahasa Tubuh, tahap terakhir ini merupakan tahap berdasarkan gestur tubuh
karakter tersebut. Ekspresi tidak berhenti pada wajah, gerakan badan dapat
membukakan sifat atau penokohan karakter maka itu tahap ini krusial untuk
membuat sebuah desain karakter yang berkesan. Bahasa pada tubuh dapat
membukakan sebuah ekspresi pada situasi tertentu yang tidak dapat tercapai
hanya pada ekspresi muka.
2.1.3 12 Prinsip Animasi
Prinsip dasar ini ditemukan oleh Ollie Johnston dan Frank Thomas dalam
buku mereka The Illusion of Life: Disney Animation. Tujuan pada prinsip-prinsip ini
adalah untuk membuat sebuah illusi kehidupan dalam animasi yang bersesuai dengan
hukum fisik dasar. Secara keseluruhan terdapat 12 prinsip animasi dalam teori ini,
namun hanya sebagian yang digunakan untuk perancangan IP ini.
8 prinsip yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Anticipation, atau antisipasi adalah prinsip yang berfokus dengan
antisipasi audiens untuk sebuah aksi yang. Prinsip ini dapat digunakan
untuk gerakan kecil seperti sebuah karakter menoleh kepala kepada arah
tertentu.
2. Staging, prinsip ini bertujuan untuk menarik perhatian audiens pada
sebuah kejadian pada layar. Presentasi pada staging itu jelas dan krusial.
3. Straight ahead action dan pose to pose, prinsip ini merupakan metode
animasi sebuah aksi berdasarkan penggunaan frame. Straight ahead action
merupakan metode animasi di gambar per-frame dan menghasilkan
gerakan yang mulus dan dinamis. Pose-pose hanya menggambarkan
frame-frame tertentu dan memperlamakan frame tersebut berdasarkan
kebutuhan. Umumnya, per-frame digunakan dua kali atau bahkan tiga kali
dalam satu detik. Metode pertama cocok untuk adegan yang memiliki aksi
berat, sedangkan metode kedua lebih cocok untuk adegan dramatis atau
emosional.
4. Follow through and overlapping action, kedua metode pada prinsip ini
membantu membuat sebuah gerakan pada animasi terlihat lebih realistis
dan memberi ilusi bahwa animasi tersebut memiliki hukum fisika.
5. Timing, yaitu pengaturan waktu atau tempo dengan pengaturan jumlah
gambar atau frame pada aksi tertentu. Timing dapat memperlihatkan
karakteristik objek yang bergerak.
6. Exaggeration, yaitu prinsip yang mendorong animasi untuk tidak terlalu
mendekat ke realistis, sebab hasil akhir pada animasi tersebut akan terlihat
statis dan tidak menarik. Exaggeration sangat berguna untuk memberikan
animasi tersebut sebuah karakteristik unik.
7. Solid drawing, prinsip ini menjelaskan bahwa memperhitungkan sebuah
objek secara tiga-dimensi dengan volume atau keberatan dalam objek itu.
8. Appeal, atau disebut sebagai faktor ketertarikan. Prinsip ini menjelaskan
bahwa sebuah karakter animasi memiliki sebuah daya tarik yang membuat
audiens menonton animasi tersebut.
2.1.4 Pengertian Science Fiction
Umumnya, definisi pada genre ini diangkat oleh definisi yang ditemukan oleh
penulis Darko Suvin yaitu Science Fiction atau fiksi ilmiah merupakan sebuah genre
literatur yang memiliki syarat kondisi pada faktor keberadaan dan interaksi untuk
sesuatu hal yang bersifat asing dan kognisi, dengan genre tersebut memiliki perangkat
utama formal yang memperlihatkan pandangan imaginatif alternatif yang terikat
dengan lingkungan empiris penulis.
Definisi tersebut dapat ditemukan di buku berjudul The Encyclopedia of
Science Fiction oleh Brian Stablefort, John Clute dan Peter Nichols, namun pada buku
yang sama, para penulis mempersempit makna genre dengan mengikat definisi khusus
untuk kata 'kognisi' dan 'asing'. (Stableford, Clute, & Nicholls, 1993) Kognisi
mengacu pada keinginan untuk mencari sebuah pemahaman rasional pada
pengalaman yang terjadi pada cerita, sedangkan asing mengacu pada gagasan alienasi
dengan menjadikan sebuah subjek terlihat dikenali tetapi bertampak asing.
2.1.7 Sifat Narasi Video Game
Pada buku Slay the Dragon: Writing Great Video Games ditulis oleh Robert
Denton Bryant & Keith Giglio, mereka mempunyai teori bahwa narasi dalam game
berbeda dengan narasi pada media klasik seperti sebuah novel atau film. Dalam
penulisan cerita, terdapat struktur di sebuah alur cerita, cerita tersebut dapat
disingkatkan menjadi tiga bagian seperti berikut.
Gambar 2.18 Traditional Entertainment Structure
Sumber: Slay the Dragon: Writing Great Video Games
Bagian pertama menjadi introduksi pada setting dan tokoh-tokoh pada cerita
tersebut, dan lalu datangnya masalah yang terkena pada para tokoh di cerita itu.
Bagian dua merupakan aksi konfrontasi karakter-karakter tersebut kepada sebab atau
akibat terjadi permasalahan itu dan berusaha menyelesaikan masalah tersebut.
Terakhir resolusi merupakan penutupan cerita tersebut ketika semua masalah yang
terjadi di selesaikan.
Gambar 2.19 Story structure with midpoint
Sumber: Slay the Dragon: Writing Great Video Games
Struktur ini tidak selesai dengan hanya tiga bagian, banyak film-film
Hollywood menggunakan empat struktur daripada tiga. Pada cerita yang memiliki
empat struktur, dengan bagian kedua dibagi menjadi dua bagian, struktur keempat
yaitu midpoint dipasang diantara kedua bagian.
Midpoint ini biasanya menggambarkan ketika konfrontasi tersebut dihambat
oleh aski karakter sendiri. Contoh sebuah naratif empath struktur terdapat di game
Bioshock, midpoint pada game ini adalah ketika Jack mengetahui apa sebenarnya
yang terjadi di Rapture dan selama ini dipergunakan dengan teman dia yang satu-
satunya.
Sebetulnya Shakespeare menggunakan struktur dengan 5 bagian untuk semua naskah
yang dia tulis. Metode penulisan Shakespeare adalah sebagai berikut:
1. Bagian Pertama – introduksi dan memperkenalkan konflik yang sudah ada di
setting kisah tersebut.
2. Bagian Kedua – sebuah aksi atau kejadian yang membuat konflik utama
semakin buruk.
3. Bagian Ketiga – perubahan drastis yang menghasilkan kesialan lebih terpuruk.
4. Bagian Keempat – spiral dimana semua terjadi disaat bersama dan berjalan
dengan cepat.
5. Bagian Kelima – solusi atau klimaks pada cerita, pada titik ini semua telah
selesai.
Teori Shakespeare bisa dipakai untuk format game berkat lebih banyak alur
cerita dan kejadian, oleh karena itu teori ini baik dengan game yang bisa kisaran 60
sampai 80 jam pada total waktu permainan (Bryant & Giglio, 2015).
2.1.8 Model Kanvas Bisnis
Model Kanvas Bisnis merupakan salah satu metode dalam perancangan modal
bisnis yang efektif dengan menggunakan sebuah skema yang dapat menyampaikan
perancangan rumit seperti medal bisnis dengan mudah. Model kanvas bisnis sudah
menjadi standar umum untuk sebuah bisnis dan perusahaan besar seperti IBM,
Ericsson, dan Deloitte sudah menggunakan model tersebut untuk perancangan
mereka.(Osterwalder & Pigneur, 2010)
top related