efektivitas komunikasi dalam pemberdayaan kelompok mandiri ... · tujuan penelitian adalah untuk...
Post on 15-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN
KELOMPOK MANDIRI LAHAN KERING (Kasus: Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat)
ADRIANA WAHYU RAHMANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektivitas Komunikasi dalam
Pemberdayaan Kelompok Mandiri Lahan Kering (Kasus Program PIDRA di Kabupaten
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2006
Adriana Wahyu Rahmani
P 054 040 061
ABSTRAK
ADRIANA WAHYU RAHMANI. Efektivitas Komunikasi dalam Pemberdayaan
Kelompok Mandiri Lahan Kering (Kasus: Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa,
Nusa Tenggara Barat). Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS dan RICHARD
W.E. LUMINTANG
PIDRA singkatan dari Participatory Integrated Development in Rainfed Area.
Dalam bahasa Indonesia berarti proyek partisipasi pengembangan lahan kering terpadu.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik individu, peran
fasilitator dan partisipasi dalam kelompok dan efektivitas komunikasi. Desain penelitian
adalah explanatory (penjelasan) dengan analisis korelasional. Sebanyak 109 responden
diambil sebagai sampel secara purposive yang bertempat tinggal di empat desa di
Kabupaten Sumbawa. Data dianalisis menggunakan korelasi Spearman dan metode chi-
square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan nyata antara karakteristik
individu dan efektivitas komunikasi terutama pelatihan yang diikuti. Jenis kelamin,
kepemilikan lahan dan pendapatan keluarga juga memiliki hubungan nyata dengan
efektivitas komunikasi. Peran fasilitator memiliki hubungan nyata dengan efektivitas
komunikasi. Dan partisipasi dalam kelompok memiliki hubungan nyata dengan
efektivitas komunikasi.
ABSTRACT
ADRIANA WAHYU RAHMANI. Communication Effectiveness in Empowering
Rainfed Area Self Help Group (Case: PIDRA Program in Sumbawa Regency, West Nusa
Tenggara). Under the direction of AIDA VITAYALA S. HUBEIS and RICHARD W.E.
LUMINTANG
PIDRA program is abbreviation of Participatory Integrated Development in
Rainfed Area. The objectives of research were to analyze the relationship among of
individual characteristics, facilitator role and group participation toward communication
effectiveness. The research design was an explanatory with correlation analysis. A
number of 109 persons were purposively sampled, located on four villages in Sumbawa
regency. The data was analyzed by Spearman correlation and chi-square method. The
research result indicated a significantly correlation between individual characteristics and
communication effectiveness emphasis on training courses. Sex, ownership of farm and
family income also had a significantly correlation to communication effectiveness. The
facilitator role had a significantly correlation to communication effectiveness. And the
participation in group had a significantly correlation to communication effectiveness.
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN
KELOMPOK MANDIRI LAHAN KERING (Kasus: Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat)
ADRIANA WAHYU RAHMANI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2006
Judul Penelitian : Efektivitas Komunikasi Dalam Pemberdayaan Kelompok
Mandiri Lahan Kering (Kasus Program PIDRA di
Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat)
N a m a : Adriana Wahyu Rahmani
NIM : P 054 040 061
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dr. Ir. Sumardjo, MS Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus,
Kekasih jiwaku atas hikmat dan berkatNya sehingga tesis ini bisa berhasil
diselesaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2006, dengan judul
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK
MANDIRI LAHAN KERING (Kasus: Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa,
Nusa Tenggara Barat).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Hj. Aida Vitayala S.
Hubeis dan Bapak Ir. Richard W. E. Lumintang, MSEA sebagai komisi
pembimbing serta Bapak Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU sebagai
dosen penguji. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Yusni
Emilia Harahap, MM, Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri Departemen Pertanian
atas ijin tugas belajar yang diberikan, Bapak Ir. Jadi Purnomo, MM, pimpinan
proyek PIDRA nasional atas keterlibatan penulis dalam proyek penelitian PIDRA.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Khairul Hadi, SP, manager
PIDRA Kabupaten Sumbawa dan Ibu, Bapak Ir. Zainal Arifin, manager PIDRA
Propinsi Nusa Tenggara Barat, Bapak Ir. Mustafa, Bapak Ir. Jaka Suryana, semua
teman-teman di proyek PIDRA, keluarga Bapak Ir. Jerry Fred Salamena, MSi,
Jepa, atas dukungan dan bantuan yang diberikan. Ungkapan terima kasih yang tak
terhingga disampaikan kepada Johanes Imam Soenarto, BA selaku ayah, ketiga
kakak kandungku, mertua, keluarga besar Syafei dan saudara-saudaraku di GKII
Rehobot Mustika Jaya yang selalu memberikan doa dan semangat. Akhirnya
terima kasih dan cium sayang penulis sampaikan kepada suamiku, Suryanurdian
Syafei dan ketiga anak tersayang Joshua, Jefta, Maria.
Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2006
Adriana Wahyu Rahmani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 September 1969 sebagai
bungsu dari pasangan Johanes Imam Soenarto, BA dan Mariana Purbakarya
(Almh). Pendidikan Sarjana ditempuh tahun 1987 pada Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB dan lulus pada
tahun 1992. Masuk pendidikan pascasarjana tahun 2004 pada Program Studi
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB.
Selama mengikuti program S2, penulis menerima piagam penghargaan Dekan
Pascasarjana pada semester pertama. Beasiswa pendidikan magister diperoleh
dari Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pelaksana pada Balai Pengawasan dan
Sertifikasi Benih IV Departemen Pertanian di Bandung pada tahun 1993 sampai
1995. Sejak tahun 1995 sampai sekarang penulis dimutasikan sebagai staf
pelaksana pada Biro Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Departemen
Pertanian di Jakarta.
Bogor, Juli 2006
Penulis
Adriana Wahyu Rahmani
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xiv
PENDAHULUAN .............................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................ 1 Perumusan Masalah ........................................................................ 3 Tujuan Penelitian ............................................................... ............. 4 Kegunaan Penelitian .......................................................... ............. 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
Komunikasi ................................................................................... 5 Efektivitas Komunikasi ................................................................. 6 Pemberdayaan Masyarakat ............................................................ 7 Partisipasi Masyarakat ................................................................... 10 Perencanaan Partisipatif ................................................................. 12 Proyek Partisipasi Pengembangan Lahan Kering Terpadu (P3LKT/PIDRA) ….................................. 13
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ............................... 18
Kerangka Pemikiran ....................................................................... 18 Hipotesis ......................................................................................... 20
METODE PENELITIAN ...................................................... ............. 21
Desain Penelitian ............................................................................ 21 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 21 Populasi dan Sampel ....................................................................... 21 Data dan Instrumentasi ................................................................... 21 Definisi Operasional ....................................................................... 22 Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ......................................... 25 Analisis Data .................................................................................. 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 28
Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 28 Deskripsi Karakteristik Responden ................................................ 30
xi
Peran Fasilitator atau Pendamping ................................................. 33 Partisipasi dalam Kelompok Mandiri Lahan Kering ...................... 38 Hubungan Karakteristik Individu dan Efektivitas Komunikasi .................................................................................... 41 Hubungan Peran Fasilitator atau Pendamping dan Efektivitas Komunikasi .................................................................. 45 Hubungan Partisipasi dalam Kelompok Mandiri dan Efektivitas Komunikasi .................................................................. 47
Implikasi Penelitian: Model Komunikasi Efektif pada Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ................. 49
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 51
Kesimpulan ..................................................................................... 51 Saran ............................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 52
LAMPIRAN ....................................................................................... 54
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Distribusi luas wilayah Kabupaten Sumbawa dan Jarak dari Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan ............................................. 29
2. Distribusi luas lahan menurut penggunaannya di Kabupaten
Sumbawa ……............................................................................ 30 3. Karakteristik responden .............................................................. 31 4. Jenis pelatihan yang diikuti responden ......................................... 33 5. Hubungan (χ2) karakteristik individu dan efektivitas komunikasi 41 6. Hubungan (r-Spearman) karakteristik individu dan efektivitas
komunikasi .................................................................................... 43
7. Hubungan peran fasilitator atau pendamping dan efektivitas komunikasi ................................................................................... 46
8. Hubungan partisipasi dalam kelompok mandiri dan efektivitas
komunikasi ................................................................................... 48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Model Westley dan MacLean ................................................... 5
2. Kerangka Pemikiran .................................................................. 20
3. Implikasi Penelitian ................................................................... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Propinsi Nusa Tenggara Barat ......................................... 55
2. Peta Wilayah Kabupaten Sumbawa ......................................... 56
3 Distribusi Responden Pada Desa dan Kecamatan Lokasi Penelitian …………………………………………….. 57
4. Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas ………………….... 58
5. Hasil Analisis Khi kuadrat untuk jenis kelamin ..................... 60
6. Hasil Analisis Khi kuadrat untuk kepemilikan lahan ............... 75
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beberapa karakteristik biofisik lahan kering berkaitan dengan ketersediaan
air yang terbatas karena curah hujan rendah, marjinal (kritis), keadaan iklim tidak
merata dan umumnya tingkat pendapatan penduduk rendah yang mengakibatkan
sistem ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat rentan. Pembangunan
ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat yang berarti
meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan positif
dalam mewujudkan ketersediaan pangan, distribusi dan konsumsi dari waktu ke
waktu. Hal ini mencakup seluruh pihak-pihak yang terkait baik petani, pedagang,
konsumen, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan tinggi
dan sebagainya.
Salah satu program pemerintah bagi permasalahan lahan kering
dilaksanakan di bawah koordinasi Departemen Pertanian bekerjasama dengan
IFAD (International Fund for Agricultural Development) melalui Proyek
Pengembangan Partisipasi Lahan Kering Terpadu (P3LKT). Proyek ini disebut
juga dengan PIDRA (Participatory Integrated Development in Rainfed Area)
yang berlangsung dalam dua tahap yaitu tahap I ( sejak tahun 2001 – 2004) dan
tahap II (tahun 2005 – 2008). Tujuannya untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan produksi pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
secara berkelanjutan serta memperbaiki taraf hidup penduduk berpenghasilan
rendah. Sasaran program diarahkan kepada tiga propinsi di Indonesia yaitu Jawa
Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Pelaksanaan program
PIDRA menggunakan pendekatan kelompok yang diklasifikasikan sebagai
Kelompok Mandiri Pria, Kelompok Mandiri Wanita dan Kelompok Mandiri
Campuran. Saat ini total kelompok mandiri yang ada di tiga propinsi tersebut
telah mencapai 2.290 kelompok yang terdiri dari 990 kelompok di propinsi Jawa
Timur, 403 kelompok di propinsi Nusa Tenggara Barat dan 897 kelompok di
propinsi Nusa Tenggara Timur.
2
Namun demikian, pendekatan komunikasi yang dijalankan pemerintah
dalam program-program pembangunan selama ini dirasakan bersifat top down,
komunikasi bersifat searah (linier) dimana tidak ada mekanisme untuk
memberikan umpan balik (feedback) dari masyarakat. Masyarakat juga seringkali
hanya dijadikan sebagai obyek bukan subyek dalam pembangunan. Masyarakat
diwajibkan terhimpun dalam kelompok yang dibentuk dan dikontrol oleh
pemerintah, sehingga kelompok sulit sekali mandiri karena pengelolaannya harus
mengikuti petunjuk pemerintah. Akibatnya kelompok biasa bekerja dengan
instruksi dari atas dan hampir tidak memiliki peluang terlibat pada proses
pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. Padahal sebagai
individu yang menjadi anggota suatu golongan masyarakat atau warga dari suku
bangsa tertentu dengan gaya hidup, struktur masyarakat dan latar belakang
kebudayaan yang khas, banyak yang telah mempunyai bayangan dan cita-citanya
sendiri. Menurut Hernando Gonzales dalam Jahi (1988) istilah partisipatif
sekarang dianggap lebih sesuai dalam pendekatan komunikasi karena orang-orang
yang terlibat dalam komunikasi, keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan
meskipun dalam derajat yang berbeda.
Komunikasi yang efektif sangat diperlukan untuk melenyapkan hambatan
tukar menukar informasi dan budaya maupun ketimpangan yang terdapat dalam
masyarakat. Oleh karena itu, sejauh mana efektivitas komunikasi dalam
pemberdayaan kelompok mandiri lahan kering, apakah seluruh anggota kelompok
mandiri telah memiliki nilai-nilai yang diperlukan dalam proses pembangunan,
bagaimana tujuan dan cita-cita anggota kelompok mandiri disesuaikan dengan
tujuan pembangunan, apakah makna pemberdayaan telah dipahami. Sampai saat
ini, penelitian atau kajian yang secara spesifik membahas tentang efektivitas
komunikasi pada program PIDRA belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal
tersebut, maka penelitian ini dianggap perlu agar dapat diperoleh manfaat bagi
masyarakat yang lebih optimal.
3
Perumusan Masalah
Aspek efektivitas komunikasi sangat penting karena membutuhkan
keterlibatan aktif pihak–pihak yang terkait agar kelompok mandiri lahan kering
tidak menjadi alat penyaluran informasi dari pemerintah saja, tetapi diharapkan
dapat menjadi sarana diskusi dan dialog sehingga masyarakat mengenali masalah–
masalah mereka dan sekaligus mencari pemecahannya. Khususnya bagi anggota
kelompok mandiri di propinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki kondisi lahan
kering dengan kategori penduduk miskin maka keterlibatan mereka secara mandiri
merupakan hal terbaik dalam memfasilitasi pertumbuhan masyarakat ke arah
demokrasi.
Anggota kelompok mandiri sebagai subyek yang berpengetahuan
memperoleh kesadaran tentang realitas sosio budaya mereka dan kapasitas untuk
melakukan perubahan. Sebagai asumsi bahwa mereka sangat mengetahui situasi
dan lingkungannya sendiri. Pengetahuan dan pengalaman mereka dalam
menanggapi situasi lingkungannya berguna sebagai dasar pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan
antara lain:
1. Bagaimana hubungan karakteristik individu dan efektivitas komunikasi?
2. Bagaimana hubungan peran fasilitator atau pendamping dan efektivitas
komunikasi?
3. Bagaimana hubungan partisipasi dalam kelompok mandiri dan efektivitas
komunikasi?
Tujuan Penelitian
Kajian efektivitas komunikasi dalam penanganan ketahanan pangan
melalui program PIDRA dibutuhkan terutama dalam hal dampak perubahan sosial
dan ekonomi masyarakat baik dengan adanya perubahan perilaku yang sejalan
atau mungkin bertentangan sehingga dapat diketahui strategi program selanjutnya.
Berkaitan dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
4
1. Menganalisis hubungan karakteristik individu dan efektivitas komunikasi.
2. Menganalisis hubungan peran fasilitator atau pendamping dan efektivitas
komunikasi.
3. Menganalisis hubungan partisipasi dalam kelompok mandiri dan efektivitas
komunikasi.
Kegunaan Penelitian
1. Diharapkan akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi pemerintah
daerah, penyuluh dan pihak-pihak terkait lainnya dalam program PIDRA,
sebagai masukan alternatif pendekatan komunikasi pemerintah kepada
masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi program–
program pembangunan khususnya masyarakat yang tinggal di daerah lahan
kering di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
2. Sebagai referens pembanding dan stimulan bagi penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi
Menurut Effendy (1984) Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris
communication berasal dari kata Latin communicatio dan bersumber dari kata
communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.
Rogers (1995) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana peserta
menciptakan dan membagikan informasi kepada yang lain untuk mencapai saling
pengertian. Komunikasi sebagai proses dua tahap konvergen dimana individu
mentransfer sebuah pesan kepada yang lain untuk mencapai efek tertentu.
Individu dapat terdedah oleh gagasan baru kemudian melakukan saling
komunikasi tentang inovasi dengan rekan–rekannya. Model aliran komunikasi
dua tahap mempunyai fokus perhatian antara saluran media massa dan
komunikasi interpersonal. Model komunikasi Westley dan MacLean dalam
Mulyana (2000) terdapat lima unsur yang penting yaitu: objek orientasi, pesan,
sumber, penerima dan umpan balik. Gambar 1. menunjukkan bahwa sumber (A)
menyoroti suatu objek atau peristiwa tertentu dalam lingkungannya (X) dan
menciptakan pesan mengenai hal itu (X’). Westley dan MacLean menambahkan
suatu unsur penjaga gerbang atau pemimpin opini (C) yang menerima pesan (X’)
dari sumber media massa (A) atau menyoroti obyek orientasi (X3, X4) dalam
lingkungannya. Menggunakan informasi ini penjaga gerbang kemudian
menciptakan pesannya sendiri (X”) yang ia kirimkan kepada penerima (B). Pada
gilirannya, penerima mengirimkan umpan balik (fBA, fBc).
A C B
FCA
fBA
X’ X”
X4 X4
X3
X1
X2
fBC
Gambar 1. Model Westley dan MacLean
6
Westley dan Mac Lean tidak membatasi model komunikasi dua tahap pada tingkat
individu. Bahkan ditekankan bahwa penerima mungkin suatu kelompok atau
suatu lembaga sosial. Setiap individu, kelompok atau sistem mempunyai
kebutuhan untuk mengirim dan menerima pesan sebagai sarana orientasi terhadap
lingkungan.
Efektivitas Komunikasi
Menurut Vardiansyah (2004), efek komunikasi adalah pengaruh yang
ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi
dapat kita bedakan atas efek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah
laku (konatif). Efek komunikasi adalah salah satu elemen komunikasi yang
penting untruk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi. Pesan yang
sampai pada komunikan menimbulkan dampak (efek), sehingga persoalan utama
dalam komunikasi efektif adalah sejauh mana tujuan komunikasi komunikator
terwujud dalam diri komunikannya:
(1) Apabila hasil yang didapatkan sama dengan tujuan yang diharapkan
dikatakan bahwa komunikasi berlangsung efektif.
(2) Apabila hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang diharapkan,
dikatakan bahwa komunikasi berlangsung sangat efektif.
(3) Apabila hasil yang didapatkan lebih kecil daripada tujuan yang diharapkan,
dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif.
Menurut Goyer, 1970 dalam Tubbs and Moss (1996), bila S adalah
sumber pesan dan R penerima pesan, maka komunikasi disebut mulus dan
lengkap bila respon yang diinginkan S dan respon yang diberikan R identik
dengan:
R makna yang ditangkap penerima = = 1
S makna yang dimaksud pengirim
7
Nilai 1 menunjukkan kesempurnaan penyampaian dan penerimaan pesan. Bisa
saja R/S bernilai 0, yang berarti tidak ada kaitan sama sekali antara respon yang
diinginkan dengan respons yang diperoleh.
Hasil penelitian tentang efektivitas komunikasi perencanaan partisipatif
pembangunan masyarakat desa pada lembaga ketahanan masyarakat desa di
Bogor antara lain menyebutkan bahwa karakteristik pengurus program cukup
potensial untuk mengkomunikasikan program secara efektif dalam hal jenis
kelamin, pendidikan formal, jenis pekerjaan serta pendapatan. Faktor wilayah
mempengaruhi efektivitas komunikasi (Manjar, 2002).
Menurut Agung (2001) karakteristik aparat program Kredit Usaha Tani
(KUT) tidak berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi petani pelaksana
program KUT tersebut. Karakteristik petani berhubungan nyata dengan
efektivitas komunikasi yakni umur, luas lahan dan pengalaman mendapatkan
KUT.
Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Suharto (2005) secara konseptual, pemberdayaan atau
pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau
keberdayaan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya
kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan
dalam a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga memiliki kebebasan dalam arti
bebas mengemukakan pendapat, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan,
bebas dari kesakitan. b) menjangkau sumber-sumber produktif yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh
barang dan jasa yang diperlukan dan c) berpartisipasi dalam proses pembangunan
dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Beberapa ahli mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan,
proses dan cara-cara pemberdayaan:
• Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang
yang lemah atau tidak beruntung (Ife, 1995 dalam Suharto, 2005).
• Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup
kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas dan
8
mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya (Parsons et all, 1994 dalam Suharto, 2005).
• Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan
melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin, 1987 dalam Suharto,
2005)
• Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan
komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas)
kehidupannya (Rappaport, 1984 dalam Suharto, 2005).
Maksud pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan
kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses
tersebut masyarakat bersama-sama:
• Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan, potensi serta peluang;
• Menyusun rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian;
• Menerapkan rencana kegiatan kelompok;
• Memantau proses dan hasil kegiatan secara terus menerus (monitoring dan
evaluasi partisipatif)
Pelaksanaan tahap–tahap di atas sering bersamaan dan lebih bersifat diulangi terus
menerus. Pemberdayaan masyarakat kerapkali dilakukan melalui pendekatan
kelompok dimana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan
pengetahuannya (DFID, 2001).
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu model pembangunan yang
bertumpu pada aspek manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh Cernea (1988)
bahwa pada hakekatnya manusia adalah titik pangkal, pusat dan sasaran akhir dari
pembangunan. Oleh karena itu manusia sudah seharusnya merupakan aspek
utama dalam pembangunan. Seringkali sumberdaya keuangan dalam proyek-
proyek pembangunan pedesaan merupakan masukan tunggal terbesar yang
disuplai oleh sebuah proyek ke dalam suatu wilayah untuk mempercepat
pertumbuhan. Tetapi pemasukan sumberdaya dari luar ke dalam suatu masyarakat
pedesaan memerlukan proses yang perlu dikembangkan dari dalam dan secara
9
berangsur-angsur dihimpun dan disesuaikan dengan kemampuan struktur sosial
ekonomi untuk menghasilkan, menyerap dan menggunakan hasil surplus.
Program-program pertanian seringkali terlantar bukan karena kurangnya uang dari
luar tetapi karena ketidakmampuan masyarakat untuk menyerap secara efektif dan
ketidakmampuan para perencana mendefinisikan suatu strategi sosial yang efisien
bagi pembangunan. Seringkali variabel yang terlewatkan adalah variabel sosio
budaya dan kelembagaan. Apabila hal ini ditangani secara salah maka proyek
akan gagal, tidak perduli badan nasional atau internasional apapun yang
mempromosikannya.
Menurut Eaton (1986) lembaga diartikan sebagai suatu organisasi formal
yang menghasilkan perubahan dan yang melindungi perubahan dan jaringan
dukungan-dukungan yang dikembangkannya dalam lingkungan, tidak diartikan
sebagai pola-pola kegiatan yang normatif atau sebagai suatu sektor masyarakat.
Kelompok variabel lembaga telah dirumuskan dengan cara sebagai berikut:
a. Kepemimpinan menunjuk kepada kelompok orang yang secara aktif
berkecimpung dalam perumusan doktrin dan program dari lembaga
tersebut dan yang mengarahkan operasi-operasi dan hubungannya dengan
lingkungan tersebut.
b. Doktrin dirumuskan sebagai spesifikasi dari nilai-nilai, tujuan-tujuan dan
metode-metode operasional yang mendasari tindakan sosial.
c. Program menunjuk pada tindakan-tindakan tertentu yang berhubungan
dengan pelaksanaan dari fungsi-fungsi dan jasa-jasa yang merupakan
keluaran dari lembaga tersebut.
d. Sumberdaya adalah masukan keuangan, fisik, manusia, teknologi dan
penerangan dari lembaga tersebut.
e. Struktur intern dirumuskan sebagai struktur dan proses-proses yang
diadakan untuk bekerjanya lembaga tersebut dan bagi pemeliharaannya.
Kelembagaan sebagai keadaan akhir adalah variabel evaluatif – suatu
standar untuk menilai keberhasilan dari usaha-usaha pembangunan lembaga.
Konsep kelembagaan menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya hubungan dan
pola-pola tindakan tertentu yang dicakup dalam organisasi tersebut bersifat
normatif, baik di dalam organisasi tersebut maupun untuk satuan-satuan sosial
10
lainnya dan bahwa telah tercapai sedikitnya dukungan dan kelengkapan dalam
lingkungan tersebut.
Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat untuk memandirikan
masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya, maka arah pendampingan
kelompok adalah mempersiapkan masyarakat agar benar–benar mampu mengelola
sendiri kegiatannya. Semua kegiatan kelompok sering dimanfaatkan teknik dan
alat visualisasi yang mendukung diskusi antara petani dan memudahkan proses
pemberdayaan masyarakat (DFID, 2001).
Partisipasi Masyarakat
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada TAP MPR No
IV/MPR/1978 menyatakan bahwa ”Berhasilnya pembangunan nasional
tergantung pada partisipasi seluruh rakyat serta pada sikap mental, tekad,
semangat, ketaatan dan disiplin seluruh rakyat Indonesia serta para penyelenggara
negara. Hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia
sebagai peningkatan kesejahteraan lahir batin.” GBHN juga menyebutkan bahwa
”hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia” sehingga perlu
diusahakan agar seluruh rakyat Indonesia dapat ikut serta dalam kegiatan
pembangunan dan agar mereka dapat menikmati hasil-hasil pembangunan.
Menurut Slamet (2003) partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat
diartikan sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam
kegiatan–kegiatan pembangunan dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati
hasil-hasil pembangunan. Berdasarkan pengertian tersebut maka partisipasi dalam
pembangunan dapat dibagi menjadi lima jenis:
1. ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input
tersebut dan menikmati hasilnya.
2. ikut memberi input dan menikmati hasilnya.
3. ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil
pembangunan secara langsung.
4. ikut memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati
hasilnya.
11
5. menikmati/memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.
Syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam
pembangunan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu adanya
kesempatan dalam pembangunan, adanya kemampuan untuk memanfaatkan
kesempatan itu dan adanya kemauan untuk berpartisipasi. Pengetahuan tentang
adanya potensi di lingkungannya yang dapat dikembangkan atau dibangun sangat
penting artinya. Demikian pula pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi
tepat guna yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sumberdaya alam
yang ada untuk dipadukan dengan berbagai sarana produksi lain sangat penting
bagi keberhasilan masyarakat yang membangun. Keterbelakangan bangsa
Indonesia antara lain karena kekurangan pada bidang ini dan sikap mental yang
kurang sesuai dengan tuntutan pembangunan. Masyarakat sering masih bersikap
tradisional, sulit untuk diajak berpikir dan bertindak yang berbeda dengan tradisi
yang sudah dimilikinya. Di daerah pedesaan kecuali pendidikan yang formal,
pendidikan yang non-formalpun mempunyai peran yang sangat penting.
Sesungguhnya pendidikan non-formal di pedesaan yang dapat mencapai sasaran
masyarakat pedesaan yang sangat besar jumlahnya itu akan meratakan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.
Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat,
baik dalam menyumbangkan masukan maupun dalam menikmati hasilnya.
Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di pedesaan yang jauh dari pusat
administrasi pembangunan yang pada umumnya berada di kota-kota. Karena itu
di masa lampau bahkan sampai sekarang masih banyak masyarakat yang belum
cukup tersentuh oleh kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan termasuk
menikmati hasil pembangunan. Tanpa partisipasi masyarakat dalam
memanfaatkan hasil pembangunan berarti masyarakat tidak naik tingkat hidup
atau tingkat kesejahteraannya (Slamet, 2003).
Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat,
baik dalam menyumbangkan masukan maupun dalam menikmati hasilnya.
Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di pedesaan yang jauh dari pusat
administrasi pembangunan yang pada umumnya berada di kota-kota. Di masa
lampau bahkan sampai sekarang masih banyak masyarakat yang belum cukup
12
tersentuh oleh kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan termasuk
menikmati hasil pembangunan. Tanpa partisipasi masyarakat dalam
memanfaatkan hasil pembangunan berarti masyarakat tidak naik tingkat hidup
atau tingkat kesejahteraannya (Slamet, 2003).
Perencanaan Partisipatif
Perencanaan partisipatif menurut Lionberger dan Gwin (1982) merupakan
perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat lokal (dengan pendampingan dari
penyuluh spesialis) bagi program-program yang memenuhi kebutuhan lokal.
Program tidak direncanakan oleh lembaga pemerintah secara top–down. Hasil
yang benar-benar diminati oleh masyarakat lokal menjadi rencana mereka.
Petugas pemerintah tidak perlu membuang waktu dengan mencoba
mengumpulkan minat dan dukungan masyarakat atau mencoba menjual rencana.
Komunikasi ini melibatkan perwakilan dari seluruh minat dalam perencanaan
untuk memproduksi komoditas pertanian yang lebih baik, dan mencoba memiliki
ahli komunikasi jika tersedia. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam
kelompok-kelompok untuk dipertimbangkan dalam komunikasi partisipatif antara
lain:
• Apakah komoditas lokal dalam komunitas yang dapat dipertimbangkan
untuk dikembangkan?
• Situasi apakah yang diinginkan oleh petani di lingkungannya tiga sampai
lima tahun dari sekarang?
• Masalah-masalah apakah yang perlu diatasi untuk mencapai tujuan di atas?
• Alternatif apakah yang dimiliki untuk memecahkan masalah dan mencapai
tujuan di atas?
Perencanaan merupakan waktu yang ideal bagi penasehat dan ahli
pertanian untuk membantu menyebutkan masalah yang tidak disadari oleh
masyarakat lokal dan disarankan pemecahan masalah berdasarkan ilmu
pengetahuan. Pada tahap studi dan perencanaan, gagasan dapat diberikan oleh
siapapun dan dijelaskan secara ilmiah oleh penyuluh, namun keputusan final
dibuat oleh petani dan pengusaha.
13
Suatu program pendidikan, perencanaan program dapat disusun sebagai
proses instruksional. Menurut Gilley dan Eggland (1989) dalam Rejeki (1998)
mengenai proses instruksional, perencanaan program penyuluhan diawali dengan
menetapkan filosofi, kemudian diikuti dengan menciptakan suasana belajar atau
iklim belajar, mengukur kebutuhan, merumuskan tujuan dan aktivitas belajar,
memilih metode, teknik dan alat pengajaran dan yang terakhir adalah mengadakan
penilaian atau evaluasi terhadap program, pendidik dan warga belajar.
Proyek Partisipasi Pengembangan Lahan Kering Terpadu (P3LKT/PIDRA)
PIDRA diterjemahkan sebagai Proyek Partisipasi Pengembangan Lahan
Kering Terpadu (P3LKT). Beberapa pendekatan yang dilakukan dalam program
PIDRA meliputi hal-hal sebagai berikut:
• Partisipatif untuk keluarga miskin.
• Fleksibilitas untuk mengakomodasi aspirasi keluarga miskin.
• Pemberdayaan keluarga miskin yang berperspektif jender.
• Pendampingan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat.
• Keberlanjutan program atas dasar tumbuhnya kemandirian kelompok.
• Desentralisasi yaitu pendelegasian penuh atas proses perencanaan dan
implementasi program dari tingkat masyarakat desa sebagai pelaksana
sampai dengan manajemen program tingkat kabupaten. Manajemen
program tingkat propinsi dan pusat sebagai pelaksana koordinasi dan
pengawasan.
Adapun komponen program PIDRA antara lain:
1. Pengembangan Masyarakat yang Berperspektif Jender.
Komponen ini bertujuan untuk membentuk dan memperkuat sekitar 5.000
kelompok mandiri yang anggotanya terdiri dari para keluarga miskin di
desa yang tergabung dalam kelompok mandiri pria dan kelompok mandiri
wanita. Pada tingkat lapangan, komponen ini dilaksanakan melalui
pendampingan oleh fasilitator LSM yang mempunyai pengalaman khusus
dalam pembentukan dan penguatan kelompok dan petugas penyuluhan
14
lapangan yang mempunyai pengalaman dan keterampilan teknis budidaya
dan pengolahan hasil pertanian.
2. Pengembangan Pertanian dan Peternakan.
Program PIDRA akan menjalin kerjasama dengan lembaga penelitian atau
perguruan tinggi untuk memfasilitasi upaya peningkatan produksi
pertanian spesifik lokasi, serta pelestarian sumberdaya alam dengan
mengedepankan petani sebagai pelaku penelitian dan percobaan usaha tani
melalui demplot, pelatihan-pelatihan dan sekolah lapang yang efektif.
3. Pengelolaan Prasarana dan Lahan Pedesaan.
Manfaat dari komponen ini secara tidak langsung memberikan akses
kemudahan bagi kelompok mandiri dalam pengembangan usahanya,
disamping secara umum akan bermanfaat bagi dusun atau seluruh desa.
Komponen ini mencakup perbaikan jalan desa, sarana air bersih, pasar
desa, pembangunan irigasi mikro dan konservasi daerah aliran sungai
mikro. Pekerjaan fisik pembangunan prasarana pedesaan menjadi
tanggung jawab Komite Pembangunan Desa yang dapat dikontrakkan
kepada pihak ketiga dengan persetujuan fasilitator Lembaga Swadaya
Masyarakat dan petugas penyuluh lapangan untuk diteruskan kepada
manajer kabupaten. Dalam pembangunan prasarana desa, dituntut adanya
kontribusi masyarakat sebesar sepuluh persen baik fisik maupun tenaga
kerja. Masyarakat desa juga harus bersedia untuk menyediakan biaya
pemanfaatan dan pemeliharaannya. Pengembangan daerah aliran sungai
mikro yang dikelola melalui kelembagaan kelompok masyarakat,
mencakup pembangunan pengendali drainase, bendungan air terjun,
stabilisasi saluran, perlindungan saluan dan penanaman tanaman
pelindung. Hal ini sangat bermanfaat bagi perbaikan daerah hulu dan hilir.
4. Dukungan Kelembagaan dan Manajemen
Dukungan kelembagaan dan manajemen mencakup pengembangan
sumberdaya manusia pelaksana program melalui:
• Pelatihan manajemen dan pelatihan bagi aparat penyuluh, petugas dan
pelatihan pada tingkat masyarakat dalam hal keterampilan teknis,
pemasaran dan lain-lain.
15
• Dukungan tenaga profesional konsultan, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan pelaksanaan kajian data pendukung program.
• Komunikasi dan koordinasi tim pengarah, komisi teknis, komisi
pelaksana dan manajemen.
• Fasilitasi kebutuhan operasional program.
Pendampingan terhadap kelompok mandiri lahan kering dilaksanakan untuk
mendorong proses kemandirian masyarakat. Manajemen PIDRA mengatur tugas
pokok dan fungsi fasilitator sebagai berikut:
a. Melaksanakan pendampingan kepada Kelompok Afinitas Mandiri (KAM),
Lembaga Pembangunan Desa (LPD) dan Federasi dimana fasilitator lebih
bertanggungjawab pada pembinaan yang bersifat peningkatan kapasitas
sumberdaya masyarakat (capacity building).
b. Membantu dalam penyusunan identifikasi kebutuhan pemberdayaan yang
bersumber dari identifikasi kebutuhan kelompok.
c. Memfasilitasi perencanaan kegiatan kelompok yang bersifat pemberdayaan
atau peningkatan kapasitas masyarakat.
d. Melaksanakan pendampingan kelompok untuk menerapkan hasil kegiatan
pelatihan sesuai dengan pelatihan yang telah dilaksanakan.
e. Mengupayakan untuk membantu kelompok dalam memfasilitasi pemasaran
hasil produksi sehingga diperoleh harga yang lebih tinggi dari harga lokal.
f. Melakukan monitoring dan evaluasi dalam kelompok untuk mengetahui
tingkat perkembangan kelompok dan mengidentifikasi kendala-kendala
yang ada serta membantu mengupayakan pemecahan masalah.
g. Menerapkan beberapa metode penyuluhan dalam upaya mendorong
kelompok agar lebih maju dan berkembang yaitu antara lain dengan
melaksanakan kegiatan studi banding dan temu usaha.
h. Menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan seluruh
pelaksana program lingkup sekretariat proyek, LSM maupun pihak-pihak
terkait dalam pelaksanaan program.
i. Membantu staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam melakukan analisa
terhadap data dan informasi yang dikumpulkan untuk bahan evaluasi dan
16
bahan alternatif pengambilan keputusan dalam rangka penyempurnaan
pelaksanaan program.
j. Memberikan masukan kepada staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam
melakukan analisis informasi dan data pelaksanaan proyek untuk bahan
evaluasi dan alternatif pengambilan keputusan penyempurnaan program.
k. Membantu staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam melakukan analisa
informasi dan data pelaksanaan proyek untuk mengetahui apakah kegiatan
proyek sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana serta mengidentifikasikan
kendala-kendala dan membantu mengupayakan pemecahannya.
l. Menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan seluruh
pelaksana proyek di tingkat lapangan (desa, kecamatan) dan LSM dan
secara bersama-sama mengupayakan pemecahan masalah pelaksanaan
program yang dihadapi.
m. Membantu tugas-tugas koordinator, LSM apabila diperlukan sesuai bidang
tugasnya.
Tugas pokok dan fungsi dari Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) adalah:
a. Bersama-sama dengan fasilitator LSM melaksanakan pendampingan kepada
Kelompok Afinitas Mandiri (KAM), Lembaga Pembangunan Desa (LPD)
dan Federasi dimana PPL lebih bertanggungjawab pada pembinaan yang
bersifat teknis (technical building).
b. Membantu Satuan Kerja PIDRA dalam penyusunan identifikasi kebutuhan
teknis yang bersumber dari usulan kebutuhan kelompok.
c. Memfasilitasi perencanaan kegiatan kelompok yang bersifat teknis.
d. Melaksanakan pendampingan kelompok untuk menerapkan hasil kegiatan
pelatihan sesuai dengan pelatihan yang telah dilaksanakan terutama
pelatihan yang bersifat teknis dan melaksanakan analisis usaha.
e. Mengupayakan untuk membantu kelompok dalam memfasilitasi pemasaran
hasil produksi sehingga diperoleh harga yang lebih tinggi dari harga lokal.
f. Mensosialisasikan program Manajemen Daerah Aliran Sungai dan
mengorganisir pelaksanaannya.
17
g. Melakukan monitoring dan evaluasi dalam kelompok untuk mengetahui
tingkat perkembangan kelompok dan mengidentifikasi kendala-kendala
yang ada serta membantu mengupayakan pemecahan masalah.
h. Menerapkan beberapa metode penyuluhan dalam upaya mendorong
kelompok agar lebih maju dan berkembang yaitu antara lain dengan
melaksanakan kegiatan studi banding dan temu usaha.
i. Menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan seluruh
pelaksana program lingkup sekretariat proyek, LSM maupun pihak-pihak
terkait dalam pelaksanaan program.
j. Membantu staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam menyusun konsep
Monitoring dan Evaluasi secara partisipatif, monitoring, pengumpulan dan
pengolahan data perkembangan pelaksanaan fisik proyek.
k. Memberikan masukan kepada staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam
melakukan analisis informasi dan data pelaksanaan proyek untuk
mengetahui apakah kegiatan proyek sudah dilaksanakan sesuai dengan
rencana serta mengidentifikasikan kendala-kendala dan membantu
mengupayakan pemecahannya.
l. Membantu staf pelaksana Monev dalam melakukan analisis informasi dan
data pelaksanaan proyek untuk mengetahui apakah kegiatan proyek sudah
dilaksanakan sesuai dengan rencana.
m. Menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan seluruh
pelaksana proyek di tingkat lapangan (desa, kecamatan) dan LSM dan
secara bersama-sama mengupayakan pemecahan masalah pelaksanaan
program yang dihadapi.
n. Membantu tugas-tugas koordinator, LSM apabila diperlukan sesuai bidang
tugasnya.
(Rencana Operasional Program PIDRA, 2004).
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran
Proyek-proyek pembangunan pada dasarnya ingin memberi kepada
masyarakat lebih banyak peluang untuk berperan secara efektif dalam kegiatan
pembangunan. Hal ini berarti memperkuat masyarakat untuk mengembangkan
kapasitas sendiri, menjadi aktor sosial daripada subyek yang pasif untuk dapat
mengelola sumberdaya, membuat keputusan dan mengawasi kegiatan yang
mempengaruhi kehidupan mereka.
Menurut Lionberger dan Gwin (1982), ketika seseorang harus
memutuskan untuk membuat suatu perubahan atau tidak, maka yang menjadi
pertanyaan adalah: apakah nanti akan terjadi perbedaan antara menerima atau
menolak suatu hal atau perubahan?, apakah yang mempengaruhi seseorang
sehingga mereka bersedia memutuskan untuk suatu perubahan?. Menjawabnya
banyak hal yang perlu diperhatikan. Individu bervariasi antara yang satu dengan
yang lain dan masyarakat satu dengan masyarakat di tempat lain, maka beberapa
variabel yang tidak sama seperti variabel karakteristik dari masing-masing
individu, situasi individu dimana mereka berada, pertolongan dari orang lain di
luar mereka, harapan yang didapatkan dari teman-teman dan orang-orang terdekat,
sumberdaya yang dimiliki, apakah tetap dihargai oleh teman dan keluarganya,
apakah teman dan keluarga mereka juga mau melakukan hal yang sama jika
memutuskan suatu perubahan, kemudian bagaimana bersikap kepada orang luar
yang mencoba mempengaruhi perilaku mereka dan bagaimana menempatkan
nilai-nilai yang sudah ada dalam proses perubahan tersebut.
Bila diasumsikan bahwa tiap keluarga atau individu memiliki tujuan dan
cita-cita sendiri, maka seseorang akan mencoba meraih cita-citanya.
Permasalahannya sekarang apakah tujuan dan cita-cita tersebut sesuai dengan
tujuan pembangunan yang sedang dilaksanakan, misalnya ketersediaan
sumberdaya air, meningkatnya kapasitas petani dalam produksi dan perdagangan,
perbaikan pendapatan, keterjangkauan pasar, keterjangkauan informasi,
keterjangkauan kepada Bank, terbentuknya asosiasi petani dan lain-lain. Apakah
anggota kelompok mandiri juga memiliki mentalitas pembangunan seperti mau
19
bekerja keras, disiplin, hidup sederhana dan hemat serta bertanggung jawab
sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya Proyek Partisipasi
Pengembangan Lahan Kering Terpadu (P2LKT) atau program PIDRA.
Mencapai tujuan pembangunan tersebut anggota masyarakat perlu bahkan
harus mendapat informasi, penyuluhan dan pelayanan. Apakah hal-hal mendasar
di atas telah dikomunikasikan dan apakah komunikasi sudah efektif?. Seseorang
juga akhirnya merubah perilakunya setelah melewati proses yang panjang. Semua
variabel-variabel di sini harus bekerja sama dalam berbagai jenis kombinasi
sebelum tujuan tersebut tercapai dan membuahkan hasil. Oleh karena itu,
penelitian ini akan mengukur faktor-faktor karakteristik individu dari anggota
kelompok mandiri sebagai variabel bebas namun dibatasi pada beberapa
karakteristik tertentu yaitu: jenis kelamin, umur, jumlah tanggungan keluarga,
pendapatan keluarga, pendidikan formal, pelatihan atau kursus yang diikuti,
kepemilikan lahan dan luas lahan. Peran fasilitator atau pendamping terdiri dari
pemerintah dalam hal ini Petugas Penyuluh Lapang (PPL) dan non pemerintah
khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Partisipasi anggota kelompok
pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang berlangsung dalam
kelompok mandiri. Variabel terikat yaitu efektivitas komunikasi yang terdiri dari
aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan perilaku (konatif).
Variabel-variabel tersebut, unsur-unsur komunikasi dalam penelitian ini
lebih difokuskan kepada penerima (receiver) dengan tetap memperhatikan
komunikator (source), pesan (message), saluran (channel), umpan balik
(feedback) maupun umpan maju (feedforward). Secara rinci kerangka pemikiran
dijelaskan dengan Gambar 2, di bawah ini.
20
Variabel Bebas Variabel Terikat
Karakteristik Individu: • Jenis Kelamin • Umur • Jumlah
tanggungan keluarga
• Pendapatan keluarga
• Pendidikan formal • Pelatihan/kursus
yang diikuti • Kepemilikan lahan • Luas lahan
Efektivitas Komunikasi: • Kognitif • Afektif
• Konatif
Partisipasi dalam kelompok mandiri: • Perencanaan • Pelaksanaan • Evaluasi
Peran Pendamping/ Fasilitator: • Penguatan • Penyampaian
aspirasi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, terdapat tiga hipotesis penelitian
yaitu:
1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dan efektivitas
komunikasi.
2. Terdapat hubungan nyata antara peran pendamping atau fasilitator dan
efektivitas komunikasi.
3. Terdapat hubungan nyata antara partisipasi dalam kelompok dan efektivitas
komunikasi.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah explanatory (penjelasan) dengan analisis
korelasional untuk menjelaskan hubungan antar variabel. Fokus penelitian
diarahkan untuk mengidentifikasi sebaran karakteristik individu, menganalisis
hubungan antara karakteristik individu, peran fasilitator atau pendamping,
partisipasi dalam kelompok masing-masing dengan efektivitas komunikasi.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di tiga kecamatan dari sebelas kecamatan
penerima program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Tiga
kecamatan yang dipilih mewakili kecamatan yang dekat, jauh dan sangat jauh dari
kota yaitu: kecamatan Moyo Utara (+ 8 km), Lape Lopok (+ 30 km) dan Ropang
(+ 61 km). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2006.
Populasi dan Sampel
Populasi meliputi seluruh anggota kelompok mandiri yang bertempat
tinggal di desa sasaran program PIDRA tahun 2003 di Kabupaten Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989) pengambilan sampel
wilayah dapat menggunakan metode purposive sampling dengan pertimbangan
yaitu desa dengan kriteria geografi lahan kering dan merupakan desa penerima
program PIDRA. Sebanyak 109 orang responden diambil sebagai sampel yang
mewakili anggota Kelompok Mandiri Pria dan Wanita. Distribusi responden pada
Lampiran 3.
Data dan Instrumentasi
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara:
22
1. Menggunakan kuesioner terstruktur sebagai instrumen. Kuesioner terdiri
dari empat bagian yaitu:
a. Berhubungan dengan karakteristik individu
b. Berhubungan dengan peran fasilitator atau pendamping
c. Berhubungan dengan partisipasi dalam kelompok
d. Berhubungan dengan efektivitas komunikasi
2. Melakukan wawancara terbuka untuk memperoleh keterangan lanjut yang
tidak terungkap dari hasil kuesioner.
3. Observasi, mengadakan pengamatan langsung kepada responden untuk
menguji kebenaran jawaban pada hasil kuesioner.
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui
pencatatan data pada instansi terkait setempat, data kepustakaan dan literatur
penunjang lainnya.
Definisi Operasional
Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi dengan
menggunakan definisi istilah sebagai berikut:
Karakteristik Individu (X1)
Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang melekat pada pribadi seseorang yang
meliputi:
X1.1 Jenis Kelamin. Jenis kelamin adalah perbedaan status biologis responden.
Terdiri dari pria dan wanita.
X1.2 Pendidikan Formal. Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan sekolah
tertinggi yang dapat diselesaikan oleh responden, dalam hal ini dibagi atas
lima kategori yaitu tidak sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Perguruan Tinggi.
X1.3 Pelatihan atau kursus yang diikuti. Pelatihan atau kursus yang diikuti adalah
kegiatan pendidikan dan latihan di luar sekolah melalui pelatihan atau
kursus yang pernah diikuti oleh responden selama hidupnya berkaitan
dengan program PIDRA. Kategori terdiri dari tidak ada pelatihan sampai
dengan lima jenis pelatihan.
23
X1.4 Umur. Umur adalah jumlah tahun yang dialami responden dari saat
kelahiran hingga penelitian atau interview dilaksanakan. Pengukuran
berdasarkan pembulatan ke ulang tahun terdekat yang dinyatakan dalam
satuan tahun.
X1.5 Jumlah tanggungan keluarga. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya
orang yang memiliki hubungan keluarga maupun tidak yang menjadi
tanggung jawab responden. Kategori terdiri atas tidak ada tanggungan
sampai dengan lima orang tanggungan.
X1.6 Pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga adalah banyaknya rupiah yang
diperoleh rata-rata tiap bulan dalam keluarga.
X1.7 Kepemilikan lahan. Kepemilikan lahan adalah status dari lahan yang digarap
sebagai usaha tani, terdiri dari memiliki dan tidak memiliki.
X1.8 Luas lahan. Luas lahan adalah besarnya lahan yang dimiliki oleh responden
dalam hektar.
Peran Pendamping atau Fasilitator (X2)
X 2.1 Penguatan
Penguatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara pendampingan
berkaitan dengan program PIDRA yang dilakukan oleh Petugas Penyuluh
Lapangan (PPL) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Indikator
meliputi frekuensi pertemuan dalam satu bulan dibagi dalam tiga kategori
skor, yakni skor 1 untuk tidak pernah, skor 2 untuk satu kali dan skor 3
untuk lebih dari sekali.
X2.2 Penyampaian Aspirasi
Penyiapan kelompok untuk menyampaikan umpan balik (feedback) atau
umpan depan (feedforward) dari responden kepada fasilitator atau
pendamping dalam rangka pendampingan, terutama berkaitan dengan
program PIDRA dibagi tiga kategori skor yakni skor 1 untuk tidak pernah,
skor 2 untuk kadang-kadang dan skor 3 untuk sering.
24
Partisipasi dalam Kelompok Mandiri (X3)
Keterlibatan anggota dalam Kelompok Mandiri dimana setiap anggota mampu
memanfaatkan potensi dirinya, kemudian bekerja sama dalam kelompok untuk
mencapai segala yang dibutuhkannya berkaitan dengan seluruh proses mencakup
perencanaan (dan identifikasi masalah), pelaksanaan dan penilaian (evaluasi).
Kelompok Mandiri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelompok mandiri
yang dibentuk pada tahun 2003 dan 2004.
X 3.1 Perencanaan
Perencanaan adalah usaha secara sadar, terorganisir dan terus menerus
dilakukan untuk memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada
untuk mencapai tujuan tertentu dibagi dalam tiga kategori skor, yakni skor 1
untuk tidak tahu, skor 2 untuk mengetahui dan skor 3 untuk sangat
mengetahui.
X 3.2 Pelaksanaan
Pelaksanaan maksudnya adalah rencana yang telah disusun bersama
kemudian dilaksanakan dalam kelompok, dibagi dalam tiga kategori skor,
yakni skor 1 untuk tidak pernah, skor 2 untuk kadang-kadang dan skor 3
untuk sering.
X 3.3 Evaluasi
Evaluasi dalam hal ini adalah upaya pengawasan dan penilaian yang
dilakukan dalam kelompok, dibagi dalam tiga kategori skor, yakni skor 1
untuk tidak pernah, skor 2 untuk kadang-kadang dan skor 3 untuk sering.
Efektivitas Komunikasi (Y1)
Efektivitas komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup perubahan
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah laku (konatif) dari anggota
kelompok mandiri lahan kering. Pengukuran efektivitas komunikasi dilakukan
dengan tiga indikator sebagai berikut:
1. Pengetahuan (Y1.1) yaitu tingkat pemahaman responden tentang materi
pelatihan sebagai pesan, dibagi atas empat kategori skor, yakni skor 1
untuk tidak mengikuti, skor 2 untuk belum mengerti, skor 3 untuk mengerti
dan skor 4 untuk sangat mengerti.
25
2. Sikap (Y1.2) yaitu pendapat responden terhadap materi pelatihan yang
disampaikan dalam rangka program PIDRA. Sikap diukur dengan
penilaian pendapat dibagi dalam tiga kategori skor, yakni skor 1 untuk
tidak perlu, skor 2 untuk perlu dan skor 3 untuk sangat perlu.
3. Keterampilan (Y1.3) yaitu tindakan responden untuk menggunakan materi
pelatihan yang diajarkan. Tindakan tersebut diukur berdasarkan kebiasaan
dalam melaksanakan program PIDRA, akan dibagi dalam tiga kategori
skor yakni skor 1 untuk tidak sama sekali, skor 2 untuk sebagian dan skor
3 untuk sepenuhnya.
Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi
Suatu alat ukur dikatakan sahih apabila alat ukur tersebut dapat mengukur
sesuatu yang sebenarnya ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 1989). Jenis
validitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yakni
suatu alat ukur atau instrumen yang ditentukan dengan memasukkan semua aspek
sebagai kerangka konsep yang akan diukur (Kerlinger, 2000). Validitas instrumen
yang digunakan diusahakan dengan melakukan penyesuaian pertanyaan kuesioner
terhadap: (1) penelitian yang berkaitan dengan efektivitas komunikasi; (2)
memperhatikan saran dari para ahli, terutama pihak komisi pembimbing; (3)
memperhatikan pandangan-pandangan dari pihak-pihak yang terkait dalam
pemberdayaan masyarakat; dan (4) literatur terkait yang mencakup berbagai teori
yang relevan dan kenyataan di lapangan.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan tingkat konsistensi suatu alat
ukur, sehingga dapat dipercaya atau diandalkan. Suatu alat ukur dikatakan
mempunyai tingkat keterandalan tinggi (reliable) apabila alat ukur tersebut
digunakan dua kali atau lebih untuk mengukur gejala yang sama mempunyai hasil
pengukuran relatif konsisten (Singarimbun dan Effendi, 1989).
Teknik uji validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan dilakukan
dengan cara: (1) memberikan keterangan tentang cara mengisi kuesioner kepada
responden; (2) melakukan survei dan uji coba kuesioner pada 20 orang yang
memiliki karakteristik relatif sama dengan responden penelitian. Uji coba
kuesioner tersebut dilakukan kepada responden yang bertempat tinggal di sebelah
26
desa dan kecamatan yang akan diteliti (sampel). Hal ini untuk mengetahui
”kemampuan” kuesioner, sehingga tidak menimbulkan bias jawaban. Teknik
perhitungan koefisien reliabilitas dengan menggunakan prinsip ketetapan intern
(Ruseffendi, 1994). Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan
metode Cronbach-alpha dengan rumus:
2J
2i
2J
p DBDBDB
x1b
br ∑−−
=
Keterangan:
b = banyaknya soal
DBj2 = variansi skor seluruh soal menurut skor perorangan
DBi2 = variansi skor soal tertentu (soal ke-i)
∑DBi2 = Jumlah variansi skor seluruh soal menurut skor soal tertentu
rp = Koefisien reliabilitas
Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan:
1. Analisis deskriptif untuk menjelaskan data dan hasil pengamatan secara
umum, sehingga data yang terdapat pada tabel frekuensi dapat
diinterpretasikan dengan cermat.
2. Hubungan antara jenis kelamin dan kepemilikan lahan dengan efektivitas
komunikasi yang meliputi aspek kognitif, afektif dan konatif dianalisis
berdasarkan metode khi kuadrat dengan rumus:
( )∑ −=
t
2t02
fff
χ
Dimana:
χ2 = Khi kuadrat
f0 = Nilai pengamatan
ft = Nilai harapan
27
3. Data umur, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan
formal, pelatihan atau kursus yang diikuti, luas lahan dan data–data
variabel lainnya yaitu peran fasilitator atau pendamping, partisipasi dalam
kelompok dan efektivitas komunikasi yang meliputi aspek kognitif, afektif
dan konatif dianalisis dengan menggunakan korelasi rank Spearman (rs)
untuk mengetahui hubungan antar variabel. Rumus uji korelasi rank
Spearman (rs) yang digunakan adalah:
Dengan keterangan:
rs = korelasi Spearman
n = banyaknya pasangan data
di = jumlah selisih antara peringkat bagi xi dan yi.
( )1nn
d61r 2
n
1i
2i
s −−=
∑=
Hipotesis statistik yang diuji:
Ho: Tidak terdapat hubungan antara variabel yang digunakan
Hl : Terdapat hubungan antara kedua variabel yang digunakan
Analisis data di atas dilakukan dengan menggunakan paket program Excel dan
SPSS 12.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu kabupaten atau kota yang
berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat dan terletak di ujung barat Pulau
Sumbawa, pada posisi 1160 42’ – 1180 22’ Bujur Timur dan 80 8’ – 90 7’ Lintang
Selatan. Kabupaten yang dikenal dengan motto Sabalong Samalewa yang berarti
seiring sejalan, seimbang dunia dan akhirat ini secara geografis memiliki batas
wilayah Kabupaten Sumbawa sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores
- Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa Barat
- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Dompu
Dilihat dari topografinya, permukaan tanah di wilayah Kabupaten
Sumbawa tidak rata atau cenderung berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar
antara 0 hingga 1.730 meter di atas permukaan laut. Sementara itu ketinggian
untuk kota-kota kecamatan di Kabupaten Sumbawa berkisar antara 10 sampai 650
meter di atas permukaan air laut. Sumbawa Besar merupakan ibu kota kecamatan
yang terendah.
Daerah Kabupaten Sumbawa merupakan daerah yang beriklim tropis yang
dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Temperatur maksimum
mencapai 38,2 derajat Celcius yang terjadi bulan Nopember dan temperatur
minimum 32,4 derajat Celcius yang terjadi pada bulan Pebruari. Kelembaban
maksimum mencapai 87 persen dan minimum 67 persen serta tekanan udara
maksimum 1.011,4 mb dan minimum 1.007,7 mb.
Curah hujan terbanyak di Sumbawa terjadi pada bulan Desember yaitu
sebesar 248,3 mm, kemudian bulan Nopember dan Maret dengan curah hujan
masing-masing sebanyak 144,7 dan 124,2 mm.
29
Pemerintahan Kabupaten Sumbawa secara administratif terdiri dari 20
kecamatan dengan luas wilayah 6.643,98 km2. Distribusi luas wilayah kabupaten
Sumbawa dan jarak dari Kabupaten Sumbawa ke ibu kota kecamatan disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi luas wilayah Kabupaten Sumbawa dan jarak dari Kabupaten Sumbawa ke ibu kota Kecamatan
No. Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Proporsi (%) Jarak (Km)
1 Lunyuk 979,71 14,75 92,00 2 Alas 123,04 1,85 69,00 3 Alas Barat 168,88 2,54 76,00 4 Buer 137,01 2,06 61,00 5 Utan 155,42 2,34 38,00 6 Rhee 230,82 3,47 34,00 7 Batulanteh 391,40 5,89 28,00 8 Sumbawa 44,83 0,67 - 9 Labuhan Badas 435,89 6,56 11,00 10 Unter Iwes 82,38 1,24 1,00 11 Moyo Hilir 186,79 2,81 11,00 12 Moyo Utara * 90,80 1,37 8,00 13 Moyuhulu 311,96 4,70 21,00 14 Ropang * 1.116,25 16,80 61,00 15 Lape Lopok * 360,02 5,42 30,00 16 Plampang 418,69 6,30 62,00 17 Labangka 243,08 3,66 72,00 18 Maronge 274,75 4,14 43,00 19 Empang 558,55 8,41 93,00 20 Tarano 333,71 5,02 96,00
Jumlah 6.643,98 100,00
Keterangan : Sumber dari Sumbawa Dalam Angka (BPS, 2004) dan * adalah daerah penelitian. Lokasi penelitian pada Kabupaten Sumbawa berkaitan dengan desa-desa
sasaran program PIDRA tahun 2003. Program PIDRA adalah salah satu
program pemerintah bagi permasalahan lahan kering. Kabupaten Sumbawa
merupakan wilayah yang didominasi oleh lahan kering dengan luas lahan sebesar
618.560 Ha (93,12%). Distribusi penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2.
30
Tabel 2. Distribusi luas lahan menurut penggunaannya di Kabupaten Sumbawa
Jenis Lahan Luas (Ha) Proporsi (%)
Lahan Sawah 42.340 6.37
Lahan kering 618.560 93.12
Lahan lainnya (tambak, empang) 3.338 0.51
Jumlah 664.238 100,00
Sumber : Sumbawa Dalam Angka (BPS, 2004)
Deskripsi Karakteristik Responden Responden yang diamati dalam penelitian ini umumnya bekerja sebagai
petani, dan ada pula yang mempunyai usaha sampingan lainnya seperti beternak,
berdagang, pengrajin rotan, dan sebagainya. Hal ini disebabkan sasaran anggota
kelompok PIDRA bukan hanya petani tetapi juga mereka yang bukan petani
namun tergolong ”keluarga miskin” yang mencakup petani, penggarap, buruh tani,
pedagang dan keluarga lain yang tidak tergantung pada pertanian sebagai mata
pencahariannya. Beberapa peubah karakteristik individu dari anggota kelompok
mandiri lahan kering dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, tanggungan
keluarga, pendapatan keluarga per bulan, pendidikan formal, pelatihan yang
diikuti, kepemilikan lahan dan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 3.
31
Tabel 3. Karakteristik responden Karakteristik
Individu Klasifikasi Jumlah (orang) Proporsi (%)
Pria 56 51.83 Jenis Kelamin Wanita 53 48.62 20 – 40 Thn 71 65.14 41 – 60 Thn 34 34 Umur > 60 Thn 4 3.67 Tidak ada 2 1.83 1 orang 10 9.17 2 orang 29 26.61 3 orang 36 33.03 4 orang 21 19.27
Tanggungan Keluarga
5 orang 11 10.09 < Rp. 300.000,- 46 42.20 Rp. 300.000,-s/dRp. 500.000,- 50 45.87
Pendapatan Keluarga per bulan > Rp. 500.000- 13 11.93
Tidak sekolah 7 6.42 SD 53 48.62 SLTP 18 16.51 SLTA 30 27.52
Pendidikan Formal
PT 1 0.92 Tidak ada 31 28.44 1 jenis 4 3.67 2 jenis 29 26.61 3 jenis 34 31.19 4 jenis 9 8.26
Pelatihan yang diikuti
5 jenis 2 1.83 Kepemilikan dan Luas Lahan
Tidak ada lahan Ada (< 1 Ha) Ada (> 1 ha)
10 56 43
9.17 51.38 39.45
Jenis kelamin responden antara pria dan wanita mempunyai proporsi yang
tidak berbeda jauh. Responden dengan jenis kelamin pria sebesar 51.38 persen
dan wanita sebesar 48.62 persen.
Tabel 3 menunjukkan bahwa umur responden yang mengikuti program
PIDRA berkisar antara 20 sampai lebih dari 60 tahun, dengan sebagian besar
(65.14%) berada pada umur 20 sampai 40 tahun. Kisaran umur tersebut dapat
dikatakan tergolong tahap dewasa muda dengan umur produktif.
32
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
tanggungan keluarga antara dua dan tiga orang dengan proporsi masing-masing
26.61 persen dan 33.03 persen. Jumlah tanggungan keluarga antara dua dan tiga
orang menunjukkan bahwa jumlah anak yang dimiliki sesuai dengan program
keluarga berencana. Selanjutnya bagi responden yang belum mempunyai
tanggungan keluarga dan yang hanya memiliki tanggungan keluarga satu orang
adalah responden usia muda yang belum menikah atau yang baru menikah tetapi
belum memiliki anak.
Pendapatan responden dalam satu bulan berkisar antara Rp. 50.000,00
sampai dengan Rp. 1.000.000,00 dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp.
343.468,00 per bulan. Pendapatan keluarga responden terbesar berada pada
kisaran Rp. 300.000,00 sampai dengan Rp. 500.000,00 per bulan dengan proporsi
sebesar 45.87 persen. Perbedaan pendapatan disebabkan karena perbedaan
pekerjaan dan adanya usaha sampingan yang dilakukan oleh setiap anggota
keluarga yang berbeda antar keluarga.
Tingkat pendidikan formal responden terdiri atas lima kelompok yaitu
tidak sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas dan Perguruan Tinggi. Kategori ini didasarkan pada
tingkatan pendidikan secara nasional. Sebagian besar responden memiliki tingkat
pendidikan rendah yaitu tingkat Sekolah Dasar (48.62%). Kondisi pendidikan
responden tergolong rendah karena umumnya mewarisi pekerjaan sebagai petani
dari orang tuanya sehingga bersekolah tinggi bukan menjadi persyaratan bagi
mereka dalam bekerja sebagai petani.
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 28.44 persen responden belum
pernah mengikuti pelatihan apapun. Fakta ini ditemukan pada kelompok mandiri
yang baru dibentuk pada tahun 2004 yang tidak ditindaklanjuti segera dengan
pelatihan sebagaimana seharusnya. Hal ini antara lain disebabkan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang
bertugas mendampingi mereka tidak melaksanakan kegiatan pelatihan. Pada
tahun 2005 merupakan masa transisi program dalam memasuki Fase kedua.
Umumnya jumlah pelatihan yang diikuti oleh responden adalah tiga jenis kegiatan
(31.19%). Jenis pelatihan yang diikuti oleh responden dapat dilihat pada Tabel 4.
33
Tabel 4. Jenis pelatihan yang diikuti responden
Jenis Pelatihan Peserta (orang) Proporsi (%)
Gender 71 35.32 Dasar Kelompok Mandiri 40 19.90 Manajemen Organisasi 31 15.42 Pembukuan 40 19.90 Keterampilan Produksi Pertanian dan Ternak
7 3.48
Menjahit 4 1.99 Pembuatan Tempe 2 0.99 Pertukangan 2 0.99 Kepengurusan 4 1.99
Jumlah 201 100.00
Jenis pelatihan yang sering diikuti oleh responden adalah pelatihan materi gender
(35.32%). Materi gender banyak diikuti oleh responden karena merupakan
komponen program PIDRA.
Sebanyak 90.83 persen responden memiliki lahan yang digunakan dalam
produksi pertanian dan ternak. Luas lahan yang dimiliki responden berkisar
antara 0.25 sampai dengan 2.00 hektar umumnya ditanami padi dan kacang hijau
serta digunakan untuk beternak kerbau, sapi, kambing atau kuda. Sebagian besar
(51.38%) responden memiliki lahan kurang dari satu hektar. Lahan merupakan
salah satu modal yang penting dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan
sumberdaya yang dimiliki.
Peran Fasilitator atau Pendamping
Satu desa bisa terdiri atas sepuluh kelompok mandiri yang dibentuk pada
program PIDRA. Empat kelompok dibentuk pada tahun pertama, empat
kelompok pada tahun kedua dan dua kelompok pada tahun ketiga. Setiap desa
mempunyai fasilitator atau pendamping yang terdiri atas PPL sebanyak satu orang
dan LSM sebanyak satu orang. Selanjutnya pada setiap kecamatan terdapat satu
orang petugas untuk monitoring dan evaluasi. Komunikasi antara masyarakat dan
pendamping sangat penting dan mempunyai peran strategis tersendiri di
34
kabupaten Sumbawa agar dimungkinkan tercipta iklim yang kondusif untuk
mendiseminasikan hal-hal yang baru atau teknologi pertanian dan peternakan.
Fasilitator atau pendamping direkrut dari PPL dan LSM tertentu sesuai
dengan tender atau kontrak dengan manajemen PIDRA. Umumnya fasilitator atau
pendamping direkrut dari penduduk setempat karena mereka dianggap lebih dapat
memahami kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga mempermudah
mereka dalam melakukan pendampingan. Berdasarkan tugas pokok dan
fungsinya, pendampingan diarahkan untuk mendorong proses kemandirian
masyarakat. Hal ini secara tidak langsung dapat menjadi sarana dan pelayanan
bagi penduduk miskin untuk berubah dan belajar menyesuaikan diri ke arah yang
lebih baik dalam membangun hubungan dengan orang lain baik dengan kelompok,
keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Penguatan
Penguatan pada kelompok dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan
dan pertemuan kelompok secara rutin. Hal-hal yang dilakukan pendamping atau
fasilitator agar pelatihan dan pertemuan kelompok dapat berjalan lancar adalah
sebagai berikut:
1. Menetapkan waktu pertemuan
Waktu pertemuan tiap bulan ditetapkan secara musyawarah dalam
kelompok dan disampaikan kepada fasilitator dan anggota. Semua anggota
menjadi tahu kapan pertemuan kelompok dilakukan tiap bulan. Hal ini
ditunjukkan dengan responden yang merasa jelas (36.70%) dan yang
merasa sangat jelas (63.30%) mengenai waktu pertemuan kelompok.
2. Penetapan lokasi pertemuan.
Lokasi pertemuan dipilih yang mudah dijangkau oleh semua anggota
kelompok dan apabila ada pergantian tempat anggota saling memberikan
informasi dari mulut ke mulut sebelum waktu pertemuan. Lokasi
pertemuan ada yang menggunakan rumah ketua kelompok sebagai
sekretariat atau dengan bergantian di rumah anggota kelompok. Hal ini
ditunjukkan dengan sebagian besar responden merasa lokasi penelitian
sangat mudah dijangkau (60.55%) dan merasa mudah dijangkau (39.45%).
35
3. Penyajian informasi oleh fasilitator
Sekelompok kecil orang berkumpul dalam suatu wadah pertemuan
kelompok yang diadakan minimal sebulan sekali dengan seorang fasilitator
atau pendamping untuk belajar menerapkan hasil kegiatan pelatihan sesuai
dengan pelatihan yang telah dilaksanakan terutama pelatihan yang bersifat
teknis dan peningkatan kapasitas. Bagi beberapa anggota wadah tersebut
juga digunakan untuk berkonsultasi mengenai masalah-masalah yang
mungkin memerlukan pemecahan masalah. Sebagian besar responden
(60.55%) merasa jelas terhadap penyajian informasi oleh fasilitator, 33.95
persen sangat jelas dan hanya sebanyak 5.50 persen responden yang merasa
tidak jelas.
4. Tempat tinggal fasilitator
Kedekatan responden dengan fasilitator atau pendamping memberikan
keleluasaan waktu dalam pendampingan. Sebanyak 66.97 persen responden
mengetahui tempat tinggal fasilitator atau pendamping dan merasa cukup
jauh dengan kelompok, sebanyak 21.10 persen responden yang merasa
tempat tinggal fasilitator atau pendamping sangat jauh dengan kelompok
atau tidak mengetahui, dan 11.93 persen responden menyatakan sangat
mengetahui tempat tinggal fasilitator atau pendamping karena sering
berkunjung. Hal ini disebabkan fasilitator atau pendamping memiliki
tempat tinggal di luar desa. Hanya untuk lokasi desa yang terpencil dan
sulit dijangkau maka fasilitator atau pendamping menginap beberapa hari di
desa tersebut.
5. Keahlian fasilitator
Fasilitator atau pendamping perlu memiliki orientasi tentang kondisi
masyarakat setempat dan kemampuan dalam memecahkan masalah.
Sebanyak 69.73 persen responden merasa fasilitator atau pendamping
menguasai bidangnya, sebanyak 23.85 persen merasa fasilitator atau
pendamping sangat menguasai bidangnya dan 6.42 persen merasa fasilitator
atau pendamping tidak menguasai bidangnya.
36
6. Sosial Budaya fasilitator
Perbedaan sosial budaya antara fasilitator dan responden tidak menjadi
hambatan yang serius dalam berkomunikasi. Hal ini ditunjukkan dengan
sebanyak 92.66 persen responden merasa sama dengan sosial budaya
fasilitator atau pendamping dan sisanya sebanyak 7.34 persen responden
merasa berbeda dengan sosial budaya fasilitator atau pendamping. Hal ini
disebabkan fasilitator atau pendamping direkrut dari daerah setempat,
memiliki budaya dan bahasa yang sama.
7. Bahasa fasilitator
Bahasa tidak menjadi masalah dalam komunikasi antara fasilitator dan
responden. Semua responden merasa memahami (52.29%) dan sangat
memahami (47.71%) pesan yang disampaikan oleh fasilitator atau
pendamping. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi yakni bahasa
Indonesia dan bahasa Sumbawa.
Penyampaian aspirasi
Penyusunan identifikasi kebutuhan pemberdayaan dan teknis yang
dilakukan oleh fasilitator atau pendamping bersumber dari usulan kebutuhan
kelompok. Beberapa aspirasi, ide dan saran yang dikemukakan oleh responden
dalam kelompok berkaitan dengan hal-hal berikut:
1. Pembukuan yang meliputi cara-cara pengisian buku tabungan dan kas,
tunggakan atau simpan pinjam.
2. Jenis usaha kelompok antara lain: saprodi, pembibitan sapi, membuat pupuk
kompos dan bokasi, membuat tempe, menjahit, pertukangan, menjual minyak
tanah, menjual sembako, menjual kue, bengkel.
3. Penguatan kelompok meliputi pelatihan dan motivasi mengenai gender dan
manajemen organisasi, perkembangan kelompok, kehadiran anggota,
pertemuan rutin, kekompakan, partisipasi anggota, kiat-kiat meningkatkan
dana kelompok, pengelolaan dana, kedatangan pendamping, sekolah lapang,
kemitraan dengan pihak luar (pengusaha dan sebagainya), penerapan aturan
37
kelompok mandiri, meningkatkan hasil pertanian, meningkatkan budidaya
ternak.
Aspirasi kebutuhan kelompok yang disampaikan oleh responden kepada
pendamping atau fasilitator sebagian diresponi secara langsung dan hal-hal yang
tidak bisa diwujudkan dijadikan bahan untuk perencanaan selanjutnya melalui
Rencana Kegiatan Anggaran Tahunan (RKAT) untuk dibahas bersama perwakilan
desa. Hal ini menjadi umpan maju (feedforward) yang diperlukan pada tahap
perencanaan selanjutnya.
Hal-hal yang difasilitasi oleh PIDRA selama ini adalah:
1. Matching grant, pengadaan buku-buku tabungan anggota dan keluarga.
2. Bantuan benih padi, vaksinasi ternak, alat pertukangan, cek dam (bendungan
air), bak penampungan air bersih, sarana produksi dan budidaya padi,
penelitian oleh petani.
3. Pelatihan tentang visi dan misi, pembukuan, gender, manajemen organisasi,
keterampilan pertanian dan ternak, usaha ekonomi, kursus menjahit, tempat
atau balai pertemuan, kunjungan pendamping.
4. Monitoring dan evaluasi.
Harapan yang disampaikan oleh responden apabila program PIDRA telah
selesai adalah sebagai berikut:
1. Pada tingkat masyarakat diharapkan adanya peningkatan taraf hidup
masyarakat, pembangunan di desa, pengembangan prasarana desa, lapangan
kerja, federasi kelompok dan berkembangnya usaha mikro.
2. Pada tingkat kelompok diharapkan kelompok tetap berjalan dan lebih maju,
dana kelompok (matching grant) dapat terus bertambah, usaha kelompok
meningkat dengan adanya pemasaran hasil kelompok dan hasil rotan, tetap ada
pendampingan untuk berkonsultasi, ada pelatihan (anyaman rotan, menjahit,
pembibitan ternak dan lain-lain), mewujudkan kelompok mandiri,
meningkatkan kesejahteraan anggota.
3. Pada tingkat keluarga antara lain: meningkatnya pengetahuan dan
keterampilan bertani, meningkatkan pendapatan, modal usaha, bantuan alat
bajak atau ternak, mesin traktor untuk lahan, bisa meminjam uang untuk
beternak kambing.
38
Partisipasi dalam Kelompok Mandiri Lahan Kering
Manusia berinteraksi dengan lingkungannya tidak terlepas dari apa yang
diyakininya. Kegiatan bekerjasama, saling tolong menolong dan bergotong
royong bukan merupakan hal baru bagi masyarakat desa, begitu pula yang terjadi
menurut pengamatan di desa lokasi penelitian. Hal itu dilakukan karena menjadi
kebiasaan sehari-hari dan timbul secara spontan dari masyarakat setempat.
Kegiatan yang memerlukan perhatian dari orang-orang di desa cukup efektif
dengan menggunakan komunikasi dari mulut ke mulut.
Kelompok mandiri umumnya memiliki visi menuju hidup mandiri dan
sejahtera untuk memajukan kelompok. Visi ini dicapai dengan melaksanakan
kegiatan menabung, simpan pinjam, usaha kelompok dan gotong royong dalam
kelompok. Jumlah anggota per kelompok berkisar antara 15 – 25 anggota. Ciri-
ciri kelompok antara lain: adanya ikatan sosial yang kuat di antara anggotanya,
ada keseragaman ekonomi yaitu penduduk miskin, ada kebebasan berpendapat
dan kepemimpinan dapat berlangsung bergantian di antara anggota. Kesepakatan
anggota dalam kelompok sangat menentukan pada setiap pengambilan keputusan.
Karena itu, peraturan-peraturan kelompok disusun secara musyawarah oleh
anggota dari masing-masing kelompok mandiri, misalnya keanggotaan, pertemuan,
tabungan, kepengurusan, menentukan siapa yang dapat meminjam di kelompok
dan sanksi, seperti denda sebesar Rp 500,00 bagi anggota yang tidak hadir dalam
pertemuan.
Kelompok mandiri juga memiliki beberapa buku seperti buku tamu, buku
keuangan, buku tabungan anggota dan buku simpanan anggota. Setiap transaksi
keuangan yang terjadi dalam kelompok dicatat oleh bendahara yang sudah dilatih.
Dalam kelompok mandiri, sejumlah uang dapat disimpan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang mendesak atau penting dan sisanya dipinjamkan
kepada anggota atau disimpan di Bank. Kebiasaan untuk hidup hemat dengan
menabung secara teratur diharapkan dapat ditumbuhkan melalui kelompok.
Program PIDRA dirancang menjadi program yang efektif dengan tahap-
tahap yang perlu dilalui oleh anggota kelompok. Tahapan tersebut antara lain:
39
Perencanaan
Beberapa rencana yang diajukan oleh responden dalam kelompok mandiri
untuk tahun 2006 antara lain:
• Menyalurkan saprodi (pupuk urea) untuk semua anggota
• Mengadakan pemeliharaan dan penggemukan sapi
• Usaha simpan pinjam
• Kios sembako
• Industri rumah tangga (pembuatan tempe, kue-kue, rengginang udang)
• Usaha bengkel
• Usaha petukangan
• Pemasaran rotan dan mebel
• Jual beli minyak tanah
• Jual beli gabah
Masing-masing kelompok memiliki rencana yang berbeda dengan
kelompok yang lain. Pada kelompok di desa Lenangguar, kecamatan Ropang,
anggota memilih kerajinan rotan dan mebel sebagai usaha kelompok. Hal itu
disebabkan sumberdaya rotan banyak tersedia di hutan yang terletak di wilayah
desa sehingga perencanaan mempertimbangkan sumberdaya atau bahan lokal
yang tersedia.
Beberapa informasi yang masih dibutuhkan responden terdiri dari Gizi
(100%), Pelayanan kesehatan (99.08%), Teknologi produki pertanian, ternak dan
perikanan (99.08%), Usaha dan pemasaran (99.08%), Harga-harga komoditi
(98.17%), Pemilihan jenis tanaman dan ternak (98.17%), Industri rumah tangga
(97.25%), Konservasi lahan kering (97.25%), Teknologi pasca panen (96.33%).
Semua ini dirumuskan oleh kelompok dalam perencanaan yang mereka ajukan ke
program PIDRA.
Pelaksanaan
Sejak mula dalam kelompok sudah dijelaskan bahwa semua orang harus
berkomitmen pada gagasan dan berbagi pengalaman dengan cara terbuka
menyampaikan masalah. Anggota kelompok diminta untuk menyebutkan apa
pemecahan mereka sendiri atas masalah itu dan kemudian membaginya kepada
40
anggota yang lain dalam kelompok dengan membahas perbedaan dan kesamaan
dalam pemecahan serta alasan memilih pemecahan masalah tersebut. Kemudian
kelompok harus sepakat tentang apa yang menjadi jalan keluar terhadap masalah
yang mereka hadapi. Fasilitator atau pendamping mendengarkan diskusi itu,
kemudian memberi umpan balik kepada kelompok berdasarkan pengamatannya.
Perencanaan yang telah dibuat dengan kesepakatan bersama dilakukan untuk
mencapai tujuan yang juga ditetapkan bersama. Alasan responden mengikuti
pelaksanaan program PIDRA antara lain:
1. Tertarik karena ingin tahu, bisa melakukan simpan pinjam, ada perawatan dan
penyemprotan padi, ada informasi, memberikan inspirasi bagi masyarakat,
programnya bagus, menyenangkan dan dapat melihat kemajuan kelompok
PIDRA.
2. Percaya antara lain: ada kebersaman untuk mendukung pembangunan desa,
ada kemajuan dalam bidang pertanian desa, tidak perlu ke tengkulak lagi dan
keinginan menjadi petani yang sukses dapat dimungkinkan untuk terwujud.
3. Bermanfaat dan menguntungkan dengan jual beli beras atau gabah, banyak
keperluan-keperluan yang bisa dipecahkan di kelompok, menambah
pengetahuan, pengalaman dan pendapatan, ada pendamping dan ada bantuan
dana.
Evaluasi
Beberapa kegiatan yang dilakukan responden dalam evaluasi adalah
menanyakan kemajuan, mengecek dan memeriksa serta melakukan penilaian
tentang kemajuan kelompok. Evaluasi adalah suatu kegiatan terencana dan
sistematis yang meliputi;
a. pengamatan untuk mengumpulkan data atau fakta
b. penggunaan pedoman yang telah ditetapkan
c. mengukur atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman
yang telah ditetapkan terlebih dahulu
Pemantauan rutin dan tindak lanjut proses pengembalian pinjaman dilakukan
selama dalam pertemuan. Bahkan semua transaksi berlangsung selama pertemuan
sehingga responden terlibat dalam pengelolaan dana kelompok. Responden
41
memiliki kepedulian dan tanggung jawab dalam setiap kegiatan kelompok.
Biasanya pendamping mengawasi dalam monitoring dan evaluasi bersama-sama
dengan anggota kelompok termasuk mengevaluasi kecenderungan penggunaan
pinjaman, memberikan dukungan agar kelompok memperoleh pendapatan yang
lebih besar, mendapatkan keterampilan baru dan membangun jaringan baru.
Pendamping juga menyampaikan alasan tentang keputusan-keputusan yang
diambil bagi masing-masing kelompok, termasuk besarnya dana matching grant.
Pendanaan kelompok program PIDRA (matching grant) selama ini lebih
banyak berasal dari pinjaman luar negeri. Sedangkan dana pendamping dari
pemerintah (APBD) masih bersifat melengkapi kegiatan operasional. Mengingat
bahwa program ini akan berakhir tahun 2008 maka alokasi anggaran untuk
keberlanjutan program PIDRA perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Oleh
karena itu, sebaiknya kemandirian kelompok yang sudah dibangun tetap
dipertahankan dan difasilitasi oleh pemerintah setempat dengan sistem
pendampingan dan dukungan dana usaha.
Hubungan Karakteristik Individu dan Efektivitas Komunikasi
Program PIDRA memiliki beberapa pesan yang disampaikan antara lain:
gender, manajemen organisasi, pembukuan, keterampilan produksi pertanian dan
peternakan serta usaha ekonomi. Efek pesan yang diamati dalam penelitian ini
meliputi aspek kognitif, afektif dan konatif. Hubungan karakteristik responden
yakni jenis kelamin dan kepemilikan lahan dengan efektivitas komunikasi diuji
dengan menggunakan analisis khi kuadrat.
Tabel 5. Hubungan (χ2) karakteristik individu dan efektivitas komunikasi
Karakteristik Individu
Efektivitas Komunikasi
Materi Gender
Materi Manajemen
Materi Pembukuan
Materi Keterampilan
Materi Usaha
Kognitif 0.21 0.26* 0.18 0.17 0.26 Afektif 0.23 0.05 0.15 0.21 0.17 Jenis Kelamin Konatif 0.31** 0.27* 0.10 0.08 0.29** Kognitif 0.18 0.29* 0.36** 0.07 0.10 Afektif 0.18 0.22 0.21 0.25* 0.17 Kepemilikan
Lahan Konatif 0.17 0.19 0.08 0.15 0.13 Keterangan : * = hubungan nyata pada α=0.05 dan ** = hubungan sangat nyata pada α=0.01.
42
Tabel 5 menunjukkan jenis kelamin berhubungan nyata dengan kognitif
pada materi manajemen organisasi. Artinya, perbedaan jenis kelamin akan
menyebabkan perbedaan pengetahuan dalam hal manajemen organisasi.
Pemahaman materi tersebut berbeda ditunjukkan oleh kemampuan responden
laki-laki yang dapat memberikan penjelasan secara lebih sistematis dan teratur
dalam pembicaraan. Responden pria lebih efektif berkomunikasi dibandingkan
responden wanita.
Kepemilikan lahan berhubungan nyata dengan kognitif pada materi
manajemen organisasi dan berhubungan sangat nyata dengan kognitif pada materi
pembukuan. Hal ini disebabkan responden yang memiliki lahan lebih serius
untuk menerima pengetahuan tentang manajemen organisasi dan pembukuan
karena berkaitan dengan kepentingan responden sebagai manajer bagi lahannya
sendiri. Pengetahuan manajemen organisasi dan pembukuan sangat diperlukan
untuk memberikan alternatif terbaik yang dapat dilakukan terutama berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya dan keuangan yang dimiliki.
Pada Tabel 5 diketahui bahwa kepemilikan lahan juga berhubungan nyata
dengan afektif pada materi keterampilan produksi pertanian dan ternak. Hal ini
disebabkan sikap responden dipengaruhi oleh hal-hal teknis yang berkaitan
dengan proses produksi pertanian dan ternak, sehingga hanya responden yang
memiliki lahan yang lebih memahami dan bersikap terbuka terhadap keterampilan
produksi pertanian dan ternak dibandingkan dengan responden yang tidak
memiliki lahan. Namun demikian, kepemilikan lahan tidak berhubungan nyata
dengan konatif pada materi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang
memiliki lahan belum tentu menerapkan keterampilan tersebut.
Jenis kelamin berhubungan sangat nyata dengan konatif pada materi
gender. Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi tindakan dan perilaku
responden mengenai gender. Responden pria lebih efektif dalam menerapkan
kesetaraan gender. Responden wanita belum sepenuhnya mengambil peran pada
kegiatan forum. Implikasi gender di masyarakat ternyata belum sesuai dengan
yang diharapkan karena dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dengan sistem
patrilineal dan kondisi miskin. Jenis kelamin berhubungan nyata dengan konatif
pada materi manajemen organisasi. Hal ini konsisten dengan asumsi bahwa
43
kerangka kognitif yang berbeda akan memberikan tindakan yang berbeda pula
dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki. Demikian pula perbedaan jenis
kelamin berhubungan sangat nyata dengan konatif pada materi usaha ekonomi.
Responden wanita lebih bereaksi dengan hal-hal yang berkaitan dengan modal
dan kreativitas. Responden wanita tidak takut untuk mengkomunikasikan
gagasannya.
Tabel 6. Hubungan (r-Spearman) karakteristik individu dan efektivitas komunikasi
Karakteristik Individu
Efektivitas Komunikasi
Materi Gender
Materi Manajemen
Materi Pembukuan
Materi Ketrampilan
Materi Usaha
Total
0.06 -0.09 0.01 -0.09 -0.14 -0.04 -0.06 -0.08 -0.10 -0.03 -0.09 -0.04 Umur
Kognitif Afektif Konatif -0.05 -0.01 -0.04 -0.09 -0.18 -0.03 Kognitif 0.11 -0.06 0.06 0.16 0.01 0.15 Afektif 0.02 0.08 0.09 0.15 0.05 0.10 Tanggungan
keluarga Konatif 0.18 0.09 0.20* 0.07 -0.03 0.17 Kognitif 0.22* 0.15 0.06 -0.01 -0.05 0.04 Afektif 0.12 0.01 -0.16 -0.17 0.01 0.00 Pendapatan
keluarga Konatif 0.12 0.29** 0.08 0.15 0.07 0.26** Kognitif 0.02 0.22* 0.06 0.19* 0.13 0.09 Afektif -0.09 -0.12 -0.18 -0.17 -0.10 -0.02 Pendidikan
Formal Konatif 0.00 0.20 0.06 0.19 0.23 0.18 Kognitif 0.47** 0.28** 0.22* -0.17 -0.16 0.19* Afektif 0.38** 0.44** 0.27** 0.27** 0.34** 0.45** Pelatihan
yang diikuti Konatif 0.26** 0.48** 0.31** 0.22* 0.14 0.47** Kognitif 0.16 0.10 0.25** -0.01 -0.10 0.01 Afektif 0.12 0.06 -0.03 0.08 0.07 0.07 Luas lahan Konatif 0.07 0.02 -0.05 0.06 0.00 0.02
Keterangan : * adalah hubungan nyata (p<0.05) dan ** adalah hubungan sangat nyata p<0.01). Berdasarkan uji korelasi Spearman antara karakteristik individu dan
efektivitas komunikasi yang ditunjukkan pada Tabel 6 maka pelatihan atau kursus
yang diikuti responden berhubungan nyata dengan kognitif. Hal ini berarti
semakin banyak pelatihan yang diikuti akan meningkatkan pengetahuan
responden khususnya pada materi gender, manajemen organisasi dan pembukuan.
Dari hasil wawancara dengan responden, materi keterampilan dan usaha ekonomi
belum secara intensif diberikan oleh pendamping disebabkan karena tidak adanya
kegiatan pelatihan selama tahun 2005.
44
Karakteristik individu yakni pelatihan yang diikuti oleh responden
berhubungan nyata dengan afektif pada semua materi. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan semakin banyak pelatihan yang diikuti responden sikapnya lebih
positif dan lebih terbuka pada perubahan mengenai materi yang diajarkan.
Sehingga peranan komunikasi interpersonal yang terjadi dalam pelatihan menjadi
kunci dalam sikap responden dan sebagai proses dalam pengambilan keputusan.
Pelatihan atau kursus yang diikuti berhubungan nyata dengan efektivitas
komunikasi pada aspek kognitif, afektif dan konatif. Hal ini berarti bahwa dengan
semakin banyak pelatihan yang diikuti maka semakin efektif mereka
berkomunikasi untuk meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan
mengambil keputusan. Sejalan dengan pernyataan Tubbs dan Moss (1996)
semakin banyak pelatihan, tugas dan pengalaman yang dimiliki oleh kelompok
dan para anggotanya maka semakin baik kinerja sebagai perseorangan dan sebagai
kelompok. Sebagai contoh, kinerja anggota kelompok mandiri yang diteliti dalam
studi ini, terutama yang mengikuti pelatihan secara teratur ternyata memang
memiliki kemampuan untuk mengajak teman-temannya terlibat di dalam
pelaksanaan program PIDRA.
Pendapatan keluarga juga berhubungan sangat nyata dengan efektivitas
komunikasi pada aspek konatif tentang manajemen organisasi. Hal ini cukup
rasional karena responden dengan pendapatan keluarga yang semakin tinggi akan
lebih efektif berkomunikasi dalam hal pengambilan setiap keputusan yang
berhubungan dengan pengaturan atau pengelolaan sumberdaya yang dimiliki.
Pendapatan keluarga berhubungan tidak nyata dengan efektivitas komunikasi pada
aspek kognitif dan afektif. Pendapatan keluarga bukan merupakan faktor penentu
untuk meningkatkan pengetahuan. Sesuai data pada Tabel 3 pendapatan keluarga
responden relatif sangat rendah sehingga tidak berpengaruh secara nyata pada
sikap mereka.
Tabel 6 menunjukkan bahwa pendidikan formal berhubungan tidak nyata
dengan efektivitas komunikasi baik kognitif, afektif dan konatif. Hal ini
disebabkan materi atau pesan pada program PIDRA bukan pelajaran menurut
kurikulum yang diajarkan di sekolah dan materi yang disampaikan tidak sulit dan
cukup sederhana sehingga sebagian besar responden mengerti dan dapat
45
mengikuti materi yang diajarkan. Pendidikan formal sebagian besar responden
(55%) yaitu tidak sekolah dan hanya tingkat Sekolah Dasar. Namun perbedaan
antara responden yang berada pada tingkat pendidikan rendah, sedang dan tinggi
tidak menghambat kebersamaan responden untuk dapat belajar bersama dalam
kelompok. Materi-materi penyuluhan tanaman pangan, ternak, produksi tanaman
pangan, pendidikan kesehatan, keluarga berencana, perbaikan rumah dan kredit
pertanian yang disampaikan dalam program PIDRA dengan dukungan teknis dari
fasilitator mempermudah mereka memahami materi-materi tersebut.
Pendidikan formal, umur, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan
berhubungan tidak nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek kognitif,
afektif dan konatif. Dengan kata lain, komunikasi yang efektif tidak tergantung
kepada pendidikan formal, umur, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan.
Dengan adanya bantuan dana dan usaha kelompok pada program PIDRA yang
diperoleh maka responden dapat berusaha dan mau ikut serta berpartisipasi demi
kemajuan diri dan kelompok.
Hipotesis 1 tentang hubungan nyata antara karakteristik individu dan
efektivitas komunikasi diterima. Pelatihan yang diikuti merupakan faktor penentu
efektivitas komunikasi. Jenis kelamin, kepemilikan lahan dan pendapatan
keluarga juga memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi.
Hubungan Peran Fasilitator atau Pendamping dan Efektivitas Komunikasi
Bahasa Indonesia dan Sumbawa digunakan sebagai bahasa pengantar oleh
fasilitator atau pendamping sehingga seluruh responden dapat memahami bahkan
terjalin keakraban antara responden dan fasilitator atau pendamping. Semua
responden merasa cocok dengan waktu pertemuan dan merasa lokasi pertemuan
mudah dijangkau. Responden (5.50%) yang merasa tidak jelas dengan penyajian
informasi oleh fasilitator atau pendamping, merasa fasilitator atau pendamping
tidak menguasai materi (6.42%) serta merasa berbeda sosial budaya dengan
fasilitator atau pendamping (7.34%) relatif sedikit. Hal ini disebabkan sebagian
besar dari mereka yang mengemukakan hal ini karena mereka berusia tua, sulit
mengemukakan pendapatnya ataupun memahami penjelasan fasilitator. Bagi
mereka yang penting adalah ikut dalam program. Namun, secara keseluruhan hal
46
ini menunjukkan bahwa pendamping yang memiliki latar belakang budaya yang
relatif sama tidak menghambat pendekatan komunikasi yang mereka lakukan dan
dapat menjalankan pendampingan dengan baik serta mendapat respons yang baik
pula dari masyarakat.
Tabel 7. Hubungan peran fasilitator atau pendamping dan efektivitas komunikasi
Peran Fasilitator
Efektifitas Komunikasi
Materi Gender
Materi Manajemen
Materi Pembukuan
Materi Ketrampilan
Materi Usaha
Total
Kognitif 0.26** 0.12 0.06 0.11 0.15 0.17 Afektif 0.16 0.10 0.05 0.04 0.08 0.14 Penguatan Konatif 0.25** 0.11 0.12 0.24* 0.23* 0.28** Kognitif 0.05 0.19 -0.07 0.11 0.04 0.15 Afektif -0.14 0.09 -0.05 -0.04 0.00 0.05 Aspirasi Konatif -0.04 0.27** 0.09 0.08 0.13 0.24**
Keterangan : * adalah hubungan nyata (p<0.05) dan ** adalah hubungan sangat nyata (p<0.01).
Pada Tabel 7 diketahui bahwa hasil uji rank Spearman antara peran
fasilitator atau pendamping yang mencakup penguatan dan penyampaian aspirasi
berhubungan tidak nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek kognitif.
Dengan kata lain, penguatan dan penyampaian aspirasi oleh fasilitator atau
pendamping tidak mempengaruhi pengetahuan responden. Hal ini disebabkan
kemandirian kelompok sudah mulai terbangun di mana dengan ada atau tidak ada
fasilitator atau pendamping, kelompok mandiri tetap melakukan pertemuan serta
kegiatan kelompok sesuai dengan komitmen mereka.
Peran fasilitator atau pendamping dengan efektivitas komunikasi pada
aspek afektif tidak berhubungan nyata. Artinya fungsi penguatan dan
penyampaian aspirasi tidak menyebabkan perubahan pada sikap responden. Hal
ini antara lain disebabkan oleh rataan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang
rendah. Karena itu, setiap keputusan menerima suatu inovasi yang diperkenalkan
oleh program PIDRA diperhitungkan dengan teliti oleh kelompok dan anggota
sebab kegagalan penerapan inovasi akan sangat mempengaruhi penghidupan
mereka.
Peran fasillitator atau pendamping yakni penguatan berhubungan sangat
nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek konatif terutama tentang materi
47
gender, keterampilan produksi pertanian dan ternak serta usaha ekonomi. Hal ini
menunjukkan bahwa fasilitator atau pendamping berperan pada perubahan
perilaku responden untuk menerapkan kesetaraan gender, keterampilan produksi
pertanian dan ternak serta usaha kelompok. Fasilitator atau pendamping lebih
berperan pada konatif dibandingkan pada kognitif dan afektif. Hal ini antara lain
disebabkan peran fasilitator atau pendamping lebih difokuskan pada interaksi
pembelajaran sesuai tugas pokok dan fungsi mereka menurut panduan PIDRA.
Peran fasilitator atau pendamping yakni penyampaian aspirasi anggota
berhubungan nyata dengan konatif terutama pada materi manajemen organisasi.
Hal ini disebabkan penyampaian aspirasi mereka yang ditindaklanjuti
memberikan motivasi dan harapan kepada responden sehingga mereka lebih giat
mengelola kelompok dalam melaksanakan program PIDRA.
Hipotesis 2 tentang hubungan nyata antara peran pendamping atau
fasilitator dan efektivitas komunikasi diterima. Faktor yang berpengaruh pada
efektivitas komunikasi adalah fungsi penguatan dan penyampaian aspirasi.
Hubungan Partisipasi dalam Kelompok Mandiri dan Efektivitas Komunikasi
Berdasarkan pengamatan di lapangan anggota kelompok mandiri memiliki
minat dan semangat dalam kegiatan yang melibatkan kelompok mereka.
Keinginan untuk saling membantu dan bergotong royong demi kebaikan bersama
tampak dari responden yang tidak memonopoli kesempatan berbicara dalam
pertemuan kelompok atau forum desa. Prinsip learning by doing dan learning by
interaction berlaku dalam hal ini karena dengan belajar dan praktik dalam
suasana kebersamaan dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan
pendapatan.
Tabel 8 menunjukkan bahwa partisipasi anggota dalam kelompok mandiri
pada tahap perencanaan dan pelaksanaan berhubungan sangat nyata dengan
efektivitas komunikasi pada aspek kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa
responden yang berpartisipasi dalam perencanaan secara kontinu dan
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan program PIDRA khususnya
tentang gender dan manajemen organisasi akan meningkat pengetahuannya. Teori
48
yang disertai praktik secara langsung biasanya akan lebih mengasah kemampuan
responden. Sedangkan partisipasi anggota dalam kelompok mandiri pada tahap
evaluasi tidak berhubungan nyata dengan kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa
hampir semua responden dapat memahami segala materi yang disampaikan oleh
fasilitator karena langsung dipraktikkan sehingga mereka langsung memahaminya.
Tabel 8. Hubungan partisipasi dalam kelompok mandiri dan efektivitas
komunikasi
Tahapan Program
Efektifitas Komunikasi
Materi Gender
Materi Manajemen
Materi Pembukuan
Materi Ketrampilan
Materi Usaha Total
Kognitif 0.23* 0.25** 0.11 0.16 0.17 0.30** Afektif 0.09 0.26** 0.08 0.06 0.10 0.25** Perencanaan Konatif 0.25** 0.39** 0.28** 0.30** 0.25** 0.51** Kognitif 0.37** 0.29** 0.16 0.08 0.19 0.35** Afektif 0.31** 0.37** 0.24* 0.12 0.15 0.39** Pelaksanaan Konatif 0.41** 0.42** 0.36** 0.35** 0.40** 0.59** Kognitif 0.33** 0.12 0.25** -0.06 -0.04 0.12 Afektif 0.42** 0.12 0.20* 0.22* 0.17 0.39** Evaluasi Konatif 0.27** 0.37** 0.46** 0.24* 0.29** 0.60**
Keterangan : * adalah hubungan nyata (p<0.05) dan ** adalah hubungan sangat nyata (p<0.01). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa partisipasi anggota
dalam kelompok mandiri pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
berhubungan sangat nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek afektif.
Semakin kontinu responden mengikuti perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
maka semakin terbuka sikap responden terhadap semua materi yang diberikan
mencakup materi tentang gender, manajemen organisasi, pembukuan dan
keterampilan produksi pertanian dan ternak.
Data uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa partisipasi anggota dalam
kelompok mandiri pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
berhubungan sangat nyata dengan efektivitas komunikasi pada tahap konatif.
Sehingga partisipasi anggota dalam kelompok merupakan faktor penentu dalam
efektivitas komunikasi. Hal ini menunjukkan adanya perubahan perilaku yang
sejalan dengan program PIDRA antara lain kesetaraan gender, kemandirian
kelompok, kegiatan menabung, keterampilan bertani dan beternak, mengelola
usaha dan dana kelompok. Dengan kata lain, kelompok dan anggotanya dapat
memperoleh manfaat dari program PIDRA.
49
Hipotesis 3 tentang hubungan nyata antara partisipasi dalam kelompok dan
efektivitas komunikasi diterima. Partisipasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi dalam kelompok berpengaruh dengan efektivitas komunikasi.
Implikasi Penelitian: Model Komunikasi Efektif pada Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
Implikasi penelitian ini mengungkapkan adanya kombinasi dari dua model
komunikasi yaitu model Westley dan MacLean yang menggambarkan peran
fasilitator atau pendamping dan model Tubbs. Setelah komunikator (A) yaitu
pelaksana program PIDRA menyampaikan pesan kepada komunikan (B) yaitu
kelompok mandiri lahan kering melalui fasilitator atau pendamping (C) maka
terjadi umpan balik (feedback) oleh komunikan. Selanjutnya, fasilitator atau
pendamping memberi umpan maju (feedforward) terhadap asupan dari komunikan
(B) sebagai aspirasi mereka yang dijadikan bahan pertimbangan bagi perencanaan
selanjutnya. Kemudian asupan ini disampaikan kepada komunikator (pelaksana
program PIDRA) yang digambarkan dalam garis putus-putus. Pelatihan yang
diikuti dan partisipasi kelompok pada program PIDRA memberi suatu pengertian
bahwa peningkatan kapasitas masyarakat berlangsung dengan bertahap. Ini
berarti bahwa komunikasi tidak mutlak harus mengikuti suatu pola yang linier.
Pengertian bertahap di sini mengacu pada kematangan dalam menjalani setiap
tahap yang sekaligus memberi kesiapan dan landasan untuk memasuki tahapan
lebih lanjut. Oleh karena itu komunikasi bersifat irreversible artinya kita tidak
dapat lagi berada dalam posisi semula (baik dalam pengetahuan, pengalaman
ataupun sikap) sebelum sesuatu pesan menerpa kita, sebagaimana bentuk helical
yang digambarkan dalam model Tubbs karena pelatihan yang diikuti dan
partisipasi dalam kelompok menjadi faktor penentu dalam membangun
komunikasi yang efektif. Model komunikasi efektif pada program PIDRA di
Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dijelaskan pada Gambar 3.
50
Gambar 3. Implikasi penelitian.
C
C
X1
X2
X3
X4
X4
Keterangan: = Feedback atau Feedforward A = Komunikator B = Komunikan C = Fasilitator atau Pendamping X1, X2, X3, X4 = Obyek Orientasi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Sesuai dengan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Karakteristik individu berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi
terutama pada aspek afektif dan konatif. Pelatihan atau kursus yang diikuti
oleh responden menjadi faktor penentu dalam membangun komunikasi
yang efektif pada program PIDRA di kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara
Barat. Jenis kelamin, kepemilikan lahan dan pendapatan keluarga juga
memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi.
2. Peran fasillitator atau pendamping berhubungan nyata dengan efektivitas
komunikasi terutama pada aspek konatif. Hal ini menunjukkan bahwa
fasilitator atau pendamping berperan sebagai agen perubahan.
3. Partisipasi anggota dalam kelompok mandiri berhubungan nyata dengan
efektivitas komunikasi pada aspek kognitif, afektif dan konatif. Partisipasi
anggota dalam kelompok mandiri juga merupakan faktor penentu
efektivitas komunikasi. Hal ini menunjukkan ada perubahan perilaku yang
sejalan dengan program PIDRA antara lain kesetaraan gender, kemandirian
kelompok, kegiatan menabung, keterampilan bertani dan beternak,
mengelola usaha dan dana kelompok. Dengan kata lain, kelompok dan
anggotanya dapat memperoleh manfaat dari program PIDRA.
Saran
Saran yang diajukan adalah: agar program PIDRA dapat kontinu perlu
memperhatikan keberadaan Petugas Penyuluh Lapangan dan Lembaga Swadaya
Masyarakat serta sekaligus memperhatikan karakteristik individu dan partisipasi
dalam kelompok. Selain itu keterlibatan Pemerintah Daerah dalam pengalokasian
anggaran (APBD) perlu didorong untuk direalisasikan pada program mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, S.R. 2001. Efektivitas Komunikasi Organisasi Pelaksana Program KUT [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
BPS, BAPPEDA Kabupaten Sumbawa. 2004. Sumbawa dalam Angka.
Sumbawa: Badan Pusat Statistik dengan Bappeda Kabupaten Sumbawa. Cernea, MM. 1988. Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan Variabel-
variabel Sosiologi di dalam Pembangunan Pedesaan. Jakarta: UI Press. De Vito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia Kuliah Dasar. Edisi Kelima.
Jakarta: Professional Books. DFID. 2001. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Praktek. Jakarta: Departemen
Pertanian. Dinas Pertanian Kabupaten Blitar. 2004. Rencana Operasional Program PIDRA.
Blitar: PIDRA. Eaton, JW. 1986. Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional dari
Konsep ke Aplikasi. Jakarta: UI Press. Effendy, OU. 1984. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa Dan Pembangunan Pedesaan di Negara–
negara Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia. Kerlinger, F. N. 2000. Azas-Azas Penelitian Behavioral. Ed. Ketiga. L. R.
Simatupang dan Koesmanto. HJ, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Fondation of Behavioral Research.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT.
Gramedia. Lionberger, HF dan Gwin. 1982. Communication Strategies: A Guide for
Agricultural Change Agents. Columbia: University of Missouri. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 1988. Ketetapan-ketetapan
MPR RI. Jakarta: Badan Penerbit ALDA. Manjar, A. 2002. Efektivitas Komunikasi Perencanaan Partisipatif P3MD Pada
Lembaga Keamanan Masyarakat Desa (LKMD) di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
53
Mulyana, D. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rejeki, S.N. 1998. Perencanaan Program Penyuluhan (Teori dan Praktek).
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Ruseffendi, E.T. 1994. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non
Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press. Rogers, E.M. 1995. Diffusion of Inovation. New York: The Free Press. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
LP3ES. Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB
Press. Suharto, E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, Kajian
Strategis Pembangunan kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: Refika Aditama.
Tubbs, S.L dan Moss, S. 1996. Human Communication Prinsip-prinsip Dasar
Buku Pertama. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Vardiansyah, D. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: UI Press.
Lampiran 1. Peta Propinsi Nusa Tenggara Barat
55
WEST NUSA TENGGARA Post-Crisis programme for Participatory Integrated Development in Rainfed Areas (PIDRA)
57
Lampiran 3. Distribusi Responden Pada Desa dan Kecamatan Lokasi Penelitian No Desa/Kecamatan Nama Kelompok Mandiri Tahun Jumlah
(Orang)1 Kukin/Moyo Utara KMP Maras Rembang 2004 18 KMW Lonto Engal 16 2 Pungkit Tede/Lape- KMW Anggrek Putih 2003 12 Lopok KMP Buin Tereng 19 KMP Teming Tinggi 1 KMW Mawar Merah 11 3 Tatebal/Ropang KMW Bina Bersama 2003 2 KMP Lete Batu 5 KMP Temang Damai 4 4 Lenangguar/Ropang KMP Tali Jangi 2003 2 KMW Saling Pendi 7 KMW Dea Tuan 5 KMP Riam Remo 7 J u m l a h 109 Keterangan: KMP = Kelompok Mandiri Pria KMW = Kelompok Mandiri Wanita
58
Lampiran 4. Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas Case Processing Summary N %
Valid 20 100.0Excluded(a) 0 .0
Cases
Total 20 100.0a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.809 53 Item-Total Statistics
Pertanyaan Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted Nomor6 106.3500 72.029 .441 .799 Nomor7 106.2500 78.618 -.057 .812 Nomor9 107.4500 78.682 -.065 .812 Nomor10 106.5000 79.842 -.382 .813 Nomor11 106.5500 78.366 .000 .809 Nomor12 107.1500 76.766 .153 .808 Nomor13a 106.5000 74.895 .363 .803 Nomor13b 106.6000 76.779 .207 .807 Nomor13c 106.6000 76.674 .223 .806 Nomor13d 106.8000 76.484 .217 .806 Nomor13e 106.6500 75.082 .311 .804 Nomor13f 106.6500 75.503 .343 .804 Nomor13g 106.5500 75.418 .270 .805 Nomor15 106.3000 76.642 .196 .807 Nomor17 106.7500 78.618 -.058 .814 Nomor18 106.6000 75.832 .206 .807 Nomor21 106.5500 76.261 .182 .807 Nomor23 105.9000 79.989 -.213 .816 Nomor24 106.2500 74.513 .447 .801
59
Item-Total Statistics
Pertanyaan Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted Nomor25a 106.1500 77.292 .093 .809 Nomor25b 106.1000 75.253 .262 .805 Nomor25c 106.0500 76.050 .184 .807 Nomor25d 106.2000 75.221 .275 .805 Nomor25e 106.1500 79.818 -.190 .816 Nomor25f 106.1500 77.818 .018 .812 Nomor25g 106.2000 80.589 -.244 .819 Nomor25h 106.0500 76.997 .094 .810 Nomor25i 106.0500 74.471 .410 .801 Nomor26 105.6000 76.989 .338 .806 Nomor27 106.9000 71.042 .705 .792 Nomor28 106.7000 72.958 .505 .798 Nomor29 106.8500 75.713 .297 .804 Nomor30 106.9500 74.682 .395 .802 Nomor31 107.2000 75.642 .292 .805 Nomor32 106.5500 76.576 .197 .807 Nomor33 106.2000 78.589 -.055 .814 Nomor34 106.3000 77.274 .061 .811 Nomor35 106.6000 80.147 -.223 .817 Nomor36 106.9500 71.418 .788 .792 Nomor37 106.8000 71.958 .654 .794 Nomor38 106.8500 75.713 .297 .804 Nomor39 107.1000 73.253 .555 .798 Nomor40 107.0500 76.471 .182 .807 Nomor41 106.2500 74.197 .390 .802 Nomor41a 106.2000 75.116 .285 .804 Nomor42 106.3000 74.642 .360 .802 Nomor43 106.2000 74.379 .360 .802 Nomor44 106.2500 74.197 .390 .802 Nomor45 106.4500 68.576 .593 .791 Nomor46 106.5500 72.155 .413 .800 Nomor47 106.5500 76.155 .133 .810 Nomor48 106.6000 71.621 .480 .797 Nomor49 106.6000 72.884 .428 .800
r tabel df 51 = 0.1806.
60
Lampiran 5. Hasil Analisis Khi kuadrat untuk jenis kelamin
Kelamin * GenKog Crosstabulation
GenKog Total
.00 1.00 2.00 3.00
Kelamin 1 Count 3 11 32 7 53 Expected Count 1.9 13.1 33.6 4.4 53.0 % within Kelamin 5.7% 20.8% 60.4% 13.2% 100.0% % within GenKog 75.0% 40.7% 46.4% 77.8% 48.6% % of Total 2.8% 10.1% 29.4% 6.4% 48.6% 2 Count 1 16 37 2 56 Expected Count 2.1 13.9 35.4 4.6 56.0 % within Kelamin 1.8% 28.6% 66.1% 3.6% 100.0% % within GenKog 25.0% 59.3% 53.6% 22.2% 51.4% % of Total .9% 14.7% 33.9% 1.8% 51.4%Total Count 4 27 69 9 109 Expected Count 4.0 27.0 69.0 9.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 24.8% 63.3% 8.3% 100.0% % within GenKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 24.8% 63.3% 8.3% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .209 .173 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
61
Kelamin * MOKog Crosstabulation MOKog .00 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 4 9 38 2 53 Expected Count 1.9 6.3 41.3 3.4 53.0 % within Kelamin 7.5% 17.0% 71.7% 3.8% 100.0% % within MOKog 100.0% 69.2% 44.7% 28.6% 48.6% % of Total 3.7% 8.3% 34.9% 1.8% 48.6% 2 Count 0 4 47 5 56 Expected Count 2.1 6.7 43.7 3.6 56.0 % within Kelamin .0% 7.1% 83.9% 8.9% 100.0% % within MOKog .0% 30.8% 55.3% 71.4% 51.4% % of Total .0% 3.7% 43.1% 4.6% 51.4%Total Count 4 13 85 7 109 Expected Count 4.0 13.0 85.0 7.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 11.9% 78.0% 6.4% 100.0% % within MOKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 11.9% 78.0% 6.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .263 .044 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
62
Kelamin * BukuKog Crosstabulation BukuKog .00 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 3 4 37 9 53 Expected Count 1.5 3.4 38.9 9.2 53.0 % within Kelamin 5.7% 7.5% 69.8% 17.0% 100.0% % within BukuKog 100.0% 57.1% 46.3% 47.4% 48.6% % of Total 2.8% 3.7% 33.9% 8.3% 48.6% 2 Count 0 3 43 10 56 Expected Count 1.5 3.6 41.1 9.8 56.0 % within Kelamin .0% 5.4% 76.8% 17.9% 100.0% % within BukuKog .0% 42.9% 53.8% 52.6% 51.4% % of Total .0% 2.8% 39.4% 9.2% 51.4%Total Count 3 7 80 19 109 Expected Count 3.0 7.0 80.0 19.0 109.0 % within Kelamin 2.8% 6.4% 73.4% 17.4% 100.0% % within BukuKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 2.8% 6.4% 73.4% 17.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .178 .312 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
63
Kelamin * KPPTKog Crosstabulation KPPTKog .00 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 9 17 25 2 53 Expected Count 7.8 19.4 24.8 1.0 53.0 % within Kelamin 17.0% 32.1% 47.2% 3.8% 100.0% % within KPPTKog 56.3% 42.5% 49.0% 100.0% 48.6% % of Total 8.3% 15.6% 22.9% 1.8% 48.6% 2 Count 7 23 26 0 56 Expected Count 8.2 20.6 26.2 1.0 56.0 % within Kelamin 12.5% 41.1% 46.4% .0% 100.0% % within KPPTKog 43.8% 57.5% 51.0% .0% 51.4% % of Total 6.4% 21.1% 23.9% .0% 51.4%Total Count 16 40 51 2 109 Expected Count 16.0 40.0 51.0 2.0 109.0 % within Kelamin 14.7% 36.7% 46.8% 1.8% 100.0% % within KPPTKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 14.7% 36.7% 46.8% 1.8% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .166 .378 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
64
Kelamin * UEKog Crosstabulation UEKog .00 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 8 20 24 1 53 Expected Count 7.3 26.7 18.5 .5 53.0 % within Kelamin 15.1% 37.7% 45.3% 1.9% 100.0% % within UEKog 53.3% 36.4% 63.2% 100.0% 48.6% % of Total 7.3% 18.3% 22.0% .9% 48.6% 2 Count 7 35 14 0 56 Expected Count 7.7 28.3 19.5 .5 56.0 % within Kelamin 12.5% 62.5% 25.0% .0% 100.0% % within UEKog 46.7% 63.6% 36.8% .0% 51.4% % of Total 6.4% 32.1% 12.8% .0% 51.4%Total Count 15 55 38 1 109 Expected Count 15.0 55.0 38.0 1.0 109.0 % within Kelamin 13.8% 50.5% 34.9% .9% 100.0% % within UEKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 13.8% 50.5% 34.9% .9% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .257 .052 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
65
Kelamin * GenAfe Crosstabulation GenAfe 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 8 27 18 53 Expected Count 10.2 30.1 12.6 53.0 % within Kelamin 15.1% 50.9% 34.0% 100.0% % within GenAfe 38.1% 43.5% 69.2% 48.6% % of Total 7.3% 24.8% 16.5% 48.6% 2 Count 13 35 8 56 Expected Count 10.8 31.9 13.4 56.0 % within Kelamin 23.2% 62.5% 14.3% 100.0% % within GenAfe 61.9% 56.5% 30.8% 51.4% % of Total 11.9% 32.1% 7.3% 51.4% Total Count 21 62 26 109 Expected Count 21.0 62.0 26.0 109.0 % within Kelamin 19.3% 56.9% 23.9% 100.0% % within GenAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 19.3% 56.9% 23.9% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .228 .050 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
66
Kelamin * MOafe Crosstabulation MOafe 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 3 33 17 53 Expected Count 2.4 33.1 17.5 53.0 % within Kelamin 5.7% 62.3% 32.1% 100.0% % within MOafe 60.0% 48.5% 47.2% 48.6% % of Total 2.8% 30.3% 15.6% 48.6% 2 Count 2 35 19 56 Expected Count 2.6 34.9 18.5 56.0 % within Kelamin 3.6% 62.5% 33.9% 100.0% % within MOafe 40.0% 51.5% 52.8% 51.4% % of Total 1.8% 32.1% 17.4% 51.4% Total Count 5 68 36 109 Expected Count 5.0 68.0 36.0 109.0 % within Kelamin 4.6% 62.4% 33.0% 100.0% % within MOafe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 4.6% 62.4% 33.0% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .051 .866 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
67
Kelamin * BukuAfe Crosstabulation BukuAfe 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 3 26 24 53 Expected Count 1.9 29.7 21.4 53.0 % within Kelamin 5.7% 49.1% 45.3% 100.0% % within BukuAfe 75.0% 42.6% 54.5% 48.6% % of Total 2.8% 23.9% 22.0% 48.6% 2 Count 1 35 20 56 Expected Count 2.1 31.3 22.6 56.0 % within Kelamin 1.8% 62.5% 35.7% 100.0% % within BukuAfe 25.0% 57.4% 45.5% 51.4% % of Total .9% 32.1% 18.3% 51.4% Total Count 4 61 44 109 Expected Count 4.0 61.0 44.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 56.0% 40.4% 100.0% % within BukuAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 56.0% 40.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .153 .271 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
68
Kelamin * KPPTAfe Crosstabulation KPPTAfe 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 3 25 25 53 Expected Count 1.9 30.6 20.4 53.0 % within Kelamin 5.7% 47.2% 47.2% 100.0% % within KPPTAfe 75.0% 39.7% 59.5% 48.6% % of Total 2.8% 22.9% 22.9% 48.6% 2 Count 1 38 17 56 Expected Count 2.1 32.4 21.6 56.0 % within Kelamin 1.8% 67.9% 30.4% 100.0% % within KPPTAfe 25.0% 60.3% 40.5% 51.4% % of Total .9% 34.9% 15.6% 51.4%Total Count 4 63 42 109 Expected Count 4.0 63.0 42.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 57.8% 38.5% 100.0% % within KPPTAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 57.8% 38.5% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .212 .077 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
69
Kelamin * UEAfe Crosstabulation UEAfe 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 3 30 20 53 Expected Count 1.9 34.0 17.0 53.0 % within Kelamin 5.7% 56.6% 37.7% 100.0% % within UEAfe 75.0% 42.9% 57.1% 48.6% % of Total 2.8% 27.5% 18.3% 48.6% 2 Count 1 40 15 56 Expected Count 2.1 36.0 18.0 56.0 % within Kelamin 1.8% 71.4% 26.8% 100.0% % within UEAfe 25.0% 57.1% 42.9% 51.4% % of Total .9% 36.7% 13.8% 51.4% Total Count 4 70 35 109 Expected Count 4.0 70.0 35.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 64.2% 32.1% 100.0% % within UEAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 64.2% 32.1% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .165 .216 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
70
Kelamin * GenKona Crosstabulation GenKona 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 18 23 12 53 Expected Count 12.2 31.6 9.2 53.0 % within Kelamin 34.0% 43.4% 22.6% 100.0% % within GenKona 72.0% 35.4% 63.2% 48.6% % of Total 16.5% 21.1% 11.0% 48.6% 2 Count 42 7 56 7 Expected Count 12.8 33.4 9.8 56.0 % within Kelamin 12.5% 75.0% 12.5% 100.0% % within GenKona 28.0% 64.6% 36.8% 51.4% % of Total 6.4% 38.5% 6.4% 51.4% Total Count 25 65 19 109 Expected Count 25.0 65.0 19.0 109.0 % within Kelamin 22.9% 59.6% 17.4% 100.0% % within GenKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 22.9% 59.6% 17.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .311 .003 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
71
Kelamin * MOKona Crosstabulation MOKona 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 14 23 16 53 Expected Count 13.1 17.0 22.9 53.0 % within Kelamin 26.4% 43.4% 30.2% 100.0% % within MOKona 51.9% 65.7% 34.0% 48.6% % of Total 12.8% 21.1% 14.7% 48.6% 2 Count 13 12 31 56 Expected Count 13.9 18.0 24.1 56.0 % within Kelamin 23.2% 21.4% 55.4% 100.0% % within MOKona 48.1% 34.3% 66.0% 51.4% % of Total 11.9% 11.0% 28.4% 51.4% Total Count 27 35 47 109 Expected Count 27.0 35.0 47.0 109.0 % within Kelamin 24.8% 32.1% 43.1% 100.0% % within MOKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 24.8% 32.1% 43.1% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .265 .017 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
72
Kelamin * BukuKona Crosstabulation BukuKona 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 9 27 17 53 Expected Count 11.2 25.8 16.0 53.0 % within Kelamin 17.0% 50.9% 32.1% 100.0% % within BukuKona 39.1% 50.9% 51.5% 48.6% % of Total 8.3% 24.8% 15.6% 48.6% 2 Count 14 26 16 56 Expected Count 11.8 27.2 17.0 56.0 % within Kelamin 25.0% 46.4% 28.6% 100.0% % within BukuKona 60.9% 49.1% 48.5% 51.4% % of Total 12.8% 23.9% 14.7% 51.4% Total Count 23 53 33 109 Expected Count 23.0 53.0 33.0 109.0 % within Kelamin 21.1% 48.6% 30.3% 100.0% % within BukuKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 21.1% 48.6% 30.3% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .098 .590 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
73
Kelamin * KPPTKona Crosstabulation KPPTKona 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 19 26 8 53 Expected Count 17.0 27.2 8.8 53.0 % within Kelamin 35.8% 49.1% 15.1% 100.0% % within KPPTKona 54.3% 46.4% 44.4% 48.6% % of Total 17.4% 23.9% 7.3% 48.6% 2 Count 16 30 10 56 Expected Count 18.0 28.8 9.2 56.0 % within Kelamin 28.6% 53.6% 17.9% 100.0% % within KPPTKona 45.7% 53.6% 55.6% 51.4% % of Total 14.7% 27.5% 9.2% 51.4%Total Count 35 56 18 109 Expected Count 35.0 56.0 18.0 109.0 % within Kelamin 32.1% 51.4% 16.5% 100.0% % within KPPTKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 32.1% 51.4% 16.5% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .079 .711 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
74
Kelamin * UEKona Crosstabulation UEKona 1.00 2.00 3.00
Total
Kelamin 1 Count 17 28 8 53 Expected Count 21.4 27.7 3.9 53.0 % within Kelamin 32.1% 52.8% 15.1% 100.0% % within UEKona 38.6% 49.1% 100.0% 48.6% % of Total 15.6% 25.7% 7.3% 48.6% 2 Count 27 29 0 56 Expected Count 22.6 29.3 4.1 56.0 % within Kelamin 48.2% 51.8% .0% 100.0% % within UEKona 61.4% 50.9% .0% 51.4% % of Total 24.8% 26.6% .0% 51.4% Total Count 44 57 8 109 Expected Count 44.0 57.0 8.0 109.0 % within Kelamin 40.4% 52.3% 7.3% 100.0% % within UEKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 40.4% 52.3% 7.3% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .293 .006 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
75
Lampiran 6. Hasil Analisis Khi kuadrat untuk kepemilikan lahan Adalahan * GenKog Crosstabulation GenKog .00 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 1 4 5 0 10 Expected Count .4 2.5 6.3 .8 10.0 % within Adalahan 10.0% 40.0% 50.0% .0% 100.0% % within GenKog 25.0% 14.8% 7.2% .0% 9.2% % of Total .9% 3.7% 4.6% .0% 9.2% Ya Count 3 23 64 9 99 Expected Count 3.6 24.5 62.7 8.2 99.0 % within Adalahan 3.0% 23.2% 64.6% 9.1% 100.0% % within GenKog 75.0% 85.2% 92.8% 100.0% 90.8% % of Total 2.8% 21.1% 58.7% 8.3% 90.8%Total Count 4 27 69 9 109 Expected Count 4.0 27.0 69.0 9.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 24.8% 63.3% 8.3% 100.0% % within GenKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 24.8% 63.3% 8.3% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .175 .327 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
76
Adalahan * MOKog Crosstabulation MOKog .00 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 2 2 6 0 10 Expected Count .4 1.2 7.8 .6 10.0 % within Adalahan 20.0% 20.0% 60.0% .0% 100.0% % within MOKog 50.0% 15.4% 7.1% .0% 9.2% % of Total 1.8% 1.8% 5.5% .0% 9.2% Ya Count 2 11 79 7 99 Expected Count 3.6 11.8 77.2 6.4 99.0 % within Adalahan 2.0% 11.1% 79.8% 7.1% 100.0% % within MOKog 50.0% 84.6% 92.9% 100.0% 90.8% % of Total 1.8% 10.1% 72.5% 6.4% 90.8%Total Count 4 13 85 7 109 Expected Count 4.0 13.0 85.0 7.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 11.9% 78.0% 6.4% 100.0% % within MOKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 11.9% 78.0% 6.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .287 .021 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
77
Adalahan * BukuKog Crosstabulation BukuKog .00 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 2 2 5 1 10 Expected Count .3 .6 7.3 1.7 10.0 % within Adalahan 20.0% 20.0% 50.0% 10.0% 100.0% % within BukuKog 66.7% 28.6% 6.3% 5.3% 9.2% % of Total 1.8% 1.8% 4.6% .9% 9.2% Ya Count 1 5 75 18 99 Expected Count 2.7 6.4 72.7 17.3 99.0 % within Adalahan 1.0% 5.1% 75.8% 18.2% 100.0% % within BukuKog 33.3% 71.4% 93.8% 94.7% 90.8% % of Total .9% 4.6% 68.8% 16.5% 90.8%Total Count 3 7 80 19 109 Expected Count 3.0 7.0 80.0 19.0 109.0 % within Adalahan 2.8% 6.4% 73.4% 17.4% 100.0% % within BukuKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 2.8% 6.4% 73.4% 17.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .360 .001 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
78
Adalahan * KPPTKog Crosstabulation KPPTKog .00 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 2 4 4 0 10 Expected Count 1.5 3.7 4.7 .2 10.0 % within Adalahan 20.0% 40.0% 40.0% .0% 100.0% % within KPPTKog 12.5% 10.0% 7.8% .0% 9.2% % of Total 1.8% 3.7% 3.7% .0% 9.2% Ya Count 14 36 47 2 99 Expected Count 14.5 36.3 46.3 1.8 99.0 % within Adalahan 14.1% 36.4% 47.5% 2.0% 100.0% % within KPPTKog 87.5% 90.0% 92.2% 100.0% 90.8% % of Total 12.8% 33.0% 43.1% 1.8% 90.8%Total Count 16 40 51 2 109 Expected Count 16.0 40.0 51.0 2.0 109.0 % within Adalahan 14.7% 36.7% 46.8% 1.8% 100.0% % within KPPTKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 14.7% 36.7% 46.8% 1.8% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .071 .907 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
79
Adalahan * UEKog Crosstabulation UEKog .00 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 1 4 5 0 10 Expected Count 1.4 5.0 3.5 .1 10.0 % within Adalahan 10.0% 40.0% 50.0% .0% 100.0% % within UEKog 6.7% 7.3% 13.2% .0% 9.2% % of Total .9% 3.7% 4.6% .0% 9.2% Ya Count 14 51 33 1 99 Expected Count 13.6 50.0 34.5 .9 99.0 % within Adalahan 14.1% 51.5% 33.3% 1.0% 100.0% % within UEKog 93.3% 92.7% 86.8% 100.0% 90.8% % of Total 12.8% 46.8% 30.3% .9% 90.8%Total Count 15 55 38 1 109 Expected Count 15.0 55.0 38.0 1.0 109.0 % within Adalahan 13.8% 50.5% 34.9% .9% 100.0% % within UEKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 13.8% 50.5% 34.9% .9% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .103 .759 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
80
Adalahan * GenAfe Crosstabulation GenAfe 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 3 7 0 10 Expected Count 1.9 5.7 2.4 10.0 % within Adalahan 30.0% 70.0% .0% 100.0% % within GenAfe 14.3% 11.3% .0% 9.2% % of Total 2.8% 6.4% .0% 9.2% Ya Count 18 55 26 99 Expected Count 19.1 56.3 23.6 99.0 % within Adalahan 18.2% 55.6% 26.3% 100.0% % within GenAfe 85.7% 88.7% 100.0% 90.8% % of Total 16.5% 50.5% 23.9% 90.8% Total Count 21 62 26 109 Expected Count 21.0 62.0 26.0 109.0 % within Adalahan 19.3% 56.9% 23.9% 100.0% % within GenAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 19.3% 56.9% 23.9% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .179 .164 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
81
Adalahan * MOafe Crosstabulation MOafe 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 1 9 0 10 Expected Count .5 6.2 3.3 10.0 % within Adalahan 10.0% 90.0% .0% 100.0% % within MOafe 20.0% 13.2% .0% 9.2% % of Total .9% 8.3% .0% 9.2% Ya Count 4 59 36 99 Expected Count 4.5 61.8 32.7 99.0 % within Adalahan 4.0% 59.6% 36.4% 100.0% % within MOafe 80.0% 86.8% 100.0% 90.8% % of Total 3.7% 54.1% 33.0% 90.8% Total Count 5 68 36 109 Expected Count 5.0 68.0 36.0 109.0 % within Adalahan 4.6% 62.4% 33.0% 100.0% % within MOafe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 4.6% 62.4% 33.0% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .223 .058 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
82
Adalahan * BukuAfe Crosstabulation BukuAfe 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 1 8 1 10 Expected Count .4 5.6 4.0 10.0 % within Adalahan 10.0% 80.0% 10.0% 100.0% % within BukuAfe 25.0% 13.1% 2.3% 9.2% % of Total .9% 7.3% .9% 9.2% Ya Count 3 53 43 99 Expected Count 3.6 55.4 40.0 99.0 % within Adalahan 3.0% 53.5% 43.4% 100.0% % within BukuAfe 75.0% 86.9% 97.7% 90.8% % of Total 2.8% 48.6% 39.4% 90.8% Total Count 4 61 44 109 Expected Count 4.0 61.0 44.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 56.0% 40.4% 100.0% % within BukuAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 56.0% 40.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .206 .088 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
83
Adalahan * KPPTAfe Crosstabulation KPPTAfe 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 1 9 0 10 Expected Count .4 5.8 3.9 10.0 % within Adalahan 10.0% 90.0% .0% 100.0% % within KPPTAfe 25.0% 14.3% .0% 9.2% % of Total .9% 8.3% .0% 9.2% Ya Count 3 54 42 99 Expected Count 3.6 57.2 38.1 99.0 % within Adalahan 3.0% 54.5% 42.4% 100.0% % within KPPTAfe 75.0% 85.7% 100.0% 90.8% % of Total 2.8% 49.5% 38.5% 90.8% Total Count 4 63 42 109 Expected Count 4.0 63.0 42.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 57.8% 38.5% 100.0% % within KPPTAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 57.8% 38.5% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .252 .024 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
84
Adalahan * UEAfe Crosstabulation UEAfe 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 1 8 1 10 Expected Count .4 6.4 3.2 10.0 % within Adalahan 10.0% 80.0% 10.0% 100.0% % within UEAfe 25.0% 11.4% 2.9% 9.2% % of Total .9% 7.3% .9% 9.2% Ya Count 3 62 34 99 Expected Count 3.6 63.6 31.8 99.0 % within Adalahan 3.0% 62.6% 34.3% 100.0% % within UEAfe 75.0% 88.6% 97.1% 90.8% % of Total 2.8% 56.9% 31.2% 90.8% Total Count 4 70 35 109 Expected Count 4.0 70.0 35.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 64.2% 32.1% 100.0% % within UEAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 64.2% 32.1% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .172 .192 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
85
Adalahan * GenKona Crosstabulation GenKona 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 4 6 0 10 Expected Count 2.3 6.0 1.7 10.0 % within Adalahan 40.0% 60.0% .0% 100.0% % within GenKona 16.0% 9.2% .0% 9.2% % of Total 3.7% 5.5% .0% 9.2% Ya Count 21 59 19 99 Expected Count 22.7 59.0 17.3 99.0 % within Adalahan 21.2% 59.6% 19.2% 100.0% % within GenKona 84.0% 90.8% 100.0% 90.8% % of Total 19.3% 54.1% 17.4% 90.8% Total Count 25 65 19 109 Expected Count 25.0 65.0 19.0 109.0 % within Adalahan 22.9% 59.6% 17.4% 100.0% % within GenKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 22.9% 59.6% 17.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .172 .190 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
86
Adalahan * MOKona Crosstabulation MOKona 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 2 6 2 10 Expected Count 2.5 3.2 4.3 10.0 % within Adalahan 20.0% 60.0% 20.0% 100.0% % within MOKona 7.4% 17.1% 4.3% 9.2% % of Total 1.8% 5.5% 1.8% 9.2% Ya Count 25 29 45 99 Expected Count 24.5 31.8 42.7 99.0 % within Adalahan 25.3% 29.3% 45.5% 100.0% % within MOKona 92.6% 82.9% 95.7% 90.8% % of Total 22.9% 26.6% 41.3% 90.8% Total Count 27 35 47 109 Expected Count 27.0 35.0 47.0 109.0 % within Adalahan 24.8% 32.1% 43.1% 100.0% % within MOKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 24.8% 32.1% 43.1% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .191 .127 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
87
Adalahan * BukuKona Crosstabulation BukuKona 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 2 6 2 10 Expected Count 2.1 4.9 3.0 10.0 % within Adalahan 20.0% 60.0% 20.0% 100.0% % within
BukuKona 8.7% 11.3% 6.1% 9.2%
% of Total 1.8% 5.5% 1.8% 9.2% Ya Count 21 47 31 99 Expected Count 20.9 48.1 30.0 99.0 % within Adalahan 21.2% 47.5% 31.3% 100.0% % within
BukuKona 91.3% 88.7% 93.9% 90.8%
% of Total 19.3% 43.1% 28.4% 90.8% Total Count 23 53 33 109 Expected Count 23.0 53.0 33.0 109.0 % within Adalahan 21.1% 48.6% 30.3% 100.0% % within
BukuKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 21.1% 48.6% 30.3% 100.0% Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .079 .711 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
88
Adalahan * KPPTKona Crosstabulation KPPTKona 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 3 7 0 10 Expected Count 3.2 5.1 1.7 10.0 % within Adalahan 30.0% 70.0% .0% 100.0% % within
KPPTKona 8.6% 12.5% .0% 9.2%
% of Total 2.8% 6.4% .0% 9.2% Ya Count 32 49 18 99 Expected Count 31.8 50.9 16.3 99.0 % within Adalahan 32.3% 49.5% 18.2% 100.0% % within
KPPTKona 91.4% 87.5% 100.0% 90.8%
% of Total 29.4% 45.0% 16.5% 90.8% Total Count 35 56 18 109 Expected Count 35.0 56.0 18.0 109.0 % within Adalahan 32.1% 51.4% 16.5% 100.0% % within
KPPTKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 32.1% 51.4% 16.5% 100.0% Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .152 .276 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
89
Adalahan * UEKona Crosstabulation
UEKona 1.00 2.00 3.00
Total
Adalahan Tidak Count 3 7 0 10 Expected Count 4.0 5.2 .7 10.0 % within Adalahan 30.0% 70.0% .0% 100.0% % within UEKona 6.8% 12.3% .0% 9.2% % of Total 2.8% 6.4% .0% 9.2% Ya Count 41 50 8 99 Expected Count 40.0 51.8 7.3 99.0 % within Adalahan 41.4% 50.5% 8.1% 100.0% % within UEKona 93.2% 87.7% 100.0% 90.8% % of Total 37.6% 45.9% 7.3% 90.8%Total Count 44 57 8 109 Expected Count 44.0 57.0 8.0 109.0 % within Adalahan 40.4% 52.3% 7.3% 100.0% % within UEKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 40.4% 52.3% 7.3% 100.0%
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .126 .415 N of Valid Cases 109
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
top related