icut nitip yo mb
Post on 11-Dec-2015
225 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN NY.E
DENGAN GASTROENTRITIS AKUT (GEA) DI BANGSAL CEMPAKA
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
Tugas mandiri KMB II
Di susun oleh:
Elisa Dwi Wahyuningtyas (2420132218)
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan pada Ny.E dengan Gastroentritis Akut di Bangsal Cempaka disusun untuk
memenuhi Tugas Asuhan Individu PKK KMB II Semester IV , pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Praktikan,
(…………………………………………….)
Mengetahui,
CI Lahan, CI Akademi,
(……………………………………..) (……………………………………….)
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi Pengertian
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh virus
maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall, 2006). Pada diare infeksius umum
infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimana pun terjadi
infeksi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu,
motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah besar cairan
cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus, dan pada saat yang sama gerakan
pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini ke depan.
Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus intestinal dari
infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera (kadang oleh
bakteri seperti basilus kolon patogen). Toksin kolera secara langsung menstimulasi sekresi cairan
dan elektrolit yang berlebihan dari kripa Lieberkühn pada ileum distal dan kolon. Jumlahnya
dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon biasanya mengabsorpsi maksimum hanya 6-8
liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan cairan dan elektrolit dapat begitu mengganggu
beberapa hari sehingga dapat menimbulkan kematian.
2. Epidemiologi/insiden kasus
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5 tahun.
Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di Indonesia
merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak – anak. Rotavirus adalah
penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara 7- 17 % disebabkan
adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan ASI lebih jarang menderita
gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula. (Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011).
Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini
adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 – 2,2 episode diare
setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah
sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati, 2008).
Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80% terutama pada anak
dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24 bulan (Subianto, 2001 dalam
Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare menyebabkan 1 milyar episode dengan
angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut) ini
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
a. virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
b. Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
c. Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
d. Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.
e. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi.
2. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
a. Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral).
b. KKP (Kekurangan Kalori Protein).
c. BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono
dkk.,1994 dalam Wicaksono, 2011)
4. Patofisiologi Penyakit
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena
infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi
dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit
dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina
propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat
mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris,
Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan
lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak
sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa
melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya.
PATHWAY
5. Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
a) Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan
Enterotolitis nektrotikans.
b) Diare non spesifik : diare dietetis.
2) Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a) Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkanoleh
bakteri, virus dan parasit.
b) Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:diare
karena bronkhitis.
3) Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai
30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang
berakhir dalam 14 hari.
b) Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang, disetujui
bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih
(Sunoto, 1990).
6. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Karena kehilangan cairan seseorang
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air
yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga
frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis
metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base
excess sangat negatif.
7. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis s
sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan menurun,anus
kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
8. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b.Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup,bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
2. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
3. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
9. Terapi/Tindakan Penanganan
Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu
dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian makanan, sedangkan
terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya
diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus
dehidrasi berat (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Dalam garis besar pengobatan diare
dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :
a.Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan
1) jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous
Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin
dan pernafasan NWL (Normal Water Losses).
2) cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung CWL
(Concomitant water losses) (Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
1) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1
liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L.
Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride
80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada beberapa cairan rehidrasi
oral:
a) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa, yang
dikenal dengan nama oralit.
b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di atas
misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain,
disebut CRO tidak lengkap.
2) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi
parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan
evaluasi:
a) Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah
b) Perubahan tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana, 2011).
b. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena
40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian
antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500
mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg,
Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
c. Obat anti diare
- Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat
bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal.
- Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat
dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/
3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi
feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup
aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
- Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas
dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek
tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang
sekresi elektrolit.
10. Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Malnutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang
elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit buruk,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku
sampai sianosis.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian (data subjektif dan objektif)
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan
masalah.Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik .
Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
2.1.Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
2.2.Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan
bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga.
5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat antidiare, terapi
intravena, dan antibiotic.
7. Pemerikasaan fisik.Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan
bibir kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
- Perkusi : adanya distensi abdomen.
- Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
- Auskultasi : terdengarnya bising usus.
7. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab
secara kuantitatif dan kualitatif.
2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan kulit kering, peningkatan suhu tubuh, haus, kelemahan, membrane mukosa
kering, peningkatan hematokrit.
b. Diare berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya
tiga kali buang air besar cair per hari, ada dorongan.
c. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan makan kontaminan
ditandai dengan nyeri abdomen, distensi abdomen, diare, perubahan bising usus,
mual, muntah.
d. Mual berhubungan dengan iritasi lambung ditandai dengan melaporkan mual, rasa
asam di mulut, peningkatan salivasi, keengganan terhadap makanan.
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan perubahan
selera makan, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga atau melindungi
area nyeri, melaporkan nyeri secara verbal
f. Kesiapan meningkatkan keseimbangan cairan ditandai dengan dehidrasi, turgor
jaringan baik, tidak ada haus berlebihan, membrane mukosa lembab.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologis ditandai dengan nyeri abdomen, diare, bising usus hiperaktif,
ketidakmampuan mencerna makanan, kurang minat pada makanan, membrane
mukosa pucat.
h. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolism ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa hangat.
i. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan
gelisah dan menyadari gejala fisiologis.
j. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan informasi,
kurang pajanan ditandai dengan ketidakakuratan mengikuti perintah.
k. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lembab.
3. Rencana Asuhan Keperawatan (terlampir)
4. Evaluasi
DIAGNOSIS KEPERAWATAN EVALUASI
Diare berhubungan dengan
kontaminan ditandai dengan nyeri
abdomen, sedikitnya tiga kali buang air
besar cair per hari, ada dorongan.
S : pasien tidak mengeluh nyeri
abdomen berlebihan saat eliminasi dan
dorongan berkurang
O : karakteristik feses berbentuk
dan tidak cair, tidak terdapat
nanah/darah, berwarna kuning
kecoklatan.
A : terapi hidrasi dilanjutkan
sampai keadaan umum pasien baik.
P : anjurkan pasien untuk menjaga
pola makan pasca kesembuhan.
Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera kimia ditandai dengan perubahan
selera makan, mengekspresikan perilaku,
S : pasien tidak mengeluh nyeri
dan tidak mengeluh gangguan tidur.
O : pasien tidak meringis, dan
perilaku berjaga-jaga atau melindungi area
nyeri, melaporkan nyeri secara verbal
tidak memegangi daerah yang nyeri.
A : terapi farmakologi dihentikan,
terapi nonfarmakologi dilanjutkan.
P : ajarkan keluarga pasien terapi
nonfarmakologi.
Hipertermia berhubungan dengan
peningkatan laju metabolism ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh di atas
kisaran normal, kulit terasa hangat.
S : pasien tidak gelisah dan tidak
merasa demam.
O : suhu tubuh saat dikaji dalam
rentang normal.
A : antipiretik dihentikan. Berikan
kompres terlebih dahulu, apabila demam
kembali muncul.
P : edukasikan pasien untuk tidak
mandi atau kontak dengan air terlalu
sering.
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States of
America : Mosby.
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification. United
States of America : Mosby
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan
2009-2011. Jakarta : EGC.
Nurmasari, Mega. 2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut
(GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 12
Desember 2011 : http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)
top related