limfodenitis reaktif

Post on 24-Jun-2015

269 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

Kelompok IV

Tutor : dr.Dody Novrial, Sp.PA

Rostikawaty AzizahNoeray PratiwiZahra IbadinaAlfian TagarAras NurbarichIrmaKunang kunangFikri ArdiansyahSudjatiM.Akhsan keliobas

Pendahuluan Perbandingan teori baru dan lama

Dalam penyebarannya, angka tertinggi dari kejadian perubahan reaktif pada kelenjar limfe adalah limfadenitis Tb paru.

Rangsangan infeksi bervariasi dan peradangan nonmikroba tidak hanya menyebabkan leukositosis, tetapi juga melibatkan kelenjar getah bening, yang berfungsi sebagai sawar pertahanan.

Disebabkan oleh berbagai infeksi dari berbagai organisme, seperti bakteri, virus, protozoa, riketsia, dan jamur yang menyebar ke kelenjar getah bening melalui infeksi pada kulit, hidung, telinga, dan mata.

kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan membesar dan jika diraba terasa lunak dan nyeri.

Gejala klinis yang timbul :

demam, nyeri tekan, dan tanda radang. kulit di atasnya terlihat merah dan terasa

hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging

tumbuh atau biasa disebut dengan tumor.

Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah akibat tuberkulosa

limfadenitis Tb paru adalah kejadian perubahan reaktif pada kelenjar limfe yang mempunyai angka penyebaran tertinggi.

Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis

Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh :pembesaran kelenjar getah bening,padat / keras,multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain.

Dapat pula pada kelenjar getah bening sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri seperti abses banal.

Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus menerus.

Tahapan Health Resort Era : Harus dirawat di sanatorium dengan udara bersih-segar, makanan bergizi, sinar matahari yang cukup

Berhasil sembuh dalam waktu > 12 bulan,

Tidak memakai metode perpaduan obat sehingga waktu penyembuhannya cenderung lama

Tahapan Chemotheraphy Era : Ditemukannya streptomycin dan rifampisin

Perlu obat minimal 2 macam agar pengobatan menjadi lebih efektifContoh : Isoniazid dan Rifampisin,

Dapat sembuh dalam waktu 6 bulan-9 bulan,

Penggunaan metode DOTS : menggunakan perpaduan obat dalam penatalaksanaan kasus ini

Terapi pada ibu hamil menggunakan pyrimethamine-sulfonamide, dapat menjadi supresi pada sumsum tulang,

Tehnik : Tes Sabin dan Feldman (deteksi antibodi spesifik, mahal)

Kucing berperan dalam penyebaran Toxoplasma

Menggunakan pencitraan CT-scan untuk penegakan diagnosis

Terapi pada ibu hamil menggunakan spiramycin dikarenakan lebih mudah ditoleransi oleh tubuh,

Tehnik : complement fixation test (CFT), IgG ELISA, dan PCR (polymerase chain reaction), dan bisa menggunakan bahan yang cukup banyak seperti cairan amnion, cerebrospinal, dll.

Selain kucing, kelinci juga berperan dalam penyebaran toksoplasma,

Penggunaan MRI dalam penegakan diagnosis,

Tidak mungkin dari etiologi retroviral, Human herpesvirus-8 tidak

menyebabkan sarkoidosis Penegakan diagnosis dengan induksi

syncytia (IS) dan reverse transcriptase (RT)

Dicurigai penyebabnya adalah infeksi bakteri, gangguan sistem imun, faktor lingkungan dan genetik,

Histopatologi : sel epitel dan sel datia langhans di dermis,

Ada kelainan fungsi imunologik, Penegakan diagnosis : Penggunaan foto

thorax, MRI, CT-scan, Thallium-Gallium scan,

Pengobatan : mencegah progresifitas penyakit, menekan sistem imun,

Obat yang digunakan : Kortikosteroid,

Infeksi Mycobacterium Tuberculosis yang menyebabkan radang pada kelenjar getah bening regioner dari lesi primer dengan benjolan kecil yang merupakan gambaran patologik khas ( tuberkulum ). (Price, 2006)

1. pembesaran kelenjar getah bening, padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain

2. perkijuan seluruh kelenjar kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri seperti abses banal pecah ke kulit sekret terus keluar luka sukar sembuh oleh fistula. (Isnadiarly, 2002)

1. Fase 1 ( TB Primer )

terjadinya granuloma sel epiteloid dan nekrosis pengejuan di lesi primer dan di kelenjar limfe halus. Afek primer dan limfedenitis regional ini disebut kompleks primer resolusi

2. Fase II

Penyebaran hematogen itu bersamaan dengan perjalanan tuberkulosis primer ke paru

 

3. Fase III ( Dormant )pembentukan jaringan parut dan basil menjadi “tidur”. terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba Fallopi, otak, kelenjar limf hilus dan leher, serta di ginjal. Kuman ini bisa tetap tidur selama bertahun-tahun, bisa mengalami reaktivasi bila terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, misalnya pada tindak bedah besar, atau pada infeksi HIV.

4. Fase IVterjadi di paru atau di luar paru. Dalam perjalanan selanjutnya proses ini dapat sembuh tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan fibrosis dan kalsifikasi, membentuk kavitas (kaverne), bahkan dapat menyebabkan broniektasi melalui erosi bronkus. (Isnadiarly, 2002)

a. Pemeriksaan Laboratorium : 1). Kultur Sputum :Positif untuk

Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit

2). Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) Positif untuk basil asam-cepat.

3). Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) :Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) infeksi masa lalu dan adanya antibody

4). Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit) : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis.

5). Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.

6). Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas. (Amin, 2007)

7). Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).

8). Pemeriksaan Radiologis Foto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

 

Tuberkel (+) Seldatialanghans (+) Nekrosiskaseosa (+) Asteroid bodies (–) Fibrosis (+) Basil TBC (+) Mantoux test (+) Kveim test (-)

Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

1. Isoniazid (H) Atau INH, bersifat bakterisid, membunuh 90

% populasi kuman pada hari I. Dosis harian 5 mg/kg berat badan Pengobatan intermiten 3x/7 hari seminggu

diberikan dengan dosis (10 mg/kg berat badan)

2. Rifampisin (R) Bakterisid, membunuh kuman semi dormant

yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid Dosis 10 mg/kg berat badan (sama dengan

pengobatan harian maupun intermiten 3x/7hari)

3. Pirazinamid (Z) Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang

berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan pengobatan intermiten 3 kali seminggu

diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.4. Streptomisin (S) Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan pengobatan intermiten 3 kali seminggu

digunakan dosis yang sama.5. Etambutol (E) bakteriostatik Dosis harian 15 mg/kg berat badan, intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30

mg/kg berat badan. (Price, 2006)

Berhasil bila : Jangka waktu pengobatan penderita

tepat Minum obat yang teratur sesuai dengan

dosis yang telah ditentukan Tidak adanya gangguan

immunologis(Amin, 2007)

definisiPenyakit yang disebabkan oleh parasit

protozoa Toxoplasma gondii.

melalui 4 cara yaitu sebagai berikut. Transmisi dari Makanan Transmisi Zoonotic (dari hewan ke

manusia) Transmisi Kongenital Transmisi yang jarang

Oosit (diproduksi di pencernaan kucing) sporozoit sporozoit matur tachyzoites menginfeksi banyak jaringan, memproduksi respon inflamasi membentuk kista di tempat bradyzoites berkembang dan bereplikasi.

Pada beberapa kasus di pasien immunocompetentbradyzoites terkurung di kista replikasi lambat

Pada kasus immune compromise bradyzoites tachyzoites menyebar ke jaringan

1. Infeksi pada Immunocompetent Host

80-90%% tidak menunjukkan gejala• Infeksi akut limfadenopati simetrik,

demam, dan ruam non-spesifik• kasusnya merupakan tipe benigna dan

dapat disembuhkan dalam beberapa minggu

• Manifestasi infeksi yang parah dapat meliputi chorioretinitis dapat terjadi di immunocompetent host.

Infeksi KongenitalJika si ibu terinfeksi saat sebelum hamil,

sebenarnya tidak ada risiko pada infeksi anaknya, selama dia masih immunocompetent. Apabila infeksi didapat ketika masa kehamilan, maka bisa jadi ada risiko infeksi pada anaknya.

Infeksi selama trimester pertama dan kedua sering menjadi kasus yang terparah.

Sekitar 75 % bayi terinfeksi secara kongenital dan tak menunjukkan gejala, 14 % mendapat kasus chorioretinitis dan 9 % menunjukkan tanda perubahan pada CNS

Infeksi pada Pasien Immunocompromised

konsekuensi dari infeksi yang menetap dan reaktivasi

toksoplasmosis bisa bermanifestasi seperti chorioretinitis, reaktivasi penyakit di pasien ini merupakan sesuatu yang khas dan terjadi di CNS dengan penyusutan otak.Di sistem saraf pusat, bermanifestasi sebagai lesi fokal multipel, biasanya di substansia grisea (Robbins, 2007).

MedikamentosaA. Pada pasien yang tidak hamil,Pada pasien immunocompetent, tidak membutuhkan terapi.

Untuk pasien yang bukanimmunocompetent, berikut ini merupakan terapinya.Dalam 6 minggu,

(a). Pyrimethamine (100 mg per oral dengan diikuti 25-50 mg untuk dosis harian) ditambah dengan sulfadiazine (2-4 g perhari).(b). Pyrimethamine (100 mg per oral dengan diikuti 25-50 mg untuk dosis harian) ditambah clindamycin (300 mg per oral 4 kali sehari).(c). Leucovorin (10-25 mg perhari) seharusnya diberikan kepada semua pasien untuk menghindari keracunan hematologi dari pyrimethamine.(d). Sulfadiazine atau clindamycin dapat diganti dengan azithromycin 500 mg perhari.

  

B. Pada pasien hamil,Diagnosis infeksi akut seringkali sulit

dilakukan selama kehamilan, Kontroversi ilmiah terjadi mengacu pada perawatan

ibunya yang mendapat infeksi. Spiramycin dan pyrimethamine-sulfonamide dua-duanya digunakan, tetapi jarang

memberikan infeksi janin, sehingga efeknya sulit untuk ditentukan. Spiramycin akhirnya lebih digunakan dikarenakan

lebih mudah ditoleransi tubuh dibanding pyrimethamine-sulfonamide. 

1. Pemeriksaan Laboratorium blood cell count dan tes fungsi hati umumnya normal, meskipun limfositosis terjadi.

2. Deteksi tidak langsung, Dilakukan pada wanita hamil dan pasien immunocompromise, Deteksi IgG dapat dilakukan sekitar 2 minggu setelah terjadi infeksi menggunakan

ELISA, tes aviditas IgG, dan tes aglutinasi. Adanya IgG menunjukkan adanya infeksi pada waktu lalu, dan adanya IgM menunjukkan adanya infeksi akut.

3. Deteksi langsung, Polymerase Chain Reaction/PCR di gen T gondii

bisa terjadi lesi tidak diobati sering nekrosis disertai

infiltrat peradangan sel mononukleus bentuk pseudokista atau takizoit individual di tepi daerah nekrotik (Robbins, 2007).

Tachyzoites ditemukan di jaringan dan membuat infeksi akut, dimana kista jaringan dan bradyzoites ditemukan pada infeksi kronik dan bisa ditemukan pada infeksi akut (reaktivasi),

4. Imaging MRI lebih sensitif daripada CT untuk mendeteksi

lesi otak e. Prosedur Biopsi otak, Biopsi limfonodi, Amniosentesis,

Non Medikamentosa (1). Memakan makanan yang benar-

benar matang,(2). Mencuci tangan dengan bersih,(3). Mencuci makanan dengan bersih,(4). Menghindari perjalanan ke daerah

yang endemis untuk menghindari terpajan dengan pajanan (di eropa barat, amerika selatan),

a. Pasien immunocompromise relaps terapi supresif dan imun

b. Bayi toksoplasmosis kongenital prognosis baik.

c. Pasien immunocompetent prognosis yang sangat baik(limfadenopati serta gejala-gejala lainnya dapat sembuh dalam beberapa minggu setelah infeksi)

penyakit dengan :1.proses peradangan granuloma dan

daerah kecil yang berisi sel-sel radang 2.Lokasi Granuloma : dinding alveoli atau

pada dinding bronkiolus dan juga pada pembuluh limfe dada pembesaran pada daerah daerah tersebut.

Penurunan berat badan Batuk Lelah, nyeri tulang dan sendi Anemia.

tidak dapat ditemukan baik dari lesi maupun dari kultur.

Inhalasi bahan kimia seperti zirkonium dan berilium granuloma

Lesi granuloma pada sarkoidosis memiliki kesamaan pada lesi yang disebabkan oleh faktor-faktor infeksi seperti mikobakteria dan fungi atau faktor inorganik

peningkatan pada aktivitas sel B dengan hipergammaglobulinemia dan kompleks imun nonspesifik pada sebagian besar penderita.

gangguan pada produksi vitamin D dengan peningkatan produksi extrarenal

Reaksi kompensasi fisiologi dari supresi kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan penderita sarkoidosis mengalami penyakit celiac (reaksi yang kronis pada rantai protein tertentu, umumnya disebabkan oleh gluten yang ditemukan pada butir gandum kerusakan pada vili-vili usus halus sehingga terjadi malabsorpsi dari nutrisi )

A. Pemeriksaan laboratoris hiperkalsemia pada 3-25% penderita absorpsi kalsium di saluran cerna yang

meningkat akibat sensitivitas terhadap vitamin D11 hiperkalsiuria

kadar hormon paratiroid yang rendah di atas enzim konvertase angiotensin dalam serum

yang dihasilkan oleh sel epiteloid granuloma sarkoid akan meningkat pada 60% penderita.

Kadar lisosim serum dan urin, B2 mikroglobulin dan kolagenase serum juga meningkat.

leukopenia, anemia, eosinofilia, peningkatan laju endap darah, fosfatase alkali dan asam urat dalam serum serta hidroksiprolinuria.

1.) Stage 0, foto thoraks normal2.) Stage 1, foto thoraks dengan pembesaran

kelenjarlimfe tetapi paru-paru bersih3.) Stage 2, foto thoraks dengan pembesaran

kelenjar limfe dan adanya infiltrat pada paru- paru

4.) Stage 3, foto toraks yang menunjukkan adanya infiltrat yang jelas tetapi kelenjar limfe sudah tidak terlihat lagi

5.) Stage 4, foto toraks menunjukkan jaringan parut pada seluruh paru.

 

3. Pemeriksaan Pertukaran Udara pada Paru-paru ke Peredaran Darah.

Sarkoidosis oksigen sulit berdifusi, butuh alat

1. Pulse oximeter 2. Fiber optik bronkoskopi biopsi 3. Bronkoalveolar lavage

Gambaran CT-Scan > foto toraks biasa. berapa besar kerusakan paru yang

disebabkan oleh sarokoidosis Hanya untuk pasien batuk darah

5. Pemeriksaan dengan MRI

MRI adalah suatu alat yang menggunakan gelombang magnet dan gelombang radio yang besar untuk melihat bagian dalam tubuh.

menyuntikkan unsure tersebut pada pembuluh vena untuk menentukan apakah organ hati telah terkena sarkoidosis atau terkena peradangan lainnya. Setelah penyuntikan, tubuh penderita di scanning, apabila ada suatu proses inflamasi akan terjadi kelainan pada penyerapan unsurunsur tersebut pada tubuh

adalah suatu alat untuk melihat perubahan pada biokimia tubuh. Sama seperti alat scanning lainnya, pada pemeriksaan ini dilakukan penyuntikan fluoride. Hasil scanning akan menunjukkan peningkatan aktivitas biokimia pada organ yang sudah tidak berfungsi dengan baik

Harus dilakukan walaupun tanpa adanya gejala pada mata.

Jika ada gejala, maka pemeriksaan harus diulang selama perawatan

Beberapa obat dapat memiliki efek samping pada penglihatan. (Helmi, 2008)

lesi khas granulomatosa yang tidak mengeju dengan biopsy yang memadai.

Granuloma pada sarkoidosis menyerupai granuloma yg disebabkan oleh agen mikroba( mycobacterium dan jamur) atu oleh hipersensitivitas bahan organic.(Nelson, 2001)

adenopati hilus dengan/tanpa kelainan parenkim paru.

Dari pemeriksaan fisik terlihat kulit berwarna kemerahan dan bengkak dan mata berwarna kemerahan. (Helmi, 2008)

Kortikosterioid adrenal menekan manifestasi akut , terutama lesi radang mata

70-80% sarkoidosis akut resolusi spontan mempunyai prognosis yang baik,

1/3 jumlah penderita relaps dan 2/3 sembuuh spontan

Perjalanan penyakit lebih kronik cenderung terjadi pada panderita dengan kelainan kulit spesifik seperti lupus pernio dan penderita dengan HLA B13.

Dapat mengakibatkan kebutaan, sesak nafas, kelemahan, kegagalan ginjal dan lesi kulit yang buruk

angka kematian penyakit ini hanya 3- 6%

Kematian mendadak sering terjadi pada penderita dengan keterlibatan jantung.

5% berakhir dengan kematian.

Contoh perubahan reaktif pada kelenjar limfe diantaranya Limfadenitis Tuberkulosis, Toksoplasma, Sarkoidosis

Prognosis dari perubahan reaktif kelenjar limfe berdasarkan pada kekuatan system pertahan tubuh(imun), apabila pasien immunocompetent prognosis sangat baik, sebaliknya kalau pasien immunocompromise sering terjadi relaps

Pemberian obat dan terapi yang tepat juga mempengaruhi kesembuhan

 

top related