nhn scriptura edisi juli
Post on 02-Apr-2016
250 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Menerima: Bordir Komputer & Pembuatan Seragam, Baju, Kaos kelas, Kaos Panitia, Jaket, Topi, Tas dll
Alamat: Kepuhsari No. 41 Rt. 07 Rw. 05 MaguwoharjoEmail : aji_bordir@yahoo.com
Buntara Aji08122755809
StadionMaguwoharjo
Aji Bordir
Universitas Sanata DharmaKampus III Paingan
idak bisa dipungkiri Tbahwa World Cup
a d a l a h s a l a h s a t u
pertandingan yang paling dinan-
tikan oleh dunia. Bagaimana tidak,
ada lebih dari 30 negara mengikuti
pertandingan tersebut, dan banyak
pemain sepak bola favorit kita
bermain untuk negara mereka
sendiri. Tidak sedikit dari kita akan
mendukung beberapa tim hanya
karena pemain favorit kita. Pasti
ada banyak dari pembaca kami
yang mendukung Argentina
karena Messi atau German karena
Klose. Apapun itu, World Cup
adalah pertandingan dimana kita
memberikan du-kungan kita ke
pemain/tim favorit kita. Meskipun
World Cup adalah sebuah permai-
nan, World Cup adalah permainan
yang spesial. World Cup, atau lebih
tepat sepak bola itu sendiri, adalah
sesuatu yang bisa menyatukan
semua orang. Teman akan ber-
kumpul lalu berbicara menge-nai
pertandingan sepak bola dengan
semangat, mulai dari strategi yang
d i l a k u k a n s a m p a i d e n g a n
pemainnya sendiri. Individu akan
berkumpul menjadi satu hanya
karena sepak bola! P. Ari Subagiyo,
kontributor untuk opini dalam
edisi ini, akan membedah lebih
dalam mengenai fenomena ini.
Dari apa yag kita alami, World
Cup terlihat sebagai ajang yang
menyenangkan bukan?
Namun apakah banyak orang
mengerti bahwa World Cup
mempunyai sisi gelap yang bisa
merugikan banyak orang sampai
sebuah negara? Tahukah orang-
orang bahwa banyak hal yang
harus diorbankan untuk me-
lakukan pertandingan yang di-
lakukan dalam empat tahun sekali
ini, mulai dari tanah milik
penduduk setempat sampai
dengan pekerjaan para pendu-
duk? Semua kerugian yang
dikarenakan oleh World Cup bisa
ditengok dalam artikel utama kita,
yaitu Protes di Balik Gempa Pesta
Fifa. Kami berharap bahwa artikel
tersebut dapat membuka mata fans
World Cup. Bahwa dibal ik
“keceriaan” dan “kesenangan”
yang diberikan World Cup, banyak
air mata dan isak tangis yang
dikeluarkan oleh mereka yang
dikhianati oleh World Cup dan
bahkan negara mereka sendiri.
Menerima: Bordir Komputer & Pembuatan Seragam, Baju, Kaos kelas, Kaos Panitia, Jaket, Topi, Tas dll
Alamat: Kepuhsari No. 41 Rt. 07 Rw. 05 MaguwoharjoEmail : aji_bordir@yahoo.com
Buntara Aji08122755809
StadionMaguwoharjo
Aji Bordir
Universitas Sanata DharmaKampus III Paingan
Sekilas Angka
Sekitar 60 % responden (sumber ketiga) mengatakan
bahwa menggelar World Cup 2014 adalah hal yang buruk
karena mengambil dana dari pendidikan, kesehatan dan
fasilitas umum lainnya.
5.000 penduduk Rio de Janero tergusur
dari Rumah mereka
1.500 polisi menggusur daerah kumuh
di Brazil untuk World Cup 2014
World Cup 2014 dilaksanakan di Brazil sejak 12
Juni hingga 13 Juli 2014. Diikuti oleh 32 negara
di berbagai belahan dunia
PROTES DI BALIK GEMPITA FIFA
“Bukan karena sudah tidak mencintai sepak bola lagi, tapi masyarakat Brasil tidak setuju dengan bagaimana pemerintah menangani Piala Dunia kali ini.”
i a l a D u n i a b u k a n Psekadar ritual yang
diulang empat tahun
s e k a l i . B a g i p u l u h a n j u t a
penontonnya, itulah saat mereka
bisa tenggelam dalam eurofia,
melupakan huru-hara kehidupan
dan bersama menikmati per-
mainan sepak bola indah kelas
internasional. Kali ini, pesta
diselenggarakan di tanah samba,
Brasil. Telah lima kali menyandang
gelar juara, melebihi negara mana
pun di dunia, tim nasional Brasil
diharapkan menampilkan jogo
bonito (permainan indah) terbaik
mereka dan menjadi juara di rumah
sendiri. Sedangkan pemerintahan
Brasil diharapkan memberikan
yang terbaik dari Brasil bagi
turnamen olah raga pal ing
bergengsi ini.
Awal yang Mantap
Pada 2007 Brasil ditunjuk
menjadi tuan rumah Piala Dunia
2014. Ketika itu, Brasil sedang
mengalami masa perekonomian
terbaik mereka dalam satu dekade
terakhir. Ditemukannya minyak di
pantai Rio de Jenairo menarik
banyak investor asing, me-
nyebabkan pasar saham melonjak
hingga 44%, dan mengeluarkan 40
juta orang dari kemiskinan.
Mantan presiden Brasil Luiz Inácio
Lula da Silva mengajukan Piala
Dunia untuk dilaksanakan di
n e g a r a n ya . Pa d a m u l a n ya
masyarakat Brasil menyambut baik
ide tersebut.
Ironisnya, mendekati Piala
Dunia Brasil 2014, masyarakat
Brasil sendiri malah turun ke jalan
Penulis: Istu Septiana
dan memprotes diadakannya Piala
Dunia di negara sepak bola ini. Saat
P i a l a K o n f e d e r a s i , s e b u a h
t u r n a m e n p r a - P i a l a D u n i a
diselenggarakan tahun lalu, para
demonstran berarakan di jalan
menolak ajang olah raga paling
bergengsi ini. Bukan karena sudah
tidak mencintai sepak bola lagi, tapi
masyarakat Brasil tidak setuju
dengan bagaimana pemerintah
menangani Piala Dunia kali ini.
Sejak yang terakhir pada 2010
m e n o r e h k a n p e r t u m b u h a n
ekonomi sebanyak 7,5%, per-
kembangan Brasil kemudian
melambat. Produksi minyak yang
t a d i n ya me n don g k r a k p e r -
ekonomian Brasil ikut mandek
akibat korupsi dan skandal
p e n y i m p a n g a n d a l a m p e -
ngelolaan. Ekonomi Brasil kini
sudah empat tahun mengalami
kemerosotan.
Kesadaran Sosial yang Tinggi
Meskipun begitu, pada saat
yang sama ketimpangan sosial juga
telah berkurang secara dramatis.
Hal ini menyebabkan pengharapan
terhadap pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Brasil bertambah.
Dengan tingkat kesadaran sosial
yang tinggi, masyarakat Brasil
menolak pengucuran dana sebesar
11 miliar dolar AS (sekitar 128
triliun rupiah) untuk Piala Dunia
yang menyebabkan acara empat
tahunan kali ini menjadi yang
termahal dibandingkan Piala
Dunia sebelumnya. Masyarakat
Brasil lebih memilih agar dana
tersebut dialokasikan untuk
perbaikan pelayanan publik.
Brasil, sebuah negara ber-
kembang yang berpenduduk 202
juta orang, masih memiliki sistem
pendidikan yang rapuh, upah
yang rendah, serta rumah sakit
yang terlampau padat. Diseleng-
garakannya Piala Dunia di negara
ini , t idak peduli seberapa
gemilang prestasi dan seberapa
besar gairah yang Brasil miliki
untuk sepak bola, tidak akan
menyelesaikan masalah-masalah
nyata yang dihadapi masyarakat
Brasil.
Esai
Hot NewsHot News
“Gajah Putih” Raksasa
FIFA mewajibkan negara mana
pun yang menjadi tuan rumah
untuk menyediakan delapan
stadion untuk 64 pertandingan.
Dengan tujuan ingin meyebarkan
keuntungan yang didapat dari
Piala Dunia di negaranya secara
merata, Brasil menyanggupi untuk
menyediakan dua belas stadion di
dua belas kota. Alhasil, Brasil harus
memilih kota-kota “kecil” untuk
tidak hanya menyediakan stadion
berstandar FIFA, tapi juga
menjamu puluhan ribu turis yang
datang untuk menyaksikan
pertandingan. Kota-kota kecil ini
pun kewalahan. Pem-
bangunan stadion-nya
sendiri saja memakan
biaya hingga 4 miliar
dolar AS—tujuh kota
membangun stadion baru
sedangkan lima lainnya
merenovasi stadion yang
sudah ada.
D u g a a n k o r u p s i
b e r m u n c u l a n a k i b a t
penggelembungan dana
dalam pembangunan
stadion. Awalnya, pe-
m e r i n t a h B r a s i l
mengatakan akan menggunakan
p e n d a n a a n s w a s t a u n t u k
pembangunan stadion. Namun,
p a d a a k h i r n ya p e m e r i n t a h
menggunakan pendapatan pajak
karena biayanya ternyata berlipat
dari yang semula direncanakan.
Selain itu, para pemberi pinjaman
swasta meragukan keuntungan
stadion di masa mendatang.
K i t a b i s a b e r k a c a d a r i
pengalaman Afrika Selatan. Cape
Town Stadium, salah satu dari
sepuluh stadion bekas Piala Dunia
2010, sekarang digunakan untuk
pertandingan lokal yang diisi
kurang dari 10% penonton dari
55.000 kursi. Kadang kala stadium
ini digunakan untuk menonton
konser kelas internasional .
Tempatnya bisa juga disewakan
untuk pernikahan atau acara lain,
seperti fashion show. Setiap minggu,
kira-kira 100 orang turis datang ke
sana untuk mengikuti tur seharga
sekitar $4 di stadium bekas Piala
Dunia tersebut. Meskipun begitu,
stadium Cape Town tetap lebih
sering kosong dan menganggur.
Pemerintah daerah berharap
sebuah tim rugby setempat ternama
akan pindah ke sana, tapi mereka
tidak mau karena biaya perawatan
yang terlalu tinggi. Kira-kira Cape
Town kehilangan 6 juta hingga 10
juta dolar AS setiap tahunnya.
Sebagian masyarakat setempat
bahkan menyarankan agar stadium
tersebut dihancurkan untuk
menghemat uang.
Stadium Arena da Amazonia di
Manaus merupakan contoh yang
sempurna untuk menggambarkan
sisa sampah yang ditinggalkan
Piala Dunia. Kota Manaus terletak
di tengah hutan Amazon dan
memiliki iklim ekstrem dengan
kelembaban hingga 89%. Kota ini
terpencil dan jauh dari pantai
sehingga pengangkutan barang
dari luar negeri harus melewati
sungai . S tadium Arena da
Amazonia digunakan untuk empat
pertandingan saja selama Piala
Dunia. Setelah itu, stadium ini
mungkin akan jarang sekali
digunakan lagi karena di Manaus
sendiri tidak ada klub sepak bola
atau olah raga lain yang besar.
Klub sepak bola lokal di Manaus
bermain di divisi keempat dan
hanya mampu menarik sekitar
1 . 5 0 0 p e n o n t o n u n t u k
pertandingan lokal terbesar. Biaya
perawatan stadium berkapasitas
sekitar 40.000 orang ini akan
terlalu mahal jika dikelola oleh
sebuah klub kecil.
Hal seperti inilah yang ditakutkan
akan terjadi. Seusai turnamen
berakhir dan para turis telah
kembali ke kampung halaman
masing-masing, sebagian
besar stadium bekas Piala
Dunia akan menjadi
seonggok gajah putih
raksasa yang ditinggalkan
begitu saja.
Setengah Jalan
S e m e n t a r a i t u , k e -
untungan infrastruktur
dari Piala Dunia yang
selama ini dipromosikan
o l e h F I F A t i d a k
sepenuhnya terwujud.
Pemerintah Brasil men-
janjikan 8 miliar dolar AS akan
dihabiskan untuk 56 bandara, jalur
subway, dan proyek nasional
lainnya. Namun, hanya sepuluh
proyek infras-truktur saja yang
s e l e s a i p a d a w a k t u n y a .
Kebanyakan proyek-proyek yang
direncanakan ditunda sehingga
masih belum selesai sampai
sekarang. Proyek bullet train antar
Rio dengan Sao Paulo senilai 16
juta dolar AS yang dijanjikan
untuk Piala Dunia ditunda dan
direncanakan untuk tahun 2020.
Jalur rapid bus dari bandara Rio ke
Barra da Tijuaca, yang didesain
khusus untuk Piala Dunia, hanya
terselesaikan 22 buah dari 47
stasiun.
Esai
Pada 3 Juli lalu, jalan layang
yang belum selesai di kota Belo
Horizonte runtuh menimpa
kendaraan di bawahnya. Ke-
celakaan ini menyebabkan dua
orang meninggal dan sembilan
belas orang terluka. Jalan layang
tersebut hanya berjarak tiga
kilometer dari stadium Mineirão
ya n g m e n j a d i t e m p a t p e r -
tandingan Piala Dunia. Pengerjaan
jalan layang ini sudah dimulai sejak
2010 dan semestinya selesai pada
Mei lalu.
Polesan yang Dipaksakan
Penggerak-penggerak sosial
juga sibuk menyerukan peng-
gusuran yang terjadi. Mereka
mengklaim bahwa 170.000 orang
diancam atau sudah digusur dari
tempat tinggal mereka. Sebagian
besar korban penggusuran ini
berada di favela atau daerah
perkumuhan. Penggusuran dila-
kukan secara kasar dan kurang
konsultasi dengan komunitas-
komunitas setempat, seperti yang
terjadi pada penduduk Morro da
Providência, sebuah favela di Rio de
Jenairo. Mereka mengetahui bahwa
mereka akan digusur setelah rumah
mereka dicat dalam semalam tanpa
negosiasi sebelumnya.
Favela-favela digusur dan
penduduknya dipindahkan ke
tempat lain dengan berbagai
alasan—untuk pembangunan jalan,
stadium, tempat tinggal para atlet
dan, tentunya, urbanisasi yang
direncanakan pemerintah untuk
memberi kesan pada para turis
bahwa Brazil bukanlah sebuah
negara kumuh. Letak favela yang
strategis juga menjadi incaran para
konstruktor besar karena memiliki
harga yang meroket akibat dari
Piala Dunia. Apapun alasannya,
para penduduk ini tetap menjadi
korban dari jalan pintas yang
dipilih pemerintah dalam rangka
memoles kota-kota Brasil sebelum
para turis datang menikmati
turnamen olah raga terpopuler di
dunia.
Taktik Politik
Pemerintah bukannya tanpa
a l a s a n m e m b i a r k a n s e g a l a
kekacauan ini terjadi. Presiden
Brasil Dilma Rouseff pun telah
berkali-kali diprotes atas sikap
diamnya. Sejak awal pemerintah
memang bersikeras bahwa Piala
Dunia akan memberi dampak baik
bagi perekonomian Brasil, ter-
utama dari segi infrastruktur dan
pariwisata. Jika perekonomian
Brasil bisa membaik karena Piala
Dunia, hal ini tentu akan mem-
pengaruhi elektibilitas Rouseff
pada pemilihan presiden Oktober
nanti. Keberhasilan Brasil sebagai
tuan rumah, jika memang layak
dianggap berhasil sebagaimana
anggapan yang diberikan oleh
presiden FIFA Sepp Blatter, bisa
mendongkrak popularitas peme-
rintahan Rouseff sekarang ini.
Bukan untuk Jangka Panjang
Bagaimanapun juga, banyak
ahli ekonomi yang meragukan
dampak baik Piala Dunia bagi
perekonomian negara tuan rumah.
Warga lokal memang sempat
mencicipi melimpahnya lowongan
ker ja ak ibat pembangunan
stadium serta infrastruktur dan
fasilitas lain di sekitarnya. Namun,
hal tersebut hanya terjadi dalam
beberapa bulan saja. Setelah
pembangunan selesai, tidak ada
lagi lapangan kerja yang tersedia
bagi para pekerjanya. Keuntungan
yang didapat negara tuan rumah
juga tidak banyak jika diban-
dingkan dengan investasi yang
diberikan. Afrika Selatan hanya
mendapat keuntungan 513 juta
dolar AS setelah meng-habiskan
4,5 miliar dolar AS untuk stadium
dan infrastruktur lainnya untuk
Piala Dunia 2010.
Gengsi
Sekarang pesta telah berakhir.
Opera sabun di lapangan tamat
dengan Jerman keluar sebagai
juara untuk keempat kalinya dan
Brasil menjadi lelucon getir di
rumah sendiri setelah terdampar
di peringkat empat secara
memalukan. Dunia mungkin
sudah berpaling dari Brasil dan
kembali ke rutinitas mereka lagi,
tapi setidaknya, berkat Piala Dunia
juga, masyarakat Brasil men-
dapatkan sorotan atas masalah-
masalah sosial mereka. Sorotan
internasional ini semestinya bisa
membantu Brasil menyelesaikan
kekacauan yang didapat karena
pemerintah lebih mementingkan
P ia la Dunia d ibandingkan
masyarakat kecil. Indonesia juga
bisa belajar dari Brasil bahwa
sebuah negara berkembang yang
padat potens i karena me-
limpahnya sumber daya alam dan
manusia tetap akan sulit ber-
kembang apabila pemer-intahnya
meletakkan gengsi di atas pem-
bangunan yang integral dan men-
yeluruh.
Sumber:
http://www.theguardian.com/commentisf
ree/2014/jun/22/sepp-blatter-football-
deserves-better-world-cup-brazil
http://www.theguardian.com/football/201
4/may/26/eric-cantona-fifa-qatar-world-
cup-brazil
“Penggusuran dilakukan secara
kasar dan kurang konsultasi dengan komunitas-komunitas
setempat.
”
Esai
Pisang Perusak Kesakralan Sepak Bola Penulis: Frederikus Boli Lolan
Segala bentuk perbedaan
d a r i b e r b a g a i l a t a r
belakang kehidupan para
pemain dipersatukan dalam satu
bahasa dan pemahaman, yaitu
sepak bola. Sepak bola adalah ba-
hasa universal. Ia adalah bahasa
yang memberikan kepuasan serta
kegembiraan bagi pemainnya dan
juga penonton yang menyaksikan
tanpa mengenal batas usia, ras,
golongan, dan jenis kelamin.
Begitulah kekuatan sepak bola di
mata dunia yang mempersatukan
segala perbedaan. Namun, se-
belum mengklaim sepak bola
menjadi ajang pemersatu yang
melahirkan ikatan persaudaraan
yang kuat, kita perlu melihat
kembali perjalanan sepak bola
dunia yang lahir dan berkembang
di berbagai belahan dunia.
Berbagai cerita perjalanan sepak
bola sejak zaman sebelum tahun
1989 dan setelahnya memiliki
kepahitan yang sama. Kepahitan
itu terus saja terjadi berulang kali
dalam ritual yang dikenal dengan
pertandingan.
Sepak bola ternyata tidak hanya
mempersatukan bangsa, tetapi bisa
menghancurkan oleh karena
tindakan meremehkan golongan
lain dalam pertandingan. Persoalan
kemanusiaan sering timbul dalam
pertandingan yang kerap dianggap
sakral itu, seperti ejekan dan
anggapan lemahnya tim lawan dari
golongan, negara asal ataupun ras
yang berbeda. Rasisme dalam
sepak bola selalu saja menjadi
senjata perusak kesakralan per-
tandingan, seperti ejekan terhadap
tim lain yang menggambarkan ras
dari golongan tersebut.
Banyak kisah yang meng-
gambarkan kepahi tan para
pesepak bola dari golongan kulit
hitam yang seringkali diejek dan
dicibir tidak layak bermain di
lapangan dengan para pemain
kulit putih. Sepak bola masih
dianggap sebagai olah raga kaum
elit berkulit putih. Ini terjadi di luar
Eropa, khususnya Amerika dan
Afrika. Para penonton seringkali
melontarkan celaan yang di-
tujukan kepada pemain berkulit
hitam. Hal ini bahkan sudah terjadi
tahun 1914 pada Carlos Alberto di
Rio de Janeiro ketika bermain
untuk klub Fluminense. Umpatan
dan ejekan membahana seketika
pada pemain berkulit hitam ini saat
ia turun ke lapangan. Pada masa itu
tak ada yang berani mem-berontak
soal diskriminasi rasial yang terjadi
di lapangan. Banyak pemain kulit
hitam yang takut karirnya ter-
ancam, demikian menurut pa-kar
sejarah Marcel Diego Tonini. Tahun
1989 rasisme barulah dianggap
persoalan humanisme yang serius
di Brasil dan menjadi konsentrasi
di bidang hukum. Sejak saat itu
kasus terkait diskriminasi dan
serangan rasial secara perlahan
naik ke meja pengadilan.
Walau telah menjadi bagian
dari tindakan melawan hukum di
Brasil, diskriminasi rasial masih
tetap terjadi. Masih ada fans Brasil
yang sering mencerca pemain
dengan mengatakan mereka yang
berkulit hitam lebih layak berada
di sirkus. Bahkan lebih dari itu,
mereka pun melempari mobil
milik Chagas, seorang wasit
berkulit hitam dengan pisang. Aksi
berbau rasis itu memang tak
mudah untuk dihapus seketika.
Hal itu justru terus hidup hingga
sekarang. Penghinaan terhadap
pemain kul i t hi tam belum
memiliki akhir. Namun, justru
menjadi ironis ketika melihat kisah
kejayaan pemain sepak bola di
Brasil yang malah lebih banyak
lahir dari pemain berkulit hitam.
Sebut saja si Pele, Ronaldhino,
Romario, dan beberapa pemain
lain yang muncul sebagai idola
Brasil dan bagi kejayaan sepak bola
negeri samba itu di mata dunia.
Dari Amerika, perlakuan dis-
kriminasi ini pun akhirnya ada dan
hidup di Eropa. Banyak pemain
Afrika ataupun Afro-Amerika
selalu mendapat ejekan berbau
rasis. Beberapa kisah per-lakuan
cercaan hingga sinisme melalui
tatapan mata telah banyak
dihadapi para pemain dalam
sejarah buruk rasisme sepak bola.
Perlakuan itu terjadi pada Paul
Tokoh
Ince, Marcel Desailly, George Weah,
Thierry Henry, Lilian Thuram, dan
Zinedine Zidane. Tidak hanya
cercaan dan tatapan sinis, tetapi
para pemain itu diasosiasikan
dengan monyet lewat teriakan,
lemparan kacang dan pisang yang
dalam beberapa periode dihadapi
Samuel Eto'o, Ali Khameni, dan
Dani Alves di Spanyol. Perlakuan
yang sama pun dialami oleh Mario
Baloteli, Kevin Prince Boateng di
Italia; Patrice Evra di Inggris, dan
Shaun Wright-Phillips. Berbagai
perlakuan di atas cukup menjadi
bukti bahwa masih ada manusia
yang menganggap dirinya lebih
beradab dari yang lain dengan
warna kulit sebagai indikatornya.
Menghadapi perlakuan seperti
itu, ada berbagai macam reaksi dari
pemain yang menjadi korban
rasisme sepak bola itu. Me-
ninggalkan lapangan pertan-
dingan, beradu mulut dengan
pemain lawan ataupun meminta
wa s i t m e m b e r i k a n t e g u r a n
merupakan sikap protes terhadap
hinaan yang mereka peroleh.
Adapun aksi yang di-lakukan Dani
Alves di liga Spanyol saat Bar-
celona, timnya melawan Villareal
menjadi sejarah baru dalam kisah
perlawanan rasisme di dunia sepak
bola. Memakan buah pisang yang
di lemparkan o leh suporter
Villareal merupakan aksi dingin
dari seorang Dani Alves pemain
berkebangsaan Brasil. Dani Alves
mendapat banyak apresiasi positif
dari berbagai kalangan lewat
media sosial. Tidak hanya memuji,
orang-orang yang berada di pihak
Alves, seperti sesama pesepakbola,
selebritis, hingga Perdana Menteri
Italia, Matteo Renzi justru lang-
sung meng-kampanyekan anti-
rasisme melalui makan pisang
secara massal. Dalam gerakan
tersebut, Neymar, seorang pemain
Brasil yang merumput di Bar-
celona, juga membuat per-nyataan
sikap berbunyi Somos Todos Monos
yang berarti kita semua monyet.
Pernyataan sikap tersebut dibuat
setelah kejadian buruk menimpa
rekannya Dani Alves. Aksi ini
disebarkan melalui Twitter dengan
memosting foto dirinya dan
anaknya, Lucca yang sedang me-
megang pisang.
Aksi makan pisang inipun
menjadi gerakan anti rasisme
dalam sepak bola terkini hingga
dipopulerkan di Piala Dunia 2014
di Brasil. Memakan pisang adalah
tindakan yang terlihat lucu di mata
sebagian orang. Namun poin
utama yang disampaikan adalah
Dani Alves tidak merasa dirinya
cengeng atau lemah di mata dunia
dengan ejekan itu. Ia bahkan
mampu membalas ejekan pahit itu
dengan sebuah aksi lucu dan
membuat orang tertawa. Namun,
akhirnya sadar bahwa yang
ditertawakan itu adalah ke-
benaran yang terjadi, bahwa dis-
kriminasi rasial tidak perlu lagi
hidup dan merusak keramatnya
sepak bola. Ini bisa menyadarkan
supporter bahwa aksi yang
dibuatnya sungguh tidak ber-
pengaruh besar pada per-
tandingan dan semangat spor-
tifitas sepak bola.
Tindakan rasisme dari para
supporter memang susah di-
hentikan. Namun, satu hal yang
patut dipahami bersama bahwa
selalu ada perlawanan untuk
menghapusnya. Perlawanan itu
dilakukan melalui pernyataan
sikap dalam melawan rasisme
yang dikemas dengan pernyataan
say no to racism. Perlawanan yang
dilakukan itu tidak untuk sebuah
profesi dan hiburan saja, tetapi
juga untuk memperjuangkan
kesetaraan harkat dan martabat
para pemain sebagai manusia.
Dari Biro Olahraga Menjadi UKM Mapasadha, Mari Tengok Tradisi-Tradisi Uniknya!
Penulis: Santa Monica
ari sekian banyak DUKM di Universitas
Sanata Dharma, salah
satu UKM yang telah lama berdiri
adalah UKM Mapasadha (Ma-
hasiswa Pencinta Alam Universitas
Sanata Dharma). Seperti tertera
dalam namanya, UKM Mapasadha
aktif bergelut dalam kegiatan-
kegiatan pencinta alam juga aksi
sosial di lingkungan sekitar. Akan
tetapi, ada beberapa hal dari
Mapasadha yang membuat UKM
ini berbeda dari pecinta alam
lainnya.
Tokoh
Sejarah telah menorehkan UKM
Mapasadha berdiri selama 32 tahun
di bawah naungan Universitas
Sanata Dharma. UKM Mapasadha
terbentuk dan mengawali per-
jalanannya hingga hari ini sejak 10
Oktober 1981. Peresmian ter-
bentuknya unit kegiatan pencinta
alam ini dilakukan di Puncak
Gunung Lawu oleh sembilan ma-
hasiswa Universi tas Sanata
Dharma dengan hobi yang sama,
yaitu mendaki gunung. Pada saat
itu UKM Mapasadha masih
bernama Biro Olahraga Universitas
Sanata Dharma. Ke-
m u d i a n , U K M i n i
mengalami dinamika
se l a ma l i ma t a h u n
hingga pada tahun 1986
telah resmi berganti
nama menjadi UKM
Mapasadha.
D e n g a n t e r b e n -
tuknya UKM Mapasa-
dha pada tanggal 10
Oktober 1981, maka
setiap tanggal 10 Okto-
ber terdapat per-ingatan
hari ulang tahun UKM
ini. Hari ulang tahun ini
d iper ingat i dengan
kegiatan Kirab Lawu,
yaitu melakukan pendakian ke
Gunung Lawu selama tiga hari.
Sebelum diadakan kegiatan
pendakian, setiap tanggal 9 Okto-
ber malam terdapat acara malam
tirakatan. Tradisi unik yang telah
ada sejak lama di Mapasadha ini
menjadi tradisi turun temurun.
Berbarengan dengan perayaan
ulang tahun ini, anggota Ma-
pasadha menjalani tradisi unik
lainnya, yaitu tradisi pemberian
hukuman untuk setiap anggota
Mapasadha yang mengumpat. Se-
tiap tanggal 9 Oktober, selama satu
hari penuh para anggota UKM
Mapasadha tidak diperbolehkan
mengumpat atau mengeluarkan
kata-kata kasar. Apabila ada
anggota yang melanggar maka
dikenai hukuman push-up sebanyak
jumlah angkatan di Mapasadha
terhitung sejak tahun 1981.
Selain itu, hal menarik lainnya
adalah pembaptisan nama. Setelah
mengikuti prosesi penerimaan
anggota baru, setiap anggota di-
lant ik dengan diber i nama
panggilan selama menjadi anggota
UKM. Tema nama panggilan
disepakati di dalam forum,
misalnya nama hewan dan nama
hantu yang unik.
Bentuk simbolisasi pelantikan
lainnya ialah masing-masing
anggota baru dilantik oleh seluruh
anggota lama dan mendapatkan
sebuah slayer. Anggota lama
memberikan slayer pada anggota
baru. Mereka yang memberikan
slayer menjadi orangtua asuh
anggota baru tersebut. Tradisi
orangtua asuh dipertahankan agar
orangtua asuh mampu mem-
bimbing dan mengkader anak
asuhnya selama di UKM Mapa-
sadha. Nantinya proses kaderisasi
di organisasi menjadi semakin
mudah dan ada kedekatan
personal di antara para anggota
lintas angkatan.
Di samping tradisi Mapasadha
yang unik tersebut, mereka juga
mempunyai program ker ja
penjelajahan alam. Ada empat
divisi yang ada di UKM ini, yaitu
Gunung Hutan, Panjat Tebing,
Susur Gua, dan Arung Jeram. Tiap
a n g g o t a U K M M a p a s a d h a
diperkenalkan dengan kegiatan
pendakian gunung dan hutan,
panjat tebing, susur gua (gua
horisontal dan vertikal), juga
kegiatan arung jeram. Maka, untuk
meningkatkan skill operasional,
para anggota dilatih menjelajahi
dan bersentuhan langsung dengan
alam. Bentuk realisasi
pelatihan dan pen-
jelajahan alam ter-sebut
dilakukan pada saat
Pe n d i d i k a n L a n j u t
Kenal Medan, Peman-
tapan, Camping Ceria,
dan Pendakian Umum.
Mencintai alam tidak
hanya dibuktikan lewat
penjelajahan saja. UKM
M a p a s a d h a m e w u -
judkan bentuk kepe-
duliannya terha-dap
alam lewat kegiatan
b e r s i h - b e r s i h l i n g -
kungan seperti bersih-
bersih sungai dan aksi
sosial di kawasan gunung berapi
apabila terjadi bencana letusan
gunung berapi. Seperti pada saat
terjadi letusan gunung Merapi dan
gunung Kelud yang memakan
korban, UKM Mapasadha turut
bersolidaritas menggalang dana
dan menjadi sukarelawan.
Selain sebagai organisasi yang
terstruktur, UKM Mapasadha
merupakan sebuah komunitas
bagi simpatisan dan jaringan luar
universitas. Para alumni tetap
dapat singgah di Pondok Mapa-
sadha, sebuah panggilan untuk
ruang UKM milik Mapasadha.
Seputar Kampus
Sepak Bola adalah KitaPenulis: P. Ari Subagyo**
Olah raga
apa yang
p a l i n g
menyedot perhatian umat
m a n u s i a ? J a wa b n ya :
“Sepak bola!” Mau bukti?
Tengok Piala Dunia 2014 di
Brasil yang berlangsung
sebulan penuh, 13 Juni s.d.
13 Juli 2014. Ratusan ribu
pasang mata ters ihir
dengan melihat langsung
per tandingan-per tan-
dingan berkelas di stadion-stadion
megah Maracana, Fonte Nova,
Mineirao, Beira Rio, dll. Ratusan
juta bahkan milyaran pasang mata
yang lain menikmati keperkasaan
timnas Jerman, Argentina, Belanda,
Brasil, Kosta Rika, Kolombia,
Ghana, Aljazair, Jepang, China, dll.
serta kepiawaian Messi, Müller,
Neymar, Rodrigues, atau Robben
lewat layar kaca.
Sepak bola adalah kita. Ini
tidak latah karena terpengaruh
kampanye “Jokowi adalah kita”,
n a m u n m e m a n g b e g i t u l a h
faktanya. Sebelum tim sukses
Jokowi dibentuk, bahkan jauh
sebelum nama Jokowi dikenal,
peradaban manusia telah mem-
buktikan “Sepak bola adalah kita”.
Mengapa “Sepak bola
adalah kita”? Tentu karena olah
raga permainan ini mampu
menyatukan milyaran orang dari
berbagai benua dan kelas sosial
menjadi “kita”. Lebih dari itu, ada
begitu banyak sisi kemanusiaan
tersimpan dari buah peradaban
bernama sepak bola.
Apa saja sisi kemanusiaan
yang terwadahi dalam sepak bola?
Setidaknya lima sisi ini.
Pertama, manusia sebagai
makhluk bermain (homo ludens).
Ada berbagai versi tentang sejarah
sepak bola. Yang jelas, sepak bola
modern berkembang di Inggris
sejak 1853. Namun, jauh sebelum-
nya, sepak bola sebagai permainan
t e l a h d i j u m p a i d i b a n ya k
masyarakat tradisional karena
praktis dan murah. Kita hanya
butuh dua kaki dan bulatan untuk
digiring dan ditendang. Bukankah
sebagian besar dari kita punya
naluri menggiring dan menen-
dang-nendang batu di jalan yang
kita lalui? Sepak bola merupakan
saluran naluriah manusia sebagai
makhluk bermain.
Kedua, manusia sebagai
makhluk sosial (homo socius).
Manusia selalu berteman dengan
sesamanya. Kesendirian adalah
kematian. Dengan sepak bola,
kodrat manusia sebagai makhluk
sosial menemui wujudnya. Pada
2003, ketika tentara Sekutu (AS,
Inggris, dll.) menggulingkan
penguasa Irak, Saddam Hussein,
masyarakat dunia tersentuh oleh
foto yang memperlihatkan
beberapa tentara Sekutu
bersepak bola bersama
anak-anak warga Irak.
Mereka tertawa girang
seolah tak ada perang. Itu
berkat sepak bola yang
mengawankan mereka.
Sepak bola tidak hanya
menyatukan mereka yang
bermain lewat klub-klub
tingkat kampung hingga
level dunia, tetapi juga
mereka yang menonton.
Bermunculanlah fans club mulai
dari Slemania (wadah penggemar
PSS Sleman) hingga Milanisti
(wadah penggemar AC Milan)
a t a u M a d r i d i s t a ( w a d a h
penggemar Real Madrid). Sepak
bola mampu mempersatukan dan
mengawankan umat manusia.
Ketiga, manusia sebagai
makhluk yang agresif. Menurut
tokoh psikoanalisis Sigmund
Freud, manusia pada dasarnya
bersifat agresif. Agresivitas tak
dapat ditolak sebab melekat pada
diri manusia. Yang penting,
agresivitas itu dikelola menjadi
faktor positif. Permainan dan olah
raga, termasuk sepak bola, dapat
menjadi arena penyaluran dan
pengelolaan agresivitas manusia.
Agresivitas dipicu oleh hasrat
mera ih kemenangan sebab
kemenangan dapat menghadirkan
kegembiraan dan kepuasan.
Agresivitas secara nyata diper-
lihatkan oleh para pemain saat
berebut bola, beradu lari, saling
sikut dan menjatuhkan, serta
menendang atau menyundul bola
sekeras-kerasnya ke gawang
lawan. Sikap agresif pun diper-
Opini
lihatkan para pendukung lewat
teriakan, yel-yel, kepalan tangan,
bahkan amukan gara-gara tim
kesayangannya gagal meraih
kemenangan. Muncul holiganisme
yang identik dengan fanatisme
suporter beberapa kesebelasan.
Misalnya Bonek (Persebaya
Surabaya), The Viking (Persib
Bandung) hingga suporter timnas
Belanda dan Inggris. Holiganisme
di Inggris bahkan lebih tua
daripada sepak bola modern.
Kompetisi sepak bola tradisional
te lah menimbulkan banyak
kekerasan sehingga pada 1365 Raja
Edward III melarang olah raga ini
dimainkan. Hal sama dilakukan
Raja James I di Skotlandia.
Keempat, manusia sebagai
makhluk yang suka keindahan.
Sepak bola tidak melulu olah raga
atau permainan otot, tetapi juga
keindahan. Kesebelasan legendaris
seperti Brasil, misalnya, lazim
dijuluki sebagai “Tim Samba”.
Sebutan yang diambil dari nama
tarian tradisional di Brasil itu
mengibaratkan gerak para pemain
sepak bola sebagai liukan tubuh
para penari. Sepak bola juga seni.
Karena itu, kreativitas seni
mengiringi olah raga sepak bola,
mulai dari motif kostum dan
sepatu, selebrasi setelah mencetak
gol, hingga bentuk stadion. Yel-yel
dan tarian para suporter juga
dibalut naluri estetis.
Kelima, manusia sebagai
makhluk yang berhasrat untuk
terus maju. Sepak bola modern
menjadi arena berkembangnya
peradaban manusia dalam berbagai
hal, terlebih menyangkut bidang
ekonomi dan teknologi. Manaje-
men diperlukan sejak pencarian
bakat, transfer pemain, ticketing,
sponsor, penjualan hak tayang
pertandingan, hingga bisnis
merchandise. Teknologi dibutuhkan
mulai dari pembuatan sepatu, bola,
stadion, hingga penghadiran
augmented reality pemasang iklan
dalam tayangan televisi. Hasrat
untuk terus maju membuat sepak
bola menjadi industri dan bisnis
maharaksasa. Pesepak bola dan
pelatih menjadi profesi dengan
penghasilan yang sungguh meng-
giurkan. Menonton sepak bola se-
benarnya ibarat kita menemani
para milyarder bekerja, ha ha ha ….
Tapi itulah upah yang pantas
diterima oleh mereka yang bekerja
keras menekuni profesi ini.
Piala Dunia 2014 di Brasil baru
saja berakhir. Momen itu bagi
bangsa Indonesia punya dua
hikmah. Pertama, Piala Dunia
telah membantu kita dalam
menurunkan suhu politik sejak
masa kampanye hingga pasca-
pilpres 9 Juli 2014. World Cup
merupakan penyelenggaraan
illahi (providentia Dei) agar bangsa
ini tidak larut dalam ketegangan
pilpres.
Kedua, Piala Dunia 2014 dan
sepak bola pada umumnya mem-
berikan pembelajaran. Kita dapat
belajar menggelar hajat akbar yang
megah. Ki ta dapat bela jar
membangun tim yang kuat seperti
kesebelasan Jerman: perpaduan
kekuatan dan kecer-dasan. Kita
dapat belajar menjadi suporter
yang anggun dan bermartabat saat
merayakan kemenangan maupun
meratapi kekalahan.
Piala Dunia 2014 dan sepak
bola pada umumnya adalah ruang
kelas dengan tumpukan buku.
Kita dapat belajar banyak hal,
termasuk merefleksikan kema-
nusiaan kita. Sebab, sepak bola
adalah kita.
** Dosen Fakultas Sastra
Jatuh Bangun Si Singa Lapangan Resensor: Laksmi Anindita
Masa lalu sering kali me-
nyisakan cerita kelam yang enggan
dimunculkankembali di masa
depan. Terlebih jika di masa depan
ternyata kehidupan yang dijalani
jauh lebih baik dibanding dulu.
Mungkin setengah hati ingin
melupakan, namun setengah hati
lainnya tak dapat mengelak bahwa
masa lalu tersebut akan selamanya
terikat erat, lengkap dengan segala
kebahagiaan dan kepahitannya.
(Balotelli – hal. 6)
uku ini menceritakan Bberbagai kisah mengenai
dua pesepak bola yang
cukup populer, Mario Balotelli dan
Zlatan Ibrahimovic. Kedua pesepak
bola ini 'banyak maunya', sulit
diatur, arogan, dan masih banyak
lagi kelakuan mereka yang
membuat publik menggelengkan
kepalanya.
Balotelli yang lahir dengan
nama Mario Barwuah hidup di
ambang kemiskinan. Ayahnya
yang hanya seorang buruh tidak
membuat mereka hidup cukup
selama di Ghana. Mungkin hal
inilah yang membuat Mario kecil
sering menghabiskan waktu
bermainnya di rumah sakit.
K o m p l i k a s i p a d a u s u s n ya
Resensi Buku
mengharuskannya menjalani
serangkaian operasi demi me-
nyambung nyawa. Orang-tua
Mario kecil pun meminta
bantuan kepada Dinas p e l a -
yanan Sosial agar ia bisa hidup
dengan lebih layak. Akhirnya,
pada usianya yang ketiga tahun
Mario diasuh oleh keluarga
Balotelli yang berkewarga-
negaraan Italia dan ia pun
berganti nama menjadi Mario
Balotelli.
Setelah menginjak usia lima
tahun, ia pun bergabung
dengan USO Mompiano. Per-
jalanan panjang Balotelli
menguat setelah ia bergabung
dengan Inter Milan. Tak
berhenti di Inter Milan,
permainan apik sang pesepak
bola ini diakui di tanah Eropa.
Itu sebabnya ia tak hanya
bepindah-pindah klub, tetapi
juga negara. Balotelli sempat
ber-main untuk Manchester City
selama beberapa musim, walaupun
pada akhirnya ia lebih memilih AC
Milan.
Dengan latar belakang yang
tidak jauh berbeda, dunia juga me-
miliki Zlatan Ibrahimovic sebagai
pemain unggul dari Swedia.
Berada di lingkungan yang keras
membuat Zlatan terlihat 'keras'
juga. Sikap bengalnya di waktu
kecil berhasil membawanya ke
Malmo FF dan menandatangani
kontrak pertamanya.
Sikap serakah dan tak pernah
puas membawa Zlatan berkeliling
klub dan negara. Dari Amsterdam
hingga Paris pernah ia bela. Sikap
ambisiusnya pulalah yang meng-
antarkannya untuk mene-rima
beberapa penghargaan sebagai Top
Scorer dan pemain asing terbaik.
Harga dirinya berkata, ia tak
perlu lagi audisi untuk meyakinkan
orang lain bahwa dia adalah pe-
main yang hebat. (Zlatan – hal . 24)
Masalah rasis yang dihadapi
Balotelli tidak serta merta meng-
hapus niat dan mimpinya untuk
melaju ke berbagai klub ternama di
Eropa. Ia hanya ingin membuktikan
bahwa orang ber-kulit hitam pun
bisa berprestasi di bidang yang
mereka suka.
Kenakalan Zlatan dan berbagai
permainan triknya di lapangan juga
cukup menyulut emosi beberapa
teman dan orangtuanya. Tapi
siapalah Zlatan? Ia hanya ingin
menjadi nomor satu di berbagai
ajang bergengsi. Ia hanya ingin
mencari tantangan di setiap klub
yang dipilihnya termasuk ketika ia
memilih untuk bergabung di
Paris-Saint Germain.
Jatuh bangun yang harus ia
alami dalam hidup, seyog-
ianya dapat menjadi contoh
yang lain, bahwa impian
s u d a h s e l a y a k n y a
diperjuangkan. (Balotelli – hal.
65)
Balotelli dan Zlatan meng-
ajarkan kepada kita bagai-
mana cara kita merencanakan
mimpi, menggapai mimpi, dan
ber-syukur atas pencapaian
tersebut. Tidak ada hal yang
tidak mung-in di dunia ini.
Bahkan Zlatan pun pernah
berkata bahwa dulu ia tidak
pernah menganggap dirinya
sebuah talenta besar.
Piala Dunia yang sampai saat
ini belum pernah mereka cicipi
kemenangannya menjadi satu
motivasi tertinggi di hidup
mereka. Semoga lapangan hijau di
salah satu belahan dunia bisa
mengantarkan mimpi terbesar
mereka untuk membela negara
tercintanya.
Andy dan Lygia tidak hanya
mengangkat kisah mereka di
dunia persepakbolaan, tetapi juga
bagaimana kehidupan sosial dan
ekonomi mereka. Andy dan Lygia
menaruhnya dengan apik dan
rapih segala sisi positif dan negatif
dari diri Balotelli dan Zlatan.
Banyak yang ingin menyingkirkan
mereka sejak mereka berada di
akademi sepakbola. Penambahan
beberapa dokumentasi mereka di
depan dan di belakang lapangan
hijau membuat pendeskripsian
tentang kedua tokoh ini semakin
menar ik . Sayang beberapa
dokumentasi ini memiliki resolusi
yang rendah sehingga terlihat
pecah saat terlihat di buku.
Resensi Buku
The Life of Ryan: Caretaker Manager In Giggs We Trust!
“Itu bagaikan angin puyuh, dan saya tidak akan mengubahnya demi dunia”
Resensor: Gregorius Adhytama
Judul : The Life Of RyanProduksi : Fulwell 73Tahun : 2013Bahasa : Inggris
Itulah tanggapan
R y a n G i g g s ,
seorang legenda
klub raksasa Inggris, atas
pengalamannya saat
berperan sebagai manajer
interim di empat per-
tandingan terakhir pada
musim 2013/2014. Ryan
Giggs adalah salah satu
nama yang menjadi ikon
Old Trafford. Bagaimana tidak?
Orang yang menjadi pujaan publik
Old Trafford tersebut telah 23
tahun mem-perkuat Manchester
United. Dia telah menyumbang 13
gelar Liga Inggris, 4 Piala Football
Association (FA), 4 Piala Liga, dan 2
Liga Champions. Pemain kelahiran
Wales ini juga telah mengantongi
banyak prestasi dan penghargaan
individu.
Kini pria berusia 40 tahun itu
telah memutuskan pesiun sebagai
pe-main profesional. Dia akan
menemani Louis van Gaal, calon
manajer klub Setan Merah, dengan
menjabat sebagai asisten manajer
klub tersebut. Untuk mengenang
saat-saat Giggs menjadi manajer
United, salah satu stasiun televisi
swasta di Britania Raya me-
nyiarkan sebuah film doku-menter
terbaru yang berjudul “The Life of
Ryan: Caretaker Manager”.
F i l m i n i m e n c e r i t a k a n
perjalanan Giggs saat bekerja
sebagai manajer sementara The
Red Devil setelah klub tersebut
memecat David Moyes. Selain
Ryan Giggs yang menjadi pemeran,
Sir Alex Ferguson, Paul Scholes,
Nick Butt, Phil dan Gary Neville,
David Beckham, Diego Maradona,
Alessandro Del Piero, Eric Cantona,
Rio Ferdinand, Michael Carrick,
serta Darren Fletcher turut ber-
kontribusi dalam film ini.
Pria berjulukan Welsh Wizard ini
menyatakan bahwa United me-
rupakan klub terbaik sapanjang
masa yang pernah menaunginya
karena di situlah dia mendapatkan
teman dan penggemar serta hari-
hari yang penuh warna. Crazy Day,
begitulah Giggs menyebut hari-
harinya saat menjabat sebagai
manajer pada empat pertandingan
terakhir Manchester United. Hal itu
dinyatakan Giggs karena dirinya
tidak siap dan sangat gugup untuk
menjadi manajer Setan Merah.
Mantan pelatih Manchester United,
Sir Alex Ferguson menya-takan
bahwa ke-sempatan Giggs untuk
melatih Manchester United adalah
kesempatan yang sangat
baik untuk me-ngubah
hidup seorang Giggs.
“Ketika saya merasa ini
semua sudah selesai lalu
saya tahu bahwa Giggs
yang akan melatih, saya
sangat kaget sekaligus
bangga,” ujar Michael
C a r r i c k y a n g s e r i n g
berkolaboras i dengan
Giggs di lapangan tengah.
Menurut bek handal The Red
Devils, Rio Ferdinand, pilihan
United menjadikan Giggs sebagai
manajer adalah pilihan yang
bagus karena para pemain dapat
cepat mengerti yang diajarkan
Giggs. Apalagi mereka me-
rupakan teman sehingga komu-
nikasi dapat terjalin dengan
mudah.
Pada pertandingan perdana,
Giggs begitu bahagia karena dia
berhasil membawa timnya meraih
kemenangan telak atas Norwich,
yakni 4-0. Akan tetapi hidup
memang bagaikan roda, kadang di
atas kadang di bawah. Hal ini
ditunjukkan ketika Sunderland
berhasil menekuk Manchester
United 1-0 dalam pertandingan
kedua Giggs saat menjabat sebagai
manajer. Kekalahan tersebut
membuat Giggs sangat tertekan,
tapi dirinya dapat bangkit dan
memperoleh kemenangan di dua
pertandingan selanjutnya. “Ketika
kamu menang, itu sangat baik dan
lanjut untuk tantangan selan-
jutnya. Ketika kamu kalah, jangan
menangis, cari kesalahannya dan
lanjut untuk tantangan selan-
Resensi Film
jutnya,” ujar legenda Manchester
tersebut.
Film yang diproduksi Fulwell 73
ini ingin menyampaikan bahwa
suatu hal yang baru dalam hidup
kita dapat kita lalui melalui kerja
keras, kerja keras, dan kerja keras.
Kepercayaan diri dan keberanian
juga menjadi hal yang takkalah pen-
ting. Film dokumenter berdurasi 46
menit ini juga meng-ajarkan kita
bagaimana menjadi pemimpin yang
baik dan selalu total dalam
melaksanakan peran sebagai pem-
impin. Giggs menampilkan diri
sebagai pemimpin yang sangat baik.
Hal ini terbukti di kala Giggs selalu
berdiskusi dengan para staf klub
untuk menentukan strategi yang
akan dipakai dalam menghadapi
lawan berikutnya.
Dalam sesi latihan, Giggs juga
bergabung untuk bermain bersama
tim yang dibinanya untuk mem-
permudah mengetahui kelebihan
dan kelemahan anak-anak asuhnya.
Tenaga fisik dan mental sangat diuji
untuk melatih tim sehebat Man-
chester United. Kedua hal tersebut
termasuk dalam kunci kusuksesan
untuk meraih kemenangan. “Dia
(Giggs) ingin semuanya dalam
keadaan yang sempurna, baik
dirinya ataupun orang-orang di
sekitarnya. Dia sangat senang tan-
tangan dan selalu berusaha menang
untuk dapat melaju ke level yang
lebih t inggi ,” u jar legenda
Juventus, Alessandro Del Piero
ketika ditanyakan penda-patnya
tetang Giggs. Eric Cantona atau
biasa kita kenal dengan julukan The
King menyatakan bahwa banyak
orang dapat mendaki gunung
dengan baik tetapi tidak dapat
ber lar i dengan cepat , a tau
sebaliknya. Akan tetapi Cantona
berpendapat bahwa Giggs adalah
seseorang yang dapat mendaki
dengan baik dan dapat berlari
dengan kencang pula. Di mata
Cantona, Giggs merupakan pemain
yang sangat baik karena Giggs
dapat berlari dengan cepat,
dilengkapi skill yang baik serta kaki
kiri yang hebat.
Pada pertandingan ketiga yakni
melawan Hull City, terjadi sebuah
pergantian yang sangat spekta-
kuler. Sang manajer masuk meng-
gantikan salah seorang pemain
United! Serentak seluruh penonton
melakukan standing applause
untuk manajer tersebut, Ryan
Giggs. Dalam usianya yang sudah
menginjak kepala empat, Giggs
masih dapat bermain dengan
sangat apik. Welsh Wizard sempat
memberikan umpan yang berbuah
gol untuk The Red Devils. Hingga
peluit tanda berakhirnya per-
tandingan dibunyikan, Manchester
United menang 3-1 atas Hull City.
Pertandingan itu menjadi penam-
pilan Giggs yang ke 963 bersama
Manchester United. Kemenangan
tersebut menjadi suatu yang
bernilai bagi Giggs karena di satu
sisi dia dapat berdiri sebagai
pelatih, tetapi di sisi lain dia dapat
bermain menjadi jenderal lapa-
ngan tengah pada per-tandingan
tersebut.
Pada akhir film, Phil Neville
berujar bahwa Giggs adalah
teladan yang sangat pantas diikuti
karena baginya Giggs adalah
seorang pahlawan, seorang yang
paling hebat yang pernah ia kenal.
Dia bangga dapat bermain dan
bekerja sama bersama Giggs baik
saat mereka masih bermain satu
lapangan ataupun saat Giggs
menjadi manajer sementara.
Kini Giggs telah pensiun dan
sekarang menjabat as is ten
manajer Manchester United me-
nemani Louis van Gaal. Akan
tetapi sentuhan sang maestro
lapangan hijau ini tidak akan
terlupakan bagi pendukungnya.
Semua hal yang telah disum-
bangkan dirinya untuk Man-
chester United, baik selama 24
musim sebagai jenderal lapangan
tengah ataupun saat melakoni
peran manajer akan lekat di hati
para fans dan tersimpan di Theatre
of Dreams, Old Trafford. Glory
Manchester United! In Giggs We
Trust!
Cak Awul:Sepak Bola Berbicara HidupPenulis: JB Judha Jiwangga
umah bambu itu riuh Rsekali, penuh sesak
dengan kepala manusia
dengan pemikirannya masing-
masing. Terhitung ada 5 orang di
sana dengan pentholan-nya adalah
Cak Awul. Mulut-mulut itu ber-
tukar kata dan otak-otak itu ber-
tukar ide. Ini bukanlah rapat bawah
tanah atau gerakan klandestin,
bukan juga gerakan separatis atau
subversif. Ini hanyalah obrolan sok
intelek dan filosofis dari orang-
orang kecil tentang perhelatan
akbar FIFA 2014.
“Wealah, Brasil kalah! Padahal
itu jawara sepak bolaku. Itu lho
ada Neymar, Thiago Silpa, terus
i tu yang rambutnya kribo
namanya Dapid Luuuissss. Itu
jagoanku semua, eee malah
Catatan Pinggir
kalah,” celoteh Mas Gembus.
“Halah kamu tu gak bisa
ngomong v aja , maksa-maksa
ngomong v. Yang bener itu Thiago
Silva sama David Luiz,” sambung
Kang Alit.
“Sebenarnya permainan Brasil
itu sudah bagus, tetapi sayang
Jerman lebih bagus. Hahahaha.
Yah, namanya sepak bola itu seperti
takdir, tidak bisa ditebak hanya
bisa dijalani,” kata Cak Awul sok
filosofis.
“Waduh, filsafatnya keluar ki
Cak Awul. Tapi aku juga setuju
dengan ungkapan tadi kalau sepak
bola itu seperti takdir, tidak bisa
ditebak hanya bisa dijalani. Itu
seperti gambaran kehidupan.
Kehidupan itu tidak bisa diterka,
kapan kita akan lahir, kita akan
lahir di mana, terus kapan kita
mati. Semua sudah ada jalan
ceritanya yang diciptakan oleh
Tuhan,” sahut Dek Gombloh
sambil menghirup aroma kopi
hitamnya.
“Weleh-weleh, sampeyan kok
sudah ngalahi saya yang sudah uzur
ngomong-nya.” Semua orang
tertawa terbahak-bahak men-
dengar celotehan Mbah Nihil.
“Sampeyan bisa ngomong gitu itu
sudah bagus tenan. Tapi kalo
semisal sepak bolanya direkayasa
seperti panggung politik atau
dibikin sandiwara seperti pentas
teater gimana? Lha, yang ada cuma
kebohongan to, terus takdir itu
penuh kebohongan yo?” lanjut
M b a h N I h i l d e n g a n o r a s i
filsafatnya.
“Nek udah seperti itu bukan
takdir lagi, Mbah. Itu sudah masuk
ke ranah kehendak manusia untuk
menjadi sesuatu bagi sekitarnya.
Setiap manusia memilih setiap
tindakannya yang akan mewujud
pada sebuah perbuatan, termasuk
merekayasa, memanipulasi, dan
bersandiwara. Tapi selain itu juga
masih ada tindakan yang baik,
Mbah,” sambung
Cak Awul.
“Menambahi ya,
M b a h . M a n u s i a
memiliki kehendak
itu bersifat bebas dan
d i a t u r o l e h
k e s a d a r a n n y a .
K e s a d a r a n i t u
dikendalikan oleh
akal budi dan hati
nurani. Kalau orang
itu punya kesadaran
yang baik, pasti juga akan
tercermin perilaku yang baik.
Ibarat seperti tim Jerman, Mbah.
Strategi perma-inannya apik, visi
bermainnya bagus, kerjasamanya
solid, para pemainnya hebat dan
akhirnya terbentuklah sebuah
rangkaian tim hebat. Hahahaha,”
sahut Dek Gombloh.
“Weh! Iki malah ngomongin
Jerman, aku gak terima ki!” Mas
Gembus berlagak berdiri dan
berakting marah-marah, membuat
seluruh ruangan tertawa. “Tapi
begini lho, ini hanya khayalanku,
entah benar atau salah. Sepak bola
itu seperti Yin Yang, sebuah bentuk
dari keseimbangan. Dalam sepak
bola, pasti ada yang menang atau
kalah, sama halnya ada yang baik-
jahat, bagus-jelek, hitam-putih.
Selain itu dalam sebuah ke-
sebelasan, setiap lini memiliki
perannya masing-masing untuk
saling menjaga harmonisasi
permainan. Jika salah satu lini tidak
berfungsi dengan baik, pasti akan
menyebabkan kehilangannya
keseimbangan permainan. Sama
halnya dalam hidup manusia,
setiap lini kehidupan perlu
dijalankan dengan baik, entah
d a l a m t i n g k a h l a k u d a n
pemikirannya. Bisa gak ya?” tanya
Mas Gembus.
“Dikatakan seperti itu bisa
j u g a . S e p a k b o l a m e n j a d i
representasi keseimbangan dalam
hidup bahwa hidup itu tersusun
dari berbagai unsur kehidupan
yang harus selalu proporsional.
Semisal, kita harus menjaga
kesehatan, tidak hanya jasmani
kita tetapi juga rohani dan pikiran
kita,” jawab Cak Awul.
“Haduh, sampeyan-sampeyan
ini pada ngomong apa to? Simbah
ora ngerti. Hahahaha. Tapi nek
Simbah punya gambaran begini,
piala dunia sebagai gambaran
pertarungan politik,” kicau Mbah
Nihil.
“Lha kok bisa Mbah?” Tanya
Kang Alit kepada Mbah Nihil.
“Lha kan sepak bola itu
pertandingan untuk menang atau
kalah to, jadi kayak permainan
pol i t ik . Permainan dengan
kekuasaan masing-masing untuk
melanggengkan intrik-intrik
politik tertentu. Itu lho kayak
pemilu kemarin. Siapa calonnya
itu? Pak Ksatria Kuda sama Pak
Joko I Wow ya? Kan sama-sama
memiliki tujuan masing-masing
dan berambisi untuk menang to,”
ujar Mbah Nihil.
“Wealah, Simbah ki malah
ngomongin pemilu presiden. Ya,
dikatakan seperti itu bisa-bisa saja,
kan di sini forum bebas untuk
berdiskusi. Tetapi di balik dua
calon besar itu, tujuan kita tetap
Catatan Pinggir
membagun Indonesia. Jangan
serta-merta hanya mereka yang
bertanggung jawab. Kita, rakyat
kecil, juga memiliki tanggung
jawab untuk turut membangun
dan mengawasi kinerja elit politik
itu. Tapi itu juga sengit per-
tarungannya, kayak besok di final
piala dunia: Jerman vs Argentina,”
sahut Dek Gombloh.
“Yah, namanya sepak bola
ditafsirkan dalam kehidupan, bisa
diart ikan apa sa ja . Pol i t ik ,
keseimbangan, kesadaran dan
apapun itu masih juga menjadi
bagian dari kehidupan. Kita ini
hanya para pemain dari satu tim
yang diatur oleh Tuhan, entah
strateginya, visi bermainnya,
bahkan starting line-up. Kita ini para
pemain yang masing-masing harus
bisa memenangkan kehidupan ini
dan akhir dari pertandingan itu
adalah kematian, saat di mana kita
akan bertemu dengan manajer kita.
Hahahaha,” celetuk Cak Awul.
“Namanya hidup itu penuh
misteri dan warna. Ibarat buku,
hidup itu berlembar-lembar
halaman yang perlu dibaca hingga
akhirnya buku itu ditutup. Iya gak,
Mbah?” tanya Mas Gembus.
“Sampeyan ki sukanya ngerjain
orang tua saja. Kalau saya sudah
tua jadi tau gimana jalannya hidup
dari saya lahir sampai sekarang
umur segini. Sampeyan-sampeyan
itu yang masih muda, yang
perjalanannya masih panjang
untuk mengerti arti kehidupan.
Pesanku, sampeyan-sampeyan itu
harus selalu bersyukur dengan apa
yang kalian alami dalam ke-
hidupan, entah pahit atau manis,
karena di balik itu pasti ada
maksud kehidupan yang akan
dipahami. Pasti di balik kekalahan
Brasil juga ada maksud tertentu.
Hahahahaha,” jawab Mbah Nihil
dengan bijak.
“Nggih, Mbah,” serentak empat
manusia muda itu menjawab
sambil tertawa-tawa.
Akhirnya malam pun semakin
larut, meninggalkan dingin
sebagai teman bagi segerombolan
manusia itu. Mereka hanya
mencoba menguak kehidupan di
balik permainan si kulit bundar
walaupun yang ditemuinya adalah
ketidakterbatasan pemahaman
hidup karena hidup adalah misteri
yang tak akan pernah selesai untuk
dipahami.
Merengkuh Asa di Sirkuit HijauPenulis: Claudia Rosari Dewi
Dion. Lebih
t e p a t n y a
D i o n i s i u s
namanya, bocah yang dulu
duduk di kelas 1 SD dengan
begitu banyak kenangan
bersama kini telah tumbuh
menjadi seorang pria pintar
d a n d e w a s a d i u s i a
sepantarannya. Banyak yang
melihat dan meng-anggap
bahwa Dion adalah anak
pintar dengan se-gudang
prestasi yang di-milikinya.
Bukan karena ia adalah anak
y a n g p i n t a r , t e t a p i
keberhas i lan demi ke -
berhasilannya ia peroleh
sendiri dari usaha dan kerja
kerasnya, terlepas dari ia adalah
anak dari dua orang petani jagung.
Bahkan sempat beberapa kali Dion
hampir dikeluarkan dari se-
kolahnya karena selama 6 bulan
berturut-turut tidak membayar
uang sekolah. Hal itu tidak
m e m b u a t n y a p a t a h
semangat, namun mem-
b u a t n y a k u a t d a l a m
harapan. Hal ini terbukti
dari prestasinya sebagai
s i swa te ladan terba ik
p e r t a m a d i s e -
kolahnya.Terlahir sebagai
seorang anak yang pintar
membuat Dion memiliki
gairah belajar yang tinggi.
Keinginan kuatnya me-
lanjutkan kuliahnya di
sekolah pertanian, sesuai
dengan kemampuan yang
diturunkan kedua orang-
t u a n ya , t e r n ya t a b e r -
banding terbalik dengan
kenyataan yang harus dialaminya.
Orangtuanya t idak mampu
membiayannya sampai pada studi
di universitas. Ternyata di
Cerita Pendek
Dalam hatinya terasa sesak melihat
perjuangannya penuh keringat
setiap hari.
Setiap hari ia harus mem-
banting tulang dengan bekerja
menjadi pekerja serabutan. Belum
lagi, ia haus merawat ibunya yang
tidak mampu melagkah sendirian.
Kadang ia mengeluh karena sakit
kanker paru-paru. Cukup sedih
yang dirasakan Dion karena
penyakit ibunya ini tidak bisa
disembuhkan dengan segala
macam obat, terkecuali masuk ke
Rumah Sakit kemudian men-
dapatkan perawatan khusus.
Namun, se-tidaknya Dion
percaya bahwa obat-obat yang
ia beli deng-an hasil jerih
payahnya itu akan bisa me-
ringankan, yaaa se-tidaknya
m e r i n g a n k a n d a n
mengurangi rasa sakit di dada
Ibu yang menderita kanker
paru-paru. Sampai suatu
ketika pelatih itu datang
menghampirinya, men-jadi
penyelamat dalam hidupnya.
Pe l a t i h i t u t e r n ya t a
bernama Alfred Riedi, sang
pelatih hebat tim nasional
Sepak Bola Indonesia untuk
inter-nasional. Alfred melihat
ke-sungguhan dalam diri
D i o n d a n m e r a s a b a h wa
kesungguhan inilah yang harus
dirawat, dijaga, dan dipelihara.
Terlebih memang ada satu pemain
timnas yang mengundurkan diri
karena alasan sakit yang ber-
kepanjangan. Alfred kemudian
mengajak Dion, dan ia menjawab
ajakan Alfred, “Tuan, saya tidak
pantas Tuan datang kepada saya,
tetapi jika memang Tuan ber-
k e h e n d a k p a s t i s a ya a k a n
melakukannya dengan sungguh-
sungguh,” tutur Dion.
Setelah diajak, Dion men-jadi
sering berbincang dengan sang
pelatih dan Alfred sendiri juga
memperkenalkan Dion kepada
teman-teman pemain. Alfred juga
takkunjung berhenti mencari
informasi tentang Dion. Ia tahu
bahwa Dion sungguh sangat
membutuhkan bantuan ini. Melihat
dari bakat yang dimiliki juga
kesungguhannya, Alfred merasa
tidak salah memilih pengganti
pemain lama dengan pemain baru
ini.
Diam-diam beberapa hari
setelah Dion menunjukkan ru-
mahnya di pemukiman kardus yang
kumuh, Alfred memberanikan diri
m e n e m u i i b u n y a . D a l a m
perbincangannya beliau meng-
atakan demikian, “Ibu, saya telah
memilih Dion. Pilihan saya tepat
dan tidak akan salah. Saya tahu
Dion itu adalah anak cerdas dan
berbakat, ia memiliki potensi yang
hebat. Otak dan hatinya berjalan
beriringan. Ini nampak dari
kesungguhannya berlatih. Sebisa
mungkin saya akan membantu Dion
dengan cita-citanya,” ujar laki-laki
keturunan Jerman ini. Ibu Dion
yang hanya terbaring sakit di
tempat tidur tidak dapat bicara
banyak. Namun, dalam per-
bincangan itu kesungguhan yang
d i m i l i k i t e r p a n c a r . I b u
menyimpan banyak harapan pada
Dion, “Saya percaya pada Dion.
To l o n g D i o n d a l a m m a s a
depannya, dia sangat kami
harapkan. Dia bisa di-andalkan.
Saya akan men-doakan Anda dan
anak saya yang terkasih, Dion.
Terima kasih, Tuan,” ujar Ibu.
Mendengar bentuk keper-
cayaan yang diberikan oleh Ibu
dari Dion, sang pelatih ini
langsung memacu semangat Dion
dengan menjadikan dia tim inti
dalam tim nasional yang ia
dampingi selama ini. Tidak
d i sang k a dan d idug a ,
ternyata semua pemain
mengakui ke-hebatan Dion
dalam bermain bola. Jika
seseorang membutuhkan
waktu 1 minggu untuk
belajar teknik baru, tetapi
Dion bisa melibasnya dengan
hanya belajar 3 atau 4 hari
s a j a . D i o n p u n t i d a k
menyangka bahwa semua
teknik bermain sepakbola
yang ia ikuti setiap hari
setelah kerja serabutan ini
ternyata membuahkan hasil.
S e m u a m e m a n g t i d a k
semudah membal ikkan
telapak tangan. Bahkan
bagian pipi dan lengan Dion
terluka karena lemparan bola dari
pelatihnya ketika ia memberikan
contoh yang begitu sulit kepada
Dion dan tidak sengaja mengenai
bagian tubuh Dion.
Ini semua tidak semudah
membalikkan telapak tangan.
Dion saat ini menjadi harapan tim
nasional Indonesia kancah
internasional karena kerja keras
dan keuletannya. Luka-luka yang
dialami ketika berlatih, teguran
keras dari Alfred, pelatihnya,
belum lagi ketidaksesuaian pen-
dapat yang terjadi antara Dion dan
teman-teman satu tim tidak
Cerita Pendek
samping otaknya yang cerdas,
Dion berbakat dalam dunia perse-
pakbolaan. Ia tak pernah tertinggal
untuk menonton pertandingan
bola, dari perhelatan sebesar Piala
Dunia sampai Piala Agustusan di
kampungnya. Ia selalu terlibat dan
tahu apa yang harus dilakukannya.
Dari situ timbullah bibit-bibit
panggilan bagi dirinya untuk
menjadi pemain sepakbola seperti
tokoh yang di-andalkannya, yakni
Messi. Dion merasa terpanggil
untuk bisa beralih dari ke-
inginannya yang kuat kuliah
p e r t a n i a n m e n j a d i p e m a i n
sepakbola yang handal. Entah
suatu saat nanti.
Merupakan kesehariannya
mencari informasi tentang perse-
pakbolaan sejak ia masih kecil.
Itulah aktivitasnya selain belajar.
Ketekunannya dalam belajar tidak
memupuskan harapannya untuk
m e n g e m - b a n g k a n h o b i n ya ,
sehingga ketika SMP-SMA Dion
menjadi pentolan di sekolahnya. Ia
pernah berharap ingin menjadi
salah satu pemain dari timnas
Indonesia. Sayangnya, semua itu
hanyalah mimpi yang menurutnya
tidak akan dapat terwujud karena
Dion berasal dari keluarga yang
tidak mampu. Ditambah lagi
ayahnya sudah meninggal karena
sakit dan sang Ibu saat ini sedang
sakit juga.
Namun, di usianya yang
bertambah dewasa, dalam dirinya
ia merasa bahwa harapan ini tidak
dapat diteruskan kembali karena ia
harus mengambil alih sebagai
pencari nafkah di dalam keluarga.
Dalam suatu waktu ibunya pernah
berkata demikian, “Nak, bapak
sudah tidak ada. Hanya kamu yang
ibu punya. Ibu berharap besar
padamu, kamu bisa menjadi orang.
Masa depanmu cerah. Jangan
khawatirkan ibu di sini. Ber-
juanglah, Nak. Masih ada tetangga
juga yang memperhatikan dan
membantu keluarga kita,“ ujarnya
demikian kepada Dion.
“Ibu, aku tidak kuasa
meninggalkan Ibu sendirian dalam
keadaan sakit seperti ini. Aku akan
berjuang demi cita-citaku tetapi
Ibu tidak akan aku tinggalkan
begitu saja. Aku akan menjaga Ibu
seperti yang dipesankan oleh ayah
sebelum dia pergi untuk selama-
lamanya. Bu, doakan aku,” ujarnya
membalas ungkapan ibunya.
Dion memang tetap meng-
urus ibunya sekuat tenaga dengan
bekerja serabutan di kompleks
pasar dekat rumahnya, menjadi
kuli bangunan, tukang angkat
barang, tukang parkir dipasar,
pembagi pamflet di jalanan, dsb.
Hal itu tidak mebuatnya putus asa.
Berkali-kali ia ditolak dan di-
pandang sebagai orang yang tidak
berguna oleh setiap orang yang
melewatinya. Namun, karena ia
ingin mengejar cita-citanya itu,
maka sebisa mungkin ia memenuhi
kebutuhan ibunya dan menabung
untuk biasa kuliah di pertanian.
Sore harinya, Dion berlatih sepak
bola di Stadion Mandala, tempat-
nya belajar bersama dengan yang
lain. Syukur-syukur kalau suatu
tim dari luar kota datang untuk
bermain dan berlatih di situ, ia bisa
memperhatikan teknik-teknik
hebat untuk dipelajari.
Suatu ketika, ada suatu tim
dari Jakarta yang sedang memper-
siapkan diri jelang pertandingan.
Sore itu, Dion sedang berlatih
sendirian, kemudian sang pelatih
yang membawa para pemainnya
melihatnya sendirian dan me-
nyapanya. “Kamu sedang apa?”
tanya sang pelatih. “Saya sedang
berlatih sepakbola,” jawab Dion.
“Mengapa kamu ingin bermain
bola?” tanya pelatih kembali. “Saya
sangat senang dengan sepakbola
dan berharap suatu saat nanti saya
bisa menjadi pemain yang handal,
seperti mereka yang sedang bapak
latih,” jawab Dion kembali. Ke-
mudian sang Pelatih menimpali,
“Itu bukanlah suatu yang tidak
mungkin.”
Ketika petang datang, akhir-
nya pelatih dan timnya kem-bali
untuk pulang. Dion, yang dari tadi
melihat mereka, diam-diam
duduk memperhatikan sambil
mempraktekkan apa yang telah
dilakukan oleh pelatih dan
pemain dari klub sepakbola
tesebut. Ternyata, mereka tidak
hanya datang satu kali di sore itu,
tetapi mereka datang di hari-hari
berikutnya. Pada hari kedua dan
ketiga dan seterusnya, Dion tetap
melihat mereka dan menirukan
gerakannya. Tanpa Dion sadari,
sang Pelatih ini memperhatikan
dirinya yang sedang berlatih
dengan kesungguhan. Itulah
kebiasaan Dion, pagi-siang be-
kerja untuk mencari nafkah dan
menabung untuk bisa kuliah,
sorenya ia mengembangkan
talentanya dalam bermain sepak-
bola.
“Aku harus bisa seperti me-
reka. Aku pun harus me-
wujudkan harapan ibuku,”
dengan penuh kesungguhan ia
berjanji demikian. Sampai pada
suatu hari sang Pelatih meng-
hampirinya di suatu sore ketika
berlatih. “Apakah kamu mau ikut
dengan kami?” tanyanya serius.
“Kamu kami ikutkan dalam
kelompok untuk pertandingan
dua minggu ke depan,” lanjut
pelatih. Sontak, pertanyaan ini
membuat Dion kaget dan heran,
“Mengapa aku yang dipilih?”
Dion tidak habis pikir, padahal ia
hanya melihat dan menirukan
mereka selama berlatih. Tanyanya
dalam hati, “Tuhan, benarkah ini
jalan yang Kau tunjukkan?”
Cerita Pendek
membuatnya jengah. Semakin hari
semakin berat namun semakin
dekat dengan tujuan dan mimpi
Dion selama ini dan hanya
terdengar ucapan syukur dari
bibirnya yang manis, “Terima kasih
Tuhan.”
Sang Ibu yang saat ini juga
masih terbaring di rumah karena
sakit tidak diduga juga mengikuti
perkembangan Dion. Pihak timnas
yang 'jatuh cinta' pada Dion
akhirnya membawa ibunya ke
rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan yang lebih baik,
sekaligus mengirimkan perawat
untuk Ibu Dion dapat tinggal dan
dirawat di rumah keesokkan
harinya.
Selama ini Dion tidak
pernah bermimpi dapat dipilih
menjadi salah satu anggota timnas
dan mendapatkan biaya untuk
melanjutkan kehidupannya,
khususnya hidup sang Ibu yang
begitu dicintainya. Itu semua ia
syukuri begitu mendalam. Kini,
Dion dan timnasnya kian hari kian
penuh semangat menghadapi per-
tandingan persahabatan dengan
negara tetangga, Malaysia. Inilah
pertandingan pertama Dion.
Peluh, keringat, amarah,
sesal, lelah, letih lesu, bahagia,
sukacita, dan keberuntungan lain-
nya, semuanya ia syukuri. Sampai
suatu ketika Ibu berkata demikian
kepada Dion, “Nak, ibu tidak
menyangka kamu bisa sehebat ini.
Sekarang perjuangkan cita-citamu.
Wujudkan dalam pertandingan
esok apa yang mau kamu raih.
Berikan yang terbaik pada bapak
Alfred yang telah mengasihi kita
dan setelah itu ibu serahkan
semuanya. Jika memang kamu
ingin melanjutkan kuliah, ku-
liahlah dengan baik. Doa ibu
mengiringi langkahmu, Nak.”
Ungkapan itu membuat
Dion berlinang air mata. Ia simpan
itu dalam hati sebagai pemacu
semangatnya. Ketika berlangsung,
sang Ibu hadir di tengah-tengah
penonton di tengah sakitnya, tetap
memberikan semangat anaknya
yang terkasih. Ini yang membuat
Dion dan kawan-kawan satu tim
hingga Alfed, sang pelatih,
bersemangat dalam pertandingan
persahabatan ini. Dion sebagai
tenaga baru ternyata menjadi
pelopor semangat yang mampu
mengumpulkan teman-teman satu
tim lebih bersatu dan yakin bisa
memenangi pertandingan ini.
Karena kekompakkan ini, maka
timnas Indonesia dapat men-
galahkan Malaysia sebagai lawan.
Perjumpaan dengan Alfred, buat
Dion, ialah anugerah. Ia diijinkan-
Nya untuk meraih cita-citanya dan
juga diberikan kesempatan untuk
menolong sang Ibu tercinta. Biar
dengan kesakitan dan kepedihan
berjuang, akhirnya Dion bisa
menjadi pemain sepakbola timnas
Indonesia, mendapatkan rezeki
yang digunakan untuk menolong
ibunya dan menabung untuk biaya
pendidikannya. Selama ini, satu
h a l ya n g m e n j a d i p r i n s i p
keutamaan Dion “Siapa ber-
sungguh-sungguh pasti akan
b e r h a s i l ! ” . S e m u a i t u d i -
dapatkannya ketika ayah masih
ada. Ia menjadikan nasihat ayah-
nya sebagai motto hidupnya.
Dengan kerja keras yang luar
biasa, akhirnya Tuhan menjawab
doa dan kerja keras melalui
'lapangan hijau' yang semakin
menghijaukan kehidupannya.
Cerita Pendek
Sentil
top related