pola interaksi antara suku bugis dan suku makassar … · kata kunci: pola interaksi, suku bugis...
Post on 07-Mar-2021
20 Views
Preview:
TRANSCRIPT
POLA INTERAKSI ANTARA SUKU BUGIS DAN SUKU MAKASSAR DI
PULAU KARANRANG KABUPATEN PANGKEP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
SITTI RAHMI
NIM : 105381117016
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
JANUARI, 2021
HALAMAN JUDUL
vi
MOTTO
Terus bekerja keras untuk mencapai sesuatu dengan bersungguh-sungguhdan
berserah pada Nya hingga orang lain yang tidak tau prosesnya berhenti
memandang sebelah mata.
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain.” (Q.S Al-Insyirah 6-7)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik, Kupersembahkan karya ini sebagai darma baktiku untuk Ajji dan
Ummiku tercinta serta Kakak, Adik, Keluarga Besar dan Kekasihku tersayang.
vii
ABSTRAK
Sitti Rahmi, 2021. Pola Interaksi Antara Suku Bugis dan Suku Makassar Di
Pulau Karanrang Kabupaten Pangkep.Skripsi. Jurusan Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dibimbing oleh Eliza Meiyani sebagai pembimbing I dan Andi Nursida. sebagai
pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana masyarakat dalam
satu pulau mempunyai dua suku dan menjalankan Pola Interaksi yang bersuku
bugis dan suku makassar di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu. Metode
penelitian ini merupakan kualitatif dengan menerapkan pendekatan sosial cultural
dan metode fenomenologi, dengan jumlah informan kunci 11 orang, informan
utama 3 orang, dan informan tambahan 5 orang. Teknik analisis data 1) Tahap
Reduksi Data, 2) Tahap Penyajian Data, 3) Tahap Verifikasi Data. Serta Teknik
keabsahan data 1) Triangulasi Sumber, 2) Triangulasi Teknik, 3) Triangulasi
Waktu.
Hasil penelitiaan ini menjelaskan bagaimana Pola Interaksi Masyarakat di
Pulau Karanrang yang bersuku bugis dan suku makassar dalam menjalin interaksi
dengan baik dikarenakan kesamaan tempat tinggal baik mengenai kerja sama,
gotong royong dan juga konflik serta pertikaian yang terjadi didalam kehidupan
bermasyarakat di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu.
Kata Kunci : Pola Interaksi, Suku Bugis dan Makassar, Pulau Karanrang.
viii
ABSTRACT
Sitti Rahmi, 2021. Pattern of Interaction Between Bugis and Makassar Tribe in
Karanrang Island, Pangkep Regency. A thesis of Sociology Education Depart-
ment, Faculty of Teacher Training and Education, Muhammadiyah University of
Makassar. Supervised by Eliza Meiyani as supervisor I and Andi Nursida. as a
supervisor II.
The main objective of this study was to determine how people in one island
have two tribes and carry out the interaction pattern of the Bugis and Makassar
tribes in Karanrang Island, Mattiro Bulu Village. This research method was using
qualitative, was applying a socio-cultural approach and phenomenological meth-
ods, were using 11 key informants, 3 main informants, and 5 additional inform-
ants. Data analysis techniques were 1) Data Reduction Stage, 2) Data Presentation
Stage, 3) Data Verification Stage. As well as data validity techniques were 1)
Source Triangulation, 2) Technical Triangulation, 3) Time Triangulation.
The results of this research was explain how the Pattern of Community In-
teraction on Karanrang Island, who are Bugis and Makassar tribe, have good in-
teractions due to the similarity of places to live both regarding cooperation, mutu-
al cooperation and also conflicts and disputes that occur in community life in
Karanrang Island, Mattiro Bulu Village.
Keywords: Interaction Patterns, Bugis and Makassar Tribe, Karanrang Island.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’alaatas segala limpahan
rahmat, hidayat dan karunia. Shalawat dan salam tercurahkan kepada junjungan
kita baginda Nabi Muhammad Salallahhu Aiaihi Wasallam, beserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya. Sosok teladan umat dalam segala perilaku keseharian yang
berorientasi kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Alhamdulillah atas hidayah dan
inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Pola Interaksi Antara Suku Bugis dan Suku Makassar Di Pulau Karanrang
Kabupaten Pangkep.” Yang merupakan salah satu syarat guna menempuh ujian
skripsi gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah menyumbangkan tenaga, pikiran, ilmu pengetahuan motivasi beserta
do’a kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Keberhasilan dalam
penyelesaian skripsi ini tidak hanya terletak pada diri peneliti semata tetapi
tentunya banyak pihak yang memberikan sumbangsi khususnya kepada kedua
orang tuaku, ibunda tercinta Hj. Rasna dan ayahanda tercinta H. Baharuddin yang
selama ini telah memberikan dukungan do’a yang tidak pernaha putus dan tidak
dapat saya balaskan dengan apapun itu serta kakak ku tercinta Aswar dan
Muhammad As’ad, S.Pd dan Adik ku tercinta Sudarmi dan Risdayanti. Kekasihku
Muhammad Waldi dan Keluarga Besarku tercinta yang selalu memberikan
x
dukungan, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
menimba ilmu pengetahuan di kampus tercinta ini, Bapak Erwin Akib, M.Pd.,
Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar, Bapak Drs. H. Nurdin, M.Pd. selaku ketua prodi
Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar yang selalu memberikan semangat dalam pengerjaan
skripsi, Ibu Prof. Dr. Eliza Meiyani, M.Si. selaku Pembimbing I yang telah
memberikaan saran, motivasi dan sumbangan pemikiran kepada penulisan
sehingga tersusunnya skripsi ini, Bapak Andi Nursida, S.Pd, M.Pd. selaku
Pembimbing II yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran membimbing dalam
menyelesaikan skripsi ini, Kak Andi Isma Mahmud, S.Pd, M.Pd serta kakak-
kakak yang telah mendampingi dan mendaftarkan saya ke kampus tercinta
Universitas Muhammadiyah Makassar, Sahabatku yang seperjuangan didunia
perkuliahan ini serta temann Kelas Sosiologi E 2016 , yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, jangan cepat puas dengan hasil yang dicapai dan sampai
jumpa dipuncak kesuksesan dan terima kasih atas dukungannya, Teman-teman
Magang 3 dan P2K yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas
segala dorongan dan motivasi yang diberikan untuk peneliti, Semua pihak yang
tidak sempat saya sebutkan satu persatunyang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
xi
Demikianlah mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti
khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT melimpahkan
pahala yang berlipat ganda atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti
dalam menyelesaikan skrisi ini, Aamiin Yarobbl Alamin.
Makassar , 23 Januari 2021
Peneliti
Sitti Rahmi
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... iv
LEMBAR PERJANJIAN ................................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................................. vi
ABSTRAK ....................................................................................................................... vii
ABSTRACT.................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... xii
BAB I ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 6
E. Defenisi Operasional .............................................................................................. 7
1. Pola Interaksi Sosial ........................................................................................... 8
2. Suku ................................................................................................................... 8
3. Manusia dan Masyarakat .................................................................................... 9
BAB II ............................................................................................................................. 10
KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................................ 10
A. Kajian Konsep ...................................................................................................... 10
1. Konsep Pola Interaksi Sosial ............................................................................ 10
2. Konsep Suku .................................................................................................... 16
3. Konsep Masyarakat .............................................................................................. 22
B. Kajian Teori ......................................................................................................... 24
xiii
1. Teori Interaksi Sosial (George Simmel) ........................................................... 24
2. Teori Tindakan Sosial (Max Weber) ................................................................ 29
3. Penelitian Relevan ................................................................................................ 30
D. Kerangka Pikir ..................................................................................................... 33
BAB III ............................................................................................................................ 36
METODE PENELITIAN ................................................................................................. 36
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian .............................................................................. 36
1. Jenis Penelitian ................................................................................................. 36
2. Pendekatan Penelitian....................................................................................... 36
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................... 37
1. Lokasi Penelitian ................................................................................................. 37
2. Waktu Penelitian ................................................................................................. 37
C. Informan Penelitian ............................................................................................. 38
D. Fokus Penelitian ............................................................................................... 38
E. Instrumen Penelitian ......................................................................................... 38
F. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 40
G. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 40
H. Teknik Analisis Data ........................................................................................ 42
I. Teknik Keabsahan Data .................................................................................... 43
J. Etika Penelitian ................................................................................................ 45
BAB IV ............................................................................................................................ 46
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................................................. 46
A. Sejarah Pulau Karanrang ...................................................................................... 46
B. Letak Geografis dan Jumlah Penduduk ................................................................ 48
C. Keadaan Pendidikan ............................................................................................. 49
D. Keadaan Sarana dan Prasarana ............................................................................. 50
E. Keadaan Ekonomi ................................................................................................ 51
F. Keadaan Sosial Budaya ........................................................................................ 53
G. Keadaan Aktivitas Masyarakat pada Umumnya ................................................... 54
BAB V ............................................................................................................................. 56
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................................ 56
xiv
A. Hasil Penelitian ....................................................................................................... 56
1. Pola Interaksi Masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar di Pulau Karanrang .. 56
2. Dampak Pola Interaksi Sosial Masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar di
Pulau Karanrang ....................................................................................................... 66
B. Pembahasan ............................................................................................................. 73
1. Pola Interaksi Masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar di Pulau Karanrang .. 73
2. Dampak Pola Interaksi Sosial Masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar di
Pulau Karanrang ....................................................................................................... 80
3. Cara Kerja Teori....................................................................................................... 83
4. Nilai Kebaruan (Novelty) ......................................................................................... 83
BAB VI ............................................................................................................................ 85
PENUTUP ....................................................................................................................... 85
A. Simpulan .............................................................................................................. 85
B. Saran ........................................................................................................................ 86
1. Bagi Tempat Penelitian ........................................................................................ 86
2. Bagi Peneliti Selanjutnya ..................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 87
LAMPIRAN..................................................................................................................... 89
DOKUMENTASI ............................................................................................................ 94
RIWAYAT HIDUP........................................................................................................ 101
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Nama Tabel Halaman
Tabel III.1 Waktu Penelitian 45
Tabel IV.1 Jumlah Penduduk Pulau Karanrang 48
Tabel IV.2 Tingkat Bangunan Fisik Sekolah 50
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Nama Tabel Halaman
Gambar II.1 Sosiometri 13
Gambar II.2 Bentuk-bentuk pola interaksi 14
Gambar II.3 Kerangka Konsep 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu Negara dengan ke padatan penduduk dan
memiliki beragam suku, adat, ras dan agama tapi itu tidak menjadi penghalang
untuk berada dalam satu lingkungan dan saling berinteraksi satu sama lain untuk
memenuhi kebutuhan alamiah manusia.
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antara orang perorangan, antara kelompok – kelompok manusia,
maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial
antara kelompok kelompok manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai
suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota – anggotanya.
Interaksi sosial antara kelompok kelompok manusia terjadi pula di dalam
masyarakat. Interaksi tersebut lebih dominan di lihat apabila terjadi benturan
antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial
hanya berlangsung antara pihak - pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah
pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin terjadi apabila manusia mengadakan
hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh
terhadap sistem sosial sebagai akibat hubungan termaksud (Soekanto, 2002 : 15) .
Manusia pada umumnya, dilahirkan seorang diri, tetapi hidup
bermasyarakat menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan. Sisi individualitas
manusia tidak bisa menolak sisi sosialnya untuk berkomunikasi, bergaul dan
2
bekerjasama dengan manusia lain, sebab itulah kesendirian manusia tidak bisa
meninggalkan masyarakatnya karena kita butuh untuk berinteraksi dengan orang
lain sebagai kebutuhan dasar kita sebagai manusia. Bentuk interaksi yang ada
dalam masyarakat akan melahirkan sifat asosiatif yang berarti kerja sama timbal
balik anatara individu atau kelompok satu dengan lainnya sehingga menciptakan
pencapaian tujuan bersama. Sedangkan, Pola interaksi akan melahirkan sifat
disosiatif yang artinya lebih mengarah pada terjadinya persaingan bahkan
menimbulkan konflik antar individu atau kelompok satu dengan lainnya.
Dalam satu masyarakat baik pedesaan maupun perkotaan pasti terdapat
suatu proses sosial, dimana dapat berupa Interaksi Sosial, ini merupakan syarat
utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-
hubungan sosial yang dinamis. Interaksi pasti terdapat di dalam masyarakat tidak
terkecuali pada masyarakat desa yang mana mereka mempunyai ikatan batin yang
kuat sehingga hubungan bermasyarakat lebih kuat.
Salah satu hal nya yang sangat menarik untuk kita bahas yaitu masyarakat
pedesaan di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu Kecamatan Liukang Tupabbiring
Utara Kabupaten Pangkep yang berpenduduk >3000 memiliki dua Suku yakni
masyarakat Suku Bugis 23% yang berada dibagian Barat Laut Pulau Karanrang
dan masyarakat Suku Makassar 77% dan yang mendominasi adalah Suku
Makassar dan memiliki sejarah yang sangat menarik untuk dibahas mengenai
kedua Suku tersebut tapi dengan demikian dikatakan sebagai standar dan
pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli tolong
3
menolong, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian,
kehidupan moral sosial dan lain-lain. Dengan memiliki dua suku didalam satu
pulau membuat pola interaksi antar suku bugis dan suku makassar itu sendiri tidak
begitu sulit dalam berinteraksi seperti misalnya penduduk suku bugis berinteraksi
dengan sesama suku bugis menggunakan bahasa daerah Bugis baik dengan
perindividu maupun dengan kelompok, begitupun dengan masyarakat bersuku
makassar berinteraksi dengan sesama masyarakat suku makassar menggunakan
bahasa daerah Makassar baik antar individu ataupun kelompok yang berada di
wilayah suku makassar tapi beberapa warga yang tidak menguasai kedua bahasa
daerah membuat interaksinya terbatas.
Tetapi jika suku Bugis dan suku Makassar bertemu dan ingin berinteraksi
semisal berada di Acara Pesta pengantin, Hajatan, ataupun pesta demokrasi kedua
masyarakat berbeda suku ini menggunakan bahasa daerah di wilayah mana
mereka berada jika acara tersebut berada di wilayah suku Bugis maka masyarakat
suku Makassar akan menggunakan bahasa daerah Bugis untuk kelancaran dalam
berinteraksi, jika acaranya berada di wilayah suku Makassar juga otomatis mereka
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Makassar. Sejatinya walaupun di
Pulau Karanrang ini memiliki dua Suku tetapi masyarakatnya menguasai bahasa
daerah kedua Suku tersebut untuk melancarkan pola interaksi sesama masyarakat
walaupun berbeda Suku, karena masyarakatnya bisa dikatakan masih menganut
pemikiran kontemporer dan belum menggunakan bahasa Indonesia bahkan untuk
orang tua atau warga yang tidak bersekolah tidak mengetahui berbahasa Indoneisa
tetapi lebih menguasai bahasa melayu zaman dulu.
4
Orang kota membayangkan bahwa bahwa desa ini orang bergaul dengan
rukun, tenang, selaras, dan akur. Akan tetapi dengan berdekatan, justru mudah
terjadi konflik ataupun persaingan yang bersumber dari peristiwa kehidupan
sehari-hari. Seperti halnya tanah, gengsi, perbedaan kaum muda dan kaum yang
lebih tua, serta antara pria dan wanita. Bayangan bahwa desa tempat ketentraman
pada konstelasi tertentu ada benarnya, akan tetapi yang nampak justru bekerja
keraslah yang merupakan syarat pokok agar dapat hidup di Desa. Seperti
misalnya, Di Pulau Karanrang Kabupaten Pangkep yang memiliki keunikan di
antara Pulau yang berada di Kabupaten Pangkep karena di Pulau Karanrang
memiliki dua Suku yakni Suku Bugis dan Suku makassar yang hidup secara
berdampingan walaupun memiliki wilayah tertentu bagian Suku Bugis itu berada
di bagian Timur hingga Tenggara dan wilayah bagian suku makassar yakni bagian
Selatan hingga Timur Laut.
Selama saya selaku Peneliti tinggal dan menetap di Pulau Karanrang sejak
lahir sampai bisa memahami lingkungan dan mengerti persoalan Interaksi Sosial
saya bisa mengatakan bahwa Interksi sosialnya sangat baik dan tolong menolong
yang sangat baik antara Suku Bugis dan Suku Makassar misal dalam satu warga
suku melakukan kegiatan atau acara keluarga seluruh masyarakat pasti bisa
terlibat untuk membantu tidak hanya orang-orang yang satu suku saja dan itu
sudah terjalin dari zaman dahulu hingga sekarang tidak ada yang berubah, rasa
tolong menolong yang sangat tinggi tetapi terkadang juga terjadi perselisihan
antar suku atau masyarakatnya itu sendiri terlebih bagi yang masih muda memiliki
emosi dan rasa ingin tahu tinggi biasa membuat masalah atau pertikaian antara
5
Remaja Suku Bugis dan Suku Makassar bertikai tapi tidak berlangsung lama
karena selalu di musyawarahkan antar keluarga. Seperti kita ketahui bersuku-suku
dan berbangsa-bangsa itu telah diriwayatkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an
Surah AL-Hujurat ayat 13.
قباٮ للتعارفواي كمشعوباو ىوجعلن انث نذكرو كمم ٮكمايهاالناساناخلقن ق ا
لل ن اكرمكم ا ليمانال
خبير
Artinya :
Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling muliadi
antara kamudi sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha teliti.
Gejala-gelaja sosial yang menarik sehingga saya ingin meneliti mengenai Pola
Interaksi di Pulau Karanrang yaitu apakah setelah interaksi antar suku ini sangat
terjalin dengan baik dari zaman dulu hingga kini pernah mengalami adanya
ketimpangan penghasilan mengakibatkan perselisihan setiap masyarakatnya dan
menimbulkan masalah dan selain Nelayan apakah ada Mata pencahariaannya yang
lain dilakukan untuk mencari rezeki karena stigma masyarkat kota selalu
mengatakan orang-orang yang tinggal di pulau adalah orang “berada”/kaya.
Hal ini mendasari peneliti untuk mengkaji bagaimana kehidupan masyarakat
Pedesaan di Pulau Karanrang Kabupaten Pangkep dengan Judul “Pola Interaksi
Antara Suku Bugis dan Suku Makassar Di Pulau Karanrang Kabupaten Pangkep”
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
yaitu :
1. Bagaimanakah pola interaksi sosial yang diterapkan Masyarakat suku Bugis
dan Suku Makassar di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu Kecamatan
Liukang Tupabbiring Utara Kabupaten Pangkep berdasarkan Asosiatif dan
Disosiatif ?
2. Bagaimanakah dampak Pola Interaksi Sosial masyarakat Suku Bugis dan
Suku Makassar di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu Kecamatan Liukang
Tupabbiring Utara Kabupaten Pangkep ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yaitu :
1. Untuk mengetahui Pola Interaksi Sosial yang diterapkan Masyarakat suku
Bugis dan Makassar di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu Kecamatan
Liukang Tupabbiring Utara Kabupaten Pangkep berdasarkan Gotong Royong,
kerja sama, Persaingan dan konflik.
2. Untuk mengetahui dampak dari Pola Interaksi Sosial bagi masyarakat Suku
Bugis dan Makassar di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu Kecamatan
Liukang Tupabbiring Utara Kabupaten Pangkep.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :
7
1. Manfaat Praktis
Secara teoritis dari penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat dan berguna
untuk memberikan informasi kepada masyarakat dalam hal Pola Interaksi Antara
Suku Bugis dan Suku Makassar yang Berada Di Pulau Karanrang Desa Mattiro
Bulu Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara Kabupaten Pangkep.
2. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan bisa melengkapi kajian tentang Pola Interaksi
Antara Suku Bugis dan Suku Makassar yang Berada Di Pulau Karanrang
Desa Mattiro Bulu Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara Kabupaten
Pangkep, khususnya untuk jurusan sosiologi fakultas keguruan dan ilmu
pendidkan Universitas Muhammadiyah Makassar.
b. Secara sosial bisa menyumbangkan pemahaman tentang bentuk-bentuk Pola
Interaksi Antara Suku Bugis dan Suku Makassar yang Berada Di Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara
Kabupaten Pangkep.
c. Bagi Peneliti : Penilitian diharapkan menambah pengetahuan mengenai Pola
Interaksi Sosial pada lokasi yang di teliti dan dapat mengaplikasikan dalam
kehidupannya.
E. Defenisi Operasional
Setelah beberapa konsep yang diuraikan dalam hal yang berkaitan dengan
penelitian ini, maka untuk mempermudah dalam mencapai tujuan. Peneliti perlu
8
menyusun defenisi operasional yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam
penelitian ini, antara lain :
1. Pola Interaksi Sosial
Pola interaksi sosial adalah bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu
dan individu, individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok bersifat
dinamis dan mempunyai pola tertentu. Apabila interaksi sosial tersebut diulang
menurut pola yang sama dan bertahan untuk jangka waktu yang lama akan
terwujud hubungan sosial yang relatif mapan. Pola interaksi sosial memiliki ciri-
ciri yang pertama yaitu berdasarkan kedudukan sosial (status) dan peranannya,
kedua merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik
yang merupakan hasil dari kegiatan tadi, ketiga mengandung dinamika. Artinya,
dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan nilai sosial yang di proses,
baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran, dan yang ke empat
tidak mengenal waktu, tempat dan keadaan tertentu. Berarti interaksi sosial dapat
terjadi kapan dan dimanapun, dan dapat berakibat positif atau negatif terhadap
kehidupan di lingkungan masyarakat.
2. Suku
Suku adalah kelompok etnik, etnis atau suku bangsa adalah suatu golongan
manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan
sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas
suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut
seperti kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku dan ciri-ciri bilogis.
9
3. Manusia dan Masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia satu dengan lainnya saling
membutuhkan. Manusia saling melengkapi kebutuhan interaksi sosial melalui
sebuah komunikasi. Manusia dikatakan makhluk sosial yaitu makhluk yang di
dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain.
Sedangkan pada,
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sistem semi tertutup
atau semi terbuka, serta melakukan interaksi antara individu-individu yang berada
dalam kelompok tersebut, dan memiliki kebudayaan didalamnya. Lebih
abstraknya,sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antara
entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interpenden (saling
tergantung satu sama lain).
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep
1. Konsep Pola Interaksi Sosial
a. Pengertian Pola Interaksi Sosial
Pola interaksi sosial adalah bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara
individu dan individu, individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok
bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu. Apabila interaksi sosial tersebut
diulang menurut pola yang sama dan bertahan untuk jangka waktu yang lama
akan terwujud hubungan sosial yang relatif mapan. Pola interaksi sosial memiliki
ciri-ciri yang pertama yaitu berdasarkan kedudukan sosial (status) dan
peranannya, kedua merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir
pada suatu titik yang merupakan hasil dari kegiatan tadi, ketiga mengandung
dinamika. Artinya, dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan nilai
sosial yang di proses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun
kehancuran, dan yang ke empat tidak mengenal waktu, tempat dan keadaan
tertentu. Berarti interaksi sosial dapat terjadi kapan dan dimanapun, dan dapat
berakibat positif atau negatif terhadap lingkungan kehidupan masyarakat.
Menurut Erving Goffman, interaksi sosial adalah proses dimana seseorang
bertindak dan bereaksi terhadap orang-orang di sekitarnya. Ini termasuk tindakan
yang dilakukan orang terhadap satu sama lain dan tanggapan yang mereka berikan
sebagai balasannya. Interaksi sosial adalah fitur mendasar dalam kehidupan.
11
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain.
Dalam bergaul, berbicara, bersalaman, bahkan bertentangan sekalipun kita
memerlukan orang lain. Dalam bergaul dengan orang lain selalu ada timbal balik
atau melibatkan dua belah pihak. Intaraksi sosial merupakan ciri khas kehidupan
bermasyarakat. Artinya kehidupan bermasyarakat akan kelihatan nyata dalam
berbagai bentuk pergaulan seseorang dengan orang lain. Contohnya keramaian di
pasar, buruh pabrik, berdemostrasi, dan pelajar belajar di kelas. (Nursalam &
Suardi, 2016:67)
b. Ciri-ciri Pola Interaksi Sosial
Pola interaksi sosial memliki beberapa ciri-ciri yaitu :
1. Berdasarkan kedudukan sosial (status) dan penannya.
Contohnya, Seorang guru yang berhubungan dengan muridnya harus
mencerminkan perilaku seorang guru. Sebaliknya, siswa harus menaati gurunya.
2. Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik
yang merupakan hasil dari kegiatan tadi.
Contohnya, dari adanya interaksi, seseorang nelakukan penyesuaian,
pembauran, terjalin kerja sama, adanya persaingan, muncul suatu pertentangan,
dan seterusnya.
3. Mengandung dinamika. Artinya, dalam proses interaksi sosial terdapat
berbagai keadaan nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada
kesempurnaan maupun kehancuran.
12
Contohnya, penerapan nilai-nilai adama dalam kehidupan masyarakat dapat
menciptakan keteraturan sosial.
4. Tidak mengenal waktu, tempat dan keadaan tertentu. Berarti interaksi sosial
dapat terjadi kapan dan dimanapun, dan dapat berakibat positif atau negatif
terhadap kehidupan masyarakat.
Contohnya, sebuah sekolah yang terkenal memiliki disiplin dan tata tertib
yang ketat dan mendapatkan kepercyaan dari masyarakat, pada suatu ketika
menjadi tercemar karena ada siswanya yang melakukan tindakan amoral.
c. Bentuk-bentuk Pola Interaksi Sosial
Bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dan dan individu,
individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok bersifat dinamis dan
mempunyai pola tertentu. Apabila interaksi sosial tersebut diulang menurut pola
yang sama dan bertahan untuk jangka waktu yang lama, akan terwujud hubungan
sosial yang relatif mapan.
Klasifikasi interaksi sosial. Berdasarkan bentuknya, interaksi sosial dapat di
klasifikasikan menjadi tiga pola, yaittu sebagai berikut.
1. Pola Interaksi Individu dengan Individu
Dalam mekanismenya, interkasi ini dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan
yang mengakibatkan munculnya beberapa fenomena, seperti jarak sosial, perasaan
simpati dan antipati, intensitas, dan frekuensi interaksi. Jarak sosial sangat
dipengaruhi oleh status dan peranan sosial.
13
Pola interaksi individu dengan individu ditekankan pada aspek-aspek
individual, yang setiap perilaku didasarkan pada keinginan dan tujuan pribadi, dan
akibat dari hubungan menjadi tanggung jawabnya. Contohnya, seseorang sedang
tawar menawar barang dengan pedagang kaki lima; dua insan sedang berkasih-
kasihan; orang-orang bertemu dijalan dan saling menyapa. Untuk mengukur
keakraban seseorang, umumnya digunakan sosiometri seperti pada bagan berikut
ini. (Irwan Sahaja, 2015)
Gambar II.1 Sosiometri
Dari sosiometri tersebut dapat diketahui beberapa hal berikut.
a) Makin sering seseorang bergaul dengan orang lain, hubungannya akan
semakin baik. Sebaliknya, makin sedikit atau jarang bergaul ia akan terasing
atau terisolasi.
b) Keintiman seseorang sangat bergantung pada frekuensi dan intensitasnya
melakukan pergaulan.
c) Dalam pergaulan. Seseorang akan memilih atau menolaksiapa yang akan
dijadikan temannya.
2. Pola Interaksi Individu dengan Kelompok
Pola interaksi individu dengan kelompok memiliki beberapa bentuk ideal
yang merupakan deskripsi atau gambaran dari pola interaksi yang ada
14
dimasayakat. Harold Lavitt, menggambarkan terdapat empat pola interaksi ideal
yaitu pola lingkaran, pola huruf X, pola huruf Y, dan pola garis lurus.
Gambar II.2 Bentuk-bentuk pola interaksi
Pola lingkaran merupakan pola interaksi yang menunjukkan adanya kebebasan
dari setiap anggota untuk berhubungan dengan pihak manapun dalam
kelompoknya, baik secara vertikal maupun horizintal. Akan tetapi, pola ini sulit
dalam menentukan keputusannya karena harus ditetapkan bersama. Pola huruf X
dan Y ditandai dengan terbatasnya hubungan antar anggota kelompok sebab
hubungan harus dilakukan melalui birokrasi yang kaku, tetapi mekanisme
kelompok mudah menguasai dan mengatur anggotanya walaupun dipaksakan.
3. Pola Interaksi Kelompok dengan Kelompok
Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang tampak.
Pola interaksi antarkelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama,
termasuk juga di dalamnya perbedaan jenis kelamin dan usia, instutusi, partai,
organisasi, dan lainnya. Dianatara berbagai pendekatan yang digunakan untuk
mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama
interaksionosme simbolik. Pendekatan ini bersumber pada pemikiran dari George
Herbert Mead.
15
d. Jenis-jenis Pola Interaksi Sosial
Secara umum terdapat emat jenis pola interaksi sosial, gotong royong
(cooperation), persaingan (competition), pertikaian (conflict), pertukaran
(exchange). Keempat pola ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis, gotong
royong dan pertukaran tergolong interaksi asosiatif sementara persaingan dan
pertikaian tergolong disosiatif. Dan berikut penjelasan mengenai jenis-jenis pola
interaksi sosial :
1. Gotong Royong (Cooperation)
Gotong royong adalah keadaan ketika sekelompok individu bekerja bersama
untuk mencapai suatu tujuan. Gotong royong adalah bentuk interaksi sosial
dimana semua peserta mendapat manfaat dengan mencapai tujuan mereka dan
mendapatkan hasil yang dinginkan.
2. Pertukaran (Exchange)
Pertukaran dilakukan seseorang karena mengharapkan imbalan, dalam hal ini
statu sosial. Contoh pertukaran antara lain adalah akomodasi dan asimilasi.
Akomodasi adalah penyesuaian seseorang kepada perilaku, kebiasaan, dan sikap
baru yang disampaikan kepadanya melalui proses sosial. sedangkan. Asimilasi
adalah proses sosial mendasar itu adalah proses dimana individu dari budaya yang
berbeda dipersatukan menjadi satu. Asimilasi dalam hubungan sosial berarti
bahwa ragam kelompok budaya dan identitas melebur menjadi satu.
3. Persaingan (Competition)
16
Persaingan adalah proses dimana dua orang atau lebih berusaha untuk
mencapai tujuan yang hanya dapat dicapai oleh satu orang. Ini sebenarnya
merupakan bentuk perjuangan sosial yang paling mendasar. Persaingan adalah
fitur umum dari masyarakat Barat dan landasan sistem ekonomi kapitalis dan
bentuk pemerintahan demokratis. Itu terjadi setiap kali ada persediaan yang tidak
mencukupi dari apapun yang diinginkan manusia, dalam arti bahwa semua tidak
dapat memiliki sebanyak yang mereka inginkan. Ogburn dan Nimkoff mengatakan
bahwa persaingan terjadi ketika permintaan keluar memasuk.
4. Pertikaian (Conflict)
Konflik adalah suatu keadaan ketika individu atau kelompok berinteraksi
dengan tujuan mengalahkan lawan. Ini adalah suatu proses sosial disosiatif atau
disintegratif. Konflik muncul hanya ketika perhatian pesaing dialihkan dari objek
persaingan kepada usaha untuk mengeliminasi lawan.
2. Konsep Suku
a. Pengertian Suku
Menurut Srijanti et al (2009) suku bangsa adalah suku sosial yang khusus dan
bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan jenis kelamin dan
golongan umur.
Menurut Koentjaraningrat, suku meruapakan sekelompok manusia yang
memiliki kesatuan dalam budaya dan terikat oleh kesadarannya akan identitasnya.
Identitas dan kesadaran yang dimiliki biasanya diperkuat dengan kesatuan bahasa
dan lingkungan.
17
Suku menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan, golongan bangsa sebagai bagian
dari bangsa yang besar, golongan orang sebagian kaum yang seketurunan
memiliki hubungan darah.
Dari beberapa pengertian diatas cukup jelas bahwa Suku adalah kelompok
etnik, etnis atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-
anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan
garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari
orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budaya, bahasa,
agama, perilaku dan ciri-ciri bilogis.
b. Faktor Terbentuknya Suku Bangsa
Suku di indonesia yang beragam dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan
faktor eksternal.
1. Faktor internal dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri sendiri dan
masyarakatnya, faktor keberagaman suku di Indonesia yang di pengaruhi oleh
faktor internal diantaranya : perbedaan ras asal, kemampuan adaptasi dan
menyesuaikan diri dan kepercayaan masyarakat.
2. Faktor eksternal dipengaruhi oleh faktor dari luar masyarakat seperti asimilasi
budaya, akulturasi budaya, pernikahan beda suku, lingkungan geografis,
perkembangan daerah. Faktor yang paling berpengaruh terhadap keanekaragaman
18
suku di indonesia adalah faktor eksternal yang menyebabkan suku dapat tersebar
secara heterogen.
c. Sebaran Suku-Suku Besar di Indonesia
Negara Indonesia merupakan negara yang berbentuk kepulauan. Suku di
Indoneisa pun bersifat heterogen dan tersebar di berbagai pulau. Terdapat
kelompok suku yang besar yang tersebar di Indonesia di antaranya :
1) Suku Bugis
Suku Bugis merupakan salah satu suki di Indonesia yang wilayah asalnya dari
Sulawesi Selatan dan tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. (Agasta
Adhiguna, 2019)
Kata Bugis bersal dari kata To Ugi (Agasta Adhiguna, 2019) yang mana pada
penamaan ugi merujuk pada raja pertama kerajaan China di Pammana, yaitu La
Sattumpungi.
Rakyat Bugis menjuluki diri sebagai To Ugi atau pengikut La Sattumpungi.
Suku Bugis dikenal sebagai suku yang sangat mempertahankan kebudayaannya
sehingga tetap eksis di era global.
Adapun keragaman budaya dari Suku Bugis, di antaranya Adat istiadat Suku
BugisMappadendang atau pesta panen adalah salah satu adat istiadat yang sering
dilakukan oleh Suku Bugis. Dilaksanakannya upacara ini sebagai wujud syukur
atas keberhasilan dalam menanam padi sekaligus memiliki nilai magis. Upcara ini
juga disebut penyucian gabah. Mappadendang digelar dengan menumbukkan alu
19
ke lesung secara silih berganti yang dilakukan oleh tiga laki-laki dan enam
perempuan dengan menggunakan pakaian baju adat Bugis, yakni Baju Bodo.
Rumah Adat BugisKeunikan dari rumah adat Suku Bugis yaitu dibangun tanpa
menggunakan paku, tetapi digantikan dengan kayu atau besi. Berdasarkan status
sosial yang berbeda, rumah ini memiliki dua jenis yaitu rumah saoraja untuk
kaum bangsawan dan bola untuk rakyat biasa. Perbedaannya hanya terletak pada
luas dan besaran tiang penyangganya. Arsitektur rumah ini mendapat pengaruh
Islam. Hal ini terlihat dari banyaknya lukisan yang bernuansa islami.
Alat musik Suku Bugisada beberapa jenis alat musik Suku Bugis diantaranya
yaitu ada : Gandrang bulo yang artinya gendang bambu, kecapi, gendang dan
suling.
Kesenian tari Suku Bugiskesenian tari suku bugis ini sangat banyak
diantaranya itu ada : Tari Paduppa Bosara, tarian ini biasa dibawakan jika ingin
memberika penghargaan untuk tamu sebagai penyambutan tamu yang sedang
datang berkunjung.Tari Pakarena, merupakan tarian kerjanaan yang bersifat lemah
lembut dan gemulai. Biasanya tarian ini dimainkan oleh perempuan, Tari
Ma’badong, merupakan tarian yang dilakukan oleh masyarakat Bugis saat upacara
kematian, Tarian Pa’gellu, tarian yang dilakukan oleh masyarakat Bugis saat
menyambut pahlawan perang mereka., Tarian Mabissu, merupakan tarian untuk
ajang unjuk diri berupa debus dan mistis karena memperlihatkan kekebalan tubuh,
Tari Kipas, tarian dengan tempo cepat namun tetap gemulai dengan aksesoris
berupa kipas.
20
Adat perkawinan di Suku Bugis masyarakat Suku Bugis juga memiliki kriteria
tertentu dalam perkawinan dengan memandang bibit, bebet, dan bobot sebelum
melangsungkan perkawinan. Berikut pembagian perkawinan menurut Suku Bugis
Assialan Marola (mempelai perempuan dibawah ke rumah mempelai pria),
Assialana Memang(acara akad di rumah mempelai wanita), Ripanddepe’ Mabelae
(mempelai pria dan wanita dipertemukan setelah mempelai pria melangsungkan
akad nikah).
Adapun Kegiatan yang dilakukan oleh Suku Bugis sebelum melangsungkan
pernikahan (Agasta Adhiguna, 2019), yaitu Mappuce-puce (peminangan),
Massuro (pihak laki-laki mendatangi rumah pihak perempuan untuk
membicarakan lebih lanjut waktu pernikahan dan memberikan uang panaik),
Maduppa (menyebarkan undangan pernikahan kepada tamu), Mappasili
(memandikan mempelai / calon pengantin dengan menggunakan daun serta
mendo’akan agar acara pernikahan berjalan dengan lancar), Mapaccing (malam
pacar dimana mempelai pengantin diberikan pacar ketelapak tangan oleh orang-
orang yang hadir untuk mendo’akan).
2) Suku Makassar.
Suku Makassar adalah nama melayu untuk sebuah etnis yang mendiami pesisir
selatan pulau sulawesi, meliputi wilayah kota makassar, Kabupate, Maros, Gowa,
Takalar, Jeneponto. Selayar, sebagian Bulukumba, sebagian Bantaeng, sebagian
Pangkep, sebagian Sinjai. (wikipedia)
21
Kebudayaan Suku Makassar tidak jauh beda dari Suku Bugis, Suku Makassar
atau biasa disebut dengan Tau Mangkasara ini diakui akan kebudayaannya,
dimana kebudayaan mereka tetap dilestarikan sampai sekarang dan tidak tergerus
oleh moderenisasi.
Rumah adat suku makassar sama dengat rumah ada suku lain yang memiliki
khas sendiri rumah ada suku makassar itu disebutnya dengan Balla, rumahnya itu
berbentuk rumah panggung dengan kayu sebagai penyangganya dan seng sebagai
atap.
Pakaian adat suku makassar itu memiliki ciri-ciri yaitu memiliki segi empat,
sisi samping pakaian atas yang dijahit, tidak berlengan,, terbentuknya gelembung
dibagian tubuh, tak ada sambungan jahitan dibagian bahu, terdapatnya hiasan
berbentuk bulatan kepingan logam di seluruh bagian tepi dan permukaan blus.
Dinamakan Baju Bodo, untuk menggunakan baju bodo ini juga memiliki
ketentuan dan arti tersendiri sesuai dengan warna baju dan orang yang
menggunakannya.
Selain Suku Bugis memiliki banyak tarian adat begitupun Suku Makassar
memiliki beberapa tarian ada antara lain yaituTari Pangadakkang merupakan
tarian yang diperankan oleh laki-laki dan perempuan para penari perempuan
menari dengan menggunakan kipas, sementara penari laki-laki mengiringinya
dengan tarian yang cepat dan lambat secara bergantian, taro pangadakkang
merupakan tarian mengenai adat istiadat.
22
3. Konsep Masyarakat
a. Defenisi Masyarakat Menurut Para Ahli (Syafruddin.2009)
Menurut Linton (ahli Antropologi) : Masyarakat adalah setiap kelompok
manusia yang telah cukup lama hidup bekerja sama sehingga dapat
mengorganisasi dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan social
dengan batas-batas tertentu, Menurut MJ. Herskovits : Masyarakat adalah
kelompok individu yang dikoordinasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu,
Menurut JL. Jillin dan JP. Jillin : Masyarakat adalah kelompok manusia yang
tersebar mempunyai kebiasaan tradisi sikap dan perasaan persatuan yang sama,
Menurut Prof. DR. Koentjoroningrat : Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia
yang berinteraksi menurut suatu system adat istiadat tertentu yang
berkesinambungan dan terikat oeh suatu rasa identitas bersama, Menurut R.
Linton : Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama
hidup dan bekerjasama sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dalam
kesatuan social dengan batas-batas tertentu.
b. Ciri-Ciri Masyarakat
Suatu masyarakat dapat dikatakan sebagai jika mencakupi ciri-ciri umumnya
seperti menjalin interaksi antar warga, memiliki adat istiadat, norma hukum dan
aturan khas yang mengatur seluruh penduduk warga kota maupun desa dan
memiliki satuan komunitas wilayah serta satuan rasa identitas kuat yang mengikat
semua warga.
23
Masyarakat berdasarkan taraf struktur sosial dan kebudayaan, masyarakat
terdiri dari Masyarakat sederhana, masyarakat madya, dan masyarakat modern,
Masyarakat berdasarkan mata pencahariannya yaitu ada masyarakat pemburu,
masyarakat peternak, masyarakat peladang, masyarkat nelayan, dan masyarakat
petani. (Syafruddin. 2009)
Adapun ciri-ciri masyarakat berdasarkan wilayah Masyarakata Desa ini
adalah sekelompok orang yang hidu bersama dan bekerja sama disuatu daerah
tertentu dengan bermata pencaharian dari sektor agraris, Masyarakat Kota itu
sendiri terdiri dari suatu himpunan penduduk tidak agraris yang bertempat tinggal
di dalam dan disekitar suatu kegiatan ekonomi, pemerintah, kesenian dan ilmu
pengetahuan, Masyarakat Pinggiranadalah masyarakat yang tinggalnya di daerah-
daerah pinggiran kota yang kehidupannya selalu diwarnai dengan kegelisahaan
dan kemiskinan serta mencari nafkahnya dengan cara menjadi pemulung
(Syafruddin. 2009).
c. Unsur-Unsur Masyarakat
1) Kategori Sosialmanusia yang terwujud karena adanya suatu ciri-ciri yang
objektif yang dikenakan pada manusia-manusianya, seperti usia, pendapatan,
dll.Dilakukan kategori bila kriterianya sebagai berikut : tidak ada interaksi antar
anggota, tidak ada ikatan moral bersama yang dimiliki, dan tidak ada harapan-
harapan peran.
2) Golongan Sosial adalah suatu kesatuan manusia yang ditandai oleh suatu ciri
tertentu, bahkan sering kali ciri itu dikenalkan kepada mereka dari pihak luar
24
kalangan mereka sendiri. Misalnya golongan pemududa, gelandangan dan
pengemis.Komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati
wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu system adat istiadat, terikat
identitas komunitas dan memiliki patriotism dan nasionalisme. Misalnya
kesatuan-kesatuan seperti desa, kota, rw, dll.Kelompok adalah sekumpulan
manusia yang berinteraksi antar anggotanya, mempunyai adat istiadat tertentu
norma-norma berkesinambungan dan adanya rasa identitas yang sama serta
mempunyai organisasi dan sistem pemimpin, Himpunan adalah kesatuan manusia
yang berdasarkan sifat tugas dan atau guna, sifat hubungan berdasarkan kontrak,
dasar organisasinya buatan, pimpinan berdasarkan wewenang dan oknum.
B. Kajian Teori
1. Teori Interaksi Sosial (George Simmel)
Kunci dari interaksi sosial salah satunya ialah kesadaran. Bagaimana mungkin
manusia berinteraksi dengan sesamanya tanpa sadar dan tanpa adanya tujuan.
Menurut Blummer (Ritzer, 2015:275) interaksi adalah proses dimana kemampuan
berpikir di kembangkan dan diperlihatkan. Hal tersebut bersentuhan dengan kunci
dalam interaksi sosial yaitu kesadaran, dengan adanya kesadaran maka manusia
melibatkan pikiran. Secara tidak langsung dalam interaksi sosial, individu dengan
individu atau individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok sedang
memperlihatkan dan mengembangkan pikiran mereka.
Simmel (Ritzer, 2015:43) memusatkan perhatiannya pada interaksi sosial dan
kesadaran individu yang kreatif, dengan teori utamanya tentang interkasionisme
simbolik. Jadi manusia berinteraksi satu sama lain untuk berbagai tujuan, motif
25
dan kepentingan. Simmel lebih menyoroti masalah-masalah berskala kecil,
terutama tindakan dan interaksi individual. Pemikiran Simmel yang paling
terkenal yaitu tentang bentuk-bentuk interaksi yang dibedakan menjadi dua yaitu
interaksi berdasarkan bentuk dan interaksi berdasarkan tipe. Simmel (Faruk,
2013:36) berpendapat bahwa konflik bukanlah suatu ancaman terhadap
kebersamaan. Adanya interaksi sosial sebagai sebuah hubungan sosial,
memungkinkan terjadinya konflik sebagai akibat dari interaksi tersebut. Namun,
Simmel tidak memusingkan konflik dalam interaksi, menurutnya konflik
merupakan bentuk dasar dari interaksi. Interaksi Sosial dan konflik akan
memungkinkan suatu interaksi berlangsung dan bertahan di suatu masyarakat.
Peningkatan jumlah manusia dalam interaksi sosial, akan mempengaruhi hingga
mengubah pola interaksi dan memunculkan bentuk pengelompokan sosial serta
keterlibatan sosial.
a) Interaksi Sosial Berdasarkan Bentuk
Simmel (Romansyah,2017) berpendapat bahwa interaksi sosial berdasarkan
bentuknya dibagi menjadi superordinasi dan subordinasi, konflik, pertukaran, dan
hubungan seksual.
1) Superordinasi dan Subordinasi
Subordinasi merupakan bentuk ketaatan terhadap superordinasi, hal ini
dikarenakan superordinasi berkedudukan lebih tinggi daripada subordinasi.
Superordinasi dan subordinasi memiliki hubungan timbal balik, hal ini
membuktikan bahwa bagaimanapun bentuk interaksinya, pasti memiliki hubungan
26
timbal balik. Simmel (Faruk, 2012:35) mengatakan setidaknya ada tiga variasi
dalam pola ini, yaitu subordinasi dibawah seorang individu, subordinasi di bawah
kelompok, dan subordinasi dibawah prinsip umum atau peraturan yang bersifat
impersonal.
2) Konflik
Seperti yang dikatakan Simmel (Faruk, 2012:36) bahwa konflik bukanlah
sesuatu yang bersifat negatif, ancaman terhadap kebersamaan. Konflik justru
merupakan bentuk dasar dari interaksi, yang memungkinkan interaksi terus
berlangsung dan masyarakat dapat dipertahankan. Atas dasar pendapat tersebut,
maka konflik dikategorikan sebagai bentuk dari interaksi sosial. Ketika individu
dengan individu atau individu dengan kelompok terlibat konflik, keduanya secara
tidak sadar tengah berinteraksi, karena di dalam konflik atau pertikaian antar
individu terdapat kontak sosial dan komunikasi yang menjadi syarat dari
terjadinya interaksi. Simmel mengatakan bahwa konflik yang diperlukan untuk
masyarakat adalah perubahan yang terjadi pada suatu kelompok yang harmonis
secara nyata. Melalui adanya konflik antarindividu atau individu dengan
kelompok, diharapkan adanya perubahan sosial dianatara pihak yang berkonflik
kearah yang lebih baik.
3) Pertukaran
Simmel berpendapat bahwa pertukaran adalah jenis interaksi sosial yang murni
dan maju. Karakteristik pertukaran ialah bahwa jumlah nilai dari pihak yang
berinteraksi lebih besar setelah iya berinteraksi daripada sebelum berinteraksi.
27
Masing-masing pihak memberikan lebih selain yang dimiliki. Pemberian
informasi dapat dikatakan sebagai pertukaran, atau antarindividu saling bertukar
informasi. Mengenai jumlah nilai hal ini ialah tingkat penguasaan atau
penerimaan informasi, ketika seseorang telah melakukan interaksi secara tidak
langsung ia menerima informasi sebagai timbal balik, dan ia menjadi mengerti
akan satu hal. Simmel menganggap pertukaran sosial melibatkan untung dan rugi.
4) Hubungan Seksual
Hubungan seksual dalam interaksi perempuan dan laki-laki yang berinteraksi
dengan memberikan rangsangan seksual sebagai pemberian kesan dan daya tarik.
Masing-masing pihak menampilkan rangsangan sekaligus menampilkan cara
untuk menahan perbuatannya. Melalui cara tersebut sepasang kekasih dapat
menikmati bentuk hubungan seksual yang menarik tanpa memasukkan isi dari
hubungan seperti itu.
b) Interaksi Sosial Berdasarkan Tipe
Interaksi sosial berdasarkan tipe seperti yang diungkapkan oleh Simmel
dibagi menjadi interaksi sosial antarindividu, interaksi sosial individu dengan
kelompok, dan interaksi sosial kelompok dengan individu, di dalam kehidupan
sosial. Bentuk interaksi sosial berdasarkan tipe memiliki hubungan timbal balik
dan bersifat saling mempengaruhi.
1) Interaksi Sosial Antar Individu
Interaksi sosial antarindividu dianggap sebagai interaksi sosial yang terjadi
dengan melibatkan dua manusia, serta sama-sama memiliki tujuan. Dua orang
28
yang asing distasiun yang sedang menantikan datangnya kereta misalnya, satu
diantara dua orang ini lupa tidak memakai jam tangan, dan menepuk pundak laki-
laki disebelahnya untuk bertanya jam menunjukkan pukul berapa. Setelah itu dua
asing ini saling melakukan interaksi tanya jawab hinggan kereta yang ingin
ditumpangi tiba.
2) Interaksi Sosial Antara Individu dengan Kelompok
Kehidupan sosial memungkinkan segala hal yang berkaitan dengan interaksi
sosial terjadi, seperti halnya interaksi sosial antara individu dengan kelompok.
Interaksi sosial ini menghadapkan satu orang manusia yang berinteraksi dengan
beberapa orang yang terdapat didalam kelompok. Misalnya seperti guru yang
mengajar dalam kelas, guru mengajar dalam ruangan kelas sendiri dan mengajar
siswa dalam kelas 30 orang, dapat dikatakan sebagai interaksi sosial antara
individu dengan kelompok.
3) Interaksi Sosial Antara Kelompok dengan Individu
Interaksi sosial yang bersifat memengaruhi seperti yang terjadi di dalam
interaksi sosial anatara kelompok dengan individu. Contoh sederhananya yaitu
ketika mahasiswa sedang melaksanakan demonstrasi didepan kampus disini
sekelompok mahasiswa ingin menuntut keadilan kepada rektor dikampus.
Teori yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu teori interaksi sosial
George Simmel dengan fokus pada proses interaksi sosial dan bentuk interaksi
sosial. Sumber data penelitian mengandung interaksi sosial berdasarkan bentuk
yaitu superordinasi dan subordinasi, konflik, pertukaran serta interaksi sosial
29
berdasarkan tipe yaitu interaksi antarindividu, interaksi antar individu dengan
kelompok, dan interaksi sosial kelompok dengan individu yang akan dibahas.
2. Teori Tindakan Sosial (Max Weber)
Max Weber melihat sosiologi sebagai sebuah studi tentang tindakan sosial
antar hubungan sosial dan itulah yang di maksudkan dengan pengertian paradigma
defenisi sosial dan itulah yang dimaksudkan dengan pengertian paradigma
defenisi atau ilmu sosial itu. Tindakan manusia dianggap sebagai sebuah bentuk
tindakan sosial manakala tindakan itu ditujukan pada orang lain. (Hotman M.
Siahan. Hal.90:1989)
Weber secara khusus mengklasifikasikan tindakan sosial yang memiliki arti-
arti subjektif tersebut kedalam empat tipe. Atas dasar rasionalitas tindakan sosial,
Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe, semakin
rasionalis tindakan sosial itu semakin mudah di pahami : (George Ritzer,
126:2001)
a) Tindakan Rasionaitas Instrumental (Zwerk Rational)
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang
didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan
tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan mencapainya.
b) Tindakan Rasional Nilai (Werk Ratinoal)
Tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya
merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya
sudah ada didalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut.
c) Tindakan Afektif (Affectual Action)
30
Tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan sadar. Tidakan afektif sifatnya spontan, tidak
rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu.
d) Tindakan Tradisional (Traditional Action)
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena
kebiasaan yang di peroleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau
perencanaan.
3. Penelitian Relevan
Adapun hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian dan
peniliti masukkan untuk menghindari terjadinya kesamaan terhadap penelitian
yang telah ada sebelumnya.
a) Muhammad Rusdi Rasyid “Pola interaksi sosial etnis Bugis Makassar :
Dinamika kerukunan hidup umat beragama di kota sorong” pada tahun 2014,
metode penelitiannya yaitu Berdasarkan pada latar belakang permasalahan
tersebut, maka peneliti mengkaji obyek penelitian ini dengan menggunakan
pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk menghasilkan uraian secara cermat
tentang suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu
(Creswell, 2010:20). Selanjutnya ada dua alasan mengapa pendekatan ini
dianggap lebih tepat digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini, yaitu;
Pertama, penelitian ini dimaksudkan untuk memahami proses interaksi sosial
suatu peristiwa yang terjadi pada obyek penelitian. Kedua, mengeksplorasi
sistematika atau pola interaksi yang terjadi pada objek penelitian. Obyek
penelitian ini dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), obyek yang
31
alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh
peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek
tersebut. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini juga sebut penelitian kualitatif
(Sugiyono, 2011:8).
Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
triangulasi, yaitu sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan
dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Peneliti
menggunakan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber
data yang sama secara serempak (Sugiyono, 2011:241). Observasi ini bersifat
non-partisipatif, dengan melakukan pengamatan terhadap realitas yang terjadi,
agar memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai permasalahan yang
sedang dikaji. Wawancara dilakukan terhadap subyek penelitian untuk
mendapatkan informasi mengenai pola interaksi etnis Bugis dengan etnis lain
yang seagama dan etnis yang tidak seagama.
Untuk mendapatkan informasi penggalian informasi melalui para informan
antara lain; pejabat pemerintah, tokoh masyarakat atau tokoh adat, pemimpin
keagamaan dan sejumlah umat beragama. Selanjutnya data dianalisis dengan
menggunakan metode analisis kualitatif kemudian diinterpretasi dengan
menggunakan pendekatan studi kasus melalui data emik yang berdasarkan pada
agama dan budaya etnis individu atau kelompok.
b) Mustika “Interaksi Sosial Masyarakat Bugis-Makassar di Pulau Karanrang
Kabupaten Pangkep” pada tahun 2018, dan menggunakan metode penelitian Tipe
32
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian yang bermaksud mendeskripsikan fenomena dalam model interaksi
sosial, yang terjadi di Pulau Karanrang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Penggunaan metode deskriptif kualitatif ini memiliki keunggulan karena
masalah yang dikaji tidak sekedar berdasarkan laporan pada suatu kejadian atau
fenomena saja melainkan juga dikonfirmasi dengan sumber-sumber lain yang
relevan. Berdasarkan tujuan penelitiankualitatif,maka prosedur sampling yang
penting adalah bagaimana cara menemukan informan kunci (key informant).
Orientasi mengenai respondend adalahberapa jumlah masyarakat yang dijadikan
responden tetapi apakah data yang terkumpul sudah mencukupi atau atau belum.
Dengan demikian, penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan dimaksudkan
untuk mengekploriasi dan mendiskripsikan fenomena model interaksi sosial
masyarakat Pulau Karanrang di Kabupaten Pangkep.
c) Mirna “DIASPORA SUKU BUGIS (Dalam Kajian Interaksi Suku Bugisdan
Suku Tolaki)” pada tahun 2014, dengan menggunakan metode penelitian Jenis
Penelitianyang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif dengan tujuan menggambarkan Diaspora Suku Bugis (Dalam
Kajian Interaksi Suku Bugis dengan Suku Tolaki di Kolaka Sulawesi Tenggara).
Penelitian deskriptif kualitatif lebih menekankan pada keaslian dan tidak
bertolak dari teori saja melainkan dari fakta sebagaimana adanya di lapangan.
Dengan kata lain, menekankan pada kenyataan yang benar-benar terjadi pada
suatu tempat atau masyarakat tertentu.
33
Metode Pendekatanyang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
Pendekatan sosial cultural, yaitu cara mendekati masalah yang diteliti dengan
menggunakan teori Sosiologi. Dengan cara ini dapat diketahui sejauh mana
interaksi suku Bugis dengan suku Tolaki.
Metode fenomenologi yaitu dengan cara mengamati berbagai tindakan
tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dengan jalan melihat apa yang
sebenarnya terjadi antara suku Bugis dengan suku Tolaki.
D. Kerangka Pikir
Kerangka fikir merupakan penjelasan sementara gejala yang menjadi objek
permasalahan di sebuah topik penelitian. Yang menjadi kriteria utama dalam
membuat suatu kerangka berfikir agar dapat meyakinkan ilmuwan adalah alur-alur
pemikiran yang logis dalam membuat suatu kerangka berfikir dapat membuat
kesimpulan.
Perbedaan dan permasalahan yang cukup dalam masyarakat diperlukan
adanya adaptasi untuk meminimalisir segala perbedaan dan permasalahan yang
muncul dalam masyarakat. Adaptasi merupakan cara makhluk hidup untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup dimana mereka tinggal dengan
beradaptasi, makhluk hidup dapat berubah bersama dengan lingkungannya
sehingga ia dapat bertahan sebagai suatu kelompok.
Pulau Karanrang merupakan salah satu bagian pulau dari Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan yang masih sangat menjaga dan melestarikan ajaran
Agama dan Kebudayaannya, pola interaksi masyarakatnya sendiri sangat menjalin
34
hubungan interaksi yang baik dengan antara masyarakat Pulau Karanrang maupun
masyarakat perkotaan Kabupaten Pangkep.
Masyarakat Pulau Karanrang sendiri memiliki dua latar belakang yang
berbeda antara Masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar. Tetapi dalam
masyarakat itu sendiri masih mempererat persaudaraan dan interaksi sosial satu
sama lain dan bergotong royong dalam kepentingan menjaga kebudayaan yang
ada di Pulau Karanrang. Walapun demikian tetap saja secara tidak langsung
akulturasi juga masuk diwilayah pulau.
Kehidupan masyarakat di Pulau Karanrang antara Suku Bugis dan Suku
Makassar tidak menutup kemungkinan terjadinya sebuah konflik dalam kehidupan
bermasyarakat, hal tersebut terjadi apabila masing-masing dari setiap kelompok
melakukan persaingan, baik itu dalam bidang ekonomi, kebudayaan, dan status
sosial.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka pikir sebagai
berikut :
35
g
Gambar II.3 Kerangka Konsep
Pola Interaksi Masyarakat Suku Bugis dan
Suku Makassar di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu Kabupaten Pangkep
Hasil Penelitian
Dampak Masyarakat
Assosiatif dan Disosiatif
Bagaimana Masyarakat
Assosiatif dan Disosiatif
Masyarakat
Suku Makassar
Masyarakat
Suku Bugis
Pola Interaksi Sosial
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Jadi penelitian yang
digunakan peneliti dalam penelitian tersebut yaitu penelitian kualitatif dengan
jenis deskriptif (Sugiyono.2016:8) dengan tujuan ingin menggambarkan Pola
Interaksi Masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar di Pulau Karanrang
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Penelitian deskriptif kualitatif lebih menekankan pada keaslian dan tidak
bertolak dari teori saja melainkan dari fakta sebagaian adanya dilapangan. Dengan
kata lain, menekankan pada kenyataan yang benar-benar terjadi pada suatu tempat
atau masyarakat tertentu.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kualitatif deskriptif yaitu
pendekatan fenomenologi. Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau
mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh
kesadaran yang terjadi pada beberapa individu.
Adapun metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah :
a) Pendekatan sosial cultural, yaitu cara mendekati masalah yang diteliti
dengan menggunakan teori Sosiologi. Dengan cara ini dapat diketahui sejauh
mana interaksi Suku Bugis dan Suku Makassar.
37
b) Metode fenomenologi yaitu dengan cara mengamati berbagai tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dengan jalan melihat apa sebenarnya
terjadi antara Suku Bugis dan Suku Makassar.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang terkait dengan kasus yang peneliti akan teliti yakni di
Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan luas wilayah yaitu, 3 Km2
. Pulau
karanrang memiliki batas-batas administratif, sebelah Utara berbatasan dengan
Desa Mattiro Labangeng, Sebelah Timur berbatasan dengan pesisir Kabupaten
Pangkep, Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mattiro Dolangeng.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang direncanakan untuk melakukan penelitian ini :
Waktu Penelitian yang direncanakan untuk melakukan penelitian ini :
Penelitian ini dilakukan dalam masa pandemi Covid-19 dengan sistem
bimbingan online yakni dimulai bulan September sampai Nopember 2020
38
C. Informan Penelitian
Informan penelitian yang dimaksud disini yaitu dimana peneliti diberi
informasi oleh informan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Subjek
penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang
diperlukan selama proses penelitian.
Menurut hendarsono dalam Suyanto (2005:171-172) informan penelitian ini
meliputi tiga macam yaitu :
1. Informan kunci (key information) : H. Tamsir P (Kepala Desa), Hj. Hadiana,
Sitti Umrah, Syarif, H. Syamsuddin, Hj. Masati (Masyarakat Suku Makassar).
Andi Anita, Puang Salleng, Andi Sri Wahyuni, Tuwo, Hj. Dara (Masyarakat
Suku Bugis)
2. Informan Utama : H. Malik, S.Ag , Harijo, H. Alimuddin (Tokoh Masyarakat)
3. Informan Tambahan : Nurhana, H. Habli, H.Baharuddin, Marwah, dan Nur
Aeni (warga pendatang dan sudah menetap di Pulau Karanrang Desa Mattiro
Bulu)
D. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada pola interaksi sosial
masyarakat suku bugis dan suku makassar di Pulau Karanrang desa mattiro bulu
berdasarkan pola interaksi sosial, kerja sama, gotong royong, persaingan dan
konflik.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian Kualitatif merupakan peneliti menjadi instrumen yang juga harus
“divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatfi siap melakukan penelitian yang
39
selanjutnya terjun kelapangan. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen
atau alat penelitian itu sendiri. Dalam penelitian kualitatif, tidak ada penelitian
lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen utama. Alasannya ialah
bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti (Sugiono, 2016:8).
Maka, peneliti sebagai instrumen sangat penting karena segala sesuatu masih
perlu dikembangkan selama penelitian ini berlangsung.
Selain itu untuk mendukung tercapainya hasil penelitian maka peneliti
menggunakan alat bantu berupa lembar observasi, panduan wawancara, serta
catatan dokumentasi sebagai pendukung dalam penelitian ini :
1. Pedoman Wawancara, adalah alat yang digunakan dalam melakukan
wawancara yang dijadikan dasar untuk memperoleh informasi dari informan
yang berupa daftar pertanyaan.
2. Pedoman Observasi, digunakan agar ketika peneliti sampai dilapangan, peneliti
tidak kaget dan tetap pada tujuan utamanya melakukan penelitian dengan fokus
yang diminatinya. Pedoman observasi ini juga berguna dalam memperlancar
perolehan data apabila digunakan secara maksimal.
3. Alat tulis menulis yaitu : buku, pulpen, atau pensil sebagai alat untuk mencatat
informasi yang didapat pada saat wawancara.
4. Gawai, berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan dengan
informan, dan kamera untuk mengambil gambar dilapangan yaitu pada saat
wawancara.
40
F. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang dimaksud yaitu dari mana data atau sumber tersebut di
dapatkan. Dalam hal ini sangat di butuhkan sumber-sumber yang dapat
memberikan keterangan yang jelas mengenai data yang dibutuhkan peneliti.
1. Data Primer
Data primer yaitu peneliti secara langsung melakukan observasi atau
penyaksian kejadian-kejadian yang dituliskan dengan memperhatikan setiap kata-
kata yang diamati dan diwawancarai ditempat penelitian dan data yang diperoleh
langsung dari informan yang memenuhi kriteria penelitian melalui teknik
wawancara dan interview secara langsung dan mendalam. Sumber data primer
diperoleh dari kalangan masyarakat desa setempat.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu sumber data yang memberikan informasi secara tidak
langsung. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari laporan-laporan yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti buku,
teori-teori, jurnal, blog, website dan data lain yang relevan sebagai landasan
teoritis yang dibutuhkan untuk melengkapi data penelitian.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode sebagai berikut :
1. Pra Survei / Orientasi Lapangan : hal ini dilakukan melalui observasi kegiatan
terkait dengan keadaan di lapangan dan dialog dengan Key informan.
41
2. Wawancara : wawancara dilakukan melalui para tokoh / key informan. Pada
tahap ini, materi wawancara bersifat umum. Pada tahap berikutnya
wawancara lebih diharapkan pada focus penelitian dan langsung
menghubungi sumber-sumber yang berhubungan langsung (first hand).
Kemudian data hasil wawancara, dikomparasikan dengan studi dokumentasi
dan observasi.
3. Diskusi : dalam rangka lebih menangkap ide-ide yang dikemukakan para
responden / yang diwawancarai, peneliti juga akan melaukan diskusi secara
terus-menerus dengan responden yang berada di lapangan. Diskusi ini
sifatnya berkelanjutan, selama terjun ke lapangan dan selama penulisan. Ini
dilakukan juga untuk melakukan trigulasi.
4. Trigulasi : trigulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan
observasi tidak langsung. Observasi tidak langsung ini dilaksanakan dalam
bentuk pengamatan atas beberapa kelakuan dan kejadian, yang kemudian dari
hasil pengamatan tersebut ditarik benang merah yang menghubungkan antara
berbagai fenomena kejaidan.
5. Member Chek : member chek dilakukan pada subjek wawancara melalui
cara-cara sebagai berikut : pertama langsung pada saat wawancara dalam
bentuk penyampaian ide yang tertangkap peneliti saat wawancara. Kedua,
tidak langsung dalam bentuk penyampaian rangkuman hasil wawancara
setelah peneliti mengetik dan menyusun tertib masalah yang telah dirancang.
6. Studi Dokumentasi : studi dokomentasi dimaksudkan untuk menambah atau
memperkuat apa yang terjadi, dan sebagai bahan untuk melakukan komparasi
42
dengan hasil wawancara, sejauh ada dokumentasi yang bisa diperoleh di
lapangan.
7. Observasi Langsung : observasi dilakukan pertama pada seluruh aktivitas
yang menjadi fokus masalah penelitian. Kemudian setelah observasi yang
bersifat kesuluruhan ini diperoleh data-data yang bersifatnumum maka
peneliti akan lebih memfokuskan observasi pada kegiatan-kegiatan yang
langsung terkait dengan fokus penelitian (Uhar Suharsaputra, 2014:205).
H. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah suatu proses pengolahan data yang diperoleh dari
penelitian dan kemudian dikelola untuk menarik kesimpulan. Dalam pembahasan
analisis data dalam penelitian kualitatif Huberman dan Miles mengajukan model
analisis data yang disebut model interkatif. Model interaktif ini terdiri dari tiga hal
utama yaitu :
1. Tahap Reduksi Data
Tahap reduksi data adalah proses mengolah data dari lapangan dengan
memilah dan memilih, dan menyederhanakan data dengan merangkum yang
penting-penting sesuai dengan fokus penelitian.
2. Tahap Penyajian Data
Tahap penyajian data atau data display. Dalam display data laporan yang
sudah direduksi dilihat kembali gambaran secara keseluruhan, sehingga dapat
tergambar konteks data secara keseluruhan, dan dari situ dapat dilakukan
penggalian data kembali apabila dipandang perlu untuk lebih mendalami
masalahnya. Penyajian data ini amat penting dan menentukan bagi langkah
43
selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan / verifikasi karena dapat untuk
memudahkan upaya pemaparan dan penegasan kesimpulan.
3. Tahap Verifikasi Data
Verifikasi dilakukan sejak awal terhadap data yang diperoleh, tetapi
kesimpulannya masih kabur (bersifat tentative), diragukan tetapi semakin
bertambah data maka kesimpulan harus diverifikasi selama penelitian masih
berlangsung.
I. Teknik Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif dapat dipertanggung jawabkan sebagai penelitian
ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data pemeriksaan terhadap keabsahan data
pada dasarnya, selain digunakan untuk menyanggah balik yang dituduhkan
kepada penelitian kualitatif yang mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan
sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif
(Mooleong, 2007:3200).
Tringulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai waktu (Wiliam Wiersma. 1986) dengan
demikian terdapat tringulasi sumber, tringulasi teknik pengumpulan data, dan
waktu (Sugiyono, 2007:273).
1. Triangulasi Sumber
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang
telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dta yang diperoleh dianalisis oleh
peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan
kesepakatan (memberchek) dengan sumber data. Jadi tujuan memberchek adalah
44
agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai
dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan (Sugiyono, 2007:276).
2. Triangulasi Teknik
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya untuk mengecek data
bisa melalui wawancara, observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian
kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti
melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk
memastikan data mana yang dianggap benar (Sugiyono, 2007:274)
3. Triangulasi Waktu
Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara tergantung dengan
kesepakatan dengan informan kapan waktu yang tepat untuk melakukan proses
wawancara dan informan memberikan data yang valid sehingga lebih kredibel.
Selanjutnya dapat dilakukan dengan pengecekan dengan wawancara, observasi
atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menhasilkan
data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai
ditemukan kepastian datanya (Sugiyono, 2007:274).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber, teknik dan
waktu. Triangulasi dengan memanfaatkan sumber artinya membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
teknik dan waktu yang berbeda dengan penelitian kualitatif. Triangulasi dalam
penelitian ini yaitu membandingkan hasil wawancara dari informan atau
narasumber yang menjadi subjek penelitian dengan objek penelitian, kemudian
45
dibuktikan dengan pengamatan peneliti dilapangan dan dikuatkan melalui cerita,
dokumen atau arsip tertulis.
J. Etika Penelitian
Etika penelitian adalah standar tata perilaku peneliti selama melakukan
penelitian, mulai dari menyusun desain penelitian, mengumpulkan data lapangan
(melakukan wawancara, observasi, dan pengumpulan data dokumen), menyusun
laporan penelitian hingga mempublikasikan hasil penelitian. Misalnya :
1. Menginformasikan tujuan penelitian kepada informan.
2. Meminta persetujuan informan (informan Consent) untuk diwawancarai.
3. Menjaga kerahasiaan identitas informan, jika terkait informasi sensitif.
4. Meminta izin informan jika ingin merekan wawancara, atau ingin mengambil
dokumen baik secara video maupun foto.
5. Susunan acara penelitian
I II III IV I II III IV I II III IV
1 pengusulan Judul
2 penyusunan proposal
3 konsultasi Pembimbing
4 seminar Proposal
5 Pengurusan Izin Penelitian
6 Penelitian
7 Bimbingan Skripsi
8 Ujain Skripsi
No Jenis kegiatanBulan I Bulan II Bulan III
Tabel III.1 Scedule Penelitian.
46
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Pulau Karanrang
Sejarah mengenai keberadaan Suku Makassar dan Suku Bugis di Pulau
Kanrang ini cukup Kompleks dan menarik bagi masyarakat pulau Karanrang
itu sendiri untuk mengetahui awal mula nya karena pulau Karanrang adalah
pulau yang tertua di Kabupaten Pangkep, pada >400-450 tahun yang lalu
keberadaannya dulu masih bernama Pulau Poko Rarang karena pada saat
matahari terbit dipagi hari pancarannya langsung menyinari ke pesisir Pulau
Kanranrang dan seiring berkembangnya zaman nama Poko Rarang diganti
dengan Karanrang masih dalam bentuk pesisir yang tandus dan tidak
memiliki penduduk satupun.
Sampai suatu waktu datanglah seorang utusan kerajaan Opu dari
kabupaten luwu yang bersuku Bayo yang berlayar dengan beberapa orang
dan membangun pesisir yang tandus ini menjadi tempat tinggal dan membuat
kerajaan baru bernama Kerajaan “Papu” karena letaknya berada ditengah laut
dibangun lah rumah untuk berdiam dan menetap serta membuat pemerintahan
yang zaman dulu disebut dengan “gallarang” dan yang memimpin bernama
“bodo-dodo” dan juga menjadi imam masjid karena dilihat dari postur
tubuhnya yang pendek tetapi orangnya sangat tegas dan beberapa waktu
berselang berita tersebut terdengar ke daratan Somba di Gowa yang dimana
somba di gowa ini adalah orang yang berdarah campuran Suku Bayo dan
47
Suku Makassar bernama Karaeng Bilang utusan dari sombaya untuk berlayar
bersama anggotanya dan menetapbeliau lah yang membawa pertama kalinya
Suku Makassar di Pulau Karanrang dan menetap serta memiliki keturunan,
serta keberadaan pulau Karanrang ini terdengar sampai pulau Jawa sehingga
kedatangan penyiar agama Islam dari pulau jawa bernama H. Piabang / H.
Abdul Rasyid dia datang sendirian dan tidak memiliki keturunan yang akrab
di panggil oleh masyarakat Suku Makassar pada zamannya Tuan H. Daeng
dan membangun masjid hanya dari anyaman bambu yang disebut dengan
“surau” dan menyebarkan islam serta menetap di pulau Karanrang hingga
akhir hayatnya dan Karaeng Bilang membangun masjid di bekas Surau yang
dibangun sampai sekarang masjid tersebut masih berdiri kokoh dan sudah
bersuia <250 tahun setelah meninggalnya Tuan H. Daeng.
Setelah kedatangan Suku Makassar ke Pulau Karanrang Suku Bayo sedikit
demi sedikit mulai punah dan tergantikan oleh Suku Makassar yang mulai
berkuasa diseluruh bagian bagian pulau dan tidak diketahui pada tahun
keberapa datanglah Petta Bolongnge berasal dari Bone orang pertamakali
yang membawa Suku Bugis ke pulau Karanrang pada masa itu, dan Petta
Bolongenge ini datang dan menetap tidak memiliki keturunan di pulau
Karanrang itulah menjadi alasan kenapa di Pulau Karanrang ini Suku Bugis
hanya ada sebagian kecil karena pada masa itu yang menjadi pengikut Petta
Bolongnge warga asli dari Suku Makassar yang pindah menjadi Suku Bugis
dengan mempelajari Bahasa dan Budaya dari Bugis jadi yang membuat Bugis
tetap Lestari di Pulau Karanrang yaitu dari keturunan pengikut Petta
48
Bolongnge dan menjadi unik sampe sekarang dengan sebutan “Kampong
Bugisi” . (Sejarahwan Pulau Karanrang, H. Malik. S.Ag)
B. Letak Geografis dan Jumlah Penduduk
1. Batas Wilayah
Sebelah Utara : Mattiro Labangeng, Sebelah Selatan : Mattiro Sompe,
Sebelah Timur : Pangkajene, Sebelah Barat : Mattiro Dolangeng
Luas wilayah Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu adalah 3 Km2 dengan
jumlah 8 RW serta 16 RT dan terletak pada titik koordinat bujur 04o51'23.04”
LS dan 119o23.1'06” BT dengan letaknya yang strategis sehingga untuk
menempuh perjalanan ke pusat pemerintahan kecamatan hanya berjarak 2
Km dan ke pemetintahan kota 200 Km serta jarak ke ibukota provinsi hanya
250 km.
Sumber : Kantor Desa Mattiro Bulu 2020
2. Jumlah Penduduk
Penduduk merupakan satu aspek yang sangat penting dan berpengaruh
dalam pembangunan suatu wilayah, disebabkan maju mundurnya satu
wilayah sangat berpengaruh pada Sumber Daya Manusia. Pulau Karanrang
memiliki penduduk sebanyak 3.429 jiwa dengan rincian jumlah laki-laki
1.732 jiwa dan jumlah perempuan 1.697 jiwa dan 866 lembar Kartu Keluarga
serta dihuni 632 buah rumah. Di Pulau Karanrang memiliki dua suku yakni
Suku Bugis 23% dan 77% Suku Makassar. Untuk lebih jelasnya jumlah
penduduk dapat dilihat pada table berikut :
49
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-Laki 1.732 jiwa
2 Perempuan 1.697 jiwa
Total 3.429 jiwa
3 Jumlah Kepala Keluarga 866 KK
TabelIV.1 JumlahPenduduk Pulau Karanrang pada tahun 2020
Sumber : Kantor Desa Pulau Karanrang 2020
C. Keadaan Pendidikan
Tingkat Pendidikan Sumber Daya Manusia yang berada di Pulau
Karanrang ini sangat baik bisa dilihat dari fasilitas pendidikan yang cukup
menunjang dari jenjang PAUD, TK/TPA, SMP, dan SMA. Pada awalnya di
tahun 80an fasilitas sekolah yang ada di Pulau Karanrang hanya SD sehingga
anak-anak setelah tamat SD untuk melanjutkan sekolah harus ke Pulau
Balang Lompo atau Pulau Sabutung dan ke Kota tapi tidak banyak juga anak-
anak memilih untuk putus sekolah sampai SD saja. Dengan adanya fasilitas
sekolah SMP dan SMA yang tersedia di Pulau Karanrang sejak 2013 sangat
memudahkan untuk anak-anak yang ingin lanjut sekolah tadi lagi harus
merantau ke kota ataupun ke pulau tetangga dan tidak ada lagi alasan untuk
anak-anak setelah tamat SD untuk putus sekolah.
No Jenis Pendidikan Jumlah
1 Tingkat PAUD 1
2 Tingkat TK/TPA 1
50
3 Tingkat SD 2
4 Tingkat SMP 1
5 Tingkat SMA 1
Tabel IV.2 Tingkat Bangunan Fisik Sekolah
Sumber : Kantor Desa Mattiro Bulu 2020
D. Keadaan Sarana dan Prasarana
Pulau Karanrang sebagai pusat pemerintahan pada desa mattiro bulu
didukung oleh ketersediaan sarana seperti sarana kesehatan berupa
Puskesmas, satu unit Masjid, satu Mushollah, empat dermaga kayu, dan 632
buah rumah penduduk.
Sumber listrik dari Pulau Karanrang ada dua yakni Tenaga Diesel/PLTD
(generator diesel) yang sudah ada sejak 1998 dan PLTS (Pembangkit Listrik
Tenaga Surya) yang baru ada pada bulan desember 2011. Saluran listrik di
Pulau Karanrang di bagi menjadi dua jalur yakni jalur Selatan dan jalur Utara.
Sebelum adanya PLTS aliran listrik di Pulau karanrang hanya menggunakan
PLTD yang beropreasi dari jam 18:00 – 23:00 WITA. Setelah ada PLTS,
PLTD digunakan dari pukul 18.00 – 06.00 WITA dan PLTS digunakan dari
pukul 09.00 – 15.00 WITA secara bergiliran perhari bagian jalur selatan dan
bagian jalur utara jika tenaga surya/Matahari sangat terik.
Sarana untuk masyarakat Pulau Karanrang yang ingin menyebrang ke
pulau-pulau sekitar ataupun ingin ke pangkep kota dan makassar cukup
mudah karena tersedianya jasa transportasi berupa kapal ataupun perahu
motor baik milik pribadi ataupun kapal angkutan umum yang setiap hari
51
beroperasi berangkat setiap pagi dan pulang ke Pulau Karanrang pada siang
hari untuk akses ke pangkep kota dan pulang pada sore hari untuk akses kota
makassar. Dengan melayani rute seperti Pulau Karanrang – Pulau Wali –
Halte Pangkajene dengan jarak tempuh kurang lebih 1 jam. Rute kedua yaitu
Pulau Karanrang – Pulau Wali – Pulau Langkadea – Pulau Balang Lompo –
Pulau Balang Caddi – Pelabuhan Paotere Kota Makassar dengan menempuh
jarak sealam 2 jam perjalanan.
Sumber : Kantor Desa Mattiro Bulu 2020
E. Keadaan Ekonomi
Sebagian besar masyarakat Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu bekerja dan
mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari 80% bekerja sebagai
Nelayan, 15% sebagai Penjual sembako dan barang campuran serta pekerja
serabutan (tukang jahit, bengkel, pekerja bangunan rumah), 5% bekerja
sebagai pegawai di pemerintahan desa, pegawai puskesmas dan guru.
Pada musim kemarau kondisi perekonomian di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu dalam keadaan normal dikarenakan Nelayan dapat melakukan
aktivitas setiap hari dan akan berdampak ke semua aspek perekonomian di
Pulau Karanrang. Tetapi jika saat musim hujan perekonomian di Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu sedikit mengalami penurunan karena aktivitas
nelayan untuk melaut sangat berkurang dikarenakan cuaca yang kurang
mendukung angin kencang, hujan dan air keruh.
Nelayan yang ada di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu itu ada berbagai
macam serta alat kebutuhan yang berbeda. Alat nelayan yang digunakan
52
sangat bervariasi sesuai dengan kebutuhan pencahariannya, seperti nelayan
yang melaut untuk mencari teripang alat yang digunakan itu alat bantu
menyelam seperti pakaian berenang lengkap (kompresor dan alat dasar),
untuk mendapatkan teripang ini nelayan harus menempuh perjalanan laut
yang cukup jauh ke perairan Sulawesi Tenggara, Papua dan Perairan Mattiro
Labangeng. Untuk mecari teripang sendiri nelayan biasanya pergi 7 hari
sampai 1 bulan lamanya. Nelayan yang mencari Ikan ada 2 jenis yang
pertama itu “Pagae” menangkap ikan dengan menggunakan jaring-jaring ikan
dan jadwal untuk Pagae ini berangkat dimalam hari sebelum malam bulan
purnama dan nelayan yang menangkap ikan kedua yaitu disebut dengan
“Patula” utnuk nelayan patula alat yang digunakan untuk menangkap ikan
yaitu bom dan jadwal untuk melaut itu pergi setiap hari jika cuaca
mendukung berangkat setiap pagi dan pulang di sore hari. Dan ada juga yang
nelayan menggunakan beberapa mata pancing disebut dengan Padoang-doang
yang mencari Cumi-cumi setiap malam hingga dini hari ketika bulan purnama
diperarian sekitar pulau. Hasil dari melaut ada beberapa jenis ikan dan cumi-
cumi dijual dengan cara berkeliling di Pulau Karanrang dan beberapa jenis
ikan dan teripang dijual langsung ke Lelong Paotere Makassar.
Beberapa masyarakat usaha penangkapan ikan hias dan karang laut.
Beberapa masyarakat juga memiliki keterampilan dalam hal perkayuan serta
menjadi tukang pemahat kayu untuk dinding rumah dan jahit-menjahit
pakaian, beberapa yang menjual sembako dan barang campuran, serta
53
“Papalimbang” kapal yang menyebrang dari Pulau Karanrang ke daratan
kota transportasi berbayar untuk masyarakat.
Sumber : Kantor Desa Mattiro Bulu 2020
F. Keadaan Sosial Budaya
1. Sosial
Keadaan sosial yang terjadi di Pulau Karanrang Desa Mattiiro Bulu
dengan adanya dua suku yakni Suku Bugis dan Suku Makassar tidak
membuat masyarakat untuk tidak saling berinteraksi dengan adanya dua suku
di dalam satu Pulau membuat masyarakat saling menghargai satu sama lain
dan sangat ramah serta saling membantu dan bergotong royong jika ada salah
satu masyarakat yang mengadakan hajatan seluruh warga saling berbaur satu
sama lain.
Sumber : Kantor Desa Mattiro Bulu 2020
2. Budaya
Keadaan budaya yang di Pulau Karanrang Desa Mattiro bulu ini sangat
menjunjung tinggi jalinan Silaturahmi antar masyarakat dilihat dari setiap
lebaran Idul Fitri masyarakat di Pulau masih menerapkan “bersiarah” atau
bersilaturahmi mengunjungi ke rumah-rumah keluarga dan tetangga dalam
kurun waktu 7 hari. Kegiatan setiap bulan Muharram masyarakat membuat
bubur as-syura lalu membagikannya, serta setiap hari Rabu terakhir bulan
Shafar masyarakat di Pulau Karanrang berbondong-bondong untuk ke laut
54
untuk mandi-mandi tidak sedikit juga masyarakat mengunjungi Pulau-pulau
yang lain hanya untuk sekedar mandi-mandi lalu masyarakat berkumpul dan
makan-makan bersama.
Kegiatan Adat dan budaya yang sering dilakukan di Pulau Karanrang yaitu
pernikahan dimana rangkaian adat dilakukan serta beberapa budaya
Masyarakat dilakukan pada saat “dilekka pinruang” sebelum kedua mempelai
masuk kedalam rumah pengantin pria, wanita dewasa yang adai di Pulau
Karanrang membawakan hadiah sambutan untuk mempelai wanita.
Sumber : Kantor Desa Mattiro Bulu 2020
G. Keadaan Aktivitas Masyarakat pada Umumnya
Keadaan aktivitas masyarakat di Pulau Karanrang setiap harinya itu
suasananya masih sangat kental dengan defenisi masyakat desa yang masih
menjunjung tinggi rasa persaudaraan, gotong royong, sudah ada beberapa
masyarakat yang sudah berfikiran kontemporer tetapi masih banyak yang
berifikiran primitif.
Kegiatan setiap hari pada umumnya di lakukan oleh masyarakat pulau
karanrang khususnya yang bekerja sebagai nelayan setiap selesai sholat subuh
mereka sudah mempersiapkan alat-alat untuk digunakan pergi melaut, ketika
di pagi hari beberapa ibu-ibu / wanita pergi ke sumur umum untuk mencuci
pakaian serta mandi dan membersihkan rumah. Ketika di siang hari ada yang
melakukan istirahat ada juga yang berkumpul-kumpul di depan rumah serta
bercerita-cerita hingga sore hari dan para nelayanpun sudah pulang. Anak
55
muda hingga bapak-bapak melakukan kegiatan rutin setiap sore hari jika
hujan tidak turun yaitu berolahraga sepak bola hingga maghrib.
Di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu selama adanya Pandemic COVID-
19 semenjak bulan maret hingga saat ini november kegiatannya tidak ada
yang berubah karena faktor lokasi yang terbilang jauh dari kota dan
pemerintahan desa menerapkan Protokol Kesehatan yang sangat ketat dengan
tidak menerima pendatang dari luar Pulau sebelum melakukan isolasi mandiri
selama 14 hari serta transportasi umum seperti penumpang kapal harus di
semprot disinfektan dan tes suhu sebelum masuk ke dalam Pulau Karanrang.
Itu juga jadi alasan selama pandemic Masjid dan Mushollah di Pulau
Karanrang masih digunakan dan beroperasi setiap harinya untuk masyarakat
melaksanakan kewajiban shalat 5 waktu dan acara keagamaan lainnya.
56
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Setelah melakukan Observasi dan Wawancara di lokasi penelitian, maka
pada bagian ini peneliti akan memaparkan hasil dari mewawancarai dan
mendapatkan jawaban dari informan dengan menggunakan pedoman
wawancara, observasi serta dilampirkan dokumentasi pada saat wawancara
berlamgsung sebagai berikut.
1. Pola Interaksi Masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar di Pulau
Karanrang Kabupaten Pangkep.
a. Pola Interaksi Sosial
Pola interaksi sosial yaitu suatu bentuk jalinan interaksi yang terjadi di
antara individu, individu dan kelompok serta kelompok dengan kelompok
yang bersifat dinamis dan memiliki pola meliputi asosiatif dan disosiatif.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti mengenai Pola
interaksi sosial yang terjalin di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu ini
interaksi masyarakatnya terjalin cukup baik antara masyarakat suku bugis,
suku makassar dan dilingkungan bertetangga komunikasi serta perkumpulan
terjalin baik setiap hari.
Dikutip dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu informan yang
bernama Bapak H.A (57 Tahun) selaku Tokoh Masyarakat di Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu. Menyatakan pendapatnya sebagai berikut :
57
“hubungan interaksi masyarakat di pulau karanrang ini terjalin dengan
baik, adanya dua suku dan bahasa di pulau sama sekali tidak jadi
penghalang untuk kelancaran berkomunikasi satu sama lain kalau orang
tersebut mengajak pakai bahasa bugis kita juga menjawab menggunakan
bahasa bugis begitu juga kalau ada yang ajak bicara pakai bahasa makassar
kita akan menjawab bahasa makassar, karena adanya dua bahasa ini buatki
bisa menguasai kedua bahasa itu tapi untuk jadi bahasa sehari-hari itu
hanya satu bahasa sesuai suku kita.”(Wawancara, Informan berinisial H.A
03 November 2020)
Hal yang sama juga dikatakan oleh informan bernama Bapak H.AM (63
Tahun) selaku Tokoh Agama dan Sejarahwan mengenai Pola Interaksi Sosial
di Pulau Karanrang menyatakan bahwa :
“untuk masyarakat di pulau karanrang dengan jumlah penduduk suku
bugis 23% yang terletak pada bagian barat hingga barat laut dari pada suku
makassar yang berpenduduk 77% sehingga untuk berinteraksi hanya
diwaktu atau kegiatan tertentu, dan selalu berkomunikasi dengan baik.
Untuk dilingkungan masyarakat mereka saling berinteraksi dan sangat
bersikap ramah dengan pendatang yang hendak berliburan di pulau
karanrang” (Wawancara, Informan berinisial H.AM 07 November 2020)
Adapun Pendapat yang di utarakan oleh ibu SU (35 Tahun) sebagai Ibu
Rumah Tangga yang Bersuku Makassar melihat Pola Interaksi yang terjadi di
Pulau Karanrang desa Mattiro Bulu sebagai berikut :
“masyarakat di pulau ini berkomunikasi dan sering berkumpul didepan
rumah yang memiliki gazebo-gazebo sambil mengadakan acara makan-
makan bahkan hanya sekedar bercerita soal keseharian dan sinetron yang
ditonton semalam ini dilakukan oleh ibu-ibu di beberapa RT yang ada di
Pulau Karanrang” (Wawancara, informan berinisial SU 10 November
2020)
Pendapat lain dari Ibu AA (45 Tahun) sebagai Ibu Rumah Tangga yang
Bersuku Bugis mengenai Pola Interaksi Sosial yang terjadi di Pulau
Karanrang, menyatakan bahwa :
“di pulau ini walaupun masyarakat yang bersuku bugisnya hanya sedikit
dibanding yang bersuku makassar tetapi kita warga bugis ini
berkomunikasi juga dengan sangat baik dan juga nyambung dengan
58
pembicaraan setiap ada perkumpulan”(Wawancara, informan berinisial
AA 12 November 2020)
Dari hasil wawancara dapat di rangkum dari pendapat bapak Kepala Desa
H.T(50 Tahun) menjelaskan pendapatnya mengenai Pola Interkasi Sosial
yang ada di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu, mengatakan bahwa :
“kalau antara suku bugis dan suku makassar sebenarnya sekarang sudah
tidak seperti jaman dulu lagi, tetapi sedari dulu memang di pulau ini ada
dinamakan Kampong Bugis namunpun antara suku bugis dan suku
makassar itu satu rumpun jeki semua cuma karena ada yang tinggal di
kampong bugis makanya suku bugis yang ada di pulau karanrang ini masih
ada hingga kini walaupun sudah tidak murni lagi karena sudah terjadi
perkawinan silang antara warga suku bugis menikahi warga yang bersuku
makassar seperti saya punya sepupu menikah sama orang bugis sekarang
tinggalmi di kampong bugis tapi komunikasi kita itu masih terjalin bagus
dan sama seperti biasa cuman perbedaan hanya ada dibahasa saja”
(Wawancara, informan berinisial H.T 20 November 2020)
Dari hasil observasi peneliti, dengan melihat Pola Interaksi Sosial
masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar di Pulau Karanrang Desa Mattiro
Bulu berdasarkan pengamatan selama ini komunikasi antara masyarakatnya
terjalin dengan baik dengan lingkungannya sendiri tetapi untuk ruang lingkup
komunikasi dengan seluruh masyarakat di Pulau Karanrang ada beberapa
yang kurang menjalin dengan baik antar masyarakatnya.
Kesimpulan yang dapat saya ambil pola interaksi masyarakat Pulau
Karanrang baik Suku Bugis dan Suku Makassar dapat dikatakan terjalin
dengan baik terlepas dari adanya persaingan atau pertikaian yang dialami oleh
sesama warganya.
b. Assosiatif
Assosiatif Adalah hubungan positif yang terjadi dalam masyarakat proses
ini bersifat membangun serta mempererat atau memperkuat hubungan jalinan
59
solidaritas dalam kelompok masyarakat untuk menjadi satu kesatuan yang
lebih erat seperti Kerja Sama dan Gotong Royong. Assosiatif yaitu salah satu
jenis dari Pola Interaksi Sosial.
1) Kerja Sama
Dalam hidup bermasyarakat bersosialisasi dan bertetangga kita tidak
terlepas dari yang namanya kerja sama dalam membangun lingkungan hidup
agar tetap karena kerja sama merupakan suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu sama hal nya yang
terjadi pada masyarakat di Pulau Karanrang Desa Mattiro.
Adapun hasil wawancara yang didapatkan peneliti mengenai bentuk kerja
sama apa saja yang sering dilakukan oleh masyarakat di Pulau Karanrang
Desa Mattiro Bulu sebagai berikut :
Menurut bapak H.T (50 Tahun) selaku Kepala Desa Pulau Karanrang
Desa Mattiro Bulu mengenai kerja sama yang ada dan menjadi keseharian
masyarakat yaitu :
“masyarakat di pulau karanrang dalam bekerja sama itu sangat di junjung
tinggi, misalnya ada warga yang sedang ingin mengerjakan lampu jalan
dengan memakai pembangkit tenaga surya masyakat disetiap RT bekerja
sama untuk menggali untuk membantu pengerja untuk membangun tiangnya
dilakukannya juga bekerja sama untuk mendapatkan hasil untuk kepentingan
bersama juga, kerja samanya tidak hanya pada saat pembangunan jalan tapi
kerja sama dilakukan itu bisa dikatakan hampir setiap hari baik bekerja sama
untuk mencari uang ataupun kerja sama untuk kepentingan masyarakat”
(Wawancara Informan Berinisial H.T 20 November 2020)
Adapun kerja sama dalam bentuk yang berbeda di jelaskan oleh Tokoh
Masyarakat dan Tokoh Agama H.AM (63 Tahun) yang ada di Pulau
Karanrang sebagai berikut :
60
“kerja sama di pulau karanrang sangat luar biasa terutama dalam
pembangunan masjid. Masyarakat di pulau karanrang sangat telaten untuk
menyisihkan rezeki untuk pembangunan masjid hingga pengerjaan masjid
pun masyarakat disini berinisiatif untuk setiap hari bergiliran untuk
menyiapkan makanan untuk tukang yang bekerja untuk pembangunan masjid
sehingga sekarang alhamdulillah masjid yang ada di pulau karanrang menjadi
salah satu masjid yang besar di seluruh kepulauan kab.pangkep berkat kerja
sama masyarakat yang selalu mendukung pembangunan masjid.”
(Wawancara Informan Berinisial H.AM 07 Nopember 2020)
Bentuk kerja sama yang diutarakan oleh Bapak S (52 Tahun) menjelaskan
kerja sama persoalan kehidupan yang hampir setiap hari dilakukan
masyarakat baik di wilayah Suku Bugis dan Suku Makassar :
“mata pencaharian di pulau karanrang ini mayoritas nelayan sehingga para
nelayan ini melakukan kerja sama dengan pinggawa atau bos pembeli
teripang dan juga pembeli ikan serta hasil tangkapan laut lainnya, tidak hanya
itu nelayan juga bekerja sama dengan penjual sembako dan barang campuran
untuk diberikan kebutuhan makanan ketika pergi melaut kerja sama ini
dilakukan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai Nelayan yang dilakukan
sejak dulu dan masih terjalin dengan baik sampai dengan sekarang ini.”
(Wawancara Informan Berinisial S 03 November 2020)
Berdasarkan hasil wawancara serta observasi yang telah dilakukan peneliti
dapat dipahami bahwa hubungan kerja sama yang terjalin antara masyarakat
suku Bugis dan Suku Makassar terjalin dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari
hubungan dalam kehidupan sehari-hari yang saling bekerja sama satu sama
lain dalam pembangunan berbagai sarana dan prasarana sosial, dan saling
merangkul satu sama lain sehingga sulit ditemukan adanya perbedaan antara
masyarakat dari kampung nugis dan masyarakat dari kampung Makassar.
2) Gotong Royong
Gotong royong bentuk kerja sama secara kelompok yang dilakukan oleh
masyarakat. Menurut Tadjuddin Noer Effendi dalam budaya gotong royong
61
masyarakat dalam perubahan sosial disebutkan bahwa budaya tersebut
sebagai sebuah nilai moral.
Gotong royong ini budaya asli indonesia begitu pula yang ingin kita
mencari tau apakah ada budaya ini diterapkan juga di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu yang peneliti ingin lihat langsung dilapangan serta mendapatkan
informasi tambahan dan penjelasan dari masyarakat mengenai kegiatan
gotong royong yang dilakukan Masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar
sebagai berikut :
Menurut Bapak Kepala Desa H.T (50 Tahun) menjelaskan mengenai
kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat di Pulau karanrang
yaitu :
“gotong royong menurut pemahaman saya lebih dari satu orang sudah
gotong royong contoh ada kapal atau jolloro yang mau ditarik naik itukan
gotong royong ada yang mau ditarik keluar, ada rumah yang mau di angkat,
dan kalau ada acara pengantin jadi alhamdulillah kalau persoalan gotong
royong kita disini yaitu mulai dari nenek moyang kita sampai sekarang masih
tetap dijalankan” (Wawancara Informan Berinisial H.T Pada Tanngal 20
November 2020)
Adapun bentuk gotong royong yang berbeda dilakukan oleh masyarakat di
Pulau Karanrang baik yang berSuku Bugis dan Suku Makassar dijelaskan
oleh Pengurus Masjid Nurul Mu’minim Bapak H (48 Tahun) seperti :
“kegiatan gotong royong yang dilakukan itu biasanya pertiga bulan
a’bela kuburan dan setiap kegiatan ingin dilakukan akan di umumkan di
masjid agar masyarakat khususnya warga yang laki-laki akan menuju ke
kuburan dan masing-masing sudah membawa peralatan sendiri yang
diperlukan, kegiatan ini rutin dilakukan agar kuburan tidak dipenuhi sama
rumput-rumput dan pohon yang liar sehingga akses untuk mengunjungi
kuburan keluarga itu susah. Jadi a’bela ini dilakukan untuk kelancaran saat
62
berziarah ke makam keluarga” (Wawancara Informan Berinisial H Pada
Tanggal 12 November 2020”
Dari penjelasan infroman mengenai gotong royong di Pulau Karanrang
Desa Mattiro bulu kegiatan yang dilakukan itu dapat Peneliti saksikan secara
langsung kegiatan gotong royong yang dilakukan pada saat menjalankan
observasi dilapangan, kegiatan gotong royong dilakukan baik hanya
masyarakat yang berSuku Bugis saja ataupun hanya Suku Makassar serta
gotong royong seluruh warga Masyarakat Pulau Karanrang Desa Mattiro
Bulu itu masih dilakukan dengan baik bersama-sama hingga mencapai tujuan
yang ingin dicapai.
3) Kesamaan Tempat Tinggal
Orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, bahasa, kebiasaan
dan sekumpulan manusia yang biasanya terkait karena kesatuan bahasa dan
budaya dalam arti umum mempunyai wilayah tertentu. Biasanya kesamaan
tempat tinggal dapat memengaruhi komunikasi orang-orang berkomunikasi
dengan baik karena mereka tinggal dalam satu lingkungan. Maka dari itu
peneliti ingin mengetahui apakah kesamaan tempat tinggal mempengaruhi
komunikasinya karena di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu memiliki dua
suku yakni suku Bugis dan Suku Makassar.
Menurut warga yang bersuku bugis ibu AA (45 Tahun) mengenai
kesamaan tempat tinggal dan komunikasinya yang ada di Pulau Karanrang
Desa Mattiro Bulu yaitu :
63
“iya karena kita tinggal bertetangga dan sama juga bahasata yang di
pakai bahasa bugis jadi kesamaan tempat tinggal itu sangat berpengaruh
dengan komunikasi setiap hari seperti ini di daerah kmapung bugis sini
karena sebahasaki” (Wawancara Informan Berinisial AA Pada Tannggal 12
November 20020)
Pendapat yang hampir sama juga dijelaskan oleh Bapak S (52 Tahun)
mengenai pengaruh kesamaan tempat tinggal :
“jelasmi itu karena samai lingkungan keseharian dan juga tempat tinggal
mempengaruhi sekali komunikasi dengan baik bisa dimengerti bahasa serta
kita lebih kenal orang-orangnya dan jauh lebih akrab dari warga yang
bertempat tinggal jauh dari rumah tapi komunikasi masih terjalin dengan
baik juga” (Wawancara Informan Berinisial S Pada Tanggal 03 November
2020)
C. Dissosiatif
Proses dissosiatif adalah proses sosial yang mengarah pada konflik atau
dapat merenggangkan soladiritas kelompok. Proses dissosiatif disebut pula
proses oposisi. Dissosiatif adalah salah satu jenis Pola Interaksi yaitu Konflik
dan Persaingan
1) Konflik
Dalam lingkungan hidup dan bermasyarakat tidak terlepas dari yang
namanya konflik baik dalam lingkungan keluarga ataupun lingkungan
bertetangga, permasalahan yang ditimbulkan bisa terjadi dengan
berkepanjangan dan terjadi permusuhan. Peneliti ingin mencari tau apakah di
Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu ini sering terjadi Konflik anatara
masyarakatnya yang Bersuku Bugis dan Suku Makassar ataupun konflik
keluarga, jika ada ingin mengetahui bagaimana orang yang terlibat konflik,
64
orang-orang yang melihat konflik itu terjadi sampai pemerintah desa
bagaimana cara menyelesaikan konflik yang terjadi.
Tokoh masyarakat Bapak H.A (57 Tahun) mengutarakan penjelasan
bagaimana cara penyelesaian konflik yang terjadi di Pulau Karanrang :
“konflik yang terjadi di Pulau Karanrang itu antara keluarga biasanya
banyak terjadi konflik itu karena permasalahan warisan tanah dari orang tua
yang belum membagikan warisan ke anak cucunya tetapi sudah meninggal
dunia dan itu menjadi permasalahan dan jadi konflik berkepanjangan saling
mengakui hak atas kepemilikan tanah sampai berujung ke pengadian negeri
dan hubungan keluarga juga terputus tidak menjalin komunikasi lagi karena
ego yang sama-sama tinggi, cara penyelesaian yang sudah dilakukan itu
dibicarakan secara kekeluargaan dan kalau tidak berhasil dibawa kejalur
hukum hingga mendapatkan keadilan” (Wawancara Informan Berinisial H.A
Pada Tanggal 03 November 2020)
Adapun jenis konflik dan penyelesaiannya yang disampaikan oleh Kepala
Desa Bapak H.T (50 Tahun) mengatakan bahwa :
“konflik kan ada dua ada konflik dengan serumpun keluarga ada juga
konflik yang tidak memiliki hubungan keluarga, kalau konflik yang ada
hubungan keluarga itu sebenarnya lebih susah untuk diselesaikan secepatnya
karena merasa bahwa saya ini keluarga tapi kenapa dikasi begituka
seharusnya dia yang lindungika dan bantu tapi malah dia jatuhkanka
sehingga sedikit susah untuk diselesaikan karena rasa emosional yang tinggi,
tetapi kalau konflik yang terjadi tidak ada hubungan keluarga itu bisa saja
pemertintah bersama tokoh masyarakat menjadi penengah kemudian
bagaimana caranya kita ini jadi pihak yang netral untuk mendamaikan
persoalan yang terjadi kalau yang kapasitas penyelesaiannya harus di desa
tetapi kalau penyelesaiannya itu tidak diselesaikan didesa ada beberapa
macam konflik ada konflik yang diharuskan diselesaikan di desa ada juga
konflik harus cepat-cepat laporan contoh misalnya orang yang na kennata
baraccung, ada orang yang baku tikam, ada penganiyayaan, dengan
sendirinya kita pemerintah desa harus cepat-cepat laporan ke bimnas
perwakilan dari polres dan dandim untuk menyampaikan permasalahan ke
kapolres untuk ditindak lanjuti sesuai prosedur yang ada” (Wawancara
Informan Berinisial H.T Pada Tanggal 20 November 2020)
Dari hasil penelitian, peneliti mengamati persoalan konflik apakah ada
yang terjadi di Pulau Karanrang dengan dilihat komunikasi masyarakat yang
65
sangat baik dan ramah diliht dari keseharian, tetapi setelah dilihat dengan
teliti dan mengobservasi lingkungan kehidupan masyarakatnya ternyata ada
juga konflik yang terjadi dan memutuskan tali silaturahim dan ada beberapa
dilingkungannya berkonflik dengan tetangga setiap hari bertatap muka dan
berlalu lalang didepan rumah tetapi tidak saling tegur sapa dan untuk
menyelesaikan permasalahannya itu hanya saling meredahkan amarah dan
berkepala dingin hingga kembali menjalin komunikasi kembali.
2) Persaingan
Dalam bermasyarakat sering terjadi yang namanya persaingan antara
individu dengan individu ataupun kelompok dengan kelompok baik
persaingan dalam hal positif ataupun persaingan dalah hal negatif, begitupun
yang ingin peneliti mengetahui apakah sesama masyarakat pernah terjadi
persaingan jika ada apa saja persaingan yang terjadi di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu
Menurut yang dipaparkan oleh Kepala Desa Bapak H.T (50 Tahun)
mengenai persaingan yang ada di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu yaitu :
“persaingan yang sering terjadi di Pulau Karanrang itu sangat nyata
ketika ada pemilihan caleg dari kepala desa, dan bupati. Dengan adanya
yang ingin dilaksanakan pesta demokrasi masyarakat di Pulau Karanrang
jadi berkubu-kubu mereka bergaul dengan warga yang mendukung nomor
atau partai yang sama saja tetapi tidak menjatuhkan warga yang berbeda
pilihan tetapi setelah pesta demokrasi sudah berlangsung persaingan antar
warga pun sudah selesai semua kembali bertegur sapa dan sering berkumpul
bersama lagi dan bercerita kehidupan sehari-hari” (Wawancara Informan
Berinisial H.T Pada Tanggal 20 November 2020)
66
Adapun persaingan lainnya yang terjadi di Pulau Karanrang Desa Mattiro
Bulu dikemukakan oleh Tokoh Masyarakat Bapak H.A (57 Tahun) yaitu :
“persaingan itu di pulau banyak juga terutama soal baku saing orang
dalam menjual barang campuran dan sembako, menjual makanan jadi itu
rata-rata penjualnya itu di pulau tetangganki. Tidak hanya penjual-jual saja
yang bersaing papalimbang juga begitu jaman dulu papalimbang pangkep itu
cuma tiga kapal tapi sekarang adami enam papalimbang ke pangkep
papalimbang ke makassar Cuma dua dulu tapi sekarang jadi lima mi juga
kapal yang jadi papalimbang ke makassar, begitu juga saingannya pa bentor
yang awalnya di pulau cuman ada dua sekarang sudah jadi tujuh bentor yang
setiap hari kelilingi di pulau. Jadi persaingannya sangat nyata tetapi semua
kembali lagi percaya bahwa rejeki setiap orang sudahmi diatur dan
kebetulan masyarakat di pulau karanrang ini banyak” (Wawancara Informan
Berinisial H.A Pada Tanggal 03 November 2020)
Saat melakukan observasi peneliti melihat persaingan yang terjadi di Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu ini dengan memiliki masyarakat ribuan
sehingga beberapa warga membuka usaha dan bersaing ditengah-tengah
banyaknya warung yang ada di Pulau Karanrang walaupun saling
bertetangga.
2. Dampak Pola Interaksi Sosial Masyarakat Suku Bugis dan Suku
Makassar di Pulau Karanrang Kabupaten Pangkep.
a) Dampak Positif Pola Interaksi Sosial
Dalam menjalin interaksi sosial antara individu dan individu, kelompok
dengan kelompok, serta individu dengan kelompok. Kita dapat mengambil
apa dampak positif yang dijalin dengan masyarakat ketika kita melakukan
interaksi sosial.
67
Peneliti ingin mencari apa dampak positif yang terjadi bagi masyarakat
yang ada di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu dengan melakukan
komunikasi yang baik antar masyarakatnya.
Adapun pendapat yang dikemukakan oleh Bapak H.AM (63 Tahun)
mengenai dampak positif dari pola interaksi sosial :
“hal positifnya berinteraksi sosial dalam lingkungan di pulau ini kita bisa
saling membantu, menolong dan tidak canggung. Apalagi kita disini
lingkungannya hanya satu lingkaran di Pulau Karanrang saja” (Wawancara
Informan Berinisial H.AM Pada Tanggal 07 November 2020)
Pendapat yang hampir sama di kemukakan oleh ibu SU (35 Tahun)
mengenai hal positif dalam pola interaksi sosial :
“karena kita lingkungannya bisa dibilang kecil yah karena daerah
kepulauan jadi hal positifnya komunikasi kita terbilang baik antara
masyarakat di pulau bahkan kita saling kenal satu sama lain warga
masyarakatnya” (Wawancara Informan Berinisial SU Pada Tanggal 10
November 2020)
Dampak positif pola interaksi sosial yang terjadi di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu yang peneliti lihat dari observasi dampak positif itu sangat
terlihat karena memiliki pola lingkungan yang skala kecil kepulauan sehingga
dalam berkomunikasi antar masyarakatnya lebih akrab.
b) Manfaat Kerja Sama
Dalam melakukan kerja sama dan jika telah mencapai tujuan yang di
inginkan maka dari kerja sama itu dapat menghasilkan manfaat yang
didapatkan baik manfaat yang positif maupun manfaat negatif dari kerja sama
itu sendiri.
68
Apakah dengan melakukan kerja sama antar masyarakat Suku Bugis dan
Suku Masyarakat akan mendapatkan manfaat untuk lingkungan di pulau
karanrang.
Adapun hasil wawancara yang dikemukakan oleh Kepala Desa Bapak H.T
(50 Tahun) mengenai manfaat kerja sama yang dilakukan masyarakat di
Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu :
“manfaat yang didapatkan itu dalam bekerja sama pekerjaan yang
dilakukan jauh lebih muda diselesaikan dan bisa membuat rasa persaudaraan
makin erat antar sesama warga pulau karanrang” (Wawancara Informan
Dengan Inisial H.T Pada Tanggal 20 November 2020)
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh ibu H.D (55 Tahun)
mengenai manfaat dari kerja sama seperti berikut :
“manfaatnya itu bisa membantu kita yang mengerjakan kerjaan yang
sedang dilakukan apalagi untuk ibu-ibu yang biasanya dari pangkep belanja
sering dibantu sama anak-anak angkatkan barangnya sampai ke rumah baru
dikasimi nanti minuman” (Wawancara Informan berinisial HD Pada Tanggal
07 November 2020)
Pada saat melakukan observasi peneliti sering melihat kerja sama di Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu ini dilakukan antar masyarakatnya seperti yang
dijelaskan para informan mengenai kerja samanya dan sangat ramah satu
sama lain jika ada yang ingin diberikan pertolongan dan melakukan kerja
sama.
c) Dampak Positif Gotong Royong
Gotong royong bentuk kerja sama secara kelompok yang dilakukan oleh
masyarakat. Menurut Tadjuddin Noer Effendi dalam budaya gotong royong
69
masyarakat dalam perubahan sosial disebutkan bahwa budaya tersebut
sebagai sebuah nilai moral.
Gotong royong ini budaya asli indonesia begitu pula yang ingin kita
mencari tau apakah ada budaya ini diterapkan juga di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu yang peneliti ingin mengetahui hal positif dari gotong royong
dari informasi tambahan dan penjelasan dari masyarakat Suku Bugis dan
Suku Makassar sebagai berikut :
Adapun hal positif dari gotong royong menurut bapak S (52 Tahun) yang
dirasakan dikehidupan bermasyarakat di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu
:
“banyak sekali hal baik yang didapatkan darigotong royong dalam hidup
bermasyarakat di pulau ini apalgi bagi kita para nelayan yang memiliki kapal
sangat merasa terbantu dengan dilakukannya gotong royong bersama bapak-
bapak dan anak muda untuk dorong kapal naik ke daratan untuk di perbaiki
begitu juga setelahnya brgotong royong lagi untuk didorong turun kelaut.
Dengan dilakukan secara gotong royong jadi lebih gampang dan cepat
selesai” (Wawancara Informan Berinisial S Pada Tanggal 03 November
2020)
Hal positif dari gotong royong juga disampaikan oleh Bapak H (48 Tahun)
yang terjadi di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu :
“hal baiknya itu dilakukannya gotong royong apalagi untuk wilayahta
sendiri di pulau ini membuat suasana di pulau menjadi terlihat bersih karena
dikerjakan bersama-sama itu membersihkan kuburan dari rumput-rumput
dan pohon yang tumbuh sembarangan juga membersihkan dilingkungan RT
dan pencahayaan di pulau kalau malam hari jadi terang karena bersama-
sama juga dikerja untung bangun tiang lampu jalan” (Wawancara Informan
Berinisial H Pada Tanggal 12 November 2020)
70
Banyak sekali gotong royong yang dilakukan di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu adapun hal positif yang ingin disampaikan oleh Ibu AA (45
Tahun) yaitu :
“kalau baiknya itu bergotong royong di pulau apalagi untuk kita ini di
kampong bugisi yang warganya tidak sebanyak orang makassar tetapi kalau
ada acara dibuat seperti mau ada pengantin, aqiqahan, ataupun di katte’ kan
pergiki ma’pau-pau ke orang-orang di pulau biar bukan orang bugis di
panggilji juga dan kalau baik hubunganta sama orangnya pasti bakalan
datang untuk membantu untuk kerjai biar cepat selesai” (Wawancara
Informan Berinisial AA Pada Tanggal 12 November 2020)
Peneliti melihat secara langsung ketika melakukan observasi di Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu banyak sekali hal positif yang terlihat dari hasil
Gotong Royong masyarakatnya walaupun memiliki dua suku tapi mereka
bersatu untuk kebaikan yang akan dihasilkan untuk bersama Masyarakat
Pulau. Terlebih dari jawaban-jawaban dari informan mengenai hal positif dari
gotong royong yang dilakukan, hal positif lainnya itu dapat dilihat dengan
nyata dari bentuk masjid yang besar dan bersih yang dirawat bersma-sama
oleh masyarkat Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu.
d) Dampak Negatif Persaingan
Dalam bermasyarakat sering terjadi yang namanya persaingan antara
individu dengan individu ataupun kelompok dengan kelompok baik
persaingan dalam hal positif ataupun persaingan dalah hal negatif, begitupun
yang ingin peneliti mengetahui apakah sesama masyarakat pernah terjadi
persaingan jika ada apa dampak negatif yang menimbulkan bagi sesama
masyarakat di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu :
71
Mengenai dampak negatif yang terjadi dengan adanya persaingan di Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu ini di kemukakan oleh Bapak H.A (57 Tahun) :
“karena di pulau ini persainganna persoalan mata pencaharian yang
banyak sekali seperti papalimbang, pa bentor sama penjual-jual barang
campuran dampak negatifna itu terlepas dari rejeki sudah diatur itu
pendapatan jadi berkurang karena biasana orang dipulau biar jauh datangji
untuk belanja sekarang tidakmi karena adami yang jual dekat rumahna begitu
juga soal papalimbang dulu nda ada sandar kapal di dermaga dekat rumah na
karena sekarang adami yang sandar jadi kapal disitumi na naiki” (Wawancara
Informan Berinisial H.A Pada Tanggal 03 November 2020)
Hampir sama penjelasan yang disampaikan oleh H.AM (63 Tahun)
mengenai dampak negatif yang ditimbulkan oleh persaingan seperti :
“di pulau itu persainganna soal perbedaan nomor yang didukung pada
saat ada pesta demokrasi baik yang tarafnya kabupaten ataupun untuk desa,
dampak negaitfna itu yah untuk beberapa waktu warga tidak saling tegur
sapa selama pesta demokrasi itu berlangsung. Selain itu juga persaingannya
yang kasi dampak negatif warganya itu kalau ada sesuatu baru yang dijual
dan diminati masyarakat di pulau pasti akan warga lain yang punya modal
untuk ikut menjual jadi mengurangi rejeki orang lain.” (Wawancara
Informan Berinisial H.AM Pada Tanggal 07 November 2020)
Dari penjelasan informan mengenai persaingan menimbulkan dampak
negatif bagi warga masyarakat di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu juga
ditemukan oleh Peneliti saat observasi dilapangan seperti pada saat
melakukan penelitian ini mendekati pesta demokrasi pemelihan calon Bupati
Kabupaten Pangkep dan terdiri dari empat pasangan dan masing-masing
pasangan calon memiliki pendukung yang fanatik di Pulau Karanrang ini
sehingga terlihat dampak negatifnya itu warga sering menggunakan atribut
pasangan calon yang di dukung dan selalu berkumpul bersama yang memiliki
satu suara saja sehingga komunikasi dengan warga yang tidak satu suara
menjadi tidak akrab.
72
e) Dampak Negatif Konflik Terhadap Perekonomian
Dalam lingkungan hidup dan bermasyarakat tidak terlepas dari yang
namanya konflik baik dalam lingkungan keluarga ataupun lingkungan
bertetangga, permasalahan yang ditimbulkan bisa terjadi dengan
berkepanjangan dan terjadi permusuhan. Peneliti ingin mencari tau apakah di
Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu ini apakah dari Konflik anatara
masyarakatnya bisa membawa dampak negatif bagi perekonomiannya. Maka
dari itu peneliti ingin mencari tahu dengan mewawancarai informan dan ini
dia beberapa hasil wawancara dan jawabanya dari masyarakat :
Dampak negatif konflik bagi perekonomian di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu dikemukakan oleh Bapak Kepala Desa H.T (50 Tahun)
“jelas itu, konflik berdampak negatif sekali bagi perekonomiannya di
pulau misalnya kalau saya ini tidak baku bicara dengan penjual-jual depan
rumah pasti saya tidak mauma lagi belanja di warungnya. Itu sudah
contohmi kalau kalau lagi ada permasalahanta tidak hanya memutus tali
silaturahim tapi juga memutus rejeki, jadina itu penjual-jual depan rumahku
pasti akan berkurangmi langganannya” (Wawancara Informan Berinisial
H.T Pada Tanggal 20 November 2020)
Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Ibu SU (35 Tahun) Ibu Rumah
Tangga sekaligus salah satu penjual barang campuran di Pulau Karanrang
Desa Mattiro Bulu bahwa :
“sangat berdampak bagi penghasilan setiap harinya itu kalau ada
tetangga ataupun warga lainnya yang terlibat konflik sama kita secara
langsung ataupun karena saudara kandung yang bermasalah dengan orang
sudah menjadi pelangganta itu akan terputusmi lagi menjadi pelanggan dan
mengurangi pendapatan setiap hari belum lagi kalau na ajak-ajak orang
utnuk tidak belanja di warung” (Wawancara Informan Berinisial SU Pada
Tanggal 10 November 2020)
73
Dalam hal dampak negatif konflik bagi perekeonomian ini peneliti tidak
begitu melihat dengan jelas fenomena ini terjadi pada masyarakat Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu sebelum akhirnya mendapatkan jawaban dari
hasil wawancara dari informan.
B. Pembahasan
1. Pola Interaksi Masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar di Pulau
Karanrang Kabupaten Pangkep.
a) Teori Interaksi Sosial (George Simmel)
George Simmel dalam teori Interaksi Sosial (Ritzer, 2015:43)
memusatkan perhatiannya pada interaksi sosial dan kesadaran individu yang
kreatif, dengan teori utamanya tentang interkasionisme simbolik. Jadi
manusia berinteraksi satu sama lain untuk berbagai tujuan, motif dan
kepentingan. Simmel lebih menyoroti masalah-masalah berskala kecil,
terutama tindakan dan interaksi individual. Pemikiran Simmel yang paling
terkenal yaitu tentang bentuk-bentuk interaksi yang dibedakan menjadi dua
yaitu interaksi berdasarkan bentuk dan interaksi berdasarkan tipe. Simmel
(Faruk, 2013:36) berpendapat bahwa konflik bukanlah suatu ancaman
terhadap kebersamaan. Adanya interaksi sosial sebagai sebuah hubungan
sosial, memungkinkan terjadinya konflik sebagai akibat dari interaksi
tersebut. Namun, Simmel tidak memusingkan konflik dalam interaksi,
menurutnya konflik merupakan bentuk dasar dari interaksi. Interaksi Sosial
dan konflik akan memungkinkan suatu interaksi berlangsung dan bertahan di
74
suatu masyarakat. Peningkatan jumlah manusia dalam interaksi sosial, akan
mempengaruhi hingga mengubah pola interaksi dan memunculkan bentuk
pengelompokan sosial serta keterlibatan sosial.
Pola interaksi yang diterapkan oleh msyarakat di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu ini berdasarkan assosiatif dan dissosiatif dimana terlibatnya
masyarakat yang banyak dan adanya lingkungan didalamnya sehingga terjadi
interaksi sosial antara individu dan individu, individu dengan kelompok,
maupun kelompok dan kelompok. Seperti yang telah diuraikan pada hasil
penelitian mengenai pola interaksi sosial yang terjadi di Pulau Karanrang
Desa Mattiro bulu.
Pola Interaksi yang diterapkan masyarakat Suku Bugis dan Suku
Makassar di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu sehingga realisasi interaksi
sosial sehingga selaras dengan teori Simmel yakni teori Interaksi Sosial
dengan 2 bentuk-bentuk interaksi yakni Interaksi Berdasarkan Bentuk dan
Interaksi Berdasarkan Tipe.
1) Interaksi Berdasarkan Bentuk
Simmel (Romansyah,2017) berpendapat bahwa interaksi sosial
berdasarkan bentuknya dibagi menjadi superordinasi dan subordinasi, konflik,
pertukaran, dan hubungan seksual.
(a) Superordinasi dan Subordinasi
75
Sesuai hasil yang ditemukan oleh peneliti dilapangan, di Pulau Karanrang
Desa Mattiro Bulu ini adanya ditemukan superordinasi dan subordinasi.
Subordinasi merupakan bentuk ketaatan terhadap superordinasi, hal ini
dikarenakan superordinasi berkedudukan lebih tinggi daripada subordinasi.
Superordinasi dan subordinasi memiliki hubungan timbal balik, hal ini
membuktikan bahwa bagaimanapun bentuk interaksinya, pasti memiliki
hubungan timbal balik. Simmel (Faruk, 2012:35) mengatakan setidaknya ada
tiga variasi dalam pola ini, yaitu subordinasi dibawah seorang individu,
subordinasi di bawah kelompok, dan subordinasi dibawah prinsip umum atau
peraturan yang bersifat impersonal.
Interaksi sosial yang dilakukan di Pulau Karanrang dimana masyarakat
Suku Bugis dan Suku Makassar memiliki letak wilayah masing-masing di
Pulau Karanrang sehingga masyarakat kelompok suku bugis lebih dalam
berkomunikasinya satu sama lain karena lebih merasa dekat faktor memiliki
suku yang sama sedangkan masyarakat suku makassar juga lebih menjalin
kumonukasi yang baik karena memiliki bahasa yang sama. Tetapi ketika
diadakan pertemuan di balai Desa oleh pemerintah Desa dan Tokoh
Masyarakat untuk mengadakan musyawarah seperti penyelesaian masalah
yang terjadi pada warga masyarakat, melakukan pengumuman di masjid
untuk dilakukannya gotong royong untuk membersihkan sarana dan prasarana
umum demi kepentingan seluruh masyarakat di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu maka yang berkuasa Pemerintah Desa dan Tokoh Maysarakat
sehingga seluruh masyarakat bersuku bugis dan suku makassar semua berada
76
dibawa kendali Pemerintah Desa dan Tokoh Masyarakat yang pendapat dan
perintahnya didengarkan oleh warga demi kebaikan dan kemajuan Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu.
(b) Konflik
Dari hasil peneliti temukan terkait dengan konflik pada masyarakat suku
bugis dan suku makassar di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu ini sering
sekali ditemukan warga yang tidak menjalin komunikasi dengan baik karena
terlibat permasalahan baik warga yang bersuku bugis mengalami konflik
dengan warga yang suku bugis dan suku makassar karena penyebebanya
hanya selisih paham faktor setiap hari berkomunikasi, begitu pula dengan
masyarakat yang mengalami konflik sengketa tanah keluarga, serta jika
terjadi konflik dapat memutuskan tali rejeki. Seperti yang dikatakan Simmel
(Faruk, 2012:36) bahwa konflik bukanlah sesuatu yang bersifat negatif,
ancaman terhadap kebersamaan. Konflik justru merupakan bentuk dasar dari
interaksi, yang memungkinkan interaksi terus berlangsung dan masyarakat
dapat dipertahankan. Atas dasar pendapat tersebut, maka konflik
dikategorikan sebagai bentuk dari interaksi sosial.
(c) Pertukaran
Dari hasil peneliti temukan terkait dengan pertukaran yang terjadi di Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu itu setiap hari melakukan pertukaran interaksi
antara masyarakatnya baik pertukaran pembahasan mengenai aktivitas
nelayan bagi laki-laki yang bermata pencaharian dilaut dan saling berbagi
77
pengalaman dan saling membantu dalam perbaikan kapal. Interaksi yang
dilakukan juga oleh ibu-ibu yang sedang melukan kegiatan sehari-hari di
pulau dan membagikan cerita baik cerita soal kehidupan sehari-hari ataupun
mengenai harga-harga bahan pokok di pasaran, serta dengan adanya kerja
sama dan gotong royong yang selalu dilakukan masyarakat di pulau
karanrang dapat mengetahui informasi-informasi dari interaksi yang
dilakukan. Simmel berpendapat bahwa pertukaran adalah jenis interaksi sosial
yang murni dan maju. Karakteristik pertukaran ialah bahwa jumlah nilai dari
pihak yang berinteraksi lebih besar setelah iya berinteraksi daripada sebelum
berinteraksi. Masing-masing pihak memberikan lebih selain yang dimiliki.
Pemberian informasi dapat dikatakan sebagai pertukaran, atau antarindividu
saling bertukar informasi. Mengenai jumlah nilai hal ini ialah tingkat
penguasaan atau penerimaan informasi, ketika seseorang telah melakukan
interaksi secara tidak langsung ia menerima informasi sebagai timbal balik,
dan ia menjadi mengerti akan satu hal.
2) Interaksi Sosial Berdasarkan Tipe
Interaksi sosial berdasarkan tipe seperti yang diungkapkan oleh Simmel
dibagi menjadi interaksi sosial antarindividu, interaksi sosial individu dengan
kelompok, dan interaksi sosial kelompok dengan individu, di dalam
kehidupan sosial. Bentuk interaksi sosial berdasarkan tipe memiliki hubungan
timbal balik dan bersifat saling mempengaruhi.
(a) Interaksi Sosial Antar Individu
78
Dari hasil peneliti temukan terkait dengan interaksi sosial antar individu
masyarakat di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu sering dilakukan interaksi
antar individu jika seorang warga ke toko untuk membeli melakukan interaksi
terlebih dahulu dengan penjual barang apa saja yang ingin dibeli atau
langsung disuruh untuk mengambil dan transaksi, satu orang yang berjalan
menuju ke tempat melakukan gotong royong bertemu dengan warga lainnya
juga sambil berjalan ke lokasi untuk bergotong royong di perjalanan mereka
melakukan interaksi mengenai kegiatan yang akan dilakukan nanti pas
dilokasi bergotong royong.
(b) Interaksi Sosial Antara Individu dengan Kelompok
Dari hasil peneliti temukan terkait dengan interaksi sosial antara individu
dengan kelompok ini sering dilakukan pada saat melakukan musyawarah
untuk meyelesaikan masalah dibalai desa seorang kepala desa menghadapi
beberapa orang yang sedang terlibat masalah dan saksi mata untuk
menjelaskan kronologi yang dilihat setelah itu kepala desa yang bisa
memutuskan permasalahan itu dibawa kejalur hukum atau selesai setelah
melakukan mediasi.
Interaksi sosial yang terjadi di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu dengan
masyarakatnya yang memiliki dua suku dan bahasa yakni Suku Bugis dan
Suku Makassar dan memiliki lingkungan wilayah tertentu yakni kampung
bugis 23% di area bagian Barat Laut Pulau Karanrang dan masyarakat Suku
Makassar 77% dan yang mendominasi Pulau Karanrang. Pada awalnya
79
masyarakat suku bugis hanya tinggal dikampung bugis yang dimana membuat
interaksi warga satu sama lain berjalan lancar karena mereka berkomunikasi
dengan orang-orang yang memiliki bahasa yang sama walaupun warganya
tidak sebanyak masyarakat suku makassar yang dimanapun dia berada dalam
wilayah pulau karanrang pasti masyarkat yang ditemui warga suku makassar
jadi untuk berinteraksi sangat baik karena memiliki bahasa yang sama,
walaupun memiliki dua bahasa dengan wilayah tertentu di pulau karanrang
sering sekali diadakan gotong royong dan musyawarah dimana seluruh
masyarakat pulau karanrang bersatu baik yang bersuku bugis maupun yang
bersuku makassar sehingga beberapa masyarakatnya dapat menguasai dua
bahasa yakni bahasa bugis dan bahasa makassar ini bisa membuat interaksi
seluruh warga masyarakat berinteraksi dengan baik ketika bertemu dan
menjalin kerja sama ataupun bergotong royong bersama tetapi ada juga
beberapa masyarakat yang mengetahui arti dari perkataannya tapi tidak dapat
mengucapkan bahasanya jadi mereka berinteraksi menggunakan bahasa
masing-masing tapi mereka berinteraksi dengan lancar walaupun dengan
bahasa berbeda.
Interaksi sosial di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu terbilang sudah
sangat lancar setiap harinya baik warga yang bersuku bugis maupun suku
makassar karena lokasinya tidak monoton seperti dulu lagi orang bugis hanya
tinggal dikampung bugis begitupun masyarakat suku makassar karena sudah
banyak warga suku makassar yang menikah dengan warga suku bugis
sehingga setelah menikah mereka tinggal di bersama dan beberapa yang
80
membangun rumah di wilayah suku makassar jadi sekarang ini warga
masyarakat sdapat menguasai dua bahasa daerah yaknu bahasa makassar dan
bahasa bugis sehingga untuk berinteraksi satu sama lain tidak saling
canggung lagi ketia berada disatu acara.
Pada bagian interaksi sosial peneliti mengambil revensi dari peneltian
relevan yang membahas soal interaksi sosial suku bugis dan suku makassar di
pulau karanrang, dari itu peneliti sebelum melakukan penelitan sudah
mendapatkan gambaran apa saja tujuan yang ingin dilakukan dan didapatkan
pada saat melakukan penelitian di pulau karanrang apakah sesuai dengan
penelitian terdahulu atau dan pada saat melakukan observasi peneliti
mendapatkan fakta-fakta baru dari interaksi masyarakat di Pulau Karanrang
melalui informan-informan.
2. Dampak Pola Interaksi Sosial Masyarakat Suku Bugis dan Suku
Makassar di Pulau Karanrang Kabupaten Pangkep.
a. Teori Tindakan Sosial (Max Weber)
Weber secara khusus mengklasifikasikan tindakan sosial yang memiliki
arti-arti subjektif tersebut kedalam empat tipe. Atas dasar rasionalitas
tindakan sosial, Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat
tipe, semakin rasionalis tindakan sosial itu semakin mudah di pahami :
(George Ritzer, 126:2001)
1) Tindakan Rasional Nilai (Werk Rational)
81
Tindakan rasional nilai yang dilakukan masyarakat di Pulau Karanrang
yaitu dalam pembangunan masjid yang dimana seluruh warga masyarakat
terlibat dalam melakukan usaha bersama untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapai. Masyarakat sangat berantusias pada saat ingin melakukan
pembangunan masjid dengan menjalankan penggalangan dana dalam ruang
lingkup masyarakat Pulau Karanrang sehingga masjid berdiri dengan sangat
indah berkat kegigihan dan kerja sama masyarakat pulau karanrang. Tindakan
selanjutnya itu bagi warga masyarakat yang sangat berantusias menyambut
pesta demokrasi beberapa warga memprediksikan yang memiliki suara
banyak dan dapat memenangkan dan memiliki tujuan jika yang dia pilih
menang mereka mendapatkan akses khusus.
2) Tindakan Afektif (Affectual Action)
Tindakan afektif yang terjadi di Pulau Karanrang ini dimana
masyarakatnya sangat mudah untuk tersinggung, terbawa emosi ketika
melakukan pembicaraan dan memiliki selisih pendapat dimana menyebabkan
perkelahian adu mulut dan memutuskan silaturahmi dan mempengaruhi
oorang lain untuk membenci orang yang telah bermasalah dengannya
sehingga kelakuannya itu tidak rasional karena itu terjadi disebabkan ekspresi
emosional. Serta dalam melakukan persaingan warga masyarakat dipulau
Karanrang sering kali tidak dipertimbangkan dengan baik apalagi dalam
melakukan persaingan dalam perekonomian dimana masyarakat tidak
memikirkan jangka panjang jika mengikuti hal yang diminati warga pada saat
itu tanpa berfikir panjang apakah usaha yang dibangun bisa berjalan dengan
82
lama ditekuni tidak hanya karena lagi diganrungi oleh warga pada saat itu
saja.
3) Tindakan Tradisional (Traditional Action)
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu
karena kebiasaan yang di peroleh dari nenek moyang dilakukan secara turun
temurun, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan dilakukan oleh
masyarakat di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu.
Tindakan sosial dan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu ini secara turun temurun melakukannya dari
kegiatan gotong royong itu dilakukan dari jaman dulu yang masih
dipertahankan hingga kini oleh masyarakat Pulau Karanrang baik bergotong
royong dalam rutin memberishkan wilayah pemakaman, saling membantu
untuk mengnagkat rumah warga, dan kegiatan menarik kapal secara bersama-
sama serta mendorong kapal kembali kelaut setelah dilakukannya perbaikan.
Dan dampaknya bagi lingkungan dan masyarakat di pulau Karanrang dari
tindakan sosial yang dilakukan itu membuat wilayah pulau karanrang menjadi
selalu tampak asri dan sering dikunjungi oleh pendatang dari kota ingin
berkunjung ke pulau karanrang ingin melihat keunikannya karena memiliki
dua suku dalam satu pulau serta ingin melihat masjid yang begitu indah
dibangun berkat kerja sama masyarakat.
Pada bagian dampak pola interaksi sosial dan lihat dari segi teori tindakan
sosial peneliti menggunakan pendekatan fenomenelogi dan melihat juga dari
83
penelitian yang relevan yang salah satunya dijadikan patokan oleh peneliti
dengan metode pnedekatan fenomenelogi dengan cara mengamati
pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan melihat apa
yang terjadi antara masyarakat suku bugis dan suku makassar.
3. Cara Kerja Teori
Pola interaksi Suku Bugis dan Suku Makassar itu berada pada pola
Superordinasi dan suborordinasi teori Interaksi Sosial dari George Simmel
karena dilihat dari aspek status sosial masyarakat yang berada di Pulau
Karanrang yaitu pertama aspek level jabatan (Kepala Desa) dan kedua aspek
level adat (Tokoh Masyarakat/Adat), yang terbentuk dalam kelompok
masyarakat karena kelompok masyarakat yang berada di Pulau Karanrang
memiliki status sosial yang berbeda-beda karena adanya status sosial yang
tinggi dan status sosial yang rendah yang dimana termasuk ke dalam
Suborordinasi. Dan berbuhungan dengan teori Tindakan Sosial Max Weber
bahwa tindakan sosial ini diakomodir atau di kontrol oleh sistem sebagaimana
dikatakan weber bahwa tindakan-tindakan sosial yang ada di masyarakat
terstruktur dalam artian diarahkan dalam sebuah sistem yang disebut
Superodinasi.
4. Nilai Kebaruan (Novelty)
Nilai Kebaruan atau yang menjadi titik penekanan peneliti yang
membedakan penelitiannya dengan penelitian relevan terdahulu yaitu peneliti
memfokuskan Pola Interaksi sosial masyarakat yang bersuku bugis dan Suku
Makassar walaupun memiliki dua suku dalam satu skala kecil itu membuat
84
interaksinya menjadi lebih akrab satu sama lain terlepas dari ada warga yang
terlibat pertikaian. Maka dari itu peneliti memfokuskan untuk mencari tahu
lebih dalam dan turun langsung ke lapangan untuk meneliti bagaimana Pola
Interaksi Sosial, Kerja Sama, Gotong Royong dapat menyatukan masyarakat
pulau karanrang terlepas adanya Konflik dan Persaingan.
85
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Pola Interaksi Sosial yang diterapkan Masyarakat Suku Bugis dan Suku
Makassar di Pulau Karanrang yaitu suatu bentuk jalinan interaksi yang terjadi
di antara individu, individu dan kelompok serta kelompok dengan kelompok
yang bersifat dinamis dan memiliki pola meliputi asosiatif dan disosiatif.
Dari hasil observasi peneliti, dengan melihat Pola Interaksi Sosial
masyarakat Suku Bugis dan Suku Makassar di Pulau Karanrang berdasarkan
pengamatan selama ini komunikasi antara masyarakatnya terjalin dengan baik
dengan lingkungannya sendiri tetapi untuk ruang lingkup komunikasi dengan
seluruh masyarakat di Pulau Karanrang ada beberapa yang kurang menjalin
dengan baik antar masyarakatnya.
Kesimpulan yang dapat saya ambil pola interaksi masyarakat Pulau
Karanrang baik Suku Bugis dan Suku Makassar dapat dikatakan terjalin
dengan baik terlepas dari adanya persaingan atau pertikaian yang dialami oleh
sesama warganya.
Dampak positif pola interaksi sosial yang terjadi di Pulau Karanrang Desa
Mattiro Bulu peneliti melihat secara langsung ketika melakukan observasi di
Pulau Karanrang banyak sekali hal positif yang terlihat dari hasil Gotong
Royong masyarakatnya walaupun memiliki dua suku tapi mereka bersatu
untuk kebaikan yang akan dihasilkan untuk bersama Masyarakat Pulau.
86
B. Saran
1. Bagi Tempat Penelitian
Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu Kecamatan Liukang Tupabbiring
Utara Kabupaten Pangkep. Berdasarkan refleksi hasi penelitian, bagis
masyarakat pulau karanrang baik yang bersuku bugis dan suku makassar agar
tetap menjalin dengan baik interaksi sosialnya apabila ada mahasiswa atau
pendatang agar selalu bersikap ramah.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya semoga dapat menjalankan penelitian dengan
baik dan dapat menggali lebih dalam lagi mengenai masyarakat Pulau
Karanrang Desa Mattiro Bulu karena banyak sekali keunikan yang terdapat di
Pulau Karanrang. Dan kata kunci dari penelitian ini Pola Interaksi Masyarakat
Suku Bugis dan Suku Makassar di Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu.
87
DAFTAR PUSTAKA
Damsar. 2015. Pengantar Teori Sosiologi. Jakarta : Kencana
Faruk. 2013. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nursalam&Suardi. 2016. Sosiologi Pengantar Masyarakat Indonesia.
Yogyakarta : Writing Revolution
Ritzer, Georg. 2014. Teori Sosiologi Modern. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ritzer, George. 2001. Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta : PT. Rajawali
Press
Siahan, Hotman M. 1989. Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta : Erlangga
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja
Grafindo
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.
Bandung : Alfabeta
Suharasaputra, Uhar. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
Tindakan Cetakan Kedua. Bandung : PT Refika Aditama
Rasyid Rusdi Muhammad, 2014. Pola Interaksi Sosial Etnis Bugis Makassar
: Dinamika Kerukunan Hidup Umat Beragama Kota Sorong. Institut
Agama Islam Negeri Sorong
Mustika, 2018. Interaksi Sosial Masyarakat Bugis-Makassar di Pulau Karan-
rang Kabupaten Pangkep. Universitas Negeri Makassar
Mirna, 2014. DIASPORA SUKU BUGIS (Dalam Kajian Interaksi Suku Bugis
dan Suku Tolaki). Universitan Islam Negeri Alauddin Makassar
88
Agasta Adhiguna. “Suku di Indonesia : Pengertian, Sebaran, Jumlah, dan
Daftar Lengkap” hal.4 . 29 juni 2020. https://foresteract.com/suku-di-
indonesia/ [(hal.4)]
Romansyah, Eko. “Sosiologi Menurut Georg Simmel” 01 juli 2020.
https://seputarsastra.wordpress.com/2017/02/22/sosiologi-menurut-
georg-simmel/
89
LAMPIRAN
L
A
M
P
I
R
A
N
90
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : H. Alimuddin
Inisial : (H.A)
Usia : 57 Th
Jabatan : Tokoh Masyarakat
Waktu : Selasa 03/11/2020 Pukul 20:00 WITA
Tempat : Rumah Pribadi
2. Nama : Syarif
Inisial : (S)
Usia : 52 Th
Jabatan : Warga
Waktu : Selasa 03/11/2020 pukul 16:00 WITA
Tempat : Rumah Pribadi
3. Nama : Andi Anita
Inisial : (A.A)
Usia : 45 Th
Jabatan : IRT
Waktu : Kamis 12/11/2020 pukul 08:00 WITA
Tempat : Rumah Pribadi
4. Nama : Harijo
Inisial : (H)
Usia : 48 Th
Jabatan : Tokoh Masyarakat
Waktu : Kamis, 12/11/2020pukul 13:00 WITA
Tempat : Masjid Pulau Karanrang
91
5. Nama : Sitti Umrah
Inisial : (SU)
Usia : 35 Th
Jabatan : IRT
Waktu : Selasa, 10/11/2020 pukul 16:00 WITA
Tempat : Rumah Pribadi
6. Nama : H. Abdul Malik, S.Ag
Inisial : (H.A)
Usia : 63 Th
Jabatan : Tokoh Masyarakat
Waktu : Sabtu 07/11/2020 pukul 10:00 WITA
Tempat : Rumah Pribadi
7. Nama : H. Tamsir P
Inisial : (H.T)
Usia : 50 Th
Jabatan : Kepala Desa
Waktu : Jum’at 20/11/2020 Pukul 20:00 WITA
Tempat : Rumah Pribadi
8. Nama : Hj. Diana
Inisial : (H.D)
Usia : 55 Th
Jabatan : IRT
Waktu : Sabtu 07/11/2020 Pukul 17:00 WITA
Tempat : Rumah Pribadi
92
PEDOMAN WAWANCARA
A. Identitas Informan Penelitian :
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Pekerjaan :
4. Alamat :
5. No.HP :
B. Pola interaksi sosial yang diterapkan masyarakat suku bugis dan suku
makassar di Pulau Karanrang desa mattiro bulu kecamatan liukang
tupabbiring utara kabupaten pangkep.
1. Bagaimana hubungan interaksi sosial masyarakat bersuku bugis dan suku
makassar di pulau karanrang ?
2. Apakah masyarakat pulau karanrang sering melakukannkerja sama? Apa
saja bentuk kerja sama yang dilakukan ?
3. Apakah masyarakat sering melakukan kegiatan gotong royong ?
Jelaskan.
4. Apakah kesamaan tempat tinggal mempengaruhi interaksi sosial
masyarakat di pulau karanrang ?
5. Apakah masyarakat suku bugis dan suku makassar di Pulau Karanrang
pernah terlibat konflik ? Jelaskan.
93
6. Apakah masyarakat pulau karanrang yang memiliki dua suku pernah
terjadi persaingan ? Jelaskan.
C. Apakah dampak dari pola interaksi sosial bagi masyarakat suku
bugis dan suku makassar di Pulau Karanrang desa mattiro bulu
kecamatan liukang tupabbiring utara kabupaten pangkep.
1. Apa dampak positif dari pola interaksi sosial yang dijalin masyarakat
suku bugis dan suku makassar di pulau karanrang desa mattiro bulu ?
2. Apakah dengan melakukan kerja sama antar masyarakat suku bugis dan
suku makassar akan mendapatkan manfaat unttuk lingkungan di pulau
karanrang ?
3. Apa hal positif yang didapatkan dalam melakukan gotong royong antara
masyarakat suku bugis dan suku makassar di pulau karanrang ?
4. apa dampak negatif kegiatan yang dilakukan masyarakat di pulau
karanrang yang menimbulkan persaingan ?
5. Apakah dengan adanya konflik yang terjadi antara masyarakat dapat
menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian ?
Wawancara dilakukan di :
Hari/Tanggal :
Waktu :
94
DOKUMENTASI
Gambar 1. Pulau Karanrang Desa Mattiro Bulu (Sumber : HP Peneliti) Pada
Tanggal 11 Desember jam 09:47 WITA
Gambar 2. Lingkungan Masyarakat Pulau Karanrang Pada Tanggal 20
November 2020 Jam 16:30 WITA
95
Gambar 3. Lingkungan Masyarakat Pulau Karanrang Pada Tanggal 20
November 2020 Jam 16:35 WITA
Gambar 4. Persaingan Yang Terjadi di Pulau Karanrang Pada Tanggal 03
November 2020 Jam 10:00 WITA
96
Gambar 5. Kerja Sama Masyarakat Pulau Karanrang Pada Tanggal 05 No-
vember 2020 Jam 14:00 WITA
Gambar 6. Photo Bersama Bapak H.A (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 03
November 2020 Jam 20:00 WITA
97
Gambar 7. Photo Bersama Bapak S (Masyarakat Suku Makassar) Pada Tang-
gal 03 November 2020 Jam 16:00 WITA
Gambar 8. Photo Bersama Ibu AA (Masyarakat Suku Bugis) Pada Tanggal 18
November 2020 Jam 08:00 WITA
98
Gambar 9. Photo Bersama Bapak H (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 12
November 2020 Jam 13:00 WITA
Gambar 10. Photo Bersama Bapak H.A (Tokoh Masyarakat) Pada Tanggal 07
November 2020 Jam 10:00 WITA
99
Gambar 11. Photo Bersama Ibu H.D (Masyarakat Suku Bugis) Pada Tanggal
07 November 2020 Jam 17:00 WITA
Gambar 12. Photo Bersama Ibu SU (Masyarakat Suku Makassar) Pada
Tanggal 10 November 2020 Jam 16:00 WITA
100
Gambar 13. Photo Bersama Bapak H.T (Kepala Desa Mattiro Bulu) Pada
Tanggal 20 November 2020 Jam 20:00 WITA
Gambar 14. Photo Bersama Ibu N (Pendatang di Pulau Karanrang) Pada
Tanggal 07 November 2020 Jam 15:45 WITA
101
RIWAYAT HIDUP
Sitti Rahmi, Dilahirkan di Pulau Karanrang-Pangkep, 11
Januari 1999. Anak ke tiga dari lima bersaudara pasangan
dari H. Baharuddin dan Hj. Rasna Peneliti menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 7 Pulau
Karanranrang pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2010. Pada tahun itu
juga peneliti melanjutkan Pendidikan di SMP Negeri 1 Pangkajene dan tamat
pada tahun 2013 kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA
Negeri 1 Pangkajene 2013 dan selesai pada tahun 2016. Di tahun yang sama
peneliti melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, tepatnya di Universitas
Muhammadiyah Makassar (Unismuh) Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi peneliti
menyelesaiakan kuliah strata 1 (S1) pada tahun 2021. Semasa sekolah peneliti
aktif pada organisasi Pramuka, PMR dan Paskibraka sehingga sering sekali
menjadi perwakilan dari sekolah untuk ikut lomba-lomba baik ajang
kecamatan hingga ajang provinsi, semasa kuliah penulis juga aktif di
Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sosiologi dan diamanahkan sebagai
Anggota Bidang Humas pada tahun 2018-2019.
top related