nilai ekonomi uang panai’ dalam adat suku bugis

96
NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS (STUDI KASUS KECAMATAN RETEH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU) SKRIPSI Oleh : HERMAN NIM: EES150673 Pembimbing : AMBOK PANGIUK, S.Ag. M.Si G.W.I. AWAL HABIBAH, M.E.Sy PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019 M / 1441 H

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

1

NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

(STUDI KASUS KECAMATAN RETEH KABUPATEN

INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU)

SKRIPSI

Oleh :

HERMAN

NIM: EES150673

Pembimbing :

AMBOK PANGIUK, S.Ag. M.Si

G.W.I. AWAL HABIBAH, M.E.Sy

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

JAMBI

2019 M / 1441 H

Page 2: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

2

ii

Page 3: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

3

Pembimbing : Ambok Pangiuk, S.Ag. M.Si

Pembimbing II : G.W.I. Awal Habibah, M.E.Sy

Alamat : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Jalan Arif Rahman Hakim No. 01 Telanaipura

Jambi 36361 Telp : (0741) 60500

Jambi, Oktober 2019

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Di –

Jambi

NOTA DINAS

Assalamu‘alaikum wr. wb.

Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami

berpendapat bahwa skripsi saudara Herman NIM. EES. 150673 yang berjudul :

Nilai Ekonomi Uang Panai’ Dalam Adat Suku Bugis (Studi Kasus

Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau) telah dapat

diajukan dan dimunaqasahkan guna melengkapi syarat untuk mencapai gelar

Strata Satu (S.1) dalam ilmu Ekonomi Syariah Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Demikian, persetujuan pembimbing ini kami sampaikan. Atas perhatian

dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pembimbing I Pembimbing II

iii

Page 4: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

4

Ambok Pangiuk, S.Ag. M.Si G.W.I. Awal Habibah, ME.Sy

NIP. 197508292005011005 NIP. 198601252015032002

PENGESAHAN TUGAS AKHIR Nomor:

Tugas dengan judul “Nilai Ekonomi Uang Panai‟ dalam Adat Suku Bugis

(studi kasus Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau)” yang

dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama : Herman

NIM : EES.150673

Telahdimunaqasyahkanpada : 04 November 2019

NilaiMunaqasyah :78,66 (B+)

Dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi.

Tim Munaqasyah/Tim Penguji

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM Jl. Arif Rahman Hakim No. 1 Telanaipura Jambi 36122 Telp./fax: (0741) 65600 website:febi-iainjambi.ac.id

KetuaSidang

H. Sissah, S.Ag., M. HI

NIP. 19650215 199903 1 001

Sekretaris Sidang,

Efni Anita, M.E.Sy

NIP. 19810730 201503 1 001

Penguji I

Dr. M. Nazori, S.Ag., M.Si

NIP. 19730418 199903 1 002

Pembimbing II

G.W.I Awal Habibah, M.E.Sy

NIP. 19860125 201503 2 002

Pembimbing I

Ambok Pangiuk, S.Ag., M.Si

NIP. 19750829 200501 1 005

Penguji II

BambangKurniawan, S.P.,M.E

NIP. 19810426 201503 1 002

Jambi, 04 November 2019

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

UIN SulthanThahaSaifuddin Jambi

Dekan

Prof. Dr. Subhan, M.Ag

NIP: 196409271993021001

iv

Page 5: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

5

MOTTO

والرين إذآ أنفقىا لم يسرفىا ولم يقتروا وكان بين ذلك قىاما

Artinya :

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-

lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah

antara yang demikian.1

1 Q.S. Al-Furqan (25) : 67

v

Page 6: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

6

PERSEMBAHAN

Dengan Rahmat Allah SWT

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahandaku Usman dan Ibundaku

Naida yang sangat kuhormati, kubanggakan dan kusayangi yang telah mendidik

serta memberikan semangat dan kasih sayang yang luar biasa dan doa-doa yang

selalu dipanjatkan untuk penulis.

Kepada kakak, abang dan adik-adikku yang sangat kusayangi.

Semoga semua kebaikan ini menjadi amal baik dan mendapat pahala dari Allah

SWT. Aamiin yaa rabbal’alaamiin.

vi

Page 7: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

7

ABSTRAK

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif, metode ini digunakan untuk mengamati, memahami serta

mendeskripsikan suatu kajian tentang uang panai‟ dalam perkawinan yang berlaku

pada suku Bugis yang berada di Kecamatan Reteh, Kabupaten Indragiri Hilir,

Provinsi Riau. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 30 mengatakan bahwa

dalam sebuah perkawinan pemberian wajib calon mempelai pria kepada calon

mempelai wanita hanyalah mahar. Sedangkan dalam adat perkawinan suku Bugis

khususnya yang berada di Kecematan Reteh, seorang laki-laki yang akan menikah

tidak hanya memberikan mahar melainkan juga uang panai‟, akan tetapi juga

diwajibkan sompa (berupa tanah). Penelitian ini didasarkan pada kerangka

berpikir bahwa selain hukum Islam juga berlaku hukum adat bagi masyarakat

bugis. Salah satu adat yang masih dilestarikan saat ini seperti yang terjadi dalam

perkawinan adat suku bugis yang berada di reteh yang mana dalam perkawinan

adat suku bugis ini calon mempelai pria diwajibkan untuk membayar uang panai‟

kepada keluarga calon mempelai wanita dan jumlahnya dipatok oleh pihak

perempuan da jika pihak laki-laki tidak sanggup akan panai‟ yang diinginkan oleh

pihak perempuan dan acara pernikahan tersebut menjadi batal dan uang panai ini

sering menjadi senjata penolakan. Ini merupakan tradisi atau budaya turun

temurun masyarakat suku bugis yang masih dilaksanakan hingga saat ini.

Kata Kunci : Uang Panai‟, Pernikahan Adat Bugis.

vii

Page 8: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

8

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah

memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

ini dengan baik. Di samping itu, tidak lupa pula iringan shalawat serta salam

penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini berjudul “Nilai Ekonomi Uang Panai’ dalam Adat Suku

Bugis (studi kasus Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi

Riau)” Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai tugas akhir

yang merupakan syarat untuk meraih gelar Serjana jenjang Strata 1 Jurusan

Ekonomi Syariah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam

Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak luput

dari keterbatasan dan kekurangan.

Penulis menyadari bahwa penyusan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa

adanya dukungan, usaha dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

sudah sepantasnya penulis menghaturkan terimakasih yang sedalam-dalamnya

Kepada Kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Usman dan Ibunda Naida yang

tidak pernah lelah memberikan do‟a, dukungan, semangat, motivasi, cinta dan

kasih sayang. Berikut ucapan terimakasih kepada Bapak Ambok Pangiuk, S.Ag.

M.Si dan Ibu G.W.I Awal Habibah, M.E.Sy, selaku Dosen Pembimbing I dan

Pembimbing II, Serta kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA., Ph.D, selaku Rektor UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi.

2. Bapak Prof. Dr. Subhan, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Ibu Dr. Rafidah, SE., M.EI, selaku Wakil Dekan I bidang Akademik dan

Perkembangan Lembaga.

viii

Page 9: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

9

4. Bapak Dr. Novi Mubyarto, SE., ME, selaku Wakil Dekan II bidang

Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan.

5. Ibu Dr. Halimah Dja‟far, M.Fil.I, selaku Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan Dan Kerjasama.

6. Bapak Dr. Sucipto, MA dan Ibu G.W.I Awal Habibah, M.E.Sy, selaku Ketua

dan Sekretaris Jurusan Ekoomi Syariah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Islam UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

7. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan/i dilingkungan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Islam.

8. Tokoh Masyarakat Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.

9. Teman-teman baikku di jurusan Ekonomi Syariah angkatan 2015

10. Semua pihak yang tak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Tiada kata selain ucapan terimakasih, semoga Allah Swt. Memberikan

balasan kebaikan atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis, akhir kata

penulis berharap semoga hasil penulisan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jambi, November 2019

Penulis,

Herman

NIM. EES.150673

ix

Page 10: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

PERYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR .................................. ii

NOTA DINAS .............................................................................................. iii

PENGESAHAN TUGAS AKHIR .............................................................. iv

MOTTO ....................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ........................................................................................ vi

ABSTRAK ................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................ x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 10

C. Tujuan dan Kegunaaan Penelitian ...................................................... 10

D. Batasan Masalah ................................................................................ 11

E. Kerangka Teori .................................................................................. 12

F. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 26

G. Kerangka Berfikir ............................................................................. 30

BAB II : METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 32

B. Pendekatan Penelitian ....................................................................... 32

C. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 33

D. Subyek dan Obyek Penelitian ........................................................... 34

x

Page 11: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

11

E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 36

F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 38

BAB III : GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kecamatan Reteh ................................................................. 40

B. Geografis ........................................................................................... 43

C. Potensi Penghasilan Daerah Kecematan Reteh ................................. 44

D. Struktur Organisasi ........................................................................... 46

BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Pandangan Ekonomi Islam Terhadap Uang Panai‟ Suku Bugis ........ 53

B. Kedudukan Uang Panai dalam Adat Suku Bugis ............................... 61

C. Tolak Ukur Uang Panai dalam adat Suku Bugis ................................ 68

D. Hikmah Uang Panai dalam Adat Suku Bugis .................................... 72

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 74

B. Implementasi Penelitian .................................................................... 75

C. Kata Penutup ..................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURRICULUM VITAE

xi

Page 12: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk Kecamatan Reteh secara garis besarnya dapat dibedakan atas

empat suku , yaitu suku Bugis, Melayu, Jawa dan Banjar. dari 24 kecamatan yang

ada di kabupaten Indragiri hilir provinsi riau, suku bugis banyak terkonsentrasi

serta mendiami Kecamatan Tanah Merah, Telok Blekong, Tembilahan,

Tempuling, Batang Tuaka, Concong, dan lain-lain.

Jumlah penduduk suku Bugis cukup besar yang tersebar di kabupaten dan

kota di seluruh Provinsi Riau.Suku Bugis yang bertempat tinggal di daerah

tersebut memiliki kebudayaan sebagai dasar dalam mengatur tata cara hidupnya.

Kebudayaan Bugis di beberapa Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir

Provinsi Riau pada dasarnya sama. Perbedaan yang tidak terlalu prinsipil terdapat

pada perbedaan variasi pelaksanaannya.

Pernikahan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam

kehidupan manusia guna meneruskan kelangsungan kehidupan di bumi ini.

Pernikahan merupakan unsur yang akan meneruskan kelangsungan kehidupan

manusia dan masyarakat di bumi ini, perkawinan menyebabkan adanya keturunan

dan keturunan akan menimbulkan keluarga yang nantinya akan berkembang

menjadi kerabat dan masyarakat2. Pernikahan merupakan suatu aktivitas antara

2. Moh. Ikbal „Uang Panaik’ dalam Perkawinan Adat Suku Bugis Makassar’. Al-

Hukama, The Indonesian Journal of Islamic Family Law. Volune 06/ Nomor 01/ ((Juni (2016));

ISSN:2089-7480. Hlm.2

1

Page 13: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

2

pria dan wanita yang mengadakan ikatan lahir batin untuk membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanaan yang Maha Esa.

Memang jika kita membicarakan tentang pernikahan selalu menarik karena itulah

yang melahirkan keluarga dan sebagai tempat seluruh kehidupan manusia

berputar3.

Dalam pandangan Islam pernikahan merupakan ikatan yang suci dimana

dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama,

kerabat dan masyarakat. Tata cara pernikahan adat suku Bugis-Riau yang

sebagian besar menganut agama Islam diatur sesuai dengan adat dan agama

sehingga merupakan rangkaian upacara yang menarik, penuh tata-krama dan

sopan-santun serta saling menghargai. Pengaturan atau tata cara pernikahan diatur

mulai dari pakaian atau busana yang digunakan sampai kepada tahapan-tahapan

pemberlakuan adat perkawinan. Kesemuanya itu mengandung arti dan makna.

Upacara pernikahan secara adat adalah segala kebiasaan serta kegiatan-kegiatan

yang telah disajikan dalam melaksanakan upacara pernikahan sesuai dengan

kesepakatan bersama yang dianggap lebih baik. Tata cara pernikahan adat suku

bugis diatur sesuai dengan adat dan agama sehingga rangkaian upacara yang

menarik , penuh dengan tata krama dan sopan santun serta saling menghargai.4

Upacara pernikahan adalah salah satu momentum penting dalam

kehidupan manusia di Indonesia, entah apapun suku bangsa, agama, ras, dan

golongannya. Proses pernikahan bukan hanya melibatkan pemuda dan pemudi,

3Moh. Ali ‘Kedudukan Uang Panaik dalam Perkawinan Adat Bugis di Kabupaten Tojo

Una-Una Provinsi Sulteng’. Skripsi. Unversitas Islam Indonesia Yogyakarta. Hlm.1 4 Andi Nugraha, Adat Istiadat Pernikahan Masyarakat Bugis (Makassar: Cv Telaga

Zamzam, 2001), H. 1-4

Page 14: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

3

melainkan dua keluarga besar. Mulai dari perkenalan secara mendalam, pasangan

yang ingin melanjutkan hubungannya sampai ke jenjang pernikahan harus melalui

berbagai tahapan dan ritual, baik secara agama maupun budaya. Dalam

perkawinan adat tradisional, Nampak dengan jelas sifat komunalnya, sebab

perkawinan itu, dianggap sebagaimasalah yang menyangkut tidak hanya terbatas

sebagai kepentinganseluruh kesatuan masyarakat hukumnya5

Di samping itu pula manfaat dari perkawinan adalah bahwa perkawinan itu

dapat menentramkan jiwa, menahan emosi, menutup pandangan dari segala yang

dilarang oleh Allah swt. dan untuk mendapat kasih sayang (mawaddatan

warahmah) suami istri yang dihalalkan oleh Allah swt dalam ayat sebagai berikut:

Artinya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-

istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,

dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang

demikian itubenar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir6.

Ayat tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu tanda-tanda kebesaran

Allah SWT. adalah diciptakan-Nya laki-laki dan perempuan agar dapat hidup

harmonis dan bahagia di atas bumi ini. Hikmah yang dapat ditimbulkan dengan

dilaksanakannya pernikahan yaitu untuk menjalin ikatan kekeluargaan antara

keluarga istrinya untuk memperkuat ikatan kasih sayang sesama mereka karena

5 Soerojo Wingnjodipoero, Kedudukan Serta Perkembangan Hukum Adat Setelah

Kemerdekaan (Cet. II Jakarta: PT. Gunung Agung, 1983), h.118 6 Q.S. Ar. Ruum (30):21.

Page 15: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

4

keluarga yang diikat dengan ikatan cinta kasih adalah keluarga yang kokoh

bahtagia.

Dalam melangsungkan pernikahan, calon suami diwajibkan memberi

sesuatu kepada calon istri, baik berupa uang ataupun barang (harta benda).

Pemberian inilah yang dinamakan mahar (uang panai‟). Pemberian mahar (uang

panai‟) ini wajib atas laki-laki dan sudah disepakati oleh keluarga laki-laki dengan

keluarga wanita. Selain mahar, di Provinsi Riau khususnya di Kecamatan Reteh

Kabupaten Indragiri Hilir mewajibkan calon pengantin laki-laki menyerahkan

uang panaik (uang belanja) kepada calon pengantin wanita.

Budaya „Panai‟ merupakan proses penentuan jumlah uang belanja pesta

perkawinan yang berasal dari daerah Provinsi Riau. Budaya ini juga masih kuat

dipertahankan oleh sebagian besar suku Bugis bahkan suku bugis perantauan.

Walaupun sudah meninggalkan daerah nenek moyang bertahun-tahun, bahkan

telah lahir di daerah perantauan, budaya panai‟ tetap juga digunakan dalam proses

lamaran sebelum pernikahan. Budaya ini menimbulkan kegelisahan bagi pihak

laki-laki baik dari masyarakat suku Bugis maupun dari luar masyarakat suku

Bugis berkaitan dengan mahalnya uang „panai‟ yang akan diberikan oleh pihak

keluarga laki-laki7. Salah satu budaya perkawinan pada suku Bugis yang erat

kaitannya dengan budaya siri‟ na pacce yaitu uang panai‟. Pengakuan orang Bugis

yang berada di Provinsi Riau membenarkan bahwa uang panai‟ telah menjadi

7Kementrian Agama RI. ‘Al-Qur’an dan Terjemahan’. (PT. Sinergi Pusaka Indonesia)

(2016). Hlm.572

Page 16: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

5

tradisi dalam proses pernikahan budaya Bugis-Makassar8. Masyarakat bugis

menjunjung tinggi adat istiadat yang disebut siri yang berarti segala sesuatu yang

menyangkut hal yang paling peka dalam diri masyarakat bugis, seperti martabat

atau harga diri reputasi dan kehormatan yang semuanya harus dipelihara dan

ditegakkan dalam kehidupan nyata9.

Uang panai atau uang belanja yang sudah di kenal dikalangan suku bugis

maupun kalangan suku lain menjadi persyaratan yang sangat penting untuk

menuju kejenjang yang lebih serius atau pernikahan dimana uang panai harus

ditetapkan terlebih dahulu dari pihak perempuan dan memberitahukan kepada

pihak laki-laki apakah setuju dengan kesepakatan bersama agar bisa

melaksanakan pernikahan yang sesuai kesepakatan bersama. Uang panai atau (doi

mendre) salah satu syarat pernikahan bagi suku bugis yang harus terpenuhi sesuai

permintaan dari pihak perempuan ke pihak laki-laki.

Fungsi uang panai‟ yang diberikan secara ekonomis membawa pergeseran

kekayaan karena uang panai‟ yang diberikan mempunyai nilai tinggi. Secara

sosial wanita mempunyai kedudukan yang tinggi dan dihormati. Secara

keseluruhan uang panai‟ merupakan hadiah yang diberikan calon mempelai laki-

laki kepada calon istrinya untuk memenuhi keperluan pernikahan10

.ain halnya

yang penulis jumpai pada masyarakat di Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri

Hilir, masih banyak yang melakukan salah satu bentuk proses persyaratan pra

pernikahan yaitu memberikan sejumlah uang belanja yang biasa disebut dengan

8Ahsani, Jamaludin, Hos, dan Peribadi. ‘Uang Panaik dan Tantangan bagi Pemuda Bugis

di Perantauan (Studi di Desa Wunggoloko Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur). Neo

Societal; Vol. 3/ Nomor 3/ ISSN; 2503-359 (2018). Hlm. 541-546 9Ibid.

10Ibid. hlm.5

Page 17: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

6

uang panaik/uang belanja dan bahkan hal itu dijadikan landasan utamanya, dan

biasanya keluarga gadis menuntut jumlah uang tertentu untuk menguji atau

mengetahui kerelaan, kesanggupan berkorban pihak laki-laki sebagai perwujudan

keinginannya untuk menjadi anggota keluarga dan apabila pihak laki-laki tidak

dapat memenuhi permintaan orang tua perempuan tersebut, maka lamaran laki-

laki itu biasanya ditolak. Melihat yang demikian itu otomatis memberatkan pihak

laki-laki dalam melaksanakan suatu pernikahan.

Padahal ajaran Islam menganjurkan kepada pemeluknya untuk

mempermudah terjadinya suatu pernikahan. Sebagaimana firman Allah SWT

dalam QS An-Nur / 24 : 32.

Artinya:

Dan kawinkanlah orang-orang yang beriman, di antara kamu dan orang-orang

yang layak (berkawin) dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan, jika mereka

miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha

Luas (pemberi-Nya) lagi mengetahui.11

Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa hendaklah laki-laki yang belum

menikah atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat

menikah. Olehnya itu, selayaknya manusia mempermudah terlaksananya suatu

pernikahan jangan hanya karena persoalan uang belanja sehingga terhalang

terjadinya suatu pernikahan, karena boleh jadi antara seorang wanita dan seorang

11

Q.S. An-Nur (24) : 32.

Page 18: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

7

pria yang sudah saling mencintai menempuh suatu jalan untuk yang tidak

dibenarkan oleh ajaran agama.

Syarat utama yang menjadi dasar pada pelamaran sebelum melangsungkan

perkawinan adalah besaran “uang panaik” (uang belanja), uang panaik atau uang

belanja adalah uang yang harus diberikan, calon mempelai laki-laki pada calon

mempelai perempuan. Uang panaik ini seringkali di maknai dengan keliru karena

di anggap atau dipersamakan dengan mahar, padahal uang panaik tersebut

berbeda dengan mahar. Kedudukannya sebagai uang adat yang terbilang wajib

dengan jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak keluarga mempelai.

Suatu perkawinan diiringi dengan sejumlah pemberian dari pihak laki-laki

kepihak perempuan. Ada dua jenis pemberian yaitu sompa yang secara simbolis

berupa sejumlah uang yang dilambangkan dengan rella (real) yang sesuai dengan

derajat perempuan dan dui‟ mendre (uang naik) atau untuk perongkosan pesta

perkawinan, yang biasanya diikuti denganlise‟ kawin (isi perkawinan) dan mahar

baisanya sejumlah uang yang sekarang sering diserahkan dalam bentuk Mushaf

Al-Quran dan seperangkat alat sholat. Sebelum zaman belanda seorang laki-laki

dari luar harus membayar pajak kepada pihak pemerintah setempat, pallawa tanah

(pengamanan negeri) yang proporsinnya sama dengan sompa12

.

Uang panaik juga akan semakin berat ketika keluarga mempelai

perempuan meminta sompa (harta tidak bergerak seperti sawah dan kebun),

erang-erang (asesoris resepsi pernikahan). Pembayaran uang panaik ini dapat

12

Ibid. Hlm.5

Page 19: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

8

dilakukan pada saat lamaran telah diterima atau penentuan hari perkawinan atau

pada saat mappaenre doi‟ (hari memberikan uang belanja), ataupun pada saat akad

nikah akan dilangsungkan. Adapula yang melakukan pembayaran sekaligus dan

ada yang melakukan pembayaran sebagian dan di selesaikan pada saat akad nikah

akan dilangsungkan. Hikmah yang dapat ditimbulkan dengan dilaksanakannya

perkawinan yaitu untuk menjalin ikatan kekeluargaan antara keluarga istinya

untuk memperkuat ikatan kasih sayang sesame mereka karena keluarga yang

diikat dengan ikatan cinta kasih adalah keluarga yang kokoh bahagia13

Melihat realitas yang ada, arti uang panaik ini sudah bergeser dari maksud

sebenarnya, uang panaik sudah menjadi ajang gengsi untuk memperlihatkan

kemampuan ekonomi secara berlebihan, tidak jarang untuk memenuhi permintaan

uang panaik tersebut maka calon mempelai pria harus rela berutang, karena

apabila prasyarat uang panaik tersebut tidak terpenuhi akan dianggap sebagai

malu atau “siri‟” (rasa malu atau merasa harga diri dipermalukan). Bahkan tak

jarang permintaan uang panaik dianggap sebagai senjata penolakan pihak

perempuan bagipihak laki-laki yang datang meminang jika pihak laki-laki tersebut

tidak di restui oleh orang tua pihak perempuan dengan modus meminta uang

panaik yang setinggitingginya yang mereka anggap bahwa laki-laki yang

bermaksud meminang tersebut tidak mampu memenuhi permintaan uang panaik

tersebut.

13

H.S. A. Al-Hamdani, Risalatun Nikah, Diterjemahkan Oleh Drs. Agus Salim, Dengan

Judul “Hukum Perkawinan Islam” (Cet. III: Pustaka Amani,1989), h.27

Page 20: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

9

Pengambilan keputusan akan besarnya uang panai‟ terkadang dipengaruhi

oleh keputusan keluarga perempuan (saudara ayah ataupun saudara ibu), karena

besarnya uang panai‟ yang terkdang tidak mampu diberikan oleh calon mempelai

laki-laki kepada calon mempelai wanita membuat calon mempelai laki-laki

melakukan tindakan diluar dari tradisi Bugis-Riau yaitu silariang (kawin lari).

Ada pendapat yang mengatakan bahwa uang panai‟ bukan lagi menjadi mahar

melainkan candu dalam sebuah pernikahan. Uang panai‟ kerap menjadi momok

bagi pemuda yang akan menikahi gadis Bugis-Riau sebab jumlahnya sering kali

mencekik.

Islam mengajarkan Pernikahan sebuah kewajiban tanpa ada unsur

memberatkan kedua pihak dalam segala apapun. Pemberian uang panai‟ dalam

proses pernikahan suku Bugis- Riau menjadi sebuah persaingan sosial, besaran

uang panai‟ sering juga menjadi standar kemakmuran mempelai pria dan juga

kualitas mempelai wanita. Sehingga ketika seorang wanita di nikahi oleh seorang

pria dengan uang panai‟ yang kecil dapat membuatnya malu dengan teman atau

keluarganya yang mendapat uang panai‟ yang lebih besar. Seperti itulah persepsi

dari sebagian besar masyarakat Suku Bugis- Riau.

Sejatinya sebagai salah satu masyarakat yang dikenal paling kuat identitas

keIslamannya di Nusantara, seharusnya lebih mementingkan nilai kewajiban

syariat Islam dari pada wajiban menurut adat. Kewajiban uang panai‟ dalam

syariat Islam merupakan hal yang masih perlu ditinjau lebih jauh, sedangkan

kewajiban memberikan uang panai‟ menurut adat, terutama dalam hal penentuan

jumlah uang, merupakn konstruksi dari masyarakat itu sendiri.

Page 21: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

10

Fanomena yang terjadi di kecamatan reteh ialah setiap ada pernikahan

uang panai‟ ini selalu menjadi trending topik dikalangan masyarakat bugis maka

dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan Judul “Nilai Ekonomi

Uang Panai’ dalam Adat Suku Bugis (Studi Kasus Kecamatan Reteh Kabupaten

Indragiri Hilir Provinsi Riau)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang

muncul adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana pandangan ekonomi islam terhadap uang panai suku bugis?

2. Bagaimana kedudukan uang panai‟dalam pernikahan adat suku bugis?

3. Bagaimana tolak ukur uang panai‟ dalam adat suku bugis?

4. Bagaimana hikmah uang panai‟ dalam adat suku bugis?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka dapat ditetapkan

beberapa ttujuan serta kegunaan dari penelitian ini, adapun tujuan dari keegunaan

peneelitian ini adalah :

1. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab

rumusan masalah yang dipaparkan diatas, yaitu sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui pandangan ekonomi islam terhadap uang panai dalam

pernikahan adat bugis di Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir.

Page 22: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

11

2) Untuk mengetahui kedudukan uang panai dalam pernikahan adat bugis di

Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir.

3) Untuk mengetahui apa yang menjadi tolak ukur uang panai dalam adat bugis

di Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir.

4) Untuk mengetahui hikmah dengan adanya uang panai‟ dalam adat suku bugis

di Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir.

2. Kegunaan

1) Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sebagai masukan dalam

memahami tentang perihal pemberian uang panai‟ dalam pernikahan adat suku

bugis-Riau Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir

2) Kegunaan Praktis

Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat suku bugis-Riau Kecamatan

Reteh Kabupaten Indragiri Hilir dalam pelaksanaan pernikahan adat tentang uang

panaik.

D. Batasan Masalah

Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya

penyimpangan ataupun pelebaran pokok masalah agar penelitian tersebut lebih

terarah ataupun terfokus pada masalah yang akan dibahas dan tercapai tujuannya,

maka peneliti merasa perlu membatasi masalah yang akan diteliti adalah Nilai

Ekonomi Uang Panai‟ dalam Adat Suku Bugis (studi kasus di Kecamatan Reteh

Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau)

Page 23: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

12

E. Kerangka Teori

1. Uang Panai‟ Dalam Adat Bugis

Uang Panai‟ adalah sejumlah uang yang harus diserahkan oleh pihak pria

kepada keluarga calon pengantin wanita untuk melaksanakan resepsi pernikahan.

Uang Panai‟ tersebut ditujukan untuk belanja kebutuhan pesta pernikahan. Uang

Panai‟ memiliki peran yang sangat penting dan merupakan salah satu rukun dalam

perkawinan adat suku Bugis. Pemberian Uang Panai‟ adalah salah satu kewajiban

yang tidak bisa diabaikan. Uang Panai‟ ini tidak terhitung sebagai mahar

pernikahan melainkan sebagai uang adat namun terbilang wajib dengan jumlah

yang disepakati oleh kedua belah pihak atau keluarga.

Secara sepintas, kedua istilah tersebut diatas memang memiliki pengertian

dan makna yang sama, yaitu keduanya sama-sama merupakan kewajiban. Namun

jika dilihat dari sejarah yang melatar belakanginya, pengertian kedua istilah

tersebut jelas berbeda. Mahar adalah kewajiban dalam tradisi Islam sedangkan

Uang Panai‟ adalah kewajiban menurut adat masyarakat setempat. Mahar dan

Uang Panai‟ tidak hanya berbeda dari segi pengertian saja, akan tetapi berbeda

pula dalam hal keguanaan dan pemegang keduanya.

Penentuan besarnya Uang Panai‟ atau Uang Belanja itu tidak sama halnya

dengan pemberian uang mahar, yakni sesuai dengan kerelaan pihak keluarga laki-

laki dan berdasarkan strata sosial kedua belah pihak. Mahar diberikan oleh

keluarga pihak laki-laki kepada calon pengantin perempuan sebagai milik

pribadinya, maka Uang Panai‟ diberikan kepada pihak keluarga perempuan

sebagai sumbangan pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan upacara pesta

Page 24: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

13

perkawinan. jumlah yang harus diberikan kepada pihak keluarga perempuan itu

biasanya lebih besar bila dibandingkan mahar.

Jumlah uang mahar biasanya hanya berkisar Rp 10.000 sampai jutaan.

Mahar untuk saat ini biasanya lebih mengutamakan aset seperti emas dan tanah.

Akan tetapi Uang Panai‟ adalah hasil kesepakatan dari kedua belah pihak. Bahkan

terkadang terjadi saling tawar-menawar. Itulah sehingga biasa memerlukan waktu

yang berlarut-larut karena masing-masing pihak bertahan. Bahkan boleh jadi

penentuan uang belanja yang begitu tinggi yang diminta oleh pihak perempuan

hanya bermotif penolakan lamaran secara halus.

Besarnya Uang Panai‟ tidak selalu dianggap memiliki nilai rupiah saja,

melainkan lebih dari itu. Besarnya uang yang dinaikkan itu dapat juga merupakan

prestise di mata masyarakat, sebab semakin besar mendapatkan uang belanja dari

pihak laki-laki, berarti pula baik yang bersangkutan maupun segenap keluarga dan

kerabatnya yang lain akan merasa prestisenya juga naik. Sehingga ada kesan

bahwa besarnya uang belanja itu menandakan tinggi rendahnya strata sosial

mereka di tengah-tengah masyarakat.

Dengan demikian yang terjadi di tengah masyarakat Bugis, makin tinggi

derajat seseorang di tengah-tengah masyarakat, maka uang belanja yang akan

diminta lebih besar pula. Karena itulah, pihak keluarga perempuan akan berusaha

agar pihak laki-laki bersedia memberikan Uang Panai‟ sebanyak mungkin dan

meningkatkan prestisenya di tengah masyarakat. Mengenai tinggi Uang Panai‟

yang diberikan kepada pihak keluarga pengantin perempuan, tidak mutlak

berdasarkan karena status kebangsawanannya semata.

Page 25: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

14

Akan tetapi, banyak faktor penyebabnya, antara lain karena memiliki

kekayaan, semakin kaya calon mempelai semakin tinggi pula Uang Panai‟ yang

dipatok, jenjang pendidikan. besar kecilnya Uang Panai‟ sangat terpengaruh

jenjang pendidikan calon istri, apabila pendidikannya hanya tingkat Sekolah

Dasar maka semakin kecil pula Uang Panai‟ yang dipatok begitu pula sebaliknya

jika calon istri lulusan sarjana maka semakin tinggi pula jumlah nominal Uang

Panai‟ dan parasnya cantik, tinggi badan, dan kulit putih. Semua faktor ini tetap

saling berhubungan, bisa saja calon istri tidak memiliki paras yang cantik tapi

kondisi ekonomi yang kaya, tetap saja Uang Panai‟ akan tetap tinggi. berlatar

belakang pendidikan yang tinggi (sarjana) memiliki kelebihan tertentu (prestasi)

dan sebagainya.

Di samping itu, indikator besar kecilnya Uang Panai‟ bisa dilihat dari

kemewahan pesta pernikahan. Cuman yang menjadi permasalahan adalah karena

terkadang suatu lamaran perkawinan tidak diterima disebabkan oleh tidak adanya

kesepakatan tentang Uang Panai‟, di mana kita ketahui bersama bahwa hal

tersebut bukanlah suatu perkara wajib dalam perkawinan sebagaimana wajibnya

membayar mahar. Pada umumya Uang Panai‟ dalam perkawinan itu tujuannya

adalah untuk memakai uang tersebut dalam rangka melaksanakan suatu

perkawinan yang dimulai dari persiapan sampai dilangsungkannya perkawinan

itu. Jadi, Uang Panai‟ itu digunkan untuk memenuhi segala biaya-biaya pihak

keluarga perempuan yang melaksanakan pesta perkawinan.

Selain Uang Panai‟ itu digunakan untuk pesta perkawinan. biasanya juga

digunakan untuk memperbaiki rumah dan melengkapi perabotnya. Sehingga

Page 26: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

15

dengan sendirinya akan menuntut Uang Panai‟ yang cukup tinggi kepada pihak

laki-laki yang meminang anak gadisnya, dengan maksud agar pesta pernikahan

dapat dilaksanakan dengan semeriah mungkin, tanpa melihat lagi kemampuan

pihak laki-laki.

Dui‟ menre‟(Uang Panai‟) bertujuan untuk membiayai pesta pernikahan

mempelai perempuan. Menurut beberapa informan bahwa indikator besar

kecilnya dui‟ menre‟ dapat dilihat dari kemewahan pesta pernikahan, semakin

tinggi uang belanjanya semakin meriah pula pesta pernikahannya. Persaingan

yang terjadi dalam mengangkat derajat sosial di masyarakat dan terfokus pada

usaha memeriahkan walimah dengan pemberian dui‟ menre‟ yang dijadikan syarat

mutlak untuk terlaksananya suatu pernikahan sehingga seakan melupakan hakikat,

tujuan, dan hikmah pernikahan itu sendiri.

Tradisi Uang Panai‟ tidak berlaku bagi pernikahan antara pria Bugis

dengan wanita non Bugis. Pria Bugis akan mengikuti tradisi dari keluarga wanita

yang akan dinikahinya. Budaya ini umumnya tetap dipertahankan apabila wanita

Bugis di lamar oleh pria non Bugis. Hal ini terjadi, karena dalam tradisi

pernikahan Bugis, wanita adalah pihak yang dijemput, sehingga adat istiadat yang

digunakan dari sisi keluarga wanita.

Asal Muasal Uang Panai‟ adalah apa yang terjadi pada zaman penjajahan

belanda dahulu, pemuda belanda seenaknya menikahi perempuan bugis Makassar

yang ia inginkan, setelah menikah ia kembali menikahi perempuan lain dan

meninggalkan istrinya itu karena melihat perempuan lain yang lebih cantik

daripada istrinya. Budaya seperti itu membekas di bugis Makassar setelah

Page 27: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

16

indonesia merdeka dan menjadi doktrin bagi pemuda indonesia sehingga mereka

juga yang bebas menikah lalu meninggalkan perempuan yang telah dinikahinya

seenaknya. Itu membuat perempuan bugis Makassar seolah-olah tidak berarti.

Namun budaya itu berubah sejak seorang pemuda mencoba menikahi

seorang perempuan dari keluarga bangsawan. Pihak keluarga tertentu saja

menolak karena mereka beranggapan bahwa laki-laki itu merendahkan mereka

karena melamar anak mereka tanpa keseriusan sama sekali. Mereka khawatir

nasib anak mereka akan sama dengan nasib perempuan yang lainnya sehingga

pihak keluarga meminta bukti keseriusan pada pemuda atas niatannya datang

melamar. Jadi pada saat itu orang tua si gadis ini mengisyaratkan kepada sang

pemuda kalau ia ingin menikahi anak gadisnya ia harus menyediakan mahar yang

telah ditentukan. Mahar yang dia ajukan sangatlah berat sang pemuda harus

menyediakan material ataupun non material. Hal ini dilakukan untuk mengangkat

derajat kaum wanita pada saat itu.

Pergilah seorang pemuda itu untuk mencari persyaratan oleh orang tua si

gadis. Bertahun tahun merantau untuk mencari mahar demi pujaan hatinya ia rela

melakukan apa saja asalkan apa yang dilakukannya dapat menghasilkan tabungan

untuk meminang gadis pujaannya. Setelah mencukupi persyaratan yang diajukan

oleh orang tua si gadis sang pemuda pun kembali meminang gadis pujaannya dan

pada saat itu melihat kesungguhan hati sang pemuda orang tua si gadis merelakan

anaknya menjadi milik sang pemuda tersebut.

Adanya persyaratan yang diajukan memberikannya sebuah pelajaran yakni

menghargai wanita karena wanita memang sangat mahal untuk disakiti apalagi

Page 28: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

17

sang pemuda itu mendapatkan istrinya dari penghasilan jerih payahnya sendiri

itulah sebabnya ia menyayangi istrinya. jadi mahalnya mahar gadis bugis

Makassar bukan seperti barang yang diperjual belikan, tetapi sebagai bentuk

penghargaan kepada sang wanita, jadi ketika tersirat dihati ingin bercerai dan

menikah lagi maka sang pemuda akan berfikir berkali-kali untuk melakukannya

karena begitu sulitnya ia mendapatkan si gadis ini. Hingga akhirnya tradisi Uang

Panai inipun turun-temurun ke generasi-generasi melekat pada masyarakat bugis

dan menjadikannya sebagai ajang gengsi untuk memperlihatkan kemampuan

ekonomi secara berlebihan, karena apabila perasyarat Uang Panai‟ tersebut tidak

terpenuhi akan dianggap sebagai malu atau siri‟ (rasa malu atau merasa harga diri

dipermalukan).

2. Nilai Ekonomi

Nilai adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa cara pelaksanaan

atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan dengan

pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan. Nilai membuat elemen

pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang

benar, baik atau diinginkan.14

Nilai dalam kamus adalah daya tukar suatu barang

atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lain yang diukur secara kuantitatif

dengan jumlah suatu barang atau uang.15

Sedangkan Menurut Sprenger, Nilai

ekonomi adalah nilai yang terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar

untung dan rugi, yang berarti mengutamakan kegunaan suatu bagi manusia.16

14

Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat, 2007, hal. 146-156 15

Tim Panca Aksara, Kamus Lengkap Istilah Ekonomi, (Yogyakarta: Indoliterasi, 2017) 16

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Niat, (Bandung: Alfabeta, 2004)

Page 29: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

18

Dalam pemikiran Adam Smith dalam dagun menguraikan teorinya tentang

teori nilai membedakan dengan dua jenis nilai yaitu nilai guna dan nilai

tukar.Masing-masing nilai ini cocok dengan perasaan kita tentang nilai ekonomi,

Suatu benda itu memiliki nilai guna jika benda itu berguna bagi kita, sebagai

sesuatu tidak pernah hanya tertuju pada hal tertentu begitu nilai suatu barang itu

dapat dilihat berbagai macam.Disini, jika kita peroleh dalam diskusi ini kita diberi

kesempatan untuk berimajinasi dan pengertian akal sehatmengenai kegunaan dan

ketidak gunaan suatu hal. Konsep nilai guna ini akan mencerminkan pengertian

akal sehat kita tentang nilai, sering bila kita bertanya tentang nilai sesuatu, kita

ingin mengetahui harganya. Ini berarti kita ingin mengetahui berapa banyak uang

yang kita miliki untuk ditukarkan dengan barang tersebut.17

Menurut Adam Smith dalam dagun, perilaku ekonomi terhadap orang

tidak terelakkan terlibat dalam tukar menukar barang, karena jelas bahwa orang-

orang tidak dapat mencukupi dirinya dengan semua barang yang mereka inginkan

dan butuhkan.Setiap orang berusaha sebaik-baiknya untuk menghasilkan barang-

barang sebagus-bagusnya. Kalau orang-orang lainberbuat yang sama, maka

mereka mampu melakukan tukar menukar barang sehingga mereka akhirnya

menemukan apa mereka inginkan dan butuhkan itu tidak mereka hasilkan untuk

dirinya sendiri.

Konsep nilai kesederhana berlaku berlaku dalam tingkah laku ekonomi,

terutama dalam menjauhi konsumerisme dan menjauhi pemborosan berlaku tidak

hanya pembelanjaan yang diharamkan saja, tetapi juga pembelanjaan yang

17

Save M Dagun, Pengantar Filsafat Ekonomi. Hlm. 25.

Page 30: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

19

berlebihan.Islam menekankan keselarasan antara lahir dan batin, individu dan

masyarakat, Oleh sebab itu, sumber daya ekonomi harus diarahkan untuk

mencapai kedua kesejahteraan tersebut.Islam menolak secara tegas umat manusia

yang terlalu rakus dengan penguasaan materi dan menganggapnya sebagai ukuran

keberhasilan ekonomi.18

Memahami perilaku kegiatan ekonomi dibutuhkan banyak waktu dalam

memberi refleksi setiap langkah, Kegiatan ekonomi setiap hari menyita waktu dan

perhatian dan boleh jadi topik ini sangat memperihatinkan kehidupan, karena itu

satu-satunya tanggapan yang masuk akal terhadap pentingnya kehidupan ekonomi

adalah sedapat mungkin dan bersikap kritisterhadap kehidupan ekonomi, kalau

tidak, akan menjadi korban pasifdari orang-orang lain yang memahami dan

memanfaatkan perilaku kegiatan ekonomi19

Nilai dasar ekonomi Islam adalah seperangkat nilai yang telah diyakini

dengan segenap keimanan, dimana ia akan menjadi landasan paradigma ekonomi

Islam. Nilai-nilai dasar tersebut berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Kemudian

sebagai ekonomi yang bersifat Rabbani maka Ekonomi Islam mempunyai sumber

nilai-nilai normatif-imperatif sebagai panduan serta pedoman yang mengikat.20

Dengan mengakses kepada aturan Ilahiyah (ketuhanan), setiap perbuatan manusia

mempunyai unsur moral, etika, dan ibadah. Setiap tindakan manusia tidak boleh

lepas dari nilai, yang secara vertikal merefleksikan moralitas yang baik, dan

18

M. Umer Chapra, “ Negara Sejahtera Islami Dan Perannya Dibidang Ekonomi”, dalam

Ainur R. Sophian, Etika Ekonomi Politik: Elemen-Elemen Strategi Pembangunan Masyarakat

Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), h.28 19

Save M. Dagun, Pengantar Filsafat Ekonomi, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), hlm.1 20

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam

Indonesia Yogyakarta, Ekonomi Islam, (Jakarta: Granfindo Persada, 2012), hlm. 12

Page 31: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

20

secara horizontal memberi manfaat bagi manusia dan makhluk lainnya. Nilai

moral samahah (lapang dada, lebar tangan dan murah hati) ditegaskan sebagai

prasyarat bagi pelaku ekonomi untuk mendapatkan rahmat Allah baik selaku

pedagang/pebisnis, produsen, konsumen, debitor maupun kreditor.

Nilai ekonomi Islam meliputi berbagai sisi prilaku ekonomi manusia.

Kepatutan moral, etika dan keharusan produksi sebagai kegiatan ekonomi

dihubungkan oleh realitas fisik sebagai fenomena ekonomi dan keharusan wujud

metafisik yang menjadi landasan ontologis setiap kegiatan ekonomi.21

Dengan

demikian masalah ekonomi dalam Islam meliputi aspek fisik dan juga aspek

mental yang bukan saja terbatas pada sisi psikologi manusia, dinamika politik

manusia, persoalan sosiologis- antropologis manusia, tetapi juga terkait erat

dengan spiritual manusia yang dalam masyarakat Islam.

Ekonomi Islam mempelajari prilaku individu yang dituntun oleh nilai-nilai

islami, mulai dari penentuan tujuan hidup, cara memandang dan menganalisis

masalah ekonomi, serta prinsip-prinsip yang harus dipegang untuk mencapai

tujuan tersebut.22

Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi konvesional tidak

hanya dalam aspek cara penyelesaian masalah, namun juga dalam aspek cara

pandang dan anilisis terhadap masalah ekonomi. Dengan demikian, dapat dilihat

bahwa sistem ekonomi Islam mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang

dalam segala hal kehidupan.

21

Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat Ekonomi, (IAIN SU Medan : CitaPustaka Media

Perintis, 2014), hlm. 75 22

Usman Yatim, Nilai Ekonomi Islam, (Jakarta : Bina Rena Parieara, 2009), hlm. 243

Page 32: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

21

Sistem ekonomi Islam, kegiatan ekonomi itu, meskipun sifatnya material,

akan tetapi juga ia bercorak spiritual. Asasnya dari corak ini ialah kesadaran dan

taqwa kepada Allah SWT dan mengharapkan akan ridho-Nya. Sendinya, menurut

Islam bahwa manusia itu tidak hanya sekedar berhubungan antara satu sama

lainnya, tetapi juga ia berhubungan dengan Allah SWT. Apabila dalam sistem

ekonomi yang positif hanya terfokus pada asas material, dan asas itu yang

membentuk hubungan antara individu-individu, maka dalam ekonomi Islam tidak

demikian, asasnya adalah ketaqwaan kepada Allah SWT, harapan akan mendapat

ridho-Nya, dan menjalankan ajaran-ajaran-Nya. Hal yang demikian itulah yang

membentuk hubungan diantara individu-individu.

3. Perkawinan Adat Bugis

Adapun tahapan prosesi pernikahan masyarakat Kecamatan Reteh

Kabupaten Indragiri Hilir dibagi atas 3 tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Tahapan pranikah

Untuk lebih jelasnya, dibawah ini penjelasan tentang tahapan pranikah yaitu:

1) Madduta Massuro (Melamar)

Banyak pendahuluan yang harus dilewati sebelum pesta pernikahan

(Mappabotting) dilangsungkan. Jika lelaki belum dijodohkan sejak kecil maka

keluarganya akan mulai mencari-cari pasangan yang kira-kira dianggap sesuai

untuknya. Bagi kaum bangsawan, garis keturunan perempuan dan laki-laki akan

diteliti secara seksama untuk mengetahui apakah status kebangsawanan mreka

sesuai atau tidak. Karena tidak boleh tingkatan pelamar lebih rendah dari tingkat

perempuan yang akan dilamar.Madduta artinya meminang secara resmi. Dahulu

Page 33: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

22

kala dilakukan beberapa kali hingga ada kata sepakat, namun secara umum proses

yang ditempuh sebelum meminang adalah sebagai berikut:

a) Mammanu-manu‟ (Merencanakan ingin melamar) bermakna sebagai burung

yang terbang kesana kemari, untuk menyelidiki apakah ada gadis yang

berkenan dihati. Langkah pendahuluan ini biasanya ditugaskan kepada

seseorang biasanya kepada paruh baya perempuan yang akan melakukan

kunjungan biasa kepada keluarga perempuan untuk mencari tahu seluk

beluknya, namun biasanya proses ini sangat tersamar. Mappese-pese

dilakukan setelah kunjungan pertama tadi, yaitu melakukan kunjungan resmi

pertama untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang secara tidak langsung

dan sangat halus agar kedua belah pihak tidak kehilangan muka atau malu jika

pendekatan ini tidak membuahkan hasil.

b) Madduta (Melamar) yaitu jika keluarga perempuan memberi lampu hijau,

kedua belah pihak kemudian menentukan hari untuk mengajukan lamaran

secara resmi (Madduta). Selama proses lamaran ini berlangsung garis

keturunan, status kekerabatan, dan harta calon mempelai diteliti lebih jauh,

sambil membicarakan sompa dan uang antaran (dui menre) yang harus

diberikan oleh pihak laki-laki untuk biaya perkawinan pasangannya, serta

hadiah persembahan kepada calon mempelai perempuan dan keluarganya.

c) Mappettu Ada (Menyepakati persetujuan yang telah ditentukan), biasanya

juga ditindak lanjuti dengan mappasierekeng atau menyimpulkan kembali

kesepakatan-kesepakatan yang telah dibicarakan bersama pada proses

sebelumnya. Ini sudah merupakan lamaran resmi atau disaksikan biasanya

Page 34: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

23

oleh keluarga dan kerabat. Pada saat inilah akan dibicarakan secara terbuka

segala sesuatu terutama mengenai hal-hal yang prinsipil. Pada kesempatan ini

diserahkan oleh pihak laki-laki Pattenre ada atau Passio (pengikat) berupa

cincin.

d) Mappaisseng atau (memberi kabar)

Setelah kegiatan Madduta atau peminangan telah selesai dan menghasilkan

kesepakatan, maka kedua pihak keluarga calon mempelai akan menyampaikan

kabar mengenai pernikahan ini. Biasanya yang diberi tahu adalah keluarga

yang sangat dekat, tokoh masyarakat yang dituakan, serta tetangga-tetangga

dekat, mereka inilah yang akan mengambil peran terhadap kesuksesan semua

rangkaian upacara pernikahan ini.

2) Mattampa / Mappalettu Selleng (Mengundang)

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari proses sebelumnya yaitu

Mappaisseng dan biasanya pihak keluarga calon mempelai akan mengundang

seluruh sanak saudara dan kerabat-kerabat. Undangan tertulis ini dilaksanakan

kira-kira 1 atau 2 minggu sebelum resepsi pernikahan dilangsungkan. Kegiatan

tertulis ini disebut juga Mappalettu Selleng karena diharapkan pihak yang

diundang akan merasa dihargai bila para pembawa undangan ini menyampaikan

salam dan harapan dari pihak yang mengundang kiranya berseia datang untuk

memberi restu.

3) Mappatettong Sarap/Baruga (Menegakkan Tenda Pernikahan)

Sarapo/Baruga adalah bangunan tambahan didirikan disamping kiri atau

kanan rumah yang akan ditempati melaksanakan akad nikah. Sedangkan baruga

Page 35: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

24

adalah bangunan terpisah dari rumah yang ditempati bakal pengantin dan

dindingnya terbuat dari jalinan bambu yang dianyam yang disebut Walasuji. Di

dalam sarapo atau baruga dibuatkan pula tempat yang khusus bagi pengantin dan

kedua orang tua mempelai yang disebut Lamming. Tetapi akhir-akhir ini

Kabupaten Indragiri Hilir sudah jarang lagi mendirikan Sarapo oleh karena sudah

ada beberapa gedung atau tenda yang disewakan lengkap dengan peralatannya

namun kadang pula masih ada yang melaksanakan terutama bagi kalangan

bangsawan dan orang berada.

4) Mappacci / Tudampenni (Malam Berinai)

Upacara adat Mappacci dilaksanakan pada waktu tudampenni (sanding

Malam), yaitu menjelang acara akad nikah/ijab qabul keesokan harinya. Upacara

Mapacci adalah salah satu upacara adat Bugis yang dalam pelaksanaannya

menggunakan (inai) daun pacar atau Pacci. Sebelum kegiatan dilaksanakan

biasanya terlebih dahulu dilakukan acara Khatam al-Qur‟an (Mappanre Temme

dan Barasanji). Daun inai ini dikaitkan dengan kata Pacci yang maknanya adalah

kebersihan dan kesucian. Dengan demikian pelaksanaan berinai mengandung

makna kebersihan raga dan kesucian jiwa.

2. Tahapan Nikah

Upacara akad nikah juga memiliki beberapa rangkaian acara yang secara

beruntun, kegiatan yang dimaksud yaitu:

1) Mappenre Botting (Mengantar pengantin)

Merupakan kegiatan mengantar pengantin laki-laki kerumah pengantin

perempuan untuk melaksanakan akad nikah.

Page 36: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

25

2) Madduppa Botting (menjemput kedatangan mempelai laki-laki)

Diartikan menjemput kedatangan pengantin laki-laki. Sebelum pengantin

laki-laki berangkat kerumah perempuan biasanya dibicarakan terlebih dahulu

rombongan tersebut menunggu penjemput dari pihak perempuan.

3) Akad Nikah

Orang yang bersiap melakukan akad nikah adalah bapak atau wali calon

mempelai perempuan atau imam kampung atau salah seorang yang ditunjuk oleh

Departemen Agama. Dua orang saksi dari kedua belah pihak. Setelah akad nikah

selesai, maka dilanjutkan dengan acara Mappasiluka atau Mappasikarawa

(Menyatukan pengantin laki-laki dan perempuan dengan tradisi adat bugis).

Acara ini merupakan kegiatan mempertemukan mempelai laki-laki dengan

pasangannya. Pengantin laki-laki diantar oleh seseorang yang dituakan oleh

keluarganya menuju kamar pengantin perempuan. Mempelai pria menyentuh

tangan atau anggota badan mempelai perempuan yang dianggap mempunyai

makna tersendiri bagi kedua mempelai, biasanya pada daerah ubun-ubun, leher

dan dada.

3. Tahapan Sesudah Akad Nikah

Adapun upacara setelah akad nikah yaitu :

1) Mapparola (Kunjungan balasan pihak mempelai perempuan)

Acara ini merupakan prosesi penting dalam rangkaian perkawinan adat Bugis,

yaitu kunjungan balasan dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Jadi

merupakan suatu kekurangan, apabila seseorang atau mempelai wanita tidak

diantar kerumah orang tua mempelai laki-laki. Kegiatan ini biasanya

Page 37: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

26

dilaksanakan sehari atau beberapa hari setelah upacara akad nikah

dilaksanakan, biasanya tidak dilaksanakan apabila pernikahan tersebut tidak

mendapat restu dari kedua orang tua mempelai.

2) Marola Wekka Dua

Mempelai perempuan biasanya bermalam satu malam saja dan sebelum

matahari terbit kedua mempelai harus kembali kerumah mempelai perempuan.

3) Ziarah Kubur

Meskipun banyak pihak yang mengatakan bahwa ziarah kubur bukanlah

merupakan rangkaian upacara perkawinan adat Bugis namun sampai saat ini

kegiatan tersebut masih sering dilakukan karena merupakan tradisi atau adat

kebiasaan bagi masyarakat Bugis, yaitu lima hari atau seminggu setelah kedua

belah pihak melaksanakan upacara pernikahan.

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan penelusuran terdahulu yang memiliki kaitan

langsung atau tidak langsung dengan permasalahan penelitian yang diangkat,

Tinjauan pustaka sangat diperlukan untuk sebelum peneliti menemukan

permasalahan23

Tabel 1

Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama dan

Judul

Metode

Penelitian

Hasil Penelitian Persamaan dan

Perbedaan

1 Hardianti

UIN Alauddin

Makassar

Metode

Kualitatif

berupa

metode

Suku bugis adalah

suku yang sangat

menjunjung tinggi

harga diri dan

Perbedaannya

adalah penelitian

ini untuk melihat

bagaimana

23

Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi Edisi Revisi, hlm. 26.

Page 38: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

27

Tahun 201524

Adat

Pernikahan

Bugis Bone

Desa Tuju-

Tuju

Kecamatan

Kajura

Kabupaten

Bone dalam

Persfektif

Budaya Islam

penelitian

Sejarah, yang

memiliki 3

tahap yaitu :

Heuristik,

Interpretasi

dan

Historiografi

martabat, Suku ini

sangat menghindari

tindakan-tindakan

yang

mengakibatkan

turunnya harga diri

atau martabat

seseorang. Hal ini

menunjukkan suatu

upaya untuk

menghargai kaum

wanita dengan

meminta restu dari

kedua orang

tuanya.

persfektif budaya

Islam terhadap adat

pernikahan suku

bugis.

Persamaannya

yaitu meneliti

tentang adat

pernikahan suku

bugis.

2 Reski Kamal

UIN Alauddin

Makassar

Tahun 201625

Persepsi

Masyarakat

Terhadap

Uang Panai‟ di

Kelurahan

Metode

Kualitatif

Teknik

pengumpulan

data yang

digunakan

adalah

observasi,

wawancara

dan

dokumentasi

Uang panai dalam

persepsi

masyarakat bugis

menilai sebagai

tolak ukur dari

derajat suatu

keluarga sehingga

ketokohan status

sosial, ekonomi,

pendidikan,

kecantikan ataupun

kesempurnaan fisik

Perbedaannya

dalam penelian ini

lebih melihat dari

persepsi mayarakat

dan persamaan

penelitian ini juga

melihat dari segi

ekonomi hanya

saja tidak terfokus

pada ekonomi

24

Hardianti, Adat Pernikahan Bugis Bone Desa Tuju-Tuju Kecamatan Kajura Kabupaten

Bone Dalam Perspektif Budaya Islam, (Skripsi Uin Alauddin Makassar,2015) 25

Reski Kamal ‘Persepsi Masyarakat Terhadap Uang Panai’ di Kelurahan Pattalasseng

Kecamatan Pattalasang Kabupaten Takalar’. Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN

Alauddin Makassar. (2016)

Page 39: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

28

Pattalassang

Kecamatan

Pattalassang

Kabupaten

Takalar

perempuan ataupun

kehormatan

lainnya menjadi

penentu tinggi

rendahnya uang

panai di kelurahan

pattalassang

3 Andi Asyraf

UIN Syarif

Hidayatullah

Jakarta

Tahun 201526

Mahar dan

Paenre‟ dalam

Adat Bugis

Metode

Kualitatif.

Penelitian ini

menggunakan

pendekatan

yang disebut

etnografi

refleksif,

antropologis

dan analitik.

Strata sosial tidak

hanya berarti

berasal dari

keturunan

bangsawan tetapi

bisa juga karena

seseorang telah

memiliki jabatan

yang tinggi,

pekerjaan yang

layak, atau karena

jenjang pendidikan

yang dilalui

Perbedaannya

adalah dalam

penelitian ini

terfokus pada

syariat islam dan

persamaannya

adalah penelitian

ini juga melihat

dari segi positif

dan negative dalam

uang panaik itu

sendiri

4 Ginanjar

Prayoga

IAIN Raden

Intan

Lampung

Tahun 201627

Metode

Kualitatif

Penelitian ini

bersifat

deskriptif

normative

dengan

metode

Dalam hukum

islam tidak

diisyaratkan akan

mengenai

pemberian doi

mendre hanya saja

pemberian doi

mendre menurut

Perbedaannya

penelitian ini untuk

mengetahui

bagaimana uang

panai tersebut

dalam hukum

islam, Sementara

Persamaannya

26

Andi Asyraf, Mahar Dan Paenre’ Dalam Adat Bugis, (Skripsi Uin Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2015) 27

Ginanjar Prayoga, tinjauan huku islam terhadap doi‟ medre dalam perkawinan adat

bugis, (skripsi IAIN Raden Intan Lampung, 2016)

Page 40: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

29

Tinjauan

HukumIslam

Terhadap Doi‟

Mendre‟

dalam

Perkawinan

Adat Bugis

wawancara

dan juga

dokumentasi

hukum islam

adalah mubah

(boleh) karena

kedudukannya

sebagai hibah

(hadiah) untuk

pihak perempuan

membahas tentang

uang panai‟ (doi

mendre).

5 Imam Azhari

Universitas

Lampung

Bandar

Lampung

Tahun 201628

Makna Mahar

Adat dan

Status Sosial

Perempuan

dalam

Perkawinan

Adat Bugis di

Desa

Penengahan

Kabupaten

Lampung

Selatan

Metode

Kualitatif

Teknik dalam

penelitian ini

menggunakan

pengumpulan

data dengan

cara

wawancara

mendalam,

pengamatan

langsung, dan

juga

dokumentasi

Yang terkandung

dalam dalam

mahar adat tersebut

adalah pertaruhan

sosial pada status

keluarga atau

individu dari pihak

perempuan yang

pertaruhan status

sosial dari keluarga

dan pihak

perempuan terletak

pada seberapa luas

mahar adat yang

diberikan oleh

pihak laki-laki

kepada pihak

perempuan

Perbedaannya

dalam penelitian

ini terfokus pada

status sosial

perempuan itu

sendiri.

Persamaannya

adalah dampak dari

mahar yang

dipatok tersebut

akan merugikan

atau tidak.

28

Imam Azhari, Makna Mahar Adat Dan Status Sosial Perempuan Dalam Perkawinan

Adat Bugis Di Desa Penengahan Kabupaten Lampung Selatan, (Skripsi Universitas Lampung,

2016)

Page 41: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

30

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama

menggunakan metode penelitian lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara

Tokoh-tokoh bugis. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

adalah berdasarkan tinjauan hukum Islam sedangkan penelitian ini berdasarkan

tinjauan nilai ekanomi uang panai itu sendiri.

G. Kerangka Berfikir

Di Indonesia terdapat beberapa hukum yang mengatur tentang sistem

perkawinan, Selain hukum Islam dan UU, di Indonesia juga berlaku hukum adat.

Hukum adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat.

Kebiasaan masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat lambat laun

menjadikan adat itu sebagai sesuatu yang seharusnya berlaku bagi semua anggota

masyarakat. Norma dan aturan kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat tidak

terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada serta

pergaulan masyarakat. Ia dipengaruhi oleh pengetahuan, pergaulan, kepercayaan

dan keagamaan yang dianut masyarakat.

Salah satu adat yang masih dilestarikan dan dipertahankan sampai saat ini

adalah seperti yang terjadi dalam perkawinan adat suku Bugis. yang mana dalam

perkawinan adat suku Bugis ini calon mempelai pria diwajibkan untuk membayar

uang panai‟ kepada keluarga calon mempelai wanita dan jumlahnya tidak sedikit.

Ini merupakan tradisi atau budaya turun temurun yang wajib dilaksanakan, karena

jika tidak ada Uang Panai‟ ini maka tidak ada perkawinan juga. Sebenarnya dalam

perkawinan hukum Islam tidak ada pembayaran selain mahar. Namun dalam

perkawinan adat suku Bugis yang mana terdapat kewajiban untuk membayar

Page 42: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

31

Uang Panai‟ yang berasal dan berkembang suatu kebiasaan dalam masyarakat,

dan bersumber dari hukum tidak tertulis.

Page 43: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

32

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian dapat dimuat dalam sebuah penelitian atau

skripsi jenis penelitian lapangan.29

Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan

Reteh, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Pemilihan tempat ini menurut

peneliti melihat bahwa lokasi penelitian ini sangat cocok dan dapat membantu

peneliti untuk menjawab rumusan masalah yang diangkat dalam proposal skripsi

ini. Dalam penelitian ini pada tanggal 14 Juni – 14 Agustus 2019.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah bersifat

kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah cara kerja penelitian yang menekankan

pada aspek pendalaman data demi mendapatkan kualitas dari hasil suatu

penelitian. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif (qualitative approach) adalah

suatu mekanisme kerja penelitian yang mengandalkan uraian deskriptif kata, atau

kalimat, yang disusun secara cermat dan sistematis mulai dari menghimpun data

hingga menafsirkan dan melaporkan hasil penelitian. Karena itu menurut Prof.

Burhan Bungin, pendekatan kualitatif adalah proses kerja penelitian yang

sasarannya terbatas, namun kedalam datanya tak terbatas. Semakin dalam dan

berkualitas data yang diperoleh atau dikumpulkan maka semakin berkualitas hasil

penelitian tersebut.30

Dalam penelitian ini akan mengkaji tentang Nilai Ekonomi

29

Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi, (jambi: Syariah Press, 2014), hlm.30 30

Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2018), hlm. 52-53.

32

Page 44: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

33

Uang Panai Dalam Adat Suku Bugis (studi kasus di Kecamatan Reteh Kabupaten

Indragiri Hilir Provinsi Riau).

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Secara umum jenis data dapat diklarifikasikan menjadi dua bagian, yaitu

data primer dan data sekunder. Data primer adalah data pokok yang diperlukan

dalam penelitian, yang diperoleh secara langsung dari sumbernya ataupun dari

lokasi objek penelitian, atau keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh

dilapangan. Data primer tidak diperoleh melalui sumber perantara atau pihak

kedua dan seterusnya. Adapun sumber data primernya adalah wawancara dan

observasi.31

Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan

berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar

dan bertanya. Jika penelitian terkait dengan sebuah peristiwa, maka sumber data

utamanya atau data primernya adalah orang yang terlibat secara langsung dalam

peristiwa tersebut.32

Adapun sumber data primernya adalah masyarakat Bugis

yang bertempat tinggal di Kecamatatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi

Riau.

Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang diperoleh secara

tidak langsung atau melalui sumber perantara. Data ini diperoleh dengan cara

31

Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi. hlm. 34. 32

Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif. hlm. 69-70.

Page 45: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

34

mengutip dari sumber lain, sehingga tidak bersifat authentik, karena sudah

diperoleh dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya.33

Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga penelitian

tinggal mencari dan mengumpulkan. Data sekunder dapat diperoleh dengan lebih

mudah dan cepat karena telah tersedia, misalnya diperpustakaan, organisasi-

organisasi perdagangan dan kantor-kantor pemerintah.

2. Sumber data

Sumber data berupa responden dan informan dikatakan juga sebagai

sumber data berupa orang (person). Sumber data peristiwa-peristiwa atau

kejadian-kejadian selama observasi berlangsung dikatakan juga sebagai sumber

data berupa tempat (place). Sedangkan sumber data berupa dokumen-dokumen

atau berupa literatur-literatur pustaka di katakan juga sebagai sumber data berupa

huruf, angka, gambar atau simbol-simbol (paper).34

Adapun sumber data dalam

penelitian ini yaitu, wawancara dengan tokoh masyarakat bugis yang berada di

Kecamatan Reteh ataupun pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian.

D. Subyek dan Obyek Penelitian

a. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah orang yang diminta untuk memberikan

keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Jadi, subyek penelitian itu

merupakan sumber informasi yang digali untuk mengungkap fakta-fakta di

lapangan.Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat Bugis yang

bertempat tinggal di Kecamatatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau .

33

Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi. hlm. 34. 34

Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi. hlm. 34.

Page 46: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

35

b. Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah hal yang menjadi sasaran penelitian. Obyek

penelitian adalah pokok permasalahan yang hendak diteliti untuk mendapatkan

data secara lebih terarah. Adapun obyek penelitian dalam penelitian ini meliputi :

Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh KUA, dan Tokoh Pemuda/i.

Jika probalility sampling merupakan klasifikasi teknik pengumpulan

sumber data dalam penelitian kuantitatif, maka non probalility di gunakan untuk

klasifikasi teknik penentuan sumber data penelitian kualitatif. Maka dalam

penelitian ini menggunakan non probalility karena penulis menggunakan

pendekatan kualitatif dalam penelitian ini.35

Sementara itu, dalam non probalility sampling, ada beberapa teknik

pengambilan sampling, namun peneliti menggunakan purposive sampling.

Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang telah ditentukan peneliti

dengan kriteria tertentu. Sehubungan dengan upaya untuk memperjelas penentuan

sampel dalam penelitian.36

Purposive sampling signifikan digunakan dalam 3

situasi. Pertama, peneliti menggunakan teknik purposive sampling guna memilih

responden unik yang akan memberi informasi penting. Kedua, peneliti

menggunakan purposive sampling untuk memilih responden yang sulit untuk

dicapai, untuk itu peneliti cendrung subyektif (misalnya menentukan sampel

berdasarkan kategorisasi atau karakteristik umum yang ditentukan sendiri oleh

peneliti). Ketiga, peneliti ingin mengidentifikasi jenis responden tertentu untuk

35

Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif. hlm. 71. 36

Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi. hlm. 45.

Page 47: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

36

diadakan wawancara mendalam. Tujuan penelitian bukan hendak melakukan

generalisasi atas populasi yang lebih besar, tetapi lebih pada kehendak untuk

memperoleh informasi yang mendalam tentang suatu hal.37

Dengan judul peneliti yaitu Nilai Ekonomi Uang Panai dalam Adat Suku

Bugis (studi kasus di Kecamatan reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau)

Dalam penelitian ini, mengingat identitas populasi tidak diketahui, maka prosedur

pencarian responden dilakukan menggunakan teknik purposive sampling, di mana

sampel yang di ambil dengan pertimbangan tertentu yang sesuai dengan tujuan

penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang

diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk

menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan

untuk evakuasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan

umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Hasil observasi berupa aktivitas,

kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu.38

2. Wawancara

Wawancara merupakan kegiatan atau metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan bertatapan langsung dengan informan. Proses memperoleh

penjelasan untuk mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya

37

Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif. hlm. 72. 38

V.Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakara: Pustakabarupress, 2014),

hlm. 32.

Page 48: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

37

jawab bisa sambil bertatap muka ataupun tanpa tatap muka yaitu melalui media

telekomunikasi antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan

atau tanpa menggunakan pedoman. Pada hakikatnya wawancara merupakan

kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau

tema yang di angkat dalam penelitian.39

Petugas wawancara perlu mengetahui bagaimana seharusnya berprilaku

pada saat melakukan interview dengan responden. Bagaimana wawancara

dilakukan pada dasarnya bergantung pada siapa yang diwawancarai, dan juga

pada materi pertanyaan yang akan diajukan. Namun demikian, pewawancara

harus memahami suatu panduan umum agar wawancara yang dilakukan dapat

berhasil dengan baik.40

Informan yang akan peneliti wawancarai yaitu Tokoh Masyarat Bugis

yang bertempat tinggal di reteh atau mereka yang terlibat dengan apa yang

peneliti teliti. Untuk mendapatkan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka

teknik wawancara digunakan adalah teknik wawancara tidak terstruktur, dimana

penulis tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara

sistematis. Pedoman wawancara yang penulis gunakan hanya berupa garis-garis

besar permasalahan yang akan ditanyakan. Kelebihan dari teknik bisa memotifasi

informan yang diwawancarai untuk menjawab secara bebas dan terbuka, selain itu

peneliti juga bisa mengembangkan pertanyaan agar tidak terpaku pada satu

39

V.Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakara: Pustakabarupress, 2014),

hlm. 31 40

Morissan, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014),

hlm. 216

Page 49: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

38

pertanyaan saja sehingga peneliti bisa memperoleh informasi yang lebih

mendalam.

3. Dokumentasi

Studi dokumen merupakan metode pengumpulan data kualitatif sejumlah

besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi.

Sebagian besar data berbentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat,

cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. bahan dokumentasi terbagi beberapa

macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial,

klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk, data

tersimpan di website, dan lain-lain. Data jenis ini mempunyai sifat utama tidak

terbatas pada ruang dan waktu sehingga bisa di pakai untuk menggali informasi

yang terjadi di masa silam.

F. Teknik Analisis Data

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang

terperinci. Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh direduksi,

gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti

untuk mencari kembali data sebagai tambahan atas data sebelumnya yang

diperoleh jika diperlukan.

2. Penyajian Data

Data yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok permasalahan dan

dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-

pola hubungan satu data dengan data lainnya.

Page 50: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

39

3. Penyimpulan dan Verifikasi

Kegiatan penyimpulan merupakan langkah lebih lanjut dari kegiatan

reduksi dan penyajian data. Data yang sudah direduksi dan disajikan secara

sistematis akan disimpulkan sementara. Kesimpulan sementara perlu diverifikasi.

Teknik yang dapat digunakan untuk memverifikasi adalah triangulasi sumber data

dan metode, diskusi teman sejawat, dan pengecekan anggota.

Page 51: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

40

BAB III

GAMBARAN UMUM

KECAMATAN RETEH PROVINSI RIAU

A. Sejarah Kecamatan Reteh

Kecamatan Reteh adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten

Indragiri Hilir (Inhil) Riau dengan ibu kota Kecamatan yakni Pulau Kijang berada

di aliran sungai Gangsal, Kecamatan Reteh mempunyai 16 (enam belas) desa dan

kelurahan. Adapun batas daerah atau wilayah kecamatan yaitu:

a) Sebelah utara Kecamatan Sungai Batang

b) Sebelah Barat Kecamatan Keritang

c) Sebelah Timur Selat Berhala

d) Sebelah selatan Kabupaten Tanjung jabung Barat Provinsi Jambi

Nama Kecamatan Reteh berasal dari nama sebuah sungai. Sungai tersebut

bermuara 2 (dua) dan kedua-duanya muara tersebut di sungai Gangsal. Muara

Sungai Reteh yang pertama posisinya terletak di perbatasan, Desa Sanglar dengan

Desa Pulau Kecil yang sekarang dikenal dengan sebutan Parit 20 atau Reteh

Lama. Muara ke 2 (dua) terletak di perbatasan Kota Baru Reteh dengan Kota Baru

Seberida.

Beberapa sumber menyebutkan, Sungai Reteh itu sendiri berasal dari kata

“letih”. Kata Letih menurut Kamus Bahasa Indonesia artinya loyo, lesu, tak

bertenaga, capek karena habis bekerja atau melakukan kegiatan berat. Selanjutnya

kata letih itulah yang pada akhirnya berubah menjadi Reteh. Sebagian sumber lagi

mengatakan bahwa kata Reteh berasal dari kata Seretih. Seretih yaitu nama

sebuah kampung diwilayah kekuasaan Raja Lingga yang mana masyarakat

40

Page 52: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

41

kampung tersebut mengungsi melalui Sungai Gangsal akibat peperangan dan

pemukiman di sungai yang belum diketahui namanya sehingga mereka namakan

Sungai tersebut dengan nama asal kampung mereka yakni Seretih yang kemudian

menjadi Reteh.

Wilayah Kecamatan Reteh adalah bagian dari wilayah Kerajaan Keritang.

(cikal bakal Kesultanan Indragiri). Dengan berdirinya kesultanan Indragiri yang

berkedudukan di kota Raja (Rengat). Daerah kekuasan kesultanan Indragiri

meliputi Tembilahan, Tempuling, Sungai Luar, Anak Serkaden Enok. Sedangkan,

Reteh , Igal dan Mande diserahkan oleh Kesultanan Indragiri ke Kerajaan Bintan

sebagai pejabat yang menguasai wilayah Reteh, Igal dan Mande maka pada

tanggal 7 Januari 1833 di Istana Kota Parit Lingga dinobatkan Raja Lung dengan

Gelar Tengku Sulung dengan jabatan sebagai penguasa di wilayah Reteh, Igal dan

Mande, yang dilantik oleh Sultan Muhammad Syah.12 Dalam tatanan

Pemerintahan, Reteh sejak tahun 1833 sampai dengan tahun 1858 di bawah

pimpinan Raja Lung (Tengku Sulung) dengan pusat pemerintahannya terletak di

kemuning. Akhirnya pada tanggal 7 November 1858 Raja Lung tewas dalam

perjuangan melawan Belanda dalam pertempurannya di Desa Benteng.

Bintan dibubarkan tgl. 1-3-1913. Dengan bubarnya Kerajaan Bintan,

diutuslah pejabat dari Kerajaan Lingga Daek dengan jabatan Amir ( sekarang

Camat ) yaitu Raja Brine, Raja Usman, Raja Rafuh, Tengku Dut, Raja Nung bin

Ja‟far, Raja Maksum, Raja Cik dan Raja Husin. Selanjutnya dengan runtuhnya

Kerajaan Lingga Riau, maka Amit di Reteh diangkat dengan keputusan Presiden

yaitu:

Page 53: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

42

1. Raja Hasan 1916-1917

2. Nursiwan 1917-1918

3. Sultan Palembang 1918-1932

4. Sidik 1932-1933

5. Mohd. Samin 1933-1935

6. Mohd. Zein 1935-1937

7. Mohd. Sirin 1937-1939

8. Bismarak 1939-1941

Dalam perjalanan sejarah sejak didefinisikan sampai dengan tahun 2006,

Kecamatan Reteh mekar menjadi beberapa Kecamatan seperti Kecamatan

Keritang, kemudian Kecamatan Keritang Mekar lagi menjadi Kecamatan Keritang

dan Kecamatan Kemuning. Pada tahun 2006 Kecamatan Reteh melebur menjadi

2(dua) Kecamatan Reteh dan Kecamatan Sungai Batang, sehingga dengan

demikian seluruh Wilayah Kecamatan Reteh pada akhir tahun 2006 sudah

terpecah menjadi 4 (empat) bagian Wilayah Kecamatan. Pada tahun 2013 desa

dan kelurahan Kecamatan Reteh terbagi menjadi 10 desa dan 4 kelurahan, yang

termasuk dalam wilayah Kecamatan Reteh adalah Pulau Kijang, Madani, Metro,

Pulau Kecil, Sanglar, Seberang Sanglar, Mekar Sari, Seberang Pulau Kijang,

Sungai Terap, Sungai Mahang, Tanjung Labuh, Pulau Ruku, Sungai Asam dan

Sungai Undan.

Kelurahan Pulau Kijang berdiri pada tahun 1981 tepatnya 1 Juli 1981.

Selama mulai berdirinya kelurahan Pulau Kijang sampai dengan sekarang sudah

beberapa kali mengalami pergantian kepemimpinan. Lurah yang pertama kali

Page 54: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

43

menjabat sebagai kepala Kelurahan Pulau Kijang yaitu Ahmad Abdullah masa

pada tanggal 1 Juli 1981 – 18 Februari 1989. Setelah masa jabatan Ahmad

Abdullah berakhir maka digantikan oleh Mohd. Thiar Thaib, masa jabatannya

dimulai dari 1 Februari 1989 – 12 Oktober 1991. Mohd. Thiar Thaib menjabat

sebagai kepala kelurahan lebih kurang 2 tahun dan digantikan oleh Mohd Noer

OE dan menjabat lebih kurang 4 tahun yaitu dari 12 Oktober – 20 April 1995.

Setelah masa jabatan Mohd Noer OE berakhir maka digantikan oleh A. Rasyid,

AMP dan digantikan lagi oleh Maspun Thaib setelah itu digantikan oleh

Hardiansyah. Pada masa kepemimpinannya kantor kelurahan tidak lagi berada di

Jalan Kelurahan melainkan telah dipindahkan ke Jalan Sunan Gunung Jati Pulau

Kijang dan sampai saat sekarang ini yang memegang jabatan sebagai Kepala

Kelurahan adalah Ilhamzah.

B. Geografis

Sedikit pemandangan pulau kijang dari perairan saat naik speed boat Letak

geografis Kabupaten Indragiri Hilir terletak antara 104° 10' Bujur Timur - 102°32'

Bujur Timur dan 0° 36' Lintang Utara - 1° 07' Lintang Utara dengan luas wilayah

mencapai 1.160.597 Hektar. Iklim di wilayah ini adalah iklim tropis basah dengan

curah hujan 2.300 Milimeter.

a. Letak dan Luas Wilayah

Kelurahan Pulau Kijang merupakan bagian wilayah Kecamatan Reteh,

Kabupaten Indragiri Hilir. Jarak tempuh transportasi darat dari Kelurahan Pulau

Kijang ke Ibukota kabupaten 90 Kilometer, sedangkan ke ibukota Propinsi 360

Page 55: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

44

Kilometer. jarak tempuh Kelurahan Pulau Kijang Ke Provinsi 450 Kilometer,

sedangkan luas wilayah Kelurahan Pulau Kijang 11.050 Kilometer.

b. Keadaan Alam

Kecamatan Reteh merupakan daerah tropis, pergantian musim hujan dan

musim kemarau sangat mendukung untuk tumbuh suburnya berbagai komoditas

kelapa, palawija dan multikultural, hutan bakau Nipah dan apai-api yang tumbuh

di pesisir pantai merupakan tempat berkembang biaknya biota laut. Demikian pula

hutan bakau sangat menjanjikan sebagai sumber pendapatan masyarakat pesisir

selain ikan dan udang.

c. Iklim

Curah pada bulan September sampai dengan bulan Februari rata-rata 186

mm, membuat areal sawah tadah hujan di Kecamatan Reteh cukup untuk

membuat suburnya tanam tersebut. Pergantian musim hujan ke musim

kemaraulahan sawah tadah hujan beralih fungsi sebagai lahan tanaman kedelai,

jagung dan semangka. Didaerah pesisir, pada musim Barat adalah saat yang

dinanti-nantikan oleh parah nelayan dimana produktifitas ikan dan udang

meningkat sampai melebihi kebutuhan pasar. Sehingga surplus hasil ikan dan

udang dipasarkan di Kuala Tungkal.

C. Potensi penghasilan daerah kecamatan reteh

Masyarakat di kecamatan reteh mempunyai berbagai macam ragam

potensi penghasilan bercam-macam mulai dari perkebunan, pertanian,

perdagangan, pegawai kantor / PNS, nelayan, penangkaran burung walet, dan

buruh. kita pahami mayoritas pekerjaan dilakukan masyarakat kecamatan reteh

Page 56: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

45

adalah perkebunan kelapa. karna hal itu sesuai bagi tempat tinggal mereka, yang

cocok dipergunakan untuk lahan perkebunan.

Berbicara masalah sosial ekonomi selain berbicara masala pekerjaan juga

membicarakan masalah-masalah sumber ekonomi atau penghasilan masyarakat.

Secara umum sumber ekonomi masyarakat kecamatan reteh adalah sebagai

berikut :

a. Pertanian

Bidang usaha dalam bentuk pertaniana di kecamatan reteh yaitu berupa

padi, jagung, ubi-ubian, dan sayur-sayuran. Dari hasil pertanian tersebut, dapat

mereka jual dan dapat dipergunakan untuk kebutuhan sehari hari.

b. Perkebunan

Sesuai dengan kondisi tanah didaerah ini, tanaman yang sangat cocok

adalah tanaman kelapa. Sejak dahulu sampai sekarang daerah ini terkenal sebgai

penghasil kelapa. Buahnya selain bisa dijual, dapat digunakan untuk kebutuhan

sehari-hari, dapat diolah menjadi minyak dan disela-sela kebun tersebut juga

dimanfaatkan untuk tanaman pisang.

c. Pedagang

Para pedagang biasanya menjual berbagai barang-barang yang dibutuhkan

oleh penduduk sekelilingnya. Ada sebagian peduduk yang memang usahanya

berdagang, dan ada juga yang hanya pekerjaan sampingan guna untuk

memperoleh hasil tambahan dari usaha yang lain.

Page 57: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

46

d. Pegawai Negri Sipil

Selain guru. Petani dan nelayan yang hidup ditengah-tengah masyrakat

pada umumnya, ada juga diantara mereka yang bertugas mengabdikan dirinya

kepada negara yanng disebut dengan pegawai negri. Diantara Pegawai Negri Sipil

(PNS) tersebut adalah guru, bidan, perawat, dan bagian pemerintahan.

e. Nelayan

Selain petani atau pekebun, ada juga sebagian masyarakat kecamatan reteh

sebagai nelayan yang menangkap ikan dan udang di sungai-sungai atau pun parit-

parit. Hasil dari tangkapan ikan atau udang tersebut dapat mereka jual dan

sebagiannya mereka pergunakan untuk kebutuhan mereka sendiri.

f. Penangkaran Sarang Burung

Selain dari ketiga penghasilan tersebut diatas kecamatan reteh juga

memiliki penghasilan dari penangkaran sarang burung walet. Usaha tersebut

terbilang menjanjikan karna harga jualnya terbilang tinggi.

g. Buruh

Sebagian kecil ada juga masyarak berkerja sebagai buruh angkut barang di

pelabuhan dan buruh bangunan.

D. Susunan Organisasi Kecamatan Reteh

Kecamatan Reteh merupakan suatu unsur pemerintahan yang berada

dibawah naungan pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir, mempunyai tugas pokok

menjalankan roda pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat

baik secara teknis maupun administrasi. Maka dari itu, diperlukan susunan

organisasi dan tata kerja yang baik guna menyelenggarakan tugas pemerintahan

Page 58: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

47

dan pelayanan masyarakat secara terperinci dan sistematis. Berdasarkan Undang -

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 126 ayat

(2) dijelaskan bahwa Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh

pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian

urusan otonomi daerah. Selanjutnya pada ayat (3) disebutkan juga bahwa selain

tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas camat juga menyelenggarakan

tugas umum pemerintahan meliputi :

a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat

b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban

umum

c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang –

undangan

d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan Umum

e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat

kecamatan

f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan

g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya

dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.

Adapun uraian tugas dan fungsi Kecamatan Reteh adalah sebagai berikut :

1. Camat

Adapun tugas dan fungsi Camat adalah :

a. Membantu Bupati dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan

pembinaan kehidupan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan.

Page 59: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

48

b. Melaksanakan kewenangan sebagian kewenangan pemerintah kabupaten

c. Pelayanan penyelenggaraan pemerintahan kabupaten

2. Sekretaris Kecamatan

Adapun tugas dan fungsi Sekretaris Kecamatan adalah sebagai berikut :

a. Membantu Camat Dalam Melakukan Pembinaan Administrasi Dan

Memberikan Pelayanan Teknis Administrative Kepada Seluruh

Perangkat/Satuan Organisasi Kecamatan.

b. Melakukan Pembinaan Dan Bimbingan Kepada Seluruh Pegawai Dalam

Rangka Pelaksanaan Tugas Dan Pencapaian Tujuan Organisasi.

c. Melakukan Koordinasi Disetiap Kegiatan Dengan Instansi Lainnya.

d. Pembinaan Terhadap Unit Pelayanan Terpadu (UPT) .

e. Melaksanakan Pembinaan Administrasi Umum Dan Keuangan .

3. Kasubbag Perencanaan Program

Adapun tugas dan fungsi Kasubbag Perencanaan Program adalah sebagai

berikut :

a. Merencanakan Program Kegiatan Kecamatan Dan Sub Bagian Perencanaan

Program Pada Kantor Camat Reteh.

b. Melaksanakan penyususnan dan pembuatan rencana kerja/program tahunan

(RKT), Arah Kebijakan Umum (AKU), Rencana Kerja Satuan Kerja

Perangkat Daerah (RENJA SKPD) dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (LAKIP) pada Kantor Camat Reteh.

c. Menghimpun dan menyiapkan RKA serta mengkoordinir proses pembahasan

sampai menjadi DPA dengan persiapan revisi.

Page 60: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

49

d. Mengupayakan Anggaran Biaya Tambahan (ABT) pada Kantor Camat Reteh.

e. Melaksanakan pengelolaan dan mendistribusikan raskin.

f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh sekcam dalam rangka

kelancaran pelaksanaan tugas.

4. Kasubbag Keuangan

Adapun tugas dan fungsi Kasubbag Keuanganadalah sebagai berikut :

a. Merencanakan program kegiatan kecamatan dan sub bagian keuangan pada

kantor Camat Reteh.

b. Melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kinerja bendahara

pengeluaran dan pembantu bendahara pengeluaran.

c. Melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan, membuat laporan

pertanggungjawaban serta evaluasi terhadap administrasi keuangan pada

Kantor Camat Reteh.

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekcam dalam rangka

kelancaran pelaksanaan tugas.

5. Kasubbag Administrasi Umum

Adapun tugas dan fungsi Kasubag Administrasi Umumadalah sebagai

berikut:

a. Merencanakan program kegiatan Kecamatan dan sub bagian administrasi

umum pada Kantor Camat Reteh.

b. Mengarahkan dan mendistribusikan surat masuk dan keluar sesuai dengan

kepentingan dan permasalahannya.

Page 61: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

50

c. Mengatur urusan rumah tangga dan tugas keprotokolan pada Kantor Camat

Reteh.

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekcam dalam rangka

kelancaran pelaksanaan tugas.

6. Kepala Seksi Tata Pemerintahan

Adapun tugas dan fungsi Kepala Seksi Tata Pemerintahan adalah sebagai

berikut :

a. Melaksanakan tugas administrasi dibidang pemerintahan Kecamatan,

Pemerintahan Kelurahan Pemerintahan Desa serta dibidang pertanahan dan

kependudukan pada Kantor Camat Reteh.

b. Melaksanakan penyelesaian sengketa tanah dan tapal batas diwilayah

Kecamatan.

c. Menyelenggarakan pembinaan keagrariaan dan pemberian surat keterangan

yang berhubungan dengan pertanahan.

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Camat dalam rangka kelancaran

pelaksanaan tugas.

7. Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Adapun tugas dan fungsi Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan

Desa adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pembinaan pembangunan yang meliputi pembinaan

perekonomian, produksi dan distribusi pada Kantor Camat Reteh.

b. Mengkoordinir dan melakukan pendataan terhadap pemungutan Pajak Bumi

dab Bangunan (PBB) dan retribusi daerah diwilayah Kecamatan

Page 62: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

51

c. Penyiapan bahan, penyusunan dan petunjuk teknis pembinaan administrasi

pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

d. Merumuskan dan melaksanakan pembuatan monografi dan profil

Desa/Kelurahan dan Kecamatan.

e. Melakukan pemantauan, pengawasan dan membbuat laporan pertanggung

jawaban terhadap penggunaan dana ADD Desa dan melakukan evaluasi

kegiatan pembangunan diwilayah Kecamatan.

f. Melaksanakan kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa

ditingkat Kecamatan dan Kabupaten.

g. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Camat dalam rangka kelancaran

pelaksanaan tugas.

8. Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial dan Budaya

Adapun tugas dan fungsi Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial dan Budaya

adalah sebagai berikut :

a. Memberikan pelayanan dibidang kesejahteraan sosial dan budaya yang

meliputi pelayanan umum, bantuan sosial, pembinaan kepemudaan, peranan

wanita dan olah raga diwilayah kecamatan.

b. Merumuskan dan melaksanakan kegiatan MTQ, HUT RI, HUT Indragiri Hilir

dan peringatan hari besar lainnya.

c. Merumuskan dan melaksanakan pemberian BLT dan jamkesmas kepada

masyarakat.

d. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Camat dalam rangka kelancaran

pelaksanaan tugas.

Page 63: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

52

9. Kepala seksi Ketentraman dan Ketertiban

Adapun tugas dan fungsi Kepala seksi Ketentraman dan Ketertiban adalah

sebagai berikut :

a. Melakukan pembinaan dan pelayanan dibidang ketentraman dan ketertiban

Umum serta pembinaan Polisi Pamong Praja di Kecamatan.

b. Merumuskan dan melaksanakan penyiapan bahan penyusunan dan petunjuk

teknis pembinaan administrasi pemberian izin gangguan (HO).

c. Melakukan pembinaan ketentraman dan ketertiban diwilayah Kecamatan.

d. Melaksanakan pembinaan ideologi Negara dan kesatuan bangsa diwilayah

Kecamatan.

e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Camat dalam rangka kelancaran

pelaksanaan tugas.

10. Kelompok Jabatan Fungsional

Adapun tugas dan fungsi Kelompok Jabatan Fungsional adalah

melaksanakan sebagian dari fungsi camat sesuai dengan kebutuhan dan keahlian

masing - masing.

Page 64: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

53

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pandangan Ekonomi Islam terhadap Uang Panai‟ dalam Perkawinan Adat

Suku Bugis

Adat pemberian uang panai‟ diadopsi dari adat perkawinan suku bugis

asli. Uang panai‟ bermakna pemberian uang dari pihak keluarga calon mempelai

laki-laki kepada calon mempelai wanita dengan tujuan sebagai penghormatan.

Penghormatan yang dimaksudkan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan

oleh pihak calon mempelai laki-laki kepada pihak calon mempelai wanita yang

ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya

melalui uang panai‟ tersebut. Fungsi uang panai‟ yang diberikan secara ekonomis

membawa pergeseran kekayaan karena uang panaik yang diberikan mempunyai

nilai tinggi. Secara keseluruhan uang panai‟ merupakan hadiah yang diberikan

calon mempelai laki laki kepada calon mempelai wanita untuk memenuhi

keperluan pernikahan.

Menurut Taqim tentang uang panaik yaitu:

“Uang panai‟ sebenarnya di kalangan orang Bugis sudah menjadi adat dan

kebiasaan dari dulu. Apabila menikah dengan orang Bugis memang agak

mahal biayanya. Hal ini memang memberatkan pihak laki-laki apalagi

kalau pihak perempuan adalah turunan bangsawan. Hanya saja pada

beberapa kalangangan menganggapnya sebagai tanda keseriusan pihak

laki-laki. Namun demikian, pada hakikatnya uang panai‟ yang banyak

tersebut tetap menjadi kendala bagi pihak laki-laki. Kalau kita kembalikan

keajaran Islam, maka seharusnya pihak wanita mempermudah pinangan

tersebut.”41

41

Taqim , Masyarakat Pulau Kijang”Wawancara”, tanggal 24 Juli 2019

53

Page 65: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

54

Dari pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa uang panai‟ yang tinggi

bisa menjadi hal yang bertentangan dengan syariat Islam ketika hal ini dilakukan

secara berlebihan hingga menjadikan pernikahan sangat sulit untuk ditunaikan.

Selain itu, tujuan uang panaik yang awalnya sebagai uang pesta, agar keluarga

mempelai dapat menyelenggarakannya dengan mengundang kerabatnya kini telah

bergeser makna. Karena uang panaik digunakan juga untuk mengundang electone

dimana pakaian biduannya yang tidak sesuai dengan syariat Islam, menyewa baju

bodo dimana kainnya yang tipis sehingga transparan, dan terlalu berlebihan dalam

hal makanan. Jadi dalam ekonomi Islam, uang panai‟ yang tinggi boleh-boleh saja

diberikan apabila pihak laki-laki sanggup memberikan dan tidak menyusahkan

pihak laki-laki.

1. Prinsip keseimbangan

Keseimbangan merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlibat pada

berbagai aspek tingkah laku ekonomi muslim, misal kesederhanaan (moderation),

berhemat (parsimon), dan menjahi pemborosan (extravagance).

Konsep nilai kesederhanaan berlaku dalam tingkah laku ekonomi,

terutama dalam menjauhi konsumerisme dan menjauhi pemborosan berlaku tidak

hanya untuk pembelanjaan yang diharamkan saja, tetapi juga pembelanjaan dan

sedekah yang berlebihan.

Keseimbangan yang dimaksudkan bukan hanya berkaitan dengan

keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi, tapi juga berkaitan dengan

keseimbangan kebutuhan individu dan kebutuhan kemasyarakatan (umum). Islam

menekankan keselarasan antara lahir dan batin, individu dan masyarakat. Oleh

Page 66: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

55

sebab itu, sumber daya ekonomi harus diarahkan untuk mencapai kedua

kesejahteraan tersebut. Islam menolak secara tegas umat manusia yang terlalu

rakus dengan penguasaan materi dan menganggapnya sebagai ukuran

keberhasilan ekonomi.42

Dari tulisan di atas, sudah terlihat jelas bahwa didalam islam sangat di

tegaskan untuk tidak terlalu boros dalam penguasaan materi dan menganggapnya

sebagai ukuran keberhasilan. Penulis mengangkat poin keseimbangan di dalam

melihat kedudukan uang panaik didalam ekonomi islam karena penulis

beranggapan bahwa uang (materi) tidak dapat kita simbolkan sebagai tolak ukur

kehidupan manusia kedepannya, serta tidak dapat di ukur dari segi keberhasilan

suatu resepsi pernikahan walaupun segala sesuatu yang di perlukan di dalam

resepsi itu membutuhkan uang.

Konsep pesta adat yang dibiayai dengan uang panaik ditinjau dari sudut

pandang ekonomi Islam adalah pemborosan, karena masyarakat di jaman ini

mengadakan resepsi perkawinan untuk berbangga-bangga. Kita banyak

menyaksikan adanya resepsi yang berlebih-lebihan, pemborosan. Bahkan, ada

yang membebani diri dengan resepsi yang uang panaiknya di luar

kemampuannya, sampai ada yang menggadaikan atau bahkan menjual hak

miliknya, atau dengan mencari utang yang akan mencekik lehernya. Perbuatan

demikian sebenarnya dilarang oleh agama. Allah swt. tidak mengajarkan

demikian.

42

M. Umer Chapra, “Negara Sejahtera Islami dan Perannya di Bidang Ekonomi”, dalam

Ainur R. Sophian, Etika Ekonomi Politik: Elemen-Elemen Strategi Pembangunan Masyarakat

Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), h. 28

Page 67: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

56

Islam mengatur secara jelas mengenai masalah pernikahan. Termasuk di

dalamnya adanya akad nikah, serta walīmah al-„urs. Bahwa pernikahan tidak

hanya akad nikah namun perlu adanya suatu walīmah al-„urs. Oleh sebab itu,

syari‟at menganjurkan supaya pernikahan tersebut dipublikasikan pada khalayak

umum, dan makruh hukumnya untuk dirahasiakan. Disunnahkan mengumumkan

(waktu dan tempat) prosesi akad nikah dan mengundang masyarakat sekitar,

untuk membedakan antara pernikahan dan perzinaan dan perbuatan haram, karena

perbuatan haram identik dengan perbuatan remang-remang.

Sedangkan dalam al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah saw. menyerukan

kepada kita agar melaksanakan pesta perkawinan sesederhana mungkin sesuai

dengan tujuan uang panaik dalam konsep Islam yaitu dengan menyederhanakan

pesta perkawinan dan dilaksanakan sesuai kemampuan.

Untuk mewujudkan prinsip tersebut, peneliti beranggapan bahwa pihak

keluarga laki-laki dan keluarga perempuan terlebih dahulu harus menyetujui atau

menyepakati uang panaik yang akan diberikan pihak laki-laki yang kemudian di

kembalikan setengahnya ke pihak keluarga laki-laki. Supaya terlihat seimbang

dan lebih ekonomis dan supaya tidak ada yang merasa dirugikan.

Pada intinya peneliti juga menyarankan bahwa yang perlu diperhatikan

adalah jangan sampai terdapat unsur keterpaksaan antara kedua belah pihak, bagi

yang tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan uang panaik dalam jumlah

yang besar hendaknya jangan terlalu dipaksakan. Ditinjau dari sudut agama, Islam

sebagai agama rahmat lil„alamin tidak menyukai penentuan uang panaik (pesta

pernikahan) yang memberatkan pihak laki-laki untuk melangsungkan perkawinan,

Page 68: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

57

demikian pula uang panaik (biaya pesta) yang hanya merupakan anjuran agar

tidak memberatkan bagi pihak yang mempunyai niat suci untuk menikah.

2. Prinsip keadilan

Secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan

dimana terdapat kesamaan perlakuan di mata hukum, kesamaan hak kompensasi,

hak hidup secara layak, dan hak menikmati pembangunan.

Keadilan harus ditetapkan disemua fase kegiatan ekonomi, baik kaitannya

dengan produksi maupun konsumsi, yaitu dengan aransemen efisiensi dan

memberantas keborosan ke dalam keadilan distribusi ialah penilaian yang tepat

terhadap faktor-faktor produksi dan kebijaksanaan harga hasilnya sesuai dengan

takaran yang wajar dan ukuran yang tepat atau kadar sebenarnya.

Jika Ditinjau dari poin kedua yaitu prinsip keadilan sebagaimana telah di

jelaskan bahwa Nilai keadilan merupakan konsep universal yang secara khusus

berarti menempatkan sesuatu pada posisi dan porsinya. Kata adil dalam hal ini

bermakna tidak berbuat zalim kepada sesama manusia, bukan berarti sama rata

sama rasa. Dengan kata lain, maksud adil di sini adalah menempatkan sesuatu

pada tempatnya.

Dari penjelasan tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa keadilan

didalam kehidupan bermasyarakat sangatlah di butuhkan, karena didalam

kehidupan bermasyarakat sangatlah diperlukan rasa kemanusiaan yang tinggi.

Dari kesadaran kemanusiaan yang tinggi inilah manusia dapat memunculkan sifat

keadilan yang bisa di pakai di dalam tawar menawar uang panaik antara pihak

pria dan pihak wanita. Tawar menawar uang panaik dalam segi prinsip keadilan

Page 69: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

58

yang di maksud peneliti adalah sesuainya kemampuan yang di sanggupi dari

pihak laki-laki yang bisa di terima pihak perempuan atau bisa di katakan

kesepakatan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan melalui pembicaraan

kedua bela pihak dan tidak ada yang merasa dirugikan.

Islam telah memberikan kemudahan kepada para pemeluknya dalam

menjalankan hukum Islam sesuai dngan kemmapuannya. Hal ini dapat kita lihat

pada ayat al-Qur‟an sebagai berikut:

1. Q.S Al-Baqarah / 2 : 286

…نفسا إل وسعهال يكلف الل

Artinya:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.43

2. Q.S An-Nisa / 4 : 28

يريد نسان وخلق عنكم يخفف أن الل …ضعيفا ال

Artinya :

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat

lemah.44

3. Q.S Al-Maidah / 5 : 6

يريد ما …حرج من عليكم ليجعل الل

Artinya:

Allah tidak hendak menyulitkan kamu.45

Dengan melihat ayat-ayat dia atas, nampaklah kepada kita bahawa hukum

Islam berjalan di atas kemudahan, tidak memberatkan dan tidak menyulitkan. Dan

perkawinan tiada lain hanya untuk melaksanakan ketetapan yang sudah menjadi

Sunnatullah dan melaksanakan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah swt. Karena

43

Q.S. Al-Baqarah (2):286. 44

Q.S. An-Nisa (4):28. 45

Q.S. Al-Maidah (5):6.

Page 70: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

59

adanya unsur mempersulit perkawinan dengan tuntutan mahar dan uang panai‟

yang mahal atau berbagai tuntutan yang lainnya, hal ini tidak sesuai dengan

kemudahan yang dianjurkan oleh Allah swt.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa uang panai‟ adalah sejumlah

uang yang wajib diserahkan oleh calon mempelai suami kepada pihak keluarga

calon istri yang akan digunakan sebagai biaya dalam resepsi perkawinan, di mana

uang tersebut belum termasuk mahar. Menurut pandangan bapak Drs. H. Sayuti,

M.Pd.I bahwa :

Pemberian uang panai‟ dalam perkawinan adat bugis adalah suatu yang

tidak bisa diabaikan. Tidak ada uang panai‟ berarti tidak ada perkawinan.

Karena uang panai‟ dan mahar merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan.46

Kebiasaan inilah yang berlaku pada masyarakat suku Bugis sejak lama dan

turun menurun dari satu periode ke periode selanjutnya sampai sekarang. Pada

hakikatnya dalam hukum perkawinan Islam tidak ada kewajiban untuk

memberikan uang panai‟, kewajiban yang ada dalam perkawinan Islam hanyalah

memberikan mahar kepada calon istri. Pemberian uang panaik ini merupakan adat

kebiasaan yang turun temurun dan tidak bisa ditinggalkan karena mereka telah

menganggap bahwa uang panaik merupakan suatu kewajiban dalam perskawinan.

Jadi hal yang terpenting adalah mahar haruslah sesuatu yang bisa diambil

manfaatnya, baik berupa uang atau sebentuk cincin yang sangat sederhana

sekalipun.

Telah dipaparkan di atas bahwa dalam Islam tidak ada ketentuan yang

pasti tentang standar minimal dan maksimal dari mahar yang harus dibayarkan

46

Drs. H. Sayuti, M.Pd.I, Ketua KUA Pulau Kijang, Wawancara, tanggal 15 juli 2019

Page 71: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

60

oleh suami kepada calon isteri. Islam hanya menganjurkan kepada kaum

perempuan agar tidak berlebihlebihan dalam meminta jumlah mahar kepada

suami.

Anjuran di atas merupakan perwujudan dari prinsip menghindari

kesukaran atau kesusahan (raf‟ al-haraj) dan mengutamakan kemudahan (altaysir).

Dua prinsip ini merupakan prinsip universal dalam menjalankan keseluruhan

syari‟at Islam. Hanya saja, dalam melaksanakan hukum pernikahan prinsip

tersebut jauh lebih ditekankan, dalam artian mempersulit terwujudnya pernikahan

dan membebani laki-laki dengan sesuatu yang tidak kuat mereka pikul adalah

pemicu kerusakan dan bencana. Di sisi lain, Islam sangat akomodatif terhadap

kondisi dan kemampuan manusia. Tidak bisa dipungkiri, mereka berbeda dalam

hal pendapatan, kebiasaan, tradisi dan lainnya.

Islam tidak menyukai penentuan mahar yang terlalu berat atau di luar

jangkauan kemampuan seorang laki-laki, karena hal ini dapat membawa akibat

negatif antara lain: pertama, menjadi hambatan berlangsungnya nikah bagi laki-

laki dan perempuan, terutama bagi mereka yang sudah merasa cocok dan telah

mengikat janji, akibatnya kadang-kadang mereka putus asa dan nekad mengakhiri

hidupnya; kedua, mendorong atau memaksa pihak laki-laki untuk berhutang. Hal

ini bisa berdampak kesedihan bagi suami isteri dan menjadi beban hidup mereka

karena mempunyai hutang yang banyak. Dampak ketiga, adalah mendorong

terjadinya kawin lari.

Di samping itu, dampak lain yang bisa ditimbulkan adalah banyaknya

wanita yang tidak kawin dan menjadi perawan tua karena para lelaki

Page 72: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

61

mengurungkan niatnya untuk menikah disebabkan banyaknya tuntutan yang harus

disiapkan oleh pihak lakilaki demi sebuah pernikahan. Lebih jauh lagi, akibat

yang timbul karena besarnya tuntutan yang harus dipenuhi adalah dapat

mengakibatkan para pihak yang ingin menikah terjerumus dalam perbuatan dosa.

Demikianlah, Islam sangat menganjurkan perempuan agar tidak meminta

mahar yang terlalu berlebihan atau memberatkan laki-laki. Mahar bukan tujuan

dari pernikahan, melainkan hanya simbol ikatan cinta kasih. Pernikahan dengan

mahar yang ringan bisa membawa keberkahan dalam rumah tangga.

B. Kedudukan Uang Panai‟ ditinjau dari Hukum Adat di Kecamatan Reteh

Perkawinan dalam Islam merupakan sarana efektif untuk menjaga umat

manusia dari kebobrokan moral, menjaga setiap individu dari kerusakan

masyarakat sebab manusia mempunyai naluri yang cukup mencintai lawan

jenisnya, dapat disalurkan lewat pernikahan yang formal, yaitu hubungan yang

halal.47

Itulah sebabnya Rasulullah saw. khususnya bagi kaum muda agar tidak

terbelenggu dalam jurang kenistaan sehingga ia menganjurkan perkawinan

sebagaimana sabdanya sebagai berikut :

، فقبه: يب ب ب ع عبذ الله فيقيه عث ت ت، قبه: م عيق سعىد ع حذيث عبذ الله ب ح أبب عبذ اىش

ض وجل بنشا تز م إ في أ ح : هو ىل يب أ بب عبذ اىش ب ت تعهذ ىي إىيل حبجت، فخييب فقبه عث ب م شك

ت ، فقبه: يب عيق ىيس ىه حبجت إى هزا، أشبس إىي ب سأي عبذ الله أ في ب ىئ تهيت إىيه وهى يقىه: أ فب

اىببءة ن استطبع عشش اىشببة يستطع فعييه بب قيت رىل، ىقذ قبه ىب اىبي صلى الله عليه وسلم: يب ى ج، و فييتضو

فإه ىه ى وجبء ىص

47

Thoriq Ismail, Az-Zuwajul Islami, Diterjemahkan oleh Zainuddin Mz, Mahrous Ali dan

H. Abdullah dengan judul “Pernikahan” (Cet. I; Surabaya Pustaka Progressif, 1994), h. 14.

Page 73: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

62

Artinya:

Alqamah berkata: Ketika aku bersama Abdullah bin Mas'uud di Mina tiba-tiba

bertemu dengan Usman, lalu dipanggil: Ya Aba Abdirrahman, saya ada hajat

padamu, lalu berbisik keduanya: Usman berkata: Ya Aba Abdirrahman, sukakah

anda saya kawinkan dengan gadis untuk mengingatkan kembali masa mudamu

dahulu. Karena Abdullah bin Mas'uud tidak berhajat kawin maka menunjuk

kepadanya dan dipanggil: Ya Alqamali, maka aku datang kepadanya, sedang ia

berkata: Jika anda katakan begitu maka Nabi saw. bersabda kepada kami: Hai

para pemuda siapa yang sanggup (dapat) memikul beban perkawinan maka

hendaklah kawin, dan siapa yang tidak sanggup maka hendaknya berpuasa

(menahan diri) maka itu untuk menahan syahwat dari dosa.48

Hadis tersebut menganjurkan umatnya melakukan suatu perkawinan

apabila telah mampu. Sebagian ulama mengatakan ada dua macam kemampuan,

yakni kemampuan memberi nafkah batin antara lain senggama dan kemampuan

member nafkah lahir antara lain nafkah rumah tangga. Apabila seorang pemuda

telah memiliki dua kemampuan ini, maka hendaklah dia menikah. Jadi apabila

uang panai‟ yang cukup tinggi mengakibatkan tak terlaksanakannya perkawinan,

karena di luar kemampuan seorang laki-laki banyak yang enggan kawin akibat

terlalu tingginya uang panai‟ yang harus dipersiapkan untuk melaksanakan

perkawinan. Hal ini tidak sesuai dengan hukum Islam yakni menganjurkan untuk

melaksanakan perkawinan yang tidak menyulitkan kedua belah pihak.

Proses perkawinan tiap-tiap daerah selalu menjadi hal yang sangat

menarik untuk dibahas, baik dari segi latar belakang budaya perkawinan tersebut,

maupun dari segi kompleksitas perkawinan itu sendiri. Oleh karena itu dalam

perkawinan yang terjadi bukan hanya sekedar menyatukan dua orang yang saling

mencintai. Lebih dari itu, ada nilai yang tidak lepas untuk dipertimbangkan dalam

48

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Shahih Muslim li al-Imam Abu al-Husain Muslim bin

al-

Hajjaj al-Qusyairi an-Naisburi (Cet. I; Jakarta: Pusaka As-Sunnah, 2010), h. 703

Page 74: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

63

perkawinan, seperti status sosial, ekonomi, dan nilai-nilai budaya dari masing-

masing keluarga laki-laki dan perempuan. Kompleksitas perkawinan pada

masyarakat bugis merupakan nilai-nilai yang tak lepas untuk dipertimbangkan

dalam perkawinan.

Perkawinan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan adat

dan kebudayaan mayarakat bugis. Dalam adat perkawinan masyarakat bugis

memiliki tradisi yang paling kompleks dan melibatkan banyak emosi. Bagaimana

tidak, mulai dari ritual lamaran hingga selesai resepsi perkawinan akan

melibatkan seluruh keluarga yang berkaitan dengan kedua pasangan calon

mempelai. Salah satu tradisi tersebut adalah adanya kewajiban memberikan uang

panai‟ dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai syarat terlaksananya

perkawinan.

Tentang sejarah awal mulanya uang panaik perkawinan dalam adat

perkawinan suku Bugis dapat dilihat hasil wawancara peneliti dengan seorang

tokoh masyarakat sebagai berikut ini :

“Uang panai‟ dalam adat perkawinan suku Bugis mulai berlaku sekitar

tahun 1950, pada waktu itu yang memberlakukan uang panai‟ tersebut

hanya terbatas pada kaum bangsawan saja. Uang panai‟ tersebut

dimaksudkan untuk memeriahkan pesta perkawinan serta menunjukkan

kebangsawanan mereka, makin semarak pesta perkawinan yang

diselenggarakan, maka makin dikagumilah bangsawanan tersebut.

Demikianlah hingga akhirnya kebiasaan para bangsawan memberlakukan

adanya uang panai‟ jika mengawinkan anak-anak mereka akhirnya lambat

laun diikuti oleh seluruh anggota masyarakat dan tetap berlaku sampai

sekarang”.49

Hal lain dikemukakan oleh H. Firdaus, S.Pd. SD. salah seorang tokoh

masyarakat di Kecamatan Reteh bahwa :

49

Bahtiar, S.Ag, Ketua Pemuda ”Wawancara”, di Kecamatan Reteh tanggal 19 Juli 2019

Page 75: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

64

“Uang panai‟ sejak adanya perkawinan dalam masyarakat bugis. Setelah

Islam datang dan ajarannya tersebar di tengah masyarakat termasuk

kewajiban memberikan mahar dalam perkawinan, maka uang panaik ini

tidak serta merta dihapus, akan tetapi tetap dipertahankan sehingga

muncullah dua kewajiban yang masing-masing harus dipenuhi oleh

mempelai pria yaitu mahar sebagai kewajiban agama dan uang panai‟

sebagai kewajiban adat”.50

Kalau melihat hasil wawancara kedua di atas, sangatlah berbeda. Hasil

wawancara yang pertama menyebutkan dengan jelas kapan berlakunya uang

belanja tersebut, sedangkan hasil wawancara yang kedua hanya

memperkirakannya. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa uang panai‟ tersebut

memang sudah ada sejak dulu yang masih tetap dipertahankan hingga sekarang

sebagai wujud dalam berpegang teguh kepada adat istiadat.

Secara sederhana, uang panai‟ atau uang belanja, yakni sejumlah uang

yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak keluarga mempelai

perempuan. Uang panai‟ ini tidak terhitung sebagai mahar perkawinan, melainkan

kedudukannya sebagai uang adat yang terbilang wajib dengan jumlah yang telah

disepakati oleh keluarga kedua belah pihak dan menjadi penentu berlanjutnya

rencana perkawinan ke tahap selanjutnya. Uang panai‟ tersebut ditujukan untuk

belanja kebutuhan pesta pernikahan.51

Fenomena jumlah pemberian uang panai‟ yang tinggi sehingga

menghasilkan sebuah pesta perkawinan yang mewah sebenarnya hanya berlaku

bagi keluarga kerajaan atau golongan bangsawan, namun sekarang mengalami

pergeseran dan mulai dipraktekkan masyarakat umum Suku Bugis. Dalam hukum

Islam memang tidak ada kewajiban memberikan uang panai‟. Pemberian wajib

50

H. Firdaus, S.Pd. SD. Tokoh Adat Desa Seberang Sanglar, Wawancara, tanggal 01 juli

2019 51

M. Fremaldin, “Fenomena Uang Panaik dalam Perkawinan Bugis Makassar” h.1

Page 76: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

65

ketika akan melangsungkan sebuah perkawinan dalam hukum Islam hanyalah

mahar sebagai bukti cinta kasih suami kepada istrinya. Sedangkan pemberian

wajib uang panaik adalah tradisi adat bugis saja.

Seperti yang dilakukan Nabi Muhammad saw. pada saat menikahi Siti

Khadijah, beliau memberikan mahar sebanyak 500 dirham, sesuai dengan hadits

berikut ini:

صذاقه لاصواجه اث صذاق سسىه الله ص؟ قبىت: مب مب ت قبه: سبىت عبئشت: م اب سي تي عششة ع

؟ قي ب اىش . اىجبعت الا اوقيت و شب. قبىت: اتذسي بئت دسه س ت: لا. قبىت: صف اوقيت.فتيل خ

اىبخبسي و اىتشزي

Artinya:

Dari Abu Salamah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Aisyah, “Berapakah

mahar Rasulullah SAW”. Ia menjawab, “Mahar beliau kepada isteri-isterinya

adalah dua belas uqiyah lebih satu nasy”. Aisyah bertanya, “Tahukah kamu

apakah nasy itu ?”. Aku menjawab, “Tidak”. Aisyah berkata, “Setengah uqiyah,

jadi seluruhnya sama dengan lima ratus dirham”.52

Dari hadis diatas dapat kita simpulkan bahwa kewajiban membayarkan

mahar pada hakikatnya tidak hanya untuk kesenangan namun lebih kepada

penghormatan dan pemberian dari calon suami kepada calon istri sebagai awal

dari sebuah pernikahan dan sebagai tanda bukti cinta kasih seorang laki-laki.

Islam tidak menetapkan jumlah besar kecilnya mahar. Oleh karena itu, dalam

menyerahkan mahar berdasarkan kemampuan masing-masing, atau keadaan dan

tradisi keluarganya.

Berbeda dengan uang panai‟ dalam masyarakat yang dikenal dengan nama

Uang Belanja, yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan

52

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Shahih Muslim li al-Imam Abu al-Husain Muslim bin al

Hajjaj al-Qusyairi an-Naisburi, h. 735

Page 77: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

66

sebelum perkawinan dilaksanakan tidak pernah di temukan dalam al-Qur‟an dan

hadis. Hal ini berarti suatu kata yang lahir dari adat istiadat suatu suku, dimana

kata uang panai‟ sering ditemui dan dengarkan dalam adat Bugis. Khususnya

masyarakat di Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir, apabila terjadi suatu

pelaksanaan perkawinan, tanpa adanya sejumlah uang panai‟ tersebut maka

perkawinan tidak dapat dilaksanakan.

Sumber uang Panai‟ yaitu berasal dari adat istiadat suku Bugis, maka

sangat disesalkan jika hanya karena uang panai‟ yang terlalu tinggi yang tidak

mampu dipenuhi oleh pihak laki-laki, dengan maksud pihak laki-laki itu hanya

ingin menuruti hawa nafsunya untuk melaksanakan suatu pesta perkawinan yang

semeriah mungkin, karena ia tidak mau kalah dengan orang yang ada disekitarnya

dan merasa malu kalau uang panaiknya sedikit, sehinga biasanya perkawinan

gagal hanya karena tidak terpenuhinya uang panai‟ tersebut.

Adapun akibat hukum jika pihak laki-laki tidak mampu menyanggupi

jumlah uang panai‟ yang di targetkan, maka secara otomatis perkawinan akan

batal dan pada umumnya implikasi yang muncul adalah pihak keluarga laki-laki

dan perempuan akan mendapat cibiran atau hinaan di kalangan masyarakat

setempat.

Sesuai yang dikatakan H. M. Nur Paduppai bahwa:

“Khusus di Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir pada saat acara

Madduta (pelamaran) yang pertama kali dibahas adalah Uang Panai‟.

Karena dari sisi adat uang Panai‟ itu wajib. Dan yang selalu

Page 78: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

67

dipermasalahkan adalah uang Panai‟ bukan mahar karena itu sudah

menjadi pemahaman budaya.”53

Satu hal yang harus dipahami bahwa uang panai‟ yg diserahkan oleh calon

suami diberikan kepada orang tua calon istri, sehingga dapat dikatakan bahwa hak

mutlak pemegang uang panai‟ tersebut adalah orang tua si calon istri. Orang tua

mempunyai kekuasaan penuh terhadap uang tersebut dan begitupun

penggunaanya.

Akan tetapi, Bapak H. Nawawi . Menurutnya:

“Perlu dibedakan uang panaik dengan mahar. Kalau uang panai‟ sebagai

pengganti biaya pernikahan saya kira wajar selama itu sepadan dengan

biaya yang dibutuhkan. Yang biasa dan bisa bikin mahal uang panai‟ itu

karena ada korelasi antara besaran pesta dengan status sosial keluarga

mempelai. Semakin tinggi status sosial seseorang tentu akan berupaya

membuat pesta sebesar dan semewah mungkin. Itu pemikiran dasarnya.”54

Menurut Drs. H. Sayuti, M.Pd.I Ketua KUA Kecamatan Reteh uang

panaik saat ini sebenarnya telah bergeser makna. Menurutnya, selain sebagai

simbol harga diri (siri') wanita yang akan dinikahi, juga merupakan representasi

dari harga pesta perkawinan yang akan diselengggarakan. Menurutnya:

“Uang panai‟ ini adalah sejumlah uang yang diberikan oleh calon

mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk

keperluan mengadakan pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya.

Uang panai‟ ini tidak terhitung sebagai mahar pernikahan melainkan

sebagai uang adat, namun terbilang wajib dengan jumlah yang disepakati

oleh kedua belah pihak atau keluarga.”55

Mengamati apa yang diungkapkan oleh pak Drs. H. Sayuti, M.Pd.I, maka

seharusnya jumlah uang panai‟ tidak semahal sekarang ini. Seharusnya, uang

53

H. M. Nur Paduppai, Tokoh Masyarakat Pulau Kijang, Wawancara, tanggal 17 juli

2019 54

H. Nawawi, Tokoh Masyarakat Pulau Kecil, Wawancara, tanggal 28 juni 2019 55

Drs. H. Sayuti, M.Pd.I, Ketua KUA Pulau Kijang, Wawancara, tanggal 15 juli 2019

Page 79: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

68

panai‟ merepresentasikan jumlah biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan

pesta perkawinan.

Islam sangat menghendaki meluaskan jalan dan kesempatan kepada

sebanyak mungkin laki-laki dan perempuan untuk menempuh hidup suami-istri

agar masing-masing dapat menikmati hubungan yang halal dan baik, untuk

mencapai hal ini tidak lain dari pada harus memberikan jalan yang mudah dengan

saran yang praktis sehingga orang yang fakir yang sulit mengeluarkan biaya yang

besar, padahal mereka merupakan jumlah yang terbanyak dari umat manusia yang

mampu berumah tangga. Oleh karena itu, Islam tidak menyukai mahar yang

terlalu banyak apalagi uang Panai‟.

Lain hal dengan di atas, segala pelaksanaan dalam Islam dianjurkan

ekonomis, termasuk dalam biaya pelaksanaan resepsinya. Namun kebanyakan

manusia sekarang telah berpaling dari ajaran Islam yang benar, sehingga yang

dijadikan dalam mengawinkan anak perempuannya hanya karena materi, bagaikan

seorang pedagang yang memandang dagangannya, mengaharap laku mahal dan

untung besar sehigga tanpa memandang norma-norma akhlak. Nilai-nilai agama

yang justru dibutuhkan demi kebaikan rumah tangga dan juga memperkuat

tongkak rumah tangga seorang muslim.

C. Tolak Ukur Uang Panai‟ dalam Adat Suku Bugis

Biaya uang panai merupakan suatu hal yang sangat diprioritaskan dalam

sebuah pesta perkawinan, karena kesuksesan pesta tersebut sebagian besar

Page 80: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

69

ditunjang oleh jumlah uang panai tersebut. Baik dari jamuan makanan dan

perlengkapan lainnya yang disesuaikan dengan adat kebiasaan yang berlaku.

Tinggi rendahnya uang panai‟ merupakan pembahasan yang paling

mendapatkan perhatian dalam adat perkawinan Suku Bugis Riau. Sehingga sudah

menjadi rahasia umum bahwa itu akan menjadi buah bibir bagi para tamu

undangan. Adapun yang menjadi tolak ukur uang panai‟ dalam adat suku bugis

diantaranya :

a. Strata sosial keluarga calon istri

Strata sosial atau disebut sistem stratifikasi adalah perbedaan penduduk

atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat, yang diwujudkan dalam

kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas rendah. Maksudnya adalah sistem lapisan

dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat

yang hidup teratur. Strata sosial sangat berpengaruh pada prosesi perkawinan

bahkan dalam penentuan uang panai‟, strata sosial yang menjadi tolak ukur

pertama yang nantinya akan mempengaruhi tingginya uang panai‟ yang akan

diberikan pada keluarga pihak calon istri.

Hal tersebut yang diungkapkan oleh Supardi mengenai tolak ukur uang

panai dari strata sosial atau tingkatan sosial,bahwa:

“Yang menjadi tolak ukur tingginya uang panai‟ adalah status sosial

ataupun tingkatan sosial seseorang tersebut seperti keluarga pejabat,

pengusaha besar dan lain-lain”56

.

56

Supardi, Masyarakat Pulau Kijang, Wawancara, tanggal 04 juli 2019

Page 81: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

70

Menurut informan, Strata sosial yang dimaksud tersebut yaitu perbedaan

yang sangat mendasar dan mencolok dari suatu keluarga dengan keluarga lainnya,

misalnya keluarga besar pejabat, keluarga besar pengusaha dan lain-lain yang

berbeda kelas dengan masyarakat pada umumnya.

a. Status ekonomi keluarga calon istri

Status ekonomi juga tidak lepas dari penentuan tinggi rendahnyauang

panai‟ yang akan diberikan kepada calon mempelai perempuan. Dari proses

wawancara terhadap M, Kadir, menjelaskan bahwa:

“kalau status ekonomi seseorang tersebut tinggi, maka uang panai‟nya

juga bagus (banyak) maka yang di undang juga banyak, semakin meriah

pula pesta tersebut”57

.

Penjelasan dari Bapak H. Nawawi bahwa:

“Uang Panai itu tergantung orang tua, kalau orang tuanya mampu, maka

banyak pula yang diminta, kalau yang diantarkan hanya sedikit maka

harus nambah jadi memang harus banyakyang diiantarkan”58

.

Kedua Informan diatas menegaskan bahwa, semakin tinggi status ekonomi

wanita yang akan dinikahi, maka semakin tinggi pula uang panai‟ yang harus

diberikan oleh calon suami kepada pihak keluarga calon istri. Dan begitupun

sebaliknya, jika calon istri tersebut dari keluarga menengah kebawah maka jumlah

uang panai‟ yang dipatok relative rendah.

b. Jenjang pendidikan calon istri

Faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya uang panai‟ yangharus

dikeluarkan adalah tinggi rendahnya jenjang pendidikan calonmempelai

57

M. Kadir, Masyarakat Desa Seberang Sanglar, Wawancara, tanggal 06 juli 2019 58

H. Nawawi, Tokoh Masyarakat Pulau Kecil, Wawancara, tanggal 28 juni 2019

Page 82: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

71

perempuan. Dari proses wawancara , menjelaskan dari Ibu Hj. Saidah S.Pd

bahwa:

“Semakin tinggi tingkat sosial seseorang itu maka semakin tinggi uang

panaiknya, tingkat pendidikan seorang wanita juga mepengaruhi uang

panai` tersebut misalnya dia seorang dokter atau tamatan perguruan tinggi

maka tinggi pula uang panai‟ tersebut”59

Sama halnya dengan yang disampaikan oleh Hj. Andi Sitti bahwa:

“Semakin tinggi pendidikan seseorang atau ilmunya semakin tinggi pula

uang panai‟yang diminta oleh pihak perempuan dan juga ada yang

mengikuti adat yang ada dikampung tersebut, jika adat dikampung tersebut

panai‟nya tinggi maka uang panai‟ yang diminta juga tinggi”60

Dari ulasan Informan diatas menjelaskan bahwa semakin tinggitingkat

pendidikan seorang wanita maka semakin banyak pula uang panai‟ yang harus

diberikan dan jika tidak diberikan uang panai dalam jumlah yang ditentukan oleh

pihak keluarga calon istri maka akan menjadi bahan omongan orang yang

kemudian akan menjadi kendala dari kelangsungan proses pernikahan.

c. Harga Bahan Makanan

Faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya uang panai‟ yang harus

dikeluarkan adalah tinggi rendahnya harga bahan makanan yang akan

dihidangkan oleh calon mempelai perempuan. Dari proses wawancara dengan

bapak H. Firdaus, S.Pd. SD menjelaskan bahwa:

“Sekarang ini ekonomi sudah meningkat, maka semakin tinggi pula Uang

panai‟ yang harus dinaikkan, itu makanya harus ada rinci-rinciannya agar

pengelolaan uang panai‟ itu bisa teratur secara baik, kalau tidak ada

rinciannya kacau pembukuannya seperti pengasuhnya, uang tenda,

59

Hj. Saidah S.Pd, Tokoh Masyarakat Desa Sanglar, Wawancara, tanggal 05 juli 2019 60

Hj. Andi Sitti, Tokoh Masyarakat Desa Mekar Sari, Wawancara, tanggal 17 juli 2019

Page 83: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

72

lembunya juga dan lain-lain, karena ingin mengadakan acara kenduri harus

mengundang orang banyak.”61

.

Informan diatas menuturkan bahwa adat istiadat Kabupaten Indragiri Hilir

kecematan Reteh dilangsungkan dengan acara besar-besaran yang memakan

banyak biaya, terkadang untuk membeli persiapan perlengkapan rumah tangga

kedua mempelai membutuhkan banyak biaya belum lagi lauk-pauknya yang harus

dan bahkan sudah wajib memotong sapi setiap pesta pernikahan jadi, tidak heran

jika harga mempengaruhi tinggi rendahnya uang panai.

D. Hikmah Uang Panai‟ dalam Adat Suku Bugis

Uang panai‟ dalam perkawinan tidaklah sekedar ditetapkan sebagai

sesuatu yang tak bermakna apa-apa. Ia memiliki makna dan hikmah yang tinggi,

uang panai‟ merupakan dana yang digunakan untuk melaksanakan pesta

perkawinan. Uang belanja yang merupakan keharusan bagi pihak laki-laki yang

diserahkan kepada pihak perempuan sebagai penunjang biaya yang dikeluarkan

oleh pihak perempuan. Ini berarti kedua belah pihak saling membantu dalam

melaksanakan pesta perkawinan.

Tolong menolong merupakan ajaran Islam yang cukup mendasar dalam

kehidupan bermasyarakat antara satu dengan yang lainnya dituntun untuk

senantiasa tolong menolong dalam mengatasi berbagai kesulitan. Hal ini dapat

dipahami dari firman Allah swt yang berbunyi:

ثم عل نىاتعاو ول والتقىي البر عل وتعاونىا واتقىا والعدوان ال إن الل العقاب شديد الل

61

H. Firdaus, S.Pd. SD. Tokoh Adat Desa Seberang Sanglar, Wawancara, tanggal 01 juli

2019

Page 84: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

73

Artinya:

Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong

menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada

Allah swt. sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya.62

Ayat di atas memberikan petunjuk untuk saling menolong bila melakukan

suatu kebaikan dan melarang saling menolong dalam membuat dosa dan

pelanggaran. Tuntutan ini sesungguhnya merupakan jalan keluar bagi setiap orang

untuk mengatasi kekurangan-kekurangan dirinya. Sebab, tak satupun manusia di

permukaan bumi ini yang sanggup memenuhi segala kebutuhan hidupnya tanpa

bantuan orang lain.

Perkawinan merupakan suatu kegiatan umat manusia yang mengandung

nilai kebaikan. Perkawinan mewakili tujuan yang mulia. Karena itulah didalam

pelaksanaannya dituntut untuk saling menolong. Dengan demikian, bagaimanapun

beratnya pelaksanaan perkawinan itu akan dapat teratasi.

62

Q.S al-Maidah (4) : 2

Page 85: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan dan analisis dengan memperhatikan

pokok-pokok permasalahan yang diangkat dengan judul Nilai Ekonomi Islam

Uang Panai‟ dalam Suku Adat Bugis (Studi Kasus Kecamatan Reteh, Indragiri

Hilir Provinsi Jambi), maka peneliti dapat menarik kesimpulan :

1. Dalam pandangan ekonomi Islam, uang panai‟ yang tinggi boleh-boleh saja

diberikan apabila pihak laki-laki sanggup memberikan dan tidak menyusahkan

pihak laki-laki.

2. Kedudukan Uang Panai‟ dalam perkawinan adat Bugis adalah sebagai salah

satu pra syarat, karena apabila Uang Panai‟ tidak ada, maka perkawinan tidak

ada. Pemberian sejumlah Uang Panai‟ adalah pemberian wajib yang diberikan

oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang fungsinya sebagai biaya

yang digunakan dalam pesta perkawinan. Tujuannya adalah untuk

menghormati keluarga pihak perempuan.

3. Yang menjadi tolak ukur dalam uang panai‟ yakni status ekonomi, sosial,

pendidikan dan juga harga barang ataupun harga makanan sangat berpengaruh

terhadap uang panai‟.

4. Hikmah, uang panai‟ merupakan dana yang digunakan untuk melaksanakan

pesta perkawinan Ini berarti kedua belah pihak saling membantu dalam

melaksanakan pesta perkawinan, Tolong menolong merupakan ajaran Islam

74

Page 86: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

75

yang cukup mendasar dalam kehidupan bermasyarakat antara satu dengan

yang lainnya.

B. Implikasi Penelitian

Dalam hal ini, peneliti memberikan beberapa saran yang berhubungan

dengan Uang Panai‟ Dalam Nilai Ekonomi Islam di Kecamatan Reteh, Indragiri

Hilir Provinsi Riau yaitu:

1. Adat dan kebiasaan di kalangan masyarakat Bugis-Riau yang selalu dijadikan

patokan walaupun bukan hal yang wajib dilaksanakan jika di pandang melalui

agama. Jadi apabila dilaksanakan atau tidak di laksanakan tidak jadi masalah,

yang penting rukun dan syarat perkawinan terpenuhi.

2. Uang panai ini sebagai penghormatan bagi keluarga pihak perempuan dan

seharusnya uang panai ini tidak dijadikan sebagai senjata penolakan bagi

pihak perempuan

3. Uang panai‟ ini seharusnya tidak memberatkan pihak laki-laki karena

seharusnya ada yang bisa digunakan untuk masa depannya kelak akan tetapi

dijual untuk memenuhi permintaan panai‟

4. Uang Panai digunakan sebagai Tolong menolong dalam mengatasi berbagai

kesulitan bukan dijadikan sebagai ajang gengsi-gengsian.

C. Kata Penutup

Demikianlah dengan segala keterbatasan kemampuan dan kekurangan

peneliti, akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Tentunya berkat

bimbingan dari Bapak dan Ibu dosen pembimbing serta semua pihak yang telah

membantu, memberikan motivasi, masukan dan dukungan.

Page 87: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

76

Terima kasih juga saya ucapkan terhadap orang tua tercinta serta keluarga

dan kawan-kawan yang selalu memberikan arahan dan motivasi serta tak henti-

hentinya memberikan dukungan moril maupun materil serta do‟a nya. Sehingga

sampailah pada bab terakhir penyusunan skripsi ini, semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat berupa wawasan serta menambah ilmu pengetahuan

khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi para pembaca.

Page 88: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

77

DAFTAR PUSTAKA

Ahsani, Jamaludin, Hos, dan Peribadi. ‘Uang Panaik dan Tantangan bagi

Pemuda Bugis di Perantauan (Studi di Desa Wunggoloko Kecamatan

Ladongi Kabupaten Kolaka Timur). Neo Societal; Vol. 3/ Nomor 3/ ISSN;

2503-359 (2018)

Andi Asyraf, Mahar Dan Paenre’ Dalam Adat Bugis, (Skripsi Uin Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2015)

Andi Nugraha, Adat Istiadat Pernikahan Masyarakat Bugis (Makassar: Cv Telaga

Zamzam, 2001)

Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat Ekonomi, (IAIN SU Medan : CitaPustaka

Media Perintis, 2014)

Diah Via. Tradisi Kawin Lari Dalam Perkawinan Adat. (Skripsi Uin Alauddin

Makassar,2016)

Ginanjar Prayoga, tinjauan huku islam terhadap doi‟ medre dalam perkawinan

adat bugis, (skripsi IAIN Raden Intan Lampung, 2016)

Hardianti, Adat Pernikahan Bugis Bone Desa Tuju-Tuju Kecamatan Kajura

Kabupaten Bone Dalam Perspektif Budaya Islam, (Skripsi Uin Alauddin

Makassar, 2015)

H.S. A. Al-Hamdani, Risalatun Nikah, Diterjemahkan Oleh Drs. Agus Salim,

Dengan Judul “Hukum Perkawinan Islam” (Cet. III: Pustaka Amani,1989)

Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2018)

Page 89: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

78

Imam Azhari, Makna Mahar Adat Dan Status Sosial Perempuan Dalam

Perkawinan Adat Bugis Di Desa Penengahan Kabupaten Lampung

Selatan, (Skripsi Universitas Lampung, 2016)

Kementrian Agama RI. ‘Al-Qur’an dan Terjemahan’. (PT. Sinergi Pusaka

Indonesia) (2016).

Moh. Ali ‘Kedudukan Uang Panaik dalam Perkawinan Adat Bugis di Kabupaten

Tojo Una-Una Provinsi Sulteng’. Skripsi. Unversitas Islam Indonesia

Yogyakarta.

Moh. Ikbal „Uang Panaik’ dalam Perkawinan Adat Suku Bugis Makassar’. Al-

Hukama, The Indonesian Journal of Islamic Family Law. Volune 06/

Nomor 01/ ((Juni (2016)); ISSN:2089-7480.

Morissan, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,

2014)

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Shahih Muslim li al-Imam Abu al-Husain Muslim

bin al- Hajjaj al-Qusyairi an-Naisburi (Cet. I; Jakarta: Pusaka As-Sunnah,

2010)

M. Fremaldin, “Fenomena Uang Panaik dalam Perkawinan Bugis Makassar”

M. Umer Chapra, “Negara Sejahtera Islami dan Perannya di Bidang Ekonomi”,

dalam Ainur R. Sophian, Etika Ekonomi Politik: Elemen-Elemen Strategi

Pembangunan Masyarakat Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997)

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam

Indonesia Yogyakarta, Ekonomi Islam, (Jakarta: Granfindo Persada, 2012)

Page 90: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

79

Reski Kamal ‘Persepsi Masyarakat Terhadap Uang Panai’ di Kelurahan

Pattalasseng Kecamatan Pattalasang Kabupaten Takalar’. Skripsi

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar. (2016)

Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat, 2007

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Niat, (Bandung: Alfabeta, 2004)

Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi Edisi Revisi.

Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi, (jambi: Syariah Press, 2014)

Save M Dagun, Pengantar Filsafat Ekonomi

Save M. Dagun, Pengantar Filsafat Ekonomi, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992)

Soerojo Wingnjodipoero, Kedudukan Serta Perkembangan Hukum Adat Setelah

Kemerdekaan (Cet. II Jakarta: PT. Gunung Agung, 1983)

Tim Panca Aksara, Kamus Lengkap Istilah Ekonomi, (Yogyakarta: Indoliterasi,

2017)

Thoriq Ismail, Az-Zuwajul Islami, Diterjemahkan oleh Zainuddin Mz, Mahrous

Ali dan H. Abdullah dengan judul “Pernikahan” (Cet. I; Surabaya Pustaka

Progressif, 1994)

Usman Yatim, Nilai Ekonomi Islam, (Jakarta : Bina Rena Parieara, 2009)

V.Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakara: Pustakabarupress,

2014)

Bahtiar, S.Ag, Ketua Pemuda ”Wawancara”, di Kecamatan Reteh tanggal 19 Juli

2019

Drs. H. Sayuti, M.Pd.I, Ketua KUA Pulau Kijang, Wawancara, tanggal 15 juli

2019

Page 91: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

80

H. Firdaus, S.Pd. SD. Tokoh Adat Desa Seberang Sanglar, Wawancara, tanggal

01 juli 2019

H. M. Nur Paduppai, Tokoh Masyarakat Pulau Kijang, Wawancara, tanggal 17

juli 2019

H. Nawawi, Tokoh Masyarakat Pulau Kecil, Wawancara, tanggal 28 juni 201

Hj. Andi Sitti, Tokoh Masyarakat Desa Mekar Sari, Wawancara, tanggal 17 juli

2019

Hj. Saidah S.Pd, Tokoh Masyarakat Desa Sanglar, Wawancara, tanggal 05 juli

2019

M. Kadir, Masyarakat Desa Seberang Sanglar, Wawancara, tanggal 06 juli 2019

Supardi, Masyarakat Pulau Kijang, Wawancara, tanggal 04 juli 2019

Taqim , Masyarakat Pulau Kijang”Wawancara”, tanggal 24 Juli 2019

Page 92: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

81

Lampiran Dokumentasi Wawancara Bersama Tokoh ataupun Masyarakat

Bugis di Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau

Lampiran 1 : Dokumentasi dengan Ketua KUA Pulau Kijang.

Bapak Drs. H. Sayuti, M.Pd.I.

Dokumentasi : 15 Juli 2019

Lampiran 2 : Dokumentasi dengan Tokoh Adat Seberang Sanglar.

Bapak H.Firdaus, S.Pd. SD

Dokumentasi : 01 Juli 2019

Page 93: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

82

Lampiran 3 : Dokumentasi dengan salah satu Tokoh Parit Sultan Hasanuddin.

Ustad Asir Arafat, S.Pd.I

Dokumentasi : 20 Juli 2019

Lampiran 4 : Dokumentasi salah satu Tokoh Masyarakat Desa Mekar Sari.

Ibu HJ. Andi Sitti

Dokumentasi : 17 Juli 2019

Page 94: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

83

Lampiran 5 : Dokumentasi dengan Tokoh Masyarakat Pulau Kijang.

Bapak, H. M. Nur Paduppai.

Dokumentasi : 17 Juli 2019

Lampiran 6 : Dokumentasi dengan salah satu Tokoh Masyarakat Sanglar.

Bapak H. Mastang.

Dokumentasi : 12 Juli 2019

Page 95: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

84

Lampiran 7 : Dokumentasi dengan tokoh masyarat Kelurahan Metro.

Bapak Mastar S.Ag

Dokumentasi : 29 Juni 2019

Lampiran 8 : Dokumentasi dengan masyarakat Pulau Kecil.

Ibu Ratna Dewi

Dokumentasi : 1 Juli 2019

Page 96: NILAI EKONOMI UANG PANAI’ DALAM ADAT SUKU BUGIS

85

CURRICULUM VITAE

Nama : Herman

Tempat/Tgl Lahir : Sanglar, 25 Februari 1997

Email/Surel : [email protected]

No. Kontak/HP : 0821-2122-0700

Alamat : Jl. Perum Hamsari, Simpang IV Sipin, Telanaipura

Pendidikan Formal :

1. MI Nurul Huda, Sei Terusan Jaya, Desa Mekar Sari

2. MTS Nurul Huda, Sei Terusan Jaya, Desa Mekar Sari

3. SMAN 1 Reteh Pulau Kijang

Pengalaman Organisasi

1. Ikatan Pelajar Mahasiswa Riau (IPMR)

2. Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan (IKAMI)

Motto Hidup : “Sumange Tealara (teguh dalam keyakinan kukuh dalam

kebersamaan”

Jambi, November 2019

Herman

EES.150673