referat anestesi (isi)
Post on 17-Jan-2016
52 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNya serta junjungan besar
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju zaman yang terang benderang
seperti sekarang ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang telah
diberikan oleh pembimbing. Tugas referat ini dibuat dalam rangka penyelesaian tugas ujian
kepaniteraan klinik bagi Ko-As Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi yang diberikan oleh
SMF Bagian Anestesi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto.
Tugas ini membahas secara menyeluruh tentang Pneumonia. Bahan untuk tugas
diambil dari buku maupun jurnal dan artikel yang didapat dari internet. Penulis berharap
bahwa tugas yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Harapan penulis bahwa
dengan hadirnya tugas ini dapat membantu memahami secara mendetail mengenai topik
yang dibicarakan.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
pembuatan tugas ini. Terutama para pembimbing di bagian Anestesi, khususnya dr Riza M.
Farid, Sp.An., dr Asep Hendradiana, Sp.An.,KIC,M.Kes., dr Sonny Trisnadi, Sp.An., dr
Muhammad Naufal, Sp.An., dr Nini Memen, Sp.An., dan para perawat bagian Anestesi
serta semua pihak yang memberi arahan dan dukungan dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan masukan yang
diberikan agar tugas ini menjadi lebih sempurna. Akhir kata, semoga tugas ini dapat
berguna bagi penulis dan pembaca. Semoga Allah SWT merahmati dan menyayangi kita
semua. Amin.
Jakarta, Februari 2015
Penulis
1
Daftar Isi
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar…………...……………………………….....……………………...............1
Daftar Isi…………………………………………………………..…………..................…2
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………….................3
Bab II Tinjauan Pustaka………………………………………………………….................5
II.1. Definisi........…….…...............………………………………………..…….................5
II.2. Epidemiologi...........……….…………………………………………..…....................5
II.3. Etiologi..............................................…………………………………….....................7
II.4 Klasifikasi…...……………………………………..………………………...................7
II.5 Patogenesis……...………………………………………………………….................11
II.6 Masalah Pada Geriatri………………………………………………………................11
II.7 Gejala Klinis.......……….………………………………………..…............................15
II.8 Diagnosis..…………..……………………………………………………...................15
II.9 Penatalaksanaan………………………………………………………….....................18
II.10 Komplikasi..................................................................................................................23
II.11 Pencegahan.................................................................................................................23
II.12 Prognosis…………….…………………………………………….…...…................25
Bab III Kesimpulan......………………………………………………….……...................26
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..................27
2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.LATAR BELAKANG
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara sedang berkembang maupun negara maju. Di
samping itu infeksi saluran napas bawah menimbulkan angka kesakitan dan kematian
yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Infeksi saluran napas bawah dapat
dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah bentuk pneumonia.1,2 Pneumonia
merupakan infeksi pada parenkim paru. Berbagai spesies bakteri, mikoplasma,
klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menyebabkan pneumonia. Jadi
pneumonia bukan penyakit yang tunggal melainkan infeksi spesifik yang masing-
masing dengan epidemiologis, patogenesis, gambaran klinik dan perjalanan klinis yang
berlainan.2
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat
menjadi rapuh disertai menurunnya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan
meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Proses menua normalnya
merupakan suatu proses yang ringan, ditandai dengan turunnya fungsi secara bertahap
tetapi tidak ada penyakit sama sekali sehingga kesehatan tetap terjaga baik. Sebaliknya
proses menua patologis ditandai dengan kemunduran fungsi organ saja, melainkan
ditambah dengan penyakit yang muncul pada usia tua. Tiga hal fundamental yang
berkaitan dengan kesamaan dalam pola proses menua pada hampir semua spesies
mamalia.
1. Proses menua dipengaruhi oleh kemunduran fungsi organ.
2. Laju proses menua ditentukan oleh gen yang bervariasi antar spesies.
3. Laju proses menua dapat diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak pada
hewan tikus.
Banyak hal dimasa lalu yang diduga berhubungan dengan faktor risiko penyakit
pada proses penuaan seperti diet, merokok, alkohol, dan pajanan lingkungan. 1,2,3
3
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada usia tua juga dikaitkan dengan
penyakit yang diderita pasien seperti diabetes melitus, penyakit jantung, malnutrisi dan
penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan penurunan fungsi
sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada gagal jantung
kongestif yang disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang sehingga kolonisasi
kuman disaluran napas mudah berkembang biak. Pasien yang sebelumnya sering
mengkonsumsi obat-obatan bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi mengalami
aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua obat tersebut
menekan rangsang batuk.2,3,4
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorik dan alveoli sehingga
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1
Pneumonia juga didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru akibat
infeksi mikroorganisme (bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi dan
parasit). 1-4
Geriatrik (geriatrics= geriatric medicine) berasal dari kata – kata geros (usia
lanjut), yaitu cabang ilmu kedokteran yang mengobati kondisi dan penyakit yang
dikaitkan dengan proses menua dan usia lanjut. Dimana pasien geriatri adalah
pasien usia lanjut dengan penyakit ganda. 1,2
Pneumonia geriatri adalah suatu peradangan akut parenkim paru yang
berasal dari suatu infeksi mikroorganisme pada usia lanjut. 1
II.2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia
komunitas) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial). Pneumonia
merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut parenkim paru yang serius
dijumpai sekitar 15-20%.1 Pneumonia juga merupakan penyakit yang mengenai
sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika. Bayi dan anak kecil lebih rentan
terhadap penyakit ini karena respons imunitas mereka masih belum berkembang
dengan baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi pada orang
tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu.4
5
Penyakit paling banyak diderita para lansia adalah infeksi akut paru
(pneumonia) dan kardiovaskular. Penyakit pneumonia saat ini menjadi ancaman
bagi usia tua dan berdampak pada morbiditas maupun mortalitas.5 Di negara maju
saja, seperti Amerika, pneumonia dan influenza menduduki peringkat ke-4 sebagai
penyebab kematian tertinggi. Ditemukan sekitar 18,2 kasus pneumonia per 1000
penduduk berusia 65-69 tahun. Angka itu meningkat menjadi 52,3 kasus per 1000
penduduk berusia 85 tahun ke atas. Di Taiwan, kematian akibat pneumonia
mencapai hampir 200 per 100.000 pasien lansia pada 2002. Dapat pula
disimpulkan, risiko pneumonia pada usia >65 tahun lebih tinggi 6 kali dibanding
usia <60 tahun. 1,3,7
Bila tidak ditangani, penambahan lansia akan menimbulkan masalah di
bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
memperhitungkan pada tahun 2020 Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah
warga lansia sebesar 41,4%, Sebuah peningkatan tertinggi di dunia. 5,7
Berdasarkan sensus penduduk 2000, Indonesia jumlah lansia mencapai
15,8 juta jiwa atau 7,6%. Pada 2005 meningkat menjadi 18,2 juta jiwa atau 8,2%.
Sedangkan pada 2015 diperkirakan mencapai 24,4 juta jiwa atau 10%. Data Badan
Pusat Statistik dan Depsos 2001 menyebutkan bahwa 21,75% dari jumlah lansia
yang mencapai 15,8 juta itu, dikategorikan sebagai lansia terlantar, Sedangkan
33,89% masuk ke dalam rawan terlantar. 6.7
Hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya di dapatkan data sekitar 180
pneumonia dengan angka kematian antara 20-35%. Pneumonia geriatri menduduki
peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.2
Menurut Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN
Cipto Mangunkusumo, salah satu masalah penting dihadapi para lansia adalah
kesehatan. Masalah kesehatan pada populasi usia lanjut, bukan saja terletak pada
aspek penyakit kronis dan degeneratif, melainkan juga kerentanan terhadap infeksi
cukup tinggi. 1,2
6
II.3. ETIOLOGI
Infeksi saluran napas bawah akut dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme, bakteri gram positif seperti S. Pneumoniae (60-70%), H Influenzae
(5%), Mycoplasma (5-20%). Pada gangguan imunitas atau terdapat penyakit dasar
paru kronik dapat disebabkan oleh S. aureus, sedangkan pneumonia di rumah sakit
banyak disebabkan gram negatif seperti K. pneumoniae, P. aeruginosa.1,2 Akhir –
akhir ini sejumlah kuman baru / oportunis telah menimbulkan infeksi pada pasien
dengan kekebalan tubuh rendah, misalnya legionella, Chlamydia trachomatis, M.
atypical, berbagai jenis jamur (C.albicans, Aspergillus fumigatus) dan virus.1,2,8,9
II.4. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis dibagi atas:
a. Pneumonia Tipikal
Bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yang klasik antara lain berupa
awitan yang akut dengan gambaran radiologis berupa opasitas lobus atau
lobularis, dan disebabkan kuman terutama S.Pneumonia, Klebsiella
pneumonia atau H.Influenzae. 2,6,7
b. Pneumonia Atipikal
Ditandai oleh gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan
gambaran infiltrat paru bilateral yang difus. Biasanya disebabkan organisme
yang atipikal termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus, Legionella
pneumophila, Chlamydia psitasi dan Coxiella burnetti. Di negara barat
mikroplasma adalah prototipe penyebab pneumonia atipikal, disamping
menyebabkan penyakit saluran napas atas dan penyakit diluar paru antara
lain pada kulit, susunan saraf pusat, darah jantung dan sendi-sendi.
Mikroplasma menjadi penyebab pada 15-20% pneumonia, bahkan mencapai
60% pada usia sekolah dan dewasa muda. Dapat juga terjadi infeksi pada
usia diatas 60 tahun. Klasifikasi ini praktis tidak digunakan lagi karena
disadari bahwa gambaran klinis radiologis atau laboratorium dari berbagai
7
pneumonia saling tumpang tindih dan pada klasifikasi ini tidak tercakup
pneumonia yang gambarannya tidak khas. 2,6,7
2. Klasifikasi berdasarkan faktor lingkungan dan pejamu :1,2
Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan faktor lingkungan dan penjamu
Tipe klinis Epidemiologi
- Pneumonia komunitas
- Pneumonia nosokomial
- pneumonia rekurens
- pneumonia aspirasi
- pneumonia pada gangguan
imun
Sporadis atau endemik mudah atau orangtua
Didahului perawatan di RS
Terdapat dasar penyakit paru kronik
Alkoholik, usia tua
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
Klasifikasi ini adalah yang lebih banyak dipakai karena dapat
diperkirakan etiologi pneumonia dan pemberian antibiotiknya secara empirik.
3. Klasifikasi berdasarkan sindrom klinis :
1) Pneumonia bakterial (Sindrom Klinis Pneumonia Bakterial).
Diketahui bahwa kuman kelompok bakteri tertentu memberikan
gambaran klinis pneumonia yang akut dengan konsolidasi paru, dapat
berupa :
a. Pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru
dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar.
b. Pneumonia bakterial tipe campuran (mixed type) dengan presentasi
klinis atipikal yaitu perjalanan penyakit yang lebih ringan dan jarang
disertai konsolidasi paru. Biasanya pada pasien dengan penyakit kronik. 1,2
2) Pneumonia non bakterial
8
Pneumonia atipikal umumnya yang disebabkan oleh Mycoplasma,
Chlamydia pneumoniae atau Legionella. Kemudian istilah sindrom
pneumonia atipikal dipakai untuk merangkum pula bentuk lain dengan ciri
gambaran klinis yang beraneka ragam dan gambaran radiologis yang
menyimpang dari normal. Pada Pneumonia atipikal ini refrakter terhadap
terapi antibiotik standar, lambat dalam penyembuhannya dan mempunyai
kecendurangan untuk kambuh, yaitu yang biasanya disebabkan oleh bakteri,
jamur, virus atau mikroorganisme lain. Dan penyakit peradangan paru yang
bukan infeksi, termasuk tumor. Peradangan gambaran klinis antara
ketiganya terlihat pada tabel di bawah ini.1,2
Tabel 2. Gambaran klinis pneumonia komunitas dan kelompok kuman penyebabnya 1
Gejala Bakterial/tipikal Nonbakterial /
atipikal
Pola campuran (mixed
type)
- usia
- awitan
- batuk
- sputum
- nyeri dada
- konsolidasi
- leukositosis
- foto dada
- penyebab
Lebih tua
Cepat
Produktif
Purulen / berdarah
Sering
Sering
Jelas
Segmen/lobar
Bakteri
Muda
Lebih lambat
Tidak
Negatif/mukoid
Jarang
Jarang
Tidak ada
Interstitial, difus
Mikoplasma / virus
/ jamur
Lebih tua
Cepat
Tidak menonjol
Dapat purulen
Sering
Jarang
Ringan
patchy infiltrat
(lobus/interstisial)
Bakteri – presentasi
Atipikal
Tuberkulosis
Legionella
Klamidia
9
4. Klasifikasi etiologi dibagi atas
1. Bakterial : Streptococcus pneumonia, H.Influenzae, L.pneumonia , Klebsiella,
Pseudomonas, E-Coli, Mycoplasma, Chlamydia, dll.
2. Non bakterial : tuberkulosis, virus, fungi dan parasit. 1,2
5. Klasifikasi berdasar prediksi infeksi.
a. Pneumonia lobaris, sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder, dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus misal : pada aspirasi benda
asing, atau proses keganasan.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak infiltrat pada lapangan paru, dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus, sering pada bayi dan orang tua,serta
jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia Interstisial, yaitu penyakit yang melibatkan dinding alveolus dan
jaringan penunjang lain di paru., dimulai dari perlukaan dinding epitel yang
menyebabkan peradangan dinding alveolus atau alveolitis. Pada gambaran foto
toraks terdapat infiltrat di lobus atas dan tengah yang cenderung ke tepi
sehingga bagian tengah atau hilus lebih bersih. 2,4,6
II.5. PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru,
keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan maka
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.2,7
Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikro organisme
untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas.
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
10
3. Inhalasi bahan aerosol4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. 2,7
Dari keempat cara tersebut yang terbanyak adalah secara kolonisasi. Secara
inhalasi bakteri yang dapat masuk ke bronkus terminalis dengan ukuran 0,5 – 2,0
mikrometer. Kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) bila terjadi
aspirasi dapat terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal sewaktu meminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse). 2,7,8
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 108-10 /ml
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 – 1,1 ml) dapat memberikan titer
maksimal bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia
mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya
mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada
beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.5,6,7
II.6. MASALAH PADA GERIATRI
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat
menjadi rapuh disertai menurunnya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan
meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Proses menua
normalnya merupakan suatu proses yang ringan, ditandai dengan turunnya fungsi
secara bertahap tetapi tidak ada penyakit sama sekali sehingga kesehatan tetap
terjaga baik. Sebaliknya proses menua patologis ditandai dengan kemunduran
fungsi organ saja, melainkan ditambah dengan penyakit akibat penyakit yang
muncul pada usia tua. Tiga hal fundamental yang berkaitan dengan kesamaan
dalam pola proses menua pada hampir semua spesies mamalia. Pertama, Proses
menua dipengaruhi oleh kemunduran fungsi organ. Kedua, laju proses menua
ditentukan oleh gen yang bervariasi antar spesies. Ketiga, laju proses menua dapat
diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak pada hewan tikus. Banyak hal dimasa
11
lalu yang diduga berhubungan dengan faktor risiko penyakit pada proses penuaan
seperti diet, merokok, alkohol, dan pajanan lingkungan. 1,2,3,5
Dari berbagai teori yang dikemukakan untuk menjelaskan proses menua,
sebagian besar dapat dikelompokan ke dalam 2 kelompok yakni teori genetik dan
teori akumulasi kerusakan. Teori genetika mengasumsikan bahwa rentang hidup
(life span) dan laju proses menua dikontrol oleh informasi di dalam molekul DNA
di dalam gen. Teori akumulasi kerusakan menyatakan bahwa laju proses menua
ditentukan oleh kerusakan dalam molekul DNA, RNA dan sintesis protein spesifik,
enzim dan juga mutasi somatik akibat terpajan terhadap berbagai pengaruh yang
merusak seperti radiasi ion. Teori proses menua dapat pula dikelompokan
berdasarkan tingkat organisasi biologi di dalam suatu organisme. Teori organ
didasarkan pada fakta bahwa perubahan fungsi organ sejalan dengan usia tua. Ide
dasar teori ini adalah sebuah organ tunggal bertanggung jawab terhadap proses
menua organisme secara keseluruhan. 3,4
PERUBAHAN BERBAGAI ORGAN AKIBAT PROSES MENUA
Perubahan yang berhubungan dengan proses menua normal sebagian besar
merupakan akibat kehilangan atau penurunan kapasitas fungsional secara bertahap.
Kehilangan tersebut sudah dimulai sejak usia muda tetapi pada sebagian besar
sistem organ, kehilangan tersebut baru bermakna secara fungsional setelah terjadi
kehilangan yang besar. Perubahan fungsi kardiovaskular juga berkaitan dengan
meningkatnya usia. Respons terhadap latihan jasmani berubah bersamaan dengan
usia meliputi denyut jantung yang menurun, volume ventrikel kiri akhir sistolik
menigkat dan berkurangnya ejection fraction ventrikel kiri. Presbiesofagus adalah
berkurangnya motilitas esofagus akibat proses menua yang menyebabkan
menurunnya peristaltik usus. Namun, gangguan motilitas yang berat hanya terdapat
pada proses yang patologis. 5-7
Terdapat beberapa hal mengapa usia tua lebih mudah terkena infeksi
dibandingkan dengan usia muda seperti, daya tahan tubuh dan perubahan anatomi
12
maupun fungsi pada sistem organ tubuh seorang dengan usia tua. Perubahan
tersebut antara lain :
1. Pada kulit, terdapat penipisan dermis dan penurunan vaskularisasi pada
kulit yang dapat meningkatkan resiko terjadinya selulitis dan infeksi pada
dekubitus.
2. Pada saluran napas, terjadi penurunan fungsi dan jumlah mukosilia serta
penurunan refleks batuk sehingga mempernudah terjadinya pneumonia.
3. Pada peristaltik usus yang cenderung melambat dan atrofi villi usus serta
menurunnya imunitas, menyebabkan usia tua mudah terkena gastroenteritis
akut baik yang ditularkan melalui air maupun makanan yang tercemar.
4. Pada saluran kemih, terjadi pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna dan penurunan keasaman urin, menyebabkan lebih mudah atau
lebih sering terkena ISK (Infeksi Saluran Kemih).
5. Terjadi penurunan imunitas seluler akibat penuaan pada thymus, produksi
sel T juga menurun, sehingga terjadi peningkatan kejadian alergi. Respons
proliferasi sel T terhadap antigen/mitogen juga menuru, dan juga terjadi
penurunan aktivitas sel T helper dan sel T Cytotoxic. Sintesis sitokin juga
menurun disebabkan karena kesalahan ekspresi m-RNA atau tanda
tranduksi pada usia lanjut.Peningkatan antagonis sitokin pada usia lanjut
juga menjadi salah satu penyebab menurunnya produksi atau proliferasi sel
T yang berakibat supresi imunitas.
6. Penurunan fungsi limfosit B dan pembentukan antibodi secara tidak
bermakna berkurang pada usia lanjut.
7. Berbagai penyakit kronis seperti Diabetes Melitus, Penyakit jantung
koroner, Penyakit Paru Obstruksi Kronik, gagal hati, gagal ginjal dll yang
diderita seorang usia lanjut juga sangat mempengaruhi daya tahan tubuh
terhadap infeksi, serta menghasilkan tampilan klinik ataupun pengobatan
yang jauh berbeda antara usia lanjut dan dewasa muda.
8. Kondisi lain seperti penurunan napsu makan, kesadaran menurun, jatuh
berulang, inkontinensia sering menjadi faktor pemicu sekaligus faktor risiko
terjadinya infeksi dan penurunan daya tahan.1-3
13
Berbagai perubahan fisiologis terkait usia tentu memberikan implikasi
klinis yang penting untuk dipahami. Implikasi pertama, variasi antara individu
merupakan gambaran penting proses menua yang perlu mendapat perhatian secara
seksama, sehingga pendekatan algoritma, teknik triase dan strategi pemeriksaan
diagnostik tidak mungkin ditentukan hanya berdasarkan usia semata. Implikasi
kedua proses menua adalah bahwa sistem biologi sangat sedikit dipengaruhi oleh
usia semata, melainkan lebih sering dipengaruhi oleh gaya hidup seperti merokok,
aktivitas fisis, asupan nutrisi, dan kondisi ekonomi. Melalui pengkajian yang
holistik akan dapat ditetapkan berbagai faktor predisposisi dan faktor pencetus,
serta segala yang dapat menjadi masalah utama atau pemberatan yang harus segera
diselesaikan karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius dan fatal pada
pasien usia lanjut. Dalam pengelolaan pasien geriatrik, perlu diingat bahwa
kemampuan individu usila untuk berfungsi tergantung pada kombinasi karakteristik
usia tua ( misalnya motivasi, toleransi terhadap nyeri ) dan tempat di mana usila
diharapkan berfungsi. Tidak kalah pentingnya adalah berbagai upaya pencegahan
seperti gaya hidup yang baik dan benar, nutrisi yang baik dan seimbang, tidak
merokok, lingkungan yang sehat, yang seyogyanya sudah dimulai sendiri mungkin
sebelum seseorang memasuki usia lanjut, bahkan sejak kanak-kanak agar proses
menua dapat berlangsung normal. Bila kondisi tersebut dimungkinkan seseorang
dapat menjalani masa tuanya dengan kualitas hidup yang lebih baik. 3,4,6
II.7. GEJALA KLINIS
Pneumonia pada lansia menjadi masalah penting untuk dibahas. Selain
prevalensi nya yang semakin meningkat , gejala klasik pneumonia tidak jelas
ditemukan pada pasien lansia. 1,4 Gejala klasik yang tidak jelas menjadi salah satu
penyebab tingginya angka mortalitas pneumonia pada usia tua. Tiga gejala yang
paling sering ditemui pada lansia adalah sesak napas (dispnea), batuk dan demam.
Beberapa studi mengungkapkan sekitar 35-65% pasien lansia tidak dijumpai
demam. 1,2,6,7 Gejala lain yang juga jarang adalah nyeri dada pleuritik, sakit kepala,
mialgia, mual/muntah, diare, jatuh dan nyeri tenggorokan. Sedangkan batuk, sesak
napas, produksi sputum dan tubuh lemah merupakan gejala yang paling sering
14
dijumpai. Dapat pula dijumpai pasien menggigil, berkeringat, takikardi, dan
delirium. 1,2,4,8
Penyakit ko-morbid yang berat serta keadaan umum yang jelek sering
menimbulkan sepsis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronki, suara pernapasan
bronkial . Pada gambaran rontgen paru, tampak gambaran infiltrat pada segmen
paru unilateral (70%) yang mungkin disertai kavitas dan efusi pleura. Seringkali
kecurigaan pasien lansia mengidap pneumonia baru muncul setelah dilakukan
pemeriksaan penunjang, yakni ditemukannya leukositosis dan perubahan gambaran
paru yang progresif pada foto rontgen. 1,7
II.8. DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia atau infeksi saluran napas bawah akut umumnya
ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang
sesuai dengan gejala dan tanda, disertai pemeriksaan penunjang radiologi yang
menunjukkan konsolidasi.1,7
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapat sesak napas, nyeri dada, batuk berdahak
dan demam (suhu > 37,8o C ). Pada pneumonia pada usia tua sering kali
memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien tidak jarang
datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh dan
inkontinensia akut. 7
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa
demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki
nyaring, suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik pada Pneumonia komunitas
(PK) primer berupa bronkopneumonia (pneumonia lobaris atau pleuro pneumonia).
Gejala atau batuk yang tidak khas dijumpai pada Pk sekunder ataupun Pneumonia
nosokomial (Pn). Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru seperti efusi
15
pleura, pneumotoraks / hidropneumotoraks. Pada pasien Pn atau dengan gangguan
imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh hipoksia. Warna, konsistensi, dan
jumlah sputum penting untuk diperhatikan. 1,2
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Foto torak dapat memastikan keberadaan dan lokasi infiltrat pada paru
yaitu: menilai derajat infeksi paru, mendeteksi adanya kelainan pleura, kavitasi
paru atau limfadenopati hilus; dan mengukur respon pasien terhadap terapi
antimikroba.3 Sehingga foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis.2,3
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae :
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus. Virus atau
mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstisial disease) oleh virus dan
mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus
atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini
bisa dimana saja. Infiltrat dilobus atas sering ditimbulkan telebsiella, tuberkulosis
atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus
atau bakteriemia.1
Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air fluid level sugestif untuk abses paru,
infeksi anaerob gram negatif atau amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia
sering ditimbulkan S.pneumoniae. Dapat juga oleh kuman anaerob, S.pyogenes, E-
coli dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-kadang oleh K.pneumoniae,
P.pseudomallei.1
Pneumonia hematogenus yang terjadi akibat embolisi septik pada pasien
tromboflebitis atau endokarditis sisi kanan atau akibat bakterimia pada pasien
dengan endokarditis sisi kiri terlihat pada hasil foton toraknya sebagai daerah
multipel infiltrasi paru yang selanjutnya dapat mengalami kavitasi. Distribusi yang
difus menujukkan infeksi oleh P.carinii, sitomegali virus, virus campak atau cirus
Herpes zoster, infeksi oleh kedua mikroorganisme yang disebutkan terakhir ini. Di
16
diagnosis dengan adanya ruam yang jelas yang selalu menyertai pneumonia.
Empiema dan pembesaran kelenjar limfe hilus tidak lazim terdapat pada pneumonia
pneumocytis dan sitomegalovirus.3
Kavitas yang terjadi jika bahan yang nekrotik diekskresikan ke dalam jalan
napas yang berhubungan sehingga terjadi pneumonia nekrotikan (kavitas kecil yang
multipel yang masing-masing berdiameter < 2 cm dalam satu atau lebih lobus atau
segmen bronkopulmoner). Kuman anaerob oral, S.aureus, S.pneumoniae serotipe
III, baksil aerob gram negatif, M.tuberkulosis atau fungi dan keadaan kavitas.
Sebaliknya H.Influenzae, M.pneumoniae, virus dan kebanyakan S.pneumoniae
dengan serotipe lainnya hampir tidak pernah menyebabkan kavitas.1,7,8
Foto toraks perlu diulang untuk melihat kemungkinan infeksi sekunder /
tambahan. Efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau pembentukan abses. Pada
pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena
resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu. 1,7,8,9
2. Pemeriksaan Laboratorium1,2
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, biasanya lebih dari
10000/l kadang-kadang mencapai 30.000/l, dan pada hitung jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri, yaitu terjadinya infeksi akut serta terjadi peningkatan
LED (Laju Endap Darah). Leukosit normal / rendah dapat disebabkan oleh infeksi
virus/ mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons
leukosit ,orangtua atau orang dengan keadaan umum lemah. Leukopenia
menunjukan depresi imunitas misalnya neutropeni pada infeksi kuman gram negatif
atau S. aureus. 1,2,4,7
3. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan bahan yang berasal dari
sputum, darah, aspirasi, jarum transtorakal. Torakosentris, bronkospi atau biopsi.
Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus gram, burri gin, quellung
tes dan Z. Nielson. Kuman predominan pada sputum yang disertai PMN
kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan
17
utama praterapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. Kultur darah
dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. 1,2,4,7
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela dan mikoplasma. Nilai diagnostik
bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah menujukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 1,2,4,7,9
II.9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri dari antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
dan hasil uji kepekaan, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. Penyakit berat yang dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu
maka pada penderita dapat diberikan terapi secara empiris.2
Terapi Suportif Umum.
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 – 100 mmHg atau saturasi >90%
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai rebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan
ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
pernapasan
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia dan
paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,
18
terutama pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk
maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak
bermafaat pada keadaan renjatan septik
6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang diperlukan bila terdapat
komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal
7. Ventilasi mekanis, Indikasi pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker. Konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan
pumonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu
dipergunakan Positive End Expiratory Pressure/ PEEP untuk memperbaiki
oksigenasi dan menurunkan H2O menjadi 50% atau lebih rendah.
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress dengan
atau didapati asidosis respiratorik
c. Henti napas
d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif
8. Pengeluaran pus pada empiema bila ada
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
didapatkan terutama dari lemak (> 50%) hingga dapat dihindari pembentukan
CO2 yang berlebihan.3,6,9
1. Antibiotik Empirik
Keputusan memilih antibiotik yang tepat disesuaikan setelah mengetahui
etiologinya. Beberapa cara untuk menentukan etiologi adalah pewarnaan gram, uji basil
tahan asam, tes fluoresensi langsung terhadap antibodi Legionella, atau menggunakan
polymerase chain reaction (PCR) terhadap M. pneumoniae, C. pneumoniae, dan M.
tuberculosis. Tidak semua fasilitas tersebut ada di pelayanan kesehatan.dan hasilnya juga
tidak bisa didapat dengan segera.
Antibiotik empirik haruslah yang bisa mengeradikasi S. pneumoniae. Beberapa
pilihan antibiotik yang direkomendasikan adalah sefalosporin generasi ke-2, atau beta-
laktam/inhibitor beta laktamase, atau trimethoprim-sufamethoxazol, dengan/tanpa
makrolid atau kuinolon untuk membasmi kuman atipikal.1,2,5
19
Biasanya pasien lansia tidak hanya menderita pneumonia saja, banyak penyakit
yang menyertainya dan disebabkan tak hanya satu mikroorganisme tetapi
polimikroorganisme. Untuk kelompok ini, antibiotik yang dianjurkan adalah sefalosporin
generasi 2 dan 3 atau beta laktam/inhibitor beta laktamase dengan/tanpa makrolida atau
kuinolon. 1,2
Bila pasien menderita pneumonia komuniti berat, kemungkinan mikroorganisme
penyebabnya adalah S pneumoniae, Legionella, basil gram negatif aerobik (terutama P.
aeruginosa), dan M. pneumoniae. Terapinya berupa makrolida atau kuinolon dan
sefalosporin generasi 3 dengan antipseudomonas seperti imipenem/cilastatin, meropenem,
atau siprofloksasin. Insiden pneumonia komuniti berat yang disebabkan P. aeruginosa
terus meningkat, dan lebih mudah terjadi pada pasien yang sebelumnya sudah mempunyai
kelainan paru seperti bronkiektasis.2,4,7,9
Tabel 3. Antibiotik Pilihan Berdasarkan IDSA 2003
Karakteristik Pasien Antibiotik Pilihan
Rawat jalan
Sebelumnya sehat
· Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
· Mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
Komorbid (PPOK, diabetes, gagal ginjal atau jantung kongestif, atau keganasan)
· Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
· Mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
Diduga terjadi infeksi akibat aspirasi Influenza
Dengan bakteri superinfeksi
Makrolida atau doksisiklin
Fluorokuinolon respirasi saja; makrolida advanced + amoksisilin dosis tinggi; atau makrolida advanced + amoksisilin-klavulanat dosis tinggi
Makrolida advanced atau fluorokuinolon respirasi
Fluorokuinolon respirasi saja atau makrolida advanced + beta-laktam
Amoksisilin-klavulanat atau klindamisin
Beta-laktam atau fluorokuinolon respirasiRawat inap
Bangsal
· Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
· Mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
ICU
Fluorokuinolon respirasi saja atau makrolida advanced + beta laktam
Makrolida advanced + beta-laktam atau fluorokuinolon respirasi saja
20
· Bukan infeksi Pseudomonas
· Bukan infeksi Pseudomonas tetapi pasien punya alergi beta-laktam
· Ada infeksi Pseudomonas
· Ada infeksi Pseudomonas tetapi pasien punya alergi beta-laktam
Perawatan di rumah
· Mendapat obat selama perawatan di rumah
Dirawat di rumah sakit
Beta-laktam + makrolida advanced/fluorokuinolon respirasi
Fluorokuinolon respirasi, dengan/tanpa klindamisin
Antipseudomonal + siprofloksasin, atau antipseudomonal + aminoglikosida + fluorokuinolon respirasi atau makrolida
Aztreonam + levofloxacin, atau aztreonam + moxifloxacin atau gatifloxacin, dengan/tanpa aminoglikosida
Fluorokuinolon respirasi saja, atau amoksisilin-klavulanat + makrolida advanced
Sama dengan obat yang diberikan pada bangsal dan ICU
Keterangan:
Makrolida = Eritromisin, Azitromisin atau Klaritromisin
Makrolida advanced = Azitromisin atau Klaritromisin
Fluorokuinolon respirasi =Moxifloxasin, Gatifloxasin, Levofloxasin atau Gemifloxasin
Amoksisilin dosis tinggi = 1 gram per oral, 3x/hari
Amoksisilin-klavulanat dosis tinggi = 2 gram per oral, 2x/hari
2. Nutrisi
Penatalaksanaan pneumonia pada lansia tidak hanya dengan antibiotika saja, tetapi
disertai pula dengan perbaikan keadaan umum seperti dengan: nutrisi, hidrasi, oksigenasi,
elektrolit dan albumin. Penyakit ko-morbid yang berat serta keadaan umum yang jelek
sering menimbulkan sepsis. Terapi nutrisi sangat penting bagi usia lanjut sehingga
penatalaksanaan pada usia tua juga meningkat. Upaya lain adalah dengan meningkatkan
status nutrisi lansia. Malnutrisi dianggap sebagai faktor risiko pneumonia pada lansia.
Penelitian case control dan cohort yang dilakukan oleh Riquelme R dkk,menunjukkan
bahwa rendahnya kadar albumin (<3,0 mg/dl) merupakan faktor risiko independen
terhadap kejadian pneumonia. Beberapa studi menunjukkan pemberian suplemen vitamin
21
memberi hasil lebih baik. 1,5-7 Bila penderita tidak dapat/ tidak mau makan seperti biasa,
perlu diberikan personde atau kalau perlu parenteral. 1,6,7
Cairan juga harus cukup, monitor osmolaritas plasma dan balans cairannya,
sehingga untuk mengetahui kecukupan cairan pada penderita. Peranan asuhan keperawatan
sangat diperlukan seperti menjaga kenyamanan penderita, kebersihan penderita dan tempat
tidurnya terutama bila ada inkontinensia, mencegah terjadinya dekubitus dan kontraktur
pada penderita penderita yang tidak dapat bergerak maupun dengan penurunan kesadaran. 1
II.10. KOMPLIKASI
- Efusi pleura dan empiema.
Terjadi pada sekitar 45% kasus terutama pada infeksi bakterial akut berupa
efusi parapneumonik gram negatif sebesar 60% Staphylococcus aures 50%.
S.pneumoniae 40-60% kuman anaerob 35%. Sedangkan pada mycoplasma
pneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril, terkadang pada
infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.
- Komplikasi sistemik.
Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis. Dapat
juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peninggian
ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fosfotase alkali dan
bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.
- Hipoksemia akibat gangguan difusi
Menurunnya suplai oksigen dalam darah karena gangguan difusi.Pada
hipoksemia tidak selalu disertai dengan hipoksia atau oksigenisasi yang tidak
memadai karena gangguan pengiriman oksigen dan penggunaan oksigen oleh
sel sel.
- Bronkiektasis
Biasanya terjadi karena pneumonia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh
infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau
hipogamoglobulinemia, tuberkulosis atau pneumonia nekrotikans. 1,2,7,8
22
II.11. PENCEGAHAN
1. Vaksinasi
Selain medikamentosa, upaya preventif terus diupayakan agar angka mortalitas
dan morbiditas dapat ditekan seminimal mungkin. Salah satu upaya preventif itu
adalah pemberian vaksin influenza dan pneumonia.
Vaksin influenza. Vaksin ini mengandung 3 subtipe yaitu influenza A, B, dan
C. Yang paling mematikan adalah subtipe A dan B. Masa perlindungan hanya sekitar
1 tahun. Efek samping lokal berupa nyeri setempat yang timbul sekitar 24 jam
setelah penyuntikan; biasanya ditoleransi baik dan hilang tanpa pengobatan dalam 2-
3 hari. Efek samping sistemik berupa demam, malaise, sakit kepala, mialgia, dan
artralgia yang dapat muncul dalam 6-12 jam setelah penyuntikan; dan hilang dalam
1-2 hari. Vaksin ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang alergi telur karena
dapat memicu reaksi hipersensitifitas. 1,2,8
Vaksin pneumonia. Sebenarnya masih banyak perdebatan mengenai
keefektivitasan vaksin ini. WHO menetapkan bahwa vaksin pneumonia cukup efektif
pada lansia terutama untuk melindungi lansia sehat dari invasive pneumococcal
disease (pneumonia yang berpenyulit meningitis, septikemia, dan pneumococcal
pneumonia). Vaksin ini mengandung 23 serotipe S. pneumoniae yang telah
dimurnikan. Efek samping yang timbul berupa kulit kemerahan tanpa nyeri dan
demam. 1,2,6,8
2. Menghindari Nosokomial
Pencegahan pneumonia berkaitan erat dengan prinsip umum pencegahan
infeksi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Pneumonia
Nosokomial seperti pada tabel 4. Sedangkan faktor untuk mengurangi terjadinya
Pneumonia Nosokomial,terlihat pada tabel 5. 1,7
Tabel 4.Faktor Risiko Pneumonia Nosokomial 1,7
23
Pneumonia Nosokomial di ruangan
Umum
Pneumonia Nosokomial d ruangan ICU
Usia > 70 tahun
Penyakit paru kronik
Penurunan kesadaran
Posisi pasien
Aspirasi dalam jumlah banyak
Trauma dada
Pemantauan tekanan Intrakranial
Penggunaan penghambat Histamin tipe II
Gangguan aliran ventilator yg sering
Musim dingin
Peralatan :
Nebulizer langsung
Nassogastric feeding
Endotracheal tube
Ventilasi mekanik
Perawatan ICU yang lama
Intubasi yang lama
Malnutrisi pada pasien sakit berat
Penyakit paru kronik
Antasid dan penghambat Histamin tipe II
Usia lanjut
Obesitas
Gangguan refleks respirasi
Perokok
Pelembab udara
Enteral feeding
Tabel 5. Pencegahan Pneumonia Nosokomial 1
Mengobati penyakit dasar
Menghindari penghambat histamin tipe II dan antasida
Meninggikan posisi kepala
Pengangkatan selang nasogastrik dan endotrakeal
Mengontrol pemakaian antibiotik
Menghindari stress bleeding
Mengontrol infeksi :
- Pengawasan
- Pendidikan
24
- Desinfektasi peralatan
- Perawatan saluran napas yang benar
Dekontaminasi selektif saluran cerna.
II.12. PROGNOSIS
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenesis kuman, usia, penyakit dasar
dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah
sebesar 5% namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi
yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif
kronik atau kanker. Leukopeni, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus paru dan
komplikasi ekstra paru merupakan pertanda prognosis yang buruk. Kuman garam
negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.2,6
Prognosis pada orangtua kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS
kecuali bila penyakitnya ringan atau dengan keadaan umum baik. Orang dewasa (<
60 tahun) dapat berobat jalan kecuali :
1. Bila terdapat penyakit paru kronik
2. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu :
a. Usia > 60 tahun
b. Dijumpai gejala pada saat masuk perawatan RS : frekuensi napas > 30
x/menit, tekanan diastolik < 60 mmHg atau sistolik < 90 mmHg, nadi
>125 x/ menit,suhu < 35o C atau > 40o C, binggung atau terjadi
penurunan kesadaran.c. Hasil pemeriksaan laboratorium leukosit abnormal (< 4.000 atau >
30.000/mm3), PO2 turun, dan albumin serum rendah (< 3,5 g%). 2,7
25
BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia adalah peradangan mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratonus dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1
Pneumonia juga didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru yang
berasal dari suatu infeksi mikroorganisme (bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia,
virus, fungi dan parasit) 2,3,4 Infeksi saluran pernapasan telah menjadi penyakit yang
sering diderita bagi lansia. . Masalah kesehatan pada populasi usia lanjut, lanjutnya,
bukan saja terletak pada aspek penyakit kronis dan degeneratif, melainkan juga
kerentanan terhadap infeksi cukup tinggi.
Gejala klinis yang tidak jelas dapat menjadi salah satu penyebab tingginya
angka mortalitas pneumonia pada lansia. Tiga gejala yang paling sering ditemui
pada lansia adalah sesak napas (dispnea), batuk, dan demam. Beberapa studi
mengungkapkan sekitar 35-65% pasien lansia tidak dijumpai demam. 1,2,6
Biasanya pasien lansia tidak hanya menderita pneumonia saja, banyak
penyakit yang menyertai. Infeksi pneumonianya pun disebabkan tak hanya satu
mikroorganisme tetapi polimikroorganisme. Untuk kelompok ini, antibiotik yang
dianjurkan adalah sefalosporin generasi 2 dan 3 atau beta laktam/inhibitor beta
laktamase, dengan/tanpa makrolida atau kuinolon.2,4,6
Penatalaksanaan Pneumonia pada lansia tidak hanya dengan antibiotika saja
tetapi terapi terhadap penyakit penyakit lainnya dan perbaikan keadaan umum
( nutrisi, hidrasi, oksigenasi,elektrolit dan albumin dll ). 2
26
DAFTAR PUSTAKA
1) Sudoyo W.Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus S.K, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam , Edisi IV.Jakarta: Balai Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK-UI, 2006.
2) Noer S, Waspadji S, Rachman AM, et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 1996.
3) Darmojo, B. 2004, Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
4) Ganong, W.F. 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.
5) Hazzard, R.W. 1990, Principles of Geriatric Medicine and Gerontology, 2nd ed.
McGraw-Hill, New York.
6) Setiati, S. 2004, Current Diagnosis and Treatment In Internal Medicine 2004,
7) Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta.
8) British Thoracic Society Standards of Care Committee. British Thoracic Society
Guidelines for the Management of Community Acquired Pneumonia in
Adults.Thorax 2001.URL:http://thorax.bmjjournals.com. diakses tanggal 17 Januari
2009
27
top related