skripsi stefani sari respati fakultas keguruan dan …... · bab v kesimpulan, implikasi dan saran...
Post on 06-Feb-2018
240 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
1
Pengembangan pariwisata di keraton kasunanan surakarta dan
pengaruhnya bagi masyarakat sekitar
Skripsi
Oleh :
Stefani Sari Respati
K 4406040
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
-
2
PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KERATON KASUNANAN
SURAKARTA DAN PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT SEKITAR
Oleh:
STEFANI SARI RESPATI
NIM. K4406040
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
-
3
-
4
-
5
ABSTRAK
Stefani Sari Respati. PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KERATON KASUNANAN SURAKARTA DAN PENGARUHNYA BAGI MASYARAKAT SEKITAR. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2010
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk: (1) Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta. (2) Keadaan geografis dan keadaan fisik Keraton. (3) Pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton Kasunanan. (4) Dampak pengembangan wisata keratin bagi masyarakat sekitar.
Bentuk penelitian ini deskriptif kualitatif, yaitu suatu cara dalam meneliti suatu peristiwa pada masa sekarang dengan menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang tertentu atau perilaku yang dapat diamati dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Dalam penelitian ini digunakan strategi studi kasus terpancang tunggal yaitu sasaran yang akan diteliti sudah dibatasi dan ditentukan serta terpusat pada satu lokasi yang mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lain yaitu Keraton Surakarta. Sumber data yang digunakan adalah sumber benda, tempat, peristiwa, informan, dan dokumen. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Tehnik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan penelitian, dimana peneliti memilih informan yang dipandang mengetahui permasalahan secara mendalam serta dapat dipercaya. Dalam penelitian ini, untuk mencari validitas data digunakan dua tehnik trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, yaitu proses analisis yang bergerak diantara tiga komponen yang meliputi reduksi data, penyajian data, verifikasi/penarikan kesimpulan, yang berlangsung secara siklus.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) faktor-faktor yang melatarbelakangi Keraton Kasunanan Surakarta dijadikan sebagai obyek wisata, diantaranya adalah : Keraton Kasunanan Surakarta merupakan suatu tempat atau pusat dari Kebudayaan Jawa Mataram, sarana transportasi yang sangat mudah, Keraton Kasunanan Surakarta tidak lagi mempunyai kekuasaan administratif setelah Indonesia merdeka. (2) Peninggalan-peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta yang dapat dijadikan wisata Keraton berupa bangunan-bangunan dan benda-benda peninggalan yang ada di komplek Keraton Surakarta. Bangunan-
-
6
bangunan tersebut dibagi berdasarkan konsep empat konsentris (empat lingkaran). Lingkaran pertama yaitu kedhaton, lingkaran kedua yaitu baluwarti, lingkaran ketiga paseban, dan lingkaran keempat yaitu alun-alun. (3) Perkembangan obyek wisata Keraton Kasunanan Surakarta meliputi tahap pengembangan saja. Tahap pengembangan ini mengarah pada perbaikan, baik perbaikan fisik maupun non fisik. (4) Dampak yang ditimbulkan dari adanya Wisata Keraton Kasunanan Surakarta terhadap kehidupan masyarakat yaitu :di bidang ekonomi dan sosial.
-
7
MOTTO
Q.S AL ` ASHR :2
We learn history that we may be wise before the event
Sir John Seeley (2004:60)
-
8
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
Bapak dan Mama yang memberikan kasih sayang, doa, dan support
Pondra, adikku tercinta.
Bhandenx yang memberikan aku banyak pengalaman dan selalu menemani dalam
suka dan duka
Teman-teman History 06
Almamater
-
9
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Kami haturkan kepada Allah S.W.T atas
segala limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga proses
penelitian dan penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpahkan
pada junjungan Kita Rasullulah SAW. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program
Pendidikan Sejarah Jurusan Imu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Selama masa penyelesaian skripsi ini, cukup banyak hambatan
yang menimbulkan kesulitan, dan berkat karunia Allah S.W.T dan peran
berbagai pihak, kesulitan yang pernah timbul dapat diatasi. Tidak lupa,
ucapan terima kasih diucapkan kepada yang terhormat:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas
Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian,
2. Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial,
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan ijin penelitian,
4. Drs. A.Arif Musadad, M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah
memberikan motivasi, masukan dan saran,
5. Musa Pelu, S.Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II yang telah memberikan
arahan, masukan dan saran,
6. Pihak Keraton yang telah menjadi tempat penelitian,
7. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga segala amal baik dan keikhlasan membantu penulis
tersebut mendapatkan imbalan dari Allah S.W.T dan semoga hasil
penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.
-
10
Surakarta, 5 Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL............................................................................................................... i
PENGAJUAN SKRIPSI ...................................................................................... ii
PERSETUJUAN.................................................................................................. iii
PENGESAHAN ................................................................................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
MOTTO............................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 7
-
11
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 9
A. Kajian Teori
1. Konsep Kebudayaan Jawa
a. Pengertian Kebudayaan ............................................. 9
b. Unsur-unsur Kebudayaan ............................................. 10
c. Sifat dan Hakekat Kebudayaan ................................. 11
d. Wujud Kebudayaan ..................................................... 12
e. Kebudayaan Jawa ....................................................... 13
2. Konsep Pariwisata
a. Pengertian Pariwisata ................................................... 17
b. Jenis dan Macam Pariwisata ...................................... 19
c. Manfaat Pariwisata ...................................................... 22
d. Obyek Wisata ................................................................ 24
e. Wisatawan ..................................................................... 25
3. Konsep Keraton
a. Pengertian Keraton ....................................................... 27
b. Fungsi Keraton .............................................................. 29
B. Kerangka Pemikiran ................................................................... 31
BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 33
A. Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................. 33
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ................................................. 34
C. Sumber Data ............................................................................... 35
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 37
E. Tehnik Sampling .......................................................................... 39
F. Validitas Data ............................................................................. 40
G. Teknik Analisis Data .................................................................... 41
H. Prosedur Penelitian .................................................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 45
-
12
A. Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta ................................... 45
B. Deskripsi Keraton Surakarta
1. Keadaan Geografis ............................................................. 50
2. Keadaan Fisik Keraton Surakarta ....................................... 52
C. Pengembangan Pariwisata Keraton Kasunanan ..................
1. Daya Tarik Keraton ............................................................... 73
2. Perkembangan Wisata Keraton .......................................... 89
3. Upaya Promosi Keraton ........................................................ 91
D. Dampak Wisata Keraton ........................................................... 96
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ............................................... 100
A. Kesimpulan Penelitian ............................................................... 100
B. Implikasi Hasil Penelitian ............................................................ 101
C. Saran ............................................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 104
LAMPIRAN ....................................................................................................... 107
-
13
DAFTAR LAMPIRAN
-
14
Lampiran 1 : Dokumentasi dari Keraton Surakarta
101
Foto 1 : Gapura Gladhag
Foto 2 : Gapura Pamarukan
Foto 3 : Bangsal Sewayana
Foto 4 : Bangsal Pangrawit
Foto 5 : Bangsal Manguntur Tangkil
Foto 6 : Panggung Sanggabuwana
Foto 7 : Pagelaran Sitinggil
Foto 8 : Bangsal Smarakata
Foto 9 : Bangsal Marcukunda
Foto 10 : Kori Brajanala
Foto 11 : Kori Kamandhungan
Foto 12 : Sasana Sewaka
Foto 13 : Meriam Pancawara
Foto 14 : Meriam Kumbarawi
Foto 15 : Meriam Kyai Alus
Foto 16 : Meriam Kyai Pamecut
Foto 17 : Meriam Kadal Buntung
Foto 18 : Meriam Kyai Soewebrasta
Foto 19 : Meriam Mahesa Komali
Foto 20 : Meriam Kyai Sadewa
-
15
Foto 21 : Meriam Kyai Bagus
Foto 22 : Meriam Segarawana
Foto 23 : Meriam Kyai Nakula
Foto 24 : Arca Dwarapala
Foto 25 : Kereta Kyai Groeda
Foto 26 : Kereta Garuda Putra
Foto 27 : Kereta Kyai Maraseba
Foto 28 : Relief Upacara Wilujengan
Foto 29 : Al-Quran dan terjemahannya
Foto 30 : Upacara Grebeg Maulud Nabi
Foto 31 : Koleksi Keris
Foto 32 : Patung kayu, kyai Raja Mala
Foto 33 : Alat masak pada saat perang ; dandang
Foto 34 : Kunjungan siswa-siswi di Keraton Surakarta
Foto 35 : Siswa-siswi observasi di Keraton
Foto 36 : Siswa-siswi berkumpul di pagelaran
-
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia Bagaikan untaian Ratna Mutu Manikam yang melingkar di
garis khatulistiwa, ungkapan tersebut sangat cocok dengan keadaan geografis
yang dimiliki Indonesia, keadaan alam yang sangat indah. Keindahan alam,yang
dihuni oleh berbagai etnik dan keragaman budaya yang sangat khas mendukung
pengembangan di sektor kepariwisataan, akan tetapi sampai saat ini semua potensi
belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan yang dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sendiri,
maupn ketiadaan dana dalam mengembangkan suatu daerah menjadi potensi
wisata.
Citra pariwisata Indonesia masih belum bisa menyamai keharuman yang
ditaburkan oleh negara-negara yang telah mengembangkan dan memperoleh
manfaat yang besar dari sektor ini. Bila ditilik dari segi potensi alam Indonesia
memiliki kualitas yang bagus dan indah. Untuk membangun citra yang akan
melicinkan jalan untuk menarik wisatawan berkunjung ke Indonesia, para pelaku
wisata, akademis, dan masyarakat umum harus mengetahui apa yang harus
dilakukan.
Pemerintah juga memiliki peranan penting dalam mengembangkan citra
pariwisata Indonesia. Pemerintah sadar bahwa sektor pariwisata biasa menjadi
sumber pendapatan bagi negara, oleh karena itu pemerintah juga membuat
peraturan-peraturan tentang pariwisata. Peraturan-peraturan tersebut bisa terkait
dengan penataan tempat pariwisata, kewenangan Pemerintah Daerah dalam
mengelolanya, dan juga tentang perolehan pendapatan yang dihasilkan dari sektor
pariwisata tersebut.
-
17
Salah satu contoh peraturan yang mengatur tentang kewenangan
pemerintah daerah adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut, daerah diberikan kewenangan yang
seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan
otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaran pemerintahan negara.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah
mempunyai kewenangan dalam urusan wajib dan urusan pilihan. Berdasarkan
kewenangan tersebut, maka pemerintah daerah dapat melaksanakan fungsinya
dalam rangka mencapai tujuan pembangunan daerah. Selain itu, daerah otonom
memiliki kewenangan dalam mengatur daerahnya sendiri tanpa campur tangan
dari Pemerintah Pusat dalam rangka mengambangan seluruh potensi yang ada di
wilayahnya.
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dilaksanakan pula perubahan pola pembagian sumber-sumber keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara lebih adil, artinya seiring adanya
transfer kewenangan yang semakin besar ke daerah/kota secara bertahap akan
diikuti dengan transfer sumber-sumber fiskal yang diperlukan untuk menjalankan
kewenangan tersebut. Adanya otonomi daerah maka setiap daerah otonom
memiliki hak-hak dasar. Salah satu hak dasar adalah kebebasan memiliki,
mengelola, dan memanfaatkan sumber keuangannya sendiri. Setiap daerah
otonom akan mulai mengembangkan inisiatif dan kreatifitas daerah untuk
membangun daerahnya, berkompetisi dengan daerah-daerah otonom lainnya,
dengan memiliki kebebasan untuk menyusun pembangunan sendiri,
mendayagunakan potensinya untuk kesejahteraan masyarakat, serta menambah
Pendapatan Asli daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah ini sendiri dapat
diperoleh dari pajak, retribusi, serta hasil pengelolaan kekayaan daerah.
-
18
Dalam upaya meningkatkan dan mendayagunakan potensi pariwisata,
Pemerintah Kota Surakarta mulai menata kembali semua ruang dan tata kota
Solo. Kepariwisataan Indonesia belakangan ini berkembang menjadi salah satu
industri andalan yang biasa disebut dengan industri pariwisata. R.S Damarjadi
mengatakan, Industri pariwisata merupakan rangkuman daripada berbagai
macam bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk
maupun jasa-jasa/layanan-layanan atau service, yang nantinya baik secara
langsung ataupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama
perawatannya.
Pariwisata sebagai suatu industri baru dikenal di Indonesia setelah
dikeluarkannya Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 1969 pada tanggal 6 Agustus
1969, yang dalam Bab II pasal 3 disebutkan bahwa Usaha-usaha pengembangan
pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan dan pembangunan industri
pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan
serta kesejahteraan masyarakat dan negara. Instruksi presiden ini juga berisi
tentang tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia untuk meningkatkan
pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan Negara dan masyarakat pada
umumnya, perluasaan kesempatan kerja dan mendorong kegiatan industri
penunjang, memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan
kebudayaan Indonesia, meningkatkan persaudaraan serta persahabatan nasional
dan internasional (Oka. A. Yoeti, 1983:138). Dalam mengembangkan potensi
pariwisatanya, telah berupaya memberdayakan segala potensi yang ada baik dari
aneka obyek wisata dan kehidupan masyarakat kota yang mengalir ke arah
metropolitan maupun dari keadaan tata kota yang indah dna nyaman yang menjadi
daya tarik wisata baru.
Warisan budaya kota atau Urban Heritage adalah obyek-obyek dan
kegiatan di perkotaan yang memberi karakter budaya yang khas bagi kota yang
bersangkutan. Keberadaan bangunan kuno dan aktifitas masyarakat yang memiliki
nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal dan diakrabi oleh
masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu lokasi dan karakter
kebudayaan suatu kota. Bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai historis di
-
19
Kota Solo adalah Keraton Kasunanan Surakarta, Kadipaten Puro Mangkunegaran,
Museum Radyapustaka dan masih banyak lagi bangunan-bangunan kuno yang
terdapat di Kota Solo. Selain bangunan kuno tersebut, Solo yang merupakan pusat
kota juga memiliki tempat-tempat wisata modern yang menonjolkan keindahan
alamnya, seperti Taman Balekambang, City Walk, Galabo, Gelora Manahan.
Semua itu sebagai aset yang melambangkan Solo sebagai Kota Budaya.
Salah satu obyek yang dikembangkan adalah keberadaan Keraton
Kasunanan Surakarta yang menunjuk pada sebuah lokasi dan karakter kebudayaan
dari Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo. Keraton
Kasunanan Surakarta adalah salah satu bentuk peninggalan sejarah Bangsa
Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang sangat tinggi nilainya,
khususnya berkaitan dengan kebudayaan Jawa. Keraton Kasunanan Surakarta
perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang pemerintah setempat
mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata unggulan. Hal ini
diharapkan dapat menambah Pendapatan Asli Daerah dan sebagai upaya
pelestarian peninggalan hasil budaya. Saat ini pemerintah sudah merevitalisasi
salah satu pojok bangunan bersejarah juga menjadi terminal bus wisata yang
terletak di utara Beteng Trade Center (BTC) dan Pusat Grosir Solo (PGS). Hal ini
sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan sarana dan prasarana di sektor
pariwisata.
Keraton Kasunanan Surakarta yang dulu menjadi pusat pemerintahan di
Kota Solo zaman kerajaan, dan Kasultanan Yogyakarta di Kota YOgya
merupakan bagian dari Mataram. Sepeninggal Sultan Agung, Mataram mengalami
gejolak politik yang mempengaruhi stabilitas dan keamanan, baik dalam bentuk
pemberontakan, perpindahan keraton, pengungsian, pergeseran kekuasaan, pusaka
hilang, dan masuknya budaya barat. Intrik dan gejolak antar fraksi yang di
provokasi oleh kompeni berakibat pecahnya wilayah Mataram menajdai empat
bagian yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten
Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman. Keempat wilayah ini dalam tata
Negara Kolonial disebut Vorstenlanden. Wilayah Vorstenlanden ini saling
berkomunikasi tentang perkembangan masing-masing wilayah, tapi tidak hanya
-
20
dengan wilayah-wilayah Vorstenlanden karena pada saat itu sudah ada hubungan
perdagangan antara Kota Solo dan Surabaya.
Hubungan perdagangan ini berjalan baik karena sejak awal abad XVI
jalur transportasi sungai antara Kota Solo dan Surabaya sudah terbentuk.
Surabaya merupakan Bandar pertama, sedangkan Solo merupakan Bandar terakhir
yang terletak di Semanggi (Babad Sala, 1984:15). Aktifitas utamanya adalah
perdagangan yang kemudian melahirkan kontak kebudayaan lintas etnik dan lintas
bangsa. Kebudayaan yang tertinggal dan dapat diamati dewasa ini adalah
Kampung Arab di Pasar Kliwon, Kampung Cina di Pasar Gede, Kampung Etnik
Bali di Kebalen, Kampung Madura di Sampangan, Kampung Etnik Banjar dan
Flores di dekat Kepatihan, Kampung Batik di Laweyan, Kauman, Keprabon , dan
Kampung dagang Jawa di Kampung Sewu.
Kemerosotan politik yang dihadapi kerajaan-kerajaan vorstenlanden
sebagai akibat tekanan kolonial, tidak mempengaruhi aktifitas perdagangan dan
industri rumah tangga. Marjinalisasi kelompok sosial yang memiliki potensi
kekuatan ekonomi maupun kekuatan massa akan memacu poses penyadaran
organik, serta membangkitkan perlawanan terhadap diskriminasi, penindasan, dan
ketidakadilan. Pengasingan putra mahkota mengundang simpati elit nasionalis,
serta memantapkan dinamika politik kebangsaan di Kota Solo. Berdasarkan
gambaran di atas, sejarah telah menyebutkan bahwa Kota Solo sebagai pusat
budaya Jawa maupun kota yang mengembangkan budaya kehidupan politik yang
mendasarkan pada keberagaman (Reflex, Agustus 2008: 16-17).
Sehubungan dengan upaya pengembangan pariwisata Keraton
Kasunanan Surakarta, maka peran Pemerintah Kota Solo harus ditingkatkan,
khususnya dalam membangun infrastruktur pendukung, baik yang bersifat fisik,
seperti sarana dan prasarana transportasi dan telekomunikasi, maupun yang non
fisik seperti penyederhanaan proses investasi di bidang pariwisata yang menjadi
tugas Pemerintah Kota. Upaya pengembangan juga dilakukan dengan melengkapi
fasilitas umum seperti mushola, toilet, dan tempat parkir. Dilengkapi lagi dengan
tempat penelitian bangunan bersejarah Keraton Kasunanan Surakarta. Selain
upaya tersebut, perlu adanya promosi wisata melalui berbagai sarana dan jalur
-
21
informasi di semua kesempatan baik melalui pameran, festival, media cetak, situs
internet, dan kerja keras duta wisata yang mengenalkan produk wisata Kota
Surakarta, termasuk Keraton Kasunanan Surakarta.
Keindahan Kota Solo tidak bisa terlepas dari elemen penting dalam
perancangan kota agar tertata rapi dan teratur. Elemen yang tidak bisa dipisahkan
tentu saja nilai dan kadar budaya yang kental dalam setiap program pembangunan
yang dilakukan . Hal ini mengingat adanya jargon yang menempel pada Kota Solo
itu sendiri, Solo The Spirit Of Java. Salah satu yang menggambarkan penataan
kota yang indah dan menarik perhatian dapat dilihat dalam program pembangunan
City Walk. Dimana nantinya City Walk juga akan menuju ke Keraton Kasunanan
Surakarta. Pariwisata di Solo sengaja dibuat berangkai, hal ini dimaksudkan agar
pengunjung tidak merasa jenuh dan tetap dapat menikmati keindahan Kota
Budaya. Meski pada tahun 1998 banyak bangunan dan fasilitas umum yang ada di
Kota Solo hancur baik itu bangunan pemerintah, mall, jalan, lampu lalu lintas,
maupun taman-taman yang ada, karena adanya kerusuhan pernah rusak, sekarang
tidak terlihat kalau Solo pernah hancur lebur akibat kerusuhan massa. Solo yang
terkenal dengan Kota Sumbu pendek, sangat mudah tersulut pertikaian.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang upaya pelestarian dan
pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta terhadap Keraton
Kasunanan Surakarta agar menjadi objek wisata yang menarik sehingga nilai-nilai
kesejarahannya tetap teraga dan seklaigus mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya, maka penulis mengangkat judul, Pengembangan Pariwisata di
Keraton Kasunanan Surakarta dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat Sekitar.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam
melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah latar belakang sejarah Keraton Kasunanan Surakarta ?
-
22
2. Bagaimanakah deskripsi tentang keadaan geografis dan keadaan fisik Keraton
Kasunanan Surakarta ?
3. Bagaimanakah pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton
Kasunanan Surakarta ?
4. Apakah dampak dari adanya Wisata Keraton Kasunanan Surakarta bagi
masyarakat sekitar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai didalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang sejarah Keraton Kasunanan Surakarta.
2. Untuk mengetahui deskripsi tentang keadaan geografis dan keadaan fisik
Keraton Kasunanan Surakarta.
3. Untuk mengetahui pengembangan pariwisata yang dilakukan di Keraton
Kasunanan Surakarta.
4. Untuk mengetahui dampak dari adanya Wisata Keraton Kasunanan Surakarta
bagi masyarakat sekitar.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang upaya pengembangan
yang ditempuh oleh Pemerintah Daerah terhadap potensi wisata di
daerahnya.
b. Dengan penelitian membrikan masukan dan sumbangan kepada pembaca
supaya dapat digunakan sebagai tambahan bacaan dan sumber data dalam
bidang kepariwisataan.
2. Manfaat Praktis
-
23
Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut ;
a. Untuk memberikan bahan masukan dan sumbangan kepada pihak terkait
dalam mengembangkan potensi yang dimiliki obyek wisata Keraton
Kasunanan Surakarta.
b. Sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian sejenis secara
mendalam.
-
24
BAB II
KAJIAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kebudayaan Jawa
a. Pengertian Kebudayaan
Dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering diartikan
sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari. Koentjaraningrat
dalam bukunya kebudayaan, mentalitas dan pembangunan (2004:19)
berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah,
ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan
itu dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
Budaya dibedakan dari kebudayaan, karena budaya adalah daya dari
budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah
hasil dari cipta, rasa, dan karsa itu sendiri. Dalam istilah antropologi
budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya dipakai sebagai suatu
singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama.
Antropolog E.B Taylor dalam Soerjono Soekanto (1990: 188)
mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari
dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara atau
pola berfikir, merasakan, dan bertindak. Seorang peneliti kebudayaan akan
sangat tertarik oleh obyek-obyek kebudayaan seperti rumah, sandang,
-
25
jembatan, dan alat-alat komunikasi. Mereka juga akan meneliti pada perilaku
sosial, yaitu pola-pola perilaku yang membentuk struktur sosial masyarakat.
Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh peralatan yang dihasilkannya serta
ilmu pengetahuan yang dimilikinya atau didapatkannya.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan
sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai
alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah dan
nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan
dalam arti luas, termasuk di dalamnya agama, ideologi, kebatinan, kesenian,
dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup
sebagai anggota masyarakat. Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan
mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang
menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 1990:189).
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar
(Koentjoroningrat, 1990: 180). Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan total dari pikiran, karya,
dan hasil karyanya oleh manusia yang berasal dari proses belajar selanjutnya
menjadi suatu kebiasaan dan pada akhirnya membentuk suatu peradaban.
b. Unsur-unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur
besar dan unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang
-
26
bersifat sebagai kesatuan. Ada tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai
cultural universal, yaitu :
1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan transportasi),
2) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, dan sistem distribusi),
3) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem
hukum, dan sistem perkawinan),
4) Bahasa (lisan maupun tertulis),
5) Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak),
6) Sistem pengetahuan,
7) Religi (sistem kepercayaan) (Soerjono Soekanto, 1990:191).
Cultural Universal dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang
lebih kecil lagi yang biasa disebut cultural activity (Ralph Linton 1936: 397).
Misalnya kesenian, meliputi kegiatan seni tari, seni suara, dan seni rupa.
Ralph Linton juga merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi
unsur yang lebih kecil lagi yang disebut trait-compleks. Misalnya kegiatan
pertanian menetap, meliputi unsur-unsur irigasi, sistem mengolah tanah
dengan bajak, dan sistem hak milik atas tanah. Selanjutnya trait-compleks
mengolah tanah dengan bajak dapat dipecah-pecah lagi ke dalam unsur-unsur
yang lebih kecil lagi, misalnya hewan-hewan yang menarik bajak dan tehnik
mengendalikan bajak. Akhirnya sebagai unsur terkecil yang membentuk traits
adalah items.
c. Sifat Hakikat Kebudayaan
Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang berbeda satu
dengan yang lainnya, tetapi setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang
berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun mereka berada. Sifat
hakikat kebudayaan adalah sebagai berikut :
-
27
1) Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2) Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi
tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang
bersangkutan.
3) Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah
lakunya. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-
kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-
tindakan yang dilarang dan tindakan yang diizinkan (Soerjono Soekanto,
1990:199).
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, akan tetapi
bila seseorang akan memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu
harus memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya, yaitu :
1) Di dalam pengalaman manusia, kebudayaan bersifat universal, akan tetapi
perwujudan kebudayaan mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan
situasi maupun lokasinya. Masyarakat dan kebudayaan adalah dwitunggal
yang tidak dapat dipisahkan, yang mengakibatkan setiap masyarakat
mempunyai kebudayaan atau kebudayaan bersifat inversal: atribut dari
setiap masyarakat di dunia ini.
2) Kebudayaan bersifat stabil tetapi juga dinamis, dan setiap kebudayaan
mengalami perubahan-perubahan yang kontinyu. Setiap kebudayaan pasti
mengalami perubahan atau perkembangan, hanya kebudayaan yang mati
saja yang bersifat statis. Sering kali perubahan dalam kebudayaan tidak
terasa oleh anggota-anggota masyarakatnya.
3) Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia,
walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia itu sendiri. Gejala tersebut
dapat dijelaskan secara singkat bahwa walaupun kebudayaan merupakan
atribut manusia, namun tidak mungkin seseorang mengetahui dan
menyakini seluruh unsur kebudayaanya (Soerjono Soekanto, 1990:123).
d. Wujud Kebudayaan
-
28
Kebudayaan itu paling sedikit memiliki tiga wujud kebudayaan yaitu :
1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari
manusia dalam masyarakat,
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ide dari kebudayaan. Sifatnya abstrak,
tak dapat diraba atau di foto, dan dalam alam pikiran dari warga masyarakat
dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ide ini biasa
disebut tata-kelakuan, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan ide itu
biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan,
dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.
Wujud yang kedua dari kebudayaan biasa disebut sistem sosial, mengenai
kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-
aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu
dengan yang lainnya selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata
kelakuan. Sebagai rangkaian akifitas manusia dalam suatu masyarakat, maka
sistem sosial ini bersifat konkret. Wujud yang ketiga dari kebudayaan disebut
kebudayaan fisik dan memerlukan keterangan banyak, karena merupakan
aktifitas perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya
paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang sifatnya dapat diraba,
dilihat dan di foto.
Ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, dalam kenyataan kehidupan
masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ide dan
adat istiadat mengatur dan memberi arah pada perbuatan dan karya manusia.
Baik pikiran-pikiran dan ide-ide maupun perbuatan dan karya manusia,
menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik
itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin
menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula
-
29
pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya
(Koentjoroningrat, 2004: 5).
e. Kebudayaan Jawa
Uraian-uraian di atas merupakan gambaran kebudayaan, dimana
kebudayaan merupakan suatu hasil keseluruhan dari cipta, rasa, dan karsa yang
akan membentuk suatu peradaban tertentu di tempat tertentu. Hal ini
mengakibatkan kebudayaan nantinya akan menjadi suatu identitas diri, karena
kebudayaan satu daerah pasti akan berbeda dari daerah lain. Definisi tersebut
dapat menjelaskan tentang kebudayaan Jawa. Kebudayaan Jawa adalah segala
sesuatu yang bersangkutan atau berhubungan dengan budi dan akal pikiran yang
menciptakan suatu peradaban yang berkembang di Jawa.
Kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan
peradaban suatu bangsa, yang juga tercermin dalam pepatah Jawa Budaya iku
dadi kaca diri ning bangsa. Setiap bangsa atau suku bangsa memiliki
kabudayan (kebudayaan) sendiri yang berbeda dengan kebudayaan bangsa atau
suku bangsa lainya. Hal ini membuktikan bahwa peradaban suatu suku bangsa
atau bangsa yang bersangkutan memiliki pengetahuan, dasar-dasar pemikiran,
dan sejarah peradaban yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya.
Demikian pula dengan suku bangsa Jawa. Suku Jawa memiliki pengetahuan
yang menjadi dasar pemikiran dan sejarah kebudayaannya yang khas, dimana
dalam epistemologi dan kebudayaannya digunakan simbol-simbol atau
lambang-lambang sebagai sarana atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau
nasehat-nasehat bagi bangsanya. Dari data sejarah Jawa memang menunjukan
tentang penggunaan simbol-simbol itu dalam tindakan bahasa dan religi orang
Jawa, yang telah digunakan sejak zaman prasejarah (Ageng Pangestu Rama,
2007: 256).
-
30
C.A. Van Peursen dalam Budiono Herusatoto (2008: 19) menguraikan
tentang pengertian dan proses terwujudnya simbol dalam kebudayaan manusia,
antara lain sebagai berikut :
1) Sejumlah pengarang membedakan antara simbol dan tanda atau lambang.
Tanda mempunyai pertalian tertentu dan tetap dengan apa yang ditandai
misalnya, pada ungkapan dimana ada asap, disana ada api, asap
merupakan tanda adanya api.
2) Terdapat juga simbol-simbol yang terbina selama berabad-abad. Lambang-
lambang purba seperti api, air, matahari, dan ikan yang memiliki beberapa
fungsi yang berbeda yaitu religius, seni, dan teknis semata-mata alat
komunikasi. Dimana aspek-aspek tersebut tak dapat dipisahkan dalam
lingkungan kebudayaan kuno yang selalu berjalan bersama-sama.
3) Lambang-lambang menafsirkankan proses berjalan sehingga kita seolah-
olah dapat naik menara dan memandang daerah-daerah yang luas yang
dulu tidak dikenal.
4) Lambang-lambang memperlihatkan sesuatu dari kaidah yang berlaku yang
berkaitan dengan perbuatan manusiawi, pengertian dalam ekspresi.
Kaidah-kaidah tersebut tidak hanya bertalian dengan akal budi dan
pengertian manusia, tetapi juga dengan seluruh pola kehidupa, seluruh
perbuatan, dan harapan manusia.
5) Lambang-lambang terdapat di luar badan manusia dan tidak terikat oleh
naluri jasmaniah.
Simbol-simbol tersebut mempengaruhi semua aspek kehidupan
masyarakat Jawa pada waktu itu, termasuk kehidupan religi. Koentjaraningrat,
pada bagian terakhir dari bukunya, kebudayaan, mentalitet dan pembangunan,
menyebutkan bahwa setiap religi merupakan sistem yang terdiri dari empat
komponen yaitu :
1) Emosi keagamaan yang bisa menimbulkan manusia menjadi religius.
Emosi keagamaan merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa
manusia.
-
31
2) Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan dan bayangan-bayangan
manusia tentang sifat-sifat Tuhan, wujud dari alam gaib, serta supranatural
yaitu tentang hakekat hidup dan mati, dan tentang wujud dewa-dewi dan
makhluk-mahkluk halus lainnya yang mendiami alam gaib.
3) Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan
Tuhan, dewa-dewi, atau makhluk halus yang mendiami alam gaib. Sistem
upacara religius melambangkan konsep-konsep yang terkandung dalam
sistem kepercayaan. Sistem uapacara merupakan wujud kelakuan atau
behavioral manifestation dari religius.
4) Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang
menganut sistem kepercayaan tersebut. Kelompok-kelompok religius ini
bisa berupa : a) Keluarga inti atau kelompok-kelompok kekerabatan kecil
yang lain, b) Kelompok-kelompok kekerabatan yang lebih besar seperti
keluarga luas, keluarga unilineal seperti klian, suku, dan marga dada, c)
Kesatuan komuniti seperti desa, gabungan desa dan orang lain, d)
Organisasi-organisasi sangaka penyinaran agama, organisasi sangha,
organisasi gereja, partai politik yang berdasarkan ideologi religius,
gerakan religius, orde-orde rahasia, dan sebagainya (Budiono Herusatoto,
2008:45).
Kelompok-kelompok dan kesatuan sosial seperti itu biasanya
beorientasi terhadap sistem kepercayaan dan religi yang bersangkutan, dan
upacara berulang untuk sebagian atau keseluruhan, berkumpul untuk melakukan
sistem upacaranya.
Usaha memahami kebudayaan Jawa akan mengarah pada pemahaman
nilai-nilai, konsepsi-konsepsi dan paham-paham yang membimbing tindakan-
tindakan dalam hidupnya di lingkungan masyarakat Jawa. Nilai-nilai dan
konsepsi-konsepsi itu akan memperlihatkan pandangan dunia masyarakat Jawa
baik secara vertikal maupun horizontal. Pandangan dunia bagi orang Jawa
adalah nilai pragmatism untuk mencapai keadaan psikis tertentu yaitu
ketenangan, ketentraman, dan keseimbangan batin (Suseno, 1988: 83).
-
32
Kebudayaan Jawa mempunyai ciri tersendiri dibandingkan dengan
masyarakat lain. Untuk mendapatkan gambaran serta untuk dapat
mengidentifikasi harus dapat menemukan gagasan-gagasan tersebut yang
diejawantahkan ke dalam berbagai aktifitas yang berkaitan dengan kehidupan
adikodrati, kemasyarakatan, dan dalam kesenian. Aspek-aspek penting dalam
budaya Jawa. dapat menjadi acuan bagi masyarakat pendukung kebudayaan
Jawa, dan nilai-nilai itu tersirat dan tersurat dalam pitutur atau nasehat
kehidupan yang ebrupa tembang. Gagasan. nilai, keyakinan, dan sikap sering
disajikan dalam bentuk karya seni baik seni sastra maupun seni pertunjukkan,
dan menurut pandangan masyarakat Jawa bahwa nilai sosial budaya dianggap
dapat membentuk bangunan dasar struktur sosial.
Kebudayaan Jawa mendapat gelar adihulung, sehingga sangat
berpengaruh di seluruh pelosok nusantara. Bahkan di kawasan regional Asia
Tenggara, kebudayaan Jawa menempati posisi yang sangat vital. Penyebaran
orang Jawa di berbagai benua pasti membawa tradisi dan adat istiadatnya. Oleh
karena itu, kebudayaan Jawa secara aktif menyesuaikan diri dengan arus
globalisasi. Hal ini ditandai dengan adanya pergaulan yang kosmopolit dalam
percaturan internasional (Suseno, 1988: 94).
Tanah Jawa yang terkenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi
didukung oleh tanahnya yang sangat subur. Topografi yang relatif datar dan
penduduknya yang terdidik, serta seni Jawa yang edi peni membuat tanah Jawa
senantiasa menjadi impian bagi seluruh penduduk dunia. Dalam konteks histori
ini, tanah Jawa menjadi pusat diplomasi luar negeri bagi seluruh penduduk
nusantara. Dari interaksi lokal ini merambah kawasan nasional, regional dan
internasional. Benua Eropa, Australia, Amerika, Afrika, dan Asia, semuanya
terpesona dengan keelokan tanah Jawi. Ketika nusantara dipersatukan kembali
dalam Kesatuan Republik Indonesia, orang-orang Jawa terdepan dalam
kepemimpinan nasional. Ciri keterpimpinan Kesatuan Republik Indonesia
terpengaruh dengan gaya kepemimpinan Jawa.
-
33
Dalam rangka memajukan kebudayaan nasional, budaya Jawa
memberikan sumbangsih yang sangat besar sekali maknanya. Misalnya saja
semboyan Negara Bhinneka Tunggal Ika, dirangkai oleh Empu Tantular,
seorang pujangga Istana Majapahit pada abad ke-13 M.
Kebudayaan Jawa juga terbentuk di Surakarta karena merupakan
daerah Kerajaan Keraton Kasunanan Surakarta, dimana berlaku nilai-nilai yang
berbeda. Sebagian dari nilai-nilai sosial tersebut tercantum dalam Serat
Wulangreh. Serat Wulangreh merupakan sekar macapat, yang terdiri dari 13
sekar. Dalam sekar tersebut dapat dibagi menjadi berbagai masalah pokok
seperti: soal guru dan berguru, soal pergaulan dan perbuatan, kaprayitan
(kewaspadaan), soal kebaktian, soal pantangan yang bersifat umum, hubungan
keluarga, soal menerima kodrat, soal mengenal diri, dan ambeng kautaman
(Ageng Pangestu Rama, 2007: 359).
2. Pariwisata
a. Pengertian Pariwisata
Ditinjau secara etimologi kata pariwisata berasal dari bahasa
sansekerta yaitu pari yang berarti banyak dan wisata yang berarti
perjalanan atau berpergian. Atas dasar itulah kata pariwisata diartikan
sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu
tempat ke tempat lainnya yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata
tour.
Menurut Salah Wahab pariwisata merupakan salah satu jenis industri
baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan
lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi
sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang komplek,
pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan
-
34
tangan dan cinderamata, penginapan, dan transportasi (Salah Wahab, 1975:
55).
Pengertian Kepariwisataan menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun
1990 pada bab I pasal 1, bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata, artinya semua kegiatan dan
urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan
pengawasan pariwisata, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta,
dan masyarakat.
Para ahli pariwisata memberikan pengertian pariwisata adalah
sejumlah hubungan-hubungan dan gejala-gejala yang dihasilkan dari
tinggalnya orang-orang asing, asalkan tinggalnya mereka ini tidak
menyebabkan timbulnya tempat tinggal serta usaha-usaha yang bersifat
sementara atau permanen sebagai usaha mencari kerja penuh. Pariwisata juga
bisa diartikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat
sementara, dilakukan secara perorangan maupun kelompok, sebagai usaha
untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan
lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu
(http://www.kesimpulan.co.cc/2009/04/kebijakan kepariwisataan, 3 Juli 09:
12.45).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulan bahwa pariwisata
adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk
berusaha (bussines) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi
semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan
rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
b. Jenis dan macam pariwisata
-
35
Sesuai dengan potensi yang dimiliki atau warisan yang ditinggalkan
nenek moyang pada suatu negara, maka timbullah bermacam-macam jenis
pariwisata yang dikembangkan sebagai kegiatan, yang lama-kelamaan
mempunyai cirinya sendiri. Untuk keperluan perencanaan dan pengembangan
kepariwisataan itu sendiri, perlu pula dibedakan antara pariwisata dengan jenis
pariwisata jenis lainnya, karena dengan demikian akan dapat ditentukan
kebijakan apa yang akan dapat mendukung, sehingga jenis dan macam
pariwisata yang dikembangkan dapat terwujud seperti apa yang diharapkan.
Ditinjau dari segi ekonomi, pengelompokan tentang jenis pariwisata
dianggap penting, karena dengan cara itu dapat menentukan berapa penghasilan
devisa yang diterima dari suatu macam pariwisata yang dikembangkan di suatu
tempat atau daerah tertentu. Di lain pihak, pengelompokan ini juga sangat
berguna untuk menyusun statistik kepariwisataan atau untuk mendapatkan data
penelitian yang diperlukan dalam perencanaan selanjutnya di masa yang akan
datang. Jenis dan macam pariwisata antara lain :
1) Menurut letak geografis, dimana kegiatan pariwisata itu berkembang :
a) Pariwisata Lokal (Local Tourism)
Adalah pariwisata setempat, yang mempunyai ruang lingkup relatif
sempit dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja.
b) Pariwisata Regional (Regional Tourism)
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu tempat atau
daerah yang ruang lingkupnya lebih luas bila dibandingkan dengan
local tourism, tetapi lebih sempit jika dibandingkan dengan national
tourism.
c) Kepariwisataan Nasional (National Tourism)
(1) Kepariwisataan dalam arti sempit
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam wilayah
suatu negara atau dengan kata lain pariwisata dalam negeri, dimana
-
36
titik beratnya orang melakukan perjalanan wisata adalah warga
sendiri dan orang-orang asing yang berdomisili di negara tersebut.
(2) Kepariwisataan dalam arti luas
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah
negara, selain kegiatan domestic tourism juga dikembangkan
foreign tourism. Jadi selain adanya lalu lintas wisatawan di dalam
negeri sendiri, juga ada lalu lintas wisatawan dari luar negeri.
d) Regional-international Tourism
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah
internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua
atau tiga negara dalam wilayah tersebut. Misalnya kepariwisataan
ASEAN.
e) International Tourism
Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan dunia (world tourism),
yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh negara di
dunia.
2) Menurut pengaruhnya terhadap Neraca Pembayaran, dapat dibagi atas dua
jenis penting :
a) In Tourism atau pariwisata aktif
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang ditandai dengan gejala pariwisata
aktif, berarti dapat memasukkan devisa bagi negara yang dikunjungi
karena akan memperkuat posisi neraca pembayaran negara yang
dikunjungi wisatawan tersebut.
b) Out Going atau pariwisata pasif
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang ditandai dengan gejala keluarnya
warga negara sendiri bepergian ke luar negeri sebagai wisatawan.
Disebut sebagai pariwisata pasif, karena ditinjau dari segi pemasukkan
devisa negara, kegiatan ini merugikan negara asal wisatawan, karena
-
37
uang yang seharusnya dibelanjakan di dalam negeri dibawa ke luar
negeri. Pariwisata semacam ini jarang dikembangkan oleh suatu
negara.
3) Menurut alasan/tujuan perjalanan
a) Businnes Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjungnya datang untuk tujuan
dinas, usaha dagang, atau yang berhubungan dengan pekerjaannya,
kongres, seminar, conversation, dan musyawarah kerja.
b) Vacational Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana orang-orang yang melakukan perjalanan
wisata terdiri dari orang-orang yang sedang berlibur dan cuti.
c) Educational Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana pengunjung atau orang yang melakukan
perjalanan untuk tujuan studi atau mempelajari suatu bidang ilmu
pengetahuan.
4) Menurut saat atau waktu berkunjung
a) Seasonal Tourism
Yaitu jenis pariwisata yang kegiatannya berlangsung pada musim-
musim tertentu, termasuk di dalamnya adalah Summer Tourism atau
Wimter Tourism, yang biasanya ditandai dengan kegiatan olah raga.
b) Occational Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana perjalanan wisatanya dihubungkan
dengan kejadian (occusion) atau suatu event, misalnya Sekaten di
Solo.
5) Pembagian menurut obyeknya
a) Cultural Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana motivasi orang-orang untuk melakukan
perjalanan disebabkan karena adanya daya tarik atau seni budaya suatu
-
38
tempat atau daerah. Jadi, obyek kunjungannya adalah warisan nenek
moyang, benda-benda kuno.
b) Recuperational Tourism
Yaitu biasa disebut dengan pariwisata kesehatan, tujuannya adalah
untuk menyembuhkan suatu penyakit. Misalnya mandi di suatu sumber
air panas.
c) Commercial Tourism
Disebut dengan pariwisata perdagangan, karena perjalanan wisata ini
dikaitkan dengan kegiatan perdagangan nasional ataupun internasional.
d) Sport Tourism
Yaitu perjalanan orang-orang yang bertujuan untuk melihat atau
menyaksikan suatu pesta olah raga di suatu negara.
e) Political Tourism
Biasa disebut dengan pariwisata politik, yaitu suatu perjalanan yang
tujuannya melihat suatu peristiwa yang berhubungan dengan kejadian
suatu negara.
f) Social Tourism
Pariwisata sosial hendaknya jangan diasosiasikan sebagai suatu
pariwisata yang berdiri sendiri. Pengertian ini hanya dilihat dari segi
penyelenggaraannya yang tidak menekankan pada mencari keuntungan
saja.
g) Religion Tourism
Jenis pariwisata dimana tujuan perjalanan yang dilakukan adalah untuk
melihat atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan. Misalnya naik
haji bagi yang beragama Islam (Oka A. Yoeti, 1996: 120).
Dari jenis dan macam pariwisata diatas dapat disimpulkan bahwa
pariwisata Keraton Kasunanan Surakarta merupakan jenis pariwisata budaya
(cultural tourism), di mana bila pengunjung datang pada saat yang pas atau
-
39
sedang ada event misalnya sekaten di Solo pariwisata ini bisa menjadi
occational tourism. Pariwisata di Keraton Kasunanan merupakan jenis
pariwisata aktif, karena mendatangkan devisa bagi pemerintah setempat.
Keraton Kasunanan selain dijadikan tempat berlibur, juga bisa menambah
pengetahuan tentang kesejarahannya sehingga bersifat education.
c. Manfaat Pariwisata
Pariwisata merupakan suatu industri yang terus berkembang dengan
baik di Indonesia maupun di dunia. Bagi negara-negara yang telah maju,
kepariwisataan merupakan bagian dari kebutuhan hidup. Kegiatan
kepariwisataan bahkan sudah merupakan aktivitas dan permintaan yang wajar
untuk dipenuhi. Adapun manfaat pariwisata antara lain :
1) Manfaat Ekonomi
a) Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Usaha
kepariwisataan dengan segala kaitannya membutuhkann tenaga kerja
yang banyak sehingga bersifat padat karya sehingga sangat membantu
dalam memecahkan masalah pengangguran.
b) Memperbesar penerimaan devisa negara yang bersumber dari
pengeluaran wisatawan luar negeri karena itu dapat memperbaiki neraca
pembayaran negara.
c) Meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tujuan wisata (DTW)
yang berasal dari pengeluaran-pengeluaran yang dibelanjakan oleh para
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.
d) Memperbesar pendapatan pemerintah pusat maupun daerah berupa pajak
termasuk bea cukai.
e) Memperbesar penanaman modal baik oleh pemerintah maupun oleh
swasta di berbagai sektor yang langsung berhubungan dengan
pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan maupun yang
mendukung pembangunan kepariwisataan.
-
40
f) Meningkatkan produksi serta transaksi barang-barang guna memenuhi
kebutuhan yang timbul karena perjalanan dan kunjungan.
g) Meningkatkan kepariwisataan dan menumbuhkan usaha-usaha ekonomi
dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional.
h) Mendorong pembangunan prasarana dan sarana terutama di daerah yang
tidak memiliki potensi ekonomi kecuali dengan diselenggarakannya
kegiatan kepariwisataan.
2) Manfaat sosial-budaya dan lingkungan hidup
a) Mendorong pemeliharaan pembangunan nilai-nilai budaya bangsa,
menghidupkan kembali seni tradisional yang hampir punah serta
meningkatkan mutu seni, baik seni tari, seni ukir, seni lukis maupun
seni budaya lainnya.
b) Menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa sebagai akibat
dikembangkannya pengenalan terhadap kekayaan budaya bangsa dan
tanah air.
c) Meningkatkan rasa penghargaan terhadap seni budaya sendiri.
d) Kontak-kontak langsung yang terjadi antara wisatawan dan masyarakat
yang dikunjunginya, sedikit banyak akan menghembuskan nilai hidup
baru dalam arti memperluas cakrawala pandangan pribadi terhadap nilai-
nilai kehidupan lain. Manusia akan belajar menghargai nilai-nilai orang
lain dan memperluas nilai-nilai pribadi, karena nilai pribadi yang ramah
merupakan daya tarik yang dihargai orang asing.
e) Pariwisata dapat mendorong terciptanya lingkungan hidup yang serasi
dan harmonis, oleh karena itu wisatawan yang mempunyai tujuan pokok
untuk rekreasi, menginginkan suatu lingkungan yang menimbulkan
suasana baru dari kejenuhan kehidupan mereka sehari-hari (Oka A.
Yoeti, 1996: 79).
d. Obyek Wisata
-
41
Obyek wisata yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang
untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Menurut Marriotti seperti dikutip
Oka A. Yoeti (1996 : 174) ada hal-hal yang dapat menarik orang untuk
berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, diantaranya adalah :
1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang bersifat
alamiah. Misalnya iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar,
flora dan fauna, kawah, sungai, karang dan ikan di bawah laut, gua-gua,
tebing, lembah, dan gunung
2) Hasil cipta manusia meliputi :
a) Monumen bersejarah dan sisa peradapan masa lampau. Keraton
kasunanan merupakan jenis ini.
b) Museum, galeri seni, perpustakaan, kesenian rakyat.
c) Acara tradisional, pameran, festival, upacara naik haji, dan upacara
perkawinan.
d) Rumah-rumah beribadah seperti masjid, kuil, candi dan pura.
3) Tata cara hidup masyarakat misalnya bagaimana kebiasaan hidup suatu
masyarakat dan adat-istiadatnya.
e. Wisatawan
Suatu daerah pariwisata akan hidup atau mengalami perkembangan
jika di daerah wisata tersebut terdapat wisatawan. Banyak atau sedikitnya
wisatawan yang berkunjung dapat menjadi indikator bagus tidaknya suatu
tempat wisata. Wisatawan merupakan pengunjung sementara yang tinggal
sekurang-kurangnya 24 jam di negara yang dikunjungi dan tujuan
perjalanannya dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Pesiar yaitu untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, studi,
keagamaan, dan olah raga.
2) Hubungan dagang, sanak keluarga, handai taulan, konferensi- konferensi,
dan misi.
-
42
Pelancong ialah pengunjung sementara yang tinggal di negara yang
dikunjungi kurang dari 24 jam (termasuk pelancong dalam perjalanan kapal
pesiar) (Oka . A yoeti, 1996: 134). Dalam prakteknya terdapat banyak batasan
mengenai apa yang dimaksud dengan wisatawan. Dalam Intruksi Presiden
No. 9/1969 dinyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang berpergian
dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati
perjalanan dari kunjungan itu.
Dari sudut pandang ekonomi negara penerima wisatawan, wisatawan
internasional dapat dibagi menjadi 2 kategori :
1) Yang benar-benar wisatawan (holiday makers) yang mengadakan perjalanan
untuk kesenangan,
2) Yang datang untuk keperluan usaha atau pekerjaan (business), studi, dan
misi.
Dalam prakteknya, keduanya adalah konsumen dan pembawa devisa.
Yang perlu diperhatikan ialah bahwa mereka tidak melakukan kegiatan
yang bersifat produktif di negara yang dikunjunginya, serta tidak pula
melakukan pekerjaan yang mendapatkan bayaran. Dengan kata lain, uang yang
mereka belanjakan tidak diperoleh dan bukan berasal dari negara yang
dikunjungi (Oka . A yoeti, 1996: 185).
Banyak orang asing yang berdatangan ke suatu negara, tapi mereka
belum tentu sedang dalam keadaan wisata. Sebagian dari mereka ada yang
bekerja dan yang berwisata. Orang asing yang bisa dianggap sebagai
wisatawan, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Mereka yang mengadakan perjalanan untuk kesenangan karena alasan
keluarga, kesehatan, dan rekreasi.
2) Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan perternuan-
perternuan atau karena tugas-tugas tertentu (ilrnu pengetahuan, tugas
pemerintahan, diplomasi, agama, dan olah raga)
3) Mereka yang mengadakan perjalanan dengan tujuan usaha.
-
43
4) Mereka yang datang dalam rangka perjalanan dengan kapal laut walaupun
tinggal di suatu negara kurang dari 24 jam (Oka A. Yoeti, 1985: 147).
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa wisatawan adalah
setiap orang yang melakukan perjalanan dari tempat tinggalnya ke tempat lain
dengan menikmati perjalanan dan kunjungannya itu, baik dengan tujuan
berwisata ataupun bekerja.
Berdasarkan sifat perjalanannya dan lokasi di mana perjalanan wisata
dilakukan, wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Wisatawan Asing (Foreign Tourist) adalah orang asing yang melakukan
perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan
merupakan negara di mana biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga
wisatawan mancanegara atau disingkat Wisman.
2) Domestic Foreign Tourist adalah orang asing yang berdiam atau bertempat
tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di
wilayah negara di mana ia tinggal. Misalnya, staf kedutaan Belanda yang
mendapat cuti tahunan dan tidak pulang ke Belanda, melainkan melakukan
perjalanan wisata di Indonesia (tempat bertugas).
3) Wisatawan Domestik (Domestic Tourist) ialah seorang waga negara suatu
negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya
sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. Misalnya, warga negara
Indonesia yang melakukan perjalanan ke Bali atau Danau Toba. Wisatawan
ini disebut juga wisatawan dalam negeri atau wisatawan nusantara (Wisnu).
4) Indigenous Foreign Tourist merupakan warga negara suatu negara tertentu
yang karena tugasnya atau jabatannya berada di luar negara asalnya dan
melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri. Misalnya, warga
negara Perancis yang bertugas sebagai konsultan di perusahaan asing di
Indonesia, ketika liburan ia kembali ke Perancis dan melakukan perjalanan
wisata di sana. Jenis wisatawan ini merupakan kebalikan dari Domestic
Foreign Tourist.
-
44
5) Transit Tourist adalah wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke
suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu
peiabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri.
6) Business Tourist adalah orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan
bisnis, bukan wisata, tetapi perjalanan wisata dilakukannya setelah tujuan
utamanya selesai. Jadi, perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder, yaitu
setelah tujuan primer (bisnis) selesai (Oka .A Yoeti, 1996: 143).
3. Keraton
a. Pengertian Keraton
Menurut Purwodarminto (1976: 489) dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia Keraton diartikan sebagai istana raja, kerajaan. Kata keraton berasal
dari kata dasar ( Jawa : Lingga ) Ratu ditambah awalan Ka dan akhiran an
menjadi Ka-ra-tu-an. Kemudian dipercepat pengucapanya menjadi karaton
yang berarti tempat tinggal atau kediaman resmi ratu atau raja dengan
keluarganya (Sri Winarni, 2004 : 26).
Berdasarkan istilah tersebut Sri Winarni menjelaskan keraton menjadi
dua pengertian yaitu :
1) Keraton berarti rumah atau tempat tinggal ratu. Dalam pengertian ini keraton
sama dengan istana (Palace)
2) Keraton berarti negara (nagari) yaitu daerah atau wilayah tertentu yang
diperintahkan oleh ratu. Dalam pengertian ini kraton sama denngan kerajaan
(Kingdom)
Berdasarkan pandangan Orang Jawa, kraton berasal dari kata
karatyan atau keraton yang umum disebut sebagai kedhaton, pura, atau puri
yang merupakan tempat raja bermukim (W.D. Miranti, 2003 : 13). Menurut
Darsiti Soeratman (1989 : 1) istilah keraton menunjukan tempat kediaman ratu
atau raja, yang mempunyai beberapa makna : (1) Berarti negara atau kerajaan,
-
45
(2) Berarti pekarangan raja yang meliputi wilayah dalam ceputi (tembok yang
mengelilingi halaman) Baluwarti, (3) Pekarangan raja meliputi wilayah di dalam
ceputi ditambah alun-alun.
Keraton merupakan bangunan yang unik berukuran luas dengan
struktur bangunan yang bersifat khusus. Keraton adalah tempat suci raja, oleh
karena itu penguasa tradisional lainnya, misalnya Kadipaten tidak diperkenakan
duduk di dhampar atau singgasana raja, jadi keraton merupakan tempat
kedudukan khusus raja (Darsiti Soeratman,1989: 1). K.M Tanjung (2005 : 10)
juga mengatakan bahwa istilah keraton merupakan kediaman ratu atau raja yang
meliputi tempat tinggal (kedhaton) dengan halaman atau pekarangan yang
dibatasi pagar atau tembok cepuri Baluwarti.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keraton adalah
pekarangan raja yang meliputi wilayah di dalam cepuri (tembok yang
mengelilingi keraton) Baluwarti dan alun-alun, yang dihuni oleh raja atau ratu
bersama keluarganya dengan bangunan-bangunan tempat pangeran dan para
bangsawan tinggal dan bekerja.
b. Fungsi Keraton
Dahulu Keraton Surakarta merupakan sebuah negara (nagari) yang
memiliki susunan asli pemerintahan sendiri (otonomi), meliputi daerah atau
wilayah tertentu dan rakyat (kawula alit) tertentu. Keraton Surakarta telah ada
jauh sebelum berdirinya Negara Republik Indonesia yaitu sebagai negara yang
mempunyai pemerintahan sendiri (berdaulat) yang dikepalai oleh seorang raja
dengan sistem pemerintahan yang bersifat turun-temurun. Sebelum Indonesia
merdeka, Keraton Surakarta memiliki pemerintahan sendiri yang sering dikenal
dengan swapradja (atau pemerintahan sendiri) atau di dalam Bahasa Belanda
-
46
dikenal dengan istilah verstandland (daerah kekuasaan raja). Dengan
demikian Keraton Surakarta merupakan peninggalan kenegaraan asli Indonesia
Pada tahun 1746 Keraton Surakarta didirikan oleh Pakubuwono II
untuk dijadikan pengganti Keraton Kartasura yang telah hancur karena serangan
musuh yang semula adalah pusat Kerajaan Mataram. Setelah mendiami Keraton
selama 3 tahun Paku Buwono wafat (1749) dan penggantinya memerintah
sebagai raja sampai tahun 1755. Dengan demikian, selama 9 tahun Keraton
Surakarta berkedudukan sebagai pusat Kerajaan Mataram (Darsiti Soeratman,
1989 : 1).
Sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keraton
Surakarta merupakan sebuah lembaga masyarakat yang berdasarkan pada ikatan
kekeluargaan dan kekerabatan dari trah Mataram yang memiliki hubungan
darah atau keturunan Susuhunan sebagai pengayom atau pelindung kerabat
Keraton serta pengemban budaya Jawa (Sri Winarti 2004: 52). Setelah merdeka
17 Agustus 1945 maka lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ikut
mempengaruhi keberadaan Keraton Surakarta. Mulai tanggal 5 Juni 1947 distrik
Surakarta termasuk Keraton Surakarta menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Sejak itu Keraton dengan segala aparaturnya sudah tidak lagi memiliki
kekuasaan politik, berbeda dengan yang dahulu bahwa Keraton merupakan
sebuah Negara (Jawa : Nagari) yang bernama Nagari Surakarta Hadiningrat
yang berfungsi layaknya sebuah negara.
Adapun fungsi keraton menurut Sri Winarni (2004 : 28) adalah
sebagai berikut :
1) Sebagai wahyu ratu, sumber budaya Jawa atau peninggalan kebudayaan
leluhur ratu Jawa.
2) Sebagai wujud atau bentuk peninggalan sejarah.
3) Sebagai bentuk asli Negara Indonesia yang memiliki tata susunan asli kultur
Jawa yang diperintah oleh raja Jawa secara turun-temurun dan menjadi pusat
pemerintahan.
-
47
4) Sebagai tempat tinggal atau kediaman resmi ratu Jawa beserta kerabat atau
keluarganya
Kota Surakarta sebelum perang dunia ke II pernah terbagi menjadi
dua wilayah yang dipisahkan oleh rel kereta api jurusan Wonogiri. Rel tersebut
hingga sekarang masih ada dan terletak di jalan Slamet Riyadi. Di sebelah
selatan rel masuk wilayah Keraton Surakarta dan di sebelah utara rel masuk
daerah Kadipaten Mangkunegaran yang berdiri sejajar dengan Kasunanan (Heru
Suharno, 1994: 15).
Bangunan Keraton sebagai situs budaya dapat digunakan sebagai
sumber pembelajaran sejarah karena kedua bengunan itu mengandung nilai
historis (K.M Tanjung. 2005 : 4). Nilai-nilai historis dapat berupa latar belakang
penelitian sejarah yang berkaitan dengan hal-hal yang nampak sebagai
peninggalan sejarah tersebut (I Gede Widja, 1989: 22). Latar belakang sejarah
juga mendapat perhatian dari guru sejarah karena disinilah unsur-unsur
inspiraktif atau edukatif bisa diungkap. Dalam penelitian ini Keraton berfungsi
sebagai tempat pariwisata budaya atau cultural tourism.
-
48
B. KERANGKA BERFIKIR
Kerangka berfikir merupakan alur penalaran yang didasarkan pada
masalah penelitian yang digambarkan dengan skema secara holistik dan
sistematik. Kerangka berfikir dalam penilitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir
Keterangan :
Kebudayaan Jawa adalah segala sesuatu yang bersangkutan atau
berhubungan dengan budi dan akal pikiran yang menciptakan suatu peradaban
yang berkembang di Jawa. Kebudayaan Jawa juga terbentuk di Surakarta karena
daerah ini merupakan daerah Keraton Kasunanan Surakarta, yang merupakan
Kebudayaan Jawa
Keraton Kasunanan
Pariwisata
Wisatawan meningkat
Peningkatan pendapatan asli
daerah dan upaya
pelestarian
Pengembangan
pariwisata
-
49
pusat pemerintahan saat Kerajaan Mataram, dari keraton inilah muncul suatu
kebudayaan yang lahir menjadi sebuah peradaban bagi daerah dan masyarakat
sekitar.
Pada era sekarang Keraton Kasunanan Surakarta bukan lagi menjadi
pusat pemerintahan melainkan hanya sebagai simbol kekuasaan raja saja.
Keraton Kasunanan Surakarta memiliki nilai kesejarahan, nilai estetika, nilai
etika dan nilai edukatif yang memadai. Hal itulah yang menyebabkan
Pemerintah Kota Solo mengembangkan Keraton Kasunanan Surakarta bukan
saja hanya sebagai simbol kekuasaan raja tetapi juga dibentuk sebagai tempat
wisata yang memiliki berbagai kelebihan. Hal ini diwujudkan dengan
membangun fasilitas-fasilitas yang mendukung pariwisata keraton. Hal ini
dilakukan agar wisatawan tertarik untuk mengunjungi Keraton Kasunanan
Surakarta.
Kunjungan wisatawan ini akan mengakibatkan beberapa dampak yang
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, baik dari segi ekonomi, sosial,
dan budaya. Misalnya, kunjungan wisatawan mempunyai dampak ekonomi
kepada daerah tujuan wisata yang didatangi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dampak langsung adalah dengan adanya kunjungan wisatawan, maka
akan menciptakan permintaan terhadap fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan
jasa industri pariwisata seperti hotel/losmen, rumah makan, sarana
angkutan/travel biro dan jenis hiburan lainnya. Dampak tidak langsung adalah
perkembangan di bidang pariwisata akan meningkatkan juga bidang-bidang
lainnya. Kehidupan sosial daerah sekitar wisata Keraton Kasunanan akan terasa
kental norma-norma yang berlaku. Dalam kehidupan budaya, masyarakat sekitar
lebih open minded terhadap karakteristik manusia, karena karakteristik setiap
wisatawan berbeda-beda
Pariwisata Keraton dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kota Solo secara otomatis. Apabila PAD tinggi maka kesejahteraan
warga Solo juga akan mengalami peningkatan, selain itu juga pariwisata ini
-
50
menjadi salah satu cara untuk menjaga kelestarian budaya, karena dengan PAD
yang meningkat maka pemerintah juga akan memiliki anggaran tersendiri untuk
melakukan perbaikan di Keraton Kasunanan Surakarta.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
1. Tempat Penelitian
Tempat atau lokasi pelaksanaan yang berkaitan dengan sasaran atau
permasalahan penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang bisa
dimanfaatkan oleh peneliti (H.B. Sutopo, 2002 : 52). Sumber tempat yang
dimaksud adalah tempat dimana penelitian dilaksanakan. Dalam penelitian ini
peneliti mengambil lokasi di sekitar lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta.
Dari pemahaman lokasi dan lingkungannya peneliti bisa secara cermat mencoba
mengkaji dan secara krirtis menarik kemungkinan kesimpulan yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak disetujuinya judul skripsi ini, yaitu
November 2008 sampai dengan November 2009.
Tabel 1. Waktu Penelitian
Bulan
2008 2009
No Jenis Kegiatan
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agus Okt Nov
Persiapan
a.Pengajuan judul x
1
b. Penyusunan Prop. x
-
51
c. Permohonan izin X
d.Membuat instrumen X
Pelaksanan Penelitian
a. Pengumpulan data x x x x x
b. Analisis data x x x x x
2
c. kesimpulan x
3 Penyusunan laporan x x
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk penelitian
Bentuk penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan karya ilmiah yang
menggunakan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dengan
orang-orang atau perilaku yang dapat diamati terhadap status kelompok orang
atau manusia, suatu obyek, dan suatu kelompok kebudayaan (Lexy J. Moleong
1991:3). Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau
obyek penelitian (seseorang, lembaga, dan masyarakat) pada saat sekarang
berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak (Hadari Nawawi, 1995:63).
Adapun ciri-ciri pokok dari metode deskriptif adalah (a) memusatkan
perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat
sekarang) atau masalah-masalah yang aktual, (b) menggambarkan fakta-fakta
tentang masalah yang diselidiki, diiringi dengan interpretasi nasional (Hadari
Nawawi, 1995:64). Pada penelitian kualitatif, teori dibatasi pada pengertian: suatu
pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proporsi yang berasal
dari data dan diuji kembali secara empiris (Lexy J. .Moelong, 1991: 9). Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian deskriptif
kualitatif merupakan suatu cara dalam meneliti peristiwa masa sekarang dengan
mendasarkan pada suatu teori yang diujikan kembali dan menghasilkan data-data
deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang tertentu atau
perilaku yang diamati dengan menggunakan langkah-langkah tertentu.
-
52
2. Strategi penelitian
Ditinjau dari inti masalah yang diselidiki, teknik, alat yang digunakan,
serta tempat dan waktu penelitian yang dilakukan, penelitian deskriptif kualitatif
terdiri atas beberapa jenis dan diantaranya adalah studi kasus. Studi kasus
merupakan strategi penelitian yang fokus permasalahanya terletak pada fenomena
kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata, dimana batasan
antara fenomena dengan konteks tersebut tidak jelas, sehingga perlu banyak
sumber-sumber fakta (Robert.K.Yin, 2000)
Moh.Nazir (1983:66) berpendapat studi kasus atau penelitian kasus (case
study) adalah penelitian tentang status subyek penelitian dan yang dimaksud
dengan etnografis adalah usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek
kebudayaan.
Strategi peneltian yang digunakan adalah studi kasus terpancang tunggal.
Menurut Yin penelitian studi kasus adalah suatu penelitian yang menyelidiki
sebuah fenomena aktual yang terjadi dalam konteks kehidupan, sehingga
diperlukan banyak sumber-sumber fakta (Robert.K.Yin, 1987 : 23). Penelitian ini
menggunakan studi kasus karena penelitian ini mengkaji mengenai
pengembangan pariwisata yang dilakukan terhadap Keraton Kasunanan Surakarta,
serta pengaruh atau manfaat yang ditimbulkan dari pengembangan pariwisata
tersebut terhadap masyarakat di sekitarnya. Menurut Hermawan Wasito (1993:70)
dalam studi kasus, penelitian dilakukan terhadap satu aspek tertentu yang telah
ditentukan. Menggunakan studi kasus terpancang karena variabel yang menjadi
permasalahan telah ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti. Terpancang tunggal
karena dalam penelitian ini peneliti terarah pada satu karakteristik, artinya
penelitian ini hanya dilakukan pada satu sasaran. Sasaran penelitian adalah
meneliti kegiatan kepariwisataan di Keraton Kasunanan Surakarta. Menurut
Sutopo pada penelitian terpancang peneliti sudah memilih dan menentukan
variabel yang menjadi fokus utamanya sebelum memasuki lapangan studinya
(Sutopo, 2002:112). Dalam penelitian ini sasaran yang akan diteliti sudah
ditentukan sebelum peneliti terjun ke lapangan dengan mengambil aspek yaitu
-
53
lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta yang terletak di Kelurahan Baluwarti,
Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Propinsi Jawa Tengah.
C. Sumber Data
Sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena
ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan
dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh (H.B Sutopo, 2002:102).
Menurut Suharsini Arikunto (1993:102) yang dimaksud dengan sumber data
dalam peneltian adalah subyek dari mana data diperoleh. Adapun sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Informan
Informan merupakan sumber data yang sangat penting karena bisa
menjadi sumber data primer dengan segala informasi yang dimilikinya. Informan
adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi penelitian (Lexy J. Moloeng, 2002:62). Informan-informan yang menjadi
sumber data dalam penelitian ini adalah :
a. Pengelola Keraton Kasunanan Surakarta.
b. Pejabat terkait di lingkungan Dinas Pariwisata dan BAPPEDA Kota Surakarta.
c. Pejabat terkait di lingkungan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Propinsi
Jawa Tengah.
d. Masyarakat sekitar keraton.
e. Wisatawan yang terdiri dari domestik dan foreign.
2. Tempat dan Peristiwa
Informan merupakan sumber data penting, tetapi tempat dan peristiwa
yang terjadi di dalam dan di sekitarnya juga mempunyai peran yang sangat
penting. Tempat dalam penelitian ini adalah bangunan Keraton Kasunanan
Surakarta dan benda-benda yang ada di dalamnya, sedang peristiwa yang
dimaksud merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam Keraton Surakarta
-
54
dan sekitarnya yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian, misalnya ada
acara Grebeg Maulud dan Tingalan Jumenengan PB XII.
3. Dokumen
Dokumen atau arsip merupakan bahan tertulis yang dapat digunakan
sebagai sumber data untuk memperoleh informasi tentang situasi dan kondisi pada
masa lampau yang sangat berkaitan erat dengan kondisi peristiwa yang saat ini
sedang dipelajari. Menurut Lexy J. Moloeng (2002:178) dokumen resmi terbagi
dalam dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo,
pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang
digunakan dalam kalangan sendiri. Dokumen eksternal berisi bahan-bahan
informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin,
berita yang disiarkan kepada media massa. Dalam dokumen juga terdapat
beragam gambar yang berkaitan dengan aktifitas dan kondisi yang diperlukan
sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber data. Gambar bisa berupa gambar apa
saja yang memang berkaitan dengan masalah yang dikaji.
Dalam penelitian ini dokumen dan arsip yang akan digunakan adalah
berupa dokumen dan arsip yang ada di Dinas Pariwisata, BAPPEDA Kota
Surakarta, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Propinsi Jawa Tengah serta
buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian ini yang diperoleh
dari perpustakaan. Gambar digunakan sebagai sumber data adalah gambar peta
Kota Surakarta dan gambar berupa foto-foto dari Keraton Kasunanan Surakarta
serta foto dari lingkungan di sekitar Keraton Kasunanan Surakarta.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini merupakan cara-cara
yang ditempuh peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan sehingga data-
data yang dipergunakan menjadi sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
1. Observasi
-
55
Teknik observasi digunakan untuk mendapatkan data-data dari sumber
data berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda, dan rekaman gambar. Menurut
Hadari Nawawi (1995:100), observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak terhadap obyek penelitian. Spradly (1980)
dalam H.B Sutopo (2002:65) menjelaskan bahwa pelaksanaan teknik dalam
observasi dibagi menjadi dua yaitu : (1) Observasi tak berperan sama sekali,
dimana kehadiran peneliti sama sekali tidak diketahui oleh subyek yang diamati,
(2) Observasi berperan, dimana peneliti mendatangi tempat atau lokasi penelitian
dan kehadirannya diketahui oleh yang diamati. Observasi berperan dibedakan lagi
menjadi tiga yaitu : (1) Observasi berperan pasif, dimana peneliti hanya
mendatangi lokasi tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai
pengamat pasif namun hadir dalam konteksnya, (2) Observasi berperan aktif,
peneliti mengambil studi di lokasi dan juga mengambil bagian nyata dalam
kegiatan yang ditelitinya disamping terlibat dalam percakapan atau menyimak apa
yang dibicarakan oleh sasaran pengamatan, (3) Observasi berperan penuh, peneliti
memiliki peran penuh, peneliti benar-benar terlibat dalam kegiatan yang
ditelitinya.
Dari berbagai teknik yang ada, dalam penelitian ini digunakan teknik
observasi berperan aktif, karena peneliti terlibat dalam percakapan, menyimak apa
yang dibicarakan mengenai sasaran pengamatan, serta mencatat dan
mengumpulkan keterangan-keterangan yang diperoleh dalam obyek penelitian.
2. Wawancara
Teknik wawancara merupakan teknik yang paling banyak digunakan
dalam penelitian kualitatif, terutama di lapangan. Menurut Lexy .J. Moleong
(2002:135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan
dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut. Wawancara harus dilakukan dengan efektif, artinya dalam waktu
sesingkat-singkatnya dapat diperoleh data sebanyak-banyaknya (Suharsimi,
Arikunto 1993:198).
-
56
Sebelum mengadakan wawancara, maka diadakan persiapan dengan
menghubungi informan dan menyusun sejumlah pertanyaan atau yang disebut
teknik wawancara terencana yaitu teknik wawancara dengan terlebih dahulu
mempersiapkan daftar pertanyaan dengan menggunakan bantuan alat tulis
(Koentjoroningrat 1983:138).
Hal tersebut bertolak belakang dengan anggapan H.B Sutopo wawancara
dalam penelitian kualitatif dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut
dengan teknik wawancara mendalam, sehingga wawancara bersifat open-ended
dan mengarah kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak
secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang
banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian
informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Dalam hal ini posisi subjek lebih
berperan sebagai informan daripada responden (H.B Sutopo 2002:59).
Peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik wawancara bebas
terbuka sehingga informan dengan sukarela memberikan keterangan-keterangan
sesuai dengan masalah yang diteliti. Tanpa harus kehilangan benang merah antara
judul penelitian dengan hasil wawanca
top related