strategi pengembangan komoditas biji pala di ambon
Post on 26-Jan-2022
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
190 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS BIJI PALA
DI AMBON
NUTMEG COMMODITY DEVELOPMENT STRATEGY IN AMBON
Edward S. Dumatubun1), Marcus J. Pattinama2), Natelda R. Timisela2)
1)Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kota Ambon 2)Program Studi Magister Agribisnis PPS Unpatti
E-mail: edward31dumatubun@gmail.com
mjpattinama@gmail.com
nateldatimisela@yahoo.com
Abstrak
Pala merupakan salah satu komoditas unggulan di Kota Ambon. Sebagai rempah asli Maluku,
Pala diusahakan dalam sistem Dusung yang merupakan warisan turun-temurun. Pemasaran
merupakan salah satu persoalan yang menghambat pengembangan komoditas Pala di Kota
Ambon. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pengembangan komoditas Pala di Kota
Ambon. Penelitian ini menggunakan analisis SWOT untuk menyusun strategi dan kebijakan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa alternatif strategi yang perlu dibangun yaitu, peningkatan sarana
dan prasarana penunjang terkait mutu dan pemasaran komoditi eksport biji Pala, perluasan areal
pertanian, peningkatan standart mutu komoditi eksport biji Pala, penataan kelembagaan petani,
pemberdayaan lembaga keuangan dan permodalan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan
teknologi melalui pelatihan-pelatihan, pembangunan pusat informasi rempah termasuk di
dalamnya komoditi Pala, serta perbaikan kebijakan dan kelembagaan, khususnya pembuatan
regulasi dan peraturan daerah yang mendukung tata niaga komoditi eksport biji Pala.
Kata kunci: Pala; pengembangan tataniaga; strategi
Abstract
Nutmeg is one of the leading commodities in Ambon City. As a native spice of Maluku, nutmeg is
cultivated in the Dusung system which is a legacy from generation to generation. Marketing is one
of the problems that hinder the development of nutmeg in Ambon City. This study aims to develop
a strategy for developing nutmeg commodities in Ambon City. This study uses a SWOT analysis
to develop strategies and policies. The results showed that alternative strategies that needed to be
built were, improvement of supporting facilities and infrastructure related to the quality and
marketing of nutmeg export commodities, expansion of agricultural areas, improvement of the
quality standards of export commodities of nutmeg, arrangement of farmer institutions,
empowerment of financial institutions and capital, improvement of resource quality human, and
technology through trainings, development of spices information centers including nutmeg
commodities, as well as improvement of policies and institutions, especially the making of
regulations and regional regulations that support the trade system of nutmeg export commodities.
Keywords: Nutmeg; trading system development; strategy
191 Volume 8 No. 2 Juni 2020
Pendahuluan
Komoditi perkebunan merupakan komoditi unggulan di Indonesia dan
merupakan penghasil devisa yang cukup besar bagi negara. Diantara komoditi
perkebunan tersebut adalah komoditi rempah-rempah yang mana diantaranya
adalah komoditi Pala. Indonesia merupakan pemasok utama biji Pala dan produk
turunannya untuk pasar Amerika Serikat. Kekurangan kebutuhan di negara
tersebut dipasok oleh Grenada dan Sri Lanka. Selain itu Pala Indonesia juga
dipasarkan ke Belanda, Inggris dan Jerman (Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian, 2016)
Berdasarkan data rata-rata produksi Pala Indonesia tahun 2012-2016, sentra
produksi Pala di Indonesia terdapat di 5 (lima) provinsi, yaitu Aceh, Maluku
Utara, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua Barat. Kelima provinsi tersebut
memberikan kontribusi kumulatif sebesar 86,71 %. Aceh menempati urutan
pertama dengan kontribusi sebesar 25,46 % per tahun. Peringkat kedua ditempati
oleh Maluku Utara dengan kontribusi sebesar 19,89 % per tahun, diikuti oleh
Sulawesi Utara, Maluku dan Papua Barat dengan kontribusi masing-masing
sebesar 14,79 %, 14,65 % dan 11,93 % sedangkan kontribusi produksi dari
provinsi lainnya sebesar 13,29 % (BPS, 2017).
Tanaman Pala di Maluku telah diusahakan sejak dahulu dan Maluku sejak
dahulu terkenal sebagai Daerah Rempah dimana tanaman Pala diusahakan secara
turun temurun oleh masyarakat di beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Maluku.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Maluku maka komoditi Pala di Maluku
terlihat pada Tabel 1.
Pala merupakan tanaman rempah asli Maluku (Purseglove dkk. 1995) dan
telah diperdagangkan dan dibudidayakan secara turun temurun dalam bentuk
perkebunan rakyat disebagian besar Kepulauan Maluku. Keragaman tanaman
tertinggi ditemukan di Pulau Banda, Siau, dan Papua (Hadad dan Hamid 1990).
Hasil penelitian Olong, dkk (2012) menunjukkan adanya beragam rantai
pemasaran untuk komoditas Pala di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku
Tengah, serta lebih menguntungkan pedagang dengan margin share mencapai Rp.
192 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
20.000 per kilogram. Sedangkan di Sulawesi Utara, hasil penelitian Kaunang, dkk
(2014) menunjukkan untuk meningkatkan margin share petani Pala, maka petani
juga harus merangkap sebagai pedagang pengumpula sehingga petani dapat
mengolah biji Pala yang dimiliki termasuk yang ditampung melalui pengeringan,
sehingga harga jualnya lebih tinggi dan lebih menguntungkan.
Tabel 1. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan rakyat tanaman Pala di
Maluku
Maluku
(Tahun)
Luas Areal
(Ha)
Jumlah Petani
(KK)
Produksi
(Ton)
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
31.642
30.436
27.275
28.426
26.587
31.205
25.060
22.325
26.360
28.234
27.700
27.775
26.244
27.179
24.922
20.200
5.512,10
5.238,40
4.650
4.743
4.321
4.307
2.700
2.391
Sumber : Maluku Dalam Angka 2018
Berdasarkan Data dari tabel 1. diatas maka terlihat adanya peningkatan yang
sangat signifikan jumlah produksi tanaman Pala di Maluku dan Kabupaten/Kota
di Maluku termasuk adanya penambahan jumlah petani. Peningkatan itu terjadi
sebagai akibat dari penambahan luas areal perkebunan (BPS, 2018).
Data yang ada terlihat pada tabel 1 menunjukkan peningkatan luas areal
tanaman Pala dan diikuti peningkatan produksi yang cukup signifikan khususnya
untuk dua tahun terakhir. Dibandingkan periode 2010-2015, maka dalam dua
tahun terakhir (2016-2017) terjadi peningkatan luas areal sebesar 4000 ha.
Peningkatan luas areal juga diikuti peningkatan produksi yang mencapai hampir
1000 ton dari tahun 2015. Hal ini membuktikan komoditas Pala menjadi salah
satu komoditas perkebunan penyumbang penerimaan rumahtangga petani di
Propinsi Maluku termasuk di Kota Ambon.
Hasil penelitian Chelsy, Mea, dkk (2014) menyimpulkan strategi
pengembangan usaha manisan Pala yaitu mempertahankan dan memperluas
193 Volume 8 No. 2 Juni 2020
strategi pemasaran dengan memanfaatkan perkembangna teknologi, melakukan
kerjasama dengan kemitraan usaha, meningkatkan kualitas produk sesuai selera
konsumen, melakukan promosi yang menggunakan teknologi sebagai media,
menggunakan teknologi untuk mendapatkan informasi, dan membuat kemasan
produk yang lebih menarik dari produk sejenisnya. Pattiselanno, dkk (2018)
mnunjukkan konstribusi cengkeh dan Pala terkategori tinggi terhadap penerimaan
rumahtangga, yaitu mencapai 70-80%, sedangkan sisanya berasal dari kelapa 10 -
20% dan aktivitas tambahan sebagai nelayan dan tukang sebesar 5-10%.
Penelitian Pattiselanno, dkk (2018b) juga menunjukkan bahwa komoditas Pala
dan cengkeh sudah berumur 15–20 tahun, dan merupakan umur produktif dengan
produksi rata-rata antara 300 – 400 kg per panen. Artinya, cengkeh dan Pala
merupakan komoditas unggulan yang diwariskan dari generasi sebelumnya
(orangtua petani). Ditunjang hasil penelitian Lalopua, dkk (2019) bahwa jus Pala
yang dikelola oleh kelompok perempuan di Negeri Hutumuri memberikan
kontribusi 6.6 persen terhadap pendapatan rumahtangga. Hasil analisis Litbang
Pertanian (2018) menunjukkan tanaman Pala rata-rata mulai berbuah pada umur
5-6 tahun. Setelah mencapai umur 10 tahun hasilnya mulai meningkat dan
meningkat terus hingga mencapai optimum pada umur rata-rata 25 tahun.
Produksi optimum ini bertahan hingga tanaman Pala berumur 60-70 tahun.
Lambat laun produksinya menurun hingga mencapai umur 100 tahun atau lebih,
bila tidak ada aral melintang.
Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan pentingnya komoditas
perkebunan khususnya Pala bagi pendapatan rumahtangga petani di Kota Ambon.
Walaupun demikian, perlu didalami khususnya bagaimana strategi pengembangan
tata niaga komoditi biji Pala guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani Pala di Kota Ambon. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
menyusun strategi pengembangan tata niaga komoditi biji Pala di Kota Ambon.
194 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kota Ambon. Pemilihan lokasi ini dilakukan
secara sengaja (purposive) yaitu Kota Ambon, yang terdiri dari 5 kecamatan.
Sampel petani di masing – masing Kecamatan ditentukan secara sengaja,
demikian pula Pedagang Pengumpul/Perantara Antar Pulau yang ada di
Kecamatan Sirimau.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan wawancara/kuesioner
(Singarimbun, 2011). Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan
kuantitatif, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data untuk
Teknik analisa data menggunakan analisa SWOT (Strength, Weaknesses,
Opportunities,Threats) digunakan untuk mengevaluasi kesempatan dan tantangan
dilingkungan agribisnis. Untuk memudahkan dalam melaksanakan analisis
SWOT diperlukan matriks SWOT. Matriks SWOT akan mempermudah
merumuskan berbagai strategi yang perlu atau harus dijalankan. Dengan cara
mengelompokan masing-masing problem unsur SWOT ke dalam Tabel
(Rangkuti, 2015 dan Fahmi, 2015)
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Responden
Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi
perilaku petani dalam menjalankan aktivitas usahataninya. Hal ini karena
pendidikan berkaitan dengan pola pikir petani dalam mengakses informasi berupa
inovasi baru serta mampu menerapkan inovasi tersebut untuk keperluan
usahataninya (Todaro, 2017).
195 Volume 8 No. 2 Juni 2020
Table 2. Jumlah dan persentase petani Pala berdasarkan tingkat pendidikan
responden di Kota Ambon
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Org) Persentase (%)
SD
SMP
SMA
S1
57
43
81
2
31,15
23,50
44,26
1,09
Total 183 100,00
Tabel 2 menunjukan bahwa responden mempunyai tingkat pendidikan
formal yang berbeda-beda. Hal ini berarti dalam menjalankan usahataninya
responden mempunyai pola pikir yang berbeda-beda dalam penerapan inovasi
baru. Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan dapat diasumsikan
semakin tinggi pula pengetahuan masyarakat terhadap suatu ilmu yang selalu
berkembang. Tingginya tingkat pendidikan seseorang maka seseorang tersebut
dapat mengetahui cara berusahatani sayran secara tepat.
Pekerjaan Responden
Pekerjaan yang dimiliki oleh responden beragam jenisnya. Tabel 3
menyajikan sebaran pekerjaan yang dimiliki responden, selain berusahatani
paponden bekerja sebagai petani dengan menanam beragam komoditas, namun
ada juga responden yang berusahatani Pala tetapi bekerja di luar pertanian.
Pertani menjadi pekerjaan utama sebagian besar masyarakat, karena rata-
rata petani memiliki komoditas warisan orangtua dengan luasan lahan antara 0.5 –
1 hektare yang ditanami komoditas pekerbunan seperti Pala dan cengkeh. Pekerja
swasta juga ditekuni masyarakat, sebagai bagian dan usaha memenuhi kebutuhan
hidup rumahtangganya. Selain itu, nelayan dan tukang menjadi pekerjaan lainnya
yang mendukung keberadaan usahatani Pala warisan mereka.
196 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Tabel 3. Jumlah dan persentase petani Pala berdasarkan pekerjaan utama
responden
Pekerjaan Utama Jumlah Responden (Org) Persentase (%)
Petani
Swasta
Nelayan
Pensiunan
Tukang
PNS
TNI
Supir
Tukang Ojek
146
13
8
6
5
2
1
1
1
79,78
7,10
4,37
3,28
2,73
1,09
0,55
0,55
0,55
Jumlah 183 100,00
Jumlah Anggota Keluarga
Menurut BKKBN (1998), jumlah anggota keluarga terbagi menjadi 3 yakni,
jumlah anggota keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang) dan jumlah
anggota besar besar (> 7 orang). Berikut keadaan responden berdasarkan jumlah
anggota keluarga.
Tabel 4. Sebaran jumlah anggota keluarga responden
No Kriteria (orang) Jumlah Responden (Org) Persentase (%)
1
2
3
≤ 4
5-7
> 7
119
57
7
65,03
31,15
3,82
Jumlah 183 100,00
Tabel 4 menunjukkan sebagian besar rumah tangga memiliki anggota
keluarga yang tergolong kecil. Jumlah anggota keluarga yang tergolong sedang ini
dapat mengurangi beban tanggungan dalam rumah tangga. Artinya kebutuhan
rumahtangga masih dapat ditanggulangi karena dianggap tidak begitu besar
sehingga anak-anak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
197 Volume 8 No. 2 Juni 2020
Luas Lahan, Luas Tanam dan Luas Panen Usahatani Pala
Luas lahan merupakan faktor penting yang mempengaruhi besar kecilnya
produksi yang dihasilkan. Apabila luas lahan petani cukup besar, maka peluang
ekonomi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan akan lebih besar
(Soekartawi, 2006). Tabel 4 menggambarkan penyebaran luas lahan, luas tanam
dan luas panen petani Pala.
Tabel 5 menggambarkan luas lahan petani di Negeri Latuhalat tergolong
sempit (< 1 ha) untuk usahatani Pala. Ini menunjukkan bahwa tingkat produksi
petani pun sedikit sehingga penerimaan yang diperoleh pun ikut berpengaruh.
Seperti diketahui semakin besar tingkat produksi maka besar pula tingkat
penerimaan yang diperoleh.
Tabel 5. Penyebaran responden petani Pala di Kota Ambon berdasarkan luas
lahan, luas tanam dan luas panen yang dimiliki
Kategori
(Ha)
Luas Lahan
(Ha)
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Jumlah
Respon
den
(org)
Persentase
(%)
Jumlah
Responden
(org)
Persentase
(%)
Jumlah
Responden
(org)
Persen
tase
(%)
<1 129 70,50 131 71,59 131 71,59
1-2 49 26,77 47 25,68 47 25,68
>2 5 2,7 5 2,73 5 2,73
Total 183 100,00 183 100,00 183 100,00
Jumlah Produksi Pala Responden
Dalam kegiatan usaha produksi biji Pala kering, hasil produksi akan
tergantung dengan luas lahan yang dimiliki petani. Jumlah produksi reponden
dapat dilihat dalam Tabel 6 berikut ini.
198 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Tabel 6. Klasifikasi jumlah produksi Pala
Jumlah Produksi Pala
(Kg) Jumlah Responden (Org) Persentase (%)
< 200
200 – 400
400 - 600
600 - 800
> 800
22
112
29
10
10
12,02
61,20
15,85
5,46
5,46
Jumlah 183 100,00
Produksi Pala responden terbanyak berada pada posisi 200-400 kg.
Kemudian jumlah produksi lainnya berimbang. Hal ini berkaitan dengan umur
pohon Pala yang dimiliki dengan kisaran 10-15 tahun, sehingga kisaran
produksinya juga lebih banyak antara 200-400 kg.
Pendapatan Bersih Petani Pala
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa adanya perbedaan
pendapatan tiap responden. Pendapatan di sini adalah pendapatan bersih yang
diterima petani berupa uang dari hasil penjualan biji kering Pala, yang dapat
dilihat dalam tabel 7.
Tabel 7. Klasifikasi pendapatan bersih petani pala
Pendapatan
(Rp)
Jumlah Responden
(Org)
Persentase
(%)
< 1.000.000 14 7,65
1.000.000 – 2.000.000 10 5,46
2.000.000 – 3.000.000 14 7,65
>3.000.000 145 79,24
Jumlah 183 100,00
Tabel 7 terlihat bahwa pendapatan responden terbanyak rata-rata ialah >
Rp. 3.000.000,- sebanyak 145 responden (79,24 %), diikuti pendapatan < Rp
1.000.000,- dan pendapatan Rp 2.000.000,- sampai Rp 3.000.000,- masing –
masing 14 responden (7,65%) dan pendapatan responden terendah rata-rata ialah
Rp 1.000.000,- sampai Rp 2.000.000,- sebesar 10 responden (5,46%).
199 Volume 8 No. 2 Juni 2020
Strategi dan Kebijakan Pengembangan Tata Niaga Biji Pala di Kota
Ambon
Faktor Internal
Faktor internal yang menjadi kekuatan.
a. Potensi Sumber Daya Lahan
b. Tersedianya tenaga kerja yang cukup
c. Kesesuaian tempat tumbuh tanaman Pala
d. Kesesuaian agroklimat tanaman Pala
e. Budidaya Pala yang turun temurun.
f. Kedekatan dengan potensi pasar
g. Kelancaran transportasi
h. Adanya Sarana dan Prasana Penunjang
Faktor internal yang menjadi kelemahan.
a. Terbatasnya Sumbar Daya yang memiliki keahlian.
b. Teknologi masih sederhana
a. Sistem Informasi yang belum memadai.
b. Aspek kelembagaan yang belum efektif
c. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang yang belum memadai
d. Terbatasnya modal petani Pala
e. Aspek Alih Fungsi Lahan
Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang menjadi peluang.
a. Prospek pasar dalam negeri dan luar negeri
b. Kebijakan pemerintah yang mulai mendukung pengembangan komoditi eksport
c. Adanya sarana dan prasarana penunjang
d. Minat pedagang dan Bayer di luar negeri terhadap komoditi biji Pala
Faktor eksternal yang menjadi ancaman.
a. Tidak adanya pedagang Eksport yang berusaha di Kota Ambon
b. Kebijakan pemerintah daerah atau pusat yang tidak konsisten antara
satu dinas/instansi dengan lainnya.Kebijakan yang saling tidak konsisten
200 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Evaluasi dan Matriks Faktor Internal dan Eksternal
Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal
Dalam evaluasi ini digolongkan faktor-faktor lingkungan yang dihadapi
sebagai kombinasi atas faktor kekuatan dan peluang, kelemahan dan
ancaman seperti yang disajikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8 . Pembobotan
terhadap faktor internal menggunakan perbandingan berpasangan.
Tabel 8. Matriks Internal Factor Evaluation IFE)
Faktor-Faktor Internal Bobot Rating Skor
I. Kekuatan
a Potensi sumber daya lahan 0.124 2 0.248
b Tersedianya tenaga kerja yang cukup 0.117 2 0.234
c Kesesuaian tempat tumbuh tanaman Pala 0.045 4 0.180
d Kesesuaian agroklimat tanaman Pala 0.037 4 0.148
e Budidaya Pala yang turun temurun 0.105 3 0.315
f Kedekatan dengan potensi pasar 0.019 3 0.057
g Kelancaran transportasi penunjang 0.033 2 0.066
h Kedekatan dengan Pelabuhan sebagai jalur
transportasi antar daerah dan antar negara
0.033 2 0.066
Jumlah (I) 0.513 1.314
I. Kelemahan
a Terbatasnya sumber daya yang memiliki keahlian
tentang Pala
0.098 3 0.297
b Teknologi pengolahan masih sederhana 0.089 3 0.267
c Sistem informasi yang belum memadai 0.079 4 0.316
d Kelembagaan belum efektif 0.079 4 0.316
e Sarana dan Prasarana penunjang yang belum
memadai
0.101 3 0.303
f Terbatasnya modal petani Pala 0.008 4 0.032
g Aspek alih fungsi lahan 0.033 2 0.066
Jumlah (II) 0.487 1.594
Total (I + II) 1.00 2.908
Berdasarkan Tabel 8, dapat dikatakan bahwa faktor yang menjadi
kekuatan bagi pengembangan p e m a s a r a n /T a t a n i a ga biji Pala adalah
budidaya Pala yang turun temurun (0.315).Tersedianya sumber daya lahan yang
201 Volume 8 No. 2 Juni 2020
cukup (0.248) juga menjadikan kekuatan apabila dimanfaatkan sebagai area untuk
pembudidayaan tanaman Pala yang sangat penting. Faktor kelemahan yang
sangat penting untuk diperhatikan adalah sistem informasi yang belum memadai
(0.316) dan aspek kelembagaan yang belum efektif (0.316). Kelemahan yang
penting juga untuk dikaji selain dua kelemahan diatas yang memiliki skor
berimbang adalah ketersediaan sarana dan prasarana penunjang komoditi eksport
biji Pala (0.303). Berdasarkan Tabel 8 maka yang menjadi peluang terbesar
adalah kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan komoditi eksport
biji Pala (0.620). Ancaman yang berpengaruh paling besar adalah tidak adanya
pedagang eksport di Maluku/kota Ambon (0.801).
Matriks Internal-Eksternal
Berdasarkan analisis faktor-faktor internal dan eksternal, diperoleh hasil
berupa nilai matriks yang akan menentukan posisi pemasaran biji Pala, untuk
menjadi acuan didalam memformulasikan alternatif strategi yang diperoleh.
Formulasi strategi ini tidak terlepas dari aspek lingkungan internal dan eksternal.
Setelah matrik IFE dan EFE dibuat, langkah selanjutnya adalah menyusun
matriks IE yang merupakan pemetaan dari skor total matriks IFE dan EFE.
Tabel 9 . Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)
Faktor-Faktor Eksternal Bobot Rating Skor
I. Peluang
a Prospek pasar dalam dan luar negeri 0.022 5 0.110
b Kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan
komoditas ekspor biji Pala
0.155 4 0.620
c Adanya sarana dan prasarana penunjang pelabuhan eksport
komoditi biji Pala
0.267 2 0.534
d Adanya minat pedagang terhadap biji Pala dari Maluku 0.100 4 0.400
Jumlah (I) 0.544 1.664
II. Ancaman
a Tidak adanya pedagang ekspor di kota Ambon 0.267 3 0.801
b Kebijakan pemerintah daerah/pusat yang tidak
konsisten antar satu dinas/instansi dengan lainnya
0.189 3 0.567
Jumlah (II) 0.456 1.368
Total (I + II) 1.000 3.032
202 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
I
II
Pertumbuhan
III
3,0
IV
V
VI
2,0
VII
VIII
IX
Tota
l S
kor E
FE
Total Skor IFE
4.0 Kuat 3.0 Rata-rata 2.0 Lemah 1.0
Tinggi
Sedang
Lemah 1.0
Gambar 1. Posisi Pengembangan Tata Niaga Komoditi Eksport Biji Pala
Matriks diatas menggambarkan nilai skor E FE sebesar 3.032 dan I FE
2.908 sehingga posisi pengembangan Tata Niaga komoditi eksport biji Pala
berada pada kuadran II atau posisi sel dua (pertumbuhan) yang menunjukkan
posisi strategi pertumbuhan dengan kata lain Tata Niaga Komoditi eksport biji
Pala mempunyai tingkat keunggulan dalam faktor eksternal yang merupakan
kontribusi dari tingginya faktor- faktor peluang. Strategi yang disarankan pada
kondisi tersebut adalah bahwa harus merumuskan strategi pemasaran untuk
menembus pasar, melakukan diversifikasi produk dan mengembangkan wilayah
pasar yang dikuasainya. Kuadran I, II, dan IV dikenal dengan grow and build,
kuadran III, V, dan VII adalah hold and maintain, sedangkan VI, VII, dan IX
adalah Harvest and divesture.
Matriks SWOT
Matriks SWOT Pengembangan Tata Niaga Komoditi Eksport Biji Pala
adalah sebagai berikut : Hasil formulasi dikelompokkan menjadi empat
kelompok formulasi strategi yang terdiri dari strategi Kekuatan – Peluang (S–
O) merupakan strategi Agresif, strategi Kekuatan – Ancaman (S–T) merupakan
strategi Diferensiasi, strategi Kelemahan – Peluang (W–O) merupakan
strategi Intensifikasi dan strategi Kelemahan – Ancaman (W–T) merupakan
strategi Defensif (Tabel 9).
203 Volume 8 No. 2 Juni 2020
Internal
Eksternal
Kekuatan (S) Kelemahan
(W)
1. Tersedianya SD lahan yang
cukup
2. Tersedianya tenaga kerja
yang cukup
3. Kesesuaian tempat tumbuh.
4. Kesesuaian agroklimat.
5. Budidaya Pala yang telah
lama ada (turun temurun)
6. Kedekatan dengan potensi
pasar.
7. Ke[ancaran transportasi
penunjang.
8. Kedekatan dengan pelabuhan
sebagai jalur transportasi
antar daerah dan antar negara
1. Terbatasnya SD ahli
2. Teknologi
pengolahan masih
sederhana
3. Sistem informasi
belum memadai
4. Kelembagaan
belum efektif
5. Aspek Alih
fungsi lahan
6. Terbatasnya modal
petani
7. Sarana dan Prasarana
penunjang yang
belum memadai.
Peluang (O) S-O W-O
1.Peluang pasar DN dan
LN
2. Kebijakan
pemerintah yang
mendukung
pengembangan
komoditi eksport biji
Pala
3. Adanya sarana
dan prasarana
penunjang pelabuhan
eksport komoditi biji
1. perluasan areal perkebunan
Pala
2. Peningkatan standart mutu
pemasaran komoditi
eksport biji Pala
3. Peningkatan pemasaran
dan Tata Niaga biji Pala
4. Peningkatan standart
mutu komoti eksport biji
Pala
5. eksport komoditi biji Pala
melalui pelabuhan esport
1. Peningkatan kualitas
SDM & teknologi
melalui pelatihan ttg
Standart mutu biji Pala
2. Pembangunan pusat
informasi rempah
3. Penataan
kelembagaan
4. Membuat regulasi
tentang peraturan
daerah terkait
peningkatan
204 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Pala.
4. Adanya Minat
pedagang/bayers
terhadap biji Pala dari
Maluku/Ambon
Kota Ambon langsung ke
bayer.
pengembangan Tata
Niaga eksport
5. Mengintensifkan
penyuluhan budidaya,
6. Pembentukan LK dan
permodalan
Ancaman (T) S-T W-T
1.Tidak adanya
pedagang
eksport di kota
Ambon
2. Kebijakan pemda
atau pusat yang
tidak konsisten
antar satu
dinas/instansi
dengan lainnya
1. Perbaikan kebijakan
yang mendukung
keberadaan pedagang
eksport di kota Ambon
terkait pemasaran
komoditi biji Pala dalam
hal ini penggunaan
pelabuhan eksport di
Maluku/kota Ambon
2. Di intensifkannya
hubungan kerjasama yang
sintentis antar instansi
terkait dalam menangani
Tata Niaga eksport komoditi
biji Pala
1. Peningkatan
Sarana dan
prasarana
penunjang terkait
mutu dan
pemasaran
komoditi eksport
biji Pala.
2. Perbaikan kualitas
SDM
dan teknologi
3. Perbaikan kebijakan
/ regulasi / peraturan
daerah yang
memihak terhadap
pemasaran/tata niaga
komoditi eksport biji
Pala di Kota Ambon
Hasil analisis matriks SWOT mengarah pada alternatif strategi yaitu :
1. Peningkatan Sarana dan prasarana penunjang terkait mutu dan pemasaran
komoditi eksport biji Pala.
2. Perluasan areal pertanian
3. Peningkatan standart mutu komoditi eksport biji Pala
205 Volume 8 No. 2 Juni 2020
3. Penataan kelembagaan petani
4. Pemberdayaan lembaga keuangan dan permodalan
5. Peningkatan kualitas SDM dan teknologi melalui pelatihan-pelatihan.
6. Pembangunan pusat informasi rempah termasuk di dalamnya komodi Pala
7. Perbaikan kebijakan dan kelembagaan, khususnya pembuatan regulasi dan
peraturan daerah yang mendukung tata niaga komoditi eksport biji Pala.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa perhatian
pemerintah sudah mulai nampak namun kebijakan belum cukup untuk
meningkatkan pendapatan para Petani terutama dalam memperpendek Pola
Pemasaran/Tata Niaga komoditi Pala. Yang ini terkait sarana dan prasarana
penunjang yang belum memadai dan maksimal di upayakan serta belum adanya
regulasi yang mengikat dan menguntungkan bagi usaha komoditi rempah/komoditi
Pala dari Maluku termasuk Kota Ambon sebagai sentra pemasaran. Oleh karena itu,
alternatif strategi yang mungkin dilakukan yaitu, peningkatan sarana dan prasarana
penunjang terkait mutu dan pemasaran komoditi eksport biji Pala, perluasan areal
pertanian, peningkatan standart mutu komoditi eksport biji Pala, penataan
kelembagaan petani, pemberdayaan lembaga keuangan dan permodalan,
peningkatan kualitas SDM dan teknologi melalui pelatihan-pelatihan,
pembangunan pusat informasi rempah termasuk di dalamnya komodi Pala, dan
perbaikan kebijakan dan kelembagaan, khususnya pembuatan regulasi dan peraturan
daerah yang mendukung tata niaga komoditi eksport biji Pala.
Daftar Pustaka
BKKBN. 1998. Buku Pegangan Untuk Petugas Lapangan Mengenai Reproduksi
Sehat. Jakarta : BKKBN, 33-34.
BPS. 2017. Statistik Pertanian tahun 2017. Jakarta : BPS, 22-27.
BPS. 2018. Kota Ambon dalam Angka Tahun 2018. Ambon : BPS, 36-41.
206 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan
Fahmi, Irham., 2015. Manajemen Strategis. Bandung : CV Alfabeta, 53-58.
Hadad, E.A., dan Hamid A. 1990. “Mengenal Berbagai Plasma Nutfah Pala di.
Daerah Maluku Utara”. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat, 112-119.
Kaunang, Alvonda., C.B.D. Pakasi., J. Baroleh, dan J.N.K. Dumais., 2014.
“Perbandingan Pendapatan Petani Pala Pada Berbagai Saluran Pemasaran Di
Kecamatan Kauditan Kabupaten Minahasa Utara”. Cocos E-journal Unsrat.
Vol 4 (6) : 1-30.
Lalopua, Herica F., A.M. Sahusilawane, Dan S.F.W. Thenu., 2019. “Peran
Perempuan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rumah Tangga (Studi
Kasus Kelompok Nunilai Negeri Hutumuri)”. Agrilan. Vol 7 No 1 : 49-64.
Litbang Pertanian., 2018. “Teknik Budidaya Pala (Miristica Fragrans)., Bogor :
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat”. 13-22.
Chelasea, Mea; Tomy Lolowang; Olvie Bennu, Dan Ribka Kumaat., 2014.
“Analisis Usaha Dan Strategi Pengembangan Agroindustri Manisan Pala Di
Kelurahan Aermadidi Kabupaten Minahasa Utara (Studi Kasus Di Ud.
Murni)”. Cocos E-Journal Unsrat. Vol 4 (2) : 1-18.
Olong, Ibrahim., Marcus J. Pattinama, dan Maisie. T. F. Tuhumury. 2013.
“Analisis Pemasaran Pala (Myristica Fragrans Houtt) di Desa Morella
Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah”. Agrilan. Vol 1 (3) : 26-43.
Pattiselanno, August E., E. Jambormias, Dan J.F. Sopamena., 2018. “Konstribusi
Komoditas Perkebunan Terhadap Penerimaan Rumah Tangga Di
Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon”. Agric. Vol. 30 (2) : 75-88.
Pattiselanno, August E., E. Jambormias, Dan J.F. Sopamena., 2018. “Strategi
Nafkah Petani Perkotaan Pulau Kecil (Studi Kasus Kecamatan Leitimur
Selatan Kota Ambon)”. Jurnal Sosial Humaniora. Vol 11 (2) : 104-120.
Purseglove JW, Brown EG, Green SL, & Robbins SRJ. 1995. Spices. New York
: Longmans, 175-228.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2016. “Informasi Pertanian Tahun
2016”. Jakarta : Kementerian Pertanian, 137-144.
Rangkuti, Freddy., 2015. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama, 65-70
Singarimbun Masry., 2011. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES, 46-62.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta : UI Press, 29-36
Sugiyono, 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta, 58-67.
Todaro, P. 2017. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga, 17-
25.
top related