syndrom metabolic refrat
Post on 19-Jun-2015
783 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. PREVALENSI
Prevalensi sindrom metabolik sangat bervariasi oleh karena beberapa hal
antara lain ketidakseragaman kriteria yang digunakan, perbedaan etnis/ras,
umur dan jenis kelamin. Walaupun demikian, prevalensi sindrom metabolic
dapat dipastikan cenderung meningkat oleh karena meningkatnya prevalensi
obesitas maupun obesitas sentral (Adam, Adriansjah, 2006).
Sindrom metabolik dapat menyebabkan meningkatnya resiko dari penyakit
jantung koroner. Penelitian di Farmingham, sindrom metabolik sendiri dapat
menyebabkan 25% dari gejala penyakit jantung koroner (sindrom metabolic
sebagai pencetus penyakit jantung koroner). Hampir 50% populasi yang
mempunyai resiko untuk penyakit diabetes menunjukkan gejala sindrom
metabolik (sindrom metabolik sebagai pencetus diabetes) (Tjokroprawiro,
2007).
Sindrom Metabolik mengenai 40% pada lebih dari 50 populasi di US dan
sekitar 30% di Eropa. Prevalensi dari sindrom metabolik pada lebih dari 40
pasien yang melakukan medical check-up di Surabaya adalah sekitar 32%.
Dimana 43,3% terjadi pada DM tipe II terkontrol dan 59,0% pada DM tipe II
tidak terkontrol. Prevalensi dari sindrom metabolik adalah sekitar 81,7%
pada pasien obese dengan DM tipe II (Tjokropawiro, 2006).
Suatu penelitian di Makassar yang melibatkan 330 orang pria berusia antara
30-65 tahun dan menggunakan kriteria NCEP ATP III dengan ukuran
lingkar pinggang yang telah disesuaikan dengan orang Asia, menemukan
prevalensi sebesar 33,9%. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada
subyek dengan obesitas sentral sebesar 62,0% (Adam, Adriansjah, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KRITERIA SINDROM METABOLIK
Beberapa organisasi telah meneliti kriteria klinis untuk menentukan sindrom
metabolik. Dimulai dari Reaven (1988), kemudian diikuti oleh WHO (1998),
European Group for Study of Insulin Resistance/EGIR (1999), Adult
Treatment Panel III/ATP III (2001), American Association of Clinical
Endocrinologists/AACE (2003), International Diabetes Federation/IDF
(April, 2005), American Hearth Association / National Heart, Lung, and
Blood Institute AHA/NHBLI (Juli 2005).
WHO (1998) menyoroti masalah DM tipe II yang sering menimbulkan fakor
resiko pada Arterosklerosis Cardiovasculair Disease (ASCVD). WHO
(1998) juga menekankan pada adanya toleransi glukosa terganggu atau
diabetes melitus, dan atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua
faktor resiko lain yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral, dan
mikroalbuminuria. Maka dari itu, kriteria dari WHO sulit untuk dilakukan
(Adam, Adriansjah, 2006).
Tahun 1999, EGIR mengusulkan modifikasi pada kriteria WHO . EGIR
mengusulkan pada penekanan resistensi insulin daripada sindrom metabolik.
Tahun 2001 kriteria NCEP, ATP III tidak mencantumkan adanya resistensi
terhadap insulin.
Tahun 2003 AACE memodifikasi kriteria dari ATP III dengan memfokuskan
resistensi terhadap insulin sebagai sebab utama dari sindrom metabolik. Pada
bulan April 2005, IDF memberikan kriteria baru yaitu nilai dari lingkar
pinggang dari etnik tertentu sebagai salah satu kriteria dri sindrom metabolik
ETHNIC SPECIFIC VALUES OF WAIST CIRCUMFERENCE
(IDF 2005)
Country /Ethnic Group Waist Circumference*
Europids
In the USA, the ATP-III
values (102 cm male; 88
cm female) are likely to
continue to be used for
clinical purposes
Male ≥ 94 cm
Female ≥ 80 cm
South Asians
Based on a Chinese, Malay
and Asian-Indian
Population
Male ≥ 90 cm
Female ≥ 80 cm
Chinese Male ≥ 90 cm
Female ≥ 80 cm
Japanese Male ≥ 85 cm
Female ≥ 90 cm
Ethnic South and Central
Americans
Use South Asian recommendations until
more specific data are available
Sub-Saharan Africans Use European data until more specific data
are available
Eastern Mediterranean and
Middle East (Arab)
Populations
Use European data until more specific data
are available
*) In future epidemiological studies of populations of Europid origin, prevalence
should be given using both European and North American cut-points to allow better
comparisons.
ATP-III (2001) memasukkan 6 komponen dari sindrom metabolik yang
terhubung dengan Cardio Vasculair Disease:
1. Obesitas Abdominal
2. Atherogenic Dislipidemia
3. Peningkatan tekanan darah
4. Resistensi Insulin
5. Komponen Proinflammatory
6. Prothrombotic State
Selain dari komponen di atas, ternyata seseorang dengan sindrom metabolik
juga dapat memberikan gejala klinis yang lain, seperti :
1. Vascular abnormalities (disfungsi endothelial, ACR ≥ 30
mg/g)
2. Hiperurisemia
3. Adrenal incidentaloma (peningkatan sekresi kortisol)
4. Fatty acid deposition (fatty liver)
Tjokropawiro (2003, 2004) menyimpulkan bahwa terdapat 10 komponen lagi
yang terdapat pada sindrom metabolik. Dan komponen tersebut
dikelompokkan menjadi “Widened Metabolic Syndrome” :
Selain itu perlu diketahui pula penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup
(lifestyle Related Disease) :
Gabara 6 adalah suatu gen yang terletak pada kromosom 5q 31.1-q35. Gen
ini dapat merangsang terjadinya obesitas dan obesitas yang terkait dengan
fenotip seperti hormone yang beredar, termasuk kortisol. Kortisol
berpengaruh pada regulasi dari jaringan adipose, diferensiasi, fungsi, dan
distribusi, kelebihan dari kortisol menyebabkan obesitas visceral
(Tjokropawiro, 2005).
II. PATOGENESIS SINDROM METABOLIK
Asam lemak bebas / Free fatty acids (FFAs) dilepaskan dalam jumlah besar
dari sebuah massa jaringan adiposa yang mengembang. Di dalam hati (liver),
FFAs menimbulkan peningkatan produksi glukosa, triglycerid dan sekresi
VLDLs (very low density lipoproteins). Abnormalitas hubungan
lipid/lipoprotein termasuk penurunan HDL kolesterol (high-density
lipoprotein) dan peningkatan LDLs (low-density lipoproteins). FFAs juga
menurunkan sensitifitas insulin di otot dengan menghambat pengambilan
glukosa yang diperantarai insulin. Defek yang berhubungan termasuk
penurunan rasio glukosa terhadap glikogen and peningkatan akumulasi lipid
di TG (triglyceride). Peningkatan glukosa di sirkulasi, dan sejumlah FFA,
peningkatan sekresi insulin pankreas, menimbulkan hyperinsulinemia.
Hyperinsulinemia dapat menyebabkan meningkatnya reabsorpsi sodium and
meningkatkan aktivitas sistim saraf simpatis / SNS (sympathetic nervous
system) dan memberi andil pada hipertensi, seperti dapat meningkatnya level
dari FFAs di dalam sirkulasi.
Komponen pro inflamasi sangat berpengaruh terhadap resistensi insulin yang
dihasilkan dari produksi FFAs yang berlebihan. Adanya Interleukin 6 (IL-6)
dan Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dihasilkan oleh jaringan adipose dan
monosit-makrofag yang menyebabkan meningkatnya resistensi terhadap
insulin,lipolisis menyebabkan FFAs beredar di sirkulasi draah. IL-6 dan
sitokin lain juga dapat mempengaruhi produksi glukosa, VLDL oleh hati,
dan resistensi insulin di otot. Sitokin dan FFAs juga meningkatkan produksi
fibrinogen oleh hati dan produksi plasminogen avtivator oleh adiposity
inhibitor 1 (PAI-1),dan tahapan prothrombotic. Meningkatnya sirkulasi dari
sitokin menstimulasi produlsi C-rective Protein (CRP) (Fauci.et.al, 2008).
Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa pada sindrom metabolik terjadi
peningkatan berbagai faktor pro-inflamasi dan terjadinya penurunan faktor
protektif dan anti inflamasi yang diketahui memiliki fungsi untuk
meningkatkan efek vasodilatasi endotel, menekan ekspresi molekul adhesi,
menghambat produksi TNF-α, mengurangi efek pertumbuhan dari sel otot
polos, menghambat efek LDL teroksidasi, menekan, proliferasi,
menghambat proliferasi dan migrasi sel endotel, dan mengurangi penebalan
tunika intima dan proliferasi, sel otot polos. Keseimbangan tersebut
merupakan komponen penting pada patobiologi atherosklerosis. Oleh sebab
itu, dapat dikatakan bahwa semua komponen pada sindrom metabolik dapat
muncul bilamana terjadi suasana, inflamasi pada tingkat molekuler-jaringan
hingga sistemik yang berkepanjangan (Lawrence, S. Gatot, 2005).
Penurunan komponen anti inflamasi (dan insulin sensitizing cytokine
adiponectin, berhubungan dengan sindrom metabolic (Fauci.et.al, 2008)
III. TERAPI SINDROM METABOLIK
Terapi untuk sindrom metabolik sama saja dengan terapi untuk ganguan-
gangguan lain. Untuk manajemen hiperglikemia, ada beberapa pendekatan
yang sudah digunakan. Pendekatan farmakologi biasanya dilakukan jika
modifikasi gaya hidup dengan olahraga dan pengurangan berat badan tidak
berhasil. TDZs, yang merupakan insulin sensitizers tidak hanya mengurangi
gejala glikemia, namun juga meningkatkan fungsi vaskular dan memperbaiki
dislipidemia dan inflamasi pada diebetes tipe 2 (International Diabetes
Federation, 2007).
ATP III (2001) menrekomendasikan obesitas dan distribusi lemak sebagai
target intervensi dari sindrom metabolik. Resistensi insulin merupakan target
yang sangat tepat untuk terapi sindrom metabolic. Penurunan berat badan,
kolesterol, trigliserida, serta peningkatan HDL, penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi insulin dapat menurunkan terjadinya sindrommetabolik
(Tjokropawiro, 2005). Terdapat beberapa strategi dalam terapi sindrom
metabolik :
A.MODIFIKASI GAYA HIDUP
Penurunan dari berat badan dengan cara peningkatan aktifitas fisik
seharusnya menjadi terapi lini pertama untuk sindrom metabolik. Penurunan
berat badan ikut menurunkan resiko sindrom metabolik, menurunkan
resistensi insulin, penurunan jumlah CRP dan PAI-1 (Tjokropawiro, 2005).
Penurunan berat badan juga menurunkan resiko paien dengan
atherothrombotic, gangguan metabolic proinflamatory factor yang
berhubungan dengan “hypertriglyceridemic waist” (WC ≥ 90 cm and TG ≥
180 mg/dl) (Tjokropawiro, 2007).
Terdapat 10 cara untuk menuju hidup sehat atau sering disebut dengan Ten
Practicial Guidelines for Healthy Life yaitu yang sering disebut dengan
GULOH-CISAR (Glucose, Uric acid, Lipid, Obesity, Hypertension,
Cigarette, Inactivity, Stress, Alcohol, Regular check up). Metode ini dapat
menurunkan staging dari penyakit yang berkaitan dengan gaya hidup
(Tjokropawiro,2007).
TABLE - 4 Ten Practical Guidelines for Healthy LifeGULOH-CISAR = SYNDROME-10
Life with LEB : Limitation, Enjoy, Balance. Avoid : All Very Sweet Foods
(Tjokroprawiro 1995 - 2007)
G
U
L
O
H
1
2
3
4
5
C
I
S
A
R
6
7
8
9
10
Stop Cigarette (Smoking)
Daily Regular Exercise : +300 kcal/day or 3 km walk
Take minimally 6-Hour Sleep/Day
Stop Alcohol
Regular Check-Up Esp. > 40 years Old : 3, 6 or 12 Months
Limit Sugar Consumption
Restrict Purine Intake : JAS-BUKET
Consume Low Fat Diet : TEK-KUK-CS2
Prevent Obesity (INA : BMI < 25)
Avoid Excess of Sodium Intake(Less than g Sodium/day)3
JAS-BUKET : Jerohan, Alkohol, Sarden - Burung Dara, Unggas, Kaldu, Emping, Tape(Bowels, Alcohol, Sardines - Pigeon, Fowls, Meat-Broth, Beaten Nut, Fermented Cassava)
TEK-KUK-CS2 : Telor, Keju - Kepiting, Udang, Kerang - Cumi, Susu, Santen(Egg, Cheese - Crab, Shrimp, Mussel - Squid, Milk, Coconut - Juice)
"MABUK" (Rich in Chromium) : Mrica, Apel, Brokoli, Udang, Kacang-kacangan; good for DMPepper, Apple,Brocolli,Shrimp, Peanuts
Recommended Food Supplements : Green Bean, Onions, Green Tea, Pepper, ARGININE, and TPC – PODA – BC
TPC – PODA – BC : Tomatoes, Peanut, Carrot – Papaya, Orange, Dats, Apple, Broccolli, Cabbage
Sit Up 50-100 X per day
B.Intervensi Farmakologi
Drug of choice dari sindrom metabolik adalah :
1. Metformin
2. Glitazone (TZDs)
3. Sibutramines
4. Orlistat
5. Rimonabant
(Tjokropawiro, 2003, 2004)
1. METFORMIN
Metformin diperkenalkan sejak tahun 1995, mempunyai efek menurunkan
kadar glukosa darah tanpa meningkatan sekresi insulin dan meningkatkan
beratbadan. Mekanisme utamanya adalah dnegan menurunkan
glukoneogenesis pada tingkat mitokondriadi hepatosit yang berakibat
terjadinya penurunan produksi glukosa di hati, dengan demikian
menurunkan kadar gula darah puasa. Metformin juga berkhasiat
meningkatkan up take glukosa perifer. Efek tersebut diduga multiple efek
yang meliputi peningkatan afinitas ikatan insulin dengan reseptor insulin,
baik pada sel otot dan sel eritrosit (Hardiman, 2005). Terdapat 7 kelebihan
dari metformin pada sistem cardiovasculair :
1. Menurunkan resistensi insulin
2. Efek homeostasis dan fungsi pembuluh darah
3. Potensial terhadap terapi sindrom metabolik pada DM tipe II
4. Antiartherogenik
5. Menghambat proses glikasi
6. Proteksi pembuluh darah
7. Mencegah komplikasi cardiovasculair disease pada DM tipe II dengan
faktor resiko tinggi.
(Tjokroprawiro, 2007)
Selain itu, metformin memiliki 21 kelebihan lain yaitu :
I. Metabolisme Karbohidrat
1. Penurunan absorpsi glukosa
2. Penurunan Gula Darah Puasa
3. Penurunan GD2PP
4. Peningkatan glikogenesis
5. Peningkatan insulin reseptor binding
6. Peningkatan GLUT-5 di usus
7. Aktivasi post reseptor
8. Penurunan degradasi GLP-1
9. Mencegah sel beta dari gluko dan lipotoksis.
II.Modifikasi Lipid
1. Penurunan kolesterol total, LDL
2. Penurunan trigliserida
3. Peningkatan HDL
III. Efek Vasoprotektif
1. Penurunan hiperinsulinemia
2. Penurunan agregasi platelet
3. Peningkatan deformitas eritrosit
4. Peningkatan fibrinolisis (penurunan fibrinogen, F-VII, PAI-
1, F-XIIIa)
5. Peningkatan perfusi arteri perifer
6. Penurunan permeabilitas kapiler
7. Penurunan carbonyl stress
8. Penurunan sel otot polos dan poloferasi fibroblas
9. Penurunan neovascularisasi retina
(Tjokropawiro, 2007)
Metformin tradisional juga sangat efektif sebagai obat anti-hiperglikemia.
Metformin bekerja secara independen di pankreas, menghemat insulin. Obat
ini menurunkan pengeluaran glukosa hati dan memiliki bukti terbaik dalam
hal efektivitasnya terhadap kardiovaskular. Tapi metformin memiliki efek
yang tidak begitu kuat terhadap resistensi insulin, penanda inflamasi, dan
fungsi vaskular dibandingkan TDZs. Tetapi manfaatnya yang bisa
menghambat laju penambahan berat badan merupakan keuntungan tersendiri
(International Diabetes Federation, 2007).
2. GLITAZONES (TDZS)
Aktivitas utama obat golongan ini adalah mengaktifkan reseptor
PPARgamma pada jaringan adipose dan mengubah metabolisme serta
distribusi adipose. TDZs juga memodulasi pembebasan adiokine. ”Efek
ganda obat golongan TDZs pada metabolisme jaringan adipose, juga
terhadap liver dan otot skeletal sama baiknya seperti pada sel-sel beta
pankreas dan endotelium vaskular, membuat obat ini sangat bermanfaat
untuk sindrom metabolik,” ujar Stumvoll (International Diabetes Federation,
2007).
TZDs (glitazones) telah diterima sebagai terapi adjuvan pada DM tipe II;
obat ini menurunkan resistensi insulin. Rosiglitazone adalah pioglitazone
adalah dua obat golongan glitazones yang tersedia di Indonesia. Kerja
Rosiglitazone :
1. Meningkatkan kontrol glikemik pada pasien DM tipe2 dengan
meningkatkan glukosa uptake di jaringan perifer (melalui aktivasi PPAR-)
dan, sedikit lebih luas dengan menghambat produksi glukosa di hepar.
2. Meningkatkan sensitivitas insulin, menjaga fungsi sel , dan menurunkan
insulin plasma puasa, proinsulin, and memecah konsentrasi proinsulin.
3. Menurunkan ekskresi albumin.
4. Memperbaiki steatohepatitis pada pasien dengan NASH.
5. Mengurangi PAI-1 seperti halnya inflamasi ringan.
6. Meningkatkan agen anti inflamasi adipokine adiponectin
7. Profil lipid:
- meningkatkan LDL tetapi menurunkan LDL densitas rendah
- meningkatkan HDL2-Cholesterol
(Tjokropawiro, 2007)
Pengguunaan TDZs di Indonesia dapat digunakan sebagai monoterapi,
maupun terapi kombinasi dengan sulfonilurea atau metformin pada pasien
DM tipe II yang tidak terkontroldengan terapi monoterapi. Dan tidak
dianjurkan penggunaannya pada pasien dengan gangguan faal hati yang
berat (Hardiman, 2005).
3. SIBUTRAMINES
Sibutramine, yang merupakan serotonin dan nor adrenaline reuptake
inhibitor (SNRI) dapat memperbaiki profil metabolisme atherogenik pada
sindrom metabolik melalui beberapa efek menguntungkan seperti
(Apfelbaum et al 1999, Bray et al 1999, James et al 2000, Astrup et al 2001,
Després et al 2001, Finer 2002, Després et al 2003)::
1. Perbaikan lingkar pinggang, berat badan, dan menjaga berat badan
(hal ini dapat berpotensi memberikan andil untuk mengatasi salah satu
komponen yaitu lingkar pinggang atau BMI sebagaimana disebutkan pada
kriteria sindrom metabolik berdasarkan WHO (1998) atau ATP III (2001).
2. Perbaikan pada atherogenic dyslipidemia (20.7% terjadi peningkatan
HDL-C and 25% penurunan level triglyceride dapat memperbaiki faktor
resiko kardiovaskular secara keseluruhan pada sindrom metabolik).
3. Perbaikan sensitivitas insulin (efek ini memberikan keuntungan pada
masalah resistensi insulin dan intoleransi glukosa yang terjadi pada sindrom
metabolik).
(Tjokropawiro, 2007)
2. OBAT YANG MEMPENGARUHI METABOLISME LIPOPROTEIN
ATP III dari NCEP mengemukakan terapi dengan manajemen kolesterol.
Namun, modifikasi dalam gaya hidup masih memegang peran yang sangat
penting. Untuk mencapai target dari NCEP, beberapa obat yang
mempengaruhi dari metabolisme protein dapat dilihat pada tabel berikut :
Drug Class, Agents
and Daily Doses
Lipid/Lipoprotein
Effects
Side Effects Contraindications Clinical Trial
Results
HMG CoA
reductase Inhibitors
(Statins)*
LDL ↓ 18-55%
HDL ↑ 5-15%
TG ↓ 7-30%
Myopathy
Increased liver
Enzyme
Absolute:
Active or
chronic liver
disease
Relative:
Concomitant
use of certain
drugs†
Reduce major
coronary events,
CHD deaths, need
for coronary
procedures, stroke,
and total mortality
Bile acid
Sequestrants‡
LDL ↓ 15-30%
HDL ↑ 3-5%
TG No change or
increase
Gastrointestinal
distress
Constipation
Decrease absorp
of other drugs
Absolute:
Dysbeta-
lipoproteinemia
TG > 400
mg/dl
Relative:
TG > 200
mg/dl
Reduce major
coronary events,
and CHD deaths
Nicotinic AcidФ LDL ↓ 5-25%
HDL ↑ 15-35%
TG ↓ 20-50%
Flushing
Hyperglycemia,
Hyperuricemia
(gout)
Upper GI distress
Hepatotoxicity
Absolute:
Chr. Liver
disease
Sever Gout
Relative:
Diabetes
Hyperuricem
ia
Peptic ulcer
disease
Reduced major
Coronary events
Fibric Acidψ LDL ↓ 5-25% (may
be increased in
patients with high
TG)
HDL ↑10-20%
TG ↓20-50%
Dyspepsia
Gallstones
Myopathy
Unexplained non
CHD deaths in
WHO study
Absolute:
Severe renal
disease
Severe
hepatic disease
Reduced major
Coronary events
* Lovastatin (20-80 mg), Pravastatin (20-40 mg), Simvastatin (20-80 mg), Atorvastatin (10-80 mg),
Cerivastatin (0.4-0.8 mg).
† Cyclosporin, Macrolide antibiotics, various antifungal agents and cytochrome p-450 inhibitors
(Fibrates and Niacin should be used with appropriate caution)
‡ Cholestyramine (4-16 g), Colestipol (5-20 g), Colesevelam (2.6-3.8 g)
Ф Immediate release (crystalline) Nicotinic Acid (1.5-3 g), extended release Nicotinic Acid (Niaspan ®) (1-2
g),
sustained release Nicotinic Acid (1-2 g)
Ψ Gemfibrozil (600 mg BID), Fenofibrate (200 mg), Clofibrate (1.000 mg BID)
( Tjokroprawiro, 2005)
3. RIMONABANT
Sistem endocannabioid berperan besar terhadap regulasi dari
pemasukan makanan dan berat badan. Cannabioid endogen sendiri yang
telah teridentifikasi yaitu :
1. Anandamide= Arachidonyl Ethanolamide= AEA
2. 2-AG (2- Arachidonyl Ethanolamide)
3. Noladin
4. Virodhamine
Dua tipe dari reseptor cannabioid yaitu :
1. CB1yang banyak dihasilkan di otak dan sedikit di perifer
2. CB2 yang banyak terdapat pada sistem imun
(Tjokroprawiro, 2005)
Aktifasi dari reseptor CB1 pada hipotalamus dapat meningkatkan
hiperfagia. Di hati, CB1 memegang kontrol terhadap peningkatan serum
lipid, asam lemak, dan diet yang dapat menyebabkan obesitas. Efek dari
endogen cannabioid mempengaruhi sistem homeostasis melalui pengaruh
sentral juga perifer lipogenesis. Hal ini dapat digunakan sebagai target terapi
dari obesitas. (Tjokroprawiro, 2007)
Rimonabant adalah cannabinoid tipe 1 (CB1) penghambat reseptor
yang selektif sehingga dapat menurunkan faktor rsiko terjadinya penyakit
cardiovasculair termasuk obesitas, sindrom metabolik, dislipidemia, DM
tipe II, dan ketergantungan terhadap tembakau (Tjokroprawiro, 2007) . Obat
ini secara signifikan bisa memperbaiki kontrol terhadap glikemia, berat
badan, lingkar pinggang dan lemak pada pasien obesitas yang mengidap
diabetes tipe 2 yang mendapat metformin atau sulfonilurea (RIO-Diabetes).
Efikasi dan keamanan rimonabant dibuktikan melalui melalui studi
SERENADE (Study Evaluating Rimonabant Efficacy in drug-Naive
Diabetic patients) (International Diabetes Federation, 2007).
Gambaran sistematik dari Cannnabioid blocker
Excess Food Intake/Obesity
Overactivity of the Endocannabinoid System
CB1 Blockade
Central Peripheral Brain
Gastrointestinal Track
Adipose Tissue
Rimonabant has a Dual Action: Acting both Centrally (CNS) and Peripherally (Adipocytes and Gastrointestinal Tract)
Food Intake Food Intake
Waist Circumference Insulin Resistance TriglyceridesHDL-CholesterolGlucose Intolerance Adiponectin
FIGURE - 7 The Role of Central and Peripheral Components of ECS (Van Gaal, 2005)
Cigarette Cessation
(Tjokroprawiro, 2007)
Aktivitas utama obat golongan ini adalah mengaktifkan reseptor
PPARgamma pada jaringan adipose dan mengubah metabolisme serta
distribusi adipose. TDZs juga memodulasi pembebasan adiokine. Efek ganda
obat golongan TDZs pada metabolisme jaringan adipose, juga terhadap liver
dan otot skeletal sama baiknya seperti pada sel-sel beta pankreas dan
endotelium vaskular, membuat obat ini sangat bermanfaat untuk sindrom
metabolik (International Diabetes Federation, 2007).
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
top related