kerangka refrat

174
DAFTAR ISI Kata Pengantar i Daftar Isi 1 BAB I Pendahuluan 2 BAB II Anatomi dan Fisiologi 6 BAB III TUMOR GANAS RONGGA MULUT 28 BAB IV TUMOR GANAS HIDUNG dan SINONASAL 50 BAB V TUMOR GANAS NASOFARING 66 BAB VI TUMOR GANAS LARING 82 BAB VII TUMOR GANAS TELINGA 88 BAB VIII KESIMPULAN 100 Daftar pustaka 101 1

Upload: milawidyastuti

Post on 10-Aug-2015

55 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat THT karawang

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan BAB II Anatomi dan Fisiologi BAB III TUMOR GANAS RONGGA MULUT BAB IV TUMOR GANAS HIDUNG dan SINONASAL BAB V TUMOR GANAS NASOFARING BAB VI TUMOR GANAS LARING BAB VII TUMOR GANAS TELINGA BAB VIII KESIMPULAN Daftar pustaka

i 1 2 6 28 50 66 82 88 100 101

1

BAB I PENDAHULUAN Masalah keganasan dibidang THT KL sangat luas menarik dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selain THT kepala dan leher telah menjadi perhatian para ahli, dua jenis kanker yang paling umum dibidang kepala dan leher adalah kanker rongga mulut dan kanker orofaring. Rongga mulut dan orofaring, bersama dengan bagian lain dari kepala dan leher, memberikan kontribusi pada kemampuan untuk mengunyah, menelan, bernapas, dan berbicara. Rongga mulut termasuk bibir, mukosa bukal , gingival, dua pertiga bagian depan lidah, dasar mulut di bawah lidah, palatum durum, dan trigonum retromolar . Orofaring dimulai dimana rongga mulut berhenti. Ini termasuk pallatum mole, dinidng faring posterior, tonsil dan pangkal lidah. Kanker dimulai ketika sel-sel menjadi abnormal dan berkembang biak tanpa kendali atau perintah. Sel-sel ini membentuk suatu pertumbuhan jaringan, yang disebut tumor. Suatu tumor dapat jinak atau ganas. Sel-sel kanker dapat menyerang jaringan di dekatnya dan menyebar ke bagian lain dari tubuh secara perkontuinitatum, aliran darah dan sistem limfatik tubuh. Kanker mulut dan oropharyngeal adalah salah satu jenis utama kanker di daerah kepala dan leher, pengelompokan yang disebut kanker kepala dan leher. Meskipun kanker mulut dan kanker orofaringeal yang umumnya digabungkan dengan menggunakan satu kalimat, penting untuk mengidentifikasi lokasi kanker dimulai karena ada perbedaan perlakuan antara dua lokasi. Lebih dari 90% dari kanker mulut dan oropharyngeal adalah karsinoma sel skuamosa, yang berarti mulai di sel epitel skuamosa pada lapisan mulut dan tenggorokan. Walaupun ada perkembangan dalam mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan kematian yang diakibatkan kanker mulut masih tinggi dan sudah lama merupakan masalah didunia. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk ini adalah terutama karena kurangnya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok resiko tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastase nodus limf servikal.Pada umumnya, untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut dapat dilakukan dengan melalui anamnese, pemeriksaan klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan tambahan untuk menunjang diagnosis. Selain Keganasan pada rongga mulut dan orofaring, tumor ganas untuk bagian THT juga dapat berasa; dari daerah lain sperti Karsinoma Nasofaring. Karsinoma Nasofaring 2

disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Faktor yang berperan untuk terjadinya Karsinoma Nasofaring ini adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan asin, sedikit memakan sayur dan buah segar. Faktor lain adalah non-makanan, seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, dan asap dupa (kemenyan). Faktor genetik juga dapat mempengaruhi terjadinya Karsinoma Nasofaring. Selain itu terbukti juga infeksi virus Ebstein-Barr dapat menyebabkan Karsinoma Nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protei-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini, sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel hospes. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa Karsinoma Nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A, dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien Karsinoma Nasofaring. Selain itu dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA didalam serum penderita Karsinoma Nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer. Hubungan antara Karsinoma Nasofaring dan infeksi virus Ebstein-barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari berbagai bagian yang berbeda di dunia ini. Pada pasien yang Karsinoma Nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi Anti-EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya mengemukakan keberadaan 3EBV-DNA dan EBNA di dalam sel penderita Karsinoma Nasofaring. Jadi oleh karena diduga eratnya hubungan antara antibody Anti-EBV dan faktor geetik dengan terjadinya Karsinoma Nasofaring, maka pada penelitian ini juga melakukan pemeriksaan serologi yaitu antibodi anti-EBV (EBNA-1) pada pasien-pasien yang telah di diagnosa menderita Karsinoma Nasofaring melalui pemeriksaan histopatologi sebelumnya dan pasien yang di periksa ini adalah pasien dengan etnis batak dengan tujuan untuk mengetahui apakah Karsinoma Nasofaring pada etnis batak juga disebabkan oleh infeksi EBV. Karsinoma Nasofaring sangat sulit didiagnosa, hal ini mungkin disebabkan karena letaknya sangat tersembunyi, dan juga pada keadaan dini pasien tidak datang utnuk berobat. Biasanya pasien baru datang berobat bila gejala sudah mengganggu dan tumor tersebut telah mengadakan infiltrasi serta metastase pada pembuluh limfe servical. Hal ini merupakan keadaan lanjut dan biasanya prognosis yang jelek. Pemeriksaan terhadap Karsinoma Nasofaring ilakukan dengan cara anamnesa penderita

3

dan

disertai

dengan

pemeriksaan

nasofaringoscopy,

radiologi,

histopatologi,

imunohistokimia, Assay atau disingakat dengan ELISA. Oleh karena beberapa penelitian telah membuktikan bahwa didalam serum penderita Karsinoma Nasofaring dijumpai EBNA-1, maka sebaiknya pasien yang mempunyai gejala yang mengarah ke Karsinoma Nasofaring dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan serologi yaitu antibodi anti-EBV (EBNA-1). Penderita Karsinoma Nasofaring tersebar diseluruh dunia dan terdapat daerah endemik di China selatan. Jenis Karsinoma ini merupakan bentuk keganasan ketiga yang dijumpai pada pria dengan insidensi di China Selatan berkisar antara 15-50% pertahun. Di Indonesia Karsinoma Nasofaring paling banyak dijumpai diantara tumor ganas dibidang THT. Dan usia terbanyak yang menderita adalah usia 40 tahun keatas. Prevalensi Karsinoma Nasofaring di indonesia sebesar 4,7/100.000 per-penduduk per-tahun. Dibagian THT RSUD Dr. Soetomo (selama tahun 2000-2001) poliklinik onkologi melaporkan penderita baru Karsinoma Nasofaring berjumlah 623 orang, laki-laki dua kali lebih banyak dibandingakan perempuan. Di bagian THT RSUP H. Adam Malik, selama 1991-1996 mendapat kasus 160 tumor ganas, 94 kasus (58,81%) merupakan Karsinoma Nasofaring. Penyakit-penyakit jaringan lunak rongga mulut telah menjadi perhatian serius oleh para ahli terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang diakibatkan oleh kanker yang ada di rongga mulut terutama sekali pada negara-negara yang sedang berkembang. Kanker rongga mulut merupakan kira-kira 5% dari semua keganasan yang terjadi pada kaum pria dan 2% pada kaum wanita (Lynch,1994). Telah dilaporkan bahwa kanker rongga mulut merupakan kanker utama di India khususnya di Kerala dimana insiden rata-rata dilaporkan paling tinggi, sekitar 20% dari seluruh kanker (Balaram dan Meenattoor,1996). Walaupun ada perkembangan dalam mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan kematian yang diakibatkan kanker mulut masih tinggi dan sudah lama merupakan masalah didunia. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk ini adalah terutama karena kurangnya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok resiko tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastase nodus limfe servikal (Lynch,1994; Balaram dan Meenattoor,1996). Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh kanker mulut, WHO telah membuat petunjuk untuk mengendalikan kanker mulut, terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang. Pengendalian tersebut berdasarkan pada tindakan pencegahan primer dimana prinsip utamanya mengurangi dan mencegah paparan bahan-bahan yang bersifat karsinogen. Pendekatan kedua adalah melalui penerapan pencegahan sekunder, yaitu berupa deteksi dini lesi-lesi kanker 4

dan prakanker rongga mulut (Subita,1997). Folson dkk, 1972, memperkirakan bahwa 80% dari semua kasus kematian akibat kanker rongga mulut dapat dicegah dengan deteksi dini keganasan dalam mulut (Folson dkk,1972). Pada umumnya, untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut dapat dilakukan dengan melalui anamnese, pemeriksaan klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan tambahan secara laboratorium. Dalam makalah ini akan dikemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh dokter gigi untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut. Dengan demikian diharapkan dokter gigi dapat menemukan lesi-lesi yang dicurigai sebagai proses keganasan lebih awal sehingga prognosis kanker rongga mulut lebih baik.

5

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI 2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam: 1,2,3,5 2.1.1 Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.

6

Gambar 2.1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga 1,2,3 2.1.2 Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan : Batas luar Batas depan : Membran timpani : Tuba eustachius

Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis) Batas belakang Batas atas Batas dalam : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis. : Tegmen timpani (meningen / otak ) : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap bundar (round window) dan promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

7

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawahdepan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani. Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

Gambar 2.2 : Membran Timpani 1,2,3 Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan 8

makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani. 2.1.3 Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

9

Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam Koklea

1,2,3,5

bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh: 1. membrane reissner bagian atas 2. lamina spiralis membranasea bagian bawah 3. dinding luar koklea

10

saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar 2.4 : Koklea 2,3 Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.

GAMBAR 2.5 : Organ korti 2,3 Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi kortilimf. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan promontorium. Vestibulum

11

Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu. Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli. Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli. Kanalis semisirkularisanlis Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis). Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis. Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla. Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla. 2.1.4 Fisiologi pendengaran 1,2,3,4,5 Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan 12

perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran 1,4 2.2 Anatomi dan fisiologi hidung 2.2.1 Anatomi hidung

13

Gambar 2.7 : Anatomi hidung Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.6 Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril(Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.6 Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang, 14

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.6 Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior.6 Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.6 Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla. Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.6

15

Perdarahan hidung

Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:6 1. Arteri Etmoidalis anterior 2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika 3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis eksterna.

Gambar 2.8 : Sistem Vaskularisasi Hidung Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus kieesselbach (littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus. Persyarafan hidung

16

Gambar 2.9 :PersarafanHidung Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha media. Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. 2.2.2 Fisiologi hidung Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel 17

syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara,(7) Reflek nasal.7 2.2.3 Sistem Mukosiliar 2.2.3.1. Histologi mukosa6 Luas permukaan kavum nasi kurang lebih 150 cm2 dan total volumenya sekitar 15 ml. Sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius.Secara histologis, mukosa hidung terdiri dari palut lendir (mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia, membrana basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media dan lapisan kelenjar profunda.

Gambar2.10 :gambaranhistologimukosahidung 2.2.3.2 Epitel Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel skuamous kompleks pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius. Epitel kolumnar sebagian besar memiliki silia. Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar berkelompok pada bagian apeks sel. Mitokondria ini merupakan sumber energi utama sel yang diperlukan untuk kerja silia. Sel goblet merupakan kelenjar uniseluler yang menghasilkan mukus, sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal dari epitel dan sel goblet. Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal, menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air. Distribusi dan kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000 sel/mm2 dan 18

terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2. Sel basal tidak pernah mencapai permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia. Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm dari tepi depan memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan. Lebih kebelakang epitel bersilia menutupi 2/3 posterior kavum nasi. Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang, dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai 200 buah pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 m dengan diameter 0,3 m. Struktur silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus luar. Masingmasing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang disebut neksin dan jari-jari radial. Tiap silia tertanam pada badan basal yang letaknya tepat dibawah permukaan sel. Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah (active stroke) dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan ini.. Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi (recovery stroke). Perbandingan durasi geraknya kira-kira 1 : 3. Dengan demikian gerakan silia seolaholah menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia ini tidak bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino (metachronical waves) pada satu area arahnya sama. Gerak silia terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu sama lainnya. Sumber energinya ATP yang berasal dari mitokondria. ATP berasal dari pemecahan ADP oleh ATPase. ATP berada di lengan dinein yang menghubungkan mikrotubulus dalam pasangannya. Sedangkan antarapasangan yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan bahan elastis yang diduga neksin. Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 m dan diameternya 0,1 m atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak bergerak seperti silia. Semua epitel kolumnar bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada permukaannya. Jumlahnya mencapai 300-400 buah tiap sel. Tiap sel panjangnya sama. Mikrovilia bukan merupakan bakal silia. Mikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah luas permukaan sel. Mikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke dalam sel epitel. Dengan demikian mencegah kekeringan permukaaan sel, sehingga menjaga kelembaban yang lebih baik dibanding dengan sel epitel gepeng. 2.2.3.3. Palut lendir Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal. Terdiri dari dua 19

lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili (sol layer) yang disebut lapisan perisiliar. Lapisan ini lebih tipis dan kurang lengket. Kedua adalah lapisan superfisial yang lebih kental (gel layer) yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya. Lapisan superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang menumpang pada cairan perisiliar dibawahnya. Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi dengan berat molekul rendah. Lapisan ini sangat berperanan penting pada gerakan silia, karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia terjadi di dalam cairan ini. Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung mukus. Diduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan dan bersin. Lapisan ini juga berfungsi sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban rendah, gas atau aerosol yang terinhalasi serta menginaktifkan virus yang terperangkap. Kedalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transportasi mukosiliar. Pada lapisan perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk ke dalam ruang perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan perisiliar, maka ujung silia tidak akan mencapai lapisan superfiasial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia terbatas atau terhenti sama sekali (Sakakura 1994). 2.2.3.4. Membrana basalis Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap dibawah epitel. Di bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas kolagen dan fibril retikulin. 2.2.3.5. Lamina propria Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis. Lapisan ini dibagi atas empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar superfisial, lapisan media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar profundus. Lamina propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat, substansi dasar, kelenjar, pembuluh darah dan saraf. Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung. Mukosanya lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitel toraknya berlapis semu bersilia, bertumpu pada membran basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum dibawahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir ke arah

20

hidung melalui ostium masing-masing. Diantara semua sinus paranasal, maka sinus maksila mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi. 2.2.3.6 Transportasi mukosiliar Transportasi mukosiliar hidung adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk membersihkan dirinya dengan mengangkut partikel-partikel asing yang terperangkap pada palut lendir ke arah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan lokal pada mukosa hidung. Transportasi mukosiliar disebut juga clearance mukosiliar. Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang merupakan gabungan dari lapisan mukosa dan epitel yang bekerja secara simultan. Sistem ini tergantung dari gerakan aktif silia yang mendorong gumpalan mukus. Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat merusak beberapa bakteri. Enzim tersebut sangat mirip dengan imunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah beberapa zat imunologik yang berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (Ig G) dan interferon dapat juga ditemukan pada sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior bersama materi asing yang terperangkap didalamnya ke arah faring. Cairan perisilia dibawahnya akan dialirkan ke arah posterior oleh aktivitas silia, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi mukosilia yang bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lendir akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit. Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus media dan inferior maka gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium. Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresifsaat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mm/menit. Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung. Pada segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen posterior, sekitar 1 hingga 20 mm/menit. Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus

21

sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju nasofaring. Dari rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan. 2.2.3.7 Pemeriksaan fungsi mukosiliar Fungsi pembersih mukosiliar atau transportasi mukosiliar dapat diperiksa dengan menggunakan partikel, baik yang larut maupun tidak larut dalam air. Zat yang bisa larut seperti sakarin, obat topikal, atau gas inhalasi, sedangkan yang tidak larut adalah lamp black, colloid sulfur, 600-um alluminium disc atau substansi radioaktif seperti human serum albumin, teflon, bismuth trioxide. Sebagai pengganti partikel dapat digunakan sakarin yang disebut uji sakarin. Uji ini telah dilakukan oleh Anderson dan kawan pada tahun 1974dan sampai sekarang banyak dipakai untuk pemeriksaan rutin. Uji sakarin cukup ideal untuk penggunaan di klinik. Penderita di periksa dalam kondisi standar dan diminta untuk tidak menghirup, makan atau minum, batuk dan bersin. Penderita duduk dengan posisi kepala fleksi 10 derajat. Setengah mm sakarin diletakkan 1 cm di belakang batas anterior konka inferior, kemudian penderita diminta untuk menelan secara periodik tertentu kira-kira 1/2-1 menit sampai penderita merasakan manis. Waktu dari mulai sakarin diletakkan di bawah konka inferior sampai merasakan manis dicatat dan disebut sebagai waktu transportasi mukosiliar atau waktu sakarin. Dengan menggunakan bahan celupan, warna dapat dilihat di orofaring. Transportasi mukosiliar normal sangat bervariasi. Mahakit (1994) mendapatkan waktu transportasi mukosiliar normal adalah 12 menit. Sedangkan pada penderita sinusitis, waktu transportasi mukosiliar adalah 16,6 7 menit. Waguespack (1995) mendapatkan nilai rata-rata adalah 12-15 menit. Elynawaty (2002) dalam penelitian mendapatkan nilai normal pada kontrol adalah 7,61 menit untuk wanita dan 9,08 menit untuk pria. 2.3 Anatomi dan fisiologi tenggorokan 2.3.1 Anatomi Tenggorokan8 Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan menuju esophagus. Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris.

22

Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole, dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan. Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis. Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan kebawah berhubungan dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior, kemudianbagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini. Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila, arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus. 23

2.3.1.1 Vaskularisasi.8 Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatine superior. 2.3.1.2 Persarafan8 Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glossofaringeus. 2.3.1.3 Kelenjar Getah Bening8 Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. Berdasarkan letak, faring dibagi atas: 2.3.1.4. Nasofaring Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius. 9

24

Gambar 2.11. Anatomi faring dan struktur sekitarnya 2.3.1.5 Orofaring Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.9 a. Dinding Posterior Faring Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.9 b. Fosa tonsil Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenarbenarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.9 c. Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.9 Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.9 Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.9 Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada

25

tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.9 Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.9 Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.9 2.3.1.6 Laringofaring (hipofaring)9 Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu. Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.2 Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung. 2.3.2 Fisiologi Tenggorokan 26

Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk artikulasi.8 Proses menelan

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.9 Proses Berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.9 Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.9

27

BAB III TUMOR GANAS RONGGA MULUT DAN OROFARING 3.1. Definisi Kanker mulut dan oropharyngeal adalah salah satu jenis utama kanker di daerah kepala dan leher, pengelompokan yang disebut kanker kepala dan leher. Meskipun kanker mulut dan kanker orofaringeal yang umumnya digabungkan dengan menggunakan satu kalimat, penting untuk mengidentifikasi lokasi kanker dimulai karena ada perbedaan perlakuan antara dua lokasi. 3.2. Patologi Karsinoma sel skuamosa timbul sebagai lesi ulseratif dengan ujung yang nekrotik, biasanya diseskelilingi oleh reaksi radang. Jika tumor tetap sebagai lesi ulseratif, seringkali dikelilingi daerah leukoplakia jenis pra-maligna. Pada awalnya tumor menyebar sepanjang permukaan mukosa, akhirnya meluas ke dalam jaringan lunak dibawahnya. Adenokarsinoma terjadi pada kelenjar liur mayor maupun minor yang terletak pada batas mukosa atau segera pada daerah submukosa. Klasifikasi tumor-tumor kelenjar liur yang biasa terjadi termasuk : 1. Karsinoma sel asini 2. Karsinoma adenoid kisitik 3. Adenokarsinoma 4. Karsinoma mukoepidermoid 5. Karsinoma yang timbul dalam adenoma pleomorfik 6. Tumor campur ganas Dapar bermetastasis secara perkontuinitatum, limfogen dan hematogen. Bertentangan dengan kanker sel skuamosa, yang biasanya ulseratif, adenokarsinoma umumnya submukosa dengan gambaran massa yang licin, keras, bulat yang mengalami ulserasi hanya pada akhir perjalanan penyakit atau setelah biopsi. Tampaknya tidak ada hubungan dengan penggunaan tembakau dan alkohol. Sebenarnya adenokarsinoma dpat terjadi pada berbagai tempat dimana karsinoma sel skuamosa terjadi, tetapi adenokarsinoma lebih sering terjadi pada kelenjar liur mayor, pertemuan pallatum molle dan pallatum durum, atau dalam sinun paranasal atau bagian lidah yang dapat bergerak aktif. Limfoma ganas dapat terjadi sebagai keganasan primer di kepala dan leher. Limfoma baiasanya diklasifikasikan hodgkin dan non-hodgkin. Kategorasi limfoma hodgkin dan non28

hodgkin lebih kompleks dan tergantung pada sifat imunologik dan morfologik. 3.3. Faktor resiko Pada umumnya penyebab dari suatu keganasan tidak dapat diketahui dengan pasti penyebabnya. Namun ada beberapa penilitian mengemukakan faktor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya keganasan pada rongga mulut dan oropharyng. 1. Merokok dan mengunyah tembakau Resiko terajdinya keganasan terkait dengan berapa lama dan berapa banyak kontak dengan selaput lendir mukosa mulut. Asap tembakau dari rokok, cerutu, atau pipa dapat menyebabkan kanker dimana saja di mulut atau tenggorokan, serta dapat menyebabkan kanker dari laring (pita suara), paru-paru, kerongkongan, ginjal, kandung kemih, dan organ lainnya. Merokok menngunakan pipa adalah risiko sangat signifikan untuk kanker di daerah bibir yang menyentuh batang pipa. Mengunyah tembakau resiko tinggi terkait dengan kanker pipi, gusi, dan permukaan bagian dalam bibir. 2. Minum alkohol Resiko keganasan rongga mulut dan oropharyng meningkat pada perokok dan minum alkohol. 3. Infeksi Human Pappiloma Virus Kebanyakan jenis HPV menyebabkan kutil pada berbagai bagian tubuh, tetapi beberapa tipe HPV (seperti HPV16) terkait dengan tertentu kanker, termasuk kanker serviks dan kanker oral dan orofaringeal. Infeksi HPV menyebar terutama melalui kontak seksual (oral seks). Infeksi HPV sering ditemukan pada kanker orofaring (terutama tonsil) dan jarang pada kanker rongga mulut. Kanker mulut dan orofaringeal berkaitan dengan infeksi HPV cenderung mengenai pada usia lebih muda dan cenderung perokok dan peminum alkohol. Infeksi HPV dari mulut dan tenggorokan tidak memiliki gejala, dan hanya persentase yang sangat kecil menyebabkan kanker oropharyng tanpa disertai dengan faktor resiko yang lainnya. 4. Terpapar sinar Ultraviolet (UV) Sinar matahari adalah sumber utama dari sinar UV bagi kebanyakan orang. Kanker bibir lebih umum pada orang yang memiliki pekerjaan di luar ruangan kontak yang terlalu lama sinar matahari. 5. Diet rendah gizi Beberapa studi telah menemukan bahwa diet rendah buah-buahan dan sayuran adalah terkait dengan peningkatan risiko kanker rongga mulut dan orofaring. 6. Sistim imun yang lemah 29

Kanker rongga mulut dan oropharyngeal yang lebih umum pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. Sistem kekebalan tubuh yang lemah dapat disebabkan oleh penyakit sudah ada sejak lahir, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), dan obat-obatan tertentu (seperti yang diberikan setelah transplantasi organ). 7. Jenis kelamin Kanker oropharyngeal sekitar dua kali lebih umum pada pria daripada wanita. ini mungkin karena laki-laki lebih cendenrung untuk menggunakan tembakau dan alkohol. dan dalam beberapa waktu terakhir ini infeksi HPV terkait kanker oropharing terjadi pada pria muda. 8. Usia Kanker orofaring biasanya terjadi dalam kurun waktu yang lama untuk berkembang menjadi suatu keganasan, sehingga tidak umum pada orang muda. Kebanyakan pertama kali diketahui adanya kanker pada usia lebih dari 55. Terkait dengan infeksi HPV cenderung menyerang pada usia yang lebih muda. 3.4. Epidemiologi Di Amerika Serikat diperkirakan tahun ini 39.400 orang dewasa (27.710 pria dan 11.690 wanita) didiagnosis dengan kanker mulut atau orofaringeal. Diperkirakan bahwa angka kematiannya 7.900 (5.460 laki-laki dan 2.440 perempuan) dari penyakit ini. Tingkat kanker mulut dan orofaringeal lebih tinggi dua kali pada laki-laki dari perempuan. Kanker rongga mulut sebagai kanker yang paling umum di antara pria, mungkin karena faktor resiko pada laki-laki lebih tinggi. Jenis yang paling umum untuk kanker pada rongga mulut adalah: lidah sekitar 25% kasus; tonsil 10% sampai 15%, bibir 10% sampai 15%; kelenjar ludah minor 10% untuk 15%, dan sisanya terjadi pada gusi dan dasar mulut. 3.5. Patosifiologi Banyak teori yang mengemukakan mengenai terjadinya suatu penyakit keganasan pada rongga oropharyng. Beberapa faktor risiko, seperti tembakau atau penggunaan alkohol berat, dapat menyebabkan kerusakan DNA sel-sel yang melapisi bagian dalam mulut dan tenggorokan. DNA adalah suatu bahan kimia didalam setiap sel tubuh yang akan membentuk gen, menunjukkan bahwa sel-sel didalam tubuh berfungsi dengan baik. Beberapa gen memiliki instruksi untuk mengontrol ketika sel-sel tumbuh dan membelah. Gen yang menstimulasikan 30

pembelahan sel disebut onkogen. Gen yang memperlambat pembelahan sel atau menyebabkan sel mati pada waktu yang tepat disebut gen supresor tumor. Ketika tembakau dan alkohol merusak sel-sel yang melapisi mulut dan tenggorokan, sel-sel harus tumbuh lebih cepat untuk memperbaiki kerusakan ini. Dalam hal ini ada kesempatan gen membuat kesalahan saat menyalin DNA sehingga menjadi sel kanker. Banyak bahan kimia yang ditemukan didalam tembakau yang dapat merusak DNA secara langsung. Alkohol tidak dapat dipastikan dapat merusak DNA secara langsung, namun diyakini bahwa alkohol membantu banyak bahan kimia lebih mudah masuk ke dalam sel dan merusak DNA. Kombinasi tembakau dan alkohol menyebabkan kerusakan DNA lebih besar dibanding tembakau saja. Kerusakan ini dapat menyebabkan onkogen dan gen supresor tumor mengalami kerusakan, terjadi perubahan DNA yang mengaktifkan onkogen atau menonaktifkan gen supresor tumor. Sel abnormal terus dihasilkan, membentuk tumor. Dengan adanya kerusakan tambahan yaitu, infeksi Human Pappiloma Virus, menyebabkan sel membuat 2 protein, sebagai E6 dan E7. Protein ini membunuh beberapa gen yang menjaga pertumbuhan sel agar tetap terkendali, sehingga pertumbuhan sel menjadi tidak terkendali dan menjadi kanker. HPV DNA ditemukan didalam sel-sel tumor, terutama pada sel pasien non-perokok yang minum sedikit alkohol atau tidak konusmsi alkohol. Diperkirakan HPV menjadi penyebab kemungkinan kanker. Beberapa orang mewarisi mutasi DNA dari orang tua sehingga meningkatkan risiko untuk berkembangkan menjadi kanker tertentu. Namun, hal ini tidak sepenuhnya diyakini terjadi pada kanker rongga mulut dan kanker oropharing. Beberapa dari kanker dapat dikaitkan dengan yang lain, seperti faktor resiko yang belum dapat diketahui dengan pasti ataupun tidak adanya faktor eksternal penyebab mungkin saja terjadi karena mutasi DNA secara acak di dalam sel. 3.6. Gejala Klinis Kemungkinan tanda-tanda dan gejala kanker ini dapat mencakup: Rasa gatal di mulut (gejala yang paling umum) Nyeri pada mulut (juga sangat umum) Benjolan atau penebalan di mukosa pipi Terdapat bercak (patch) yang putih atau merah pada gusi, lidah, tonsil, atau lapisan mulut Sakit tenggorokan atau perasaan bahwa ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan 31

Kesulitan mengunyah atau menelan Kesulitan menggerakkan rahang atau lidah Mati rasa dari daerah lidah atau mulut lainnya Pembengkakan rahang yang menyebabkan perasaan tidak nyaman Gigi terasa longgar atau sakit di sekitar gigi atau rahang Suara serak Terdapat sebuah benjolan atau massa di leher Bau mulut yang menetap Berat badan menurun. 3.6.1. Kanker pada lidah Hampir 80% kanker lidah terletak pada 2/3 anterior lidah (umumnya pada tepi lateral dan bawah lidah) dan 20% pada posterior lidah. Gejala tergantung pada lokasi kanker tersebut. Bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan.Pada stadium awal, secara klinis kanker lidah dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, dapat berupa bercak leukoplakia, penebalan, perkembangan eksofitik atau endofitik bentuk ulkus. Tetapi sebagian besar dalam bentuk ulkus. Tanda yang paling penting adalah terdapat indurasi yang didapat pada pinggiran ulkus. 3.6.2.Kanker dasar mulut Kanker pada dasar mulut biasanya dihubungkan dengan penggunaan alkohol dan tembakau. Pada stadium awal mungkin tidak menimbulkan gejala. Bila lesi berkembang menimbulkan keluhan adanya gumpalan dalam mulut atau perasaan tidak nyaman. Pada stadium yang sudah lanjut akan mengalami kesulitan dan nyeri waktu menelan dan timbul yang disebut hot potato voice pada waktu berbicara dan pada waktu yang sama menghindari menelan secret yang terkumpul.Secara klinis yang paling sering dijumpai adalah lesi berupa ulserasi dengan tepi yang timbul dan mengeras yang terletak dekat frenulum lingual. Bentuk yang lain adalah penebalan mukosa yang kemerah-merahan, nodul yang tidak sakit atau dapat berasal dari leukoplakia. Pada kanker tahap lanjut dapat terjadi pertumbuhan eksofitik atau infiltratif. 3.6.3. Kanker pada mukosa pipi 32

Di negara yang sedang berkembang, kanker pada mukosa pipi dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau yang berkontak dengan mukosa pipi kiri dan kanan selama beberapa jam.Pada awalnya lesi tidak menimbulkan simptom, terlihat sebagai suatu daerah eritematus, ulserasi yang kecil, daerah merah dengan indurasi dan kadang-kadang dihubungkan dengan leukoplakia tipe nodular. 3.6.4. Kanker pada gingiva Kanker pada gingiva umumnya berasal dari daerah dimana susur tembakau ditempatkan pada orang-orang yang memiliki kebiasaan ini. Daerah yang terlibat biasanya lebih sering pada gingiva mandibula daripada gingiva maksila . Lesi awal terlihat sebagai granuloma yang kecil atau sebagai nodul. Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan eksofitik atau pertumbuhan infiltratif yang lebih dalam. Pertumbuhan eksofitik seperti bunga kol, mudah berdarah. Pertumbuhan infiltratif biasanya tumbuh invasif pada tulang mandibula dan menimbulkan desdruktif. 3.6.5. Kanker pada palatum Pada daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan menghisap rokok. Kanker pada palatum merupakan kanker rongga mulut yang umum terjadi dari semua kanker mulut. Perubahan yang terjadi pada mukosa mulut yang dihubungkan dengan menghisap rokok adalah adanya ulserasi, erosi, daerah nodul dan bercak. Jika lesi terus berkembang mungkin akan mengisi seluruh palatum. Kanker pada palatum dapat menyebabkan perforasi palatum dan meluas sampai ke rongga hidung. 3.6.6. Kanker daerah tonsila Daerah ini meluas dari trigonum retromolar termasuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan fosa tonsilanya sendiri. Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke superior pada pallatum mole. Teraba lesi-lesi kecil dengan palpasi. 3.7. Pemeriksaan 3.7.1. Pemeriksaan fisik Dua komponen kunci pemeriksaan rongga mulut dan oropharing yaitu inspeksi dan palpasi dari kedua struktur eksternal dan internal rongga mulut. Pemeriksaan menyeluruh dilakukan mencakup pemeriksaan kepala, wajah, dan leher mencari perubahan warna kulit, bengkak, dan simetris atau tidak. 33

Palpasi pemeriksaan luar kepala secara menyeluruh, termasuk otot temporal, sendi temporomandibular, otot masseter, dan tulang mandibula. Selanjutnya, meraba leher, termasuk kelenjar parotis dan submandibula, nodul kelenjar getah bening, dan otot-otot leher. Pemeriksaan internal dilakukan dengan sangat hati-hati untuk melihat setiap daerah yang bervariasi dari warna merah muda normal yang sehat mukosa. Karsinoma skuamosa hampir mengenai hamper semua sel rongga mulut dan orofaring didahului oleh perubahan yang mudah terlihat di mukosa rongga mulut yang paling sering bermanifestasi sebagai merah atau putih patches. Terdiri dari beberapa tahapan pemeriksaan: Gambar 3 : pemeriksaan rongga mulut a. Menarik superior bibir atas, dan memeriksa mukosa dan gingiva. b. Memanipulasi bibir dengan ibu jari dan indeks jari, merasakan untuk setiap lesi submukosa c. Memeriksa mukosa bukal dan posterior gingiva satu sisi dimulai dari commissure bibir lateral dan kemudian superior. d. Menarik kembali bibir bawah dan memeriksa mukosa, ruang depan, dan anterior gingiva e. Selanjutnya, memeriksa seluruh pallatum f. Tekan lidah dengan spatula lidah saat pasien mengatakan "aaaa g. Meminta pasien untuk mengankat lidah ke atap mulut dan memeriksa permukaan ventral lidah dan dasar mulut (Manuver ini mengangkat langit-langit lunak dan memungkinkan pandangan yang lebih baik dari tonsil wilayah) h. Pemeriksaan terkahir menarik lidah keluar dari mulut dan tahan dengan kasa steril dan memeriksa batas lateral lidah. Palpasi rongga mulut juga penting. sSmua permukaan dari mukosa bukal, dasar mulut, dan lidah harus teraba. Palpasi tepat adalah dicapai menggunakan bimanual teknik. Pemeriksaan fisik lengkap dilakukan didaerah kepala dan leher untuk mengetahui daerah yang abnormal. Pemeriksaan ini mencakup kelenjar limf dileher, untuk mencari tanda-tanda keganasan yang sudah metastase ke kelenjar limf sekitar. Karena orofaring adalah jauh di dalam leher dan beberapa bagian tidak mudah dilihat sehingga diperlukan alat kusus untuk pemeriksaan . Laringoskopi tidak langsung Pemeriksaan ini menggunakan cermin diletakkan di bagian belakang mulut untuk melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limf, uvula, arcus faring serta gerakannya, tonsil, pita suara, mukosa pipi, gusi, dan gigi geligi. 3.7.2. Pemeriksaan penunjang 34

Laringoskopi langsung Pemeriksaan ini dengan cara memasukkan serat optik fleksibel (disebut endoskop, pipa, tipis fleksibel dengan cahaya dan lensa terpasang untuk melihat) melalui mulut atau hidung untuk memeriksa kepala dan daerah leher. Kadang-kadang, endoskopi yang kaku (tabung berongga dengan lensa cahaya) ditempatkan ke bagian belakang mulut untuk melihat bagian belakang tenggorokan lebih terinci. Pemeriksaan ini memiliki nama yang berbeda tergantung pada area tubuh yang diperiksa, seperti laringoskopi (laring), pharyngoscopy (faring), atau nasopharyngoscopy (nasofaring). Untuk membuat pasien lebih nyaman, pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan semprotan anestesi untuk mematikan rasa daerah itu. Jika jaringan terlihat mencurigakan, akan dilakukan biopsi dan dilakukan di ruang operasi di rumah sakit dengan menggunakan anestesi umum. Biopsi Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan dibawah mikroskop. Dengan biopsi dapat membuat diagnosis pasti. Jenis biopsi dilakukan tergantung pada lokasi dari kanker. Aspirasi jarum biopsi, sel-sel ditarik menggunakan jarum tipis yang dimasukkan langsung ke tumor. Sel-sel diperiksa di bawah mikroskop sel-sel kanker. Biopsi sikat oral Suatu teknik baru sederhana untuk mendeteksi kanker mulut dengan menggunakan sikat kecil untuk mengumpulkan sampel sel dari daerah yang mencurigakan. Spesimen tersebut kemudian dikirim ke laboratorium untuk analisis. Prosedur sikat oral biopsi mudah dan dapat dilakukan di tempat praktek dengan nyeri sedikit atau tidak ada. Jika kanker ditemukan menggunakan metode ini, dianjurkan melakukan biopsy untuk mengkonfirmasi hasil. X-ray Tes pencitraan menggunakan x-ray, medan magnet, atau zat radioaktif untuk membuat gambar bagian dalam tubuh. Tes pencitraan ini tidak digunakan untuk mendiagnosa rongga mulut atau kanker oropharyngeal, tetapi dilakukan untuk beberapa alasan baik sebelum dan setelah diagnosis kanker, termasuk: Untuk membantu mencari tumor jika ada yang dicurigai Untuk mengetahui seberapa jauh kanker mungkin telah menyebar Untuk membantu menentukan apakah pengobatan telah efektif Untuk mencari tanda-tanda kemungkinan kekambuhan kanker setelah pengobatan Pemeriksaan barium Pemeriksaan ini umumnya digunakan untuk melihat orofaring dan fungsi menelan.

35

Pertama pasien diminta untuk menelan barium, sehingga dapat terlihat setiap perubahan dalam struktur rongga mulut dan tenggorokan dan melihat apakah cairan lewat dengan mudah ke perut. X-ray kemudian digunakan dan dimodifikasi, atau videofluoroscopy, digunakan untuk menilai fungsi menelan. Panorex Disebut juga panorama, x-ray untuk melihat dari rahang atas dan bawah mendeteksi kerusakan tulang akibat penyebaran kanker, atau untuk mengevaluasi gigi sebelum terapi radiasi atau kemoterapi. Computed tomography scan CT scan menciptakan gambar tiga dimensi bagian dalam tubuh dengan mesin x-ray. Sebuah komputer kemudian menggabungkan gambar-gambar menjadi tampilan, rinci cross-sectional yang menunjukkan kelainan apapun atau tumor. Dapat digunaka media kontras (pewarna khusus) disuntikkan ke pembuluh darah pasien untuk memberikan detail yang lebih baik. CT scan dapat membantu untuk memutuskan apakah kanker bisa diangkat dengan operasi dan menentukan apakah kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher atau tulang rahang bawah. Magnetic Resonance Imaging (MRI ) MRI menggunakan medan magnet, bukan x-ray, untuk menghasilkan gambar rinci dari tubuh, terutama gambar jaringan lunak, seperti tonsil dan pangkal lidah. Sebuah media kontras dapat disuntikkan ke pembuluh darah pasien untuk menciptakan gambaran yang lebih jelas. USG USG menggunakan gelombang suara untuk menciptakan gambar dari organ internal. Tes ini dapat mendeteksi penyebaran kanker ke kelenjar limf di leher.Tomografi positron emisi scan Sebuah PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan

dalam tubuh. Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh. Zat ini diserap terutama oleh organ dan jaringan yang menggunakan energi. Karena kanker cenderung untuk menggunakan energi secara aktif, menyerap lebih dari zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh yang menyerap radioaktif terbanyak sebagai sel kanker . 3.8.Stadium

36

Sebuah sietem yang menggambarkan seberapa jauh penyebaran suatu tumor. Sistem yang paling umum digunakan untuk menggambarkan tingkat kanker rongga mulut dan kanker oropharyngeal adalah sistem TNM dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) TNM untuk menjelaskan 3 informasi: T menunjukkan ukuran dari tumor primer dan jika ada jaringan rongga mulut atau orofaring yang telah menyebar(metastasis). N menunjukkan penyebaran ke kelenjar limf terdekat M menunjukkan kanker telah menyebar (metastasis) ke organ lain dari tubuh. Angka atau huruf muncul setelah T, N, dan M untuk memberikan informasi tentang masingmasing faktor: Angka 0 sampai 4 menunjukkan tingkat keparahan. Huruf X berarti "tidak dapat dinilai" karena informasi ini tidak tersedia. T kategori untuk kanker bibir, rongga mulut, dan orofaring TX : Tumor primer tidak dapat dinilai, informasi tidak diketahui. Tis: Karsinoma in situ. Ini berarti kanker tersebut masih dalam epitel (lapisan atas sel yang melapisi rongga mulut dan orofaring) dan belum berkembang menjadi lapisan yang lebih dalam. T0: Tidak ada bukti tumor primer T1: Tumor 2 cm (sekitar inci) atau lebih kecil T2: Tumor lebih besar dari 2 cm, tetapi lebih kecil dari 4 cm (sekitar 1 inci) T3: Tumor lebih besar dari 4 cm T4a: Tumor tumbuh ke dalam struktur di dekatnya, menyerang organ disekitarnya. Untuk kanker rongga mulut: tumor tumbuh ke dalam struktur terdekat, seperti tulan rahang atau wajah, otot, lebih dalam mengenai lidah, kulit wajah, atau sinus maksilaris. Untuk kanker bibir: tumor tumbuh ke dalam tulang di dekatnya, saraf alveolaris inferior, dasar mulut, atau kulit dagu atau hidung. Untuk kanker oropharyngeal: tumor tumbuh ke dalam laring (pita suara), lidah, otot, atau tulang seperti pterygoideus medial, palatum durum, atau rahang. T4b: Tumor telah berkembang melalui struktur terdekat dan ke daerah yang lebih dalam atau jaringan. Tumor tumbuh ke dalam tulang lainnya, seperti dasar pterygoideus dan / atau dasar tengkorak (untuk setiap rongga mulut atau kanker orofaringeal). Tumor mengelilingi arteri karotid internal (untuk setiap rongga mulut atau orofaringeal 37

kanker). Untuk kanker oropharyngeal: tumor tumbuh ke dalam otot yang disebut otot pterygoideus lateral. . Untuk kanker oropharyngeal: tumor tumbuh ke dalam nasofaring. Kategori N ? NX: kelenjar getah bening terdekat tidak dapat dinilai, informasi tidak diketahui ? N0: Kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya ? N1: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di salah satu sisi yang sama dari kepala atau leher sebagai primer tumor; kelenjar getah bening tidak lebih dari 3 cm. ? N2 mencakup 3 subkelompok: ? N2a: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di salah satu sisi yang sama sebagai tumor primer ; kelenjar getah bening lebih besar dari 3 cm tapi tidak lebih besar dari 6 cm (sekitar 2 inci) ? N2b: Kanker telah menyebar ke 2 atau lebih kelenjar getah bening pada sisi yang sama dengan tumor primer, tetapi tidak ada yang lebih besar dari 6 cm ? N2c: Kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening pada kedua sisi leher atau di sisi yang berlawanan dengan tumor primer, tetapi tidak ada yang lebih besar dari 6 cm ? N3: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening yang lebih besar dari 6 cm M kategori ? M0: Tidak menyebar jauh ? M1: kanker telah menyebar ke tempat yang jauh di luar wilayah kepala dan leher (misalnya, paru-paru) 3.8.1. Stadium pengelompokkan Dokter menetapkan stadium kanker dengan menggabungkan klasifikasi T, N, dan M. Tahap 0: Menjelaskan karsinoma di situ (Tis), dengan tidak menyebar ke kelenjar getah bening (N0) atau metastasis jauh (M0). Stadium I: Menjelaskan tumor kecil (T1), dengan tidak menyebar ke kelenjar getah bening (N0) dan tidak ada metastasis jauh (M0). Stadium II: Menjelaskan tumor yang lebih kecil dari 4 cm (T2), dan belum menyebar ke kelenjar getah bening (N0) atau ke bagian tubuh yang jauh (M0). Stadium III: Menjelaskan semua tumor lebih besar (T3), dengan tidak menyebar ke kelenjar getah bening (N0) atau metastasis (M0), serta tumor yang lebih kecil (T1, T2) yang 38

telah menyebar ke kelenjar getah bening regional (N1), tetapi tidak memiliki tanda metastasis (M0). Stadium IVA: Menjelaskan setiap tumor invasif (T4a) dengan baik tanpa keterlibatan kelenjar getah bening (N0) atau hanya menyebar ke nodul tunggal, yang sama-sisi getah bening (N1), tetapi tidak ada metastasis (M0). Hal ini juga digunakan untuk setiap tumor (T apapun) dengan keterlibatan nodul lebih signifikan (N2), tetapi tidak ada metastasis (M0). Stadium IVB: Menjelaskan setiap tumor (T apapun) dengan keterlibatan nodal yang luas (N3), tetapi tidak ada metastasis (M0). Stadium IVC: Menunjukkan ada bukti penyebaran jauh (ada T, setiap N, M1). 3.8.2.Grade tumor berdasarkan pemeriksaan histologi Pemeriksaan ini bertujuan menggambarkan tumor primer dengan grade, yang ditentukan dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa jaringan dari tumor (disebut pemeriksaan histologis). Membandingkan jaringan tumor dengan jaringan normal, dan grade menggambarkan seberapa dekat sel-sel kanker menyerupai jaringan normal di bawah mikroskop. Jaringan normal mengandung berbagai jenis sel dikelompokkan bersama-sama, yang disebut differensiasi sel. Jaringan dari tumor biasanya memiliki sel-sel yang terlihat lebih mirip satu sama lain (disebut diferensiasi buruk). Umumnya, semakin terdiferensiasi jaringan, semakin baik prognosisnya. Grade tumor dijelaskan menggunakan huruf "G" dan nomor. GX : kelas tidak dapat dievaluasi. G1 : Sel-sel terlihat lebih seperti jaringan normal (baik dibedakan). G2 : Sel-sel yang hanya cukup dibedakan. G3 dan G4 : Sel-sel tidak menyerupai jaringan normal (diferensiasi buruk). Berulang : kanker berulang adalah kanker yang datang kembali setelah perawatan.Jika ada kekambuhan, kanker mungkin perlu diklasifikasikan menggunakan sistem tersebut. 3.9. Penatalaksanaan Pilihan pengobatan utama untuk orang dengan kanker oropharyngeal adalah: - Bedah - Radiasi - Kemoterapi 39

- Target Terapi Rencana tindakan ini dapat digunakan sendiri atau kombinasi, tergantung pada stadium dan lokasi tumor. Secara umum, operasi adalah pengobatan pertama untuk kanker rongga mulut dan oropharing , dan mungkin diikuti oleh radiasi atau kemoterapi dan radiasi gabungan. Kanker orofaringeal biasanya kombinasi kemoterapi dan radiasi. 3.9.1 Pembedahan Beberapa jenis operasi dapat digunakan untuk mengobati kanker rongga mulut dan orofaringeal. Tergantung di mana kanker tersebut dan stadium, operasi yang berbeda dapat digunakan untuk mengangkat kanker. Setelah pembedahan untuk mengangkat kanker, bedah rekonstruksi dapat digunakan untuk membantu memulihkan penampilan dan fungsi dari daerah yang terkena kanker. Prosedur bedah yang paling umum untuk kanker mulut dan oropharyngeal meliputi: a. Tumor primer operasi. Tumor dan daerah sekitarnya jaringan yang diangkat untuk mengurangi kemungkinan bahwa kanker masih ada yang tertinggal. b. Glossectomy Adalah pengangkatan sebagian atau seluruh lidah. c. Mandibulectomy Jika tumor telah mengenai tulang rahang, tetapi tidak menyebar ke dalam tulang, maka sebagian atau seluruh tulang rawan diangkat. Jika pada pemeriksaan rahang pada sinar-x ditemukan pada tulang, maka seluruh tulang rahang diangkat. d. Maxillectomy Sebuah operasi yang mengangkat sebagian atau seluruh dari palatum durum, yang merupakan tulang atap mulut. Prostheses (perangkat buatan), atau lebih baru, penggunaan flap jaringan lunak dengan dan tanpa tulang dapat dipasang untuk menggantikan. e. Diseksi leher Kanker rongga mulut dan orofaring sering menyebar ke kelenjar limf di leher, dan mungkin diperlukan untuk mengangkat beberapa atau semua kelenjar limf dalam prosedur bedah. f. Laryngectomi Adalah pengangkatan sebgaian atau sleuruhnya dari laring dan pita suara namun tindakan ini jarang diperlukan untuk pengobatan kanker mulut atau orofaringeal. Laring sangat penting untuk menelan karena melindungi jalan napas dari makanan dan cairan 40

masuk trakea atau batang tenggorokan dan mencapai paru-paru, yang dapat menyebabkan pneumonia. Dapat dilakukan pada tumor besar lidah atau orofaring. g. Trakeostomi Jika kanker menghalangi tenggorokan atau terlalu besar sehingga mengahalangi jalan nafas diperlukan tindakan yang disebut trakeostomi dibuat di leher. Trakeostomi dapat bersifat sementara atau permanen. Efek samping pembedahan Semua operasi membawa risiko, termasuk pembekuan darah, infeksi, komplikasi dari anestesi, dan pneumonia. Risiko ini umumnya rendah tetapi lebih tinggi pada operasi yang rumit. Jika operasi tidak terlalu rumit, efek samping mungkin hanya rasa sakit sesudahnya, yang dapat diobati dengan obat-obatan jika diperlukan. Pembedahan untuk kanker yang besar atau sulit dijangkau mungkin sangat rumit, efek samping dapat berupa infeksi, gangguan luka, masalah dengan makan dan berbicara, atau kematian sangat jarang terjadi selama atau segera setelah prosedur. Operasi juga dapat berbekas terutama operasi tulang wajah atau rahang. 3.9.2. Terapi radiasi Terapi radiasi menggunakan energi tinggi sinar-x atau partikel untuk menghancurkan sel-sel kanker atau lambat tingkat pertumbuhan. Terapi radiasi dapat digunakan dalam beberapa situasi untuk oral dan kanker orofaringeal: Dapat digunakan sebagai pengobatan utama untuk kanker kecil. Pasien dengan kanker lebih besar mungkin perlu kedua operasi dan terapi radiasi atau Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi. Setelah operasi, terapi radiasi dapat digunakan, baik sendiri atau dengan kemoterapi, sebagai tambahan (adjuvant) pengobatan untuk mencoba membunuh setiap deposit kecil kanker yang tidak mungkin telah diangkat selama operasi. Ini dikenal sebagai terapi radiasi adjuvan. Radiasi dapat digunakan (bersama dengan kemoterapi) untuk mencoba untuk mengecilkan beberapa yang lebih besar kanker sebelum operasi. Hal ini disebut terapi neoadjuvant. Dalam beberapa kasusu terapi radiasi digunakan pada operasi yang tidak radikal dan diharapkan untuk membunuh jaringan yang tidak dioperasi. Terapi radiasi juga dapat digunakan untuk meredakan gejala kanker seperti nyeri, 41

perdarahan, kesulitan menelan, dan masalah yang disebabkan oleh metastase tulang. Ada beberapa terapi radiasi a. Terapi radiasi sinar eksternal Cara yang paling umum untuk memberikan radiasi kanker adalah fokus sinar radiasi dari luar mesin ke tubuh. Ini dikenal sebagai radiasi sinar eksternal terapi. Untuk mengurangi risiko efek samping harus hati-hati mengetahui dosis tepat yang dibutuhkan dan mencapai target dengan hati-hati dan seakurat mungkin. Sebelum memulai tindakan perawatan, dilakukan pengukuran berhati-hati untuk menentukan sudut yang tepat untuk menyinari target orgat radiasi dan dosis radiasi yang tepat. Terapi radiasi adalah seperti mendapatkan sinar-x, tetapi radiasi yang kuat. Prosedur terapi tersebut tidak menyakitkan. Setiap kali tindakan hanya berlangsung beberapa menit. Perawatan biasanya diberikan 5 hari seminggu selama 6 sampai 7 minggu. Jadwal lain untuk dosis radiasi telah dipelajari dalam uji klinis. Hyperfractionation mengacu memberikan dosis total radiasi dalam jumlah yang besar besar (misalnya, 2 dosis per hari yang lebih kecil daripada 1dosis per hari yang lebih besar). Fraksinasi dipercepat berarti bahwa perlakuan radiasi selesai lebih cepat (misalnya, 6 minggu bukan 7 minggu). Jadwal fraksinasi dipercepat dapat mengurangi resiko kanker datang kembali di organ primer atau dekat organ tersebut dan dapat menigkatkan kualitas hidup. Kekurangannya adalah bahwa perawatan yang diberikan memiliki efek samping yang lebih berat. b. Terapi radiasi konformal tiga dimensi (3D-CRT). Menggunakan hasil tes imaging seperti MRI dan program komputer khusus untuk secara tepat mengetahui lokasi kanker. Radiasi sinar tersebut kemudian dibentuk dan ditujukan pada tumor dari beberapa arah, yang membuatnya kurang merusak jaringan normal. Secara teori, dengan memberikan radiasi yang lebih akurat, sehingga dapat mengurangi kerusakan radiasi pada jaringan normal dibeberapa daerah (seperti saraf, pembuluh darah, dan organ lainnya) dan mungkin dapat mengobati kanker dengan lebih meningkatkan dosis radiasi untuk tumor itu sendiri. Studi jangka panjang hasilnya masih diperlukan untuk mengkonfirmasi ini. c. Terapi intensitas radiasi termodulasi (IMRT) 42

Adalah bentuk lanjutan dari terapi 3D-CRT. Terapi ini menggunakan mesin komputer-driven yang benar-benar bergerak di sekitar pasien seperti memberikan radiasi. Bertujuan mengenai jaringan di tumor dari beberapa sudut, intensitas (kekuatan) dari mesin dapat disesuaikan untuk meminimalkan dosis mencapai jaringan normal yang paling sensitif. Hal ini memungkinkan untuk memberikan dosis yang lebih tinggi ke daerah kanker. d. Brachytherapy Cara lain untuk memberikan radiasi adalah dengan menempatkan bahanbahan radioaktif langsung ke dalam atau dekat kanker. Metode ini disebut radiasi internal, radiasi interstisial, atau brachytherapy. Perjalanan radiasi hanya berjarak sangat pendek, yang membatasi dampaknya pada jaringan normal terdekat. Brachytherapy tidak sering digunakan untuk mengobati kanker rongga mulut atau kanker oropharyngeal karena adanya radiasi eksternal, seperti IMRT. Berbagai jenis brachytherapy dapat digunakan. Dalam satu bentuk, kateter berongga (tabung tipis) ditempatkan ke dalam atau sekitar tumor selama pembedahan dan yang ditempat tersisa untuk beberapa hari sementara pasien tetap di rumah sakit. Bahan radioaktif tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung untuk waktu yang singkat setiap hari, mengeluarkan radioaktivitas tingkat rendah untuk beberapa minggu. Efek samping terapi radiasi Radiasi dari daerah mulut dan tenggorokan dapat menyebabkan beberapa efek samping jangka pendek termasuk: - Kulit seperti terbakar sinar matahari di kepala dan leher yang perlahan menghilang - Serak - Kehilangan indra pengecap - Kemerahan dan nyeri pada mulut dan tenggorokan - Kadang-kadang luka terbuka berkembang di mulut dan tenggorokan, sehingga sulit untuk makan dan minum selama pengobatan. Radioterapi juga dapat menyebabkan efek samping jangka panjang atau permanen: - Kerusakan kelenjar ludah Kerusakan permanen pada kelenjar ludah dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini dapat menyebabkan masalah makan dan menelan. Kurangnya air liur juga dapat menyebabkan kerusakan gigi (gigi berlubang). Biasanya diperlukan perawatan 43

ke dokter gigi dan menjaga kebersihan mulut. Pengobatan fluoride juga dapat membantu sebelum di radioterapi. Teknik seperti IMRT dapat membantu mengurangi efek samping ini. - Kerusakan pada tulang rahang Yang ang dikenal sebagai osteoradionecrosis rahang, dapat menyebabkan efek samping yang serius akibat pengobatan radiasi. Lebih umum terjadi setelah infeksi gigi, ekstraksi, atau trauma, dan sulit diobati. Gejala utama adalah nyeri pada rahang. Dalam beberapa kasus dapat menyebabkan tulang rahang retak dan jika berat diperlukan terapi pembedahan untuk menagtasinya. - Kerusakan pada kelenjar pituitary atau tiroid Jika kelenjar hipofisis atau tiroid terkena radiasi, produksi hormon dapat menurunkan dari waktu ke waktu. Hal ini dapat menyebabkan masalah dengan metabolisme yang mungkin perlu dikoreksi dengan obat. Radiasi Efek samping ini biasanya akan lebih parah pada orang yang mendapatkan kemoterapi pada saat yang sama. Untuk mengurangi efek samping tersebut diperlukan perawatan sebelum di radiasi ataupun kemoterapi. 3.9.3. Kemoterapi Adalah pengobatan dengan menggunakan obat anti kanker yang diberikan ke dalam vena atau secara oral. Obat ini memasuki aliran darah dan dapat mencapai sel kanker dan yang telah menyebar ke organ alin. Dapat digunakan dalam situasi yang 3 berbeda: Kemoterapi (biasanya dikombinasikan dengan terapi radiasi) dapat digunakan sebagai pengganti operasi sebagai pengobatan utama untuk beberapa jenis kanker. Kemoterapi (dikombinasikan dengan terapi radiasi) dapat diberikan setelah operasi untuk mencoba membunuh deposit sel kanker yang mungkin masih ada. Ini dikenal sebagai ajuvan kemoterapi. Kemoterapi dapat digunakan (kadang-kadang dengan radiasi) untuk mencoba untuk mengecilkan beberapa jenis kanker yang lebih besar sebelum operasi. Ini disebut neoadjuvant atau kemoterapi induksi. Dalam beberapa kasus ini memungkinkan untuk menggunakan operasi kurang radikal dan menghapus jaringan yang masih tersisa. Hal ini dapat menyebabkan efek samping yang lebih sedikit serius dari operasi. 44

Obat kemo yang paling sering digunakan untuk kanker rongga mulut dan orofaring adalah: Cisplatin 5-fluorouracil (5-FU) Carboplatin Paclitaxel Docetaxel Methotrexate Ifosfamid Bleomycin Sebuah obat kemoterapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain. Seringkali menggabungkan obat dapat membantu mengecilkan tumor yang lebih baik, tapi akan menyebabkan efek samping yang lebih banyak. Yang paling umum digunakan kombinasi cisplatin dan 5-FU. Kombinasi ini lebih efektif daripada hanya menggunakan satu macam obat pada kanker rongga mulut dan orofaring. Hasil yang lebih baik dengan menambahkan docetaxel. Kemoterapi diberikan dengan beberapa siklus dengan masing-masing periode isitirahat untuk memungkinkan tubuhpulih kembali. Setiap siklus kemoterapi biasanya berlangsung selama beberapa minggu. Kemoterapi sering diberikan bersamaan dengan radiasi (dikenal sebagai kemoradiasi). Cisplatin biasanya merupakan obat kemoterapi disukai ketika diberikan bersama dengan radiasi. Beberapa kasus memilih untuk memberikan radiasi dan kemoterapi sebelum operasi. Namun, efek samping dapat parah. Pada operasi yang tidak radikal diberikan kemoterapi bersamaan dengan radiasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik daripada radiasi saja. Tapi pendekatan gabungan sulit bagi orang yang berada dalam kesehatan yang buruk untuk mentoleransinya. Efek samping kemoterapi Kemoterapi adalah obat yang menyerang sel-sel yang membelah dengan cepat. Tetapi, sel lain didalam tubuh, seperti yang di sumsum tulang, lapisan mulut dan usus, dan folikel rambut juga terpengaruh. Hal ini dapat menyebabkan efek samping. Efek samping dari kemoterapi tergantung pada jenis, dosis, dan berapa lama obat diberikan. Efek samping dapat termasuk: - Rambut rontok - Mulut luka - Kehilangan nafsu makan 45

- Mual dan muntah - Diare - Peningkatan infeksi (karena jumlah rendah sel darah putih berkurang) - Mudah memar atau pendarahan (karena jumlah platelet darah rendah) - Kelelahan (karena rendahnya jumlah sel darah merah. Seiring dengan risiko di atas, beberapa efek samping yang terlihat lebih sering dengan kemoterapi obat-obatan tertentu. Sebagai contoh, 5-FU sering menyebabkan diare. Cisplatin dapat menyebabkan kerusakan saraf(disebut neuropati), menyebabkan gangguan pendengaran serta mati rasa dan kesemutan di tangan dan kaki. Hal ini sering kembali normal setelah pengobatan dihentikan, tetapi dapat bertahan lama bahkan permanen. Meskipun efek samping y