refrat tht

25
BAB I PENDAHULUAN Telinga kita berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan. Fungsi keseimbangan kita adalah lebih mendasar dan lebih penting daripada fungsi pendengaran. Suatu organsme dapat bertahan hidup tanpa pendengaran, tapi tidak dapat bertahan tanpa keseimbangan dengan lingkungannya. Karena itu secara filogenetik, mekanisme keseimbangan sebagai bagian dari orienasi organism terhadap lingkungan berkembang lebih dahulu dari pendengaran. Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan. 1 Reseptor untuk dua modalitas sensorik, pendengaran dan keseimbangan, berada di telinga. Telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam berperan dalam pendengaran. Kanalis semisirkularis, utrikulus dan sakulus telinga berperan dalam keseimbangan. Reseptor di kanalis semisirkularis mendeteksi percepatan rotasi, reseptor di utrikulus mendeteksi percepatan linier dalam arah horizontal dan reseptor di sakulus mendeteksi percepatan linier dalam arah vertical. Reseptor untuk pendengaran dan keseimbangan adalah sel rambut dan terdapat enam kelompok sel rambut di setiap telinga dalam : satu di masing-masing dari tiga kanalis 1

Upload: elisse-stephanie

Post on 11-Aug-2015

43 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Tht

BAB I

PENDAHULUAN

Telinga kita berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan. Fungsi keseimbangan kita adalah lebih mendasar dan lebih penting daripada fungsi pendengaran. Suatu organsme dapat bertahan hidup tanpa pendengaran, tapi tidak dapat bertahan tanpa keseimbangan dengan lingkungannya. Karena itu secara filogenetik, mekanisme keseimbangan sebagai bagian dari orienasi organism terhadap lingkungan berkembang lebih dahulu dari pendengaran. Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan.1

Reseptor untuk dua modalitas sensorik, pendengaran dan keseimbangan, berada di telinga. Telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam berperan dalam pendengaran. Kanalis semisirkularis, utrikulus dan sakulus telinga berperan dalam keseimbangan. Reseptor di kanalis semisirkularis mendeteksi percepatan rotasi, reseptor di utrikulus mendeteksi percepatan linier dalam arah horizontal dan reseptor di sakulus mendeteksi percepatan linier dalam arah vertical. Reseptor untuk pendengaran dan keseimbangan adalah sel rambut dan terdapat enam kelompok sel rambut di setiap telinga dalam : satu di masing-masing dari tiga kanalis semisirkularis, satu di utrikulus, satu di sakulus dan satu di koklea4

1

Page 2: Refrat Tht

BAB II

ANATOMI TELINGA

Gambar 1. Anatomi telinga

Telinga dibagi atas :

1. Telinga luar, terdiri atas3

a. Aurikulum: Bagian yang bertulang rawan (heliks, antiheliks, tragus,

antitragus, konka dan sulkus retroaurikuler), Bagian yang tidak bertulang

rawan yaitu lobulus.

b. Meatus akustikus eksterna , terdiri atas pars kartilagenus dan pars osseus

c. Membrana timpani, terdiri atas 2 bagian : pars tensa dan pars flaksida

2

Page 3: Refrat Tht

Telinga luar atau pinna (aurikula=daun telinga) merupakan gabungan dari rawan yang diliputi kulit. Bentuk rawan ini unik dan dalam merawat trauma telinga luar, harus diusahakan untuk mempertahankan bangunan ini. Kulit dapat terlepas dari rawan di bawahnya oleh hematom atau pus, dan rawan yang nekrosis dapat menimbulkan deformitas kosmetik pada pinna (telinga kembang kol).1

Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang di sebelah medial. Seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan rawan ini. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang telinga sementara proseus mastoideus terletak di belakangnya. Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus stiloideus di posteroinferior liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari saraf fasialis, patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.1

Membrana Timpani

Membana timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam.

3

Page 4: Refrat Tht

Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).1

2. Telinga tengah

Berbentuk kubus dengan3:

batas luar : membrane timpani

batas depan : tuba eustachius

batas bawah : vena jugularis

batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

batas atas : tegmen timpani

batas dalam : telinga dalam

Telinga tengah yang tersisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kontak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.1

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf linguialis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.1

Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi sinus sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis ini, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus.1

4

Page 5: Refrat Tht

Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas, membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah.1

Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium ini. Fenestra rotundum terletak di posteroinferior dari promontorium, sedangkan kaki stapes terletak pada fenestra ovalis pada batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior.1

Rongga mastoid berbentuk seperti piramid bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah kedua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula.1

Tuba Eustakius

Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.

Bagian lateral tuba eustakius adalah yang bertulang, sementara dua pertiga bagian

medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas

bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian

bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas

otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui

kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing

disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius berfungsi

untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani.1

5

Page 6: Refrat Tht

3. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibule.3

Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe, satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema. Membrana basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah).1

Terletak di atas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut luar (12.000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.1

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa

6

Page 7: Refrat Tht

yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.1

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melaui suatu duktus sempit yang

juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak

pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis

semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu

ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista.

Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam

kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan

membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.1

Gambar koklea

7

Page 8: Refrat Tht

BAB III

FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke

koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran

melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

membrane timpani dan tingkap jorong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini

akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap jorong sehingga perilimfe

pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner

yang ,mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara

membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang

mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,

sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari

badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut sehingga

neurotransmitter dilepaskan yang akan menimbulkan potensial aksi di saraf

auditorius(nervus koklearis) lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke

korteks pendengaran (area 39-40 di lobus) temporalis.3,4

8

Page 9: Refrat Tht

Skema Mekanisme Pendengaran

9

Energi bunyi

Daun telinga

Koklea

Membran timpani

maleus

inkus

stapes

Membrane reissner

Nucleus auditorius

Korteks pendengaran

Page 10: Refrat Tht

Jaras Pendengaran

Serabut-serabut nervus koklearis masuk ke permukaan anterior batang

otak di pinggir bawah pons. Saat memasuki pons, serabut ini terbagi 2 , satu

cabang masuk ke dalam nucleus koklearis posterior dan yang lain ke nervus

koklearis posterior, yang selanjutnya akan berakhir di korpus trapizoideum dan

nucleus olivatorius. Selanjutnya kason-akson tersebut naik dan membentuk

traktus lemniskus lateralis. Ketika mencapai mesensefalon diteruskan ke korpus

genikulatum medial dan akan berjalan menuju korteks auditorius hemisferium

cerebri2,4

Gambar . Jaras auditorik

10

Page 11: Refrat Tht

BAB IV

AUDIOLOGI

Audiologi adalah ilmu pedengaran yang meliputi pula evaluasi pendengaran dan rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan pendengaran. Ada dua alasan untuk melakukan evaluasi: (1) untuk diagnosis lokal dan jenis penyakit dan (2) untuk menilai dampak gangguan pendengaran terhadap proses belajar, interaksi sosial dan pekerjaan.1

Macam-macam Evaluasi Pendengaran

Kemampuan untuk mendengar dapat ditentukan dengan berbagai cara mulai dari prosedur informal hingga pengukuran tepat berstandar tinggi yang memerlukan peralatan khusus. Dengan semakin sering atau menjadi rutinnya pemeriksaan pendengaran dilakukan di ruang praktek, maka semakin besar keahlian yang dapat dikembangkan pemeriksa dalam aplikasi praktis dan penggunaannya.3

Uji penala

Satu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi akan memudahkan survei kepekaan pendengaran. Perangkat yang lazim mengambil beberapa sampel nada C dari skala musik, yaitu 128,256,512,1024,2048,4096 dan 8192 Hz. Hz adalah singkatan dari hertz yang merupakan istilah kontemporer dari “siklus per detik”, sebagai suatu frekuensi. Semakin tinggi frekuensi, makin tinggi pula nadanya.1

Ambang

Penala dipegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Perhatikan jangan memukulkan penala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan menghasilkan nada berlebihan, yang adakalanya kedengaran dari jarak yang cukup jauh dari penala dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola getar penala. Penala dipegang di dekat telinga dan pasien diminta melaporkan saat bunyi tidak lagi terdengar. Sesudah itu garpu dipindahkan dekat telinga pemeriksa dan dilakukan penghitungan selang waktu antara saat bunyi tidak lagi didengar pasien dengan saat bunyi tidak lagi didengar pemeriksa.

11

Page 12: Refrat Tht

Prosedur ini tidak saja memberikan estimasi kasar tentang kepekaan pendengaran relatif, tapi juga suatu pola kepekaan nada tinggi jika penala tersedia dalam berbagai frekuensi.1

1. Tes Schwabach

Uji schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa. Pasien diminta melaporkan saat penala bergetar yang ditempelkan pada mastoidnya tidak lagi terdengar. Pada saat itu, pemeriksa memindahkan penala ke mastoidnya sendiri dan menghitung berapa lama (dalam detik) ia masih dapat menangkap bunyi.1

Uji schwabach dikatakan normal bila hantaran tulang pasien dan pemeriksa hampir sama. Uji schwabach memanjang atau meningkat bila hantaran tulang pasien lebih lama dibandingkan pemeriksa, misalnya pada kasus gangguan pendengaran konduktif. Jika telinga pemeriksa masih dapat mendengar penala setelah pasien tidak lagi mendengarnya, maka dikatakan Schwabach memendek.1

2. Tes Rinne

Uji rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran pasien. Tangkai penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid pasien (hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terdengar, penala kemudian dipindahkan ke dekat telinga sisi yang sama (hantaran udara). Telinga normal masih akan terdengar penala malalui hantaran udara, temuan ini disebut Rinne positif seandainya sungguh-sungguh dapat mendengar bunyi penala, sebab gangguan sensorineural seharusnya mempengaruhi baik hantaran udara maupun hantaran tulang. Istilah Rinne negatif dipakai bila pasien tidak dapat mendengar melalui hantaran udara setelah penala tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang.1

12

Page 13: Refrat Tht

3. Tes Weber

Gagang penala yang bergetar ditempelkan di tengah dahi dan pasien diminta melaporkan apakah suara terdengar di telinga kiri, kanan atau keduanya. Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dengan konduksi tulang yang lebih baik atau dengan komponen konduktif yang lebih besar, Jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan lebih buruk, maka tuli konduktif perlu dicurigai pada telinga tersebut. Jika terdengar pada telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli sensorineural pada telinga yang terganggu. Fakta bahwa pasien mengalami lateralisasi pendengaran pada telinga dengan gangguan komduksi dan bukannya pada telinga yang kebih baik mungkin terlihat aneh bagi pasien dan kadang-kadang juga pemeriksa.Uji Weber sangat bermanfaat pada kasus-kasus gangguan unilateral, namun dapat meragukan bila terdapat gangguan konduktif maupun sensorineural (campuran), atau bila hanya menggunakan penala frekuensi tunggal.1

4. Tes Bing (Tes Oklusi)

Uji Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, di mana penala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup. Bila liang telinga ditutup dan dibuka bergantian saat penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid, maka telinga normal akan menangkap bunyi yang mengeras dan melemah (Bing positif). Hasil serupa akan didapat pada gangguan pendengaran sensorineural, namun pada pasein dengan perubahan mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut (Bing negatif).1

5. Tes Stenger

Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-

pura tuli). Cara pemeriksaan menggunakan prinsip masking, misalnya pada

seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik

digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan

cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan

diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar.

Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan dletakkan di depan

telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek

13

Page 14: Refrat Tht

masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi, jadi telinga kanan tidak akan

mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar

bunyi. 3

Tes Berbisik

Tes berbisik merupakan pemeriksaan yang bersifat semi kuantitatif,

menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang diperhatikan ialah ruangan

yang cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes

berbisik : 5/6 – 6/6. 3

Ada 3 syarat utama bila kita melakukan tes bisik, yaitu :

1.Syarat tempat.

2. Syarat penderita.

3. Syarat pemeriksa.

Ada 3 syarat tempat kita melakukan tes bisik, yaitu :

1. Ruangannya sunyi.

2. Tidak terjadi echo / gema. Caranya dinding tidak rata, terbuat dari soft board,

atau tertutup kain korden.

3. Jarak minimal 6 meter.

Ada 4 syarat bagi penderita saat kita melakukan tes bisik, yaitu :

1. Kedua mata penderita kita tutup agar ia tidak melihat gerakan bibir pemeriksa.2. Telinga pasien yang diperiksa, kita hadapkan ke arah pemeriksa.3. Telinga pasien yang tidak diperiksa, kita tutup (masking). Caranya tragus telinga tersebut kita tekan ke arah meatus akustikus eksterna atau kita menyumbatnya dengan kapas yang telah kita basahi dengan gliserin.4. Penderita mengulangi dengan keras dan jelas setiap kata yang kita ucapkan.

14

Page 15: Refrat Tht

Ada 2 syarat bagi pemeriksa saat melakukan tes bisik, yaitu :

1. Pemeriksa membisikkan kata menggunakan cadangan udara paru-paru setelah fase ekspirasi.2. Pemeriksa membisikkan 1 atau 2 suku kata yang telah dikenal penderita. Biasanya kita menyebutkan nama benda-benda yang ada disekitar kita.

Teknik pemeriksaan pada tes bisik, yaitu :

Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri. Hanya pemeriksa yang boleh berpindah tempat. Pertama-tama pemeriksa membisikkan kata pada jarak 1 meter dari penderita. Pemeriksa lalu mundur pada jarak 2 meter dari penderita bilamana penderita mampu mendengar semua kata yang kita bisikkan. Demikian seterusnya sampai penderita hanya mendengar 80% dari semua kata yang kita bisikkan kepadanya. Jumlah kata yang kita bisikkan biasanya 5 atau 10. Jadi tajam pendengaran penderita kita ukur dari jarak antara pemeriksa dengan penderita dimana penderita masih mampu mendengar 80% dari semua kata yang kita ucapkan (4 dari 5 kata). Kita dapat lebih memastikan tajam pendengaran penderita dengan cara mengulangi pemeriksaan. Misalnya tajam pendengaran penderita 4 meter. Kita maju pada jarak 3 meter dari pasien lalu membisikkan 5 kata dan penderita mampu mendengar semuanya. Kita kemudian mundur pada jarak 4 meter dari penderita lalu membisikkan 5 kata dan penderita masih mampu mendengar 4 kata (80%)

15

Page 16: Refrat Tht

BAB V

KESIMPULAN

Jadi mekanisme pendengaran dimulai dari ditangkapnya energi bunyi oleh

daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke

koklea, lalu getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke

telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran. Energi getar yang telah

diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap jorong

sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak dan getaran akan diteruskan

melalui membrane Reissner yang ,mendorong endolimfa, sehingga akan

menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane tektoria.

Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi

stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion

bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel

rambut sehingga neurotransmitter dilepaskan yang akan menimbulkan potensial

aksi di saraf auditorius(nervus koklearis) lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius

sampai ke korteks pendengaran (area 39-40 di lobus) temporalis.

Cara pemeriksaan pendengaran telinga secara sederhana terdiri dari 2 cara

yaitu uji penala dan tes berbisik. Uji penala adalah pemeriksaan telinga dengan

menggunakan garpu tala yang terdiri dari 5 cara yaitu tes rinne, tes weber, tes

schwabach, tes bing dan tes strenger. Sedangkan tes berbisik merupakan

pemeriksaan telinga secara semi kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara

kasar

16

Page 17: Refrat Tht

DAFTAR PUSTAKA

1. Liston, Stephen L., Duval Arndt J. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Di dalam: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi Ke 6. Jakarta: EGC.1997.Hal 30-74.

2. Guyton, Arthur C.Indera Pendengaran dan Indera Kimia Pengecapan serta Penciuman. Di dalam: Guyton Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi ke 3. Jakarta: EGC.1996. Hal 557-69.

3. Soetirto, Indro et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga dalam Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta: 2007. Hal 10-22.

4. Ganong, W.F. Pendengaran dan Keseimbangan. DI dalam : Ganong Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 22. Jakarta : EGC.2008. Hal 179 - 193

17