tinpus
Post on 26-Jan-2016
232 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB III
PEMBAHASAN LAPORAN KASUS
Textbook Klinis Pasien
1.Triad Whipple meliputi:
Keluhan adanya kadar glukosa
darah plasma yang rendah. Kadar
glukosa darah yang rendah (<3
mmol/L). Hilangnya dengan cepat
keluhan sesudah kelainan biokimia
dikoreksi.
2.Gejala otonom seperti berkeringat,
jantung berdebar-debar, tremor,
lapar.
3.Gejala neuroglikopenik seperti
bingung, mengantuk, sulit berbicara,
inkoordinasi, perilaku berbeda,
gangguan visual, parestesi, mual
sakit kepala.
4.Malaise seperti mual dan sakit
kepala.
Anamnesis: Seorang wanita usia
53 tahun mendadak mengalami
penurunan kesadaran ketika
meminum obat diabetes. Pasien
mengaku tidak selera makan
selama 4 hari tetapi masih tetap
meminum obat anti diabetesnya,
kemudian pasien dibawa ke
IGD RSUD dr. Soebandi
Jember pukul 19.00. Pasien
tidak mengeluh mual, muntah
maupun kejang. Pasien
mengaku tidak meminum-
minuman keras
Pemeriksaan fisik: kesadaran
compos mentis, tak anemis.
Pemeriksaan Penunjang
a. Gula darah sewaktu
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang: GDA
menurun.
Terapi
1..Injeksi metil prednisolon 62,5 –
125 mg intravena
2. Pemberian dekstrosa diteruskan
dengan infus dekstrosa 10% selama ±
3 hari. Monitor glukosa darah setiap
3-6 jam sekali dan kadarnya
Terapi
1. Planning
Inf RL 20 tpm
Inj. Omeprazole 2 x 1
p/o Amlodipin 5 mg 1 x 1
dipertahankan 90-180 mg%.
3. Obat penghambat Beta blocking
selektif digunakan dengan aman
3.Injeksi glukosa 40% intravena 25
mL
1
flash
Bila kadar
glukosa 60-
90 mg/dL
1 flash dapat
meningkatkan
kadar glukosa
25-50 mg/dL.
Kadar glukosa
yang diinginkan
> 120 mg/dL
2
flash
Bila kadar
glukosa 30-
60 mg/dL
3
flash
Bila kadar
glukosa <
30 mg/dL
p/o Valsartan 80 mg 2 x 1
Inj. D40% (K/P)
BAB 4
PEMBAHASAN HIPOGLIKEMI
4.1 Definisi
Hipoglikemia (Hypoglycemia), merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa/gula
darah rendah atau berada di bawah level normal. Glukosa, yang merupakan sumber energi
penting bagi tubuh utamanya berasal dari makanan dan karbohidrat. Nasi, kentang, roti, susu,
buah-buahan dan permen adalah beberapa dari sekian banyak makanan yang kaya akan
karbohidrat.
Setelah makan, glukosa akan diserap ke dalam aliran darah untuk selanjutnya dibawa
ke sel-sel tubuh. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, akan membantu sel
mengubah glukosa menjadi energi. Jika pada suatu waktu Anda mengonsumsi glukosa
melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh, maka tubuh akan menyimpan glukosa yang berlebih
tersebut di dalam hati dan otot dalam bentuk yang disebut sebagai glikogen. Tubuh akan
menggunakan glikogen untuk energi ketika dibutuhkan, misalnya di antara waktu makan.
Glukosa yang berlebih juga dapat diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam sel lemak.
Lemak juga bisa digunakan untuk energi.
Ketika kadar gula dalam darah mulai turun, hormon lain yang diproduksi oleh
pankreas yaitu glukagon akan memecah glikogen dan melepaskan glukosa ke dalam aliran
darah untuk menormalkan kembali kadar gula dalam darah. Pada sebagian orang dengan
diabetes, respon glukagon terhadap hipoglikemia terganggu dan hormon-hormon lain seperi
epinefrin (juga disebut adrenalin) dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Tapi
penderita diabetes yang dirawat dengan suntikan insulin, anti diabetes yang meningkatkan
produksi insulin, kadar glukosa darah tidak dapat kembali ke level normal dengan cepat.
Hipoglikemia dapat terjadi secara tiba-tiba. Biasanya bersifat ringan, tidak
membahayakan dan bisa ditangani dengan cepat dan mudah hanya dengan makan atau
minum makanan yang kaya akan glukosa. Namun jika tidak ditangani, hipoglikemia bisa
memburuk dan menyebabkan penderitanya mengalami perasaan bingung, canggung, hingga
pingsan. Bahkan hipoglikemia berat dapat menyebabkan kejang, koma dan bahkan kematian.
Pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 10 tahun, hipoglikemia sebenarnya
jarang terjadi kecuali sebagai akibat efek samping dari pengobatan diabetes. Di luar itu,
hipoglikemia juga bisa terjadi karena penggunaan obat lain, kekurangan hormon atau enzim,
atau karena adanya kondisi kesehatan lain seperti tumor.
4.2 Epidemiologi
Karena definisi yang digunakan berbeda perbandingan kekerapan kejadian
hipoglikemia dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat bermanfaat untuk
mencatat kekerapan kejadian hipoglikemia agar pengaruh berbagai regimen terapi terhadap
timbulnya hipoglikemia dan ciri-ciri klinik yang menyebabkan pasien beresiko dapat
dibandingkan. Dalam The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang
dilaksanakan pada pasien diabetes tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60
pasien/tahun pada kelompok yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20
pasien/tahun pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya dengan kriteria
yang berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia yang berat
didapatkan pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.1
Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai
konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian,
hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena potensial dapat diikuti kejadian
hipoglikemia yang lebih berat
4.3 Klasifikasi Hipoglikemia
Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple meliputi:
1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti
berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.
2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti
bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan visual,
parestesi, mual sakit kepala.
3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.
Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi:
1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl
2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl
3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik, kemudian diberi
obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia namun kadar glukosa darah
normal.
4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan.
Biasanya merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga yang
terkena diabetes melitus.
4.4 Gejala Hipoglikemia
Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes
adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan
asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan system saraf
pusat, dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan yang lain,
jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energy alternative, yaitu keton dan laktat. Pada
hipoglikemia yang disebabkan oleh insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan
mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai
sumber energy alternative.1
Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologi terhadap glukosa darah
tidak hanya membatasi makin parahnya metabolisme glukosa, tetapi juga menghasilkan
berbagai keluhan dan gejala yang khas. Petugas kesehatan, pasien dan keluarganya belajar
mengenai keluhan dan gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera
melakukan tindakan-tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk
karbohidrat “refined” yang lain. Kemampuan mengenali gejala awal sangat penting bagi
pasien diabetes yang mendapat terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan
kadar glukosa darah normal atau mendekati normal. Terdapat keluhan yang menonjol
diantara pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda. Walaupun
demikian pada umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai komponen
fisiologis dan respon fisiologis yang berbeda.1
Tabel 3. Keluhan dan gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada pasien diabetes.1.3
Otonomik Neuroglikopenik Malaise
Berkeringat
Jantung berdebar
Tremor
Lapar
Bingung
Mengantuk
Sulit berbicara
Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi
Mual
Sakit kepala
Pada pasien diabetes yang masih relative baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan
system saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat yang lebih menonjol dan
biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh
neuroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala dan mual mungkin
bukan merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas
keluhan otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan
kegagalan yang progresif aktivasi system saraf otonomik. 1
PalpitationcoldSweatingAnxiety
JantungVasokontriksi pd perifer (kulit)
Ganglion Sebacea
ssp
Aktivasi reseptor adrenergik
Merangsang ginjal mengeluarkan Katekolamin
Hipothalamus merangsang sistem simpatis
KOMA
Otak berhenti berfungsi
Asupan glukosa di otak tidak cukup
HYPOGLICEMIC
Gula darah turun drastis
Konsumsi AntidiabetikGula darah masih terkonrol, sebelum sarapan
DM type 2
Hypoglicemic Patofisiologi:
Gambar 1. Patofisiologi hipoglikemia.5
Pengenalan hipoglikemia
Respon pertama pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah peningkatan
akut sekresi hormone caunter-regulatory (glukosa dan epinefrin): batas glukosa tersebut
adalah 65-68 mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya epinefrin menunjukkan aktivasi system
simpatoadrenal. Bila kadar glukosa tetap turun sampai 3,2 mmol/L, gejala aktivasi otonomik
mulai tampak. Fungsi kognisi, yang diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi
psikomotor yang lain, mulai terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L, pada individu yang
masih mempunyai kesiagaan (awareness) hipoglikemia, aktivasi system simpatoadrenal
terjadi sebelum disfungsi serebral yang bermakna timbul pasien-pasien tersebut tetap sadar
yang mempunyai kemampuan kognitif yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi yang
diperlukan.1
PalpitationcoldSweatingAnxiety
JantungVasokontriksi pd perifer (kulit)
Ganglion Sebacea
ssp
Aktivasi reseptor adrenergik
Merangsang ginjal mengeluarkan Katekolamin
Hipothalamus merangsang sistem simpatis
KOMA
Otak berhenti berfungsi
Asupan glukosa di otak tidak cukup
HYPOGLICEMIGula darah turun drastis
Konsumsi AntidiabetikGula darah masih terkonrol, sebelum sarapan
DM type 2
Hypoglicemic Patofisiologi:
Gambar 2. Koma hipoglikemia.3
Hipoglikemi Yang Tidak Disadari (UNAWARENESS)
1. Kegagalan respon proteksi fisiologis dan timbulnya hipoglikemia yang tidak disadari.
Hypoglycemic coma (fase I and II)
Hypotensionn
VasodilatationTemperature ↓
Metabolism ↓
Hypoglycemia Coma
SHOCK
Low Blood Glucose for the brain
Blood Glucose still Low
Failed to compesate
Penghambat sekresi insulin
Peningkatan gula darah
Glukoneogenesis Glikogenolisis
CTH
KortisolGH Vasopresin Glukagon
Epinefrin + aktivitas saraf simpatik
Jalur simpatis
Hipofisis
HipotalamusSel alfa
Hipoglikemia
+
+
Walaupun dengan derajat yang berbeda-beda, hampir semua pasien diabetes yang
mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme proteksi terhadap
hipoglikemia yang berat. Pada pasien DMT 2 gangguan tersebut umumnya ringan.1
Pada diagnose DM dibuat, respon glukosa terhadap hipoglikemia umumnya normal.
Pada pasien DMT 1 mulai turun sesudah menderita diabetes 1-2 tahun dan sesudah 5 tahun
hampir semua pasien mengalami gangguan atau kehilangan respon. Penyebabnya sampai saat
ini belum diketahui pasti tetapi tampaknya tidak berkaitan dengan neuropati otonomik atau
kendali glukosa darah yang ketat. Sel alfa secara selektif gagal mendeteksi adanya
hipoglikemia dan tidak dapat menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk
mensekresi glukagon, walaupun sekresi yang glukagon masih dapat dirangsang oleh
perangsang lain seperti alanin. Hipotesis yang paling meyakinkan adalah gangguan tersebut
timbul akibat terputusnya paracrine-insulin cross-talk didalam islet cell, akibat produksi
insulin endogen yang turun.1
Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respon simpatoadrenal yang berkurang
walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respon epinefrin terhadap rangsangan
yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal. Seperti pada gangguan respon
glukagon, kelainan tersebut merupakan kegagalan mengenal hipoglikemia yang selektif.1
Pasien diabetes dengan respon glukagon dan epinefrin yang berkurang paling rentan
terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari karena
hilangnya glucose counter regulation dan gangguan respon simpatoadrenal.1
2. Hipoglikemia yang tidak disadari
Merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien diabetes yang mendapat terapi
insulin. Segi epidemiologis melaporkan sekitar 25% pasien DMT 1 mengalami kesulitan
mengenal hipoglikemia yang menetap atau berselang seling. Kemampuan mengenal
hipoglikemia mungkin tidak absolute dan keadaan hipoglikemia unawareness yang parsial
juga dijumpai. Dari sekitar 25% pasien yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak
mengalami hipoglikemia unawareness ternyata waktu menjalani tes gagal mengenal
hipoglikemia. Bila didapatkan hipoglikemia yang tidak didasari kemungkinan pasien
mengalami episode hipoglikemia yang berat 6-7 kali lipat, peningkatan tersebut juga terjadi
pada terapi standar. Pada pasien-pasien tersebut selayaknya tidak diberikan terapi yang
intensif, tidak diizinkan untuk memiliki izin mengemudi dan juga tidak diperkenankan untuk
menjalankan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Keluarga pasien selayaknya juga diberikan
tentang kemungkinan terjadinya hipoglikemia yang berat dan cara penanggulangannya.
Berbagai keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari dapat dilihat
dalam tabel 4.1
Tabel 4. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari (Heller,
2003)
Keadaan klinis Kemungkinan mekanisme
Diabetes yang lama
Kendali metabolic yang ketat
Alcohol
Episode nocturnal
Usia muda (anak)
Usia lanjut
Tidak diketahui
Hipoglikemia yang berulang
merusak neuron glukosensitif
Regurgitasi transport glukosa
neuronal yang meningkat
Peningkatan kortisol dengan akibat
gangguan jalur utama transmisi
neuron
Penekanan respon otonomi respon
Gangguan kognisi
Tidur menyebabkan gejala awal
hipoglikemia tidak diketahui
Posisi berbaring mengurangi respon
simpatoadrenal
Kemampuan abstrak belum cukup
Perubahan perilaku
Gangguan kognisi
Respon otonomik berkurang
Sensitivitas adrenergic berkurang
3. Alkohol
Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahayanya alkohol.
Alkohol meningkatkan kerentanan tehadap hipoglikemia awareness. Episode hipoglikemia
sesudah meminum alkohol mungkin lebih lama dan berat dan mungkin karena dianggap
mabuk hipoglikemia tidak dikenali oleh pasien atau kerabatnya.1
4. Usia muda dan usia lanjut
Pasien diabetes anak, remaja dan usia lanjut rentan terhadap hipoglikemia. Anak
umumnya tidak mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan kebiasaan yang kurang
teratur serta aktivitas jasmani yang sulit diramalkan menyebabkan hipoglikemia menjadi
masalah yang besar bagi anak. Otak yang sedang tumbuh sangat rentan terhadap
hipoglikemia. Episode hipoglikemia yang berulang terutama yang disertai kejang dapat
mengganggu kemampuan intelektual anak di kemudian hari.1
Keluhan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui, dan mungkin dianggap
sebagai keluhan-keluhan pusing atau serangan iskemia yang sementara. Hipoglikemia akibat
sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti glibenklamide.
Pada usia lanjut respon otonomik cenderung turun dan sensitifitas perifer epinefrin juga
berkurang. Pada otak yang menua gangguan kognitif mungkin terjadi pada hipoglikemia yang
ringan.1
Pada anak dan usia lanjut sasaran kendali glikemia sebaiknya tidak terlalu ketat dan
oleh sebab itu dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut disarankan agar sulfonilurea yang
bekerja lama tidak digunakan pada pasien DMT 2yang berusia lanjut.1
Obat penghambat β (β-blocking agent) yang tidak selektif sebaiknya tidak digunakan
karena menghambat lepasnya glukosa hati yang dimediasi oleh reseptor β2, penghambat β
yang selektif dapat digunakan dengan aman.1
4.5 Etiologi dan faktor predisposisi
Etiologi hipoglikemia antara lain:
1. Hipoglikemia pada DM stadium dini.
2. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM
a. Penggunaan insulin
b. Penggunaan sulfonilurea
3. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
a. Hiperinsulinisme alimenter pasca gastrektomi
b. Insulinoma
c. Penyakit hati berat
d. Tumor ekstrapankreatik: fibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. Hipopituitarisme
Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia
1. Kadar insulin berlebihan
a. Dosis yang berlebihan
b. Peningkatan bioavailabilitas insulin: absorpsi cepat oleh karena latihan
jasmani, penyuntikan insulin di perut, perubahan ke human insulin, penurunan
clearance insulin
2. Peningkatan sensitivitas insulin
a. Penyakit Addison, hipopituarisme
b. Penurunan berat badan
c. Latihan jasmani, post partum
3. Asupan karbohidrat berkurang
a. Makan tertunda, porsi makan kurang
b. Anorexia nervosa
c. Muntah, gastroparesis
4. Lain-lain
Alkohol, obat-obatan yang meningkatkan kerja sulfonilurea
4.6 Terapi Hipoglikemia Diabetik
1. Glukosa oral
Setelah dignosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler,
berikan 10-20 gram glukosa oral. Dapat berupa roti, pisang atau karbohidrat kompleks
lainnya. Pada penderita yang sulit menelan dapat diberikan madu atau gel glukosa
pada mukosa mulut.
2. Glukosa intravena
Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25 mL yang
diencerkan 2 kali
Injeksi glukosa 40% intravena 25 mL
1 flash Bila kadar glukosa 60-90 mg/dL 1 flash dapat meningkatkan kadar
glukosa 25-50 mg/dL.
Kadar glukosa yang diinginkan >
120 mg/dL
2 flash Bila kadar glukosa 30-60 mg/dL
3 flash Bila kadar glukosa < 30 mg/dL
3. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10% kemudian diulang
25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar.
4. Injeksi metil prednisolon 62,5 – 125 mg intravena dan dapat diulang. Dapat
dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau fenitoin oral 3 x 100
mg sebelum makan.
5. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi glukagon 1 mg
intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan pemberian glukosa intravena.
Bila penderita sudah sadar dengan pemberian glukagon, berikan 20 gram glukosa oral
dan dilanjutkan dengan 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung untuk
mempertahankan pemulihan.
6. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea sebaiknya
pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh koma lagi setelah
suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan infus dekstrosa 10%
selama ± 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya
dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan
pemberian glukagon.
Gambar 1. Algoritma tatalaksana hipoglikemi.
4.7 Hipoglikemia non diabetikum
Ada dua jenis hipoglikemia yang bisa terjadi pada orang yang tidak menderita diabetes:
Hipoglikemia reaktif, juga disebut hipoglikemia postprandial, terjadi dalam waktu 4
jam setelah makan.
15-20 g KH ORALMONITOR KETATGD 70 mg/dlGD > 70 mg/dl
BISAMAKAN
CEK GD @ 15 MNT
15-20 g KH ORAL- SNACK DLM 30 MNT- CARI PENYEBAB- EDUKASI
GD > 70 mg/dl GD 70 mg/dl
15-20 g KH ORALBISA
MAKAN
CEK GD @ 15 MNT
INFUS D10%BOLUS D40% 25 ml IV
TDK BISAMAKAN
BAIK
MEMBAIK
MENURUNKESADARAN
GD 70 mg/dl
17
Hipoglikemia puasa, juga disebut hipoglikemia postabsortif, sering berhubungan
dengan penyakit yang mendasarinya.
Gejala keduanya mirip dengan hipoglikemia yang berhubungan dengan diabetes. Gejala yang
mungkin terjadi, antara lain: perasaan lapar, berkeringat, sempoyongan, pusing, mengantuk,
kebingungan, kesulitan berbicara, kecemasan dan kelemahan. Untuk mengetahui
penyebabnya, dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium guna mengukur glukosa
darah, insulin dan bahan kimia lain yang berperan dalam penggunaan energi tubuh.
Hipoglikemia reaktif
Diagnosa
Untuk mendiagnosa hipoglikemia reaktif, dapat dilakukan beberapa tahap:
Menanyakan tanda dan gejalanya.
Memeriksa kadar glukosa darah saat gejala muncul dengan mengambil sampel darah.
Memeriksa apakah gejala mereda setelah glukosa darah kembali normal yaitu di 70
mg/dL atau lebih setelah makan atau minum.
Kadar glukosa darah yang dibawah 70 mg/dL pada saat gejala terjadi, dan normal kembali
setelah makan, maka mengkonfirmasikan diagnosis hipoglikemia. Tes toleransi glukosa oral
tidak lagi digunakan untuk mendiagnosis hipoglikemia reaktif karena pemeriksaan ini
dianggap malah memicu gejala hipoglikemik.
Penyebab dan pengobatan
Penyebab sebagian besar kasus hipoglikemia reaktif masih diperdebatkan hingga kini.
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa orang-orang tertentu mungkin lebih sensitif terhadap
hormon-hormon normal tubuh seperti epinefrin, yang menyebabkan banyaknya muncul
gejala hipoglikemia. Sedangkan peneliti lainnya menyakini bahwa hipoglikemia reaktif
disebabkan karena minimnya sekresi glukagon. Ada juga beberapa penyebab hipoglikemia
reaktif yang diyakini meskipun jarang terjadi. Operasi lambung atau perut dapat
menyebabkan hipoglikemia reaktif karena terlau cepatnya makanan menuju usus kecil.
Kondisi kekurangan enzim yang langka seperti intoleransi fruktosa juga dapat menyebabkan
hipoglikemia reaktif.
Untuk mengatasi hipoglikemia reaktif, sebagian ahli kesehatan menyarankan:
Makan makanan kecil/ringan setiap 3 jam.
Aktif secara fisik.
Makan beragam makanan, seperti daging, unggas, ikan, atau sumber protein nabati,
makanan bertepung seperti roti gandum, beras, dan kentang, buah-buahan, sayuran,
dan produk susu.
Mengonsumsi makanan tinggi serat.
Menghindari atau membatasi makanan tinggi gula, terutama saat perut kosong.
Dalam menanganinya, sebagian ahli kesehatan merekomendasikan diet tinggi protein dan
rendah karbohidrat, namun fakta penelitian belum membuktikan efektivitas diet semacam ini
untuk mengatasi hipoglikemia reaktif.
Hipoglikemia puasa
Diagnosis
Hipoglikemia puasa didiagnosis dari sampel darah yang menunjukkan kadar glukosa dalam
darah di bawah 50 mg/dL setelah puasa di waktu malam, diantara waktu makan, atau setelah
melakukan aktivitas fisik.
Penyebab dan pengobatan
Penyebab hipoglikemia puasa bisa dari obat-obatan tertentu, minuman beralkohol, penyakit
kritis, kekurangan hormon, beberapa jenis tumor dan kondisi kesehatan tertentu yang terjadi
sejak bayi dan kanak-kanak.
Obat-obatan
Obat-obatan, termasuk beberapa jenis obat yang digunakan untuk mengobati diabetes,
menjadi penyebab hipoglikemia yang paling umum. Obat lain yang dapat menyebabkan
hipoglikemia, antara lain:
Salisilat, termasuk aspirin, jika diminum dalam dosis besar
Obat sulfa, yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri
Pentamidin, digunakan dalam penanganan pneumonia jenis serius
Kina, yang digunakan untuk mengobati malaria.
Jika menggunakan obat akan menyebabkan kadar glukosa darah Anda turun, maka dokter
mungkin akan menghentikan, menggantikan atau mengubah dosisnya.
Minuman beralkohol
Minum minuman beralkohol dapat menyebabkan hipoglikemia. Kerusakan tubuh akibat
alkohol akan menyebabkan terganggunya fungsi hati dalam menaikkan kadar glukosa darah.
Hipoglikemia yang disebabkan karena minum alkohol bisa berakibat fatal dan serius.
Penyakit kritis
Beberapa jenis penyakit yang mempengaruhi hati, jantung atau ginjal dapat menyebabkan
hipoglikemia. Sepsis, yang merupakan infeksi berat, dan kelaparan adalah penyebab lain dari
hipoglikemia. Dalam kasus ini, mengobati penyakit atau penyebab lainnya akan mengatasi
hipoglikemia.
Kekurangan hormone
Kekurangan hormon dapat menyebabkan hipoglikemia pada anak-anak kecil, tetapi jarang
terjadi pada orang dewasa. Kekurangan kortisol, hormon pertumbuhan, glukagon, atau
epinefrin dapat menyebabkan hipoglikemia puasa. Pemeriksaan laboratorium terhadap kadar
hormon akan menentukan diagnosis dan pengobatannya. Bila memang itu penyebabnya,
maka mungkin akan dilakukan terapi pengganti hormon.
Tumor
Insulinomas adalah insulin-producing tumor pada pankreas. Insulinomas dapat menyebabkan
hipoglikemia dengan meningkatkan kadar insulin terlalu tinggi dalam kaitannya dengan kadar
glukosa darah. Tumor ini jarang terjadi dan biasanya tidak menyebar ke bagian tubuh lain.
Uji laboratorium dapat menentukan penyebab pastinya. Pengobatan dimulai dari langkah
jangka pendek untuk mengatasi hipoglikemia dan tindakan medis untuk mengangkat tumor.
Kondisi yang terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak.
Anak-anak jarang mengalami hipoglikemia. Jika mereka mengalaminya, penyebabnya
mungkin :
Intoleransi singkat puasa, yang akan mengganggu pola makan yang teratur,
kecenderungan ini biasanya dialami anak usia 10 tahun.
Hiperinsulinisme, yang merupakan produksi insulin yang berlebih. Kondisi ini dapat
menyebabkan hipoglikemia sementara pada bayi yang baru lahir, yang bisa terjadi
pada bayi dari ibu yang mengidap diabetes. Hiperinsulinisme persistent pada bayi atau
anak-anak adalah ganggguan yang kompleks yang memerlukan evaluasi dan
pengobatan oleh dokter spesialis.
Defisiensi enzim yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kekurangan-
kekurangan ini dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk memproses gula alami,
seperti fruktosa dan galaktosa, glikogen atau metabolit lainnya.
Kekurangan hormon seperti kurangnya hormon hipofisis atau adrenal.
* Alat pengukur gula darah pribadi tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis hipoglikemia
reaktif.
Mekanisme Hipoglikemia dan Rasional Penanggulangan
Mempertahankan kadar glukosa darah dalam rentangan normal 60 – 110 mg/dl
bergantung pada beberapa faktor. Banyak faktor terlibat dalam kontrol homeostatik ini.
Penurunan kadar glukosa darah bisa akibat peningkatan insulin atau insulin-like effect. Efek
insulin terhadap kadar glukosa darah merupakan gambaran dari proses : translokasi glukosa
ke intrasel, fosforilasi glukosa oleh reaksi heksokinase, penggunaan glukosa-6-phosphate,
Embden Meyerhof pathway, hexose monophosphate shunt (pentose phosphate pathway), dan
penggunaan glukosa untuk sintesis glikogen. Penurunan kadar glukosa darah bisa juga akibat
dari penurunan glikogenolisis, suatu proses yang tergantung pada katekolamin dan glukagon,
sama seperti pada penyimpanan glikogen jaringan. Penurunan glukoneogenesis merupakan
mekanisme hipoglikemia utama. Penurunan proses glukoneogenesis bisa akibat dari
ketidakcukupan kortisol (atau glukokortikoid lain), yang merangsang sintesis enzim
glukoneogenik tertentu dan kadar glukagon yang tidak adekwat. Insufisiensi hipofisa anterior
menyebabkan hipoglikemia oleh karena berkurang atau tidak ada hormon pertumbuhan, yang
mempunyai kerja anti-insulin, oleh karena berkurangnya perangsangan adrenokortikotropin
terhadap korteks adrenal. Insufisiensi hormon tiroid menurunkan kadar glukosa oleh karena
menurun absorpsi gastrointestinal pada hipotiroidi.
Insufisiensi ginjal sering menjadi dasar penurunan glukosa darah, terutama pada
pasien diabetes. Renal glukoneogenesis secara bermakna meningkat pada penderita diabetes,
dan ini memberikan kontribusi secara bermakna terhadap kadar glukosa darah. Dengan
muncul insufisiensi ginjal pada pasien-pasien ini, peningkatan komponen glukoneogenesis ini
berkurang atau tidak ada sama sekali. Kebutuhan insulin pada diabetisi dengan insufisiensi
ginjal bisa berkurang. Pasien menjadi lebih sensitif terhadap efek hipoglikemik sulfonilurea.
Meminum alkohol bersama dengan pengurangan asupan makanan atau berpuasa
diikuti dengan penurunan glukoneogenesis oleh karena beberapa faktor yang dibutuhkan pada
pemecahan etanol dialihkan dari proses glukoneogenesis. Pada glikogenolisis I (Gerke’s
disease) terjadi penurunan atau tidak ada phosphatase yang memecah glucose-6-phosphate
menjadi glukosa dan fosfat inorganik. Tipe III (penyakit Cori) dan tipe VI (penyakit Hers)
mengakibatkan penurunan kadar glukosa oleh karena defek pada reaksi fosforilase.
Hipoglikemia ketotik anak-anak diduga disebabkan oleh defisiensi alanin asam amino
glukoneogenik. Hipoglikemia sensitif leusin disebabkan oleh pelepasan insulin berlebihan
oleh perangsangan leusin. Hipoglikemia sementara pada bayi dari ibu diabetes dijumpai bila
ibu diabetes tidak terkontrol baik. Ibu hiperglikemia menyebabkan hiperglikemia pada
kompartmen janin, yang menyebabkan hiperplasia sel- pada pankreas janin. Setelah lahir,
atau setelah bayi keluar dari milieu ibu, pelepasan insulin dari sel- hiperplastik ini
menyebabkan hipoglikemia sementara. Hipoglikemia sehubungan dengan eritroblastosis
fetalis dianggap berasal dari peningkatan sekresi insulin sel- yang disebabkan oleh
kekurangan insulin temporer sekunder terhadap pengrusakan yang cepat oleh sel-sel
hemolisis.
Sindroma hipoglikemia yang diindus obat, yang tersering dijumpai disebabkan oleh
kelebihan insulin dan pemakaian OHO, terutama glibenklamid. Dosis insulin yang tidak
bijaksana pada diabetisi, sama seperti penggunaan insulin tanpa setahu dokter, terutama oleh
personal medik, bisa mengindus hipoglikemia berat. Keadaan diatas, serangan berulang-ulang
bisa mengakibatkan kerusakan otak permanen. Indikasi yang baik pemberian insulin eksogen
adalah deteksi antibodi insulin dalam plasma. Obat hipoglikemik oral (OHO) bisa menjadi
penyebab hipoglikemia berat dan berkepanjangan, terutama pasien dewasa yang sakit atau
berpuasa namun terus minum obat.
Diantara hipoglikemik non fasting, mungkin tersering adalah reactive hypoglycemia
dari diabetes mellitus awal. Penurunan yang lambat pada tes toleransi glukosa darah, atau
setelah makan, adalah akibat dari perlambatan pelepasan insulin setelah stimulus,
mengakibatkan terjadi hipoglikemia sekitar 3-4 jam setelah makan. Reactive hypoglycemia
(functional hyperinsulinemia) yang terjadi 90-120 menit setelah makan adalah paling
prevalen pada penyakit syaraf dan orang penggugup dan dapat dianggap akibat pelepasan
insulin hiperresponsif terhadap stimulus kalori. Hipoglikemia sehubungan dengan
“tachyalimentation (lintas makanan yang cepat)” terjadi 2-3 jam setelah makan. Gangguan ini
dijumpai pada kira-kira 10 % pasien yang menjalani gastrektomi total, gastrojejunostomi,
atau piloroplasti. Pemindahan gumpalan makanan yang cepat ke dalam usus bagian atas
menyebabkan hiperglikemia yang merangsang pankreas normal melepaskan jumlah insulin
yang besar, dengan akibat hipoglikemia. Manifestasi klinik kelainan ini berupa fase
hiperepinefrinemik.
Intoleransi fruktosa herediter muncul sebagai autosomal recessive disorder yang
ditandai dengan defisiensi hepatic fructose-1-phosphate (F-1-P) aldolase. Ini mengakibatkan
penumpukan F-1-P aldolase, yang menghambat fructose-1,6-diphosphate aldolase dan
meyela aliran substrat untuk glukoneogenesis. Galaktosemia yang disebabkan oleh galactose-
1-phosphate uridyltransferase deficiency adalah penyakit autosomal recessive dimana
defisiensi enzim menyebabkan penumpukan galactose-1-phosphate dan galaktikol.
Galactose-1-phosphate menekan glukoneogenesis melalui penghambatan enzim
phosphoglucomutase Penumpukan produk antara galaktose bisa mengakibatkan pembentukan
katarak, hemolisis, penyakit hepatoselular, ikterus, dan asites.
Defek pada dekarboksilasi oksidatif dari valine, leucine, dan isoleusin pada bayi (-
ketoacid oxidase deficiency) bertanggungjawab terhadap hipoglikemia pada pasien tertentu
yang mencerna gumpalan makanan yang mengandung asam amino. Penyakit ini dianggap
berasal dari perangsangan leusin yang meningkatkan pelepasan insulin. Pengurangan
glukoneogenesis yang dapat berasal dari pengurangan ketersediaan prekursornya juga
merupakan kemungkinan mekanisme. Penyakit ini sering disebut maple syrup urine disease
atau branched chain ketoaciduria (BCKA), adalah suatu autosomal recessive. Karakteristik
ini dilaporkan pada 1 dari 300.000 kelahiran hidup. Manifestasi klinik termasuk gangguan
pertumbuhan, muntah, hipertonisitas, lemah, apnea, dan kejang-kejang. Gangguan neurologik
berasal dari penumpukan metabolite pada sistem syaraf dari pada terhadap defek enzim per
se. Pembatasan makanan yang mengandung asam amino yang tidak sesuai bisa
memperlambat penyakit ini, tetapi pemberian diet tidak praktis.
Tipe hipoglikemia nonfasting dijumpai pada intoleransi fruktose herediter, suatu
penyakit resesif autosomal yang diturunkan. Stadium akut ditandai dengan nausea dan
muntah. Intoleransi fruktosa khronik ditandai dengan gangguan pertumbuhan, muntah,
ikterus, hepatomegali dengan aminasedemia, dan albuminuria. Penyakit ini akibat dari difisit
fructose-1-phosphate aldolase, menyebabkan penumpukan fructose-1-phosphate dengan
penurunan substrat glukoneogenik. Menghindari diet fruktosa adalah pengobatan pilihan.
Oleh karena penulisan ini ditujukan untuk penanggulangan kedaruratan metabolik dan
endokrin, pertimbangan mendalam mengenai penegakan diagnostik dari berbagai tipe
hipoglikemia adalah kurang tepat. Terpenting memperoleh informasi historis dari pasien
berkaitan dengan waktu kejadian serangan hipoglikemia. Ini bisa membedakan tipe fasting
dan nonfasting.
Diagnosis insulinoma atau tumor sel pp. Langerhans diduga kuat dengan adanya
peninggian kadar insulin yang tidak sesuai dengan kadar glukosa darah. Kebanyakan pasien
dengan tumor yang menghasilkan insulin menunjukkan kadar glukosa darah dibawah 45
mg/dl dalam 14 jam, dan dibawah 35 mg/dl dalam 24 jam. Bila tidak dijumpai hipoglikemia
dalam interval waktu ini, masa berpuasa dilanjutkan menjadi 70 jam. Tanda klinik
hipoglikemia akan muncul, dan glukosa plasma menurun dibawah 35 mg/dl pada pasien
dengan tumor yang menghasilkan insulin. Pasien dengan insulinoma bisa menunjukkan
sedikit peningkatan glukosa plasma setelah periode latihan jasmani. Pengambilan plasma
untuk pemeriksaan glukosa pada semua interval waktu, digunakan juga untuk pemerikssaan
insulin imunoreaktif. Contoh plasma yang menunjukkan penurunan kadar glukosa darah
diperiksa untuk insulin imunoreaktif. Kemungkin ada ketidak-sesuaian kadar insulin dengan
kadar glukosa. Beberapa penulis memakai rasio insulin/glukosa pada evaluasi ini. Rasio
Insulin (sebagai U/ml) terhadap glukosa (sebagai mg/dl) (rasio I/G) ini pada orang normal
sekitar 0,3; pada pasien dengan hiperinsulinemia yang tidak sesuai kemungkinan lebih tinggi.
Rasio insulin/glukosa dihitung sebagai berikut :
Insulin Plasma (U/ml) x 100
Rasio I/G =
Glukosa Plasma (mg/dl) - 30
Rasional penurunan glukosa plasma 30 mg/dl adalah bahwa penurunan glukosa ini
akan menyebabkan penurunan plasma insulin 0 sampai 1 U/ml. Pada orang sehat berpuasa
sepanjang malam, rasio I/G sekitar 49, dan setelah 72 jam berpuasa sekitar 50. Pada pasien
insulinoma, rasio ini meningkat (nilai 100 – 140) dengan hipoglikemia yang diindus puasa.
Dianjurkan bahwa lebih dari satu tes harus dilakukan untuk memastikan nilai abnormal.
Tes lain untuk menentukan sekresi insulin autonom melibatkan penetuan jumlah connecting
peptide (C-peptida) dalam plasma setelah menginduksi hipoglikemia dengan insulin eksogen.
Kegagalan menekan peningkatan kadar C-peptida pada hipoglikemia yang diinduksi
merupakan bukti adanya produksi insulin autonom.
Kadar proinsulin plasma juga digunakan pada diagnosis tumor sel Langerhans. Fajans dan
Floyd melaporkan bahwa komponen proinsulin meningkat pada 85 % pasien dan ada
kelebihan 25 % insulin imunoreaktif total puasa.
Prosedur untuk membangkitkan sekresi insulin berlebihan kadang-kadang perlu
untuk memastikan diagnosis hipoglikemia. Pada tes tantangan tolbutamid, pasien puasa
diberikan 1 gram sodium tolbutamid intravena. Darah diambil untuk kadar glukosa dan
insulin plasma pada jam 0, 10, 30, 60, 120, dan 180 menit setelah infus. Keputusan untuk
menentukan kadar insulin plasma akan bergantung pada apakah ada atau tidak penurunan
kadar glukosa yang bermakna. Penurunan glukosa darah yang jelas pada 30 menit setelah
pemberian tolbutamid, tanpa kembali ke kadar normoglikemik selama tes berlangsung,
dijumpai pada pasien dengan tumor yang menghasilkan insulin. Kadar insulin plasma
meningkat. Plasma insulin mencapai kadar maksimal 100 U/ml pada 10-30 menit pada
orang normal, kemudian menurun. Pada pasien dengan insulinoma, sering dijumpai nilai
berkisar 150 – 500 U/ml. Modifikasi tes tolbutamid intravena adalah penggunaan
tolbutamid (2 g) yang diberikan peroral dengan 2 g bikarbonat natrium.
Tes glukagon mungkin lebih aman dari tantangan dengan tolbutamid oleh karena ia
menghindari kemungkinan induksi hipoglikemia berat. Kadar insulin plasma secara
bermakna meningkat pada orang normal yang menerima 1 mg glukagon intramuskular (mis.
kadar mencapai 200 U/ml pada 5-10 menit), tetapi nilai yang dicapai pasien dengan
insulinoma lebih besar. Tes glukagon dan tolbutamid lebih berguna dari pada tantangan
leusin dalam menegakkan diagnosis insulinoma.
Tes toleransi glukosa tidak berguna pada diagnosis banding fasting hypoglycemia,
tetapi amat membantu dalam membedakan beberapa tipe nonfasting (reactive) hypoglycemia.
Pada penanggulangan kedaruratan seperti diutarakan diatas, pendekatan terbaik
adalah memberikan glukosa intravena. Pada beberapa kasus pemberian glukagon
intramuskular membantu jika tersedia glikogen cadangan.
Kisaran normal dan target glukosa darah
Kadar glukosa normal pada orang non diabetes
Setelah bangun tidur-puasa 70-99 mg/dL
Setelah makan 70-140 mg/dL
Target glukosa darah pada orang dengan diabetes
Sebelum makan 70-130 mg/dL
1-2 jam setelah makan dimulai dibawah 180 mg/dL
Sumber: American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes—2008.
Diabetes Care. 2008;31:S12–S54.
Untuk orang dengan diabetes, glukosa darah di bawah 70 mg/dL adalah hipoglikemia
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison`s. Principles of Internal Medicine. 17thEdition. United State of America.
2008
2. Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
3. Sudoyo, A, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Internal
Publishing
4. Sylvia AP, Lourraine MW. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi
ke 6. Vol II. Jakarta :EGC. 2003
5. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta :
EGC. 2006.
6. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes—2008.
Diabetes Care. 2008;31:S12–S54.
7. http://www.drugs.com/cg/non-diabetic-hypoglycemia.html
8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3388042/
9. www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/ hypoglycemia /db099105.pdf
top related