tuberkulosis anak
Post on 11-Aug-2015
47 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TUBERKULOSIS ANAK
Tuberkulosis (TB) merupakan penvakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia.
Pada peninggalan Mesir kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan gTBbus.
Kuman Mycobacterum tuberculoei: penyebab TB telah ditemukan oleh Robert Koch pada tahun
1882, lebih dari 100 tahun yang lalu. Walaupun telah dikenal sekian lama dan telah lama
ditemukan obat-obat antituberkulosis yang poten hingga saat ini TB masih merupakan masalah
kesehatan utarna di seluruh dunia. Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20 ini, jumlah kasus
baru TB meningkat di seluruh dunia. 95% kasus terjadi di Negara berkembang. Di Indonesia,
TB juga masih merupakan masalah yang menonjol. Bahkan secara global, Indonesia menduduki
peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus terbanvak di dunia.
Tuberkulosis anak mempunvai perrnasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa.
Pada TB anak. perrnasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan,
serta TB pada infeksi HIV.
Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anakseringkali tidak khas. Diagnosis pasti
ditegakkan denganmenernukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan specimen diagnostik
yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapatdiperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik,
mikroorganismepenyebab jarang diternukan pada sediaan langsung dan kultur.
Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan fotorontgen paru yang masih
kurang, diagnosis TB anak menjadilebih sulit.Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak,
seringterjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Di lain pihak,ditemukan juga
underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB
umumnya adalah orangdewasa dengan sputum basil tahan asam positif, sehingga
penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa. AkTBatnya. penanganan TB anak
kurang diperhatikan.
EPIDEMIOLOGI
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
kernbali muncul dan menjadi masalah (reemerging disease), terutarna di negara maju, salah
satunya adalah TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang),
telah terinfeksi oleh M. tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Tuberkulosis. terutarna TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di Negara berkembang maupun di negara maju,
Ada 3 hal yang mempengaruhi epiderniologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi
pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat.
MORBIDITAS DAN MORTALITAS
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakanjumlah kasus TB
anak per tahun adalah 5% sampai 6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun 1985, dari
1261 kasus TB anak usia <15 tahun, 63% di antaranva berusia <5 tahun. Pada survei nasional di
lnggris dan Wales yang berlangsung selama setahun pada tahun 1983, didapatkan bahwa 452
anak usia <15tahun menderita TB (MRCT-COU, 1988). Dari Alabama,Arnerika, dilaporkan
bahwa selama 11 tahun (tahun 1983-1993) didapatkan 171 kasus TB anak usia <15 tahun. Di
Negara berkembang, tuberkulosis pada anak berusia <15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus
TB, sedangkan di negara maju, angkanya lebih rendah, yaitu 5-7%.
Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiaptahun terdapat 1,3 juta kasus bam
TB anak dan 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena TB. Kasus baru
diperkirakan akan meningkat setiap tahun, dari 7,5 juta kasus(143 kasus per 100.000 penduduk)
pada tahun 1990, menjadi 8,8juta kasus (152 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 1995,
menjadi 10,2 juta kasus (163 kasus per 100.000 penduduk) pada tahun 2000, serta akan
mencapai 11,9 juta kasus di tahun 2005.
Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama
5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penderita TB dengan angka kematian yang bervariasi dari 0% -
14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%) sedangkan untuk bayi kurang dari
12 bulan didapatkan 16,5% .Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB anak
sangat terbatas, termasuk di Indonesia. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, WHO sedang
melakukan upaya dengan cara membuat konsensus diagnosis di berbagai negara.
Dengan adanya konsensus ini, diharapkan diagnosis TB anak dapat ditegakkan sehingga
kemungkinan "overdiagnosis”, atau"underdiagnosis" dapat diperkecil dan angka prevalensi
pastinva dapat diketahui.
PATOGENESIS TUBERKULOSIS
Paru merupakan port d'entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannva yang
sangat kecil (<5 m), kuman TB dalarn percik renik (droplet nuclei) yang terhirup. dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkansebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman
TB dalarn makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag
mengalami 1isis, dan kurnan TB rnernbentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.
Dari fokus primer, kurnan TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mernpunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran
ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar lirnfe
yang akan terlibat adalah kelenjar lirnfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara fokus primer, kelenjar Iimfe regional yang membesar(limfadenitis), dan saluran limfe
yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yangdiperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penvakit, Masa inkubasi TB biasanva berlangsung dalam waktu 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah103-104,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selarna minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi perturnbuhan logaritmik human TB
sehingga jaringan tubuh yang awalnva belum tersensitisasi terhadap tuberkulin,mengalami
perkembangan sensitivitas, Pada saat terbentuknva kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinvatakan telahterjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, vaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selarna masa inkubasi,
uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap
TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik,
begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun.sejumlah kecil
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.Bila imunitas seluler telah terbentuk, kurnan TB
baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, lokus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akanmengalami fibrosis dan enkapsulasi,
tetapi penyernbuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru, Kuman TB
dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paruatau di kelenjar limfe regional Fokus primer di paru dapat
mernbesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melaluibronkus sebingga meninggalkan
rongga di Jaringan paru (kavitas), Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran
normal saat awal infeksi, akan rnembesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di
segmen distal paru. Obstruksi total dapat menvebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalarni
inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus,
sehingga menyebabkan TB endobronkial atau mernbentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menvebabkan gabungan pneumonitis
dan atelektasis. yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selarna masa inkubasi. sebelum terbentuknva irnunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hernatogen. Pada penyebaran Iimfogen, kuman menvebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasidarah dan menvebar ke seluruh tubuh. Adanya penvebaran hematogen
inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB rnenvebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kernudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanva dituju adalah
organ yang mempunyai vaskularisasi baik. misalnya otak,tulang, ginjal, dan paru sendiri,
terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan rnernbentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya,
Di dalarn koloni yang sernpat terbentuk dan kernudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung
berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di
apeks paru disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh
pejamu menurun. fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ
terkait, misalnva meningitis,TB tulang, dan Iain-lain.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalahpenvebaran hernatogenik generalisata
akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk
dan beredar di dalarn darah menuju ke seluruh tubuh.Hal ini dapat menvebabkan timbulnva
manifestasi klinispenyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul
dalarn waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnva penvakit berganrung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnvapenvebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnva sistem imun pejamu (host) dalarn mengatasi infeksi
TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mernpunyai ukuran yang lebih kurang sarna. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata
yang menverupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatornik, lesi ini
berupa nodul hilling berukuran 1-3 rum. yang secara histologic merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular
didekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis,
sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic
spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutarna 1tahun pertama), biasanya sering
terjadi komplikasi, Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran
limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5 - 3 % penyebaran
limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan
setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru
kronik sangat bervariasi. bergantung pada usia terjadinva infeksi primer. TB paru kronik
biasanva teriadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada rernaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 23-30 anak yang terinfeksi TB. TB tulang
dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banvak terjadi dalam 1 tahun
tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanva terjadi 5 - 25 tahun setelah infeksi
primer.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannva M. tuberculosis pada perneriksaan
sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada
anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah
kuman (paucibaccilary) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Jurnlah kuman TB di
sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB
paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat
kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan
mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak.
Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/ sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun
batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang
diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus dilakukan oleh petugas berpengalaman. Cara
ini tidak menyenangkan bagi pasien. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulent berwama hijau kekuningan dengan volume
3-5 rnl.
SISTEM SKORING PADA TB ANAK
Catatan :
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Jika dijumpai skrofuloderma**, pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname). Foto rontgen toraks bukan alar diagnostik utama pada TBanak Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor >= 6, (skor maksimal l3) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.
**Skrofulodenna adalah suatu bentuk reaktivasi infeksi tuberkulosis, diawali oleh suatu
limfadenitis atau osteomyelitis yang membentuk abses dingin dan melibatkan kulit di atasnya,
kemudian pecah, dan membentuk sinus di perrnukaan kulit. Skrofuloderma ditandai oleh massa
yang padat atau fluktuatif. Sinus yang mengeluarkan cairan, ulkus dengan dasar bergranulasi dan
tidak beraturan serta tepi bergaung. Serta sikatriks yang menyerupai jembatan. Biasanva
diternukan didaerah leher atau wajah, tetapi dapat juga dijumpai diekstremitas atau trunkus.
Pemeriksaan penunjang
1. Uji tuberkulin
– tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yg mempunyai sifat antigenik yg kuat
– Memiliki nilai diagnostik yg tinggi terutama pada anak, dgn sensitivitas dan spesifitas 90%, semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulinsemakin kurang spesifik.
• Uji TBC, yang biasa disebut sebagai tes Mantoux, merupakan tes tuberkulin pada kulit (penyuntikan intra kutan) dengan menggunakan 5 unit derifatif protein termurnikan (purified protein derivative, PPD).Uji TBC dalam bentuk lain tidak dianjurkan.
• Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Uji tuberkulin positif bila:
– Infeksi TB alamiah
• Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
• Infeksi TB dan sakit TB
• TB yang telah sembuh
– Imunisasi BCG
– Infeksi mikobakterium atipik
hasil tuberkulin (-) dpt dijumpai pada :
• Tidak ada infeksi TB
• Dalam masa inkubasi infeksi TB
• Anergi (keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan sehingga tubuh tdk memberi reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sdh terinfeksi TB, misalnya pada gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang)
TATA LAKSANA
Obat Tb diberikan dalarn paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
Pernberian gizi yang adekuat.
Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.
Tatalaksana medikarnentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB
tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macarn obat dandiberikan dalam waktu relatif
lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertarna) dan
sisanya sebagai fase lanjutan. Pernberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya
resistensi obat dan untuk rnernbunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pernberian
obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kekarnbuhan.
DOSIS KOMBINASI OBAT TETAP OAT (FDC)
Untuk memperrnudah pemberian OAT sehingga meningkatkanketeraturan minum obat,
paduan OAT disediakan dalam bentukpaket kombipak. Satu paket kombipak dibuat untuk satu
pasienuntuk satu masa pengobatan. Kombipak untuk anak berisi obat fase intensif. yaitu
rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, danpirazinarnid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu
R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket.
Di tempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai, untuk meningkatkan kepatuhan
pasien dalam menjalani pengobatan yang relatiF lama dengan jumlah obat yang banvak,dalarn
program penanggulangan TB anak telah dibuat obat TB dalam bentuk kombinasi dosis tetap
(Fixed Dose Cotnbinaticn=FDC). FDe ini dibuat dengan komposisi rifampisin, INH, dan
pirazinarnid, maslng-masing 75 mg/50 mg/150 mg untuk 2bulan pertama, sedangkan untuk fase
4 bulan berikutnva terdiri dari rifampisin dan INH masing-masing 75 mg dan 50 mg. Dosis yang
dianjurkan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel menurut IDAI dan WHO
Daftar obat antiTB 2nd line utk MDR-TB
Non farmakologi
Penanganan gizi
Pelacakan sumber infeksi, jika ada, harus diobati juga
Perbaikan kesehatan lingkungan
Penyuluhan kesehatan kpd orang tua mengenai pentingnya menelan obat secara teratur dlm jangka wkt yg cukup lama, pengawasan trhdp jadwal pemberian obat, keyakinan bahwa obat akan diminum,dsb
Farmakologi
• 1st line drugs : Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (S)
• Rifampisin dan Isoniazid merupakan obat pilihan utama
• 2nd line drugs : Cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide, kanamycin, dan amikacin
Isoniazid
– Diberi secara peroral
– Dosis harian 5-15 mg/kgBB/hari, max 300 mg/hari
– Sehari 1x
– Sediaan : tablet 100 mg dan 300 mg, sirup 100 mg/5 ml(tdk dianjurkan)
– Konsentrasi puncak dalam 1-2 jam, menetap min 6-8 jam
– Indikasi utk ibu hamil dan menyusui yg terkena TB
– Efek toksik utama: hepatotoksik dan neuropati perifer seperti mati rasa atau kesemutan pd tangan dan kaki(keduanya jarang terjadi pd anak)
– Jika terjadi neuritis perifer pd anak bs diberikan tambahan piridoksin 25-50 mg sehari 1x atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid
Rifampisin
– Bersifat bakterisid pd intra maupun ekstrasel, dpt memasuki semua jaringan dan dpt membunuh kuman semidorman yg tdk dapat dibunuh oleh isoniazid
– Diabsorpsi dgn baik ketika perut dlm keadaan kosong( 1 jam sblm mkn)
– Kadar puncak dlm serum dalam 2 jam
– Pemberian per oral dgn dosis 10 – 20 mg/kgBB/hari, dosis max 600 mg/hari
– Jika diberi bersamaan dgn Isoniazid, dosis rifampisin tdk melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari
– Baik digunakan pada meningitis TB
– Efek samping : perubahan warna urin, keringat, sputum dan air mata menjadi orange kemerahan, mual muntah, ikterus/hepatitis, trombositopenia
– Sediaan kapsul 150 mg, 300 mg, 450 mg
Pirazinamid
– Derivat dari nikotinamid
– Berpenetrasi baik pada jaringan tubuh termasuk CSS
– Bakterisid hanya pada intrasel pd suasana asam dan diberikan pada fase intensif
– Pemberian peroral dgn dosis 15-30 mg/kgBB/hari dgn dosis max 2 gr/hari, kadar puncak dalam 2 jam
– Obat ini aman utk anak, reaksi hipersensitivitas jarang terjadi pada anak
– Sediaan tablet 500 mg
– Dapat digerus dan diberikan bersama dgn makanan
Etambutol
– Aktivitas bakteriostatik dan bakterisid jika diberi dengan dosis tinggi dan intermiten
– Dapat mencegah terjadinya resistensi terhadap obat-obat lain
– Dosis 15-25 mg/kgBB/hari
– Indikasi : TB berat dan kecurigaan TB resisten obat jika obat-obat lain tdk tersedia atau tdk dpt digunakan
– Kemungkinan toksisitas : neuritis optik dan buta warna merah-hijau
Streptomisin
– Bersifat bakterisid dan bakteristatik thdp kuman ekstraseluler pd keadaan basal atau netral, sehingga tdk efektif utk membunuh kuman intraseluler
– Digunakan pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB
– Diberikan secara IM dgn dosis 15-40 mg/kgBB/hari dan mencapai kadar puncak dalam 1-2 jam
– Toksisitas utama : mengganggu keseimbangan dan pendengaran, tinitus dan pusing
– Dapat menembus plasenta, sehingga dosis utk ibu hamil hrs diberikan dgn hati-hati krn dapat merusak saraf pendengaran janin
Evaluasi hasil pengobatan
• Tujuan : utk menilai perkembangan hasil terapi dan memantau timbulnya efek samping obat
• Dilakukan setelah 2 bulan terapi
• Alasan dilakukan : karena diagnosis TB anak sulit dan sering terjadi salah diagnosis
• Evaluasi ini terdiri dari evaluasi klinis, radiologis dan pemeriksaan LED
• Pengobatan yang dilakukan selama 6 bulan bertujuan utk meminimalisasi residu M.tuberculosis yg tdk mati dgn obat-obatan dan mengurangi kumungkinan terjadinya kekambuhan
Non farmakologi
• Pendekatan DOTS
– Adanya PMO yg mengawasi scr langsung pasien
– Bisa dar keluarga, petugas kesehatan, pasien yg sdh sembuh, atau guru sekolah yg telah diberi pelatihan strategi DOTS
• Case finding
– Mencari sumber penularan ( orang dewasa yg menderita TB aktif dan berkontak erat dgn anak anak tsb)
– Mencari anak lain disekitarnya yg mungkin juga tertular dgn cara uji tuberkulin
• Aspek edukasi dan sosial ekonomi
– Ditujukan pd pasien dan keluarganya, pasien TB anak tdk perlu diisolasi krn sbagian bsr TB pd anak tdk menular kpd orang disekitarnya
– Aktifitas fisiknya jg tdk perlu dibatasi kecuali pada TB berat
Pencegahan
• Imunisasi BCG
– Diberikan pada usia sblm 2 bulan
– Dosis utk bayi 0,05 ml. utk anak 0,10 ml
– Diberikan secara IC didaerah insersi otot deltoid kanan
– Jika diberikan pada usia >3 bln sebaiknya dilakukan uji tuberkulin dahulu
– Insidens TB anak yg mndpt BCG berhubungan dgn kualitas vaksin, pemberian vaksin, jarak pemberian, dan intensitas pemaparan infeksi
– Pada bayi prematur, BCG ditunda sampai Bbnya mencapai BB optimal
• Kemoprofilaksis
– Primer : mencegah terjadinya infeksi TB
• Isoniazid dgn dosis 5-10 mg/kgBB/hari dosis tunggal
• Diberikan pada anak yg kontak langsung dgn TB menular, terutama dgn BTA sputum (+) tetapi uji tuberkulin msh (-)
• Obat diberikan selama 6 bln, pd akhir bln ke 3 dilakukan uji tuberkulin ulang, jk (-) teruskan pemberian obat, jk (+) evaluasi status pasien.jk stlh 6 bln hasil tes uji tuberkulin msh (-) maka profilaksis dihentikan
– Sekunder : mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB
• Diberikan pada anak yang telah terinfeksi tetapi blm sakit ditandai dgn uji tuberkulin (+) sdgkan klinis dan radiologis normal
• Lama pemberian obat 6-12 bln
top related