tugas bedah mulut 1
Post on 18-Jan-2016
174 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS BEDAH MULUT 1
“ANASTESI LOKAL DAN PERSYARAFAN”
Disusun oleh :
Khairannisa Trisna A 04121004068
Dosen Pembimbing :
dr. Galuh Anggraini Adityaningrum
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
Anestesi diberikan untuk memblokir sementara sensasi rasa sehingga
memungkinkan pasien menjalani operasi dan prosedur kesehatan lainnya tanpa
rasa sakit. Anestesi yang diberikan kepada seseorang berbeda untuk tiap
kondisinya.
Pertimbangan menentukan teknik anestesi:
1. Luas daerah operasi
2. Keadaan umum pasien
3. Perluasan infeksi jaringan area operasi
4. Temperamen pasien
5. Tingkat kooperasi pasien
6. Ketebalan/kepadatan jaringan keras
Jenis Anestesi
1. Anestesi umum
Anestesi umum ditujukan membuat pasien sepenuhnya tidak sadar selama operasi.
Obat bius biasanya disuntikkan ke tubuh pasien atau dalam bentuk gas yang
dilewatkan melalui alat pernafasan. Pasien sama sekali tidak akan mengingat
apapun tentang operasi karena anestesi umum memengaruhi otak dan seluruh
tubuh. Selama dalam pengaruh anetesi, fungsi tubuh yang penting seperti tekanan
darah, pernapasan, dan suhu tubuh dipantau secara ketat.
2. Anestesi regional
Anestesi regional diberikan pada dan di sekitar saraf utama tubuh untuk
mematikan bagian yang lebih besar. Pada prosedur ini pasien mungkin tidak
sadarkan diri selama periode waktu yang lebih panjang. Di sini, obat anestesi
disuntikkan dekat sekelompok saraf untuk menghambat rasa sakit selama dan
setelah prosedur bedah. Ada dua jenis utama dari anestesi regional, yang meliputi:
- Anestesi spinal
Anestesi spinal atau sub-arachnoid blok (SAB) adalah bentuk anestesi regional
yang disuntikkan ke dalam tulang belakang pasien. Pasien akan mengalami mati
rasa pada leher ke bawah. Tujuan dari anestesi ini adalah untuk memblokir
transmisi sinyal saraf. Setelah sinyal sistem saraf terblokir, pasien tidak lagi
merasakan sakit. Biasanya pasien tetap sadar selama prosedur medis, namun obat
penenang diberikan untuk membuat pasien tetap tenang selama operasi. Jenis
anestesi ini umumnya digunakan untuk prosedur pembedahan di pinggul, perut,
dan kaki.
- Anestesi epidural
Anestesi epidural adalah bentuk anestesi regional dengan cara kerja mirip anestesi
spinal. Perbedaannya, anestesi epidural disuntikkan di ruang epidural dan kurang
menyakitkan daripada anestesi spinal. Epidural paling cocok digunakan untuk
prosedur pembedahan pada panggul, dada, perut, dan kaki.
3. Anestesi lokal
Anestesi lokal, seperti namanya, digunakan untuk operasi kecil pada bagian
tertentu tubuh. Suntikan anestesi diberikan di sekitar area yang akan dioperasi
untuk mengurangi rasa sakit. Anestesi juga dapat diberikan dalam bentuk salep
atau semprotan. Sebuah anestesi lokal akan membuat pasien terjaga sepanjang
operasi, tapi akan mengalami mati rasa di sekitar daerah yang diperasi. Anestesi
lokal memiliki pengaruh jangka pendek dan cocok digunakan untuk operasi minor
dan berbagai prosedur yang berkaitan dengan gigi.
ANASTESI LOKAL
A. Pembagian Anestesi Lokal
Pembagian anestesi lokal berdasarkan area yang teranestesi :
a. Nerve block, merupakan metode aplikasi anestesi lokal dengan penyuntikan
cairan anestesi pada atau sekitar batang saraf utama sehingga mencegah
impuls saraf afferent disekitar titik tersebut.
b. Field block, merupakan metode anestesi lokal yang dilakukan dengan
memasukkan cairan didaerah cabang saraf terminal yang besar sehingga area
yang teranestesi memblokir semua saraf afferent pada daerah tersebut.
c. Local infiltration, larutan anestesi lokal disuntikkan disekitar ujung saraf
terminal sehingga cairan anestesi terkumpul pada daerah tersebut sehingga
mencegah terjadinya stimulasi dan terbentuknya rasa sakit.
d. Anestesi topikal, dengan cara mengoleskan larutan anestesi lokal secara
langsung pada bagian permukaan (membrane mukosa, kulit terluka atau
mata) untuk mencegah stimulasi pada ujung ujung saraf bebas pada daerah
tersebut (free nerve endings).
B. Mekanisme Anastesi Lokal
Bahan anestetikum lokal mengubah proses pembentukan dan pengiriman
impuls dengan beberapa cara, yaitu dengan mengubah potensial istirahat
dasar dari membran sel syaraf, mengubah potensial ambang batas
(threshold), mengurangi rasio depolarisasi, atau dengan menambah rasio
repolarisasi. Perubahan yang terjadi dapat diakibatkan oleh salah satu atau
lebih dari satu cara tersebut.
Bahan anestetikum lokal melekat pada reseptor yang ada di dekat gerbang
sodium pada membran sel, lalu mengurangi permeabilitas ion sodium
sehingga dapat menghambat konduksi impuls. Ion sodium yang
seharusnya berikatan dengan reseptor pada membran sel untuk
meningkatkan permeabilitas dan membuka gerbang sodium akan
berkompetisi dengan bahan anestetikum lokal untuk berikatan dengan
reseptor pada membran sel. Setelah bahan anestetikum lokal berikatan
dengan reseptor, terjadi penurunan permeabilitas membran sel sehingga
menghasilkan blokade gerbang sodium. Hal ini mengakibatkan terjadinya
penurunan konduksi sodium dan rasio depolarisasi sehingga terjadi
kegagalan dalam mencapai potensial ambang batas (threshold) dan
mengakibatkan kegagalan dalam potensial aksi. Keadaan ini
mengakibatkan terhambatnya pengiriman impuls sehingga sensasi seperti
rasa sakit dapat dihilangkan.
C. Teknik Anastesi Lokal
Macam-macam teknik yang digunakan dalam penatalaksanaan anestesi
lokal:
a. Topikal
Menghilangkan rasa sakit di bagian permukaan saja karena yang dikenai
hanya ujung-ujung serabut urat syaraf. Bahan yang digunakan berupa salf.
b. Infiltrasi
Anestesi dilakukan dengan mendeponirkan cairan anestesi disekitar apeks
gigi yang akan dicabut di sisi bukal pada sulkus, adanya porositas pada
tulang alveolar menyebabkan cairan anestesi berdifusi menuju saraf pada
apeks gigi. Biasanya menggunakan jarum yang agak pendek. Macam-
macam teknik infiltrasi adalah sebagai berikut :
a. anestesi topikal/infiltrasi intramukosa
b. infiltrasi submukosa
c. infiltrasi supraperiosteal
d. infiltrasi subperiosteal
e. infiltrasi intraoseal
f. infiltrasi perisemental
g. infiltrasi intraseptal
h. infiltrasi intradental
c. Anestesi blok
Merupakan anestesi dengan cara menginjeksikan cairan anestesi pada
batang saraf yang biasa digunakan untuk tindakan bedah di rongga mulut.
Anestesi blok yang digunakan biasa dilakukan adalah inferior dental blok,
mental blok, posterior superior dental blok, dan infra orbital blok.
Biasanya anestesi menggunakan jarum lebih panjang ± 3,5 cm.
D. Indikasi dan Kontraindikasi Anastesi Lokal
Indikasi anastesi lokal
1. Jika nyawa penderita dalam bahaya karena kehilangan kesadarannya,
sebagai contoh sumbatan pernafasan atau infeksi paru.
2. Kedaruratan karena tidak ada waktu untuk mengurangi bahaya
anestesi umum. Hal ini dapat terjadi pada kasus seperti partus obstetik
operatif, diabetes, penyakit sel bulan sabit, usia yang sangat lanjut, dan
pembedahan yang lama.
3. Menghindari bahaya pemberian obat anestesi umum, seperti pada
anestesi halotan berulang, miotonia, gagal ginjal atau hepar dan porfiria
intermiten akut.
4. Prosedur yang membutuhkan kerjasama dengan penderita, seperti
pada perbaikan tendo, pembedahan mata, serta pemeriksaan gerakan
faring.
5. Lesi superfisial minor dan permukaan tubuh, seperti ekstraksi gigi
tanpa penyulit, lesi kulit, laserasi minor, dan revisi jaringan parut.
6. Pemberian analgesi pascabedah, contohnya sirkumsisi, torakotomi,
herniorafi, tempat donor cangkok kulit, serta pembedahan abdomen.
7. Untuk menimbulkan hambatan simpatik, seperti pada free flap atau
pembedahan reimplantasi, atau iskemia ekstremita.
Kontra indikasi anestesi lokal
1. Pada area infeksi
cairan radang dan organisme terdesak ke jaringan sehat menyebabkan
infeksi meluas
cairan anestetikum + cairan radang akan menekan saraf sehingga
menyebabkan rasa sakit/nyeri
anestesi menjadi tidak efektif dalam cairan radang
menghambat penyembuhan
2. Penderita nervous/tegang à anestesi umum
3. Multiple extraction à anestesi umum tidak sakit, komplikasi pasca bedah
kurang, dan penyembuhan luka lebih cepat
4. Penderita abnormal à jarum salah masuk atau patah
5. Anak-anak penakut
E. Alat-alat yang digunakan
Adapun alat-alat yang biasa digunakan untuk anastesi lokal adalah sebagai
berikut :
1. Syringe
Syringe terdiri dari kotak logam dan plunger yang disatukan
melalui mekanisme hige spring. Jarum berujung ganda dapat dipasang
syringe melalui hub sekrup pada ujung kotak/ wadah lainnya
Banyak macam dari dental syringes yang dapat digunakan, yang
paling sering adalah breech-loading, metallic, cartridge-type, aspirating
syringe.
Syringe terdiri dari thumb ring, finger grip, barrel containing the
piston with a harpoon, dan needle adaptor.
2. Cartridge
Cartridge biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk
menghindari pecah atau kontaminasi dari larutan. Catridge mempunyai
variasi design yang cukup banyak, terytama hubungannya dengan penutup
yang dapat ditembus jarum hipodermik saat syringe dipasang.
Kompresi plunger karet sering menimbulkan aspirasi ringan ketika
tekanan dilepaskan, sehingga larutan dalam cartridge terkontaminasi.
Karena itu larutan sisa jangan pernah digunakan untuk pasien yang lain
karena bisa terjadi penularan infeksi, larutan anastesi yang kelebihan
tersebut harus dibuang.
3. Jarum
Jarum hipodermik yang di kedokteran gigi dibagi menjadi pendek
dan panjang. Jarum suntik yang pendek biasanya digunakan untuk anastesi
infiltrasi , biasanya panjangnya 2 atau 2,5 cm. Sedang jarum yang
digunakan untuk teknik blok biasanya panjangnya 3,5 cm.
Jarum yang digunakan harus dapat melakukan penetrasi sebelum
seluruh jarum dimasukkan kedalam jaringan. Tindakan pengamanan ini
akan membuat jarum tidak masuk seluruhnya ke jaringan. Sehingga bila
terjadi fraktur pada hub, potongan jarum dapat ditarik keluar dengan tang
atau sonde.
Beberapa ahli beranggapan bahwa penggunaan jarum yang kecil
daripada yang besar akan merusak pembuluh darah. Otot dan ligamen
sehingga terbentuk haematoma dan/atau trismus.
F. Bahan Anastetikum Lokal
Pertimbangan dalam memilih obat anestetikum lokal :
1. Dipilih obat anestetikum yang cocok bagi pasien
2. Mengetahui kontra indikasi obat anestetikum lokal
3. Anamnesis yang akurat meliputi riwayat alergi / anafilaksi obat
anestetikum lokal
Syarat-syarat anestetikum lokal yang ideal :
a. mempunyai daya penetrasi yang cukup kuat
b. mempunyai volume dan konsentrasi yang efektif sekecil mungkin
c. tidak menghasilkan reaksi lokal sekunder
d. stabil dalam larutan
e. mudah disterilkan tanpa ada perubahan
f. bebas dari reaksi alergi dan idiosinkrasi
g. mempunyai onset of action yang cepat dan duration of action yang cukup
lama
h. mempunyai potensi yang cukup untuk memberikan keadaan anestesi yang
sempurna
i. mempunyai toksisitas sistemik yang rendah untuk akhirnya obat akan
diabsorbsi
j. tidak menyebabkan kerusakan yang menetap pada struktur saraf tidak
mengiritasi jaringan setempat
Anestetika lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang
dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara, gugus amin
selalu berupa amin tersier / amin sekunder, dan gugus antara dan gugus aromatik
dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan ikatan ini,
anestetika lokal digolongkan menjadi :
- senyawa ester (prokain, tetrakain, benzokain, kokain, dll)
- senyawa amida (lidokain, dibukain, mepivakain, prilokain, dll)
Secara umum anestetik local mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3
bagian: gugus amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatik
lipofil melalui suatu gugus antara. Gugus amin selalu berupa amin tersier atau
amin sekunder. Gugus antara dan gugus aromatic dihubungkan dengan ikatan
amid atau ikatan ester. Maka secara kimia anestetik local digolongkan atas
senyawa ester dan senyawa amid.
Yang tergolong kedalam golongan amida (-NHCO-): Lidokain (xylocaine,
lignocaine), mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest), bupivacain (marcaine),
etidokain (duranest), dibukain (neupercaine), ropivakain (naropin),
levobupivacaine (chirocaine).
Perbedaan yang utama dari kedua klasifikasi obat anastesi antara amida
dan ester adalah dimana kedua obat tersebut dibawa untuk mengalami pemecahan
metabolisme. Metabolisme (atau biotransformasi) dari anastesi lokal sangat
penting, karena hampir semua toksisitas obat tergantung dari keseimbangan antara
kadar absorpsi ke dalam pembuluh darah di tempat injeksi and kadar
penghilangan obat dari darah dari proses pemasukan ke dalam jaringan dan
metabolisme.
Ester (-COOC-)
Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase. Adanya ikatan ester sangat
menentukan sifat anastesi lokal sebab pada degradasi dan inanaktivasi di
dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolosis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan
golongan amida. Hidrolisis ester sangat cepat dan metabolit dieksresi melalui
urin. Diantaranya: Procaine, Kocaine, Amethocaine, Tetracaine, Benzocaine.
Amida (-NHCO-)
Metabolisme dari golongan amida lebih kompleks dibandingkan dengan
golongan ester. Daerah utama untuk biotranformasi amida adalah di hati.
Hampir seluruh proses metabolik terjadi di hati untuk obat lidocaine,
mepivacaine, articaine, etidocaine. Prilokaine dimetabolisme di hati, dan
beberapa kemungkinan di paru. Kecepatan metabolismenya bergantung pada
spesifikasi obat anestesi lokal. Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa
ester. Metabolit di eksresi lewat urin dan sebagian kecil di eksresi dalam
bentuk utuh. Diantaranya: Lidocaine, Prilocaine, Bupivacaine, Mervacaine,
Lincocaine, Lignocaine, Dibucaine.
1) Prokain
Farmakodinamik:
- Dosis 100-800 mg : analgesic ringan, efek maksimal 10-20’, hilang setelah
60’
- Dihidrolisis menjadi PABA (para amino benzoic acid) dapat menghambat
kerja sulfonamide.
Farmakokinetik:
- Esterase à Absorpsi cepat PABA + dietilaminoetanol
- Hidrolisis à PABA diekskresi dalam urin (bentuk utuh dan terkonjugasi)
Indikasi Klinik:
Untuk anestesi lokal dengan suntikan lokal, blokade saraf dan anestesi
spinal; sedangkan secara topikal tidak efektif; derivat prokainamid digunakan
untuk terapi aritmia jantung.
Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%
Blok saraf: 1-2%
Dosis 15 mg/kg BB dan lama kerja 30-60 menit
Prokain disintesis dan diperkenalkan dengan nama dagang novokain.
Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anestesi infiltrasi,
anestesi blok saraf, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal.
Namun karena potensinya rendah, mula kerja lambat, serta masa kerja pendek
maka penggunaannya sekarang hanya terbatas pada anestesi infiltrasi dan
kadang- kadang untuk anestesi blok saraf. Di dalam tubuh prokain akan
dihidrolisis menjadi PABA yang dapat menghambat kerja sulfonamik.
Toksisitas:
Toksisitas sistemik rendah karena masa kerjanya singkat dan degradasi
cepat; over dosis dapat menyebabkan gawat pernapasan.
2) Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan
napas atas. Lama kerja 2-30 menit.
Contoh:Fentanil
* Farmakodinamik: Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun
erythroxylon coca. Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat
hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik yang paling
mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat.
* Efek anestetik lokal: Efek lokal kokain yang terpenting yaitu
kemampuannya untuk memblokade konduksi saraf. Atas dasar efek ini,
pada suatu masa kokain pernah digunakan secara luas untuk tindakan di
bidang oftalmologi, tetapi kokain ini dapat menyebabkan terkelupasnya
epitel kornea. Maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk
pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran nafas atas. Kokain
sering menyebabkan keracunan akut. Diperkirakan besarnya dosis fatal
adalah 1,2 gram. Sekarang ini, kokain dalam bentuk larutan kokain
hidroklorida digunakan terutama sebagai anestetik topikal, dapat
diabsorbsi dari segala tempat, termasuk selaput lendir. Pada pemberian
oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami
hidrolisis.
3) Tetrakain
Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat. Pada pemberian
intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik daripada prokain. Obat
ini digunakan untuk segala macam anestesia, untuk pemakaian topilak
pada mata digunakan larutan tetrakain 0.5%, untuk hidung dan tenggorok
larutan 2%. Pada anestesia spinal, dosis total 10-20mg. Tetrakain
memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya lambat, dimetabolisme
lambat sehingga berpotensi toksik. Namun bila diperlukan masa kerja yang
panjang anestesia spinal, digunakan tetrakain
4) Benzokain
Absorbsi lambat karena sukar larut dalam air sehingga relatif tidak toksik.
Benzokain dapat digunakan langsung pada luka dengan ulserasi secara
topikal dan menimbulkan anestesia yang cukup lama. Sediaannya berupa
salep dan supposutoria
5) Lidokain
Indikasi klinik:
Anestesi topikal, injeksi lokal untuk anaestesi lokal; i.v. digunakan untuk
aritmia jantung.
Toksisitas:
Sedasi, amnesia, dan konvulsi.
Farmakodinamik
Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif
daripada yeng ditimbulkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding.
Anestesi ini efektif bila digunakan tanapa vasokontriktor, tetapi kecepatan
absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek.
Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap
anestetik lokal golongan ester.
Farmakokinetik
Lidokain lebih cepat diserap dari tempat suntikan, saluran pencernaan, dan
saluran pernapasan serta dapat melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam
plasma fetus dapat mencapai 60 % kadar dalam darah ibu. Dalam hati,
lidokain mengalami deakilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda membentuk
etilglisin xilidid dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih
lanjut menjadi mono etilglisin xilidid dan glisin xilidid.
6) Bupivakain
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf
dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan
0,25-0,75%. Dosis maksimal 200mg. Duration 3-8 jam. Konsentrasi
efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain.
Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak
dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8
jam. Untuk anesthesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau
hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.
Prosedur Konsentrasi % Volume Infiltrasi 0,25-0,50 5-60 ml Blok
minor perifer 0,25-0,50 5-60 ml Blok mayor perifer 0,25-0,50 20-40 ml
Blok interkostal 0,25-0,50 3-8 ml Lumbal 0,50 15 20 ml Kaudal 0,25-0,50
5-60 ml Analgesi postop 0,50 4-8 ml/4-8 jam (intermitten) 0,125 15
ml/jam (kontinyu) Spinal intratekal 0,50 2-4 ml.
Struktur bupivakain mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang
mengandung amin adalah butil piperidin. Merupakan anestetik lokal yang
mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blokade terhadap
sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih
populer digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan
masa pasca pembedahan. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain
lebih kardiotoksik daripada lidokain. Larutan bupivakain hidroklorida
tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk
suntikan paravertebra. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia
infiltrasi adalah 2mg/kgBB.
7) Dibukain
Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik
dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain,
dibukain kira-kira 15x lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3x lebih
panjang. Sebagai preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi,
kecuali untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim
0,5% atau salep 1%.
8) Mepivakain HCL
Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain.
Mepivakain ini digunakan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional
dan anestesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ; 1,5 dan 2%.
Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan karenanya tidak digunakan
untuk anestesia obstetrik. Pada orang dewasa indeks terapinya lebih tinggi
daripada lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi
lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai
anestetik topical.
9) Prilokain HCL
Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain,
tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih
kecil daripada lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor.
Toksisitas terhadap SSP lebih ringan, penggunaan intravena blokade
regional lebih aman. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain.
Sifat toksik yang unik dari prilokain HCl yaitu dapat menimbulkan
methemoglobinemia, hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain
yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin. Methemoglobinemia ini umum
terjadi pada pemberian dosis total melebihi 8 mg/kgBB. Efek ini
membatasi penggunaannya pada neonatus dan anestesia obstetrik.
Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia suntikan dengan
sediaan berkadar 1,0; 2,0; dan 3,0%.
Tabel 1. Efek farmakologi dan penggunaan klinis anastesi lokal
Ester /
amida
Mula
Kerja
Lama
Kerja
Penggunaan
Klinis
Properties
Procaine Ester Lambat Singka
t
- Terbatas
- Vascular
spam
- Diagnostik
prosedure
-Vasodilatasi
- Alergenik
Amethocaine Ester Cepat Singka
t
- Topical
anesthesia
- Spinal
anesthesia
- Toksisitas sistemik
kuat
Chloroprocaine Ester Cepat Singka
t
- Peripheral
anesthesia
- Obstetric
extradural
block
-Toksisitas sistemik
rendah
Mepivacaine Amida Cepat Sedang - Infiltration
- Peripheral
nerve blocks
-Versatile, dilatasi
sedang
Prilocaine Amida Cepat Sedang - Infiltration
-
Intravenous
anesthesia
-
Methaemoglobinanemia
pada dosis tinggi
- Sedikit toksisitas
- Peripheral
nerve blocks
amida
Bupivacaine Amida Sedang Lama - Infiltration
-
Intravenous
regional
anesthesia
- Extradural
∓ spinal
blocks
-Pemisahan blockade
sensoris dan motorik
Etidocaine Amida Cepat Lama - Infiltration
-
Intravenous
regional
anesthesia
- Extradural
blocks
- Blokade motorik yang
snagat besar
Lignocaine Amida Cepat Sedang -
Infiltration /
topical
-
Intravenous
regional
anesthesia
- Extradural
& spinal
blocks
- Peripheral
nerve blocks
- Agen paling
serbaguna
- Vasodilatasi sedang
G. Pemberian Vasokonstriktor
Kecuali Kokain, maka semua anastesi lokal bersifat vasodilator
(melebarkan pembuluh darah). Sifat ini membuat zat anastesi lokal cepat
diserap, sehingga toksisitasnya meningkat dan lama kerjanya menjadi singkat
karena obat cepat masuk ke dalam sirkulasi. Untuk memperpanjang kerja
serta memperkecil toksisitas sering ditambahkan vasokonstriktor.
Tujuan pemberian vasokonstriktor adalah untuk mengurangi perdarahan
perifer, agar absorbsi anestetikum menjadi lambat, mengurangi resiko reaksi
overdosis, memperpanjang kerja anestetikum dan mengurangi dosis
anestetikum.
Macam-macam vasokonstriktor antara lain Epineprin, Norepineprin,
Isoproterenol, Dopamine, dan Hydroxyamphetamine.
Epineprin
adrenalin, adrenin, supranol (glandula suprarenalis), suprarenin,
suprenalin, sintetik L-Suprarenin (sintetis)
vasokonstriktor dan mempercepat denyut jantung
stimulan jantung dan hemostatik kontrol perdarahan perifer
standar 1:1.000 diaplikasikan langsung ke jaringan yang perdarahan,
tidak boleh lebih dari 1:1.000 à nekrosis dan gangren à suplai O2
dan makanan berkurang
kontra indikasi pada pasien jantung, hipertensi dan arteriosclerosis,
anerisma (penipisan pembuluh darah), gangguan tiroid, diabetes
mellitus, nervous berat.
H. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemakaian anestetikum
1. Anamnesis terutama riwayat alergi anestetikum
2. Apabila ada keraguan dalam memilih anestetikum, lakukan skin test pada
tangan yaitu injeksi intradermal 0,5 cc. Apakah ada bercak bundar atau
tidak
3. Pada pasien yang takut atau gelisah, lakukan premedikasi dengan der. As.
Barbiturat (sod. Pentobarbital) yang dilarutkan dalam air 1:3, tahan dalam
mulut dan telan. Ini untuk mengurangi trauma psikis dan antidot toksin
procaine.
4. Germisida topikal (alkohol 70%) sebagai desinfektan dan anestesi topikal
5. Jarum suntik harus baru, runcing/tajam, steril
6. Mukosa tegang à setelah injeksi, jarum jangan diputar-putar karena akan
merusak jaringan sekitarnya
7. Penyuntikan harus dilakukan perlahan-lahan
8. Harus selalu dilakukan aspirasi sebelum anestetikum disuntikkan.
I. Komplikasi
Kegagalan anastesi, rasa sakit saat proses berlangsung, Ekimosis, hematoma,
trismus, paralisis facialis, hilangnya sensasi berkepanjangan, jarum yang patah,
infeksi, trauma pada bibir, gangguan visual, pingsan, alergi, dan xerostomia.
TEKNIK ANASTESI LOKAL PADA MAKSILA
Anastesi lokal dapat dilakukan pada N. maksilaris dan cabangnya.
1) Lokal infiltrasi (sering digunakan)
· Saraf : cabang terminal/ free nerve ending
· Area teranastesi : terbatas dimana larutan anestesi lokal dilakukan
· Pedoman anatomis : tidak ada pedoman khusus
· Indikasi : bila hanya sebatas mukosa dan jaringan ikat
dibawahnya
· Teknik : jarum diinsersikan dibawah mukosa ke dalam
jaringan ikat
· Symptom : tidak ada simptom subyektif
2) Field block
· Saraf : cabang saraf terminal besar
· Area teranastesi : semua area yg diinervasi
· Pedoman anatomi : tergantung area yg diinginkan, pedoman umum :
letak gigi dan akarnya serta periosteum tulang alveolar yg bersangkutan.
· Indikasi : untuk lokal anestesi satu/dua gigi RA dan sekitarnya
· Teknik : Paraperiosteal/ supraperiosteal. tehnik ini sering
digunakan karena porositas tulang RA; jarum diinsersikan menembus
membran mukosa dan jaringan ikat dibawahnya sampai menyentuh
periosteum lalu larutan dideponer
3) Blok N. alveolaris superior anterior dan medius (blok N. infra orbital)
· Saraf : cabang saraf terminal besar; n. infra orbitalis, n.
alveolaris superior anterior dan medius, n. palpebra inferior
· Area teranatesi : gigi insisive, caninus, premolar dan akar mesio bukal
gigi molar pertama bibir atas , pelupuk mata bawah dan sebagian hidung
· Pedoman anatomi : infraorbital ridge, infraorbital depression,
supraorbital notch, gigi anterior dan pupil mata
· Indikasi : untuk bedah yg melibatkan gigi insisive, caninus,
premolar dan akar mesio bukal molar pertama RA
· Teknik : pasien diminta melihat lurus kedepan lalu dipalpasi
bagian supraorbital dan infraorbital notch, ditarik garis khayal dari orbita
pupil mata, foramen infraorbitalis, gigi premolar ke-2 dan foramen
mentalis. Jarum diinsersikan di mukolabial fold ± 1,9 mm
· Simptom : Kebas pada bibir atas, kelopak mata bawah dan
sebagian hidung pada satu sisi
4) Blok N. alveolaris superior posterior
· Saraf : N. Alveolar Superior Posterior
· Area : Gigi molar RA kecuali akar mesiobukal molar
pertama, periosteum jaringan ikat dan mukosa bukal
· Pedoman anatomi : mukobukal fold, batas anterior dan proc.
Coronoideus mandibula, tuberositas maksila
· Indikasi : operasi gigi molar RA dan jaringan penyangga
· Teknik : Jari telunjuk meraba mukobukal fold sampai
mencapai proc. Zygomaticus hingga mendapatkan cekungan, jari telunjuk
diputar hingga kuku jari menghadap mukosa dan jari digeser kelateral
membentuk sudut 45o dengan bidang sagital pasien dan pasien diminta
menutup sedikit mulutnya. Jarum diinsersikan ditengah ujung jari paralel
dengan ujung jari lalu dideponir
· Symptom : Tidak ada symptom subyektif
5) Blok N. nasopalatina
· Saraf : Nervus palatinus yg keluar dari foramen insisivus
· Area : bagian anterior palatum durum dan mukosa yg
menutupi sampai daerah premolar
· Pedoman anatomi : gigi insisive pertama RA dan papila insisiva
· Indikasi : operasi bagian palatal
· Teknik : jarum diinsersikan pada foramen insisivus
· Simptom : kebas pada mukosa palatum
6) Blok N. palatina mayor
· Saraf : N. palatinus mayor
· Area : bag. Posterior palatum durum dan mukosa yg
menutupi sampai daerah premolar pertama RA
· Pedoman anatomi : molar kedua & ketiga RA, margin gingiva gigi
molar, garis median palatum, garis berjarak 1 cm dari marginal gingiva
kegaris median palatum
· Tekhnik : Jarum diinsersikan pada foramen yg terletak di
antara gigi molar ke-2 dan ke-3 RA sejauh 1 cm dari marginal gingiva
bagian palatal.
· Symptom : kebas pada gingiva palatum posterior
A. Insisivus dan Kaninus
Indikasi
- Preparasi kavitas
- Bedah pulpa
- Prosedur bedah : + Infiltrasi palatal (1 gigi)
+ Nasopalatine Block (6 gigi anterior maksila)
1. Teknik Infiltrasi Supraperiosteal
Teknik supraperiosteal digunakan untuk anastesi gigi depan sulung.
Injeksi pada anak dibuat lebih dekat ke gingiva margin dibandingkan
pasien dewasa dan anastetikum dideponir dekat ke tulang alveolar menuju
apeks gigi.
2. Infraorbital Block
Digunakan untuk beberapa gigi. Teknik :
- Maksila 45˚ dan pandangan lurus ke depan
- Raba infraorbital notch dengan telunjuk
- Garis lurus: pupil - fossa infraorbital - P
- Injeksikan pada Lipatan mukobukal dengan cara pipi ditarik ke bukal
- Aspirasi à deponir 1 cc di foramen infraorbita
Nasopalatinal Block
Teknik
- Intraseptal 1 | 1 à 0,25 cc
- Papila insisivum à 0,5 cm à 0,25 cc
Gejala : Subyektif à matirasa pada palatum bila diraba dengan lidah
Obyektif à instrumentasi
B. Premolar
Indikasi :
- Preparasi kavitas
- Bedah pulpa
- Prosedur bedah : + Injeksi Palatal
Menggunakan teknik Infiltrasi Supraperiosteal
C. Molar
Indikasi :
- Preparasi kavitas
- Bedah pulpa
- Prosedur bedah : + Infiltrasi palatal (1 gigi)
+ Greater palatine Nerve Block
1. Teknik Supraperiosteal
2. PSA Nerve Block
Teknik :
1. Posisi Maksila 45˚
2. Raba lipatan mukobukal à tuberositas maksila (Tuberositas Block/
Zygomatic Block)
3. Foramen PSA à 1/2 – ¾ inci
- Hati-hati terhadap plexus venosus pterygoideus karena dapat
menyebabkan hematom
- Seluruh Molar teranestesi kecuali akar mesiobukal à injeksi
supraperiosteal apeks
Greater palatine Nerve Block
Teknik :
1. Antara M2-M3 maksila
2. Injeksi à 1 cm dari gingiva tepi palatal M ke linea mediana
Gejala:
Subyektif : matirasa palatum bila diraba dengan lidah
Obyektif : instrumentasi
Blok N. Maksilaris
Indikasi :
1. Bedah pada area maksila yang luas
2. Infeksi yang luas
3. Diagnosis dan perawatan à neuralgia
a) Teknik tuberositas tinggi :
Tekniknya sama dengan blok PSA Nerve
à Jarum diinjeksi sampai + 1,25 inci
à Deponir Anestetikum 2 - 4 cc
b) Teknik kanalis palatines mayor
Tekniknya sama dengan blok n palatinus mayor
à Masuk dalam kanalis palatinus mayor
à Injeksi sampai + 1,5 inci
à Deponir 2 cc
Gejala
Subyektif: tingling & numbness, matirasa palatum bila diraba
dgn lidah
Obyektif: instrumentasi
TEKNIK ANASTESI LOKAL PADA MANDIBULA
Blok N. Alveolaris Inferior
· Saraf : N.alveolaris inferior dan subdivisi; n. mentalis & n. insisivus
· Area : corpus mandibula dan bagian inferior ramus seluruh RB, seluruh gigi RB,
mukosa dan jaringan di bawahnya anterior dari molar pertama RB
· Pedoman anatomi : lipatan mukobukal fold, batas anterior ramus mandibula,
linea obliqua interna, trigonum retromolar, linea obliqua eksterna, ligamen
pterygomandibula
A. Insisivus dan Kaninus
Indikasi :
- Preparasi kavitas
- Bedah pulpa
- Prosedur bedah : + anastesi pada lingual gigi
1. Infiltrasi Supraperiosteal
Gejala :
Subyektif : Bibir bawah tebal (parestesia) & Kesemutan (numbness)
Obyektif : Instrumentasi
2. Infiltrasi Intraoseal
B. Premolar
Teknik mental blok :
1. Estimasi letak apeks P1 & P2 à foramen mentale
2. Tarik pipi ke bukal
3. Injeksi di mukolabial à foramen mentale / periosteum di anterior
apeks P2 à 0,5 – 1 cc
Indikasi : Operatif dan bedah I,C, & P mandibula, bibir bawah, mandibula
& Mukosa labial
C. Molar
Teknik mandibular blok :
1. Telunjuk/ibu jari à a. Lipatan mukobukal
b. Margo anterior ramus
c. Krista obliqua eksterna
2. Melalui Trigonum Retromolar à Krista Obliqua Interna
3. Pipi ditarik ke bukal
4. Suntikkan dari sisi berlawanan (inter P) à menyentuh tulang (facies
interna ramus) à 1,5 – 2 cm
5. Aspirasi à deponir 1 - 1,8 cc
6. Tarik 1 cm à Lingual Block à 0,5 cc
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief A said,dkk. 2007. Anestesi Lokal. Petunjuk Praktis anestesiologi, Edisi
2. Penerbit bagian anestesiolgi dan Terapi Intensif Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
2. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray. Clinical
Anesthesiology, 4th Edition. Prentice-Hall Int.Inc. ,London, 2006;193.
3. Malamed SF. 2004. Handbook of Local Anesthesia, Fifth Edition. Missouri:
Elsevier Mosby.
4. Ritiasa K. 1993. ISO Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta:
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.
5. Syarif A. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: FK-UI.
6. Tjay TH. dan Raharja K. 2005. Obat-obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
7. Infomaterium Medicamentorum. 2005. Den Haag
8. Karakata S, Bob Bachsinar. 1996. Bedah Minor Edisi 2. Jakarta: Hipokrates
top related