analisa sesar sumatera segmen seulimeun
DESCRIPTION
Geofisika dan GeologiTRANSCRIPT
72
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
Analisa Deformasi Permukaan Patahan Aktif Segmen
Seulimum dan Segmen Aceh
Didik Sugiyanto1,2) Zulfakriza1) Nazli Ismail1) Faizal Adriansyah1) Irwan Meilano2) Hasanudin Z.A2)
1) 1) Peneliti pada Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala,
Jl. Tgk Abdurrahman, Gampong Pie, Banda Aceh, Indonesia 2)
Teknik Geodesi & Geomatika, Institut Teknologi Bandung
Abstract Kota Banda Aceh yang posisi kotanya diapit oleh 2 (dua) patahan aktif, yaitu Segmen Aceh dan Segmen Seulimum.
Kedua segmen tersebut merupakan bagian dari Sistem Patahan Sumatera yang panjangnya sekitar 1900 km. Sistem Patahan Sumatera merupakan suatu patahan aktif menganan (dekstral) yang menyayat Pulau Sumatera dari Kota Banda
Aceh di ujung Baratlaut sampai dengan Kota Agung di ujung tenggara. Dalam penelitian ini, aktifitas patahan yang
direpresentasikan sebagai pergeseran dipermukaan akan dipantau menggunakan metode deformasi yang berbasiskan pada survei pengamatan satelit GPS (Global Positioning System) dan hasil pengamatan ini akan dimodelkan dengan
menggunakan pemodelan dislokasi elastis dengan bantuan metoda grid search untuk keperluan optimisasi dari parameter deformasi. Sehingga akan diperoleh nilai laju geser (slip rate) dan kedalam sumber gempa (locking depth)
pada patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum yang digunakan untuk mitigasi bencana gempa bumi.
1.PENDAHULUAN Potensi bencana yang diakibatkan dari
pengaruh gempa daratan yang bersumber dari sesar/patahan aktif dapat menimbulkan kerugian dan
kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan gempa yang bersumber di lautan, yang terjadi pada
magnitude yang sama. Sebagai gambaran gempa yang pernah terjadi di Bantul Yogyakarta pada tahun 2006
dengan magnitude 6.3 Mw menimbulkan kerusakan
bangunan dan menelan korban jiwa yang jumlahnya ribuan. Gempa tersebut dikenal dengan gempa Yogya
2006 yang sumber gempanya berasal dari sesar aktif (sesar opak).
Terkait dengan Kota Banda Aceh yang
posisinya diapit o leh 2 (dua) sesar aktif, yaitu Sesar Aceh dan Sesar Seulimum. Kedua sesar ini merupakan
bagian dari Sistem Sesar Sumatera yang panjangnya sekitar 1900 km. Sistem Sesar Sumatera merupakan
suatu sistem sesar aktif menganan (dekstral) yang menyayat Pulau Sumatera dari Kota Banda Aceh di
ujung Baratlaut sampai dengan Kota Agung di ujung
Tenggara. Pergeseran Sistem Sesar Sumatera sangat aktif dengan kecepatan bervariasi: 27 mm/thn di daerah
Danau Toba, 15 mm/thn di daerah Danau Maninjau (Sieh dkk., 1991) dan 4-6 mm/thn di daerah Danau
Ranau (Bellier dkk., 1991).
Pada dasarnya penelitian ini mempunyai beberapa tujuan utama, yaitu : melakukan pemutakhiran data
perubahan koordinat pada jaringan pengamatan GPS untuk analisa deformasi permukaan daratan Aceh,
mempelajari karakteristik patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum dengan melakukan pengukuran
lanjutan pada jaringan pengamatan GPS pada segmen
utara dari Sistem Patahan Sumatera, menghitung besar
pergeseran postseismik yang terjadi setelah gempa Aceh 2004 dengan menggunakan data-data pengukuran
GPS sebelumnya untuk penghitungan perkiraan besarnya dampak bahaya gempa bumi yang
ditimbulkan akibat aktivitas patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum dengan menganalisa :
• Interaksi dari segmen utara dengan segmen-
segmen lainnya
• Imp likasi dari pergeseran koseimik dan
postseismik gempa Aceh, dikaitkan dengan
transfer dari stress terhadap segmen utara patahan
Sumatra
2. STUDI LITERATUR
2.1 Sesar Sumatra Struktur utama dari Sumatra merentang pada
arah Tenggara – Barat laut dimulai dari Sunda trench
di Selatan Jawabarat, forearc ridge, forearc basin, pegunungan Bukit Barisan dan terakhir Neogene
foreland basin yang meliputi sebagai besar Timur laut Sumatra (Hamilton, 1979). Kenampakan topografi
yang paling jelas dari Sumatra yaitu sesar geser Sumatra, yang terletak di sepanjang bukit barisan, dan
memanjang sejajar dengan trench dan barisan gunung
api aktif Sumatra. Sesar Sumatra merupakan sesar geser dekstral
dengan panjang 1900 km (gambar 2.1) dan mengakomodasikan sebagian dari energi hasil
penunjaman lempeng Australia di sepanjang pantai barat Sumatra. Kecepatan tunjaman lempeng Australia
bervariasi sekitar 60-75mm/tahun, dengan arah 65-860
dari Timur ke Utara, sehingga tidak tegak lurus pada
arah trench. Apabila diasumsikan bahwa sesar Sumatra
mengakomodasikan komponen parallel dari tumbukan
73
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
lempeng, maka dapat diperkirakan kecepatan dari sesar Sumatra yaitu 40-60mm/tahun.
Gambar 2.1. Kegempaan di daratan Sumatera dan
wilayah dari Segmen Utara Sesar Sumatra
Sejak tahun 1890 terdapat 21 gempa dengan magnitude lebih besar dari 6.5 di sepanjang sesar
Sumatra (Natawidjaya, 2007). Salah satu gempa terbesar yaitu yaitu gempa Liwa, Mw 7.0 yahun 1994
dan gempa Kerinci tahun Mw 7.1 tahun 1995. Gempa
terbaru yaitu gempa Solok M6.4 dan M6.3 tanggal 6 Maret 2007.
2.2. Segmen Utara Sesar Sumatra
Walaupun dikategorikan sebagai salah satu sesar geser paling aktif di dunia, dengan aktifitas
seismic yang pengaruhnya terbesar di Asia tenggara, karakteristik detail dari sesar Sumatra belum
didefinisikan dengan baik. Beberapa penelitan
mengenai sesar Sumatra, diantaranya, pergeseran dalam skala global o leh Fitch (1972) atau McCaffrey
(1991). Beberapa penelitian telah mencoba untuk memetakan secara detail aktifitas sesar Sumatra, tetapi
pada area yang sangat terbatas, seperti Katili dan Hehuwat (1967), Sieh dkk (1994) mengestimasi
besarnya slip pada bagian tengah dari sesar Sumatra sebesar 11 sampai 28 mm/tahun berdasarkan analisa
dari data SPOT.
Gambar 2.2. Peta kenampakan Sesar Sumatera
bagian Utara
Genrich dkk (2000) menggunakan jaring GPS untuk mendifisikan pergeseran sesar Sumatra hanya
saja kualitas data dan jaringan GPS-nya sangat terbatas. Sieh dan Natawidjaya (2000) memberikan
deskripsi detail yang pertama dari pergeseran sesar
Sumatra dan membaginya menjadi 19 segmen utama. Tetapi hanya sedikit deskripsi yang menjelaskan
pergerakan dari bagian Utara dari sesar Sumatra.
2.3 Peningkatan aktifitas seismisitas di daratan Aceh sesudah gempa Aceh tahun 2004
Gempa Aceh, pada tanggal 26 Desember 2004 mempengaruhi kondisi stress, tidak hanya di sepanjang
zona subduksi tetap i juga pada sesar Sumatra yang
lokasinya paralel terhadap zona subduksi. Sebagai hasil dari peningkatan stress ini maka aktifitas seismik di
sepanjang patahan Sumatra meningkat secara sistematik.
Gambar I.3 memperlihatkan perbandingan kondisi seismic sebelum dan sesudah gempa Aceh
2004. Data solusi dari momen tensor (CMT) untuk kegempaan di Sumatra didapatkan dari Harvard CMT.
Faktor dari gempa Aceh yag mengakibatkan
meningkatnya kondisi seismic di sepanjang sesar Sumatra yaitu: besar dan distribusi dari pergeseran
koseismik gempa Aceh serta postseismik dari gempa Aceh.
74
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
Gambar 2.3. Peningkatan kondisi seismik
sepanjang patahan Sumatra sesudah gempa Aceh 2004
2.4 Deformasi dan Survey Geodetik untuk Studi
Patahan Aktif Deformasi adalah perubahan
kedudukan/pergerakan secara absolute atau relative
dari posisi suatu materi atau perubahan kedudukan dalam dimensi yang linier. Ini merupakan perubahan
bentuk materi yang terbagi dalam tiga fenomena, yaitu :
(1) Secular (perubahan linier, lambat dan
merambat)
(2) Periodik (perubahan mempunyai selang waktu
antara detik sampai perubahan tahun)
(3) Episodik (perubahan secara tiba-tiba dan
cepat)
3. METODOLOGI
3.1 Survey Geodetik untuk Studi Patahan Aktif Pengamatan geodetik merupakan fungsi dari
parameter-parameter deformasi yang dilakukan dengan survey deformasi. Survey tersebut dapat dilakukan
dalam berbagai metoda seperti metoda fotogrametri, metoda terestrik, metoda GPS positioning dengan
menggunakan peralatan pendukung seperti strainmeter,
tiltmeter, GPS geodetic dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan potensi kegempaan di daratan yang d iakibatkan aktivitas patahan aktif,
maka survey GPS merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam analisa deformasi. Metoda
tersebut mencoba mempelajari dan mengamati pola serta kecepatan pergeseran yang terjadi pada sebuah
blok kerak bumi. Untuk mengetahui pola dan kecepatan pergerakan tersebut diperlukan informasi
posisi yang teliti dan akurat pada titik-titik pengamatan
di permukaan bumi. Salah satu perangkat teknologi yang dapat memberikan informasi tersebut adalah
teknologi Global Positioning System (GPS). Sehingga survey GPS dapat menjadi salah satu acuan dalam studi
geodinamika untuk mengamati pola dan perubahan arah pergerakan blok kerak bumi dalam menganalisa
karakteristik patahan aktif di permukaan bumi.
GPS memiliki nama resmi NAVSTAR GPS (Navigation Satelit Timing and Ranging Global
Positioning System). Dengan pengamatan satelit GPS,
para pengguna GPS dapat memperoleh informasi mengenai posisi secara akurat di permukaan bumi.
Informasi lainnya yang dapat diperoleh dari pengamatan GPS adalah informasi mengenai
kecepatan, arah, jarak dan waktu.
Pada dasarnya sinyal GPS terdiri dari 3 komponen [Abidin, 2000], yaitu :
• Penginformasian jarak (kode) berupa kode-P dan kode-C/A
• Pesan navigasi yang berisi informasi mengenai satelit dan orbit
• Gelombang pembawa (L1 dan L2) yang berfungsi membawa data kode dan pesan
navigasi
Dari ketiga komponen tersebut di atas terdapat dua data
pengamatan dasar GPS yaitu waktu tempuh dari kode-P dan kode-C/A dan fase dari gelombang L1 dan L2.
Waktu tempuh tersebut akan menghasilkan jarak pseudorange, sedangkan fase adalah data pengamatan
GPS berupa jumlah gelombang penuh yang terhitung sejak saat pengamatan dimulai dan data fase ini yang
digunakan dalam ap likasi-aplikasi yang menuntut ketelitian posisi yang sangat tinggi.
Dalam kaitannya dengan deformasi akibat pergerakan kerak bumi, perubahan atau pergerakan yang dimaksud
adalah perubahan atau pergerakan titik-titik pengamatan yang diletakkan di sekitar daerah-daerah
patahan aktif yang diperkirakan berpotensi terjad i gempabumi (gambar 3.1).
75
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
Gambar 3.1. Penggunaan GPS untuk studi geodinamika
Untuk mengetahui pola dan kecepatan
perubahan blok kerak bumi dapat dilakukan dengan survey GPS terhadap titik-titik pengamatan baik secara
episodik maupun kontinu. Pengamatan dengan metode
episodik adalah pengamatan yang dilakukan secara berkala dalam selang waktu tertentu sedangkan dengan
metode kontinu pengamatan dilakukan terus-menerus secara otomatis, dimana perangkat GPS disimpan di
lokasi titik pengamatan.
3.2 Desain Pengukuran
Untuk mendapatkan parameter mekanisme pergeseran Sesar Aceh dan Sesar Seulimum yang optimal yang
akan digunakan dalam pemodelan dislokasi elastis tim
peneliti akan mengkonsentrasikan penelitian pada suatu jalur survei yang melintang pada bidang sesar.
Dan untuk efesiensi maka penelitian ini akan mengukur ulang pada 13 titik pengamatan yang telah
ada di sekitar Aceh Besar, Banda Aceh dan Aceh Jaya. Serta akan menambah tiga titik baru untuk merapatkan
jaringan, seperti yang ditujukkan pada gambar 3.2 berikut.
Gambar 3.2. Rancangan lokasi penelitian
3.3 Pengolahan Data
Untuk mengestimasi laju geser (slip-rate) dan
kedalaman sumber (locking-depth) dalam mengalisa potensi bahaya kegempaan (seismic hazard) di daratan
Aceh menggunakan analisa deformasi dengan metoda
dislokasi elastic.
Proses pengolahan data GPS menggunakan perangkat
lunak Bernese 5.0. Perangkat lunak ilmiah Bernese 5.0
merupakan perangkat lunak yang berlisensi KK-Geodesi ITB. Penelitian yang dilakukan ini menjalin
hubungan riset dengan KK – Geodesi ITB, sehingga terjadi distribusi data dan pemakaian perangkat lunak
ilmiah ini.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil pengamatan GPS diolah menggunakan metode diferensial dengan moda jaring. Titik-titik IGS
terletak di luar objek pengamatan yang posisinya
dianggap sebagai titik yang bebas akan pengaruh postseismic di Pulau Sumatera. Kemudian titik-titik
tersebut diikatkan dengan dua titik bantu yaitu SAMP dan ACEH, selanjutkan titik bantu tersebut diikatkan
ke titik-titik pengamatan yang ada di Aceh dalam suatu jaring kerangka dasar. Titik-titik IGS yang dijadikan
sebagai titik referensi yaitu DGAR, PIMO, KUNM dan HYDE
76
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
Gambar 4.1. Lokasi titik IGS yang diikatkan dengan titik bantu, garis merah titik IGS yang
diikatkan dengan SAMP dan garis hitam titik IGS yang diikatkan ke ACEH
4.1 Deformasi Permukaan Daratan Aceh
Deformasi permukaan daratan Aceh masih sangat
dipengaruhi oleh postseismik akibat gempa Aceh 2004. Dari hasil pengamatan GPS geodetik tahun 2010
dengan mengacu pada pengamatan tahun 2009 masih mencirikan bahwa vektor pergeseran titik-titik
pengamatan GPS geodetik secara dominan mengarah ke trench. Walaupun ada beberapa titik yang
memberikan arah vektor tidak ke arah trench, hal ini
sangat dipengaruhi oleh keakuratan pada saat pengukuran. Seperti pada titik UJKR, LDNG dan K510
arah vektornya tidak menunjukkan pola deformasi postseismik.
Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa
pergeseran daratan Aceh masih masih besar. Pada titik LMNO besar pergeseran yang terjadi sekitar 15
cm/tahun dan rata-rata pergeseran yang terjad i adalah sekitar 10 cm/tahun. Kondisi ini menjelaskan bahwa
pengaruh postseismic akibat gempa Aceh tahun 2004
masih terus berlangsung, dan berdampak peningkatan aktivitas tekanan pada patahan aktif yang ada di
daratan Aceh. Akibat masih besarnya pengaruh deformasi
postseismik pada daratan Aceh, maka untuk menghitung besar laju geser (slip rate) patahan aktif
segmen Aceh dan Segmen Seulimum perlu dihilangkan pengaruh pergeseran akibat postseismic. Sehingga
pergeseran yang ada adalah pergeseran yang hanya
diakibatkan karena patahan aktif.
Gambar 4.1. Vektor pergeseran yang masih
dipengaruhi oleh Block Motion
Pada makalah ini estimasi laju geser belum d ilakukan
karena masih melakukan pengolahan data untuk stasiun ACEH dan TDMR. Stasiun ACEH merupakan stasiun
kontinu yang berada di Lab Geofisika Unsyiah, dan TDMR merupakan stasiun kontinu yang berada di
gedung TDMRC. Kedua stasiun tersebut diharapkan akan memberikan data yang baik dalam estimasi
sliprate patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum karena pengukuran dilakukan secara
realtime dan terus menerus.
5. KESIMPULAN
Daratan Aceh masih dipengaruhi oleh aktivitas
postseismic, dengan rata besaran pergeserannya adalah 10 cm / tahun. Deformasi postseismic yang masih terus
berlangsung akibat gempa Aceh 2004 akan berimplikasi pada potensi kegempaan pada patahan
aktif yang ada di daratan Aceh. Estimasi laju geser dan kedalaman sumber gempa belum dilakukan karena
proses pengolahan data stasiun ACEH dan stasiun
TDMR masih dalam proses pengolahan.
Analisis bahaya kegempaan dengan metode PSHA berdasarkan data skunder dari Tim 9 penyusunan peta
bahaya kegempaan Indonesia didapat bahwa PGA untuk kota Banda Aceh adalah sekitar 0.3 – 0.4 g.
Saran
Masih perlu dilakukan penambahan titik pengamatan
GPS untuk merapatkan jaringan pengamatan, sehingga akan diperoleh hasil yang leb ih akurat
Deformasi postseismik masih terus berlangsung,
sehingga perlu dilakukan pengamatan GPS lanjutan
77
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan
TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011
ISSN 2088-4532
untuk mengetahui besaran pergeseran postseismik setiap tahun
Pembelajaran Gambaran umum manifestasi patahan aktif bagian
utara dari S istem Patahan Sumatera yang berpotensi menghasilkan kegempaan dan gerakan tanah
Potensi kegempaan pada patahan sumatra sesudah
gempa Aceh 2004 sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor berikut: Besar dan distribusi dari pergeseran
koseismik gempa Aceh, postseismik dari gempa Aceh,
dan perubahan Coulomb stress dari pergeseran
koseismik dan postseimik.
Analis is bahaya kegempaan masih menggunakan data sekunder dari Tim 9 penyusunan peta kegempaan
Indonesia, harapan dalam riset ini akan ada pembahuruan data slip rate dan locking depth yang
merupakan input dalam penyusunan peta tersebut.
Tindak Lanjut
Melakukan pengolahan untuk stasiun ACEH dan TDMR untuk mengestimasi laju geser dan kedalaman
sumber gempa. Membuat peta PSHA Aceh berdasarkan laju geser dan kedalaman sumber gempa
hasil perhitungan
Peta PSHA menjadi masukan dalam penyusunan peta
ris iko gempabumi dan menjadi masukan untuk Pemerintah Aceh dalam penyusunan tata ruang dan
upaya mitigasi gempabumi.
UCAPAN TERIMA KASIH Tim peneliti dari Peer Group Geohazard - TDMRC
mengucapkan banyak terimakasih atas pendanaan
menyeluruh dari p ihak MDF dan UNDP melalui project DRR-A dengan nomor kontrak: 537.B /
TDMRC-UNSYIAH / TU / XI / 2010, dan juga atas kerjasama TDMRC dengan Pemerintah Daerah Aceh
dan Departemen Dalam Negeri.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z. (2000). Penentuan Posisi dengan GPS
dan Aplikasinya. PT Pradnya Pramita, Jakarta. Cetakan kedua.
Danny Hilman Natawidjaja, 2008, Evaluas i Bahaya Patahan Aktif, Tsunami dan Goncangan Gempa,
Laboratorium Riset Bencana Alam (LARIBA) Geoteknologi LIPI Bandung.
Genrich et al., 2000, Distribution of slip at the northern
Sumatran fault system, Journal of Geophysical
Research, Vol. 105, No. B12, Pages 28,327-
28,341, December 10, 2000.
John McCloskey et al., 2007, Tsunami threat in Ind ian
ocean from a future magathurust earthquake west
of Sumatera, Science Direct, Earth and Planetary Letter 265 (2008) 61 – 81
(www.sciencedirect.com)
Kerry Sieh dan Danny Natawidjaja, 2000, Neotectonic
of the Sumatran fault, Indonesia., Journal of
Geophysical Research, Vol. 105, No. B12, Pages
28,295-28,326, December 10, 2000.
Masyhur Irsyam et al., 2008, Proposed seismic hazard maps of Sumatra and Java islands and
microzonation study of Jakarta city, Indonesia, J.
Earth Syst. Sci. 117, S 2, November 2008, pp.
865–878
Robert McCaffrey, 2009, The Tectonic Framework of
the Sumatran Subduction Zone, Annu. Rev. Earth
Planet. Sci. 2009.37:345-366. Downloaded from
arjournals.annualreviews.org by Nagoya
University
Seth Stein and Michael Wysession, 2003, An
Introduction to Seismology, Earthquake and Earth
Structure, Blackwell Publishing, UK. 99