analisa sesar sumatera segmen seulimeun

6
72 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011 ISSN 2088-4532 Analisa Deformasi Permukaan Patahan Aktif Segmen Seulimum dan Segmen Aceh Didik Sugiyanto 1,2) Zulfakriza 1) Nazli Ismail 1) Faizal Adriansyah 1) Irwan Meilano 2) Hasanudin Z.A 2) 1) 1 ) Peneliti pada Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk Abdurrahman, Gampong Pie, Banda Aceh, Indonesia 2) Teknik Geodesi & Geomatika, Institut Teknologi Bandung Abs trac t Kota Banda Aceh yang posisi kotanya diapit oleh 2 (dua) patahan aktif, yaitu Segmen Aceh dan Segmen Seulimum. Kedua segmen tersebut merupakan bagian dari Sistem Patahan Sumatera yang panjangnya sekitar 1900 km. Sistem Patahan Sumatera merupakan suatu patahan aktif menganan (dekstral) yang menyayat Pulau Sumatera dari Kota Banda Aceh di ujung Baratlaut sampai dengan Kota Agung di ujung tenggara. Dalam penelitian ini, aktifitas patahan yang direpresentasikan sebagai pergeseran dipermukaan akan dipantau menggunakan metode deformasi yang berbasiskan pada survei pengamatan satelit GPS (Global Positioning System) dan hasil pengamatan ini akan dimodelkan dengan menggunakan pemodelan dislokasi elastis dengan bantuan metoda grid search untuk keperluan optimisasi dari parameter deformasi. Sehingga akan diperoleh nilai laju geser (slip rate) dan kedalam sumber gempa (locking depth) pada patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum yang digunakan untuk mitigasi bencana gempa bumi. 1.PENDAHULUAN Potensi bencana yang diakibatkan dari pengaruh gempa d aratan yang bersumber dari sesar/patahan aktif dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan gempa yang bersumber di lautan, yang terjadi pada magnitude yang sama. Sebagai gambaran gempa yang pernah terjadi di Bantul Yogyakarta pada tahun 2006 dengan magnitude 6.3 Mw menimbulkan kerusakan bangunan dan menelan korban jiwa yang jumlahnya ribuan. Gempa tersebut dikenal dengan gempa Yogya 2006 yang sumber gempanya berasal dari sesar aktif (sesar opak). Terkait dengan Kota Banda Aceh yang posisinya diapit o leh 2 (dua) sesar aktif, yaitu Sesar Aceh dan Sesar Seulimum. Kedua sesar ini merupakan bagian dari Sistem Sesar Sumatera yang panjangnya sekitar 1900 km. Sistem Sesar Sumatera merupakan suatu sistem sesar aktif menganan (dekstral) yang menyayat Pulau Sumatera dari Kota Banda Aceh di ujung Baratlaut sampai dengan Kota Agung di ujung Tenggara. Pergeseran Sistem Sesar Sumatera sangat aktif dengan kecepatan bervariasi: 27 mm/thn di daerah Danau Toba, 15 mm/thn di daerah Danau Maninjau (Sieh dkk., 1991) dan 4-6 mm/thn di daerah Danau Ranau (Bellier dkk., 1991). Pada dasarnya penelitian ini mempunyai beberapa tujuan utama, yaitu : melakukan pemutakhiran data perubahan koordinat pada jaringan pengamatan GPS untuk analisa deformasi permukaan daratan Aceh, mempelajari karakteristik patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum dengan melakukan pengukuran lanjutan pada jaringan pengamatan GPS pada segmen utara dari Sistem Patahan Sumatera, menghitung besar pergeseran postseismik yang terjadi setelah gempa Aceh 2004 dengan menggunakan data-data pengukuran GPS sebelumnya untuk penghitungan p erkiraan besarnya dampak bahaya gempa b umi yang ditimbulkan akibat aktivitas patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum dengan menganalisa : Interaksi dari segmen utara dengan segmen- segmen lainnya Imp likas i dari pergeseran koseimik dan postseismik gempa Aceh, dikaitkan dengan transfer dari stress terhadap segmen utara patahan Sumatra 2. STUDI LITERATUR 2.1 Sesar Sumatra Struktur utama dari Sumatra merentang pada arah Tenggara – Barat laut dimulai dari Sunda trench di Selatan Jawabarat, forearc ridge, forearc basin, pegunungan Bukit Barisan dan terakhir Neogene fore la nd basin yang meliputi sebagai besar Timur laut Sumatra (Hamilton, 1979). Kenampakan topografi yang paling jelas dari Sumatra yaitu sesar geser Sumatra, yang terletak di sepanjang bukit barisan, dan memanjang sejajar dengan trench dan barisan gunung api aktif Sumatra. Sesar Sumatra merupakan sesar geser dekstral dengan panjang 1900 km (gambar 2.1) dan mengakomodasikan sebagian dari energi hasil penunjaman lempeng Australia di sepanjang pantai barat Sumatra. Kecepatan tunjaman lempeng Australia bervariasi sekitar 60-75mm/tahun, dengan arah 65-86 0 dari Timur ke Utara, sehingga tidak tegak lurus pada arah trench. Apabila diasumsikan bahwa sesar Sumatra mengakomodasikan komponen parallel dari tumbukan

Upload: fakhrurrazi

Post on 28-Nov-2015

105 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Geofisika dan Geologi

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa Sesar Sumatera Segmen Seulimeun

72

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan

TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011

ISSN 2088-4532

Analisa Deformasi Permukaan Patahan Aktif Segmen

Seulimum dan Segmen Aceh

Didik Sugiyanto1,2) Zulfakriza1) Nazli Ismail1) Faizal Adriansyah1) Irwan Meilano2) Hasanudin Z.A2)

1) 1) Peneliti pada Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala,

Jl. Tgk Abdurrahman, Gampong Pie, Banda Aceh, Indonesia 2)

Teknik Geodesi & Geomatika, Institut Teknologi Bandung

Abstract Kota Banda Aceh yang posisi kotanya diapit oleh 2 (dua) patahan aktif, yaitu Segmen Aceh dan Segmen Seulimum.

Kedua segmen tersebut merupakan bagian dari Sistem Patahan Sumatera yang panjangnya sekitar 1900 km. Sistem Patahan Sumatera merupakan suatu patahan aktif menganan (dekstral) yang menyayat Pulau Sumatera dari Kota Banda

Aceh di ujung Baratlaut sampai dengan Kota Agung di ujung tenggara. Dalam penelitian ini, aktifitas patahan yang

direpresentasikan sebagai pergeseran dipermukaan akan dipantau menggunakan metode deformasi yang berbasiskan pada survei pengamatan satelit GPS (Global Positioning System) dan hasil pengamatan ini akan dimodelkan dengan

menggunakan pemodelan dislokasi elastis dengan bantuan metoda grid search untuk keperluan optimisasi dari parameter deformasi. Sehingga akan diperoleh nilai laju geser (slip rate) dan kedalam sumber gempa (locking depth)

pada patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum yang digunakan untuk mitigasi bencana gempa bumi.

1.PENDAHULUAN Potensi bencana yang diakibatkan dari

pengaruh gempa daratan yang bersumber dari sesar/patahan aktif dapat menimbulkan kerugian dan

kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan gempa yang bersumber di lautan, yang terjadi pada

magnitude yang sama. Sebagai gambaran gempa yang pernah terjadi di Bantul Yogyakarta pada tahun 2006

dengan magnitude 6.3 Mw menimbulkan kerusakan

bangunan dan menelan korban jiwa yang jumlahnya ribuan. Gempa tersebut dikenal dengan gempa Yogya

2006 yang sumber gempanya berasal dari sesar aktif (sesar opak).

Terkait dengan Kota Banda Aceh yang

posisinya diapit o leh 2 (dua) sesar aktif, yaitu Sesar Aceh dan Sesar Seulimum. Kedua sesar ini merupakan

bagian dari Sistem Sesar Sumatera yang panjangnya sekitar 1900 km. Sistem Sesar Sumatera merupakan

suatu sistem sesar aktif menganan (dekstral) yang menyayat Pulau Sumatera dari Kota Banda Aceh di

ujung Baratlaut sampai dengan Kota Agung di ujung

Tenggara. Pergeseran Sistem Sesar Sumatera sangat aktif dengan kecepatan bervariasi: 27 mm/thn di daerah

Danau Toba, 15 mm/thn di daerah Danau Maninjau (Sieh dkk., 1991) dan 4-6 mm/thn di daerah Danau

Ranau (Bellier dkk., 1991).

Pada dasarnya penelitian ini mempunyai beberapa tujuan utama, yaitu : melakukan pemutakhiran data

perubahan koordinat pada jaringan pengamatan GPS untuk analisa deformasi permukaan daratan Aceh,

mempelajari karakteristik patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum dengan melakukan pengukuran

lanjutan pada jaringan pengamatan GPS pada segmen

utara dari Sistem Patahan Sumatera, menghitung besar

pergeseran postseismik yang terjadi setelah gempa Aceh 2004 dengan menggunakan data-data pengukuran

GPS sebelumnya untuk penghitungan perkiraan besarnya dampak bahaya gempa bumi yang

ditimbulkan akibat aktivitas patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum dengan menganalisa :

• Interaksi dari segmen utara dengan segmen-

segmen lainnya

• Imp likasi dari pergeseran koseimik dan

postseismik gempa Aceh, dikaitkan dengan

transfer dari stress terhadap segmen utara patahan

Sumatra

2. STUDI LITERATUR

2.1 Sesar Sumatra Struktur utama dari Sumatra merentang pada

arah Tenggara – Barat laut dimulai dari Sunda trench

di Selatan Jawabarat, forearc ridge, forearc basin, pegunungan Bukit Barisan dan terakhir Neogene

foreland basin yang meliputi sebagai besar Timur laut Sumatra (Hamilton, 1979). Kenampakan topografi

yang paling jelas dari Sumatra yaitu sesar geser Sumatra, yang terletak di sepanjang bukit barisan, dan

memanjang sejajar dengan trench dan barisan gunung

api aktif Sumatra. Sesar Sumatra merupakan sesar geser dekstral

dengan panjang 1900 km (gambar 2.1) dan mengakomodasikan sebagian dari energi hasil

penunjaman lempeng Australia di sepanjang pantai barat Sumatra. Kecepatan tunjaman lempeng Australia

bervariasi sekitar 60-75mm/tahun, dengan arah 65-860

dari Timur ke Utara, sehingga tidak tegak lurus pada

arah trench. Apabila diasumsikan bahwa sesar Sumatra

mengakomodasikan komponen parallel dari tumbukan

Page 2: Analisa Sesar Sumatera Segmen Seulimeun

73

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan

TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011

ISSN 2088-4532

lempeng, maka dapat diperkirakan kecepatan dari sesar Sumatra yaitu 40-60mm/tahun.

Gambar 2.1. Kegempaan di daratan Sumatera dan

wilayah dari Segmen Utara Sesar Sumatra

Sejak tahun 1890 terdapat 21 gempa dengan magnitude lebih besar dari 6.5 di sepanjang sesar

Sumatra (Natawidjaya, 2007). Salah satu gempa terbesar yaitu yaitu gempa Liwa, Mw 7.0 yahun 1994

dan gempa Kerinci tahun Mw 7.1 tahun 1995. Gempa

terbaru yaitu gempa Solok M6.4 dan M6.3 tanggal 6 Maret 2007.

2.2. Segmen Utara Sesar Sumatra

Walaupun dikategorikan sebagai salah satu sesar geser paling aktif di dunia, dengan aktifitas

seismic yang pengaruhnya terbesar di Asia tenggara, karakteristik detail dari sesar Sumatra belum

didefinisikan dengan baik. Beberapa penelitan

mengenai sesar Sumatra, diantaranya, pergeseran dalam skala global o leh Fitch (1972) atau McCaffrey

(1991). Beberapa penelitian telah mencoba untuk memetakan secara detail aktifitas sesar Sumatra, tetapi

pada area yang sangat terbatas, seperti Katili dan Hehuwat (1967), Sieh dkk (1994) mengestimasi

besarnya slip pada bagian tengah dari sesar Sumatra sebesar 11 sampai 28 mm/tahun berdasarkan analisa

dari data SPOT.

Gambar 2.2. Peta kenampakan Sesar Sumatera

bagian Utara

Genrich dkk (2000) menggunakan jaring GPS untuk mendifisikan pergeseran sesar Sumatra hanya

saja kualitas data dan jaringan GPS-nya sangat terbatas. Sieh dan Natawidjaya (2000) memberikan

deskripsi detail yang pertama dari pergeseran sesar

Sumatra dan membaginya menjadi 19 segmen utama. Tetapi hanya sedikit deskripsi yang menjelaskan

pergerakan dari bagian Utara dari sesar Sumatra.

2.3 Peningkatan aktifitas seismisitas di daratan Aceh sesudah gempa Aceh tahun 2004

Gempa Aceh, pada tanggal 26 Desember 2004 mempengaruhi kondisi stress, tidak hanya di sepanjang

zona subduksi tetap i juga pada sesar Sumatra yang

lokasinya paralel terhadap zona subduksi. Sebagai hasil dari peningkatan stress ini maka aktifitas seismik di

sepanjang patahan Sumatra meningkat secara sistematik.

Gambar I.3 memperlihatkan perbandingan kondisi seismic sebelum dan sesudah gempa Aceh

2004. Data solusi dari momen tensor (CMT) untuk kegempaan di Sumatra didapatkan dari Harvard CMT.

Faktor dari gempa Aceh yag mengakibatkan

meningkatnya kondisi seismic di sepanjang sesar Sumatra yaitu: besar dan distribusi dari pergeseran

koseismik gempa Aceh serta postseismik dari gempa Aceh.

Page 3: Analisa Sesar Sumatera Segmen Seulimeun

74

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan

TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011

ISSN 2088-4532

Gambar 2.3. Peningkatan kondisi seismik

sepanjang patahan Sumatra sesudah gempa Aceh 2004

2.4 Deformasi dan Survey Geodetik untuk Studi

Patahan Aktif Deformasi adalah perubahan

kedudukan/pergerakan secara absolute atau relative

dari posisi suatu materi atau perubahan kedudukan dalam dimensi yang linier. Ini merupakan perubahan

bentuk materi yang terbagi dalam tiga fenomena, yaitu :

(1) Secular (perubahan linier, lambat dan

merambat)

(2) Periodik (perubahan mempunyai selang waktu

antara detik sampai perubahan tahun)

(3) Episodik (perubahan secara tiba-tiba dan

cepat)

3. METODOLOGI

3.1 Survey Geodetik untuk Studi Patahan Aktif Pengamatan geodetik merupakan fungsi dari

parameter-parameter deformasi yang dilakukan dengan survey deformasi. Survey tersebut dapat dilakukan

dalam berbagai metoda seperti metoda fotogrametri, metoda terestrik, metoda GPS positioning dengan

menggunakan peralatan pendukung seperti strainmeter,

tiltmeter, GPS geodetic dan lain-lain.

Dalam kaitannya dengan potensi kegempaan di daratan yang d iakibatkan aktivitas patahan aktif,

maka survey GPS merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam analisa deformasi. Metoda

tersebut mencoba mempelajari dan mengamati pola serta kecepatan pergeseran yang terjadi pada sebuah

blok kerak bumi. Untuk mengetahui pola dan kecepatan pergerakan tersebut diperlukan informasi

posisi yang teliti dan akurat pada titik-titik pengamatan

di permukaan bumi. Salah satu perangkat teknologi yang dapat memberikan informasi tersebut adalah

teknologi Global Positioning System (GPS). Sehingga survey GPS dapat menjadi salah satu acuan dalam studi

geodinamika untuk mengamati pola dan perubahan arah pergerakan blok kerak bumi dalam menganalisa

karakteristik patahan aktif di permukaan bumi.

GPS memiliki nama resmi NAVSTAR GPS (Navigation Satelit Timing and Ranging Global

Positioning System). Dengan pengamatan satelit GPS,

para pengguna GPS dapat memperoleh informasi mengenai posisi secara akurat di permukaan bumi.

Informasi lainnya yang dapat diperoleh dari pengamatan GPS adalah informasi mengenai

kecepatan, arah, jarak dan waktu.

Pada dasarnya sinyal GPS terdiri dari 3 komponen [Abidin, 2000], yaitu :

• Penginformasian jarak (kode) berupa kode-P dan kode-C/A

• Pesan navigasi yang berisi informasi mengenai satelit dan orbit

• Gelombang pembawa (L1 dan L2) yang berfungsi membawa data kode dan pesan

navigasi

Dari ketiga komponen tersebut di atas terdapat dua data

pengamatan dasar GPS yaitu waktu tempuh dari kode-P dan kode-C/A dan fase dari gelombang L1 dan L2.

Waktu tempuh tersebut akan menghasilkan jarak pseudorange, sedangkan fase adalah data pengamatan

GPS berupa jumlah gelombang penuh yang terhitung sejak saat pengamatan dimulai dan data fase ini yang

digunakan dalam ap likasi-aplikasi yang menuntut ketelitian posisi yang sangat tinggi.

Dalam kaitannya dengan deformasi akibat pergerakan kerak bumi, perubahan atau pergerakan yang dimaksud

adalah perubahan atau pergerakan titik-titik pengamatan yang diletakkan di sekitar daerah-daerah

patahan aktif yang diperkirakan berpotensi terjad i gempabumi (gambar 3.1).

Page 4: Analisa Sesar Sumatera Segmen Seulimeun

75

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan

TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011

ISSN 2088-4532

Gambar 3.1. Penggunaan GPS untuk studi geodinamika

Untuk mengetahui pola dan kecepatan

perubahan blok kerak bumi dapat dilakukan dengan survey GPS terhadap titik-titik pengamatan baik secara

episodik maupun kontinu. Pengamatan dengan metode

episodik adalah pengamatan yang dilakukan secara berkala dalam selang waktu tertentu sedangkan dengan

metode kontinu pengamatan dilakukan terus-menerus secara otomatis, dimana perangkat GPS disimpan di

lokasi titik pengamatan.

3.2 Desain Pengukuran

Untuk mendapatkan parameter mekanisme pergeseran Sesar Aceh dan Sesar Seulimum yang optimal yang

akan digunakan dalam pemodelan dislokasi elastis tim

peneliti akan mengkonsentrasikan penelitian pada suatu jalur survei yang melintang pada bidang sesar.

Dan untuk efesiensi maka penelitian ini akan mengukur ulang pada 13 titik pengamatan yang telah

ada di sekitar Aceh Besar, Banda Aceh dan Aceh Jaya. Serta akan menambah tiga titik baru untuk merapatkan

jaringan, seperti yang ditujukkan pada gambar 3.2 berikut.

Gambar 3.2. Rancangan lokasi penelitian

3.3 Pengolahan Data

Untuk mengestimasi laju geser (slip-rate) dan

kedalaman sumber (locking-depth) dalam mengalisa potensi bahaya kegempaan (seismic hazard) di daratan

Aceh menggunakan analisa deformasi dengan metoda

dislokasi elastic.

Proses pengolahan data GPS menggunakan perangkat

lunak Bernese 5.0. Perangkat lunak ilmiah Bernese 5.0

merupakan perangkat lunak yang berlisensi KK-Geodesi ITB. Penelitian yang dilakukan ini menjalin

hubungan riset dengan KK – Geodesi ITB, sehingga terjadi distribusi data dan pemakaian perangkat lunak

ilmiah ini.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil pengamatan GPS diolah menggunakan metode diferensial dengan moda jaring. Titik-titik IGS

terletak di luar objek pengamatan yang posisinya

dianggap sebagai titik yang bebas akan pengaruh postseismic di Pulau Sumatera. Kemudian titik-titik

tersebut diikatkan dengan dua titik bantu yaitu SAMP dan ACEH, selanjutkan titik bantu tersebut diikatkan

ke titik-titik pengamatan yang ada di Aceh dalam suatu jaring kerangka dasar. Titik-titik IGS yang dijadikan

sebagai titik referensi yaitu DGAR, PIMO, KUNM dan HYDE

Page 5: Analisa Sesar Sumatera Segmen Seulimeun

76

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan

TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011

ISSN 2088-4532

Gambar 4.1. Lokasi titik IGS yang diikatkan dengan titik bantu, garis merah titik IGS yang

diikatkan dengan SAMP dan garis hitam titik IGS yang diikatkan ke ACEH

4.1 Deformasi Permukaan Daratan Aceh

Deformasi permukaan daratan Aceh masih sangat

dipengaruhi oleh postseismik akibat gempa Aceh 2004. Dari hasil pengamatan GPS geodetik tahun 2010

dengan mengacu pada pengamatan tahun 2009 masih mencirikan bahwa vektor pergeseran titik-titik

pengamatan GPS geodetik secara dominan mengarah ke trench. Walaupun ada beberapa titik yang

memberikan arah vektor tidak ke arah trench, hal ini

sangat dipengaruhi oleh keakuratan pada saat pengukuran. Seperti pada titik UJKR, LDNG dan K510

arah vektornya tidak menunjukkan pola deformasi postseismik.

Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa

pergeseran daratan Aceh masih masih besar. Pada titik LMNO besar pergeseran yang terjadi sekitar 15

cm/tahun dan rata-rata pergeseran yang terjad i adalah sekitar 10 cm/tahun. Kondisi ini menjelaskan bahwa

pengaruh postseismic akibat gempa Aceh tahun 2004

masih terus berlangsung, dan berdampak peningkatan aktivitas tekanan pada patahan aktif yang ada di

daratan Aceh. Akibat masih besarnya pengaruh deformasi

postseismik pada daratan Aceh, maka untuk menghitung besar laju geser (slip rate) patahan aktif

segmen Aceh dan Segmen Seulimum perlu dihilangkan pengaruh pergeseran akibat postseismic. Sehingga

pergeseran yang ada adalah pergeseran yang hanya

diakibatkan karena patahan aktif.

Gambar 4.1. Vektor pergeseran yang masih

dipengaruhi oleh Block Motion

Pada makalah ini estimasi laju geser belum d ilakukan

karena masih melakukan pengolahan data untuk stasiun ACEH dan TDMR. Stasiun ACEH merupakan stasiun

kontinu yang berada di Lab Geofisika Unsyiah, dan TDMR merupakan stasiun kontinu yang berada di

gedung TDMRC. Kedua stasiun tersebut diharapkan akan memberikan data yang baik dalam estimasi

sliprate patahan aktif segmen Aceh dan segmen Seulimum karena pengukuran dilakukan secara

realtime dan terus menerus.

5. KESIMPULAN

Daratan Aceh masih dipengaruhi oleh aktivitas

postseismic, dengan rata besaran pergeserannya adalah 10 cm / tahun. Deformasi postseismic yang masih terus

berlangsung akibat gempa Aceh 2004 akan berimplikasi pada potensi kegempaan pada patahan

aktif yang ada di daratan Aceh. Estimasi laju geser dan kedalaman sumber gempa belum dilakukan karena

proses pengolahan data stasiun ACEH dan stasiun

TDMR masih dalam proses pengolahan.

Analisis bahaya kegempaan dengan metode PSHA berdasarkan data skunder dari Tim 9 penyusunan peta

bahaya kegempaan Indonesia didapat bahwa PGA untuk kota Banda Aceh adalah sekitar 0.3 – 0.4 g.

Saran

Masih perlu dilakukan penambahan titik pengamatan

GPS untuk merapatkan jaringan pengamatan, sehingga akan diperoleh hasil yang leb ih akurat

Deformasi postseismik masih terus berlangsung,

sehingga perlu dilakukan pengamatan GPS lanjutan

Page 6: Analisa Sesar Sumatera Segmen Seulimeun

77

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Kebencanaan

TDMRC-Unsyiah, Banda Aceh, 13 – 19 April 2011

ISSN 2088-4532

untuk mengetahui besaran pergeseran postseismik setiap tahun

Pembelajaran Gambaran umum manifestasi patahan aktif bagian

utara dari S istem Patahan Sumatera yang berpotensi menghasilkan kegempaan dan gerakan tanah

Potensi kegempaan pada patahan sumatra sesudah

gempa Aceh 2004 sangat dipengaruhi oleh faktor-

faktor berikut: Besar dan distribusi dari pergeseran

koseismik gempa Aceh, postseismik dari gempa Aceh,

dan perubahan Coulomb stress dari pergeseran

koseismik dan postseimik.

Analis is bahaya kegempaan masih menggunakan data sekunder dari Tim 9 penyusunan peta kegempaan

Indonesia, harapan dalam riset ini akan ada pembahuruan data slip rate dan locking depth yang

merupakan input dalam penyusunan peta tersebut.

Tindak Lanjut

Melakukan pengolahan untuk stasiun ACEH dan TDMR untuk mengestimasi laju geser dan kedalaman

sumber gempa. Membuat peta PSHA Aceh berdasarkan laju geser dan kedalaman sumber gempa

hasil perhitungan

Peta PSHA menjadi masukan dalam penyusunan peta

ris iko gempabumi dan menjadi masukan untuk Pemerintah Aceh dalam penyusunan tata ruang dan

upaya mitigasi gempabumi.

UCAPAN TERIMA KASIH Tim peneliti dari Peer Group Geohazard - TDMRC

mengucapkan banyak terimakasih atas pendanaan

menyeluruh dari p ihak MDF dan UNDP melalui project DRR-A dengan nomor kontrak: 537.B /

TDMRC-UNSYIAH / TU / XI / 2010, dan juga atas kerjasama TDMRC dengan Pemerintah Daerah Aceh

dan Departemen Dalam Negeri.

DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z. (2000). Penentuan Posisi dengan GPS

dan Aplikasinya. PT Pradnya Pramita, Jakarta. Cetakan kedua.

Danny Hilman Natawidjaja, 2008, Evaluas i Bahaya Patahan Aktif, Tsunami dan Goncangan Gempa,

Laboratorium Riset Bencana Alam (LARIBA) Geoteknologi LIPI Bandung.

Genrich et al., 2000, Distribution of slip at the northern

Sumatran fault system, Journal of Geophysical

Research, Vol. 105, No. B12, Pages 28,327-

28,341, December 10, 2000.

John McCloskey et al., 2007, Tsunami threat in Ind ian

ocean from a future magathurust earthquake west

of Sumatera, Science Direct, Earth and Planetary Letter 265 (2008) 61 – 81

(www.sciencedirect.com)

Kerry Sieh dan Danny Natawidjaja, 2000, Neotectonic

of the Sumatran fault, Indonesia., Journal of

Geophysical Research, Vol. 105, No. B12, Pages

28,295-28,326, December 10, 2000.

Masyhur Irsyam et al., 2008, Proposed seismic hazard maps of Sumatra and Java islands and

microzonation study of Jakarta city, Indonesia, J.

Earth Syst. Sci. 117, S 2, November 2008, pp.

865–878

Robert McCaffrey, 2009, The Tectonic Framework of

the Sumatran Subduction Zone, Annu. Rev. Earth

Planet. Sci. 2009.37:345-366. Downloaded from

arjournals.annualreviews.org by Nagoya

University

Seth Stein and Michael Wysession, 2003, An

Introduction to Seismology, Earthquake and Earth

Structure, Blackwell Publishing, UK. 99