angiofibroma nasopharynx juvenille

14
Referat TERAPI HORMONAL ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILLE Oleh : FADHLINA MUHARMI HARAHAP 0708112239 Pembimbing : dr. ASMAWATI, Sp. THT-KL KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2011

Upload: fadhlina-muharmi-harahap

Post on 05-Jul-2015

483 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

Referat

TERAPI HORMONAL

ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILLE

Oleh :

FADHLINA MUHARMI HARAHAP

0708112239

Pembimbing :

dr. ASMAWATI, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIORBAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

2011

Page 2: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

TERAPI HORMONAL PADA ANGIOFIBROMA NASOFARING

JUVENILLE

1. DEFINISI

Angiofibroma nasofaring juvenille adalah tumor jinak pembuluh

darah di nasofaring yang secara histologik jinak namun secara klinis

bersifat ganas, karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan

meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata  dan

tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan.1

Angiofibroma nasofaring juvenille merupakan tumor jinak

nasofaring terbanyak dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher.

Frekuensinya 1 : 5.000 – 1 : 60.000 dari pasien THT.1,2,3 Angiofibroma

terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja, umumnya pada dekade ke-2

antara 7-19 tahun dan jarang terjadi pada usia diatas 25 tahun.1

2. ETIOLOGI

Penyebab dari angiofibroma nasofaring belia belum dapat

diketahui secara pasti. Beberapa teori telah diajukan oleh para ahli untuk

mendapatkan jawaban yang pasti. Pada dasarnya teori-teori tersebut dapat

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori jaringan asal dan teori

ketidakseimbangan hormonal.1,4

Pada teori jaringan asal, dinyatakan bahwa angiofibroma

nasofaring terjadi karena pertumbuhan abnormal jaringan fibrokartilago

embrional atau periosteum di daerah oksipitalis os sfenoidalis.

Diperkirakan bahwa kartilago atau periosteum tersebut merupakan matriks

dari angiofibroma. Pada akhirnya didapatkan gambaran lapisan sel

epitelial yang mendasari ruang vaskular pada fasia basalis dan

dikemukakan bahwa angiofibroma berasal dari jaringan tersebut. Sehingga

Page 3: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

dikatakan bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma adalah di

dinding posterolateral atap rongga hidung.4,5

Sedangkan teori ketidakseimbangan hormonal menyatakan bahwa

terjadinya angiofibroma diduga karena adanya perubahan aktivitas

pituitari. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan hormonal yaitu adanya

kekurangan hormon androgen dan atau kelebihan hormon estrogen. Teori

ini didasarkan adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin

dan usia penderita serta adanya hambatan pertumbuhan pada semua

penderita angiofibroma nasofaring. Diduga tumor berasal dari periosteum

nasofaring dikarenakan tidak adanya kesamaan pertumbuhan

pembentukkan tulang dasar tengkorak menyebabkan terjadinya hipertropi

di bawah periosteum sebagai reaksi terhadap hormonal.4,5

Selain dua teori di atas, ada yang berpendapat angiofibroma

sebagai tumor vaskular yang mirip dengan hemangioma. Adanya

bermacam-macam bentuk pembuluh darah yang tidak beraturan pada

angiofibroma menyimpulkan bahwa tumor tersebut diakibatkan

malformasi pembuluh darah. Selain itu, ada pula yang menyatakan

kemiripan angiofibroma dengan jaringan erektil pada hidung dan

menginterpretasikan angiofibroma sebagai hamartoma akibat dari jaringan

erektil kelamin yang terletak tidak pada tempatnya. Pendapat lain

mengatakan bahwa tumor ini berasal dari sel paraganglion nonkromafin

yang terdapat di bagian akhir dari arteri maksilaris.4,5

3. ANATOMI

Rongga faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya

seperti corong, merupakan bagian atas dari saluran napas dan saluran

cerna. Pada orang dewasa panjangnya ± 10 cm. Rongga faring dimulai dari

basis occiput dan basis sphenoid sampai ke vertebra servikal VI pada batas

bawah dari kartilago krikoid.6

Page 4: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

Faring dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu sepertiga bagian

proksimal, dibatasi oleh palatum mole disebut nasofaring dan dua per tiga

bagian distal dibagi secara imaginer menjadi orofaring (mesofaring) dan

laringofaring (hipofaring). Nasofaring merupakan saluran yang berfungsi

untuk respirasi, berupa rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan

lateral, tidak dapat bergerak kecuali palatum mole bagian bawah.7

Gambar 1. Anatomi Faring 8

Nasofaring berhubungan erat dengan beberapa struktur yang secara

klinis mempunyai arti penting, yaitu :7

1. Pada dinding posterior meluas ke arah kubah yaitu jaringan

adenoid

2. Pada dinding faringeal lateral dan resesus faringeus terdapat

jaringan limfoid yang dikenal dengan fossa Rosenmuller

3. Torus tubarius merupakan refleksi mukosa faringeal di atas

kartilago saluran tuba eustachius yang berbentuk bulat dan

menjulang, tampak tonjolan seperti ibu jari ke dinding lateral

nasofaring tepat di atas perlekatan palatum mole.

Page 5: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

4. Koana posterior rongga hidung

5. Foramen kranial yang letaknya berdekatan dan foramen

jugularis yang dilalui oleh saraf kranial glosofaringeus, vagus

dan assesorius spinalis

6. Pembuluh darah yang penting yang letaknya berdekatan

termasuk sinus petrosus inferior, vena jugularis interna, arteri

faringeal asenden dan foramen hipoglosus yang dilalui nervus

hipoglosus

7. Tulang temporalis bagian petrosa dan foramen laserum yang

terletak dekat bagian lateral atap nasofaring

8. Ostium dari sinus – sinus sphenoid

4. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang berupa radiologis serta pemeriksaan jaringan

tumor setelah tindakan operasi.

Gejala klinis yang tampak pada penderita angiofibroma nasofaring

sangat bervariasi tergantung dari lokasi tumor serta perluasannya. Pada

permulaan penyakit gejala yang paling sering ditemukan (> 80%) adalah

hidung tersumbat yang progresif dilanjutkan dengan adanya dan epistaksis

masif yang berulang. Sedangkan penderita yang lanjut datang dengan

keadaan umum yang lemah, anemia, gangguan menelan, gangguan

pernapasan karena tersumbatnya hidung dan nasofaring. Tumor juga dapat

mengakibatkan deformitas wajah bila mendesak bola mata, menyebabkan

proptosis sehingga wajah penderita angiofibroma nasofaring tampak

seperti kodok, ini dikenal dengan “wajah kodok”.1,7

Page 6: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi posterior akan terlihat

massa tumor yang konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-

abu sampai merah muda, dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin.

Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput

lendir berwarna keunguan, sedangkan bagian yang meluas ke luar

nasofaring berwarna putih atau abu-abu. Pada usia muda warnanya merah

muda, sedangkan pada penderita yang lebih tua warnanya kebiruan karena

lebih banyak komponen fibromanya. Mukosanya mengalami

hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan adanya ulserasi.1

Karena tumor sangat mudah berdarah, sebagai pemeriksaan

penunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan radiologik konvensional CT

scan serta pemeriksaan arteriografi. Pada pemeriksaan radiologis

konvensional (foto kepala potongan antero-posterior, lateral dan posisi

Waters) akan terlihat gambaran klasik yang disebut sebagai tanda

“Holman Miller” yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang

sehingga fisura pterigo-palatina melebar. Akan terlihat juga adanya massa

jaringan lunak di daerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita,

arkus zigoma dan tulang di sekitar nasofaring.1

5. STADIUM

Sistem staging dibuat untuk menentukan perluasan tumor. Ada 2

sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch.

Klasifikasi menurut Sessions sebagai berikut: 1,9

Stage IA : Tumor terbatas di nares posterior dan atau nasofaringeal

voult

Stage IB : Tumor meliputi nares posterior dan atau nasofaringeal

voult dengan  meluas sedikitnya 1 sinus paranasal.

Stage IIA : Tumor meluas sedikit ke fossa pterigomaksila

Page 7: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

Stage IIB : Tumor memenuhi fossa pterigomaksila tanpa mengerosi

tulang orbita.

Stage IIIA : Tumor telah mengerosi dasar tengkorak dan meluas sedikit

ke intrakranial

Stage IIIB : Tumor telah meluas ke intrakranial dengan atau tanpa

meluas ke sinus kavernosus.

Klasifikasi menurut Fisch: 1,9

Stadium I : Tumor terbatas di rongga hidung, nasofaring tanpa

mendestruksi tulang.

Stage II : Tumor menginvasi fossa pterigomaksila, sinus paranasal

dengan destruksi tulang.

Stage III : Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dengan atau

regio parasellar.

Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, regio chiasma optik

dan atau fossa pituitary.

6. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien angiofibroma dapat berupa tindakan

operasi, terapi hormonal dan radioterapi. Akan tetapi dalam referat ini

hanya akan di bahas mengenai terapi hormonal pada pasien angiofibroma.

Terapi Hormonal

Terapi hormonal diberikan pada pasien dengan stadium I dan II

dengan preparat testosteron reseptor bloker (flutamid). Pengaruh hormon

berperan dalam pertumbuhan angiofibroma nasofaring juvenil.

Berdasarkan hasil penelitian Gates et al anti-androgenik seperti flutamide (

2-methyl-n-[4-nitro-3{trifluoromethyl}phenyl] propanamide ) dapat

Page 8: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

mengurangi pertumbuhan angiofibroma nasofaring juvenil dan penyusutan

tumor hingga 44 %.3,5,10,11

Estrogen telah terbukti mengurangi ukuran dan vaskularisasi

tumor, namun memiliki efek samping feminisasi, dan resiko komplikasi

kardiovaskuler.Terapi estrogen diberikan dengan dosis 3 x 5 mg

intramuskuler perhari selama sebulan, terbukti dapat mengurangi tendensi

perdarahan, memperkecil ukuran tumor 30-50% dan membuat konsistensi

tumor menjadi lebih padat. Dapat pula diberikan preparat progesteron

yaitu dietilstilbestrol sebanyak 5 mg perhari selama sebulan untuk

meningkatkan maturasi dan mengurangi vaskularisasi. Efek samping

pemberian dietilstilbestrol adalah menurunnya kadar testosteron plasma

dan dapat terjadi atropi testis. Patterson menyarankan ethinyl estradiol

sebagai regimen alternatif dengan dosisnya 1 mg / hari selama sebulan.

Menurut hasil penelitian Patterson, estradiol lebih efektif dibandingkan

stilbestrol.12

Ketergantungan angiofibroma nasofaring terhadap hormon

androgen menjadikan terapi anti androgen seperti cyproterone acetate

digunakan untuk menghambat dan menekan plasma testosteron. Terapi ini

biasa diberikan pada kasus-kasus yang tumornya sulit diangkat sebersih

mungkin, seperti yang telah meluas ke intrakranial.5

Page 9: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi ES, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi Keenam.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007 ; p 188 – 190.

2. Mistry RC, Qureshi SS, Gupta S, Gupta S. Juvenile nasopharyngeal

angiofibroma: A single institution study. Indian J Cancer [serial online]

2005 [cited 2011 May 24];42:35-9. Available from:

http://www.indianjcancer.com/text.asp?2005/42/1/35/15098

3. Tewfik TL. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. [updated 2009 Aug

27; cited 2011 June 1]. Available from URL :

http://www.emedicine.com/ent/topic470.htm

4. Schick B, Urbschat S. New Aspects of Pathogenesis of Juvenille

Angiofibroma. Hosp Med. 2004. May; 65 (5) : 269 – 73.

5. Nongrum HB, Thakar A, Gupta G, Gupta SD. Current Concepts in

Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Head and Neck Surgery. Journal

of Ent Master Class. Year Book 2009. Vol 2 Num 1. p 88 – 95

6. Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagia. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-5.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003; 173

7. Adams GL. Penyakit - Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam : Boeis

Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC, 1997; 324.

8. Gambar 1. http://www.khoomei.com/pics/pharynx.jpg

9. Gleeson M, Scott-Brown WG. Juvenille Angiofibroma. Head and Neck

Tumours. 6th Edition. 1997. p 2437 – 44.

10. Garca MF, Yuca SA, Yuca K. Juvenille Nasopharyngeal Angiofibroma.

Eur J Gen Med 2010; 7 (4): 419 – 25.

11. Montag AG, Tretiakova M, Richardson M. Steroid Hormone Receptor

Expression in Nasopharyngeal Angiofibromas. Am J Clin Pathol 2006;

125: 832 – 37.

Page 10: Angiofibroma Nasopharynx Juvenille

12. Premalatha B, Ramesh V, Balmurali PD, Nirima OZA. Nasopharyngeal

Angiofibroma with Anterior Extension into The Oral Cavity: A Case

Report. Journal of Oral and Maxillofacial Pathology. 2002; 1 (1): 30 – 33.