artikel 01. berpikir kritis_ok
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Makna Berpikir Kritis
Ilmu kedokteran merupakan bidang ilmu terapan, dimana pengetahuan yang
kompleks digunakan untuk memecahkan satu masalah yang sama. Hal ini berbeda
dengan ilmu murni dimana pengetahuan dan masalah yang dicari pemecahannya bersifat
horisontal. Proses berpikir logis lebih tepat digunakan pada penelitian ilmu murni,
sedangkan masalah di kedokteran menggunakan proses berpikir yang lebih luas yaitu
rasional dan obyektif. Proses berpikir rasional dan obyektif dikenal dengan istilah
berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan kunci utama keberhasilan dalam menyelesaikan
masalah klinis sebagai prerequisite dari kompetensi clinical reasoning.
Clinical reasoning tidak hanya ditentukan dari proses yang digunakan oleh seorang
dokter untuk menentukan keputusan klinik, melainkan dari pemahaman individu terhadap
materi pengetahuan dan pengorganisasian pengetahuan. Pemahaman individu terhadap
materi pengetahuan ditentukan oleh cara yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan. Pengetahuan yang didapatkan melalui proses berpikir kritis mempunyai
tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Mahasiswa kedokteran seharusnya mengoleksi
pengetahuan dengan kualitas pemahaman yang lebih baik. Hal ini memerlukan
pengajaran yang menggunakan strategi perpikir kritis terhadap semua pokok bahasan di
kedokteran.
Pada prakteknya penerapan proses belajar mengajar kurang mendorong pada
pencapaian kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak
berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan
target materi yang luas sehingga dosen lebih terfokus pada penyelesaian materi dan
kurangnya pemahaman dosen tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan
1
kemampuan berpikir kritis (Anderson et al., 1997; Bloomer, 1998; Kember, 1997 Cit in
Pithers RT, Soden R., 2000).
Tulisan ini bertujuan memberikan kajian tentang permasalahan cara belajar berpikir
kritis terhadap pokok bahasan di kedokteran, serta panduan dalam program
pengembangan staf yang memberikan perhatian untuk membantu siswa menjadi seorang
yang mampu berpikir kritis.
Ketrampilan Intelektual dan Perkembangan Kognitif
Pendekatan belajar yang diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap
materi yang dipelajari dipengaruhi oleh perkembangan proses mental yang digunakan
dalam berpikir (perkembangan kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar.
Perkembangan merupakan proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif.
Jadi perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi
dan dievaluasi pada diri mahasiswa sepanjang waktu mereka menempuh pendidikan
termasuk kemampuan berpikir kritis. Rath et al (1966) menyatakan bahwa salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis adalah
interaksi antara pengajar dan siswa. Mahasiswa memerlukan suasana akademik yang
memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk mengekspresikan pendapat dan
keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
Salah satu komponen berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah ketrampilan
intelektual. Ketrampilan intelektual merupakan seperangkat ketrampilan yang mengatur
proses yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis ketrampilan dapat dimasukkan
sebagai ketrampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada pogram
pengajaran. Ketrampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan baik sebagai
kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam menentukan proses
pengajaran.
Bloom mengelompokkan ketrampilan intelektual dari ketrampilan yang sederhana
sampai yang kompleks antara lain pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
2
pada taksonomi Bloom merupakan ketrampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher
Order Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil lokakarya
American Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen ketrampilan
intelektual yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation, analysis,
evaluation, inference, explanation, dan self regulation (Duldt-Battey BW, 1997).
Masing-masing komponen tersebut merupakan kompetensi yang perlu disusun
dan disepakati oleh para dosen tentang perilaku apa saja yang seharusnya dapat
ditunjukkan oleh mahasiswa pada tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang
program pendidikan.
Strategi pembelajaran berpikir kritis
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang
berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau
melakukan penilaian ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir
kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah
merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review yang dilakukan dari 56 literatur tentang strategi pengajaran ketrampilan
berpikir pada berbagai bidang studi pada siswa sekolah dasar dan menengah
menyimpulkan bahwa beberapa strategi pengajaran seperti strategi pengajaran kelas
dengan diskusi yang menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan terhadap materi,
memberikan pertanyaan yang memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih
tinggi, memberikan waktu siswa berpikir sebelum memberikan jawaban dilaporkan
membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi
tersebut, yang paling baik adalah mengkombinasikan berbagai strategi. Faktor yang
menentukan keberhasilan program pengajaran ketrampilan berpikir adalah pelatihan
untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan
ketrampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan,
tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak
sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
3
Penulis menilai strategi belajar kelas lebih sesuai pada pengajaran tingkat dasar
dan menengah seperti hasil-hasil penelitian yang dilaporkan pada artikel tersebut. Pada
pendidikan tingkat lanjut mahasiswa dipersiapkan untuk dapat belajar lebih mandiri
sebagai modal yang diperlukan pada saat bekerja. Artikel tersebut juga melaporkan
bahwa strategi pengajaran yang diarahkan melalui komputer (CAI) mempunyai hubungan
positif terhadap perkembangan intelektual dan pencapaian prestasi. Strategi tersebut
dapat menjadi pilihan dalam pendidikan tinggi, sehingga mahasiswa dapat mengatur cara
belajarnya secara mandiri.
Strategi pengajaran berpikir kritis pada program sarjana kedokteran yang
dilakukan di Melaka Manipal Medical College India adalah dengan memberikan
penilaian menggunakan pertanyaan yang memerlukan ketrampilan berpikir pada level
yang lebih tinggi dan belajar ilmu dasar menggunakan kasus klinik untuk mata kuliah
yang sudah terintegrasi menggunakan blok yang berbasis pada sistem organ. Setelah
kuliah pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus klinik serta sejumlah pertanyaan yang
harus dijawab beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban didiskusikan pada pertemuan
berikutnya untuk meluruskan adanya kesalahan konsep dan memperjelas materi yang
belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa pada
program tersebut menunjukkan prestasi yang lebih baik dalam mengerjakan soal-soal
hapalan maupun soal yang menuntut jawaban yang memerlukan telaah yang lebih dalam.
Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar (Abraham RR., et al., 2004).
Penelitian tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1. Dengan menggunakan konteks yang relevan seperti masalah klinik yang dipahami
oleh mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sekaligus
meningkatkan prestasi akademisnya.
2. Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong siswa
untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.
4
Artikel di atas menyatakan bahwa pertanyaan diberikan setelah memperoleh kuliah
pendahuluan konsep dasar dari ilmu dasar yang dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa
informasi yang diberikan telah disusun oleh dosen dengan konsep yang jelas sehingga
tidak memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menentukan informasi yang
diperlukan untuk membangun konsep sendiri. Sedangkan salah satu karakter seorang
yang berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat
dikombinasikan dengan strategi lain agar mahasiswa dapat menentukan informasi secara
mandiri. Artikel tersebut juga tidak menjelaskan bagaimana proses diskusi yang
dilakukan pada kelas besar, sehingga setiap mahasiswa memperoleh kesempatan untuk
menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang diberikan. Penulis
beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir
kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide sebagai salah satu sumber belajar ketika
mahasiswa dalam belajar mandiri pada strategi Problem Based Learning.
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan
sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990;
Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan
untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain,
mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa
lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta
membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik
dengan cara yang santun.
Evaluasi kemampuan berpikir kritis
Evaluasi merupakan proses pengukuran pencapaian tujuan yang diinginkan
dengan menggunakan metode yang teruji validitas dan reliabilitasnya. Beberapa
penelitian mengevaluasi kemampuan berpikir kritis dari aspek ketrampilan intelektual
seperti ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang berbasis taxonomi Bloom. Sedangkan tujuan pengajaran
berpikir kritis meliputi ketrampilan dan strategi kognitif, serta sikap.
5
Colucciello menggabungkan berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian
dan komponen pemecahan masalah keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan
komponen ketrampilan dan sikap berpikir kritis. Elemen tersebut antara lain menentukan
tujuan, menyusun pertanyaan atau membuat kerangka masalah, menunjukkan bukti,
menganalisis konsep, interpretasi, asumsi, perspektif yang digunakan, keterlibatan, dan
kesesuaian. Dengan kriteria antara lain: kejelasan, ketepatan, ketelitian, keterkaitan,
keluasan, kedalaman, dan logikal2. Dia juga membandingkan dengan inventory yang
sudah ada seperti California Critical Thinking Test (CCTT) untuk mengevaluasi
ketrampilan berpikir kritis dan Critical Thinking Disposition Inventory (CTDI) untuk
mengevaluasi sikap berpikir kritis2.
Evaluasi juga menilai kesesuaian rencana dengan penerapan di lapangan (evaluasi
proses) yang termasuk di dalamnya adalah mengevaluasi budaya akademik dalam kelas
dan budaya akademik dalam fakultas yang dilakukan secara sistematis baik oleh dosen
maupun administrator yang dinyatakan oleh Orr and Klein, 19914. Penilaian mahasiswa
terhadap dosen dapat menggunakan berbagai karakteristik sikap yang menghambat atau
mendorong kemampuan berpikir kritis yang telah dibahas sebelumnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Setiap manusia akan berpikir, begitulah alaminya seorang manusia tercipta. Seorang
filsuf pernah berkata, ”Aku hidup karena berpikir”. Proses berpikir merupakan suatu hal
yang natural, lumrah, dan berada dalam lingkaran fitrah manusia yang hidup. Bahkan,
seorang yang mengalami gangguan jiwa pun merupakan seorang pemikir yang
mempunyai dunia lain dalam hidupnya. Saat kita berpikir, seringkali apa yang kita
pikirkan menjadi bias, tidak mempunyai arah yang jelas, parsial, dan tidak jarang
emosional atau terkesan egosentris.
Seharusnya manusia bisa kembali merenung, bahwa kualitas hidup seseorang
sesungguhnya ditentukan dengan bagaimana cara dia berpikir, sehingga dari pemikiran
yang berkualitas itu dia akan mampu menciptakan penemuan atau pun inovasi baru dalam
hidupnya. Bukankah seorang pahlawan lahir dari cara berpikirnya yang selalu besar.
Ilmuwan-ilmuwan ternama dunia pun mengubah wajah dunia yang primitif menjadi
dunia yang luar biasa ini dengan perubahan pemikiran.
Saat ini kita adalah seorang mahasiswa, lebih tepatnya adalah seorang mahasiswa
Abulyatama. Mahasiswa yang berada dalam lingkaran orang-orang terbaik dari bangsa
ini. Manusia-manusia yang sesungguhnya sanggup mengubah peradaban dunia ini, yang
sanggup mengubah wajah bangsa ini menjadi lebih baik. Di dalam derasnya arus
akademis, kita juga adalah pemikir-pemikir. Tidak sedikit dari kehidupan sosial yang
menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa. Kebijakan pemerintah pun tidak luput dari
pengamatan mahasiswa. Tapi, apakah buah pemikiran kita sudah memiliki standar
intelektual? Benarkah pemikiran kita sudah kritis? Pemikiran yang bukan hanya sekedar
muncul dari rasa emosional atau asumsi dan justifikasi, namun sebuah karya intelektual
yang hadir secara ilmiah, atas dasar validitas dan analisis suatu data. Jangan-jangan kita
hanya terjebak dalam arus provokasi yang ’memaksa’ untuk berpikir kritis, namun hanya
untaian kata-kata tanpa arti yang keluar.
7
Seorang mahasiswa bukanlah pemuda tanpa visi, tanpa arah, namun pemuda yang
dibangun secara intelektual menjadi cadangan negeri ini. Untuk itu, kita perlu belajar
banyak dari guru/dosen kita. Sama halnya saat kita mencoba untuk berpikir secara kritis.
Seharusnya kita paham akan konsep berpikir kritis sehingga kita tidak terjebak dalam
pemikiran kita sendiri.
Menurut Paul & Elder (2005), berpikir kritis merupakan cara bagi seseorang
untuk meningkatkan kualitas dari hasil pemikiran menggunakan teknik sistemasi cara
berpikir dan menghasilkan daya pikir intelektual dalam ide-ide yang digagas.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan
atau strategikognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah
menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada
sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan
tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga
merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan
diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan.
Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus
yang akan dituju.
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995:6), berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenalpermasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan,
dan mengevaluasi. Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal
sistematika berpikir yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa
tahapanuntuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian. Penekanan kepada
proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu proses
intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau
konsep, mengaplikasikan, menganalisis,membuat sintesis, dan mengevaluasi. Semua
kegiatan tersebut berdasarkan hasilobservasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan,
8
dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker,
2001:1)
Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995:6), bahwa
berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi: analisis,
sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian. Berpikir
yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis. Ketertiban berpikir
dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General Education Iniatives Menurutnya,
berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan
yang sementara, memberdayakan logika yangberdasarkan intuisi dan pemecahan masalah
yang menjadi dasar dalam menilaisebuah perbuatan atau pengambilan keputusan.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan
dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985:54), berpikir kritis
adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkannalar yang difokuskan
untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Seseorang yang berpikir secara kritis akan dapat menjawab permasalahan-
permasalahan yang penting dengan baik. Dia akan berpikir secara jelas dan tepat. Selain
itu, dapat menggunakan ide yang abstrak untuk bisa membuat model penyelesaian
masalah secara efektif.
Beberapa hal yang menjadi ciri khas dari pemikir kritis itu sendiri adalah:
1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap
kondisi yang ada.
2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan
konsekuensi yang logis.
3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks
Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin,
terkontrol, dan korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan kemampuan
komunikasi efektif dan metode penyelesaian masalah serta komitmen untuk mengubah
paradigma egosentris dan sosiosentris kita.
9
Saat kita mulai untuk berpikir kritis, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan
disini, yaitu:
1. Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa, lalu carilah arah yang tepat untuk jawaban
dari pertanyaan tersebut.
2. Tujuan pertanyaan akan apa dan kenapa
3. Informasi yang spesifik untuk menjawab pertanyaan diatas.
4. Kriteria standar yang ditetapkan untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan.
5. Kejelasan dari solusi permasalahan/pertanyaan.
6. Konsekuensi yang mungkin terjadi dari pilihan yang kita inginkan.
7. Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis ini
adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian (precision)
relevansi (relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan sudut pandang
(breadth), kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty), kelengkapan informasi
(information) dan bagaimana implikasi dari solusi yang kita kemukakan (implication).
Kriteria-kriteria di atas tentunya harus menggunakan elemen-elemen penyusun
kerangka berpikir suatu gagasan atau ide. Sebuah gagasan atau ide harus menjawab
beberapa hal sebagai berikut:
1. Tujuan dari sebuah gagasan/ide
2. Pertanyaan dari suatu masalah terhadap gagasan/ide
3. Sudut pandang dari gagasan/ide
4. Informasi yang muncul dari gagasan/ide
5. Interpretasi dan kesimpulan yang mungkin muncul.
6. Konsep pemikiran dari gagasan/ide tersebut
7. Implikasi dan konsekuensi
8. Asumsi yang digunakan dalam memunculkan gagasan/ide tersebut
10
Dasar-dasar ini yang pada peinsipnya perlu dikembangkan untuk melatih
kemampuan berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana menyeimbangkan
aspek-aspek pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai
dasar atau nilai ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan aspek
alamiah yang terdapat dalam diri manusia karena hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-
hal yang kita pikirkan.
Sebagaimana fitrahnya, manusia adalah subjek dalam kehidupan ini. Artinya
manusia akan cenderung berpikir untuk dirinya sendiri atau disebut sebagai egosentris.
Dalam proses berpikir, egosentris menjadi hal utama yang harus kita hindari. Apalagi bila
kita berada dalam sebuah tim yang membutuhkan kerjasama yang baik. Egosentris akan
membuat pemikiran kita menjadi tertutup sehingga sulit mendapatkan inovasi-inovasi
baru yang dapat hadir. Pada akhirnya, sikap egosentris ini akan membawa manusia ke
dalam komunitas individualistis yang tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Bukan
menjadi solusi, tetapi hanya menjadi penambah masalah.
Semakin sering kita berlatih berpikir kritis secara ilmiah, maka kita akan semakin
berkembang menjadi tidak hanya sebagai pemikir kritis yang ulung, namun juga sebagai
pemecah masalah yang ada di lingkungan. Khususnya pemecah masalah bangsa
Indonesia ini.
Adapun Indikator Berpikir Kritis yaitu: Wade (1995) mengidentifikasi delapan
karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
1 ) Kegiatan merumuskan pertanyaan
2 ) Membatasi permasalahan
3 ) Menguji data-data
4) Menganalisis berbagai pendapat dan bias
5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
6) Menghindari penyederhanaan berlebihan
7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi
8 ) Mentoleransi ambiguitas
11
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995:
12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
1.) Watak (Dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritismempunyai sikap skeptis,
sangat terbuka, menghargai sebuahkejujuran, respek terhadap berbagai data dan
pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencar i pandangan-
pandangan lainyang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat
yang dianggapnya baik.
2.) Kriteria (Criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria ataupatokan.Untuk sampai ke
arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai.Meskipun
sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan
mempunyaikriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka
haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta,berlandaskan sumber yang
kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logikayang keliru, logika yang konsisten, dan
pertimbangan yang matang.
3.) Argumen (Argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data.Keterampilan
berpikir kritis akan meliputi kegiatanpengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
4.) Pertimbangan atau pemikiran (Reasoning)
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu ataubeberapa
premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubunganantara beberapa pernyataan
atau data.
5.) Sudut pandang (Point of View)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang
akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan
memandang sebuah fenomena dari berbagai sudutpandang yang berbeda
12
6.) Prosedur Penerapan Kriteria (Procedures for Applying Criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks danprosedural. Prosedur
tersebut akan meliputi merumuskanpermasalahan, menentukan keputusan yang akan
diambil, danmengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Selanjutnya, Ennis (1985:55-56), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang
dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut :
1. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan,
menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu
penjelasan atau pernyataan.
2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah
sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu
laporan hasil observasi.
3. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan
hasil deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat
serta menentukan nilai pertimbangan.
4. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah
dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain. Indikator-indikator tersebut dalam prakteknya
dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah hanya
beberapa indikator saja. Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat
diungkapkan melalui aspek-aspek perilaku yang di ungkapkan dalam definisi
berpikir kritis. Menurut beberapa definisi yang di ungkapkan terdahulu, terdapat
beberapa kegiatan atau perilaku yang mengindikasikan bahwa perilaku tersebut
merupakan kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis.
13
Angelo mengidentifikasi lima perilaku yang sistematis dalam berpikir kritis. Perilaku
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis
Hanya sedikit hal dalam hidup ini yang berupa hitam dan putih sehingga sangat
penting untuk mampu melihat segala sesuatu dari berbagai sisi hingga mampu
mencapai kesimpulan yang logis. Salah satu hal penting yang akan anda pelajari
di perguruan tinggi adalah berpikir kritis dan tidak menerima apa yang anda lihat
dan dengar secara seketika Berpikir kritis sangat penting dalam mempelajari
materi baru dan mengaitkannya dengan apa yang telah anda ketahui. Meskipun
anda tidak mengetahui semuanya, anda dapat belajar untuk bertanya secara efektif
dan mencapai kesimpulan yang konsisten dengan fakta.
2. Ketika anda menjumpai fakta, gagasan atau konsep baru, pastikan anda
memahami dan mengetahui istilah-istilah yang ada.
3. Pelajari fakta atau informasi yang diperoleh dari percobaan, apakah percobaan itu
dilakukan dengan baik dan bebas bias? Dapatkah percobaan itu diulangi ?
4. Jangan terima semua pernyataan secara seketika. Apakah sumber informasi
tersebut dapat dipercaya ?
5. Pertimbangkan apakah kesimpulan mengikuti fakta? Bila fakta tidak mendukung
kesimpulan, ajukan pertanyaan dan tentukan mengapa demikian. Apakah argumen
yang dipergunakan logis atau mengambang ?
6. Terbuka terhadap gagasan baru. Contoh terkenal adalah teori tektonik lempeng.
Meskipun prinsip-prinsip dasarnya telah diketahui pada awal abad 20, namun
teori tersebut baru diterima kalangan luas setelah tahun 1970-an setelah bukti-
bukti yang berlimpah.
7. Lihatlah pada gambaran yang besar untuk menentukan bagaimana berbagai unsur
dalam topik tersebut dihubungkan. Sebagai contoh,bagaimana pembangunan
sebuah bendungan akan mempengaruhi bentuk sungai ? Apa yang akan terjadi
pada pantai di mana sungai tersebut bermuara ? Salah satu pelajaran yang sangat
penting (yang juga membedakan geologi dengan ilmu lainnya) adalah bagaimana
saling keterkaitan dan ketergantungan berbagai sistem di bumi ini . Ketika
anda mengubah salah satu, anda akan mengubah berbagai hal lainnya pula.
14
Pengukuran kegiatan berpikir kritis
Pengukuran kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari
beberapa perilaku selama proses berpikir kritis itu berlangsung. Berpikir pada dasarnya
mencakup kegiatan manusia yang bersifat dapat dilihat/diamati (eksternal) maupun tidak
dapat dilihat/diamati (internal).
Perilaku berpikir kritis mahasiswa dalam berdiskusi kelompok dapat dilihat dari
beberapa aspek :
Relevance
Relevansi dari “statement”
Importance
Penting-tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukakan
Novelty Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi
baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru mahasiswa lain.
Outside material Menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yg
diterimanya di kuliah/reference.
Ambiguity clarified Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut bila dirasa ada
ketidakjelasan.
Linking ideas Senantiasa menghubungkan fakta, idea, atau pandangan serta
mencari data baru dari informasi yg berhasil dikumpulkan.
Justification Memberi bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap
suatusolusi/kesimpulan yang diambilnya. Termasuk didalamnya senantiasa
memberikan penjelasan mengenai keuntungan (kelebihan) dan kerugian
(kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.
Critical assessment Melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi yang datang
dari dalam dirinya maupun dari mahasiswa lain, serta memberikan
“prompts”untuk terjadi evaluasi yang kritis.
Practical utilityIde-ide baru yg dikemukakannya selalu dilihat pula dari sudut
kepraktisannya (practicality) dalam penerapan.
Width of understanding Diskusi yg dilaksanakan senantiasa bersifat meluaskan
isi/materidiskusi.
15
Secara garis besar perilaku kritis dapat dibedakan dalam beberapa kegiata:
1. Berpusat pada pertanyaan (focus on question)
2. Analisis argumen (analysis arguments)
3. Bertanya dan menjawab pertanyaan untuk klarifikasi (ask and answer questions of
clarification and/or challenge)
4. Evaluasi kebenaran dari sumber infromasi (Evaluating the credibility of sources
of information).
Karakteristik Pemikir Kritis. Adapun karakteristik seorang pemikir kritis yaitu :
1. Jujur terhadap diri sendiri
2. Melawan manipulasi
3. Mengatasi kebingungan
4. Mereka selalu bertanya
5. Mereka mendasarkan penilaiannya pada bukti
6. Mereka mencari hubungan antartopik
7. Mereka bebas secara intelektual
16
BAB III
PEMBAHASAN
Berpikir krtis dalam clinical reasoning
Dalam menjalankan tugas profesional di bidang kedokteran, seorang dokter
dituntut untuk dapat mengambil keputusan klinis yang terbaik. Keputusan tersebut harus
dilakukan dengan clinical reasoning yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
Ketika keputusan dibuat, dokter memerlukan suatu pemahaman dari “building block” dari
pemikirannya dalam upaya memberikan penjelasan dan mencari perbedaan-perbedaan
nilai maupun pendapat yang mungkin terjadi. Grove (2002) berpendapat bahwa clinical
reasoning adalah proses kognitif yang terjadi pada saat berbagai informasi yang diterima
oleh dokter melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, diintegrasikan dengan pengetahuan
dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, kemudian digunakan untuk mengambil
keputusan klinis dengan membuat diagnosis dan menatalaksana masalah pasien.
Clinical reasoning dibagi menjadi forward dan backward clinical reasoning
menurut Beullens (2005). Forward clinical reasoning adalah proses untuk menetapkan
hipotesi berdasarkan informasi yang telah ada. Sedangkan backwardclinical reasoning
adalah mengungkapkan data berdasarkan hipotesis. Sebagai contoh, jika seorang dokter
menyatakan bahwa pasien memiliki tekanan darah yangtinggi melebihi normal dan
menarik hipotesis bahwa pasien menderita hipertensi,maka dokter telah melakukan
forward clinical reasoning. Sebaliknya bila dokter menyatakan karena pasien menderita
hipertensi, maka pasien memiliki tekanan darah yang tinggi melebihi normal.
Dalam forward clinical reasoning, seorang dokter dalam menegakkan diagnosis
atau hipotesis setidaknya melakukan langkah menginterpretasi,menganalisis, dan
mengevaluasi data, yang kemudian menarik kesimpulan dengan mengambil keputusan
diagnosis. Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sesorang dokter memperoleh
informasi tentang pasien, kemudian melakukan analisis dengan mencari hubungan dari
data-data yang telah diperoleh, selanjutnya bila diperlukan pemeriksaan penunjang
diagnosis. Evaluasi atas diagnosis yang telah dibuat dilakukan dengan mencari informasi
penting yang telah dimilikinya untuk dipergunakan dalam menyelesaikan masalah dan
17
mengambil keputusan, serta membuat simpulan keputusan klinis dengan membuat
diagnosis dan menetapkan pengelolaan penyakit pasien. Selanjutnya dokter akan
memberikan penjelasan kepada pasien tentang penyakit dan pengelolaannya secara logis.
Seluruh langkah yang dilakukan dokter tersebut sebenarnya merupakan langkah seorang
yang berpikiran kritis.
Pada backward clinical reasoning terjadi yang sebaliknya. Pemikiran dimulai dari
penetapan hipotesis terlebih dahulu, setelah itu baru dilakukan pengumpulan bukti-bukti
dari tanda dan gejala yang terdapat pada pasien. Langkah ini bisa saja dilakukan, akan
tetapi karena tidak didasarkan pada telaah fakta yang ada maka hipotesis atau diagnosis
yang ditetapkan dapat keliru. Metode ini lebih mengedepankan intuisi dibanding berpikir
kritis dan lebih sering dilakukan oleh pemula. Clinical reasoning menggunakan metode
forward lebih akurat disbanding metode backward (Beullens, 2005). Berbeda dengan riset
yang dikemukakan Norman (2005) menunjukkan bahwa pada pada diagnosis EKG tidak
ada perbedaan ketepatan penggunaan metode forward dan backward, bahkan metode
yang paling baik digunakan adalah metode gabungan yang dimulai dari metode
backward.
Menurut Eva (2004) clinical reasoning juga dibedakan menjadi analitik dan non
analitik. Proses analitik merupakan aktivitas penalaran dengan melakukan analisis secara
cermat untuk mengetahui hubungan antara tanda dan gejala dengan diagnosis yang
ditegakkan. Sehingga pada proses analitik ini harus difahami hubungan sebab-akibat
antara tanda dan gejala dengan diagnosis. Sedangkan proses clinical reasoning yang non
analitik tidak membutuhkan penalaran sama sekali yang sering dikenal dengan pattern
recognition (pengenalan tanda). Dengan menggunakan pengalaman sebelumnya, ketika
seorang dokter menemukan gejala atau tanda yang sama dia akan mengambil keputusan
yang sama dengan yang pernah dilakukan.
Bila dikaji lebih jauh maka clinical reasoning yang dilakukan secara backward
dan non analitik sebenarnya bukan merupakan kegiatan problem solving dan reasoning.
Dalam model tersebut tidak dilakukan proses berpikir secara kritis. Selama dokter
mempunyai pengalaman dan mampu mengingat tanda dan gejala penyakit serta
kemungkinan diagnosisnya, maka diagnosis dapat diputuskan. Apa yang dilakukan oleh
18
para dokter sebenarnya bukanlan problem solving, karenahanya mengingat apa yang telah
dilakukan kemudian diulangi ketika mendapatkan hal yang sama.
Menurut Kee dan Bickle (2005) terdapat tiga jenis clinical reasoning, yaitu
probabilistik, kausal, dan berdasarkan aturan. Probabilistik artinya seorang dokter mampu
mengapresiasikan informasi dalam bentuk tanda dan gejala sehingga dapat mengambil
keputusan klinis. Dengan clinical reasoning jenis kausal membutuhkan pemahaman
anatomi dan fisiologi. Sedangkan yang berdasarkan aturan, seorang dokter membutuhkan
pengenalan tanda untuk mengambil keputusan klinis. Dalam menghadapi permasalahan
seorang pasien, seringkali kita menghadapi persoalan yang sangat bervariasi karena pada
dasarnya setiap individu itu berbeda. Penerapan pengenalan tanda tidak selalu bisa
dilakukan mengingat perbedaan antar individu tersebut. Untuk itu proses berpikir kritis
dalam clinical reasoning tetap dibutuhkan.
Seorang dokter pemula masih memiliki pengalaman yang terbatas dalam
menyelesaikan masalah seorang pasien. Pengenalan tanda tidak selalu membuahkan hasil
karena memang seringkali belum pernah menemui tanda tersebut. Untuk itu problem
solving dengan berpikir kritis perlu dilakukan oleh dokter yang masih pemula. Semakin
banyak kasus yang ditemui dan dipelajari, maka semakin banyak tanda yang akan
dikenali, dan ini akan mempermudah penerapan pengenalan tanda.Sayangnya seorang
dokter yang sudah berpengalaman akhirnya lebih menggunakan pengenalan tanda
dibandingkan berpikir kritis. Hal tersebut dapat dimaklumi karena seorang dokter ketika
menjalankan profesinya terkadang dituntut untuk cepat bertindak dan dibatasi oleh waktu,
sehingga pengenalan tanda akhirnya menjadi pilihan, khususnya untuk seorang yang
sudah berpengalaman.
19
BAB IV
KESIMPULAN
Bahwa clinical reasoning adalah proses kognitif yang terjadi pada saat berbagai
informasi yang diterima oleh dokter melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, diintegrasikan
dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, kemudian
digunakan untuk mengambil keputusan klinis dengan membuat diagnosis dan
menatalaksana masalah pasien.
Jadi sebagai seorang dokter seharusnya melakukan clinical reasoning secara
cermat dengan menggunakan penalaran dan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah
pasien. Penerapan pengenalan tanda masih mungkin akan tetapi harus dilakukan secara
hati-hati karena resiko terjadi kesalahan dalam mengambil keputusan klinis lebih besar.
Variasi antar individu juga menjadi hal yang sangat penting untuk diingat, sehingga
proses berpikir secara kritis tetap diperlukan untuk menghasilkan keputusan yang tepat.
20
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
- Referensi: Paul, Richard and Linda Elder. 2005. The Miniature Guide to Critical
Thinking ”CONCEPTS & TOOLS”. The Foundation of Critical Thinking.
California
- Soeparto, Pitono, dkk. 2008.Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya : GRAMI
- Magnis, Franz. 1992.Filsafat sebagai Ilmu Kritis.Yogyakarta : Kanisius.
- Muzaham, Fauzi. 1995.Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan.
Jakarta :Universitas Indonesia.
- www.fk.undip.ac.id/pengembangan-pendidikan//77-pembelajaran-kemampuan-
- berpikir-kritis.html..// www.uripsantoso.wordpress.com//2008/08/23/cara-berpikir
- cerdik-kritis-danilmiah http://yusufalamromadhon.blogspot.com/2008/06/persepsi
- pemilik-blog-tentang- kinerja.htm http://re-searchengines.com/1007arief3.html...//
21