b3_keterkaitan pendidikan dan lapangan kerja

20
PENELITIAN TENTANG KETERKAITAN PENDIDIKAN DAN PENYEDIAAN LAPANGAN KERJA DI JAWA TENGAH ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi tentang: (1) Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa PELMO; (2) Implementasi kebijakan ”link and match” yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (3) Jumlah dan kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (4) Kondisi kebutuhan dan penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi PELMO; serta (5) Pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. (2) Jumlah lulusan SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai dengan 100%, dari rentang kelulusan tersebut yang terserap ke lapangan kerja yang cocok dengan program keahliannya adalah 30% sampai dengan 50%,; masa tunggu mendapatkan pekerjaan pertama rata-rata adalah 1-6 bulan; sisanya melanjutkan ke Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya; (3) Lulusan SMK PELMO yang dibutuhkan oleh industri adalah operator mesin perkakas manual, operator mesin CNC, las listrik, las argon, pengecoran logam serta telematika atau ICT, di samping itu di butuhkan soft skill berupa ketekunan, komitmen, disiplin, serta kemampuan bekerjasama (team work); (4) Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah diperoleh melalui tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas Akhir (PTA), serta uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan Prakerin/PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional. Sementara itu sertifikat yang diperoleh dari LSP merupakan bekal tambahan siswa dalam rangka melamar pekerjaan. Rekomendasi yang dapat diberikan : (1) Penyelarasan kurikulum (2) Tugas Akhir (TA) disusun di tempat prakerin dengan mengamati salah satu permasalahan di industri dan diuji dengan melibatkan pihak industri (3) Komunikasi antara BKK, Disnakertrans dan Dinas Pendidikan perlu ditingkatkan kembali. Rekomendasi untuk sekolah : (1) bahwa penyelenggaraan pembelajaran teori kejuruan dan praktik kejuruan dilaksnakan secara fleksibel, tidak perlu mengikuti kelaziman, untuk mengoptimalkan pemanfaatan bengkel (2) Model magang untuk SMK Negeri dapat menggunakan block release modifikasi (3) Meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak, terutama dengan industri dan asosiasi yang kompeten; (4) Memberdayakan semua komponen sekolah kearah pencapaian visi dan misi sekolah. Rekomendasi untuk pemerintah (1) Memberikan fasilitasi aksesibilitas kemitraan antara sekolah dan industri (2) Memberikan fasilitasi guru untuk melakukan in service training dalam bidang keterampilan produktif. Kata kunci : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK); PELMO; Penyerapan Tenaga Kerja

Upload: putriseptiani

Post on 01-Jul-2015

711 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

PENELITIAN TENTANG KETERKAITAN PENDIDIKAN DAN

PENYEDIAAN LAPANGAN KERJA DI JAWA TENGAH

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi tentang: (1)

Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa PELMO;

(2) Implementasi kebijakan ”link and match” yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (3) Jumlah dan kemampuan

lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi PELMO; (4)

Kondisi kebutuhan dan penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan

lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi PELMO; serta (5) Pelaksanaan sertifikasi yang

dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di

Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan

tidak sepenuhnya model blok atau dapat dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. (2)

Jumlah lulusan SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai dengan

100%, dari rentang kelulusan tersebut yang terserap ke lapangan kerja yang cocok

dengan program keahliannya adalah 30% sampai dengan 50%,; masa tunggu

mendapatkan pekerjaan pertama rata-rata adalah 1-6 bulan; sisanya melanjutkan ke

Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya; (3) Lulusan SMK PELMO

yang dibutuhkan oleh industri adalah operator mesin perkakas manual, operator mesin

CNC, las listrik, las argon, pengecoran logam serta telematika atau ICT, di samping itu di

butuhkan soft skill berupa ketekunan, komitmen, disiplin, serta kemampuan bekerjasama

(team work); (4) Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah

diperoleh melalui tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas Akhir (PTA), serta uji

kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Badan

Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan

Prakerin/PSG dan sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian

Nasional. Sementara itu sertifikat yang diperoleh dari LSP merupakan bekal tambahan

siswa dalam rangka melamar pekerjaan.

Rekomendasi yang dapat diberikan : (1) Penyelarasan kurikulum (2) Tugas Akhir

(TA) disusun di tempat prakerin dengan mengamati salah satu permasalahan di industri

dan diuji dengan melibatkan pihak industri (3) Komunikasi antara BKK, Disnakertrans

dan Dinas Pendidikan perlu ditingkatkan kembali. Rekomendasi untuk sekolah : (1)

bahwa penyelenggaraan pembelajaran teori kejuruan dan praktik kejuruan dilaksnakan

secara fleksibel, tidak perlu mengikuti kelaziman, untuk mengoptimalkan pemanfaatan

bengkel (2) Model magang untuk SMK Negeri dapat menggunakan block release

modifikasi (3) Meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak, terutama dengan industri

dan asosiasi yang kompeten; (4) Memberdayakan semua komponen sekolah kearah

pencapaian visi dan misi sekolah. Rekomendasi untuk pemerintah (1) Memberikan

fasilitasi aksesibilitas kemitraan antara sekolah dan industri (2) Memberikan fasilitasi

guru untuk melakukan in service training dalam bidang keterampilan produktif.

Kata kunci : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK); PELMO; Penyerapan Tenaga Kerja

Page 2: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pendidikan kejuruan,saat ini memasuki fase penting, yaitu fase

lulusan pendidikan kejuruan akan dipertaruhkan kesiapannya dalam percaturan tenaga

kerja di wilayah regional Asia, baik dalam konteks Asean Free Trade Association

(AFTA) maupun Asean Free Labor Association (AFLA). Untuk ini upaya yang harus

dilakukan adalah melakukan penataan dan pembenahan semaksimal mungkin dalam

sektor pendidikan kejuruan, baik penataan dalam pola rekrutmen, pengembangan

program pendidikan dan pelatihan atau kurikulum, inovasi proses pendidikan dan

pelatihan, pengembangan evaluasi serta sertifikasi (HAR Tilaar, dalam Ace Suryadi).

Isu penting dalam konteks ini adalah seberapa besar penyelenggaraan pendidikan

kejuruan (SMK) relevan dengan kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan tenaga

kerja, dunia usaha maupun industri. Fakta di lapangan mengindikasikan keadaan bahwa

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kejuruan berjalan dengan programnya sendiri,

di sisi lain dunia kerja/industri dan asosiasi profesi sering mengeluh bahwa kualitas

tenaga (lulusan) belum memenuhi tuntutan keahlian (kompetensi) yang diharapkan.

Gejala “mismatch” seperti ini pada akhirnya melahirkan lulusan “underqualified”.

Keadaan seperti ini cukup lama terjadi, bahkan sampai saat ini (Samsudi, 1997).

Gejala tersebut di Jawa Tengah saat ini juga dirasakan, termasuk program

keahlian Perkayuan, Elektronika dan Listrik, Mesin, serta Otomotif (Samsudi, 1997).

Program keahlian PELMO SMK di Jawa Tengah merupakan unggulan, hal ini dibuktikan

dengan ditetapkannya program keahlian ini sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf

Internasional (RSBI). Dengan demikian, nampak adanya paradoks antara penetapan

RSBI dengan fakta adanya “mismatch”, sehingga muncul pertanyaan bagaimanakah

sesungguhnya kualitas penyelenggaraan pendidikan di SMK?. Keterkaitan antara

pendidikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja di industri merupakan

kombinasi pengaruh antara komponen pengatur, peserta pendidikan, penyelenggara

pendidikan serta dunia kerja. Keterkaitan antar komponen itu bersifat timbal balik.

Ketimpangan partisipasi di salah satu komponen, menyebabkan sistem tidak bekerja

optimal menyebabkan pengangguran berkelanjutan.

Merujuk uraian di atas, maka penelitian tentang ”Keterkaitan pendidikan dan

Penyediaan lapangan Kerja di Jawa Tengah” penting untuk dilaksanakan.

Page 3: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Sedangkan permasalahan penelitian adalah

1. Bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK)

Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif

(PELMO) dilakukan untuk mempersiapkan lulusan yang terampil?

2. Bagaimanakah kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan

lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan

otomotif (PELMO)?

3. Bagaimanakah kondisi penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan

lulusan SMK Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan

otomotif (PELMO)?

4. Bagaimanakah implementasi kebijakan ”link and match” yang telah dilakukan oleh

Dinas Pendidikan terhadap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada

bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?

5. Bagaimanakah kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa

pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?

6. Bagaimanakah jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada

bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO)?

7. Bagaimanakah sertifikasi yang dilakukan sehingga diperoleh tenaga terlatih yang

standar ?

Penelitian ini bertujuan menyediakan informasi tentang:

1. Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada

bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif (PELMO);

2. Implementasi kebijakan ”link and match” yang telah dilaksanakan Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin

dan otomotif (PELMO);

3. Jumlah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang studi

Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO);

4. Kemampuan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Rekayasa pada bidang

studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan otomotif (PELMO);

Page 4: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

5. Pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan SMK, industri dan Lembaga Sertifikasi

Profesi (LSP);

6. Kondisi kebutuhan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK

Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif

(PELMO);

7. Kondisi penyerapan tenaga kerja di industri yang berhubungan dengan lulusan SMK

Rekayasa pada bidang studi Perkayuan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif

(PELMO)?

Kerangka Pikir

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

Fase Penting Pendidikan Kejuruan

Pada awal millenium ketiga ini dunia pendidikan Indonesia khususnya pendidkan

kejuruan, dihadapkan pada tantangan global, internal, dan praksis pendidikan kejuruan itu

Siswa

SMK

Proses

Pembelajaran Kualitas

Lulusan

Guru dan Tenaga

Kependidikan

Diklat

Industri

Sarana dan

prasarana

- Industri

- Wirausaha

Dinas

Pendidikan

Disnaker

Page 5: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

sendiri. Dengan berlakunya pasar bebas pada tingkat regional Asia melalui AFTA yang

dimulai pada tahun 2003 dan tingkat dunia pada tahun 2020, berimplikasi pada terjadinya

interaksi antar negara dalam investasi, bisnis barang dan jasa, sehingga memperketat dan

mempertajam persaingan (H.R Tilaar, 1999).

Sementara itu dari praksis pendidikan kejuruan yang berkembang selama ini

belum mampu memenuhi harapan masyarakat dan para pengguna lulusan. Hal ini dapat

dibaca dari: (1) tamatan SMK masih sering dikritik kurang mampu mengikuti perubahan,

karena kurang memperoleh bekal keterampilan dasar untuk belajar – “basic learning

tools” (Indra Djati Sidi,2002); (2) system pendidikan di sekolah kejuruan sering kurang

sesuai dengan tuntutan dunia usaha/industri, masih ada mismatch antara keluaran sistem

pendidikan dan kebutuhan dunia kerja (Sukamto, 1998), dan (3) masih banyak kebiasaan

salah yang dilakukan oleh guru SMK yang tidak disadari, misalnya; tidak mengajarkan

pelajaran praktek dasar sesuai dengan prinsip dasar yang benar, membiarkan siswa

menghasilkan karya asal jadi, bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan, serta tanpa

memperhatikan keselamatan kerja (Indra Djati Sidi,2002);

Tilaar (1991) menyatakan bahwa pendidikan nasional kini mengalami beberapa

krisis yang bersumber pada (1) kualitas pendidikan yang masih rendah, (2)pendidikan

yang belum relevan dengan kebutuhan pembangunan akan tenaga terampil, (3)

pendidikan yang masih bersifat elitisme serta (4) manajemen pendidikan yang belum

ditata secara efisien (1991 : xi)

Berdasar sumber krisis tersebut, ada beberapa indikator yang dapat dipergunakan

sebagai rambu-rambu untuk mengukur kualitas pendidikan dan pelatihan, misalnya mutu

pengajar yang masih rendah serta alat bantu mengajar (buku teks, peralatan laboratorium

dan bengkel kerja yang belum memadai). Dalam hal relevansi diklat atau efisiensi

eksternal suatu sistem diklat dapat diukur dengan penyerapan kebutuhan tenaga-tenaga

terampil dalam jumlah yang memadai yang diperlukan oleh berbagai sektor-sektor

pembangunan. Khusus dalam hal masalah tidak relevansinya diklat kejuruan, bukan saja

disebabkan oleh adanya kesenjangan antara ”supply ” dan ”demand” semata, namun

bisa jadi disebabkan oleh isi kurikulum kurang mengacu pada kompetensi keterampilan

serta kurang sesuai dengan tuntutan dunia kerja, perkembangan Iptek dan perkembangan

ekonomi (Tilaar, 1991:8)

Page 6: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Arah Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK)

Menurut Finch dan Crunkilton (1984: 12-13) arah pengembangan pendidikan: (1)

orientasi pendidikan dan pelatihan; (2) justifikasi untuk eksistensi dan legitimasi; (3)

fokus pada isi kurikulum; (4) kriteria keberhasilan pembelajaran; (5) kepekaan terhadap

perkembangan masyarakat; dan 6) hubungan kerjasama dengan masyarakat. Nolker

(1983), menyatakan bahwa dalam memilih substansi pelajaran, pendidikan kejuruan

harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan

individu, dan lapangan kerja. Arah baru pengembangan pendidikan kejuruan merujuk

kepada rumusan ”Kompetensi Menjelang 2020” seperti yang tergambarkan oleh Tabel

II.1 di bawah ini.

Tabel II.1 Kompetensi menjelang 2020

Keterampilan menjelang 2020

No. Masa lalu Masa Depan

1. Supply driven Demand driven

2. Berbasis sekolah Berbasis kompetensi

3. Alur dan proses kaku Alur lentur dan prinsip ”multy entry

dan multy exit”

4. Tidak mengakui

keterampilan sebelumnya

Mengakui kemampuan sebelumnya

5. Orientasi program studi Diklat mengacu kepada profesi dan

keterampilan kejuruan

6. Pendidikan dan pelatihan

berfokus pada sektor formal

Diklat berfokus pada sektor formal

dan informal

7. Pemisahan antara

pendidikan dan pelatihan

Mengintegerasikan pendidikan dan

pelatihan

8. Sistem pengelolaan terpusat Pengelolaan terdesentralisasi Sumber: Depdiknas 1999, Keterampilan Menjelang 2020

Kurikulum SMK dan Diklat berbasis Kompetensi

Lingkup dan cakupan kompetensi (profesional) dijelaskan oleh Burke (1995:13)

sebagai berikut: (1) kompetensi didasarkan pada analisis peran profesional dan formulasi

teoritis tanggungjawab profesional; (2) kompetensi menjelaskan hasil belajar yang

ditunjukkan oleh kinerja (performansi) yang ditunjukkan secara profesional; (3) aspek

kompetensi menjelaskan kriteria penilaian; (4) kompetensi diciptakan sebagai prediktor

tentatif tentang keefektifan profesional dan mengarah kepada prosedur validasi. Secara

Page 7: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

substansial berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum dan pembelajaran, yaitu

pengembangan kurikulum yang mendukung proses pendidikan dan pelatihan serta

memberikan kontribusi terhadap hasil pembelajaran siswa.

Pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam rangka competency based

education and training (CBET), setidaknya akan menyentuh prinsip relevansi dan

fleksibilitas. Prinsip relevansi menjadi demikian penting dalam kurikulum pendidikan

kejuruan berbasis kompetensi, karena menyangkut kesesuaian isi kurikulum dengan

kebutuhan dunia usaha atau industri, serta kesesuaian mutu lulusan dengan standar

pengguna.

Kompetensi Produktif dalam Pengembangan Kurikulum SMK

Penerapan prinsip pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, memiliki

konsekuensi adanya pengembangan kurikulum SMK dengan menggunakan beberapa

pendekatan, utamanya kompetensi dan pendekatan produktif. Dalam pelaksanaannya,

kedua pendekatan ini pada dasarnya terintegerasi menjadi satu dalam bentuk paket

keahlian produktif, terutama diberikan pada kelas 3 SMK. Bentuk pembelajaran adalah

pelatihan keahlian yang mengarah pada pencapaian kompetensi lulusan, dengan

memberikan pengalaman produksi (pada lini produksi) bagi siswa, baik dalam praktik

kerja industri, maupun pengembangan unit produksi sekolah. Integrasi pendekatan di

atas, memerlukan kemampuan dan sikap proaktif sekolah (SMK) terutama dalam

menggalang kerjasama dengan stakeholders untuk bersama-sama menyelaraskan

kurikulum yang akan diimplementasikan di sekolah. Kompetensi produktif dengan

demikian adalah pendekatan pendidikan dan pelatihan yang merujuk kepada kriteria

keahlian dunia usaha/industri dengan menggunakan proses produksi sebagai wahana

pembelajaran.

Untuk mencapai sasaran pendekatan di atas, diperlukan rancangan program

(kurikulum) yang sinkron dan relevan, sebagai panduan dan pedoman pembelajaran.

Sinkronisasi kurikulum memerlukan model yang teruji, baik secara konsepsional maupun

operasional, sehingga dapat menjadi acuan bagi sebagian besar SMK.

Page 8: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Model Sinkronisasi Kurikulum SMK dengan Industri

Secara eksplisit perancangan kurikulum SMK edisi 1999 dan kurikulum SMK

2004 memberikan arahan perlunya dilakukan penyelarasan terhadap kurikulum sebagai

program pembelajaran atau mata diklat. Arahan itu memberikan pengertian bahwa

kurikulum, sebagai suatu program pembelajaran/diklat, untuk dapat diimplementasikan di

lapangan, perlu dilakukan penyelarasan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan

khususnya dunia kerja.

Penyelarasan kurikulum SMK berbasis kompetensi produktif, pada dasarnya

merupakan Grass-root model, dari sisi fokus isi/substansi merupakan competence-based

curriculum. Ciri grass root model, karena dalam penyelarasan kurikulum SMK

diterapkan semangat kolaborasi dengan lapangan, komite sekolah dan dunia industri,

khususnya dalam menyepakati rumusan-rumusan kurikulum yang siap dilaksanakan di

depan kelas. Demikian juga ciri competence-based, ditunjukkan oleh kesesuaiannya

dengan karakteristik kurikulum SMK yang berbasis kompetensi.

Penyerapan Dunia Industri terhadap Lulusan SMK

Secara umum terbukti bahwa Produktivitas seseorang dikarenakan dimilikinya

keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan

yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup, berbasis

kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan.

Pemerintah terus mendorong minat lulusan SLTP untuk melanjutkan studi di

sekolah menengah kejuruan (SMK) namun sejauh ini daya serap lapangan kerja terhadap

lulusan SMK masih relatif rendah. Idealnya secara nasional lulusan SMK yang bisa

langsung memasuki dunia kerja sekitar 80-85%, sedangkan selama ini yang terserap baru

61%. Padatahun 2006 lulusan SMK di Indonesia mencapai 628.285 orang, sedangkan

proyeksi penyerapan atau kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK tahun 2007 hanya

385.986 orang atau sekitar 61,43%. "Jumlah ini belum ideal, harus diupayakan

peningkatan daya serap untuk memasuki lapangan kerja maupun menciptakan peluang

kerja,"daya serap ideal lulusan SMK seharusnya mencapai 80-85%, sedangkan sekitar

15-20% lulusan SMK lainnya. Kecenderungan daya serap lapangan kerja menurut

program keahlian sejak tahun 2000 hingga 2007 berubah-ubah, menyesuaikan dengan

kondisi lapangan kerja pada waktu tertentu. Pada tahun 2000, misalnya, lulusan Jurusan

Page 9: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Teknik Elektronika daya serapnya 87% namun melorot menjadi 50,5% pada 2006

sebelum akhirnya sedikit naik menjadi 62%. Daya serap lulusan Jurusan Teknik Mesin

juga mengalami nasib sama, dari 84,86% pada tahun 2000 melorot daya serapnya pada

tahun 2007 tinggal 76,52%. Daya serap tinggi ditunjukkan lulusan Jurusan Teknik

Perkapalan, yang mencapai 94,69%. Ia memperkirakan, daya serap lulusan Jurusan

Teknologi Informasi dan Komunikasi masih cukup tinggi. Kebutuhan SDM di bidang

teknologi komunikasi dan informasi (ICT) di berbagai jenjang, mulai dari menengah,

ahli, hingga profesional (Samsudi,2007) Mengutip data Aizirman Djusan, kebutuhan

tenaga ICT pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 32,6 juta orang, sedangkan tenaga

ICT yang tersedia hanya 19,8 juta atau baru terisi 61%.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini didesain dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk

mendeskripsikan dan menganalisis tentang Keterkaitan Pendidikan dan Penyediaan

Lapangan Kerja di Jawa Tengah.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini adalah dengan wawancara, observasi dan

dokumentasi untuk mengambil data yang tercatat, pada data Pendidikan dan Lapangan

Kerja di Jawa Tengah.

Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencermati dan mensistematikakan data-data

yang diperoleh melalui wawancara, observasi maupun telaah dokumen. Analisis dalam

penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu selama di lapangan dan setelah dari

lapangan. Analisis di lapangan ditempuh dengan mempersempit fokus, menetapkan tipe

studi, mengembangkan pertanyaan analitik, menyusun komentar, dan telaah kepustakaan

yang relevan. Analisis setelah dari lapangan ditempuh dengan membuat kategori-kategori

masalah/temuan dari lapangan dengan cara menata sekuensi atau urutan penelaahannya.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekolah, industri, serta lembaga pemerintah yang

berkaitan langsung dengan ketenagakerjaan. Sekolah yang dijadikan populasi adalah

Page 10: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

SMK bidang rekayasa, terutama untuk program studi Perkayuan, Elektronika, Listrik,

Mesin dan Otomotif. Penentuan lokasi mendasarkan pada asumsi bahwa memiliki SMK

yang maju serta didukung oleh adanya industri-industri yang selaras dengan program

studi PELMO, meliputi 10 lokasi di Jawa Tengah. Industri yang dijadikan populasi

penelitian bisa berada di Jawa Tengah maupun di luar Jateng. Lembaga pemerintah

dalam penelitian ini adalah Disnakertrans dan Dinas Pendidikan baik propinsi maupun

kabupaten/kota serta Kota tertentu pusat industri penampung lulusan SMK.Sepuluh

lokasi penelitian di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah ini dipilih didasarkan pada

kabupaten kota yang mampu menerapkan program ”Link and Match” diantaranya : Kota

Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kabupaten Klaten, Kabupaten Kudus,

Kabupaten Pati, Kabupaten Tegal, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap dan

Kabuapten Kendal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Materi pendidikan yang dipelajari di sekolah meliputi (1) komponen pendidikan

umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang

baik, yang memiliki watak dan kepribadian sebagai warga negara bangsa Indonesia; (2)

komponen pendidikan dasar (Adaftif), untuk memberi bekal penunjang bagi penguasaan

keahlian dan bekal kemampuan pengembangan diri untuk mengikuti perkembangan ilmu

dan teknologi; (3) komponen pendidikan dan pelatihan kejuruan, berisi materi yang

berkaitan dengan pembentukan kemampuan keahlian sesuai program keahlian untuk

bekal memasuki lapangan kerja, yang mempunyai subkomponen teori kejuruan dan

praktik dasar kejuruan.

Komponen pendidikan normatif, adaftif, serta komponen dasar kompetensi

kejuruan tidak dikembangkan sendiri oleh sekolah. Namun, kurikulum yang berisi

komponen-komponen di atas dikembangkan secara bersama dengan industri. Kegiatan ini

diwadahi dalam In House Training (IHT). Kegiatan ini dilakukan setiap lima tahun

sekali, yang idealnya dilakukan dalam setiap tahun. Namun, berhubung ketersediaan

waktu serta kepadatan industri serta sekolah, maka tidak dapat dilakukan per tahun. Ganti

dari kegiatan itu adalah guru berkunjung ke industri dengan membawa instrument atau

perangkat lunak silabus, untuk selanjutnya meminta industri mengkritisinya. Hasil

Page 11: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

kritikan industri untuk kemudian digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki kurikulum

dalam komponen di atas.

Dalam pelaksanaan pembelajaran mata diklat produktif di sekolah ditemukan

beberapa pendekatan yaitu (1) pembelajaran berbasis kompetensi; (2) pembelajaran

berbasis produksi, serta (3) pembelajaran berbasis di dunia kerja. Ketiga pendekatan

pembelajaran telah dilaksanakan, yang penerapannya dilakukan di sekolah dan industri.

Pembelajaran berbasis produksi dan dunia kerja sebagian besar dilaksanakan di industri

dalam situasi nyata. Pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan di sekolah dalam wujud

simulasi dan industri dalam kondisi nyata. Siswa yang tidak mempunyai kompetensi

dalam keterampilan membubut, tidak mungkin diberikan tanggungjawab mengoperasikan

mesin bubut.

Pembelajaran yang menerapkan tiga pendekatan sekaligus tidak dirancang

oleh sekolah tanpa melibatkan industri. Sekolah tidak mungkin mampu merancang

kurikulum sendirian, sebab sekolah tidak berhadapan dengan kebutuhan nyata di

lapangan pekerjaan. Industri memiliki pengalaman, berhadapan dengan kebutuhan

masyarakat dalam produksi barang. Oleh karena itu, dibutuhkan kegiatan penyelarasan

kurikulum atau sinkronisasi kurikulum, yang mana kegiatan ini sudah dilakukan oleh

SMK di Jawa Tengah.

Penyelarasan kurikulum pada program produktif pada dasarnya tidak sekedar

permasalahan administratif, melainkan yang lebih esensial adalah permasalahan

komitmen guru, Ka prodi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan Kepala Sekolah.

Di samping itu, penyelarasan kurikulum merupakan permasalahan industri sebagai

institusi pasangan sekolah. Dalam kenyataannya, penyelarasan kurikulum ini dilakukan

dalam waktu yang lama, rata-rata dalam waktu lima tahun; padahal perubahan

keterampilan dan kebutuhan masyarakat atas suatu produk berubah dalam satu tahun.

Dengan demikian, kurikulum sekolah selalu saja ketinggalan dibandingkan dengan

industri, yang tentu saja ketinggalan juga dalam sarana praktiknya. Hal ini berkaitan

dengan pola lama penyelenggaran pendidikan kejuruan yang menerapkan prinsip supply

driven dan school-based program. Prinsip lama tersebut beranggapan bahwa

menghasilkan lulusan sebanyak-banyaknya adalah suatu prestasi bagi sekolah, tanpa

perlu merujuk kesesuaiannya dengan kebutuhan industri.

Page 12: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Saat ini, sekolah sebagian sudah menerapkan paradigma baru pengembangan

pendidikan kejuruan, terjadi perubahan mendasar terutama dalam orientasi pendidikan,

yaitu yang semula supply driven menjadi demand driven, serta semula menerapkan

kurikulum berbasis sekolah menjadi berbasis kompetensi. Orientasi ini menyebabkan

kegiatan penyelarasan kurikulum menjadi langkah yang penting dan telah dilakukan oleh

sekolah, namun demikian kegiatan ini tidak saja dalam rangka menuju ke prinsip demand

driven tetapi juga menjadi dasar dalam pelaksanaan pembelajaran yang berbasis

kompetensi, produksi, serta dunia kerja.

Langkah-langkah penyelarasan kurikulum sudah dilakukan secara sistematik,

yang telah mempertimbangkan keberadaan guru program produktif, KTSP, Standar

Kompetensi Lulusan (SKL), serta kondisi industri dan kebutuhannya. Di samping itu,

telah mempertimbangkan juga asosiasi profesi, Kepala Sekolah, serta Komite Sekolah.

Tahapan itu dimulai dari kelompok guru produktif dan Ketua Program Diklatnya, yang

mana mereka menjadi inisiator penyelarasan kurikulum program produktif. Hal ini

dikarenakan merekalah yang setiap kali bersingungan dengan kurikulum. Pada kegiatan

penyelarasan, guru dan ka prodi, mempertimbangkan keberadaan KTSP, SKL, serta

kondisi kebutuhan institusi pasangan. Peran Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah

bidang Kurikulum yaitu dalam hal mengkoordinasi dan menjembatani pengembangan

kurikulum di tingkat program keahlian. Peran Kepala Sekolah tidak saja dalam

melegalisasi hasil penyelarasan kurikulum, tetapi fungsi yang sesungguhnya adalah

motor dan manajer secara keseluruhan di sekolah yang mencakup beberapa program

diklat.

Tahapan pelaksanaan praktik industri (prakerin) terdiri dari lima kegiatan yaitu

perencanaan, persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring, serta penarikan siswa dan

pemberian sertifikat oleh industri.

Di bawah ini diuraikan masing-masing tahapan kegiatan prakerin.

Pada tahapan perencanaan sekolah melaksanakan kegiatan (1) mengumpulkan

data-data industri yang dapat digunakan sebagai tempat prakerin; (2) sekolah menyiapkan

lembar ketersediaan industri untuk bekerjasama; (3) kesiapan industri menerima siswa

prakerin ditandai dengan surat kesediaan; (4) sekolah menyiapkan surat undangan untuk

industri sebagai salah satu tutor dalam pembekalan prakerin.

Page 13: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Pada tahapan persiapan sekolah mengadakan pembekalan prakerin, adapun

tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi di industri. Pada

tahap pembekalan ini perwakilan dari industri menyampaikan materi tentang manajemen

kerja serta keselamatan kerja di industri. Pada tahap ini juga wali kelas sebagai wakil

sekolah menyampaikan materi tentang etika dan tata tertib mengikuti prakerin serta

menyampaikan menegenai cara pengisian jurnal dan cara menyusun laporan prakerin.

Pada tahapan ini sekolah telah menyiapkan surat tugas dan perjalanan dinas dalam proses

monitoring guru ke industri. Sekolah juga menyiapkan format sertifikat setelah siswa

menyelesaikan prakerin, hal ini dilakukan jika industri belum menyediakannya. Pada

faktanya, banyak industri yang telah memiliki sendiri format sertifikat. Di samping itu,

sekolah telah menyiapkan juga rancangan uji kompetensi yang melibatkan industri yang

sudah ditunjuk oleh BNSP atau BKSP.

Setelah tahap perencanaan dan persiapan dilaksanakan maka siswa peserta

prakerin diberangkatkan ke industri. Pemberangkatan prakerin ini didampingi oleh

pembimbing dari sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan ini dilaksanakan pada

awal semester satu kelas tiga selama waktu kerja tiga bulan penuh di industri. Model

yang digunakan dengan demikian disebut sebagai sistem blok modifikasi.

Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan

sistem blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok atau dapat

dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. Pada sistem blok murni, pelaksanaan prakerin

selama delapan bulan, namun pada praktiknya banyak yang melaksanakan selama tiga

bulan saja. Pelaksanaan prakerin selama tiga bulan ini adalah persyaratan minimal, jika

dilaksanakan lebih dari tiga bulan malahan dianjurkan oleh kurikulum. Beberapa sekolah

melaksanakan prakerin sampai dengan enam bulan bahkan ada yang sampai dengan satu

tahun. Pada sekolah empat tahun misalnya SMK Negeri 3 Klaten, prakerin dilaksanakan

selama satu tahun, bahkan sampai dilaksanakan uji kompetensi yang dilakukan sekolah

dan industri tempat prakerin. Pada prakerin yang dilaksanakan selama tiga bulan, industri

lazimnya belum mampu melaksanakan uji kompetensi. Industri hanya mampu

memberikan sertifikat sebagai tanda terselesainya kegiatan prakerin, meskipun demikian

di dalamnya telah dilengkapi nilai-nilai keterampilan siswa.

Page 14: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Setelah tahap pelaksanaan, pada pertengahan kegiatan prakerin, sekolah

mengadakan monitoring. Guru pembimbing tidak berhak memberikan nilai prakerin.

Pemberian nilai mutlak diberikan oleh industri. Guru pembimbing hanya melaksanakan

monitoring, kegiatannya adalah menanyakan mengenai kesulitan dan kendala yang

dihadapi siswa di industri. Di samping itu, guru pembimbing meminta informasi kepada

industri tentang etika dan moral siswa mereka di industri, jika terdapat permasalahan

maka pada saat itu juga dicarikan solusinya. Pada tahap itu juga guru pembimbing

memeriksa jurnal masing-masing siswa dari sekolahnya, selanjutnya memberikan saran-

saran jika terdapat perbedaan antara prakerin dan tata tertib yang telah diatur oleh

sekolah.

Pada tahap terakhir adalah pemberian nilai atau sertifikat tanda siswa telah

melaksanakan prakerin. Sertifikat ini diberikan oleh industri. Format sertifikat dapat

berasal dari sekolah atau industri tempat prakerin telah memiliki sendiri format sertifikat.

Format yang berasal dari industri yang justru dianjurkan, sebab lebih mempunyai

kredibilitas, terutama pada saat digunakan untuk melamar pekerjaan setelah siswa lulus.

Pada industri yang telah ditunjuk oleh BNSP sebagai tempat uji kompetensi, biasanya

kegiatan prakerin dilanjutkan uji kompetensi. Sertifikat yang dikeluarkan berbeda, artinya

setiap siswa bias memperoleh dua sertifikat sekaligus yaitu sertifikat prakerin dan

sertifikat kompetensi. Pada industri yang tidak ditunjuk oleh BNSP sebagai tempat uji

kompetensi, maka siswa hanya memperoleh sertifikat telah melaksanakan prakerin.

Lulusan SMK Mikael Surakarta, kurang lebih 50% terserap di dunia kerja sesuai

dengan program keahliannya dan sisanya melanjutkan ke perguruan tinggi dan masa

tunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama maksimal 1-3 bulan. Di samping itu

permintaan tenaga kerja oleh industri belum dapat terpenuhi atau terdapat surplus

permintaan tenaga kerja. Artinya, outcome di SMK St. Mikail Surakarta merupakan

kriteria keberhasilan sekolah kejuruan (out-of-school success). Banyaknya lulusan di

SMK St. Mikail Surakarta yang terserap oleh dunia kerja, surplus permintaan tenaga

kerja, dan masa tunggu yang relatif pendek untuk mendapatkan pekerjaan pertama

merupakan good practice, sehingga wajar jika termasuk dalam kategori SMK bertaraf

internasional.

Page 15: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Sementara itu, lulusan SMK 2 Salatiga yang terserap ke lapangan kerja sesuai

dengan program keahliannya adalah 34%, sedangkan lulusan SMK 2 Cilacap adalah

30%, sisanya melanjutkan ke Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui, karena

sampai saat ini informasi dengan mereka belum kembali tersambung. Masa tunggu

mendapatkan pekerjaan pertama untuk kedua SMK rata-rata adalah 1-6 bulan. Jika

dibandingkan dengan SMK Mikail Surakarta, nampak kemampuan kedua SMK masih

jauh, oleh karena itu ke depan sekolah harus berusaha secara keras agar kemampuan

mereka makin meningkat, sehingga keterserapan lulusan menjadi makin tinggi.

Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK di Jawa Tengah berdasarkan penelitian telah

melaksanakan fungsinya yaitu memberikan informasi pasar kerja kepada siswa,

mendaftar siswa pencari kerja, memberikan penyuluhan dan bimbingan jabatan kepada

siswa serta menyalurkan dan menempatkan siswa di industri. Permasalahan yang

dihadapi BKK sekolah dan Dinas Tenaga Kerja Kota atau Kabupaten adalah tidak

tertibnya sekolah dalam memberikan laporan. Laporan dalam 1 tahun harus disampaikan

oleh sekolah sebanyak empat kali, atau laporan secara triwulanan. Pada praktiknya

sekolah hanya memberikan laporan satu kali dalam satu tahun. Di samping itu terdapat

pelanggaran yang dilakukan oleh sekolah berkaitan dengan Pasal 5 tentang Petunjuk

Teknis BKK bahwa BKK disuatu sekolah dilarang menyalurkan pencari kerja yang

bukan berasal dari satuan pendidikan dan lembaga pelatihan kerjanya. Pada praktiknya

banyak SMK dalam proses seleksi calon karyawan di suatu industri misalnya di PT.

Daihatsu Motor, mengundang SMK bahkan dari luar kabupaten atau kota. Proses

rekrutmen seperti dijelaskan di atas sampai sekarang tetap dilaksanakan oleh sekolah,

namun demikian disisi yang lain Disnaker kabupaten dan kota tetap membiarkan

pelanggaran itu. Dengan demikian pelanggaran ini dianggap legal.

Struktur organisasi BKK SMK di Jawa Tengah rata-rata tidak lengkap. Biasanya

BKK tidak dilengkapi dengan tata usaha. TU BKK biasanya melekat pada tata usaha

sekolah. Kondisi ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat 5 tentang Petunjuk

Teknis BKK, bahwa struktur organisasi BKK terdiri dari pimpinan, urusan pendaftaran

dan lowongan, urusan informasi pasar kerja dan kunjungan perusahaan, urusan

penyuluhan bimbingan jabatan, serta urusan analisis jabatan serta tata usaha BKK.

Page 16: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Beberapa sekolah bahkan tidak memiliki struktur organisasi, BKK hanya dikelola oleh

satu guru saja.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

1. Materi pendidikan yang dipelajari di sekolah meliputi (1) komponen pendidikan

umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang

baik, yang memiliki watak dan kepribadian sebagai warga negara bangsa Indonesia;

(2) komponen pendidikan dasar (Adaftif), untuk memberi bekal penunjang bagi

penguasaan keahlian dan bekal kemampuan pengembangan diri untuk mengikuti

perkembangan ilmu dan teknologi; (3) komponen pendidikan dan pelatihan kejuruan,

berisi materi yang berkaitan dengan pembentukan kemampuan keahlian sesuai

program keahlian untuk bekal memasuki lapangan kerja, yang mempunyai

subkomponen teori kejuruan dan praktik dasar kejuruan. Teori kejuruan untuk

membekali pengetahuan tentang teori kejuruan bidang keahlian, sementara itu praktik

dasar kejuruan berupa latihan dasar untuk menguasai dasar-dasar teknik bekerja

secara baik dan benar sesuai dengan persyaratan keahlian. Pola penyelenggaraan mata

pelajaran normatif dan adaftif dilaksanakan menggunakan berbagai metode antara

lain tugas kelompok dan mandiri; digunakan media pembelajaran berupa CD, buku

teks, dan buku ajar; di samping itu, menerapkan evaluasi pembelajaran yang berupa

tes essay, atau pilihan berganda;

2. Langkah-langkah penyelarasan kurikulum sudah dilakukan secara sistematik, yang

telah mempertimbangkan keberadaan guru program produktif, KTSP, Standar

Kompetensi Lulusan (SKL), serta kondisi industri dan kebutuhannya. Di samping itu,

telah mempertimbangkan juga asosiasi profesi, Kepala Sekolah, serta Komite

Sekolah. Tahapan itu dimulai dari kelompok guru produktif dan Ketua Program

Diklatnya, yang mana mereka menjadi inisiator penyelarasan kurikulum program

produktif. Hal ini dikarenakan merekalah yang setiap kali bersingungan dengan

kurikulum. Pada kegiatan penyelarasan, guru dan ka prodi, mempertimbangkan

keberadaan KTSP, SKL, serta kondisi kebutuhan institusi pasangan. Peran Kepala

Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum yaitu dalam hal

Page 17: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

mengkoordinasi dan menjembatani pengembangan kurikulum di tingkat program

keahlian. Peran Kepala Sekolah tidak saja dalam melegalisasi hasil penyelarasan

kurikulum, tetapi fungsi yang sesungguhnya adalah motor dan manajer secara

keseluruhan di sekolah yang mencakup beberapa program diklat;

3. Prakerin yang dilaksanakan oleh SMK di Jawa Tengah rata-rata menggunakan sistem

blok. Hanya saja sistem yang digunakan tidak sepenuhnya model blok atau dapat

dikatakan sebagai sistem blok modifikasi. Pada sistem blok murni, pelaksanaan

prakerin selama delapan bulan, namun pada praktiknya banyak yang melaksanakan

selama tiga bulan saja. Pelaksanaan prakerin selama tiga bulan ini adalah persyaratan

minimal, jika dilaksnakan lebih dari tiga bulan malahan dianjurkan oleh kurikulum.

Beberapa sekolah melaksanakan prakerin sampai dengan enam bulan bahkan ada

yang sampai dengan satu tahun. Pada sekolah empat tahun misalnya SMK Negeri 3

Klaten, prakerin dilaksanakan selama satu tahun, bahkan sampai dilaksanakan uji

kompetensi yang dilakukan sekolah dan industri tempat prakerin. Pada prakerin yang

dilaksanakan selama tiga bulan, industri lazimnya belum mampu melaksanakan uji

kompetensi. Industri hanya mampu memberikan sertifikat sebagai tanda terselesainya

kegiatan prakerin, meskipun demikian di dalamnya telah dilengkapi nilai-nilai

keterampilan siswa;

4. Jumlah lulusan SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah antara 95% sampai dengan

100%, dari rentang kelulusan tersebut yang terserap ke lapangan kerja yang cocok

dengan program keahliannya adalah 30% sampai dengan 50%,; masa tunggu

mendapatkan pekerjaan pertama rata-rata adalah 1-6 bulan; sisanya melanjutkan ke

Perguruan Tinggi, serta sebagian tidak diketahui kegiatannya;

5. Lulusan SMK PELMO yang dibutuhkan oleh industri adalah operator mesin perkakas

manual, operator mesin CNC, las listrik, las argon, pengecoran logam serta telematika

atau ICT, di samping itu di butuhkan soft skill berupa ketekunan, komitmen, disiplin,

serta kemampuan bekerjasama (team work);

6. Sertifikat keahlian siswa SMK Negeri dan swasta di Jawa Tengah diperoleh melalui

tiga cara, yaitu Prakerin/PSG, Proyek Tugas Akhir (PTA), serta uji kompetensi yang

diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Badan Nasional Sertifikasi

Profesi (BNSP). Sertifikat yang diperoleh dari pelaksanaan Prakerin/PSG dan

Page 18: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

sertifikat yang diperoleh dari PTA digunakan sebagai pelengkap Ujian Nasional.

Artinya kedua sertifikat masuk dalam hasil UN. Sementara itu sertifikat yang

diperoleh dari LSP merupakan bekal tambahan siswa dalam rangka melamar

pekerjaan.

SARAN

1. Penyelarasan kurikulum dalam komponen normatif, adaftif, dan dasar kejuruan

sebaiknya dilaksanakan dalam waktu dua tahun sekali agar terjadi pembaharuan

materi pembelajaran sehingga tidak ketinggalan dibandingkan kondisi di industri.

Wadah kegiatan ini sebaiknya adalah IHT, industri diundang ke sekolah untuk

bersama-sama menyusun kurikulum;

2. Penyelarasan kurikulum dalam komponen produktif, sebaiknya dilaksanakan dalam

setiap tahun, sebab perkembangan keterampilan di industri sangat cepat, metode

yang digunakan adalah guru produktif berkunjung ke industri dengan membawa

draft kurikulum yang selama ini telah dilaksanakan, industri diminta memberikan

masukan, yang kemudian digunakan sebagai rujukan untuk perubahan kurikulum;

3. Tugas Akhir (TA) yang disusun oleh siswa sebaiknya berasal dari industri tempat

prakerin, siswa diminta untuk mengamati salah satu permasalahan di industri untuk

diselesaikan dalam TA, selanjutnya penguji TA salah satunya berasal dari industri

tempat siswa prakerin; tidak seperti yang selama ini dilakukan yaitu TA tidak

berhubungan dengan prakerin;

4. Komunikasi antara BKK dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebaiknya

ditingkatkan kembali, dengan cara BKK secara tertib memberikan laporan yaitu tiga

bulan sekali, di sisi yang lain Disnakertrans secara rutin melakukan monitoring ke

sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang dinamika BKK.

5. Rekomendasi untuk Sekolah

a. Penyelenggaraan pembelajaran teori kejuruan dan praktik kejuruan dasar dapat

dilaksanakan di awal semester, tidak perlu mengikuti kelaziman, hal ini

berkaitan dengan jadwal pemanfaatan bengkel, yaitu agar optimal, sebab

kadang-kadang sebagaian alat dan mesin ada yang rusak di permulaan semester;

Page 19: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

b. Model Prakerin untuk SMK Negeri dapat digunakan block release modifikasi,

yaitu diadakan mulai klas satu pada akhir semester genap, selama satu bulan

dalam tiga tahun, khususnya untuk keterampilan yang tidak menuntut sekuens

materi yang sistematik, jumlah waktu magang tetap selama tiga bulan;

c. Meningkatkan kemitraan dengan berbagai pihak, terutama dengan industri dan

asosiasi yang kompeten;

d. Memberdayakan semua komponen sekolah kearah pencapaian visi dan misi

sekolah

6. Rekomendasi untuk Pemerintah

a. Memberikan fasilitasi aksesibilitas kemitraan antara sekolah dan industri,

terutama dalam proses magang dan penempatan lulusan;

b. Memberikan fasilitasi guru untuk melakukan in service training dalam bidang

keterampilan produktif.

7. Komunikasi antara BKK dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebaiknya

ditingkatkan kembali, dengan cara BKK secara tertib memberikan laporan yaitu tiga

bulan sekali, di sisi yang lain Disnakertrans secara rutin melakukan monitoring ke

sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang dinamika BKK.

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, Kenneth B, 1989, Methods of Social Research, The Free Press, Collier

Macmillan, London

Balitbang Provinsi Jawa Timur, 2004, “Peluang dan Tantangan Mengatasi Pencaker di

Jatim” Jurnal Cakrawala, Edisi I, Bulan ke-6.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, PP No 31 2006 tentang Sistem Pelatihan

Kerja nasional.

Depdiknas, 2001, Reposisi Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020, Jakarta, Ditjen,

Dikdasmen, Dit Dikmenjur.

Dunn, William, 2004, Public Policy Analyisis : An Introduction, Prentice Hall, Simin &

Shuster Company Engelwood Clifts, New York.

Finch, Curtis R. and Crunkilton, John R., 1984, Curriculum Development in Vocational

and Technical Education: Planning, Content, and Implementation. Boston: Allyn

and Bacon, Inc.

Gatot PH 2000 “Pendidikan Kejuruan” Makalah pada Konvensi Pendidikan Nasional di

UNJ.

Page 20: b3_keterkaitan  pendidikan dan  lapangan kerja

Gusrizal 2002, “Pelaksanaan Uji Kompetensi SMK dan Implikasinya pada Instrumen

Mata Uji” dalam Buletin Pembelajaran No. 02 Tahun 25 Juni 2002.

Nolker, H., 1983, Pendidikan Teknologi Kejuruan : Pengajaran, kurikulum, dan

perencanaan, Jakarta, PT. Gramedia.

PP No. 23 Th. 2004 tentang “Badan Nasional Sertifikat Profesi”, Lembaran Negara R.I.

Tahun 2004 No 78, Tambahan Lembaran Negara R.I. No. 4408.

Purwadi, A. 1998, “Beberapa Gagasan tentang Reformasi Pendidikan Menengah

Kejuruan” Kajian Pendidikan dan Kebudayaan No. 014/V/September 1998

Jakarta, Balitbang, Depdikdbud.

Samsudi, 2004, “Pengembangan Model Sinkronisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

Produktif SMK Bidang Rekayasa”, Laporan Penelitian Hibah Bersaing XII,

Lembaga Penelitian UNNES, Semarang.

Sidi, I., 2002 Menuju Masyarakat Pembelajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan,

Jakarta, Paramadina bekerjasama dengan Logos Wacana Ilmu.

Syaodih, N., 1997, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung, PT. Remaja

Rosda Karya.

Sudana, I Made, 1998, Pola Sinkronisasi Kurikulum SMK di Jawa Tengah, Laporan

Penelitian BBI, Jakarta, DP2M.

Sukamto, 1988, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi

Kejuruan, Jakarta, Proyek P2LPTK.

Suryadi, A., 1999, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan, Jakarta, Balai Pustaka.

Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming

Inefficiency and Inequity, USA, University of Illionis, 1982, h.121.

Yin Cheong Cheng, 1996, School Effectiveness and School-Based Management: A

Mechanism for Development, Washington D.C, The Palmer Press.