bab 2 tinjauan teoritis 2.1 anatomi fisiologi sistem ...eprints.umbjm.ac.id/239/3/bab 2.pdfbatuk...

31
7 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan 2.1.1 Anatomi Sistem Pencernaan Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan Sumber Data: (Rusbandi Sarpini, 2014: 173) 2.1.2 Fisiologi Sistem Pencernaan 2.1.2.1 Usus Halus Usus halus atau usus kecil merupakan bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus yaitu lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (muskulus sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7

    BAB 2

    TINJAUAN TEORITIS

    2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

    2.1.1 Anatomi Sistem Pencernaan

    Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan

    Sumber Data: (Rusbandi Sarpini, 2014: 173)

    2.1.2 Fisiologi Sistem Pencernaan

    2.1.2.1 Usus Halus

    Usus halus atau usus kecil merupakan bagian dari saluran

    pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.

    Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut

    zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus

    melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang

    membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang

    dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim

    yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus

    yaitu lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar

    (muskulus sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus

  • 8

    longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar). Panjang

    seluruh usus halus antara 2-8 meter dimana 1-2 meter adalah

    jejunum. Usus halus membentuk lipatan sirkuler yang disebut

    Plica Cirkularis Kerckringi dengan lebar sekitar 8 mm. Juga

    terdapat kelenjar pada usus halus yaitu kelenjar Lieberkuhni,

    pada usus halus banyak mengandung jaringan limfoid yang

    disebut Plaque Pyeri. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian

    yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (±

    3,6 m). Duodenum (usus dua belas jari) adalah bagian dari

    usus halus yang terletak setelah lambung dan

    menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Jejunum

    adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus dua belas

    jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Ileum ( usus

    penyerapan) adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada

    sistem pencernaan manusia terletak setelah duodenum dan

    jejunum kemudian dilanjutkan oleh usus buntu. Fungsi usus

    halus menerima sekresi hati dan pangkreas, mengabsorbsi sari

    pati makanan dan menyalurkan sisa hasil metabolisme ke usus

    besar.

    2.1.2.2 Usus Besar

    Usus besar atau kolon dalam anatomi merupakan bagian usus

    antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah

    menyerap air dari feses, menampung residu yang akan

    dibuang, absorbsi air, elektrolit, vitamin, sintesa vit K, vit B

    oleh bakteri yang normal berada di kolon, sekresi mucus/lendir

    yang berfungsi melicinkan sisa-sisa makanan (feaces). Usus

    besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum,

    kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan

    rektum). Usus besar memiliki diameter lebih besar dari usus

    halus. Ia memiliki panjang ± 1,5 meter, dan berbentuk seperti

  • 9

    huruf U terbalik. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam

    usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu

    penyerapan zat-zat gizi. Bakteri didalam usus besar juga

    berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri

    ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit

    serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-

    bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

    menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah

    diare. Bakteri yang terdapat pada kolon antara lain Escherechia

    Coli, Bacteriodes Fragilis, Enterobacter Aerogenes,

    Clostridium Perferingens (welchi). Bakteri-bakteri ini

    berfungsi membantu membusukkan sisa pencernaan dan juga

    menghasilkan vitamin B12 dan vitamin K yang penting dalam

    proses pembekuan darah.

    Anterior dinding perut terdiri atas otot-otot multilaminar, yang

    berhubungan dengan aponeurosis, fasia, lemak, dan kulit. Pada bagian

    lateral, terdapat tiga lapisan otot dengan fasia oblik yang berhubungan

    satu sama lain. Pada setiap otot terdapat tendon yang disebut dengan

    aponeurosis.

    Otot tranversus abdominis adalah otot internal lateral dari otot-otot

    dinding perutdan merupakan lapisan dinding perut yang mencegah

    hernia inguinalis.Bagian kauda otot membentuk lengkungan

    aponeurotik tranvesus abdominis sebagai tepi atas cincin inguinal

    internal dan di atas dasar medial kanalis inguinalis.Ligamentum

    inguinal menghubungkan antara tuberkulum dan SIAS (spina iliaka

    anterior superior).Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh

    anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia

    tranversalis dan aponeurosis muskulus tranversus abdominis.Pada

    bagian medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi

  • 10

    oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis

    muskulus oblikus eksternus.Bagian atas terdapat aponeurosis

    muskulus oblikus ekternus, dan pada bagian bawah terdapat ligamen

    inguinalis.

    Secara fisiologis, terdapat beberapamekanisme yang dapat mencegah

    terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan

    miring, adanya struktur dari muskulus oblikus internus abdominis

    yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan

    adanya fasia tranversa yang kuat menutupi trigonum hasselbabach

    yang umumnya hampir tidak berotot. Pada kondisi patologis,

    gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia

    inguinalis (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011: 586).

    Gambar 2.2Anatomi Hernia Inguinalis

    Sumber Data: (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011: 586)

  • 11

    2.1.3 Definisi

    Menurut Dorlan, (1994) yang dikutip oleh Nian Afrian Nuari (2015:

    229) Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan

    melalui lubang yang abnormal.

    Menurut Sue Hinchlif, (1999) yang dikutip oleh Sugeng Jitowiyono

    dan Weni Kristiyanasari (2012: 151) Hernia adalah protusio

    (penonjolan) abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui

    lubang (apertura) pada struktur disekitarnya, umumnya protusio

    organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen.

    Hernia adalah penyakit yang disebabkan oleh turunnya usus

    kebawah selaput perut sampai kekantung buah zakar.Penyakit ini

    sering terjadi pada pekerja berat yang banyak mengangkut benda

    atau barang seperti kuli pelabuhan dan pekerja pabrik (Ardian dan

    G.Made, 2015: 101).

    A hernia is abnormal protusion of an organ, tissue, or part an organ

    through the structure that normally contains it (Kartika Sari, 2013:

    68).

    A hernia is a protrusion of a viscus through an abnormal opening or

    a weakened area in the wall of the cavity in which it is normally

    contained. A hernia may occur in any part of the body, but it usually

    occurs with in the abdominal cavity (Sharon L. Lewis,et al.2011:

    313).

    Hernia inguinalis adalah suatu kondisi keluarnya suatu organ atau

    struktur organ dari tempatnya yang normal melalui suatu defek pada

    area inguinal yang tidak bisa kembali ketempat semula secara

    manual dan akan memberikan implikasi tindakan infasif bedah

  • 12

    dengan mengembalikan struktur organ tersebut secara pembedahan

    dan menutup defek diinguinal dan memberikan implikasi pada

    perawat untuk memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada

    pasien (Arif Mutaqqin dan Kumala Sari, 2009: 442).

    2.1.4 Etiologi

    2.1.4.1 Penyebab yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:

    a. Hernia inguinalis indirek, terjadi pada suatu kantong

    kongenital sisa dan prosesus vaginalis.

    b. Kerja otot yang terlalu kuat.

    c. Mengangkat beban yang berat.

    d. Batuk kronik.

    e. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi (Nian

    Afrian,2015: 230).

    2.1.4.2 Penyebab terjadinya hernia yaitu:

    a. Defek dinding otot abdomen

    Hal ini dapat terjadi sejak lahir (kongenital) atau

    didapat seperti karena usia, keturunan, akibat dari

    pembedahan sebelumnya.

    b. Peningkatan tekanan intraabdominal

    Penyakit paru obstruksi menahun (batuk kronik),

    kehamilan, obesitas, adanya Benigna Prostat

    Hipertropi (BPH), sembelit, mengejan saat defekasi

    dan berkemih, mengangkat beban terlalu berat dapat

    meningkatkan tekanan intraabdominal (Suratun dan

    Lusianah, 2010: 318).

  • 13

    2.1.5 Klasifikasi

    2.1.5.1 Menurut buku (Nanda NIC-NOC,2015: 74),klasifikasi

    hernia menurut letaknya yaitu:

    a. Hernia inguinal dibagi menjadi :

    1) Hernia Hiatal

    Hernia yang kondisinya dimana kerongkongan

    (pipa tenggorokan) turun melewati diafragma

    melalui celah yang disebut hiatus sehingga

    sebagian perut menonjol ke dada (thorak).

    2) Hernia Epigastrik

    Hernia ini terjadi di antara pusar dan bagian bawah

    tulang rusuk di garis tengah perut. Hernia

    epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan

    jarang yang berisi usus. Terbentuk dibagian

    dinding perut yang relatif lemah, hernia ini

    menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat di dorong

    kembali ke dalam perut ketika pertama kali

    ditemukan.

    3) Hernia Umbilikal

    Hernia ini berkembang di dalam dan sekitar

    umbilikus (pusar) yang disebabkan bukaan pada

    dinding perut, yang biasanya menutup sebelum

    kelahiran, tidak menutup kelahiran, tidak menutup

    sepenuhnya. Orang Jawa sering menyebutnya

    “wudel bodong”, jika kecil (kurang dari satu

    sentimeter), hernia jenis ini biasanya menutup

    secara bertahap sebelum 2 tahun.

  • 14

    4) Hernia Inguinalis

    Hernia yang paling umum terjadi dan muncul

    sebagai tonjolan diselangkangan atau skrotum.

    Orang awam biasanya menyebut “turun bero” atau

    “hernia”. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding

    abdomen berkembang sehingga usus menerobos

    kebawah melalui celah. Jika anda merasa ada

    benjolan dibawah perut yang lembut, kecil, dan

    mungkin sedikit nyeri dan bengkak. Anda mungkin

    terkena hernia ini. Hernia tipe ini lebih sering

    terjadi pada laki-laki daripada perempuan.

    5) Hernia Femoralis

    Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal

    paha. Tipe ini lebih sering terjadi pada wanita

    dibandingkan pada laki-laki.

    6) Hernia Insisional

    Hernia ini dapat terjadi melalui pasca operasi perut.

    Hernia ini muncul sebagai tonjolan di sekitar pusar

    yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup

    sepenuhnya.

    7) Hernia Nukleus Pulposi (HNP)

    Hernia yang melibatkan cakram tulang belakang.

    Diantara setiap tulang belakang ada diskus

    intertebralis yang menyerap goncangan cakram dan

    meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang

    belakang, karena aktivitas dan usia terjadi herniasi

    diskus intervertebralis yang menyebabkan saraf

    terjepit (sciatica). HNP umumnya terjadi

  • 15

    dipunggung bawah pada tiga vertebra lumbar

    bawah.

    Gambar 2.3Hernia Menurut Letak

    Sumber Data: (Suratan dan lusianah, 2014: 317)

    2.1.5.2 Hernia berdasarkan terjadinya

    a. Hernia Kongenital (Bawaan)

    Hernia kongenital terjadi pada pertumbuhan janin usia

    lebih dari tiga minggu testis yang mula-mula terletak

    diatas mengalami penurunan (desensus) menuju ke

    skrotum. Pada waktu testis turun melewati inguinal

    sampai skrotum prosesus vaginalis peritoneal yang

    terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum

    mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada

    skrotum, prosesus vaginalis peritoneal seluruhnya

    tertutup (obliterasi).Bila ada gangguan obliterasi maka

  • 16

    seluruh prosesus vaginalisperitoneal terbuka,

    terjadilah hernia inguinalis lateralis.

    b. Hernia Akuisitas (Didapat)

    Hernia yang terjadi setelah dewasa atau pada usia

    lanjut. Disebabkan karena adanya tekanan

    intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu

    yang lama, misalnya batuk kronis, konstipasi kronis,

    gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur

    uretra), asites, dan sebagainya.

    2.1.5.3 Hernia menurut sifatnya

    a. Hernia Reponible/ Reducible

    Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika

    berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring

    atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau

    gejala obstruksi usus.

    b. Hernia Irreponible

    Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan

    kedalam rongga karena perlengketan isi kantong pada

    peritoneum kantong hernia, tidak ada keluhan nyeri

    atau tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga

    hernia akreta.

    c. Hernia Strangulate/Inkaserata

    Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong

    terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga

    perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase

    atau vaskularisasi.

  • 17

    2.1.6 Patofisiologi

    Patofisiologi hernia yaitu hernia inguinalis tidak langsung (hernia

    inguinalis lateral) dimana prostusi keluar dari rongga peritoneum

    melalui anulus inguinalis internus yang teletak lateral pembuluh

    epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis

    inguinalis dan jika cukup panjang, akan menonjol keluar dari

    anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolon

    akan sampai ke skrotum melalui jalur yang sama seperti pada saat

    testis bermigrasi dari rongga perut ke skrotum pada saat

    perkembangan janin. Jalur ini biasanya menutup sebelum

    kelahiran, tetapi mungkin tetap menjadi sisi hernia dikemudian

    hari (Arif Mutaqqin dan Kumala Sari, 2011: 587).

  • 18

    Kelemahan dinding abdominal

    Tekenan abdominal tinggi

    Prostusi jaringan abdominal

    melalui kanalis ingunal

    Gangguan gastrointestinal;

    mual, muntah, serta

    penurunan intake nutrisi

    dan cairan

    Hernia inguinalis lipat paha

    Hernia responibel

    Hernia inguinalis skrotalis

    Hernia iresponibel

    Ketidaknyamanan

    area ingunal

    Pembesaran ingunal

    atau soktrum

    Prostusi hilang

    timbul

    Kecemasan

    pemenuhan

    informasi

    Intervensi bedah

    relatif

    Resiko ketidak

    seimbangan cairan

    Aktual/resiko syok

    hipovolemik

    Respons sensitivitas

    saraf lokal

    Ketidaknyamanan

    abdominal

    nyeri

    Kerusakan jaringan

    pasca bedah

    Gangguan pasase

    hernia inkarserata

    Obstruksi intestinal

    ileus obstruksi

    Gangguan

    vaskularisasi hernia

    strangulata

    Gangguan suplai

    darah ke intastinal

    yang masuk kedalam

    kantung hernia

    Nekrosis intestinal

    Intervensi bedah

    Pascabedah Pra bedah

    Respons

    psikologis Perubahan

    intake nutrisi

    pasca bedah

    Port de

    entree

    Resiko

    infeksi

    Resiko

    ketidakseimbangan

    nutrisi kurang dari

    kebutuhan

    Skema 2.1 Hernia Inguinalis

    Sumber Data: (Hardhi Kusuma, 2015: 78)

  • 19

    2.1.7 Manifestasi Klinis

    Menurut buku (Nanda NIC-NOC, 2015: 76), manifestasi klinis

    hernia inguinalis lateral,yaitu :

    2.1.7.1 Berupa benjolan keluar masuk atau keras dan yang

    tersering tampak benjolan di lipat paha.

    2.1.7.2 Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit

    disertai perasaan mual.

    2.1.7.3 Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah

    ada komplikasi.

    2.1.7.4 Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan

    bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan

    panas.

    2.1.7.5 Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung

    kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing

    (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping

    benjolan dibawah sela paha.

    2.1.7.6 Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di

    daerah perut disertai sesak nafas.

    2.1.7.7 Bila klien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan

    bertambah besar.

    2.1.8 Komplikasi

    Menurut (Suratun dan Lusianah, 2014: 321), komplikasi yang

    mungkin terjadi pada hernia yaitu :

    2.1.8.1 Hernia berulang

    2.1.8.2 Obstruksi usus parsial atau total

    2.1.8.3 Luka pada usus

    2.1.8.4 Gangguan suplai darah ke testis jika klien laki-laki

    2.1.8.5 Perdarahan yang berlebih

    2.1.8.6 Infeksi luka bedah

    2.1.8.7 Fistel urin dan feses

  • 20

    2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

    Menurut (Suratun danLusianah,2014: 321), pemeriksaan

    diagnostik pada klien hernia yaitu :

    2.1.9.1 Pemeriksaan darah lengkap

    Menunjukkan peningkatan sel darahputih, serum elektrolit

    dapat menunjukkan hemokonsentrasi atau peningkatan

    hemotokrit, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan

    koagulasi darah: mungkin memanjang, mempengaruhi

    homeostastis intraoperasi atau post operasi.

    2.1.9.2 Pemeriksaan urine

    Munculnya sel darah merah atau bakteri yang akan dapat

    mengidentifikasikan infeksi.

    2.1.9.3 Elektrokardiografi (EKG)

    Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan

    prioritas perhatian untuk memberikan anestesi.

    2.1.9.4 Sinar X abdomen

    Menunjukkan apakah ada abnormalnya kadar gas dalam

    usus atau obstruksi usus.

    2.1.10 Penatalaksanaan

    Menurut buku (Nanda NIC-NOC, 2015: 76), penatalaksanaan

    hernia inguinalis antara lain :

    2.1.10.1 konservatif

    a. Reposisi

    Tindakan memasukan kembali isi hernia ketempatnya

    semula kedalam cavum peritoni atau abdomen.

    Reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi

    dilakukan pada pasien dengan hernia reponibilis

  • 21

    dengan cara memakai dua tangan. Reposisi tidak

    dilakukan pada hernia inguinalis stragulata kecuali

    pada anak-anak.

    b. Suntikan

    Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa

    alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia, yang

    menyebabkan pintu hernia mengalami sclerosis atau

    penyempitan sehingga isi hernia keluar dari cavum

    peritoni.

    c. Pemakaian penyangga/ sabuk hernia

    Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan

    menolak dilakukan operasi.

    2.1.10.2 Operatif

    Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat

    dilakukan pada :

    a. Hernia reponibilis

    b. Hernia irreponibilis

    c. Hernia strangulasi

    d. Hernia incarserata

    2.1.10.3 Operasi hernia dilakukan dalam 3 tahap :

    a. Herniatomy

    Membuka dan memotong kantong hernia serta

    mengembalikan isi hernia ke cavum abdominalis.

    b. Hernioraphy

    Dimulai dari mengikat suatu leher hernia dan akan

    menggantungkannya pada kantong conjoint tendon

  • 22

    (penebalan antara tepi bebas m.obliquus

    intraabdominalis dan m.transversus abdominalis

    yang berinsersio di tuberculum pubicum).

    c. Hernioplasti

    Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil

    anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding

    belakang kanalis inguinalis.

    2.1.10.4 Medikasi

    a. Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.

    b. Pemberian antibiotik untuk menyembuhan infeksi.

    2.1.10.5 Aktivitas dan diet

    a. Aktivitas

    Hindari mengangkat barang yang berat sebelum atau

    sesudah pembedahan.

    b. Diet

    Tidak ada diet khusus, tetapi setelah operasi diet

    cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi,

    kemudian makan dengan gizi seimbang. Tingkatkan

    masukan serat dan tinggi cairan untuk mencegah

    sembelit dan mengejan selama buang air besar.Hindari

    kopi, teh, coklat, minuman berkarbonasi, minuman

    beralkohol, dan setiap makanan atau bumbu yang

    memperburuk gejala.

  • 23

    2.2 Asuhan Keperawatan

    2.2.1 Pengkajian

    2.2.1.1 Fokus pengkajian

    a. Pengkajian data fisik berdasrkan pada pengkajian data

    abdomen ( apendik F)dapat menunjukkan : benjolan pada

    lilpatan paha/area umbilical ( temuan paling bermakna).

    b. Keluhan tentang aktifitas yang mempengaruhi ukuran

    benjolan. Benjolan mungkin ada secara konstan atau

    hanya tampak pada aktifitas yang meningkatkan tekanan

    intraabdomen, seperti: batuk, bersin, mengangkat atau

    defekasi

    c. Keluhan tentang ketidaknyamanan, beberapa

    ketidaknyamanan di alami karena tegangan. Nyeri

    menandakan adanya strangulasi dan kebutuhan

    terhadap pembedahan segera. Selain itu manifestasi

    obstruksi usus dapat dideteksi (bising usus nada tinggi

    sampai tidak ada mual muntah).

    d. Lihat perawatan pra operasi dan pasca operasi untuk

    pengkajian dan rencana perawatan tambahan untuk

    periode praoperasi.

    2.2.1.2 Data pra operasi

    a. Aktivitas/istirahat

    Klien dilakukan anamnese mengenai riwayat pekerjaan,

    mengangkat beban berat, duduk dan mengemudi dalam

    waktu lama, membutuhkan papan matras untuk

    tidur.Pada pemeriksaan fisik klien mengalami penurunan

    rentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas yang

    biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.

  • 24

    b. Sirkulasi

    Apakah klien mempunyai riwayat penyakit jantung,

    edema pulmonal, penyakit vaskular perifer.

    c. Eliminasi

    Apakah klien mengalami konstipasi, adanya inkontinesia

    atau retensi urine.

    d. Makanan/cairan

    Apakah klien mengalami gangguan bising usus, mual,

    muntah, nyeri abdomen, malnutrisi atau obesitas.

    e. Nyeri/kenyamanan

    Apakah klien mengalami nyeri di daerah benjolan hernia

    walaupun jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan

    didaerah epigastrium atau daerah perumbilikal berupa

    nyeri viseral karena rengangan pada mesenterium

    sewaktu segmen usus halus masuk kedalam kantong

    hernia.

    g. Keamanan

    Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap

    makanan dan obat-obatan.

    h. Pernafasan

    Apakah klien mempunyai riwayat batuk kronik (penyakit

    paru obstruksi menahun).

  • 25

    2.2.1.3 Data post operasi

    a. Aktivitas/istirahat

    Apakah klien mengalami kelemahan, merasa lemas,

    lelah, tirah baring, penurunan kekuatan otot, kehilangan

    tunos otot, dan letargi.

    b. Sirkulasi

    Apakah klien menunjukan takikardi, perubahan tekanan

    darah (hipotensi, hipertensi).

    c. Eliminasi

    Apakah klien mengalami perubahan karakteristik urine

    dan feses, ketidakmampuanmelakukan miksi dan

    defekasi, konstipasi, penurunan pengeluaran urine,

    menurunnya peristaltik atau bising usus.

    d. Makanan/cairan

    Apakah klien mengalami anoreksia, mual, muntah,

    membran mukosa kering, dan turgor kulit buruk.

    e. Nyeri/kenyaman

    Apakah klien mengalami nyeri pada insisi pembedahan,

    distensi kandung kemih.

    f. Keamanan

    Apakah klien mengalami gatal, nyeri, bengkak,

    kemerahan, dan kemungkinan perdarahan.

    g. Pernafasan

    Apakah klien mengalami takipnea, pernafasan dangkal,

    batuk, dan perubahan pola nafas.

  • 26

    2.2.2 Diagnosa Keperawatan

    2.2.2.1 Pre operasi

    a. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi,

    krisis situasional, ancamankematian.

    b. Kekurangan pengetahuan berhubungan dengan

    pemajanan atau mengingat, salah interpretasi informasi

    tentang proses penyakit atau proses operasi.

    2.2.2.2 Post operasi

    a. Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan;

    gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.

    b. Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh berhubungan

    dengan keluar cairan tubuh dari muntah.

    c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan efek

    sekunder pembedahan.

    d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

    interupsi mekanis pada kulit jaringan.

    e. Defisit volume cairan berhubungan denganadanya

    kehilangan cairan secara aktif, yaitu adanya

    pembatasan pemasukan peroral.

    f. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi

    pembedahan.

    g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang

    pemajanan informasi tentang perawatan post

    operasi.

    2.2.3 Intervensi Keperawatan

    2.2.3.1 Pre operasi

    a. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi,

    krisis situasional, ancaman kematian.

  • 27

    Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, diharapkan ansietas

    teratasi.

    Kriteria hasil:

    1) Klien mampu mengutarakan pemahaman proses

    penyakit, oeprasi, dan harapan postoperasi.

    2) Klien mampu mengikuti prosedur yang diberikan.

    Intervensi:

    1) Informasikan klien/ orang terdekat tentang peran

    perawat advokat perawat intraoprasi.

    2) Indikasikan penyebab rasa takut pra operasi.

    3) Validasi sumber rasa takut, berikan informasi yang

    akurat dan aktual.

    4) Catat ekpresi yang menunjukkan penolakan prosedur

    pembedahan.

    5) Perkenalkan staf pada waktu pergantian ke ruang

    operasi.

    6) Beritahu klien kemungkinan dilakukannya anestesi

    umum atau spinal.

    Rasional:

    1) Mengembangkan rasa percaya diri klien, sehingga

    menurunkan rasa takut.

    2) Rasa takut yang berlebihan akan mengakibatkan rasa

    stres yang berlebihan.

    3) Mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan

    membantu klien menghadapinya secara realistis.

    4) Klien mungkin telah berduka terhadap kehilangan

    yang ditunjukkan dengan antisifasi prosedur

    pembedahan.

    5) Menciptakan hubungan dan kenyamanan psikologis.

    6) Mengurangi ansietas atau rasa takut bahwa klien

    mungkin sadar saat dilakukan prosedur.

  • 28

    b. Kekurangan pengetahuan berhubungan dengan pemajanan

    atau mengingat, salah interpretasi informasi tentang proses

    penyakit atau proses operasi.

    Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, klien mendapatkan

    pemahaman tentang penyakit.

    Kriteria hasil:

    1) Klien mampu mengutarakn pemahaman proses

    penyakit atau proses operasi.

    2) Klien mampu bekerjasama dalam prosedur yang

    diperlukan.

    Intervensi:

    1) Kaji tingkat pemahaman klien.

    2) Melaksanakan program pengajaranpost operasi secara

    individual, pembatasan prosedur pra operasi atau post

    operasi.

    3) Berikan kesempatan untuk melatih batuk efektif,

    nafas dalam, dan latihan otot.

    4) Jelaskan pada klien atau orang terdekat mengenai

    rencana operasi, jadwal, dan lokasi kamar operasi,

    serta komunikasi dengan dokter atau orang terdekat.

    Rasional:

    1) Memberikan fasilitas perencanan program pengajaran

    post operasi.

    2) Meningkatkan pemahaman atau kontrol klien dan

    meningkatkan pertisifasi dalam perawatan post

    operasi.

    3) Meningkatkan pengajaran dan aktivitas post operasi.

    4) Informasi mengenai jadwal, kamar operasi dimana

    dan kapan ahli bedah akan berkomunikasi dengan

    klien atau orang terdekat untuk mengurangi stress.

  • 29

    2.2.3.2 Post operasi

    a. Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan;

    gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.

    Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, nyeri berkurang atau

    hilang.

    Kriteria hasil:

    1) Klien mengatakan nyeri berkurang atau dapat

    diadaptasi.

    2) Skala nyeri 0-1 (rentan skala nyeri 0-10).

    3) Dapat mengidntifikasi aktivitas yang meningkatkan

    atau menurunkan nyeri.

    4) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

    Intervensi:

    1) Kaji skala, lokasi, durasi, intensitas, dan karakteristik

    nyeri.

    2) Kaji tanda-tanda vital.

    3) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin

    terjadi selain dari prosedur operasi.

    4) Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam, seperti semi

    fowler, miring kiri miring kanan.

    5) Ajarkan penggunaan tekhnik relaksasi, misalnya

    latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.

    6) Berikan perawatan oral reguler.

    7) Observasi efek analgesik.

    8) Berikan obat sesuai indikasi, analgesik.

    Rasional:

    1) Berguna dalam pengawasan dalam keefektifan obat,

    kemajuan penyembuhan luka.

    2) Adanya rasa nyeri kemungkinan klien akan dapat

    mengalami penurunan tekanan darah.

  • 30

    3) Ketidaknyaman mungkin disebabkan adanya

    penekanan pada tempat kateter indweling yang tidak

    tetap, selang NGT, pemasanagn jalur parenteral.

    4) Perubahan posisi mengurangi rasa nyeri dan

    meningkatkan sirkulasi.

    5) Melepaskan tegangan emosional dan otot,

    meningkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat

    meningkatkan kemampuan koping.

    6) Mengurangi ketidaknyaman yang berhubungan

    dengan membran mukosa dan mulut.

    7) Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik.

    8) Menimbulkan penghilangan rasa sakit yang lebih

    efektif.

    b. Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh berhubungan

    dengan keluar cairan tubuh dari muntah.

    Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

    Kriteria hasil:

    1) Klien tidak mengeluh pusing.

    2) Tanda-tanda vital dalam batas normal

    3) Kesadaran optimal.

    4) Laboratorium: Nilai elektrolit normal, analisis gas

    darah normal.

    Intervensi:

    1) Kaji tanda-tanda vital.

    2) Identifikasi faktor penyebab kurang cairan, spesifikasi

    usia dan adanya riwayat penyakit lain.

    3) Lakukan pemasangan IVFD (Intra Vennes Fluid

    Drip).

    4) Evaluasi kadar elektrolit serum.

  • 31

    Rasional:

    1) Pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan karena

    hipotensi dapat terjadi hipovolemi.

    2) Parameter dalam menentukan intervensi kedaduratan.

    Adanya riwayat keracunan dan usia anak atau lanjut

    usia memberikan tingkat keparahan dari

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

    3) Apabila kondisi disertai diare dan muntah, maka

    lakukan pemasangan IVFD (Intra Vennes Fluid Drip).

    Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan

    derajat dehidrasi.

    4) Untuk mendeteksi adanya kondisi hiponatremi dan

    hipokalemi sekunder dari hilangnya elektrolit dari

    plasma.

    c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya

    pembatasan gerak.

    Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, hambatan mobilitas fisik

    teratasi.

    Kriteria hasil:

    1) Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara

    mandiri.

    2) Klien mampu beraktivitas sendiri tanpa dibantu

    keluarga.

    3) Skala aktivitas 0 (mandiri).

    4) Skala otot 5 ( mampu penuh dan kuat).

    Intervensi:

    1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas klien.

    2) Dekatkan barang yang diperlukan klien.

    3) Ajarkan ROM pasif selama masih dalam keadaan

    pembatasan gerak.

  • 32

    4) Latihan mobilisasi.

    Rasional:

    1) Untuk mendorong kemandirian klien.

    2) Memudahkan klien memenuhi kebutuhannya.

    3) Latihan ROM pasif selama dalam keadaan

    pembatasan gerak dapat memaksimalkan sirkulasi dan

    menghindari adanya kelemahan otot.

    4) Melancarkan peredaran darah dan mempercepat

    penyembuhan luka.

    d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi

    mekanis pada kulit jaringan.

    Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, kerusakan integritas

    kulit teratasi.

    Kriteria hasil:

    1) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

    2) Klien dapat menunjukkan tingkah laku untuk

    mencegah komplikasi.

    Intervensi:

    1) Beri penguatan pada balutan awal atau penggantian

    sesuai indikasi, gunakan tehnik aseptik.

    2) Hati-hati dalam melepaskan perekat (sesuai arah

    pertumbuhan rambut) dan pembalut pada waktu

    mengganti.

    3) Gunakan barrier kulit sebelum perekat diperlukan.

    4) Periksa tegangan balutan, beri perekat pada pusat

    insisi menuju ketepi balut luka.

    5) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan

    integritas kulit.

  • 33

    6) Tekan area insisi pada area abdominal atau dada

    dengan menggunakan bantal selama batuk dan

    bergerak.

    7) Ingatkan klien untuk tidak menyentuh daerah luka.

    8) Beri kompres es pada daerah luka sesuai indikasi.

    9) Anjurkan pada klien agar menggunakan korset pada

    abdomen sesuai indikasi.

    Rasional :

    1) Melindungi kontaminasi mikroorganisme, mencegah

    akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi.

    2) Mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada

    kulit.

    3) Menurunkan resiko terjadinya trauma kulit atau

    abrasi.

    4) Dapat mengganggu atau membendung sirkulasi pada

    luka.

    5) Sebagai indikasi adanya kegagalan dalam proses

    penyembuhan luka.

    6) Menetralisasi tekanan pada luka dan meminimalkan

    resiko terjadinya ruptur.

    7) Mencegah kontaminasi luka.

    8) Menurunkan pembentukan edema pada periode post

    operasi.

    9) Memberi pencegahan terjadinya komplikasi pada

    insisi yang beresiko tinggi.

    e. Defisit volume cairan berhubungan denganadanya

    kehilangan cairan secara aktif, yaitu adanya pembatasan

    pemasukan peroral.

    Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, defisit volume cairan

    teratasi.

  • 34

    Kriteria hasil:

    1) Klien menunjukkan keseimbangan cairan yang

    adekuat.

    2) Tanda-tanda vital dalam keadaan stabil.

    3) Turgor kulit normal.

    4) Membran mukosa lembab.

    5) Pengeluaran urine normal.

    Intervensi:

    1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran cairan.

    2) Kaji pengeluaran urine.

    3) Pantau tanda-tanda vital.

    4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi turgor kulit,

    membran mukosa.

    5) Catat timbulnya keluhan mual muntah.

    6) Periksa balutan luka, drain, dan luka apakah terjadi

    pembengkakan.

    7) Berikan cairan parenteral.

    8) Berikan cairan peroral secara bertahap sesuai indikasi.

    9) Periksa ulang hasil laboratorium (Hb, Ht), bandingkan

    pra operasi dan post operasi.

    Rasional:

    1) Dokumentasi yang secara akurat dan akan dapat

    membantu mengidentifikasikan dalam pengeluaran

    cairan atau kebutuhan penggantian cairan.

    2) Mengidentifikasi adanya malfungsi atau obstruksi

    sistem urinarius.

    3) Hipotensi, takikardi, peningkatan pernafasan indikator

    terjadinya kekuranagn cairan.

    4) Turgor kulit buruk dan membran mukosa kering

    merupana indikator dehidrasi.

  • 35

    5) Jika mual lebih dari 3 hari post operasi kemungkinan

    efek dari terapi narkotika (obat pengontrol nyeri).

    6) Pendarahan yang berlebihan dipastikan akan dapat

    mengakibatkan hipovolemia dan pembengkakan lokal

    mengidentifikasi perforasi atau pendarahan.

    7) Menggantikan kehilangan cairan.

    8) Pemasukan oral bergantung kepada pengambilan

    fungsi gastrointestinal.

    9) Indikator hidrasi atau volume sirkulasi.

    f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi

    pembedahan.

    Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi infeksi

    pada insisi.

    Kriteria hasil:

    1) Mencapai pemulihan luka tepat pada waktunya.

    2) Luka insisi bebeas dari tanda-tanda infeksi.

    3) Tidak terdapat drainase purulen dan eritema pada luka

    insisi.

    Intervensi:

    1) Pantau tanda-tanda vital.

    2) Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah

    kontak dengan klien.

    3) Kaji pada insisi dan balutan luka, penyatuan luka,

    karakteristik drainase, dan adanya tanda-tanda infeksi

    pada luka.

    4) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.

    5) Berikan antibiotik sesuai indikasi.

    6) Siapkan spesimen drainase yang untuk dilakukan

    pemeriksaan sesuai indikasi.

  • 36

    Rasional:

    1) Dapat mengidentifikasi adanya infeksi.

    2) Mengurangi akan terjadinya risiko kontaminasi

    mikroorganisme.

    3) Memberi deteksi dini adanya infeksi dan memberi

    pengawasan penyembuhan luka.

    4) Mencegah terjadinya infeksi, dan mengurangi

    kontaminasi mikroorganisme.

    5) Menurunkan adanya penyebaran dan pertumbuhan

    mikroorganisme.

    6) Mengidentifikasi adanya mikroorganisme penyebab

    infeksi dan pemilihan terapi yang tepat.

    g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang

    pemajanan informasi tentang perawatan post operasi.

    Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, klien mendapatkan

    pemahaman tentang penyakitnya.

    Kriteria hasil:

    1) Klien mampu memahami tentang proses efek

    prosedur dan pengobatan.

    2) Klien dapat menunjukkan prosedur yang diperlukan

    dan menjelaskan alasan suatu tindakan.

    3) Klien memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan

    dan ikut serta dalam program keperawatan.

    Intervensi:

    1) Kaji tingkat pengtahuan klien tentang penyakit dan

    harapan untuk sembuh.

    2) Tinjau ulang kembali penghindaran faktor-faktor

    resiko, seperti pemajanan pada lingkungan atau orang

    terinfeksi.

    3) Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus.

  • 37

    4) Jadwalkan periode istirahat yang adekuat.

    5) Tekankan pentingnya kunjungan lanjut.

    6) Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran.

    Rasional:

    1) Memberikan dasar pengetahuan pada klien yang

    memungkinkan membuat pilihan untuk informasi.

    2) Mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh.

    3) Mencegah regangan yang tidak diinginkan pada luka

    operasi.

    4) Mencegah kepenataan danmengumpulkan energi

    untuk penyembuhan.

    5) Membantu perkembangan penyembuhan dan evaluasi

    keefektifan regimen.

    6) Memberi sumber-sumber tambahan untuk referensi

    setelah penghentian.

    2.2.4 Implementasi Keperawatan

    Implementasi keperawatan yang dilakukan meliputi tindakan

    mandiri dan kolaborasi perawat.

    2.2.5 Evaluasi Keperawatan

    Hasil yang diharapkan terjadi setelah mendapat intervensi

    keperawatan pada pasien hernia inguinalis, meliputi hal-hal berikut.

    2.2.5.1 Nyeri berkurang atau hilang.

    2.2.5.2 Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

    2.2.5.3 Hambatan mobilitas fisik teratasi.

    2.2.5.4 Kerusakan integritas kulit teratasi.

    2.2.5.5 Defisit volume cairan teratasi.

    2.2.5.6 Tidak terjadi infeksi pada insisi.

    2.2.5.7 Klien mendapatkan pemahaman tentang penyakitnya.