bab i-bab iii
TRANSCRIPT
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hortikultura buah dan sayuran segar merupakan sub-sektor pertanian yang
sepuluh tahun belakangan ini mendapatkan perhatian masyarakat dunia termasuk
Indonesia (Utama, 2007). Hal ini tidak terlepas dari kesadaran masyarakat akan
manfaat nilai nutrisi buah dan sayuran segar bagi kesehatan. Kesadaran ini
menuntut adanya rantai suplai yang mampu memberikan penanganan dan
penampilan yang baik terkait dengan mutu dan kesegaran suatu produk. Terlebih
lagi adanya kecenderungan penyimpanan, transportasi, distribusi dan pemasaran
yang memerlukan waktu relatif panjang, adanya waktu pemajangan pada
pedagang-pedagang ritel, dan waktu penundaan penyimpanan atau pengolahan
untuk dikonsumsi di tingkat rumah tangga, maka cara penanganan yang baik dan
masukan teknologi untuk memperlambat kemunduran mutu dan kesegaran
sayuran sangatlah penting.
Produk pascapanen buah dan sayuran segar sangatlah mudah mengalami
kemunduran mutu kesegaran dan kerusakan mekanis akibat aktivitas bakteri.
Karakteristik fisiologis pascapanen yang masih aktif dalam proses metabolisme
sangat menentukan mutu kesegaran produk segar tersebut. Demikian pula
karakteristik fisik-morfologis dengan jaringan kulit atau dermalnya yang lemah
sangat mudah mengalami kerusakan. Berdasarkan keragaman karakteristik yang
dimilikinya, maka cara penanganan dan masukan teknologi yang diberikan untuk
mencegah pembusukan akibat aktivitas bakteri sangatlah commodity specific dan
1
2
location specific (Utama, 2007) yang menentukan sejauh mana produk segar
tersebut dapat didistribusikan dan dipasarkan.
Pengawetan pangan memiliki dua tujuan yaitu menghambat pembusukan
dan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin. Penggunaan
pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan sebagai anti mikroba
dan anti oksidan. Jamur, bakteri dan enzim sebagai penyebab pembusukan pangan
perlu dihambat pertumbuhan maupun aktvitasnya (Anonim, 2003). Salah satu
penyebab utama yang dapat mempengaruhi kesegaran sayuran wortel dan buah
tomat adalah bakteri yang terdapat pada permukaan sayuran dan buah. Bakteri
pembusuk, misalnya Erwinia carotovora dan Pseudomonas marginalis (penyebab
penyakit busuk lunak) pada sayuran mampu menghasilkan enzim yang dapat
melunakkan jaringan sehingga menyebabkan infeksi. Jadi jenis mikroorganisme
ini tidak perlu menginfeksi lewat pelukaan, namun infeksi akan sangat jauh lebih
mudah bila ada pelukaan-pelukaan (Utama, S. 2001).
Erwinia carotovora, Pseudomonas marginalis, Clostridium, Bacillus spp
merupakan bakteri busuk lunak (Bacterial Soft Rot) yang memiliki ciri-ciri bahan
menjadi lunak, lembek dan berbau masam, komoditi yang diserang bawang
merah/putih, wortel dan tomat (Balia, 2006) .
Sayuran wortel dan buah tomat merupakan tanaman subtropis yang
memerlukan suhu dingin (22-24° C), lembap, dan cukup sinar matahari. Di
Indonesia kondisi seperti itu biasanya terdapat di daerah berketinggian antara
1.200-1.500 m dpl, karena daerah penghasil sayuran wortel dan buah tomat yang
3
jauh dari konsumen sehingga dibutuhkan penanganan khusus terhadap wortel dan
buah tomat yang telah dipanen hingga sampai ke konsumen dalam keadaan segar.
Gulma siam (Chromolaena odorata) merupakan salah satu jenis tanaman
yang dapat digunakan sebagai bahan biopestisida untuk menghambat
perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT) termasuk jamur
Phytophthora palmivora yang menyebabkan penyakit busuk buah kakao
(Panggabean, 2009).
Menurut Amir, 2010. ekstrak air daun Laruna (Eupotarium eduratum)
positif menghambat bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan
negatif terhadap Candida albicans. Ekstrak air dari daun Badota (Ageratum
conzoydes) sangat efektif untuk menghambat perkembangan bakteri
Staphylococcus aureus (Sakaria, 2005) serta ekstrak air dan metanol menunjukkan
efek anti-jamur Penicillium sp (Nwinuka, 2009). Berdasarkan hasil tersebut, daun
C. odorata bisa menjadi sumber yang berguna untuk obat antimikroba serta
suplemen makanan.
Dari hasil penelitian tersebut maka dapat dilakukan studi awal terhadap
ekstrak air dari Gulma Siam C. odorata dalam menghambat perkembangbiakan
bakteri lain seperti bakteri penyebab kebusukan pada sayuran dan buah.
Penggunaan ekstrak air C. odorata sebagai bahan pengawet bagi sayuran wortel
dan buah tomat dapat digolongkan sebagai bahan pengawet alami yang dapat
memberikan proteksi dari serangan mikroorganisme pembusuk.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak air daun Gulma Siam C. odorata mampu mencegah
pembusukan sayuran wortel dan buah tomat ?
2. Berapakah konsentrasi ekstrak air daun Gulma Siam C. odorata yang paling
efektif dalam mencegah pembusukan sayuran wortel dan buah tomat ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas secara operasional tujuan penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui kemampuan ekstrak air daun Gulma Siam C. odorata
dalam mencegah pembusukan sayuran wortel dan Tomat.
2. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak air daun Gulma Siam C. odorata yang
paling efektif dalam mencegah pembusukan sayuran wortel dan Tomat.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat bahwa ekstrak air
tanaman C. odorata dapat digunakan sebagai bahan pengawet sayuran alami.
2. Sebagai bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan
meneliti masalah yang relevan dengan masalah penelitian ini.
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Gulma Siam (Crhomolaena Odarata)
Semak Bunga Putih (C. odorata), Kirinyuh (Sunda) atau dalam bahasa
Inggris disebut siam weed (C. odorata (L) King and Robinson) merupakan salah
satu gulma padang rumput yang penting di Indonesia, di samping saliara (Lantana
camara). Gulma ini diperkirakan sudah tersebar di Indonesia sejak tahun 1910-an
(Sipayung , 1991).
C. odorata (L.) King dan Robinson (Asteraceae), sebelumnya dikenal
sebagai Eupatorium odoratum L., oleh penduduk asli Argentina (Zachariades,
1999). Gulma ini memiliki beberapa nama umum seperti siam weed (Inggris),
semak merdeka atau putihan (Indonesia), kirinyuh (Sunda), pokok kapal terbang
atau pokok german (Malaysia), gonoy (Filipina) dan di Thailand dikenal dengan
saab sua. Di India gulma ini dikenal sebagai asam patcha yang hidup di hutan jati
sebagai tumbuhan bawah yang sangat tebal (Toisuta, 2007).
C. odorata (L.) yang dikenal dengan nama Gulma Siam, kirinyu atau
babanjajaran di Indonesia menyebar hampir di seluruh wilayah nusantara.
Tumbuhan ini termasuk dalam famili Asteraceae, dapat tumbuh dengan cepat
pada lahan kosong yang tandus dari wilayah pesisir pantai sampai daerah dengan
ketinggian sekitar 1000 m di daerah ekuator. C. odorata banyak tumbuh dalam
vegetasi hutan sekunder pada lahan yang digunakan dalam perladangan seperti di
daerah Sulawesi dan Kalimantan (Wardhani, 2006).
5
6
Tumbuhan ini dapat menyebar cepat dengan perakaran yang dalam,
bercabang sangat banyak sehingga membentuk semak yang tebal. Batang
C.odorata berbentuk silindris berwarna kekuning-kuningan dengan bulu-bulu
halus, bertekstur halus ketika muda dan semakin dewasa semakin keras. Daunnya
saling berhadapan, tiangular dengan urat daun yang menonjol, saat muda
berwarna coklat kemerah-merahan, daun berbau terpentin atau parafin yang
menyengat saat diremas. Bunga merupakan bunga tunggal dengan warna ungu
muda sampai keputih-putihan, dalam tumpukan tandan dapat mencapai 20-35
bunga (Zokufika, 2002).
Klasifikasi C. odorata (Anonim, 2008) :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
SubDivisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Spesies : Chromolaena odorata (L.) King & Robinson
Kirinyu (C. odorata) adalah salah satu tumbuhan yang dapat digunakan
sebagai larvasida alami. Tumbuhan ini mengandung senyawa fenol, alkaloid,
triterpenoid, tanin, flavonoid (eupatorin) dan limonen. Kandungan tanin yang
terdapat dalam daun kirinyuh adalah 2,56% (Yunilas, 2010).
7
Ekstrak etanol daun C. odorata merupakan antibakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan B. subtilis, S. aureus, dan S. typhimurium. Ekstrak
C.odorata mengandung flavonoid, saponin, tanin dan steroid (Vital, 2009).
Gambar 2.1. C. odorata (L.) King and Robinson (Wardhani, 2006)
Tabel 2.1. Senyawa kimia yang terdeteksi dalam ekstrak C. odorata Senyawa Kimia Ekstrak Metanol Ekstrak air
Alkaloid
Saponin
Tannin
Steroid
Terpenoid
Flavanoid
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
Sumber : Akinmoladun dkk (2007).
Diperkirakan Senyawa steroid yang terkandung dalam Ekstrak air daun
C. odorata berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang terdapat pada
buah dan sayuran khusunya sayuran wortel dan buah tomat. Dalam Nurhayati
(2006), Scheuer (1994) menyatakan bahwa senyawa steroid memiliki gugus –OH
yang dapat berikatan dengan protein integral membran sel. Hal ini menyebabkan
terbendungnya transport aktif Na+, K+ dan ATP, sehingga zat-zat yang dibutuhkan
untuk proses sintesis protein tidak dapat masuk ke dalam sel, yang pada akhirnya
8
mengganggu pembentukan dinding sel. Jika gugus -OH berupa gugus fenol maka
akan terjadi penggumpalan protein karena gugus ini dapat bersifat koagulator
protein (Dwidjoseputro, 1994). Protein yang menggumpal tidak dapat berfungsi
lagi, sehingga akan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri. Jika ada
kerusakan pada dinding sel atau ada hambatan dalam pembentukannya dapat
terjadi lisis pada sel bakteri sehingga bakteri segera kehilangan kemampuan
membentuk koloni dan diikuti dengan kematian sel bakteri (Morin dan Gorman,
1995).
Senyawa flavanoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder
yang terdapat pada ekstrak air daun C. odorata. Menurut Robinson (1995) dalam
Rahmawan (2008) flavanoid merupakan senyawa pereduksi yang baik,
menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim.
Flavanoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan
superoksida dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang
merusak. Aktivitas antioksidannya dapat menjelaskan mengapa flavanoid tertentu
merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk
mengobati gangguan fungsi hati.
B. Pembusukan Sayuran
Bahan pangan seperti sayuran dan buah jika dibiarkan di udara terbuka
pada suhu kamar akan mengalami kerusakan atau bahkan kebusukan. Kerusakan
atau kebusukan dapat berlangsung cepat atau lambat tergantung dari jenis bahan
pangan atau makanan yang bersangkutan dan kondisi lingkungan dimana bahan
pangan atau makanan diletakkan (Utama, S. 2008).
9
Kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut (Syamsir, 2008) :
1. Pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk
memproduksi toksin di dalam pangan
2. Katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan
pematangan yang dikatalisis enzim indigenus;
3. Reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lainnya dalam
lingkungan penyimpanan;
4. Kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun
penyimpanan).
5. Kontaminasi serangga, parasit dan tikus.
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis biologis
yang dapat mengendalikan berbagai reaksi biokimia yang terdapat di dalam
jaringan hidup. Enzim dapat berasal secara alami di dalam bahan pangan, atau
dapat pula berasal dari mikroba yang, mencemari bahan pangan yang
bersangkutan. Enzim yang dikeluarkan oleh mikroba dapat menimbulkan
perubahan bau, warna dan tekstur pada bahan pangan, enzim yang terdapat secara
alami di dalam bahan pangan misalnya enzim polifenol oksidase pada buah salak,
apel atau ubi kayu. Enzim dapat menimbulkan warna coklat jika buah atau ubi
dipotong. Enzim polifenol oksidase merupakan salah satu jenis enzim
yang merusak bahan pangan karena warna coklat yang ditimbulkannya. Enzim
dapat pula menyebabkan penyimpangan citarasa makanan seperti enzim
lipoksidase yang menimbulkan bau langu pada kedelai. Enzim juga dapat
10
menyebabkan pelunakan pada buah, misalnya enzirn pektinase yang umum
terdapat pada buah-buahan, merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
kerusakan pada bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika bahan pangan
yang bersangkutan akan diawetkan (Sucipto, 2008).
C. Bakteri Penyebab Pembusukan Sayuran
Kebanyakan bahan makanan merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Pada keadaan fisik yang menguntungkan, terutama
pada kisaran suhu 7o sampai 60oC, organisme akan tumbuh dan menyebabkan
terjadinya perubahan dalam hal penampilan, rasa, bau, serta sifat-sifat lain pada
bahan makanan (Chan, 1988).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air
bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan
baik, misalnya bakteri aw : 0,90 ; khamir aw : 0,80-0,90 ; kapang aw : 0,60-0,70
(Winarno, 1994).
Gambar 2.2. Hubungan antara aw dengan kandungan air per gram suatu bahan makanan (Winarno, 1994)
11
Mikroba membutuhkan air untuk pertumbuhannya, karena nutrient
diabsorbsi oleh seluruh permukaan dengan apa yang disebut “aw”. Air murni
mempunyai aw = 1,00 ; dan hampir semua makanan segar memiliki nilai aw= 0,95.
Semua mikroba tumbuh baik pada aw tinggi C. botulinum tidak dapat tumbuh bila
aw < 0,85 (Winarno, 2004).
Tabel 2.2 Mikroorganisme yang Terdapat Pada Produk Pascapenen Sayuran
Sayuran Populasi Mikroorganisme
Paprika 132.000
Kol 500-100.000
Wortel 440-630.000
Mentimun 16.000
Selada 10.000-1x106
Tomat 1-150
Sumber : Hurst (1998)
Menurut Balia (2008) jenis-jenis kerusakan pada buah dan sayuran akibat aktivias
mikroorganisme yaitu :
1. Busuk Lunak Bakteri (Bacterial Soft Rot)
Ciri Kerusakan : bahan jadi lunak, lembek, bau masam
Komoditi yang diserang : bawang merah atau putih, wortel
Jenis : Erwinia carotovora, Pseudomonas marginalis, Clostridium, Bacillus
spp.
12
2. Busuk Kapang Abu-Abu (Gray Mold Rot)
Ciri Kerusakan : Miselium kapang abu-abu, kerusakan akibat kelembaban
tinggi dan suhu hangat
Komoditi yg diserang : anggur, kacang-kacangan, bayam
Jenis : Botrytis cinerea, Botrytis spp.
3. Busuk Lunak Rhizopus (Rhizopus Soft Rot)
Ciri Kerusakan : lunak, lembek, kapang berbentuk kapas-kecil berbintik
hitam, sporangia menutupi permukaan air
Komoditi yang diserang : anggur, strawberi, alpukat
Jenis : Rhizopus sp., Rhizopus stolonifer
4. Anthracnose
Ciri Kerusakan : spot/bintik hitam
Komoditi yang diserang : aprikot, alpukat, pisang
Jenis : Colletotrichum lindemuthianium (kapang)
5. Busuk Alternaria (alternaria rot)
Ciri Kerusakan : bintik coklat kehijauan coklat hitam
Komoditi yang diserang : lemon, peach, tomat
Jenis : Alternaria tenuis
6. Busuk Kapang Biru (blue mold rot)
Ciri Kerusakan : spora kapang hiau kebiruan
Komoditi yang diserang : anggur, bit, aprikot
Jenis : Penicillium digitarium
7. Downey Mildew
13
Ciri Kerusakan : kapang berwarna putih seperti wol
Komoditi yang diserang : sawi/lobak
Jenis : Phytophthora, Bremia, dll
8. Busuk Lunak Berair (Watery Soft Rot)
Komoditi yang diserang : seledri, kembang kol
Jenis : Sclerotinia sclerotiorum umum pada sayuran
9. Busuk Batang
Komoditi yang diserang : lemon
Jenis : Diplodia, Alternaria, Phomopsis, Fusarium
10. Busuk Kapang Hitam
Ciri Kerusakan : Masa spora hitam pekat
Komoditi yang diserang : bwg. merah/putih, pir, peach
Jenis : Aspergillus niger
11. Busuk Hitam (Black Rot)
Komoditi yang diserang : wortel, bit, pir, kembang kol Jenis :
Alternaria,Ceratostomella, Physalospora
12. Busuk Kapang Merah Muda (Pink Mold Rot)
Ciri Kerusakan : Spora Pink
Jenis : Trichothecum roseum
13. Busuk Fusarium
Komoditi yang diserang : wortel, bit, pisang
Jenis : Fusarium sp.
14. Busuk Kapang Hijau (Green Mold Rot)
14
Komoditi yang diserang : tomat
Jenis : Cladosporium, Thichoderma
15. Busuk Coklat (Brown Rot)
Komoditi yang diserang : aprikot
Jenis : Sclerotinia (Monilia fructicola)
D. Perlakuan Pascapanen
Perlakuan-perlakuan pascapanen adalah bertujuan memberikan
penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan untuk konsumen, memberikan
perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Sukses
penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari
seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk
mempertahankan mutu produk awal. Menurut Utama (2001) Beberapa tahapan
perlakuan umum pascapanen adalah :
1. Pre-sorting
Pre-sorting biasanya dilakukan untuk mengeliminasi produk yang luka,
busuk atau cacat lainnya sebelum pendinginan atau penanganan berikutnya. Pre-
sorting akan menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak ikut tertangani.
Memisahkan produk busuk akan menghindarkan penyebaran infeksi ke produk-
produk lainnya, khususnya bila pestisida pascapanen tidak dipergunakan.
2. Pencucian/pembersihan
Kebanyakan buah dan sayuran membutuhkan pembersihan untuk
menghilangkan kotoran seperti debu, insekta atau residu penyemprotan yang
dilakukan sebelum panen. Pembersihan dapat dilakukan dengan sikat atau
15
melakukan penyemprotan udara. Namun lebih umum digunakan dengan
penyemprotan air atau mencelupkan ke dalam air. Bila kotoran agak sulit
dihilangkan maka dapat ditambahkan deterjen. Pencucian yang dilakukan efektif
untuk menghilangkan kotoran, maka disinfektan dapat ditambahkan untuk
mengendalikan bakteri dan beberapa jamur pembusuk. Klorin adalah bahan kimia
yang umum ditambahkan untuk pengendalian mikroorganisme tersebut.
3. Pelilinan
Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun, terung, tomat dan
buah-buahan seperti apel dan peaches adalah umum dilakukan. Lilin alami yang
banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau beeswax (lilin lebah) yang
semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan adalah untuk
mengganti lilin alami buah yang hilang karena operasi pencucian dan
pembersihan, dan dapat membantu mengurangi kehilangan air selama penanganan
dan pemasaran serta membantu memberikan proteksi dari serangan
mikroorganisme pembusuk. Bila produk dililin, maka pelapisan harus dibiarkan
kering sebelum penanganan berikutnya.
4. Pengendalian Penyakit
Dibutuhkan pengendalian terhadap pertumbuhan dan perkembangan jamur
dan bakteri penyebab penyakit. Pengendalian penyakit yang baik membutuhkan:
a. Identifikasi yang benar terhadap mikroorganisme penyebab penyakit.
b. Pemilihan cara pengendalian yang tepat yang sangat dipengaruhi oleh apakah
penyebab penyakit tersebut melakukan infeksi sebelum atau sesudah panen.
16
c. Praktik penanganan yang baik untuk meminimumkan pelukaan atau kerusakan
lainnya dan menjaga lingkungan untuk tidak memacu perkembangan penyakit
tersebut.
d. Memanen pada saat produk memiliki kematangan yang tepat.
Fungisida adalah bahan yang penting untuk pengendalian penyakit
pascapanen yang ditimbulkan oleh jamur, namun bukan hanya pendekatan cara ini
yang tersedia. Pengaturan suhu adalah cara yang sangat penting untuk
mengendalikan penyakit. Penurunan suhu penyimpanan secara cepat dan
menjaganya tetap pada suhu rendah, menghambat perkembangan kebanyakan
penyakit pascapanen.
5. Pengendalian Insekta
Insekta yang bisa merusak produk perlu dikendalikan untuk menghindari
kerusakan produk dari kebun ke pasar, terutama pasar international. Cara
pengendalian insekta dapat dilakukan dengan pendinginan atau pemanasan.
Penyimpanan pada suhu 0,5 oC atau dibawahnya selama 14 hari adalah memenuhi
persyaratan karantina pasar dunia untuk pengendalian lalat buah “Queensland”.
Produk yang dapat diperlakukan dengan cara ini adalah apel, apricot, buah kiwi,
nectarine, peaches, pears, plum, delima dsb. Produk yang sensitive terhadap
kerusakan dingin tidak dapat diperlakukan dengan cara ini.
Perlakuan panas sudah lama dilakukan namun pendekatan ini jarang
dilakukan untuk pengendalian insekta, karena dibutuhkan waktu yang lama dan
kemungkinan akan terjadi kerusakan pada produk, maka penggunaannya dalam
pengendalian insekta sangat minimal.
17
Perlakuan dengan iradiasi sinar Gamma dapat sebagai alternatif yang baik
untuk pengendalian insekta seperti lalat buah dan ulat biji mangga. Namun masih
dibutuhkan approval dari negara-negara pengimport dan konsumen bisa apakah
mau menerima produk yang teriradiasi.
6. Grading
Grading adalah penyortiran produk-produk ke dalam satuan atau unit
tertentu. Buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan adalah kelompok
produk yang non-homogenous. Produk bervariasi a) antar group, b) antar individu
dalam kelompok dan c) antar daerah produksi. Perbedaan timbul karena
perbedaan kondisi lingkungan, praktik budidaya dan perbedaan varietas. Sebagai
akibatnya, setiap operasi grading harus memperhatikan variasi dalam total volume
produk, ukuran individu produk, kondisi produk (kematangan dan tingkat
kerusakan mekanis). Beberapa faktor lainnya juga berpengaruh terhadap mutu
sebelum proses degrading, meliputi:
a. Kematangan saat pemanenan
b. Metode untuk mentransfer produk dari lapangan ke tempat grading
c. Metode panen dan
d. Waktu yang dibutuhkan antara panen dan grading.
Grading memberikan manfaat untuk keseluruhan industri, dari petani,
pedagang besar dan pengecer karena;
a. Ukurannya seragam untuk dijual, Kematangan seragam
b. Didapatkan buah yang tidak lecet atau tidak rusak
c. Tercapai keuntungan lebih baik karena keseragaman produk, dan
18
d. Menghemat biaya dalam transport dan pemasarannya karena bahan-bahan
rusak di sisihkan.
Beberapa parameter dapat digunakan sebagai basis grading:
a. Ukuran. Parameter ini umum digunakan karena kesesuaiannya dengan aplikasi
mekanis. Ukuran dapat ditentukan oleh berat atau dimensi.
b. Menyisihkan produk yang tidak diinginkan. Diantaranya untuk memisahkan
produk dengan produk yang luka karena perlakuan mekanis, karena penyakit
dan insekta, karena kotoran yang dibawa dari lapang dan sebagainya.
c. Warna. Beberapa produk sangat ditentukan oleh warna dalam penjualannya.
Kematangan sering dihubungkan dengan warna dan digunakan sebagai basis
sortasi, seperti pada tomat.
7. Pemasakan Terkendali
Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan beberapa jenis
buah. Teknik ini cukup cepat dan memberikan pemasakan yang seragam sebelum
dipasarkan. Buah yang umum dikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah
pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti anggur, jeruk,
nenas, dan strawberi tidak dapat dilakukan dengan cara ini. Juga buah muda tidak
dapat dimasakan dengan baik dengan cara ini. Tidak ada cara untuk memasakan
buah muda sampai menjadi produk yang dapat diterima.
8. Degreening
Degreening atau penguningan yaitu proses yang sering dilakukan untuk
memperbaiki nilai pasar dari suatu produk. Seperti pada buah jeruk Navel atau
19
Valencia. Pada proses degreening buah ditambahkan dengan etilen konsentrasi
rendah pada suhu dan kelembaban terkendali.
9. Curing
Proses curing yaitu cara yang efektif dan efisien untuk mengurangi
kehilangan air serta perkembangan penyakit pada beberapa sayuran umbi.
Beberapa jenis komoditi di curing setelah panen sebelum penyimpanan dan
pemasaran adalah bawang putih, ketela rambat, bawang merah dan sayuran umbi
tropis lainnya seperti Yam dan Casava. Ada dua jenis curing yaitu pada kentang
dan ketela pohon, curing memberikan kemampuan permukaan yang terpotong,
pecah atau memar saat panen, untuk melakukan penyembuhan melalui
perkembangan jaringan epiderm pada bagian yang luka. Pada bawang merah dan
putih, curing adalah berupa pengeringan pada bagian kulit luar untuk membentuk
barier pelindung terhadap kehilangan air dan infeksi.
10. Pembungkusan dengan Plastik Wrap
Pembungkusan memegang peranan penting untuk membantu pengawetan
bahan makanan. Adanya wadah atau pembungkusan dapat membantu mencegah
atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya dan
melindungi dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik (gesekan, benturan,
getaran). Plastik wrap adalah plastik yang biasa dipergunakan sebagai alat untuk
membungkus buah dan sayuran segar. Pengemasan dengan plastik ini berfungsi
mencegah dan mengontrol keluarnya uap air (Anonim, 2009).
20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Adapun yang menjadi varibel bebas adalah konsentrasi ekstrak air daun
C.odorata sedangkan variabel terikat adalah pencegahan pembusukan sayuran
wortel dan buah tomat.
B. Desain Penelitian
Tabel. 3.1. Desain Penelitian
PengamatanHari ke-
Perlakuan PenelitianBungkus Tidak Bungkus
Y1 Y2 Y3 Y4 Y1 Y2 Y3 Y4
X1 X1Y1 X1Y2 X1Y3 X1Y4 X1Y1 X1Y2 X1Y3 X1Y4
X2 X2Y1 X2Y2 X2Y3 X2Y4 X2Y1 X2Y2 X2Y3 X2Y4
X3 X3Y1 X3Y2 X3Y3 X3Y4 X3Y1 X3Y2 X3Y3 X3Y4
X4 X4Y1 X4Y2 X4Y3 X4Y4 X4Y1 X4Y2 X4Y3 X4Y4
X5 X5Y1 X5Y2 X5Y3 X5Y4 X5Y1 X5Y2 X5Y3 X5Y4
X6 X6Y1 X6Y2 X6Y3 X6Y4 X6Y1 X6Y2 X6Y3 X6Y4
X7 X7Y1 X7Y2 X7Y3 X7Y4 X7Y1 X7Y2 X7Y3 X7Y4
X8 X8Y1 X8Y2 X8Y3 X8Y4 X8Y1 X8Y2 X8Y3 X8Y4
Xn XnY1 XnY2 XnY3 XnY4 XnY1 XnY2 XnY3 XnY4
Ket :
X1 – Xn = Pengamatan sayuran wortel dan buah tomat tiap empat hariY1 = Konsentrasi ekstrak 100% Y2 = Konsentrasi ekstrak 50% Y3 = Konsentrasi ekstrak 25% Y4 = KontrolX1Y1 – XnY4 = Hasil Pengamatan terhadap uji daya hambat pembusukan wortel
dan tomat
21
C. Defenisi Operasional Variabel
1. Konsentrasi ekstrak air daun C. odorata didefinisikan sebagai banyaknya
eksrtak air daun C. odorata dalam satuan persen yang dihasilkan dari proses
ekstraksi. Konsentrasi ekstrak yang digunakan terdiri dari tiga konsentrasi
yakni konsentrasi awal (100%), ½ dari konsentrasi awal (50%), dan ¼ dari
konsentrasi awal (25%).
2. Pencegahan pembusukan sayuran wortel dan buah tomat adalah lamanya
penyimpanan wortel dan tomat yang telah diberi ekstrak air daun C. Odorata
dapat bertahan tanpa mengalami perubahan.
D. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah daun Gulma Siam C. odorata yang
diperoleh di Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan dan sayuran Wortel
serta buah tomat yang digunakan diperoleh dari Kecamatan Tombolo Pao
Kabupaten Gowa.
E. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga bulan Oktober 2010 yang
meliputi penelusuran literatur, observasi mengenai Gulma Siam C.odorata, dan
penyusunan proposal. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA UNM.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Blender, corong biasa,
corong Buchner, labu erlenmeyer berbagai ukuran, gelas kimia, neraca analitik,
batang pengaduk dan lain-lain.
22
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : serbuk halus daun
Gulma Siam C. odorata, Wortel, Tomat, akuades dan kertas saring.
3. Prosedur Kerja
a. Persiapan Bahan
Konsentrasi ekstrak yang digunakan antara lain konsentrasi 100%,
konsentrasi 50%, konsentrasi 25% dan kontrol, masing-masing konsentrasi terdiri
dari 2 sayuran Wortel dan Tomat sehingga jumlah sayur yang dibutuhkan 8
sayuran wortel dan 8 tomat yang digunakan untuk menguji daya hambat
pembusukan sayuran.
b. Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan maserasi menggunakan pelarut air untuk
memperoleh ekstrak air daun C. odorata. Sebanyak 500 g daun Gulma Siam C.
odorata yang telah diangin-anginkan dan dihaluskan, dimaserasi menggunakan
pelarut air sebanyak 4 L. Ekstrak yang diperoleh dianggap sebagai konsentrasi
awal yaitu konsentrasi 100%, selanjutnya ekstrak awal yang diperoleh sebanyak 2
L dibagi dua masing-masing sebanyak 1 L, bagian pertama diencerkan dengan
volume sebanyak 1 L dan diperoleh ½ dari konsentrasi awal yang dianggap
sebagai konsentrasi 50%, selanjutnya ekstrak tersebut dibagi dua kembali lalu
diencerkan dengan volume air sebanyak 1 L, dan diperoleh ¼ dari konsentrasi
awal yang dianggap sebagai konsenrasi 25%. Selanjutnya dilakukan uji terhadap
daya hambat pembusukan sayuran wortel dan tomat dengan menggunakan ekstrak
air daun Gulma Siam C. odorata yang telah diperoleh (Soebagio, 2002)
23
c. Uji terhadap Daya Hambat Pembusukan Sayuran.
Pengujian daya hambat pembusukan sayuran wortel dan tomat dengan
menggunakan ekstrak air daun C. odorata dilakukan dengan cara mencelupkan
sayuran wortel dan tomat ke dalam ekstrak air C. odorata dengan konsentrasi
yang berbeda-beda yaitu konsentasi 100%, 50% maupun 25%. Sayuran yang telah
di celupkan di angin-anginkan hingga kering lalu satu bagian sayuran wortel dan
tomat dibungkus dengan plastik wrap dan satu bagian yang lain dibiarkan di udara
terbuka, selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap daya hambat pembusukan
sayuran tersebut, pengamatan yang dilakukan meliputi kesegaran dari sayuran
tersebut serta membandingkannya dengan kontrol yaitu sayuran yang tidak
dicelupkan pada ekstrak air daun C. odorata. Pengamatan ini dilakukan selama 32
hari.
d. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen
terhadap penampakan kesegaran wortel dan tomat yang telah diawetkan dengan
menggunakan ekstrak air daun Gulma Siam C.odorata. Penilaian berdasarkan
kriteria dikonversi dalam angka yaitu 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2
(tidak suka), 1 (sangat tidak suka) (Soekarno, 1985 dalam Sunarti, 1995).