bab i pendahuluan benar
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Geologi struktur merupakan suatu cabang ilmu geologi yang mempelajari
bentuk arsitektur kerak bumi beserta gejala-gejala geologi yang meyebabkan
terjadinya perubahan bentuk (deformasi) pada batuan. Banyak hal - hal yang
berkaitan dengan proses – proses struktur geologi seperti zona – zona lemah pada
batuan, dimana pada batuan tersebut bisa saja terdapat mineral – mineral ekonomis.
Untuk dapat mengetahui gejala – gejala struktur yang ada di lapangan, maka
perlu diadakan field trip Geologi Struktur agar kemampuan mengenali gejala struktur
tersebut dapat bertambah.
I.2 Maksud dan Tujuan
Field trip Geologi Stuktur yang dilakukan di daerah Pulau Batukalasi
Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan , dimaksudkan aga para paktikan dapat
mengetahui gejala – gejala stuktur yang ada di lapangan dan dapat
menginterpetasikannya.
Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi struktur daerah Pulau Batukalasi
2. Mahasiswa dapat meganalisa struktur – struktur geologi yang ada pada daerah
penelitian berdasarkan data yang diperoleh.
3. Mahasiswa dapat mengetahui jenis – jenis struktur pada daerah penelitian
berdasarkan analisa data – data diperoleh.
4. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme struktur geologi pada daerah pulau
batukalasi
1.3.Batasan Masaalah
Pada daerah penelitian mempunyai banyak masalah untuk dipecahkan akan
tetapi penulis membatasi permasalahan tersebut terutama proses – proses geologi
saeperti struktur geologi yang menyususn daerah tersebut.
I. 4 Alat Dan Bahan
Adapaun alat dan bahan yang digunakan dalam Field Trip stratigrafi
indonesia ini antara lain :
1. Peta lintasan
Untuk membantu dalam mengetahui posisi dan sebagai penunjuk pada daerah
penelitian.
2. Kompas geologi
Kompas geologi digunakan untuk mengukur kedudukan batuan, mengukur
arah ataupun slope.
3. Palu geologi
Palu geologi digunakan untuk membantu mengambil sampel batuan
4. Betel
Betel digunakan juga dalam pengambilan sampel yang lunak
5. Kantong sampel
Kantong sampel merupakan tempat untuk menyimpan sampel dan memberi
label sehingga mudah dikenali.
6. Spidol Permanen
Digunakan dalam pemberian label dikantong sampel
7. Larutan HCl
Digunakan sebagai uji sifat kimiawi pada batuan, apakah bersifat karbonatan
atau silika.
8. Mistar dan busur derajat
Digunakan sebagai alat untuk membantu pengeplotan data
9. Klip board
Digunakan sebagai alas dalam pencatatan data lapangan serta alat bantu dalam
pengambilan kedudukan batuan.
10. Klip Dan Hecter
Digunakan untuk menghecter kantong sampel tempat sampel
11. Spidol Permanen
Digunakan dalam pemberian label dikantong sampel
12. Kertas Kuarto
Digunakan dalam pancatatan data diluar buku lapangan
13. Buku lapangan
Digunakan untuk mencatat data – data lapangan tau merekam data
14. Roll meteran
Digunakan untuk mengukur jarak lintasan
15. Lup
Digunakan untuk melihat mineral pada batuan.
16. Komparator
Merupakan alat kesebandingan dalam penamaan batuan.
17. Pita meter
Untuk mengukur dimensi singkapan
18. Pensil warna
Digunakan untuk memberi simbol warna terhadap data litologi yang diperoleh
19. Alat tulis menulis
Digunakan sebagai alat untuk tulis menulis
I. 5 Waktu, Lokasi dan Kesampaian Daerah
Secara Geografis daerah penelitian yaitu pada Pulau Batukalasi berada pada
1190 36’ 14” - 1190 36’ 20’’ Bujur Timur dan 040 6’ 33” - 040 6’ 38” Lintang Selatan
yang dihitung dari Greernwich pada skala peta 1 : 1000, Sedangkan secara
administratif, Pulau ini berada pada daerah Barru yang merupakan Kecamatan
Malusatasi Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan.
Field Trip ini dilaksanakan selama satu hari yaitu pada hari minggu, tanggal18
Desember 2005. Daerah penelitian ini dapat dijangkau dengan jalan kaki,
Keberangkatan dimulai dari base kamp menuju ke lokasi penelitian pukul 07.00 Wita.
I.6 Metode Penelitian
PERSIAPAN
ADMINISTRASI STUDI PUSTAKA PERALATAN LAPANGAN
PENELITIAN LAPANGAN
INTERPRETASI PETA TOPOGRAFI
PENGUKURAN DATA LAPANGAN
PENGOLAHAN DATA
STATISTIK ANALISA GEOMETRIK
DISKUSI
PENYUSUNAN LAPORAN
Diagram Tahapan Penelitian
1.7. Peneliti Terdahulu
Peneliti yang telah melakukan penelitian geologi baik secara regional
maupun secara local di Sulawesi Selatan secara khusus antara lain :
1.Sarasin (1901),yang menekankan pada urat –uratan batuan tersier di
daerah ini.
2.Thoen dan Sieger(1917),membuat suatu sintesa geologi Sulawesi
Selatan menghasilkan peta geologi dengan skala 1: 200000,juga
melakukan penelitian stratigrafi pada lengan Sulawesi Selatan.
3.Egeler(1947) yang menganalisa secara detail petrologi batuan malihan
di bagian Barat Sulawesi .
4.Budi Tahjadi,(1981),meneliti tentang hidrogeologi lembar pare – pare
dan Watampone.
5.Sartono dan Astadiredja(1981),melakukan penelitian geologi kwarter
daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara,dimana dalam penelitiannyua
banyak fdilaksanakan pada daerah penelitian Pare – pare.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1 Geomorfologi regoional
Kabupaten Barru dan sekitarnya merupakan wilayah pegunungan dan pada
umumnya terdapat di daerah bagian Timur Wilayah Bagian Barat merupakan
pedataran yang relatif sempit dan dibatasi oleh selat Makassar, daerah ini menyempit
ke Utara dan dibatasi oleh pemukiman dengan pola struktur yang rumit, kemudian
disebelah Selatan dibatasi oleh pegunungan yang disusun oleh Batugamping.
Proses Geomorfologi merupakan perubahan yang dialami oleh permukaan
bumi baik secara fisik maupun kimia (THORNBURY, 1954). Penyebab dari proses
perubahan tersebut dapat dibagi atas dua golongan, yaitu :
1. Tenaga Endogen
Tenaga ini cenderung untuk membangun, dapat berupa gempa, gaya-gaya
pembentuk struktur dan vulkanisme. Akibat dari adanya tenaga endogen maka
dapat terbentuk struktur, gunungapi dan agradasi.
2. Tenaga Eksogen.
Tenaga ini bersifat merusak, dapat berupa angin, suhu dan air. Dengan adanya
tenaga eksogen dapat terjadi proses denudasi berupa erosi, pelapukan dan gradasi.
Dengan adanya tenaga-tenaga tersebut diatas, maka dapat terbentuklah bentang
alam dengan kenampakkan yang berbeda satu sama lainnya sesuai dengan tenaga
yang mempengaruhi pembentukkannya.
Kenampakkan bentang alam di daerah barru umumnya merupakan daerah
pegunungan dan perbukitan dimana puncaknya sudah nampak meruncing dan
sebagian lagi nampak membulat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh karekteristik
masing-masing batuannya, pengaruh struktur dan tingkat perkembangan erosi yang
telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan kenampakkan bentang alam seperti
yang nampak sekarang ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pengelompokkan satuan morfologi
daerah Barru dapat dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan penyusunnya
serta proses geomorfologi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi yang nampak
sekarang. Pembagian satuan morfologi adalah sebagai berikut :
1. Satuan Morfologi Perbukitan Gawir Sesar Aledjang – Buludua
Penamaan satuan morfologi ini didasarkan atas struktur geologi yang lebih
dominan terdapat pada daerah tersebut dan memberikan pengaruh terhadap
pembentukkan bentangalamnya.
Satuan morfologi perbukitan gawir sesar Aledjang – Buludua mempunyai
sudut kemiringan lereng 5 – 20o. Satuan morfologi ini umumnya membentuk jalur
gawir sesar turun, menempati daerah-daerah bagian Utara daerah penelitian yang
memanjang dari dusun Galungsalawae, Bale, Ampela, dan Buludua di bagian Timur.
Permukaan gawir sesar ini menghadap ke Selatan dimana permukaan
gawirnya telah mengalami proses erosi lebih lanjut yang ditandai dengan adanya
gerakkan tanah berupa landslide di Aledjang, akibatnya material-material hasil erosi
tersebut diendapkan pada dasar tebing. Kenampakkan morfologi akibat pengaruh
sesar dapat pula terlihat pada permukaan gawir yang memotong perlapisan batuan
dilereng Selatan B. Laposso. Kenampakkan lainnya berupa tebing yang terjal dengan
dasar-dasar lembah yang sempit dan landai dapat dijumpai di beberapa tempat di
sepanjang jalur morfologi gawir sesar ini.
Sungai yang mengalir pada daerah satuan morfologi ini adalah sungai Watu
dengan beberapa anak sungai yang mengalir dari arah Timur ke Barat dengan tipe
genetik sungai obsekuen. Satuan batuan yang menyusun satuan morfolgi ini adalah
breksi batugamping dan napal.
Proses erosi yang bekerja pada daerah ini relatif besar karena sifat batuannya
yang kurang resisten dan adanya aktifitas penduduk setempat yang mengadakan
pengelolaan lahan untuk digunakan sebagai daerah pemukiman, perkebunan dan
persawahan yang mempercepat terjadinya erosi.
2. Satuan Morfologi Pegunungan Denudasi B.Masula - B.Pitu
Penamaan satuan morfologi ini berdasarkan pada proses geomorfologi serta
bentuk morfologi dan keadaan fisik batuan sebagai hasil akhir dari aktifitas denudasi
yang terjadi dan dominan terdapat pada daerah tersebut. Aktifitas denudasi berupa
proses pelapukkan, erosi dan longsoran merupakan bagian yang dapat merombak dan
membentuk permukaan bumi.
Satuan morfologi pegunungan denudasi B. Masula – B. Pitu menyebar di
bagian Selatan dan kenampakkan ini masih dapat dijumpai di bagian Timur Laut B.
Laposso (931m). Penyebaran satuan morfologi ini meliputi beberapa pegunungan
yang memanjang dari arah Barat ke Timur yaitu B.Maejekke (431m), B.Dua (983m),
B.Masula (816m), B.Matomong (903m), B.Pitu (342m) dan B.Kalukka (407m)
dengan sudut kemiringan antara 10 -70o. Terdapat beberapa perbukitan di sekitar
B.Pitu, B.Masula dan B.Matomrong dengan arah penyebaran punggungan bukit yang
memanjang dari Baratlaut ke Tenggara.
Aktifitas denudasi di pegunungan seperti B.Dua memperlihatkan adanya sisa-
sisa erosi dan pelapukkan yang mengikis sebagian pegunungan tersebut. Pada
beberapa tempat ditemukan adanya bukit-bukit kecil tumpul yang terbentuk akibat
adanya pengaruh erosi dan pelapukkan dimana keadaan soil pada bagian puncak bukit
sangat tipis namun pada bagian lembah mempunyai soil yang tebal.
Sungai yang mengalir pada satuan morfologi ini adalah S.Urunga dengan
beberapa anak sungainya yang membentuk pola aliran dendritik dengan tipe genetik
sungai obsekuen. Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi pegunugan
denudasi ini pada umumnya terdiri dari breksi vulkanik kecuali pada daerah B.Dua
dan B.Matjekke batuan penyusunnya terdiri dari batuan beku andesit dan diorite yang
merupakan satuan intrusi bentuk sill. Satuan morfologi ini sebagian digunakan oleh
penduduk setempat sebagai daerah pemukiman dan persawahan.
I.6.2 Stratigrafi regional
Daerah barru disusun oleh beberapa satuan batuan dan tersebar pada jenis
bentangalam yang berbeda atau bervariasi dan telah mengalami gangguan struktur
sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan perlapisan batuan menjadi tidak
beraturan. Sebagian batuannya telah mengalami pelapukkan dan peremukkan hingga
nampak kurang segar terutama pada napal.
Pengelompokkan dan penamaan satuan batuan didasarkan atas ciri-ciri secara
fisik di lapangan, jenis batuan, posisi stratigrafi dan hubungan tektonik antar batuan,
dapat dikorelasikan secara vertikal maupun lateral dan terutama dapat dipetakan
dalam skala 1 : 25.000.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka satuan batuan dapat digolongkan atas
lima (5) satuan, mulai dari satuan batuan yang muda ke satuan batuan yang tertua,
adalah Satuan Batuan Beku Intrusi, Satuan Breksi Vulkanik, Satuan Napal, Satuan
Breksi Batugamping Tonasa, Satuan batupasir Mallawa, Satuan serpih Balangbaru
Dimana pada daerah penelitian pada Pulau Batukalasi satuan batuan yang
terdapat adalah :
1. Satuan Batuan Vulkanik
2. Endapan – Endapan fluvial
Pembahasan lebih lanjut dari setiap satuan batuan dimulai dari yang tertua ke
yang termuda sebagai berikut :
1. Satuan Batuan Vulkanik
Satuan breksi vulkanik penyebarannya meliputi beberapa pegunungan yaitu
B.Laposso, B. Masula, B. Matomong, B. Pitu, B. Kalukku serta daerah pemukiman
seperti menrong, Patjiro, Adjange, Batiu, Wuruwue dan Litae. Sebagian pula
tersingkap di daerah aliran sungai kampung litae satuan ini menempati daerah satuan
morfologi pegunungan denudasi B. Masula – B. Pitu dengan arah perlapisan batuan
umumnya Baratlaut – Timur Tenggara dengan sudut kemiringan perlapisan antara 16o
– 25o.
Kenampakkan dari satuan breksi vulkanik ini memperlihatkan adanya
perlapisan dengan ketebalan lapisan antara 15 -100 cm. Fragmen batuan breksi
vulkanik terdiri dari batuan beku berupa basalt dan andesit, matriks tufa yang disemen
oleh silika dengan sortasi buruk. Ukuran fragmen antara 5 – 60 cm dan bentuk
menyudut tanggung.
Pada satuan ini tidak dijumpai adanya fosil baik itu mikro maupun makro
sehingga satuan ini disebandingkan dengan batuan vulkanik Camba yang berumur
Miosen Tengah – Miosen Akhir.
Hubungan stratigrafi dengan satuan batuan baik yang di bawah maupun di
atasnya adalah tidak selaras.
2. Endapan – Endapan Fluvial
Penyebaran material endapan sangat banyak terdapat terdapat pada daerah
sekitar penelitian yang kondisi geomorfologinya secara umum merupakan satuan
marine, pada daerah sekitar pantai banyak terdapat material – material endapan
fluvial, endapan fluvial ini berupa pasir hasul yang bercampur dengan material laut
seperti kerang, coral yang telah hancur.
I.6.3 Struktur Geologi regional
Struktur Geologi di daerah penelitian terdiri atas :
1. Struktur Lipatan
2. Struktur Sesar
Struktur tersebut di bagi lagi menjadi beberapa jenis, beriktu pembahasan dari
masing-masing struktur.
1. Struktur Lipatan
Struktur lipatan adalah suatu bentuk deformasi pada batuan sedimen, batuan
vulkanik dan batuan metamorf yang memperlihatkan suatu bentuk yang
bergelombang (MARLAND P. BILLINGS, 1979).
Struktur lipatan yang berkembang di daerah Barru antara lain :
Struktur Sinklin Waruwae
Struktur sinklin Waruwae sebagian besar terletak di bagian Selatan
memanjang dari arah Baratlaut ke Tenggara dengan sumbu lipatan sekitar 10 km dan
mempunyai bentuk yang relatif melengkung dan merupakan suatu sinklin asimetris.
Satuan batuan yang mengalami perlipatan adalah satuan batuan breksi vulkanik yang
diperkirakan ikut pula terlipat adalah sauan napal dan satuan breksi batugamping.
Umur dari sauan batuan tersebut adalah Eosen Awal – Miosen Akhir sehingga
diperkirakan bahwa struktur sinklin Waruwae terbentuk setelah Miosen Akhir.
2. Struktur Sesar
Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan dan arahnya
sejajar dengan bidang patahan (Sukendar azikin, 1979). Struktur sesar yang dijumpai
pada daerah Barru Bagian Timur antara lain :
1. Sesar Normal Bale
2. Sesar Geser Aledjang
3. Sesar Geser Buludua
Sesar Normal Bale
Sesar Normal Bale terletak di sebelah Utara dengan panjang sesar sekitar 250
meter. Sesar ini memanjang dari arah Barat ke Timur melalui dusun Bale,
Galungsawae dan Buludua dan dipotong oleh sesar geser Buludua. Bentuk sesar
normal Bale ini relatif melengkung dimana blok bagian Selatan relatif bergerak turun
terhadap blok bagian Utara. Satuan batuan yang tersesarkan terdiri dari satuan napal
dan breksi batugamping.
Berdasarkan pada umur Batuan termuda yang dilalui yaitu satuan napal
dengan umur Eosen Tengah, maka diperkirakan sesar normal Bale terbentuk setelah
Eosen Tengah.
Sesar Geser Aledjang
Sesar Geser Aledjang terdapat di sebelah Baratlaut dan merupakan sesar geser
yang bersifat dextral. Sesar geser ini mempunyai arah pergeseran relatif ke Timur –
Baratdaya dengan pergeseran sekitar 200 meter. Sesar geser ini dicirikan oleh zona-
zona hancuran batuan pada satuan napal yang ditemukan pada lereng permukaan
gawir di dusun Aledjang.
Berdasarkan pada umur batuan termuda yang dilalui maka diperkirakan bahwa
sesar geser Aledjang terbentuk setelah Miosen Akhir.
Sesar Geser Buludua
Sesar geser Buludua di sebelah Baratlaut dan merupakan sesar geser bersifat
dextral. Sesar geser ini arah pergeserannya relatif berarah Baratlaut – Tenggara
dengan panjang pergerakkan sekitar 2 km. Satuan batuan yang dilaluinya terdiri atas
napal dan satuan batugamping. Akibat dari adanya sesar ini banyak ditemukan mata
air di sekitar daerah Buludua.
Berdasarkan pada batuan termuda yang dilalui yaitu satuan breksi vulkanik,
maka diperkirakan sesar ini terbentuk setelah Miosen Akhir.