bab ii business model canvas - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...
TRANSCRIPT
BAB II
BUSINESS MODEL CANVAS
2.1. Produk
2.1.1. Buah, Sayur dan Kesehatan
Harvard School of Public Health mengemukakan petunjuk pola
makan sehat sebagai berikut:
Gambar 2.1. Healthy Eating Plate
Sumber: The Nutrition Source Healthy Eating Plate, Harvard School of
Public Health, 2011. Copyright 2011 by Harvard University.
22
Diagram di atas menjelaskan pentingnya asupan buah dan sayur dalam
pola makan harian. Buah dan sayur seringkali disebut sebagai “functional
foods” atau makanan fungsional, karena merupakan sumber yang kaya atas
beberapa zat mikronutrien penting serta serat makanan yang telah diakui
sebagai sumber penting bagi berbagai macam phytochemicals baik secara
individual atau terkombinasi (Rosa et al., 2010, p.3; Stavric, 1994 &
Rechkemmer, 2001). Sejumlah alasan biologis menjadi latar belakang atas
asosiasi perlindungan kesehatan ini, termasuk fakta bahwa sejumlah
phytochemicals bertindak sebagai antioksidan dalam tubuh. Phytochemicals
dalam buah dan sayuran hadir dalam beraneka ragam bentuk, seperti asam
askorbat, karotenoid, dan senyawa fenolik (Liu, 2004; Percival et al., 2006;
Syngletary et al 2005; Yahlia et al; 2001a, 2001b).
Sauders (2003, p.237) dalam buku The Vegan Diet as Chronic Disease
Prevention, menjelaskan pengertian phytonurient, atau sering pula disebut
phytochemical sebagai komponen organik dari tanaman yang berkontribusi
secara optimal terhadap kesehatan manusia. Beragam phytonutrients dapat
diklasifikasikan sebagai carotenoids, flavonoids, isoflavones, inositol
phosphates, lignans, isothiocyanates dan indoles, senyawa phenols dan cyclic,
saponins, slfides dan thiols, serta terpenes. Phytonutrients secara umum mampu
meningkatkan imunitas dan komunikasi sel, membantu metabolisme estrogen,
metabolisme nutrisi lain, menangkal respon alergi, melawan kanker dan
berfungsi sebagai antioksidan, serta memperbaiki kerusakan DNA dari racun
seperti merokok.
23
Konsumsi buah dan sayuran dapat diasosiasikan dengan proteksi
terhadap berbagai penyakit, termasuk cardiovascular, cerebrovascular dan
kanker, terkait dengan nutrisi antioksidan yang terkandung di dalamnya.
Keunggulan konsumsi buah dan sayur terhadap risiko penyakit jantung dan
kanker bukan hanya tergantung pada efek antioksidan seperti vitamin E, C dan
beta-carotene, tetapi lebih pada sejumlah zat antioksidan dan non-antioksidan
phytochemical serta adanya sejumlah senyawa lain seperti asam alpha-
linolenat, senyawa fenolik dan serat (Simopoulous & Gopalan, 2003, p.1).
Phytonutrients secara biologis merupakan substansi yang berkontribusi
terhadap bau, rasa dan warna yang dimiliki oleh tumbuhan. (Lipman & Doyle,
2008, p.88). Lutein membuat jagung berwarna kuning, lycopene membuat
tomat berwarna merah, carotene membuat wortel berwarna jingga, dan
anthocyanin membuat blueberry berwarna biru. Phytonutrients bekerja dalam 2
cara, yakni bertindak sebagai antioksidan serta mengurangi peradangan
(Watson & Smith, 2007, p.30-31).
Heber (2002), Professor of Medicine University of California, Los
Angeles (UCLA) serta direktur UCLA Center for Human Nutrition,
mengemukakan sebuah teori “Color Code System” yang menjelaskan suatu
perencanaan pola makan baru yang menitikberatkan pada pentingnya
phytonutrients bagi kesehatan. Dalam bukunya yang berjudul What Color is
Your Diet?, beliau mengklasifikasikan buah dan sayur dalam 7 kategori warna,
dimana masing-masing kategori merepresentasikan unsur kimia yang
terkandung di dalamnya dengan spesifikasi keunggulannya masing-masing.
24
Tabel 2.1. The UCLA Center for Human Nutrition's Color Code System
for Fruits and Vegetables
Kategori Jenis makanan
Red group (merah)
Pink grapefruit, semangka, tomat dan
produk olahan tomat (pasta, sup tomat, jus tomat, saus).
Mengandung phytonutrient lycopene yang berfungsi untuk mencegah
penyakit jantung, paru-paru dan kanker prostat.
Red / purple group (merah /
ungu)
Anggur, produk olahan anggur (red wine, grape juice), prunes,
cranberries, blueberries, blackberries, strawberry, paprika merah,
plum, cherry, terong ungu, bit, kismis, pir merah dan apel merah.
Mengandung anthocyanines, antioksidan yang membantu
melawan penyakit jantung dengan menghambat pembekuan darah.
Orange group (jingga)
Wortel, mangga, apricot, melon, labu kuning, squash dan ubi jalar.
Mengandung alpha dan beta-carotene tinggi, membantu mencegah
kanker dengan menghalangi kerusakan sel akibat oksidasi.
Orange / yellow group (jingga
/ kuning)
Orange juice, pepaya, tangerines, peach, jeruk,
yellow grapefruit, lemon, nanas dan nectarines.
Mengandung nutrisi beta-cryptothanxin yang
membantu pencegahan penyakit jantung.
Yellow / green group (kuning
/ hijau)
Bayam, sawi, collard green, jagung, kacang hijau, alpukat, paprika
hijau, paprika kuning, ketimun, kiwi, selada, zucchini dan melon.
Mengandung lutein dan zeaxanthin dengan fokus utama pada mata,
membantu mencegah katarak dan degenerasi akibat usia.
Green group (hijau)
Brokoli, Brussels sprouts, kubis, Chinese cabbage dan kale.
Mengandung sulforaphanes, isothiocyanate dan indoles yang
mempercepat kerja enzim untuk memecah karsinogen dalam tubuh.
White / green group (putih /
hijau)
White wine, bawang putih, bawang bombay, seledri, pir dan kucai.
Mengandung flavonoids berkadar tinggi serta allicin (dalam keluarga
tumbuhan bawang) yang membantu mencegah pertumbuhan tumor.
Sumber: What Color is Your Diet? Heber, 2002
25
Color Code System tersebut didukung pula oleh rekomendasi yang
dikeluarkan oleh Urology Center, yakni:
1. The UCLA Center for Human Nutrition's Color Code System
membantu mempertahankan keragaman dalam asupan buah dan
sayur harian. Hal ini juga memastikan asupan berbagai jenis
phytonutrients, melalui satu pilihan makanan dari setiap kategori
warna per hari.
2. Makanlah tujuh atau lebih porsi buah dan sayur per hari
3. Konsumsi beragam buah dan sayur membantu memenuhi asupan
phytonutrients secara luas.
2.1.2. Daging
Kata “meat” berasal dari kata dalam bahasa Inggris Kuno “mete”,
yang berarti makanan secara umum. Istilah ini terkait dengan kata “mat” di
Denmark, “matur” di Swedia dan Norwegia, dan “matur” di Islandia, yang
juga berarti makanan. Kata "mete" juga muncul di perbendaharaan kata
Frisian Lama yang digunakan untuk menunjukkan suatu makanan utama yang
berbeda dari "swiets" / permen dan "dierfied" / pakan ternak (wikipedia, 2011;
etymonline, n.d.).
Lawrie & Ledward (2006), mendeskripsikan daging sebagai bagian
atau jaringan tubuh hewan yang dapat digunakan sebagai makanan. Dalam
26
prakteknya definisi ini terbatas pada beberapa jenis dari 300 spesies mamalia,
tetapi seringkali diperluas pula mencakup otot, organ-organ seperti hati dan
ginjal, otak dan jaringan lainnya yang dapat dimakan. Secara umum
komposisi penyusun daging terdiri atas air (75%), protein (19%), lemak
(2,5%), karbohidrat (1,2%), zat non-protein terlarut lain (2,3%), serta
sejumlah vitamin dan mineral lain. Namun komposisi ini tidaklah baku dan
masih mengacu kembali pada jenis spesies hewan tertentu.
Daging secara umum diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yakni daging
merah (red meat) dan daging putih (white meat) berdasarkan pada konsentrasi
mioglobin dalam serat otot (wikipedia, 2011) Tingkat kemerahan daging
tergantung pula pada spesies, usia hewan, dan jenis serat. Daging mamalia
dewasa seperti sapi, domba, kambing, dan kuda umumnya masuk dalam
kategori daging merah, sedangkan ayam dan kalkun termasuk dalam kategori
daging putih (Bender, 1992).
A. Nutrisi dan Manfaat
Daging dan produk olahannya, sebagaimana dikemukakan
Food and Agriculture Organization dalam FAO Food and Nutrition
Papers (Bender, 1992), merupakan sumber potensial dari seluruh
vitamin B-kompleks, termasuk thiamin, riboflavin, niacin, biotin,
vitamin B6 dan B12, asam pantothenic dan folacin. Kedua vitamin
27
terakhir sangat berlimpah dalam hati, yang bersama dengan organ-
organ tertentu lainnya kaya akan vitamin A dan sejumlah vitamin D, E
dan K. Beberapa mineral seperti zat besi, tembaga, seng dan mangan,
berlimpah dalam daging dimana hal ini juga memainkan peranan
penting dalam pencegahan defisiensi seng (zinc deficiency), khususnya
defisiensi zat besi secara luas.
Daging merupakan sumber terkaya dari seng yang memasok
sepertiga hingga setengah total asupan seng. Seng terdapat dalam
semua jaringan tubuh dan merupakan komponen penyusun lebih dari
50 enzim. Selenium yang terkandung dalam daging merupakan
komponen penting dari beberapa jalur metabolisme, termasuk
metabolisme hormon tiroid, sistem pertahanan antioksidan dan
kekebalan tubuh (Jenis Daging, n.d.). Tiamin dan riboflavin disini
berperan dalam proses metabolisme, yakni sebagai co-enzim yang
membantu proses pembentukan energi.
WHO Food and Agriculture Department (FDA, 1985)
mendefinisikan kebutuhan protein individu sebagai tingkat terendah
asupan protein yang dapat menyeimbangkan hilangnya kadar nitrogen
dari tubuh manusia serta menjaga keseimbangan energi pada aktivitas
fisik sederhana. Daging merupakan sumber protein hewani signifikan
yang dapat membantu pengontrolan berat badan dengan
memaksimalisasi penurunan lemak sambil meminimalisasi kehilangan
massa otot melalui konsumsi protein intake diatas tingkat RDA yang
28
disarankan. Sebuah kajian ilmiah terbaru menyimpulkan bahwa diet
protein moderat memiliki efek positif dan konsisten terhadap
penurunan berat badan (Protein, n.d.). Secara umum, konsumsi protein
hewani turut berperan dalam pembentukan sumber daya manusia
berkualitas (Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS, 2010).
Konsumsi daging berkontribusi secara signifikan untuk
pencegahan anemia yang banyak terjadi di negara-negara berkembang.
Hal ini disebabkan oleh daya serap zat besi yang baik dalam daging
yang juga berfungsi untuk meningkatkan efisiensi transmisi syaraf otak
dalam pembentukan kecerdasan. Secara umum, proporsi absorpsi zat
besi dalam pengaturan nutrisi Recommended Daily Intakes (RDA)
adalah sebesar 10%. Setengah dari zat besi yang terkandung dalam
daging hadir dalam bentuk haeme iron dalam hemoglobin yang dapat
diserap dengan baik, sekitar 15-35%, dimana sangat kontras
dibandingkan dengan bentuk besi lain yang dijumpai pada jenis
makanan nabati, yakni sebesar 1-10%.
Sebuah kajian ilmiah menyebutkan bahwa asupan daging
membantu dalam perkembangan kognitif dan prestasi anak di sekolah,
meningkatkan energi dalam aktivitas fisik, inisiasi dan perilaku
kepemimpinan yang baik. Daya serap protein hewani, zat besi dan zinc
dalam kadar tinggi yang baik membantu memfasilitasi kecepatan
memproses informasi yang berperan dalam proses belajar dan
kemampuan pemecahan masalah. Hal ini pada akhirnya sangat
29
membantu dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas
di masa mendatang (Neumann, Murphy, Gewa, Grillenberger &
Bwibo, 2007).
B. Produksi Nasional
Kemampuan produksi ayam dalam negeri Indonesia sebesar 26
juta ekor ayam per minggu sangat jauh melampaui nilai konsumsi
masyarakat (Suhendra, 2009). Dengan demikian pemenuhan
kebutuhan akan daging ayam dapat dipenuhi secara berkesinambungan
serta memungkinkan bagi peningkatan pola konsumsi masyarakat bagi
terciptanya pemenuhan gizi seimbang secara optimal.
Hal ini bertentangan dengan kondisi market daging sapi,
sebagaimana diungkapkan Menteri Pertanian, Suswono kepada
ANTARA News, 1 Februari 2010 (Maruli, 2010), yang walaupun
memiliki tingkat konsumsi rendah namun tetap belum dapat dipenuhi
secara swasembada. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi daging
sapi, pemerintah Indonesia mengimpor rata-rata 26% dari total
keseluruhan kebutuhan, dikarenakan peternak lokal yang hanya
mampu memasok 70-75% kebutuhan nasional. Pemenuhan kebutuhan
akan daging sapi terus diupayakan pemerintah melalui pencanangan
Program Swasembada Daging Sapi 2014, dengan target pencapaian
30
sebesar 90-95% dari total kebutuhan nasional (Kemetrian Pertanian,
Dirjen Peternakan, n.d.).
C. Ayam
United States Department of Agriculture (USDA, 2011) dalam
Food Safety and Inspection Service menjelaskan asal muasal ayam
konsumsi sekarang ini sebagai keturunan dari ayam hutan merah Asia
Tenggara (Southeast Asian red jungle fowl) yang dibudidayakan
pertama kali di India sekitar 2000 SM.
Departemen Pertanian Indonesia (2010) mengemukakan hasil
analisa zat gizi per 100 gram daging ayam berupa 74% air, 22%
protein, 13 miligram kalsium, 190 miligram fosfor dan 1,5 miligram
zat besi. Daging ayam juga kaya akan vitamin A, C dan E. North
Dakota State University (n.d.) mengemukakan perbandingan
kandungan nutrisi dalam sejumlah daging hewan sebagai berikut:
31
Tabel 2.2. Kandungan Nutrisi dalam Daging Hewan
Spesies Protein % Lemak % Kolesterol
(mg/100g*)
Kalori
(Kcal/100g*)
Kambing 22 3 75 144
Sapi (USDA standard) 22.7 2 69 152
Domba 20.8 5.7 66 167
Babi 22.3 4.9 71 165
Ayam 23.6 0.7 62 135
Kalkun (ternak) 23.5 1.5 60 146
Bebek (ternak) 19.9 4.25 89 180
Keterangan : *Analisis tanpa penghilangan lemak
Sumber : North Dakota State University
Tabel tersebut menjelaskan kandungan lemak daging ayam
yang paling rendah dibandingkan jenis daging lainnya. Lemak yang
terkandung juga termasuk dalam kelompok asam lemak tidak jenuh
yang baik bagi kesehatan. Kandungan asam lemak daging ayam juga
terbukti lebih rendah dan lebih baik daripada jenis daging lainnya.
Tabel 2.3. Susunan Lemak
dalam 300 gram Daging Panggang
Lemak (gr)
Daging
broiler utuh
(tanpa kulit)
Daging
dada broiler
(tanpa kulit)
Daging
sapi
Daging
babi
Jenuh (saturated) 1,1 0,4 3,4 3,8
Jenuh tunggal (monosaturated) 1,5 0,5 3,9 5,0
Jenuh ganda (polysaturated) 0,9 0,3 0,3 1,3
Sumber: Pemerintah Provinsi Lampung,
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
32
Ayam juga merupakan sumber protein yang signifikan, dengan
kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis daging
lainnya. 100 gram ayam mengandung 60% dari nilai kecukupan harian
untuk protein. Niacin (vitamin B3) dan vitamin B6 yang terkandung
juga berfungsi untuk menjaga kesehatan kulit dan sistem saraf serta
membantu metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh.
Daging ayam juga cenderung lebih digemari secara umum
dibandingkan dengan jenis daging lainnya, sebagaimana dikemukakan
oleh China Radio International (2005). Daging ayam memiliki tekstur
dan sifat yang mudah diolah. Masa pertumbuhan dan peternakannya
yang pendek membuat budidayanya menjadi relatif mudah. Daging
ayam menjadi suatu alternatif pilihan di sejumlah negara dimana
mayoritas penduduknya beragama Buddha, yang pantang
mengkonsumsi sapi.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia
(Gappi) Anton Supit, Rabu, 2 September 2009, menyatakan tingkat
konsumsi daging ayam masyarakat Jakarta dan sekitarnya
(Jabodetabek) yang menempati urutan paling tinggi dibandingkan
dengan wilayah lainnya di Indonesia. Konsumsi masyarakat
Jabodetabek untuk daging ayam mencapai sepertiga dari total
kebutuhan nasional, yakni sekitar 1-1,2 juta ekor ayam per hari atau
300 juta ekor per tahun (Suhendra, 2009).
33
2.1.3. Sosis
Sosis merupakan suatu tekhnik pengawetan makanan tradisional
secara sederhana melalui penggunaan material dan tekhik sederhana, baik
melalui proses pengawetan (curing), pengeringan (drying), maupun
pengasapan (smoking). Sosis umumnya terbuat dari berbagai macam daging,
biasanya daging sapi maupun babi, yang dicampur dengan garam, rempah-
rempah dan sejumlah bumbu lainnya sebagai penyedap rasa maupun untuk
kepentingan pengawetan itu sendiri. Umumnya, sosis dibuat di dalam casing
atau selongsong tradisional yang terbuat dari usus hewan. Namun di masa
modern sekarang ini, banyak ditemukan material selongsong sintetis.
A. Sejarah
Online Etymology Dictionary (n.d.) mengemukakan asal kata
sosis yang berasal dari pertengahan abad ke-15, yakni “sawsyge”, kata
dalam bahasa Perancis tua “saussiche” atau “saucisse”, “salsica”,
“salsicus” dan kata Latin “salsus” yang berarti asin, diasinkan atau
diawetkan.
Andersen dalam buku Mastering the Craft of Making Sausage
(2010, ch.1, p.1-4) mengemukakan bahwa bangsa Sumeria yang kini
hidup di sekitar wilayah Iraq, dipercaya sebagai pembuat sosis pertama
34
kali sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Sekitar abad ke-13 SM,
leluhur bangsa Cina modern mulai menggunakan garam untuk
mengawetkan makanan. Dalam literatur Cina yang berasal dari tahun
589 SM, disebutkan adanya sosis yang dibuat dari daging kambing dan
domba.
Predika (1983, p.1) dalam buku The Sausage-Making
Cookbook mengemukakan adanya suatu praktek pemanggangan sosis
dalam Odyssey yang ditulis oleh penyair Yunani, Homer, sekitar 2800
tahun lalu. Disini Homer menceritakan pengembaraan Odysseus dan
keputusannya untuk memasak sebongkah sosis. Sosis dibuat dan
disantap dalam jumlah besar oleh bangsa Babylonia sekitar 1500 tahun
yang lalu. Literatur yang berasal dari abad kelima SM mengacu pada
salami, suatu bentuk sosis yang diduga berasal di kota Salamis di
pantai timur Cyprus. Epicharmus menulis pula sebuah komedi berjudul
“Orya” yang dalam bahasa Inggris berarti “The Sausage”, sekitar
tahun 500 SM. Permainan peran Aristophanes dalam “The Knights”
mengisahkan tentang penjual sosis yang terpilih sebagai pemimpin.
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa sosis telah populer baik di Yunani
kuno dan Roma, serta di sejumlah suku-suku buta huruf yang
menduduki sebagian besar wilayah Eropa (Andersen, 2010, p.1).
Sejarah munculnya sosis merupakan sebuah hasil pemikiran
dan efisiensi logis dari daging. Pembuatan sosis secara tradisional
menggunakan jaringan dan organ yang dapat dimakan dan bergizi,
35
seperti potongan daging, organ, darah, dan lemak yang memungkinkan
untuk diawetkan, diasinkan dan diisi ke dalam suatu selongsong
silinder yang terbuat dari usus hewan yang telah dibersihkan sehingga
menghasilkan suatu bentuk silinder yang khas. Sosis, pudding, dan
salami merupakan sejumlah bentuk makanan awetan tertua, baik
dimasak dan dimakan secara langsung, maupun dikeringkan dalam
berbagai derajat. Rasa yang berbeda dalam sosis, seperti dikemukakan
dalam terjadi akibat proses fermentasi oleh Lactobacillus,
Pediococcus, atau Micrococcus, yang ditambahkan sebagai biang atau
flora alami selama proses curing / pengawetan (Wikipedia, n.d.).
B. Klasifikasi
Sosis dapat diklasifikasikan secara berbeda menurut sejumlah
parameter, seperti material, konsistensi dan tekhnik pembuatan. Secara
umum klasifikasi ini terbagi atas 3 bagian besar, yakni fresh (segar),
cooked (masak) dan dry (kering). Predika (1983) serta Tronsky,
Kinsman & Faustman (2004) mengemukakan rincian klasifikasi
tersebut sebagai berikut:
36
1. Fresh sausage
Dibuat dari daging segar, umumnya babi atau sapi, yang
belum mengalami proses pengawetan, baik pemasakan
maupun pengasapan. Memerlukan proses pendinginan dan
pemasakan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
Mencakup boerewors, Italian pork sausage,
siskonmakkara, dan breakfast sausage.
2. Fresh smoked sausage
Merupakan sosis segar yang melalui proses pengasapan
namun tidak dimasak. Memerlukan proses pendinginan
dan pemasakan segera sebelum dikonsumsi. Mencakup
Mettwurst, country-style pork sausage, sosis Romania dan
Teewurst.
3. Cooked sausage
Dibuat dari daging segar yang kemudian dimasak dengan
sempurna. Dapat dikonsumsi langsung setelah pemasakan
atau didinginkan. Mencakup veal sausage, hotdog,
Braunschweiger, dan liver sausage.
4. Cooked smoked sausage
Diolah dengan pemasakan dan pengasapan (smoke-
cooked). Dapat dimakan dalam keadaan panas ataupun
dingin, namun memerlukan pendingin (refrigerator) dalam
37
penyimpanan. Mencakup winers, bologna, kielbasa,
Vienna sausage dan mortadella.
5. Dry & semidry sausage
Merupakan jenis cured sausages / sosis awetan yang
melalui proses fermentasi dan pengeringan. Umumnya
dimakan dalam keadaan dingin dan disimpan dalam jangka
waktu panjang. Mencakup Italian salami, German salami,
Droë wors, Finnish meetvursti, Sucuk, Landjäger, dan
summer sausage.
6. Specialty sausage
Merupakan diversifikasi kategori sosis di atas, biasanya
berbumbu dan berbentuk bongkahan. Contohnya: olive
loaf, head cheese, jellied corned beef, scrapple, dan souse.
Wikipedia (n.d.) mengemukakan lebih lanjut mengenai
klasifikasi sosis berbeda di sejumlah negara. Jerman membuat lebih
dari 1.200 jenis sosis yang dibedakan atas 3 kelompok besar, yakni:
1. Raw sausages
Dibuat dengan daging mentah dan tidak dimasak.
Mengalami pengawetan akibat proses fermentasi asam
laktat. Dapat dikeringkan, diasinkan ataupun diasapi, yang
sebagian besar memungkinkan untuk disimpan dalam
jangka waktu panjang. Mencakup Mettwurst dan salami.
38
2. Cooked sausages
Mengandung air dan emulsifiers serta memerlukan proses
pemasakan. Tidak dapat disimpan dalam jangka waktu
panjang. Mencakup cervelat, Jagdwurst, dan Weißwurst.
3. Precooked sausages
Dibuat dengan daging matang, tetapi dapat pula
mengandung sejumlah daging organ mentah, mengalami
proses pemanasan setelah pengisian selongsong dan dapat
disimpan untuk jangka waktu beberapa hari. Mencakup
Saumagen dan Blutwurst.
Amerika Serikat memilik jenis sosis khusus yang disebut
sebagai pickled sausages (sosis acar), yang umumnya ditemukan di
pompa bensin dan toko makanan di pinggir jalan kecil. Jenis sosis ini
biasanya merupakan sosis asap atau rebus dari jenis sosis yang telah
diproses sebelumnya, seperti hotdog atau kielbasa, yang diawetkan
dalam cuka, garam, rempah, berwarna merah muda dan biasanya
dikemas dalam botol kaca.
Sejumlah negara mengklasifikasikan jenis sosis sesuai dengan
daerah dimana sosis tersebut diproduksi (Wikipedia, n.d.), yakni:
1. Perancis : Montbéliard, Morteau, Strasbourg, Toulouse
2. Jerman : Frankfurt am Main, Thuringia, Nuremberg,
Pomerania
3. Austria : Vienna
39
4. Italia : Merano (Meraner Wurst)
5. UK : Cumberland, Chiltern, Lincolnshire
6. Hungaria : kolbász gyulai, csabai, Debrecener
7. Polandia : kielbasa krakowska (Kraków-style), toruńska
(Toruń), żywiecka (Żywiec), bydgoska
(Bydgoszcz), krotoszyńska (Krotoszyn),
podwawelska, zielonogórska (Zielona Góra),
rzeszowska (Rzeszów), śląska (Silesia),
swojska, wiejska, jałowcowa, zwyczajna,
polska, krajańska, szynkowa, parówkowa
8. Spanyol : botifarra catalana, chorizo riojano, chorizo
gallego, chorizo de Teror, longaniza de
Aragón, morcilla de Burgos, morcilla de
Ronda, morcilla extremeña, morcilla dulce
canaria, llonganissa de Vic, fuet d'Olot,
sobrassada mallorquina, botillo de León,
llonganissa de Valencia
C. Peralatan
Anderson (2010, ch.2) menjelaskan secara rinci peralatan yang
diperlukan dalam pembuatan sosis sebagai berikut:
40
1. Cutting board / papan pemotong
Membantu mempersiapkan daging untuk diolah kemudian.
Dapat terbuat dari kayu ataupun plastik.
2. Pisau
Pemotongan daging merupakan bagian utama dalam
pembuatan sosis. Disini memerlukan dua hingga tiga jenis
pisau dalam bentuk dan ukuran panjang yang tepat untuk
memastikan efisiensi dan keamanan proses kerja.
3. Penggiling daging
Terbagi atas 2 macam, yakni manual (hand-operated)
maupun elektrik (electically powered machine).
4. Food processor
Membantu pembentukan emulsi sosis.
5. Mortar dan pestle / penumbuk / penggiling elektrik
Digunakan untuk menghaluskan bumbu dan rempah yang
dicampurkan ke dalam sosis.
6. Mixer makanan
Membantu pencampuran berbagai material, baik daging,
bumbu dan sejumlah material tambahan lain secara merata.
7. Tabung pengisi sosis dan sausage stuffers
Membantu mengisi adonan daging berbumbu yang telah
siap ke dalam selongsong sosis.
41
8. Smokers / alat pengasap
Digunakan untuk memberikan citarasa khas dalam produk
sosis serta membantu proses pemasakan dan pengawetan
produk.
9. Hog-ring pliers dan hog rings
Cincin khusus yang dapat digunakan untuk menutup kedua
bagian, baik atas maupun bawah dari sosis dengan ukuran
selongsong besar. Lebih mudah dan cepat digunakan
daripada benang, serta terlihat lebih professional.
10. Casing perforator / sausage pricker
Membantu menghilangkan gelembung udara di bawah
selongsong untuk mencegah penumpukan lemak dan
gelatin.
11. Timbangan
Digunakan untuk mengukur berat bahan baku yang
dibutuhkan.
12. Termometer masak
Membantu pengukuran suhu secara akurat dalam proses
pemasakan sosis.
13. Alat pengukur volume
Mengukur volume bahan yang diperlukan dalam
pembuatan sosis sesuai dengan aturan resep yang berlaku
untuk memastikan konstitensi rasa dan tekstur.
42
14. Refrigerator thermometer / termometer pendingin
Mengatur suhu pendingin yang memastikan kesesuaian
suhu dalam penyimpanan produk sosis olahan dan
menghindari keracunan serta kerusakan makanan.
15. Sarung tangan karet
Menjaga higienitas dalam proses pembuatan sosis, untuk
mereduksi kemungkinan pencemaran bakteri akibat kontak
tubuh secara langsung.
16. Batu asah baja
Menjaga ketajaman pisau yang digunakan dalam proses
pembuatan sosis untuk memastikan efisiensi kerja.
D. Bahan Baku
Marianski (2010, ch.1, p.9-18) mengemukakan berbagai daging
hewan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sosis,
mulai dari sapi, lembu, kambing, domba, babi, ayam, bebek, angsa,
hingga kalkun. Masing-masing jenis daging memiliki karakteristik
tersendiri, baik tingkat kelembaban, kadar air, kadar lemak, jaringan
ikat, tingkat kohesi serta warna, rasa dan tekstur. Pemilihan jenis
daging menentukan proses pengolahan yang berbeda satu sama lain.
Sebagai langkah awal pembuatan sosis, daging segar dipotong-
potong berbentuk dadu dalam ukuran yang sesuai dengan ukuran
43
tabung penggiling, kemudian dibekukan dalam lemari pendingin.
Dalam keadaan beku, daging kemudian digiling dengan menggunakan
penggiling, kemudian ditutup dengan plastik dan dimasukkan kembali
ke dalam pendingin.
Garam sebagai zat pengawet alami bersama dengan sejumlah
bumbu dan rempah seperti lada, kunyit, kayu manis, cengkeh,
ketumbar, adas, lawang, biji pala, jintan, bawang putih, jahe, paprika,
daun salam, kemangi, cardamom, chervil, peterseli, rosemary, sage,
tarragon, thyme, dan sebagainya; dapat ditambahkan ke dalam adonan
daging untuk meningkatkan citarasa. Proses penambahan bumbu ini
dapat dilakukan dalam 2 tahap (Basic, n.d.) yakni:
1. Sebelum penggilingan
Penambahan bumbu pada daging mentah yang telah
dipotong dadu, 1 hari sebelum proses penggilingan. Hal ini
memungkinkan peresapan bumbu dengan sempurna ke
dalam daging dan pencampuran bumbu secara merata
dalam proses penggilingan.
2. Setelah penggilingan
Penambahan bumbu dan rempah ke dalam daging giling.
Proses ini perlu dilakukan dengan cermat untuk
memastikan bumbu merata dan meresap dengan sempurna
dalam daging.
44
E. Selongsong / Casing
Selongsong sosis hadir dalam beragam variasi material dan
ukuran, dengan spesifikasi dan keunggulannya tersendiri. Secara
umum selongsong sosis terbagi atas 3 kategori, yakni selongsong alami
/ natural, sintetis serta collagen / selulosa. Selongsong alami yang
umumnya terbuat dari usus hewan, memberikan tampilan produk yang
baik, juga mampu memperkaya sari alami dalam daging, kualitas
daging serta bumbu dan rempah yang tercampur di dalamnya sehingga
memberikan suatu citarasa yang khas. Jenis selongsong alami juga
memungkinkan proses pengasapan secara optimal dalam pembuatan
smoked sausage. Sejumlah jenis selongsong yang dapat ditemukan di
pasaran antara lain:
1. Selongsong kambing dan domba (lamb and sheep)
Sangat lembut, biasa digunakan untuk breakfast sausage,
frankfurters, dan sosis babi segar. Selongsong domba
berukuran kecil dan sesuai untuk jenis chipolata.
2. Selongsong babi (hog casing)
Merupakan jenis selongsong yang paling populer, mudah
digunakan dan ditemukan di pasaran serta dapat digunakan
pada hampir seluruh jenis sosis.
45
3. Ox runners (bovine)
Merupakan selongsong besar yang berasal dari sapi ternak.
Bersifat kuat, memiliki bentuk alami yang khas, digunakan
untuk jenis sosis besar seperti salami dan black pudding.
4. Ox middles (haggis bungs)
Merupakan alternatif dari selongsong domba dan biasa
digunakan untuk jenis sosis besar, seperti haggis dan
mortadella.
5. Selongsong kolagen (collagen casing)
Terbuat dari substansi gelatin yang dapat ditemukan di
jaringan penghubung, tulang, dan tulang rawan mamalia.
6. Selongsong sintetik (synthetic casing)
Terbuat dari alginate, tidak membutuhkan proses
pendingingan dan hadir dalam beragam varian warna.
Merah untuk bologna, bening untuk salami dan putih
untuk liverwurst. Bersifat kuat dan seragam seperti
selongsong selulosa.
7. Selongsong serat (fibrous casing)
Digunakan untuk membuat jenis sosis kering / dry dan
semi-dry. Bersifat sangat kuat dan dapat digunakan untuk
pengisian yang sangat padat. Bagian dalam selongsong
dilapisi dengan protein yang memungkinkannya untuk
46
menyusut bersamaan dengan proses pengeringan daging di
dalamnya.
8. Muslin casing
Terbuat dari kain kasa tipis dan digunakan untuk jenis
sosis seperti liverwurst, blood sausage, salami dan
bologna.
Tabel 2.4. Keuntungan dan Kerugian
Penggunaan Beragam Jenis Selongsong Sosis
Kategori Alami Kolagen Sintetis
Harga per pound Mahal Sedang Sedang
Penyimpanan dalam pendingin Ya Ya Tidak
Tingkat kelembutan Lembut Sedang Non-edible
Kemungkinan kerusakan selama proses Sering Jarang Sangat jarang
Persiapan selongsong Lama Tidak Tidak
Kebutuhan perendaman Ya Tidak Jarang
Penetrasi dalam pengasapan Sangat baik Sedang Buruk
Hasil produk akhir (per meter selongsong) Sedikit Sedang Baik
Keseragaman produk akhir Variatif Sedang Baik
Kemampuan konsumsi selongsong Ya Ya Tidak
Tampilan tradisional Baik Sedang Tidak
Sumber: Charcuterie: Sausages, Pates, Accompaniments,
Sonnenschmidt, 2009 (p.31)
47
F. Pengawetan / Curing
Curing secara sederhana berarti menyimpan atau
mengawetkan. Proses pengawetan ini meliputi 3 proses, yakni
pengeringan, penggaraman, serta pengasapan. Terdapat beragam faktor
yang mempengaruhi proses pengawetan, yakni ukuran, temperatur,
tingkat kelembaban, konsentrasi garam, kadar lemak, kadar keasaman
(pH) serta konsentrasi nitrat yang berhubungan dengan pengurangan
jumlah bakteri dalam daging (Marianski, 2010, p.20).
Gambar 2.2. Metode Pengawetan
Sumber: Home Production of Quality Meats and Sausages,
Marianski, 2010 (p.22)
48
Istilah curing dalam hubungan dengan produk olahan daging
umumnya diartikan sebagai pengawetan dengan menggunakan garam
dan nitrit. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan garam sebagai zat
pengawet jika digunakan dalam keadaan tunggal, berupa perubahan
warna daging menjadi gelap.
Penambahan nitrit membantu memperkaya rasa, melembutkan
tekstur daging, mempertahankan warna alami daging dan membentuk
warna merah muda yang khas, menghindari terbentuknya bau tengik
akibat lemak, serta menghindari bahaya keracunan makanan (botulism)
yang diakibatkan oleh bakteri Clostridium botulinum.
Dalam industri sosis dan untuk kepraktisan, nitrit dan nitrat
diformulasikan dalam 2 produk yang umum digunakan, yakni:
1. Cure #1 (Instacure #1 / Praque powder #1 / pink cure #1)
Mengandung 6.25% sodium nitrite dan 93.75% sodium
chloride / garam. Digunakan dalam berbagai produk
daging dan sosis segar, cured maupun smoked.
2. Cure #2 (Instacure #2 / Praque powder #2 / pink cure #2)
Merupakan campuran 6.25% sodium nitrite dan 4% sodium
nitrate. Digunakan untuk jenis sosis kering awetan (cured
dry sausages). Tidak boleh digunakan pada produk yang
digoreng dalam suhu tinggi karena memungkinkan
pembentukan nitrosamine.
49
G. Pengisian
Pengisian adonan sosis dapat dilakukan dengan menggunakan
sausage stuffer beserta tube / tabung pengisinya. Sausage stuffer
berfungsi untuk mempermudah proses kerja dan menghindari
terbentuknya gelembung udara di dalam sosis. Ujung selongsong sosis
dimasukkan ke dalam pipa pengisi, dan dengan menekan piston,
adonan secara otomatis akan keluar dan terisi dengan mudah ke dalam
selongsong.
Sosis kemudian dibentuk sesuai dengan ukuran yang
diinginkan dengan memutar selongsong untuk membentuk links antar
sosis, serta menutup bagian paling ujung selongsong dengan tali
maupun cincin khusus (hog rings). Penusukan dengan jarum kecil
diperlukan disini untuk memastikan tidak adanya udara yang
terperangkap di dalam sosis.
H. Pengasapan / Smoking
Pengasapan merupakan metode efektif dalam proses
pengawetan daging (Marianski, 2010). Asap terdiri dari sejumlah
tetesan kecil kimia alami seperti aldehydes, phenols, ketones, dan
carbolic acid. Sejumlah zat akan meresap ke dalam daging dan
sebagian lainnya akan mengendap di permukaan yang memberikan 2
50
keuntungan sekaligus, yakni rasa yang khas dan penambahan bahan
alami yang mampu menghentikan pembentukan bakteri, ragi, dan
mikroorganisme jamur. Phenols yang terkandung juga membantu
mencegah minyak dan lemak dari bau tengik (All About, n.d.).
Pengasapan memperkaya rasa dan tampilan serta
memperpanjang usia simpan dengan memperlambat pembusukan
lemak dan pertumbuhan bakteri. Pengasapan juga menghilangkan
kadar air dalam daging yang menghasilkan produk akhir yang lebih
kering dan asin, dimana secara alami juga memperpanjang usia
simpan. Terdapat 2 jenis pengasapan, yakni:
1. Pengasapan panas / hot smoking
Pengasapan jenis ini memberikan rasa khas sekaligus
mematangkan sosis itu sendiri. Dilakukan dengan
mengatur suhu sekitar 154-1700F (68-76
0C) untuk
mematangkan sosis serta menggantung sosis dalam suhu
ruang 700F selama 12-24 jam sambil terus diasapi sesuai
selera, baik waktu maupun temperatur.
2. Pengasapan dingin / cold smoking
Pengasapan jenis ini hanya bertujuan untuk memberikan
rasa yang khas terhadap sosis. Dilakukan dengan
menggantung sosis hingga kering selama 1-14 hari, sambil
terus diasapi pada suhu 52-710F (12-22
0C).
51
2.2. Customer Insight
Design Thinking merupakan salah satu disiplin ilmu yang menggunakan indra
perasa dari seorang desainer dan metode untuk dapat menyesuaikan kebutuhan orang
banyak, dengan pemilihan teknologi yang layak digunakan, serta starategi bisnis yang
tepat untuk dapat mengkonversinya menjadi sebuah customer value dan peluang
(Brown, 2008). Dengan kata lain, design thinking adalah suatu proses, cara atau pola
berpikir kreatif untuk dapat menghasilkan sesuatu yang dapat digunakan kembali
untuk keperluan lain.
Dalam design thinking, langkah-langkah yang dilakukan meliputi: observasi,
synthesis, prototype, iterate, dan implement. Dalam pembuatan business model,
proses canvasing design thinking merupakan salah satu bagian yang menjadi support
untuk dapat menciptakan model bisnis baru ataupun dalam penciptaan solusi dari
suatu permasalahan pada model bisnis yang telah ada.
Untuk dapat mendapatkan masukan dari customer maka dilakukanlah suatu
observasi kepada sejumlah responden tentang produk yang akan dikembangkan.
Metode observasi yang digunakan adalah dengan melakukan interview kualitatif
secara langsung kepada responden, khususnya disini adalah orang tua sebagai target
market sekunder. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa target market primer,
yakni anak-anak, memiliki preferensi terbatas terhadap makanan yang umumnya
menyangkut tampilan yang menarik serta rasa yang enak saja. Anak-anak tidak
terlalu memperdulikan segi kesehatan dan bahan baku yang digunakan dalam
52
pembuatan suatu produk makanan, selama bentuk dan rasa makanan tersebut mereka
sukai. Berbeda dengan target market sekunder, yakni orang tua, yang memiliki
concern mendalam terhadap segi kesehatan suatu produk makanan baru, terutama
yang ditujukan bagi anak dan keluarga. Oleh karena itu, observasi mendalam
mengenai pola pikir, tingkah laku dan preferensi target market ini menjadi penting
sebagai landasan bagi keberhasilan produk ini secara keseluruhan. Pertanyaan yang
digunakan dalam proses interview terlampir secara lengkap dalam Lampiran 1.
2.2.1. Kesehatan dan Pengaturan Menu Harian
Gambar 2.3. Diagram Pentingnya Kesehatan Anak
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Berdasarkan wawancara terhadap 25 koresponden orang tua,
seluruhnya menyatakan bahwa pemilihan makanan yang tepat dan bernutrisi
merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan anak. Untuk itu,
Ya 100%
Tidak 0%
Pentingnya Kesehatan Anak
53
umumnya para orang tua memasukkan menu sayuran di dalam menu makanan
anak sehari-hari. Responden umumnya sangat memperhatikan keseimbangan
nutrisi dalam makanan anak, dimana sebagian besar orang tua selalu
memasukkan unsur daging dalam menu sehari-hari.
Gambar 2.4. Diagram Pengaturan Sayuran dalam Menu Harian
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Gambar 2.5. Pengaturan Daging dalam Menu Harian
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Ya 100%
Tidak 0%
Sayuran dalam Menu Harian
Ya 72%
Tidak 28%
Daging dalam Menu Harian
54
Gambar 2.6. Diagram Sifat Pemilih Anak pada Makanan
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Hasil survei membuktikan adanya sifat pemilih anak terhadap jenis
makanan tertentu yang cukup signifikan. 92% anak hanya menyukai jenis
makanan tertentu dan cenderung fanatik terhadap pilihan tersebut. Walaupun
demikian, anak umumnya hanya melihat pada jenis dari produk makanan saja.
Mereka tidak mempermasalahkan bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan jenis produk tersebut, selama rasa makanan tersebut enak dan
memiliki tampilan yang menarik. Indera perasa anak pada usia target market,
yakni 6-15 tahun, umumnya belum terlalu tergarap dengan sempurna untuk
mengenal dan merinci berbagai bahan baku yang digunakan dalam makanan
yang mereka konsumsi.
Ya 92%
Tidak 8%
Sifat Pemilih Anak pada Makanan
55
Gambar 2.7. Diagram Preferensi Anak pada Daging
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Gambar 2.8. Diagram Preferensi Anak pada Sayur
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Mayoritas responden menyebutkan bahwa makanan yang mereka
konsumsi di rumah sehari-hari dimasak oleh pembantu rumah tangga mereka,
walaupun pengadaan bahan baku segar umumnya diatur oleh para ibu. Hal ini
mengindikasikan banyaknya ibu rumah tangga yang berkarier, yang tidak
memiliki waktu luang cukup untuk memasak makanan sehari-hari.
Ya 44%
Tidak 56%
Preferensi Anak pada Daging
Ya 28%
Tidak 72%
Preferensi Anak pada Sayur
56
Gambar 2.9. Diagram Pengolahan Makanan Sehari-hari
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Responden mengungkapkan ragam olahan daging yang sering
dikonsumsi keluarga sehari-hari, dengan proporsi terbesar adalah bakso, sosis
dan nugget. Sedangkan jenis sayuran favorit keluarga umumnya adalah
bayam, yang diikuti dengan wortel dan buncis. Hal ini terkait dengan rasa
kedua jenis sayuran ini yang enak, segar dan tidak pahit.
Gambar 2.10. Diagram Jenis Olahan Daging Favorit
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Orang tua 28%
PRT 56%
Catering 12%
Lainnya 4%
Pengolahan Makanan Sehari-hari
Sosis 16%
Nugget 16%
Bakso 32%
Jarang/Tidak ada
20%
Lainnya 16%
Olahan Daging Favorit
57
Gambar 2.11. Diagram Jenis Sayuran Favorit
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
2.2.2. Anak dan Jajanan
Jajanan / cemilan merupakan jenis makanan yang disukai oleh anak,
selain karena memiliki variasi yang luas dan dapat dinikmati sambil bermain
dan bersantai di waktu luang mereka.
Gambar 2.12. Diagram Jenis Cemilan Favorit Anak
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Wortel 32%
Buncis 12%
Bayam 36%
Tidak ada 16%
Lainnya 4%
Sayuran Favorit
Cokelat 36%
Snack 28%
Gorengan
12%
Permen 16%
Lainnya 8%
Cemilan Favorit Anak
58
Gambar 2.13. Diagram Tingkat Perijinan Orang Tua untuk Jajan
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Gambar 2.14. Diagram Tempat Jajan Anak
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Survei menunjukkan bahwa 88% orang tua mengijinkan anak mereka
untuk jajan. Sekolah merupakan tempat jajan utama anak, walaupun hampir
seluruh orang tua menyatakan jenis-jenis jajanan yang dipasarkan di sekolah
tergolong tidak sehat. Hal ini disebabkan berbagai faktor, baik masalah
kebersihan dan bahan kimia yang terkandung di dalam jajanan. Orang tua
Ya 88%
Tidak 12%
Ijin Orang Tua untuk Jajan
Sekolah 88%
Mall 8%
Rumah 4%
Tempat Jajan Anak
59
mengharapkan adanya bentuk jajanan anak yang sehat, dalam bentuk yang
disukai anak namun dengan kandungan gizi optimal.
Gambar 2.15. Diagram Mutu Jajanan Sekolah
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Gambar 2.16. Diagram Kriteria Jajanan Sehat menurut Orang Tua
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Mutu Jajanan Sekolah
Sehat (4)
Tidak Sehat (21)
Alami 68% Bergizi
12%
Bersih 20%
Jajanan Sehat menurut Orang Tua
60
Gambar 2.17. Diagram Jumlah Uang Jajan Anak Sekolah Dasar
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Data survei menunjukkan 72% orang tua memberikan uang jajan
untuk anak-anak usia Sekolah Dasar dalam range Rp 10.000 hingga Rp.
25.000. Dengan demikian, harga produk Sö Ré Ji yang ditawarkan masih
masuk ke dalam segmen tersebut.
Orang tua mengharapkan adanya produk jajanan / cemilan anak yang
bukan hanya enak namun juga bernutrisi, alami dan sehat bagi anak. Cara
penyajiannya lebih ditekankan oleh para orang tua untuk tidak digoreng,
untuk alasan kesehatan anak. Untuk media penyajian jajanan, orang tua
memiliki preferensi pada bahan kertas ataupun karton sebagai bahan baku,
karena tidak memiliki efek samping berbahaya bagi makanan tersebut, serta
mampu dibuat dalam beragam variasi bentuk.
Ketertarikan orang tua untuk menyajikan makanan sehat dan
berkualitas terlihat dari data survei yang dilakukan, dimana 14 dari 25
responden menyatakan ingin mencoba produk baru, terutama makanan. Jika
Uang Jajan Anak Sekolah Dasar
<5000 (1)
5000 - 10000 (4)
10100 - 25000 (18)
>25000 (2)
61
produk makanan yang ditawarkan teruji kualitasnya, para orang tua tidak
segan-segan untuk membeli produk makanan tersebut sebagai variasi
makanan di rumah yang bernutrisi dan sehat bagi tumbuh kembang anak
yang optimal.
Gambar 2.18. Diagram Preferensi Penyajian Sosis
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Gambar 2.19. Diagram Preferensi Harga Jajanan dari Daging
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Rebus 72%
Panggang
14%
Goreng 14%
Preferensi Penyajian Sosis
<10.000 8%
10.000 - 20.000
92%
Preferensi Harga Jajanan dari Daging
62
Gambar 2.20. Diagram Preferensi Berat Frozen Food
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
2.2.3. The Empathy Map
Dalam buku Business Model Generation (Osterwalder & Pigneur,
2010) dijelaskan bahwa mendapatkan dan mengadopsi customer perspective
merupakan sebuah prinsip dasar dari proses design model. Lebih lanjut buku
tersebut menjelaskan bahwa proses mengadopsi perspektif customer dapat
dituangkan dalam sebuah peta yang disebut The Empathy Map.
Demikian pula hasil interview tersebut kemudian dapat dituangkan
dalam empathy map, yang akan memberikan gambaran mengenai produk
maupun jasa yang bersumber dari sudut pandang customer, sebagai berikut:
Ukuran kecil
(250gr) 84%
Ukuran besar
(500gr) 16%
Preferensi Berat Frozen Product
63
Gambar 2.21. The Emphaty Map
Sumber: Business Model Generation, Osterwalder & Pigneur, 2010
2.3. Business Model Canvas
Business model merupakan suatu model yang menjabarkan bagaimana bisnis
mampu membuat, menyampaikan serta menangkap value yang ada, baik untuk
customer maupun perusahaan (Osterwalder & Pigneur, 2010; Johnson, 2010).
Business model kemudian dijabarkan kembali berdasarkan kunci elemen yang terkait
terhadap model tersebut. Maka business model canvas dapat disimpulkan sebagai
sebuah tempat dimana model bisnis dituangkan secara tulisan, baik berupa gambar
64
maupun kata-kata. Business model canvas ibarat blueprint dari sebuah strategi bisnis
yang akan diimplementasikan dalam struktur organisasi, proses maupun sistem.
Kunci element business model dapat dibagi menjadi 9 blok yang mencakup
empat kategori kunci utama dalam bisnis, yakni: customer, offer, infrastruktur dan
financial viability (Osterwalder & Pigneur, 2010, p.15). Kesembilan blok tersebut
meliputi: customer segment (CS), value propositions (VP), channels (CH), customer
relationships (CR), revenue streams (R$), key resources (KR), key activities (KA),
key partnership (KP) dan cost structure (C$).
Gambar 2.22. Struktur Business Model Canvas
Sumber: Business Model Generation, Osterwalder & Pigneur, 2010
65
2.3.1. Customer Segments
Customer merupakan kunci untuk mendatangkan revenue bagi
perusahaan, oleh karena itu pemahaman akan keinginan customer sangatlah
dibutuhkan. Tujuannya tidak lain agar jasa maupun produk dapat dibeli dan
digunakan oleh customer secara maksimal, yang berujung pada pendapatan
profit / keuntungan.
Pengelompokkan customer sangat penting dilakukan mengingat
banyaknya tipe customer yang ada serta agar dapat lebih mengenal customer
yang ingin dituju. Pengelompokkan customer secara umum dikenal dengan
istilah market segment atau customer segment.
Market segment (segmen pasar) adalah suatu grup customer yang
memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan dan keinginan (Kotler & Keller,
2009, p.248). Terdapat dua basis yang dapat digunakan untuk menentukan
customer segments, yaitu karakteristik dan tingkah laku. Parameter umum
yang biasa digunakan sebagai variabel pengelompokkan antara lain:
demografis (jenis kelamin, usia, strata ekonomi sosial), geografis, dan
psikografis.
66
A. Demografis
Target market profile disini meliputi sejumlah kategori, yakni
anak usia sekolah yang umumnya berprofesi sebagai pelajar sekolah
dasar dan lanjutan. Hal ini berdasarkan kecocokan karakteristik yang
dimiliki dengan produk yang ditawarkan, sebagai berikut:
1. Jenis kelamin
Produk yang ditawarkan merupakan jenis produk makanan
yang disukai anak secara umum sehingga dapat dinikmati oleh
semua gender, baik pria maupun wanita.
2. Usia
Usia target market primer yang dituju berkisar antara 6-15
tahun. Rentang usia ini termasuk dalam kelompok anak usia
sekolah yang memerlukan asupan nutrisi seimbang bagi proses
tumbuh kembang yang optimal. Kelompok usia ini sangat aktif
dan cenderung membutuhkan asupan nutrisi yang tinggi untuk
menunjang aktifitas yang padat, baik asupan karbohidrat,
protein, lemak, serat, air serta vitamin dan mineral. Kelompok
usia ini cenderung pemilih terhadap jenis-jenis makanan
tertentu dan lebih memiliki preferensi terhadap makanan ringan
/ jenis-jenis jajanan daripada makanan utama yang relatif berat.
67
Target market sekunder disini adalah orang tua dan keluarga,
terutama ibu yang memiliki anak dalam rentang usia target
primer di atas. Disini produk diposisikan sebagai suatu solusi
praktis bagi pemenuhan makanan ringan sehat dan bernutrisi
secara seimbang baik asupan daging maupun sayur, melalui
cara yang digemari anak.
3. Strata Ekonomi Sosial
SES B-A (menengah ke atas) dipilih sebagai sasaran,
mengingat kesesuaian lifestyle, pendidikan, karakter serta daya
beli potensial.
B. Geografis
Jakarta dipilih sebagai kota pengembangan pertama dari
pembentukan business model ini. Tingkat konsumerisme masyarakat
Jakarta yang tinggi menjadi salah satu alasan utama yang menunjang
percepatan pengembangan. Dalam penelitian terhadap pengeluaran
masyarakat, terungkap fakta kenaikan tingkat konsumsi masyarakat
Indonesia yang pesat dengan Jakarta sebagai kota dengan laju
kenaikkan konsumerisme terbesar, yang mencapai laju 50% lebih pesat
dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia (Dick, 1985).
68
Masyarakat Jakarta umumnya memiliki ketertarikan besar
terhadap hal-hal baru, unik dan berbau asing. Gaya hidup modern,
praktis, arus globalisasi serta diversifikasi suku bangsa, adat istiadat,
budaya, agama, dan sebagainya; yang terdapat di Jakarta menjadi
peluang bagi pertumbuhan bisnis-bisnis baru. Sebaran konsumsi
daging, baik sapi maupun ayam, yang terpusat di daerah Jakarta dan
sekitarnya mengungkap tingkat daya beli masyarakat yang cukup baik
serta preferensi terhadap produk daging dan olahannya yang tinggi.
Tingkat konsumsi sayur masyarakat Jakarta yang rendah dan tingkat
konsumsi terhadap makanan jadi yang tinggi mengungkapkan potensi
lahan bisnis yang besar terhadap gabungan kedua karakteristik
tersebut, misalnya dengan pembuatan produk makanan jadi yang
menjadi favorit masyarakat, namun dengan tambahan bahan dasar
sayur yang sehat.
Banyaknya sekolah-sekolah bertaraf internasional di Jakarta,
menyebabnya munculnya demand terhadap makanan selingan / jajanan
berkualitas, sehat dan bernutrisi yang dapat diakses oleh anak secara
mudah di lingkungan sekitar sekolah, maupun di area-area tempat
bermain anak. Setelah pengembangan di Jakarta dinilai cukup
maksimal, diharapkan mampu mendorong bagi pengembangan di kota
sekitar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, serta
kota-kota besar Indonesia lainnya, seperti Bandung, Medan, Makassar,
dan sebagainya.
69
C. Psikografis
Anak usia sekolah umumnya memiliki ketertarikan terhadap
beberapa jenis makanan kegemaran mereka saja. Mereka cenderung
pemilih dan fanatik terhadap suatu jenis makanan tertentu saja.
Kecenderungan anak dalam menghindari jenis makanan tertentu,
seperti sayuran, menjadikan suatu studi yang potensial sebagai lahan
bisnis jika mampu disikapi secara cermat.
Anak usia sekolah memiliki kegemaran terhadap berbagai jenis
makanan dengan rasa lezat, mengandung kalori, gula dan lemak dalam
kadar tinggi, namun rendah nutrisi. Anak-anak, terutama yang hidup di
perkotaan, memiliki tingkat kerentanan terhadap obesitas yang tinggi
akibat asupan makanan favorit mereka seperti chicken nugget, sereal
berpemanis, daging olahan, minuman manis, kentang goreng, donat
dan pizza (Mikail, 2011). Berbagai jenis makanan ringan dan jajanan
anak terbukti pula mengandung berbagai jenis bahan tambahan
berbahaya, baik pewarna non-pangan, pengawet, MSG, dan pemanis
buatan dalam kadar berlebih.
Tingkat fanatisme kelompok usia ini terhadap satu jenis
produk, terutama makanan, menjadi suatu faktor yang menjamin
sustainability bisnis ini dalam jangka yang lebih panjang. Sejumlah
inovasi perlu diupayakan bukan hanya menyangkut produk itu sendiri,
namun juga menyangkut channel dan marketing initiatives yang
70
menarik bagi anak dan dapat meningkatkan customer retention dalam
jangka panjang. Advertising yang menarik menjadi suatu faktor yang
turut menentukan disini, mengingat kelompok usia ini cukup adaptif
dan memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi terhadap berbagai
pembaharuan yang ada di sekitar mereka.
2.3.2. Value Propositions
Value propositions sangatlah penting bagi bisnis. Value proposition
yang tepat terhadap segmen yang dituju menjadi faktor pembeda dengan
kompetitor serta mendorong customer untuk memilih dan membeli produk
ataupun jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Value proposition merupakan
sejumlah keuntungan yang dijanjikan oleh perusahaan untuk diperoleh
customer.
Penawaran inovatif maupun penambahan nilai dari fitur yang telah ada
merupakan salah satu cara membuat value proposition. Value atau nilai yang
ada dapat berupa kuantitatif (harga, kecepatan layanan) maupun kualitatif
(desain, kenyamanan pelayanan).
Terkadang pemberian value proposition tidak hanya terletak pada core
competency atau core positioning yang dimiliki oleh perusahaan, namun perlu
melebihi kedua hal tersebut. Dalam penciptaan value perlu ditentukan nilai-
nilai apa saja yang akan diberikan kepada customer, customer mana yang
71
harus dituju untuk pemberian value tersebut, serta produk dan service apa
yang harus disiapkan untuk customer segment terpilih.
Osterwalder & Pigneur (2010) mendeskripsikan beberapa elemen yang
dapat menciptakan value terhadap produk maupun jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan, meliputi newness / pembaharuan, performance / kinerja,
customization, design, brand / status, price, cost reduction, risk reduction,
accessibility, serta convenience / usability. Namun tidak semua elemen
tersebut perlu diaplikasikan secara lengkap terhadap suatu barang atau jasa
yang dimiliki oleh perusahaan. Pada produk sosis ini value terfokus pada 3
elemen, yakni newness, price, dan convenience/usability.
A. Newness
Business model ini menawarkan inovasi baru, suatu solusi
pemenuhan kebutuhan akan daging dan sayuran dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi harian tubuh melalui metode umum yang
menyenangkan dan digemari anak. Disini sosis juga diposisikan secara
baru sebagai sebuah makanan ringan / cemilan yang tidak hanya
memiliki keunggulan dalam hal rasa, namun juga berbagai keunikan
sebagai value tambahan lain, seperti:
72
1. Nutrisi & Bahan Baku
Produk terbuat dari daging ayam dan sapi segar berkualitas
dengan menggunakan proses yang higienis. Sosis sapi
merupakan jenis sosis yang paling dikenal secara umum oleh
masyarakat Indonesia. Jenis sosis ini memiliki rasa yang enak
dengan kandungan nutrisi daging sapi sebagai bahan baku.
Sedangkan sosis ayam termasuk jenis sosis yang cukup jarang
ditemukan di pasaran. Jenis sosis ini memiliki rasa yang lebih
gurih dan lembut dengan kadar lemak yang lebih rendah serta
tingkat nutrisi yang tinggi, sebagaimana karakteristik bahan
baku daging ayam yang digunakan. Penambahan purée sayuran
menjadikan suatu uniqueness tersendiri dalam produk ini, baik
dalam hal penambahan kandungan nutrisi, warna, serta citarasa
produk yang khas. Hal ini menjadikan suatu solusi praktis bagi
pemenuhan kebutuhan akan sayur dan buah bagi anak. Proses
pembuatan produk secara homemade menjamin mutu produk
dan ketiadaan penggunaan bahan pengawet ataupun bahan
tambahan lain yang berbahaya bagi kesehatan. Seluruh bahan
baku yang digunakan dalam pembuatan produk merupakan
produk alami, mulai dari daging, pewarna yang berasal dari
pigmen sayuran segar serta proses pembuatan dan pengawetan
khusus yang memungkinkan tidak diperlukannya penambahan
bahan-bahan pengawet. Seluruhnya menjamin kandungan
73
nutrisi yang terdapat dalam bahan baku mentah tetap terjaga
semaksimal mungkin dalam produk akhir dan memberikan
manfaat seoptimal mungkin bagi customer.
2. Ukuran
Produk ready to eat hadir dalam ukuran cocktail / bite size yang
mungil dan mudah dinikmati anak. Ukuran yang mungil
dengan variasi beragam bentuk menjadikan produk ini menarik
dan praktis untuk dinikmati. Dalam penyajiannya, jumlah
produk disesuaikan dengan porsi makanan selingan anak yang
optimal, baik dari segi kandungan nutrisi maupun jumlah yang
cukup untuk mengganjal perut hingga waktu makan utama tiba.
3. Rasa
Produk memiliki rasa yang khas dan berbeda akibat
penggunaan bahan baku daging, purée, bumbu, serta resep
rahasia khusus. Beraneka ragam rasa sosis dasar yang lezat ini
kemudian dapat dimodifikasi melalui penambahan beraneka
ragam free topping yang dapat dipilih oleh anak. Disini anak
bebas berkreasi dalam menambahkan beragam topping yang
mereka inginkan sehingga menciptakan suatu experience
tersendiri.
74
4. Warna
Produk memiliki warna yang menarik, dimana seluruhnya
diperoleh melalui penambahan pigmen yang berasal dari
bahan-bahan alami untuk menunjang warna bersangkutan,
misalnya penambahan purée bit untuk warna merah, wortel
untuk warna jingga, kembang kol untuk warna putih, dan
sebagainya. Penambahan warna yang berasal dari unsur-unsur
alami sayuran berfungsi untuk meningkatkan nilai nutrisi serta
memperkaya citarasa produk, sambil tetap mempertahankan
citarasa bahan dasar daging itu sendiri.
5. Cara Penyajian
Cara penyajian yang unik menjadi suatu nilai tambah dari suatu
produk. Disini, produk disajikan dalam berbagai bentuk yang
menarik, yakni tulip, kepiting, pinguin, gurita dan ikan, dengan
menggunakan cetakan khusus dari Jepang. Hal ini diharapkan
dapat menjadi suatu unique selling preposition tersendiri di
mata anak sebagai customer. Free topping yang dapat
ditambahkan sendiri oleh anak juga menjadi suatu uniqueness
tambahan yang memungkinkan anak untuk berkreasi dalam
meracik sendiri rasa favorit mereka secara bebas dan gratis.
75
B. Price
Kesesuaian kualitas produk, harga dan profil target market
menjadi fokus utama disini. Berdasarkan data observasi target market
serta menilik pada statistik daya beli target market secara umum, maka
ditetapkanlah harga Rp. 5.000 untuk produk yang ditawarkan.
Sedangkan topping / bumbu tambahan seperti mayonnaise, barbeque
sauce, sambal, saus tomat dan bumbu bubuk (keju dan pizza) dapat
diperoleh secara gratis.
Penerapan sistem value for money menjadi penting disini
mengingat karakteristik, daya beli dan positioning produk terhadap
target market, serta menilik pola bisnis makanan dan minuman yang
sedang in sekarang ini, dimana makan dibentuk menjadi suatu kegiatan
rekreasi pula.
C. Convenience
Business model ini menawarkan suatu kenyamanan bagi
customer, baik dalam hal cara menikmati produk, bentuk produk yang
lucu dan menyenangkan serta kesempatan untuk menentukan rasa
favorit melalui penambahan beraneka ragam topping yang dapat
diracik sendiri oleh customer. Konsep mobile juga tersedia untuk
76
mempermudah accesibility customer terhadap produk, dengan
melakukan pembelian lewat penjual yang berkeliling di area tertentu.
Business model ini juga menawarkan kemungkinan pemesanan
untuk acara-acara khusus, misalnya pesta ulang tahun anak. Design
booth yang unik serta produk yang enak, bergizi dan digemari anak
diharapkan mampu semakin memeriahkan event yang diselenggarakan.
2.3.3. Channel
Produk yang telah memiliki value proposition baik akan menjadi sia-
sia jika tidak dapat sampai ke tangan customer. Karena itu channel distribusi
juga menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam membangun sebuah bisnis.
Channel merupakan bagian tengah yang menjadi penghubung antara
produsen dengan customer. Channel atau sering disebut dengan marketing
channels memiliki peran tersendiri (Osterwalder & Pigneur, 2010, p.26) yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran pelanggan terhadap produk atau jasa
yang ditawarkan oleh perusahaan
2. Membantu pelanggan mengevaluasi value proposition yang
diberikan oleh perusahaan
3. Memberikan jalur pembelian terhadap produk atau barang tertentu
4. Penyampaian value proposition kepada pelanggan
5. Penyediaan layanan purna jual terhadap pelanggan
77
Channel secara garis besar dibagi lagi menjadi direct dan indirect.
Direct channel terjadi dimana produsen / manufaktur langsung menjual
produk atau jasanya ke pelanggan tanpa melalui perantara. Sedangkan indirect
channel terjadi jika keadaan berlangsung sebaliknya, dimana penjualan
produk / jasa terjadi melalui perantara, baik retailer, wholesaler, distributor,
dan sebagainya.
Berdasarkan jumlah perantara yang dilalui, marketing channel dapat
dibagi lagi menjadi channel level (Kotler & Keller, 2009, p.456). Hal tersebut
terjadi baik di bidang consumer goods, business goods, maupun service.
Perusahaan perlu menentukan channel terbaik yang akan digunakan untuk
mencapai customer segment yang telah ditetapkan, termasuk cara perusahaan
mengintegrasikannya dengan rutinitas dan aktifitas pelanggan.
Bisnis sosis ini akan menggunakan zero dan first-level channel, karena
produk yang dihasilkan akan langsung dipasarkan ke customer secara
langsung (direct) serta dengan menggunakan sistem franchise dan penjualan
melalui sejumlah agen dalam perkembangan di masa mendatang. Cara yang
akan digunakan untuk pemasaran langsung yaitu melalui cara online dan
offline (click and mortar). Hal ini mengacu pada trend serta customer
behavior saat ini, yang sangat terkait dengan berbagai hal yang terjadi di
dunia maya. Oleh karena itu sentuhan channel melalui jalur online perlu
ditambahkan disini.
78
Gambar 2.23. Channel Level
Sumber: Unit 13: Channels of Distribution, Logistics, and Wholesaling, David, n.d.
A. Booth
Booth merupakan channel yang memiliki bentuk fisik dan
dapat digunakan secara langsung dalam pemasaran produk kepada
customer. Melalui channel ini, tidak hanya fisik produk dapat dilihat
secara langsung, namun customer juga dapat menikmati berbagai value
dan layanan yang ditawarkan oleh perusahaan secara langsung. Booth
79
juga menjadi suatu channel untuk melakukan transaksi secara langsung
(offline) dan sejumlah kegiatan sales lainnya yang mendukung.
B. Hotline
Hotline service by phone bertujuan untuk mempermudah
customer berhubungan langsung dengan back office, memberikan
feedback, melakukan pemesanan, reservasi, dan sebagainya. Melalui
cara ini, dapat diperoleh pola komunikasi yang lebih cepat dan akurat,
dengan pemberian feedback yang cepat pula.
C. Official Website
Gadget dan berbagai media online menjadi komoditas yang
perlu diperhitungkan di masa sekarang ini. Internet kini bukan lagi
menjadi komoditas kaum dewasa, namun juga anak-anak. Karena itu
pembuatan official website dianggap perlu sebagai salah satu channel
kunci secara online yang mampu menjaring awareness secara cepat,
mudah, luas dan relatif murah. Disamping itu, official website dapat
digunakan sebagai media untuk memberikan berbagai informasi baru,
produk lauching, promo, event, dan sebagainya. Official website ini
bersifat interaktif dengan penambahan sejumlah game sederhana yang
80
berkaitan dengan produk dan business model ini, yang juga menarik
bagi anak.
D. Social Networking
Social media, terutama Facebook dan Twitter, kini semakin
berkembang seiring dengan tumbuhnya minat dan kebutuhan
masyarakat untuk bersosialisasi serta semakin mudahnya akses
internet. Penggunaannya pun kian berkembang luas di berbagai
kelompok usia, bahkan hingga anak-anak. Tujuan penggunaannya kini
bukan hanya sekedar untuk menjalin komunikasi dan silahturahmi
dengan kerabat, namun juga menjadi suatu media yang potensial untuk
berbisnis, transaksi, promosi, dan sebagainya. Jumlah user yang besar
dengan tingkat repetisi kedatangan yang tinggi, dinilai sangat efektif
untuk melakukan promosi secara mudah, murah dan mampu menjaring
banyak pihak. Karena itu, penggunaan media ini dianggap perlu untuk
mempertinggi brand awareness serta memberikan informasi seputar
produk, promo, event, dan sebagainya, yang tengah dilangsungkan.
E. Mobile
Konsep restaurant keliling dapat menjadikan salah satu inovasi
dalam kompetensi industri makanan. Konsep menjemput bola dengan
81
mengantarkan hidangan langsung ke depan pintu rumah customer kini
menjadi suatu trend yang berkembang di masyarakat, yang perlu
dipertimbangkan untuk meningkatkan kompetensi. Apalagi mengingat
karakteristik dan positioning produk ini sebagai sebuah makanan
selingan, dimana dapat dinikmati saat bersantai di rumah atau bermain
selepas waktu sekolah.
F. Word of Mouth
Manusia adalah makhluk sosial dimana komunikasi merupakan
salah satu unsur terpenting dalam kehidupan. Manusia gemar
membicarakan hal-hal yang terjadi pada diri mereka, seperti dimana
berjalan-jalan, tempat makan baru, rasa, dan sebagainya. Demikian
pula anak-anak pada tahapan usia ini, dimana mereka mulai belajar
bersosialisasi dalam lingkungan yang lebih luas. Mereka gemar
bercerita dan mengkomunikasikan berbagai hal baru yang mereka
alami dengan orang-orang di sekitarnya, baik teman, orang tua,
maupun keluarga. Dengan memanfaatkan sifat komunikatif dasar
tersebut, maka informasi produk dapat tersebar dengan lebih cepat dan
efektif.
82
2.3.4. Customer Relationships
Customer relationships (hubungan dengan pelanggan) adalah
gambaran hubungan yang tercipta antara perusahaan dengan pelanggannya
(Osterwalder & Pigneur, 2010). Customer relationships tercipta karena
adanya beberapa dorongan yaitu:
1. Customer acquisition
Merupakan serangkaian proses dan prosedur yang digunakan
untuk mendapatkan pelanggan baru.
2. Customer retention
Serangkaian kegiatan atau strategi yang bertujuan agar pelanggan
tidak pergi ke kompetitor lain.
3. Boosting sales (upselling)
Kegiatan yang dapat meningkatkan penjualan terhadap produk
yang dimiliki.
Untuk menjaga hubungan yang telah dimiliki, diperlukan manajemen
tersendiri, sehingga terbentuklah ilmu customer relationship management
yang khusus membahas pengaturan hubungan yang baik dengan pelanggan.
Anderson & Kerr (2001) dalam buku Customer Relationship
Management, mengungkapkan bahwa “Customer relationship management is
a comprehensive approach for creating, maintaining and expanding customer
relationship.” Disini menjelaskan customer relationship management sebagai
83
sebuah metode atau cara pendekatan menyeluruh kepada pelanggan untuk
dapat menciptakan, mempertahankan serta memperluas hubungan dengan
pelanggan.
Dari penjelasan tersebut, terdapat dua poin penting yang dapat
ditangkap. Pertama, CRM merupakan suatu hal menyeluruh (comprehensive).
CRM bukan hanya terdapat di satu bagian saja, namun pada keseluruhan
bagian dari perusahaan. Kedua, adalah mengenai approach (pendekatan).
Webster (2003, p.3) dalam buku Customer Relationship Management
mengemukakan pendekatan / approach sebagai suatu cara memperlakukan
atau berhadapan dengan sesuatu. Maka CRM disini dapat dideskripsikan
sebagai cara atau pola pikir perusahaan untuk memperlakukan serta
berhadapan dengan pelanggannya.
Dewasa ini, perkembangan teknologi semakin pesat dan canggih. Oleh
karena itu relationship pun dapat berupa personal maupun otomatis dengan
menggunakan bantuan mesin. Jalur untuk membina relasi dengan pelanggan
pun semakin beragam, dimana saat ini dapat dilakukan dengan bantuan
internet, sehingga halangan jarak hampir tidak menjadi masalah lagi.
Osterwalder & Pigneur (2010) membagi menjadi customer
relationship dalam beberapa kategori berdasarkan customer segment,
meliputi:
84
1. Personal assistance
Jenis hubungan ini lebih mengarah pada interaksi antar manusia.
Pelanggan dapat berinteraksi dengan perwakilan dari perusahaan
untuk mendapatkan bantuan yang diinginkan.
2. Dedicated personal assistance
Relasi ini hampir serupa dengan personal assistance, namun
dibedakan adanya perwakilan khusus dari perusahaan yang
menangani pelanggan tertentu. Relasi ini mampu menciptakan
hubungan yang lebih mendalam dengan pelanggan.
3. Self-service
Dalam relasi ini perusahaan tidak bersentuhan langsung dengan
pelanggan. Disini perusahaan telah menyediakan segala kebutuhan
pelanggan sehingga pelanggan dapat membantu dirinya sendiri.
4. Automated services
Merupakan pengembangan self-service relation dengan bantuan
teknologi.
5. Communities
Dengan adanya pembentukan komunitas pelanggan, perusahaan
akan dapat mengerti lebih dalam apa yang diinginkan oleh
pelanggan.
6. Co-creation
Merupakan bentuk kerjasama dengan pelanggan untuk dapat
membentuk sebuah nilai yang lebih tinggi. Sebagai contoh:
85
Amazon.com, yang memberikan kebebasan kepada pelanggannya
untuk memberikan komentar atau review terhadap produk yang
dijualnya sebagai referensi terhadap pelanggan lain yang ingin
membeli produk tersebut.
Pada produk sosis ini, customer relationship yang diterapkan
merupakan campuran dari personal assistance, self service, automated
service, dan co-creation, dengan rincian berikut:
A. Personal Assistance
Personal assistance dilakukan melalui hubungan secara
langsung dengan salesperson di booth dalam proses penjualan secara
langsung. Disini customer dapat memperoleh layanan secara langsung
melalui komunikasi dengan perwakilan perusahaan (salesperson) di
tempat secara rinci dan menyeluruh.
Relationship jenis ini diperoleh melalui hotline service, dimana
customer dapat berinteraksi langsung dengan perwakilan perusahaan
melalui jalur telepon untuk mendapatkan feedback secara cepat.
B. Self Service
Self service free topping merupakan cara perusahaan untuk
menjaga hubungan dengan customer, melalui pemberian beragam
86
pilihan topping secara gratis yang dapat diracik sendiri oleh customer
sesuai selera. Hal ini bertujuan selain sebagai unique value preposition
juga sebagai bentuk pemberian reward / hadiah langsung kepada
customer akibat pembelian produk.
C. Co-creation
Co-creation relationship dibentuk melalui comment, review
dan testimonial yang dapat diberikan oleh customer dalam media
online, baik melalui official website maupun sejumlah social
networking media. Disini customer dapat berbagi pengalaman dengan
pelanggan lain dalam menikmati produk dan memberikan feedback
langsung kepada perusahaan. Perusahaan sendiri mendapatkan
keuntungan tambahan dari kekuatan word-of-mouth serta sejumlah
masukan yang dapat meningkatkan kualitas produk maupun layanan di
masa mendatang.
D. Reward Card
Reward card merupakan bentuk penghargaan atas loyalitas
yang diberikan customer. Pemegang reward card berhak atas sejumlah
keuntungan tersendiri yang ditentukan oleh pihak perusahaan.
87
2.3.5. Revenue Streams
Revenues streams mewakili bagaimana perusahaan mendapatkan uang
dari pelanggannya (Osterwalder & Pigneur, 2010, p.30). Sebuah bisnis model
umumnya memiliki dua tipe revenue stream, yakni:
1. Transaction revenues
Merupakan hasil yang didapat dari pembayaran pelanggan dalam
sekali transaksi.
2. Recurring revenues
Merupakan hasil yang didapat dari hasil pembelian kembali oleh
pelanggan tetap, atau dengan adanya penyampaian value
proposition yang tepat.
Osterwalder & Pigneur (2010) lebih lanjut menjelaskan beberapa cara
dalam menghasilkan revenue streams, yakni asset sale, usage fee,
subscription fees, lending/renting/leasing, licensing, brokerage fees, serta
advertising. Salah satu poin penting dalam pembentukan revenue stream
adalah harga. Harga memiliki peranan penting dalam menarik pelanggan,
apalagi jika ternyata customer segment yang dituju termasuk price sensitive.
Harga bukanlah sekedar angka yang tercantum dalam tag price, namun datang
dalam berbagai sumber dan bentuk. Sewa, gaji, ongkos, komisi termasuk
harga yang harus dibayar untuk mendapatkan sebuah barang maupun service
yang baik.
88
Harga yang ditetapkan perusahaan harus tepat mengenai segmen pasar
yang dituju, karena harga merupakan elemen yang menghasilkan keuntungan
secara langsung. Dalam buku Marketing Management dijelaskan beberapa
strategi yang dapat diadopsi dalam penetapan harga bagi perusahaan yakni
geographical pricing, price discounts and allowances, promotional pricing,
dan discriminatory pricing. Ditambahkan pula adanya dua tipe mekanisme
harga, yaitu fixed dan dynamic price.
Fixed pricing (harga tetap) didapat dari variabel yang bersifat tetap
seperti gaji, bahan baku, dan lain-lain. Contoh harga tetap yang sering kita
temui dikehidupan sehari-hari adalah price list, harga berdasarkan fitur
tambahan, harga berdasarkan jumlah, dan sebagainya. Sedangkan dynamic
pricing adalah harga yang dapat berubah sesuai dengan kondisi pasar yang
ada. Contohnya adalah harga yang didapat setelah melalui proses negosiasi,
lelang, dan sebagainya.
Business model sosis ini berfokus pada penjualan produk (product
sales), baik penjualan produk secara langsung di booth, mobile, online
maupun reseller. Price discount dan promotional pricing juga diterapkan
dalam sejumlah keadaan tertentu yang diatur kemudian oleh perusahaan,
sebagai suatu cara memperbesar revenue.
89
2.3.6. Key Resources
Resources atau sumber daya merupakan kunci dalam membuat suatu
project yang hidup (Morris, 2008). Tanpa adanya resource maka proses
penyelesaian sebuah project dan suatu bisnis tidak dapat berjalan. Dengan
adanya resource, perusahaan juga dapat membuat value proposition
tersendiri. Oleh karena itu pemilihan key resource yang tepat sangat
berpengaruh terhadap segment pasar yang dituju, channel distribusi yang
dimiliki, customer relationship serta revenue stream yang dimiliki.
Resource dapat berwujud fisik, finansial, intelektual serta sumber daya
manusia. Resource yang dibutuhkan oleh setiap perusahaan berbeda-beda,
tergantung pada tingkat kebutuhan serta keperluan masing-masing. Sumber
daya dapat diperoleh perusahaan dengan cara meminjam, membeli, melatih,
ataupun melalui pembentukan partnership.
A. Fisik
Sumber daya fisik meliputi berbagai benda yang ada secara
fisik, dapat dilihat, diraba, dipergunakan, dipertukarkan, dan
sebagainya. Benda-benda ini memiliki nilai yang dapat dinilai secara
pasti dalam nominal, rusak ataupun habis terpakai. Sejumlah sumber
daya seperti produk (bahan baku, final product, packaging, dan
90
sebagainya), booth, tempat usaha, offline advertising dan media
promotion (banner, brosur, flyer, dan sebagainya); termasuk ke dalam
kategori ini.
B. Intelektual
Sumber daya intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan
yang tidak memiliki bentuk fisik, namun memiliki nilai dan daya guna
yang tidak ternilai. Seringkali jenis sumber daya ini memiliki nilai
yang lebih besar daripada sumber daya fisik, walaupun sulit untuk
menentukan nilai sumber daya tersebut dalam nominal secara akurat.
Sumber daya intelektual bersifat eternal, tidak habis digunakan
(kecuali partnership yang perlu diperbaharui dalam jangka waktu
tertentu) dan sulit untuk dipertukarkan secara utuh. Termasuk ke dalam
golongan ini adalah brand, partnership, proses dan resep produk.
C. SDM
Sumber daya manusia merupakan sumber daya tak ternilai yang
menjadi kunci bagi terlaksananya berbagai proses dalam bisnis, mulai
dari produksi (chef dan pekerja produksi) hingga marketing dan sales.
Sumber daya manusia berfungsi untuk mendayagunakan berbagai
91
resource dasar lainnya secara optimal, baik dalam proses perencanaan
dan pembuatan produk hingga penyampaian produk ke customer.
D. Finansial
Keuangan merupakan penyokong berlangsungnya berbagai
kegiatan. Permodalan yang kuat ditambah dengan perincian laporan
keuangan yang tersusun secara teratur membantu kelancaran berbagai
proses yang ada. Business model ini menggunakan permodalan yang
relatif kecil hingga sedang dalam tahap awal penggarapannya. Hal ini
didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia dan intelektual yang
cukup memadai, proses produksi produk yang relatif sederhana serta
partnership yang cukup kuat.
2.3.7. Key Activities
Setiap business model memiliki key activites tersendiri. Key acitivities
merupakan tindakan nyata dan penting untuk dapat menjalankan bisnis
dengan sukses. Key activities menjadi kunci keberhasilan perusahaan untuk
dapat bertahan dalam dinamika perubahan yang terjadi di pasar.
Key acitivities dapat diartikan sebagai tindakan yang perlu dilakukan
perusahaan untuk dapat mempertahankan kelebihan yang dimiliki dalam
92
persaingan dengan kompetitor, sehingga pelanggan akan tetap membeli
produk yang ditawarkan serta mampu bertahan dalam bisnis tersebut.
Osterwalder & Pigneur (2010) menjelaskan pengkategorian key activites
sebagai berikut:
1. Production
Aktifitas ini berkaitan dengan desain, pembuatan, serta
pengiriman produk yang miliki.
2. Problem solving
Aktifitas ini berkaitan dengan pemberian solusi terhadap
permasalahan yang dialami pelanggan, misal konsultan yang
memberikan solusi dan masukan atas permasalahan yang sedang
dialami oleh klien.
3. Platform / network
Business model yang memiliki key activities berupa platform /
network biasanya merupakan perusahaan yang menjadikan
network sebagai key resource utama. Contoh: eBay, yang
mengembangkan dan me-maintenance website eBay sebagai
platform utama.
Business model sosis ini mengkhususkan diri dalam line kegiatan
produksi, yang terbagi atas 2 kelompok besar kegiatan, yakni:
93
A. Design
Meliputi beragam kegiatan yang berhubungan dengan proses
pembuatan produk, mulai dari pembuatan resep, penyediaan bahan
baku (daging, sayuran, bumbu, dan rempah-rempah), persiapan
material dan peralatan yang dibutuhkan hingga penyediaan produk siap
saji. Research process terhadap varian produk baru, bahan, warna,
rasa, bentuk, ukuran maupun topping dan inovasi baru lainnya
termasuk ke dalam kelompok kegiatan ini.
B. Delivering & Selling
Meliputi beragam kegiatan yang berhubungan dengan
penyampaian / delivering produk kepada customer, melalui
serangkaian upaya marketing dan sales. Advertising dan promotion
termasuk dalam kategori kegiatan ini, termasuk pula upaya partnership
dengan online provider. Pembentukan strategi penjualan kreatif,
seperti self-service free topping menjadi salah satu strategi yang
digunakan disini.
94
2.3.8. Key Partnerships
Dalam bisnis, pembentukan strategic alliances dan partnership sangat
diperlukan. Hal tersebut dilakukan untuk membantu mensukseskan strategi
yang dimiliki ataupun memperkuat value proposition yang dimiliki
perusahaan dalam rangka meningkatkan competitiveness, baik pada pasar
domestik maupun internasional.
Thomson, Strickland & Gamble (2010) menjelaskan strategic
alliances sebagai sebuah bentuk kerjasama yang terjadi antara dua atau lebih
perusahaan untuk mencapai tujuannya masing-masing, namun dengan tetap
saling menguntungkan. “Strategic alliances are collaborative arrangements
where two or more companies join forces to achieve mutually beneficial
strategic outcomes.”
Osterwalder & Pigneur (2010) lebih lanjut mendeskripsikan
pembagian jenis partnership dalam empat kategori, yaitu:
1. Strategic alliances between non-competitors
2. Coopertition: strategic partnerships between competitors
3. Joint ventures to develop new business
4. Buyer –supplier relationships to assure reliable supplies
95
Lebih lanjut mereka mengemukakan tiga hal yang memotivasi
perusahaan untuk melakukan partnerships, antara lain:
1. Optimization and economy of scale
2. Reduction of risk and uncertainty
3. Acquisition of particular resources and activities
Dengan adanya blok partnership, perusahaan mampu menentukan key
partner dan key supplier. Perusahaan harus memilih partner yang tepat karena
partner terpilih merupakan sumber utama perusahaan untuk mendapatkan key
resources-nya ataupun key activities tertentu. Partnership dengan sejumlah
provider membantu kelancaran berbagai proses yang ada sekaligus
mengurangi resiko dan ketidakpastian dalam operasional.
Daging dan sayuran segar merupakan bahan baku utama dalam
pembuatan produk ini. Oleh karena itu ketersediaan dan kualitasnya perlu
menjadi fokus utama. Salah satu solusinya adalah dengan menjalin
partnership dengan peternakan yang memiliki kredibilitas dalam penyediaan
daging ayam berkualitas baik. Demikian pula dengan sayur mayur yang
diupayakan dengan partnership dengan supplier di pasar sekitar. Hal ini
membantu menjamin ketersediaan bahan baku, baik jumlah maupun stabilitas
harga. Partnership membantu menjaga ketersediaan bahan baku, terutama
untuk sejumlah bahan yang sulit dicari di pasaran, bahan yang perlu diimpor,
membutuhkan pemilihan serta penanganan cermat untuk menjamin kualitas.
96
2.3.9. Cost Structure
Cost structure menggambarkan struktur pembiayaan sebagai hasil dari
business model yang telah dibuat. Biaya yang muncul dapat berasal dari key
resources, key activities, ataupun blok lainnya. Cost structure memiliki
karakteristiknya masing-masing yang dijabarkan dalam empat tipe, yaitu fixed
costs, variable cost, economies of scales, economies of scopes.
Biaya bagi perusahaan merupakan hal yang mau tidak mau akan selalu
ada dalam proses bisnis. Biaya mampu menurunkan jumlah keuntungan yang
didapatkan. Oleh karena itu, secara normal perusahaan akan berusaha
semaksimal mungkin untuk menekan jumlah biaya yang terjadi. Osterwalder
& Pigneur (2010) lebih mendalam mengemukakan pembagian cost structures
menjadi dua bagian, yaitu:
1. Cost-driven
Struktur cost-driven berfokus pada minimalisasi biaya semaksimal
mungkin. Pendekatan ini biasanya dilakukan karena produk
maupun jasa yang dipasarkan bersifat murah.
2. Value-driven
Struktur value-driven lebih berfokus pada pembentukan value.
Oleh karena itu biasanya biaya yang terbentuk dalam penciptaan
value tersebut tidaklah terlalu diperhatikan. Contoh: hotel bintang
lima, penerbangan premium, dan sebagainya.
97
A. Production
Meliputi sejumlah pembiayaan yang diperlukan untuk pelaksanaan
proses pembuatan produk secara langsung, yakni:
1. Bahan baku (daging, sayur mayur, rempah dan bumbu)
2. Proses produksi (listrik, air, gas)
3. Gaji pegawai produksi
B. Sales
Meliputi berbagai pembiayaan yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan penjualan produk, yakni:
1. Place
2. Salesperson
3. Serving
C. Marketing
Meliputi berbagai pembiayaan yang berhubungan dengan marketing
dan promosi produk, yakni:
1. Brand
2. Advertising
3. Partnership
98