bab ii sejarah berdirinya dinasti fatimiyah

22
16 BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH Dinasti-dinasti yang muncul setelah al-khuafaur Rasyidin tiada yakni dinasti Umayah, Dinasti Abbasiyah, Dinasti Umayyah di Spanyol, Dinasti Fatimiyah di Mesir, Dinasti Saffawiyah, Dinasti Ustmani di Turki, Dinasti Mongol di India, dan masih banyak dinasti yang berkuasa. 1 Beberapa dinasti tersebut telah berhasil membawa Islam ke masa kemajuan. Selama itu pula perkembangan Islam semakin maju. Perkembangan dinasti Islam yang mampu merubah peradaban dimulai ketika Dinasti Umayyah berdiri yang kemudian disusul oleh berdirinya Dinasti Abbasiyah. Dua dinasti ini mempunyai kontribusi untuk peradaban Islam, dan kemudian muncul dinasti-dinasti kecil yang bercita-cita ingin seperti kedua dinasti pendahulu. Ini terbukti ketika banyak dari dinasti-dinasti kecil yang muncul ketika kekuasaan Dinasti Abbasiyah semakin luas dan salah satu yang mendirikan dinasti baru adalah Dinasti Fatimiyah yang berdiri akibat sikap diskriminatif dalam hal pemahaman agama. Seperti diketahui bahwa Sunni dan Syiah saling bertolak belakang dan ketika itu Dinasti Abbasiyah sedang dalam masa keemasan dan wilayahnya sangat luas. Dinasti Fatimiyah kala itu sangat jauh dari jangkauan Dinasti Abbasiyah sehingga tidak terlalu ketat pengawasannya. Sebenarnya untuk melakukan dakwah Syiah Ismailiyah sangatlah sulit bahkan harus sambil sembunyi-sembunyi karena meskipun pengawasan dari Abbasiyah tidak terlalu ketat tapi di setiap wilayah pasti diutus seorang pemimpin yang nantinya akan mengawasi daerah kekuasaanya. Namun, ketika semakin banyak tekanan yang dilakukan oleh Dinasti Abbasiyah maka semakin kuat pula keinginan orang-orang Syiah untuk membuat negara baru yang menjadi pertanda bahwa pengaruh kekuasaan Dinasti Abbasiyah sudah mulai luntur. 1 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2010) Hlm 253

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

16

BAB II

SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

Dinasti-dinasti yang muncul setelah al-khuafaur Rasyidin tiada yakni

dinasti Umayah, Dinasti Abbasiyah, Dinasti Umayyah di Spanyol, Dinasti

Fatimiyah di Mesir, Dinasti Saffawiyah, Dinasti Ustmani di Turki, Dinasti

Mongol di India, dan masih banyak dinasti yang berkuasa.1 Beberapa dinasti

tersebut telah berhasil membawa Islam ke masa kemajuan. Selama itu pula

perkembangan Islam semakin maju.

Perkembangan dinasti Islam yang mampu merubah peradaban dimulai

ketika Dinasti Umayyah berdiri yang kemudian disusul oleh berdirinya Dinasti

Abbasiyah. Dua dinasti ini mempunyai kontribusi untuk peradaban Islam, dan

kemudian muncul dinasti-dinasti kecil yang bercita-cita ingin seperti kedua dinasti

pendahulu. Ini terbukti ketika banyak dari dinasti-dinasti kecil yang muncul ketika

kekuasaan Dinasti Abbasiyah semakin luas dan salah satu yang mendirikan dinasti

baru adalah Dinasti Fatimiyah yang berdiri akibat sikap diskriminatif dalam hal

pemahaman agama.

Seperti diketahui bahwa Sunni dan Syiah saling bertolak belakang dan

ketika itu Dinasti Abbasiyah sedang dalam masa keemasan dan wilayahnya sangat

luas. Dinasti Fatimiyah kala itu sangat jauh dari jangkauan Dinasti Abbasiyah

sehingga tidak terlalu ketat pengawasannya. Sebenarnya untuk melakukan

dakwah Syiah Ismailiyah sangatlah sulit bahkan harus sambil sembunyi-sembunyi

karena meskipun pengawasan dari Abbasiyah tidak terlalu ketat tapi di setiap

wilayah pasti diutus seorang pemimpin yang nantinya akan mengawasi daerah

kekuasaanya.

Namun, ketika semakin banyak tekanan yang dilakukan oleh Dinasti

Abbasiyah maka semakin kuat pula keinginan orang-orang Syiah untuk membuat

negara baru yang menjadi pertanda bahwa pengaruh kekuasaan Dinasti Abbasiyah

sudah mulai luntur.

1 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2010) Hlm 253

Page 2: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

17

A. Para perintis Dinasti Fatimiyah

Berdirinya sebuah dinasti tidak akan terlepas dari peran para perintis awal

yang telah berjuang demi berdirinya sebuah kerajaan baru. Sama halnya seperti

Dinasti Fatimiyah para perintis ini mampu mewujudkan cita-cita awal Dinasti

Fatimyah.2

1. Abu Sufyan Al-Hasan bin Al-Qasim Abdullah bin Ali bin Ahmad3

Pada awalnya dakwah Ismailiyah melewati dua tahap. Pertama

tahap persiapan konsep ideologis teoritis, maksudnya pada tahapan ini

yang lebih ditekankan adalah penguatan ideologi serta konsep-kosep

ketuhanan, aqidah dan menguatkan keyakinan bahwa kelompok merekalah

yang paling benar. Tahap ini dipimpin oleh dua tokoh yakni Abu Sufyan

Al-Hasan bin Al-Qasim Abdullah bin Ali bin Ahmad dan Abdullah bin Ali

bin Ahmad. Sementara tahap kedua yakni tahap praktis yakni lebih ke

tahap aplikatif dari tahap pertama, Abu Abdullah al-Husain bin Ahmad as-

Syi’i menjadi tokoh dari tahap ke dua.

Abu Sufyan Al-Hasan bin Al-Qasim Abdullah bin Ali bin Ahmad

dan Abdullah bin Ali bin Ahmad diutusa untuk melakukan dakwah

Ismailiyah di Afrika Utara. Pada saat itu, madzhab Syiah Ismailiyah

hanya terfokuskan pada sebuah daerah pemukiman kabilah Barbar yang

bernama Kutami. Ia tinggal di perkampungan kota Murmajannah4 sebuah

tempat yang sangat strategis dengan kondisi banyak masyarakat yang

tinggal di sana dan terdapat pusat perdagangan. Dampak positif dengan

adanya pusat perdagangan ini membuat banyak saudagar yang bergabung

dan mengikuti berbagai kegiatan dakwah. Abu Sufyan Al-Hasan kemudian

menikah dan membangun sebuah masjid, ia dikenal sebagai orang yang

baik, rajin beribadah sehingga mampu menarik perhatian penduduk dan

mereka berkumpul untuk mengaji kepadanya. Semakin hari semakin

banyak penduduk yang mengaji dan mendengarkan ceramah. Dengan

2 Ibid, hlm.97

3 Tahun meninggal tidak diketahui

4 Murmajannah adalah sebuah kota di Ifriqiya yang menjadi tempat tinggal kabilah

Hawarah Berber. . Lihat, Muhammad Suhail Thaqqusy, Bangkit Dan Runtuhnya Daulah

Fatimiyah, (Jakarta : PustakaAl Kautsar, 2015), hlm.99

Page 3: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

18

kejadian ini membuat kota Murmajannah bagaikan negeri hijrah bagi para

masyarakat Syiah. Syiah menjadi madzhab yang paling banyak dipilih dan

bahkan mendapat julukan sebagai Kufah kecil.

Sementara itu Abdullah bin Ali bin Ahmad diutus untuk bedakwah

ke negeri Barbar, ia berhasil mensyiahkan pengikutnya dengan cara yang

sama seperti halnya Abu Sufyan Al-Hasan. Gerakan dakwah mereka

berdua terbilang berhasil, keberhasilan ini membuat Abu Abdullah al-

Husain bin Ahmad ad-Dai sebagai penerus dakwah Ismailiyah hanya

tinggal mengaplikasikan semua konsep ideologis yang telah disampaikan

oleh Abu Sufyan Al-Hasan dan Abdullah bin Ali bin Ahmad.

2. Abu Abdullah al-Husain bin Ahmad as-Syi’i5

Ia merupakan penerus dari dakwah Abu Sufyan Al-Hasan bin Al-

Qasim Abdullah bin Ali bin Ahmad. Ia bertugas untuk mengaplikasikan

segala sesuatu yang telah dilakukan oleh pendahulunya. Ia dikenal

sebagai orang yang cerdas, berilmu, religius, amanah, jujur, dan tidak

bersikap berlebihan. Dengan sikap yang demikian para penguasa Daulah

Aghlabiyah6 terutama gubernur kota Mila yang bernama Musa bin

Ayyasy tidak suka dengan adanya dakwah Ismailiyah. Sehingga terjadi

konflik sampai akhirnya kota Mila berhasil direbut oleh asy-Syi’i dan

menjadikan Abu Yusuf Makinun bin Dhabarah al-Ajani sebagai gubernur

baru.

Kota Mila menjadi kota pertama di bawah kekuasaan Daulah

Aghlabiyah yang sukses diambil alih oleh asy-Syi’i. Dengan demikian

konflik antara asy-Syi’i dengan penguasa Dinasti Aghlabiyah semakin

sengit. Abdullah II bertekad akan merebut kembali kota Mila dari

kekuasaan asy-Syi’i.

5 Tahun meninggal tidak diketahui

6 Daulah Aghlabiyah merupakan dinasti yang didirikan oleh Ibrahim bin Aghlab di kota

Aljaziriya dan Sisilia pada tahun 800 M. Ibrahim bin Aghlab merupakan seorang yang snagat

pandai dalam bidang administrasi, dengan kemampunanya tersebut ia mampu mengatur roda

peeintahan dengan baik. Dinasti Aghlabiyah berdiri selama 109 tahun terhitung dari 800-909 M.

Lihat, Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hml 161

Page 4: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

19

Perjuangan yang sangat luar biasa yang dilakukan oleh para

perintis Dinasti Fatimiyah ini berbuah manis dengan berdirinya Dinasti

Fatimiyah di Ifriqiyya. Sehingga pada abad ke 10 juga disebut sebagai

abad Syiah7 karena Syiah berhasil membangun kekuasaan dan sebuah

peradaban baru bagi sejarah umat Islam.

Abu Abdullah al-Husain bin Ahmad as-Syi’i mengirim surat

kepada Ubaidillah al-Mahdi untuk melakukan pertemuan dan membahas

beberapa hal mengenai masa depan Dinasti Fatimiyah dan setelah

pertemuan itu berlangsung Ubaidillah al-Mahdi ditunjuk untuk

meneruskan kepemimpinan Dinasti Fatimiyah dan menjadi khalifah

pertama Dinasti Fatimiyah.

B. Latar Belakang Berdirinya Dinasti Fatimiyah

Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu dinasti yang pada awalnya

sebagian dari daerah propinsial yang berada di bawah naungan kekuasaan Dinasti

Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah mempunyai kekuasaan yang sangat luas, sehingga

membuat banyak dari ibu kota propinsial tersebut mulai menunjukan

eksistensinya dan ingin melepaskan diri dari wilayah kekuasaan Dinasti

Abbasiyah serta memimpikan sebuah kerajaan atau dinasti yang mandiri.

Di antara dinasti–dinasti yang lahir dan melepaskan diri kekuasaan

Baghdad pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari daerah yang berbangsa Persia

yaitu : Dinasti Thahiriyah di Khurasan, Shafariyah di Fars, Samaniyah di

Transoxania, Sajiyyah di Azerbaijan, dan Buwaihiyah. Kemudian dari yang

berbangsa Turki yaitu : Thuluniyah di Mesir, Ikhsyidiyah di Turkistan,

Ghaznawiyah di Afghanistan, dan Dinasti Saljuk yang kemudian dapat merebut

Baghdad pada tahun 1037 M.8 Dengan banyaknya dinasti-dinasti yang mulai

melepaskan diri dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah maka kekuasaan Dinasti

Abbasiyah lambat laun menjadi lemah dan berujung kepada kehancuran.

7 Kerens Amstrong, Islam Sejarah Singkat, (Yogyakarta : Jendela 2002) hlm 111

8 Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011),

Hlm.65.

Page 5: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

20

Proses melepaskan diri dari kekuasaan dinasti Abbasiyah melalui cara

yang menurut mereka tepat yakni : Pertama salah seorang pemimpin lokal

memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.

Kedua, seorang yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah dan kedudukannya

semakin bertambah berat.9 Setelah berhasil melepaskan diri dari kekuasaan dinasti

Abbasiyah mereka mulai membangun wilayah kekuasaan yang berdiri sendiri

serta mulai berusaha untuk melakukan ekspansi10

ke wilayah di sekitarnya.

Dinasti Fatimiyah mempunyai misi tersendiri jika mereka berhasil lepas

dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah, mereka ingin membuat negara yang mempu

menjadi saingan bagi Dinasti Abbasiyah dan ingin membuktikan sebagai dinasti

yang disegani oleh dinasti lain.

Dinamakan Dinasti Fatimiyah karena dinasti ini dinisbatkan nasabnya

kepada puteri Rasulullah SAW Fatimah Az-Zahra, istri dari Ali bin Abi Thalib.

Dinasti Fatimiyah didirikan oleh Ubaidillah Al-Mahdi (w. 934 M) yang

merupakan cucu dari Ismail bin Ja’far Shadiq (w. 765 M). Sedangkan Ismail

sendiri merupakan Imam Syiah yang ke-Tujuh. Menurut mereka sesudah Jafar as

Shidiq yakni imam yang ke enam imamah itu tidak diberikan kepada puteranya

yaitu Musa al-Kazim (w. 799 M) akan tetapi berpindah pada puteranya yang lain

yang bernama Ismail.11

Meskipun Ismail telah meninggal, mereka kaum Syiah

Ismailiyah tidak mengakui Musa al-Kazhim (w. 799 M) sebagai imam dan hak atas

Ismail sebagai imam tidak dapat dipindahkan. Pada awalnya Dinasti Fatimiyah

tidak melakukan aktvitasnya secara jelas sampai munculnya sosok Abdullah bin

Maimun (w. 847 M) yang membentuk Syiah Ismailiyah sebagai suatu sistem

politik keagamaan.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya silsilah Dinasti Fatimiyah berasal dari

Ismail bin Ja’far (w. 765 M), ia mempunyai putera yang bernama Muhammad bin

Ismail atau Maimun al-Qaddah (w. 813 M) ia ditunjuk untuk melanjutkan

9 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hlm.156

10 Menurut KBBI Ekspansi dapat diartikan sebagai upaya perluasan wilayah suatu negara

atau kerajaan dengan cara menduduki wilayah negara atau kerajaan yang lain. Lihan di

https://www.kbbi.web.id/ekspansi. Diakses pada 23 Februari 2018 pukul 17:25 WIB

11 A. Syalibi. Sejarah kebudayaan Islam 2. (Jakarta: PT Pustaka Al-Husna Baru 2008),

hlm 186

Page 6: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

21

kekuasaan ayahnya. Kemudian dilanjutkan oleh Abdullah bin Maimun (w. 874 M

) dan sebelum meninggal ia menunjuk Husayn bin Abdullah dan pada tahun 909

M muncul Said bin Husyan (Ubaidillah al-Mahdi) (w. 934 M) memproklamirkan

diri sebagai khalifah pertama Dinasti Fatimiyah. Namun, sejak Muhammad bin

Ismail sampai Husyan bin Abdullah keberadaan mereka disembunyikan karena

ditakutkan akan diketahui oleh Dinasti Abbasiyah.12

Setelah imam ke tujuh mereka yakni Ismail bin Ja’far Shadiq (w. 765 M)

meninggal, kaum Syiah Ismailiyah mulai melancarkan propaganda politik di

bawah kepemimpinan Abdullah bin Maimun (w. 874 M) . Dalam melancarkan

propaganda tersebut Abdullah bin Maimun (w. 874 M) mengirimkan utusannya

ke seluruh wilayah muslim yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Syiah

Ismailiyah. 13

Sebelum Abdullah bin Maimun (w. 874 M) meninggal, ia menunjuk Abu

Abdullah al-Husayn al Syi’i14

sebagai pemimpin Syiah Ismailiyah, ia merupakan

penduduk asli Yaman yang sampai ke abad sembilan ia mengaku sebagai wakil

al-Mahdi. Setelah penunjukan tersebut Ia kemudian melakukan perjalanan ke

Afrika Utara dan menyebarkan hasutan di tengah-tengah suku Barbar, khususnya

Suku Kintamah. Pada saat itu keadaan Afrika Utara di bawah penguasaan Dinasti

Aghlabiyah yang sedang dipimpin oleh Ibrahim bin Muhammad, mereka mencoba

menekan Syiah Ismailiyah namun tidak berhasil. Hal serupa dilakukan oleh

putranya yakni Ziyadatullah namun tetap saja tidak berhasil.

Abu Abdullah al-Husayn mengirimkan surat kepada Said bin Husain as-

Salamiyah (w. 934 M) agar segera menemuinya dan untuk menggantikan

posisinya sebagai pemimpin Ismailiyah. Setelah pertemuannya dengan Abu

Abdullah al-Husayn, Said memproklamirkan dirinya sebagai cucu dari imam

Ismail dan akan mulai membangun Dinasti Fatimiyah.15

Abu Abdullah al-Husayn dan Said bin Husain as-salamiyah (Ubaidillah al-

Mahdi) bekerja sama dan akhirnya mampu merebut kekuasaan Ziyadatullah, dan

12

Lihat, Lampiran 2, halaman 66

13 Samsul. Op .Cit. hlm 255

14 Abu Abdullah al-Husayn al Syi’i merupakan salahsatu tokoh Syiah Ismailiyah di

Magrib pada fase kedua.

15 Samsul. Op. Cit, hlm.155

Page 7: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

22

Said kemudian menyatakan diri sebagai imam dengan gelar Ubaidillah Al-

Mahdi.16

Dengan demikian berdirilah Dinasti Fatimiyah di Afrika Utara pada

tahun 909 M dan Ubaidillah al-Mahdi sebagai khalifah pertama. Dinasti

Fatimiyah menduduki Ifriqiya (Tunisia) sebagai pusat pemerintahannya karena

wilayah ini merupakan pusat pemerintahan Dinasti Aghlabiyah yang telah mereka

taklukkan. Dinasti Aghlabiyah terpaksa harus mengasingkan diri ke pulau Sicilia

dan bertahan disana dengan memindahkan ibukota ke Palermo. Dengan demikian

wilayah Afrika Utara dan Afrika Barat jatuh dibawah kekuasaan Dinasti

Fatimiyah.17

Dengan kejadian tersebut maka resmilah sebuah dinasti baru yang

bernama Dinasti Fatimiyah yang dipimpin oleh Ubaidillah al-Mahdi. Al-Mahdi

memiliki pendukung yang sangat fanatik yakni dari bangsa Barbar yang telah

menjadi pengikut Syiah Ismailiyah. Mereka membantu melawan Dinasti

Aghlabiyah yang merupakan aliran sunni dan masih berada di bawah penguasaan

Abbasiyah. Seperti diketahui bahwa suku Barbar melakukan pemberontakan

terhadap penguasa di Baghdad. Mereka mempunyai dendam karena masih satu

keturunan dengan penguasa Umayyah yang dikalahkan oleh Dinasti Abbasiyah di

Baghdad.

Kehadiran Dinasti Fatimiyah ini menjadi pesaing bagi Dinasti Abbasiyah

di Baghdad dan Dinasti Umayyah di Spanyol. Dinasti Fatimiyah mampu

menorehkan tinta emas prestasi yang sangat luar biasa terhadap sejarah Islam di

dunia. Bukti dari prestasi Dinasti Fatimiyah ini terlihat dari tempat-tempat yang

menjadi pusat peradaban Islam. Tidak hanya Baghdad, Spanyol, Samarkand akan

16

Pada awalnya gelar yang diberikan adalah Abdullah yang mempunyai arti hamba Allah

yang selanjutnya lebih seringdikenal dengan panggilan Ubaidillah al-Mahdi yang artinya Hamba

timangan dari Allah. Pemberian gelar ini sangatlah beralasan karena Said menyatakan bahwa

dirinya merupakan turunan dari Nabi Muhammad SAW melalui puterinya yang bernama Fatimah

dan menjadi isteri dari Ali bin Abi Thalib, melalui putera bungsu Husayn ibn Ali, yang masih

terhubung dengan silsilah Ismail (w.761 M) yang merupakan putera sulung dari imam ke enam

yakni Jafar al Shadiq (w. 766 M). Alasan lain mengapa said diberi gelar Ubaidillah al-Mahdi

adalah bahwa ia menjanjikan akan membangun kerajaan Allah yang penuh dengan rasa keadilan

dan kesejahteraan. Lihat, H.M Joesoef Sou’yb. Syiah Studi Tentang Aliran-Aliran Dan Tokoh-

Tokohnya. (Jakarta : PT. Al Husna Zikra. 2008) Hlm 172-173.

17 H.M Joesoef Sou’yb. Syiah Studi Tentang Aliran-Aliran Dan Tokoh-Tokohnya.

(Jakarta : PT. Al Husna Zikra. 2008) Hlm 173

Page 8: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

23

tetapi dengan lahirnya Dinasti Fatimiyah menjadikan Mesir sebagai pusat

peradaban Islam.18

Pada awalnya proses pembentukan dinasti mencakup penaklukan kota, di

mana dinasti penakluk akan memindahkan segala administrasi keperintahan ke

dinasti yang ditaklukan. Kota yang telah ditaklukan biasanya akan menjadi lebih

makmur dan mengalami peningkatan dalam berbagai sektor.19

Hal serupa

dilakukan oleh Dinasti Fatimiyah ketika mereka ingin mendapatkan beberapa kota

mereka berhasil melakukan propaganda dan mampu menancapkan panji

kekuasaanya di Afrika Utara, sehingga Dinasti Fatimiyah mempunyai kekuasaan

yang sangat luas.

Dinasti Fatimiyah mempunyai kekuasaan yang sangat luas dan terbagi

menjadi dua periode. Yakni periode Afrika Utara (909-974 M) dan periode Mesir

(975-1171 M). Dinasti Fatimiyah berkuasa selama 2 abad yakni di Afrika Utara

selama 65 tahun dan di Mesir selama 196 tahun. Ketika berkuasa di Afrika Utara

Dinasti Fatimiyah membuat gebrakan yang luar biasa yakni melakukan perluasan

wilayah. Agar kekuasaannya semakin luas khalifah al-Mahdi mengambil

kebijakan untuk melakukan perluasan wilayah dan pembangunan wilayah-wilayah

dengan cara menekankan kinerja politik.

Setelah pendeklarasian Ubaidillah al-Mahdi sebagai Khalifah pertama

Dinasti Fatimiyah, al-Mahdi dapat menguasai Dinasti Rustamiyah dan menyerang

Dinasti Idrisiyah yang pada saat itu sedang menguasai Maroko. Pada tahun 914 M

ia berhasil menguasai Iskandariah, tak berselang lama pada tahun 916 M giliran

Delta yang takluk oleh al-Mahdi. Masih ditahun yang sama al-Mahdi

mengirimkan delegasinya yakni seorang gubernur baru dari suku Kitamah ke

Sisilia untuk menjalin hubungan pertemanan dengan seorang pemberontak yang

bernama Ibn Hafshun di Spanyol. Tidak hanya ke Spanyol, akan tetapi ke Malta,

18

Moh. Nurhakim, Jatuhnya Sebuah Tamadddun. (Jakarta : Kementrian Agama

Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Direkorat Pendidikan Tinggi Islam : Jakarta.

2012), hlm.111

19 Albert Hournain. Sejarah Bangsa Bangsa Muslim. (Bandung : Mizan, 2004) hlm. 271-

272

Page 9: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

24

Sardania, Corsica, Balearic, dan wilayah lain yang menjadi daerah bekas

kekuasaan Dinasti Aghlabiyah.20

Setelah berhasil melakukan ekspansi dan berhasil menaklukan beberapa

daerah, pada tahun 920 M Ubaidillah al-Mahdi mendirikan sebuah kota di pesisir

pantai Tunisia yang diberi nama kota al-Mahdi. Upaya al-Mahdi dalam

melakukan perluasan wilayah tak hanya puas sampai di sini saja, ia sangat ingin

menaklukan Mesir namun upayanya mengalami kegagalan.21

Ubaidillah al-Mahdi sangat berambisi untuk bisa menaklukan Spanyol dari

kekuasaan Dinasti Umayyah bahkan sampai melakukan ikatan persahabatan

dengan pemimpin pemberontak di Spanyol. Namun sayang usahanya gagal karena

ia meninggal dunia pada tahun 934 M. Keinginannya untuk memperluas daerah

kekuasaan dan untuk menyebarkan paham pun sirna, namun meskipun demikian

ia telah membawa Dinasti Fatimiyah menjadi dinasti yang mulai diperhitungkan

dan menjadikan Dinasti Fatimiyah sebuah dinasti yang mampu menciptakan

peradaban Islam.

Hal serupa dilakukan oleh khalifah ke dua yakni Abu al-Qasim

Muhammad (w. 946 M) yang diberi gelar al-Qaim. Ia adalah putera dari

Ubaidillah al-Mahdi yang menggantikan ayahnya yang telah meninggal. Al-Qaim

(w. 946 M) melanjutkan misi sang ayah kali ini tepat pada tahun 934 M al-Qaim

(w. 946 M) memutuskan untuk melakukan perluasan wilayah, targetnya yakni

Pantai selatan Prancis. Dalam misinya kali ini al-Qaim (w. 946 M) membawa

pasukan yang sangat banyak, namun usahanya tidak sia-sia dengan pasukan yang

dibawanya al-Qaim (w. 946 M) berhasil menduduki Genoa dan wilayah

sepanjang pantai Calabria. Para pasukan al-Qaim sangatlah kejam mereka tidak

segan-segan melakukan pembunuhan, penyiksaan, kapal-kapal dibakar dan

merampas para budak.22

Pada tahun 945 M Dinasti Fatimiyah sudah mampu

menguasai Tunisia secara keseluruhan bahkan daerah sekelilingnya dan Sisilia

telah mereka kuasai.

20

Philip K Hitti. History Of The Arab, Terj.Cecep Lukman Dan Dedi Slamet Riyadi.

(Jakarta : Serambi Ilmu Pustaka. 2008), hlm.789

21 Abdul Syukur al-Azizi. Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. (Depok : PT Huta

Parhapuran 2007), hlm.240

22 Samsul. Op Cit, hlm.257

Page 10: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

25

Tidak hanya di pantai selatan Prancis, pada saat yang bersamaan al-Qaim

(w. 946 M) mengirimkan pasukannya untuk menyerang Mesir, akan tetapi mereka

mendapatkan perlawanan dari pasukan Iksindiyah bahkan pasukan al-Qaim (w.

946 M) mengalami kekalahan sehingga mereka terusir dari Alexandria. Al-Qaim

(w. 946 M) sangat sukses dalam melakukan ekspansi meskipun terkadang harus

kalah dari lawannya tapi ia tidak pantang menyerah. Ia dikenal sebagai prajurit

yang pemberani bahkan ketika melakukan misinya. Ia dengan gagah berani

memimpin pasukannya. Dengan keberaniannya tersebut, ia menjadi khalifah

Fatimiyah pertama yang mampu menguasai Laut Tengah.

Meskipun Dinasti Fatimiyah sukses dalam hal ekspansi di bawah

pimpinan al-Qaim (w. 946 M) yang dibuktikan dengan keberhasilannya

menaklukkan beberapa negara tidak membuat Dinasti Fatimiyah aman dari

serangan para pesaingnya. Pemerintahan al-Qaim (w. 946 M) mendapatkan

perlawanan dari kaum Khawarij yang pada saat itu dipimpin oleh Abu Yazid

Makad. Selama tujuh tahun terjadi perlawanan antara Dinasti Fatimiyah dengan

kaum Khawarij, selama itulah Dinsti Fatimiyah mampu melancarkan serangan-

serangan akan tetapi kaum Khawarij sangatlah kuat bahkan sampai mampu

menghalau serangan pasukan al-Qaim.23

Pada tahun 946 M terjadi pemberontakan di Susa’ yang pada saat itu di

pimpin oleh Abu Yazid. Dalam pemberontakan tersebut pemimpin dinasti

Fatimiyah yakni al-Qaim meninggal. Kabar meninggalnya al-Qaim (w. 946 M)

membuat Dinasti Fatimiyah berduka, mereka kehilangan sosok pemimpin yang

pemberani, tidak pantang menyerah. Al-Qaim (w. 946 M) telah membawa

Dinasti Fatimiyah berada dalam wilayah kekuasaan yang luas, bukti bahwa

keberadaan dinasti ini lambat laun mulai menunjukan eksistensinya.

Al-Qaim meninggal pada tahun 946 M dan secara otomatis Abu Thahir

Ismail (w. 953 M) yang diberi gelar sebagai khalifah al-Manshur, ini merupakan

putera dari al-Qaim (w. 946 M), diangkat menjadi khalifah. Ia mendapatkan

julukan Al-Mansur ketika mulai memegang kekuasaan, pada umur tiga puluh

tahun ia diangkat menjadi Khalifah. Al-Mansur (w. 953 M) mempunyai sifat

yang sangat baik, bijak, dan cerdas. Al- Manshur diangkat menjadi putera

23

Ibid, hlm.257

Page 11: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

26

mahkota semenjak sang ayah menjadi khalifah. Dalam ajaran Syiah Ismailiyah

mewajibkan orang yang akan memegang kekuasaan setelah imam (khalifah

sebelumnya) wafat agar menentukan hujjah dan merahasiakan sebelum imam

tersebut meninggal dan dimakamkan.

Al-Manshur (w. 953 M) menjadi Khalifah selama tujuh tahun yakin dari

tahun 946-952 M, ia secara resmi diangkat menjadi khalifah pada tanggal 12

April 946 M. Sementara kondisi di Ifriqiya ketika al-Manshur (w. 953 M)

menjadi khalifah sangatlah kacau dan kondisi pemerintahan sangat sulit, hal ini

disebabkan karena Dinasti Fatimiyah sedang mendapatkan serangan dari Abu

Yazid24

dan para pengikutnya, sampai akhirnya al-Mansur (w. 953 M) dan

pasukannya tersudutkan di sebuah sudut ibukotanya. Dengan keadaan yang

demikian al-Manshur (w. 953 M) harus berjuang keras agar bisa melawan

pasukan Abu Yazid. 25

Al-Manshur (w. 953 M) berhasil menghancurkan kekuatan pasukan Abu

Yazid, ia tidak putus asa dan berjuang keras untuk mempertahankan Dinasti

Fatimiyah. Tidak hanya Abu Yazid yang berbuat onar akan tetapi anaknya juga

sering membuat keributan. Namun dengan segala keberaniannya al-Manshur (w.

953 M) mampu mengatasi perlawanan Abu Yazid beserta putera dan pasukannya.

Seluruh wilayah di Afrika Utara masih bisa diamankan dan masih tetap tunduk di

bawah naungan Dinasti Fatimiyah. Al- Manshur (w. 953 M) membangun sebuah

kota yang sangat megah di perbatasan Susa’ yang diberi nama kota al-

Manshuriyah. Pada tahun 953 M khalifah al-Manshur meninggal dan ia

menunjuk puteranya yang bernama al-Muiz.

Al-Muiz (w. 975 M) merupakan putera dari al-Manshur (w. 953 M) dan

menjadi tokoh terkemuka yang mampu bersaing dalam penguasaan ilmu

pengetahuan, strategi dan kebijakan, taktik perang, dan mampu menguasai

beberapa bahasa yakni bahasa Latin, bahasa Sicilia, bahasa Sudan. Dengan latar

belakang yang demikian membuat khalifah al-Muiz (w. 975 M) mampu

24

Abu Yazid Makhalad bin Kidad merupakan seorang pemberontak dari kaum Khawarij.

Ini terjadi akibat dari jatuhnya daulah Khawarij di Taherz. Lihat, Muhammad Suhail Thaqqusy,

Bangkit Dan Runtuhnya Daulah Fatimiyah, (Jakarta : PustakaAl Kautsar, 2015), hlm. 182

25 Muhammad Suhail Thausiqqusy, Op.Cit, hlm.203

Page 12: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

27

membawa rakyatnya merasakan kedamaianan kemakmuran serta memperluas

wilayah kekuasaan Dinasti Fatimiyah.

Al-Muiz (w. 975 M) mampu memperluas wilayah kekuasaanya hingga

Maroko, Sicilia, dan Mesir, Palestina, Suriah, serta mengambil penjagaan

terhadap tempat suci di Hijaz.26

Pada masa al-Muiz (w. 975 M) ini menjadi batu

loncatan bagi Dinasti Fatimiyah di mana ibukotanya dipindah yang tadinya berada

di Ifriqia sekarang dipindah ke Mesir. Al-Muiz (w. 975 M) mengutus seorang

jendral yang bernama Jauhar as-Siqili untuk melakukan ekspansi ke beberapa

wilayah, Jauhar as-Siqili berhasil menguasai Afrika Utara sehingga al-Muiz (w.

975 M) menugaskan Jauhar untuk pergi ke Mesir agar bisa meneruskan cita-cita

para pendahulunya yang selalu gagal jika menaklukan Mesir.

Al-Muiz (w. 975 M) menyiapkan 100.000 prajurit yang terdiri dari prajurit

berkuda dan beberapa kapal laut. Sebuah ekspansi yang sangat besar dan tertata

rapi Jauhar as-Siqili ditunjuk menjadi komandan pasukan dan bergegas menuju

Iskandaria dan dengan tanpa perlawanan dari penduduk setempat Jauhar bisa

menaklukan Iskandaria. Datangnya pasukan Dinasti Fatimiyah ini kemudian

diketahui oleh orang-orang Fustat, tak lama kemudian karena orang-orang Fustat

tak menginginkan pertumpahan darah maka mereka mengutus beberapa orang

untuk bisa bernegoisasi dengan Jauhar as-Siqili secara damai. Jauhar berjanji

setiap orang Fustat bebas dalam melakukan aktivitas beragama, mengamalkan

madzhab-madzhab yang telah mereka percayai dan berjanji untuk memberikan

keadilan27

.

Demi mendapatkan dukungan dari penduduk Mesir Jauhar juga

memberikan jaminan kebijakan pemerintahan Dinasti Fatimiyah yakni kebijakan

dalam negeri, kebijakan luar negeri, keamanan dan administrasi. Hal ini dilakukan

agar masyarakat Mesir tidak merasa takut dengan hadirnya penguasa baru

sehingga banyak masyarakat yang menerima Dinasti Fatimiyah dan berharap

Dinasti Fatimiyah mampu mengatasi segala masalah yang sedang melanda Mesir

saat itu.

26

Khoiriyah, Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam Hingga Dinasti-Dinasti Islam.

(Yogyakarta : Teras, 2012 ), hlm.173

27 Secara perlahan nama-nama khalifah Abbasiyah mulai dihilangkan pada saat khutbah

Jum’at dan paham-paham Ismailiyah mulai dimasukan dan mendoktrin orang-orang Mesir.

Page 13: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

28

Dengan perjanjian tersebut maka resmilah Mesir menjadi daerah baru

Dinasti Fatimiyah, kemudia Jauhar mulai menata dan membangun kota ini dengan

memberi nama al-Qahirah yang mempunyai arti kota kemenangan, dan sekarang

terkenal dengan sebutan kota Kairo. Jauhar kemudian meminta agar al-Muiz

segera datang ke Mesir dan tepat pada tahun 973 M kota Kairo menjadi pusat

pemerintahan Dinasti Fatimiyah.28

Setelah Mesir berada di bawah naungan Jauhar bukan berarti tugasnya

sudah selesai, tugas utamanya yakni, Pertama, mendirikan ibukota baru yaitu

Kairo, tugas ini telah ia selesaikan dengan baik. Kedua, memperluaskan ideologi

Fatimiyah yakni Syiah Ismailiyah ke beberapa negara yakni ke Palestina dan

Hijaz. Ketiga, merencanakan untuk membina sebuah Universitas Islam yang kini

disebut dengan Universitas al-Azhar. Baru kertika masa khalifah al-Aziz tugas ini

terealisasi dan merubah fungsi masjid al-Azhar menjadi Universitas al-Azhar.29

Kegelisahan al-Muiz (w. 975 M) mengenai sosok yang akan menggantikan

dirinya di Ifriqiya semakin bertambah, ia enggan mengangkat sembarang orang

bahkan sekelas Jaudzar30

yang digadang-gadang sangat pantas menggantikan al-

Muiz (w. 975 M) tapi ia tidak memilihkan karena Jaudzar berasal dari kabilah

Ash-Shiqili. Ia malah memilih Ja’far bin Ali Az-Zanati untuk memimpin Ifriqiya,

Ja’far bin Ali tidak langsung menerima tawaran tersebut ia memberikan syarat

jika dirinya diminta menjadi pemimpin Ifriqiya.31

Namun al-Muiz (w. 975 M)

menolak karena Syarat yang diberikan Ja’far sangat tidak masuk akal, al-Muiz tak

ingin kehilangan semua wilayah Ifriqiya dan Maghrib karena kedua wilayah

28

Abdul Syukur al-Azizi, Op.Cit. hlm.204

29 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta : Kencana, 2003), hlm.144

30 Jauzar merupakan orang kepercayaan al-Muiz yang diberi amanah untuk pergi ke al-

Mahdiyah untuk mengontrol perekonomian dan memperketat pengiriman barang-barang ke Timur.

Lihat. Muhammad Suhail Thaqqusy, Bangkit Dan Runtuhnya Daulah Fatimiyah, (Jakarta :

PustakaAl Kautsar, 2015), hlm 325

31 Syarat yang diberikan Ja’far bin Ali jika al-Muiz tetap menunjuknya sebagai pemimpin

di Ifriqiya yakni meliputi :

a. Al-Muiz meninggalkan salahsatu anaknya atau saudaranya untuk duduk bersama di

istana.

b. Ja’far ingin menjadi penguasa yang merdeka, bebas berbuat apasaja tanpa diperintah.

c. Ja’far berhak memimpin pengadilan sendiri dan tidak mengirim upeti ke Mesir.

Page 14: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

29

tersebut sedang dalam proses pembangunan. Al-Muiz (w. 975 M) merasa apa

yang dilakukan Jafar akan merugikan Dinasti Fatimiyah sehingga ia kemudian

memanggil Bulkin bin Zaeri bin Mannad Ash- Shanhaji yakni seorang pemuka

kabilah Shanhaji yang sangat loyal terhadap orang-orang Fatimiyah. Setelah

merasa cocok dengan sosok Bulkin bin Zaeri ia melepas pedangnya dan langsung

diberikan kepada Bulkin bin Zaeri dan mengalungkan tali miliknya serta

memberikan nama Arab yang bernama Yusuf dan memberikan gelar Saif Ad-

Daulah tidak lupa ia memberikan seekor kuda terbaiknya.32

Meskipun demikian al-Muiz (w. 975 M) tetap merasa khawatir jika suatu

saat Afrika Utara akan lepas dari genggaman Dinasti Fatimiyah setelah pindah ke

Mesir. Kekhawatiran al-Muiz (w. 975 M) cukup beralasan. Pertama, ia

menganggap bahwa jarak antara Mesir dan Afrika Utara sangat jauh. Kedua,

luasnya padang gurun yang berada di antara Mesir dan Afrika. Ketiga, ia

mengetahui bahwa orang-orang Shanhaji ingin mendirikan negara sendiri.

Keempat. Ia mengakui bahwa ini merupakan langkahnya yang terakhir sebelum ia

meninggakan Afrika Utara untuk selamanya.33

Sebelum meninggalkan Afrika Utara, al-Muiz (w. 975 M) memberikan

wasiat kepada Bulkin bin Zaeri bin Mannad Ash- Shanhaji sebagai bekal

menjalankan pemerintahan di Ifriqiya dan wilayah Maghrib. Berikut adalah

wasiat yang al-Muiz (w. 975 M) berikan :

1. Jangan hapus pajak dari penduduk pedalaman dan siapkan pedang bagi

orang-orang Barbar.

2. Tidak mengangkat siapapun dari saudara maupun anak pamannya,

karena hal itu akan membuat mereka berpandangan bahwa dia lebih

berhak menduduki jabatan dari pada Bulkin.

3. Perlakukan penduduk perkotaan dengan baik.34

Sebelum al-Muiz (w. 975 M) pindah ke Mesir ia mempersiapkan seluruh

kekayaan yang akan ia bawa selain itu juga terdapat tiga jasad leluhurnya yang

32

Muhammad Suhail Thausiqqusy. Op.Cit, hlm.327

33 Ibid, hlm.329

34 Ibid. hlm.331

Page 15: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

30

sebelumnya memegang kekuasaan di Afrika Utara untuk dibawa dan akan

dikuburkan di Mesir. Ini bertanda bahwa al-Muiz akan meninggalkan Afrika

Utara dan akan menetap selamanya di Mesir.

Pada tahun 972 M al-Muiz (w. 975 M) resmi meninggalkan Afrika Utara

dengan didampingi oleh sejumlah tokoh-tokoh negarawan, keluarganya yang

masih terdapat garis keturunan dari ayahnya. Untuk menuju Mesir al-Muiz (w.

975 M) beserta rombongan menggunakan kapal yang sangat besar sehingga

mampu menampung banyak barang yang akan di bawa ke Mesir.

Al-Muiz (w. 975 M) tiba di Kairo dan langsung disambut oleh Jauhar Ash-

Shiqili. Jauhar menemani al-Muiz (w. 975 M) menuju al-Qasrh Asy-Syarqi yang

telah ia bangun khusus untuk al-Muiz (w. 975 M) sebagai tempat tinggalnya. Al-

Muiz (w. 975 M) banyak kedatangan tamu mulai dari masyarakat, para pejabat

pemerintahan, para ilmuan, dan para hakim. Mereka memberikan ucapan selamat

kepada al-Muiz (w. 975 M).

C. Perkembangan Dinasti Fatimiyah

Dinasti Fatimiyah berhasil membuat dinasti baru tidak lepas dari peranan

suku Berber, pada awal pembentukannya Dinasti Fatimiyah memilih Tunisia

sebagai ibukota. Pemilihan Tunisia dijadikan pusat pemerintahan cukup beralasan

yakni sebagian penduduk Tunisia merupakan orang-orang Berber yang

mempunyai keinginan untuk bisa membalaskan kekalahan Bani Umayah yang

telah disingkirkan dari Baghdad oleh Dinasti Abbasiyah. Sehingga Dinasti

Fatimiyah mampu dengan mudah mendapatkan dukungan dari suku Berber karena

mempunyai tujuan yang sama yakni menggeser kekuasaaan Dinasti Abbasiyah.35

Setelah berhasil menempatkan Tunisia sebagai ibukota, Dinasti Fatimiyah

mulai melakukan perluasan wilayah. Kekuasaan sebuah wilayah dapat dilihat dari

seberapa berpengaruhnya suatu kerajaan atau Dinasti dalam melakukan perluasan

wilayah yang kemudian akan membuat dinasti tersebut semakin kuat baik dari

segi politik, ekonomi, dan sosial. Banyak cara yang harus ditempuh bagi suatu

dinasti atau kerajaan untuk melakukan perluasan wilayah yakni dengan cara

35

Abrari Syauqi, dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo 2016 )

hlm 106

Page 16: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

31

peperangan, melakukan negoisasi, dan lain-lain. Hal serupa terjadi pada Dinasti

Fatimiyah, untuk melebarkan sayap kekuasaannya dinasti ini melakukan

peperangan dan negoisasi dalam merebut dan menguasi sebuah negara.

Selama kurun waktu dua abad dinasti ini telah menguasai beberapa

wilayah di antaranya, Afrika Utara, Sisilia, Syiria yang merupakan wilayah

kekuasaan dari Dinasti Abbasiyah, Dinasti Umayyah di Spanyol, dan Dinasti

Aghlabiyah di Maroko.36

Dengan demikian kekuasaan Dinasti Fatimiyah

sangatlah luas yang membentang dari Samudera Atlatik di sebelah Barat, dan

Sungai Euprath di sebelah Timur, Pulau Sisilia di sebelah Utara dan Yaman di

sebelah Selatan. Dengan kekuasaan wilayah yang sangat luas ini maka pantas jika

secara politis Dinasti Fatimiyah akan menjadi ancaman bagi kekuasaan Dinasti

Abbasiyah.

a. Kondisi sosial

Keberhasilan Ubaidillah al-Mahdi menjadikan Ifriqiya sebagai

ibukota negara Dinasti Fatimiyah membuat kondisi sosial Afrika Utara

semakin memanas. Paham Sunni yang menjadi mayoritas masyarakat Afrika

Utara mulai tergoncang. Keberadaan Dinasti fatimiyah yang di dukung oleh

suku Berber mulai menyebarkan paham Syiah Ismailiyah, sehingga secara

tidak langsung membuat kaum Sunni merasa khawatir jika suatu saat mereka

akan di doktrin mengenai Syiah Ismailiyah. Namun tidak demikian, Dinasti

Fatimiyah memberikan kebebasan bagi kaum Sunni. Ini di lakukan agar

mereka dapat di terima oleh masyarakan kaum Sunni dan mereka dapat

mengambil alih pemerintahan tanpa ada hambatan dari rakyat Afrika Utara.

b. Kondisi Ekonomi

Kondisi ekonomi Dinasti Fatimiyah di Afrika Utara sangatlah stabil,

karena mempunyai iklim yang sangat bagus sehingga tahan-tanah sangatlah

subur dan sistem pertanian menjadi salah satu aset negara. Tidak hanya itu

dalam segi perdagangan Afrika Utara menjadi tempat transit bagi para

pedagang dari Eropa Selatan dan para pedagang Trans Sahara yang ikut

36

Moh. Nurhakim, Op. Cit, hlm.113

Page 17: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

32

mendorong perkembangan kota dibawah kekuasaan Dinasti Fatimiyah.

Beberapa hasil tambang berupa emas dan kacang kola di tukarkan dengan

beberapa barang yang berasal dari Eropa. Melalui ini perkembangan Dinasti

Fatimiyah di Afrika Utara menjadi sangat pesat.37

c. Kondisi pemerintahan

Pada masa awal berdirinya Dinasti Fatimiyah sudah mampu

melebarkan kekuasaannya dengan menaklukan Alexandria dan kota-kota lain

seperti Malta, Syiria, Sardina, dan Corsica. Keberhasilan ini tak lepas dari

peran Ubaidillah al-Mahdi yang gigih dalam melakukan ekspansi wilayah.

Ekspansi ini terjadi pada tahun 910 M yang menjadi titik awal penyebaran

Syiah Ismailiyah.

Ekspansi selanjutnya dilakukan oleh al-Qaim (w. 946 M), ia

merupakan putra dari Ubaidillah al-Mahdi. Tak lama setelah ia diangkat

menjadi khalifah pada tahun 934 M ia sudah mengirimkan tentara ke Prancis

bagian pantai Selatan. Dengan sangat mudah al-Qaim (w. 946 M) beserta

pasukannya mendapatkan wilayah Prancis sehingga ia berniat untuk menuju

Genoa dan sepanjang pantai Calabria dan berhasil menduduki daerah tersebut

tanpa perlawanan yang berarti. Dalam ekspansi tersebut al-Qaim (w. 946 M)

beserta pasukannya banyak melakukan penyiksaan, pembunuhan, bahkan

sampai membakar kapal-kapal itu semua dilakukan karena kaum pribumi

melakukan perlawanan terhadap pasukan al-Qaim (w. 946 M).

Setelah al-Qaim (w. 946 M) wafat khalifah selanjutnya adalah al-

Muiz yang tidak lain adalah putra al-Qaim. Ketika al-Muiz (w. 975 M)

diangkat menjadi khalifah ia langsung memerintahkan pasukannya untuk

menaklukan Maroko. Tak butuh waktu lama bagi pasukan al-Muiz (w. 975

M) untuk bisa menaklukan Maroko kemudian al-Muiz (w. 975 M)

memerintahkan Hasan ibn Ali untuk merebut Spanyol namun usahanya gagal

37

Sadru K. Hasan, The Socio-Economic Aspects of the Fatimid Caliphate, dalam Ilm,

Volume 8, Nomor 2 dan 3 (Desember 1982 – Februari 1983). Hlm 1-2

Page 18: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

33

karena pada masa itu Abdurrrahman III38

menyerbu wilayah Susa’. Terlepas

dari kegagalan tersebut al-Muiz mampu mengambil alih kekuasaan Sicilia

dari tangan kaisar Bizantium. Untuk menambah eksistensinya al-Muiz (w.

975 M) membangun Universitas kedokteran.39

Pada tahun 969 M ekspansi yang dilakukan oleh al-Muiz (w. 975 M)

mulai tertuju ke wilayah Mesir bahkan tahun yang sama kota Fustat jatuh ke

tangan pasukan al-Muiz. Melalui panglima Jauhar ash-Shiqili Dinasti

Fatimiyah berhasil menaklukan Mesir dan membangun sebuah kota yang

diberi nama Qahirah atau sekarang lebih populer dengan nama Kairo.

Penaklukan Mesir menjadi prestasi yang luar biasa bagi Dinasti Fatimiyah

yang kemudian pada tahun 973 M kota Kairo menjadi pusat pemerintahan

Dinasti Fatimiyah.

Keberhasilan al-Muiz (w. 975 M) menguasai Mesir sangat berdampak

bagi keadaan sosial Mesir, kala itu mayoritas penduduk merupakan penganut

Sunni sementara al-Muiz penganut Syiah Ismailiyah. Ketika itu di Mesir

berkembang empat madzhab fikih yakni: Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan

Hambali. Demi mempertahankan kekuasaannya al-Muiz (w. 975 M)

kemudian mengambil kebijakan agar saling mengayomi antara paham Syiah

dan penduduk paham Sunni dengan cara mengangkat hakim dari golongan

Sunni dan hakim dari golongan Syiah.40

Dua tahun setelah Dinasti Fatimiyah menjadikan Kairo sebagai

ibukota, al-Aziz (w. 996 M) diangkat menjadi khalifah menggantikan sang

ayah dan semenjak itu keadaan Mesir semakin membaik. Awal pemerintahan

khalifah Al-Aziz (w. 996 M) masih mengandalkan panglima Jauhar ash-

Shiqili untuk melakukan perluasan kekuasaan hingga pada tahun 976 M

menugaskannya untuk pergi ke Damaskus. Tiga tahun setelah Damaskus

38

Abdurrahman III merupakan salah satu khalifah yang memerintah pada masa Dinasti

Umayyah di Andalusia. Ketika ia menjadi khalifah kondisi Andalusia diliputi dengan

kesejahteraan dan selama ia menjadi khalifah yang terbilang sukses dalam mengurusi

pemerintahan. ia sebelumnya merupakan sorang amir namun pada tahun 929 M ia diangkat

menjadi khalifah. Pada tahun 961 M ia meninggal dunia.

39 Samsul Munir.Op.Cit, hlm.258

40 Jaih Mubaroq, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung : Pustaka Bani Quraisy 2004) hlm

105

Page 19: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

34

dikuasai al-Aziz (w. 996 M) kemudian menaklukan Palestina dan Hijaz.

Sementara wilayah Syam bagian Utara belum bisa mereka taklukan.

Al-Aziz meninggal pada tahun 996 M dan kemudian digantikan oleh

putranya yakni al-Hakim. Namun, Dinasti Fatimiyah di bawah kekhalifahan

al-Hakim mulai digoncang banyak permasalan hingga beberapa kota yang

pernah ditaklukan al-Aziz mulai melakukan pemberontakan. Pada tahun 997

M terjadi penyerangan penduduk Damaskus terhadap Dinasti Fatimiyah yang

mengakibatkan pasukan Dinasti Fatimiyah harus tunduk dan kembali

menyerahkan Damaskus ke ad-Dahiqin41

. Pada masa al-Hakim tidak banyak

melakukan ekspansi karena mereka lebih memfokuskan untuk membangun

kota Kairo. Pembangunan kota lebih diutamakan karena ingin membuat kota

pesaing bagi Dinasti Abbasiyah di Baghdad, salah satu bangunan yang

dibangun pada masa itu adalah Dar al-Hikmah sebuah perpustakaan yang

sangat besar dan menjadi pusat penyebaran paham Syiah Ismailiyah.

Setelah al-Hakim meninggal pada tahun 1021 M kondisi Dinasti

Fatimiyah sudah mulai banyak goncangan terlebih ketika menjadi khalifah

az-Zahir putra al-Hakim merasakan banyak cobaan di antaranya bencana

banjir yang melanda Mesir, beberapa daerah hingga kekurangan makanan dan

beberapa harga barang melonjak dan membuat penduduk menderita.

Beberapa faktor kemunduran yang terjadi akibat dari konflik intern di

mana perebutan kursi kekuasaan Perdana Menteri menjadi penyebabnya

sehingga ketika al-Muntasir (w. 1094 M) putra dari az-Zahir (w. 1035 M)

menjadi khalifah Dinasti Fatimiyah mengalami kemunduran yang sangat

drastis. Sementara beberapa wilayah yang dulunya tunduk kini mulai

memberontak. Raja di Afrika yang bernama Muiz bin Badis sudah tidak

menyebut nama khalifah Dinasti Fatimiyah ketika sedang berkhutbah bahkan

menyebut nama khalifah Dinasti Abbasiyah.42

Dinasti Fatimiyah benar-benar sudah berada dalam masa kemunduran,

sepeninggal al-Muntasir kerajaan Fatimiyah banyak dilanda konflik dan

41

Ad-Dahiqin merupakan salahsatu pemimpin pemberontakan yang mampu mengalahkan

pasukan Dinasti Fatimiyah, ia berasal dari Damaskus

42 Samsul Munir. Op.Cit, hlm.261

Page 20: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

35

peperangan. Konflik tersebut melibatkan beberapa pihak di antaranya orang-

orang Turki, suku Berber, dan pasukan Sudan hingga mengakibatkan

kekuasaan Dinasti Fatimiyah menjadi lumpuh, kemerosotan ekonomi terjadi

selama tujuh tahun dan banyak penduduk kelaparan.

Beberapa khalifah penerusnya yakni al-Musta’li (w. 1101 M), Al-Amr

bin al-Musta’li (1101-1130 M), Al-Hafidz (1130-1149 M), Al-Zhafir (1149-

1154 M),al-Faiz (1154-1160 M) dan Al-Adhid (1160-1171 M). Mereka

diangkat menjadi khalifah ketika masih bayi dan kanak-kanak bahkan mereka

menjadi boneka kekuasaan oleh sanak saudaranya demi mendapatkan

keuntungan kekuasaan dari Dinasti Fatimiyah dan mereka tidak mendapatkan

pendidikan sebagaimana para pendahulu mereka, berfoya-foya menjadi

kebiasaan mereka dengan ditemani wanita-wanita cantik dan minuman-

minumam keras membuat mereka melupakan tugasnya sebagai khalifah

bahkan sudah tidak peduli lagi dengan politik pemerintahan. Selain hal

tersebut persaingan antar wazir juga memperkeruh keadaan Dinasti

Fatimiyah.43

Setelah al-Muntashir meninggal pada tahun 1094 M kekuasaan

Dinasti Fatimiyah diserahkan kepada putranya yakni Al-Musta’li, muncul

perseteruan diantara para wazir yang masing-masing wazir mempunyai

kelompok tentara. Kekacauan semakin menjadi ketika Nizar salah satu putera

al-Musta’li yang merupakan putra pertamanya ditangkap dan mendapatkan

hukuman penjara hingga akhirnya dikabarkan meninggal. Namun, di sisi lain

ada kabar bahwa Nizar belum meninggal sehingga terjadi perseteruan dan

kekacauan dan terbentuklah dua kubu yang saling bersaing yakni kubu

Musta’liyah dan kubu Nizariyah.

Perseteruan tersebut berakhir dengan meninggalnya al-Musta’li yang

kemudian dilanjutkan oleh al-Amir (w. 1130 M). Al-Amir (w. 1130 M)

diangkat menjadi khalifah ketika berusia lima tahun, namun karena konflik

yang melanda Mesir membuat ia terbunuh dan menjadi salahsatu korban

konflik yang tak kunjung selesai pada tahun 1130 M.

43

Ibid,

Page 21: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

36

Sepeninggal al-Amir kursi khalifah dilanjutkan oleh putranya yang

bernama al-Hafidz. Di bawah kepemimpinannya kondisi Mesir semakin tidak

bisa dikendalikan lagi, perseteruan dengan masyarakat yang mayoritas

menganut paham Sunni. Beberapa wilayah kekuasaan mulai membuat

kelompok-kelompok kecil dan sudah mengabaikan kekuasaan Dinasti

Fatimiyah.44

Dengan keadaan demikian membuat Dinasti Fatimiyah sudah tidak

mempunyai kekuatan dan ketika pasukan Yarussalem melakukan

penyerangan Dinasti Fatimiyah di bawah kekuasaan khalifah al-Adid bekerja

keras untuk mempertahankan Kairo.

Ketika al-Adhid (w. 1171 M ) menjadi khalifah ia banyak mengalami

masa-masa sulit selain kelaparan dan wabah penyakit yang melanda Mesir,

kedatangan pasukan Perang Salib menjadi semakin kacau sehingga al-Adhid

(w. 1171 M ) terpaksa meminta bantuan ke Nurudin Zanki45

. Nurudin Zanki

menuruti permintaan al-Adhid dan mengutus Salahudin al-Ayubi yang

membawa tentara ke Mesir untuk menahan pasukan Salib. Karena

keberhasilannya menghalau tentara Salib ia pun diangkat menjadi menteri di

Mesir dan masih dibawah kekuasaan Dinasti Fatimiyah.46

Salahudin al-Ayubi mendapatkan dukungan dari penduduk Mesir agar

ia dapat menjadi khalifah. Pada tahun 1171 M Salahuddin al-Ayubi mampu

mengambil alih kekuasaan dari khalifah terakhir Dinasti Fatimiyah sehingga

44

Sulasman, Suparman. Sejarah Islam di Asia dan Eropa dari masa klasik hingga

modern, (Bandung : Pustaka Setia, 2013), hlm.237

45 Nuruddin Zanki memiliki nama lengkap Nuruddin Mahmud bin Imaduddin Zanki

bin Aq-Sunqur. Ia dilahirkan pada bulan Februari 1118 M atau tanggal 17 Syawal 511 H di kota

Aleppo, Syam atau sekarang lebih dikenal dengan Syria atau Suriah. Nuruddin adalah seorang

yang memiliki perawakan tinggi, memiliki kulit agak gelap serta dahinya lebar. Matanya agak

sayu kemudian ia adalah seseorang yang berjenggot dan tidak memelihara kumis. Nuruddin

adalah anak kedua dari empat bersaudara, saudara-saudara Nuruddin adalah Saifuddin Ghazi

yang merupakan anak pertama dari Imaduddin Zanki, lalu adiknya, Qutb al-Din Mawdud serta

seorang adik laki-laki lainnya. Dalam keluarga Zanki ini tidak ada perebutan kekuasaan dalam

kalangan keluarga, sehingga sepeninggal Imaduddin, kepemimpinannya di Aleppo dan Mosul

diteruskan oleh penerusnya tanpa perselisihan. . Lihat, Alwi Alatas, Nuruddin Zanki & Perang

Salib, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2012), hlm. 335

46 Ibid . hlm 238

Page 22: BAB II SEJARAH BERDIRINYA DINASTI FATIMIYAH

37

kekuasaan kini berada di tangan Salahuddin al-Ayubi. Kekuasaan Dinasti

Fatimiyah Selama kurun waktu dua abad berakhir dengan sangat tragis.

Setelah Salahuddin al-Ayubi menduduki Mesir sistem paham Syiah

Ismailiyah dihapuskan dan kembali menggunakan paham Sunni. Sementara

para penduduk Mesir menyambut baik Salahuddinal-Ayubi, namun tidak

semua peninggalan Dinasti Fatimiyah dihancurkan. Universitas al-Azhar

yang dulunya menjadi pusat penyebaran Syiah Ismailiyah dirubah menjadi

pusat pendidikan Sunni.47

Selama dua abad Dinasti Fatimiyah telah memberikan banyak

kontribusi bagi peradaban Islam. Keberhasilan tersebut dapat diraih berkat

kerja keras para khalifahnya yang berusaha mempertahankan Dinasti

Fatimiyah dari berbagai rintangan. Dinasti Fatimiyah dipimpin oleh 14

khalifah yang terbagi menjadi dua periode yakni periode Afrika Utara dan

Mesir.

47

Ibid . hlm 238