bab vi lkpj ata 2014.pdf

41
LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 1 BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN 6.1. Kerjasama Antar Daerah 6.1.1. Kebijakan dan Kegiatan Kerjasama antar daerah merupakan sarana untuk memantapkan hubungan dan keterikatan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyerasikan pembangunan daerah dan mensinergikan potensi antar daerah. Dengan memperhatikan esensi penyelenggaraan kerjasama tersebut, maka kebijakan kerjasama antar daerah diarahkan pada peningkatan kerjasama untuk menciptakan sinergitas antar daerah provinsi, kabupaten dan kota, baik yang dilaksanakan secara bilateral maupun regional, sesuai dengan arah kebijakan pembangunan kewilayahan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 195 menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan pelayanan publik, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lainnya atau bekerjasama dengan Pihak Ketiga, yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, secara sinergi dan saling menguntungkan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 – 2018, arah kebijakan kerjasama daerah adalah : a. Peningkatan kerjasama kemitraan strategis lintas provinsi, pemerintahan pusat, dan kabupaten; b. Peningkatan kualitas pengelolaan kerjasama Jawa Barat melalui aliansi strategis multi pihak dalam dan luar negeri 6.1.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan a. Kegiatan Mengembangkan Kerjasama antar Daerah yang dilaksanakan oleh Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2014 dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 600.000.000,- realisasi anggaran sebesar Rp. 520.744.600,- atau 86,79 %,. Output dari kegiatan ini adalah fasilitasi penyelenggaraan kerjasama antar daerah, sebagai berikut : 1. Kesepakatan Bersama antara Dirjen SDA Kemen PU, Dirjen Cipta Karya Kemen PU, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jabar, Pemerintah Kabupaten Bekasi, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah

Upload: truongdat

Post on 12-Jan-2017

248 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 1

BAB VI

PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN

6.1. Kerjasama Antar Daerah

6.1.1. Kebijakan dan Kegiatan

Kerjasama antar daerah merupakan sarana untuk memantapkan hubungan

dan keterikatan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyerasikan pembangunan

daerah dan mensinergikan potensi antar daerah. Dengan memperhatikan esensi

penyelenggaraan kerjasama tersebut, maka kebijakan kerjasama antar daerah

diarahkan pada peningkatan kerjasama untuk menciptakan sinergitas antar

daerah provinsi, kabupaten dan kota, baik yang dilaksanakan secara bilateral

maupun regional, sesuai dengan arah kebijakan pembangunan kewilayahan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 195 menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan penyediaan pelayanan publik, daerah dapat mengadakan

kerjasama dengan daerah lainnya atau bekerjasama dengan Pihak Ketiga, yang

didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, secara

sinergi dan saling menguntungkan.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 –

2018, arah kebijakan kerjasama daerah adalah :

a. Peningkatan kerjasama kemitraan strategis lintas provinsi, pemerintahan

pusat, dan kabupaten;

b. Peningkatan kualitas pengelolaan kerjasama Jawa Barat melalui aliansi

strategis multi pihak dalam dan luar negeri

6.1.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan

a. Kegiatan Mengembangkan Kerjasama antar Daerah yang dilaksanakan oleh

Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat

Tahun Anggaran 2014 dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 600.000.000,-

realisasi anggaran sebesar Rp. 520.744.600,- atau 86,79 %,.

Output dari kegiatan ini adalah fasilitasi penyelenggaraan kerjasama antar

daerah, sebagai berikut :

1. Kesepakatan Bersama antara Dirjen SDA Kemen PU, Dirjen Cipta Karya

Kemen PU, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jabar,

Pemerintah Kabupaten Bekasi, Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah

Page 2: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 2

Kabupaten Karawang tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air

Minum Jatiluhur untuk Wilayah Jakarta, Bekasi dan Karawang;

2. Perjanjian Kerjasama antara Direktorat Irigasi dan Rawa Kemen PU,

Perum Jasa Tirta II, Sekretaris Dirjen Cipta Karya Kemen PU, Sekda

Provinsi DKI Jakarta, Sekda Provinsi Jabar, Sekda Kabupaten Bekasi,

Sekda Kota Bekasi dan Sekda Kabupaten Karawang tentang

Pelaksanaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Jatiluhur

untuk Suplai Air Minum Wilayah Jakarta, Bekasi dan Karawang;

3. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan

Provinsi Jawa Tengah tentang Perencanaan Program dan Kegiatan

Pembangunan Daerah Perbatasan Antara Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2015-2018;

4. Perjanjian Pinjam Pakai Tanah dan Bangunan di Jalan Perintis

Kemerdekaan KM 5 Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya untuk

Dipergunakan sebagai Outlet Kerajinan Imah Tasik;

5. Perjanjian Pinjam Pakai Pinjam Pakai Tanah dan Bangunan di Jalan R.E.

Martadinata Kelurahan Panyingkiran Kecamatan Indihiang Kota

Tasikmalaya;

6. Perjanjian Pinjam Pakai Tanah yang Terletak di Jalan Raya Garonggong

Desa Patapan Kecamatan Beber Kabupaten Cirebon untuk

Dipergunakan Sebagai Kantor Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan

dan Kehutanan Beber Kabupaten Cirebon;

7. Kesepakatan Bersama Penanganan Permasalahan Pengemis,

Gelandangan, Orang Terlantar (PGOT) dan Psikotik Jalanan Secara

Terpadu di Wilayah Perbatasan Jawa Barat Bagian Timur dan Jawa

Tengah Bagian Barat;

8. Perjanjian Kerjasama antara BP3AKB Provinsi Jawa Barat dengan

BP3AKB Provinsi NAD tentang Penanganan Korban Kekerasan

Terhadap Perempuan dan Anak serta Tindak Perdagangan Orang

(Trafficking);

9. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan

Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tentang

Kerjasama Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi

NAD;

10. Perjanjian Kerjasama tentang Pelayanan Terpadu Penyelenggaraan

Perlindungan bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan serta Tindak

Pidana Perdagangan Orang;

Page 3: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 3

11. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dengan

Pemerintah Provinsi Bengkulu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat,

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Provinsi Sulawesi

Tengah, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Pemerintah Provinsi

Maluku, Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi;

12. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jabar dengan

Pemerintah Provinsi NTB tentang Pemasaran Produk/Jasa Koperasi dan

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui Data Cyber;

13. Kesepakatan Bersama antara Ditjen Cipta Karya Kemen PU, Pemerintah

Provinsi Jabar dan Pemerintah Kabupaten Sumedang tentang Program

Sanitasi Berbasis Masyarakat;

14. Kesepakatan Bersama Antara Dirjen Sumber Daya Air Kementerian

Pekerjaan Umum RI, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah

Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bogor tentang

Pembangunan Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi di

Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat;

15. Kesepakatan Bersama Antara Dirjen Sumber Daya Air Kementerian

Pekerjaan Umum RI, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah

Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota

Bogor dan Pemerintah Depok Provinsi Jawa Barat tentang Revitalisasi

Situ-Situ di Daerah Aliran Sungai Ciliwung dan Daerah Aliran Sungai

yang Mengalir ke Jakarta yang Berlokasi di Kabupaten Bogor, Kota

Bogor dan Kota Depok Provinsi Jawa Barat;

16. Perjanjian Kerjasama Antara Kepala Balai Besar Wilayah Sungai

Ciliwung, Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum RI,

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat,

Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah

Depok Provinsi Jawa Barat tentang Revitalisasi Situ-Situ di Daerah

Aliran Sungai Ciliwung dan Daerah Aliran Sungai yang yang Mengalir ke

Jakarta yang Berlokasi di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota

Depok Provinsi Jawa Barat;

17. Kesepakatan Bersama Antara Kementerian Pekerjaan Umum RI,

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat,

Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor, dan Pemerintah

Depok Provinsi Jawa Barat Tentang Pembuatan Sumur Resapan di

Daerah Waduk, Situ dan Aliran Sungai yang Mengalir ke Jakarta yang

Page 4: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 4

Berlokasi di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok Provinsi

Jawa Barat;

18. Perjanjian Kerjasama Antara Kementerian Pekerjaan Umum RI,

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat,

Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor, dan Pemerintah

Depok Provinsi Jawa Barat tentang Pembuatan Sumur Resapan

Pembuatan Sumur Resapan di Daerah Waduk, Situ dan Aliran Sungai

yang Mengalir ke Jakarta yang Berlokasi di Kabupaten Bogor, Kota

Bogor dan Kota Depok Provinsi Jawa Barat;

19. Kesepakatan Bersama Antara Kementerian Pekerjaan Umum RI,

Kementerian Perhubungan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,

Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kota Bogor tentang

Pembangunan Perluasan Angkutan Masal Berbasis Jalan Jakarta–Kota

Bogor di Ruang Milik Jalan Tol Jagorawi;

20. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah

Provinsi Banten tentang Pembangunan Sistem dan Pusat Distribusi

Agrobisnis Jabodetabekjur;

21. Addendum Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota Anggota BKSP Jabodetabekjur tentang

Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Lintas Batas di Wilayah Perbatasan

Jabodetabekjur;

22. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kota Depok Tentang

Pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang di Atas Sungai Ciliwung

Antara Kelurahan Pasir Gunung Selatan Kecamatan Cimanggis Kota

Depok Provinsi Jawa Barat dengan Kelurahan Srengseng Sawah

Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi DKI

Jakarta;

23. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kota Depok tentang

Pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang di Atas Sungai Ciliwung

Antara Kelurahan Pasir Gunung Selatan Kecamatan Cimanggis Kota

Depok Provinsi Jawa Barat dengan Kelurahan Srengseng Sawah

Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi DKI

Jakarta;

Page 5: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 5

b. Kegiatan Menyelenggarakan Rapat Gabungan Forum Kerjasama Daerah

Mitra Praja Utama XIV Tahun 2014 yang dilaksanakan oleh Biro Otonomi

Daerah dan Kerjasama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun

Anggaran 2014 dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 850.000.000,- realisasi

anggaran sebesar Rp.821.062.000,- atau 97,00%, output kegiatan adalah :

terselenggaranya Rapat Gabungan Forum Kerjasama Daerah Mitra Praja

Utama XIV Tahun 2014 di Bandung pada tanggal 12 s.d. 14 Mei 2014, yang

diikuti oleh para Kepala Organisasi Perangkat Daerah dari seluruh Provinsi

Anggota Rapat Gabungan Forum Kerjasama Daerah Mitra Praja Utama XIV

Tahun 2014.

6.1.3. Permasalahan dan Solusi

a. Permasalahan

1. Kurangnya koordinasi baik lingkup Organisasi Perangkat Daerah (OPD)

Provinsi Jawa Barat maupun antar pemerintah daerah, baik dalam tahap

perencanaan dan pelaksanaan kerjasama antar daerah;

2. Belum optimalnya peran kelembagaan kerjasama antar daerah (seperti :

FKD-MPU, APPSI, BKSP Jabodetabekjur, dan BKAD Kunci Bersama) dalam

pemecahan permasalahan bersama.

b. Solusi

1. Meningkatkan koordinasi dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan

kerjasama antar daerah melalui optimalisasi kelembagaan Tim Koordinasi

Kerjasama Daerah (TKKSD) Provinsi Jawa Barat;

2. Merevitalisasi badan kerjasama daerah dan/atau meningkatkan peran

kelembagaan kerjasama antar daerah, yang dilakukan secara bersama-

sama dengan pemerintah, pemerintah daerah lainnya selaku anggota

kelembagaan kerjasama antar daerah.

6.2. Kerjasama Daerah dengan Pihak Ketiga

6.2.1. Kebijakan dan Kegiatan

Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahannya

berdasarkan atas asas otonomi daerah dan tugas pembantuan dengan prinsip

otonomi seluas-luasnya yang pada hakekatnya mendorong untuk menyusun

strategi pembangunan daerah yang terintegrasi dalam mewujudkan peningkatan

kesejahteraan masyarakat, sehingga Pemerintah Daerah mempunyai

kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggungjawab dalam

mengembangkan potensi daerah.

Page 6: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 6

Pelaksanaan otonomi daerah jelas mempertegas prinsip-prinsip demokrasi,

peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi

keanekaragaman daerah dan supremasi hukum. Dengan kewenangan dan

tanggungjawab yang dimiliki, pemerintah daerah perlu menggali, mengelola dan

memberdayakan potensi sumberdaya alam dan manusia di daerah melalui

kerjasama daerah. Manfaat dari adanya kerjasama daerah, yaitu :

a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya dan potensi

yang ada di daerah dalam upaya melanjutkan serta mengembangkan usaha;

b. Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat di daerah; dan

c. Meningkatkan kemampuan daerah dalam menstimulasi mobilitas

sumberdaya, dan memperoleh manfaat dari sumberdaya yang tersedia.

Dalam rangka pengembangan peluang penyelenggaraan kerjasama

daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan Peraturan Daerah

Nomor 9 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Kerjasama Daerah dan Peraturan

Gubernur Jawa Barat Nomor 43 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Kerjasama Daerah. Khusus mengenai kerjasama pemanfaatan

aset, dilaksanakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007

tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Sebagai tindak lanjut dari regulasi tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa

Barat telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun

2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2008

tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang juga telah dilengkapi dengan

petunjuk pelaksanaannya yaitu Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 14 Tahun

2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor

6 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 64 Tahun 2011 tentang

Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun

2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Page 7: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 7

Adapun peraturan yang mengatur kerjasama dalam bidang pembangunan

infrastruktur mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden

Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor

67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam

Penyediaan Infrastruktur.

6.2.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan Menata Kerjasama dengan Pihak Ketiga yang dilaksanakan oleh

Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat

Tahun Anggaran 2014 dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 378.880.000,-

realisasi anggaran sebesar Rp. 371.209.000,- atau 99,29%.

Output dari kegiatan ini adalah fasilitasi penyelenggaraan kerjasama antar

daerah ini sebagai berikut :

a. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. Bank

Pembangunan Daerah Jawa Bara Dan Banten, tbk tentang Pengelolaan Kas

Daerah;

b. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. Bank

Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk tentang Penyimpanan

Dan Penyelesaiaan Retur Dana;

c. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Apotik

(10) Tentang Pemenuhan Obat Bagi Pegawai Negeri Sipil Dl Lingkungan

Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat;

d. Kesepakatan Bersama antara Bpk, Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dan PT.

BJB tentang Akses Data Transaksi Rekening Pemerintah Provinsi Jawa Barat

secara Online pada PT BJB Dalam Rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Daerah;

e. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan PT.

Angkasa Pura II (Persero) tentang Penyusunan Kajian Kerjasama

Pembangunan, Pengelolaan Dan Pengembangan Bandara Internasional Jawa

Barat Di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat;

f. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. PLN

tentang Pembayaran Rekening Tagihan Listrik;

g. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Bandung

Tust Advisory Group (B-Trust) tentang Peningkatan Efisiensi, Transparansi

dan Akuntabilitas Publik Melalui Peningkatan Layanan Pengadaan

Page 8: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 8

Barang/Jasa Pemerintah dan Pengembangan Sistem Penanganan

Pengaduan Masyarakat;

h. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan

yayasan Saung Angklung Udjo Tentang Pengelolaan Lahan Konservasi di

Blok Slamet Kampung Cijaringao Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan

Kabupaten Bandung;

i. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tentang Pengembangan

Manajemen Keuangan Pemerintah Daerah di Lingkungan Pemerintah

Provinsi Jawa Barat;

j. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan LAN

RI Tentang Pinjam Pakai Lahan;

k. Kesepakatan Bersama tentang Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Yayasan

Jubit Internasinal Tentang Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Miskin,

Kurang Mampu dan Anak Jalanan;

l. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. Jabar

Telematika tentang Optimalisasi Pengelolaan Tower pada Organisasi

Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat;

m. Addendum Keempat Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa

Barat dan Bulog tentang Subsidi Operasi Pasar Murah Kebutuhan Pokok

Masyarakat;

n. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Perum Jasa

Tirta Tentang Konservasi Sumberdaya Air di Wilayah Sungai Citarum dan

Sebagian Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane;

o. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Perum

Perhutani tentang Sinergitas Pelaksanaan Pembangunan dalam Kerangka

Gerakan Citarum BESTARI;

p. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. PTPN

VII tentang Sinergitas Pelaksanaan Pembangunan dalam kerangka Gerakan

Citarum BESTARI;

q. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Yayasan

Pertamina dan Lembaga One Day School Jawa Barat tentang Program

Penghijauan, Peningkatan Kualitas Pendidikan, Pengembangan

Kewirausahaan dan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Sumberdaya Biologi

Tropik;

r. Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Yayasan

Jubit Internasional Tentang Pengelolaan Aset Jalan Batununggal Indah VII

Page 9: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 9

Nomor 5 Buahbatu Bandung untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat

Miskin, Kurang Mampu dan Anak Jalanan;

s. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Yayasan

Winaya Mukti Tentang Peningkatan Sumberdaya Manusia Melalui Pendidikan

Tinggi Di Kampus Jalan Raya Bandung-Tanjungsari Km 29 Kecamatan

Tanjungsari Kabupaten Sumedang;

t. Perjanjian Kerjasama antara Perum Perhutani, Pemerintah Provinsi Jawa

Barat dan Lembaga Masyarakat Desa Huan Tarumajaya tentang

Pengembangan Hijauan Makanan Hijauan Ternak untuk Mendukung

Program Pengelolaan Peternakan Komunal Dalam Kerangka gerakan citarum

BESTARI;

u. Kesepakatan Bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Badan Informasi

Geopasial tentang Penyelenggaraan, Pengembangan, Pemanfaatan Data,

Informasi dan Infrastruktur Geospasial untuk Perencanaan, Pengendalian

dan Evaluasi Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat;

v. Kesepakatan Bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan PT. Jasa Sarana

Tentang Pendirian PT. Bandar Udara Internasional Jawa Barat;

w. Kesepakatan Bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Lembaga Sensor

Film tentang Penyelenggaraan Sensor Film untuk Televisi Lokal di Jawa

Barat;

x. Perjanjian Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Perum Perhutani

tentang Penggunaan Kawasan Hutan untuk Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) dan Pengelolaan Sampah Regional Nambo di Wilayah Kabupaten

Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok;

y. Perjanjian Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dan PTPN VII dan

Kelompok Peternak Pejanten tentang Pengelolaan Peternakan Komunal

Terintegrasi dan Berwawasan Lingkungan dalam kerangka Gerakan Citarum

BESTARI.

6.2.3. Permasalahan dan Solusi

a. Permasalahan

1. Masih adanya ketidaksesuaian peraturan perundang-undangan sektoral

dengan peraturan perundang-undangan dibidang pemerintahan daerah

yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjasama daerah;

2. Kurangnya koordinasi antara para pihak yang melakukan kerjasama,

sehingga berpotensi menimbulkan perselisihan;

Page 10: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 10

3. Belum optimalnya ketersediaan database penyelenggaraan kerjasama

daerah, serta belum optimalnya pengendalian dokumen kerjasama daerah

baik Kesepakatan Bersama maupun Perjanjian Kerjasama.

b. Solusi

1. Harmonisasi peraturan perundang-undangan sektoral melalui konsultasi

dan penyusunan kajian yuridis normatif yang dapat dijadikan sebagai

pedoman dalam penyusunan dokumen kerjasama, pelaksanaan dan

penyelesaian perselisihan;

2. Meningkatkan koordinasi dengan mitra kerjasama sejak dari tahap

perencanaan sampai dengan pelaksanaan kerjasama, untuk

meminimalisasi timbulnya potensi konflik;

3. Mengoptimalkan inventarisasi dan kompilasi data Naskah Perjanjian

Kerjasama dan Kesepakatan Bersama, terutama yang bernilai strategis;

4. Menyusun kodifikasi kerjasama Daerah.

6.3. Kerjasama Luar Negeri

6.3.1. Kebijakan dan Kegiatan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional, dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan

Luar Negeri bahwa Daerah diberi kesempatan untuk melakukan hubungan luar

negeri diantaranya kerjasama luar negeri dimana pelaksanaannya harus melalui

koordinasi pemerintah.

Sebagai landasan operasional, terdapat beberapa peraturan pelaksanaan,

antara lain Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 09/A/KP/XII/2006/01 tentang

Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh

Pemerintah Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008

tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar

Negeri; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman

Kerjasama Departemen Dalam Negeri dengan Lembaga Asing Non-Pemerintah;

dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2012 tentang Pedoman

Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Swasta Asing.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008, mengatur

mengenai pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kerjasama pemerintah

daerah dengan pihak luar negeri oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan untuk

pembinaan dan pengawasan kerjasama pemerintah kabupaten/kota dengan

pihak luar negeri, Menteri Dalam Negeri dapat melimpahkannya kepada

Gubernur.

Page 11: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 11

6.3.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan

a. Kegiatan Menyusun Grand Design Kerjasama Daerah dengan alokasi anggaran

sebesar Rp. 200.000.000,- realisasi anggaran sebesar Rp. 195.800.000,- atau

97,90%. Kegiatan ini dilaksanakan berupa kajian yang dilakukan oleh tenaga

ahli. Hasil dari kegiatan ini adalah tersedianya dokumen Grand Design

Kerjasama Daerah. Sedangkan manfaat kegiatan ini adalah terwujudnya

Grand Design sebagai acuan atau panduan pelaksanaan program Kerjasama

Daerah.

b. Kegiatan Memfasilitasi Kerjasama antar Pemerintahan Luar Negeri dan

Menguatkan Komitmen Kerjasama dengan Mitra dari Wilayah Asia Pasifik

dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 720.000.000,-, dan realisasi anggaran

sebesar Rp. 498.819.000,- atau sebesar 69,28%. Kegiatan yang dilaksanakan

adalah Kunjungan ke Prefektur Miyagi dan Kota Ishinomaki, Jepang, sebagai

tindak lanjut Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah

Kota Ishinomaki, Miyagi Prefecture, Jepang di bidang Perikanan; Revitalisasi

Kerjasama dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan; Kajian

mengenai Prospek dan Kerjasama dengan Provinsi Istanbul dan Provinsi

Balikesir Turki; dan kunjungan ke Prefektur Nara Jepang dalam rangka

mengikuti Forum Pemerintah Daerah se Wilayah Asia Timur ke-5.

Hasil dari kegiatan ini adalah:

1. Kunjungan ke Prefektur Miyagi dan Kota Ishinomaki, Jepang adalah :

a) Penjajagan kerjasama dengan Pemerintah Prefektur Miyagi, Jepang di

bidang ekonomi, pendidikan, dan pariwisata.

b) Penandatanganan Minutes of Meeting oleh Wakil Gubernur Jawa Barat

dan Walikota Ishinomaki Jepang. Para pihak sepakat mengembangkan

hubungan yang saling menguntungkan melalui kegiatan-kegiatan: 1)

Pertukaran informasi yang bermanfaat; 2) Pelatihan dan bimbingan

bagi semua organisasi terkait; 3) Kerja sama dalam pemberian

beasiswa; 4) Mendorong transfer teknologi kepada peserta magang

bidang perikanan; dan 5) Mendorong pertukaran individu-individu yang

terkait dengan 4 item di atas.

c) Penandatanganan Addendum Kesepakatan Bersama antara Kepala

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat selaku

Penyelenggara Pemagangan dengan Asosiasi Perikanan di Prefektur

Miyagi tentang Usaha Pemagangan Keterampilan Perikanan bagi Warga

Negara Asing yang disesuaikan dengan standar Japan International

Training Cooperation Organization (JITCO).

Page 12: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 12

Kerjasama dengan Pemerintah Kota Ishinomaki, Miyagi Prefektur

Jepang dan kerjasama antara Dinas Perikanan dan Kelautan dengan

Asosiasi Perikanan Jepang telah menghasilkan kegiatan sebagai berikut:

Magang nelayan/lulusan SMK Kelautan Jawa Barat di Kota

Ishinomaki sebanyak 8 angkatan/94 orang (sampai Tahun 2014).

Menurut informasi, pada bulan Oktober 2014 peserta magang telah

menerima peningkatan salary insentif menjadi antara 70.000 –

80.000 yen (kenaikan sekitar 10.000 yen atau sekitar 1 juta rupiah)

Hasil audisi tanggal 21 Agustus 2014, diperoleh 34 (tiga puluh

empat) orang yang telah lulus seleksi. Mereka direncanakan secara

bertahap mengikuti pendidikan dan pelatihan persiapan magang

yang bertempat di Instalasi Pelatihan Penangkapan Ikan di Cirebon

milik Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jabar. Saat ini

rencananya ada 8 orang yang telah siap diberangkatkan sebagai

gelombang pertama dari Angkatan VIII, yaitu pada tanggal 10

Desember 2014, sisanya akan diberangkatkan pada bulan Maret,

Mei dan Juli 2015.

Asosiasi Perusahaan Perikanan Jepang telah memberikan beasiswa

kepada 20 (dua puluh) orang siswa baru di SMK Negeri 1 Mundu

Cirebon dan SMK Negeri 2 Indramayu sebesar Rp. 3.000.000,- per

siswa per tahun yang pengelolaannya dilaksanakan langsung oleh

kedua SMK tersebut.

Telah dijajaki pula kerjasama pemagangan di industri pengolahan

perikanan.

2. Revitalisasi Kerjasama dengan Pemerintah Negara Bagian Australia

Selatan, Australia. Hasil dari kegiatan adalah :

Draft MoU Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Negara

Bagian Australia Selatan, Australia tentang Kerjasama Provinsi

Bersaudara dengan ruang lingkup kerjasama di bidang pertanian,

pariwisata, pendidikan, pemerintahan, promosi dan kerjasama di bidang

lainnya serta rencana program/kegiatan. MoU direncanakan dapat

ditanda tangani pada tahun 2015.

Terbukanya pengembangan kerjasama di bidang pendidikan,

pengembangan kapasitas SDM aparatur, promosi potensi daerah

khususnya di bidang seni dan budaya.

3. Kajian kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Istanbul

dan Provinsi Balikesir Turki

Page 13: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 13

c. Kegiatan Melakukan Fasilitasi dan Mengembangkan Kerjasama dengan

Badan/Lembaga Luar Negeri dengan alokasi anggaran sebesar Rp.

250.000.000,-, dan realisasi anggaran sebesar Rp. 248.320.000,- atau sebesar

99,33%. Manfaat dari kegiatan ini adalah terfasilitasinya kerjasama antara

pemerintah daerah dengan badan/lembaga luar negeri. Sedangkan hasil

kegiatan ini adalah :

1. Fasilitasi implementasi kerjasama antara Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, Kementerian Agama dengan Lembaga Pemerintah Amerika

Serikat Peace Corps dalam Bidang Pengajaran Bahasa Inggris dan

Pelatihan Guru Bahasa Inggris melalui penempatan 45 orang relawan di

SMA/SMK dan Madrasah Aliyah di 11 Kabupaten/kota di Jawa Barat;

2. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan

The United States Agency for International Development (USAID)

tentang Kerangka Acuan Kerjasama Penyelenggaraan Bantuan Teknis

USAID untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran, Tata Layanan dan

Manajemen Pendidikan serta Koordinasi antara Institusi Pendidikan di

Jawa Barat;

3. Perjanjian Hibah tentang Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Barat

antara PT. GRM Internasional dan Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi

Jawa Barat (Support to Dinkes West Java for Harm Reduction Program);

4. Draft Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Tim Koordinasi Hibah Luar

Negeri;

5. Keikutsertaan peserta program pemagangan bidang pendidikan di Korea

Selatan yang dibiayai KOICA untuk 1 orang aparatur selama dua minggu

dan pengusulan program magang bagi 40 orang aparatur Pemerintah

Daerah di bidang :

Human Resource Development and Management (Public Sector);

Infrastruktur dan Pengembangan dan Manajemen Lingkungan (PPP

dan Obligasi Daerah);

Good and Clean Government (ICT, E-GOV);

Fiscal Capacity Development for Provincial/Municipal Government Fund.

6. Tersedianya peluang kerjasama dengan NGO Asing dan Lembaga Donor

Asing (KOICA, Save The Children International, ASB, ICCO, OISCA,

VECO, PAI, CARE, SWISS CONTACT, WINROCK INTER, SNV) dengan

ruang lingkup kerjasama di bidang: penanggulangan bencana,

pengembangan SDM pariwisata, pengembangan usaha kecil dan

menengah, dsb.

Page 14: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 14

d. Kegiatan Melakukan Evaluasi Kerjasama Daerah dengan Pemerintah dan

Badan/Lembaga Luar Negeri dengan alokasi anggaran sebesar Rp.

250.000.000,- dan realisasi anggaran sebesar Rp. 249.500.000,- atau sebesar

99,80%. Manfaat dari kegiatan ini adalah terlaksananya evaluasi kerjasama

daerah dengan pihak luar negeri dan tersedianya data evaluasi kerjasama luar

negeri. Kegiatan yang dilakukan adalah :

1. Rapat Koordinasi Evaluasi Kerjasama Luar Negeri untuk meningkatkan

pemahaman dan kapasitas aparatur pengelola kerjasama luar negeri di

pemerintah kabupaten/kota.

2. Melakukan kajian mengenai Indikator dan Instrumen Pelaksanaan

Kerjasama Luar Negeri dan Pedoman Pelaksanaan Evaluasi.

3. Mengevaluasi kerjasama yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi

Jawa Barat dan membuat rencana tindak lanjut atas beberapa kerjasama

yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat;

4. Melakukan monitoring dan evaluasi kerjasama daerah dengan luar negeri.

Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui dan memahami lebih jauh

tentang pelaksanaan kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah provinsi

dan kabupaten/kota di Jawa Barat dengan lembaga pemerintah maupun

non pemerintah luar negeri.

5. Laporan Evaluasi Kerjasama Luar Negeri.

6.3.3. Permasalahan dan Solusi

a. Permasalahan

1. Tidak adanya keterpaduan program/kegiatan kerjasama antar OPD

Provinsi Jawa Barat;

2. Perencanaan kerjasama yang tidak optimal;

3. Kurangnya komitmen OPD untuk menindaklanjuti kerjasama.

b. Solusi

1. Menyusun Grand Design Kerjasama Daerah;

2. Mengintensifkan koordinasi dan konsultasi, baik dengan Kementerian

Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri maupun dengan pemerintah

kabupaten/kota dan OPD Provinsi Jawa Barat.

3. Melakukan fasilitasi, monitoring, pembinaan, pengawasan dan evaluasi

terhadap pelaksanaan kerjasama luar negeri baik yang dilakukan oleh

provinsi maupun oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.

Page 15: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 15

6.4. Koordinasi dengan Instansi Vertikal di Daerah

6.4.1. Kebijakan dan Kegiatan

Dalam rangka efektifitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan atas

penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah

kabupaten/kota, Presiden melimpahkan kewenangannya kepada gubernur untuk

bertindak atas nama Pemerintah Pusat dalam melakukan pembinaan dan

pengawasan kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan otonominya

berdasarkan kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat.

Sesuai dengan Pasal 38 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi

mempunyai tugas dan wewenang: a) pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; b) koordinasi

penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; c)

koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di

daerah provinsi dan kabupaten/kota. Disamping pelaksanaan tugas tersebut

gubernur sebagai wakili Pemerintah mempunyai tugas: a) menjaga kehidupan

berbangsa, bernegara dalam rangka memelihara keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia; b) menjaga dan mengamalkan ideologi Pancasila dan

kehidupan demokrasi; c) memelihara stabilitas politik; dan d) menjaga etika dan

norma penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Peran Gubernur sebagai wakil pemerintah untuk melaksanakan

pembinaan, pengawasan, koordinasi dan penyelarasan kegiatan pembangunan di

daerah akan meningkatkan sinergitas antara bupati/walikota dengan gubernur.

Pendanaan pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai Wakil

Pemerintah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

melalui mekanisme dana dekonsentrasi yang dituangkan dalam Rencana Kerja

dan Anggaran Kementerian Dalam Negeri, yang merupakan bagian dari Program

Penguatan Penyelenggaraan Pemerintahan Umum dan Kegiatan

Penyelenggaraan Hubungan Pusat dan Daerah serta Kerjasama Daerah.

Penguatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi

juga dimaksudkan untuk memperkuat hubungan antar tingkatan pemerintahan.

Dalam pelaksanaan peran gubernur sebagai wakil pemerintah, maka hubungan

antara gubernur dengan bupati/walikota bersifat hierarkis, gubernur melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah

kabupaten/kota. Sebaliknya bupati/walikota melaporkan penyelenggaraan

pemerintahan di daerah kabupaten/kota.

Page 16: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 16

Pelaksanaan peran gubernur sebagai wakil pemerintah dijabarkan dalam

bentuk program dan kegiatan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang

Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi sebagaimana telah

diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17

Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang

Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di wilayah provinsi dan Keputusan Menteri

Dalam Negeri Nomor 118-133 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Dekonsentrasi Kegiatan Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang Gubernur

sebagai Wakil Pemerintah Tahun Anggaran 2013 serta Rencana Kerja dan

Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) Tahun Anggaran 2013 Provinsi Jawa

Barat, yang dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan. Adapun Program

dan kegiatan dimaksud, meliputi:

a. Fasilitasi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) dalam wewujudkan

ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

b. Koordinasi penyelenggaraan pemerintahan umum di wilayah provinsi;

c. Kesekretariatan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di wilayah provinsi;

d. Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di wilayah provinsi;

e. Pengendalian dan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan;

f. Koordinasi perencanaan dan program dekonsentrasi, tugas pembantuan dan

urusan bersama lingkup Kementerian Dalam Negeri;

g. Pengendalian penyelenggaraan urusan pemerintah di wilayah provinsi;

h. Fasilitasi perundang-undangan.

6.4.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan

Realisasi pelaksanaan Kegiatan Dekonsentrasi Peningkatan Peran Gubernur

Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi pada satuan kerja Sekretariat

Daerah Provinsi Jawa Barat adalah terselenggaranya rapat pimpinan daerah

dalam mewujudkan Ketentraman dan ketertiban masyarakat sebanyak 1 (satu)

kali, terselenggaranya rapat koordinasi penyelenggaraan pemerintahan umum di

wilayah Provinsi sebanyak 1 (satu) kali, terselenggaranya rapat kesekretariatan

gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi sebanyak 1 (satu) kali,

terselenggaranya rapat Pembinaan dan Pembakuan Nama-nama Rupabumi unsur

Alami sebanyak 1 (satu) kali, terselenggaranya rapat Koordinasi dan Fasilitas

Percepatan Penyelesaian Perselisihan Batas Antar Provinsi, Kabupaten/Kota

sebanyak 1 (satu) kali.

Page 17: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 17

6.4.3. Permasalahan dan Solusi

Pelaksanaan tugas gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi

masih lemah. Salah satu faktor utama yang menyebabkan lemahnya pelaksanaan

peran gubernur sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi adalah keterbatasan

dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disediakan untuk

mendanai pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil Pemerintah,

dikaitkan dengan peran gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat yang memiliki

tugas dan kewenangan melakukan koordinasi pembinaan dan pengawasan ke

kabupaten/kota pelaksanaannya menjadi kurang maksimal.

Solusi dari permasalahan tersebut, dengan meningkatkan hubungan

koordinasi yang bersinergi melalui komunikasi secara intensif baik formal maupun

non formal serta dibuat regulasi yang jelas untuk pelaporan supaya dapat

berjalan disesuaikan dengan anggaran yang ada, sehingga kegiatan dapat

terlaksana sesuai program.

6.5. Pembinaan Batas Wilayah

6.5.1. Kebijakan dan Kegiatan

Landasan kebijakan dalam pelaksanaan batas daerah, sebagai berikut:

1. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex Generalis, yaitu Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan acuan

dasar dan umum terkait segala hal pemerintahan daerah;

2. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex Specialis, yaitu berbagai undang-

undang tentang Pembentukan Daerah Otonom;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2002 jo Peraturan Pemerintah No. 78

Tahun 2008 Tentang Pembentukan Daerah;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Ketelitian Peta Tata

Ruang;

5. Peraturan Daerah/Peraturan Pemerintah yang terkait dengan Pembentukan

Wilayah Tingkat Kecamatan / Desa;

6. Kesepakatan Antar Daerah Tentang Batas (Bila Ada);

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 Tentang Pedoman

Penegasan Batas Daerah; dan

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 Tentang Penetapan

Dan Penegasan Batas Wilayah Desa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012

tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, menyatakan bahwa Penegasan Batas

Daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batas daerah yang dapat

Page 18: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 18

dilakukan dengan metode kartometrik dan/atau survei di lapangan, yang

dituangkan dalam bentuk peta batas dengan daftar titik-titik koordinat batas

daerah.

Beberapa prinsip pokok penegasan batas daerah, yaitu mewujudkan batas

antar daerah yang jelas dan pasti baik dari aspek yuridis maupun fisik di

lapangan, berpedoman pada batas-batas daerah tersebut dalam undang-undang

pembentukannya daerah, melalui tahapan yang disepakati, dilakukan oleh Tim

Penegasan Batas Daerah (PBD) Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota serta

penyelesaian perselisihan batas daerah antar provinsi, dan kabupaten/kota.

Batas Daerah sangat penting, untuk tertib administrasi kewilayahan, tertib

penyelenggaraan pembangunan, tertib pelayanan umum dan tertib kegiatan

kemasyarakatan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, bahwa penataan batas

daerah bukan berarti mengkotakkan wilayah nusantara, tetapi sifatnya lebih pada

penataan batas wilayah kerja administrasi pemerintahan, yang pada gilirannya

mempermudah koordinasi pelaksanaan pembangunan maupun pembinaan

kehidupan masyarakat di wilayahnya. Jadi kunci suksesnya adalah kesepakatan.

Peran Pemerintah Provinsi adalah memfasilitasi penegasan batas daerah,

melaksanakan penegasan batas daerah, memfasilitasi penyelesaian perselisihan

batas daerah dan koordinator Tim Penegasan Batas Daerah yang bersangkutan.

Provinsi Jawa Barat terdiri dari 27 kabupaten/kota memiliki 67 segmen

perbatasan, baik yang berbatasan antar kabupaten/kota di Jawa Barat maupun

antar kabupaten/kota di Jawa Barat dengan kabupaten/kota di Provinsi Banten,

DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Dari 67 segmen batas yang sudah mendapatkan

penetapan dari Menteri Dalam Negeri, baru 22 segmen yang sudah ditetapkan

yaitu 15 segmen perbatasan antar kabupaten/kota di Jawa Barat, 2 segmen

perbatasan antar kabupaten/kota di Jawa Barat dengan kabupaten/kota di

Banten dan 5 segmen perbatasan antar kabupaten/kota di Jawa Barat dengan

kabupaten/kota di Jawa Tengah.

6.5.2. Alokasi dan Realisasi Pelaksanaan Kegiatan

Realisasi dari pelaksanaan Kegiatan Penegasan Batas Daerah Antar

Provinsi dan Antar Kabupaten/Kota Jawa Barat Tahun 2014, telah dilaksanakan

Rapat Fasilitasi Penegasan Batas Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2014, sesuai

dengan target 14 (empat belas) segmen yang telah diproses untuk diterbitkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri. Data 14 Segmen Batas Daerah dalam Proses

Draft Permendagri, sebagai berikut:

Page 19: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 19

Tabel 6.1 SEGMEN BATAS DAERAH DALAM PROSES DRAFT PERMENDAGRI

No. Segmen Batas Daerah Jumlah Segmen

Draft Permendagri

Antar Kabupaten/Kota

1. Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka

1 1

2. Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.

1 1

3. Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi 1 Belum selesai

4. Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta.

1 1

5. Kabupaten Bandung Barang dan Kota Bnadung

1 1

6. Kota Bekasi dan Kota Depok 1 1

7. Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat

1 1

8. Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bogor 1 1

9. Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut 1 1

10. Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi 1 1

11. Kabupaten Bogor dan Kota Depok 1 1

12. Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon 1 Belum selesai

13. Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran.

1 1

14. Kabupaten Pangandaran dan Kabupaten Tasikmalaya.

1 1

14 Segmen 12 Draft

Permendagri

6.5.3. Permasalahan dan Solusi

Kondisi saat ini di Jawa Barat masih ada beberapa kabupaten/kota yang

belum melakukan penegasan batas daerah sehingga rawan timbul konflik yang

dapat mengganggu pelayanan kepada masyarakat.

Dalam upaya meminimalisir terjadinya konflik dibutuhkan komunikasi dan

koordinasi secara intensif dengan Kabupaten/Kota diwilayah perbatasan. Agar

pelaksanaan penegasan batas daerah dapat berjalan dengan baik dan sesuai

dengan yang diharapkan, diperlukan dukungan sepenuhnya dari Pemerintah dan

Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

6.6. Pencegahan dan Penanggulangan Bencana

6.6.1. Bencana yang Terjadi dan Penanggulangannya

Provinsi Jawa Barat memiliki wilayah geografis yang terdiri dari daratan,

pantai dan pegunungan. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan klimatologis

Jawa Barat dikategorikan sebagai Daerah rawan bencana, meliputi : gempa

bumi, tsunami, tanah longsor/gerakan tanah, letusan gunung, banjir, puting

beliung dan sebagainya. Dalam Index Rawan Bencana, beberapa Kabupaten di

Jawa Barat menempati 6 (enam) posisi teratas secara nasional dengan tingkat

Page 20: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 20

kerawanan tinggi, meliputi: Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya,

Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten

Cianjur.

Selama kurun waktu dari bulan Januari sampai dengan Desember 2014,

berdasarkan data dari PUSDALOPS BPBD Jawa Barat Bulan Desember 2014,

bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang memiliki jenis bencana

beragam (multi hazard). Hal ini terlihat dari kejadian bencana yang terjadi

dimana bencana longsor menempati jumlah kejadian tertinggi di Jawa Barat,

yaitu 264 kali, disusul dengan bencana kebakaran sebanyak 163 kali dan

menempati posisi ketiga yaitu bencana angin puting beliung sebanyak 115 kali

sementara bencana banjir terjadi sebanyak 112 kali dan gempa bumi sebanyak 9

kali. Kejadian – kejadian tersebut merupakan kejadian bencana yang

intensitasnya besar dan laporannya diterima oleh BPBD Provinsi Jawa Barat untuk

lebih rinci kejadian bencana yang terjadi di Kabupaten/Kota berikut ini dalam

tabel dibawah ini.

Tabel 6.2

KEJADIAN BENCANA BERDASARKAN JENIS BENCANA DI JAWA BARAT PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

No. Lokasi Bencana

Jenis Bencana

Kebakaran Banjir Tanah

Longsor Puting Beliung

Gempa Bumi

Gelombang Pasang

1 Kabupaten Bandung 31 17 15 9 1 -

2 Kabupaten Garut 15 9 27 13 2 -

3 Kabupaten Tasikmalaya 13 6 32 9 3 -

4 Kabupaten Ciamis 53 12 44 28 1 -

5 Kabupaten Sumedang 3 1 1 1 - -

6 Kota Bandung 7 2 2 3 - -

7 Kota Tasikmalaya 4 4 - 1 - -

8 Kota Cimahi 2 - - - - -

9 Kota Banjar - 1 5 1 - -

10 Kabupaten Bandung Barat 3 2 11 1 - -

11 Kabupaten Bogor 4 8 19 16 - -

12 Kabupaten Sukabumi 4 5 25 8 1 -

13 Kabupaten Cianjur 4 2 14 1 - -

14 Kota Bogor - 1 3 - - -

15 Kota Sukabumi 2 2 4 1 - -

16 Kota Depok - 2 1 1 - -

17 Kabupaten Bekasi - 3 - - - -

18 Kabupaten Karawang - 1 1 2 - -

19 Kabupaten Subang - 1 2 2 - -

20 Kabupaten Purwakarta - - 1 1 1 -

21 Kabupaten Cirebon 2 15 2 6 - -

22 Kota Bekasi - 1 - - - -

23 Kabupaten Kuningan 12 10 46 9 - -

24 Kabupaten Majalengka 2 4 8 1 - -

25 Kabupaten Indramayu - 1 - - - -

Page 21: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 21

No. Lokasi Bencana

Jenis Bencana

Kebakaran Banjir Tanah

Longsor Puting Beliung

Gempa Bumi

Gelombang Pasang

26 Kota Cirebon 2 2 1 1 - -

27 Kabupaten Pangandaran - 2 - - - -

JUMLAH 163 112 264 115 9 -

Setiap bencana yang terjadi tentunya selalu menyisakan penderitaan baik

harta benda maupun jiwa, baik yang meninggal, luka-luka, maupun karena

kondisi terpaksa harus mengungsi untuk menghindari korban yang lebih banyak

lagi dari data kami sepanjang tahun 2014 korban jiwa yang diakibatkan dari

bencana di Jawa Barat tercatat sebanyak 13.325 KK atau 127.014 jiwa

menderita, yang meliputi sebanyak 29 orang meninggal dunia, 138 orang luka-

luka dan sebanyak 2.668 KK atau 14.237 jiwa yang harus berada di tempat-

tempat pengungsian, Taksiran kerugian yang dikalkulasikan dalam bentuk uang

mencapai Rp. 45.438.401.000. Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat di tabel

berikut ini.

Tabel 6.3

DAFTAR KORBAN JIWA AKIBAT BENCANA DI JAWA BARAT PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

No. Lokasi Bencana

Korban Jiwa

Menderita Hilang

Meninggal Dunia

Luka- Luka

Mengungsi

KK Jiwa KK JW

1 Kabupaten Bandung 3.211 44.168 - 1 2 2.182 10.456

2 Kabupaten Garut 1.180 5.453 - 2 9 314 1.254

3 Kabupaten Tasikmalaya 60 534 - 9 36 - -

4 Kabupaten Ciamis 103 170 - 1 13 5 8

5 Kabupaten Sumedang - - - - 5 - -

6 Kota Bandung 55 250 - 1 10 55 247

7 Kota Tasikmalaya - - - - - - -

8 Kota Cimahi - - - - - - -

9 Kota Banjar 2 8 - - 3 - -

10 Kabupaten Bandung Barat 30 122 - 3 10 5 31

11 Kabupaten Bogor 474 2.762 2 - 28 3 10

12 Kabupaten Sukabumi 87 602 - 2 5 2 313

13 Kabupaten Cianjur 5 26 1 2 - 5 1.561

14 Kota Bogor - 331 - 2 3 - 12

15 Kota Sukabumi 4 4 - - - - -

16 Kota Depok 8 - - - - - -

17 Kabupaten Bekasi - - - - - - -

18 Kabupaten Karawang - 586 - - - 7 -

19 Kabupaten Subang - 59.515 - - - - -

20 Kabupaten Purwakarta 2 - - 1 - - -

21 Kabupaten Cirebon 8.092 10.801 - 1 8 89 187

22 Kota Bekasi - - - - - - -

23 Kabupaten Kuningan 7 23 - 2 3 1 158

24 Kabupaten Majalengka 4 16 - 1 2 - -

25 Kabupaten Indramayu - - - - - - -

26 Kota Cirebon 1 7 - 1 1 - -

27 Kabupaten Pangandaran 1.280 1.636 - - - - -

JUMLAH 13.325 127.014 3 29 138 2.668 14.237

Page 22: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 22

TABEL 6.4 DAFTAR KERUSAKAN AKIBAT BENCANA DI JAWA BARAT

PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

No. Lokasi Bencana

Kerusakan

Taksiran

Kerugian

Rumah / Tempat Tinggal Sarana Lain

Han

cur

Ru

sak

Ber

at

Ru

sak

Sed

ang

Ru

sak

Rin

gan

Ter

anca

m

Ter

end

am

Sek

ola

h

Tem

pat

Ibad

ah

Saw

ah

Fas

ilita

s

Um

um

Lah

an

1 Kabupaten Bandung 4 90 73 355 33 5.505 24 30 1 11 1 2.047.000.000

2 Kabupaten Garut 18 287 132 284 503 773 6 10 4 1 2 26.517.500.000

3 Kabupaten Tasikmalaya

9 64 33 125 69 88 2 3 3 3 - 3.779.966.000

4 Kabupaten Ciamis 35 470 132 310 123 12 3 2 15 5 2 3.000.000

5 Kabupaten

Sumedang - 10 17 43 - - - - - - 1 2.000.000.000

6 Kota Bandung - 39 1.505 31 - - 1 - - - - -

7 Kota Tasikmalaya - 2 1 2 1 88 - - - - - -

8 Kota Cimahi - 4 - - - - - - - - - -

9 Kota Banjar - 1 1 65 4 - - - - - - 20.000.000

10 Kabupaten Bandung

Barat 1 18 19 25 33 1 - 1 - - - 130.000.000

11 Kabupaten Bogor 13 113 148 382 14 2.199 3 7 1 2 - -

12 Kabupaten

Sukabumi 2 13 61 316 196 480 - 1 19 - - 145.000.000

13 Kabupaten Cianjur 1 112 95 56 624 - 1 4 3 - - 100.000.000

14 Kota bogor - 8 1 22 1 46 - - - - - 466.000.000

15 Kota Sukabumi - 8 1 25 6 51 1 - - - - 73.500.000

16 Kota Depok - 6 - 2 - - - - - - - -

17 Kabupaten Bekasi - - - - - 1.050 - - - - - -

18 Kabupaten

Karawang - 7 - 139 - - 1 - - - - 75.000.000

19 Kabupaten Subang - 1 9 27 - 32.638 30 54 9 - - 335.000.000

20 Kabupaten

Purwakarta - 3 - 5 - - - - - - - -

21 Kabupaten Cirebon - 6 - 197 6.172 500 7 27 13 - 7 5.370.500.000

22 Kota Bekasi - - - - - - - - - - - -

23 Kabupaten Kuningan

1 25 11 19 181 49 2 3 7 - - 3.183.799.000

24 Kabupaten

Majalengka - 8 25 20 12 395 - - 1 - - 125.000.000

25 Kabupaten

Indramayu 27 - - - - 18.261 37 3 36 - - -

26 Kota Cirebon - - - 10 - - - - - - - 15.000.000

27 Kabupaten

Pangandaran - 1 2 - - 1.753 - - 6 - - 1.052.136.000

JUMLAH 111 1.296 2.266 2.460 7.972 62.136 118 145 112 22 13 45.438.401.000

Sumber : PUSDALOPS BPBD Jabar (Bulan Desember 2014)

6.6.2. Status Bencana

Provinsi Jawa Barat sangat rawan untuk terjadinya berbagai jenis bencana

dengan berbagai skala pada tingkat lokal, daerah, maupun nasional yang dalam

kondisi tertentu dapat mengganggu kehidupan masyarakat dan menghambat

pembangunan. Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana tentang Status dan Tingkatan Bencana, yang

Page 23: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 23

berwenang menetapkan "status bencana" adalah Pemerintah (Presiden) dan

Pemerintah Daerah (Gubernur/Bupati/ Walikota). Penetapan "status bencana"

dilakukan atas rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi

bencana, dalam hal ini BNPB/BPBD. "Status bencana" meliputi potensi

terjadinya bencana dan tanggap darurat

Penetapan Status Darurat Bencana dapat dilakukan melalui tiga metode,

yaitu:

a. Penetapan status keadaan darurat bencana dilakukan Pemerintah atas

rekomendasi BNPB.

b. Penetapan status keadaan darurat bencana dilakukan Pemerintah Daerah

atas rekomendasi BPBD.

c. Penetapan status keadaan darurat bencana dilakukan oleh Kepala BNPB atas

usul instansi lembaga yang berwenang, yakni :

1. Status keadaan darurat untuk gunung api dilakukan oleh

kementerian/lembaga yang membidangi kegunungapian;

2. Status keadaan darurat untuk banjir dilakukan oleh

kementerian/lembaga yang membidangi persungaian;

3. Status keadaan darurat untuk tsunami dilakukan oleh

kementerian/lembaga yang membidangi meteorologi dan geofisika;

4. Status keadaan darurat untuk tanah longsor dilakukan oleh

kementerian/lembaga yang membidangi kebumian;

5. Status keadaan darurat bencana untuk gerakan tanah/tanah longsor

dilakukan oleh kementerian/lembaga yang membidangi kebumian;

6. Status keadaan darurat bencana untuk bencana gempa bumi dilakukan

oleh Kementrian/lembaga yang membidangi kebumian;

7. Status keadaan darurat bencana angin ribut, angin puting beliung,

angin topan dilakukan oleh kementrian/lembaga yang membidangi

meteorologi dan geofisika;

8. Status keadaan darurat untuk kebakaran hutan dan lahan dilakukan

oleh kementerian/lembaga yang membidangi kehutanan

9. Status keadaan darurat untuk pencemaran dilakukan oleh

kementerian/lembaga yang membidangi lingkungan hidup

10. Status keadaan darurat untuk kekeringan dilakukan oleh kementerian/

lembaga yang membidangi pertanian

11. Status keadaan darurat untuk penyakit/epidemi dilakukan oleh

kementerian/lembaga yang membidangi kesehatan.

Status keadaan darurat bencana dibedakan atas: normal, waspada, siaga

Page 24: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 24

dan awas, yang penentuannya didasarkan atas pemantauan dan informasi yang

dilakukan secara akurat oleh lembaga/instansi yang berwenang, dengan

pengertian sebagai berikut :

a. Status keadaan darurat waspada adalah suatu keadaan darurat yang

menunjukkan peningkatan suatu gejala dari suatu proses atau peristiwa

yang memungkinkan timbulnya bencana dan ditentukan berdasarkan hasil

pemantauan secara akurat.

b. Status keadaan darurat siaga adalah peningkatan dari keadaan darurat

waspada, yang penentuannya didasarkan atas pemantauan yang akurat.

c. Status keadaan darurat awas adalah peningkatan dari keadaan darurat

siaga, yang penentuannya didasarkan atas pemantauan yang akurat. Status

keadaan darurat bencana sebagaimana yang dimaksud diatas berlaku pada

semua jenis bencana, yang selanjutnya diatur oleh kementerian/lembaga

yang berwenang.

Untuk mengantisipasi dan menanggulangi bencana banjir dan tanah

longsor yang terjadi pada tahun 2014 Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuat

Status Pernyataan Siaga Darurat Bencana Banjir dan Tanah Longsor dengan

dikeluarkan melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor

360/Kep/1720/BPBD/2013 tentang Penetapan Status Keadaan Siaga Darurat

Bencana Banjir dan Tanah Longsor Tahun 2013/2014 dan didukung dengan

Penetapan Keadaan Siaga Darurat Bencana Banjir dan Tanah Longsor melaui

Surat Nomor 360/258/BPBD/2013 yang ditandatangani oleh Gubernur Jawa

Barat, menyatakan bahwa wilayah Jawa Barat dalam keadaan Siaga Darurat

Bencana Alam Banjir dan Tanah Longsor terhitung tanggal 17 Desember 2013

sampai dengan 30 April 2014 dengan dilampirkan prakiraan hujan dari BMKG. Hal

tersebut sebagai langkah antisipasi pencegahan dan penanggulangan bencana

yang akan terjadi maupun sedang terjadi dan merupakan instruksi dari Badan

Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

6.6.3. Sumber dan Jumlah Anggaran

Pemerintah Daerah dalam rangka penanggulangan bencana telah

mengalokasikan anggaran dan mempersiapkan SDM serta logistic sebagai

berikut:

a. APBD Tahun Anggaran 2014 untuk kegiatan penanggulangan bencana

sebesar Rp. 11.029.027.400,-.

Page 25: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 25

b. Personil BPBD sebanyak 62 orang, Tim Reaksi Cepat (TRC) sebanyak 50

orang dari unsur PNS, Relawan 2.500 orang dari unsur masyarakat dan

Fasilitator Rekonstruksi dan Rehabilitasi sebanyak 921 orang.

c. Kebutuhan dasar logistik dan peralatan yaitu :

1. Tenda (Tenda Regu sebanyak 20 Unit, Tenda Pleton 20 Unit, Tenda

Gulung/Terpal sebanyak 100 buah);

2. Perahu Karet (Perahu Kapasitas 8 orang sebanyak 4 Unit, Perahu

Kapasitas 6 orang sebanyak 14 Unit);

3. Alat-alat Komunikasi (Handy Talkie sebanyak 20 buah, Rig sebanyak 4

buah, GPS sebanyak 6 buah;

4. Mobil Dapur Umum Lapangan 2 unit;

5. Kendaraan Rescue 6 Unit;

6. Kendaraan Pic up 1 Unit;

7. Mobil Box 1 Unit, Mobil Tangki Air 1 Unit, Mobil Penjernih Air 1 Unit,

Motor Trail 2 Unit;

8. Genset 16 Unit, Veltbet 100 buah, Cahainshaw 3 Unit, Bronjong 300 m,

Tandu 5 buah, Raincoat 50 buah, Kantong Mayat 100 buah;

9. Peralatan Tim Rescue 5 Unit, Personal Equipmen 15 Unit, Sepatu boat

200 buah, Lampu Sorot 14 Unit dan Peralatan bantuan dari Bank

Mandiri dan BRI berupa Perahu 5 unit, dan genset 5 Unit, Tenda Pleton

10 serta 5 set Peralatan Dapur Umum Lapangan

6.6.4. Antisipasi Daerah dalam Menghadapi Kemungkinan Bencana

Dalam upaya mengantisipasi kemungkinan bencana, pemerintah daerah

telah mengambil langkah-langkah konkret sebagai berikut:

a. Relokasi Pemukiman di daerah rawan Bencana Banjir dan longsor di daerah

Kabupaten maupun kota;

b. Menyelenggarakan sosialisasi secara berkesinambungan terhadap

masyarakat dikawasan Rawan bencana Banjir maupun Tanah longsor;

c. Menyelenggarakan Pelatihan Dasar Evakuasi Penanggulangan bencana

terhadap Masyarakat di daerah rawan bencana banjir dan tanah longsor;

d. Penyediaan Logistik dalam kesiapsiagaan menghadapi Bencana Banjir dan

Tanh Longsor;

e. Mensiagakan Petugas Penanggulangan bencana baik Aparatur, Satgas PB,

Pusdalops serta Organisasi Perangkat Daerah dan TNI/Polri;

f. Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana Bajir

dan Tanah Longsor di Jawa Barat;

Page 26: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 26

g. Menyelenggarakan Pelatihan Mitigasi Bencana di tingkat masyarakat, untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam merencanakan dan

melaksanakan kegiatan pengurangan resiko bencana di lingkungan

perumahan dan permukiman;

h. Menyelenggarakan Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan dalam

Kegiatan Mitigasi Bencana;

i. Menyelenggarakan Sosialisasi Kegiatan Pengurangan Resiko Bencana kepada

seluruh Stakeholders kebencanaan Jawa Barat. Serta memetakan Daerah

Rawan Bencana secara komprehensif, guna optimalisasi dan sinkronisasi

program mitigasi bencana di Jawa Barat;

j. Melakukan Simulasi & Sosialisasi Kebencanaan secara berlanjut kepada

masyarakat, sehingga tercapai masyarakat sadar bencana di Jawa Barat,

khususnya di daerah rawan bencana;

k. Melakukan Penguatan Kelembagaan Pusdalops BPBD Provinsi Jawa Barat,

sebagai basis data pengambilan kebijakan dan pengendalian operasional

kebencanaan di Jawa Barat;

l. Melakukan Penanggulangan Bencana Banjir dan Tanah Longsor secara

khusus;

m. Melakukan sinergi program dan kegiatan lintas SKPD, baik dalam lingkup

kab/kota, provinsi maupun dengan Kementerian & Lembaga di tingkat pusat

yang dirumuskan dalam Forum OPD Bidang Kebencanaan serta Rakor

Kebencanaan di Tingkat wilayah Perwakilan.

6.6.5. Potensi Bencana yang Diperkirakan Terjadi

Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi dengan jumlah penduduk terbesar

di Indonesia, yaitu sekitar 18% dari total penduduk Indonesia dengan 27

Kabupaten/Kota, memiliki karakteristik perpaduan antara daerah pegunungan

yang berada di wilayah selatan dan dataran rendah di wilayah pantai utara,

memiliki curah hujan yang tinggi yaitu rata-rata 219 mm/Th dengan curah hujan

yang tinggi dan berada pada jalur gempa tektonik yang topografinya bergunung-

gunung dan aliran sungai yang pada umumnya bermuara diwilayah pantai utara,

maka dibeberapa daerah merupakan daerah rawan banjir, tanah longsor, gempa

bumi dan lain-lain, dengan ilustrasi sebagai berikut:

A. Gempa Bumi dan Tsunami

Tatanan geologi dan tektonik di Jawa Barat membentuk jalur gempa dengan

ribuan titik pusat gempa yang berpotansi untuk menjadi ancaman. Gerakan

seismik yang kemudian menimbulkan gempa bumi tektonik disebabkan oleh

pergeseran di dalam perut bumi. Puast Gempa Bumi dengan kedalaman

Page 27: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 27

185-300 Km terbentang di pulau Jawa. Bencana gempa bumi yang terjadi

di laut dapat mengakibatkan gelombang pasang (tsunami) yang

menghantam pemukiman pesisir pantai. Saat ini tercatat ada 5 Kab/Kota

yang rawan Gempa Bumi dan tsunami (Kota. Banjar, Kabupaten

Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten

Sukabumi).

B. Longsor

Longsor sering terjadi di daerah yang memiliki derajat kemiringan tinggi,

yang diperburuk oleh penataan penggunaan lahan yang tidak sesuai.

Longsor pada umumnya terjadi pada musim basah dimana terjadi

peningkatan curah hujan. Daerah Rawan Longsor tercatat ada 12 Kab/Kota

di Jawa Barat (Kabupaten Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten

Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis,

Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Kuningan,

Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kabupaten Cianjur).

TABEL 6.5 INDEKS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR PROVINSI JAWA BARAT

No Peringkat

Nasional Kabupaten/Kota Skor Kelas Resiko

1. 1 Kabupaten Garut 36 Tinggi

2. 53 Kabupaten Bogor 24 Tinggi

3. 54 Kabupaten Bandung 24 Tinggi

4. 56 Kabupaten Sukabumi 24 Tinggi

5. 58 Kabupaten Cianjur 24 Tinggi

6. 60 Kabupaten Tasikmalaya 24 Tinggi

7. 63 Kabupaten Ciamis 24 Tinggi

8. 64 Kabupaten Bandung Barat 24 Tinggi

9. 67 Kabupaten Subang 24 Tinggi

10. 72 Kabupaten Majalengka 24 Tinggi

11. 75 Kabupaten Sumedang 24 Tinggi

12. 77 Kabupaten Kuningan 24 Tinggi

13. 90 Kabupaten Purwakarta 24 Tinggi

14. 152 Kota Sukabumi 24 Tinggi

15. 274 Kota Bandung 22 Tinggi

16. 301 Kabupaten Bekasi 12 Tinggi

17. 302 Kabupaten Cirebon 12 Tinggi

18. 303 Kabupaten Karawang 12 Tinggi

19. 306 Kabupaten Indramayu 12 Tinggi

20. 409 Kota Banjar 12 Sedang

21. 451 Kota Bogor 12 Sedang

22. 460 Kota Bekasi 11 Sedang

23. 464 Kota Depok 11 Sedang

24. 474 Kota Cirebon 11 sedang

Sumber Indeks Resiko Bencana Indonsia BNPB 2013

Page 28: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 28

C. Banjir

Tatanan geologi ini pula yang menjadikan permukaan alam Jawa Barat

bergunung-gunung dan lembah dengan berbagai ngarai dan sungai

sehingga berpotensi untuk mengalami banjir, longsor dan erosi. Banjir pada

umumnya terjadi di wilayah Jawa Barat bagian utara dan selatan. Daerah

rawan banjir ini makin diperburuk dengan adanya penggundulan hutan

atau perubahan tataguna lahan yang kurang mempertimbangkan daerah

resapan air. Perubahan tata guna lahan dan tataruang yang kemudian

berakibat menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir di Jawa Barat tercatat

ada 9 Kab/Kota (Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten

Subang, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Sukabumi,

Kabupaten Karawang, Kota Bekasi dan Kota Depok).

TABEL 6.6

INDEKS RISIKO BENCANA BANJIR PROVINSI JAWA BARAT

No Peringkat Nasional

Kab/Kota Skor Kelas Resiko

1. 1 Kabupaten Karawang 36 Tinggi

2. 3 Kabupaten Indramayu 36 Tinggi

3. 4 Kabupaten Bekasi 36 Tinggi

4. 5 Kabupaten Cirebon 36 Tinggi

5. 25 Kabupaten Subang 36 Tinggi

6. 52 Kabupaten Ciamis 36 Tinggi

7. 54 Kabupaten Bandung Barat 36 Tinggi

8. 99 Kabupaten Sumedang 36 Tinggi

9. 167 Kabupaten Cianjur 36 Tinggi

10. 168 Kabupaten Sukabumi 36 Tinggi

11. 220 Kabupaten Bandung 34 Tinggi

12. 226 Kota Bekasi 34 Tinggi

13. 227 Kota Bandung 34 Tinggi

14. 245 Kota Cirebon 34 Tinggi

15. 252 Kabupaten Tasikmlaya 34 Tinggi

16. 263 Kabupaten Majalengka 24 Tinggi

17. 284 Kabupaten Garut 24 Tinggi

18. 290 Kota Cimahi 22 Tinggi

19. 294 Kabupaten Bogor 22 Tinggi

20. 347 Kabupaten Purwakarta 12 Sedang

Sumber Indeks Resiko Bencana Indonseia BNPB 2013

D. Gunung Berapi

Rangkaian gunung api membentang di Jawa Barat. Tidaklah mengherankan

kalau bencana akibat letusan gunung berapi merupakan salah satu bencana

yang sejak dulu menjadi ancaman yang sewaktu-waktu dapat berubah

menjadi ancaman bagi masyarakat Jawa Barat. Saat ini tercatat ada 6

gunung berapi yang aktif dan merupakan ancaman bencana, yaitu Gunung

Page 29: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 29

Tangkuban Perahu, Gunung Papandayan, Gunung Cermai, Gunung Gede

Pangrango, Gunung Guntur dan Gunung Salak.

E. Angin Topan dan Badai

Karakter klimatologi dan meteorologi Jawa Barat menimbulkan pertukaran

musim yang diwarnai depresi tropis sampai dengan badai dan angin topan.

Daerah Jawa bagaian utara merupakan kawasan yang lazim “didatangi”

angin topan dan badai. Saat ini tercatat ada 6 Kab/Kota yang rawan Angin

Topan dan Badai (Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kabupaten

Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi dan Kota Bogor).

F. Kekeringan

Bencana Alam yang lain adalah kekeringan yang menyebabkan gagal panen

dan menimbulkan kerawanan pangan. Bencana kekeringan biasanya terjadi

pada musim kemarau panjang yang mengakibatkan kegagalan panen hasil

pertanian. Saat ini tercatat ada 3 Kab/Kota yang rawan kekeringan

(Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang).

G. Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi sejak dulu, baik disebabkan oleh

faktor alam maupun disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pembukaan

lahan. Kesejahteraan dan pendidikan penduduk di sekitar dan di dalam

hutan yang masih rendah dapat merupakan penyebab kebakaran hutan dan

lahan, atau para pengusaha/pemegang hak penguasaan hutan yang tidak

bertanggungjawab.

H. Epidemi, Wabah dan Kejadian Luar Biasa

Apidemi, wabah dan kejadian luar biasa (KLB) merupakan ancaman yang

diakibatkan oleh penyebaran penyakit menular yang berjangkit di suatu

daerah tertntu. Pada skala besar, epidemi/wabah/KLB dapat mengakibatkan

korban jiwa dan meningkatnya jumlah penderita penyakit.

I. Kecelakaan Transportasi

Beberapa kejadian dapat terjadi pada berbagai mode transpotasi darat, laut

maupun udara. Kecelakaan yang terjadi terutama pada sarana transportasi

umum (kapal laut, pesawat terbang dan angkutan darat termasuk kereta

api) dapat mengakibatkan korban jiwa yang cukup besar. Sektor utama

dalam penanganan bencana akibat kecelakaan transportasi adalah sektor

perhubungan.

J. Pencemaran Lingkungan

Di Jawa Barat pertumbuhan industri tumbuh dengan pesat. Akibat dari

munculnya industri-industri baru, timbul masalah pencemaran yang

Page 30: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 30

dihasilkan dari limbah industri yang dapat mencemari lingkungan, baik

melalui udara, tanah maupun air.

K. Kerusuhan Sosial

Pada paruh kedua Tahun 90-an, telah terjadi konflik vertikal dan horizontal

yang ditandai dengan timbulnya kerusuhan sosial. Konflik antar komunitas

maupun unit sosial di atasnya terjadi apabila secara langsung maupun tidak

langsung ada upaya saling mengambil aset-aset atau mengganggu proses

mengakses aset-aset penghidupan tersebut di atas. Pengambilan aset

maupun gangguan atas akses penghidupan dapat dipicu oleh permsalahan

lingkungan. Aktifitas komunitas maupun unit sosial di atasnya yang

memunculkan permasalahan lingkungan akan menjadi ancaman bagi pihak

lain apabila aset-aset penghidupannya dan akses penghidupannya

terganggu. Saat ini tercatat ada 3 Kab/Kota yang rawan kerusuhan sosial

(Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Bogor).

6.7. Pengelolaan Kawasan Khusus

Ketentuan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, definisi kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau

kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi

pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional. Berdasarkan Pasal 9

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut, Pemerintah dalam menyelenggarakan

fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan berskala nasional dalam

kerangka implementasi desentralisasi fungsional dapat menetapkan kawasan khusus di

daerah otonom.

Penetapan kawasan khusus dapat diusulkan oleh Menteri dan/atau Pimpinan

Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), gubernur, dan bupati/walikota.

Selanjutnya kawasan khusus ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Namun,

pemerintah belum menetapkan kawasan khusus tertentu di Jawa Barat.

6.8. Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum

6.8.1. Gangguan yang Terjadi

Kondisi ketentraman dan ketertiban umum masyarakat Jawa Barat selama

Tahun 2014 pada umumnya aman dan terkendali. Program pembangunan dan

kehidupan sosial kemasyarakatan dapat terlaksana dengan baik, aman dan

lancar. Walaupun timbul permasalahan di tengah masyarakat, hanya bersifat

local dan tidak sampai meluas dan berkepanjangan.

Page 31: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 31

Pada umumnya masyarakat dapat menyikapi permasalahan yang ada

dengan arif dan bijaksana, termasuk dalam menyikapi adanya keberagaman

suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) yang relatif cukup beragam di

beberapa Kabupaten dan Kota di Jawa Barat.

Namun demikian beberapa potensi permasalahan harus diantisipasi dan

atau diwaspadai, dan perlu diupayakan penyelesaiannya hingga tidak

mengganggu ketentraman dan ketertiban umum masyarakat Jawa Barat,

diantara terkait dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Penolakan keberadaan dan kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia

(JAI)

Permasalahan terkait dengan keberadaan dan kegiatan Jemaah

Ahmadiyah Indonesia (JAI) dimulai setidaknya Tahun 2006 hingga sekarang.

Muara permasalahannya berawal dari adanya penolakan keberadaan dan

kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang cukup banyak berada di

Kabupaten Kuningan (Desa Manislor), Kabupaten Bogor (Kecamatan Parung

dan Ciampea), Kota Bandung (Jalan Sapari dan Jalan Pahlawan), Kabupaten

Tasikmalaya (Desa Tenjowaringin Kec. Salawu), Kabupaten Garut, Kabupaten

Cianjur (Kecamatan Campaka), dan Kota Depok.

Selama kurun waktu tersebut hampir selalu terjadi permasalahan antara

warga yang menolak keberadaan dan kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia

(JAI), yang pada beberapa kejadian sempat diwarnai dengan tindakan

anarki/kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), rumah tinggal

dan tempat ibadat mereka. Di beberapa daerah, seperti di Kota Depok dan

Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Kuningan terjadi aksi penyegelan/penutupan

tempat ibadat (masjid) Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).

Adanya Surat Keputusan Bersama Keputusan Bersama Menteri Agama,

Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2008, Nomor Kep-033/A/Ja/6/2008, Nomor 199 Tahun 2008 tentang

Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota

Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, dan

beberapa Peraturan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) ternyata tidak

cukup dapat menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat terkait

dengan adanya keberadaan dan kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).

Nampaknya diperlukan kejelasan/produk hukum dan/atau keputusan

badan peradilan yang menegaskan status hukum tentang sah tidaknya, boleh

tidaknya keberadaan dan kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di

wilayah hukum Indonesia.

Page 32: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 32

b. Permasalahan/penolakan pendirian Rumah Ibadat

Adanya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat

Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat ternyata tidak serta merta

menjadikan mekanisme pendirian/pembangunan rumah ibadat menjadi

mudah/jelas untuk diimplementasikan karena munculnya nuansa penolakan

dari kelompok yang tidak setuju dengan pendirian tempat ibadah tersebut

dengan mempermasalahkan adanya kekurangan/kesalahan dalam

pengurusan izin mendirikan bangunan/tempat ibadah tersebut.

Permasalahan yang timbul juga bisa berawal dari penolakan warga

atau kelompok masyarakat/ormas terhadap penggunaaan tempat tinggal,

rumah toko (ruko), dan/atau tempat pertemuan umum sebagai tempat

ibadah.

Adapun beberapa permasalahan mengenai Pendirian Rumah Ibadah:

1. Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin yang berlokasi di Perum Yasmin

Kelurahan Curug Mekar Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor yang

sampai saat ini berstatus quo dimana tawaran dari Pemerintah Daerah

Kota Bogor untuk relokasi GKI Yasmin tidak diterima dan sampai saat

ini mereka melaksanakan peribadatan di Gd. Harmoni dan sebelumnya

sering beribadat di depan Jalan GKI Yasmin yang juga mendapat

penolakan dari warga sekitar. Selain itu beberapa pengurus dan jemaat

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)/GKI Yasmin pernah berunjuk rasa

di depan Istana Presiden di Jakarta.

2. Rencana pendirian/pembangunan Gereja HKBP Filadelfia di Kecamatan

Tambun Bekasi mendapat penentangan oleh warga dan ormas

keagamaan karena tidak/belum memiliki izin/IMB. Pada beberapa

waktu yang lalu, sejak Tahun 2013, pendeta dan jemaat HKBP Filadelfia

pernah bersikeras mengadakan kebaktian di (calon) lokasi/di pinggir

jalan sehingga sempat mengundang keributan dengan kelompok warga

yang menentang adanya acara kebaktian tersebut.

3. Rumah Toko (Ruko) di Pasar Baru (belakang Toserba Ramayana)

Kabupaten Cianjur, dijadikan tempat peribadatan dan mendapat

penolakan dari warga sekitar karena dianggap tidak memiliki izin untuk

digunakan sebagai tempat ibadah.

Page 33: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 33

4. Gereja Hok Im Tong di Jalan KH. Abdullah Bin Nuh Kabupaten Cianjur,

sejak Tahun 2013 keberadaannya dipermasalahkan oleh warga sekitar

dan kelompok GARIS karena dianggap belum memiliki izin tetapi jemaat

masih tetap melakukan peribadatan dengan tetap memproses perizinan

sebagaimana aturan yang berlaku.

5. Gereja Pentakosta Di Indonesia (GPDI) Kampung Hegarmanah No.193

RT.03/01 Desa Cibiuk Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, sejak

Tahun 2012 keberadaannya dipermasalahkan dan awal Tahun 2014

kegiatan peribadatan sempat dihentikan walaupun sekarang kegiatan

ibadah terkadang masih dilakukan di tempat tersebut sambil menunggu

proses perizinan.

6. Gereja Paroki Santo Yohanes Baptista Kampung Tulang Kuning Desa

Waru RT. 01/06 Kecamatan Parung Kabupaten Bogor, pada Tahun

2013 dan Tahun 2014 keberadaannya dipermasalahkan oleh warga dan

Ormas Islam FPI Kecamatan Parung karena dianggap belum

mempunyai izin dan sampai saat ini masih berstatus quo dan

permasalahan telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah dengan tetap

mempersilahkan jemaat melakukan kegiatan peribadatan dengan

pengamanan pihak keamanan.

7. Gereja Pantekosta Indonesia (GPI) Sidang Kota Wisata Kampung

Bakom RT. 01/04 Desa Limusnunggal Kecamatan Cileungsi Kabupaten

Bogor yang pada Bulan Juli 2014 keberadaannya dibekukan sementara

oleh Pemerintah Kabupaten Bogor karena tidak/belum memiliki

izin/IMB, selain itu juga ada penolakan oleh warga dan ormas Islam

tertentu. Meski demikian kegiatan peribadatan masih dapat

dilaksanakan dengan pengamanan pihak keamanan.

8. Rumah Pendeta Bernard Maukar di Dusun Munggang Desa Mekargalih

Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang yang sering digunakan

sebagai tempat peribadatan sejak Tahun 2011 mendapat penentangan

oleh warga karena tidak/belum memiliki izin/IMB. Untuk

menghindarkan benturan/perselisihan dengan warga, beberapa kali

kegiatan peribadatan dipindahkan ke Kampus IPDN Jatinangor

Kabupaten Sumedang.

9. Rumah warga di Perum Pharmindo Jalan Kalasan VI Blok O No. 97

Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi yang sering

digunakan sebagai tempat peribadatan sejak Tahun 2013 mendapat

penentangan oleh warga karena tidak/belum memiliki izin/IMB. Saat ini

Page 34: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 34

kegiatan peribadatan telah dihentikan/berhenti. Masalahnya dalam

penanganan oleh Pemerintah Kota Cimahi.

10. Gereja di Komplek Taman Kopo Indah III Blok C Desa Mekar Rahayu

Kecamatan Marga Asih Kabupaten Bandung. Sejak Tahun 2013

keberadaan Gereja di Komplek Taman Kopo Indah III ini telah menjadi

sorotan karena kegiatan di tempat tersebut tidak mendapat ijin resmi.

Sambil menunggu proses perijinan, jemaat tetap diperbolehkan

melaksanakan ibadah.

11. GKP (Gereja Kristen Pasundan) di Desa Sukamanah, Kecamatan

Pengalengan Kabupaten Bandung. Keberadaannya mendapat penolakan

dari warga karena belum keluarnya ijin. Masih status quo/dihentikan

sementara sampai ada keputusan dari Pemerintah Daerah.

12. GSJA Getsemani di Kampung Pasir Ipis, Desa Kertawangi, Kecamatan

Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Meskipun belum mendapat ijin dan

mendapatkan penolakan, kegiatan peribadatan di GSJA Getsemani

tersebut masih tetap dilakukan. Hal ini dengan pertimbangan

keterbatasan tempat ibadah Umat Nasrani, sehingga sambil menunggu

proses perijinan maka kegiatan peribadatan dalam pengawasan

Muspika setempat.

13. Gedung Boromeus di Kampung Babakan Sumedang, RT. 03/05 Desa

Cinunuk Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Paska mendapat

penolakan dari Ormas Islam dan Warga Masyarakat sejak Bulan

Agustus 2014, kegiatan peribadatan di Gedung Boromeus tersebut

dihentikan, tidak ada aktivitas peribadatan.

14. Gedung Pasundan di Kampung Cibolerang RT.04/09, Desa Cinunuk

Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Mendapat penolakan dari

warga dan Ormas Islam FPI, Kecamatan Cileunyi. Untuk sementara,

sejak Bulan Juli 2014, kegiatan peribadatan dihentikan. Masih

direkomendasikan oleh Muspika Cileunyi sebagai tempat peribadatan

dan masih dalam proses perijinan.

15. Rumah Sdr. Simbolon di Kampung Cijambe RT.01/08 Desa Cinunuk,

Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Mendapat penolakan dari

warga dan Ormas Islam FPI Kecamatan Cileunyi, maka sejak Bulan

Agustus 2014, kegiatan peribadatan dihentikan. Muspika menghentikan

kegiatan peribadatan dan mengawasi keberadaan kegiatan peribadatan

di tempat tersebut.

Page 35: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 35

16. Gereja Rehoboth di Jalan Soekarno – Hatta No. 405 Kota Bandung.

Mendapat penolakan dari FPI Kota Bandung, karena belum memiliki ijin.

Kegiatan peribadatan masih berlangsung dengan pengamanan dari

pihak keamanan dan pihak Gereja masih menempuh/mengurus

perijinan.

17. Gedung Serbaguna di Jalan Kawaluyaan No. 10 Buah Batu Bandung,

yang sering digunakan untuk kegiatan ibadah jamaat HKBP. Mendapat

penolakan dari FPI Kota Bandung dan FUUI Jabar, karena belum berijin

dan bukan diperuntukan untuk kegiatan ibadah. Kegiatan peribadatan

dihentikan.

18. Gereja Advent Jalan Lingkar Dadaha Kelurahan Kahuripan Kecamatan

Tawang, Kota Tasikmalaya. Dari sejak awal pembangunannya Tahun

2013 keberadaan Gereja Advent tersebut telah mendapat penolakan,

bahkan pada Tanggal 21 Maret 2013, sekitar pukul 22.40 WIB, di lokasi

pembangunan Gereja Advent tersebut telah terjadi pengrusakan yang

dilakukan oleh orang yang tidak dikenal.

Untuk mengatasi permasalahan pendirian rumah ibadat perlu terus

ditingkatkan sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam

Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan

Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, dan intensitas pertemuan

antar pemuka/kelompok agama sehingga dapat terbangun saling pengertian

dan sikap hormat dan menghormati diantara komunitas umat beragama.

c. Penolakan paham/gerakan Islamic State of Iraq and Syria

(ISIS)/Negara Islam Irak dan Syria (NIIS)

ISIS masuk ke Indonesia sejak Bulan April 2013 dan tumbuh pada

kader-kader kelompok radikal khususnya pada kelompok Jamaah Ansharut

Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir, terutama di Wilayah Jawa

Tengah (Solo, Klaten dan Karang Anyer) serta Sulawesi (Poso) dan Maluku.

Di Jawa Barat kelompok yang menyatakan dukungannya terhadap

gagasan ISIS antara lain pernah dikemukakan oleh Fauzan Al Anshori,

pimpinan Pontren Tahfiz Ansharullah di Dusun Sembungjaya Desa

Mekarmukti Kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis yang diketahui pernah

bergabung dengan Jamaah Islamiyah (JI) yang juga pernah dipimpin Abu

Bakar Ba’asyir.

Page 36: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 36

Selain itu, Chep Hermawan, Ketua Umum Gerakan reformis Islam

(GARIS) sempat mengatakan bahwa dirinya adalah “pimpinan regional ISIS

Indonesia“, namun paska penangkapan/pengamanan dirinya di Cilacap

(Jateng) sepulang membezuk Abu Bakar Ba’asyir Tanggal 12 Agustus 2014,

Chep Hermawan menyatakan keluar dari ISIS, dan setia kepada NKRI.

Tidak lama setelah isu ISIS mencuat di media massa nasional, di

hampir 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat justru muncul banyak deklarasi

penolakan ISIS dari komunitas masyarakat, yang pada saat deklarasi

disaksikan/dihadiri oleh seluruh unsur Pimpinan Daerah. Deklarasi tidak

hanya di tingkat Kabupaten/Kota, namun hingga di tingkat Desa/Kelurahan,

bahkan ada yang tingkat Rukun Warga (RW), seperti yang tertera di

beberapa spanduk di beberapa RW Kota Bandung.

Fenomena munculnya paham/gerakan ISIS membuktikan bahwa

paham/gerakan dari luar dapat “diimport”/masuk/merasuki pemikiran

orang/kelompok dari belahan bumi/wilayah yang lain. Oleh karena itu perlu

terus dilakukan penguatan ideologi dan jati diri bangsa hingga tidak mudah

terpengaruh paham/ideologi asing yang bertentangan dengan ideologi

Pancasila.

d. Keberadaan dan kegiatan Imigran Gelap

Permasalahan imigran gelap (illegal migrant) mulai muncul paska

penangkapan orang asing yang mencoba berlayar ke Pulau Christmas dari

pantai Ranca Buaya Kabupaten Garut. Pada Tahun 2013 dan Tahun 2014

sering terjadi penangkapan orang asing yang mencoba berlayar ke Pulau

Christmas dari pantai di Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan

Ciamis/Pangandaran. Pada beberapa kejadian pelayaran orang asing ini

sempat menimbulkan korban jiwa/meninggal.

Disinyalir pada awalnya mereka masuk resmi melalui bandara-

bandara, namun disinyalir juga masuk melalui tempat lain diluar bandara

atau tempat pemeriksaan imigrasi (TPI).

Setelah mendapat status pengungsi (refugee) atau pencari suaka

(asylum seeker), mereka banyak berdiam di community house di Kecamatan

Cisarua Kabupaten Bogor, yang pada kurun Tahun 2014 berjumlah sekitar

650 orang.

Meski biaya hidupnya dibantu oleh International Organization for

Migration (IOM) dan atau United Nation High Commisioner of Refugee

(badan pada PBB yang mengurusi pengungsi) namun keberadaan dan

kegiatan orang asing/ pengungsi/ pencari suaka/ imigran gelap sempat

Page 37: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 37

menimbulkan permasalahan dengan masyarakat karena perbedaan kultur

dan gaya hidup.

Di akhir Tahun 2014, permasalahan orang asing sempat menjadi

berita nasional dan daerah paska penangkapan 19 wanita asing asal Maroko

di Cisarua Kabupaten Bogor karena diduga telah melakukan praktek

prostitusi dengan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).

Ketidakadaan/belum adanya Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) telah

menimbulkan permasalahan tersendiri karena dengan bebasnya orang

asing/pengungsi/pencari suaka/imigran gelap bertempat tinggal di

community house yang merupakan rumah-rumah warga yang

dikontrakkan/disewakan telah menyulitkan pengawasan oleh pihak imigrasi

dan aparatur pemerintah lainnya.

e. Potensi Sengketa Lahan

Pada umumnya permasalahan/konflik/sengketa lahan berawal dari :

1. Penyerobotan lahan milik PT Perhutani dan/atau lahan milik pemegang

Hak Guna Usaha (HGU) oleh warga sekitar/kaum pendatang.

2. Pemanfaatan lahan-lahan terlantar milik PT Perhutani, lahan milik

pemegang Hak Guna Usaha (HGU) dan atau lahan milik Pemerintah

Daerah yang untuk waktu yang lama dibiarkan terlantar sehingga pada

akhirnya dimanfaatkan/dikelola oleh warga sekitar/kaum pendatang.

3. Klaim kepemilikan lahan antara masyarakat karena merasa telah

lama/turun temurun mengelola lahan dengan pengusaha yang memiliki

hak kepemilikan lahan tersebut.

4. Proses ganti rugi alih kepemilikan lahan yang belum tuntas/belum

dirasa tuntas oleh kelompok masyarakat.

Beberapa permasalahan sengketa lahan yang mengarah untuk

terjadinya konflik, diantaranya terjadi di:

1. Lahan di Perkebunan Teh Dayeuh Manggung di Blok Kimerak dan Blok

Ciajag, Afdeling Kebun PTPN VIII Dayeuh Manggung, Kecamatan

Cilawu, Kabupaten Garut, antara warga Desa Dangiang, Desa

Mekarmukti, dan Desa Sukamukti dengan PTPN VIII.

2. Lahan Pangonan di Desa Bogor, Kecamatan Sukra, Kabupaten

Indramayu antara masyarakat dengan Pemerintah Kabupaten

Indramayu.

3. Lahan perkebunan PT. Pernas di Blok Cikancung, Kecamatan

Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya antara masyarakat dengan PT.

Pernas.

Page 38: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 38

4. Lahan milik PT. Condong (perusahaan karet milik Tommy Soeharto), di

wilayah selatan Garut antara masyarakat dengan perusahaan.

5. Lahan seluas 500 Ha di desa Tanjungpakis Kecamatan Pakisjaya

(Pantura) Kabupaten Karawang antara PT. Gunung Payung Agung

dengan Pejuang Siliwangi Indonesia.

6. Lahan seluas 350 Ha di Desa Wanakerta, Margamulya dan Wanasari

Kecamatan Telukjambe Barat Kabupaten Karawang antar masyarakat

dengan PT. Samp.

7. Konflik tanah sengketa eks-erpach seluas 10 hektar di Blok Baligo yang

menjadi rebutan antara Pemerintah Daerah dengan Kelompok Tani

Baliho.

8. Lahan “pangonan” di Palimanan Barat, Kecamatan Gempol, Kabupaten

Cirebon seluas 32 Ha yang akan digunakan pabrik semen.

Selain itu yang sempat menjadi permasalahan adalah pembangunan

rumah dan villa, bahkan pembangunan instalasi militer milik Kodam Jaya

(Jakarta) di lahan milik Taman Nasional Halimun – Salak Kabupaten Bogor

dan penyerobotan lahan HGU milik PT. Maloya di Kabupaten Ciamis.

Penyelesaian permasalahan/sengketa lahan memerlukan peningkatan

komunikasi, koordinasi, sinergitas dan kerjasama antar institusi baik di

tingkat Pusat maupun Daerah sehingga dapat dihasil langkah solutif,

implementatif serta mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan berkeadilan

sehingga dapat diterima semua pihak.

6.8.2. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang Menangani Ketenteraman dan

Ketertiban Umum

Satuan Polisi Pamong Praja merupakan Perangkat Daerah yang

menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum berdasarkan pada

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa

Barat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun

2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22

Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja

Provinsi Jawa Barat.

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2011 tentang

Penyelenggaraan Polisi Pamong Praja menegaskan peranan Satuan Polisi

Page 39: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 39

Pamong Praja dalam penanganan ketentraman dan ketertiban umum, dimana

Satuan Polisi Pamong Praja memiliki fungsi :

a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah dan

peraturan pelaksanaannya, penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat;

b. Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan peraturan

pelaksanaannya;

c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat di Daerah;

d. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

e. Pelaksanaan koordinasi penegakan Peraturan Daerah dan peraturan

pelaksanaannya, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik

Pegawai Negeri Sipil, dan/atau aparatur lainnya;

f. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar

mematuhi dan menaati Peraturan Daerah dan peraturan pelaksanaannya;

g. Pengamanan dan pengawalan pejabat negara serta membantu

pengamanan dan pengawalan tamu negara dan Very Very Important

Person (VVIP);

h. Pengamanan dan penertiban aset daerah;

i. Membantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan Pemilihan

Umum dan Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur;

j. Membantu pengamanan dan penertiban penyelenggaraan keramaian di

Daerah dan/atau kegiatan yang berskala massal; dan

k. Pelaksanaan tugas pemerintahan umum lainnya, sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

6.8.3. Jumlah Pegawai, Kualifikasi Pendidikan, Pangkat dan Golongan

Dalam rangka pencapaian ketentraman dan ketertiban umum, perlu

adanya dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana bidang ketertiban

umum dan ketenteraman masyarakat. Saat ini potensi SDM Satuan Polisi Pamong

Praja yang meliputi jumlah pegawai, kualifikasi pendidikan, pangkat dan

golongan, adalah sebagai berikut :

a. Kualifikasi pendidikan SD sebanyak 7 orang;

b. Kualifikasi pendidikan SMP sebanyak 11 orang;

c. Kualifikasi pendidikan SMA sebanyak 77 orang;

d. Kualifikasi pendidikan S1 sebanyak 35 orang; dan

Page 40: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 40

e. Kualifikasi pendidikan S2 sebanyak 9 orang.

Adapun komposisi pangkat/golongan/ruang SDM pelaksana bidang ketertiban

umum dan ketenteraman masyarakat adalah sebagai berikut :

a. Golongan I sebanyak 4 orang;

b. Golongan II sebanyak 68 orang;

c. Golongan III sebanyak 53 orang; dan

d. Golongan IV sebanyak 11 orang.

6.8.4. Sumber dan Jumlah Anggaran

Anggaran untuk mendukung terselenggaranya Kegiatan Pemeliharaan

Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat bersumber dari APBD, sebesar

Rp. 14.234.210.000,- yang terdiri dari:

a. Kegiatan Pemeliharaan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat

sebesar Rp. 500.000.000,-;

b. Kegiatan Fasilitasi Ketertiban Umum dan Penegakan Peraturan Daerah

secara terpadu di Perbatasan Provinsi/kabupaten/kota sebesar Rp.

500.000.000,-;

c. Kegiatan Pengamanan dan Penertiban Aset Vital Milik Pemerintah Daerah

sebesar Rp. 300.000.000,-;

d. Kegiatan Koordinasi Peningkatan Ketertiban Umum dan Ketentraman

Masyarakat dengan Unsur Polri, TNI dan Kabupaten/kota sebesar

Rp. 200.000.000,-;

e. Kegiatan Fasilitasi Pengamanan Wilayah Pemilu Legislatif dan Presiden

Tahun 2014 di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 1.500.000.000,-;

f. Kegiatan Operasi Bersama Provinsi dengan Kabupaten/Kota dan Instansi

Vertikal untuk Pengendalian KBU sebesar Rp. 1.034.210.000,-;

g. Kegiatan Pengamanan Lahan di Ujung Run Away BIJB sebesar Rp.

200.000.000,-;

h. Kegiatan Pengamanan Pembersihan dan Pengosongan Area Genangan

Waduk Jatigede sebesar Rp. 10.000.000.000,- namun kegiatan ini tidak

dilaksanakan karena Peraturan Presiden sebagai payung hukumnya sampai

dengan akhir bulan Desember 2014 belum terbit.

6.8.5. Penanggulangan dan Kendala

Penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di Jawa Barat

mempunyai permasalahan/kendala sebagai berikut:

a. Posisi strategis Daerah Provinsi Jawa Barat yang memiliki akses yang dekat

ke ibukota negara dan daerah lainnya, dimanfaatkan oleh kelompok yang

Page 41: BAB VI LKPJ ATA 2014.pdf

LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 VI - 41

memiliki ideologi radikal kanan dan radikal kiri sebagai daerah basis maupun

penyebaran keyakinan/ideologi radikal kanan dan radikal Kiri serta aliran

sesat.

b. Belum maksimalnya koordinasi berbagai stakeholder dalam penyelenggaraan

pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat di Jawa Barat

c. Penduduk Jawa Barat berjumlah sangat banyak, tetapi sebagian besar

memiliki rata-rata tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan yang

rendah, mengakibatkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap

hukum dan pemahaman terhadap nilai/norma agama, sehingga mudah

dipengaruhi dan diprovokasi oleh oknum/pihak yang tidak

bertanggungjawab.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menanggulangi

permasalahan/kendala penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum,

adalah sebagai berikut :

a. Peningkatan peran tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, organisasi

masyarakat dan stakeholder terkait dalam pemeliharaan ketertiban umum

dan ketenteraman masyarakat.

b. Peningkatan fungsi intelijen pada OPD yang berwenang dalam

penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, guna mengantisipasi

kejadian yang akan berpotensi mengganggu ketenteraman dan ketertiban

umum.

c. Peningkatan koordinasi lintas instansi dan antar tingkatan pemerintahan.

6.8.6. Keikutsertaan Aparat Keamanan dalam Penanggulangan

Dukungan instansi terkait, dalam hal ini Kepolisian Daerah Jawa Barat dan

Komando Daerah Militer (Kodam) III/Siliwangi termasuk komponen yang ada di

dalamnya (Babinkamtibmas dan Babinsa), sangat diperlukan dalam rangka

penanggulangan gangguan ketentraman dan ketertiban umum di Jawa Barat

agar penanggulangan dapat dilakukan secara efektif dari hulu sampai hilir.

Sebagai implementasi keikutsertaan aparat keamanan dalam penanggulangan

ketenteraman dan ketertiban umum, telah ditetapkan Peraturan Bersama

Gubernur Jawa Barat dan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Nomor 32 Tahun

2011 tentang Perubahan atas Keputusan Bersama Gubernur Jawa Barat dan

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembinaan

Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum serta Pemeliharaan

Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan

koordinasi terpadu dan memperlancar penanganan pelanggaran ketenteraman

dan ketertiban umum, serta kerjasama dalam penegakan Peraturan Daerah.