bahan pemicu empaat

19
Embriologi pembentukan jantung Seluruh sistem kardiovaskular-jantung, pembuluh darah, dan sel darah-berasal dari lapisan germinativum mesoderm. Meskipun pada awalnya berpasangan, pada hari ke-22 perkembangan kedua tabung jantung. Membentuk satu tabung jantung yang sedikit bengkok yang terdiri dari tabung endokardium di sebelah dalam dikelilingi oleh selubung miokardium. Selama minggu ke-4 sampai ke-7 jantung terbagi menjadi struktur beruang empat yang khas. Pembentukan septum di jantung sebagai terjadi melalui pembentukan jaringan bantalan endokardium di kanalis atrioventrikularis (bantalan atrioventrikel) dan di regio konotrunkal (penebalan konotrunkal). Karena lokasi jaringan bantalan sangat strategis, banyak malformasi jantung berkaitan dengan kelainan morfogenesis bantalan tersebut. Pembentukan Septum di Atrium. Septum primum, suatu krista berbentuk sabit turun dari atap atrium, mulai membagi atium menjadi dua tetapi meninggalkan sebuah lubang, ostium primum, untuk menghubungkan kedua bagian atrium tersebut. Kemudian, saat ostium mengalami obliterasi akibat penyatuan septum primum dengan bantalan endokardium, terbentuk ostium sekundum akibat kematian sel yang menciptakan lubang di septum primum. Akhirnya terbentuk septum sekundum, tetapi suatu lubang antar- atrium, foramen ovale, menetap. Hanya pada saat lahir, ketika tekanan di atrium kiri meningkat, kedua septum saling menekan dan menutup hubungan antara keduanya. Kelainan di septum atrium dapat bervariasi dari ketiadaan total. Sampai lubang kecil yang dikenal sebagai probepatency foramen ovale (lubang di foramen ovale yang diketahui dengan sonde). Pembentukan Septum di Kanalis atrioventrikularis. Terdapat empat bantalan endokardium yang mengelilingi kanalis atrioventrikularis. Penyatuan bantalan superior dan inferior yang saling berhadapan membagi ostium menjadi kanalis atrioventrikularis kanan dan kiri.

Upload: putri-satyagraha

Post on 05-Nov-2015

245 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bhkgf

TRANSCRIPT

Embriologi pembentukan jantungSeluruh sistem kardiovaskular-jantung, pembuluh darah, dan sel darah-berasal dari lapisan germinativum mesoderm. Meskipun pada awalnya berpasangan, pada hari ke-22 perkembangan kedua tabung jantung. Membentuk satu tabung jantung yang sedikit bengkok yang terdiri dari tabung endokardium di sebelah dalam dikelilingi oleh selubung miokardium. Selama minggu ke-4 sampai ke-7 jantung terbagi menjadi struktur beruang empat yang khas. Pembentukan septum di jantung sebagai terjadi melalui pembentukan jaringan bantalan endokardium di kanalis atrioventrikularis (bantalan atrioventrikel) dan di regio konotrunkal (penebalan konotrunkal). Karena lokasi jaringan bantalan sangat strategis, banyak malformasi jantung berkaitan dengan kelainan morfogenesis bantalan tersebut. Pembentukan Septum di Atrium. Septum primum, suatu krista berbentuk sabit turun dari atap atrium, mulai membagi atium menjadi dua tetapi meninggalkan sebuah lubang, ostium primum, untuk menghubungkan kedua bagian atrium tersebut. Kemudian, saat ostium mengalami obliterasi akibat penyatuan septum primum dengan bantalan endokardium, terbentuk ostium sekundum akibat kematian sel yang menciptakan lubang di septum primum. Akhirnya terbentuk septum sekundum, tetapi suatu lubang antar-atrium, foramen ovale, menetap. Hanya pada saat lahir, ketika tekanan di atrium kiri meningkat, kedua septum saling menekan dan menutup hubungan antara keduanya. Kelainan di septum atrium dapat bervariasi dari ketiadaan total. Sampai lubang kecil yang dikenal sebagai probepatency foramen ovale (lubang di foramen ovale yang diketahui dengan sonde). Pembentukan Septum di Kanalis atrioventrikularis. Terdapat empat bantalan endokardium yang mengelilingi kanalis atrioventrikularis. Penyatuan bantalan superior dan inferior yang saling berhadapan membagi ostium menjadi kanalis atrioventrikularis kanan dan kiri. Jaringan bantalan ini kemudian menjadi fibrosa dan membentuk katup mitral (bikuspid) di kiri dan katup trikuspid di kanan. Menetapnya kanalis antrioventrikularis komunis. Dan kelainan pembagian kanalis adalah cacat yang sering ditemukan. Pembentukan septum di ventrikel. Septum interventrikulare terdiri dari pars muskularis yang tebal dan pars membrenasea yang tipis. Yang dibentuk oleh (a) bantalan antrioventrikal endokardium inferior, (b) penebalan konus kanan, dan (c) penebalan konus kiri. Pada banyak kasus, ketiga kompunen ini gagal menyatu, menyebabkan terbukanya foramen interventrikulare. Meskipun mungkin berdiri sendiri, kelainan ini biasanya disertai oleh cacat kompensatorik lainnya. Pembentukan Septum di Bulbus. Bulbus dibagi menjadi (a) trunkus (trunkus pulmonalis dan aorta), (b) konus (saluran aliran keluar aorta dan trunkus pulmonalis), dan (c) bagian bertrabekula dari venrikel kanan. Regio trunkus dibagi oleh septum aortikopulmonale berbentuk spiral menjadi dua arteri utama. Penebalan konus membagi saluran aliran keluar pembuluh pulmonal dan aorta dan dengan jaringan dari bantalan endokardium inferior yang menutup foramen interventrikulare. Banyak kelainan vaskular, misalnya transposisi pembuluh darah besar dan atresia katup pulmonal, terjadi akibat kelainan pembagian regio konotrunkal; kelainan-kelainan tersebut mungkin melibatkan sel krista neuralis yang ikut membentuk septum di regio konotrunkal.

Gambar: Pembentukan septum interatrial

Gambar: Pembentukan septum interventrikular

Epidemiologi dan faktor resiko dari penyakit jantung bawaan Bayi baru lahir yang dipelajari adalah 3069 orang, 55,7% laki- laki dan 44,3% perempuan, 28 (9,1 per-1000) bayi mempunyai PJB. Patent Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defect (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6 % bayi, dan kelainan katup jantung pada bayi yang mempunyai penyakit jantung sianotik (10,7%), satu bayi Transposition of Great Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom sianotik. Ditemukan satu bayi dengan sindrom Down dengan ASD, dengan ibu pengidap diabetes. Satu orang bayi dilahirkan dari bapak dengan PJB, tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB mempunyai bayi dengan PJB. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari pengamatan. Data menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali risiko bayi dengan PJB. Merokok secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali. Faktor risiko lain secara statistic tidak berhubungan.Insiden sekitar 1% (dengan kisaran 4 sampai 50 per 1000 kelahiran), kelainan jantung bawaan adalah salah satu malformasi yang lazim dan merupakan tipe penyakit jantung yang paling banyak terjadi pada anak-anak. Insiden ini makin tinggi pada bayi prematur. 12 kelainan terhitung sekitar 85% kasus, dengan frekuensi sebagai berikut: Frequencies of Congenital Cardiac MalformationsMalformationIncidence per Million Live Births%

Ventricular septal defect448242

Atrial septal defect104310

Pulmonary stenosis8368

Patent ductus arteriosus7817

Tetralogy of Fallot5775

Coarctation of the aorta4925

Atrioventricular septal defect3964

Aortic stenosis3884

Transposition of the great arteries3884

Truncus arteriosus1361

Total anomalous pulmonary venous connection1201

Tricuspid atresia1181

TOTAL9757

Dalam hubungan keluarga yang dekat risiko terjadinya PJB yang terjadi 79,1%, untuk Heterotaxia, 11,7% untuk Conotruncal Defects, 24,3% untuk Atrioventricular Septal Defect, 12,9% untuk Left Ventricular Outflow Tract Obstruction, 7,1% untuk Isolated Atrial Septal Defect dan 3,4% untuk Isolated Ventricular Septal Defect. Risiko terjadinya PJB dari jenis lain 2,68%, risiko didapatnya PJB dari jenis yang sama berkisar 8,15%. Didapati hanya 2,2% kejadian PJB pada populasi yang diamati.

Patent Ductus Arteriosus (PDA)Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 23 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 14 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolic tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus.

Atrial Septal Defect (ASD)Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru.

Tatalaksana dari penyakit jantung bawaanPenatalaksanaan Awal Neonatus Dengan PJB Kritis Penatalaksanaan neonatus dengan dugaan PJB kritis tidak jauh berbeda dengan kondisi kritis pada neonatus akibat penyakit diluar jantung. Faktanya, ada kecenderungan para dokter untuk melepaskan tanggung jawab dan menyerahkan ke dokter konsultan jantung. Hal ini tidak boleh terjadi dan alur penatalaksanaannya menjadi tidak efektif sehingga akhirnya merugikan pasien. Penatalaksanaan awal pada setiap neonatus dengan PJB kritis sangat berperan dalam mencegah memburuknya kondisi klinis bahkan kematian dini. Diawali dengan penatalaksanaan kegawatan secara umum kemudian dilanjutkan penatalaksanaan kegawatan jantung secara khusus sesuai dengan masalah kritis yang sedang dihadapi (sianosis sentral, peningkatan aliran darah ke paru atau penurunan aliran darah ke sistemik) sebagai berikut : 1. Penempatan pada lingkungan yang nyaman dan fisiologis (suhu 36,5-37o C dan kelembaban sekitar 50%). 2. Pemberian oksigen Oksigen sering diberikan pada neonatus yang dicurigai menderita PJB tanpa mempertimbangkan tujuan dan dampak negatifnya. Pemberian oksigen pada neonatus mengakibatkan vasokonstriksi arteria sistemik dan vasodilatasi arteria pulmonalis, hal ini memperburuk PJB dengan pirau kiri ke kanan. Pemberian oksigen pada neonatus ductus dependent sistemic circulation atau ductus dependent pulmonary circulation malah mempercepat penutupan duktus dan memperburuk keadaan. Pada kedua kondisi tersebut lebih baik mempertahankan saturasi oksigen tidal lebih dari 85% dengan udara kamar (0,21% O2). Saturasi oksigen neonatus dengan PJB sianotik selalu rendah dan tidak akan meningkat secara nyata dengan pemberian oksigen. Namun demikian, pada neonatus yang mengalami distres, akan mengganggu ventilasinya dan gangguan ini dapat akan berkurang dengan pemberian oksigen yang dilembabkan dengan kecepatan 2-4 liter per menit dengan masker atau kateter nasofaringeal. Pada neonatus dengan distres nafas yang berat maka bantuan ventilasi mekanik sangat diperlukan. 3. Pemberian cairan dan nutrisi Harus dipertahankan dalam status normovolemik sesuai umur dan berat badan. Pada neonatus yang dengan distres ringan dengan pertimbangan masih dapat diberikan masukan oral susu formula dengan porsi kecil tapi sering. Perlu perhatian khusus pada PJB kritis terhadap gangguan reflex menghisap dan pengosongan lambung serta risiko aspirasi. Pemberian melalui sonde akan menambah distres nafas dan merangsang reflex vagal. Pada kondisi shock, pemberian cairan 10 15 ml/kgBB dalam 1-2 jam, kemudian dilihat respons terhadap peningkatan tekanan darah, peingkatan produksi urine dan tanda vital yang lain. Disfungsi miokard akibat asfiksia berat memerlukan pemberian dopamin dan dobutamin. 4. Pemberian prostaglandin E1 Merupakan tindakan awal yang harus diberikan, sebagai life-saving dansementara menunggu kepastian diagnosis, evaluasi dan menyusun terapi rasional selanjutnya, prostaglandin E1 diberikan pada : a. Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang dicurigai dengan PJB sianosis (ductus dependent pulmonary circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke paru (Atresia pulmonal, pulmonal stenosis yang berat, atresia trikuspid) atau meningkatkan tekanan atrium kiri agar terjadi pirau kiri ke kanan sehingga oksigenasi sistemik menjadi lebih baik (transposisi pembuluh darah besar). b. Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang disertai syok, pulsasi perifer lemah atau tak teraba, kardiomegli dan hepatomegali (ductus dependent systemic circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke arteri sistemik (aorta stenosis yang kritis, koartasio aorta, transposisi pembuluh darah besar, interrupted arkus aorta atau hipoplastik jantung kiri). Dosis awal 0,05 mikrogram/kgBB/menit secara intravena atau melalui kateter umbilikalis, dosis bisa dinaikkan sampai 0,1 sampai 0,15 mikrogram/kgBB/menit selama belum timbul efek samping dan sampai tercapai efek yang optimal. Bila terjadi efek samping berupa hipotensi atau apnea maka pemberian prostaglandin segera diturunkan dosisnya dan diberikan bolus cairan 5-10 ml/kgBB intravena. Bila terjadi apnea maka selain menurunkan dosis prostaglandin E1, segera dipasang intubasi dan ventilasi mekanik dengan O2 rendah, dipertahankan minimal saturasi oksigen mencapai 65 %. Bila keadaan sudah stabil kembali maka dapat dimulai lagi dosis awal, bila tidak terjadi efek samping pada pemberian dosis 0,05 mikrogram/kgBB/menit tersebut, maka dosis dapat diturunkan sampai 0,01 mikrogram/kgBB/menit atau lebih rendah sehingga tercapai dosis minimal yang efektif dan aman. Selama pemberian prostaglandin E1 perlu disiapkan ventilator dan pada sistem infusion pump tidak boleh dilakukan flushed. Harus dipantau ketat terhadap efek samping lainnya yaitu : disritmia, diare, apnea, hipoglikemia, NEC, hiperbilirubinemia, trombositopenia dan koagulasi intravaskular diseminata, perlu juga diingat kontraindikasi bila ada sindroma distres nafas dan sirkulasi fetal yang persisten. Bila ternyata hasil konfirmasi diagnosis tidak menunjukkan PJB maka pemberian prostaglandin E1 segera dihentikan. Telah dicoba pemakaian prostaglandin E2 per oral, mempunyai efek yang hampir sama dengan prostaglandin E1, lebih praktis dan harganya lebih murah. Pada awalnya diberikan setiap jam, namun bila efek terapinya sudah tercapai, maka obat ini dapat diberikan tiap 3-4 jam sampai 6 jam. Dapat mempertahankan terbukanya duktus dalam beberapa bulan, namun duktus akan menutup bila pemberiannya dihentikan. Untuk neonatus usia 2-4 minggu, walaupun angka kesuksesan rendah , masih dianjurkan pemberian prostaglandin E1 . Bila dalam 1-2 jam setelah pemberian dosis maksimum (0,10 mikrogram/kgBB/menit) ternyata tidak terjadi reopen duktus, maka pemberiannya harus segera distop dan direncanakan untuk urgent surrgical intervention. 5. Koreksi terhadap gagal jantung dan disritmia Bila gagal jantung telah dapat ditegakkan, maka obat pertama yang harus diberikan adalah diuretik dan pembatasan cairan, biasanya furosemid dengan dosis awal 1 mg/kgBB yang dapat diberikan intravena atau per oral, 1 sampai 3 kali sehari. Cedilanid dapat ditambahkan untuk memperkuat kontraksi jantung (inotropik dan vasopresor) dengan dosis digitalisasi total untuk neonatus preterm 10 mikrogram/kgBB per oral, untuk neonatus aterm 10 20 mikrogramkgBB per oral. Diberikan loading dose sebesar 1/2 dari dosis digitalisasi total, disusul 1/4 dosis digitalisasi total 6 -12 jam kemudian dan 1/4 dosis sisanya diberikan 12-24 jam kemudian. Disusul dosis rumatan 5-10 mikrogram/kgBB per oral. Pemberian intravena dilakukan bila per oral tidak memungkinkan, dosis 80% dari dosis per oral. Dosis per oral maupun intravena diturunkan sampai 60% nya bila ada penurunan funsi ginjal. Dopamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip (dilatasi renal vascular bed) dikombinasi dengan Dobutamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip (meningkatkan kontraktilitas miokard) merupakan kombinasi yang sangat baik untuk meningkatkan penampilan jantung dengan dosis yang minimal. Captopril sebagai vasodilator (menurunkan tahanan vaskuler sistemik dan meningkatkan kapasitas sistem vena) ) sangat berperan pada neonatus dengan gagal jantung kongestif. Dosis 1 mg/kgBB per oral dosis tunggal disusul dosis yang sama untuk rumatan. Sangat efektif pada kondisi neonatus dengan: a) penurunan fungsi ventrikel, b) pirau kiri ke kanan yang masif, c) regurgitasi katup, c) hipertensi sistemik, d) hipertensi pulmonal. Dengan meningkatkan kontraktilitas miokard, menurunkan sinoatrial node rate, dilatasi renal vascular bed, dan menurunkan tahanan sistemik, maka penampilan jantung dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan sirkulasi perifer dan mengurangi hipoksia jaringan. Disritmia jantung sering menyertai hipoksemia berat, bila hipoksemia berat telah dikurangi dan kelainan metabolik lainnya dikoreksi, maka disritmianya biasanya akan menghilang dengan sendirinya. Tidak dianjurkan memberikan obat anti disritmia tanpa memperbaiki hipoksemia dan kelainan metabolik lainnya yang menyertai, selain tidak bermanfaat juga malah menimbulkan disritmia jenis lain yang lebih membahayakan. 6. Koreksi terhadap kelainan metabolik Hipoksia jaringan akan menyebabkan asidosis metabolik yang seringkali sukar dikoreksi. Untuk kondisi ini harus diberikan Na-bikarbonat, dosis 1-2 ml/kgBB intravena perlahan-lahan atau disesuaikan dengan hasil analisis gas darah. Hipoglokemia dan gangguan keseimbangan elektrolit yaitu kalium, natrium, magnesium dan kalsium sering menyertaikondisi hipoksemia, koreksi secepatnya bila pada pemantauan klinis ditemukan hal-hal tersebut.

Penatalaksanaan Spesifik Neonatus Dengan PJB Kritis Setelah tindakan umum awal tersebut diatas dikerjakan, seorang dokter harus dapat mengukur kemampuan menangani neonatus dengan PJB yang kritis sesuai dengan fasilitas setempat dengan melakukan evaluasi terhadap segala yang telah dikerjakan. Bila hasil evaluasi tidak ada perbaikan atau bahkan memburuk dan tindakan lebih lanjut tidak dapat dilakukan, maka harus dipikirkan untuk merujuk penderita sesegera mungkin ke rumah sakit yang lebih lengkap. Bila kondisi memungkinkan langsung dirujuk ke pusat pelayanan jantung yang terjangkau. Disini setelah diagnosis spesifik ditegakkan maka harus bisa dijawab (1) apakah kelainan yang ada dapat ditolong dengan operasi ?, dan (2) apakah tindakan bedah harus dilakukan segera atau dapat ditunda?.Tindakan di pusat pelayanan jantung yang perlu dilakukan untuk mengurangi derajat hipoksemia sesuai dengan kelainan anatomik jantung, berupa (a) meneruskan dan melengkapi terapi medik yang telah diberikan, (b) intervensi non bedah yaitu : septostomi atrium dengan balon, valvuloplasti katup dengan balon atau pemasangan stent untuk mempertahankan duktus tetap terbuka, dan (c) tindakan bedah, bila memungkinkan langsung dilakukan koreksi total sebagai tindakan definitip atau dapat ditunda. a. Terapi medik Bila yang dihadapi adalah PJB kritis akibat decompensated PDA, ditandai hiperaktif prekordium, bising kontinyu pada ICS 2 kiri, wide pulse pressure, bounding pulses, kardiomegali dan peningkatan vaskularisasi pada foto polos dada, maka pembatasan cairan dan pemberian diuretika diteruskan. Bila tidak ada respons maka segera diberikan Indomethasin 0,2 0,3 mg/kg/BB/dosis intravena diulang setiap 8-12 jam sampai maksimal 3 kali/hari. Bila belum juga ada respon, program bisa dulang sampai 2 -3 hari, kalau tetap tidak ada respons maka segera dilakukan operasi ligasi duktus. Bila yang dihadapi adalah PJB kritis yang bergantung kepada terbukanya duktus (ductus dependent systemic circulation atau ductus dependent pulmonary circulation), maka meneruskan pemberian prostaglandin E1 dengan dosis minimal yang optimal. b. Intervensi non bedah Septostomi septum inter atrial dengan balon dapat memperbaiki hipoksemia secara dramatis terutama pada transposisi pembuluh darah besar dengan percampuran darah sistemik dan pulmonal yang tidak adekuat. Dilatasi katup pada critical pulmonal/aortic stenosis dengan balloon valvuloplasty memberikan hasil yang cukup dramatis. Pemasangan stent didalam duktus telah dicoba di beberapa pusat pelayanan jantung di luar negeri, tapi masih dipertimbangkan keuntungan dan kekurangannya serta masih perlu studi jangka panjang. c. Tindakan bedah Di negara yang sudah maju, telah dilakukan operasi koreksi jantung pada masa neonatus, sehingga tindakan bedah ini merupakan tindakan rutin dari penatalaksanaan awal PJB sianotik. Di Indonesia hal ii belum dapat dilaksanakan, seingga tindakan bedah biasanya merupakan langkah lanjutan dari penatalaksanaan PJB sianotik. Tindakan bedah tersebut berupa (a) bedah paliatif untuk meningkatkan aliran darah ke paru dengan pintasan Blalock-Taussig atau modifikasinya, atau tindakan mengikat arteri pulmonalis untuk mengurang aliran darah ke paru, dan (b) bedah definitif untuk menjamin fisiologi yang normal dengan melakukan koreksi anatomik.

Kondisi ibu yang bagaimana yang menyebabkan bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan? 1. RubellaInfeksi rubella terutama bila mengenai pada kehamilan trisemester pertama akan mengakibatkan insiden kelainan jantung bawaan dan risiko untuk mendapat kelainan sekitar 35 % dengan jenis Patent Ductus Arteriosus, Pulmonary Valve Stenosis, Septal Deffect ).2. Kencing manisBayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita penyakit kencing manis mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendapat kelainan jantung bawaan terutama yang kadar gulanya tidak terkontrol dengan angka kejadian 3-5 %, Kelainan jantung bawaan yang tersering pada ibu yangmenderita kencing manis adalah Ventricle Septal Deffect, Aortic Coartation, Complete Transpotition. Di negara maju pada ibu ibu dengan penyakit kencing manis direkomendasikan untuk dilakukan fetal echocardiography.3. AlkoholDisebut sebagai alkoholik adalah meminum alkohol sebanyak 45 ml per hari dan dikatakan tidak ada kadar yang aman untuk ibu hamil, ibu yang alkoholik mempunyai insiden 0,1 - 3,3 per 1000 kelahiran mendapatkan bayi yang tidak normal (fetal alcoholic syndrome) dan untuk insiden kelaianan jantung bawaan sekitar 25-30 % dengan jenis septal deffect.4. EctasyInsiden kelainan jantung bawaan akan meningkat dan sekitar 15.4 % akan didapatkan bayi dengan kelainan jantung dan muskuloskletal5. Obat-obatan lainnyaObat-obatan yang lain seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazine, juga coccain dapat meningkatkan insiden terjadinya kelainan jantung bawaan.

Faktor resiko lainnya: 1. GenetikRiwayat dalam keluarga yang menderita kelainan pada jantung atau bukan pada jantung menjadi suatu faktor risikoutama (mayor). Tetapi beberapa peneliti mengatakan bila ada anak yang menderita kelainan jantung bawaan maka saudara kandungnya mempunyai kemungkinan mendapat kelainan jantng bawaan 1-3%, juga bila dalam silsilah keluarga ada yang mendapat kelainan jantung bawaan maka kemungkinan mendapat kelainan sekitar 2-4%.

2. Penyimpangan kromosomSekitar 6-10 % penderita kelainan jantung bawaan mempunyai penyimpangan kromosom, atau dengan kata lain sekitar 30% bayi yang mempunyai penyimpangan kromosom menderita kelainan jantung bawaan. Misalnya pada anak dengan Down syndrom maka sekitar 40 % mempunyai kelainan jantung bawaan,

Mengapa setelah pemberian O2 keadaan bayi semakin memburuk? Karena pemberian oksigen pada neonatus mengakibatkan vasokonstriksi arteria sistemik danvasodilatasi arteria pulmonalis, hal ini memperburuk PJB dengan pirau kiri ke kanan. Pemberian oksigen pada neonatus ductus dependent sistemic circulation atau ductus dependent pulmonary circulation malah mempercepat penutupan duktus dan memperburuk keadaan. Pada kedua kondisi tersebut lebih baik mempertahankan saturasi oksigen tidak lebih dari 85% dengan udara kamar (0,21% O2). Adapun hal-hal yang harus diperhatikan pada penatalaksanaannya adalah Pemberian cairan dan nutrisi dipertahankan dalam status normovolemik sesuai umur dan berat badan. Masukan oral susu formula/makanan cair dengan porsi kecil tapi sering. Awasi gangguan refleks menghisap dan pengosongan lambung.

Bagaimana patofisiologi dari sianosis? Peningkatan jumlah hemoglobin yang menurun dalam pembuluh-pembuluh darahkulit menimbulkan sianosis dapat diterima oleh peningkatan kuantitas darah vena di kulitsebagai hasil dilatasi venula dan ujung vena kapiler atau oleh pengurangan saturasi oksigen didaerah kapiler. Umumnya gejala sianosis tampak dengan nyata kalau konsentrasi rata-ratahemoglobin tereduksi di dalam pembuluh darah kapiler melebihi 5g/dL. Hal yang pentingdalam menimbulkan sianosis adalah jumlah absolut hemoglobin tereduksi dan bukan jumlah relatif. Jadi, pasien anemia berat, jumlah relatif hemoglobin tereduksi di dalam darah venamungkin sangat besar bila diperhitungkan terhadapjumlah total hemoglobin.Namun demikian, karena konsentrasi total hemoglobin ini sangat menurun, makajumlah absolut hemoglobin tereduksi mungkin tetap kecil dan dengan demikian pasienanemia berat yang bahkan dengan desaturasi arterial yang mencolok tidak memperlihatkansianosis. Sebaliknya semakin tinggi kandungan total hemoglobin, semakin besarkecenderungan ke arah sianosis. Jadi, pasien dengan polisitemia vera yang nyata akancenderung untuk mengalami sianosis pada tingkat saturasi oksigen arterial yang lebih tinggibila dibandingkan pasien dengan nilai hematokrit yang normal.Demikian pula, kongesti pasifsetempat yang menyebabkan peningkatan umlah total hemoglobin tereduksi di dalampembuluh darah pada suatu daerah tertentu dapat menyebabkan sianosis. Sianosis jugaterlihat kalauterdapathemoglobinnonfungsional seperti methemoglobin atau sulfhemoglobindi dalam darah.Sianosis sejak lahir berkaitan dengan penyakit jantung kongenital. Sianosis yangtimbul akut dapat terjadi pada penyakit saluran pernapasan yang berat, terutama obstruksiakut pada saluran napas. Pada pasien dengan anemia berat, di mana kadar hemoglobin turunsecara bermakna, sianosis mungkin tidak dijumpai.Beberapa pekerja, seperti tukang las listrik, menghirup kadar toksik gas nitrogen yang dapat menimbulkan sianosis denganmethemoglobinemia. Methemoglobinemia herediter adalah suatu kelainan hemoglobinprimer yangmenyebabkan sianosis kongenital.

DAFTAR PUSTAKA :1. Sadler, T.W. 2012.Embriologi Kedokteran Langman, Ed. 10. Jakarta : EGC2. Hoffman JIE, Kaplan S: The incidence of congenital heart disease. J Am Coll Cardiol 39:1890, 2002.3. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.4. HTA Indonesia .2010. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI.5. Ontoseno T. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan yang Kritis pada Neonatus. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak.No 34, Desember 2004.6. Bagian Kardiologi FKUI. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia7. Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5th Jilid 3. Jakarta: InternaPublishing; 2010.