belibis a17 profil mioma - · pdf fileberdasarkan lapiasan uterus yang terkena mioma ......
TRANSCRIPT
0
Author :
Muzakir, S. Ked
Faculty of Medicine – University of Riau
Pekanbaru, Riau
2008
© Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk
1
ABSTRACT
The Profile of Fibroid Patients at RSUD Arifin Achmad of Riau Province
Period 1st January-31st December 2006
By
Muzakir
Background : Fibroid is a benign gynecologic tumor that is found the most. It is found in one of four reproductive women. Most of them occurs asymptomatic. The clinical symptoms of fibroid including bleeding, infertility, abortion, and pain. The definite etiology of fibroid is not yet known for sure, but it has a relation with estrogen and the menstrual cycle. The general standard therapy of fibroid with clinical symptoms is hysterectomy, and the women who want to keep their fertility myomectomy could be a choice. Objective : to know the profile of fibroid patients at RSUD Arifin Achmad of Riau Province in period 1st January-31st December 2006 based on age, menarche, parity, body mass index, chief complain, hemoglobin rate, types of fibroid, and therapies. Design methods : the research is descriptive retrospective study. The materials of this research was taken from the patients medical record with fibroid that were treated at the gynecologic department of RSUD Arifin Achmad of Riau Province period1st
January-31st December 2006. The data was analyzed manually and then displayed in a distribution frequency tables. Result and conclusion : from 52 samples only 37 could be used as samples for this research. The most frequent incident was 45-49 years old patient which was 16 cases (43.24%). Patients with 2-5 parity (multipara) in 16 cases (43.24%). Patients with 1-2 time of abortion history of fibroid was found in 9 cases (24.32%) and abortion more than 3 times in 1 case (2.71%). The most frequent chief complain were abdominal mass which were 17 cases (45.95%) and abnormal bleeding of menstruation which were 16 cases (43.24%). Most frequent hemoglobin rate were 7-10gr% and was found in 18 cases (48.64%). Total hysterectomy was the most frequent therapy that was done which were 20 cases (54.05%). Intramural fibroid was the most often kind that was found which were 21 cases (56.76%). Keywords : fibroid, age, parity, abortion, chief complain, hemoglobin rate, total hysterectomy, and intramural.
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mioma uteri adalah tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai,
ditemukan satu dari empat wanita usia reproduksi aktif (Robbins, 1997). Mioma uteri
dikenal juga dengan istilah leiomioma uteri, fibromioma uteri atau uterin fibroid,
ditemukan sekurang-kurangnya pada 20%-25% wanita di atas usia 30 tahun. Laporan
lain dari suatu studi melalui pemeriksaan post mortem pada jenazah wanita
menunjukkan angka kejadian mioma yang lebih tinggi yaitu mencapai 50% atau lebih
(Djuwantono, 2004).
Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan
penderita tidak menyadari adanya kelainan pada uterusnya. Diperkirakan hanya 20%-
50% dari tumor ini yang menimbulkan gejala klinik, terutama perdarahan menstruasi
yang berlebihan, infertilitas, abortus berulang, dan nyeri akibat penekanan massa tumor
(Djuwantono, 2004).
Sampai saat ini penyebab pasti mioma uteri belum dapat diketahui secara pasti,
namun dari hasil penelitian diketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan mioma
uteri distimulasi oleh hormon esterogen dan siklus hormonal (Djuwantono, 2004).
Penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan Schwartz, angka kejadian mioma uteri
adalah 2-12,8 orang per 1000 wanita tiap tahunnya. Schwartz menunjukan angka
kejadian mioma uteri 2-3 kali lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibanding kulit putih
(Victory et-al, 2006).
Penelitian Ran Ok et-al di Pusan Saint Benedict Hospital Korea menemukan
17% kasus mioma uteri dari 4784 kasus-kasus bedah ginekologi yang diteliti (Ran Ok
et-al, 2007). Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39%-11,70% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat (Joedosaputro, 2005). Menurut penelitian yang di lakukan
Karel Tangkudung (1977) di Surabaya angka kejadian mioma uteri adalah sebesar
10,30%, sebelumnya di tahun 1974 di Surabaya penelitian yang dilakukan oleh Susilo
Raharjo angka kejadian mioma uteri sebesar 11,87% dari semua penderita ginekologi
yang dirawat (Yuad H, 2005).
Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik pada umumnya adalah tindakan
operasi yaitu histerektomi (pengangkatan rahim) atau pada wanita yang ingin
3
mempertahankan kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma) dapat menjadi
pilihan (Djuwantono, 2004).
Berdasarkan data dari ruang rawat inap Camar III (Penyakit Kandungan) RSUD
Arifin Achmad Propinsi Riau pada tahun 2004, mioma uteri menempati urutan ke lima
dari sepuluh penyakit Ginekologi terbanyak yaitu sebesar 7,04% (Bagian Obgin RSUD
Arifin Achmad, 2005). Sedangkan pada tahun 2005, mioma uteri juga menempati
urutan ke lima dari sepuluh penyakit ginekologi terbanyak yaitu sebesar 8,03% (Bagian
Obgin RSUD Arifin Achmad, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, dimana kasus mioma uteri banyak dijumpai serta
belum adanya penelitian mengenai penderita mioma uteri di RSUD Arifin Achmad
Propinsi Riau, menimbulkan keinginan penulis untuk meneliti profil penderita mioma
uteri di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah ”Bagaimanakah Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Propinsi
Riau Periode 1 Januari-31 Desember 2006 ?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penderita mioma uteri di RSUD
Arifin Achmad Propinsi Riau periode1 Januari-31 Desember 2006.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui jumlah kasus mioma uteri di RSUD Arifin Achmad Propinsi
Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006 menurut usia penderita, mulai haid pertama
kali (menarke), melahirkan (paritas), kejadian abortus (keguguran), Indeks Massa
Tubuh (IMT), keluhan utama, kadar Hemoglobin (Hb), penatalaksanaan/terapi dan jenis
mioma uteri.
1.4 Manfaat Penelitian
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut :
a. Penulis
1. Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengembangan logika berpikir
penulis mengenai mioma uteri.
4
2. Menambah wawasan penulis mengenai tata cara melakukan penelitian deskriptif
retrospektif dengan baik dan benar.
b. RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau
Memberikan informasi mengenai profil penderita mioma uteri di RSUD Arifin
Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006 kepada RSUD arifin
Achmad.
c. Masyarakat ilmiah
Menjadi data dasar yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian-
penelitian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak uterus yang berbatas tegas, memiliki
kapsul, terbentuk dari otot polos dan elemen jaringan penyambung fibrosa (Taber,
1994).
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan lapiasan uterus yang terkena mioma uteri dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Mioma submukosa, adalah mioma uteri yang terdapat di lapisan mukosa uterus
dan tumbuh ke arah kavum uterus, mioma submukosum ini dapat pula
bertangkai dan keluar ke vagina melalui kanalis servikalis yang disebut
myomageburt.
2. Mioma intramural, adalah mioma uteri yang terdapat di dalam dinding uterus
(lapisan miometrium).
3. Mioma subserosa, adalah mioma uteri yang terdapat di lapisan serosa uterus dan
tumbuh kearah rongga peritonium, mioma subserosa dapat pula bertangkai yang
disebut mioma pedunkularis (peduncullated), dan apabila terlepas dari induknya
dan berjalan-jalan atau dapat menempel dalam rongga peritoneum disebut
wandering/parasitic fibroid (Nurana et-al, 2007).
2.3 Epidemiologi
Dari penelitian Bath dan Kumar di Kasturba Hospital India mulai Juni 2003-
Desember 2004, mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita kelompok para yaitu
sebesar 95% di banding wanita nullipara yaitu sebesar 5%. Manifestasi klinis yang
ditimbulkan oleh mioma uteri adalah gangguan menstruasi sebesar 80,5% seperti
menoragi dan dismenore serta jenis mioma intramural ditemukan sebesar 52%.
Tindakan atau terapi mioma uteri dengan histerektomi ditemukan sebesar 76,2% dan
23,9% kasus mioma uteri dilakukan tindakan miomektomi (Bath et-al, 2006). Penelitian
yang dilakukan Fradhan et-al di Nepal, mengatakan bahwa keluhan penderita yang
banyak ditemukan adalah perdarahan pervaginam yaitu sebesar 73%, diikuti
pembesaran perut bagian bawah dan nyeri sebesar 58,4%, dismenore ditemukan sebesar
6
18,2% serta keluhan penderita dengan infertilitas sebesar 7,3%. Dimana usia rata-rata
penderita dari 137 kasus yang di teliti selama Januari 2001-31 juni 2006 dengan usia
rata-rata penderita adalah 43,3 tahun dan tindakan histerektomi dilakukan pada 38,5%
penderita. Pada penelitian ini juga ditemukan 18,1% penderita dengan kadar
hemoglobin.
Dari penelitian dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital
Korea yang dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus mioma
uteri tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia rata-rata 42,97
tahun. Keluhan utama terbanyak pada penderita mioma uteri adalah perdarahan
pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe intramural adalah yang terbanyak dari
tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Kadar haemoglobin (Hb) rata-rata
penderita mioma uteri adalah 10,92 gr% dan 37,6% diantaranya dilakukan transfusi
darah. Histerektomi total ditemukan sebagai tindakan penatalaksanaan terbanyak pada
kasus-kasus mioma uteri (91,5%) (Ran Ok et-al, 2007).
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan
insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall
menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal,
berkemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri. Ros dkk, (1986)
mendapatkan resiko mioma uteri meningkat hingga 21% untuk setiap 10 Kg kenaikan
berat badan dan hal ini sejalan dengan kenaikan IMT (Djuwantono, 2005).
Penelitian di Amerika Serikat, mioma uteri merupakan indikasi utama
dilakukannya histerektomi yaitu sekitar 600.000 kasus setiap tahun, sedangkan
miomektomi hanya sekitar 37.000 kasus (Victory et-al, 2006).
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Penyebab mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini. Tumor ini
mungkin berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di dalam
miometrium atau sel dari embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Dari manapun
asalnya, mioma mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada
miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif (bertahun-tahun, bukan
dalam hitungan bulan), di bawah pengaruh esterogen sirkulasi, dan jika tidak terdeteksi
dan diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih, namun sekarang
sudah jarang karena cepat terdeteksi. Mula-mula mioma berada di bagian intramural,
tetapi ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika
7
esterogen tidak lagi disekresi dalam jumlah yang banyak, mioma cenderung atrofi
(Derek, 2001).
2.5 Faktor Risiko
1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun (Suhatno, 2007). Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita
menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Joedosaputro, 2005).
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen
endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/ sedikit (Parker, 2007).
Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih
tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada fase proliferasi dari
siklus menstruasi (Djuwantono, 2005)
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita
tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat
keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α
(a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak
mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007)
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim
aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah
esterogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan
prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri (Parker, 2007).
5. Makanan
Dari beberapa penelitian yang dilakukan menerangkan hubungan antara
makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging
8
sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma
uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan
pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri
(Parker, 2007).
6. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat
mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan
bertambahnya vaskularisasi ke uterus (Scott,2002). Kedua keadaan ini ada
kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian Lev-Toaff et-al (1987) didapatkan akibat mioma uteri pada
kehamilan adalah pertumbuhan mioma tidak dapat diramalkan, implantasi plasenta yang
tejadi pada mioma akan meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus, persalinan
prematur dan perdarahan postpartum, mioma yang multipel akan disertai dengan
peningkatan insiden malposisi janin dan persalinan prematur, degenerasi mioma
biasanya disertai dengan pola sonografik yang khas, frekuensi dilakukan tindakan
seksio sesarea semakin meningkat (Cunningham, 1995).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali
(Khashaeva, 1992). Dari penelitian yang dilakukan Hafiz et al di Nisthar hospital
Multan Pakistan mengemukakan bahwa mioma uteri terjadi pada 74 % pasien dengan
paritas 1-5 (multipara) dan 13 % pasien dengan paritas 0 (nulipara), dengan katalain
sebagian besar mioma uteri terjadi pada pasien dengan multipara (Hafiz et al, 2003).
8. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan
bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan
penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).
2.6 Patologi Anatomi
Gambaran histopatologi mioma uteri adalah sebagai berikut :
1. Gambaran makroskopik
9
Gambaran makroskopik menunjukan suatu tumor berbatas jelas, bersimpai, pada
penampang menunjukan massa putih dengan susunan lingkaran-lingkaran konsentrik di
dalamnya.
2. Gambaran mikroskopik
Pada gambaran mikroskopik mioma uteri terdiri atas berkas-berkas otot polos
mengikal, yang menyerupai arsitektur miometrium normal. Sel-sel terdiri atas sel otot
yang uniform dengan inti bulat panjang. Kadang-kadang stroma mengalami degenerasi
hialin (Himawan, 1973).
Perubahan-perubahan sekunder pada mioma uteri adalah sebagai berikut :
1. Atropi
Fibromioma menjadi kecil sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan.
2. Degenerasi hialin
Merupakan perubahan sekunder yang terjadi terutama pada penderita yang berusia
lanjut, yang dapat meliputi sebagian besar atau sebagian kecil mioma uteri seolah-
olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3. Degenerasi kistik
Degenerasi kistik dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari
mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe
sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar
dibedakan dengan kista ovarium atau suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu
Degenerasi membatu atau calcareous degeneration, terutama terjadi pada wanita
berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya
pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen.
5. Degenerasi merah
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan
karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan
dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh
pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas pada
kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus
membesar disertai nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran
tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
10
6. Degenerasi lemak
Degenerasi lemak jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin
(Joedosaputro, 2005).
2.7 Gambaran Klinis dan Keluhan
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvis rutin. Penderita kadang kala tidak mempunyai keluhan apa-apa dan
tidak sadar bahwa mereka sedang megandung satu tumor dalam uterusnya.
Gejala klinik atau keluhan yang dapat ditimbulkan mioma uteri adalah :
1. Perdarahan uterus abnormal, bisa berupa menoraghi yaitu diakibatkan oleh
bertambah luasnya permukaan endometrium dan gangguan kontraksi uterus oleh
sebab adanya massa tumor.
2. Nyeri, adalah diakibatkan oleh degenerasi mioma
3. Gangguan berkemih (miksi) dan gangguan buang air besar (BAB) adalah akibat
penekanan kandung kemih dan penekanan pada rektum (Nurana et-al, 2007)
4. Infertilitas, infertilitas terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba (Joedosaputro, 2005 ).
2.8 Abortus
Mioma uteri, khususnya mioma uteri jenis submukosa dapat mengganggu
pertumbuhan hasil konsepsi di dalam kavum uterus hal ini ini oleh karena mioma uteri
jenis submukosa dapat menyebabkan terjadinya distorsi rongga uterus sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya abortus (Joedosaputro, 2005 ).
2.9 Diagnosis
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan dari:
A. Anamnesis
Dari anamnesis (proses tanya jawab dokter dengan pasien) dapat ditemukan
antara lain :
1. Timbul benjolan diperut bagian bawah dalam waktu relatif lama.
2. Kadang-kadang disertai gangguan haid
3. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir mioma bertangkai, atau pecah.
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
11
1) Pemeriksaan abdomen
Pada pemeriksaan abdomen uterus yang membesar dapat dipalpasi pada
abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan
memberi kesan adanya perubahan-perubahan degeneratif. Mioma lebih
terpalpasi pada abdomen selama kehamilan. Perlunakan pada abdomen yang
disertai nyeri lepas dapat disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal dari ruptur
vena pada permukaan tumor.
2) Pemeriksaan pelvis
Pada pemeriksaan pelvis serviks biasanya normal. Namun, pada keadaan
tertentu, mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks
dan terlihat pada osteum servikalis. Uterus cenderung membesar, tidak beraturan
dan berbentuk nodul. Perlunakan tergantung pada derajat degenerasi dan
kerusakan vaskuler. Uterus sering dapat digerakan, kecuali apabila keadaan
patologik pada adneksa. Kavum uterus dapat membesar karena tumor
submukosa. Kemungkinan adanya mioma bersama-sama dengan kehamilan
harus selalu dipertimbangkan (Taber, 1994).
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
mioma uteri, sebagai berikut :
1. Ultra Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat
dideteksi dengan Computerized Tomografi Scanning (CT scan) ataupun Magnetic
Resonance Image ( MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal.
2. Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP) pemeriksaaan ini
penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan
perjalanan ureter.
3. Histerografi dan histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
4. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
5. Laboratorium : hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai kadar
hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit.
6. Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin, karena bisa
membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena
12
kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan
pembesaran uterus menyerupai kehamilan (Taber, 1994).
2.10 Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang harus dipikirkan dengan adanya mioma uteri adalah
kehamilan, neoplasma ovarium, adenomiosis, keganasan uterus (Achadiat, 2004).
2.11 Penatalaksanaan
2.11.1 Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan
terbagi atas :
A. Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
2) Monitor keadaan Hb
3) Pemberian zat besi
4) Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan menurunkan regulasi
gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya, fungsi ovarium
menghilang dan diciptakan keadaan ”menopause” yang reversibel. Sebanyak 70%
mioma mengalami reduksi dari ukuran uterus telah dilaporkan terjadi dengan cara
ini, menyatakan kemungkinan manfaatnya pada pasien perimenopausal dengan
menahan atau mengembalikan pertumbuhan mioma sampai menopause yang
sesungguhnya mengambil alih. Tidak terdapat resiko penggunaan agonis GnRH
jangka panjang dan kemungkinan rekurensi mioma setelah terapi dihentikan tetapi,
hal ini akan segera didapatkan dari pemeriksaan klinis yang dilakukan (Alexander,
1998).
B. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah :
1) Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia
2) Nyeri pelvis yang hebat
3) Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma berukuran
kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa)
4) Gangguan buang air kecil (retensi urin)
5) Pertumbuhan mioma setelah menopause
13
6) Infertilitas
7) Meningkatnya pertumbuhan mioma (Moore, 2001).
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus
(Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri
secara umum. Suatu studi mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita
yang masih ingin be reproduksi tetapi belum ada analisa pasti tentang teori ini
tetapi penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki
keturunan setelah penyebab lain disingkirkan (Chelmow, 2005).
2. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim,
baik sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut
serviks uteri (Prawirohardjo, 2001). Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak
menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang
simptomatik atau yang sudah bergejala.
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG)
untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-
gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan
darah akut atau kronis.
3) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa
tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada
vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering (Chelmow, 2005).
2.11.2 Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan
observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila
janin imatur. Namun, pada torsi akut atau perdarahan intra abdomen memerlukan
interfensi pembedahan. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila
mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik
(Taber, 1994).
14
2.11 Kerangka Konsep Penelitian
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara deskriptif retrospektif yang menggunakan
data sekunder yang tercatat di rekam medik dari instalasi rawat inap bagian Kebidanan
dan Penyakit Kandungan RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31
Desember 2006.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan serta
bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau selama 1 bulan dimulai 15
Juni-15 Juli 2007.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah usia penderita, menarke (saat mulai haid),
paritas, kejadian abortus, IMT (Indeks Massa Tubuh), keluhan utama penderita, kadar
hemoglobin (Hb), jenis mioma dan penatalaksanaa/ terapi
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua data penderita didiagnosis menderita mioma uteri dan di
rawat inap di Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Arifin Achmad
Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006.
Sedangkan sampel penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi penelitian yang
memenuhui kriteria inklusi.
3.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah semua data penderita yang didiagnosis sebagai mioma
uteri oleh Dokter Ahli Kebidanan dan Penyakit Kandungan berdasarkan hasil
pemeriksaan bagian Patologi Anatomi RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1
Januari-31 Desember 2006.
16
3.5.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah bila hasil Patologi Anatomi (PA) bukan menyatakan
mioma uteri.
3.6 Definisi Operasional
1. Usia adalah usia penderita ketika memeriksakan dan didiagnosis menderita mioma
uteri di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006.
Marshall et-al mengelompokkannya sebagai berikut :
� < 20 tahun
� 20-24 Tahun
� 25-29 Tahun
� 30-34 Tahun
� 35-39 Tahun
� 40-44 Tahun
� 45-49 Tahun
� ≥ 50 Tahun (Victory, 2005).
2. Menarke adalah usia saat haid pertama kali yang didapat oleh penderita mioma
uteri yang memeriksakan ke RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau Periode 1
Januari-31 Desember 2006. Usia mulai haid (menarke) di kelompokan sebagai
berikut :
� ≤12 tahun
� 13 tahun
� ≥14 tahun (Stewart. EA et-al, 2002)
� Tidak diketahui
3. Paritas adalah frekuensi proses persalinan yang telah dilakukan ibu yang tercatat di
bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau
periode 1 Januari-31 Desember 2006, dan dikelompokan sebagai berikut
(Wiknjosastro, 2006) :
� Po (nullipara)
� P1 (primipara)
� P2-5 (multipara 2-5)
� P>5 (Grande multipara)
4. Kejadian abortus adalah kejadian penderita mioma pernah mengalami keguguran
dalam proses kehamilan dan dikelompokan menjadi :
17
� Ab 0 (Tidak pernah mengalami abortus)
� Ab 1-2 (1 sampai 2 kali mengalami abortus)
� Ab ≥ 3 (3 kali atau lebih berturut-turut mengalami abortus) (Prawirohardjo
et-al, 2005).
5. IMT adalah indeks masa tubuh yang menggambarkan keadaan gizi penderita
mioma uteri yang memeriksakan ke RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau Periode 1
Januari-31 Desember 2006, dengan cara :
IMT = Berat Badan (kg) / Tinggi Badan2 (m)
Dengan kategori batas ambang IMT sebagai berikut :
� <17 : kekurangan berat badan tingkat berat
� 17-18,5 : kekurangan berat badan tingkat ringan
� 18,5-25 : normal
� 25-27 : kelebihan berat tingkat ringan
� > 27 : kelebihan berat tingkat berat (obesitas) (Almatsier, 2004)
� Tidak diketahui
6. Keluhan utama adalah keluhan yang menyebabkan pasien datang memeriksakan
diri ke RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006.
Keluhan utama yang ditemukan pada penderita mioma uteri meliputi :
� Pembesaran perut bagian bawah
� Perdarahan pervaginam
� Infertilitas
� Gangguan Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB)
� Nyeri
7. Kadar hemoglobin adalah kadar hemoglobin (gr %) pasien penderita mioma uteri
yang diperiksa sewaktu memeriksakan diri ke RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau
periode 1 Januari-31 Desember 2006.
Menurut WHO kadar hemoglobin dapat di kelompokan sebagai berikut :
� 11 gr % (tidak anemia)
� 10-11 gr % (anemia ringan)
� 7-10 gr % (anemia sedang)
� < 7 gr%
8. Terapi adalah tindakan yang dilakukan pada pasien yang menderita mioma uteri
yang telah di diagnosis menderita mioma uteri di RSUD Arifin Achmad Propinsi
Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006.
18
Tindakan yang dilakukan terhadap penderita mioma uteri dibagi sebagai berikut :
1. Hormonal
2. Operatif.
Tindakan operatif dibagi menjadi :
� Miomektomi
� Histerektomi , dibagi menjadi :
1) Total Histerektomi
2) Subtotal Histerektomi
9. Mioma uteri adalah suatu kelainan berupa massa yang tumbuh di uterus yang
didiagnosis oleh Dokter Ahli Kebidanan dan Penyakit Kandungan berdasarkan
hasil pemeriksaan bagian Patologi Anatomi RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau
periode1 Januari-31 Desember 2006.
Jenis mioma uteri dikelompokan atas :
� mioma intramural
� mioma submukosa
� mioma subserosa
� Mioma multipel (bila ditemukan lebih dari satu jenis mioma uteri pada satu
penderita).
10. Konfirmasi PA adalah konfirmasi pemeriksaan Histopatologi bagian Patologi
Anatomi atas spesimen jaringan mioma uteri yang dikirim oleh bagian Kebidanan
dan Penyakit Kandungan RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau.
3.7 Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan secara manual kemudian disajikan dalam bentuk tabel-
tabel distribusi frekuensi dan diagram.
19
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian retrospektif terhadap data rekam medik penderita yang
dirawat di bagian obstetri dan ginekologi RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1
Januari-31 Desember 2006 didapatkan 52 penderita mioma uteri, tetapi yang memenuhi
kriteria untuk dapat dijadikan sample sebanyak 37 penderita. Berikut ini adalah
penjabaran hasil penelitian yang telah dilakukan yang ditampilkan dengan tabel
distribusi frekuensi dan diagram.
4.1 Jumlah Kasus Mioma Uteri Menurut Usia Penderita di RSUD Arifin Achmad
Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Berdasarkan pengolahan data sekunder terhadap 37 sampel penelitian, diperoleh
jumlah kasus mioma uteri menurut usia penderita yang dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kasus mioma uteri menurut usia penderita di RSUD
Arifin Achmad propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Usia penderita (tahun) Jumlah Persentase (%)
< 20
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
≥ 50
0
0
1
3
3
10
17
3
0
0
2,70
8,12
8,12
27,02
45,94
8,12
Total 37 100
Dari tabel 4.1 di atas dapat di lihat frekuensi terbanyak penderita mioma uteri di
RSUD Arifin Achmad propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006 terdapat pada
kelompok usia 45-49 tahun yaitu sebanyak 17 kasus (45,94%), pada kelompok usia 40-
44 tahun sebanyak 10 kasus (27,02%), pada kelompok usia ≥ 50 sebanyak 3 kasus
(8,12%) dan kasus mioma uteri tidak ditemukan pada usia <>
20
4.2 Jumlah Kasus Mioma Uteri Berdasarkan Mulai Haid (Menarke) di RSUD
Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Berdasarkan pengolahan data sekunder pada 37 sampel, diperoleh jumlah kasus
mioma uteri berdasarkan mulai haid (Menarke) yang dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kasus mioma uteri menurut mulai haid (menarke) di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006.
Mulai haid (menarke) Jumlah kasus Persentase (%)
< 12 tahun
13 tahun
> 14 tahun
Tidak diketahui
0
0
0
37
0
0
0
100
Total 37 100
Dari tDari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa semua kasus mioma uteri
bersarkan usia mulai haid (menarke) di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau pada
periode 1 Januari-31 Desember 2006 tidak diketahui (100%).
4.3 Jumlah Kasus Penderita Mioma Uteri menurut jumlah melahirkan (Paritas) di
RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Berdasarkan pengolahan data sekunder pada 37 sampel, diperoleh jumlah kasus
mioma uteri berdasarkan jumlah melahirkan (paritas) yang dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kasus mioma uteri menurut Jumlah melahirkan (paritas)
di RSUD Arifin Achmad propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Jumlah melahirkan
(paritas)
Jumlah Kasus Persentase(%)
P0 (nullipara)
P1 (primipara)
P2 – 5 (multipara)
P > 5 (multigrande)
6
5
16
10
16,22
13,52
43,24
27,02
Total 37 100
Dari tabel 4.3 di atas dapat dilihat jumlah kasus penderita mioma uteri di RSUD
Arifin Achmad propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006 terbanyak pada
penderita dengan paritas 2-5 (multipara) sebanyak 16 kasus (43,24%). Diikuti penderita
21
dengan paritas > 5 (multigrande) sebanyak 10 kasus (27,02%), pada penderita dengan
paritas 1 (primipara) sebanyak5 kasus (13,52%) dan pada penderita nullipara (paritas 0)
sebanyak 6 kasus (16,22%).
4.4 Jumlah Kasus Mioma Uteri Berdasarkan Kejadian Abortus di RSUD Arifin
Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Berdasarkan pengolahan data sekunder pada 37 sampel, diperoleh jumlah kasus
mioma uteri berdasarkan kejadian abortus yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut
di bawah ini :
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi kasus mioma uteri menurut kejadian abortus di RSUD
Arifin Achmad propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Kejadian abortus Jumlah kasus Persentase (%)
Abortus = 0
Abortus 1-2
Abortus ≥ 3
27
9
1
72,97
24,32
2,71
Total 37 100
Dari tabel 4.4 di atas diperlihatkan jumlah penderita yang tidak pernah abortus
(Ab =) didapatkan sebesar 72,97% (27 kasus), penderita dengan kejadian abortus 1-2
kali sebesar 24,32% (9 kasus) dan penderita dengan kejadian abortus ≥ 3 kali yaitu
sebesar 2,71% (1 kasus).
4.5 Jumlah Kasus Mioma Uteri Menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) di RSUD
Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Berdasarkan pengolahan data sekunder pada 37 sampel, diperoleh jumlah kasus
mioma uteri berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) yang dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut di bawah ini :
Tabel 4.5 Distribusi Kasus Penderita Mioma Uteri Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT) di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31
Desember 2006
Indeks Massa Tubuh (IMT) Jumlah kasus Persentase (%)
< 17
17-18,5
18,5-25
0
0
0
0
0
0
22
25-27
> 27
Tidak diketahui
0
0
37
0
0
100
Total 37 100
Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa semua kasus mioma uteri bersarkan
indeks massa tubuh (IMT) di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau pada periode 1
Januari-31 Desember 2006 tidak diketahui (100%).
4.6 Jumlah Kasus Mioma Uteri Berdasarkan Keluhan Utama di RSUD Arifin
Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Berdasarkan pengolahan data sekunder pada 37 sampel, diperoleh jumlah kasus
mioma uteri berdasarkan keluhan utama yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi kasus mioma uteri menurut keluhan utama di RSUD
Arifin Achmad propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Keluhan utama Jumlah kasus Persentase (%)
Pembesaran perut bagian bawah
Perdarahan pervaginam
Infertilitas
Gangguan BAK dab BAB
Nyeri
17
16
0
2
2
45,94
43,24
0
5,41
5,41
Total 37 100
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa keluhan utama yang paling
banyak ditemukan pada penderita mioma uteri adalah pembesaran perut bagian bawah
yaitu sebanyak 17 kasus (45,94%), kemudian diikuti keluhan utama perdarahan
pervaginam sebanyak 16 kasus (43,24%), diikuti oleh keluhan gangguan buang air kecil
(BAK) dan gangguan buang air kecil (BAB) serta keluhan nyeri yang masing-masing
sebanyak 2 kasus (5,41%) dan tidak ada ditemukan keluhan utama infertilitas (0%).
4.7 Jumlah Kasus Mioma Uteri Berdasarkan Kadar Hemoglobin (Hb) Penderita di
RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Berdasarkan pengolahan data sekunder pada 37 sampel, diperoleh jumlah kasus
mioma uteri berdasarkan kadar hemoglobin (Hb) penderita yang dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
23
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi kasus mioma uteri menurut kadar hemoglobin (Hb)
penderita di RSUD Arifin Achmad propinsi Riau periode 1 Januari-31
Desember 2006
Kadar hemoglobin (gr%) Jumlah kasus Persentase (%)
> 11
> 10-11
7-10
<>
8
5
18
6
21,62
13,52
48,64
16,22
Total 37 100
Dari tabel 4.7 diketahui bahwa dari 37 kasus mioma uteri di RSUD Arifin Achmad
periode 1 Januari-31 Desember 2006 kadar Hb yang paling banyak ditemui yaitu pada
kadar hemoglobin 7-10 gr% yaitu sebanyak 18 kasus (48,64 %), dikuti kadar
Hemoglobin > 11 gr % sebanyak 8 kasus (21,62 %), kadar hemoglobin > 10-11 gr %
sebanyak 5 kasus (13,52 %) dan kadar hemoglobin <>
4.8 Jenis Penatalaksanaan atau Terapi Yang Dilakukan Terhadap Penderita
Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31
Desember 2006
Berdasarkan pengolahan data sekunder pada 37 sampel, diperoleh jumlah kasus
mioma uteri berdasarkan penatalaksanaan/terapi penderita yang dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi pentalaksanaan/terapi mioma uteri di RSUD Arifin
Achmad propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Penatalaksanaan/ terapi Jumlah kasus Persentase (%)
1. Hormonal
2. operatif :
1) Miomektomi
2) Histerektomi :
a. Histerektomi subtotal
b. Histerektomi total
0
9
8
20
0
24,32
21,62
54,06
Total 37 100
Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui dari 37 kasus penderita mioma
uteri penatalaksanaan/ terapi yang paling banyak dilakukan untuk penanganan kasus-
24
kasus mioma uteri di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Provinsi Riau periode 1 Januari-
31 Desember 2006 adalah histerektomi total yaitu sebanyak 20 kasus (54,05%),
kemudian diikuti oleh tindakan/penatalaksanaan miomektomi sebanyak 9 kasus
(24,32%), kemudian tindakan/penatalaksanaan histerektomi subtotal sebanyak 8 kasus
(21,62%) dan 0 kasus (0%) untuk penatalaksaan/terapi hormonal.
4.9 Jumlah Kasus Penderita Mioma Uteri Berdasarkan Jenis Mioma Uteri di
RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006
Berdasarkan pengolahan data sekunder pada 37 sampel, diperoleh jumlah kasus
mioma uteri berdasarkan jenis mioma uteri yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.9 Distribusi frekuensi kasus mioma uteri menurut Jenis Mioma Uteri di RSUD
Arifin Achmad propinsi Riau periode 1 Januari – 31 Desember 2006
Jenis Mioma Uteri Jumlah kasus Persentase (%)
Mioma submukosa
Mioma intramural
Mioma subserosa
Mioma multipel
4
21
10
2
10,81
56,76
27,02
5,41
Total 37 100
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat di lihat dari 37 sampel yang diteliti,
didapatkan jenis mioma intramural sebanyak 21 kasus (56,76%), diikuti mioma jenis
subserosa sebanyak 10 kasus (27,02%), kemudian jenis mioma submukosa sebanyak 4
kasus (10,81%) dan jenis mioma multipel sebanyak 2 kasus (5,41%).
25
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian retrospektif pada status rekam medik pasien di bagian
Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1
Januari-31 Desember 2006 didapatkan sebanyak 37 sampel yang memenuhi kriteria,
yaitu yang merupakan mioma uteri berdasarkan hasil pemeriksaan Histopatologi bagian
Patologi Anatomi RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau.
5.1 Jumlah kasus mioma uteri menurut usia penderita
Dilihat dari kelompok usia penderita, pada penelitian ini didapatkan bahwa
jumlah kasus mioma uteri terbanyak terdapat pada kelompok usia 45-49 tahun yaitu
sebesar 45,94%, dikuti kelompok usia 40-44 tahun sebanyak 27,02%, pada kelompok
usia 30-34 tahun, kelompok usia 35-39 tahun dan kelompok usia ≥ 50 tahun sebesar
8,12 % dan tidak ditemukan kasus mioma uteri pada kelompok usia < style=”">et-al di
Pusan St. Benedict Hospital (Korea), Jung et-al di Mokpo St. Columban’s Hospital
(Korea) bahwa kasus mioma uteri tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun
(Ran Ok et-al, 2007 ; Jung et-al, 1998).
5.2 Jumlah kasus mioma uteri menurut saat mulai haid (menarke)
Jumlah kasus penderita mioma uteri menurut saat mulai haid (Menarke) adalah
tidak diketahui, hal ini disebabkan tidak ditemukan adanya data pada status rekam
medik penderita karena kurang kelengkapan isi status rekam medik penderita.
5.3 Jumlah kasus mioma uteri menurut jumlah melahirkan (Paritas)
Pada penelitian ini jumlah kasus mioma uteri pada wanita dengan kelompok
paritas nullipara ditemukan sebesar 16,22% dan jumlah kasus mioma uteri yang
terbanyak terdapat pada wanita dengan kelompok para yaitu sekitar 83,78% dengan
perincian masing-masing, kelompok wanita multipara (paritas 2-5) yaitu sebesar
43,24% dikuti kelompok multigrande (paritas ≥5) sebesar 27,02% dan wanita kelompok
primipara (paritas=1) sebesar 13,51%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang
dilakukan Bhat dan Kumar di Kasturba Hospital (India) yaitu mioma uteri lebih banyak
ditemukan pada wanita kelompok para yaitu sebesar 95% di banding wanita nullipara
yaitu 5% (Bath et-al, 2004). Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
26
Hafiz et al di Nisthar hospital Multan Pakistan yang mengemukakan bahwa mioma uteri
terjadi pada 74% pasien dengan paritas 1-5 (multipara) dan 13% pasien dengan paritas 0
(nulipara), dengan katalain sebagian besar mioma uteri terjadi pada pasien dengan
multipara (Hafiz et al, 2003).
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali
(Khashaeva, 1992).
5.4 Jumlah kasus mioma uteri menurut kejadian abortus
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa penderita mioma uteri yang tidak
pernah mengalami abortus (Ab=0) adalah sebesar 72,97%. Penderita mioma uteri
dengan kejadian abortus 1-2 kali sebesar 24,32% dan penderita dengan kejadian abortus
≥ 3 kali (abortus habitualis) sebesar 2,71%. Pada penelitian ini sebahagian besar
penderita mioma uteri yang tidak pernah mengalami abortus yaitu sebesar (72,97%),
keadaan ini berhubungan dengan sedikit ditemukannya mioma uteri jenis submukosa.
Hal ini sesuai dengan teori Judosepoetro yang mengatakan bahwa mioma uteri yaitu
mioma uteri jenis submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus oleh karena dapat
mengakibatkan distorsi rongga uterus (Judosepoetro, 2005).
5.5 Jumlah kasus mioma uteri menurut indeks massa tubuh (IMT)
Pada penelitian ini jumlah kasus penderita mioma uteri menurut Indeks Massa
Tubuh (IMT) adalah tidak diketahui, hal ini disebabkan tidak ditemukan adanya data
mengenai indeks massa tubuh (IMT) pada status rekam medik penderita.
5.6 Jumlah kasus mioma uteri menurut keluhan utama penderita
Pada penelitian ini jumlah kasus mioma uteri menurut keluhan utama penderita
didapatkan bahwa keluhan terbanyak adalah pembesaran perut bagian bawah sebesar
45,95% dan perdarahan pervaginam sebesar 43,24%. Leone et-al (2003) mengatakan
bahwa gejala dan keluhan yang dihasilkan mioma uteri seperti perdarahan dan
pembesaran ukuran adalah keluhan yang sering dijumpai pada mioma uteri. Pitkin et-al
(2003) mengatakan perdarahan pervaginam abnormal diakibatkan oleh peningkatan area
endometrium pada saat menstruasi dan juga mungkin berhubungan dengan tekanan
mioma uteri pada pembuluh darah uterus sehingga dapat meningkatkan aliran darah
uterus.
27
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ran
Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital (Korea) yang mengemukakan bahwa 44,1%
keluhan utama penderita mioma uteri adalah perdarahan pervaginam (Ran Ok et-al,
2007).
5.7 Jumlah kasus mioma uteri menurut kadar hemoglobin (Hb) penderita
Pada penelitian ini jumlah kasus mioma uteri menurut kadar hemoglobin (Hb)
diketahui bahwa 48,64% penderita dengan kadar hemoglobin 7-10 gr% dan 16,22%
penderita dengan kadar hemoglobin < style=”">et-al di Nepal, dimana ditemukan
18,1% penderita dengan kadar hemoglobin < style=”">et-al, 2006). Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena pada penderita dengan perdarahan yang banyak sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya anemia.
5.8 Jumlah kasus mioma uteri menurut penatalaksanaan atau terapi yang
dilakukan pada penderita
Penatalaksanaan atau terapi pada penderita mioma uteri berdasarkan hasil
penelitian ini dari 37 kasus mioma uteri, didapatkan terapi yang terbanyak dilakukan di
bagian Obgin RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau adalah histerektomi yaitu sebanyak
75,67%, dengan perincian histerektomi total sebanyak 54,05% dan histerektomi subtotal
sebesar 26,62%. Sedangkan penatalaksanaan atau terapi dengan miomektomi
didapatkan sebanyak 24,32% dan tidak ditemukan terapi hormonal (0 %). Menurut
Derek (2001), histerektomi merupakan terapi pilihan pada wanita tua, wanita yang tidak
menginginkan keturunan lagi dan pasien yang mengalami perdarahan haid berlebihan
atau gejala penekanan oleh massa tumor. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
hasil penelitian Bath dan Kumar di Kasturba Hospital (India) yang mana tindakan atau
terapi mioma uteri dengan histerektomi lebih sering dilakukan yaitu sekitar 76,20% dan
diikuti 23,90% kasus mioma uteri di terapi dengan tindakan miomektomi (Bath et-al,
2004).
5.9 Jumlah kasus mioma uteri menurut jenis mioma uteri
Hasil peneltian dari 37 sampel yang diteliti, didapatkan jenis mioma intramural
merupakan jenis mioma uteri yang terbanyak yaitu sebesar 56,76% dan diikuti mioma
uteri subserosa sebesar 27,02%, mioma uteri submokosa sebesar 10,81%, kemudian
mioma uteri multipel sebesar 5,41%. Febo et-al menyatakan bahwa lebih banyak
28
ditemukan mioma uteri jenis intramural dan subserosa (Arifudin et-al, 2005). Penelitian
ini hampir sama dengan penelitian Bath dan Kumar di Kasturba Hospital (India) yang
menyebutkan mioma intramural ditemukan sebesar 52% (Bath et-al, 2004) dan
penelitian Jung et-al di Mokpo St. Columban’s Hospital (Korea) yang menemukan jenis
mioma uteri yang terbanyak adalah mioma uteri intramural yaitu sebesar 55,7% (Jung
et-al, 1998).
29
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang secara retrospektif terhadap penderita mioma uteri di
RSUD Arifin Achmad periode 1 Januar-31 Desember 2006 dapat diambil simpulan
sebagai berikut :
1. Jumlah kasus mioma uteri di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau periode 1
Januari-31 Desember 2006 adalah sebanyak 37 kasus.
2. Mioma uteri terbanyak ditemukan pada kelompok usia 45-49 tahun yaitu sekitar
45,94% dan kelompok usia 25-29 tahun merupakan kelompok usia yang paling
sedikit ditemukan yaitu sebesar 2,7% serta tidak ditemukannya kasus mioma
uteri pada usia di bawah 20 tahun.
3. Kasus mioma uteri ditemukan sebesar 43,24% pada multipara.
4. Kasus mioma uteri dengan kejadian abortus 1-2 kali sebesar 24,32% dan
penderita dengan kejadian abortus ≥ 3 kali (abortus habitualis) sebesar 2,71%.
5. Pembesaran perut bagian bawah dan perdarahan pervaginam adalah keluhan
utama yang paling banyak ditemukan yaitu masing-masing sebesar 45,95 % dan
43,24%.
6. Penderita mioma uteri di RSUD Arifin Achmad propinsi Riau dengan kadar
hemoglobin 7-10 gr% ditemukan sebesar 48,64 gr% dan sebesar 16,22%
penderita dengan kadar hemoglobin <>
7. Dari pemeriksaan bagian patologi anatomi, mioma intramural adalah jenis
mioma uteri yang paling banyak ditemukan yaitu sebesar 56,76%.
8. Terapi atau penatalaksanaan dengan tindakan operatif adalah sebesar 100%,
yang mana tindakan histerektomi dilakukan sebesar 75,67%, dengan perincian
histerektomi total sebanyak 54,05% dan histerektomi subtotal sebanyak 21,62%.
Sedangkan penatalaksanaan atau terapi dengan miomektomi adalah sebanyak
24,32%.
6.2 Saran
1. Wanita yang mempunyai faktor-faktor risiko untuk terjadinya mioma uteri
terutama wanita berusia 40-49, wanita yang sering melahirkan (multipara) tahun
agar waspada dan selalu memeriksakan diri kepada tenaga ahli secara teratur.
30
2. Kepada para wanita yang telah mulai haid (menarke) untuk memeriksakan alat
reproduksinya apabila ada keluhan-keluhan haid/menstruasi untuk dapat
menegakkan diagnosis dini adanya mioma uteri.
3. Agar dilakukan perbaikan dalam penulisan dan kelengkapan catatan rekam
medik penderita di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, khususnya riwayat
menarke dan data mengenai indeks masa tubuh (IMT) yang merupakan
termasuk faktor-faktor risiko terjadinya mioma uteri.
31
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat CM. Prosedur tetap Obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC, 2004. 94-97.
Alexander MD. Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Ginekologi. Edisi kedua. Binarupa Aksara, Jakarta 1998. 182.
Almatsier S (Editor). Penuntun Diet. Edisi ketiga. Jakarta : Gramedia, 2004. 21-22.
Arifudin D, Tanra AH, Wahid S, et-al. Pengaruh Teknik “Double Circle Stitching” dan atau Pemasangan Tourniquet Terhadap Jumlah Perdarahan Uterus Pada Tindakan Miomektomi Saat Seksio Sesar. J Med Nus. Vol. 24. No.2. 2005. 89-99.
Bagian OBGIN RSUD Arifin Achmad. Tabel 10 Kasus Ginekologi Terbanyak Pada Tahun 2004. Pekanbaru. 2005.
Bagian OBGIN RSUD Arifin Achmad. Tabel 10 Kasus Ginekologi Terbanyak Pada Tahun 2005. Pekanbaru. 2006.
Baird DD. Invited Commentary: Uterine Leiomyomata-We Know So Little But Could Learn So Much. Am J Epidemiol. Http//:www.aje.oxfordjournals.org/cgi/content/full/159/2/124. Last updated : October 13, 2003 [di akses : 15 nopember 2007].
Bath .RA , Kumar. P. Experience with Uterine Leiomyoma at a Teaching Referral Hospital in India. Journal of Gynecologic Surgery. Vol 22/No.4. 2006.
143-150.
Chelmow.D.GynecologicMyomectomy Http://www.emedicine.com/med/topic331 9.html. last updated : May 9, 2005. [di akses : 15 agustus 2007].
Cunningham, FG. Mioma uteri. Obstetri William. Edisi 18. Jakarta : EGC, 1995. 447-451.
Derek LJ. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi ke-6. Jakarta: Hipokrates, 2001. 263-266.
Djuwantono T. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau Miomektomi. Farmacia. Vol III NO. 12. Juli 2004. Jakarta : 2004. 38-41.
Fradhan. P, Acharya. N, Kharel. B. et-al. Uterine Myoma: A profile of Nepalese Women. N.J.Obstet.Gynaecol. Vol. 1/No. 2. 2006. 47-50.
Hafiz R, Ali M, Ahmad M. Fibroids as a Causative FactoriIn Menorrhagia and its Management. http://www. Pmrc.org.pk/fibroid.htmNo.3, 2003. last updated : Jul, 2003. [Di akses : 20 Nopember 2007].
Himawan S (Editor). leiomyoma. Patologi. Jakarta : 1973. 318.
Khashaeva TKh. Incidence of Gynecologic Diseases in Multiparae During the Climacteric Period. http://www. Medscape.com/medline/abstract/1621917. Last updated : 1992. [Di akses : 10 juli 2007].
Joedosapoetro MS. Ilmu Kandungan. Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadi T. Editor. Edisi Ke-2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 2005. 338-345.
32
Jung JK, Ko MS, Jung BW, et-al. A Clinical Analysis of Uterine Myoma. Koren J Obstet Gynecol. Http://Koreamed.org. Last update : Jan, 1998. [Diakses tanggal : 20 November 2007].
Leone FP, Lanzani C, Ferrazzi E. Use of Strict Sonohysterographic Methods for Preoperative Assessment of Submucous Myomas. Fertility and Sterility. Vol 79(4). 2003. 998-1002.
Manuaba IBG. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : EGC, 2003. 309-312.
Moore JG. Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Hipokrates, 2001. 379-385.
Nurana L, Sjamsudin S. Tumor ginekologi. Dalam Cakul OBGIN Plus+. Jakarta, 2007.
Parker WH. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of Medicine. California : American Society for Reproductive Medicine, 2007. 725-733.
Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Obstetrics and Gynaecology.churchill livingstone. 2003. 118-119.
Prawirohardjo S. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta : Bina pustaka, 2001.558-562.
Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2005. 247-267.
Ran Ok L, Gyung Il P, Jong Chul K, et-al. Clinico Statistical Observation of Uterine. Korean Medical Database. Http://www.Medric.or.kr . Last Update : Jul, 2007. [Diakses tanggal : 20 November 2007].
Robbins SL, Kumar V. Buku ajar Patologi II. Edisi Ke-4. Jakarta : EGC, 1995. 386-387.
Rayburn WF. Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: H. TMA Chalik. Jakata. Widya Medika, 2001. 269-271.
Scott JR, Disala PJ, Hammond CB, et-al. Danforth Buku Saku Obstetric Dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika, 2002. 484-487.
Stewart. EA, Faur. AV, Wise. LA, et-al. Predictors of subsequent surgery for uterine leiomyomata after abdominal myomectomy. Obstet gynecol 2002; 99; 426 – 432.
Suhatno. Tumor Kandungan Picu Wanita Enggan Berhubungan Seks. Suara Surabaya. Http://www.Suarasurabaya.net/05/kelanakota.html Last update : Apr 28, 2007. [Diakses tanggal 28 Agustus 2007].
Taber BZ. Kapita selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: Supriyadi T, Gunawan J Edisi 2. Jakarta : EGC, 1994. 268-272.
Victory R, Romano W, Bennett J, Diamond M. Clinical Gynecology. Churchill Livingstone, an imprint of Elsevier Inc. 2006. 179-205.
Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta : Bina Pustaka, 2006. 181-191.
Yuad H. Miomektomi pada kehamilan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNAND/RSUP M. Djamil Padang 2005. http://www.Suheimi.blogspot.com [di akses : 30 Agustus 2007].
© Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk