bioremediasi

28
kumbang ungu Kamis, 03 Januari 2013 Makalah Presentasi Mikrobiologi "BIOREMEDIASI" BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air yang kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah industri seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah menyebabkan kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah bahan kimia beracun menyebabkan ancaman bagi kesehatan lingkungan dan organisme hidup yang ada di dalamnya. Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita. Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang sudah memahami pengaruh yang

Upload: syarif-hidayat-suita

Post on 01-Dec-2015

204 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: bioremediasi

kumbang ungu

Kamis, 03 Januari 2013

Makalah Presentasi Mikrobiologi "BIOREMEDIASI"

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air yang

kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah

terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah industri

seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah menyebabkan

kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah bahan kimia beracun menyebabkan

ancaman bagi kesehatan lingkungan dan organisme hidup yang ada di dalamnya.

Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa

meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita.

Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak terhadap meningkatnya

kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan

berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan

menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan.

Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita

yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan

terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai

kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia,

kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan

dapat disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia yang notabenenya sebagai pengguna

lingkungan adalah sangat dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja

ataupun tidak.

Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua

golongan:

Page 2: bioremediasi

1.    Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti sampah yang

mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan

bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.

2.    Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutant),

dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.

Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan pelarut (kloroform,

karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor, antrazin, 2,4-D), fungisida

(pentaklorofenol), insektisida (organofosfat), petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon

[PAH], benzena, toluena, xilena), polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat,

bahanbahan radioaktif, dan masih banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan,

seperti yang tertera dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.

Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis

sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh

mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2O. Cara biologis

atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan

hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak

menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah bakteri). Mikroorganisme akan

mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi kontaminan tersebut.

Hanya bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam

mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga menjadi

peralatan yang bagus untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap buruknya kesehatan akibat

polusi lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun menemukan

beberapa permasalahan dalam pembuatan makalah ini, yaitu diantara sebagai berikut :

1.    Apakah pengertian Bioremediasi ?

2.    Apakah tujuan dari biormediasi ?

3.    Apa sajakah mikroorganisme yang berperan dalam proses bioremediasi ?

4.    Bagaimanakah proses bioremediasi ?

5.    Apa sajakah jenis-jenis bioremediasi ?

6.    Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bioremediasi?

7.    Apa sajakah kekurangan dan kelebihan bioremediasi ?

1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan

Page 3: bioremediasi

Adapun tujuan dan maksud penulisan makalah ini, diantaranya :

a.    Untuk Mengetahui pengertian bioremediasi

b.    Untuk mengetahui tujuan penggunaan dari biremediasi

c.    Untuk mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam bioremedisi

d.   Untuk mengetahui proses bioremediasi

e.    Untuk mengetahui jenis-jenis bioremediasi

f.     Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi

g.    Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan bioremediasi

Page 4: bioremediasi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bioremediasi

Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan

sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasi

merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan

proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut Sunarko (2001), bioremediasi

mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan

paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan.

Menurut Ciroreksoko(1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian

bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2),

metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan

secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan

(biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam

kesehatan masyarakat.

Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah

lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud

adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen

bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula

memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk

menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam

proses pengolahan limbah cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan

bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi.

Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik

polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.

2.2 Tujuan Bioremediasi

Page 5: bioremediasi

Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi

bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan kata

lain mengontrol,  mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.

2.3 Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi

   Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu teknologi

alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan

mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi),

yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat pencemar atau polutan

menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Polutan dapat dibedakan menjadi dua

yaitu bahan pencemar organik dan sintetik (buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan

berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan yaitu :

a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan yang mudah

terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau didekomposisi, baik secara alamiah yang

dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh manusia,

contohnya adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah

lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.

b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi

(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.

Contohnya adalah jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan merkuri.

Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan

menjadi :

a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya (konsentrasinya)

sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil penyulingan), fosfat dan logam

berat.

b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidak

pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida, herbisida, plastik dan serat sintesis.

Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya

dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti

hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama

tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama. Polimer alami

yang mendapat perhatian karena sukar terdegradasi di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu)

terutama bagian ligninnya.

Page 6: bioremediasi

Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam

mendegradasi polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang tidak beracun.

1. Pencemaran minyak bumi

Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan

aromatik. Minyak bumi menghasilkan fraksi  hidrokarbon dari proses destilasi bertingkat.

Apabila keberadaan minyak bumi berlebihan di alam, masing-masing fraksi minyak bumi

akan menyebabkan pencemaran yang akan mengganggu kestabilan ekosistem yang

dicemarinya. Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan

kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah

diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.

  Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar

dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam

air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen

ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri

pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal.

  Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya lebih

kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bakteri

pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah

bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini

biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan

lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi.

Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat digunakan untuk mendegradasi minyak

bumi. Beberapa contoh bakteri yang selanjutnya disebut bakteri hidrokarbonuklastik yaitu

bakteri yang dapat menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya

mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Adapun

contoh dari bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri dari genus Achromobacter,

Arthrobacter, Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas, Brevibacterium, Flavobacterium,

Moraxella, Klebsiella, Xanthomyces dan Pseudomonas, Bacillus. Beberapa contoh fungi

yang digunakan dalam biodegradasi minyak bumi adalah fungi dari genus Phanerochaete,

Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sp.orobolomyce, Cladosp.orium, Debaromyces,

Fusarium, Hansenula, Rhodosp.oridium, Rhodoturula, Torulopsis, Trichoderma, 

Trichosp.oron. Sejumlah bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter

calcoaceticus, Arthrobacter sp., Streptomyces viridans dan lain-lain menghasilkan senyawa

biosurfaktan atau bioemulsi. Kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan

Page 7: bioremediasi

dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Biosurfaktan

merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik,

yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan

permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi

hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan

ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya

biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan

menyebarkannya ke permukaan sel bakteri sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.

Umumnya ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu :

Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam

lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini

bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium

cair.

Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida

amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta

kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.

Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat

(misalnya seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada

permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada

beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga

dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri

lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan

sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya

sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke

dalam medium.

Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai

berikut:

a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-

rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.

b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar

daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri

bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih

besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif.

Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.

Page 8: bioremediasi

c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri.

Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada

sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang

dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium.

Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi

yaitu:

1) Pseudomonas sp.

Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 mikrometer.

Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau

beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak

mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron

aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi

asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau

positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai

sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi

hidrokarbon antara lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas

diminuta.

Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam

mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit

mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri

Pseudomonas yaitu:

      Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik

Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan

hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya

O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh

oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan

penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.

      Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik

Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri

Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau

kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.

Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau

catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua

senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa

Page 9: bioremediasi

yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan

piruvat.

2) Arthrobacter sp.

Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 –

1,2 x 1 – 8  mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus

kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam,

aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang

berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 –

30oC.

3) Acinetobacter sp.

Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5-

2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini

tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai.

Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada

metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada

suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki

kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu

meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan

garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan.

D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini,

sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber

karbon oleh beberapa strain.

4) Bacillus sp.

Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek

(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 mm dan panjang 3-5 mm.

Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya

yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini

mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan

minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan

pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon

minyak bumi dengan cepat.  Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus

subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.

Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan

oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon  umumnya  berasal dari genus Phanerochaete,

Page 10: bioremediasi

Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini

mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu

mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi

dan pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium

menggunakan enzim lignin peroksidase.  Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang

dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa

kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH

selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai

sumber energi misalnya CO2.

Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P.

janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria)

diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim

monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang

dimiliki mamalia.  Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol, difenol,

dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat,

glukuronida, ksilosida, glukosida). Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan

mamalia.

2. Pencemaran Logam Berat

Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya di

permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah yang

besar. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada

rantai makanan dan keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara

maupun air. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti

merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan  garam-

garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh

biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh.  Mikroba

memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor atau reseptor

elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi mikroba terhadap logam antara

lain :

a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel serta membawanya

ke dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp. Mampu

menggunakan Fe dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada sitokrom.

b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme energi.

Page 11: bioremediasi

c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif dalam proses

yang disebut biosorpsi.

Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara

detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi.

Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik

menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi

anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.

Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu senyawa

yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut dalam air.

Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari senyawa yang

mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba menghasilkan asam dan senyawa

pelarut untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya

langsung diikuti dengan akumulasi ion logam.

Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan dengan

lintasan metabolism.

Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase larut

menjadi tidak  atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun contoh mikroba 

pendegradasi  logam yaitu :

1) Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI) menjadi Cr

(III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam

askorbat, glutathion, sistein, dll.

2) Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen sulfida yang

dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.

3) Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan

besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang

bisa menghasilkan energi.

4) Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi sulfat,

bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan

menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut  selain berperan

sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun

selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini adalah sebagai berikut.

5) Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logam-logam

dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat.

Page 12: bioremediasi

6) Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel tunggal yang

termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki dinding

sel tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam dari

larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat

melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil,

hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel

dalam sitoplasma.

7) Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari dalam

perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium.

Penggunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan

menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.

2.4 Proses Bioremediasi

Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis.

Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi

polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim mempercepat

proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk

memulai suatu reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa

toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus,

biotransformasi berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di

lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan

berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup

kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya

mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Dalam

proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan

reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk

mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai

keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat

dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti

hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama

tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.

Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan yang

sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak

terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan aktivitas degradasi biokimia

mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga senyawa-senyawa beracun

Page 13: bioremediasi

menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan

prinsip-prinsip biologis tentang degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi

lingkungan terhadap mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah

satu cara untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi

genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim

yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat

meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan

beracun menjadi tidak berbahaya.

2.5 Jenis-jenis Bioremediasi

A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :

1.    Biostimulasi

Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang

sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang

diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam

jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga

bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya

diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di

perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya,

jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati.

Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar

(Suhardi, 2010).

2.    Bioaugmentasi

Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah

cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling

sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme

ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang

dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut

(Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi

juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.

Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam

bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan

sulit untuk beradaptasi.

3.    Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

Page 14: bioremediasi

B. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:

1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang

digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada

lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi

2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu

ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal.  Lalu diberi

perlakuan khusus dengan memakai mikroba.  Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah

dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah

yang lebih beragam.

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi.

Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan

demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon

perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang

sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses

bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.

a)    Lingkungan

Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran

nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan

terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif.

Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir

ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik.

Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di

dalam tanah.

b)   Temperatur

Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C. Ladislao, et. al.

(2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C bukan pilihan yang

valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme

patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan

volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan

meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap

lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi

c)    Oksigen

Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah

oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen

Page 15: bioremediasi

merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah

tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c)

kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan

salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak

d)   pH.

Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada

yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan

kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah

kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien.

Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH

menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam

akan lebih berperan dibandingkan bakteri asam.

 

e)    Kadar H2O dan

karakter geologi.

Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air

dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air 50-60%.

Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.

f)    Keberadaan zat nutrisi.

Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin tak

perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula dengan

makro & mikro nutrisi yang lain.

Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan

metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan

nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme

berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.

g)   Interaksi antar Polusi.

Page 16: bioremediasi

Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas

mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme

di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan

proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang

dihasilkan.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi

Kelebihan bioremediasi sebagai berikut :

1)   Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang sempit

sekalipun.

2)   Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.

3)   Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.

4)   Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah

sudah ada dilingkungan (tanah).

5)   Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.

6)   Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.

Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :

1)   Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.

2)   Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .

3)   Membutuhkan lokasi tertentu.

4)   Pengotornya bersifat toksik 

5)   Padat ilmiah

6)   Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal

7)   Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain

8)   Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji

Sumber: Wisnjnuprapto (1996)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Page 17: bioremediasi

Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan

mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi

zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan

air).

Jenis-jenis bioremediasi meliputi :

A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :

1. Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada

di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu

penambahan nutrien dan oksigen.

2. Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk

meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.

3. Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

B. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :

1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang

digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).

2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu

ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. 

3.2 Saran

Penyusun menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta kita

harus bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang sampah pada tempatnya.

Lingkungan merupakan tempat kita yang harus dilestarikan dan dijaga. Karena hal tersebut

juga bisa bermanfaat untuk manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.S., M. Yani, F. Aribowo, and A.M. Fauzi. 2004. Bioremediation: A Case Study in

East Kalimantan, Indonesia. Proceeding the 1st COE International Symposium

“Environmental Degradation and Ecosystem Restoration in East Asia” Tokyo University –

Japan. 9 p.

Page 18: bioremediasi

Baker, J. M., Clark, R. B., Kingston, P. F. and Jenkins, R. H. (1990). Natural Recovery of

Cold Water Marine Environments after an Oil Spill. 13th AMOP Seminar, June 1990

Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. McGraw-Hill,

Inc. Toronto.

Budianto, H. 2006. Perbaikan lahan terkontaminasi minyak bumi secara bioremediasi

Munawar dkk. 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan Metode Biostimulasi Di

Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Surabaya.