bioremediasi
TRANSCRIPT
kumbang ungu
Kamis, 03 Januari 2013
Makalah Presentasi Mikrobiologi "BIOREMEDIASI"
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air yang
kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah
terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah industri
seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah menyebabkan
kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah bahan kimia beracun menyebabkan
ancaman bagi kesehatan lingkungan dan organisme hidup yang ada di dalamnya.
Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa
meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita.
Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak terhadap meningkatnya
kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan.
Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita
yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan
terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai
kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia,
kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan
dapat disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia yang notabenenya sebagai pengguna
lingkungan adalah sangat dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja
ataupun tidak.
Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua
golongan:
1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti sampah yang
mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan
bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutant),
dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan pelarut (kloroform,
karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor, antrazin, 2,4-D), fungisida
(pentaklorofenol), insektisida (organofosfat), petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon
[PAH], benzena, toluena, xilena), polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat,
bahanbahan radioaktif, dan masih banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan,
seperti yang tertera dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis
sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh
mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2O. Cara biologis
atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan
hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak
menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah bakteri). Mikroorganisme akan
mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi kontaminan tersebut.
Hanya bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam
mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga menjadi
peralatan yang bagus untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap buruknya kesehatan akibat
polusi lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun menemukan
beberapa permasalahan dalam pembuatan makalah ini, yaitu diantara sebagai berikut :
1. Apakah pengertian Bioremediasi ?
2. Apakah tujuan dari biormediasi ?
3. Apa sajakah mikroorganisme yang berperan dalam proses bioremediasi ?
4. Bagaimanakah proses bioremediasi ?
5. Apa sajakah jenis-jenis bioremediasi ?
6. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bioremediasi?
7. Apa sajakah kekurangan dan kelebihan bioremediasi ?
1.3 Tujuan dan Maksud Penulisan
Adapun tujuan dan maksud penulisan makalah ini, diantaranya :
a. Untuk Mengetahui pengertian bioremediasi
b. Untuk mengetahui tujuan penggunaan dari biremediasi
c. Untuk mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam bioremedisi
d. Untuk mengetahui proses bioremediasi
e. Untuk mengetahui jenis-jenis bioremediasi
f. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi
g. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan bioremediasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan
sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasi
merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan
proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut Sunarko (2001), bioremediasi
mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan
paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan.
Menurut Ciroreksoko(1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian
bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2),
metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan
secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan
(biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam
kesehatan masyarakat.
Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud
adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen
bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula
memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk
menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam
proses pengolahan limbah cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan
bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi.
Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik
polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.
2.2 Tujuan Bioremediasi
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi
bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan kata
lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.
2.3 Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu teknologi
alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan
mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi),
yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat pencemar atau polutan
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Polutan dapat dibedakan menjadi dua
yaitu bahan pencemar organik dan sintetik (buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan
berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan yaitu :
a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan yang mudah
terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau didekomposisi, baik secara alamiah yang
dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh manusia,
contohnya adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah
lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi
(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Contohnya adalah jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan merkuri.
Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan
menjadi :
a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya (konsentrasinya)
sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil penyulingan), fosfat dan logam
berat.
b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidak
pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida, herbisida, plastik dan serat sintesis.
Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya
dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama
tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama. Polimer alami
yang mendapat perhatian karena sukar terdegradasi di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu)
terutama bagian ligninnya.
Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam
mendegradasi polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang tidak beracun.
1. Pencemaran minyak bumi
Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan
aromatik. Minyak bumi menghasilkan fraksi hidrokarbon dari proses destilasi bertingkat.
Apabila keberadaan minyak bumi berlebihan di alam, masing-masing fraksi minyak bumi
akan menyebabkan pencemaran yang akan mengganggu kestabilan ekosistem yang
dicemarinya. Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan
kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah
diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar
dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam
air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen
ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri
pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal.
Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya lebih
kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bakteri
pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah
bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini
biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan
lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi.
Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat digunakan untuk mendegradasi minyak
bumi. Beberapa contoh bakteri yang selanjutnya disebut bakteri hidrokarbonuklastik yaitu
bakteri yang dapat menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya
mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Adapun
contoh dari bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri dari genus Achromobacter,
Arthrobacter, Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas, Brevibacterium, Flavobacterium,
Moraxella, Klebsiella, Xanthomyces dan Pseudomonas, Bacillus. Beberapa contoh fungi
yang digunakan dalam biodegradasi minyak bumi adalah fungi dari genus Phanerochaete,
Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sp.orobolomyce, Cladosp.orium, Debaromyces,
Fusarium, Hansenula, Rhodosp.oridium, Rhodoturula, Torulopsis, Trichoderma,
Trichosp.oron. Sejumlah bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter
calcoaceticus, Arthrobacter sp., Streptomyces viridans dan lain-lain menghasilkan senyawa
biosurfaktan atau bioemulsi. Kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan
dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Biosurfaktan
merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik,
yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan
permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi
hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan
ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya
biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan
menyebarkannya ke permukaan sel bakteri sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.
Umumnya ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu :
Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam
lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini
bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium
cair.
Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta
kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat
(misalnya seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada
permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada
beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga
dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri
lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan
sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya
sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke
dalam medium.
Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai
berikut:
a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-
rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar
daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri
bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih
besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif.
Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri.
Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada
sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang
dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium.
Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi
yaitu:
1) Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 mikrometer.
Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau
beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak
mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron
aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi
asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau
positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai
sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi
hidrokarbon antara lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas
diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit
mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri
Pseudomonas yaitu:
Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik
Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan
hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya
O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh
oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan
penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.
Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri
Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau
kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.
Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau
catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua
senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa
yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan
piruvat.
2) Arthrobacter sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 –
1,2 x 1 – 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus
kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam,
aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang
berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 –
30oC.
3) Acinetobacter sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5-
2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini
tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai.
Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada
metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada
suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu
meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan
garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini,
sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber
karbon oleh beberapa strain.
4) Bacillus sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek
(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 mm dan panjang 3-5 mm.
Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya
yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini
mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan
minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon
minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus
subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan
oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon umumnya berasal dari genus Phanerochaete,
Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini
mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu
mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi
dan pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium
menggunakan enzim lignin peroksidase. Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang
dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa
kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH
selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai
sumber energi misalnya CO2.
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P.
janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria)
diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim
monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang
dimiliki mamalia. Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol, difenol,
dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat,
glukuronida, ksilosida, glukosida). Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan
mamalia.
2. Pencemaran Logam Berat
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya di
permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah yang
besar. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada
rantai makanan dan keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara
maupun air. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti
merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan garam-
garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh
biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh. Mikroba
memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor atau reseptor
elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi mikroba terhadap logam antara
lain :
a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel serta membawanya
ke dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp. Mampu
menggunakan Fe dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada sitokrom.
b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme energi.
c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif dalam proses
yang disebut biosorpsi.
Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara
detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi.
Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik
menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi
anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.
Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu senyawa
yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut dalam air.
Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari senyawa yang
mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba menghasilkan asam dan senyawa
pelarut untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya
langsung diikuti dengan akumulasi ion logam.
Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan dengan
lintasan metabolism.
Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase larut
menjadi tidak atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun contoh mikroba
pendegradasi logam yaitu :
1) Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI) menjadi Cr
(III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam
askorbat, glutathion, sistein, dll.
2) Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen sulfida yang
dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.
3) Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan
besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang
bisa menghasilkan energi.
4) Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi sulfat,
bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan
menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut selain berperan
sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun
selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini adalah sebagai berikut.
5) Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logam-logam
dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat.
6) Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel tunggal yang
termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki dinding
sel tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam dari
larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat
melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil,
hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel
dalam sitoplasma.
7) Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari dalam
perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium.
Penggunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan
menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.
2.4 Proses Bioremediasi
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis.
Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi
polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim mempercepat
proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk
memulai suatu reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa
toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus,
biotransformasi berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di
lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan
berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup
kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya
mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Dalam
proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan
reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk
mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai
keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat
dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama
tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan yang
sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak
terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan aktivitas degradasi biokimia
mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga senyawa-senyawa beracun
menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan
prinsip-prinsip biologis tentang degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi
lingkungan terhadap mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah
satu cara untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim
yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat
meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya.
2.5 Jenis-jenis Bioremediasi
A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1. Biostimulasi
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang
sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang
diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam
jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga
bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya
diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di
perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya,
jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati.
Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar
(Suhardi, 2010).
2. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah
cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling
sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme
ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang
dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut
(Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi
juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam
bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan
sulit untuk beradaptasi.
3. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang
digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada
lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi
2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi
perlakuan khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah
dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah
yang lebih beragam.
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi.
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan
demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon
perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang
sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses
bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a) Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran
nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan
terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif.
Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir
ataupun kerikil kasar sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik.
Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di
dalam tanah.
b) Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C. Ladislao, et. al.
(2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C bukan pilihan yang
valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme
patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan
volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan
meningkat sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap
lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi
c) Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah
oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen
merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah
tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c)
kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan
salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak
d) pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada
yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan
kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah
kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien.
Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH
menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam
akan lebih berperan dibandingkan bakteri asam.
e) Kadar H2O dan
karakter geologi.
Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air
dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air 50-60%.
Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.
f) Keberadaan zat nutrisi.
Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin tak
perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula dengan
makro & mikro nutrisi yang lain.
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan
metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan
nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme
berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
g) Interaksi antar Polusi.
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas
mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme
di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan
proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang
dihasilkan.
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi
Kelebihan bioremediasi sebagai berikut :
1) Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan yang sempit
sekalipun.
2) Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.
3) Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
4) Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah
sudah ada dilingkungan (tanah).
5) Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
6) Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :
1) Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.
2) Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .
3) Membutuhkan lokasi tertentu.
4) Pengotornya bersifat toksik
5) Padat ilmiah
6) Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal
7) Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
8) Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji
Sumber: Wisnjnuprapto (1996)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi
zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan
air).
Jenis-jenis bioremediasi meliputi :
A. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1. Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada
di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu
penambahan nutrien dan oksigen.
2. Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk
meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.
3. Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :
1. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang
digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal.
3.2 Saran
Penyusun menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta kita
harus bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang sampah pada tempatnya.
Lingkungan merupakan tempat kita yang harus dilestarikan dan dijaga. Karena hal tersebut
juga bisa bermanfaat untuk manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H.S., M. Yani, F. Aribowo, and A.M. Fauzi. 2004. Bioremediation: A Case Study in
East Kalimantan, Indonesia. Proceeding the 1st COE International Symposium
“Environmental Degradation and Ecosystem Restoration in East Asia” Tokyo University –
Japan. 9 p.
Baker, J. M., Clark, R. B., Kingston, P. F. and Jenkins, R. H. (1990). Natural Recovery of
Cold Water Marine Environments after an Oil Spill. 13th AMOP Seminar, June 1990
Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. McGraw-Hill,
Inc. Toronto.
Budianto, H. 2006. Perbaikan lahan terkontaminasi minyak bumi secara bioremediasi
Munawar dkk. 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan Metode Biostimulasi Di
Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Surabaya.