buletin jmr 1
DESCRIPTION
Buletin Jagongan Media Rakyat yang diselenggarakan oleh Combine Resource Institution edisi pertamaTRANSCRIPT
A C A R A
4 | Jagongan Media Rakyat | 22 Juli 2010
Jagongan Media Rakyat 22 Juli 2010
22 Juli 2010 | Jagongan Media Rakyat | 1
Diskusi Buruh migran yang berlangsung pada hari Kamis pukul 19.00 di ruang 2 pada konsep acara Jagongan Media Rakyat, Jogja National Museum (eks. ASRI Gampingan) Jl. Amri Yahya No. 1 Wirobrajan, Yogyakarta, banyak di hadiri peserta sampai ruangan penuh sesak, karena judul diskusinya yang menarik selain itu narasumber dari beberapa daerah juga memaparkan pengalamannya pada isu buruh migran dan media informasi.
Upaya untuk memperbaiki nasib buruh migran Indonesia sangat mungkin dilakukan melalui pengelolaan informasi. Pelbagai pengalaman Pusat Teknologi Komunitas (PTK) Rumah Teknologi untuk TKI (Mahnetik) menunjukkan bahwa buruh migran, keluarga dan pemegang kebijakan lainnya dapat dipertemukan dalam sebuah sistem pertukaran informasi. Sistem tersebut memungkinkan TKI untuk melakukan penginformasian seputar pengalaman dan situasi terkini di negeri tempat bekerja.
Yayah Sobariah, Ketua PPSW (Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita) Pasundan mengungkapkan bahwa daerah Jawa Barat seperti Sukabumi, Cianjur, Karawang, Pandeglang, dan Lebak merupakan area kantong buruh migran yang sebagian besar bekerja di Arab Saudi. Mereka bisa keluar negeri dengan harapan bisa men
jalankan ibadah haji, dan ada kesepakatan meski tidak tertulis setelah dari bekerja luar negeri mereka bisa kerja ke negara lain. PPSW berupaya mengatasi persoalan mereka dengan membentuk kelompok perempuan yang menjadi buruh migran, kerabat saudara, dan masyarakat setempat. Wadah ini merupakan tempat bagi para buruh migran yang seringkali eng gan menceritakan persoalannya. Proses saling berbagi ini merupakan pembelajaran bagi calon tenaga kerja wanita yang akan berangkat ke luar negeri agar mereka waspada terhadap praktek calo yang seringkali memakan biaya besar.
Dalam diskusi, Dosi dari Serikat Buruh di Lampung mempertanyakan peran media dalam mengakses informasi ke luar negeri, khususnya bagi buruh migran. Ternyata berbagai media komunikasi seperti internet, buletin merupakan salah satu media yang cukup efektif bagi buruh migran.
AunyTim Media JMR 2010
Narasumber : Sri Aryani (TIFA Jakarta), Lily Purwani (Seruni Banyumas), Yayah (PPSW Pasundan)
Diskusi Media & Buruh Migran “Mengelola informasi, Melindungi Buruh Migran”
JMR 2010 diawali seminar nasional bertajuk “Pengembangan Basis Data Kemiskinan dari Tingkat Desa Untuk Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia’ di Pendapa Ajiyasa, JNM Jl. Amri Yahya no. 1 Gampingan, Yogyakarta. Seminar bermoderator Imam Prakoso ini menghadirkan empat pembicara; Dr. Kecuk Suharyanto dari Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik BPS, K. Paemboonan M.Si. selaku Sekdirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemdagri, Prof. Susetiawan dari UGM, dan Sudirman Alfian – Kades Terong, Dlingo, Bantul, Yogyakarta. Sekitar 180 peserta dari berbagai daerah dan profesi antusias hadir.
Pak Dirman mengungkapkan bahwa Desa Terong hendak mematahkan pandangan “desa sama dengan keterbelakangan” dengan mengembangkan Sistem Informasi Desa yang valid terjangkau serta daring berisi data sekitar 1.600an KK di desa. Di kantor Kades pun ada layar sentuh di mana warga bisa berkeluhkesah. Program berdasar IT ini dapat muncul karena aparatur desa “melek” teknologi dan berkomitmen.
Pak Kecuk lalu memaparkan definisi kemiskinan dan upaya pemaduan datanya. K. Paemboon
an mempertegas bahwa sejak sistem otonomi daerah dipakai, desa berkewenangan memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat keluar dari belenggu kemiskinan.
Terakhir, bagi Prof Susetiawan definisi kemiskinan tidak hanya kuantitas tapi juga kualitas serta harus disepakati dulu untuk lalu dapat dirumuskan solusi yang dibutuhkan. Banyaknya data keluaran pempus maka; ‘Data ini memang dibutuhkan masyarakat atau sekadar komoditas?”. Ia pun menghargai upaya Kades Sudirman Alfian.
Saat diskusi, Ismail (UMY) berbagi bahwa kemiskinan didefinisikan masyarakat setempat telah lama disuarakan Parsudi Suparlan – tetapi tidak sampai ke pemerintah, serta berlakunya kata Focault “Knowledge is power” dalam pengembangan basis data. Pertanyaannya, bagaimana membentuk mental penyedia data kemiskinan.
Desa Terong telah mengelola data partisipatif oleh aparat kredibel. Mentalitas inilah yang perlu ditumbuhkan. Sehingga Indonesia bukan negara yang melanjutkan kemiskinan, tetapi memang berupaya mengentaskan kemiskinan.
ikeTim Media JMR 2010
Desa Ujung Tombak Akurasi Data Kemiskinan Penduduk
2 | Jagongan Media Rakyat | 22 Juli 2010
A C A R A
22 Juli 2010 | Jagongan Media Rakyat | 3
A C A R A
ApA tujuan sebuah komunitas mengembangkan medianya sendiri? Inilah inti diskusi bertajuk “Advancing Public Interest Media”. Diskusi yang diselenggarakan atas kerjasama dengan Arizona State University bertempat di Ruang 4, Jogja National Museum (JNM), Yogyakarta. Merlyna Lim sebagai fasilitator mampu mengajak peserta untuk berbagi gagasan mereka tentang media komunitas.
Setelah saling berkenalan, diskusi dimulai dengan saling curah gagasan tentang media “publik” seperti apakah yang diinginkan atau dibutuhkan oleh masyarakat. Media publik yang dimaksud adalah media yang berpihak pada kepentingan publik. Merlyna kemudian meringkasnya dalam
beberapa karakteristik media, yaitu media penyebar gagasan atau ide yang mensubyekkan sumber dan pembaca berita, menghargai karya, terjangkau secara sosial dan ekonomi, dekat dengan realita/ isu yang ada dalam dan dari masyarakat, mampu menyerap aspirasi masyarakat, membumi, bersifat partisipatoris, menjalankan fungsi sebagai ruang publik, dan publik bisa ikut memiliki serta mengelola untuk
kepentingan bersama.Tak hanya itu, peserta dan Merlyna kemu
dian membahas beragam persoalan yang sering dihadapi media. Terutama, pengalaman aktivis komunitas dalam menggunakannya – kerapnya, masalah regulasi dan legalitas. Media komunitas dan media pewarta warga sering terkendala dalam beraktivitas karena status hukum mereka tidak jelas. Padahal, kemampuan serta kejujuran mereka mungkin lebih baik daripada jurnalis yang terikat oleh lembaga media tertentu.
Juga, terdapat jurnalis atau pegiat media komunitas yang hanya mementingkan pemahaman teknis tanpa memahami penyusunan konten yang baik. Seringkali, mereka sangat subyektif (mementingkan diri sendiri atau kelompoknya). Ini menyulitkan media komunitas melakukan transformasi sosial. Tiadanya kanalkanal penghubung atau mediator ditengarai sebagai salah satu penyebabnya.
Akhirnya, Merlyna mengharapkan para peserta diskusi untuk mengubah cara pandang mereka. Mencoba melihat secara lebih makro bahwa banyak celah kosong yang ditinggalkan media main-stream. Dan, media komunitas/ media pewarta warga seharusnya muncul menjadi media yang berpihak kepada kepentingan publik. Muncul sebagai media gotong royong yang menjadi impian bersama.
Christian Apri WijayaTim Media JMR 2010
Media Komunitas, Impian Bersama (1)
sekolAh Anak Alam (Salam) pertama kali didirikan pada tanggal 8 Juli 1988 oleh Ibu Sriwayaningsih di Banjarnegara saat beliau yang berasal dari Klaten menikah dengan pria asal Banjarnegara kemudian menetap di sana. Pencetusan Salam berangkat dari keprihatinan Ibu Sri Wayaningsih pada hilangnya keceriaan masa kecil anakanak karena ketatnya pendidikan formal. Ketika pindah ke Yogyakarta pada tahun 2000,
beliau pun mendirikan sekolah serupa.Siswasiswi Salam terdiri dari berbagai
macam status sosial baik dari keluarga kurang mampu maupun dari keluarga berada karena pada dasarnya sekolah ini tidak membedakan status sosial anak. Seperti tutur Suparno selaku pencari dana Salam,”Sekolah ini tidak membedakan status ekonomi.” Sistem pendidikan yang digunakan oleh Salam mengacu pada kurikulum pendidikan nasional. Namun, materi pelajaran juga ditambah dengan materi kebudayaan, lingkungan, pangan berupa makanan tradisional dan makanan kesehatan, serta kesehatan. Beberapa materi informal lainnya sedang dalam proses pembicaraan.
Sekolah Anak Alam (Salam)
BARongsAi adalah tarian tradisional Cina dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa. Kesenian ini sudah ada sejak ribuan tahun silam. Catatan pertama tentang tarian ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ke tiga sebelum masehi. Anakanak di RW 04 Patangpuluhan Yogyakarta menggunakan kesenian ini sebagai media berekspresi mereka. Pada hari Kamis, 22 Juli 2010 pukul 15.30 16.00 di Jagongan Media Rakyat, Jogja National Museum (eks. Akademi Seni Rupa Indonesia ASRI Gampingan) Jl. Amri Yahya No. 1 Wirobrajan, Yogyakarta 55181 Indonesia.
Adi Setiawan, Ketua Paguyuban Barongsai Anak Patangpuluhan, mengungkapkan bahwa paguyuban ini berdiri pada tahun 2001. Melalui paguyuban ini diharapkan anakanak lebih sensitif terhadap kebudayaan bangsa, terutama kesenian barongsai. Melalui kesenian pula generasi muda bisa terhindar dari pengaruh negatif seperti narkoba.
Paguyuban Patangpuluhan ikut menyemarakkan dalam acara Jaringan Media Rakyat dengan tujuan menghibur para penonton serta mengajak masyarakat cinta kesenian. Total yang ikut bermain ada 30 anak , 5 sebagai perkusi dan 25 sebagai pemain barongsai. Anak yang mengikuti dari usia sekolah TK sampai kelas 6 SD. Pertunjukkannya menceritakan kehidupan seharihari yang di simbolkan dengan Naga tidur yang artinya jangan bermalasmalasan, dan Naga murka yang artinya untuk giat dalam bekerja. Wawan kelas 5 SD salah
satu bagian dari Paguyuban Patangpuluhan mengungkapkan sangat senang bisa mengikuti acara ini karena bisa menghibur para penonton. Dari sini kita bisa melihat bahwa kesenian ini memberikan pesan ke masyarakat untuk selalu semangat dalam melakukan kegiatan positif.
AunyTim Media JMR 2010)
Barongsai Anak Patangpuluhan Membuka Jagongan Media Rakyat 2010
Sistem pengajarannya diawali praktik kemudian dilanjutkan teori. Proses belajar mengajar dilakukan di dalam dan di luar ruang agar para murid dapat mengenal lingkungan sekitarnya. Sekolah ini menggunakan sistem lima hari kerja di mana anakanak hanya bersekolah dari hari Senin hingga Jumat, sementara hari Sabtu dan Miggu sekolah diliburkan. Jam efektif bagi playgroup adalah pukul 911, TK pukul 812, sementara bagi tingkat SD pukul 81 siang. Salam dapat ditemukan di Banjarnegara dan Yogyakarta. Di Banjarnegara Salam berupa Taman KanakKanak (TK), sedangkan di Yogyakarta ditambah Kelompok Bermain, dan Sekolah Dasar (SD).
Sedianya, anakanak yang menempuh studi di Salam juga akan mendapatkan ijazah seperti lembaga pendidikan formal lainnya, namun izin pemberian ijazah tersebut sedang diproses oleh Dinas Pendidikan. Dana untuk menjalankan sekolah ini didapat dari hasil berjualan dan sumbangan orang tua murid semampunya. Dengan dana ini pula, Sekolah Alam menggaji tenaga pengajarnya. “Tenaga pengajar di sekolah ini merupakan relawan, salah satunya berasal dari Australia,” terang Suparno.
ikeTim Media JMR 2010
Narasumber: Suparno