daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

21
DAENDELS DAN PERKEMBANGAN ARSITEKTUR DI HINDIA BELANDA ABAD 19. Handinoto Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Petra, Surabaya [email protected] ABSTRAK Dalam kurun waktu pemerintahannya selama kurang lebih 3,5 tahun, Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811) ternyata berperan besar terhadap perkembangan kota di Batavia (sekarang Jakarta) dan Surabaya maupun arsitektur kolonial di Hindia Belanda sepanjang abad ke 19. Gaya pemerintahannya yang keras dan angkuh ternyata berhasil menghidupkan kembali keangkuhan Belanda sebagai kaum penjajah dan menjauhkan pengaruh arsitektur tradisional Jawa yang sudah mulai diadaptasi oleh kaum ’aristokrat’ Belanda pada akhir abad 18, untuk pembangunan perumahan. Kedatangan Daendels mengakibatkan timbulnya gaya arsitektur yang kemudian dikenal dengan sebutan ” Indische Empire”, berasal dari gaya Empire di Perancis yang disesuaikan dengan iklim dan gaya hidup di Hindia Belanda. Gaya ini berkembang di Hindia Belanda sepanjang abad ke 19. Kata Kunci: Sejarah arsitektur Kolonial Belanda , Daendels, Indische Empire. ABSTRACT In periods of his governance, Governor General Herman Willem Daendels (1808-1811) greatly influenced the city growth of Batavia (currently known as Jakarta) and Surabaya. He has also affected colonial architecture in Dutch East Indies during 19 th century. His style of leadership that was arrogant and tough has been succeeded to reborn proud of Dutch nation as a colonist and also eliminate Javanese traditional architecture that was started to adopt by some Dutch ‘aristocrat’ at the end of 18 th century for housing development. Daendels’ governance initiated new style of architecture which is known as ‘Indische Empire’. The style has been adopted from ‘Empire’ style of France and has made some adjustment with local climate and life style of Dutch East Indies The style has been used in Dutch East Indies during 19 th century. Key words: Dutch Colonial Architecture History, Daendels, Indische Empire 1

Upload: doannhu

Post on 31-Dec-2016

297 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

DAENDELS DAN PERKEMBANGAN ARSITEKTUR DI HINDIA BELANDA ABAD 19.

Handinoto

Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Petra, Surabaya

[email protected]

ABSTRAK

Dalam kurun waktu pemerintahannya selama kurang lebih 3,5 tahun, Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811) ternyata berperan besar terhadap perkembangan kota di Batavia (sekarang Jakarta) dan Surabaya maupun arsitektur kolonial di Hindia Belanda sepanjang abad ke 19. Gaya pemerintahannya yang keras dan angkuh ternyata berhasil menghidupkan kembali keangkuhan Belanda sebagai kaum penjajah dan menjauhkan pengaruh arsitektur tradisional Jawa yang sudah mulai diadaptasi oleh kaum ’aristokrat’ Belanda pada akhir abad 18, untuk pembangunan perumahan. Kedatangan Daendels mengakibatkan timbulnya gaya arsitektur yang kemudian dikenal dengan sebutan ” Indische Empire”, berasal dari gaya Empire di Perancis yang disesuaikan dengan iklim dan gaya hidup di Hindia Belanda. Gaya ini berkembang di Hindia Belanda sepanjang abad ke 19. Kata Kunci: Sejarah arsitektur Kolonial Belanda , Daendels, Indische Empire.

ABSTRACT

In periods of his governance, Governor General Herman Willem Daendels (1808-1811) greatly influenced the city growth of Batavia (currently known as Jakarta) and Surabaya. He has also affected colonial architecture in Dutch East Indies during 19th century. His style of leadership that was arrogant and tough has been succeeded to reborn proud of Dutch nation as a colonist and also eliminate Javanese traditional architecture that was started to adopt by some Dutch ‘aristocrat’ at the end of 18th century for housing development. Daendels’ governance initiated new style of architecture which is known as ‘Indische Empire’. The style has been adopted from ‘Empire’ style of France and has made some adjustment with local climate and life style of Dutch East Indies The style has been used in Dutch East Indies during 19th century. Key words: Dutch Colonial Architecture History, Daendels, Indische Empire

1

Page 2: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

PENDAHULUAN. Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811), memerintah Hindia

Belanda dalam waktu yang cukup singkat (kurang lebih 3,5 th). Tapi warisan yang

ditinggalkannya baik dalam bidang pemerintahan maupun pembangunan fisik yang

dirintisnya mempunyai pengaruh yang sangat besar sampai akhir abad ke 191.

Gaya arsitektur di Hindia Belanda sepanjang abad ke 19, yang disebut sebagai

“Indische Empire”2, merupakan rintisan dari Gubernur Jendral ini. Perlu diketahui

disini bahwa perkembangan gaya arsitektur pada akhir abad ke 18 di Jawa sudah

menjurus kearah model-model rumah bangsawan Jawa dengan atap joglo yang lebih

terbuka dan nyaman untuk hunian di daerah tropis lembab seperti di Jawa3. Tapi

Daendels datang dengan keangkuhannya, serta memperkenalkan arsitektur gaya

“Empire” Perancis dari daratan Eropa. Keangkuhan ‘gaya Daendels’ inilah yang

rupanya terus diikuti oleh para penggantinya, sehingga gaya arsitektur yang

menjurus kearah gaya ‘indis4’ menjadi pudar waktu itu. Kejutan pertamanya setelah

ia tiba di Hindia Belanda adalah pembangunan gedung Gouvernements Hôtel5 di

Batavia. Tidak hanya itu saja, Daendels lah yang mempelopori daerah hunian baru di

Batavia kearah pedalaman (Weltevreden-Jatinegara) yang lebih sehat waktu itu,

1 Contoh misalnya: jalan raya pos (grotepostweg- sekarang jalan pantura),yang dirintisnya pada th. 1808, punya pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan perekonomian di Jawa sampai sekarang. Lihat Nas, Peter J.M. dan Pratiwo (2002), Java and De Groote Postweg, La Grande Route, the Great Mail Road, Jalan Raya Pos, dalam Bijdragen 158.4, 2002, hal.707-725. 2 Arsitektur “Indische Empire” adalah gaya arsitektur yang berkembang pada abad ke 19 di Hindia Belanda. Gaya arsitektur tersebut dipopulerkan oleh Gubernur Jendral “H.W. Daendels (1808-1811). Ciri-ciri khas dari arsitektur tersebut bisa ditengarai sbb: Denahnya berbentuk simetri penuh. Ditengah terdapat apa yang disebut sebagai “Central Room” yang terdiri dari kamar tidur utama dan kamar tidur lainnya. “Central Room” tersebut berhubungan langsung dengan teras depan dan teras belakang (Voor Galerij dan Achter Galerij). Teras tersebut biasanya sangat luas dan diujungnya terdapat barisan kolom yang bergaya Yunani atau Romawi (Doric, Ionic ,Corinthian). Dapur, Kamar Mandi/WC, Gudang dan daerah Service lainnya merupakan bagian yang terpisah dari bangunan utama dan letaknya ada dibagian belakang. Kadang-kadang disamping bangunan utama terdapat paviliun yang digunakan sebagai kamar tidur tamu. Kalau rumah tersebut berskala besar biasanya terletak pada sebidang tanah yang luas dengan kebun didepan samping dan belakang. Gaya arsitektur “Indische Empire” ini mulai menghilang pada awal abad ke 20 di Hindia Belanda. 3 Lihat Tjahjono, G. (1998:110-111) Country Houses in the 18th Century, dalam Indonesian Heritage, Architecture, Archipelago Press. 4 Yang dimaksud dengan gaya ‘indis’ disini adalah gejala percampuran antara gaya hidup aristokrat Jawa dengan gaya hidup orang Belanda di Hindia Belanda, yang mulai timbul subur pada abad ke 18 di Jawa yang tercermin dalam gaya perumahannya. Lihat : Milone, Pauline D. (1966-67), Indische Culture And Its Relationship To Urban Life, dalam Comparative Studies In Society & History, vol.9, Jul-Oct, hal.427-436. 5 Gedung tersebut rencananya akan dipakai sebagai pusat pemerintahan bagi Hindia Belanda

2

Page 3: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

dengan strategi yang terkenal dengan istilah “Lompatan Katak”6, sehingga kota

Batavia yang terkenal tidak sehat (waktu itu) dikembangkan kearah pedalaman.

Di Surabaya Daendels memerintahkan pembangunan benteng Lodewijk (yang

baru dibongkar th. 1870 an) dan memerintahkan untuk memperbaiki tempat

kediaman ‘penguasa Jawa bagian Timur’ (gezaghebber) di komplek Taman Simpang

dengan arsitektur gaya ‘ Empire’. Serta memindahkan rumah sakit militer di “kota

bawah” (daerah jembatan merah) ke daerah Simpang (Selatan Kota). Semua

tindakan Daendels yang dipandangnya sangat strategis ini ternyata mempunyai

implikasi yang dalam sampai akhir abad ke 19, bahkan jauh sesudahnya.

Sumber: KITLV, inv.no.2726.

Gb.1. Tampak depan Gouvernements Hôtel dengan monumen Waterloo di Batavia. (foto tersebut diambil pada th. 1895) Didirikan oleh Daendels th. 1809 diselesaikan oleh Du Bus th. 1828.

Arsitek kepalanya adalah J. Jongkind dan kepala pelaksananya adalah perwira Zeni J.C. Schultze.

6 Strategi ‘Lompatan Katak’ adalah strategi yang umumnya dipakai untuk mengembangkan kota kearah yang akan dituju dengan cara menempatkan sebuah ‘komplek bangunan’ yang menjadi pusat pertumbuhan,yang letaknya jauh dari pusat kota , sehingga ‘ruang kota’ yang ada diantara pusat kota dan komplek baru yang dibangun tersebut akan tumbuh dengan cepat, karena sering menjadi lewatan dan sebagai jalan atau daerah penghubung.

3

Page 4: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Sumber: Reenen, Mireille van (2005)

Gb.1A. Suasana Eropa yang diboyong ke daerah tropis di Hindia Belanda. Suatu pemandangan sore hari pertengahan abad 19 di Waterlooplein, Weltevreden, Batavia .

Gb.2. Herman Willem Daendels, dilukis oleh Charles Howard Hodges (1764-1873). Pangkat nya adalah

Maarchalk van Holland (Marsekal Holland).

4

Page 5: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Gb.2A. Jalan Raya Pos (Grotepostweg) yang dibangun oleh Daendels antara th. 1808-1810,

dari Anyer sampai Panarukan

Situasi Perkembangan Arsitektur Akhir Abad 18 di Jawa Menjelang Datangnya Daendels.

Akhir abad ke 18 adalah masa-masa kebangkrutan VOC (Verenigde Oost

Indische Compagnie) di Hindia Belanda. Tapi situasi kebangkrutan perusahaan

Belanda di Hindia Belanda ini justru menimbulkan banyaknya orang kaya (akibat

korupsi dan pemanfaatan situasi) disekitar Batavia. Orang kaya bangsa Eropa yang

sering disebut sebagai kaum aristokrat setempat ini justru membangun rumah-

rumahnya yang besar dan mewah terutama dipinggiran kota Batavia. Rumah-rumah

yang besar dan mewah ini disebut dengan “landhuisen”. Suatu kebiasaan yang

sudah lazim di Hindia Belanda adalah, model-model rumah orang kaya di Batavia ini

kemudian ditiru oleh orang-orang kaya lainnya di luar Batavia. Orang-orang Eropa

yang kaya dan sudah lama tinggal di daerah tropis ini, membuat rumahnya dengan

gaya yang mirip rumah Jawa, yang sudah beradabtasi dengan iklim tropis lembab di

Hindia Belanda 7. (lihat gb. no.3). Gaya arsitektur yang menyesuaikan diri dengan

iklim tropis lembab ini pada abad ke 18 ini dinamakan oleh kaum akademisi sebagai

‘Indies Style Country House’ atau ‘Transitional Dutch Indies Country House’.

Kehidupan yang nyaman diluar kota dengan rumah yang luas serta dikelilingi dengan 7 Adabtasi ini ditunjukkan dengan bentuk atap joglo yang mirip pendopo, serta teras keliling bangunan yang melindungi bangunannya dari sinar matahari langsung dan tampiasnya air hujan. Banyaknya pembukaan untuk memasukkan udara luar sebagai usaha untuk mendapatkan ventilasi silang (cross ventilation), akibat kelembaban udara yang tinggi. Juga ‘overstek’ yang dalam sebagai usaha untuk mengurangi radiasi sinar matahari tropis yang menyengat. (lihat gb.3).

5

Page 6: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

banyak pembantu merupakan gambaran dari rumah para aristokrat setempat abad

ke 18 8.

Gb.2B. Rumah tinggaL di Batavia dengan gaya “Indische Empire” pada abad ke 19.

Gb.2C. ‘Central room’ atau ruang utama dari sebuah rumah dgn arsitektur gaya “Indische Empire” Abad 19.

8 Gambaran lebih lanjut tentang kehidupan waktu itu lihat: Milone, Pauline D. (1996-97), Indische Culture, and its Relationship to Urban Life, dalam majalah Comparative Studies in Society & History, vol.9, Jul-Oct, 1996-97, hal. 407-426.

6

Page 7: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Daendels dan Pembangunan di Hindia Belanda awal abad 19. Bangkrutnya pemerintahan VOC akibat korupsi para pegawainya dan salah

urus serta merosotnya keadaan kota Batavia pada akhir abad ke 18 9, serta makin

gencarnya ancaman Inggris atas Jawa, memaksa pemerintahan Belanda mengirim

seorang Gubernur Jendral baru yaitu Herman Willem Daendels (1808-1811). Kota

Batavia yang dulunya mendapat julukan sebagai “Queen of the East10” sudah lama

sebelum datangnya Daendels menjadi kota yang tidak sehat lagi. Setibanya

Daendels di Batavia (5 Januari 1808), kotanya sebagian sudah merupakan daerah

berawa dan dijangkiti penyakit malaria serta kolera11. Sebagai gebrakannya yang

pertama, ia segera memerintahkan untuk memindahkan pusat kota lama yang ketika

itu sudah tidak sehat lagi ke daerah pedalaman yang disebut dengan Weltevreden

(lihat gb.no.4.). Pada tgl 28 Pebruari 1809 ia segera mengusulkan untuk mendirikan

sebuah Kantor dan rumah kediaman Gubernur Jendral yang baru di Wetevreden12

(sekarang daerah Jatinegara). Gedung yang baru tersebut terkenal dengan sebutan

‘Gouvernements Hôtel’13 (lihat Gb.no.1). Rencana gedung monumental ini

sepenuhnya bergaya ‘Eropa’. Meskipun gedung tersebut dikerjakan dan ditanda

tangani oleh perwira seni J.C. Schulze dan arsitek kepala J. Jongkind, tapi tak dapat

diragukan lagi bahwa Daendels sangat berpengaruh atas perencanaan gedung ini.

Daendels menghendaki bangunan yang berskala monumental tersebut segera

dikerjakan sebelum musim hujan tiba. Bangunan tersebut merupakan gedung yang

tebesar pada jamannya di Jawa. Tingginya 3 lantai, terdiri dari gedung utama

dengan luasan 242 x 84 kaki, sedangkan gedung sayapnya dengan ukuran 80 x 84

9 Tentang keadaan kota Batavia pada akhir abad ke 18 bisa dibaca pada buku:P.H. Van den Brug (1994) berdasarkan disertasinya yang berjudul Malaria en malaise; De VOC in Batavia in de achtiende eeuw, Amsterdam; De Bataafsche Leeuw. 10 Tentang julukan Batavia sebagai Queen of the East lihat Pauline D.Milone (1966), Queen City of the east: The Metamorphosis of a Colonial Capital, disertasi University of California, Berkeley. 11 Hal ini disebabkan karena rencana kota Batavia yang salah. Kota ini dibagi-bagi dengan sistim grid oleh kanal-kanal kecil yang dialiri oleh air sungai Ciliwung (lihat Gb.no.4.). Karena salah perhitungan maka kalau air sungai pasang kotanya seolah-olah menjadi rawa, dan kalau musim kemarau menjadi sarang nyamuk karena airnya tidak mengalir. Hal seperti ini ditambah lagi dengan tersumbatnya mulut sungai Ciliwung akibat endapan pasir akibat meletusnya Gunung Salak waktu itu. 12 Sebelum Daendels sejak pemerintahan gubernur Jendral G.W. van Imhof (1743-1750), semua Gubernur Jendral sesudahnya bertempat tinggal di Buitenzorg (sekarang Bogor), sekitar 60 km arah Selatan Batavia. 13 Gedung ini sekarang ditempati oleh ‘Departemen Keuangan’. Letaknya di Jl. Lapangan Banteng Timur no.2, Jakarta Pusat. ‘Gouvernements Hôtel’ oleh rakyat setempat dulunya juga disebut sebagai ‘rumah Gubernemen’ atau istilah lainnya seperti: Rumah Putih, Rumah Besar, Kantor Palès atau Istana Daendels.

7

Page 8: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

kaki 14 (lebar fasade keseluruhannya kurang lebih 150 M). Gedung dibagian

belakang digunakan sebagai kantor, tempat tinggal para pelayan, kandang kuda dan

tempat penyimpanan kereta. Di depan bangunan tersebut terdapat sebuah tugu yang

dipuncaknya terdapat patung singa, yang menurut banyak pengamat mirip dengan

yang ada di taman Waterloo di Belgia. Tidak diragukan lagi bahwa gedung yang

dirancang oleh Daendels untuk kantor Gubernur Jendral ini merupakan bangunan

kantor yang terbesar yang pernah dibangun di Hindia Belanda. Di depan bangunan

tersebut terdapat lapangan luas yang dinamakan ‘Paradeplaats’ yang ditahun 1828

berganti nama menjadi ‘Waterlooplein’15 (sekarang menjadi lapangan banteng) dan

‘Koningplein’ (sekarang Medan Merdeka) ‘Gouvernements Hôtel’ yang berskala

monumental ini menunjukkan ambisi dari seorang penguasa yang ingin menunjukkan

kekuasaannya lewat bangunan phisik pemerintahan.

Dananya? Daendels segera memerintahkan untuk membongkar sejumlah

besar bangunan yang ada sebelumnya, bahkan bangunan yang dulu melambangkan

kejayaan periode VOC. Seperti tembok Kota, benteng “Het Kasteel” dan Gereja

Belanda (yang konon merupakan makam dari J.P. Coen pendiri Batavia16). Bahan

bangunan hasil pembongkaran tersebut dipakai untuk membangun kantor Gurbernur

Jendral yang dinamakan Gouvernements Hôtel. Bangunan baru ini diletakkan di

daerah Weltevreden kurang lebih 10 km dari pusat kota lama Batavia yang sudah

tidak sehat waktu itu. Kebijakan ini terkenal dengan istilah “lompat katak”, supaya

perkembangan kota bergerak kearah pedalaman (lihat gb. no. 4). Untuk mengisi

kekosongan ditengah antara pusat kota lama dan pusat kota baru disekitar

Koningplein, Daendels membangun gedung “Societeit De Harmonie”17 .

14 Satuan ‘”kaki” disini adalah satuan Rhijnland. Satu kaki =31,39 cm. Dua belas dim = 1 kaki. Dua belas kaki = 1 roede. Jadi dengan satuan metrik luas gedung utamanya adalah 76.0x 26,4 M. Lebar gapuranya adalah 11,30 M. Gedung-gedung sayap luasnya = 25,10x26,40 M. Lebar seluruh bangunan kira-kira adalah 150,00 M. Bandingkan dengan lebar sisi Candi Borobudur (dibangun abad ke 8) yang merupakan candi terbesar di dunia, sisi nya berukuran 132,00 M. 15 Waterloo adalah tempat dimana Napoleon mengalami kekalahan dalam perang di Eropa. Dan sekaligus juga merupakan titik balik dimana kaisar tersebut akhirnya mengalami keruntuhannya. Karena sejak itu pasukannya sudah tidak ditakuti lagi di Eropa. 16 J.P.Coen meninggal di Batavia th. 1629 akibat penyakit menular (malaria?). Ia dimakamkan di Batavia. 17 ‘Societeit’ merupakan perkumpulan orang-orang elite ada jaman kolonial Belanda. Gedung seperti ini merupakan gedung yang bergengsi pada jamannya, karena sering dikunjungi oleh golongan ‘cabang atas’ dari masyarakat kolonial Belanda. Di dalam gedung tersebut terdapat ruang santai, perpustakaan , meja bilyard, serta fasilitas untuk rekreasi lainnya. Pada jaman Belanda hampir setiap

8

Page 9: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Pembangunan gedung Gouvernements Hôtel ini belum selesai waktu

Dandels diganti. Yang menyelesaikannya adalah Gubernur Jendral Du Bus de

Gisignies pada th. 1828.

Sumber: Indonesian Heritage,

Architecture,Archipelago Press,Singapore.(1998)

Gb.3. Rumah-rumah abad ke 18, yang sering disebut sebagai ‘Indies style house’, merupakan rumah yang ditinggali oleh orang Belanda,

yang sudah beradaptasi dengan iklim tropis di Hindia Belanda. Teras yang mengelilingi bangunan untuk menghindari tampiasnya air hujan dan

masuknya secara langsung sinar matahari melalui jendela, serta kolom-kolom sebagai penyangga atap yang tinggi merupakan penyesuaian

bangunan dengan iklim tropis lembab di Hindia Belanda.

kota terdapat gedung yang bergengsi ini. Nama perkumpulan seperti ini yang terkenal a.l. : Societeit De Harmonie, Societiet Concordia, di Surabaya ada Simpang Societiet dsb.nya.

9

Page 10: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Sumber: Woodbury & Page.

Gb.5. Tampak samping Gouvernements Hôtel yang diprakarsai oleh Daendels th. 1809.

Gb.5B. Potongan melintang gedung Gouvernements Hôtel

10

Page 11: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Gb.5A. Suasana Kota Batavia yang baru dengan bangunan gaya “Indische Empire, yang didirikan setelah Daendels meninggalkan Hindia Belanda th.1811.

Gb.5C Typical denah rumah gaya “Indische Empire”, dengan ciri

khas yaitu teras depan dan belakang sebagai bagian penting dari denahnya.

11

Page 12: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Sumber: Wiryomartono (1995)

Gb.4. Perpindahan pusat pemerintahan di Batavia, dari daerah kota lama sekitar Stadhuis-Taman Fatahilah (lihat

peta samping ) ke daerah baru di Weltevreden. Kota lama yang dianggap sudah tidak sehat lagi oleh Daendels

ini kemudian ditinggalkan dengan membangun sebuah ruang publik baru yang dinamakan paradeplaats dengan

sebuah gedung yang berskala monumental yang dinamakan “Gouvernements Hôtel”. Tapi karena

pemerintahan Daendels yang sangat singkat (3,5 th), gedung yang belum selesai itu kemudian diteruskan oleh Gubernur Jendral Du Bus pada th. 1828. Gedung tersebut sekarang ditempati oleh Departemen Keuangan Republik

Indonesia.

Sumber: Wiryomartono (1995)

12

Page 13: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Sumber: Woodbury & Page.

Gb.6. Societeit De Harmonie terletak disebelah Selatan Molenvliet (sekarang Jl. Gajahmada & Hayam wuruk) didirikan th. 1810 atas prakarsa Daendels, sebagai penghubung

antara pusat kota lama yang ditinggalkan dengan daerah baru yang dinamakan Weltevreden.

Sumber: Woodbury & Page.

Gb.7. Interior gedung Societeit De Harmonie, yang sangat mewah pada jamannya. Gedung ini hanya boleh dimasuki oleh orang-orang Eropa ‘cabang atas’ di Batavia. Gedung yang

pembangunannya diprakarsai oleh Daendels ini dibangun th. 1810.

13

Page 14: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Gb.8. Societeit Concordia di Batavia dibangun dengan gaya “Indische Empire”, pada abad ke 19.

Gedung ini diperuntukkan khusus bagi perwira militer Berlanda. Fungsinya untuk rileks dan bersenang -senang. Halaman depan yang luas dengan air mancur , serta pepohonan yang rindang

Dari segi arsitektur, gedung ini punya skala monumental yang baik. Selain

ukurannya yang gigantis juga cara meletakkannya didepan lapangan kosong (yang

digunakan untuk parade dan kegunaan lainnya). Sehingga keseluruhan gedung

dapat terlihat dengan jelas18.(lihat gb. no.5.). Tapi dari segi perencanaan gedung

yang terletak di daerah tropis lembab seperti di Batavia ini kurang sesuai.

Jendelanya, terutama dilantai dua dan tiga tidak terlindung sehingga kalau hujan

sering tampias. Selain itu sinar matahari sesudah jam 9 pagi juga bisa masuk ke

ruang dalamnya. Hal ini bisa diduga bahwa gaya arsitektur Eropa yang dibawa dari

Belanda ini tidak menyesuaikan diri dengan iklim tropis lembab di Batavia. Ruang-

ruang dalam dilantai 1 yang sangat rendah (Sebagian masuk dalam tanah) juga

mengakibatkan suasana interiornya jadi lembab, berbeda dengan suasana Eropa.

Pembangunan gedung ini merupakan pelajaran yang mahal bagi arsitektur kolonial

di Jawa. Dari pelajaran inilah mereka (arsitek Belanda yang berkarya di Hindia

Belanda) belajar menyesuaikan diri dengan iklim setempat. Mereka ini memecahkan

dengan membuat teras keliling bangunan (lihat gedung Societeit De Harmonie Gb.6.) 18 Sebuah gedung dapat terlihat dengan jelas secara keseluruhan harus memenuhi persayaratan : perbandingan antara tinggi gedung dan sipengamat minimal harus 1:3 (d/h=3)

14

Page 15: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

serta ‘overstek’ atap yang dalam untuk melindungi dari radiasi sinar matahari dan

tampiasnya air hujan. Contoh yang baik bagi asitektur kolonial Belanda di Jawa

dalah pembangunan Gedung “Lawang Sewu “ di Semarang pada th. 1900 an. Daendels dan Pembanguan Kota Surabaya.

Daendels juga merupakan orang yang sangat berpengaruh terhadap

perkembangan kota dan arsitektur di Surabaya. Disamping memberikan gebrakan

pada birokrasi pemerintahan di Surabaya19, Daendels juga melakukan banyak

pembangunan disana. Daendels berhasil merubah wajah Surabaya dari sebuah

‘desa’, menjadi sebuah kota Eropa kecil. Di Surabaya atas perintah Daendels

didirikan sebuah benteng Lodewijk20 di daerah pelabuhan yang menuju ke laut.

Maksudnya untuk menahan serangan Inggris dari arah laut. Disamping itu Daendels

juga memerintahkan untuk mendirikan pabrik senjata21 sendiri di Surabaya untuk

memperkuat persenjataan bagi pasukan alteleri di Surabaya. Daendels juga

memerintahkan untuk memindahkan rumah sakit militer di daerah kota bawah

dengan sebuah rumah sakit yang lebih layak di daerah Simpang22, yang letaknya

jauh dibagian Selatan kota. Rumah sakit tersebut letaknya tidak jauh dari rumah

dinas ‘penguasa Jawa Bagian Timur’. Sehingga kota Surabaya yang dulunya

terkonsentrasi disekitar pusat pemerintahan (civic center) di mulut jembatan merah,

sekarang sebagian gedung penting pemerintahan dipindahkan kebagian Selatan.

Tindakan Daendels ini mirip dengan apa yang ia perbuat di Batavia. Strategi

‘lompatan katak’ Daendels untuk meluaskan kota Surabaya dari pusat kota (disekitar

19 Cerita tentang tinjauan Daendels ke Surabaya, yang membuat pegawai bekas pemerintahan VOC tersebut kalang kabut bisa dibaca pada buku: Faber, G.H. von (1931), Oud Soerabaia: De Geschiedenis Van Indie’s Eerste Koopstad Van De Oudste Tijden Tot De Insteling Van De Gemeenteraad, Surabaia, Gemeente Soerabaia. Dalam Bab: Soerabaia Onder Daendels Bewind (1808-1811), hal. 35-40. 20 Benteng Lodewijk ini kemudian musnah pada th. 1856, akibat pendangkalan muara bengawan Solo, sehingga fungsi strategisnya menjadi hilang. 21 Pabrik senjata yang disebut dengan Altellerie Constructie Winkel , awalnya dibangun th. 1807, tapi baru selesai setelah ada perintah dari Daendels untuk menyelesaikannya. Pada awal abad ke 20, pabrik ini dipindahkan ke Bandung, berikut dengan tenaga kerjanya sekali. Pabrik tersebut dalam perkembangan selanjutnya merupakan cikal bakal pabrik senjata ABRI, yaitu Pindad. 22 Rumah sakit (CBZ- Centrale Burgerlijke Zuikenhuis) tersebut sekarang dibongkar dan diatasnya kemudian didirikan Mall yang bernama Surabaya Delta Plaza.

15

Page 16: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

jembatan merah) ke arah Selatan ini baru terlihat keberhasilannya pada awal abad

ke 2023.

Selain itu ia juga memerintahkan perluasan dan pembangunan gedung bekas

tempat ‘penguasa Jawa bagian Timur’ (gezaghebber) di daerah Simpang (sekarang

Jl. Pemuda), dimana ia sering menginap disana. Gedung tersebut dibangun dengan

gaya “Indische Empire”. Setelah pembangunan gedung ini ribuan bangunan di

Surabaya dibangun dengan gaya ‘Indische Empire”. Sebagai contoh misalnya:

Gedung ‘Raad van Justitie’ (dibangun th. 1890 an), yang merupakan gedung

pemerintahan penting di Surabaya juga bergaya arsitektur ‘Indische Empire’.

Gedung pemerintahan lain, seperti Kantor Pos & Tilgram24 yang lama (dibangun th

1908) di Jl. Bibis no.60 (lihat gb.10.) juga dibangun dengan gaya ‘Indische Empire”

Ternyata pengaruh arsitektur dengan gaya ‘Indische Empire‘ tersebut sangat populer

sepanjang abad ke 19. Di Surabaya bahkan gaya ini sampai tersebar ke kampung-

kampung baik ditengah maupun dipinggiran kota .

Gb.8A. Tampak depan gedung perkumpulan “De Vriendschap” didirikan pada tgl. 28 September 1809, di Jl. Tunjungan Surabaya. Gedung ini bergaya “Indische Empire” didirkan pada saat Gubernur Jendral H.W. Daendels memerintah Hindia Belanda.

23 Pada awal abad ke 20, kota Surabaya dengan cepat berkembang kearah Selatan sesuai dengan pesatnya perkembangan penduduk Eropa di Surabaya. Prediksi Daendels yang menempatkan bangunan penting di sebelah Selatan (Rumah Sakit dan Rumah Residen yang nantinya menjadi rumah Gubernur Jatim), sebagai tindakan ‘lompatan katak’. 24 Bangunan Kantor Pos tersebut kemudian dipindahkan ke gedung yang lebih baru pada th. 1920, dan gedung yang lama dipakai sebagai Balai Peninggalan Harta. Pada th. 1980 an gedung tersebut diratakan dengan tanah dan diatasnya kemudian diatasnya sekarang dibangun Ruko.

16

Page 17: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Derah Simpang yang dikembangkan oleh Daendels.

Daerah Pusat kota lama Surabaya

Gb.11. Rumah kuno di Jl. Gatotan , Surabaya th. 1907.

Gaya arsitektur ‘Indische Empire” seperti rumah ini merupakan gambaran umum diabad 19.

Gb.10. Kantor Pos & Tilgram Surabaya lama, dibangun

Th.1908 di Jl.Bibis 60. Gaya bangunannya masih Menggunakan gaya “Indische Empire”, warisan Daendels.

17

Page 18: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Gb.13. Pemandangan dari dalam gedung Raad van

Justitie, yang dbangun th. 1890 an di Surabaya., dengan Gaya Indische Empire. Tampak diluar gedung adalah

kantor Gubernur dengan gaya Arsitektur kolonial modern. Gedung Raad van Justitie ini sekarang sudah hancur.

Letaknya dulu di Jl. Pahlawan, yang sekarang didirikan Tugu pahlawan Surabaya

Gb.12. Tempat kediaman Dirk van Hogendorp penguasa Jawa bagian Timur pada th. 1794-1798, yang kemudian

diperbaiki oleh Daendels pada th. 1809, dengan arstektur gaya “Indische Empire”. Gedung ini menjadi tempat

menginap Daendels kalau dia berada di Surabaya. Sekarang gedung yang letaknya di Jl. Pemuda ini menjadi tempat kediaman resmi Gubernur Jawa Timur.

Simpulan Sebagai Diskusi. Daendels bukan seorang arsitek. Tapi kebijakan yang diambilnya dalam

bidang sosial, politik, ekonomi dan militer, berakibat langsung pada pembangunan

fisik. Pembangunan kota Batavia dan Surabaya merupakan contoh langsung

kebijakan yang diambilnya dalam membenahi masalah-masalah perkotaan waktu itu.

Untuk menaikkan citra sebagai bangsa penjajah yang berkuasa dia memerintahkan

pembangunan gedung-gedung yang berskala monumental. Model arsitektur gaya

Eropa (Perancis) yang waktu itu terkenal dengan sebutan gaya Empire dipilih oleh

Daendels karena tampak depannya terkesan sebagai gaya neo klasik yang

monumental. Gaya tersebut dipilih Daendels sebagai pencerminan dari kewibawaan

pemerintah Hindia Belanda waktu itu.

Meskipun bekuasa selama hanya kurang lebih 3,5 tahun (1808-1811), tapi

Daendels menunjukkan sebagai seorang penguasa yang sangat berpengaruh dalam

sejarah pembangunan dimasa kolonial Belanda di Indonesia. Karyanya seperti jalan

raya pos (grotepostweg), serta tatanan sistim pemerintahan kolonial masih terus

18

Page 19: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

dilestarikan sampai sekarang (meskipun ada penyesusaian dengan jaman). Tidak

dapat disangkal bahwa Gebrakan atas pembangunan gedung-gedung negara yang

berskala monumental dengan gaya Eropa yang coba disesuaikan dengan iklim

setempat terus diikuti oleh pengantinya sampai seratus tahun kedepan (selama abad

ke 19). Gaya ini kemudian terkenal dengan sebutan “Indische Empire Style”. Selama

abad ke 19, hampir semua bangunan di Hindia Belanda mulai dari bangunan

perumahan sampai gedung-gedung pemerintah bergaya “Indische Empire”, yang

bercirikan kolom-kolom klasik dan denah simetri penuh. Bangunan kantor

pemerintah, maupun rumah tinggal, mempunyai gaya yang sama, yang berbeda

hanya masalah skalanya saja.

Sebagai penguasa seperti Daendels tidak ada dalam kamusnya untuk

memelihara atau menghormati bangunan bersejarah di Hindia Belanda waktu itu.

Baginya bangunan lama (yang sudah rusak parah) yang bersejarah adalah sampah

yang harus dibongkar. Yang penting adalah mendirikan bangunan baru yang penuh

kemegahan yang bisa melukiskan wibawa dan kebesaran pemerintah kolonial

Belanda. Ambisinya yang besar inilah yang mengakibatkan ia sering berselisih

dengan penguasa setempat (terutama tentang hak kepemilikan tanah)25 dan

pemerintah pusat di Belanda. Semuanya ini akhirnya menjadi bumerang baginya

dengan ditariknya ia kembali ke tanah Belanda pada th. 1811. Tapi pengaruhnya

terutama pada bangunan phisik yang diprakarsainya, masih terasa sedikitnya 1 abad

ke depan (sampai akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20)

25 Untuk mendapatkan hak atas tanah Daendels sering menggunakan akal-akal licik terhadap penguasa Pribumi setempat. Sebagai contoh bila ia ingin mendapatkan tanah yang diincarnya, ia mengadakan pesta-pesta mewah dengan mengundang penguasa tersebut, kemudian menghadiahinya dengan keris pusaka. Sang-penguasa yang berbunga-bunga merasa dihormati ini kemudian, dengan sukarela diminta untuk menyerahkan tanahnya untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda. Cara-cara ini sering digunakan olej Daendels. Ia juga sering menjual tanah diluar kota kepada orang-orang Cina kaya untuk membiayai ambisi pembangunan yang besar (lihat “Oud Soerabaia” hal. 35-40). Contohnya adalah penjualan tanah di daerah Pasuruan dan Besuki yang dibeli oleh keluarga Han Tie Ko ,yang nantinya menjadi persengketaan di daerah tersebut.

19

Page 20: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

Gb.14. Lukisan Nicolaas Pieneman pada th. 1830, yang menunjukkan penangkapan Pangeran Diponegoro pada di depan kantor Residen Magelang. Tampak gaya arsitektur kantor Residen

Magelang pada th. 1830 an juga memakai gaya arsitektur “Indische Empire” yang dikembangkan oleh Daendels.

Gb.15. Lukisan Raden Saleh tentang penangkapan P. Diponegoro di depan kantor Residen

Magelang yang dibuat th. 1857, dalam versi yang berbeda. Yang tidak berbeda adalah bentuk bangunan kantor Residennya yang bergaya “indische Empire”., dengan kolom-kolom berbentuk

Klasik sebagai ciri khas arsitektur gaya “Indische Empire”

20

Page 21: daendels dan perkembangan arsitektur di hindia belanda abad 19

KEPUSTAKAAN. Blussé, Leonard (1987), Persekutuan Aneh, Pemukiman Cina, Wanita dan

Belanda di Batavia VOC, Pustaka Azet, Jakarta. Brug, P.H. Van den (1994), Malaria en malaise; De VOC in Batavia in de

achtiende eeuw, Amsterdam; De Bataafsche Leeuw. Diessen, J.R. van (1989), Jakarta/Batavia: Het Centrum van het Nederlanse

Koloniale Rijk in Azië en zijn Cultuurhistorische nalatenschap, Cantecleer BV, de Bilt.

Dorléans, Bernard (2006), Herman Willem Daendels, Jendral Pilihan Napoleon yang menjadi Gubernur di Jawa (1808-1811), dalam Orang Indonesia & Orang Perancis, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, Hal. 305-320.

Faber, G.H. von (1931), Oud Soerabaia: De Geschiedenis Van Indie’s Eerste Koopstad Van De Oudste Tijden Tot De Insteling Van De Gemeenteraad, Surabaia, Gemeente Soerabaia.

Faber, G.H. von (1936), Nieuw Soerabaia; De Geschiedenis Van Indie’s Voornaamste Koopstad In De Eerste Kwarteeuw Sedert Hare Instelling, 1906-1931, Surabaia, Van Ingen

Handinoto (1996), Perkembangan Kota Dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940,, Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi Yogyakarta.

Milone, Pauline Dublin (1966), Queen City of the East: The Metamorphosis of a Colonial Capital, disertasi, University of California, Berkeley

Milone, Pauline D. (1996-97), Indische Culture, and its Relationship to Urban Life, dalam majalah Comparative Studies in Society & History, vol.9, Jul-Oct, 1996-97, hal. 407-426.

Onghokham (1991) Daendels en de vorming van het koloniale en moderne Indonesië, in F. van Anrooy, Herman Willem Daendels 1762-1818, hal. 107-114.

Tjahjono, G.(ed) (1998), Indonesian Heritage, Architecture, Archipelago Press, Singapore.

Reenen, Mireille van (2005), Ambisi Daendels yang teredam. Analisis sejarah arsitektur dari bangunan ’Governements Hôtel’ di Weltevreden, dalam Bulletin KNOB, Jaargang 104, 2005, nummer 6, hal. 199-208.

Wiryomartono, A. Bagoes P. (1995), Seni Bangunan dan Seni Binakota di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

21