perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perlindungan ... · penulisan hukum ( skripsi ) disusun...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH
DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)
KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR
Penulisan Hukum
( Skripsi )
Disusun dan Diajukan Untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
MARDIYAN HADI NUGROHO
E1107178
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH
DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)
KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR
Oleh
MARDIYAN HADI NUGROHO
E1107178
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 30 Maret 2011
Dosen Pembimbing
Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. NIP. 195602121985031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH
DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)
KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR
Oleh
MARDIYAN HADI NUGROHO
E1107178
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan
Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada : Hari : Kamis Tanggal : 07 April 2011
DEWAN PENGUJI
1. Purwono Sungkowo Raharjo, S.H. ( ................................. ) Ketua
2. Wasis Sugamdha, S.H., M.H. ( .................................. )
Sekretaris 3 Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. ( ................................. )
Anggota
Mengetahui Dekan,
(Mohammad Jamin, S.H., M.Hum)
NIP. 196109301986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : MARDIYAN HADI NUGROHO
NIM : E1107178
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH
DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN
TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN
KARANGANYAR adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya
dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi)
dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 30 Maret 2011
Yang membuat pernyataan
MARDIYAN HADI NUGROHO
NIM. E1107178
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Mardiyan Hadi Nugroho, E1107178.2011. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUKN PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemegang hak atas tanah memperoleh perlindungan hukum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar dari 2 (dua) peristiwa konkrit atau fakta hukum, yaitu tentang prosedur pengadaan tanah serta musyawarah bentuk dan besarnya ganti kerugian. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, menentukan hukum in concreto ada tidaknya perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencangkup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Kemudian data tersebut dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Kabupaten Magetan, Kepala bagian Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magetan dan staff Badan Pertanahan Nasional Bagian Pengadaan Tanah. Analisis data yang yang dilaksanakan dengan interpretasi terhadap peristiwa konkrit (dalam permasalahan penelitian nomor 1 dan 2) untuk dijadikan peristiwa hukum (jawaban permasalahan nomor 1 dan 2). Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan nomor 3, perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam Pengadaan Tanah, digunakan silogisme deduksi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, Kesatu, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar sudah sesuai prosedur Keppres Nomor 55 tahun 1993, terbukti dengan adanya permohonan ijin pemabngunan, pembentukan panitia pengadaan tanah, panitia pengadaan tanah juga telah membentuk Tim Inventarisasi serta melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakan serta sosialisai yang di lakukan berkali-kali sampai terjadinya kesepakatan antara Panitia Pengadaan Tanah dengan masyarakat Pemegang Hak Atas Tanah. Kedua musyawarah bentuk dan besarnya ganti kerugian sudah terjadi kesepakatan, dengtan adanya Berita Acara Penyerahan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi Nomor : 01/PLH/XII/2003 Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar Kecamatan Plaosan, Nomor : 01/PLH/1/2004 untuk Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan serta perhutani di tukar dengan tanah penganti. Ketiga, Pemegang hak atas tanah mendapatkan perlindungan hukum dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar. Kata kunci : Prosedur, Ganti Kerugian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT Mardiyan Hadi Nugroho, E1107178.2011. LAW PROTECTION FOR LANDHOLDER ON LAND PROCUREMENT FOR BUILDING NEW ROAD (ALTERNATIVE ROAD) BETWEEN MAGETAN RESIDENCE-KARANGANYAR RESIDENCE. Faculty of Law Sebelas Maret University.
The aims of this research is to know even the landholder have law protection on land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-karanganyar residence from 2 (two) concrete phenomenon or law fact, that are about procedure of land procurement and deliberation of form and number of compensation .
This research is prescriptive normative law research; decide in concerto law the resistant of law protection for landholder for land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-karanganyar residence. It uses secondary data. The secondary data include: primary law matter, secondary law matter, and tertiary law matter. It uses library technique to collect data. Then the data will be asked and confirm to chief of government administration Magetan residence, chief of directorate general of highway construction and maintenance (Bina Marga) public works department Magetan residence and staff of land affairs department, land procurement section. Data analysis that is performed with interpretation to concrete phenomenon (on research question number 1 and 2) in order to law phenomenon (answer question number 1 and 2). To get answer for question number 3, law protection for landholder on land procurement, used deductive syllogism.
Based on the result of the research and explanation the conclusions are; first, land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-karanganyar residence is appropriate for procedure of presidential decree number 55, year 1993, proved with application building license, land procurement committee forming, land procurement committee also forming Inventories team also do counseling to the people and socialization over and over until agreement reached between land procurement committee and landholder. Second: deliberation of form and number of compensation reached agreement; it is firmly by official report for transfer of land property and compensation payment Number: 01/PLH/XII/2003 Cemorosewu hamlet, Ngancar village, Plaosan sub district, Number: 01/PLH/1/2004 for Singolangu hamlet, Sarangan village, Plaosan sub district includes forestry department exchanged with land substitute. Third: land holder is protecting by law on land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-Karanganyar residence.
Keywords: procedure, compensation.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di
dalamnya selama ada langit dan bumi kecuali jika Tuhanmu menghendaki;
sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.
“QS. Hud: 108”
Manusia yang paling lemah ialah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih
lemah dari itu ialah orang yang mendapatkan
banyak teman tetapi menyiakannya.
“Ali Bin Abu Thalib”
Rahasia terbesar dalam hidup: Melewati hari ini dengan penuh makna. Makna tentang cinta,
ilmu, dan iman. Dengan cinta hidup menjadi indah. Dengan ilmu
hidup menjadi mudah. Dan dengan iman hidup menjadi terarah.
“Safruddin”
Tidak ada keberhasilan dan kegagalan dalam hidup, yang ada hanya
prestasi sebagai batu loncatan.
“Ian Gardner”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih kepad a:
1. Allah SWT sang penguasa alam atas segala karunia, rahmat dan nikmat yang telah
diberikan-Nya;
2. Nabi Muhammad SAW, sebagai Uswatun Hasanah yang telah memberi suri tauladan
yang baik bagi umatnya;
3. Ayahanda Sukarni BA dan Ibunda tercinta Sumirah, S.H yang telah memberikan kasih
sayang yang tiada duanya kepada penulis;
4. Kakakku Yeni Kurniawati. S.Kep Ners selalu memberikan nasehat serta dukunganya;
5. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk
kekompakan selama ini (Pandu, Tari, Ginanjar, Mahendra KP, Dewi Astutik, Nunung
Irawan);
6. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007;
7. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;
8. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan
pengalaman untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala rahmat
dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan kepada penulis
sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH
UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)
KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR” dapat
terselesaikan tepat waktu.
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-
syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan permasalahan yang
dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam
menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak
yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung,
secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya;
2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga
akhir jaman;
3. Bapak Muhammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;
4. Pembantu Dekan I, yang telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya
penulisan ini;
5. Bapak Pius Triwahyudi S.H., M.S.I., selaku pembimbing skripsi dalam
penulisan hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah
membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
6. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H. selaku Ketua Pengelolaan Penulisan Hukum
Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul
penulisan hukum ini;
7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu, atas semua ilmu pengetahuan yang tiada terkira
berharganya bagi hidup dan kehidupan penulis;
8. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas
Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang
telah diberikan;
9. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum UNS;
10. Ayahanda Sukarni, B.A dan Ibunda Sumirah, S.H yang penuh kasih sayang
merawat dan membesarkan penulis, yang selalu memberikan dukungan moril
dan materiil sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan;
11. Kakakku Yeni Kurniawati. S.Kep. Ners selalu memberikan nasehat serta
dukunganya;
12. Teman-teman yang selalu membantuku Sri Lestari Handayani, Pandu Jaya
Hartono, Ginanjar Wahyudi, Mahendra Kusuma Priyambada, Dewi Astutik
Handayani, Nunung Irawan;
13. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta;
14. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas semua
bantuan baik materiil maupun imateriil.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna,
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan
hukum ini dan kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis
terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 30 Maret 2011
Mardiyan Hadi Nugroho NIM. E1107178
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................................... v
ABSTRACT........................................................................................................................ vi
HALAMAN MOTTO ........................................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................................ viii
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ix
DAFTAR ISI....................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ......................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 12
E. Metode Penelitian ...................................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan Hukum .................................................................. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori .......................................................................................... 19
1. Tinjauan Tentang Perlindungan Hak Atas Tanah ............................. 19
2. Tinjauan Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.... 21
a) Pengadaan tanah ............................................................................ 21
b) Kepentingan Umum ...................................................................... 26
c) Panitia Pengadaan Tanah .............................................................. 31
d) Ganti Kerugian .............................................................................. 35
e) Tata Cara atau Prosedur Pengadaan tanah bagi
pelaksananan pembangunan untuk kepentingan umum ............. 38
B. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum Kabupaten Magetan..................................................... 47
B. Prosedur Dan Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Jalan Tembus Kabupaten Magetan- Kabupaten
Karanganyar Di Kabupaten Magetan. .................................................... 48
C. Bentuk Dan Besarnya Ganti Kerugian ..................................................... 64
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 72
B. Saran-Saran ................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setelah Indonesia merebut kemerdekaan maka perjalanan yang akan di
lanjutkan oleh bangsa Indonesia adalah merubah keadaan bangsa Indonesia
menuju masyarakat yang lebih baik di segala bidang kehidupan yang tertuang
dalam sebuah pembangunan. Pembangunan bisa di istilahkan dengan
pertumbuhan, perubahan sistem, moderisasi atau perbaikan sosial ekonomi.
Dalam kaitannya dengan pembangunan, Lili Rasyidi berpendapat bahwa
“Pembangunan sebagai suatu cara mengubah masyarakat yang terpola dan
teratur di maksudkan untuk meningkatkan peradaban manusia, kualitas hidup
manusia baik kesehatan, intelektualitas, kesejahteraan maupun kesenangan
hidup”
Pada intinya, pembangunan adalah suatu proses yang akan berjalan terus
menuju kearah sistuasi yang lebih baik dari situasi sebelumnya. Sehingga
Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spirituil berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentaram,tertib dan dinamis
dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai
tujuan di maksudkan dibutuhkan suatu strategi tersendiri yang tertuang dalam
kebijaksanaan pemerintah (public policy). Kebijaksanaan pemerintah ini di
perlukan sebagai suatu acuan sekaligus merupakan kesimpulan dari banyaknya
kepentingan yang ada dalam masyarakat.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang diterapkan
dalam pemerintah dalam bentuk pembangunan jangka pendek (PELITA) dan
pembangunan jangka panjang (PJP) menuntut adanya sesuatu sistematika
dalam pelaksanaanya. Hal ini akan menghindarkan dari suatu kesalahan yang
bisa berakibat fatal atau merugikan. Dengan perencanaan terdahulu akan di
ketahui bidang – bidang apa yang harus didahulukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pada pembangunan jangka panjang kedua ini, dititikberatkan pada
pembangunan bidang ekonomi sebagai pengerak utama pembangunan. Di
samping sebagai penggerak utama pembangunan, maka pertumbuhan ekonomi
sekaligus akan memberikan pedoman bagi pertumbuhan pembangunan
nasional pada umumnya.
Titik berat pada pembangunan bidang ekonomi di Indonesia dan pada
negara berkembang lainya, tidak lain adalah untuk memperbaiki kesejahteraan
sekaligus sebagi suatu hal yang di munculkan dari suatu tata ekonomi dunia
baru, yaitu tata ekonomi yang bersifat transnasional atau yang di istilahkan
dengan globalisasi ekonomi.
Sebagai suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari faktor-faktor lain, maka
pembangunan dibidang ekonomi membutuhkan banyak dukungan sarana
maupun prasarana yang berupa fisik maupun non fisik. Dukungan ini dapat
berbentuk kebijaksanaan pemerintah, dana, undang-undang atau peraturan
maupun sumberdaya manusia sendiri. Dan salah satu pendukung ekonomi
adalah bidang transportasi.
Sebagai urat nadi pembangunan ekonomi khususnya dan pembangunan
nasional pada umumnya, maka bidang transportasi menjadi kebutuhan pokok.
Dalam GBHN Bab IV huruf F bidang ekonomi angka 5, disebutkan :
Pembangunan transportasi yang berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan diarahkan pasal terwujudnya sistem transportasi nasional yang handal, berkemampuan tinggi, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang sekaligus mengerakan dinamika pembanguan mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi nasional, serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih memantabkan perkembangan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah berkenaan dengan
penyediaan lahan untuk keperluan pembangunan prasarana transportassi
tersebut. Kita tahu bahwa jumlah tanah adalah konstan sementara jumlah
penduduk bertambah. Untuk itu diperlukan suatu pengaturan atau mekanisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tersendiri yang tepat, terlebih lagi akhir-akhir ini nilai tanah strategis baik dari
segi ekonomi, politik maupun sosial budaya.
Keberadaan tanah sangat penting artinya bagi manusia, karena tanah
merupakan salah satu sumber kehidupan. Setiap orang akan berusaha untuk
mendapatkan tanah dan berupaya memperjuangkannya untuk memenuhi hajat
hidupnya dan mempertahankan kehidupan dan ekosistem kelompoknya.
Karena tanah yang ada sangat terbatas dan tidak pernah bertambah, maka untuk
menghindarkan terjadinya benturan kepentingan antara individu dan kelompok
masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan akan tanah, pemerintah
sebagai pelaksana dari kekuasaan negara mempunyai peranan sesuai dengan
kewenangan yang ada padanya untuk mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah termasuk
mengatur hubungan-hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum antara
individu atau kelompok masyarakat dengan tanah (Supardy Marbun, 2005.
“Persoalan Areal Perkebunan pada Kawasan Kehutanan”. Jurnal Hukum. Vol.
01, No. 1)
Ada berbagai kepentingan yang kelihatanya saling bertentangan antara
satu dengan yang lainnya berkenaan dengan persoalan tanah dalam
pembangunan. Di satu pihak pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai
sarana utama sedangkan dilain pihak sebagian besar dari warga masyarakat
juga memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat mata
pencahariannya. Bilamana tanah tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan
untuk keperluan pembangunan, maka harus mengorbankan hak asasi warga
masyarakat yang seharusnya jangan sampai terjadi dalam Negara yang
menganut prinsip “rule of law” akan tetapi bilamana hal ini di biarkan maka
usaha-usaha pembangunan akan macet.
Selain konteks politik dan ekonomi, sengketa tanah terjadi karena
lemahnya posisi hukum tanah komunal dalam kerangka hukum nasional. Status
hukum hak atas tanah komunal ditunjukkan dengan adat di Indonesia diatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dapat
diringkas sebagai berikut yakni adat tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan nasional, adat tidak boleh bertentangan dengan sosialisme
Indonesia, adat tidak boleh bertentangan dengan hukum agraria atau hukum
pemerintah lainnya, semua tanah-tanah adalah milik negara. Merupakan
terjemahan dalam bahasa Indonesia yang disadur dari jurnal internasional yang
mengemukakan in addition to the political and economic contexts, land dispute
occur due to the weak legal position of communal lands in the frame work of
national law. the legal status of communal land rights indicated by adat in
indonesia set forth in agrarian law article 5 1960 may be summarized as
follows adat must not be contrary to national interests, adat must not be
contrary to indonesia socialism, adat must not be contrary to the princilpes of
agrarian law or other government law, all lands belong to the state (Minako
Sakai. 2002. “Land Dispute Resolution in the Political Reform at the time of
Desentralization in Indonesia”. The Indonesian Journal of Anthropology. Vol
Spesial, No. 15).
Dalam hal ini pemerintah perlu mengadakan pendekatan pada
masyarakat dengan memberikan pengertian bahwa tanah mempunyai fungsi
sosial sebagaiman diatur dalam Pasal 6 UUPA, yaitu bahwa semua hak atas
tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal ini akan menghubungkan antara negara
sebagai penguasa atas tanah dan rakyat sebagai pemegang hak atas tanah dalam
hal pembangunan.
Tanah mempunyai fungsi sosial apabila dikaitkan dengan usaha pemilikanya/penguasaanya maka usaha tersebut harus tidak akan menim bulkan kerugian pada lingkungan. Pemanfaatan tanah harus sesuai dengan kepentingan masyarakat banyak, karena tanah mempunyai fungsi sosial. Pengunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya ssifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kabahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara. Tetapi dalam pada itu, ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan pada kepentingan-kepentingan perseorangan. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
haruslah salaing mengimbangi, hingga akhirnya akan tercapai tujuan pokok: kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Untuk itu perlu adanya perencanaan peruntukan dan pengunaan tanah. Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, terpenuhilah fungsi sosialnya (Lieke Lianadevi Tukgali, 2010: 40-41)
Pemerintah selaku penyelengara pemerintahan tertinggi mempunyai
kewenangan untuk melakukan tindakan yang menyangkut kepentingan pribadi
warga masyarakat, apabila kepentingan umum menghendakinya berdasarkan
Pasal 18 UUPA yang menyebutkan bahwa: “Untuk kepentingan umum
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari
rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang
layak dan menurut cara yang diatur oleh undang-undang”
Dalam Pasal 18 ini mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Pencabutan hak-hak atas tanah dimungkinkan tetapi ada syarat-syarat
harus dipenuhi terlebih dahulu.
2. Antara salah satu syarat yang terpenting adalah perlu diadakan
pengantian kerugian. Pencabutan hak atas tanah tersebut.
3. Syarat-syarat lain adalah pencabutan hak ini dilakukan demi kepentingan
umum. Dalam kepentingan umum ini termasuk kepentingan bangsa dan
negara serta kepentingna bersama dari rakyat. Kepentingan perseorangan
harus tunduk kepada kepentingan umum,
4. Oleh karena itu segala sesuatu ini dimaksudkan untuk memberi jaminan
kepada khalayak ramai, maka perlu diatur dalam bentuk undang-undang.
Jenis pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia berbeda dengan kepentingan umum di negara-negara lain. Karena kepentingan umum merupakan suatu konsep hukum, maka maknaya dapat ditafsirkan berbeda antara negara yang satu dengan negara lain, akan tetapi secara general kepentingan umum mempunyai nilai-nilai yang universal. Kepentingan Umum merupakan konsep hukum yang hanya dapat ditetapkan kriteria-kriterianya, dan tidak dapat dirumuskan pengertianya. Kepentingan umum adalah suatu konsep hukum yang kabur (vage) dan hanya untuk alasan praktis konsep kepentingan umum ditetapkan secara enumeratif, dan ini dianut oleh hukum positif di indonesia (Lieke Lianadevi, Tukgali 2010: 43-44)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Untuk memberikan perlindungan sekaligus jaminan bagi atas khalayak
ramai berkenaan dengan pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan
pembangunan, maka dikeluarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961
tentang pencabutan Hak-hak Atas tanah dan Benda-beda yang Ada Diatasnya.
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 ini disebutkan:
Untuk kepentingan umum, termassuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Mentri Kehakiman dan mentri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya Pengadaan tanah merupakan suatu keharusan untuk menunjang
terwujudnya sarana umum dan apabila pemerintah sendiri tidak mempunyai
tanah untuk itu maka satu-satunya jalan dengan pengadaan tanah dari tanah
yang dihaki atau dimiliki orang masyarakat baik secara individu maupun
kelembagaan. Tanah di Indonesia mempunyai fungsi sosial artinya kegunaan
tanah lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan umum
atau golongan. Yang menjadi kendala dalam melaksanakan fungsi sosial adalah
awamnya masyarakat, akibat dari awamnya masyarakat itu mereka mengangap
kepemilikan tanah iru berlaku mutlak, artinya hak kepemilikanya tidak bisa
digangu gugat oleh siapapun termasuk oleh Negara (Mudakir Iskandar, 2007:
5).
Negara mempunyai hak terhadap tanah untuk menguasai, sebagaimana
diterangkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penjabaran dari
UUD 1945 itu dijelaskan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-
Pokok Agraria, yang di dalamnya mengatur dan membenarkan pengadaan
tanah untuk pembangunan kepentingan umum yang dalam Pasal 2 ayat (2) UU
Nomor 5 Tahun 1960 disebutkan, bahwa kewenangan negara adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
1. Kewenangan untuk mengatur dan menyelengarakan peruntukan
pengunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi air, dan ruang angkasa
tersebut.
2. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi air dan ruang angkasa.
3. Menentukan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum
yang mengenai bumi air dan ruang angkasa.
Sebagai aturan pelaksanaanya dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 55
Tahun 1993, tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum. Bahwa di dalam pencabutan hak-hak atas tanah dan
benda-benda yang ada diatasnya supaya hanya dilaksanakan benar-benar untuk
kepentingan umum dan dilakukan dengan hati-hati serta cara-cara yang adil
dan bijaksana, segala sesuatu sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan Presiden maupun Peraturan Presiden ini akan memberikan
gambaran bahwa pemerintah tidak begitu saja mengambil tanah dari rakyat
walaupun dipergunakan untuk pembangunan. Pelindungan terhadap pemegang
hak atas tanah tetap menjadi perhatian utama, terlebih lagi bahwa sebagian
besar warga masyarakat Indonesia bermata pencaharian petani.
Kebijakan ini tidak lain mengigatkan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya dan bukan sebaliknya. Sebuah kebijakan harus memperhatikan
dampak yang akan timbul baik pada waktu dekat maupun pada jangka panjang
tentunya akan banyak bersentuhan dengan faktor-faktor lain.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atass tanah. Di luar itu, pengadaan tanah dilaksanakan dengan cara jual-beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati. Dalam Kepres Nomor 55 Tahun 1993 pengadaan tanah dilakukan atas dasar musyawarah langsung. Yang dimaksud dengan musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara para pihak untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian (Maria S.W, Sumardjono, 2006: 73-74).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Dalam peraturan presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006, disebutkan bahwa Pengadaan Tanah adalah
setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi
kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan pengadaan tanah selain bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum harus dilakukan dengan
cara jual-beli, tukar-menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela
oleh pihak yang bersangkutan. Di dalam pengadaan tanah ada beberapa istilah-
istilah sebagai berikut :
1. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
2. Hak atas tanah adalah hak atas bidang tanah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria.
3. Pencabutan hak atas tanah. Pencabutan hak adalah pengambilan tanah
kepunyaaan sesuatu pihak oleh Negara secara paksa yang mengakibatkan
hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan
suatu pelangaran atau lalai dalam memenuhi suatu kewajiban
4. Ganti kerugian tanah adalah suatu penggantian hak atas tanah berikut
sesuatu yang berkaitan dengan tanah yang pembayaran nilainya harus
seimbang dengan tanah yang diganti rugi sebagai akibat dari pelepasan
atau penyerahan hak atass tanah (Lieke Lianadevi Tukgali 2010: 43-46).
Bila musyawarah berkali-kali tidak mencapai kesepakatan, Panitia pengadaan tanah yang terdiri dari sembilan orang mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tersebut, dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam musyawarah. Pemegang hak atas tanah yang tidak menerima keputusan tersebut, dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur/KDH Tingkat I, dan Gubernur mengupayakan menyelesaikanya dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan para pihak, untuk selanjutnya mengeluarkan keputusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia (Maria S.W, Sumardjono, 2006:74). Berbeda dengan keadaan sebelumnya, dalam Kepres Nomor 55 tahun
1993 ini apabila upaya penyelesaian yang ditempuh gubernur tetap ditolak oleh
pemegang hak, dan lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, maka secara
eksplisit disebutkan bahwa Gubernur yang bersangkutan mengajukan usul
penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah, sebagaimana diataur
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. Dengan demikian jelaslah
bahwa upaya pencabutan hak ini merupakan jalan terakhir bila upaya yang lain
telah gagal.
Pelaksanaan pengadaan tanah menurut Kepres Nomor 55 Tahun 1993 ini
dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan
prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah dan diusahakan dengan cara
yang seimbang untuk tingkat pertama ditempuh dengan musyawarah langsung
dengan para pemegang hak atas tanah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan dan menyebabkan permaslahan
menjadi berlarut-larut, seperti pada beberapa kasus dibawah ini :
1. Indopos tanggal 01 Mei 2010 memberitakan : Kemacetan terjadi ruas tol
arah Jakarta-BSD pada 27 April 2010 lalu. Ini menyusul pemblokiran jalan
di Km 3,8, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Kola Tangerang Selatan,
menggunakan steger yang dilakukan oleh 14 orang keluarga Natigor
Panjaitan. Mereka mengklaim, aksi tersebut dilakukan lantaran ruas yang
merupakan lahan milik Natijior Panjailan itu belum mendapat ganti rugi
sejak 1995 dalam penbangunan jalan tol Jakarta - Serpong. "Kami
menghentikan aksi pemblokiran karena polisi meminta," kata Karno Yaret
Hutapea, juru bicara keluarga Natigor Panjailan. (http://bataviase.co.id
/category/media/indo-pos)
2. Koransuroboyo Pada tanggal 06 Agustus 2010 memberitakan : Kejaksaan
Negeri Situbondo, Jawa Timur akhirnya menahan satu dari tiga tersangka
kasus dugaan korupsi pengadaan tanah SMK Negeri 1 Suboh, Situbondo
senilai Rp650 juta yakni pejabat pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Situbondo, Mashudi (43). penahanan Mashudi yang diduga kuat terlibat
dalam kasus korupsi pengadaan tanah SMK Negeri 1 Suboh itu hanya
untuk kelancaran penyidikan, bukan karena tujuan lain. (http://www
.koransuroboyo.com/2010/08/kejaksaan-situbondo-tahan-pejabat.html).
Seperti halnya kasus–kasus tersebut pelaksanaan pengadaan tanah untuk
pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) yang menghubungkan
Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar tidak terlepas dari
berbagai permasalahan. Maka berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis
tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai pelaksanaan dan habatan-
hambatan yang di hadapi dalam pengadaan tanah tersebut dengan mengambil
judul: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS
TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN MAGETAN-
KABUPATEN KARANGANYAR.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan judul yang diangkat dalam penelitian ini, penulis membatasi
permasalahan pada Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah
Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif)
Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar khususnya di Kabupaten
Magetan.
2. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nantinya dapat di bahas
lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang di harapkan maka pentingnya
bagi penulis untuk merumuskan permasalahnya yang akan di bahas.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yang di rumuskan penulis
adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
a. Apakah prosedur pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan
alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar sudah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, Kepres Nomor 55 Tahun 1993?
b. Apakah dalam musyawarah sudah tercapai kesepakatan mengenai bentuk
dan besarnya ganti rugi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini di laksanakan agar dengan tujuan dapat memberikan suatu
manfaat ini dapat menemukan inti sari hukum dari gejala-gejala hukum yang
terkandung dari materi atau obyek yang di teliti melalui suatu kegiatan ilmiah.
Kegiatan ilmiah tersebut dilakukan berdasarkan pada metode-metode,
sistimatika dan pemikiran tertentu yang pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan
mengenai gejala-gejala hukum tersebut dengan cara menganalisa secara seksama.
Pemeriksaan terhadap fakta hukum juga di lakukan untuk kemudian di
usahakan mengenai suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
terjadi di dalam gejala yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut diatas penelitian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui prosedur pengadaan tanah dalam pembangunan jalan
tembus (jalan alternatif) Kabupaten Magetan–Kabupaten Karanganyar
apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Keppres No 55
Tahun 1993.
b. Untuk mengetahui apakah sudah tercapai kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi.
2. Tujuan Subyektif
Untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap dan jelas dalam menyusun
penulisan hukum, sebagai salah satu prasyarat yang di wajibkan dalam
mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Untuk memperoleh menambah, memperluas, mengembangkan
pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori
dan praktik laporan hukum yang sangat berarti bagi penulis.
Untuk memberi gambaran pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum pada
umumnya dan Hukum Adminitrasi Negara. Untuk melatih kemampuan dan
ketrampilan penulisan hukum penulis.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hal tersebut di atas, manfaat yang hendak di capai oleh penulis
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dan pemikiran dalam Perlindungan hukum bagi pemegang hak
atas tanah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan
alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mendalami teori-teori yang
telah di tulis selama menjalani kuliah strata satu Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Serta memberikan landasan untuk penelitian lebih
lanjut.
Hasil penelitian ini di harapkan dapat di pergunakan sebagai salah satu
materi mengajar mata kuliah Hukum Adminitrasi Negara.
2. Manfaat Praktis
Peneliti ini di harapkan dapat menjadi masukan untuk penelitian-
penelitian yang serupa di masa mendatang. Untuk memberi jawaban atas
permasalahan yang di teliti. Serta untuk mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan penulis dalam melakukan penerapan ilmu hukum untuk
menganalisa suatu permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
E. Metode Penelitian
Pemilihan jenis metode tertentu dalam suatu penelitian sangat penting
karena akan berpengaruh pada hasil penelitian nantinya. Suatu penelitian, metode
penelitian merupakan salah satu faktor penting yang menunjang suatu kegiatan
dan proses penelitian. Metodelogi pada hakekatnya memberikan pedoman,
tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami
lingkungan-lingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2006 : 6).
Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan
penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis yang
menyangkut masalah kerjanya yaitu cara kerja untuk dapat memahami yang
menjadi sasaran penelitian yang bersangkutan, melalui prosedur penelitian dan
teknik penelitian.
Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif disebut juga
penelitian hukum doktrinal atau penulisan hukum kepustakaan. Yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari hasil penelitian
dan kajian bahan-bahan pustaka. Bahan-bahan tersebut disusun secara
sistematis, dikaji kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan
masalah yang diteliti. Penelitian hukum normatif sering kali hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan
(law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang
merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas (Amiruddin &
H. Zainal Asikin, 2008: 118). Penelitian hukum normatif adalah suatu
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Johnny Ibrahim, 2006: 57).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2. Sifat Penelitian
Dalam usaha memperoleh bahan hukum yang diperlukan untuk
menyusun penulisan hukum ini, maka akan dipergunakan metode penelitian
preskriptif dan terapan. Sebagai suatu ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu
hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu
hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu
dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 22).
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode yuridis normatif.
Menurut Johnny Ibrahim (2005: 300-322) “dalam kaitannya dengan penelitian
normatif dapat digunakan beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan
Perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan analitis, pendekatan
perbandingan , pendekatan filsafat dan pendekatan kasus”. Pendekatan yang
digunakan penulis adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute
Approach), Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis,
diperlukan dalam mempelajari konsistensi dan kesesusaian antara suatu
undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan
Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang. Hasil dari
telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang
dihadapi.
4. Jenis Bahan Hukum Penelitian
Bahan hukum adalah suatu keterangan atau fakta dari obyek yang diteliti.
Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis yang merupakan
penelitian normatif, maka jenis bahan hukun yang digunakan dalam penelitian
ini adalah jenis bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder didapat dari
sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak langsung,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
yaitu melalui bahan hukum yang diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan
yang terdiri dari dokumen-dokumen, buku-buku literatur, himpunan peraturan
perundang-undangan yang saat ini berlaku, hasil penelitian yang berwujud
laporan, Berita acara, bahan-bahan dari internet maupun bentuk-bentuk lain
yang berkaitan dengan masalah penelitian.
5. Sumber Bahan Hukum
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi misalnya laporan atau
dokumen. Data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, bahan-bahan
dokumenter, tulisan ilmiah dan sumber-sumber lain yang berhubungan erat
dengan masalah yang diteliti.
Johnny Ibrahim (2005: 295-296) mengatakan dalam bukunya yang
berjudul bahan hukum yang dikaji data sekunder dibidang hukum ditinjau dari
kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yang mengikat yang terdiri dari norma atau
kaidah dasar yaitu pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, peraturan dasar yang terdiri dari batang tubuh
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan PerUndang-
undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti hukum adat,
yuisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini
masih brlaku seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
2) Undang-Undang Dasar 1945
3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, (UUPA).
4) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas
Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
5) Keputusan Presiden No 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
6) Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Tahun 1994 Sebagai Peraturan Pelaksanaan Kepres Nomor 55 Tahun
1993.
b. Bahan hukum sekunder
Memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti
rancangan peraturan perUndang-undangan, hasil karya ilmiah para sarjana
dan hasil-hasil penelitian.
c. Bahan hukum tersier atau penunjang
Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder misalnya dari media internet,
kamus, Berita Acara Kesepakatan Harga Rugi Pembebasan Tanah Jalan
Alternatif Sarangan Tawangmangu, Berita Acara Penyerahan Pelepasan
Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi.
Adapun mengenai sumber data pada penulisan hukum ini Karena
bersifat normatif Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data
sekunder yang meliputi bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
sebagai pendukung dari bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian
ini adalah literatur, buku, koran, media internet, Berita Acara Kesepakatan
Harga Rugi Pembebasan Tanah Jalan Alternatif Sarangan Tawangmangu,
Berita Acara Penyerahan Pelepasan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti
Rugi, serta peraturan yang ada kaitannya dengan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum.
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat
penting dalam penulisan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik
pengumpulan data. Studi kepustakaan, yaitu suatu bentuk pengumpulan data
lewat membaca buku literatur, mengumpulkan, membaca dokumen yang
berhubungan dengan obyek penelitian, dan mengutip dari data-data sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen, berita acara dan
bahan-bahan kepustakaan lain dari beberapa buku-buku referensi, artikel-
artikel dari beberapa jurnal, arsip, peraturan perundang-undangan, laporan,
teori-teori, media masa seperti koran, internet dan bahan-bahan kepustakaan
lainnya yang relevan dengan masalah yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Penelitian ini mengunakan teknik analisis data dengan logika deduktif.
Menurut Johny Ibrahim yang mengutip pendapatnya Bernard Arif Shiharta,
logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal
yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual. (Johni Ibrahim,
2006: 249). Sedangkan Prof. Peter mahmud Marzuki yang mengutip
pendapatnya Philiphus M. Hadjon Menjelaskan metode deduksi sebagaimana
silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, pengunaan metode deduksi
berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum).
Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu
kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. (Peter Mahmud Marzuki,
2008: 47). Jadi yang dimaksud dengan pengelolahan bahan hukum dengan cara
deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum,
selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus.
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dengan melakukan
inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian kepustakaan, aturan
perundang-undangan berserta dokumen-dokumen yang dapat membantu
menafsirkan norma tersebut dalam mengumpulkan data, kemudian data itu
diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap
terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diolah, sehingga pada
akhirnya dapat diketahui tentang perlindungan hukum bagi pemegang hak atas
tanah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
F. Sistematika Skripsi
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka
penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 ( empat ) bab yang tiap bab terbagi dalam sub-
sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini
adalah sebagi berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan mengenai pengadaan tanah yang
meliputi pengertian pemegang hak atas tanah, pengadaan tanah,
jenis, dasar hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum,
pembahasan kepentingan umum, panitia pengadaan tanah, ganti
kerugian dan prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan
umum.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai prosedur pengadaan tanah
untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten
Magetan–Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, Kepres No 55 Tahun 1993.
Serta mengenai kesepakatan bentuk dan besarnya ganti rugi.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini memuat mengenai kesimpulan dan saran penulis
atas pembahasan permasalahan tersebut dalam bab-bab
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Pemegang Hak Atas Tanah
Peraturan hukum yang pertama kali dikeluarkan oleh Pemerintah
bersama DPR, yang memberikan dasar hukum pencabutan hak bagi suatu hak
atas tanah yang dimiliki oleh seseorang, adalah Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Di
Atasnya. Dasar ini yang merupakan pelaksanaan Pasal 18 UUPA, dalam
rangka melaksanakan usaha-usaha penbangunan negara. Dalam Keputusann
Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dijelaskan bahwa Hak Atas Tanah adalah hak
atas sebagian tanah sebagaimana diatur dalam UUPA, namun kejelasan ini
diperluas dengan peraturan Mentri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 tahun 1994 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Di dalam Pasal 1
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 di jelaskan bahwa Pemegang Hak
Atas Tanah adalah orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah
menurut UUPA sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
yang dimaksud Hak Atas Tanah adalah hak atas bidang tanah sebagaimana
diatur didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (Lieke Lianadevi
Tukgali 2010:192).
Menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993 Pengertian Hak Atas Tanah
adalah Orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah menurut
Undang-undang Pokok Agraria, termasuk bangunan, tanaman dan atau benda-
benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan.
Hak Atas Tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal ayat (1)
dan (2) menyatakan:
a. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal
2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum.
b. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini menberi
wewenang untuk mengunakan tanah yang bersangkutan demikian pula
tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan
untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan pengunaan tanah itu
dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan
hukum lain yang lebih tinggi.
Dalam Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria Hak Atas Tanah di
bagi menjadi enam antara lain :
a. Hak Milik adalah hak yang terkuat, terpenuh dan turun temurun yang dapat
dipunyai oleh orang dengan mengingat adanya fungsi sosial. Jangka waktu
hak milik tidak terbatas.
b. Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh negara dengan jangka waktu 25-35 tahun dan dapat
diperpanjang untuk waktu 25 tahun lagi.
c. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk memdirikan bangunan diatas tanah
yang dikuasai langsung oleh negara dengan jangka waktu 30 tahun dapat
diperpanjang 30 tahun dan dapat pula diperbarui untuk 30 tahun.
d. Hak Pakai adalah hak untuk mengunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau atau tanah milik orang lain
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikanya atau dengan
perjanjian dengan pemilik tanah.
e. Hak Sewa adalah hak untuk mengunakan tanah sesuai dengan jangka waktu
yang telah di tentukan sesuai dengan perjanjian.
f. Hak Membuka tanah adalah hak untuk membuka tanah hutan sebagai tanah
persawahan tetapi di batasi dengan sesuai dengan peraturan tertentu.
Kepemilikan tanah itu tidak berlaku mutlak karena semua tanah di Indonesia di kuasai oleh negara. Tanah di Indonesia mempunyai fungsi sosial artinya kegunaan dari tanah itu lebih mengutamakan kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
umum atau kepentingan individu atau golongan. Yang menjadi kendala dalam melaksanakan fungsi sosial adalah awamnya masyarakat dan akibat dari awamnya masyarakat itu di anggap kepemilikan dari tanah berlaku mutlak, hak kepemilikannya tidak bisa digangu gugat oleh siapa pun, termasuk oleh Negara (Mudakir Iskandar Syah, 2007: 5-6).
Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
disebutkan bahwa kewenangan Negara adalah :
1) Kerwenangan untuk mengatur dan menyelengarakan peruntukan
pengunaan, persediaan, dan pemeliharaaan bumi air, dan ruang angkasa
tersebut;
2) Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi air dan ruang angkasa;
3) Menentukan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum
yang mengenai bumi dari air dan ruang angkasa.
Kekuasaan negara terhadap tanah ini bukan kekuasaan mutlak, maksudnya kekuasaan untuk berbuat apa saja terhadap tanah, air dan ruang angkasa, akan tetapi kekeuasaan negara ini sebatas menguasai, dan dasar dari penguassaan ini harus jelas karena demi rakyat dan kepentingan umum. Kekuasaan Negara untuk menguasai atas tanah ini atas dasar dari penerapan fungsi sosial tanah. Asas menguasai ini hanya hanya berada pada Negara, oleh karena itu perorangan atau kelembagaan yang ada dalam masyarakat tidak berhak melaksanakan asas menguasai tanah dengan alasan fungsi sosial dari tanah itu sendiri (Mudakir Iskandar Syah. 2007:6).
2. Tinjauan Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
a. Pengadaan Tanah
1) Pengertian Pengadaan Tanah
Dalam Pasal 1 ayat (1) Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengadaan tanah
adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara ganti
kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Istilah pengadaan tanah ini lahir karena keterbatasan persediaan
tanah, sehingga untuk memperolehnya perlu dilakukan dengan
memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah itu.
Pengunaan istilah pengadaan tanah itu telah ada sejak
dikeluarkanya aturan mentri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang
Tata Cara Pengadaan Tanah Untuk keperluan Proyek Pembangunan di
Wilayah Kecamatan. Sedangkan sebelumya, berdasarkan PMDN Nomor
15 Tahun 1975 tentang ketentuan Tata Cara Pembebasan Tanah, bahwa
untuk mendapatkan tanah bagi pelaksanaan proyek-proyek pembangunan
mengunakan istilah pembebasan tanah. Namun kedua PMDN ini telah
dicabut dan diganti dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum
Alasan ditetapkanya Keppres Nomor 55 Tahun 1993 ini antara
lain :
1. Persoalan tentang tanah dalam pembangunan adalah persoalan yang
menarik sekaligus unik mengigat pembangunan nasional sangat
membutuhkan tanah tetapi kebutuhan tersebut tidak terlalu mudah
untuk dipenuhi. Hal yang demikian sudah disadari oleh semua pihak
dan dalam konteks dengan peraturan yang baru ini tampak dengan
jelas dari kesadaran yang menyatakan :
(1) Bahwa pembangunan nasional, khususnya pembangunan berbagai
fasilitas untuk kepentingan umum, memerlukan bidang tanah
yang cukup dan untuk itu pengadaanya perlu dilakukan dengan
sebaik-baiknya.
(2) Bahkan pelaksanaan pengadaan tanah tersebut dilakukan dengan
memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip
penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah.
(3) Bahwa atas dasar pertimbangan tersebut pengadaan tanah untuk
kepentingan umum diusahakan dengan cara yang seimbang dan
untuk tingkat pertama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2. Peraturan mengenai pengadaan tanah sebelum berlakunya peraturan
ini sangat beragam, walau demikian UUPA sebagai induk dari
segenap peraturan pertanahan secara eksplisit telah diatur dalam pasal
18 UUPA mengenai “Pencabutan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan
Umum”, dengan Peraturan Pelaksanaannya Nomor 20 Tahun 1961
tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada di
atasnya, namun dalam prakteknya hampir tidak pernah dilaksanakan,
sedangkan untuk memenuhi kebutuhan ditetapkan peraturan mengenai
pembebasan tanah.
3. Dalam praktek pelaksanaan pembebasan tanah baik yang menyangkut
pengadaan tanah bagi kepentingan pembangunan untuk kepentingan
umum maupun pembebasan tanah untuk kepentingan swasta selalu
menimbulkan masalah, sehingga banyak yang mempersoalkan apakah
hal ini terjadi karena kekurang beresan peraturan atau tidak siapnya
aparat atau hanya sebagai akses yang biasa terjadi. Tetapi apapun
alasan yang umumnya dirugikan oleh keadaan tersebut adalah rakyat,
sehingga perlu diadakan usaha perbaikan yang sudah dimulai dengan
pembenahan kelembagaan dan sekaligus dengan penertipan personal
dan sekarang melalui perbaikan ini “noda-noda hitam” yang selama
ini selalu terdapat dalam pelaksanan pengadaan tanah bagi
pembangunan tidak ada lagi dimasa mendatang (Abdurrahman, 1994:
1-3).
Kehadiran Keppres Nomor 55 Tahun 1993 ini dapat lebih
memberikan jaminan kepada rakyat dengan adanya landasan dan
pembatasan dasar pengadaan yang hanya dibatasi untuk kepentingan
umum dan penyempurnaan prosedural maupun mengenai ganti kerugian.
2) Jenis Pengadaan Tanah.
Pada garis besarnya di kenal dua jenis pengadaan tanah, yaitu :
a) Pengadaan Tanah untuk Keperluan Pemerintahan terbagi menjadi :
(1) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(2) Pengadaan tanah bukan untuk kepentingan umum (kepentingan
komersial).
b) Pengadaan Tanah untuk Keperluan Swasta Digolongkan menjadi :
(1) Pengadaan tanah untuk kepentingan komersial;
(2) Pengadaan tanah bukan untuk kepentingan komersial, yaitu yang
bersifat menunjang kepentingan umum atau termasuk dalam
pembangunan sarana umum dan fasilitas-fasilitas sosial.
3) Macam-Macam Cara Pengadaan Tanah.
Pengadaan tanah bagi kegiatan kepentingan umum oleh pemerintah
dilaksanakan dengan cara sebagai berikut, yaitu :
a) Pelepasan atau penyerahan hak;
b) Jual beli;
c) Tukar-menukar;
d) Cara lain yang disepakati secara sukarela;
e) Pencabutan hak atas tanah. (Maria S.W, Sumardjono, 2001: 74).
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan (3) Keppres Nomor 55 Tahun
1993 ada dua macam cara pengadaan tanah untuk keperluan
pembangunan kepentingan umum yaitu :
a) Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Cara ini dilakukan bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah.
b) Jual beli, tukar menukar atau cara lain untuk di sepakati secara
sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Cara ini dilakukan untuk pelaksanan pembangunan kepentingan
umum oleh pemerintah dan untuk pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari
1 (satu) hektar (Passal 23).
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak
atas tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
4) Dasar Hukum Pengadaan Tanah
Dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 hanya mengatur tetang
pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum, Pasal 18 dan Pasal-
Pasal berikutnya tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai
pengadaan tanah. Hal ini mengandung penafsiran bahwa untuk
memenuhi pengadaan tanah bagi pelaksanan pembangunan ditempuh
melalui prosedur pencabutan hak atas tanah yang selanjutnya diatur
dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak
Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada di Atasnya.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Keppres Nomor 55
Tahun 1993 ada berbagai cara pengadaan tanah namun yang dimaksud
dalam Keppres ini hanyalah pelepasan atau penyerahan hak sebagai cara
pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum. Ada dua dasar hukum dari pelepasan atau penyerahan hak sebagai
cara pengadaan tanah, yaitu :
a) Berdasar hukum Materiil
Pasal 1 butir 2 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merumuskan bahwa
pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan
hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah adalah kegiatan
melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan
tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar
musyawarah. Dari hal tersebut jelas terlihat bahwa pengadaan tanah
ini diperlukan kesepakatan antara pihak pemegang hak atas tanah,
baik mengenai penyerahan tanah yang bersangkutan maupun
pemberian imbalan atau ganti kerugian. Jadi dasar hukum materiil
pengadaan hukum tanah ini adalah hukum perdata, khususnya hukum
perikatan. Artinya setidak-tidaknya perbuatan hukum yang
bersangkutan berlaku syarat-syarat yang diatur di dalam hukum
perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata).
b) Dasar Hukum Intern Administratif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merupakan peraturan yang
intern-administratif dalam pelaksanan pelepasan atau penyerahan hak
sebagai cara pengadaan tanah. Artinya di dalamnya terkandung
ketentuan-ketentuan yang berupa instruksi atau petunjuk yang harus
dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah dan pejabat-pejabat
yang berwenang di bidang pertanahan.
b. Kepentingan Umum
1) Pengertian Kepentingan Umum
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam Listyawati (2009; 511-512)
menjelaskan:
Kepentingan umum yang diatur di berbagai peraturan Perundang-undangan tersebut belum tepat karena makna dari kepentingan umum sangat luas dan seiring dengan perkembangan manusia dan zaman. Pada dasarnya kepentingan umum merupakan kepentingan yang harus didahulukan dari kepentingan lain. Secara filosofis pengertian-kepentingan umum tersirat dalam UUD, secara teoritis kepentingan umum merupakan resultante hasil menimbang-nimbang banyak kepentingan di dalam masyarakat kemudian menetapkan kepentingan yang utama menjadi kepentingan umum. Secara praktis pengertian kepentingan umum akhirnya di serahkan kepada hakim dengan tetap menghormoati semua kepentingan dan mengacu dalam undang-undang. Arti kepentingan umum secara luas adalah kepentingan negara
yang termasuk di dalamnya kepentingan pribadi maupun golongan,atau
dengan kata lain kepentingan umum merupakan kepentingan yang
menyangkut sebagian besar masyarakat.
Arti kepentingan umum dilihat dari segi yuridis normatif yaitu Perpres Nomor 36 Tahun 2005, menjelaskan yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan sebagaian besar mayarakat. Sedangkan dari sudut pandang ketentuan yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat (Mudakir Iskandar Syah, 2007:13).
Huybers dalam Maria S.W, Sumardjono (2001: 107)
mendefinisikan kepentingan umum sebagi kepentingan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
sebagai keseluruhan yang memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain
menyangkut perlindungan hak-hak individu sebagai warga negara dan
menyangkut pengadaan serta pemeliharaan sarana publik dan pelayanan
publik.
Kepentingan umum dapat dijabarkan melalui dua cara:
a) Berupa pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah
dilakukan berdasarkan alasan kepentingan umum melalui berbagai
istilah;
b) Penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan.
Dalam pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tersebut
suatu kegiatan yang mempunyai sifat kepentingan umum merupakan
kegiatan pembangunan yang dilakukan untuk mencari keuntungan.
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 juga menegaskan bahwa
penetapan pembangunan untuk kepentingan umaum harus sesuai dan
berdasarkan kepada Rencana Tata Ruang (RUTR) yang ditetapkan
terlebih dahulu. Oleh karena itu pelaksanaan oleh karena itu pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak sesuai dengan RUTR
dapat dinyatakan sebagai bukan kepentingan umum. Keputusan Presiden
Nomor 55 Tahun 1993 kemudian digantikan dengan Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 dan diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006. Istilah Keputusan Presiden menjadi Perturan Presiden
dengan adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berserta Peraturan
Pelaksanaanya (Lieke Lianadevi Tukgali, 2010:184-185).
Landasan hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada
saat ini adalah Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana
telah telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 mengatakan bahwa kepentingan umum adalah sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
besar lapisan masyarakat yang dalam Pasal 5-nya disebutkan bahwa
pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan Pemerintah atau
Pemerintah Daerah diuraikan dalam tujuh jenis kegiatan.
Berbeda dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 yang
di intruksikan melalui Instrusi Presiden Nomor 9 Tahun 1973
menyebutkan bahwa kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum
selain yang dimaksudkan dalam penjabaran jenis kegiatan, ditetapkan
dengan Keputusan Presiden. Dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun
2006, Kepentingan umum dilasanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah. Dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 di tambahkan
akan dimiliki dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan
Presiden 65 Tahun 2006, makna kepentingan umum telah bergeser.
Kepentingan umum sebagai kepentingan sebagian besar lapisan
masyarakat tidak dibatasi seperti dalam Keputusan presiden Nomor 55
Tahun 1993 sehingga menbuka penafsiran yang longar contoh pergeseran
makna itu adalah dimasukkanya jalan tol dalam salah satu kegiatan yang
bersifat kepentingan umum. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
Tidak memuat hal itu. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dalam
mengemas kepentingan umum memperluas maknanya sebagai
kepentingan umum sebagian besar lapisan masyarakat berbeda dengan
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dalam pengertian umum
adalah kepentingan seluruh masyarakat, sehingga Keputusan Presiden
Nomor 55 Tahun 1993 akan lebih memadai dan sesuai dengan pengertian
yang terkandung dalam Pasal 18 UUPA yakni kepentingan umum,
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari
rakyat, yang berarti kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan
pengertian pengertian kepentingan umum dalam Peraturan Presiden
hanya kepentingan sebagian besar saja bukan seluruh kepentingan
masyarakat didalam penulisan ini penulis mengunakan acuan Keppres
Nomor 55 Tahun 1995 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
umum karena pengadaan tanah yang penulis tulis terjadi pada tahun
2003/2004 atau pada saat Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tersebut
berlaku.
2) Pembatasan Kepentingan Umum
Kepentingan umum di tinjau dari tiga peraturan perundang-
undangan yaitu Keppres Nomor 55 Tahun 1993, tidak hanya
memperhatikan kemanfaatan dari kepentingan umum, tetapi juga
membatasi siapa yang menjadi pelaksana pembangunan kepentingan
umum dan sifat pembangunan umum yaitu dilakukan dan selanjutnya
dimiliki oleh pemerintah dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
Peratutan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, dalam hal pembatasan kepentingan umum dikatakan bahwa pembanguhan itu dilaksanakan Pemerrintah/Pemerintah daerah yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki Pemerrintah/Pemerintah Daerah; sedang dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tidak memberi pembatasan sama sekali. Jadi dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 ini memperluas pembatasan kepentingan umum dengan memuat kata “atau akan” dimiliki oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah serta menghapuskan kata “tidak digunakan untuk mencari keuntungan” (Lieke Lianadevi Tukgali, 2010: 186).
Di dalam Keppres Nomor 55 Tahun 1993, kegiatan yang termasuk
kategori kepentingan umum dibatasi pada terpenuhinya ketiga unsur,
yaitu :
a) Kepentingan seluruh lapisan masyarakat;
b) Pembangunan yang selanjutnya dimiliki oleh pemerintah;
c) Tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
Pembangunan sarana pendidikan, agama, infrastruktur atau pembangun fisik lainya tentu memerlukan lahan yang terkadang dilakukan dengan cara mengambil lahan milik penduduk, atau masyrakat adat (tanah ulayat). Dimasa lalu kebutuhan akan lahan tersebut sering dilakukan dengan cara pembebasan tanah dengan pengantian kerugian yang dirasakan tidak seimbang. Karena dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
praktek pembebasan lahan pada masa pemerintaha sering lebih mementingkan aspek hak menguasai tanah oleh negara dan mengabaikan aspek kemakmuran rakyat. Padahal sesuai paham Negara kesejahteraan yang dianut di Indonesia Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 telah menentukan keseimbangan diantara keduanya, oleh karenanya di era reformasi dan keterbukaan ini sering terjadi kasus individu atau massyarakat yang tanahnya pernah dibebaskan dengan alasan untuk kepentingan umum mengugat atau mempersoalkan kembali ganti rugi yang pernah diterima. Akibanya pembangunan infrastuktur sering terhambat persoalan pembebasan lahan bahkan mengantung terutama apabila tidak ada kesepakatan tentang ganti rugi. Menyandari akan hal ini maka pemerintah mengambil kebijaksanaan mempercepat proses pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dengantetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah tersebut dan bersikap trasparan dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tanggal 3 Mei tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Ujang Bahar 2008: 124-125) Pasal 5 dari Keppres Nomor 55 Tahun 1993 selain membatasi apa
yang dimaksud dengan pembangunan untuk kepentingan umum, juga
menentukan bidang-bidang yang termasuk kategori kegiatan
pembangunan untuk kepentingan umum, yaitu :
a) Jalan umum, termasuk saluran pembuangan air;
b) Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainya termasuk saluran
irigasi;
c) Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
d) Pelabuhan atau bandar udara atau terminal;
e) Peribadatan;
f) Pendidikan atau sekolahan;
g) Pasar umum atau pasar INPRES;
h) Fasilitas pemakamann umum;
i) Fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penangulangan
bahaya banjir lahar dan lain-lain bencana;
j) Pos dan telekomunikasi;
k) Sarana olah raga;
l) Stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
m) Kantor pemerintahan;
n) Fasilitass angkatan bersenjata republik Indonesia.
Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum masih di
mungkinkan ada bidang-bidang pembangunan untuk kepentingan umum
selain yang tersebut di atas
c. Panitia Pengadaan Tanah
1) Susunan Kepanitiaan
Menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993 Pasal 1 butir 4, yang
dimaksud Panitia yang dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
Ada dua macam panitia pengadaan tanah, yaitu :
a) Panitia pengadaan tanah Kabupaten/Kotamadya, yakni panitia
Pengadaan Tanah yang dibentuk setiap Kabupaten/Kotamadya. Dalam
Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 1994 selanjutnya disebut Panitia.
b) Panitia Pengadaan Tanah propinsi, dibentuk di Tingkat Propinsi.
Baik Panitia Pengadaan Tanah yang dibentuk di setiap
Kabupaten/Kotamadya maupun di tingkat Propinsi dibentuk oleh
Gubenur.
Panitia Pengadan Tanah (Panitia) dibentuk tanah di tingkat
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Menurut ketentuan Pasal 7
Keppres Nomor 55 Tahun 1993, susunan panitia ini adalah sebagai
berikut:
a) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sebagai Ketua
merangkap anggota;
b) Kepala Kantor Pertanahan atau Kabupaten/Kotamadya sebagai wakil
ketua merangkap anggota;
c) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Banguanan sebagai
anggota;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
d) Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang
bangunan sebagi anggota;
e) Kepala Instansi pemerintahan daerah yang bertanggung jawab di
bidang perhutanan/pertanian sebagai anggota;
f) Camat yang wilayangnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan
pelaksanaan pemlaksanaan akan berlangsung, sebagai anggota;
g) Lurah atau Kepala Desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah
dimana rencana dan pelaksanan pembangunan akan berlangsung,
sebagai anggota;
h) Asisten Sekertaris Wilayah Daerah Bidang Pemerintahan atau Kepala
Bagian Pemerintahan pada Kantor Bupati/Walikota sebagai Sekertaris
I, bukan anggota;
i) Kepala Seksi pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai
Sekertaris II, bukan anggota.
Melihat komposisi panitia pengadaan tanah diatas, maka panitia
yang bersangkutan adalah panitia daerah yang berada dibawah tanggung
jawab pemerintahan daerah setempat, sedangkan Badan Pertanahan
Nasional hanya berkewajiban membantu pelaksananan tugas yang
dimaksud, baik dalam kepemimpinan maupun keseketariatan.
Pada Pasal 6 ayat (3) Keppres Nomor 55 Tahun 1993 menyatakan
bahwa pada pengadaan tanah yang berkenaan dengan tanah yang terletak
di dua wilayah kabupaten/Kotamadya atau lebih, dilakukan dengan
bantuan panitia pengadaan tanah tingkat I yang bersangkutan. Sedangkan
keanggotanya sejauh mungkin mewakili instansi-instansi terkait di
Tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah di Tingkat Propinsi
dipersiapkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional bersama
Asisten Wilayah Daerah Bidang Ketataprajaan yang di tetapkan dengan
Keputusan Gubernur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Susunan Panitia Pengadaan Tanah tersebut berdasarkan Peraturan
Mentri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 1994 adalah sebagai berikut:
a) Gubernur atau pejabat yang di tunjuk, sebagai ketua merangkap
anggota;
b) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai wakil
Ketua merangkap anggota;
c) Kepala Kantor wilayah Direktorat jendral Pajak sebagai anggota;
d) Kepala Instansi pemerintah Daerah Tingkat I yang bertanggung jawab
di bidang bangunan sebagai anggota;
e) Kepala Instansi Pemerintahan Daerah Tingkat I yang beertanggung
jawab di bidang perhutanan/pertanian sebagai anggota;
f) Kepala Instansi Pemerintah lainya didaerah Tingkat I lainya yabg
dianggap perlu sebagai anggota;
g) Kepala Biro Tata Pemerintahan sebagai Sekertaris I bukan anggota;
h) Kepala bidang hak-hak atas taanah pada Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi sebagai Sekertaris II bukan anggota.
2) Tugas Panitia Pengadaan Tanah
1) Panitia Pengadaan Tanah (Panitia)
Pasal 8 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 menentukan bahwa
tugas Panitia Pengadaan Tanah adalah sebagai berikut :
(1) Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah dan benda-
benda yang ada kaitanya dengan tanah yang hak atanya akan
dilepaskan atau diserahkan;
(2) Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak
atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang
mendukungnya.
(3) Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah
yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserakan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
(4) Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak
atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut;
(5) Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah
dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka
menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian;
(6) Menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian
kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan
benda-benda lain yang ada di atasnya;
(7) Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
2) Panitia Pengadaan Tanah Propinsi
Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994 menytakan bahwa
tugas Panitia Pengadaan Tanah Tingkat Propinsi adalah :
(1) Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas panitia apabila lokasi
pembangunan terletak di dua wilayah Kabupaten/Kotamadya atau
lebih;
(2) Membantu Gubernur dalam mengambil keputusan mengenai
bentuk dan besarnya ganti kerugian dalam hal ada keberatan
terhaddap keputusan panitia.
d. Ganti Kerugian
1) Pengertian Ganti Kerugian dan yang diberi Ganti Kerugian
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum mensyaratkan adanya
ganti kerugian yang layak kepada pemegang hak atas tanah. Ganti
kerugian tersebut merupakan hak masyarakat yang harus dilaksanakan
oleh pemerintah sebagai pihak yang memerlukan tanah. Dalam peraturan
perundang-undangan Hukum Agraria tidak diberikan penjelasan
mengenai istilah ganti rugi. Di dalam hukum perdata ganti rugi diartikan
sebagai pembayaran kerugian yang diderita oleh seorang karena adanya
wanprestasi/ingkar janji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Di dalam pembebasan tanah, ganti rugi tidak berkaitanh dengan
adanya kerugian yang disebabkan oleh wanprestasi ataupun perbuatan
melawan hukum. Dengan demikian teori ganti yang terdapat dalam
hukum perdata memang tidak dapat dipergunakan dalam pelaksanaan
pembebasan hak atas tanah, dalam pembebasan hak atas tanah terdapat
dua fenomena yang bersifat kontras, yakni kepentingan umum dan
kepentingan individu. Sehubungan dengan hal itu ganti kerugian dalam
pembebassan tanah merupakan sarana mutlak dalam rangka
menyerasikan antara kepentingan umum dan kepentingan individu. Di
dalam pembebasan tanah, untuk menentukan besarnya ganti kerugian
ditentukan dengan memperbaiki beberapa faktor yaitu letak lokasi tanah,
jenis tanah dan harga umum tanah setempat. Di samping itu juga melihat
kedudukan atau fungsi tanah bagi pemiliknya. Apabila tanah itu
berfungsi sebagai satu-satunya sumber kehidupan, baik berupa tanah
pertanian maupun tanah perkarangan, yang diatasnya dibangun tempat
usaha, semestinya jumlah ganti kerugian dibedakan dengan pemilik tanah
yang lain (Lieke Lianadevi Tukgali 2010: 198).
Pasal 1 butir 7 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merumuskan bahwa
ganti kerugian adalah pengantian nilai tanah berikut bangunan, tanaman
dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat
pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, sedang pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum
antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan
memberikan ganti kerugian atsa dasar musyawarah .
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 telah memberikan
pedoman dasar hukum yang jelas dalam Pasal 12 ini menyatakan bahwa
ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk :
a) Hak atas tanah;
b) Bangunan;
c) Tanaman;
d) Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Pemberian ganti kerugian ini merupakan imbalan yang diterima
pemegang hak atas tanah sebagi penganti dari nilai tanah termasuk segala
benda yang ada diatasnya, yang telah di lepaskan atau diserahkan.
Pemberian ganti kerugian ini harus seimbang dengan nilai tanah
termasuk segala benda yang ada diatasnya. Sebagai tolak ukur
keseimbangan ini bahwa ganti kerugian yang diterima pemegang hak atas
tanah ini tidak boleh membuat seseorang menjadi lebih kaya atau
sebaliknya menjadi lebih miskin dari keadaan semula.
Ganti kerugian merupakan hak dari para pemegang hak atas tanah
yang telah melepaskan atau menyerahkan tanahnya. Tidak ada wewenang
dari siapapun termasuk pemerintah untuk mengambil tanah dari rakyat
tanpa pemberian ganti kerugian.
2) Bentuk dan Besarnya Ganti Kerugian
Berdasarkan Pasal 13 Keppres Nomor 55 Tahun 1993, bentuk ganti
kerugian dapat berupa :
a) Uang;
b) Tanah penganti;
c) Pemukiman kembali (relokasi);
d) Gabungan dari dua atau lebih;
e) Bentuk lain yang disepakati bersama.
Sedangkan penggantian terhadap tanah yang dikuasai dengan hak
ulayat diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk
lain yang beermanfaat bagi masyarakat setempat.
Besarnya ganti kerugian ditetapkan dengan mengunakan dasar dan
cara perhitungan atas dasar dan cara perhitungan atas dasar sebagai
berikut :
a) Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya dengan
memperhatikan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan tahun
terakhir untuk tanah yang bersangkutan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
(1) Lokasi tanah;
(2) Jenis hak atas tanah;
(3) Status penguasaan tanah;
(4) Peruntukan tanah;
(5) Kesesuain penggunaan tanah dengan rencana tanah dengan rencan
tata ruang wilayah;
(6) Prasarana yang tersedia;
(7) Fasilitas dan utilitas;
(8) Lingkungan;
(9) Lain-lain yang mempengaruhi harga tanah.
b) Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah
yang bertangung jawab di bidang bangunan;
c) Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah daerah yang
bertangung jawab di bidang pertanian.
Mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian yang didasarkan atas
dasar perhitungkan tersebut ditetapkan dalam musyawarah antara
pemegaang hak atas tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan
tanah.
3) Penerima Ganti Kerugian
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 Keppres Nomor 55 Tahun 1993
bahwa ganti kerugian diserahkan langsung kepada pemegang hak atas
tanah atau ahli warisnya yang sah dan nadzir bagi tanah wakaf.
Sedangkan dalam hal tanah, bangunan, tanaman atau benda yang
berkaitan dengan tanah yang dimiliki bersama-sama oleh beberapa orang,
dan salah satu atau beberapa orang dari mereka tidak dapat ditemukan,
maka ganti kerugian diskonsinasikan di Pengadilan Negeri setempat oleh
Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
e. Tata Cara Atau Prosedur Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
1) Penetapan Lokasi
Dalam Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tidak ada ketentuan
mengenai penetapan lokasi untuk pengadaan tanah. Untuk itu
berdasarkan pada ketentuan Pasal 25 Keppres ini, maka di tetapkanlah
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 1994 sebagai peraturan pelaksanaan Keppres Nomor 55
Tahun 1993.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994,
langkah yang harus ditempuh oleh Instansi Pemerintah yang memerlukan
tanah adalah :
a) Instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan
penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum kepada
Bupati/Walikotamadya melalui kepala kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya Setempat.
b) Apabila tanah yang diperlukan terletak di 2 (dua) wilayah
Kabupaten/Kotamadya atau di Wilayah DKI Jakarta, maka
permohonan penetapan lokasi diajukan kepada Gubernur melalui
Kepala kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi.
c) Permohonan penetapan lokasi tersebut dilengkapi dengan keterangan
mengenai :
(1) Lokasi tanah yang diperlukan;
(2) Luas dan gambar kasar tanah yang diperlukan;
(3) Pengunaan tanah pada saat permohonan diajukan;
(4) Uraian rencana proyek yang akan dibangun, disertai keterangan
mengenai aspek pembiayaan, lamanya pelaksanaan
pembangunan.
Setelah menerima permohonan penetapan lokasi,
Bupati/Walikotamadya memerintahkan kepada kepala Kantor Pertanahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
untuk melakukan koordinassi dengan Ketua Bappeda tingkat II, Asisten
Sekertaris Wilayah Daerah bidang Ketataprajaan dan instansi terkait
untuk melakukan penelitian mengenai kesesuaian peruntukan tanah yang
dimohonkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Jika berdasar penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa
peruntukan tanah yang dimohonkan telah sesuai dengan RTRW, maka
Bupati/Walikotamadya memberikan persetujuan penetapan lokasi yang
dipersiapakan oleh Kepala Kantor Pertanahan Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi.
Bagi pengadaan tanah yang luasnya lebih dari 1 (satu) hektar,
setelah diterimanya penetapan lokasi pembangunan, Instansi
pemerintahan yang memerlukan tanah segera megajukan permohonan
pengadaan tanah kepada Panitia dengan melampirkan persetujuan
penetapan tersebut. Sedangkan pengadaan tanah yang luasnya kurang
dari 1 (satu) hektar, tidak perlu mengajukan permohonan kepada panitia.
Melainkan setelah menerima persetujuan penetapan lokasi pembangunan
untuk kepentingan umum, Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah
dapat melaksanakan pengadaan tanah secara langsung dengan pemegang
hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan tau benda-benda lain
yang terkait dengan tanah yang bersangkutan atas dasar kesepaakatan.
2) Penyuluhan
Setelah menerima permohonan dari Instansi Pemerintah yang
memerlukan tanah, panitia mengundang Instansi pemerintah tersebut
untuk mempersiapkan pengadaan tanah yang diawali dengan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang terkena lokasi
pembangunan mengenai maksud dan tujuan pembangunan, agar
masyarakat memahami dan menerima pembangunan yang akan
dilaksanakan.
Dalam hal pembangunan yang bersangkutan mempunyai dampak
yang penting dan mendasar pada kehidupan masyarakat, penyuluhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dilakukan dengan melibatkan peran serta tokoh masyarakat dan pimpinan
informal setempat.
3) Inventarisasi
Selanjutnya panitia melakukan kegiatan inventarisasi mengenai
bidang-bidang tanah, termassuk bangunan, tanaman dan atau benda-
benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan tanah adalah :
a) Instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan
penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum kepala
Bupati/Walikotamadya melalui Kepala Kantor pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat.
b) Apabila tanah yang diperlukan terletak di 2 (dua) wilayah
Kabupaten/Kotamadya atau di Wilayah DKI Jakarta, maka
permohonan penetapan lokasi diajukaan kepala Gunernur melalui
kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi.
c) Permohonan penetapan lokasi tersebut dilengkapi dengan keterangan
mengenai :
(1) Lokasi tanah yang diperlukan;
(2) Luas dan gambar kasar tanah yang diperlukan;
(3) Penggunaan tanah pada saat permohonan diajukan;
(4) Uraian rencana proyek yang akan dibangun, disertai keterangan
mengenai aspek pembiayaan, lamanya pelaksanaan
pembangunan.
Setelah menerima permohonan penetapan lokasi,
Bupati/Walikotamadya memerintahkan kepada Kepala Kantor
Pertanahan untuk melakukan koordinasi dengan Ketua Bappeda tingkat
II, Asisten Sekertaris Wilayah Daerah Bidang Ketataprajaan dan
Instansi terkait untuk melalukan penelitian mengenai kesesuaian
peruntukan tanah yang dimohonkan dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Jika berdasarkan penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan
bahwa peruntukan tanah yang dimohonkan telah sesuai dengan RTRW,
maka Bupati/Walikotamadya memberikan persetujuan persetujuan
penetapan lokasi yang mempersiapakan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya atau Kantor Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi.
Dalam kegiatan inventarisasi ini, panitia dapat menugaskan
petugas dari instansi yang bertangung jawab di bidang yang
bersangkutan. Petugas inventarisasi itu adalah :
a) Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat untuk melakukan
pengukuran dan pemetaan, penyelidikan riwayat tanah, pengusaan dan
penggunaan tanah untuk mengetahui luas, status, pemegang hak dan
pengunaan tanah;
b) Instansi Pemerintahan Daerah Tingkat II yang bertangung jawab di
bidang bangunan melakukan pengukuran dan pendataan untuk
mengetahui pemilik, jenis, luas, konstruksi dan kondisi bangunan;
c) Instansi Pemerintah Daerah Tingkat II yang bertangung jawab di
bidang pertanian dan perkebunan, melakukan pendataan untuk
mengetahui pemilik, jenis, umur, dan kondisi tanaman.
Bilamana berdasarkan inventarisasi tersebut tampak bahwa proyek
yang bersangkutan mempunyai dampak yang potensial terhadap
lingkungan, maka perlu dibuat Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)
dan atau Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
4) Musyawarah Mengenai Bentuk dan Besarnya ganti kerugian
Langkah selanjutnya setelah penetapan lokasi dan penyuluhan
termasuk inventarisasi, Panitia mengundang instansi pemerintah yang
memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah serta pemilik bangunan
dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan
untuk mengadakan musyawarah mengenai bentuk dan besarnya ganti
kerugian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Pengertian musyawarah disebutkan dalam Pasal 1 butir 5 Keppres
Nomor 55 Tahun 1993 yang menyatakan bahwa musyawarah adalah
proses atau kegiatan saling menerima pendapat dan keinginan yang
didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan
pihak yang memerlukan tanah untuk memperoleh kesepakatan mengenai
bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Pelaksanaan musyawarah telah digariskan dalam Pasal 10 Keppres
Nomor 55 Tahun 1993 yang menyatakan bahwa :
a) Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan dengan Instansi Pemerintah yang
memerlukan tanah.
b) Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan
untuk terselengaranya musyawarah secara efektif, maka musyawarah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan Panitia
Pengadaan Tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk diantara dan oleh
para pemegang hak atas tanah yang sekaligus bertindak selaku kuasa
mereka.
c) Musyawarah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dipimpin
oleh ketua panitia pengadaan tanah.
Ada dua kemungkinan setelah dilakukanya musyawarah yaitu
terjadi kesepakatan atau sebaliknya tidak terjadi kesepakatan mengenai
ganti kerugian.
Apabila musyawarah menghasilkan kesepakatan, maka panitia
mengeluarkan keputusan tentang bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Tetapi bila kesepakatan belum tercapai, maka diadakan lagi musyawarah
hingga tercapai kesepakatan. Namun apabila musyawarah yang telah
diupayakan tetap tidak membawa hasil, panitia mengeluarkan keputusan
mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian bedasarkan nilai nyata atau
sebenarnya dengan memperhatikan nilai jual objek pajak dan faktor-
faktor yang mempengaruhi harga tanah, serta sejauh mungkin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
memperhatiakn pendapat, keinginan, saran, dan pertimbangan yang
berlangsung dalam musyawarah.
Keputusan Panitia mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian
yang belum berdasarkan kesepakatan ini bukan merupakan keputusan
final yang dapat dipaksakan. Terhadap keputusan tersebut dapat diajukan
kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
B. Kerangka Pemikiran
Mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibuat dalam suatu bagan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Penemuan Hukum
an
Penerapan
Hukum
Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran
Peristiwa Hukum
1. Apakah prosedur pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif ) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Keppres Nomor 55 Tahun 1993.
2. Apakah Dalam musyawarah sudah tercapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi
(Premis Minor)
Peristiwa Kongkrit
(Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten
Magetan-Kabupaten Karanganyar)
1. Terjadinya perolehan tanah dari masyarakat ke pemerintah dengan cara : a. Musyawarah. b. Ganti kerugian.
2. Adanya pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus Kab. Magetan-Kab. Karanganyar.
Prosedur pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 atau belum, serta di dalam musyawarah sudah atau belum mengenai tercapainya kesepakatan bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Kesimpulan
Peraturan Perundang –Undangan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya.
3. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.
4. Peraturan Mentri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Tahun 1994 Sebagai Peraturan Pelaksanaan Keppres Nomor 55 Tahun 1993.
(Premis Mayor)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Keterangan kerangka pemikiran :
Di dalam pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten
Magetan – Kabupaten Karanganyar yang pertama dilakukan yaitu penetapkan
lokasi. Penetapan lokasi itu dilakukan oleh instansi pemerintah yang
memerlukan Keterangan tanah kemudian mengajukan permohonan penetapan
lokasi pembangunan untuk kepentingan umum kepada Bupati/Walikotamadya
melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat. Tanah
yang dibutuhkan dalam pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten
Magetan-Kabupaten Karanganyar itu adalah tanah milik warga sehinga di
dalam pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten Magetan-
Kabupaten Karanganyar ini harus mengunakan pengadaan tanah.
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan
cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan
tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Pengadaan tanah tersebut di atur di dalam peraturan perundang-undangan yaitu
Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum, peraturan perundang-undangan tersebut mengatur tentang pengadaan
tanah bagi pelaksaanan pembangunan untuk kepentingan umum. Di dalam
pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten
Magetan-Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, Kepres Nomor 55 Tahun 1993 dan di dalam musyawarah apakah
sudah tercapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi. Untuk
melaksanakan pengadaan tanah tersebut maka di bentuklah panitia pengadaan
tanah. Panitia pengadaan tanh tersebut bertugas mengadakan musyawarah
dengan warga yang tanahnya terkena pengadaan tanah, melakukan penyuluhan
kepada warga yang tanahnya terkena pengadaan tanah agar warga terebut
mengetahui fungsi dari pengadaan tanah tersebut, mengadakan inventarisasi
mengenai bidang-bidang tanah, termasuk bangunan, tanaman dan atau benda-
benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan, penetapan ganti
kerugian itu dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama tidak boleh dilakukan
secara paksa. Setelah semuanya terjadi kesepakatan maka terjadilah pelepasan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
penyerahan dan permohonan hak atas tanah dari warga pemegang hak atas
tanahnya tersebut sehinnga pengadaan tanah tersebut sah dilakukan. Kemudian
dapat disimpulkan Sudah atau belum diterapkannya Perlindungan Hukum Bagi
Pemegang Hak Atas Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan
Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Magetan
Kabupaten Magetan terletak di wilayah Propinsi Jawa Timur adalah
termasuk dalam wilayah koordinasi pembantu Gubernur untuk Wilayah Madiun
yang berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah.
Secara administratif, Kabupaten Magetan berbatasan dengan wilayah-
wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah barat Gunung Lawu, menuju kebarat daya merupakan deretan gunung-
gunung Sidoramping, gunung Jobolarangan dan Gunung Kukusan, berbatasan
dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah.
2. Bagian Utara merupakan dataran yang bergelombang naik, mengarah dari arah
timur ke barat sampai ke kaki gunung Lawu berbatasan dengan Kabupaten
Ngawi.
3. Bagian sebelah selatan merupakan dataran rendah berbatasan dengan
Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah.
4. Bagian sebelah Timur dataran rendah melandai berbatasan dengan Kabupaten
Madiun.
Sungai yang memotong daerah Magetan menjadi dua bagian mulai dari
pangkal sumber dibawah Cemorosewu, gunung Kendil dan gunung Sidoramping
adalah sungai Gandong yang merupakan jalur bersejarah, penuh dengan misteri
serta ditaburi dengan makam-makam peninggalan kuno.
Kabupaten Magetan merupakan Kabupaten terkecil kedua di Propinsi Jawa
Timur setelah Kabupaten Sidoarjo. Dengan luas wilayah kurang lebih 668.850
Km2. Dengan jumlah penduduknya adalah 692.208 jiwa. Terbagi menjadi menjadi
18 Kecamatan dan 235 Desa.
Produk unggulan yang dimiliki oleh Kabupaten Magetan diantaranya adalah
kerajinan kulit yang berada di jalan sawo Kelurahan Selosari, disitu terdapat
perkampungan pengrajin kulit yang sudah terkenal. Selain itu Magetan juga
memiliki kerajinan bambu dan batik juga. Disektor pertanian magetan juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
terkenal dengan jeruk pamelonya, daerah penghasil jeruk tersebut di singkat
BETA SOKA (Bendo, Takeran dan Sukomoro) , selain jeruk juga ada durian
taring.
Karena letak geografisnya, Magetan mengalami 2 masalah yaitu
keterisolasian daerah dan ketersediaan air yang terbatas di musim kemarau
(magetan bagian selatan). Untuk mengatasi 2 masalah tersebut, Pemerintahan
Magetan melakukan pembangunan jalan tembus Magetan–Karanganyar dan juga
membangun Waduk Gondang di daerah Poncol.
B. Prosedur Dan Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan
Tembus Kabupaten Magetan- Kabupaten Karanganyar Di Kabupaten
Magetan
1. Tujuan Pengadaan Tanah
Sebagaimana telah dikekemukaan sebelumnya bahwa dalam rangka
pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, tanah merupakan salah satu sarana
yang ssangat penting. Masalah pengadaan tanah untuk keperluan tersebut
tidaklah mudah untuk dipecahkan. Dengan semakin meningkatnya
pembangunan, kebutuhan akan tanah semakin meningkat pula, sedangkan
persediaan tanah relatif tetap bahkan semakin berkurang.
Dengan adanya keterbatasan lahan dan tuntutan akan kebutuhan lahan
proyek pembangunan yang harus dilaksanakan pasa lokasi yang telah
dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, maka dengan terpaksa
mengambil tanah milik rakyat. Pengambilan itu dilakukan dengan cara
pengadaan tanah dimana bagi mereka yang tanahnya terkena proyek
pembangunan diberikan sejumlah ganti kerugian baik untuk tanahnya sendiri,
bangunan maupun tanaman yang ada di atasnya.
Berkaitan dengan pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif)
Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar, berdasarkan penjelasan singkat
rencana pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan–
Kabupaten Karanganyar dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan akan
kebutuhan yang meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
1) Peningkatan jaringan jalan seiring dengan meningkatnya arus lalu lintas
antar kota dan propinsi.
2) Penambahan prasarana transportasi dalam rangka mewujudkan
pengembangan wilayah kota dan daerah.
3) Sebagai jalan alternatif penghubung antar propinsi jawa timur dan jawa
tengah.
4) Antisipasi kemacetan akibat kepadatan lalu lintas antar propinsi.
5) Penunjang pembangunan prasarana/sarana sub sektor lainya, seperti :
1) Menujang sarana trasportasi ke objek wisata yang ada di daerah Magetan
seperti: Telaga Sarangan dan sekitarnya.
2) Menujang sarana trasportasi ke objek wisata yang ada di daerah
Karanganyar seperti: grojogan sewu dan sekitarnya.
2. Prosedur Permohonan Perijinan Pengadaan Tanah
Dalam memenuhi kebutuhan akan penyediaan lahan untuk pembangunan
Jalan Tembus (Jalan alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar,
Bupati Magetan selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah yang membutuhkan
tanah di haruskan mengajukan permohonan pengadaan tanahnya sesuai
prosedur berdasarkan peraturan yang berlaku.
Pengajuan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tembus (Jalan
alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar di Daerah Tingkat II
Magetan adalah sebagai berikut :
a. Bupati Magetan sesuai Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan
Tanah Untuk Kepentingan Umum mengajukan Kepada Gubernur Jawa
Timur tertanggal 12 Agustus 1994 Nomor 591/1368/580.352.2 tentang
Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Magetan.
b. Gubernur Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan Nomor
188/185/KPTS/013/2002 tentang Panitia Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum Kabupaten Magetan untuk membentuk Panitia
Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten
Magetan – Kiabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
c. Bupati Magetan selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum Kabupaten Magetan mengajukan
pemohonan tertanggal 25 Januari 2002 Nomor : 050/03/403.201/2002 yang
ditujukan Mentri Perhutanan Republik Indonesia dan kepada Gubernur Jawa
Timur dan Isi dari surat tersebut perihal permohonan izin Pembangunan
Jalan Tembus Sarangan - Cemorosewu di Kabupaten Magetan.
d. Setelah Bupati Magetan Mengajukan Permohonan kepada Mentri
Perhutanan Republik Indonesia, Direktur Perum Perhutani juga mengajukan
surat permohonan kepada Mentri Perhutani Republik Indonesia tertanggal
31 Maret 2002 Nomor : 98/044.3/KUM/DIR perihal permohonan izin
Pembangunan Jalan Tembus Sarangan-Cemorosewu di Kabupaten
Magetan.
e. Atas surat permohonan tersebut, Gubernur Jawa Timur memberikan
tangapan dengan memberikan Rekomendasi Pembangunan Jalan Tembus
Magetan (Jawa Timur)-Karanganyar (Jawa Tengah) tertanggal 26 Juli 2002
Nomor: 188/6270/013/2002. Dalam surat tersebut, Gubernur memberikan
persyaratan bahwa :
1) Dalam pengadaan tanah agar betul-betul dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan dilakukan secara koordinir dengan instansi
terkait sesuai Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembanguanan Untuk Kepentingan Umum.
2) Pengadaan tanah tersebut harus memperoleh persetujuan warga yang
tanahnya terkena pengadaan tanah dan Mentri Perhutanan Republik
Indonesia karena Pembangunan Jalan Tembus Kabupaten Magetan–
Kabupaten Karanganyar, tanah yang digunakan meliputi tanah warga
dan tanah Perhutani.
f. Sehubungan dengan surat Bupati Magetan Nomor: 050/403.201/2002
tanggal 25 Januari 2002 dan surat Direktur Utama Perhutani Nomor:
96/044.3/KUM/DIR tanggal 31 Maret 2002, perihal permohonan izin dan
pembangunan jalan tembus Sarangan-Cemorosewu di Kabupaten Magetan
dengan ini Mentri Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan Surat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Keputusan Nomor : S. 74/Menhut-VII/2004 perihal izin pembangunan jalan
tembus Sarangan-Cemorosewu Kabupaten Magetan dengan persyaratan
sebagai berikut :
1) Pemerintah Kabupaten Magetan agar menyiapkan calon lahan
kompensasi dengan ketentuan :
a) Memiliki status tanah yang jelas dan bertitel hak atas nama Bupati
Magetan; bebas dari pembebanan hak; bebas dari sengketa;
b) Berbatasan langsung dengan kawasan hutan
c) Memenuhi syarat tehnis untuk dijadikan kawasan hutan dan,
d) Calon lahan kompensasi agar dilaporkan kepada kami selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun terhitung sejak surat ditandatangani untuk
dilakukan pemerikasaan dan dinyatakan layak dan tidak untuk
ditunjuk menjadi kawasan hutan.
2) Menyerahkan lahan kompensasi seluas kurang lebih 10,50 ha (ratio 1 : 1)
kepada Departemen Kehutanan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak
surat ini di tanda tangani;
3) Membayar ganti rugi nilai tegakan atas hutan tanaman atau membayar
PSDH dan DR atas tegakan hutan alam yang di tebang;
4) Menanggung biaya pengukuran, pemetaan dan pemansangan batas
kawasan hutan yang dipinjam pakai maupun terhadap lahan kompensasi;
5) Menyerahkan lahan kompensasi yang telah diperiksa oleh Tim
Departemen Kehutanan dan dinyatakan layak/memenuhi syarat untuk
ditunjuk/dijadikan kawasan hutan;
6) Membuat dan menandatangani Berita Acara/Perjanjian Pinjam Pakai
Kawasan Hutan dengan Kompensasi bersama kepala Badan Planologi
kehutanan atas nama Mentri Kehutanan.
3. Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Daerah Tingkat II Magetan
Bagi pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tembus
(Jalan alternatif) Kabupaten Magetan–Kabupaten Karanganyar yang harus
berdasarkan peraturan yang berlaku, maka di bentuk panitia pengadaan Tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor
188/185/KPTS/013/2002 pada tanggal 16 Juli 2002 tentang Pembentukan
Panitia Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan umum Kabupaten Magetan.
Adapun susunan Panitia Pengadaan Tanah yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
a. Drs. Saleh Muljono, MM., Bupati Magetan Sebagai Ketua Merangkap
Anggota;
b. R. Slamet Santoso, SH., Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Magetan Sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota;
c. Drs. Warsito, MM., Asiaten Pemerintahan Kabupaten Magetan sebagai
sebagai Sekertaris I bukan Anggota;
d. Ribut Hari Cahyono, SH., Kepala Seksi Hak Atas Tanah Kantor Pertanahan
Kabupaten Magetan sebagai Sekrtaris II
e. Sumarno, SH., Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai
Anggota;
f. Ir. Syamsul Hadi, Kepala Dinas Pekerjaaan Umum Kabupaten Magetan
sebagai Anggota;
g. Ir. Tirsam Yusup, MSI., Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Magetan
sebagai Anggota;
h. Sunarti Condrowati, S Sos. MSi., Camat Plaosan sebagai Anggota;
i. Yulianto, Lurah Desa Ngancar sebagai Anggota;
j. Wahyudiyono, Lurah Desa Sarangan sebagai Anggota.
Melihat susunan Panitia tersebut diatas dapat diketahui bahwa Panitia
Pengadaan Tanah merupakan Panitia Tetap. Dalam kepanitiaan ini yang
mungkin berganti dari keanggotaanya adalah camat dan lurah/Kepala Desa
sesui dengan wilayah mana tanah tersebut berada. Jadi pembentukan panitia ini
berdasarkan penunjukan karena jabatan orang lain yang bersangkutan, bukan
berdasarkan suatu pembentukan yang sifatnya insidentil untuk suatu kegiatan
tertentu dimana apabila kegiatan tersebut sudah selesai dilaksanakan, maka
dapat dibubarkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Berkaitan dengan lokasi pembangunan yang terletak di satu wilayah
Kecamatan meliputi dua desa yaitu Desa Ngancar dan Desa Sarangan, Bupati
langsung menunjuk Camat dan Kepala Desa yang wilayahnya terkena proyek
pembangunan Jalan Tembus (Jalan alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten
Karanganyar.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, panitia pengadaaan tanah
bertangung jawab kepada Bupati Magetan.
4. Tim Inventarisasi
Untuk mempermudah dan melengkapi tugas-tugas panitia Pengadaan
Tanah, dibentuk Tim Inventarisasi tanah, bangunan dan tanaman yang terkait
dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tembus (Jalan
alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar Kabupaten Magetan.
Tim inventarisasi ini tertdiri dari 3 (tiga) Instansi Pemerintah yang bertangung
jawab di bidangnya masing-masing, yaitu :
a. Rohmani Hartanto, Kasubsi Pengukuran Pemetaan dan Konversi Kantor
Pertanahan Kabupaten Magetan sebagai Ketua.
b. Ir. Suharno, Kasi Bina Progam Cabang Dinas Perhutani Kabupaten
Magetan, Sebagai Sekretaris.
c. Darmanto, Staf Teknik DPU Kabupaten Magetan, sebagai Anggota.
Dari ketiga instansi pemerintah tersebut masing-masing mempunyai tugas
sebagai berikut :
a. Unsur dari Kantor Pertanahan untuk mengetahui luas tanah yang terkena
proyek ;
b. Unsur dari dinas perhutani untuk mengetahui jumlah dan jenis tanaman
yang terkena proyek ;
c. Unsur dari Dinas Pekerjaan Umum untuk mengetahui luas, jenis bangunan
yang terkena proyek dan benda-benda yang ada di atasnya.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Tim Inventarisasi didampingi oleh
aparat desa setempat yang mengerti dan mengetahui keadaan desa tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
5. Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Persiapan mengenai pembangunan Jalan Tembus (Jalan alternatif)
Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar telah diadakan beberapa kali
pertemuan antara Pimpinan proyek, Bupati, Camat dan Kepala Desa yang
wilayahnya terkena proyek pembangunan.
a. Dari rapat yang dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2003 di informasikan
bahwa akan diadakan pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif)
Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar. Pada trahap ini perencanaan
pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-
Kabupaten Karanganyar dalam taraf survey dan permohonan ijin lokasi
pembangunan.
b. Kemudian pada tanggal 5 Juni 2003 diadakan rapat di Kantor Bappeda
Kabupaten Magetan ynag isinya memberikan akan adanya proyek
pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-
Kabupaten Karanganyar yang merupakan proyek nasional dimana dana
yang digunakan untuk pembangunan jalan tersebut berasal dari APBN dan
APBD. Rencana pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten
Magetan-Kabupaten Karanganyar melewati 2 (dua) desa dan satu
kecamatan.
c. Pada tanggal 12 September 2003 diadakan rapat pendahuluan yang
dilaksanakan di Kantor Kabupaten Daerah Tingkat II Magetan yang
dipimpin oleh Pembantu Gubernur Jawa Timur dan Bupati Magetan. Dalam
rapat tersebut dikemukakan juga bahwa :
1) Proyek pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten
Magetan-Kabupaten Karanganyar segera dilaksanakan, untuk itu pada
akhir tahun anggaran 2003/2004 masalah pembebasan atau pengadaan
tanah untuk keperluan proyek harus selesai dilaksanakan.
2) Dana yang dipergunakan untuk pembebasan tanah diperoleh 100% dari
Pemerintah daerah Tingkat II (APBD).
3) Panjang jalan sebesar 11,2 Km.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
d. Pada tanggal 03 Oktober 2003 diadakan rapat mengenai pelaksanaan dari
hasil rapat pendahuluan yang bertempat di Kantor Bupati Magetan. Isi dari
rapat tersebut tentang rencana kerja untuk pelaksanaan pembebasan tanah.
Dikemukakan bahwa untuk terlaksananya pembebasan tanah tersebut harus
mengadakan :
1) Penyuluhan I
Dalam penyuluhan tahap ini yang perlu dibicarakan kepada para
Pemegang Hak Atas Tanah atau calon orang-orang yang tanahnya
terkena pengadaan tanah adalah :
a) Memberitahu kepada masyarakat tentang kemungkinan tanahnya akan
terkena proyek pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif)
Kabupaten Magetan–Kabupaten Karanganyar. Mengigat pentingnya
jalan tersebut yang akan akan menghubungkan antara dua Propinsi
yaitu Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, maka kepada pemilik
tanah dimintai pengertian demi terlaksananya proyek tersebut.
b) Kepada Kepala Desa yang wilayahnya terkena proyek pembangunan,
agar menghubungi para pemilik tanah.
2) Setelah dilaksanakan Penyuluhan tahap I selanjutnya melakukan
pendataan dan pengukuran mengenai :
a) Luas tanah yang terkena proyek ;
b) Penggunaan tanah yang terkena proyek ;
c) Jenis tanh ;
d) Kondisi tanah ;
e) Pemilikan, jenis dan benda-benda yang ada di atasnya, baik milik
penduduk maupun milik instansi lain seperti Perhutani, PLN, PDAM
dan sebagainya ;
f) Prasarana dan fasilitas umum yang terkena proyek ;
g) Tanah yang akan dipergunakan untuk pembanguan Jalan Tembus
(Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar.
e. Pada tanggal 06 Oktober 2003 diadakan rapat lanjutan di Kantor Bupati
Magetan yang hasilnya mengenai hal-hal yang harus ditempuh dan petunjuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dalam rangka persiapan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten
Magetan-Kabupaten Karanganyar, antara lain :
1) Pengurusan ijin lokasi yang harus segera diselesaikan
2) Untuk daerah-daerah yang bterkena proyek dilakukan pendataan tanah,
bangunan dan tanaman serta benda-benda lain yang terkait dengan tanah.
3) Pendataan-pendataan tersebut akan dipergunakan sebagai bahan dalam
penyuluhan dan musyawarah penentuan ganti kerugian.
4) Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam rangka pengadaan tanah,
yaitu :
a) Harga dasar tanah;
b) Kemampuan pemilik tanah;
c) NJOP atau Nilai Jual Objek Pajak.
d) Tanah yang terkena, sebagian atau seluruhnya.
5) Kepada pimpinan proyek dimintakan pembagian atau pengalokasian dana
secara jelas mengenai pengunaan dana dari APBN dan APBD Tingkat II.
Dalam kesempatan ini pimpinan proyek menegaskan bahwa dalam
pembebasan tanah untuk keperluan pembangunan Jalan Tembus (Jalan
Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar ini didasarkan
kepada Keppres Nomor 55 Tahun 1993.
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah
adalah :
1. Pengurusan ijin lokasi;
2. Permohonan dari Bagian Proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan;
3. Melakukan pendataan tanah, bangunan dan tanaman;
4. Menyusun daftar nama para pemilik tanah yang terkena proyek yang
akan diundang dalam rapat/penyuluhan.
Langkah-langkah yang dilakukan Panitia Pengadaan Tanah, yaitu:
1) Penyuluhan I, dalam penyuluhan ini yang perlu dilakukan adalah ijin
kepada Dinas Perhutani dan masyarakat untuk melakukan proyek, biaya
sertifikat, PBB untuk tahun yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
2) Penyuluhan II, dalam penyululuhan ini membicarakan mengenai bentuk
dan besarnya ganti rugi. Perlu dijelaskan kepada masyarakat tentang
adanya perbedaan besarnya ganti rugi untuk tanah yang terkena total dan
yang terkena sebagian.
f. Pada tanggal 21 Oktober 2003 diadakan rapat di Kantor Bupati Magetan. Isi
pokok rapat tersebut bahwa Kepala Desa Ngancar dan Kepala Desa
Sarangan supaya mencocokan rencana pembangunan Jalan Tembus (Jalan
Alternatif) Kabupaten Magetan–Kabupaten Karanganyar dengan peta desa.
Dari pencocokan tersebut akhirnya diketahui orang-orang/para pemilik yang
terkena pengadaan tanah yaitu :
1) Desa Ngancar sejumlah 27 orang, total luas tanah yang terkena
pengadaan tanah kurang lebih 2.778 M.
2) Desa Sarangan sejumlah 59 orang, total luas tanah yang terkena
pengadaan tanah kurang lebih 33.080 M .
3) Dinas Perhutani kurang lebih seluas 10.50 ha
Penyuluhan merupakan suatu upaya pendekatan pada masyarakat dan
instansi pemerintah yang tanahnya terkena lokasi pembangunan.
Diadakanya penyuluhan adalah suatu keharusan sebagaiman telah diatur
dalam Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 1994.
Instansi pemerintah harus meminta ijin terlebih dahulu kepada masyarakat
dan Mentri Perhutani atas pengunaan tanah mereka untuk pelaksanaan
proyek pembangunan. Adanya penyuluhan mengenai rencana dan tujuan
pembangunan, agar masyarakat memahami dan menerima pembangunan
yang akan dilaksanakan.
g. Pada tanggal 03 November 2003, dilaksanakan penyuluhan Tahap I yang
bertempat di Kelurahan Sarangan. Rapat ini dihadiri oleh para pemilik tanah
atau Pemegang Hak Atas Tanah yang terkena proyek dari Desa Sarangan,
Desa Ngancar dan perwakilan dari Dinas Perhutanian serta Panitia
Pengadaan Tanah dan Pihak Proyek.
Penyuluhan ini berisi penjelasan kepada masyarakat dan Dinas Perhutani
khususnya kepada para Pemegang Hak Atas Tanah yang terkena pengadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
tanah mengenai rencana dan tujuan pembangunan Jalan Tembus (Jalan
Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar, serta dilakukan
tanya jawab oleh para peserta dengan Panitia Pengadaan Tanah dan
Pimpinan Proyek.
Hasil dari rapat penyuluhan tahap I ini di simpulkan, bahwa :
1) Warga masyarakat pada dasarnya tidak keberatan akan adanya proyek
pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan –
Kabupaten Karanganyar. Warga menyadari bahwa dengan dibangunya
jalan akan memperlancar dan membantu pembangunan didaerah.
2) Pada rapat ini masalah ganti rugi belum dibicarakan.
3) Ijin kepada para pemilik tanah bahwa dalam waktu dekat akan dilakukan
inventarisasi mengenai tanah, banguan dan tanaman.
Pada Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan –
Kabupaten Karanganyar semua jenis kendaraan boleh masuk, maksudnya
bahwa jalan yang dibangun merupakan jalan umum bukan jalan toll dimana
untuk jalan toll hanya kendaraan-kendaraan tertentu yang dapat
mengunakanya dan dipungut biaya. Dari sinilah kita dapat melihat bahwa
pengadaan tanah bagi pembanguan untuk kepentingan umum sesuai kriteria
atau macam bidang-bidang yang termasuk kepentingan umum berdasarkan
Keppres No 55 Tahun 1993 Pasal 5, dimana unsur-unsur bahwa
pembangunan tersebut untuk kepentingan umum seluruh lapisan
masyarakat, selanjutnya dimiliki oleh pemerintah dan tidak digunakan untuk
mencari keuntungan semata.
h. Setelah dilakukan penyuluhan, dilanjutkan dengan inventarisasi yang
pelaksanaanya adalah sebagai berikut :
1) Pematokan tanah yang terkena proyek.
2) Pengukuran oleh Tim Inventarisasi dari kantor Pertanahan bersama
perangkat desa setempat.
3) Inventarisasi mengenai bangunan dan tanaman oleh tim inventarisasi
dari Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Berdasarkan hasil inventarisasi oleh Tim Inventarisasi oleh Tim
Inventarisasi selanjutnya diketahui :
1) Status tanah yang terkena proyek semuanya adalah tanah dengan status
hak milik, yang berupa tanah persawahan milik masyarakat.
2) Serta sebagaian tanah tersebut berupa hutan lindung milik perhutani.
Dari hasil Inventarisasi tanah, para pemilik tanah terbagi menjadi dua yaitu :
1) Yang terkena total, yaitu seluruh tanahnya terkena proyek pembangunan
Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan–Kabupaten
Karanganyar, kalaupun ada sisa tanahhanya sebagian kecil sehingga tidak
dapat dimanfaatkan atau tidak layak untuk dijadikan persasawahan
kembali. Maka sisa tanah yang sedikit itu dianggap terkena pengadaan
tanah untuk keperluan proyek tersebut.
2) Yang terkena sebagian, yaitu tanah yang sebagian kecil atau sebagian
besar terkena proyek pembangunan. Namun tanah yang tersisa atau
tertinggal masih memungkinkan atau layak untuk dijadikan persawahan
kembali.
i. Pada tanggal 22 November 2003 diadakan penyuluhan Tahap II bertempat
di Kantor Kelurahan Sarangan. Penyuluhan ini bersifat musyawarah antara
Panitia Pengadaan Tanah, Bagian Proyek Pembangunan Jalan dan
Jembatan, Pemilik tanah dari Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan dan
Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar, Perwakilan Dinas Perhutani serta
perangkat desa. Kemudian di sepakati bentuk ganti rugi berupa :
1) Bagi masyarakat yang tanahnya terkena pengadaan tanah bentuk ganti
ruginya berupa uang;
2) Bagi Perhutani yang tanahnya terkena pengadaan tanah bentuk ganti
ruginya berupa tanah penganti.
j. Pada tanggal 2 Desember 2003 di Kantor Kelurahan Sarangan dan Desa
Ngancar diadakan sosialisasi mengenai besarnya ganti rugi, masyarakat
pemilik tanah di Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan menawarkan
harga Rp.150.000/M2 sedangkan Tim pembebasan dari Kabupaten ditawar
dengan harga Rp.75.000/M2, masyarakat pemilik tanah Dukuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Cemorosewu Desa Ngancar menawarkan harga Rp.200.000 / M2 sedangkan
sedangkan Tim pembebasan dari Kabupaten ditawar dengan harga
Rp.100.000 / M2 kedua masyarakat Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan
dan Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar tidak setuju.
k. Pada tanggal 5 Desember 2003 di Kantor Kelurahan Sarangan dan Desa
Ngancar diadakan sosialisasi mengenai besarnya ganti rugi yang ke dua,
masyarakat pemilik tanah di Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan
menawarkan harga Rp.100.000 / M2, masyarakat pemilik tanah Dukuh
Cemorosewu Desa Ngancar menawarkan harga Rp.150.000 / M2 akhinya
kedua masyarakat Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan dan Dukuh
Cemorosewu Desa Ngancar usulanya di setujui / disepakati.
Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Menurut Keppres
Nomor 55 Tahun 1993 adalah dalam pasal 6 Keppres Nomor 55 tahun 1993
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan bantuan Panitia
Pengadaan Tanah yang dibentuk oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Panitia
Pengadaan Tanah dibentuk disetiap Kabupaten atau Kotamadya Tingkat II.
Pengadaan tanah berkenaan dengan tanah yang terletak di dua wilayah
Kabupaten/Kotamadya atau lebih dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan
Tanah Tingkat Propinsi yang diketuai atau dibentuk oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I yang bersangkutan, yang susunan keanggotaannya sejauh mungkin
mewakili Instansiinstansiyang terkait di Tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II
yang bersangkutan.
Susunan Panitia Pengadaan Tanah menurut Pasal 7 Keppres Nomor 55
Tahun 1993 antara lain :
1. Bupati/Walikotamadya sebagai Ketua merangkap Anggota;
2. Kapala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai Wakil Kwtua
merangkap Anggota;
3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Anggota;
4. Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab dibidang
bangunan, sebagai Anggota;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
5. Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab dibidang
pertanian, sebagai Anggota;
6. Camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan
pelaksanaan pembangunan akan berlangsung sebagai Anggota;
7. Lurah/Kepala Desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana
dan pelaksanaan pembangunan akan berlangsung, sebagai Anggota;
8. Asisten Sekretaris Wilayah Desa Bidang Pemerintahan atau Kepala Bagian
Pemerintahan pada Kantor Bupati/Walikotamadya sebagai SekretarisI bukan
Anggota;
9. Kepala Seksi pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai
Sekretaris II bukan Anggota.
Dalam keppres Nomor 55 Tahun 1993 tidak ada ketentuan mengenai tata
cara pengadaan tanah. Untuk itu berdasarkan pada ketentuan Pasal 25 Keppres ini,
maka di tetapkanlah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 Tahun 1994 sebagai peraturan pelaksanaan Keppres Nomor 55
Tahun 1993.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994, langkah yang harus ditempuh
oleh Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah adalah:
1. Instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan
penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum kepada
Bupati/Walikotamadya melalui kepala kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya Setempat.
2. Apabila tanah yang diperlukan terletak di 2 (dua) wilayah
Kabupaten/Kotamadya atau di Wilayah DKI Jakarta, maka permohonan
penetapan lokasi diajukan kepada Gubernur melalui Kepala kantor Wilayah
Badan Pertanahan Propinsi.
3. Permohonan penetapan lokasi tersebut dilengkapi dengan keterangan
mengenai:
a. Lokasi tanah yang diperlukan;
b. Luas dan gambar kasar tanah yang diperlukan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
c. Pengunaan tanah pada saat permohonan diajukan;
d. Uraian rencana proyek yang akan dibangun, disertai keterangan mengenai
aspek pembiayaan, lamanya pelaksanaan pembangunan.
Setelah penetapan lokasi sudah mendapat persetujuan selanjutnya dalam
Pasal 8 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 menjelaskan tentang tugas panitia
pengadaan tanah, tugas Panitia Pengadaan Tanah antara lain :
1. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman, dan
bendabenda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan
dilepaskan atau diserahkan;
2. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan
dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya;
3. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak
atasnya akan dilepaskan atau diserahkan;
4. Memberi penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah
mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut;
5. Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan Instansi
Pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian;
6. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para
pemegang hak atas tanah bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada
diatasnya;
7. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
Dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 Keppres
Nomor 55 Tahun 1993 mengatur mengenai musyawarah dalam Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan Umum.
1. Pasal 9
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
dilakukan melalui musyawarah.
2. Pasal 10
a. Ayat (1) Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
b. Ayat (2) Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan
terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka musyawarah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan Panitia Pengadaan
Tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil
yang ditunjuk diantara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang
sekaligus bertindak selaku kuasa mereka.
c. Ayat (3) Musyawarah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh
Ketua Panitia Pengadaan Tanah.
3. Pasal 11
Musyawarah dilakukan di tempat yang ditentukan dalam surat undangan.
4. Pasal 12
Ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk :
a. Hak atas tanah;
b. Bangunan;
c. Tanaman;
d. Benda-benda lain, yang berkaitan dengan tanah.
5. Pasal 13
Bentuk ganti kerugian dapat berupa :
a. Uang;
b. Tanah pengganti;
c. Pemukiman kembali;
d. Gabungan dari dua atau lebih untuk ganti kerugian sebagaimana daimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
6. Pasal 14
Penggantian terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat diberikan
dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat
bagi masyarakat setempat.
Dari unsur-unsur diatas maka dapat di simpulkan bahwa Pengadaan Tanah
Dalam Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan prosedur Keppres Nomor 55 Tahun
1993 karena sudah memenuhi unsur-unsur dalam pengadaan tanah yaitu adanya
pembentukan panitia berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Jawa Timur Nomor 188/185/KPTS/013/2002 pada tanggal 16 Juli 2002 tentang
Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Kabupaten
Magetan. Adanya penyuluhan-penyuluhan kepada mayarakat pemegang hak atas
tanah yang dilakukan selama berkali-kali bahwa akan di adakan pembangunan
jalan tembus, melakukan invetarisasi mengenai tanah yang terkena pengadaan
tanah, mengadakan musyawarah tentang bentuk dan besarnya ganti kerugian
sampai terjadinya kesepakatan baru dilaksanakan pengadaan tanah tersebut.
Sehingga dapat di simpulkan bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan jalan
tembus (jalan alternatif ) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar khususnya
di Kabupaten Magetan sudah sesuai prosedur Keppres Nomor 55 Tahun 1993.
C. Bentuk Dan Besarnya Ganti Kerugian
Dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan tembus)
Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar. Penghitungan bentuk dan besarnya
ganti kerugian berdasarkan pada harga dasar tanah dan Nilai Jual Ojek Pajak,
harga tanah di Dukuh Singolangu dan Dukuh Cemorosewu sangat murah karena
lokasi tanah tersebut di lereng gunung dan jauh dari jangkauan manusia harga
dasarnya Rp.75.000 / M2 Nilai Jual Ojek Pajaknya Rp.20.000 / M2 Sedangkan
Dukuh Cemorosewu harga dasarnya Rp.100.000 / M2 Nilai Jual Ojek Pajaknya
Rp.25.000 / M2 kemudian panitia pengadaan tanah menentukan bentuk dan
besarnya ganti rugi dengan melalui sosialisasi dan musyawarah kepada
masyarakat pemegang hak atas tanah.
Pada tanggal 02 Desember 2003 telah diadakan sosialisali bentuk dan
besarnya ganti rugi di Kantor Kelurahan Sarangan dan Desa Ngancar diadakan
sosialisasi mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi, Pada sosialisasi tersebut
masyarakat pemilik tanah di Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan
menawarkan harga Rp.150.000/M2 sedangkan Tim pembebasan dari Kabupaten
ditawar dengan harga Rp.75.000/M2, masyarakat pemilik tanah Dukuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Cemorosewu Desa Ngancar menawarkan harga Rp.200.000/M2 sedangkan
sedangkan Tim pembebasan dari Kabupaten ditawar dengan harga
Rp.100.000/M2 kedua masyarakat Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan dan
Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar tidak setuju. Kemudian Pada tanggal 5
Desember 2003 di Kantor Kelurahan Sarangan dan Desa Ngancar diadakan
sosialisasi mengenai besarnya ganti rugi yang ke dua, masyarakat pemilik tanah di
Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan menawarkan harga Rp.100.000/M2,
masyarakat pemilik tanah Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar menawarkan harga
Rp.150.000/M2 akhinya kedua masyarakat Dukuh Singolangu Kelurahan
Sarangan dan Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar usulanya di setujui/disepakati.
Sedangkan tanah milik Dinas Perhutani ganti rugi berupa tanah penganti lokasi
tanah kompensasi di Gunung Blego Desa Ngunut Kecamatan Parang Kabupaten
Magetan.
Ganti rugi bagi pemegang hak atas tanah untuk Pembangunan jalan Tembus
(Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan–Kabupaten Karanganyar, ganti ruginya
berupa uang dan yang mendapakan ganti rugi hanya tanahnya saja karena yang
terkena pengadaan tanah berupa tanah persawahan sehingga tidak dihitung
mengenai nilai jual bangunan dan nilai jual tanaman yang kena pengadaan tanah
kalaupun ada tanaman diatasnya di tunggu tanaman itu sampai selesai di panen
baru dilaksanakan pengadaan tanahnya. Tanah milik Dinas Perhutani ganti rugi
berupa tanah penganti lokasi tanah kompensasi di Gunung Blego Desa Ngunut
Kecamatan Parang Kabupaten Magetan, pohon tegakan diganti dengan reboisasi.
Setelah sidang penentuan ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman telah
terjadi kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dan Panitia Pengadaan Tanah
Serta Bagian Proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan, maka berdasarkan hasil
Inventarisasi tanah, bangunan dan tanaman yang terkait, oleh Sekertaris Panitia
Pengadaan Tanah disusun suatu daftar yang dilampirkan di dalam berita acara
panitia Pengadaan Tanah lengkap dengan daftar pembayaran ganti kerugian atas
tanah, bangunan dan tanaman beserta daftar pernyataan pelepasan hak atas tanah
dan pembayaran ganti rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Berdasarkan kesepakatan antara Bendaharawan proyek, Panitia Pengadaan
Tanah dan para pemegang hak atas tanah di tentukan hari pelaksanaan
pembayaran ganti kerugian tersebut. Pembayaran ganti kerugian dilakukan
dengan tunai di kantor Balai Desa Ngancar Kecamatan Plaosan pada tanggal 31
Desember 2003 Berdasarkan Berita Acara Pernyataan Pelepasan/Penyerahan Hak
Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi Nomor : 01/PLH/XII/2003 dan di
Kantor Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan pada tanggal 09 Januari 2004
Berdasarkan Berita Acara Pernyataan Pelepasan/Penyerahan Hak Atas Tanah Dan
Pembayaran Ganti Rugi Nomor : 01/PLH/I/2004 dan disaksikan oleh Panitia
Pengadaan Tanah Kabupaten Daerah Tingkat II Magetan. Sedangkan untuk tanah
Perhutani Perjanjian Serah Terima antara Bupati Magetan dengan Departemen
Kehutanan dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2004 dengan luas tanah 10,95 HA.
Dalam pembayaran ganti rugi pengadaan tanah tersebut, yang perlu di
perhatikan adalah :
1. Penerima ganti rugi menandatangani daftar pembayaran ganti rugi atas tanah,
bangunan atau tanaman, sebelum ditandatangani di jelaskan terlebih dahulu
mengenai :
a. Bukti kepemilikan tanah baik berupa Petok atau Sertifikat;
b. Luas tanah seluruhnya;
c. Luas tanah yang yang dibebaskan;
d. Harga satuan;
e. Jumlah besarnya Ganti Rugi Tanah.
2. Setelah penerima ganti rugi menandatangani daftar pembayaran ganti rugi dan
menyetujui besarnya harga ganti rugi yang dibayarkan sesuai dengan keadaan
tanah, bangunan dan tanaman yang terkena, kemudian menandat5angani surat
pernyataan pelepasan hak atas tanah dan surat-surat yang diperlukan serta
menyerahkan surat-surat bukti hak atas tanahnya, baik berupa sertifikat
maupun petok yang di miliki oleh Pemegang Hak atas Tanah. Pemegang Hak
atas Tanah menerima ganti rugi yang besarnya telah di sepakati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Untuk tanah yang terkena sebagian, biaya penyertifikatan tanah sisa sesuai
dengan keputusan rapat pada penentuan ganti rugi, ditangung oleh bagian proyek
pembangunan. Jadi yang bersangkutan setelah bmenyerahkan sertifikat tanahnya,
akan menerima sertifikat sisa dari tanahnya tersebut.
Setelah para pemilik tanah yang terkena proyek menyatakan melepaskan
hak atas tanahnya berserta bangunan dan tanamann serta telah menyerahkan bukti
haknya, status tanah berubah menjadi tanah Negara dimana hak atas tanah
tersebut dapat dimohonkan sesuai peraturan yang berlaku kepada yang
berwenang.
Menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993 bentuk dan besarnya ganti
kerugian di atur di dalam Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal
17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22.
1. Pasal 12
a. Tanaman;
b. Benda-benda lain, yang berkaitan dengan tanah.
2. Pasal 13
Bentuk ganti kerugian dapat berupa :
a. Uang;
b. Tanah pengganti;
c. Pemukiman kembali;
d. Gabungan dari dua atau lebih untuk ganti kerugian sebagaimana daimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
3. Pasal 14
Ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk :
a. Hak atas tanah;
b. Bangunan.
Penggantian terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat diberikan
dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat
bagi masyarakat setempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
4. Pasal 15
Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar :
a. Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan
memperhatikan nilai jual obyek Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait
untuk tanah yang besangkutan;
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang
brtanggungjawab di bidang pertanian;
c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang
betanggungjawab di bidang pertanian.
5. Pasal 16
Bentuk dan besarnya ganti kerugian atas dasar cara perhitungan cara yang
dimaksud dalam pasal 15 ditetapkan dalam musyawarah.
6. Pasal 17
a. Ayat (1) Ganti kerugian diserahkan langsung kepada :
1) Pemegang atas tanah atau ahli warisnya yang sah;
2) Nadzir,bagi tanah akaf.
b. Ayat (2) Dalam hal tanah,bangunan,tanaman atau benda yang berkaitan
dengan tanah yang dimilikibersama oleh beberapa orang,sedangkan satu
atau beberapa orang dari mereka tidak dapat ditemukan,maka ganti kerugian
yang menjadi hak orang yang tidak dapat diketemukan
tersebut,dikonsinyasikan di pengadilan Negeri setempat oleh Instansi
Pemerintah yang memerlukan tanah.
7. Pasal 18
Apabila dalam musyawarah telah dicapai kesepakatan antara pemegang hak
atas tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah,Panitia Pengadaan
Tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian
sesuai dengan kesepaktan tersebut.
8. Pasal 19
Apabila musyawarah telah diupayakan berulangkali dan kesepakatan mengenai
bentuk dan besarnya ganti kerugian tidak tercapai juga, Panitia Pengadaan
Tanah mengelurkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
dengan sejauh mungki memperhatikan pendapat, keinginan, saran, dan
pertimbangan yang berlangsung dalam musyawarah.
9. Pasal 20
a. Ayat (1) Pemegang hak atas tanah yang tidak mennerima keputusan panitia
Pengadaan Tanah dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I disertai penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan
keberatan tersebut.
b. Ayat (2) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengupayakan penyelesaian
mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tersebut, dengan
mempertimbangkan pendapat dan keinginan semua pihak.
c. Ayat (3) Setelah mendengar dan memperlajari pendapat dan keinginan
pemegang hak atas tanah serta pertimbangan Panitia Pengadaan
Tanah,Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengelurkan keputusan yang
dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan Panitia Pengadaan Tanah
mengenai bentuk dan atau besarnya ganti kergian yang akan diberikan.
10. Pasal 21
a. Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I tidak diterima oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi
pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan,maka Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan mengajukan usul penyelesaian
dengan cara pencabutan atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang pencabutan hak-hak Atas Tanah dan
Bendabenda Yang Ada Di atasnya.
b. Usul penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh
Gubernur Kepala Daerah kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional melalui Menteri Dalam Negeri,dengan tembusan
Kepada Menteri dari Instansi yang memerlukan tanah dan Menteri
Kehakiman.
c. Setelah menerima usul penyelesaian sebagaimana diimaksud dalam ayat (1)
dan (2),Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri,Menteri dari instansi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
memerlukan tanah,dan menteri kehakiman. Permintaan untuk melakukan
pencabutan hak atas tanah di sampaikan kepada presiden oleh Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang ditandatangani
serta oleh Menteri Dalam Negeri,Menteri dari instansi yang memerlukan
pengadaan tanah,dan Menteri Kehakiman.
11. Pasal 22
Terhadap tanah yang di garap tanpa ijin yang berhak atas kuasanya,
penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Prp
Tahun 1960 Tentang larangan pemakaian Tanah Tanpa ijin yang berhak atau
kuasanya.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk dan besarnya
ganti kerugian dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan
Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten karanganyar khususnya di Kabupaten
Magetan sudah sesuai dengan prosedur Keppres Nomor 55 tahun 1993 serta sudah
tercapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Didalam
penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian panitia sudah mempertibangkan
besarnya ganti kerugian dengan melihat harga dasar tanah dan Nilai Jual Ojek
Pajak, bentuk ganti kerugian bagi masyarakat pemegang hak atas tanah berupa
uang, tanah masyarakat yang di hitung hanya nilai tanahnya saja karena yang
terkena pengadaan tanah hanya tanah persawahan sehingga tidak ada bangunan
permanen atau pohon yang bermanfaat. Bagi tanah perhutani di ganti ganti dengan
tanah penganti lokasi tanah kompensasi di Gunung Blego Desa Ngunut
Kecamatan Parang Kabupaten Magetan, pohon tegakan diganti dengan reboisasi.
Penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi tersebut sesuai kesepakatan antara
pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah melalui sosialisasi dan
musyawarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis lakukan, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan dan memberikan saran-saran.
A. Simpulan
Dari uraian penulis tentang Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas
Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-
Kabupaten Karanganyar. Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan
Tembus Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar Di Kabupaten Magetan
sudah sesuai dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 serta di dalam musyawah
sudah tercapai kesepakatan bentuk dan besarnya ganti rugi.
1. Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus Kabupaten
Magetan-Kabupaten Karanganyar Di Kabupaten Magetan sudah sesuai dengan
Keppres Nomor 55 Tahun 1993, terbukti dengan adanya pembentukan panitia
pengadaan tanah serta ijin permohonan lokasi dan permohonan pengadaan
tanah antara lain: Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor
188/185/KTPS/013/2002 tentang Panitia Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum Kabupaten Magetan, Surat Permohonan ijin Dari Bupatri Magetan
Kepada Mentri Perhutanan Republik Gubernur Jawa Timur Nomor:
050/03/403.201/2002, perihal permohonan izin Pembangunan Jalan Tembus
Sarangan-Cemorosewu di Kabupaten Magetan. Dengan adanya surat
permohonan Bupati Kabupaten Magetan Mentri Kehutanan Republik
Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: S. 74/Menhut-VII/2004
perihal izin pembangunan jalan tembus Sarangan-Cemorosewu Kabupaten
Magetan. Panitia pengadaan tanah juga telah membentuk Tim Inventarisasi,
melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakan, sosialisai yang di
lakukan berkali-kali, serta m,elakukan musyawarah sampai terjadinya
kesepakatan bentuk dan besarnya ganti kerugian antara Panitia Pengadaan
Tanah dengan masyarakat Pemegang Hak Atas Tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
2. Kesepakatan bentuk dan besarnya ganti rugi dalam Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Jalan Tembus Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar di
Kabupaten Magetan sudah tercapai di dalam musyawarah, terbukti dengan
adanya Berita Acara kesepakatan ganti rugi pembebasan tanah jalan alternatif
Sarangan Tawangmangu Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan
Plaosan pada hari Rabu tanggal 31 Desember 2003 serta adanya berita acara
Pernyataan Pelepasan/Penyerahan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti
Rugi Nomor: 01/PLH/XII/2003 untuk Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar
Kecamatan Plaosan dengan bentuk dan besarnya ganti rugi berupa uang
Rp.150.000/ M2, Berita Acara Pernyataan Pelepasan/Penyerahan Hak Atas
Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi Nomor: 01/PLH/1/2004 untuk Dukuh
Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan dengan bentuk dan
besarnya ganti rugi berupa uang Rp.100.000/M2, dan Perhutani dengan adanya
perjanjian serah terima tanah kompensasi antara Bupati Magetan dengan
Departemen Kehutanan Atas Pengunaan Kawasan Hutan Untuk Pembangunan
jalan Tembus Sarangan-Cemorosewu Pada Tanggal 24 Juni 2004 dengan Luas
10,95 HA.
B. Saran
Sehubungan dengan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah
Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif)
Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar, penulis akan memberikan saran-
saran sebagai berikut :
1. Kepada Pemerintah Kabupaten Magetan, sehubungan dengan Pembangunan
Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar,
hendaknya mempertimbangkan bentuk dan besarnya ganti kerugian dengan
baik, apabila dengan uang sebesar itu dapat di belikan tanah seperti itu lagi atau
tidak.
2. Kepada para pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan dipergunakan bagi
pembangunan untuk kepentingan umum dapat membantu dan meperlancar
pelaksanaanya, baik sejak penyuluhan, inventarisasi maupun musyawarah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
penentuan ganti kerugian agar tidak menghambat jalanya pembangunan
nasional.