EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN OBAT TETES MATA PADA PENGUNJUNG APOTEK PELENGKAP KIMIA
FARMA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Sri Ayuningsih Sutanto
NIM : 078114023
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2010
ii
EVALUATION OF AVAIBILITY AND BEHAVIOR ADMINISTERED EYE DROPS OF YOGYAKARTA Dr. SARDJITO HOSPITAL KIMIA
FARMA PHARMACY CUSTOMERS IN JUNE – JULY OF 2010 PERIOD
SKRIPSI
Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)
In Faculty of Pharmacy
By:
Sri Ayuningsih Sutanto
NIM : 078114023
FACULTY OF PHARMACY SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA 2010
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kehidupan yang berbuah tidak terjadi dalam sekejap.
Diperlukan kesabaran, ketekunan, dan tekad yang kuat
Diperlukan waktu yang cukup
Terlebih lagi, diperlukan anugerah Tuhan untuk menjadikan
segalanya…
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok
mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari
<..........(Matius 6:34)..........>
Karya kecilku Ini Kupersembahkan buat :
Tuhan Yesus dan Bunda Maria
Papa, Mama tersayang
Kedua adik-adikku tercinta Yuli dan Vero
Teman-temanku...
dan Almamaterku…
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Sri Ayuningsih Sutanto
Nomor Mahasiswa : 078114023
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang berjudul:
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit Umum Pusat
Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tenpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Di buat di Yogyakarta
Pada tanggal : 29 November 201
Yang menyatakan
vii
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih
dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Mata
Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010” ini dengan baik yang
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas
dari dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dari awal hingga
akhir penulisan laporan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito yang telah membantu
dalam memberikan ijin penelitian.
3. Bapak Drs. Nurtjahjo Walujo Wibowo, Apt. selaku apoteker pengelola
apotek yang telah memberikan ijin dalam menggunakan Rumah Sakit Dr.
Sardjito sebagai tempat untuk menjalankan penelitian.
4. Dian Shintari, S.Si., Apt, Gina Arifah, S.Farm., Apt, dan Sari Rahmawati,
S.Farm., Apt selaku Apoteker Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi saat
wawancara.
ix
5. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing dalam penyelesaian
skripsi. Bimbingan, waktu, nasihat, semangat, saran, dan ilmu yang telah
diberikan dalam proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.
6. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak saran dan kritik yang membangun kepada penulis dalam proses
penyusunan skripsi ini.
7. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah
memberikan banyak saran dan kritik yang membangun kepada penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
8. Segenap karyawan Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito yang
telah membantu doa dan memberikan semangat saat pengambilan data
penelitian.
9. Segenap responden yang bersedia meluangkan waktu untuk mengisi
kuesioner dan di wawancarai guna kepentingan data pada penelitian ini
10. Papa dan mama atas kasih sayang, semangat, bantuan, dukungan, dan doa
yang tiada henti selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
11. Feri Dian Sanubari, atas dukungannya dalam belajar dan menyelesaikan
skripsi, cinta, kasih sayang, kesabaran, pertengkaran, canda tawa, dan buat
semua nasehat-nasehatnya dalam menghadapi permasalahan hidup.
12. Diana, Linda, Indri, dan Aming atas kebersamaannya dalam suka dan duka
selama penyelesaian skripsi ini
x
13. Vero, Titien, Tresa, Indri, dan Aming atas dukungan, semangat, dan
kebersamaan selama perkuliahan.
14. Teman-teman di kost Difa: Putri, Oki, Kak Dini, Kak Galih, Kak Tiwi, Ina,
Ita, Riza, Meland, Evina, Eka, Jesty, Yeny, Kak Ayu, Kak Grace, Sari untuk
kebersamannya setiap hari.
15. Teman-teman di Pos Kesehatan Santo Antonius Kotabaru yang memberikan
inspirasi untuk menjunjung tinggi kebersamaan dan kepedulian terhadap
orang lain.
16. Teman-teman FKK A angkatan 2007 yang menjadi teman seperjuangan
dalam menghadapi masalah-masalah perkuliahan.
17. Teman-teman FKK angkatan 2007, yang selalu mendukung dan
memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung kepada penulis.
18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.
Kesempurnaan adalah milik Bapa, penulis yang jauh dari sempurna
mengucapkan kata maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati
pembaca. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk perkembangan
dunia kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya serta
berguna bagi pembaca.
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................vi PRAKATA ................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv INTISARI ..................................................................................................... xvi ABSTRACT ..................................................................................................xvii BAB I. PENGANTAR ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1. Permasalahan ....................................................................................... 4 2. Keaslian penelitian ............................................................................... 4 3. Manfaat penelitian ................................................................................ 5
B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6 1. Tujuan umum ...................................................................................... 6 2. Tujuan khusus ...................................................................................... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .............................................................. 7 A. Mata........................................................................................................... 7 B. Obat ........................................................................................................... 9
1. Definisi ............................................................................................... 9 2. Penggolongan obat .............................................................................. 9 3. Penyimpanan obat ............................................................................. 12 4. Aturan penyimpanan obat .................................................................. 12 5. Masa kadaluwarsa obat ...................................................................... 13
C. Obat Tetes Mata ....................................................................................... 14 1. Definisi ............................................................................................. 14 2. Pengelompokkan obat tetes mata ....................................................... 14 3. Penggunaan obat tetes mata ............................................................... 20 4. Penetesan .......................................................................................... 22 5. Bahan pengawet (preservation) ......................................................... 22
D. Perawatan Sendiri dan Swamedikasi ........................................................ 23 E. Apotek .................................................................................................... 24 F. Peran Apoteker ....................................................................................... 24 G. Pelayanan Informasi Obat ....................................................................... 25 H. Pharmaceutical Care ............................................................................... 26 I. Perilaku ................................................................................................... 26
1. Pengetahuan (knowledge) .................................................................. 27
xii
2. Sikap (attitude) .........................................................................................27 3. Praktik atau Tindakan (practice) ..............................................................28
J. Komunikasi .......................................................................................... 28 K. Keterangan Empiris ........................................................................................29 BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 30 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................... 30 B. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 31 C. Definisi Operasional..................................................................................... 32 D. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 35 E. Subyek Penelitian ......................................................................................... 35 F. Bahan Penelitian .......................................................................................... 37 G. Instrumen Penelitian..................................................................................... 37 H. Tata Cara Penelitian ..................................................................................... 38
1. Tahap pra-penelitian……………………………………………....... ....... 38 2. Pembuatan kuesioner dan wawancara terstruktur.............................. ....... 39 3. Uji bahasa kuesioner..................................................................................40 4. Tahap pengumpulan data...........................................................................42 5. Tahap pengolahan data...............................................................................44
I. Tata Cara Analisis Hasil ....................................................................... ....... 45 J. Kesulitan Penelitian.........................................................................................49 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 51 A. Persentase Ketersediaan Obat Tetes Mata di Apotek KF................... ........... 52
1. Macam kemasan obat tetes mata................................................................52 2. Macam golongan obat tetes mata ............................................................ 54 3. Pengelompokkan obat tetes mata berdasarkan farmokologi .................... 56
B. Informasi yang Diberikan oleh Apoteker ............................................... ...... 59 1. Durasi pemberian informasi obat tetes mata kepada pasien......... ......... 60 2. Sumber informasi yang digunakan .......................................................... 62 3. Teknik pemberian informasi obat oleh apoteker ...................................... 63 4. Kendala yang terjadi dalam pemberian informasi obat ............................ 65
C. Penggunaan Obat Tetes Mata Berdasar Hasil Kuesioner dan Wawancara................................................................... .... ............................ 66
1. Usia responden ....................................................................................... 67 2. Jenis kelamin .......................................................................................... 68 3. Tingkat pendidikan akhir............................................................................69 4. Jenis pekerjaan responden.........................................................................70 5. Frekuensi penggunaan obat tetes mata............................................ .......... 71 6. Responden yang membeli obat di loket Apotek KF...................... ........... 72 7. Responden yang Pernah Berkonsultasi Obat di Loket Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito...................................................... .............................. 73 8. Responden yang membeli obat tetes mata di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito ................................................................................................... 74 9. Aspek pengetahuan ................................................................................. 76 10. Aspek sikap ............................................................................................ 82 11. Aspek tindakan ....................................................................................... 87
D. Rangkuman Pembahasan ............................................................................. 92
xiii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 96 A. Kesimpulan............................................................................................... 96 B. Saran ........................................................................................................ 97
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 98 LAMPIRAN .................................................................................................... 105 BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 136
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Aturan penyimpanan obat menurut FI IV............................ 13 Tabel II. Obat tetes mata dekongestan............................................... 16 Tabel III. Kombinasi obat tetes mata dekongestan dan antihistamin...... 16 Tabel IV. Antibiotik untuk pengobatan okular....................................... 18 Tabel V. Agen untuk pengobatan glaukoma...................................... 19 Tabel VI. Distribusi pertanyaan favourable dan unfavourable pada
kuesioner penelitian ketersediaan dan penggunaan obat tetes mata....................................................................................
39 Tabel VII. Penggolongan obat tetes mata berdasarkan
farmakologi......................................................................
56 Tabel VIII. Persentase usia responden................................................... 67 Tabel IX. Persentase pekerjaan responden........................................... 70 Tabel X. Pengetahuan responden terhadap penggunaan obat tetes
mata.........................................................................................
76 Tabel XI. Sikap responden terhadap penggunaan obat tetes
mata.................................................................................
82 Tabel XII. Tindakan responden terhadap penggunaan obat tetes
mata..................................................................................
87
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi mata manusia.................................................................. 7 Gambar 2. Anatomi sistem lakrimal............................................................... 8 Gambar 3. Logo obat bebas............................................................................ 10 Gambar 4. Logo obat bebas terbatas............................................................... 10 Gambar 5. Logo obat keras............................................................................. 11 Gambar 6. Cara penetesan obat tetes mata..................................................... 20 Gambar 7. Langkah pertama teknik NLO....................................................... 21 Gambar 8. Langkah kedua teknik NLO.......................................................... 22 Gambar 9. Langkah ketiga teknik NLO.......................................................... 22 Gambar 10. Skema teori Weber........................................................................ 28 Gambar 11. Bagan ruang lingkup penelitian.................................................... 31 Gambar 12. Bagan tata cara penelitian............................................................. 41 Gambar 13. Bagan pengumpulan data penelitian............................................. 42 Gambar 14. Ketersediaan kemasan obat tetes mata.......................................... 52 Gambar 15. Contoh kemasan single dose......................................................... 54 Gambar 16. Golongan obat tetes mata yang terdapat di apotek KF RSUP Dr.
Sardjito..........................................................................................
54 Gambar 17. Rata-rata jumlah responden berdasarkan jenis
kelamin..........................................................................................
68 Gambar 18. Rata-rata jumlah responden berdasarkan tingkat
pendidikan.....................................................................................
69 Gambar 19. Frekuensi penggunaan obat tetes mata oleh
responden......................................................................................
71 Gambar 20. Persentase responden yang pernah membeli obat di loket
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito......................................................
72 Gambar 21. Persentase responden yang pernah melakukan konsultasi
obat................................................................................................
73 Gambar 22. Pengetahuan responden terhadap penggunaan obat tetes
mata...............................................................................................
81 Gambar 23. Sikap responden terhadap penggunaan obat tetes
mata...............................................................................................
87 Gambar 24. Tindakan responden terhadap penggunaan obat tetes
mata...............................................................................................
92
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner untuk uji bahasa..................................................... 105 Lampiran 2. Kuesioner untuk pengambilan data......................................... 108 Lampiran 3. Panduan wawancara terstruktur.............................................. 112 Lampiran 4. Contoh kuesioner uji bahasa yang sudah diisi responden....... 113 Lampiran 5. Informed consent yang sudah diisi responden ...................... 115 Lampiran 6. Kuesioner yang diisi sendiri oleh responden.......................... 116 Lampiran 7. Kuesioner yang pengisiannya dibantu peneliti....................... 118 Lampiran 8. Hasil wawancara dengan responden....................................... 120 Lampiran 9. Hasil wawancara apoteker....................................................... 121 Lampiran 10. Surat ijin penelitian dari apotek Kimia Farma........................ 124 Lampiran 11. Surat ijin penelitian dari apotek Pelengkap Kimia Farma
RSUP Dr. Sardjito...................................................................
125 Lampiran 12. Obat tetes mata yang tersedia di Apotek Pelengkap Kimia
Farma RSUP Dr. Sardjito........................................................
126 Lampiran 13. Hasil kuesioner........................................................................ 129 Lampiran 14. Daftar tabel sesuai kunci jawaban kuesioner.......................... 132 Lampiran 15. Hasil wawancara terhadap responden yang membeli obat
tetes mata................................................................................
135
xvii
INTISARI
Penggunaan obat tetes mata merupakan salah satu upaya masyarakat untuk
mengatasi gangguan pada mata. Diperlukan peran serta farmasis dalam pemberian informasi obat. Peran tersebut diantaranya menjamin tersedianya obat-obatan yang berkualitas dan tersedianya pelayanan informasi obat di apotek. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui serta mengevaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan obat tetes mata pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional yang berbentuk survei. Pengambilan sampel dilakukan secara kuota non random dengan pengisian kuesioner oleh responden serta melakukan wawancara kepada responden dan apoteker. Data kuesioner dianalisis dengan perhitungan persentase dan data wawancara disajikan secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan ketersediaan obat tetes mata di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito adalah 77,0% dalam kemasan botol, 78,0% golongan obat keras, serta terbanyak merupakan golongan antiseptik dan antiinfeksi mata (28,4%). Informasi yang diberikan apoteker terkait penggunaan obat tetes mata meliputi aturan pemakaian, mata yang harus diteteskan, dan jumlah tetesan yang harus diberikan. Perilaku responden terhadap penggunaan obat tetes mata adalah baik. Perilaku responden dikatakan baik bila persentase jawaban yang diberikan adalah >75%. Hasil penelitian menunjukkan pada aspek pengetahuan 75,4% responden menjawab benar. Pada aspek sikap 86,7% responden menjawab benar, dan pada aspek sikap 87,2% responden menjawab benar. Kata Kunci : penggunaan, obat tetes mata, farmasis, informasi obat
xviii
ABSTRACT
The use of eye drops is one of the public effort to prevent an eyes destruction. It needs the pharmacist roles in delivering. The drug information within guarantee the avaibility of quality drugs and handle the consultation services at pharmacy. The research aims to find out and evaluate the avaibility and the use of eyes drop in customers at Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.
The research uses observational research with quota non-random-sampling through questionnaries and interviews to respondents. The questionnaries data are analyzed by percentage calculate the respondents answer and the interviews data present in descriptive forms. This research result is eye drops available at Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito are 77,0% in bottle package, 78,0% hard drug type, and the other are antiseptic and eyes antiinfection (28,4%). The information provide by the pharmacist related to the direction use, ammount of drops should be given, and its only for an eyes use. Commonly, The respondent attitude are said good. The respondent attitude are said good, if percentage the behavior of the answer is >75%. The result showed by the percentage of respondents right answers much more than the wrong answers which are knowledge aspects (75,4%), attitude aspects (86,7%), and actions aspects (87,2%). Key Words : usage, eye drops, pharmacist, drug information
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Obat tetes mata merupakan sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi,
digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata
disekitar kelopak mata dan bola mata (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan RI, 1979). Efek yang diharapkan adalah pengobatan lokal misalnya pada
mata merah, gatal, dan iritasi. Obat tetes mata yang tersedia di pasaran terdapat
dalam 3 golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras.
Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan baik di media cetak maupun
media elektronik, mendorong masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri
(Keperawatan kita, 2009). Pengobatan sendiri menjadi salah satu cara untuk
melakukan upaya kesehatan yang dilakukan oleh seseorang (Sartono, 1993).
Prevalensi pengobatan sendiri di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 24,1% dan di
Provinsi DIY pada tahun 2005 sebesar 87,73% (Kristina, Prabandari, Sudjaswadi,
2008). Tindakan pengobatan sendiri dibutuhkan penggunaan obat yang tepat atau
rasional. Obat yang dipilih harus tepat dan benar cara penggunaannya seperti
aturan pemakaian, cara pemberian, pengaturan dosis yang sesuai dengan
pemakaiannya, dan waspada terhadap kemungkinan efek samping yang tidak
diinginkan (Wulandari, 2008).
Terkadang masyarakat kita menggunakan obat yang baik dengan cara yang
salah, sehingga obat tersebut menjadi lebih membahayakan daripada
2
menyembuhkan. Oleh karena itu, agar berkhasiat obat harus digunakan dengan
benar (Wibowo, 2010).
Penggunaan obat tetes mata di masyarakat sangat populer, di Amerika
Serikat sendiri lebih dari 15 juta botol tetes mata terjual setiap tahunnya (Martin,
2010). Pemilihan obat tetes mata untuk mengatasi gangguan pada mata juga harus
tepat dan sesuai dengan penyakit yang akan diobati karena obat tetes mata terdiri
dari beberapa jenis dengan indikasi yang berbeda (Dodi, 2010).
Melakukan pengobatan sendiri pada penyakit mata tidak selalu aman dan
perlu diwaspadai karena tidak semua kelainan dan penyakit mata sama obatnya.
Salah satu persepsi yang salah oleh masyarakat tentang penggunaan obat tetes
mata adalah anggapan masyarakat bahwa semua obat tetes mata bisa untuk
mengobati semua mata merah (Nurhida, 2009).
Di Indonesia ditemukan 15 pasien usia produktif menderita glaukoma,
padahal glaukoma biasanya menyerang seseorang yang usianya diatas 40 tahun
karena menggunakan obat tetes mata yang mengandung steroid secara terus-
menerus tanpa resep dokter (Nisya, 2010). Glaukoma menyebabkan tekanan pada
bola mata menjadi tinggi. Tekanan bola mata yang tinggi dapat mengakibatkan
kerusakan saraf penglihatan yang terletak di dalam bola mata sehingga dapat
menyebabkan kebutaan (Hyas, 2004).
Penelitian terkait obat tetes mata adalah terdapat 20 pasien katarak yang
menggunakan obat tetes mata. Dari hasil evaluasi, jumlah tetesan selama 14 hari
adalah 70 tetes tetapi dosis rata-rata yang diterima pasien hanya 33 tetes sehingga
pengobatan menjadi tidak efektif (Abelson, Tarkildsen, Fink, 2006). Masalah
3
yang sering terjadi pada penggunaan obat tetes mata adalah ketidakmampuan
pasien untuk meteteskan dari botol secara langsung menuju ke mata, sehingga
menyebabkan banyaknya tetesan yang hilang (36%), kesulitan mengeluarkan
tetesan dari botol (20%), dan ketidakmampuan membaca label di botol sebesar
14% (Sleath, Robin, Covert, Byrd, Tudor, Svarstad, 2006).
Penggunaan suatu obat merupakan bagian dari pemberian informasi obat.
Apoteker berperan aktif dalam meningkatkan pengobatan yang rasional bagi
pasien dengan ataupun tanpa resep dokter. Peran tersebut diantaranya adalah
menjamin tersedianya obat-obatan yang berkualitas dan juga menjamin
tersedianya pelayanan konsultasi obat di apotek (Handayani dan Satibi, 2006).
Apotek Kimia Farma merupakan apotek terkenal yang memiliki visi
menjadi perusahaan dengan jaringan layanan farmasi yang terkemuka di
Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, misi Apotek Kimia Farma salah satunya
adalah memberikan solusi jasa layanan kefarmasian bagi konsumen. Di
Yogyakarta, terdapat 9 Apotek Kimia Farma yang salah satunya berada di rumah
sakit. Apotek Pelengkap Kimia Farma (Apotek KF) merupakan salah satu apotek
penunjang pelayanan medik yang berada di RSUP Dr. Sardjito di bawah tanggung
jawab PT. Kimia Farma Apotek. Hal ini yang mendorong peneliti untuk
mengadakan survei penelitian mengenai penggunaan obat tetes mata dengan
subjek penelitian pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sarjito di loket Instalasi
Rawat Jalan (IRJ). Penelitian ini juga melihat ketersediaan obat tetes mata yang
ada di seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito untuk mengetahui golongan
obat tetes mata apa saja yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
4
1. Permasalahan
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
a. Berapakah persentase ketersediaan obat tetes mata di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito?
b. Informasi apa saja yang diberikan oleh apoteker terhadap responden di
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito?
c. Bagaimana perilaku penggunaan obat tetes mata oleh responden Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito berdasarkan kuesioner dan wawancara yang diberikan saat
penelitian berlangsung?
2. Keaslian penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat
Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010 belum pernah dilakukan dan belum
ditemukan penelitian terkait di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa
penelitian yang pernah peneliti telusuri terkait obat tetes mata antara lain:
a. Mass Treatment of Trachoma with Azithromycin 1,5% Eye Drops in the
Republic of Cameroon: Feasibility, Tolerance and Effectiveness (Huguet,
Bella, Einterz, Goldschmidt, Bensaid, 2010).
b. Microbial Contamination of Preservative Free Eye Drops in Multiple
Aplication Containers (Rahman, Tejwani, Wilson, Butcher, Ramaesh, 2006).
c. Evaluation of an Extended Period of Use for Preserved Eye Drops in
Hospital Practice (Livingstone, Hanlon, Dyke, 1998).
5
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada dalam hal metode.
Metode yang digunakan peneliti adalah metode non-eksperimental, dengan
rancangan penelitian deskriptif, dan jenis penelitian survei observasional.
Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner serta panduan wawancara. Pada
penelitian ini dilakukan evaluasi perilaku penggunaan obat tetes mata oleh
responden dan melihat ketersediaan obat tetes mata di Apotek KF, serta informasi
obat yang diberikan apoteker di Apotek KF.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan
referensi di bidang kesehatan, klinik, dan komunitas mengenai ketersediaan
serta penggunaan obat tetes mata secara tepat di masyarakat.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk:
1) dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak apotek untuk melakukan evaluasi
terhadap ketersediaan obat tetes mata di apotek.
2) diharapkan apoteker di apotek dapat meningkatkan pelayanan informasi obat
kepada pengunjung apotek terkait penggunaan obat yang tepat sehingga dapat
memotivasi pengunjung untuk menggunakan obat secara benar dan sesuai.
3) membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait perilaku
penggunaan obat tetes mata secara tepat.
6
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengevaluasi ketersediaan
dan penggunaan obat tetes mata terhadap responden Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui persentase ketersediaan obat tetes mata yang terdapat di Apotek
KF RSUP Dr. Sardjito.
b. Mengetahui informasi yang diberikan oleh apoteker kepada responden
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
c. Mengetahui perilaku penggunaan obat tetes mata oleh responden Apotek KF
berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara yang diberikan saat penelitian
berlangsung.
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Mata
Gambar 1. Anatomi Mata Manusia (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009)
Mata merupakan organ penglihatan yang sangat kecil dan amat halus. Organ
penglihatan tersebut terdiri atas:
1. Bola mata (bulbus oculi) dengan saraf optik (nervus opticus)
Bola mata mempunyai selaput yang terdiri atas 3 lapisan, yaitu: lapisan luar
yang sangat kenyal dan kuat yang disebut selaput putih (sklera); lapisan di
bawahnya atau lapisan tengah yang mengandung banyak pembuluh darah yang
disebut selaput hitam (koroid). Di bawah selaput hitam itu terdapat lapisan
dalam yang mengandung jaringan saraf yang disebut sebagai selaput jala
(retina). Bagian depan dari selaput bola mata terdapat lapisan luar yang sangat
bening, yang disebut selaput bening (kornea). Selaput putih di belakang selaput
bening itu ditutupi di atasnya oleh selaput mata (konjungtiva). Selaput mata yang
menutupi bola mata di belakang selaput bening disebut konjungtiva bulber,
8
sedangkan yang menutupi kelopak mata bagian dalam disebut konjungtiva
palpebral (Oka, 1993).
2. Alat penunjang (Adnexa)
a. Kelopak mata (palpebra)
Kelopak mata terdiri atas kelopak mata atas (palpebra superior) dan
kelopak mata bawah (palpebra inferior). Di tepi kelopak mata terdapat bulu
mata (Oka, 1993).
b. Kelenjar air mata (tear gland)
Gambar 2. Anatomi Sistem Lakrimal (Florence and Siepmann, 2009)
Air mata mengalir ke dalam pungta atas (superior lacrimal puncta) dan
pungta bawah (inferior lacrimal puncta) dan kemudian ke dalam sakus
lakrimalis melalui kanalikuli atas dan bawah. Duktus nasolakrimalis berjalan
dari sakus ke hidung. Drainase air mata merupakan suatu proses aktif. Tiap
kedipan kelopak mata membantu memompa air mata melalui sistem ini
(James, Chew, Bron, 2006).
9
c. Otot penggerak bola mata
Otot penggerak bola mata banyaknya ada enam buah, yaitu empat buah
otot lurus (otot rektus) dan dua buah otot miring (otot oblikus). Empat buah
otot rektus yaitu: rektus superior, rektus inferior, rektus medial dan rektus
lateral. Dua buah otot miring yaitu: oblikus superior dan inferior (Oka,
1993).
3. Rongga orbita (cavum orbitae)
Rongga orbita berbentuk piramid dengan puncaknya di belakang, basisnya
di depan dan dinding samping. Dinding rongga orbita terdiri atas tulang
orbita. Di antara bola mata dan dinding orbita di dalam rongga orbita terdapat
jaringan lemak dan jaringan ikat yang melindungi bola mata dari bahaya
benturan yang datangnya dari luar (Oka, 1993).
B. Obat
1. Definisi
Obat merupakan substansi yang dapat mempengaruhi fungsi dari sel-sel
hidup, digunakan dalam dunia kesehatan untuk menyembuhkan, mencegah
terjadinya penyakit dan ketidakstabilan tubuh, serta memperpanjang hidup
seseorang atau pasien (Wibowo, 2010).
2. Penggolongan obat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 949/MenKes/Per/VI/2000,
penggolongan obat di Indonesia terdiri dari: obat bebas, obat bebas terbatas, obat
wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika (Menteri Kesehatan, 2000).
10
a. Obat bebas
Menurut KepMenKes RI No. 2380/A/SK/VI/1983 menyatakan bahwa
“obat bebas adalah obat yang dapat diserahkan kepada pasien tanpa resep, yang pada etiket wadah dan bungkus luar atau kemasan terkecil
dicantumkan secara jelas tanda khusus yang mudah dikenali. Pasal 3 ayat 1 menyatakan tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau
dengan garis tepi warna hitam”.
Gambar 3. Logo obat bebas
b. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas merupakan obat yang dalam jumlah tertentu masih
dapat dibeli di apotek, tanpa resep dokter, dan pada kemasannya terdapat logo
lingkaran berwarna biru (Muchid, Umar, Chusun, Supardi, Sinaga, Azis, dkk.,
2006).
Gambar 4. Logo obat bebas terbatas
c. Obat Wajib Apotek (OWA)
Menurut KepMenKes RI No. 347 tahun 1990 menyatakan bahwa
“Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek”.
Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004,
“Apoteker harus memberikan informasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri sesuai dengan kewenangannya. Kewajiban apoteker di
apotek dalam melayani pasien yang memerlukan OWA adalah: 1) memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. 2) membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
11
3) memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien”.
d. Obat keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep
dokter (Muchid, dkk., 2006). Menurut KepMenKes RI No. 2396/A/SK/VIII/86
tentang tanda khusus obat daftar G yang terkait dengan obat keras:
1) “pasal 3 ayat 1 menyatakan tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi”. (Menteri Kesehatan, 1986)
Gambar 5. Logo obat keras
2) “obat keras mudah menimbulkan keracunan, memiliki efek samping dan interaksi yang berbahaya. Dari segi keamanan, obat keras ini belum terjamin keamanannya dalam kehamilan dan bila cenderung disalahgunakan dapat menjadi pencetus kanker, mutasi gen dan kerusakan janin”. (Menteri Kesehatan, 1986)
e. Narkotika
Menurut Undang-undang No. 35 tahun 2009, menyatakan bahwa
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan”.
f. Psikotropika
Menurut PerMenKes No. 688/MenKes/Per/VII/1997, menyatakan bahwa
“Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku”.
12
3. Penyimpanan obat
Masa penyimpanan dari semua jenis obat adalah terbatas karena semakin
lama disimpan, obat akan terurai secara kimiawi karena adanya pengaruh
cahaya, udara, dan suhu, sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya khasiat
obat. Kerusakan obat terkadang tidak ditandai dengan tanda-tanda yang jelas.
Proses perubahan ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk dan bau
obat mungkin tidak berubah, tetapi kadar zat aktifnya sudah banyak berkurang
atau jika lebih buruk lagi zat aktifnya dapat terurai membentuk zat-zat beracun.
Pengurangan kadar zat aktif dapat diketahui dengan analisis laboratorium (Tan
dan Raharja, 2010).
Pada penggunaan obat tetes mata, diharapkan membuang botol tetes mata
pada waktu yang direkomendasikan. Kecuali ada keterangan lain, biasanya 4
minggu setelah pertama kali botol dibuka. Oleh karena itu, sebaiknya mencatat
tanggal waktu pada saat pertama kali membuka botol sehingga dapat dengan
mudah mengingat kapan obat tetes mata tidak dapat digunakan lagi (Widayanti,
2007).
4. Aturan penyimpanan obat
Untuk memperlambat terjadinya penguraian, maka penyimpanan obat
sebaiknya dilakukan pada tempat sejuk dalam wadah asli dan terlindung dari
cahaya, lembab, dan panas (Tan dan Raharja, 2010). Farmakope Indonesia (FI)
IV menyatakan bahwa wadah tertutup rapat harus dapat melindungi isi dari
masuknya bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan, merekat,
13
mencair atau menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan, distribusi
dan harus dapat ditutup rapat kembali.
Penyimpanan di tempat terlindung cahaya yang dimaksud dalam FI IV
adalah wadah tidak tembus cahaya. Wadah tidak tembus cahaya yaitu wadah
yang harus dapat melindungi isi dari pengaruh cahaya, dan dibuat dari bahan
khusus yang dapat menahan cahaya.
Tabel I. Aturan Penyimpanan Obat Menurut FI IV (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995)
Aturan penyimpanan Suhu penyimpanan Dingin tidak lebih dari 8° C
Lemari pendingin antara 2° dan 8° C Lemari pembeku antara -20° dan -10° C
Sejuk suhu antara 8° dan 15° bila perlu disimpan
dalam lemari pendingin. Suhu kamar antara 15° dan 30°
Hangat antara 30° dan 40° Panas berlebih Di atas 40°
5. Masa kadaluwarsa obat
Obat tetes mata, telinga, hidung, larutan, dan sirup memiliki waktu
kadaluwarsa yang pendek. Obat-obat dengan waktu kadaluwarsa yang pendek
biasanya dibubuhi zat pengawet untuk menghalangi pertumbuhan kuman dan
jamur. Apabila wadah sudah dibuka, maka zat pengawet tidak dapat
menghindarkan rusaknya obat secara keseluruhan, terlebih lagi bila wadah obat
sering dibuka, misalnya obat tetes mata atau pipet tetes yang bersentuhan dengan
tangan kotor. Oleh karena itu, setelah menggunakan obat wadah obat segera
ditutup kembali dengan baik (Tan dan Raharja, 2010).
14
C. Obat Tetes Mata
1. Definisi
Tetes mata (Guttae Ophthalmicae) merupakan sediaan steril yang dapat
berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan
obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata
berupa larutan harus jernih, bebas zarah asing, serat, dan benang (Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979). Tetes mata harus
menunjukkan suatu efektivitas yang baik tergantung secara fisiologis (bebas
rasa nyeri, tidak meransang) dan menunjukkan sterilitas (Voigt, 1994).
2. Pengelompokkan obat tetes mata
Menurut khasiatnya, obat tetes mata dibagi atas:
a. Anestetik lokal
Anestetik lokal menghindari penghantaran impuls saraf dengan mengurangi
permeabilitas natrium, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Penggunaannya
pada sediaan oftalmik adalah memiliki aksi yang cukup lama, stabil dalam
larutan, dan dapat dikombinasikan dengan obat lain. Golongan ini diantaranya
obat tetes mata Tetrakain HCl 0,5%, Proparakain HCl 0,5%, Pantokaine 1%,
obat tetes mata kombinasi Buvipakain HCl dan Buvipakain (Bennett, Fiscela,
Jaanus, Rowsey, Zimmerman, 2004).
b. Midiatrik dan sikloplegik
Midriatik merupakan obat yang dapat melebarkan pupil. Agonis adrenergik
bila digunakan terus-menerus dapat menyebabkan dilatasi pupil. Phenylephrine
(seperti Neo-Synephrine) dan Epinephrine (seperti efiprin) juga memiliki aksi
15
langsung agen adrenergik yang terdapat pada produk midriasis tanpa sikloplegia
(Bennett, et al., 2004).
Obat ini biasanya dipakai tersendiri atau dikombinasi dengan obat sikloplegik
lainnya. Penggunaan phenylephrine biasanya pada konsentrasi 2,5%-10%.
Pemberiannya adalah 1-2 tetes diulangi dalam waktu 5-10 menit. Efek tercapai
dalam waktu 30 menit dan efek akan hilang dalam waktu 2-3 jam (Bennett, et
al., 2004).
Pada umumnya penggunaan sikloplegik midriatik diantaranya adalah
Atropine (contoh: Isopto Atropine), Homatropin (contoh: Isopto Homatropine),
Scopolamine (contoh: Isopto Hyoscine), Cyclopentolate (contoh: Cyclogyl), dan
Tropicamide (contoh: Tropicacyl). Sikloplegik sendiri memilki fungsi
melumpuhkan daya akomodasi mata dan juga memiliki sifat melebarkan pupil
(Bennett, et al., 2004).
c. Miotika
Obat golongan miotika berguna untuk mengecilkan pupil. Contoh obat tetes
mata golongan miotika antara lain tetes mata pilocarpine 1%-6%, tetes mata
escrine 0,25%-0,5% (Oka, 1993).
d. Agen antialergi dan dekongestan
Selama reaksi alergi, pelepasan mediator-mediator dari sel mast seperti
histamin, prostaglandin, leukotrien, dan yang lainnya dapat menyebabkan gejala-
gejala yang tidak nyaman. Agen antialergi bekerja dengan menghambat
pelepasan-pelepasan mediator tersebut. Contoh obat tetes mata antialergi antara
lain: Azelastine HCl, Cromolyn Sodium, Emedastine Difumarate, Ketotifen
16
Fumarate, Levocabastine HCl, phenyramine maleate, Lodoxamine
Tromethamine, Nedocromil Sodium, dan Olopatadine HCl (Bennet, et al., 2004).
Dekongestan memiliki efek vasokonstriksi terhadap agonis adrenergik
(contoh: phenylephrine dan derivat imidazol) sehingga digunakan sebagai
dekongestan okular yang digunakan secara topikal.
Tabel II. Obat Tetes Mata Dekongestan (Bennet, et al., 2004)
Oftalmik vasokonstriksi
Vasokonstriksi Durasi aksi/jam
Konsentrasi yang tersedia
Golongan
Naphazoline
3-4 jam
0,012% Bebas
0,02% Bebas
0,03% Bebas
0,1% Keras
Oxymetazoline 4-6 jam 0,025% Bebas
Phenylephrine
0,5-1,5
jam
0,12% Bebas
2,5% Keras
10% Keras
Tetrahydrozoline 1-4 jam 0,05% Bebas
Agen antihistamin dan dekongestan juga dapat dikombinasikan, berikut contoh
kombinasi obat tetes mata dekongestan dengan antihistamin/antialergi (Bennett,
et al., 2004).
Tabel III. Kombinasi Obat Tetes Mata Dekongestan dan Antihistamin (Bennet, et al., 2004)
Golongan Dekongestan Antihistamine
Bebas
Naphazoline HCl 0,0025%
Phenyramine maleate
0,3%
Bebas Naphazoline HCl
0,0027% Phenyramine maleate
0,3%
Bebas Naphazoline HCl
0,05% Antazoline phosphate
0,5%
17
e. Agen antiinflamasi
Agen antiinflamasi terdiri atas kortikosteroid, agen antiinflamasi non-steroid,
dan imunomodulator. Agen antiinflamasi korkitosteroid meliputi
dexamethasone, fluorometholone, loteprednol etabonate, medrysone,
prednisolone, dan rimexolone. Agen antiinflamasi non-steroid (NSAID) meliputi
flurbiprofen 0,03%, suprofen 1%, diclofenac 0,1%, ketolorac 0,4% dan 0,5%.
Agen imunomodulator adalah cyclosporine (Bennett, et al., 2004).
f. Larutan air mata buatan dan Pelumas okular
Larutan air mata buatan biasanya mengandung elektrolit inorganik,
preservatif, dan sistem polimer. Sodium klorida (NaCl), potasium klorida (KCl),
bermacam-macam ion yang lain, dan asam borak dapat membantu
mempertahankan tonisitas dan pH pada suatu formulasi. Preservatif yang
meliputi benzalkonium klorida, klorobutanol, timerosal, EDTA, metilparaben,
dan propilparaben, dimasukkan ke dalam penyiapan multidose untuk mencegah
terjadinya kontaminasi bakteri. Metilselulosa dan derivat-derivatnya, polivinil
alkohol (PVA), povidon (PVP), dextran, dan propilen glikol dapat
mempertahankan viskositas dan dapat meningkatkan stabilitas lapisan film air
mata (Bennett, et al., 2004).
g. Agen antiinfeksi
Agen antiinfeksi terdiri atas agen antibiotik, agen antijamur, dan agen
antivirus.
1) Agen antibiotik
18
Antibiotik sistemik topikal dapat digunakan untuk pengobatan infeksi
okular. Pada umumnya, infeksi okular tersebut antara lain: blepharitis,
konjungtivitis, keratitis (Bennett, et al., 2004).
Tabel IV. Antibiotik Untuk Pengobatan Okular (Bennet, et al., 2004)
Pengobatan Antibiotik yang digunakan untuk Kondisi Okular yang Umum
Blepharitis Konjungtivitis Keratitis
Bacitracin X
Polymixin B X
Sodium Sulfacetamide
X
Trimethoprin X
Vancomycin X
Ciprofloxacin X X
Gentamicin X
Tobramycin X
Amikacin X
Ofloxacin X X
Ceftazidime X
Gatifloxacin X
Moxifloxacin X
2) Agen antijamur
Natamycin (Natacyn) merupakan oftalmik topikal yang merupakan agen
antifungal yang tersedia secara umum. Antibiotik tersebut merupakan derivat
dari Streptomyces natalensis. Aktivitasnya secara in vitro dapat melawan
bermacam-macam yeast dan filamentous fungi, yang meliputi Candida,
Aspergillus, Cephalosporiun, Fusarium, dan Penicillum (Bennett, et al.,
2004).
19
3) Agen antivirus
Sediaan oftalmik topikal antiviral bekerja dengan menghambat sintesis
DNA virus. Beberapa agen antivirus diantaranya adalah Idoxuridine dan
trifluridine yang efektif untuk infeksi herpes simplex pada konjungtiva dan
kornea (Bennett, et al., 2004).
h. Agen untuk pengobatan glaukoma
Berikut adalah agen untuk pengobatan glaukoma:
Tabel V. Agen Untuk Pengobatan Glaukoma (Bennett, et al., 2004)
Agen Untuk Pengobatan Glaukoma
Obat Konsentrasi
Epinephrine Epinephrine 0,5%-1%
Dipivefrin 0,2%
Agonis Alpha-2
Adrenergik
Apraclonidine 0,5%-1%
Brimonidine 0,2%
Beta Blokers Betaxolol 0,25%
Carteolol 1%
Levobunolol 0,25%-0,5%
Metipranolol 0,3%
Timolol 0,25%-0,5%
Miotics, Direct-Acting Carbachol 0,75%-3%
Pilocarpine 0,25%-10%
Miotics, Cholinesterase
Inhibitors
Physostigmine 0,25%-0,5%
Demecarium 0,125%-0,25%
Echothiophate 0,125%
Carbonic Anhydrase Inhibitors
Acetazolamide 125-500mg
Brinzolamide 1%
Dichlorphenamide 50mg
Dorsolamide 2%
Methazolamide 20-50mg
Prostaglandins and Prostamides
Latanoprost 0,005%
Bimatoprost 0,03%
Travoprost 0,004%
Unoprostone 0,15%
20
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik
(neuropati optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan
okular pada pupil saraf optik (James, dkk., 2006).
3. Penggunaan obat tetes mata
Gambar 6. Cara Penetesan Obat Tetes Mata (Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia, 2009)
Sebelum memberikan larutan atau suspensi oftalmik, sebaiknya pengguna
mencuci tangan sampai bersih. Jika menggunakan obat tetes oftalmik dengan
penetes terpisah, maka pengguna harus melihat tetesan untuk meyakinkan
bahwa ujung pipet/alat penetes tidak tajam atau retak. Warna dan kejernihan
larutan oftalmik harus diperiksa. Sediaan yang sudah kadaluwarsa dan
berwarna gelap harus dibuang (Agoes, 2009).
Cara penggunaan tetes mata yang tepat adalah mencuci tangan terlebih
dahulu dengan sabun, kepala dimiringkan sedikit kebelakang, kemudian jari
telunjuk menarik kelopak mata ke bawah dari mata hingga membentuk
lekukan. Langkah selanjutnya adalah meneteskan obat mata ke dalam lekukan
mata dan menutup mata pelan–pelan. Jangan kedip–kedipkan mata dan
membiarkan mata tertutup selama 1 – 2 menit (Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia, 2009).
21
Saat melakukan penetesan obat tetes mata, kadang tetesan tersebut ada yang
mengalir melalui sistem saluran air mata yang disebut duktus nasolakrimal
yang terletak di sudut mata dekat dengan hidung. Obat yang masuk kemudian
akan melalui sinus, dan diabsorbsi secara cepat ke dalam aliran darah. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya efek samping ketika obat mencapai organ-organ
tubuh seperti jantung, hati atau ginjal. Efek samping yang ditimbulkan meliputi
asma, tekanan darah rendah, tekanan darah tinggi, perubahan irama jantung,
depresi dan gugup (Anonim, 2005).
Untuk mengatasi hal tersebut, terdapat teknik sederhana yang disebut
nasolacrimal occlusion (NLO), yang dapat mencagah masuknya obat ke dalam
duktus nasolakrimal (Anonim, 2005). Teknik tersebut dilakukan dengan 3
langkah yaitu:
a. Memiringkan kepala ke belakang, dan gunakan jari tengah untuk menekan
ujung mata yang dekat dengan hidung secara perlahan-lahan.
Gambar 7. Langkah Pertama Teknik NLO (Anonim, 2005)
b. Menggunakan jari telunjuk untuk menarik kelopak mata bagian bawah,
kemudian teteskan obat tetes mata secara perlahan pada kelopak mata
bagian bawah.
22
Gambar 8. Langkah Kedua Teknik NLO (Anonim, 2005)
c. Setelah diteteskan, mata ditutup dan biarkan jari tengah menahan ujung
mata tersebut selama 2 menit. Jika akan menggunakan obat tetes mata
yang lain, biarkan 15 menit untuk penetesan selanjutnya.
Gambar 9. Langkah Ketiga Teknik NLO (Anonim, 2005)
4. Penetesan
Dalam meneteskan larutan oftalmik, bahaya terbesar adalah meneteskan
sediaan dalam bentuk larutan. Penetesan akan menjadi lebih mudah dilakukan
apabila dibantu dengan orang lain. Dalam membuat/meracik sediaan oftalmik,
farmasis mempunyai peranan penting dalam memberikan informasi kepada
pasien tentang kegunaan dan cara penggunaan obat mata, hal ini untuk
menjamin bahwa sediaan tersebut ditangani dan disimpan menurut aturan yang
seharusnya (Agoes, 2009).
5. Bahan pengawet (preservation)
Bahan pengawet merupakan salah satu komponen bahan dalam sediaan
optalmik, dimana bahan pengawet berfungsi untuk menjaga sterilitas dari
rekontaminasi mikroba. Penggunaan sediaan optalmik merupakan sediaan
23
multipel dose sehingga diperlukan tambahan bahan pengawet untuk menjaga
sterilitas sediaan setelah dibuka (Florence and Siepmann, 2009).
Uji keefektivan bahan pengawet didefinisikan oleh United States dan
European Pharmacopoeias pada penelitian yang dilakukan. Penelitian tersebut
menyebutkan bahwa pemberian bahan pengawet pada sediaan optalmik dapat
digunakan untuk melawan berbagai macam strain mikroba khususnya dari
keempat kelas utama bakteri, yaitu bakteri gram positif berbentuk kokus
(Staphylococcus Aureus), bakteri gram positif berbentuk batang
(PAeruginosa), yeast (Candida Albicans), dan fungi (Aspergillus Niger) yang
semuanya patogen terhadap mata (Florence and Siepmann, 2009).
D. Perawatan Sendiri dan Swamedikasi
Perawatan sendiri atau self care adalah suatu proses perawatan kesehatan
yang terdiri dari peningkatan kesehatan, pengambilan keputusan, pencegahan,
penyidikan, dan penyembuhan penyakit yang sepenuhnya dikelola oleh diri
sendiri. Pengertian ini mengandung makna bahwa diri sendiri memiliki peran
yang penting pada kesehatannya atau diri sendiri dalam sistem pelayanan
kesehatan yang berupa pencegahan dan perlawanan terhadap penyakitnya (Holt
dan Hall, 1990).
Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari perawatan
sendiri. Pengobatan sendiri adalah pemilihan dan penggunaan obat oleh individu
untuk mengatasi sendiri gejala–gejala atau penyakit yang sebelumnya sudah ada
24
diagnosis atau sudah ada penyakit yang dikenali sebelumnya (World Health
Organization, 1990).
Pengobatan sendiri dapat dikaji dari bidang epidemiologi, farmakologi dan
sosial. Bidang epidemiologi mengkaji pada pola penggunaan obat serta
kontribusinya terhadap pelayanan kesehatan. Bidang farmakologi mengkaji
keamanan, keefektifan dan kerasionalan penggunaan dalam penggunaan suatu
obat. Bidang sosial mengkaji persepsi sehat sakit dan faktor – faktor sosial budaya
yang mempengaruhi perilaku penggunaan obat (Supardi, 1996).
E. Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, menyatakan bahwa:
“Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker”.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MenKes/SK/IX/2004,
menyatakan bahwa:
“Apotek juga menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu tercapainya derajad kesehatan yang optimal bagi masyarakat”.
F. Peran Apoteker
Apoteker adalah sumber utama informasi obat bagi dokter, perawat, pasien,
dan profesi kesehatan lainnya. Informasi obat harus dievaluasi oleh apoteker guna
memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif (Siregar, 2006). Menurut
KepMenKes No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker harus dapat memberikan
konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan
lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang
25
bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau pengguna salah sediaan
farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya (Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).
G. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat adalah suatu kegiatan untuk memberikan pelayanan
informasi obat yang akurat dan obyektif dalam hubungannya dengan perawatan
konsumen (Pratiwiningsih, 2008). Menurut KepMenKes No.
1027/MenKes/SK/IX/2004,
“Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi”.
Informasi yang diterima pasien mengenai obat, khususnya obat dengan
resep hanya bisa diperoleh dari dokter dan petugas penyerah obat di apotek,
dengan tanggung jawab terbesar mengenai informasi berada di apotek sebagai
komponen pelayanan kesehatan terakhir yang berinteraksi langsung dengan pasien
atau orang yang menerima obat (Andayani, Satibi, dan Handayani, 2004). Tidak
semua informasi obat harus disampaikan, namun setidaknya pasien harus
diinformasikan mengenai efek samping yang akan ditimbulkan saat obat
digunakan. Alasan didatangai banyak pasien bukan alasan yang dapat dibenarkan
secara hukum untuk tidak memberikan informasi yang benar kepada pasien
(Vries, 1994).
26
Berdasarkan sifat dan sumbernya, sumber informasi obat terdiri dari
informasi komersial dan non-komersial. Informasi yang komersial dapat diperoleh
dari leaflet, brosur, maupun iklan, sedangkan informasi non-komersial dapat
diperoleh dari pedoman pengobatan, buletin obat, majalah farmasi dan
kedokteran, formularium, textbook, serta handbook (WHO, 1988).
H. Pharmaceutical Care
Menurut KepMenKes No. 1027/Menkes/SK/IX/2004,
“Pharmaceutical care adalah suatu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien”.
Program pharmaceutical care dipercaya dapat menurunkan kejadian
merugikan pada penggunaan obat, terutama pada penggunaan obat untuk terapi
penyakit jangka panjang, selain itu dapat meningkatkan kesadaran pasien akan
efek merugikan dari obat (Fischer, Defor, Cooper, Scott, Boonstra, Eelkema,
Goodman, 2002).
I. Perilaku
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2002). Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Sarwono,
27
1997). Respon atau reaksi manusia, baik yang bersifat pasif (pengetahuan,
persepsi, dan sikap), maupun yang bersifat aktif (tindakan yang nyata atau
practice), sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri atas 4 unsur pokok,
yakni sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan
(Notoatmodjo, 2002).
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2002).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan mencakup 6
tingkatan, yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (aplication),
analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation). Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara yang menanyakan tentang
materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo,
2002).
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Azwar, 1995).
Sikap mencakup 4 tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon
28
(responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible). Sikap
juga merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Notoatmodjo, 2002).
3. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan untuk
mewujudkan suatu sikap dalam suatu tindakan, antara lain fasilitas, selain itu
diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007).
Tindakan pada dasarnya didasari oleh adanya stimulus yang sesuai dengan teori
Weber (Sarwono, 1997).
Teori Weber digambarkan dengan skema:
Gambar 10. Skema teori Weber (Sarwono, 1997)
J. Komunikasi
Komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun
non verbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi memiliki pengertian
yang lebih luas dari sekadar wawancara. Dari pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku
mengungkapkan pesan tertentu sehingga mudah dipahami dan diterima oleh orang
lain (Supratiknya, 1995).
Individu Pengalaman
Persepsi Pemahaman Penafsiran
Stimulus Tindakan
29
Menurut KepMenKes No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, menyatakan bahwa
“Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi/komunikasi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan
obat yang rasional”.
K. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana
ketersediaan dan perilaku penggunaan obat tetes mata terhadap responden di
Apotek KF RSUP Dr. Sadjito Yogyakarta. Perilaku penggunaan yang akan dikaji
pada penelitian ini mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan responden
yang dilihat dengan pemberian kuesioner. Penelitian ini juga mengamati informasi
apa saja yang diberikan oleh apoteker terhadap pasien rawat jalan Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito mengenai ketepatan penggunaan obat khususnya obat tetes
mata. Penelitian ini dilakukan dengan cara survei observasional dengan
menggunakan wawancara secara langsung terhadap responden Apotek KF RSUP
Dr. Sardjito dan dengan pengambilan sampel secara non random.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional yang berbentuk
survei dengan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian observasional
merupakan penelitian dengan melakukan pengamatan terhadap subjek yang akan
diteliti menurut keadaan apa adanya, tanpa intervensi dari peneliti (Pratiknya,
1993). Salah satu ciri penting pada penelitian observasional adalah adanya
komunikasi langsung antara peneliti dengan responden yang dipilih untuk
diselidiki (Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, Uriarte., 1993). Penelitian
observasional ini berbentuk survei. Survei digunakan untuk mengukur gejala-
gejala yang ada tanpa menyelidiki mengapa gejala tersebut ada, sehingga dalam
penelitian ini tidak perlu memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel
(Sevilla, dkk., 1993).
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang fenomena yang
sedang berlangsung pada suatu saat (Sevilla, dkk., 1993). Hasil penelitian
disajikan apa adanya, tanpa menganalisis mengapa fenomena itu dapat terjadi,
karena pada studi deskriptif tidak diperlukan hipotesis (Sastroasmoro dan Ismael,
2006). Berdasarkan setting tempat, penelitian ini dilakukan di komunitas yaitu
apotek sedangkan berdasarkan cara dan waktu pengambilan sampel, penelitian ini
termasuk dalam penelitian cross-sectional. Peneliti melakukan wawancara dan
31
pemberian kuesioner dalam waktu yang bersamaan pada masing-masing
responden.
Pengambilan sampel penelitian ini secara kuota non random, semua anggota
atau subyek penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Dalam pengambilan sampel secara kuota, peneliti mengidentifikasikan
kumpulan karakteristik penting dari populasi kemudian memilih sampel yang
diinginkan secara non acak (Sevilla, dkk., 1993). Metode pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara terstruktur terhadap responden dan apoteker, serta
pengisian kuesioner oleh responden.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 11. Bagan Ruang Lingkup Penelitian
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan
Sediaan Obat Pada
Pengunjung Apotek
Pelengkap Kimia Farma
RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Sachet Serbuk Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap
Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Telinga Pada Pengunjung Apotek Pelengkap
Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
32
Penelitian mengenai “Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat
Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010”, merupakan salah satu penelitian yang
diadakan bersama serangkaian penelitian lain, dengan ulasan topik tentang
“Evaluasi Ketersediaan dan Penggunaan Sediaan Obat Pada Pengunjung Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010”.
Penelitian ini terdiri dari 5 pokok bahasan dan termasuk dalam penelitian sosial.
Kelima penelitian ini dikerjakan bersama-sama oleh 5 peneliti dengan kajian
sediaan obat yang berbeda-beda.
C. Definisi Operasional
1. Apotek KF RSUP Dr. Sardjito adalah Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta yang digunakan sebagai tempat penelitian.
2. Ketersediaan terdiri dari dua aspek antara lain:
a. Ketersediaan informasi
Ketersediaan informasi adalah informasi yang diterima oleh pengunjung
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dan informasi yang diberikan apoteker terkait
penggunaan obat tetes mata.
b. Ketersediaan barang
Ketersediaan barang merupakan jumlah keseluruhan obat tetes mata yang
terdapat di semua loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
3. Penggunaan obat tetes mata meliputi cara meneteskan obat tetes mata, cara
penyimpanan, dan lama pemakaiannya.
33
4. Obat tetes mata dalam penelitian ini adalah semua jenis obat tetes mata yang
sebelumnya pernah digunakan oleh responden.
5. Responden adalah pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang
merupakan pasien rawat jalan dan seluruh masyarakat baik yang berasal dari
daerah sekitar apotek maupun dari luar daerah, yang datang ke loket Instalasi
Rawat Jalan (IRJ) Apotek KF RSUP Dr. Sardjito untuk membeli obat baik
resep maupun non-resep selama penelitian berlangsung dan memenuhi
kriteria inklusi. Saat penelitian berlangsung, dipilih loket IRJ karena loket
tersebut dekat dengan poliklinik mata sehingga dimungkinkan ketersediaan
dan pengguna obat tetes mata lebih banyak dibandingkan dengan di loket-
loket yang lain.
6. Pasien rawat jalan adalah pasien yang tidak dirawat secara intensif di rumah
sakit, berobat ke rumah sakit hanya jika ada keluhan tertentu, ataupun pasien
yang secara berkala datang ke rumah sakit untuk menerima pengobatan.
7. Loket Instalasi Rawat Jalan (IRJ) adalah loket yang masih merupakan bagian
dari Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang letaknya dekat dengan poliklinik
mata dan THT sehingga ketersediaan obat tetes mata, obat tetes telinga,
maupun obat tetes hidung lebih banyak dibandingkan di loket-loket yang lain.
8. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas di Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito selama penelitian berlangsung.
9. Teknik pemberian informasi obat oleh apoteker terdiri dari teknik aktif dan
pasif (Anonim, cit., Ikasari, 2008).
34
10. Aspek pengetahuan adalah pemahaman pengunjung apotek sebagai responden
mengenai penggunaan obat tetes mata secara tepat yang mereka yakini
kebenarannya dari berbagai sumber yang dinilai dengan pemberian kuesioner
dan wawancara secara langsung.
11. Aspek sikap adalah respon evaluatif responden terhadap penggunaan obat
tetes mata yang mereka yakini kebenarannya dari pengetahuan yang mereka
miliki yang dinilai dengan pemberian kuesioner dan wawancara secara
langsung.
12. Aspek tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam
penggunaan obat tetes mata yang dinilai dengan pemberian kuesioner dan
wawancara secara langsung.
13. Pengetahuan, sikap, dan tindakan responden dikatakan baik apabila skor
jawaban yang diberikan responden >75%, dikatakan sedang apabila skor
jawaban yang diberikan responden adalah 40%-75%, dan dikatakan kurang
apabila <40% (Pratomo cit., Ganie, 2009).
14. Periode Juni - Juli 2010 yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tanggal 14
Juni 2010 - 10 Juli 2010.
15. Item adalah jumlah sediaan obat tetes mata secara keseluruhan, yang dihitung
berdasarkan nama dagang obat tetes mata beserta perbedaan masing-masing
konsentrasi obatnya.
35
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.
Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai dengan
bulan Juli 2010 yang dimulai dari tanggal 14 Juni 2010 sampai 10 Juli 2010,
setiap hari Senin sampai Sabtu pukul 08.00-15.00 WIB. Kegiatan pemberian
kuesioner dan survei wawancara kepada responden, dilakukan di loket IRJ yang
khusus melayani peresepan bagi pasien rawat jalan maupun obat-obat non-resep.
E. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan meliputi pengunjung Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito dan apoteker yang sedang bertugas seperti yang telah dijelaskan pada
definisi operasional. Subjek penelitian juga harus memenuhi kriteria yang menjadi
batasan dalam penelitian. Kriteria inklusi yang digunakan adalah subjek berusia
minimal 17 tahun berjenis kelamin pria atau wanita dan merupakan pengunjung
Apotek KF RSUP Dr. Sarjito yang datang untuk membeli obat resep maupun non-
resep selama penelitian berlangsung yaitu pada periode Juni-Juli 2010. Pada
penelitian ini, selanjutnya subyek penelitian akan dinamakan sebagai responden.
Responden yang diikutsertakan dalam penelitian harus sudah pernah
menggunakan obat tetes mata sebelumnya, kemudian responden yang bersedia
ikut serta dalam penelitian mengisi persetujuan informed-consent yang diberikan
sebelum dilakukan pengisian kuesioner maupun wawancara. Kriteria eksklusi
meliputi responden dan apoteker yang tidak bersedia bekerja sama untuk ikut
serta dalam penelitian.
36
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang terdiri atas 5
subjudul yaitu 2 kajian mengenai penggunaan sediaan cair oral (cup ukur dan
sendok takar), 2 kajian mengenai penggunaan obat tetes (obat tetes mata dan obat
tetes telinga), dan 1 kajian mengenai penggunaan sediaan sachet serbuk oral. Pada
penelitian ini, pengumpulan data dilakukan secara bersama-sama dan dibagi
berdasarkan kajian masing-masing, tetapi satu orang responden tidak
diperbolehkan menjadi responden peneliti yang lainnya.
Metode sampling yang digunakan untuk mengambil sampel adalah dengan
pengambilan sampel kuota secara non random, responden yang dijadikan sampel
diambil secara non random dan dapat diasumsikan bahwa sampel-sampel tersebut
sesuai dengan kuota yang telah ditentukan (Sevilla, dkk., 1993).
Penetapan jumlah sampel yang akan diteliti untuk populasi kecil atau lebih
kecil dari 10.000 adalah dengan sampling kuota, dengan menggunakan rumus:
2)(1 dN
Nn
Besar sampel yang akan dijadikan sampel penelitian (Notoatmodjo, 2005)
Keterangan:
N = besar populasi; n = besar sampel; d = tingkat kepercayaan atau ketepatan
yang diinginkan yang bernilai 0,05 (Sevilla, dkk., 1993).
Dalam penelitian ini, besar sampel yang akan dijadikan sampel penelitian adalah:
respondenn 10025,99)05,0(1321
1322
37
N = 132 merupakan besar populasi pengunjung apotek yang membeli obat tetes
mata di Loket Instalasi Rawat Jalan (IRJ) Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
rata-rata dalam 1 bulan yang dilihat dari kartu stok pada Bulan Maret 2010.
n = besar sampel yang akan dijadikan sampel penelitian
d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan
Jumlah responden yang diikutsertakan ditambahkan 10% untuk mengantisipasi
terjadinya dropped out , sehingga respondennya menjadi:
= 10% x 100 responden = 110 responden
Jika tidak terjadi dropped out, data yang diperoleh dari 110 responden tersebut
digunakan semuanya, supaya semakin menggambarkan penggunaan obat tetes
mata oleh responden karena penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif.
F. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data responden
yang diperoleh pada saat wawancara awal untuk melihat beberapa karakteristik
responden. Data tersebut terangkum dalam informed consent yang telah
ditandatangani responden sebelum mengikuti penelitian, dan beberapa kalimat
pertanyaan pada panduan wawancara.
G. Instrumen Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif. Pada penelitian ini
digunakan panduan wawancara terstruktur dan kuesioner. Panduan wawancara
terstruktur digunakan sebagai bahan untuk melakukan wawancara. Panduan
38
wawancara terstruktur berisi 5 pertanyaan. Panduan wawancara terstruktur juga
digunakan untuk melakukan wawancara secara langsung kepada apoteker Apotek
KF RSUP Dr. Sardjito.
Instrumen penelitian selanjutnya adalah kuesioner. Kuesioner merupakan
suatu cara pengumpulan data dengan menyebar daftar pertanyaan kepada
responden dengan harapan mereka akan memberikan respon atas daftar
pertanyaan tersebut (Umar, 2003).
H. Tata Cara Penelitian
1. Tahap pra-penelitian
Tahap ini merupakan tahap awal jalannya penelitian. Tahap awal ini meliputi
proses perijinan, analisis situasi, pembuatan kuesioner dan panduan wawancara
terstruktur, serta penyusunan informed consent.
a. Proses perijinan
Perijinan dilakukan dengan pihak mitra yaitu Manajer Apotek Kimia Farma
wilayah Yogyakarta dan Manajer Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Proses
perijinan berlangsung kurang lebih 1 bulan yaitu pada Bulan Februari 2010.
b. Analisis situasi
Analisis situasi ini dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada Bulan Maret-April
2010. Tahap yang dilakukan mencakup pengamatan situasi dan kondisi yang
ada di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito khususnya di Loket IRJ. Pada tahap ini
juga dilakukan perkiraan jumlah responden yang akan diikutsertakan dalam
39
penelitian berdasarkan jumlah pengunjung apotek per bulan yang membeli
obat tetes mata pada Bulan Maret 2010 yang dilihat dari kartu stok.
2. Pembuatan kuesioner dan wawancara terstruktur
a. Pembuatan kuesioner berisi 30 pernyataan dengan bahasa yang sederhana
supaya mudah dimengerti. Kuesioner yang dibuat berisi 3 aspek yang terdiri
dari aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek tindakan. Masing-masing
aspek terdiri dari 10 pernyataan. Pernyataan pada kuesioner ini terdiri atas
dua sifat, yaitu: favourable dan unfavourable. Pembagian pernyataan menjadi
dua sifat bertujuan untuk menghindari stereotype jawaban (menghindari
kecenderungan jawaban yang sama oleh responden). Pernyataan favourable
merupakan suatu pernyataan yang berisi hal-hal positif mengenai suatu objek,
sedangkan pernyataan unfavourable merupakan pernyataan yang berisi hal-
hal negatif mengenai suatu objek. Bentuk pernyataan yang ada di dalam
kuesioner menggunakan variasi (dischotomous choice), pernyataan tersebut
hanya disediakan 2 jawaban seperti pernah atau tidak pernah, ya atau tidak,
benar atau salah, serta setuju atau tidak setuju (Notoatmodjo, 2005).
Berikut merupakan distribusi pernyataan favourable dan unfavourable
yang terdapat dalam kuesioner:
Tabel VI. Distribusi pernyataan favourable dan unfavourable pada kuesioner penelitian ketersediaan dan penggunaan obat tetes mata
Cakupan Sikap Pernyataan Nomor Soal
Pengetahuan Favourable 2,3,4,5,7,8,9,10
Unfavourable 1,6
Sikap Favourable 11,12,13,15,17,18,19
Unfavourable 14,16,20
Tindakan Favourable 21,22,23,25,27,28
Unfavourable 24,26,29,30
40
Pada penelitian ini jawaban atas pernyataan dischotomous choice yaitu
benar dan salah, tetapi setiap jawaban tersebut tidak dilakukan penilaian.
Pengolahan jawaban kuesioner dilakukan dengan perhitungan persentasenya
secara keseluruhan.
b. Setelah kuesioner dibuat, dilakukan penyebaran kuesioner. Pengembalian
kuesioner dilakukan saat itu juga agar tidak ada masalah dalam pengembalian
dan diharapkan kuesioner yang diisi oleh responden semuanya kembali.
c. Wawancara terstruktur dilakukan kepada responden dan apoteker.
Wawancara kepada responden dibuat dengan bahasa yang sederhana serta
dilakukan di awal dan di akhir. Wawancara pada responden yang dilakukan di
awal bertujuan untuk mengetahui pernah tidaknya menggunakan obat tetes
mata. Hal tersebut digunakan untuk memastikan bahwa responden yang
diikutsertakan dalam penelitian sesuai dengan kriteria inklusi. Wawancara
yang dilakukan di akhir, digunakan untuk mengevaluasi pemahaman
responden terkait penggunaan obat tetes mata. Wawancara yang dilakukan
terhadap apoteker bertujuan untuk mengetahui profil informasi yang
diberikan kepada responden tentang penggunaan obat tetes mata dan
pelayanan informasi obat terkait bentuk sediaan yang diteliti (obat tetes
mata).
3. Uji bahasa kuesioner
Uji bahasa pada penelitian ini, dilakukan pada 25 responden yang
memiliki kemiripan kriteria eksklusi dan kriteria inklusi dengan responden
penelitian. Agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati
41
normal, jumlah responden yang diuji coba paling sedikit adalah 20 orang
(Notoatmodjo, 2005). Uji bahasa dilakukan di sekitar loket IRJ Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito dan dilakukan selama 2 minggu.
Uji bahasa yang dilakukan digunakan untuk melihat bahasa yang terdapat
dalam kalimat pernyataan dapat dimengerti oleh responden atau tidak. Jika
ada kalimat yang sulit dimengerti, peneliti mengganti kalimat tersebut
menggunakan bahasa yang lebih sederhana sehingga mudah dimengerti oleh
seluruh responden yang akan diikutsertakan dalam penelitian.
Pada gambar 12 disajikan secara keseluruhan gambaran tata cara
penelitian yang dilakukan pada penelitian ini
Gambar 12. Bagan Tata Cara Penelitian
Analisis situasi (pra penelitian)
Analsis situasi
Memperkirakan jumlah pasien
Menetapkan subjek penelitian, kriteria inklusi
dan eksklusi
Pembuatan kuesioner dan wawancara
terstruktur
Pembuatan kuesioner berisi 30 pertanyaan yang menyangkut segi pengetahuan, sikap dan perilaku
Uji bahasa
Pembuatan pertanyaan terstruktur untuk responden dan apoteker
42
4. Tahap pengumpulan data
Gambar 13. Bagan pengumpulan data penelitian
Pengumpulan data pada bulan juni–juli 2010 di Apotek Pelengkap Kimia Farma
Populasi pembeli obat tetes mata rata-rata dalam 1 bulan adalah 132 orang (dilihat dari kartu stok bulan Maret
2010)
Subyek Penelitian sebanyak 100 orang ditambah dengan antisipasi adanya dropout 10% sehingga subyek penelitian 110 orang
Memenuhi kriteria inklusi-eksklusi
Tidak terjadi dropped out, sehingga semua
hasil kuesioner dipakai
110 orang mengisi kuesioner
23 responden mengisi
kuesioner sendiri
87 responden pengisiannya dibacakan peneliti sambil
dilakukan wawancara
2 responden gagal diwawancara
85 responden berhasil diwawancara
32 Responden memang membeli
obat tetes mata
Dilakukan wawancara
43
Tahap pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan
dengan melakukan pengamatan langsung terhadap responden dan apoteker yang
sedang bertugas di apotek. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan memberikan
kuesioner kepada responden yang sudah pernah menggunakan obat tetes mata.
Pengisian kuesioner oleh responden didampingi oleh peneliti sehingga
kuesioner tersebut langsung dikembalikan kepada peneliti. Responden yang
telah memenuhi kriteria eksklusi-inklusi, sebelumnya diminta mengisi informed
consent yang berisi pernyataan kebersediaan mengikuti penelitian. Persetujuan
ini juga ditandatangani oleh responden.
Pada tahap pengisian kuesioner, ada 23 responden yang mengisi sendiri
kuesionernya, dan 87 responden pengisian kuesionernya dibacakan oleh peneliti
sambil dilakukan wawancara. Dari 87 responden tersebut, hanya 85 responden
yang dapat diwawancarai dan yang membeli obat tetes mata pada saat penelitian
berlangsung ada 32 responden, kemudian responden tersebut diwawancarai
terkait penggunaan obat tetes mata beserta informasi yang baru disampaikan
oleh apoteker saat penyerahan obat.
Pengumpulan data mengenai ketersediaan obat tetes mata, dilakukan dengan
pendataan obat tetes mata diseluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito memiliki 5 loket yaitu loket Unit Gawat Darurat,
loket Instalasi Rawat Jalan, loket poliklinik, loket induk, dan loket bangsal.
Ketersediaan informasi yang diberikan oleh apoteker, diperoleh dari hasil
pengamatan peneliti selama jalannya penelitian ketika apoteker tersebut sedang
melakukan pelayanan informasi obat. Pengamatan yang dilakukan peneliti
44
dikhususkan ketika apoteker sedang memberi informasi mengenai penggunaan
obat tetes mata, selain itu peneliti juga melakukan wawancara secara mendalam
pada masing-masing apoteker yang sedang bertugas di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito.
5. Tahap pengolahan data
Data yang diperoleh pada kuesioner ini berasal dari lembar kuesioner yang
diisi oleh responden, jawaban wawancara dari responden dan apoteker yang
sedang bertugas, serta daftar ketersediaan obat tetes mata yang terdapat di
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Data yang diolah dalam penelitian ini, juga
meliputi karakteristik responden.
Data untuk melihat karakteristik responden meliputi umur responden, jenis
kelamin responden, tingkat pendidikan akhir, pekerjaan responden. Data
karakteristik responden tersebut juga dikaji dari segi penggunaan obat tetes
mata, sudah berapa kali membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito,
serta pernah tidaknya responden berkonsultasi obat dengan apoteker di apotek.
Ketersediaan obat tetes mata dilihat dengan pendataan obat tetes mata yang
terdapat pada 5 Loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, kemudian dihitung total
keseluruhannya, serta dikelompokkan menurut macam kemasannya, golongan
obatnya, dan efek farmakologinya. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel dan gambar (diagram) yang menggambarkan
penggunaan obat tetes mata pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan obat tetes mata
secara umum pada pengunjung Apotek KF. Hasil dari penelitian ini diharapkan
45
dapat membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat akan penggunaan obat
secara tepat dan rasional, khususnya penggunaan tetes mata.
Tabulasi data dilakukan dengan melakukan perhitungan jawaban kuesioner
yang telah diisi oleh responden kemudian mengelompokkan masing-masing
jawaban tersebut dan menghitung persentasenya.
I. Tata Cara Analisis Hasil
Tata cara analisis hasil dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif
menggunakan statistik deskriptif. Hasil yang diperoleh dipaparkan dalam bentuk
persentase, disajikan dalam bentuk tabel dan gambar, serta dibahas secara
deskriptif (Pratiknya, 1993).
1. Karakteristik responden
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui gambaran deskriptif karakteristik
penggunaan obat tetes mata yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan responden, baru pertama atau sudah berulang kali
menggunakan obat tetes mata, responden yang membeli obat di loket Apotek
KF, dan responden yang sudah pernah berkonsultasi obat dengan apoteker.
Semua data ditampilkan dengan bentuk persentase.
a. Usia responden
Penggolongan usia dilakukan dengan menggunakan rumus distribusi
frekuensi Strurgess:
M = 1+3,3 log N
46
dengan M adalah jumlah kelas dan N adalah jumlah data populasi (Sugiyono,
2006). Pengelompokkan usia dilakukan dengan mencari interval kelas yang
dihitung dengan rumus:
Usia tertinggi – Usia terendah
M
nilai M merupakan jumlah kelas yang diperoleh dari rumus Strurgess.
b. Jenis kelamin
Pengelompokkan jenis kelamin dilakukan dengan perhitungan frekuensi
dan perhitungan persentasenya.
Jumlah frekuensi pria atau wanita x 100%
N
dengan N merupakan jumlah total seluruh responden yaitu 110 responden.
c. Tingkat pendidikan akhir
Dalam transkrip kuesioner, terdapat 7 tingkatan pendidikan akhir
responden yaitu Tidak Sekolah, SD, SLTP, SLTA, SMK, Diploma, dan
Sarjana. Pengelompokkan awal dilakukan berdasarkan jumlah masing-masing
tingkat pendidikan akhir yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah
responden keseluruhan kemudian dikali 100%.
d. Jenis pekerjaan responden
Pengelompokkan terhadap jenis pekerjaan responden dilakukan
berdasarkan jumlah masing-masing pekerjaan yang dimiliki oleh responden,
dibagi jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.
47
e. Baru pertama kali atau sudah berulang kali menggunakan obat tetes mata
Pengelompokkan untuk melihat apakah responden baru pertama atau
sudah berulang kali menggunakan obat tetes mata dilakukan berdasarkan
perhitungan jumlah responden yang baru pertama kali atau sudah berulang
kali menggunakan obat tetes mata, dibagi jumlah responden keseluruhan
kemudian dikali 100%.
f. Responden yang membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Perhitungan untuk melihat responden yang membeli obat di Loket Apotek
KF RSUP Dr. Sardjito dilakukan dengan perhitungan jumlah responden yang
membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dibagi jumlah
responden keseluruhan, kemudian dikali 100%.
g. Responden yang pernah berkonsultasi obat dengan apoteker di loket Apotek
KF RSUP Dr. Sardjito
Perhitungan untuk melihat responden yang pernah berkonsultasi obat
dengan apoteker di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dilakukan
berdasarkan perhitungan jumlah responden yang yang pernah berkonsultasi
obat dengan apoteker di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dibagi jumlah
responden keseluruhan, kemudian dikali 100%.
2. Ketersediaan obat tetes mata
a. Macam kemasan obat tetes mata
Pengelompokkan macam kemasan obat tetes mata dilakukan berdasarkan
perhitungan jumlah total obat tetes mata yang terdapat di seluruh loket
48
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dikelompokkan berdasarkan kemasannya
masing-masing, kemudian perhitungan persentasenya:
Σ tiap kemasan tetes mata setelah dikelompokkan x 100%
Σ tetes mata keseluruhan
b. Macam golongan obat tetes mata
Pengelompokkan macam golongan obat tetes mata dilakukan berdasarkan
perhitungan jumlah total obat tetes mata yang terdapat di seluruh loket
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dikelompokkan berdasarkan golongannya
masing-masing, kemudian perhitungan persentasenya:
Σ tiap golongan tetes mata setelah dikelompokkan x 100%
Σ tetes mata keseluruhan
c. Pengelompokkan obat tetes mata berdasarkan farmakologi
Perhitungan untuk mengetahui pengelompokkan obat tetes mata yang
terdapat di seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito berdasarkan
farmakologinya, dilakukan berdasarkan pendataan keseluruhan obat tetes
mata yang terdapat di seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dan
dikelompokkan berdasarkan farmakologinya sesuai MIMS Indonesia.
3. Pengolahan hasil wawancara dan kuesioner
a. Pengolahan hasil kuesioner
Semua data yang ditampilkan berupa persentase responden yang
menjawab benar dan salah. Perhitungannya secara keseluruhan adalah sebagai
berikut:
49
Σ responden yang menjawab benar atau salah x 100%
Σ keseluruhan responden
Rumus diatas digunakan untuk menghitung persentase jawaban pada aspek
pengetahuan, sikap, dan tindakan secara keseluruhan.
b. Pengolahan hasil wawancara
Wawancara dilakukan terhadap responden dan apoteker. Hasil wawancara
responden dan apoteker tidak dilakukan perhitungan persentase seperti pada
pengolahan data kuesioner. Hasil wawancara yang diperoleh dipaparkan
sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden dan apoteker yang
diwawancarai.
Hasil wawancara pada responden, digunakan untuk lebih
menggambarkan/mendeskripsikan secara keseluruhan pemahaman responden
tentang penggunaan obat tetes mata. Pada penelitian ini, adanya wawancara
diharapkan responden bisa memberikan informasi lebih banyak terkait
penggunaan obat tetes mata. Wawancara terhadap apoteker, digunakan untuk
lebih menggambarkan profil informasi yang diberikan kepada pasien pada
saat pemberian informasi obat. Hasil wawancara akan diketik dan
dilampirkan dalam lampiran penelitian.
J. Kesulitan Penelitian
Beberapa kesulitan yang dialami selama penelitian ini antara lain mencari
responden. Pada tahap pengambilan data, banyak pengunjung apotek yang tidak
bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian dengan alasan belum pernah
50
menggunakan obat tetes mata dan tidak punya banyak waktu/terburu-buru.
Adapun kesulitan yang dialami peneliti pada subyek yang bersedia diikutsertakan
dalam penelitian adalah ketidakpahaman terhadap kalimat yang tertulis pada
kuesioner, terutama jika responden berusia lanjut, pendengarannya sudah
berkurang, dan tidak terbiasa berbahasa Indonesia. Untuk mengatasi kesulitan ini,
peneliti mendampingi saat pengisian kuesioner, membacakan kuesioner dengan
menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti tanpa mengurangi maksud
dari pernyataan yang tertulis di kuesioner sehingga dapat sambil melakukan
wawancara, dan dengan pemberian souvenir yang menarik.
Kesulitan yang menjadi kelemahan penelitian ini adalah ada beberapa
responden yang memiliki keterbatasan pemahaman terhadap kuesioner yang
diberikan sehingga peneliti membantu menerjemahkan maksud kalimat
pernyataan pada kuesioner tersebut. Kesulitan lain yang menjadi kelemahan
dalam penelitian ini adalah responden yang bersedia mengisi kuesioner, tetapi
ketika obat yang ditunggu sudah diterima, responden tersebut terlihat terburu-buru
dalam pengisian kuesioner, hal ini mungkin dapat mempengaruhi jawaban yang
diberikan. Dalam penelitian ini pengolahan data juga tidak dilakukan uji statistik
untuk membandingkan antara perilaku responden yang benar-benar membeli obat
tetes mata dengan responden hanya pernah menggunakan obat tetes mata. Hal ini
berpengaruh pada jawaban yang diberikan terutama jika responden tersebut sudah
lama menggunakan obat tetes mata dan berusaha mengingat-ingat kembali terkait
pengetahuan, sikap, dan tindakannya sehingga dapat menimbulkan bias terhadap
data yang diperoleh peneliti.
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan obat
tetes mata pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010 merupakan salah satu penelitian yang
diadakan bersama serangkaian penelitian lain. Topik yang akan dibahas pada
penelitian ini adalah tentang “Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan
Obat Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito Periode Juni – Juli 2010”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi
ketersediaan dan penggunaan obat tetes mata oleh responden di Apotek KF RSUP
Dr. Sardjito. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di bagian
pendahuluan, maka pembahasan dalam penelitian ini akan dipaparkan menjadi 3
bagian pokok yaitu persentase ketersediaan obat tetes mata di Apotek KF RSUP
DR. Sardjito, informasi yang diberikan oleh apoteker terhadap responden di
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dan perilaku penggunaan obat tetes mata oleh
responden berdasarkan kuesioner dan wawancara yang diberikan yang meliputi 3
aspek yaitu aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan. Hasil yang diperoleh
kemudian diolah dengan statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel atau
gambar (diagram).
52
A. Persentase Ketersediaan Obat Tetes Mata di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Dalam penelitian ini, untuk melihat persentase ketersediaan obat tetes mata
yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang akan dikaji antara lain
macam kemasan obat tetes mata, macam golongan obat tetes mata, dan
pengelompokkan obat tetes mata berdasarkan farmakologinya. Ketiga hal tersebut
dipilih karena dapat menggambarkan obat tetes mata yang tersedia di Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito.
1. Macam kemasan obat tetes mata
Pengelompokkan ini didasarkan pada kemasan obat tetes mata yang tersedia
di seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Ada 2 macam kemasan yaitu
kemasan botol (multiple dose) dan single dose. Beberapa merek juga ada yang
tersedia dalam kemasan botol maupun single dose.
Gambar 14. Ketersediaan Kemasan Obat Tetes Mata
Jumlah keseluruhan obat tetes mata yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito adalah 69 item dengan 52 item dalam kemasan botol, 12 item dalam
kemasan single dose, dan 5 item tersedia dalam kemasan botol maupun single
dose. Ketersediaan obat tetes mata di seluruh loket Apotek KF sebagian besar
adalah dalam kemasan botol. Menurut kartu stok yang terdapat di loket IRJ,
Botol75,4%
Single Dose17,4%
Botol dan single dose7,2%
53
jumlah obat tetes mata dengan kemasan botol, terjual lebih banyak daripada
yang kemasannya single dose. Dari hasil wawancara terhadap 85 responden, 78
responden dengan persentase 91,8% lebih sering menggunakan obat tetes mata
dengan kemasan botol karena lebih mudah diperoleh dan dapat digunakan
berulang kali, sebanyak 8,2% responden dari total yang diwawancarai
menceritakan bahwa mereka lebih suka menggunakan obat tetes mata dengan
kemasan single dose daripada yang kemasannya botol karena hanya satu kali
pakai sehingga lebih terjaga kesterilannya.
Obat tetes mata dengan kemasan single dose dibuat untuk sekali pakai dan
tidak dicampurkan pengawet di dalamnya sehingga proses pembuatannya sangat
aseptis, sedangkan obat tetes mata dengan kemasan botol (multiple dose)
merupakan obat tetes mata yang dapat digunakan berulang kali sehingga dalam
proses pembuatannya dicampurkan pengawet atau zat preservative (Florence
and Siepmann, 2009).
Obat tetes mata dengan kemasan botol memang lebih umum dikenal di
masyarakat karena banyak dijual di luar apotek dan beberapa dapat diperoleh
tanpa resep dokter. Obat tetes mata tersebut biasanya merupakan golongan obat
bebas terbatas dan golongan obat bebas.
Obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter yaitu obat bebas dan obat bebas
terbatas dengan tanda khusus yaitu lingkaran berwarna hijau dan bergaris tepi
hitam artinya obat bebas yang boleh dijual di semua outlet, sedangkan lingkaran
berwarna biru dan bergaris tepi hitam artinya obat bebas terbatas yang boleh
dijual di apotek dan toko obat berijin (Wibowo, 2010). Kemasan single dose
54
biasanya hanya dijual di apotek dan tidak semua orang tahu jika belum pernah
menggunakannya. Berikut merupakan beberapa contoh kemasan single dose:
Gambar 15. Contoh Kemasan Single Dose
2. Macam golongan obat tetes mata
Obat tetes mata yang terdapat di Apotek KF terdiri dari obat tetes mata
golongan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras.
Gambar 16. Golongan Obat Tetes Mata yang Terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Apotek KF merupakan apotek yang terletak di dalam rumah sakit, oleh
karena itu obat tetes mata yang tersedia sebagian besar merupakan obat keras
(78,3%). Beberapa obat tetes mata yang termasuk golongan obat keras juga
termasuk ke dalam Obat Wajib Apotek (OWA). Obat Wajib Apotek merupakan
obat keras yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan
oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu
(Wibowo, 2010).
2,9% 18,8%
78,3%
Bebas Bebas Terbatas Keras
55
Terdapat 23,2% obat tetes mata yang termasuk OWA dari total keseluruhan (69
item) obat tetes mata di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Obat tetes mata tersebut
dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter. Menurut PerMenKes
No. 919 tahun 1993, obat wajib apotek tersebut dapat digunakan untuk
pengobatan sendiri dan tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
Obat tetes mata yang pernah digunakan oleh sebagian besar responden
merupakan obat tetes mata golongan obat bebas. Sebanyak 84,7% responden dari
85 responden yang diwawancarai mengatakan obat tetes mata golongan obat
bebas harganya terjangkau, tidak perlu menggunakan resep dokter, banyak dijual
di apotek, toko obat, dan warung-warung dekat tempat tinggal mereka, serta
efektif dalam mengobati keluhan-keluhan mata ringan seperti mata merah, gatal,
dan lelah.
Hampir semua responden (96,4%) pernah menggunakan obat tetes mata
golongan obat bebas. Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, pada
umumnya mereka lakukan untuk mengobati diri sendiri. Obat tetes mata golongan
obat bebas terbatas dan obat bebas tidak banyak tersedia di apotek KF RSUP Dr.
Sardjito, persentase ketersediaannya hanya 2,9% untuk obat bebas dan 18,8%
untuk obat bebas terbatas namun obat tetes mata tersebut tetap disediakan. Secara
umum, obat yang didapat dari sebuah resep lebih aman daripada obat yang dibeli
tanpa resep karena dosis yang diberikan sudah ditakar oleh dokter yang
bersangkutan. Pada obat nonresep yang dapat dibeli di warung, tidak ada orang
yang bertanggung jawab dalam memberikan dosisnya sehingga dikhawatirkan
akan menimbulkan pemberian obat yang salah (Wibowo, 2010). Dari 85
56
responden yang diwawancarai, mereka mengaku pernah menggunakan obat tetes
mata golongan obat keras jika mereka sedang menjalani pengobatan intensif
sehingga penggunaan obatnya sesuai dengan anjuran dokter.
3. Pengelompokan obat tetes mata berdasarkan farmakologi
Peneliti juga mengelompokkan obat tetes mata yang tersedia di apotek KF
RSUP Dr. Sardjito berdasarkan farmakologinya.
Tabel VII. Penggolongan Obat Tetes Mata Berdasarkan Farmakologi
Golongan No. Nama Generik Obat Tetes Mata
Antiinfeksi
dan Antiseptik Mata
1 Tobromycin (Cendo Tobro®, Cendo Tobroson®)
2 Gentamycin 1%(Cendo Genta® 0,3%)
3 Ofloxacin (Tarivid®, Cendo Floxa®* )
4 Ciprofloxacin (Baquinor®, Cendo Siloxan®, Cendo
Ulcori®*)
5
Natamycin (Cendo Natacen®)
6 Levofloxacin (Cravit®, Cendo LFX®, Levocin®)
7 Gentamicin Sulfate (Garamycin®, Sagestam®)
8 Kloramfenikol (Cendo Mycos®, Cendo Fenicol 0,25%; 0,5%; 1%, Erlamycetin®)
9 Neomisin sulfate, Polimiksin-B-Sulfate (Cendo Xitrol®, Cendo Polidex®)
Antiseptik
Mata dengan Kortikosteroid
1 Neomycin, Polymycin, Dexamethasone (Polidemisin®)
2 Tobramycin, Dexamethasone (Bralifex®)
3 Framycetin sulphate, gramicidin, Dexamethasone Na metasulphobenzoate (Blecidex®)
4 Framycetin sulfate, gramicidin, dexamethasone (Sofradex®)
5 Fluorometholone, Neomycin Sulfate (Cendo Polynel®)
Kortikosteroid
Mata 1 Fluorometholone (Flumetholone®, Ocuflam®)
57
Lanjutan penggolongan obat tetes mata berdasarkan farmakologi
Golongan No. Nama Generik Obat Tetes Mata
Obat
Midriatikum
1 Tropicamide (Cendo Mydriatil® 0,5%, 1%)
2 Homatropine HBr (Cendo Homatro® 2%)
3 Atropine Sulfate (Cendo Tropin® 0,5%, 1%)
Obat
Miotikum 1 Pilokarpin-HCl (Cendo Carpine® 1%,2%,4%)
Preparat
Antiglaukoma
1 Timolol Maleate (Cendo Timol® 0,25%;0,5%, Sanbe Tim
Opchal®)
2 Betaksolol HCl (Optibet®, Betoptima®)
3 Phenylephrine HCl (Cendo Efrisel®)
Obat Dekongestan,
Anestesi, antiinflamasi
mata
1 Na-Diklofenac (Flamar®)
2 Tetrahydrozoline, Benzalkonium Cl, Boric Acid (Insto®,
Cendo Vision®, Visine®)
3 Pemilorast, Potassium (Alegysal®)
4 Na-Hyalorunate (Hialid®)
5 Tetracaine (Cendo Pantocain® 2%)
6 Asam Borat, Seng Sulfat, Benzalkonium Klorida (Cendo
Asternof®, Cendo Cenfresh®, Cendo Eyefresh®)
Pelumas Mata
1 Dextran, hypromellose (Sanbe Tears®)
2 Dextran, hydroxy methylcellulose (Tears Naturale®)
3 Polyethylene Glycol, Propylene Glycol (Systane®)
4 Na-Klorida, Kalium Klorida (Cendo Lyteers®)
5 Tetrahidrozoline-HCl, Magnesium-L-Aspartat, Kalium-L-
Aspartat, Benzalkonium Klorida, Klorbutanol (Rohto®)
Preparat Mata
Golongan Lain
1 Sodium Hyaluronate (Hyaloph® 0,1%)
2 Vitamin A (Cendo Protagent-A®
3 Eksulina, Vitamin-A, Kinikardina, Fenazon, Seng-Sulfat
(Cendo Augentonic®)
4 Kalium-Iodida, Na-tiosulfate, Timerosal (Cendo Catarlent®)
5 Natrium Kromoglikat (Cendo Convers®)
Keterangan: *= Tidak ditemukan pada pustaka yang digunakan
58
Penggolongan berdasarkan farmakologinya bertujuan untuk melihat obat tetes
mata yang paling banyak tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Dari tabel
VII, telah dikelompokkan obat tetes mata berdasarkan efek farmakologinya
menurut kandungan zat aktifnya.
Pengelompokan tersebut dikelompokkan menurut MIMS Indonesia Petunjuk
Konsultasi edisi 2008/2009. Jika ada obat tetes mata yang tidak tercantum dalam
MIMS Indonesia, digunakan pustaka yang lain yaitu ISO Indonesia Volume 44
edisi 2009/2010 dan Ophthalmic Drug Facts (ODF) 2004.
Sebagian besar obat tetes mata yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito adalah obat tetes mata golongan antiinfeksi dan antiseptik mata (28,4%)
sedangkan golongan obat tetes mata yang paling sedikit adalah golongan obat
miotikum (1,4%). Menurut MIMS Indonesia, penggolongan obat tetes mata
antiinfeksi digabungkan dengan antiseptik sehingga disebut golongan antiinfeksi
dan antiseptik mata. Antiseptik sendiri memiliki pengertian sebagai obat-obat
yang berkhasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman pada kulit,
mukosa dan jaringan hidup. Antiseptik memiliki ciri apabila diberikan lokal atau
topikal tidak berefek sistemik, bekerja cepat, dan memiliki indeks terapi yang
lebar (Sutedjo, 2008). Antiinfeksi merupakan substansi yang dapat menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur,
protozoa, dan jika diberikan secara lokal atau topikal, dapat berefek sistemik
(Sutedjo, 2008).
Secara umum, penyimpanan obat tetes mata adalah pada suhu kamar.
Menurut Farmakope Indonesia IV, suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja.
59
Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur antara 15º dan 30º Celcius.
Terdapat 2 nama dagang obat tetes mata yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr.
Sardjito yang harus disimpan di lemari pendingin, dan keduanya merupakan
preparat antiglaukoma dengan kandungan latanoprost (Cendo Glaopen
Latanoprost® dan Cendo Glaoplus®). Pada kemasan obat tetes mata tersebut,
tertulis suhu penyimpanannya yaitu 2-8º Celcius. Hal tersebut sesuai dengan yang
tertera di Farmakope Indonesia IV, yang menyatakan suhu dingin merupakan
suhu antara 2º dan 8º Celcius.
Saat dilakukan pengelompokkan, ada beberapa nama dagang dan nama
generik yang tidak ditemukan dalam pustaka, sehingga untuk mengetahui
golongan obat tetes mata tersebut adalah melihat langsung komposisi pada
kemasannya. Obat tetes mata tersebut adalah Cendo Vitrolenta®, Cendo Floxa®,
Cendo Vernacel®, Cendo Noncort®, Cendo Ulcori®, Cationorm® (Ophthalmic
emultion), Cendo Repithel®, dan Cendo Protagent-A®. Banyaknya obat tetes
mata golongan antiinfeksi dan antiseptik mata, menunjukkan bahwa obat tetes
mata yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito sebagian besar merupakan
obat keras yang penggunaannya harus dengan resep dokter, serta 23,2% yang
termasuk OWA dapat diberikan oleh apoteker di apotek.
B. Informasi yang Diberikan Oleh Apoteker kepada Responden Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Pelayanan informasi obat kepada pasien tidak lepas dari peran seorang
farmasis. Farmasis, sebagaimana halnya tenaga kesehatan lainnya bertanggung
60
jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, efektif,
dan aman (Jones, 2008).
1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien
Apoteker yang ada di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito terdiri dari 4 orang,
namun salah satunya sedang ditugaskan di luar kota sehingga hanya 3 orang
apoteker yang kami wawancarai. Dari hasil wawancara terhadap 3 apoteker yang
bertugas di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, mereka menceritakan bahwa durasi
pemberian informasi obat yang dilakukan saat penyerahan obat kepada pasien
adalah 1 menit atau kurang.
Durasi pemberian informasi untuk pharmaceutical care adalah 3 menit,
dalam melakukan pharmaceutical care apoteker mempunyai tanggung jawab
untuk menjamin tersedianya terapi obat yang optimal sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien. Durasi pemberian informasi untuk
pharmaceutical care cenderung lebih lama karena terkadang ada pengunjung
apotek yang menceritakan tentang obat-obatan yang pernah diminum sehingga
apoteker dapat menggali informasi yang lebih lengkap tentang riwayat penyakit
sebelumnya. Sebelum menyerahkan obat, pengunjung apotek ditanya kembali
tentang penyakitnya supaya mereka yakin bahwa obat diberikan pada
pengunjung apotek yang tepat. Apoteker juga menjelaskan mengenai macam
obat yang diterima dan aturan pemakaiannya, namun untuk indikasi masing-
masing obatnya cenderung tidak disebutkan. Hal tersebut dikarenakan terkadang
ada beberapa obat yang diberikan oleh dokter dalam resep yang tidak sesuai
61
dengan indikasinya. Beberapa obat tersebut diberikan untuk dimanfaatkan efek
sampingnya.
Pemberian informasi untuk obat tetes mata yang disampaikan oleh apoteker
yaitu aturan pemakaian yang meliputi pemakaiannya per hari, jumlah tetesan
pada mata yang akan diobati, dan jika penggunaannya diharuskan sesering
mungkin, apoteker juga menginformasikan tiap berapa jam harus diteteskan
pada mata yang akan diobati. Apoteker juga menginformasikan kapan obat tetes
mata dengan kemasan botol harus dibuang, yaitu 30 hari setelah kemasannya
dibuka. Informasi ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa obat
tetes mata sebaiknya digunakan selama 4 minggu setelah pertama kali
kemasannya dibuka (Widayanti, 2007).
Berdasarkan hasil wawancara, 3 orang apoteker mengaku tidak pernah
menjelaskan penggunaan obat tetes mata secara lengkap. Cara penyimpanan tidak
perlu untuk diberitahu karena mereka menganggap bahwa sebagian besar orang
sudah mengetahui bagaimana harus menyimpan obat tetes mata, kecuali obat tetes
mata yang penyimpanannya harus pada suhu dingin. Dalam hal ini, informasi
yang disampaikan oleh apoteker kurang sesuai dengan KepMenKes No.
1027/MenKes/SK/IX/2004 yang menyatakan bahwa:
“Apoteker harus memberikan informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi”
Meskipun tidak semua informasi obat harus disampaikan, namun setidaknya
pasien harus diinformasikan mengenai efek samping yang akan ditimbulkan saat
obat digunakan (Vries, 1994). Durasi pemberian informasi mempunyai pengaruh
62
pada tingkat penerimaan konsumen terhadap informasi yang diberikan
(Handayani dan Satibi., 2004). Singkatnya informasi yang diberikan oleh apoteker
membuat informasi tersebut terkadang tidak dipahami oleh pasien, sehingga dapat
mempengaruhi tindakan mereka dalam penggunaan obat.
2. Sumber informasi yang digunakan
Sumber informasi yang dapat digunakan dalam pemberian informasi obat
sangat beragam. Sumber informasi tersebut dapat diperoleh baik dari buku yang
memuat informasi obat secara lengkap maupun dari brosur yang terdapat dalam
kemasan obat. Sumber informasi yang dapat diketahui antara lain komposisi obat,
indikasi, cara kerja secara farmakologis, dosis, aturan pemakaian, kontraindikasi,
perhatian, efek samping yang mungkin akan terjadi, dan interaksi obat bila
digunakan besama dengan obat lain.
Berdasarkan sifat dan sumbernya, sumber informasi terdiri dari informasi
komersial dan non-komersial. Informasi yang komersial terdiri dari leaflet, brosur,
dan iklan, sedangkan informasi non-komersial terdiri dari pedoman pengobatan,
buletin obat, majalah farmasi dan kedokteran, formularium, textbook, serta
handbook (WHO, 1988).
Hasil wawancara terhadap 3 orang apoteker di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito,
2 orang apoteker menyebutkan sumber informasi mengacu pada brosur yang
terdapat dalam kemasan obat karena mereka meyakini bahwa brosur tersebut
sudah ada standarisasi yang tepat dari Pabrik Besar Farmasi (PBF), untuk panduan
pustaka yang digunakan mereka mengaku tidak mengacu pada panduan pustaka
tertentu, sedangkan 1 apoteker yang diwawancarai di waktu yang berlainan
63
mengacu pada banyak sumber, diantaranya adalah MIMS dan internet. Apoteker
tersebut menyebutkan bahwa di internet terdapat panduan kefarmasian dari
Departemen Kesehatan untuk beberapa penyakit sehingga dapat digunakan
sebagai sumber acuan pemberian informasi di rumah sakit. Sumber informasi
lainnya yang digunakan adalah brosur dalam kemasan obat dan pengalaman yang
didapat dari orang lain tentang suatu penyakit dan penanganannya khususnya
untuk pemberian saran non-farmakologi.
Dari hasil penelitian, 3 orang apoteker tersebut dalam memberikan pelayanan
kefarmasian menggunakan sumber informasi komersial maupun non-komersial.
Sumber berbeda yang diacu oleh tiap apoteker menunjukkan bahwa informasi
mengenai suatu obat dapat diperoleh dari sumber yang bermacam-macam dan
tenaga farmasi yang bekerja di apotek telah berusaha memberikan informasi
selengkap mungkin.
3. Teknik pemberian informasi obat oleh apoteker
Teknik Pemberian informasi obat berupa pemberian informasi obat yang
bersifat aktif atau pasif. Pemberian informasi dikatakan bersifat aktif apabila
dalam memberikan informasi obat, apoteker tidak menunggu pertanyaan
melainkan secara aktif memberikan informasi obat. Untuk melengkapi pemberian
informasi dapat dilakukan dengan pemberian brosur, leaflet, buletin kesehatan.
Pemberian informasi yang bersifat pasif merupakan pemberian informasi obat
yang dilakukan oleh apoteker yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang
diterima (Ikasari, 2008).
64
Pada pemberian informasi obat tetes mata, pengunjung apotek yang datang
untuk membeli atau menebus resep obat tetes mata rata-rata sudah mengetahui
penggunaan obat tetes mata secara umum sehingga mereka mereka merasa tidak
perlu terlalu aktif untuk meminta dijelaskan mengenai informasi penggunaannya.
Dari hasil wawancara terhadap apoteker, dalam melakukan pelayanan
informasi obat mereka lebih banyak menjelaskan kepada pasien, sehingga
apoteker lebih berperan aktif dalam memberikan pelayanan kepada pasien namun
saat pemberian informasi obat, tidak dibantu dengan adanya leaflet. Mereka hanya
menjelaskan terkait aturan penggunaannya saja yang terdapat di etiketnya. Dilihat
dari pasiennya, mereka juga tidak banyak bertanya lebih jauh terkait obat yang
akan mereka dapatkan, dalam hal ini pasien lebih bersifat pasif. Menurut
Handayani dan Satibi (2004), sikap pasien dikatakan tidak kooperatif dapat
ditunjukkan dengan pasien belum menyadari akan hak-haknya sebagai konsumen
tentang kelengkapan informasi terkait produk obat yang diterimanya.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat penelitian berlangsung di loket
IRJ, pasien juga lebih pasif ketika diberikan informasi tentang obat tetes mata. Hal
ini ditunjukkan pada waktu penyerahan obat tetes mata oleh apoteker , pasien
hanya menerima begitu saja informasi yang diberikan oleh apoteker. Pasien tidak
menanyakan lebih jauh lagi mengenai apa yang belum mereka ketahui seperti cara
penetesannya secara tepat, rasa pahit di tenggorokan ketika penetesan obat tetes
mata, dan terkait efek samping yang ditimbulkan. Dalam memberikan informasi,
apoteker juga tidak menggunakan leaflet sebagai alat bantu untuk memberikan
informasi terkait cara penetesan obat tetes mata secara tepat kepada pasien. Sikap
65
pasien yang tidak kooperatif ini membuat pengetahuan terkait penggunaan obat
tetes mata menjadi kurang. Untuk mengatasi hal tersebut akan lebih baik jika ada
keseimbangan yang ditunjukkan dengan adanya interaksi yang baik antara pasien
dan apoteker.
Sikap pasien yang cenderung pasif memang sulit untuk diatasi, namun hal ini
dapat dilakukan dengan pemberian leaflet pada saat penyerahan obat tetes mata
yang berisi informasi cara penetesan yang tepat, akibat penggunaan jangka
panjang, dan pemilihannya yang disesuaikan dengan kondisi penyakit, untuk
melengkapi informasi yang tidak sempat diberikan pada saat penyerahan obat.
4. Kendala yang terjadi dalam pemberian informasi obat
Masing-masing apoteker memiliki kendala tersendiri dalam memberikan
informasi obat kepada pasien. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain adalah
kendala bahasa, waktu, dan kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi
yang diberikan oleh apoteker.
Kendala bahasa terutama dihadapi oleh salah satu apoteker yang berasal dari
daerah Jawa Barat karena pengunjung apotek yang datang ke RSUP Dr. Sardjito
kebanyakan adalah orang jawa dan mereka kebanyakan berusia lanjut sehingga
seringkali membuat apoteker kesulitan memberikan informasi dalam bahasa
Indonesia.
Kendala waktu dan kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi
menjadi kendala yang dirasakan oleh seluruh apoteker dalam menyerahkan obat.
Hal ini sesuai dengan penelitian Handayani dan Satibi (2004), yang menyebutkan
kendala terbesar yang dihadapi apoteker dalam memberikan informasi obat
66
kepada pasien adalah waktu. Pengunjung apotek yang datang untuk menebus
resep kebanyakan tidak mempunyai banyak waktu, tidak sabar, dan inginnya
cepat-cepat selesai terutama untuk pasien yang sudah menunggu obat terlalu lama.
Hal tersebut yang membuat pelayanan yang diberikan oleh petugas apotek dan
apoteker menjadi lebih cepat.
Pada saat pemberian informasi oleh apoteker, durasi pemberian informasinya
pun lebih singkat dan informasi yang diberikan juga cenderung sedikit. Dari hasil
wawancara, cara apoteker untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menulis
informasi obat dengan lengkap pada etiketnya.
C. Penggunaan Obat Tetes Mata Oleh Responden Apotek KF RSUP Dr. Sardjito Berdasarkan Hasil Kuesioner dan Wawancara
Untuk mengetahui penggunaan obat tetes mata oleh responden, maka perlu
melihat beberapa karakteristik responden terlebih dahulu. Karakteristik responden
merupakan kondisi dalam diri responden yang mungkin mempengaruhi
penggunaan suatu sediaan obat dalam hal ini adalah penggunaan obat tetes mata.
Pada penelitian ini, karakteristik responden yang akan dikaji adalah usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan akhir responden, jenis pekerjaan responden, serta
frekuensi penggunaan obat tetes mata oleh responden. Selain itu, sebelum
dilakukan pengisian kuesioner dan wawancara, pertanyaan kepada responden juga
dikaji dari segi penggunaan obat tetes mata, sudah berapa kali membeli obat di
loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, serta pernah tidaknya responden
berkonsultasi obat dengan apoteker di apotek.
67
1. Usia responden
Usia merupakan salah satu kriteria inklusi. Usia yang dijadikan kriteria inklusi
yaitu responden yang berusia minimal 17 tahun pada saat mengikuti penelitian. Di
Indonesia, usia 17 tahun merupakan batasan umur dewasa. Peneliti mengambil
batasan usia dewasa untuk usia reponden karena pada usia tersebut responden
sudah dapat memahami dan mengerti penggunaan obat tetes mata secara tepat,
sehingga dapat memberikan informasi dengan jelas terkait penggunaan obat tetes
mata melalui kuesioner dan wawancara yang diberikan.
Pembagian umur responden dilakukan dengan pengelompokan menggunakan
distribusi frekuensi dengan rumus Strurgess agar didapat suatu interval kelas,
kemudian batas bawah kelas pertama ditetapkan sebagai batasan usia minimal.
Perhitungan frekuensi untuk mengetahui jumlah responden dihitung
menggunakan turus secara manual.
Tabel VIII. Persentase Usia Responden yang Menggunakan Obat Tetes Mata
Kelompok Umur Jumlah
Responden %
Responden
17 – 23 tahun 22 20,0
24 – 30 tahun 31 28,2
31 – 37 tahun 19 17,3
38 – 44 tahun 13 11,8
45 – 51 tahun 15 13,6
52 – 58 tahun 7 6,4
59 – 65 tahun 2 1,8
66 – 72 tahun 1 0,9
Berdasarkan hasil kuesioner yang didapat, usia responden yang termuda
adalah 17 tahun dan usia yang tertua adalah 70 tahun dengan interval kelas yang
68
didapatkan adalah 7. Kajian obat tetes mata yang ditanyakan kepada responden
saat penelitian adalah obat tetes mata apapun yang sebelumnya pernah digunakan
oleh responden baik resep maupun nonresep. Persentase penggunaan obat tetes
mata yang besar pada rentang usia 17-23 tahun dan 24-30 tahun mungkin
disebabkan karena aktivitas yang cenderung tinggi pada usia tersebut seperti
pendidikan dan pekerjaan yang mengharuskan mata bekerja lebih maksimal.
Mobilitas di luar ruangan yang cenderung tinggi pada usia tersebut juga
memungkinkan terjadinya gangguan mata seperti kelilipan yang menyebabkan
rasa pedih, gatal, dan merah di mata.
2. Jenis kelamin
Gambar 17. Rata-rata jumlah responden berdasarkan jenis kelamin
Responden yang masuk kriteria inklusi penelitian ini digolongkan berdasarkan
jenis kelamin yang terdiri dari pria dan wanita. Berbagai macam alasan
menggunakan obat tetes mata diantaranya adalah mata terasa perih, berair, pegal,
merah, gatal, dan mata terasa mudah lelah. Asyari (2007), mengemukakan bahwa
suatu kelompok gejala dimana mata terasa tidak nyaman, seperti iritasi, perih,
berair, seperti terasa lengket, gatal, pegal, merah, cepat merasa mengantuk, dan
cepat lelah merupakan suatu sindroma mata kering (dry eye syndrome). Sindroma
49,150,9
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Pria
Wanita
69
mata kering sangat sering dijumpai, mengenai 10-30% penduduk, serta tidak
pandang ras, gender, maupun umur.
3. Tingkat pendidikan akhir responden
Responden yang ikut serta dalam penelitian ini berasal dari tingkat pendidikan
akhir yang berbeda-beda. Pendidikan berpengaruh pada pola pikir seseorang
untuk menghadapi masalah yang ada di sekitarnya, dalam hal ini masalah
kesehatan (Azwar, 1999).
Gambar 18. Rata-rata jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan akhir responden dalam penelitian ini, tidak digunakan
untuk melihat hubungannya dengan cakupan informasi yang diberikan karena
penelitian ini bersifat deskritif (hanya untuk menggambarkan penggunaan obat
tetes mata secara umum oleh responden).
Tingkat pendidikan akhir responden yang disajikan pada gambar 18 di atas,
digunakan untuk melihat keseluruhan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
responden. Cakupan informasi yang diberikan responden berbeda-beda sesuai
dengan apa yang mereka tahu dan mereka lakukan, serta kelengkapan
informasinya pun tidak tergantung pada tingkat pendidikan akhir yang dimiliki.
1,8% 3,6% 8,0%
32,7%
9,1%9,1%
35,5%
Tidak Sekolah
SD
SLTP
SLTA
SMK
Diploma
70
4. Jenis pekerjaan responden
Responden yang pernah menggunakan obat tetes mata memiliki pekerjaan
yang berbeda-beda. Kebutuhan akan penggunaan obat tetes mata juga berbeda-
beda sesuai dengan pekerjaannya.
Tabel IX. Persentase pekerjaan responden
Jenis Pekerjaan Jml Responden
(%) Responden
Tidak Bekerja 21 19,1
PNS 11 10,0
Wiraswasta 26 23,6
Pelajar/Mahasiswa 27 24,6
Pengajar 7 6,4
Tani 3 2,7
Karyawan Swasta 15 13,6
Pekerjaan responden merupakan karakteristik yang perlu untuk diketahui
karena mencakup kebutuhan akan penggunaan obat tetes mata yang terkait dengan
rutinitasnya sehari-hari. Dari hasil wawancara, terdapat beberapa alasan
penggunaan obat tetes mata antara lain ada yang mengatakan karena bekerja
terlalu lama di depan komputer sehingga mata terasa lelah, tegang, terkena debu
saat bepergian menggunakan kendaraan bermotor sehingga menyebabkan mata
merah dan terasa gatal, belekan karena tertular temannya, mata tiba-tiba terasa
gatal, dan mata terasa pedas.
Penggunaan obat tetes mata yang mereka lakukan, merupakan suatu upaya
pengobatan sendiri untuk menghilangkan gangguan pada mata. Banyak bekerja di
depan komputer dapat menyebabkan mata terasa lelah karena membaca huruf di
depan layar komputer berbeda dengan membaca huruf di kertas biasa. Pada layar
71
komputer, huruf tersusun atas titik-titik atau pixels sehingga untuk melihat huruf
pada layar mata harus berakomodasi yang secara terus-menerus dapat
menyebabkan eyestrain atau ketegangan mata (Naomi Jayalaksana, 2010).
Terdapat responden yang cenderung menggunakan obat tetes mata setiap hari
karena pekerjaannya. Responden yang cenderung menggunakan obat tetes mata
setiap hari adalah responden dengan pekerjaan konstruksi baja yang termasuk ke
dalam karyawan swasta. Saat diwawancarai, responden dengan pekerjaan
konstruksi baja mengaku hampir setiap hari menggunakan obat tetes mata karena
sering merasa iritasi mata akibat harus terpapar oleh sinar radiasi yang berasal dari
alat-alat las baja, sehingga responden tersebut dapat menghabiskan obat tetes
matanya dalam waktu kurang dari 1 minggu. Sewaktu ditanya mengenai
kekhawatirannya menggunakan obat tetes mata setiap hari, responden tersebut
mengaku tidak merasa takut akan efek samping yang ditimbulkan karena selama
ini matanya terasa baik-baik saja.
5. Frekuensi penggunaan obat tetes mata oleh responden
Frekuensi penggunaan obat tetes mata merupakan karakteristik yang perlu
diketahui karena digunakan untuk melihat penggunaan obat tetes mata secara
umum.
Gambar 19. Frekuensi penggunaan obat tetes mata oleh responden
3,6%
96,4%
Baru pertama kali
Sudah berulang kali
72
Berdasarkan hasil yang diperoleh, sebagian besar responden sudah berulang
kali menggunakan obat tetes mata. Hal ini menunjukkan obat tetes mata sudah
umum digunakan di masyarakat. Dari hasil wawancara, responden mengaku
bahwa obat tetes mata mudah diperoleh baik di apotek, toko obat, mini market,
maupun di warung-warung dekat lingkungan tempat tinggal mereka, serta
penggunaannya juga mudah.
6. Responden yang membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Gambar 20. Persentase responden yang pernah membeli obat di loket apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Berdasarkan hasil wawancara, responden yang sudah berulang kali membeli
obat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito merupakan pasien rawat jalan atau yang
membeli obat untuk keluarganya yang dirawat secara intensif di RSUP Dr.
Sardjito.
Beberapa dari mereka juga ada yang mengatakan bahwa mereka merupakan
pelanggan tetap karena pelayanan yang baik saat membeli obat di Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito, adanya pelayanan informasi obat, dan ketersediaan
kelengkapan obatnya. Pada wawancara terhadap responden loket IRJ yang
ketersediaan obat tetesnya lebih banyak dari loket yang lain, berpendapat bahwa
pelayanan akan obat tetes di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito adalah baik, jika obat
51%49%
Pertama kali
Sering
73
yang mereka cari tidak ada di loket IRJ, petugas berusaha mengambilkan di loket
lain. Hal tersebut yang membuat pengunjung apotek merasa dilayani dengan baik
selain itu petugas apoteknya juga ramah.
7. Responden yang pernah berkonsultasi obat dengan Apoteker di Loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Data ini dapat memberi gambaran mengenai peran apoteker dalam melakukan
pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yang merupakan suatu bentuk
pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan
kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Hartini dan Sulasmono,
2007).
Gambar 21. Persentase responden yang pernah melakukan konsultasi obat
Hasil wawancara dengan apoteker di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito,
mereka mengatakan bahwa Apotek KF bekerja sama dengan Rumah Sakit Dr.
Sardjito dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat namun
pada setiap loket memang tidak disediakan tempat khusus untuk melakukan
konsultasi obat. Pemberian informasi obat hanya sebatas pada saat penyerahan
obat baik obat resep maupun nonresep. Kondisi pasien yang cenderung banyak
yang terburu-buru, mengharuskan seluruh petugas apotek maupun apoteker untuk
bekerja secara cepat, benar, dan tepat.
20%
80%
Presentase Konsultasi Obat
Pernah Tidak Pernah
74
Hasil wawancara pada 20% responden yang pernah berkonsultasi obat,
mereka mengaku pernah berkonsultasi saat mereka menerima obat. Konsultasi
yang dilakukan yaitu mengenai obat yang akan diterima dan obat yang
sebelumnya pernah dipakai. Mereka juga mengatakan tidak mengetahui yang
mana apotekernya karena tidak memakai seragam khusus. Oleh karena itu supaya
apoteker dapat dikenali oleh pengunjung apotek, akan lebih baik bila ada seragam
khusus sehingga saat melakukan pelayanan apoteker mudah dikenali oleh
masyarakat.
8. Responden yang membeli obat tetes mata di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Dari 110 responden yang diikutsertakan dalam penelitian, hanya 32 (29,1%)
responden yang memang membeli obat tetes mata di loket IRJ Apotek KF RSUP
Dr. Sardjito saat penelitian berlangsung. Dari hasil wawancara kepada 32
responden tersebut, informasi yang diberikan oleh apoteker saat penyerahan obat
tetes mata kepada responden meliputi jumlah tetesan yang harus digunakan setiap
hari, bagian mata yang harus ditetesi, dan frekuensi penetesan. Cara penyimpanan,
kegunaan, lama pemakaian, efek samping dan cara/teknik penggunaannya secara
tepat tidak diinformasikan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara apoteker
yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah menginformasikan sampai ke cara
penyimpanan, kegunaan, lama pemakaian, efek samping dan teknik
penggunaannya.
Hasil wawancara menunjukkan sebesar 56,3% responden meneteskan obat
tetes mata tepat pada bola mata, hal tersebut dilakukan karena mereka tidak tahu
cara penetesannya yang tepat sedangkan 18,8% responden meneteskan pada
75
kelopak mata bagian bawah dan sisanya 24,9% meneteskan pada bagian ujung
mata. Mereka menyatakan bahwa tidak pernah diinformasikan terkait cara
penetesan yang tepat saat membeli obat tetes mata baik di apotek, toko obat,
maupun warung sehingga 56,3% responden tersebut menjawab kesulitan saat
menggunakan obat tetes mata adalah banyaknya tetesan yang terbuang. Hal
tersebut membuat mereka meneteskan obat tetes mata berkali-kali.
Informasi yang kurang lengkap tersebut juga tidak membuat responden
bertanya lebih jauh tentang informasi yang belum mereka ketahui seperti adanya
rasa pahit di tenggorokan setelah meneteskan obat tetes mata. Dari hasil
wawancara terhadap responden, mereka merasa bahwa informasi yang diberikan
oleh petugas apotek sudah cukup lengkap, namun 37,5% responden menyatakan
lebih suka bertanya langsung kepada dokter mengenai informasi dalam
penggunaan obat tetes mata. Berdasarkan hal tersebut, farmasis seharusnya
memiliki peranan penting dalam memberikan informasi kepada pasien tentang
kegunaan dan cara penggunaan obat mata, hal ini untuk menjamin bahwa sediaan
tersebut ditangani dan disimpan menurut aturan yang seharusnya (Agoes, 2009).
Kegunaan obat tetes mata perlu disampaikan karena menyangkut
indikasinya yang berbeda-beda untuk tiap penyakit. Efek samping yang
ditimbulkan jika salah penggunaannya juga berbeda-beda. Mengenai cara
penggunaannya, yang diketahui masyarakat adalah penetesan obat tetes mata pada
bola mata sehingga kesulitan penggunaannya secara umum adalah banyaknya
tetesan yang hilang karena banyak tetesan yang keluar saat diteteskan pada bola
mata. Hal ini dapat menyebabkan pengobatan menjadi kurang efektif.
76
9. Aspek pengetahuan
Tabel X. Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata
No
Aspek Pengetahuan
Pernyataan Kuesioner
jawaban Benar (%)
jawaban Salah (%)
1* Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. 56,4 43,6
2 Cara penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi kesembuhan penyakit.
99,1 0,9
3 Penyimpanan obat tetes mata harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.
91,8 8,2
4 Setelah meneteskan obat tetes mata harus didiamkan beberapa menit
81,8 18,2
5 Penggunaan obat tetes mata secara tegak lurus 89,1 10,9
6* Jika warna, bau dan kejernihan dari larutan obat sudah berubah, obat tetes masih dapat digunakan kembali.
93,6 6,4
7 Penggunaan obat tetes mata boleh digunakan untuk tetes telinga jika punya kegunaan yang sama
8,2 91,8
8 Pembacaan brosur pada kemasan obat akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki
95,5 4,5
9 Cara meneteskan obat tetes mata yaitu pada kelopak mata bagian bawah
39,1 60,9
10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat tetes
99,1 0,9
Keterangan: * = Pernyataan unfavourable
Pengetahuan atau kognitif merupakan suatu domain yang sangat penting
untuk membentuk suatu tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2002). Pernyataan-
pernyataan yang terdapat dalam aspek pengetahuan berisi pengetahuan
responden terhadap penggunaan obat tetes mata secara umum. Berdasarkan
77
kuesioner dan wawancara yang diberikan kepada responden, didapatkan hasil
yang dapat dilihat pada tabel X. Persentase jawaban benar dan salah yang
ditampilkan pada tabel X diatas, merupakan persentase jawaban yang
sebagaimana mestinya dijawab oleh responden sesuai dengan kunci jawaban
kuesioner.
Pada pernyataan no 1, semua jenis obat memang tidak semuanya harus
digunakan sampai habis. Pernyataan tersebut dimasukkan kedalam pernyataan
unfavourable untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan responden tentang
penggunaan obat. Secara umum, masyarakat mengetahui bahwa obat yang harus
digunakan sampai habis biasanya merupakan obat-obat antibiotik. Antibiotik
merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi, yang dapat
menghambat atau membasmi mikroba jenis lain (Setiabudy, 1995).
Saat dilakukan wawancara terhadap 85 responden, terdapat berbagai macam
pendapat yang menyertai kedua pernyataan tersebut. Dari 62 responden (56,4%)
yang menjawab benar pada pernyataan nomor 1, mereka menyatakan bahwa
semua obat tidak harus digunakan sampai habis. Bila sudah sembuh obat tidak
perlu dihabiskan, kecuali kalau obat tersebut merupakan antibiotik.
Keberhasilan terapi antibiotik sangat ditentukan oleh kepatuhan pasien pada
terapi (Wattimena, Sugiarso, Widianto, Sukandar, Soemardji, Setiadi., 1991).
Responden yang menjawab salah ada 48 orang. Responden tersebut
menganggap semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Sebagian dari
mereka ada yang mengatakan bahwa sistem imun tubuh seseorang berbeda-beda,
sehingga supaya cepat sembuh obat harus digunakan sampai habis. Ada juga
78
yang menyayangkan jika membuang obat yang belum habis, sehingga dipakai
sampai habis walaupun penyakitnya sudah sembuh.
Saat menanyakan pertanyaan nomor 1, peneliti juga menanyakan tentang
penggunaan terhadap obat tetes mata. Dari 85 responden yang diwawancarai, 65
responden (76,5%) mengatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan obat
tetes mata sampai habis. Mereka menghentikan penggunaan obat tetes mata
tersebut jika keluhan yang dirasakan sudah membaik. Dilakukan pengecualian
bila responden tersebut menggunakan obat tetes mata dengan resep dokter.
Responden yang menggunakan obat tetes mata dengan resep dokter selalu
mengikuti petunjuk dokter dalam menggunakan dan menghentikan penggunaan
obat tetes mata. Hasil jawaban pada pernyataan nomor 1 persentase antara
jawaban benar dan salah tidak berselisih banyak, namun dapat dikatakan
pengetahuan responden pada pernyataan nomor 1 termasuk kategori sedang.
Diperlukan adanya tambahan informasi mengenai lama penggunaan obat
terutama terkait dengan obat yang dapat dihentikan ketika gejala dari suatu
penyakit tersebut sudah hilang.
Terkait permasalahan penyimpanan obat pada pernyataan nomor 3,
berdasarkan hasil kuesioner jawaban yang diberikan adalah 91,8% responden
lebih suka menyimpan obat tetes mata di suhu kamar, tempat yang kering, dan
terlindung cahaya. Berdasarkan hasil wawancara, responden tersebut rata-rata
menyimpan obat tetes mata di kotak obat khusus, di dalam tas, lemari obat yang
tertutup dan terlindung cahaya supaya kandungan obat tetap terjaga. Persentase
responden yang tidak menyimpan obat tetes mata di suhu kamar, tempat yang
79
kering, dan terlindung cahaya adalah 8,2% atau 9 responden. Ketika
diwawancarai, responden tersebut lebih suka menyimpan obat tetes mata di
lemari es. Alasan yang diberikan kepada peneliti adalah supaya saat digunakan,
obat tetes mata terasa lebih segar.
Saat dikonfirmasi mengenai informasi obat yang diberikan oleh petugas
apotek atau apoteker ketika membeli obat tetes mata adalah mereka mengaku
tidak pernah diberi informasi cara penyimpanan obat tetes mata saat membeli di
apotek, bahkan ada pula yang mengatakan membeli obat tetes mata di warung-
warung dekat rumah sehingga tidak diberikan informasi obat sama sekali. Hal
ini juga diperkuat oleh keterangan yang diberikan oleh apoteker saat dilakukan
wawancara yang menyatakan tidak pernah memberi informasi terkait cara
penyimpanannya.
Secara teori, cahaya, udara dan suhu lambat laun akan membuat obat terurai
secara kimiawi, sehingga khasiat obat akan berkurang (Tan dan Raharja, 2010).
Menurut Farmakope Indonesia IV, suhu kamar berkisar antara 15º-30ºCelcius,
sedangkan suhu dingin adalah 2º-8ºCelcius. Oleh karena itu, dalam menyimpan
obat harus memperhatikan suhu, udara, dan paparan cahaya. Jadi, pengetahuan
responden pada pernyataaan nomor 3 adalah baik.
Pada pernyataan nomor 4, yaitu setelah meneteskan obat tetes mata harus
didiamkan beberapa menit, ada beberapa responden yang tidak memahami
maksud dari kata ‘mendiamkan’ sehinga peneliti menjelaskan maksud dari kata
tersebut. Kata ‘mendiamkan’ yang terdapat pada pernyataan tersebut maksudnya
adalah memejamkan mata sebentar. Terdapat 90 responden dengan persentase
80
81,8% yang menjawab harus didiamkan beberapa menit terlebih dahulu sekitar
1-2 menit. Pendiaman tersebut bertujuan supaya obat tetes mata yang diteteskan
mudah menyebar keseluruh bagian mata dan menambah efektivitas obat. Jadi,
pengetahuan responden pada pernyataaan nomor 4 adalah baik.
Pada pernyataan nomor 8, 105 responden menjawab pembacaan brosur
dapat mengurangi risiko yang tidak dikehendaki. Saat dilakukan wawancara,
mereka menyatakan bahwa brosur yang ada pada kemasan obat sangat
membantu mereka dalam mendapatkan informasi obat, terutama saat mereka
lupa bagaimana penggunaan obat tersebut dan mengenai informasi efek samping
yang jarang dijelaskan saat pemberian informasi obat. Jadi, pengetahuan
responden pada pernyataaan nomor 8 adalah baik.
Pengetahuan responden terhadap pernyataan favourable kurang pada
pernyataan nomor 7 dan nomor 9. Pada pernyataan nomor 7, sebanyak 91,8%
responden masih belum mengetahui bahwa ada beberapa jenis obat tetes mata
yang juga dapat digunakan untuk tetes telinga jika mempunyai kegunaan yang
sama. Obat tetes mata yang juga dapat digunakan untuk obat tetes telinga, yang
tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, yaitu 2 obat golongan antiseptik mata
dengan kortikosteroid (Blecidex® dan Sofradex®) serta 1 golongan antiinfeksi
dan antiseptik mata (Sagestam®).
Sebagian besar responden yang diwawancarai mengaku tidak berani
menggunakan obat tetes mata untuk tetes telinga karena masing-masing
mempunyai fungsi yang berbeda-beda, dan mereka semuanya belum pernah
menggunakan/diresepkan obat tetes mata yang juga dapat digunakan untuk tetes
81
telinga. Terdapat 9 responden yang mengatakan pernyataan tersebut adalah
benar, namun ketika diwawancarai mereka mengaku belum pernah
menggunakan obat tetes mata untuk tetes telinga.
Pada pernyataan nomor 9, ada 43 responden mengetahui penetesan obat
tetes mata adalah pada kelopak mata bagian bawah. Penetesan obat tetes mata
yang tepat adalah pada kelopak mata bagian bawah karena kelopak mata bagian
bawah lebih membentuk kantung mata daripada kelopak mata bagian atas,
sehingga saat diteteskan obat lebih mudah masuk, dan jika obat tetes mata
tersebut banyak terbuang oleh air mata, masih ada sedikit obat yang tertinggal
pada kelopak mata bagian bawah. Untuk lebih meningkatkan pengetahuan
masyarakat terkait teknik penetesan obat tetes mata secara tepat, dengan adanya
leaflet dan dilakukan penjelasan terkait informasi yang terdapat dalam leaflet
tersebut pada saat penyerahan obat tetes mata di apotek, diharapkan dapat
membantu menghapus persepsi masyarakat yang salah tentang penetesan obat
tetes mata pada bola mata dan ujung mata.
Secara keseluruhan, pengetahuan responden terhadap penggunaan obat tetes
mata adalah baik, hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 22. Pengetahuan responden terhadap penggunaan obat tetes mata
75,4%
24,6%
Aspek Pengetahuan
Benar
Salah
82
10. Aspek sikap
Tabel XI. Sikap Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata
No
Aspek Sikap
Pernyataan Kuesioner
jawaban Benar (%)
jawaban Salah (%)
11 Saya merasa perlu menggunakan obat tetes mata sesuai petunjuk penggunaan
97,3 2,7
12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi yang kurang jelas
mengenai cara penggunaan obat.
93,6 6,36
13 Saya lebih memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.
69,1 30,9
14* Saya yakin penetesan obat tetes mata di bagian ujung mata adalah tepat
63,6 36,4
15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat tetes mata harus
memperhatikan warna, bau, kejernihan dari obat tetes mata meskipun belum kadaluwarsa.
89,1
10,9
16* Saya merasa dalam penggunaan obat tetes mata, bagian ujungnya boleh mengenai bagian
mata yang akan diobati
89,1
10,9
17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.
80,0 20,0
18 Saya merasa penggunaan obat tetes mata dengan benar akan mengurangi resiko yang
tidak dikehendaki.
100,0 0,0
19 Saya merasa informasi penggunaan obat tetes mata yang benar akan mempengaruhi
kesembuhan saya.
99,1 0,9
20* Saya merasa semakin banyak meneteskan obat tetes mata maka saya akan semakin cepat
sembuh
86,4 13,6
83
Pada pernyataan favourable nomor 13, sikap responden termasuk kategori
sedang. Hanya 69,1% dari seluruh responden yang menyatakan lebih memilih
petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat, sisanya lebih
percaya pada dokter sebagai sumber informasi penggunaan obat. Berdasarkan
hasil wawancara, 85,8% responden mendefinisikan apoteker sebagai orang yang
paling mengetahui tentang obat. Pada kenyataannya 30,9% dari responden
keseluruhan lebih mempercayai dokter sebagai sumber informasi penggunaan
obat. Responden yang diwawancarai sebanyak 14,1% mengatakan bahwa jika di
apotek, apoteker hanya bertugas di dalam dan tidak pernah melayani obat secara
langsung.
Dalam memberikan pelayanan, seharusnya farmasis berinteraksi dengan
pasien secara individu maupun kelompok mengingat peran seorang farmasis
salah satunya adalah communicator yang merupakan kedudukan penting seorang
farmasis dalam hubungannya dengan pasien maupun profesi kesehatan yang
lainnya, sehingga seorang farmasis seharusnya memiliki kemampuan
berkomunikasi yang cukup baik (Hartini dan Sulasmono, 2007). Kurangnya
keterlibatan apoteker dalam pelayanan kefarmasian, membuat citra dan peran
seorang apoteker di mata masyarakat menjadi kurang dikenal, sehingga mereka
cenderung lebih percaya kepada dokter terkait pemberian informasi obat.
Pada pernyataan unfavourable nomor 14, sikap responden termasuk
kategori sedang. Terdapat 63,6% responden yang menjawab benar mengatakan
bahwa mereka terbiasa meneteskan obat tetes mata pada kelopak mata bagian
bawah, dan juga ada yang mengatakan terbiasa meneteskan obat tetes mata tepat
84
pada bola mata. Persentase responden yang menyatakan lebih suka meneteskan
obat tetes mata pada ujung mata adalah 36,4%, tetapi beberapa dari mereka
mengatakan seringkali merasakan pahit di tenggorokan setelah meneteskan obat
tetes mata pada ujung mata.
Rasa pahit di tenggorokan yang dirasakan setelah meneteskan obat tetes
mata, disebabkan karena masuknya tetesan ke dalam duktus nasolakrimalis.
Saluran duktus nasolakrimalis berhubungan dengan saluran di belakang hidung
yang bermuara ke gastrointestinal melalui tenggorokan, sehingga menyebabkan
rasa pahit di tenggorokan. Adanya rasa pahit di tenggorokan dan menuju ke
saluran gastrointestinal, menandakan terjadinya absorbsi obat tetes mata secara
sistemik (masuknya obat ke sistem peredaran darah).
Sikap responden pada pernyataan nomor 14, dipengaruhi oleh
pengetahuannya terkait teknik penetesan obat tetes mata secara tepat. Hal ini
sesuai dengan pernyataan pada aspek pengetahuan yang menunjukkan 60,9%
responden tidak mengetahui bahwa penetesan obat tetes mata yang tepat adalah
pada kelopak mata bagian bawah.
Pada pernyataan nomor 15, terdapat 89,1% yang memperhatikan warna,
bau, dan kejernihan obat tetes mata meskipun belum kadaluwarsa sehingga sikap
responden pada pernyataan nomor 15 adalah baik. Hal tersebut sesuai dengan
tingkat pengetahuan yang menunjukkan 93,6% responden yang mengetahui
pentingnya memperhatikan warna, bau, dan kejernihan obat tetes mata. Pada
kenyataannya dari hasil wawancara, sepengetahuan responden obat tetes mata
yang sudah dibuka kemasannya dapat disimpan lama sampai pada batas tanggal
85
kadaluwarsa dan dapat digunakan lagi jika warna, bau, dan kejernihannya belum
berubah.
Secara teori, obat tetes mata harus dibuang sesuai dengan waktu yang
direkomendasikan, kecuali ada keterangan lain biasanya pembuangan obat tetes
mata adalah 4 minggu setelah pertama kali botol dibuka. Oleh karena itu,
sebaiknya mencatat tanggal waktu pertama kali membuka botol sehingga dapat
dengan mudah mengingat kapan tidak bisa digunakan lagi (Widayanti, 2007).
Kerusakan obat pada umumnya tidak dapat dilihat secara jelas dengan mata
telanjang. Bentuk dan baunya pun mungkin tidak berubah, tetapi kadar zat
aktifnya sudah banyak berkurang (Tan dan Raharja, 2010). Berdasarkan hal
tersebut, obat tetes mata yang kemasannya sudah dibuka lebih dari 4 minggu
memang sebaiknya tidak digunakan lagi karena selain konsentrasi obatnya
berubah, efektivitasnya menurun, serta kemungkinan kandungan yang terdapat
di dalamnya sudah rusak.
Pernyataan unfavourable selanjutnya adalah pernyataan nomor 16, pada
pernyataan tersebut 89,1% responden dalam penggunaan obat tetes mata, bagian
ujungnya tidak menyentuh bagian mata yang akan diobati. Sikap responden pada
pernyataan tersebut adalah baik. Bagian ujung yang dimaksud dari pernyataan
ini adalah bagian ujung alat penetes. Mereka mengetahui bahwa hal tersebut
akan membuat mata menjadi pedih dan membuat obat tetes mata menjadi tidak
steril lagi. Jika bagian ujung alat penetes menyentuh bagian mata maka bagian
ujungnya akan terkontaminasi kuman, sehingga saat obat tetes mata digunakan
86
lagi kuman mudah masuk ke permukaan mata dan menyebabkan mudah
terjadinya infeksi (Hyas, 2004).
Pernyataan unfavourable yang terakhir pada aspek sikap adalah
pernyataan nomor 20. Persentase responden yang menjawab benar adalah
86,4%. Responden yang menjawab benar tersebut mengatakan bahwa mereka
selalu meneteskan obat tetes mata sesuai dengan aturan yang dianjurkan, jika
terlalu banyak dikhawatirkan akan memperburuk kondisi mata. Jadi sikap
responden pada pernyataan nomor 20 adalah baik.
Obat tetes mata juga dapat menimbulkan efek samping seperti obat oral
lainnya. Efek samping yang ditimbulkan obat tetes mata, dapat memperburuk
kondisi fisik mata (Hyas, 2004). Penggunaan obat tetes mata secara berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan mata karena sebagian besar obat tetes mata
mengandung zat preservative atau pengawet yang dapat mengganggu sel-sel
pada permukaan mata yang berfungsi melindungi mata dari infeksi (Naomi
Jayalaksana, 2010). Sel-sel tersebut merupakan lapisan film air mata yang
fungsinya sebagai antibakteri melalui kerja lisozim, laktoferin, dan
immunoglobulin, terutama IgA sekretori (James, dkk., 2006). Kerusakan sel
tersebut dapat menyebabkan beragam bakteri atau kuman yang terdapat pada
permukaan kornea mata menjadi mudah masuk dan menyerang kornea mata,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada kornea mata (Naomi Jayalaksana,
2010).
Jadi, secara keseluruhan sikap responden terhadap penggunaan obat tetes
mata adalah baik, hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
87
Gambar 23. Sikap responden terhadap penggunaan obat tetes mata
11. Aspek tindakan
Tabel XII. Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata
No
Aspek Tindakan
Pernyataan Kuesioner
jawaban Benar (%)
jawaban Salah (%)
21 Saya selalu mencuci tangan sebelum menggunakan obat tetes mata
67,3 32,7
22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas cara penggunaan obat tetes mata
93,6 6,4
23 Saya akan langsung menutup rapat tutup obat setelah menggunakan obat tetes
99,1 0,9
24* Dalam menggunakan obat tetes mata saya tidak pernah memperhatikan aturan penggunaannya
94,5 5,5
25 Saya akan mendongakkan kepala sehingga mata yang akan diobati menghadap ke atas.
99,1 0,9
26* Saya tidak pernah memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada kemasan obat
tetes mata
98,2 1,8
27 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum pada kemasan obat tetes mata meskipun sudah diberi informasi obat
97,3 2,7
28 Saya selalu menyimpan obat tetes mata pada suhu kamar, tempat yang kering, dan terlindung cahaya
91,8 8,2
29* Saya tidak akan melihat warna, bau, dan kejernihan obat tetes mata sebelum
menggunakannya kembali.
87,3 12,7
30* Saya selalu meneteskan obat tetes mata tepat pada bola mata.
43,6 56,4
Tindakan merupakan perwujudan nyata dari suatu sikap (Notoatmodjo,
2007). Tindakan juga berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh
86,7%
13,3%
Aspek Sikap
Benar
salah
88
seseorang. Berdasarkan hasil wawancara, ada pernyataan yang dijawab benar
oleh responden tetapi pada kenyataannya mereka jarang melakukan hal tersebut.
Pernyataan tersebut merupakan pernyataan nomor 21. Berdasarkan pernyataan
nomor 10 yang tertera pada aspek pengetahuan, mereka menganggap kebersihan
merupakan hal yang penting dalam penggunaan obat tetes. Kenyataannya, pada
pernyataan aspek tindakan nomor 21 mereka hanya mencuci tangan bila mereka
yakin tangan mereka benar-benar kotor. Pada pernyataan tersebut, alasan mereka
jarang mencuci tangan saat menggunakan obat tetes mata adalah bagian larutan
obat tetes mata tersebut tidak langsung mengenai tangan.
Pada pernyataan favourable nomor 22, terdapat 93,6% responden akan
bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas penggunaan obat tetes mata.
Tindakan responden pada pernyataan tersebut adalah baik dan sesuai dengan
pernyataan nomor 12 dan 13 pada aspek sikap.
Pada pernyataan favourable nomor 24, terdapat 94,5% responden yang
selalu memperhatikan aturan penggunaan tetes mata. Tindakan responden
tersebut baik dan sesuai dengan pernyataan nomor 11 pada aspek sikap yang
menyatakan perlu menggunakan obat tetes mata sesuai petunjuk penggunaan.
Mereka berpendapat bahwa penggunaan yang tepat dan sesuai dapat
menghindari risiko yang tidak dikehendaki.
Pada pernyataan favourable nomor 26, 27, dan 28, tindakan yang dilakukan
responden juga sudah baik dan sesuai dengan pernyataan pada aspek sikap dan
pengetahuaannya. Pada pernyataan nomor 26, responden mengaku selalu
memperhatikan tanggal kadaluwarsanya. Hal tersebut dibuktikan dengan selalu
89
melihat tanggal kadaluwarsa sebelum menggunakan obat tetes mata kembali
sehingga pernyataan tersebut sesuai dengan aspek sikap nomor 15. Pada
pernyataan nomor 27, tindakan responden sudah sesuai dengan jawaban yang
diberikan pada aspek pengetahuan nomor 8. Pada pernyataan nomor 28,
tindakan responden sesuai dengan jawaban yang diberikan pada aspek
pengetahuan nomor 3.
Pada pernyataan unfavourable nomor 29, tindakan sebagian besar
responden adalah baik. Perlunya melihat warna, bau, dan kejernihan obat tetes
mata sebelum digunakan lagi adalah untuk melihat apakah obat tetes mata
tersebut masih aman untuk digunakan. Pernyataan tersebut dimasukkan ke
dalam pernyataan aspek tindakan karena secara umum obat tetes mata yang
banyak digunakan adalah obat tetes mata dengan kemasan botol, dan masyarakat
cenderung menyimpan obat tetes mata tersebut dalam waktu yang lama (>30
hari).
Penyimpanan obat tetes mata dalam waktu yang lama selain membuat
konsentrasinya berubah, kandungan di dalamnya rusak, dan kemungkinan
efektivitasnya juga menurun. Perubahan-perubahan tersebut juga dapat
menyebabkan obat tetes mata menjadi tidak steril lagi. Obat tetes mata yang
tidak steril membuat obat tetes mata tersebut mudah ditumbuhi oleh bermacam
mikroorganisme dan yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeroginosa
yang dapat menimbulkan hilangnya penglihatan dan infeksi (Agoes, 2009).
Pada pernyataan unfavourable nomor 30, berdasarkan data yang diperoleh
56,36% responden meneteskan obat tetes mata tepat pada bola mata. Saat
90
dilakukan wawancara, ada berbagai macam alasan yang menyertai pernyataan
tersebut. Sebanyak 90,6% responden tidak tahu alasannya dan yang penting asal
mengenai mata, sedangkan 9,4% responden menjawab terasa lebih segar jika
langsung pada bola matanya dan juga karena terbiasa.
Dari tindakan responden tersebut, menunjukkan bahwa tidak banyak orang
yang tahu teknik/cara penetesan obat tetes mata secara tepat. Hal tersebut terlihat
dari tindakan nyata yang mereka lakukan tentang penggunaan obat tetes mata
yang juga dikaitkan dengan pengetahuannya. Selisih antara jawaban benar dan
salah pada pernyataan nomor 30 tidak terlalu jauh (jawaban benar 43,6% dan
jawaban salah 56,4%), namun responden yang menjawab salah sedikit lebih
banyak daripada yang menjawab benar. Jika melihat persentase jawaban
responden pada aspek pengetahuan, selisih jawaban benar dan salahnya lebih
besar (jawaban benar 39,1% dan salah 60,9%). Dari hasil tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa responden masih belum mengetahui cara penetesan obat tetes
mata secara tepat. Cara penetesan obat tetes mata yang tidak tepat dapat
menimbulkan pengobatan menjadi tidak efektif karena dapat menyebabkan
banyaknya tetesan yang terbuang, sehingga dosis seharusnya yang diterima
pasien menjadi berkurang (Abelson, et al., 2006). Oleh karena itu, diperlukan
adanya tambahan informasi terkait penggunaan obat tetes mata melalui
penyuluhan maupun pemberian leaflet saat penyerahan obat tetes mata oleh
apoteker, sehingga dapat meminimalkan kesalahan penetesan yang dapat
menyebabkan pengobatan menjadi kurang efektif serta dapat membantu
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya penggunaan obat tetes
91
mata secara terus menerus dalam jangka panjang dan tidak sesuai dengan
kondisi penyakitnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang penting karena secara
umum, penggunaan obat tetes mata merupakan sesuatu yang dianggap mudah
oleh masyarakat, sehingga seringkali terabaikan padahal kesalahan yang terjadi
dapat membahayakan kesehatan mata. Oleh karena itu, sangat diperlukan peran
serta apoteker untuk terlibat dalam pemberian informasi terkait penggunaan obat
tetes mata yang tepat kepada masyarakat.
Berdasarkan wawancara, saat ditanya kesulitan dalam penggunaan obat
tetes mata, 72,9% responden menjawab sering banyak tetesan yang terbuang saat
meneteskan obat tetes mata sehingga mereka lebih suka dibantu dalam
menggunakan obat tetes mata. Kesulitan penetesan obat tetes mata disebabkan
karena adanya mechanism of drug removal / precorneal drainage yang
merupakan suatu proses eliminasi obat sebelum obat tersebut menembus kornea
oleh drainase air mata (Florence and Siepmann, 2009). Drainage air mata
merupakan suatu proses aktif dalam mengeluarkan air mata. Secara normal,
volume cairan normal pada cul-de-sac (daerah di sekitar kelopak mata bagian
bawah) dan precorneal (lapisan terluar kornea mata) adalah 7-10µL. Volume
maksimal air mata di kantong mata adalah 30µL (Florence and Siepmann,
2009).
Pada waktu dilakukan penetesan obat tetes mata, terjadi peningkatan
volume normal cairan pada cul-de-sac dan precorneal sehingga secara reflex
terjadi pengeluaran air mata (Florence and Siepmann, 2009) . Tetesan obat tetes
mata yang masuk ke mata dianggap sebagai benda asing, sehingga secara reflex
92
terjadi pengeluaran air mata dan menyebabkan obat tetes mata terbuang bersama
aliran air mata.
Secara keseluruhan, tindakan responden dalam penggunaan obat tetes
mata adalah baik, hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 24. Tindakan responden terhadap penggunaan obat tetes mata
D. Rangkuman Pembahasan
Secara umum sebagian responden sudah berulang kali menggunakan obat
tetes mata. Obat tetes mata yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito 77,0%
kemasannya botol dan sebagian besar (78,0%) merupakan golongan obat keras.
Berdasarkan farmakologinya, obat tetes mata yang terbanyak adalah golongan
antiseptik dan antiinfeksi mata.
Berdasarkan jawaban kuesioner, pernyataan yang terdapat pada aspek
pengetahuan berisi tentang apa saja yang responden ketahui mengenai
penggunaan obat yang diperoleh baik secara teori maupun secara empiris.
Berdasarkan data yang diperoleh untuk melihat pengetahuan responden akan
penggunaan obat secara umum, diketahui bahwa tidak semua responden
mengetahui tidak semua jenis obat harus digunakan sampai habis.
87,2%
12,8%
Aspek Tindakan
Benar
salah
93
Terdapat 48 responden dengan persentase 43,6% yang tidak mengetahui
bahwa semua jenis obat tidak harus digunakan sampai habis. Responden yang
sudah mengetahui bahwa semua jenis obat tidak harus digunakan sampai habis
persentasenya adalah 56,4%. Mereka berpendapat bahwa ada obat-obat tertentu
yang memang harus digunakan sampai habis, dan ada yang tidak perlu dihabiskan
setelah kondisi kesehatan pasien membaik.
Sebagian besar responden dengan persentase 99,1% mengetahui bahwa cara
penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi kesembuhan penyakit dan
kebersihan merupakan hal yang penting dalam penggunaan obat. Berdasarkan
hasil kuesioner, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengetahui
penggunaan obat tetes mata secara tepat.
Pernyataan yang menyangkut tentang penetesan obat tetes mata, 39,1%
responden mengetahui penetesan obat tetes mata yang tepat adalah pada kelopak
mata bagian bawah, dan sisanya 60,9% tidak mengetahui hal tersebut.
Ketidaktahuan responden penelitian terhadap cara penetesan obat tetes mata yang
tepat, membuat 56,4% responden meneteskan obat tetes mata tepat pada bola
mata dan 36,4% responden meneteskan obat tetes mata pada bagian ujung mata
bahkan ada juga yang tidak mengetahui penetesannya secara tepat, sehingga pada
saat diwawancarai mereka hanya mengatakan meneteskan yang penting masuk ke
mata.
Dari hasil wawancara apoteker, mereka juga mengatakan bahwa tidak pernah
menjelaskan sampai cara penetesannya. Mereka menganggap obat tetes mata
sudah umum digunakan dan cara penetesannya pun juga pasti sudah diketahui
94
oleh masyarakat, sehingga saat pemberian informasi terkait penggunaan obat tetes
mata informasi cara penetesan tidak pernah diberitahukan. Pada kenyataannya,
36,4% responden yang meneteskan obat tetes mata di bagian ujung mata
terkadang merasakan rasa pahit di tenggorokan setelah meneteskan obat tetes
mata.
Informasi yang diberikan terkait penggunaan obat tetes mata oleh apoteker
antara lain jumlah tetesan per hari dan bagian mata yang harus diteteskan.
Informasi tersebut biasanya diberikan pada obat tetes mata yang diperoleh dengan
resep dokter, sedangkan untuk obat tetes mata golongan obat bebas informasi
penggunaannya tidak disampaikan.
Lama penyimpanan yang meliputi informasi mengenai kapan obat tetes mata
tidak boleh digunakan lagi setelah kemasannya dibuka. Informasi yang jarang
disampaikan membuat banyak responden yang tidak tahu akan teknik penetesan
obat tetes mata secara tepat serta lama penyimpanannya. Hal tersebut akan
berpengaruh pada sikap dan tindakan mereka dalam penggunaan obat tetes mata.
Terdapat 89,1% responden memperhatikan warna, bau, dan kejernihan obat tetes
mata meskipun belum kadaluwarsa, tetapi sebagian besar dari mereka menyimpan
obat tetes mata dalam waktu yang lama setelah kemasannya dibuka.
Pada pemberian informasi obat, banyak responden yang mempercayakan
kepada dokter sebagai sumber informasi obat. Berdasarkan hal tersebut, dapat
diketahui bahwa citra dan peran apoteker dalam memberikan pelayanan
kefarmasian kurang dikenal di masyarakat. Responden yang diwawancarai
mengaku masih belum dapat membedakan antara apoteker dengan petugas apotek
95
yang lain. Saat pemberian informasi obat, mereka juga tidak peduli siapa yang
memberikan informasi obat tersebut. Jadi, secara keseluruhan terlihat bahwa peran
apoteker dalam pelayanan kefarmasian masih belum dapat dirasakan oleh
masyarakat.
Dengan demikian, sangat diperlukan peran apoteker dalam memberikan
informasi dalam penggunaan obat. Jika selama ini apoteker yang dikenal di
masyarakat biasanya hanya bekerja di dalam sebagai peracik obat sehingga
perannya menjadi kurang dikenal, maka saatnya memainkan peran apoteker
sebagai communicator. Dalam perannya sebagai communicator, farmasis
diharapkan lebih mampu berinteraksi dengan pasien maupun tenaga kesehatan
lainnya.
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan terhadap Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat
Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010 adalah:
1. Obat tetes mata di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito 77%
kemasannya botol. Golongan obat tetes mata terbanyak adalah obat keras
dengan persentase 78%. Berdasarkan farmakologinya obat tetes mata yang
banyak tersedia adalah golongan antiseptik dan antiinfeksi mata dengan
persentase 28,4%.
2. Informasi yang diberikan apoteker terkait penggunaan obat secara umum
mencakup macam obat yang diterima, aturan pemakaiannya, indikasi masing-
masing obat tidak disebutkan. Pemberian informasi untuk obat tetes mata
meliputi pemakaiannya per hari, jumlah tetesan, dan jika penggunaannya
diharuskan sesering mungkin, apoteker juga menginformasikan tiap berapa
jam harus diteteskan pada mata yang akan diobati dan kapan obat tetes mata
harus dibuang setelah digunakan jika kemasannya botol.
3. Penggunaan obat tetes mata oleh responden berdasarkan pemberian kuesioner
yang dilihat dari aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan adalah baik.
Jawaban benar yang diperoleh antara lain pada aspek pengetahuan 75,4%
97
responden, pada aspek sikap 86,7% responden dan pada aspek tindakan
87,2% responden.
B. Saran
Dari hasil penelitian ini, hal yang dapat disarankan adalah:
1. Perlunya peningkatan di bidang pengetahuan terkait penggunaan obat tetes
mata, yang dapat dilakukan dengan penyuluhan maupun pemberian leaflet
saat penyerahan dan pemberian informasi obat.
2. Penyerahan obat di masing-masing loket Apotek Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito dilakukan oleh apoteker sehingga apoteker dapat lebih dikenal
oleh masyarakat.
3. Jika akan dilakukan penelitian lanjutan, dilakukan uji statistik pada data
penelitian untuk melihat perbandingan antara informasi yang diberikan
oleh responden yang memang membeli obat tetes mata dengan yang hanya
mengingat-ingat saja, sehingga dapat dilihat perbedaan kelengkapan
informasinya.
4. Jika dilakukan penelitian lanjutan, juga dapat dikembangkan menjadi
penelitian eksperimental dengan melihat hubungan antara pengetahuan,
sikap, dan tindakan terhadap cara penggunaan obat tetes mata.
98
DAFTAR PUSTAKA
Abelson, M.B., Tarkildsen,G., and Fink, K., 2006, Taking Steps Toward Better
Compliance, Review of Ophthalmology, 13.2, http://www.revophth.com/index.asp?page=1_870.htm, diakses tanggal 20 Agustus 2010.
Agoes, G., 2009, Sediaan Farmasi Steril (SFI-4), Penerbit ITB, Bandung, pp. 252
– 261. Asyari, F., 2007, Dry Eye Syndrome (Sindroma Mata Kering), Jurnal Kedokteran
dan Farmasi, Vol.20, No.4, 162-166. Azwar, S., 1995, Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya, Edisi 2, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, pp. 1. Azwar.,S.,1999, Metode Penelitian, Pustaka pelajar,Yogyakarta. Bennet, E,S., Fiscella, R,G., Jaanus, S,D., Rowsey, J,J., Zimmerman, T,J., 2004,
Ophthalmic Drug Facts, Facts & Comparison, Missourri, pp. 25-193. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002, Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004,
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027 Menkes SK IX 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2009, Undang-
Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979, Farmakope
Indonesia, Edisi III, XXXIV , Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 10.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope
Indonesia, Edisi IV, XXXIV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 15-16.
Dodi, C., 2010, Efek Samping Pemakaian Obat Mata, http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-
99
health/2020718-efek-samping-pemakaian-obat-mata/, diakses tanggal 16 Juli 2010.
Fischer, L.R, Defor TA, Cooper S., Scott LM, Boonstra, D.M., Eelkema, MA.,Goodman, MJ., 2002, Pharmaceutical Care and Health Care Utilization in an HMO, Effective Clinical Practice, http://www.acponline.org/journals/ecp/marapr02/fischer.htm, diakses tanggal 15 Mei 2010.
Florence, A,T., and Siepmann, J., 2009, Modern Pharmaceutics Volume 2
Applications and Advances, Fifth Edition, Drugs and The Pharmaceutical Sciences, 101-127.
Ganie, W,M., 2009, Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Tentang 3M
(Mengubur Barang Bekas, Menutup dan Menguras Tempat Penampungan Air) Pada Keluarga di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14262/1/09E02923.pdf, diakses tanggal 7 September 2010.
Handayani, D.R., Satibi, A.M.T., 2004, Evaluasi Pelayanan Informasi Obat di
Apotek-Apotek Besar di Kota Yogyakarta, Seminar Ilmiah Nasional Hasil Penelitian Farmasi, 54-63.
Hartini, Y., dan Sulasmono, 2007, Apotek, Edisi Revisi, Penerbit Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta, pp. 1-11. Holt, G.A., and Hall, E.L., 1990, The Self Care Movement in Feldmann, E.G.,
(Ed.), Handbook of Non Prescription Drug, 9th, APHA, New York, pp. 1-10.
Huguet, P., Bella, L., Einterz, E.M., Goldschmidt, P., Bensaid, P., 2010, Mass
Treatment of Trachoma With Azithromycin 1.5% Eye Drops in the Republic of Cameroon: feasibility, tolerance and effectiveness, Br J Ophthalmol 2010, Volume 94, http://bjo.bmj.com/content/94/2/157.full.html, diakses tanggal 24 Mei 2010.
Hyas, S,H., 2004, Ilmu Perawatan Mata, Sagung Seto, Jakarta, pp. 16-21, 201-
204. Ikasari, N.H., 2008, Perbedaan Tingkat Kepuasan Pemberian Informasi Obat
Antara Apotek Di Kecamatan Kartasura Sukoharjo Dengan Apotek Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ortopedi. Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta,
100
http://etd.eprints.ums.ac.id/1521/1/K100040131.pdf, diakses tanggal 15 Oktober 2010.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009, Cara Penggunaan Berbagai Bentuk
Sediaan Obat, http://www.isfinational.or.id/home/59/730-cara-penggunaan-obat.pdf, diakses tanggal 29 Maret 2010.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2010, Informasi Spesialite Obat Indonesia,
Volume 44-2009 s/d 2010, Berlico Mulia Farma, Yogyakarta, pp. 367-381. James, B., Chew, C., Bron, Anthony, 2006, Oftalmologi, edisi 9, Penerbit
Erlangga, Jakarta, pp. 2-6. Jones, R,M., 2008, Pengkajian Pasien dan Peran Farmasis dalam Perawatan
Pasien, http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pengkajian-pasien-dan-peran-farmasis-dalam-perawatan-pasien.pdf, diakses tanggal 7 Mei 2010.
Keperawatan Kita, 2009, Obat Telusuri Bersama Dampaknya,
http://keperawatankita.wordpress.com/2009/05/15/obat-telusuri-bersama-dampaknya/, diakses tanggal 21 Agustus 2010.
Kristina, A,S., Prabandari, S,Y., Sudjaswadi, R., 2008, Perilaku Pengobatan
Sendiri yang Rasional pada Masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman, Majalah Farmasi Indonesia, Vol 19, No.1, Universutas Gadjah Mada, Yogyakarta, 32-39.
Livingstone, D.J., Hanlon, G.W., Dyke, S., 1998, Evaluation of an Extended
Period of Use for Preserved Eye Drops in Hospital Practice, Br J Ophthalmol 1998, Volume 82, http://bjo.bmj.com/content/82/4/473.full.html, diakses tanggal 24 Mei 2010.
Martin, J., 2010, Why Eyedrops Are Bad For Your Eyes,
http://ezinearticles.com/?Why-Eye-Drops-Are-Bad-For-Your-Eyes&id=800268, diakses tanggal 11 Juli 2010.
Menteri Kesehatan, 1980, Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan, 1983, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas, Pasal 3 Ayat 1, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
101
Menteri Kesehatan, 1986, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Daftar G yang terkait Obat Keras, Pasal 3 Ayat 1, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan, 1990, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan, 1997, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
688/MenKes/Per/VII/1997 tentang Psikotropika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan, 2000, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
949/MenKes/Per/VI/2000 tentang Penggolongan Obat di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
MIMS Pharmacy Guide, 2009, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 8, PT.
Info Master lisensi CMPMedica, Jakarta, pp. 301-307. Muchid, A., Umar, F., Chusun., Supardi, S., Sinaga, E., Azis, S., dkk., 2006,
Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Bakti Husada, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DITJEN Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, http://www.binfar.depkes.go.id/data/files/1203426275_PEDOMAN%20OBAT%20BEBAS%20DAN%20BEBAS%20TERBATAS.pdf, diakses tanggal 28 Juli 2010.
Naomi Jayalaksana, 2010, Jangan ‘Main’ Mata,
http://www.opinimasyarakat.net/2010/01/08/jangan-%E2%80%99main%E2%80%99-mata/, diakses tanggal 16 Juli 2010.
Nisya, 2007, Penggunaan Tetes Mata Tak Beraturan Dapat Menyebabkan
Kebutaan, http://www.indeksdokter.php.html., diakses tanggal 6 April 2010.
Nurhida, E., 2009, Mitos Salah Tentang Penyakit Mata, http://etiknurhida.wordpress.com/2009/03/23/mata-kita/, diakses tanggal 22 Agustus 2010.
102
Notoadmojo, S.,2002,Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT Rineka Cipta,
Jakarta, pp. 139-145. Notoadmodjo, S., 2005, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT. Rhineka
Cipta, Jakarta. Notoadmojo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT. Rineka Cipta,
Jakarta. Oka, P.N, 1993, Ilmu Perawatan Mata, Airlangga University Press, Surabaya, pp.
1-2, 17-19. Pratiknya, A.W., 1993, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, CV Rajawali, Jakarta. Pratiwiningsih, H.D,2008, Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap
Kualitas Pemberian Informasi Obat Pada Apotek Di Kecamatan Kartasura Sukoharjo, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 10.
Rahman, M.Q., Tejwani, D., Wilson, J.A., Butcher, I., Ramaesh, K., 2006,
Microbial Contamination of Preservative Free Eye Drops in Multiple Application Containers, Br J Ophthalmol 2006, Volume 90, http://bjo.bmj.com/content/06/10/139.full.html, diakses tanggal 24 Mei 2010.
Sartono, 1993, Obat Wajib Apotek, Gramedia, Jakarta, pp. 1-2. Sarwono, S., 1997, Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasi,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sastroasmoro,S., Ismael S., 2010,Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,
Edisi III, CV Agung Seto, Jakarta, pp. 16. Sleath, B., Robin, A.L., Covert, D., Byrd, J.E., Tudor, G., Svarstad, B, 2006,
Patient-Reported Behavior and Problems in Using Glaukoma Medications, Ophthalmology, 113.3, 431.
Setiabudy, R., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Gaya Baru, Jakarta, pp.
571-573. Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalan, T.G., Regala, B.P., Uriarte, G.G, 1993,
Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 71-76, 168-170.
Siregar,J.P., dan Kumolosasi,E.,2006, Farmasi Klinik Teori dan Penerapan,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 153.
103
Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian, Penerbit CV Alfabeta, Bandung, pp. 27.
Supardi, S., 1996, Sakit dan Perilaku Sakit, Cermin Dunia Kedokteran, 59 – 60. Supratiknya, A., 1995, Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, pp. 30. Sutedjo, A.Y., 2008, Mengenal Obat-Obatan, Penerbit Amara Books,
Yogyakarta. Tan,H.T., dan Rahardja,K., 1993, Swamedikasi : Cara Mengobati Gangguan
Sehari-hari Dengan Obat-Obat Bebas Sederhana, Edisi I, Depkes RI, Jakarta, pp. 1-10.
The Prevent Blindness America, 2005, Prevent Blindness America,
http://www.preventblindness.org, diakses tanggal 20 Juli 2010. Umar, H., 2003, Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa, Cetakan 1, Penerbit
Ghalia Indonesia, Jakarta, pp. 74. Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi ke-5, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, pp. 524. Vries,dkk., 1994, Guide to Good Prescribing, World Health
Organization.Diterjemahkan oleh dr. Zunilda S. Bustami,MS., 1998, Pedoman penulisan resep, Penerbit ITB, Bandung.
Wattimena, J.R., Sugiarso, N.C., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., Soemardji,
A.A., Setiadi, A.r., 1991, Farmakodinamik dan Terapi Antibiotika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 18-32.
Where There Is No Doctor, 2009, The Eyes, Chapter 16,
http://www.hesperian.org.pdf, diakses tanggal 16 Juli 2010. Wibowo, A., 2010, Cerdas Memilih Obat & Mengenali Penyakit, PT. Lingkar
Pena, Jakarta, pp. 72, 86-88. Widayanti, W,A., 2007, Kapita Selekta Dispending I, Edisi Revisi, Laboratorium
Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat (MFFM), Bagian Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp. 185.
Wulandari, W., 2008, Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Obat Di Apotek Kelurahan Wonokarto Kabupaten Wonogiri, http://etd.eprints.ums.ac.id/3308/1/K100040040.pdf, diakses tanggal 4 April 2010.
104
World Health Organization, 1988, Ethical Criteria for Medical Drug Promotion.
World Health Organization, Geneva, http://apps.who.int/medicinedocs/pdf/whozip08e/whozip08e.pdf, diakses 19 September 2010.
World Health Organization, 1990, The Role of the Pharmacist in the Health Care
System, WHO, Geneva, pp. 1.
105
Lampiran 1. Kuesioner Untuk Uji Bahasa
Kuesioner yang digunakan untuk penelitian Tetes Hidung-Tetes Telinga danTetes Mata Pilihlah jawaban dari pernyataan-pernyataan di bawah ini di tempat yang telah disediakan dengan memberi tanda silang ( X ). Keterangan : Benar : Bila saya cederung menganggap penyataan yang diajukan adalah benar Salah : Bila saya cenderung menganggap pernyataan yang diajukan adalah salah
Aspek Pengetahuan
No Pernyataan Jawaban 1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Benar Salah 2 Cara penggunaan obat yang benar akan
mempengaruhi kesembuhan penyakit. Benar Salah
3 Penyimpanan obat cair harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.
Benar Salah
4 Setelah meneteskan obat tetes mata/hidung/telinga harus didiamkan beberapa menit
Benar Salah
5 Penggunaan obat tetes mata/hidung/telinga secara tegak lurus.
Benar Salah
6 Jika warna, bau dan kejernihan dari larutan obat sudah berubah, obat tetes masih dapat digunakan kembali.
Benar Salah
7 Penggunaan tetes mata boleh digunakan untuk tetes telinga jika punya kegunaan yang sama.
Benar Salah
8 Pembacaan brosur pada kemasan obat akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki
Benar Salah
9 Cara meneteskan tetes telinga untuk dewasa dengan menarik daun telinga ke atas lalu ke arah belakang
Benar Salah
10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat cair.
Benar Salah
106
Aspek Sikap
No Pernyataan Jawaban 11 Saya merasa perlu menggunakan obat tetes
mata/hidung/telinga sesuai petunjuk penggunaan
Benar Salah
12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi obat yang kurang jelas mengenai cara penggunaan obat.
Benar Salah
13 Saya memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.
Benar Salah
14 Saya yakin penggunaan tetes telinga bisa digunakan untuk tetes mata jika mempunyai kegunaan yang sama.
Benar Salah
15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat tetes harus memperhatikan warna, bau, kejernihan dari obat tetes meskipun belum kadaluwarsa.
Benar Salah
16 Saya merasa dalam penggunaan obat tetes , bagian ujungnya boleh mengenai bagian tubuh yang akan diobati.
Benar Salah
17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.
Benar Salah
18 Saya merasa penggunaan obat tetes dengan benar akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki.
Benar Salah
19 Saya merasa informasi penggunaan obat tetes yang benar akan mempengaruhi kesembuhan saya.
Benar Salah
20 Saya merasa semakin banyak meneteskan akan semakin cepat sembuh
Benar Salah
107
Aspek Tindakan
No Pernyataan Jawaban 21 Saya selalu mencuci tangan sebelum
menggunakan obat tetes. Benar Salah
22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas cara penggunaan obat tetes
Benar Salah
23 Saya akan langsung menutup rapat tutup obat setelah menggunakan obat tetes.
Benar Salah
24 Dalam menggunakan obat tetes saya tidak memperhatikan aturan penggunaanya.
Benar Salah
25 Saya akan memiringkan kepala sehingga telinga yang diobati menghadap ke atas.
Benar Salah
26 Saya tidak memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada obat tetes
Benar Salah
27 Saya tetap memperhatikan etiket penggunaan yang tercantum pada kemasan obat tetes meskipun sudah diberi informasi obat
Benar Salah
28 Saya selalu menyimpan obat tetes pada suhu kamar , tempat yang kering dan terlindung cahaya.
Benar Salah
29 Saya tidak akan melihat warna, bau dan kejernihan obat tetes sebelum menggunakannya kembali.
Benar Salah
30 Saya selalu meneteskan obat tetes mata tepat di bola mata
Benar Salah
Pengukuran pengetahuan ( 1-10), sikap (11-20), Tindakan (21-30) Pertanyaan favorable : 2,3,4,5,7,8,9,10,11,12,13,15,17,18,19,21,22,23,25,27,28. Pertanyaan unfavorable : 1,6,14,16,20,24,26,29,30
108
Lampiran 2. Kuesioner Untuk Pengambilan Data
Surat Pernyataan Kesediaan Sebagai Responden Penelitian
Bahwa saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Saya (baru pertama kali/sudah berulang kali)* menggunakan obat tetes mata
Saya (pertama kali/sering membeli obat)* di Apotek Pelengkap Kimia Farma
Sardjito
Saya (pernah/tidak pernah)* berkonsultasi obat di Apotek Pelengkap Kimia
Farma Sardjito *(coret yang tidak perlu)
Menyatakan kesanggupan sebagai responden dalam penelitian yang berjudul
"EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PENGGUNAAN OBAT TETES
MATA PADA PENGUNJUNG APOTEK PELENGKAP KIMIA FARMA
RSUP DR SARDJITO". Semua penjelasan diatas telah disampaikan kepada
saya. Saya mengerti bahwa bila masih memerlukan penjelasan, saya akan
mendapat jawaban dari tim peneliti.
Demikian surat pernyataan kesanggupan saya sebagai responden dalam
penelitian ini.
Yogyakarta,
Responden/pasien
( )
109
Kuesioner yang digunakan untuk penelitian Tetes Mata Pilihlah jawaban dari pernyataan-pernyataan di bawah ini di tempat yang telah disediakan dengan memberi tanda silang ( X ). Keterangan : Benar : Bila saya cederung menganggap penyataan yang diajukan adalah benar Salah : Bila saya cenderung menganggap pernyataan yang diajukan adalah salah
Aspek Pengetahuan
No Pernyataan Jawaban 1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Benar Salah 2 Cara penggunaan obat yang benar akan
mempengaruhi kesembuhan penyakit. Benar Salah
3 Penyimpanan obat tetes mata harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.
Benar Salah
4 Setelah meneteskan obat tetes mata harus didiamkan beberapa menit
Benar Salah
5 Penggunaan obat tetes mata secara tegak lurus. Benar Salah 6 Jika warna, bau dan kejernihan dari larutan obat
sudah berubah, obat tetes masih dapat digunakan kembali.
Benar Salah
7 Penggunaan obat tetes mata boleh digunakan untuk tetes telinga jika punya kegunaan yang sama.
Benar Salah
8 Pembacaan brosur pada kemasan obat tetes mata akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki
Benar Salah
9 Cara meneteskan obat tetes mata yaitu pada kelopak mata bagian bawah
Benar Salah
10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat tetes.
Benar Salah
110
Aspek Sikap
No Pernyataan Jawaban 11 Saya merasa perlu menggunakan obat tetes
mata sesuai petunjuk penggunaan Benar Salah
12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi obat yang kurang jelas mengenai cara penggunaan obat.
Benar Salah
13 Saya lebih memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.
Benar Salah
14 Saya yakin penetesan obat tetes mata di bagian ujung mata adalah tepat.
Benar Salah
15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat tetes mata harus memperhatikan warna, bau, kejernihan dari obat tetes mata meskipun belum kadaluwarsa.
Benar Salah
16 Saya merasa dalam penggunaan obat tetes mata, bagian ujungnya boleh mengenai bagian mata yang akan diobati.
Benar Salah
17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.
Benar Salah
18 Saya merasa penggunaan obat tetes mata dengan benar akan menghindari resiko yang tidak dikehendaki.
Benar Salah
19 Saya merasa informasi penggunaan obat tetes mata yang benar akan mempengaruhi kesembuhan saya.
Benar Salah
20 Saya merasa semakin banyak meneteskan obat tetes mata maka saya akan semakin cepat sembuh
Benar Salah
111
Aspek Tindakan
No Pernyataan Jawaban 21 Saya selalu mencuci tangan sebelum
menggunakan obat tetes mata. Benar Salah
22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas cara penggunaan obat tetes mata.
Benar Salah
23 Saya akan langsung menutup rapat tutup obat setelah menggunakan obat tetes.
Benar Salah
24 Dalam menggunakan obat tetes mata saya tidak pernah memperhatikan aturan penggunaanya.
Benar Salah
25 Saya akan mendongakkan kepala sehingga mata yang akan diobati menghadap ke atas.
Benar Salah
26 Saya tidak pernah memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada kemasan obat tetes mata.
Benar Salah
27 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum pada kemasan obat tetes mata meskipun sudah diberi informasi obat.
Benar Salah
28 Saya selalu menyimpan obat tetes mata pada suhu kamar , tempat yang kering dan terlindung cahaya.
Benar Salah
29 Saya tidak akan melihat warna, bau dan kejernihan obat tetes mata sebelum menggunakannya kembali.
Benar Salah
30 Saya selalu meneteskan obat tetes mata tepat pada bola mata.
Benar Salah
112
Lampiran 3. Panduan Wawancara Terstruktur
Evaluasi Tentang Penggunaan Tetes mata:
1. Bagaimana cara anda meneteskan obat tetes mata ?
2. Bagaimana cara anda menyimpan obat tetes mata setelah dibuka (di lemari
es/ lemari obat /tempat terlindung cahaya)?
3. Apakah anda pernah menggunakan tetes mata milik orang lain?Mengapa?
4. Apa yang menjadi kesulitan dalam menggunakan tetes mata?
5. Manfaat apa yang bisa anda dapat dari informasi yang diberikan oleh
Apoteker atau petugas apotek?
Wawancara terstruktur untuk apoteker
1. Berapa lama durasi pemberian informasi obat tetes mata kepada pasien ?
2. Sumber informasi apa yang sering digunakan dalam pemberian informasi
kepada pasien?
3. Dimana Apoteker memberikan tempat pemberian informasi obat tetes
mata?Apa saja informasi yang diberikan?
4. Bagaimana teknik konseling/pemberian informasi obat tetes mata yang
dilakukan oleh apoteker pada pasien?
5. Kendala apakah yang sering terjadi dalam memberikan informasi obat
tetes mata kepada pasien?
113
Lampiran 4. Contoh Kuesioner Uji Bahasa yang sudah diisi Responden
114
115
Lampiran 5. Inform Consent yang sudah diisi responden
116
Lampiran 6. Kuesioner yang diisi sendiri oleh responden
117
118
Lampiran 7. Kuesioner yang pengisiannya dibantu peneliti
119
120
Lampiran 8. Hasil wawancara dengan responden
121
Lampiran 9. Hasil Wawancara Apoteker
Hasil wawancara terhadap apoteker adalah:
1. Durasi pemberian informasi obat tetes mata kepada pasien adalah
a. Durasinya 1 menit bisa juga kurang. Kalau untuk tetes mata, biasanya
hanya sebentar kecuali kalau yang mini dose karena isi di dalam
kemasannya ada 5. Berarti kita jelasin kalau pakainya maksimal 10
hari. Dijelaskan juga kalau 1 kemasan plastiknya maksimal 2 hari.
Untuk yang botol biasanya lebih cepat karena rata-rata orang sudah
tahu (Apoteker 1 dan 2).
Urutan pemberian informasi obatnya adalah macam obat yang harus
diterima pasien, aturan pakai, dan fungsi masing-masing obat tidak
kami beritahukan, karena ada dokter yang memang memberi obat
tersebut untuk dimanfaatkan efek sampingnya. Untuk pemberian
informasi obat tetes mata antara lain pemakaian per hari, jumlah
tetesan, mata kanan atau kiri yang harus ditetesi. Pemberian informasi
mengenai teknik penggunaan, penyimpanan, dan lama pemakaian tiak
disampaikan karena akan terlalu lama (Apoteker 1 dan 2).
b. Durasinya sekitar 1 menit, kalau pharmaceutical care bisa sampai 3
menit. terkadang pasien suka cerita sendiri. Tetapi sebenarnya kami
tidak melayani konseling. Tidak disediakan tempat khusus. Kalau
untuk tetes mata, tidak lama kira-kira 1 menit cukup. Orang biasanya
sudah mengerti bagaimana menggunakannya (Apoteker 3).
122
Urutan pemberian informasi obat yaitu ditanya dahulu apa penyakit
yang diderita pasien tersebut(takutnya salah orang), cara pemakaian,
sebelum/sesudah makan, dan untuk indikasi obatnya tidak disampaikan
karena terkadang ada dokter yang memberikan obat tersebut untuk
dimanfaatkan efek sampingnya. Kalau untuk tetes mata, pemberian
informasinya yaitu pemakaian per harinya, mata kanan atau kiri yang
harus ditetesi, dan setiap berapa jam harus ditetesi. Untuk
penyimpanan, teknik pemakaian, dan lama pemakaian tidak diberitahu
karena biasanya sebagian besar orang sudah tahu (Apoteker 3).
2. Sumber informasi yang digunakan dalam pemberian informasi kepada
pasien adalah:
a. Brozur obat. Kami merasa brozur tersebut sudah ada standar yang
terjamin dari PBF. Kalau untuk panduan, kami tidak mempunyai
panduan khusus (Apoteker 1 dan 2).
b. MIMS Indonesia, dari internet terutama panduan kefarmasian dari
DepKes yang membahas tentang penanganan suatu penyakit, brozur
obat, dan pengalaman yang didapat dari orang lain (Apoteker 3).
3. Tempat apoteker memberikan informasi obat adalah di samping kasir,
tetapi tempat untuk masuknya resep dengan tempat penyerahan obatnya
berbeda-beda (Apoteker 1, 2, dan 3).
4. Teknik pemberian informasi obat/konseling yang dilakukan apoteker
kepada pasien adalah tergantung kebutuhan informasi pasiennya
(Apoteker 1, 2, dan 3). Terkadang pemberian informasi itu akan sia-sia
123
jika yang memakai obatnya bukan pasien itu sendiri, melainkan
perawatnya. Untuk mengatasi hal tersebut, informasi selalu ditulis secara
lengkap di etiketnya, dan informasi yang diberikan ke pasien hanya kearah
mengingatkan saja (Apoteker 3).
5. Kendala yang sering terjadi dalam memberikan informasi obat tetes mata
adalah:
a. Bahasa, karena kebanyakan pasiennya berbicara bahasa jawa apalagi
kalau orang tua, karena saya tidak bisa berbahasa jawa. (Apoteker 1).
b. Diburu waktu dan ketidaksabaran pasien, sehingga sangat tidak
memungkinkan adanya konseling. Pemberian informasi hanya sebatas
saat penyerahan obat saja (Apoteker 1 dan 2)
c. Waktu, kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi karena
biasanya sebagian besar pasien ingin cepat selesai (Apoteker 3).
124
Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian Dari Apotek Kimia Farma
125
Lampiran 11. Surat Ijin Penelitian dari Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
126
Lampiran 12. Obat Tetes Mata yang Tersedia di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
No. Nama Obt Tetes Mata Golongan Kemasan Berdasar Farmakologi
1 CD. Catarlent BT BTL lain-lain(katarak lentikularis,
pendarahan dalam vitreus humour)
2 CD. Augentonic BT BTL lain-lain(bs unt antiinflamasi dan
antialergi) 3 CD. Carpine 2% K BTL miotik dan
antiglaukoma 4 CD. Mydriatil 0,5%
(Tropicamide) K BTL midriatikum
5 CD. Mycos K/OWA BTL antiinfektikum 6 CD. Lyteers B BTL air mata buatan dan
pelumas mata 7 CD. Timol (Timolol
maleate) 0,25% K BTL Antiglaukoma
8 CD. Timol (Timolol maleate) 0,5%
K BTL Antiglaukoma
9 CD. Polidex K BTL & Single Dose
antiinfektikum
10 CD. Xitrol K BTL & Single Dose
antiinfektikum
11 CD. Siloxan K BTL antiinfeksi dan antiseptik mata
12 CD. Tobro (Tobromycin) K BTL & Single Dose
antiinfeksi dan antiseptik mata
13 CD. Genta (Gentamycin) 1%
K/OWA BTL antiinfeksi dan antiseptik mata
14 CD. Tobroson K Single dose antiinfeksi dan antiseptik mata
15 CD. Vitrolenta (Vitreous opacity)
BT Single dose Preparat mata golongan lain
16 CD. Floxa K Single dose antiinfeksi dan antiseptik mata
17 CD. Vernacel BT Single dose obat dekongestan. Anestesi, antiinflamasi
mata 18 CD. Ulcori K Single dose antiinfeksi dan
antiseptik mata 19 CD. Noncort K/OWA BTL &
Single Dose obat dekongestan.
Anestesi, antiinflamasi mata
20 Tarivid (Ofloxacin 0,3%) K BTL antiinfeksi dan antiseptik mata
21 Systane (Polyethylen Glycol 400 0,4%; Propylene Glycol 0,3%) Lubricant eyedrops
BT BTL air mata buatan dan pelumas mata
22 Polidemisin (Neomycin K BTL antiseptik mata dengan
127
3,5mg; Polymyxin BSO4 6000 iu; Dexamethasone 1
mg)
kortikosteroid
23 Levocin (Levofloxacin) K BTL antiinfeksi dan antiseptik mata
24 Hyaloph 0,1% (sodium Hyaluronate)
K BTL preparat mata golongan lain
25 Flamar (Na-diklofenac 1 mg)
K/OWA BTL obat dekongestan. Anestesi, antiinflamasi
mata 26 Baquinor (siprofloxacin) K BTL antiinfeksi dan
antiseptik mata 27 Visine BT BTL antialergi dan
dekongestan 28 Rohto BT BTL air mata buatan dan
pelumas mata 29 Insto BT BTL obat dekongestan.
Anestesi, antiinflamasi mata
30 CD. Asthenof BT BTL & Single Dose
antiinflamasi
31 CD. Conver 2% K BTL lain-lain (konjungtivitis
vermalis) 32 CD. Carpine 1% K BTL Antiglaukoma 33 CD. Efrisel (Phenylephrine
HCl) 10% K BTL miotik dan
antiglaukoma 34 CD. Fenicol 1% K BTL antiinfektikum 35 CD. Fenicol 0,25% K/OWA BTL antiinfektikum 36 CD. Fenicol 0,5% K/OWA BTL antiinfektikum 37 CD. Genta (Gentamycin)
0,3% K/OWA BTL antiinfektikum
38 CD. Homatro 2% (Homatropin HBr)
K BTL mediatrikum
39 CD. Mydriatil 1% (Tropicamide)
K BTL mediatrikum
40 CD. Pantocain (Tetracaine) 2%
K BTL lain-lain (anestesia lokal)
41 CD. Tropin 0,5% (Atropine Sulfat)
K/OWA BTL midriatikum
42 CD. Tropin 1% K BTL mediatrikum 43 CD. Glaopen Latanoprost
(simpan di kulkas suhu 2-8C)
K Single dose Preparat Antiglaukoma
44 CD. Glaoplus (Simpan di kulkas suhu 2-8 C)
K Single dose Preparat Antiglaukoma
45 Sanbe Tears (air mata buatan)
BT BTL pelumas mata
46 Sanbe Tim Ophcal (Timolol) 0,5%
K BTL Preparat Antiglaukoma
47 CD. Vision (Tetrahydrozolin)
BT BTL antialergi dan dekongestan
48 Alegysal (Pemirolast; Potassium 0,1%)
K BTL obat dekongestan. Anestesi, antiinflamasi
128
mata 49 Betoptima K BTL miotik dan
antiglaukoma 50 Bralifek Tobramycin K BTL antiseptik mata dengan
kortikosteroid 51 Cationorm (Ophtalmic
emulsion) K BTL preparat mata
golongan lain 52 Cravit 0,5% K BTL antiinfeksi dan
antiseptik mata 53 Erlamycetin K/OWA BTL antiinfektikum 54 Flumetholon 0,1% K/OWA BTL kortikosteroid mata 55 Garamycin K/OWA BTL antiinfeksi dan
antiseptik mata 56 Hialid 0,1% K BTL obat dekongestan.
Anestesi, antiinflamasi mata
57 Ocuflam 0,1% (suspensi steril eyedrop)
K/OWA BTL kortikosteroid mata
58 CD. Polynel K/OWA BTL antiseptik mata dengan kortikosteroid
59 CD. Repithel K BTL Pelumas mata 60 CD. Cenfresh BT Single dose antiinflamasi 61 CD. Eyefresh BT Single dose antiinflamasi 62 CD. LFX (Levofloxacin) K Single dose antiinfeksi dan
antiseptik mata 63 CD. Protagent A B Single dose Pelumas mata 64 Alcon Tears Naturale K BTL air mata buatan dan
pelumas mata 65 Optibet Betaxolol K BTL preparat antiglaukoma 66 CD. Natacen K Single dose antiinfeksi dan
antiseptik mata 67 Blecidex K/OWA BTL antiseptik mata dengan
kortikosteroid 68 Sofradex K/OWA BTL antiseptik mata dengan
kortikosteroid 69 Sagestam (Gentamicin) K/OWA BTL antiinfeksi dan
antiseptik mata Total Tetes Mata = 69 Botol = 52 75,4%
Single Dose = 12 17,4% Botol dan Single dose = 5
7,2%
Golongan Bebas = 2 (Merah) 2,9% Golongan Bebas Terbatas = 13 (Kuning)
18,8% Golongan Keras = 38 (Non warna) 55,1%
Golongan Keras dan OWA = 16 (Biru Muda) 23,2%
Keterangan:
B : Golongan obat Bebas OWA : Obat Wajib Apotek
BT : Golongan obat Bebas Terbatas
K : Golongan obat Keras
BTL : Botol
CD : Cendo
129
Lampiran 13. Hasil kuesioener
2 3 4 5 6 7 8 9 10 S 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 P 21 22 23 24 25 26 27
B S B B S S B B B
B S S S S S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B S S S S B B
B B B B B B B B B B
B B B S B S B
B B S S S S B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B S S B B B S B B S
S S B S S S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
S B B B B S B B B B S S S B B B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B B B S B B B B
B B B S B S B
B B S B S S B B B
B B B S B B B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B B B S B B B B
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
B B S B S S B B B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
B B S B S B B B B
B B B S B S B B B S
S B B S B S B
B B B B S S B B B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B B S B S B
B B S B B B B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B B B B B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S S S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B S S B S B B B S
B S B S B S B
B B B S S S B B B
B B B B B B B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B B B S B B B B
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B B B B B B
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B B B B B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B S S S S B S B
S S B B B S S B B B
S B B B B S B
B B B B B S B S B
B B B B S S B B B S
B B B S B B B
B B B B S S B S B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B B B B B S S B S B
B B S S B S B B B S
B B B S B B B
B B B B S S B S B
B B S S B S B B B S
S B B S B S B
B B B B S S S B B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B S B S S B S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B S B B S B B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S S B B S
S B B S B S S
B B B B S S B S B
B B B S B S B B B B
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B S B S S B B S
S B B S B S B
B B B B S S S S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B S B B S S B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B S B B S S B S B
S B B B B S S B B S
S B B S B S S B B S B S S B S S
B S S S B S B B B S
S S B S B S B
B S B B S S B S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B S S S S B B S
S B B S B S B
B B S B S S B S B
B B S B S S S B B S
S B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
S B B S B S B
B B B B S S B S B
S B B S S S B B B S
B B B B B S B
B B S B S S B B B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
130
B B B B S S B S B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
B S B B S B B S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
S B B B S S B S B
B B S B B S B B B B
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B S B S B B S S
B B B S B S B
B B B S S S B B B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B B B B B S B B S B
B B B B B S B B B S
S B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S B B B B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
S B B S B S B
B B S B S S B S B
B B S S B S B B B S
S B B S B S B
B B S B S S B S B
B B B S S S S B B S
S B B S B S B
B S S B S S B S B
B S S B S B S B B S
S S B B B S B
B B S B S S B S B
B B B S B S B B B B
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B B B S S B B B
S B B S B S B
B B B S S S B B B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B B S B S B
B B B B S S S B B S
S B B S B S B
B B S B S S B S B
B B S B B S B B B B
B B B S B S B B B B B S S B B B
B B S S B S S B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
S B B S B S B
B B B B S B B S B
B B S S B S S B B S
S B B S B S S
B B B S S S B S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B S S B S S B B S
B B B S B S B
B B B B B S B S B
B B B S B S B B B B
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B B B S B B B S
S B S S B S B
B B B B S S B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B S S S S B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
S B B S B S B
B B B B B S B B B
B B S S B S B B B S
S S B S B S B B B B B S S B B B
B B B S B S S B B B
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B S S S S S B B B S
S B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S B B B B
B B B S B S B B B S
S B B S B S B
B B B B S B B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B B B S B B B S
S B B B B S B
B B S S S S B S B
B B B B B S B B B S
S B B S B S B
B B B S S S B S B
B B S S S S S B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B B B S S B B S
B B B S B S B
B B B S S S B S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B B B S B S S B S B
B B B S B S B B B S
B S B B B S B
B B B S S S B B B
B B S S B S B B B S
B B B S B S B
B B S B S S B S B
B S S S S S B B B S
B B B S B S B
B B B B S S B B B
B B S S B S B B B S
S B B S B S B
B B S B S S B S B
B B S B B S B B B S
S B B S B S B
B B S B B S S S B
B B S S B S S B B S
S S B S B S B
B B B B S B B S B
B B B S B B S B B S
S B B S B S B
B B S B S S B S B
B B S B B S S B B B
S S B S B S B
B B B B S S B S B
B B B S B S B B B S
S B B S B S B
B B B B S S B B B
B B B S B S B B B B
B B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B
B S B B S S B S B
B B B S B S B B B S
B B B S B S B B B B B B S B S B
B B B B B S B B B S
S B B S B S B
131
B S B B S S B B B
B B B S B B S B B S
S B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B B B B B B B S
S B B S B S B
B B B B S S B S B
B B B B B S B B B S
B B B S B S B
Keterangan: Merah = Pernyataan Pengetahuan Kuning = Pertanyaan Sikap Hijau = Pernyataan Tindakan
132
Lampiran 14. Daftar Tabel
Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata
(Sesuai Kunci Jawaban Kuesioner)
No
Aspek Pengetahuan
Pernyataan Kuisioner
Responden
jawab Benar
Responden
jawab Salah
Presentase (%)
jawaban Benar
Presentase (%)
jawaban Salah
1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis.
62 48 56,36% 43,64%
2 Cara penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi
kesembuhan penyakit.
109 1 99,09% 0,91%
3
Penyimpanan obat tetes mata harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung
cahaya.
101 9 91,82% 8,18%
4 Setelah meneteskan obat tetes
mata harus didiamkan beberapa menit
90 20 81,82% 18,18%
5 Penggunaan obat tetes mata secara tegak lurus
98 12 89,09% 10,91%
6
Jika warna, bau dan kejernihan dari larutan obat sudah
berubah, obat tetes masih dapat digunakan kembali.
103 7 93,64% 6,36%
7
Penggunaan obat tetes mata boleh digunakan untuk tetes telinga jika punya kegunaan
yang sama
9 101 8,18% 91,82%
8
Pembacaan brosur pada kemasan obat akan
mengurangi resiko yang tidak dikehendaki
105 5 95,45% 4,55%
9 Cara meneteskan obat tetes
mata yaitu pada kelopak mata bagian bawah
43 67 39,09% 60,91%
10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan
obat tetes
109 1 99,09% 0,91%
Kuning = Pernyataan Unfavourable
133
Sikap Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata
No.
Aspek Sikap
Pernyataan Kuisioner
Responden
menjawab
Benar
Responden
menjawab
Salah
Presentase
(%)
jawaban
Benar
Presentase
(%)
jawaban
Salah
11 Saya merasa perlu menggunakan obat tetes mata sesuai petunjuk
penggunaan
107 3 97,27% 2,73%
12
Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara
penggunaan obat.
103 7 93,64% 6,36%
13 Saya lebih memilih petugas
apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.
76 34 69,09% 30,91%
14 Saya yakin penetesan obat tetes
mata di bagian ujung mata adalah tepat
70 40 63,64% 36,36%
15
Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat tetes mata harus memperhatikan warna,
bau, kejernihan dari obat tetes mata meskipun belum
kadaluwarsa.
98 12 89,09% 10,91%
16
Saya merasa dalam penggunaan obat tetes mata, bagian ujungnya
boleh mengenai bagian mata yang akan diobati
98 12 89,09% 10,91%
17 Saya merasa perlu mencuci
tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.
88 22 80% 20%
18
Saya merasa penggunaan obat tetes mata dengan benar akan mengurangi resiko yang tidak
dikehendaki.
110 0 100% 0%
19
Saya merasa informasi penggunaan obat tetes mata yang
benar akan mempengaruhi kesembuhan saya.
109 1 99,09% 0,91%
20 Saya merasa semakin banyak
meneteskan obat tetes mata maka saya akan semakin cepat sembuh
95 15 86,36% 13,64%
Biru = Pernyataan Unfavourable
134
Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata
No.
Aspek Tindakan
Pernyataan Kuisioner
Responden
menjawab
Benar
Responden
menjawab
Salah
Presentase
jawaban
Benar
Presentase
jawaban
Salah
21 Saya selalu mencuci tangan sebelum menggunakan obat
tetes mata
74 36 67,27% 32,73%
22
Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas
cara penggunaan obat tetes mata
103 7 93,64% 6,36%
23 Saya akan langsung menutup
rapat tutup obat setelah menggunakan obat tetes
109 1 99,09% 0,91%
24
Dalam menggunakan obat tetes mata saya tidak pernah memperhatikan aturan
penggunaannya
104 6 94,55% 5,45%
25 Saya akan mendongakkan
kepala sehingga mata yang akan diobati menghadap ke atas.
2 108 1,82% 98,18%
26
Saya tidak pernah memperhatikan tanggal
kadaluarsa yang tercantum pada kemasan obat tetes mata
108 2 98,18% 1,82%
27
Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum
pada kemasan obat tetes mata meskipun sudah diberi
informasi obat
107 3 97,27% 2,73%
28
Saya selalu menyimpan obat tetes mata pada suhu kamar,
tempat yang kering, dan terlindung cahaya
14 96 12,73% 87,27%
29
Saya tidak akan melihat warna, bau, dan kejernihan obat tetes
mata sebelum menggunakannya kembali.
96 14 87,27% 12,73%
30 Saya selalu meneteskan obat tetes mata tepat pada bola mata.
48 62 43,64% 56,36%
Hijau = pernyataan unfavourable
135
Lampiran 15 Hasil Wawancara Terhadap Responden yang Membeli Obat Tetes Mata
Ada 32 responden yang memang membeli obat tetes mata saat penelitian
berlangsung, kemudian peneliti melakukan wawancara dengan pertanyaan sebagai
berikut:
1. Informasi apa saja yang diberikan apoteker saat anda menerima obat tetes
mata ini?
Jawab: informasi yang tadi diberikan saat saya menerima obat tetes mata
adalah jumlah tetesan per harinya, bagian mata yang harus ditetesi,
dan setiap berapa kali harus ditetesi.
2. Apakah petugas apotek/apoteker menjelaskan terkait cara penyimpanan,
kegunaan, lama pemakaian, efek samping dan cara/teknik penggunaannya?
Jawab: tidak pernah, kalau saya beli di apotek juga tidak pernah diberi
tahu.
3. Bagaimana cara anda menggunakan obat tetes mata?
Jawab : tidak tahu persisnya, tapi biasanya di pas tengah bola matanya (18
responden), di kelopak mata/kantung matanya (6 orang), dan di
ujung-ujung mata (8 orang).
4. Apakah anda mempercayai apoteker sebagai sumber informasi obat?
Jawab: ya percaya, kan ahli obat. (20 orang)
Kalau saya lebih suka Tanya ke dokternya langsung (12 orang)
5. Apa kesulitan yang anda alami saat menggunakan obat tetes mata?
Jawab: sering gak pas makanya yang diteteskan jadi saya tambah lagi, biar
lebih kerasa.
136
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul “Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni-Juli 2010” memiliki nama lengkap Sri Ayuningsih Sutanto, lahir di Tegal 6 Maret 1989 adalah anak pertama dari pasangan Iman Sutanto dan Ho Shin Kiok.
Awal pendidikannya ditempuh di TK St. Pius Kota Tegal (1993-1995). Selanjutnya penulis menempuh pendidikannya di SD St. Pius Tegal (1995-2001), SMP St. Pius Tegal (2001-2004). Masa SMA ditempuh di St. Pius Tegal (2004-2007). Setelah lulus dari pendidikan di tingkat SMA, penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2007-2010). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum Biokimia pada semester genap periode 2009/2010, dan asisten praktikum Botani Dasar pada semester genap 2009/2010. Penulis juga mengikuti beberapa kepanitiaan diantaranya sebagai seksi dana dan usaha Seminar Herbal Medicine, seksi konsumsi pada Pelepasan Wisuda tahun 2008. Kegiatan di luar kampus yang diikuti oleh penulis adalah sebagai relawan tenaga kesehatan di “Pos Kesehatan Gereja St Antonius Kotabaru”.