HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN LENSA KONTAK TERHADAP
KEJADIAN MATA MERAH PADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH
ATAS NEGERI DI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT
(Skripsi)
Oleh
SHAFA INAYATULLAH M
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
ABSTRACT
RELATIONSHIP OF CONTACT LENSES WEARING BEHAVIOR TO
THE OCCURENCE OF RED EYE ON THE STUDENTS OF PUBLIC
SENIOR HIGH SCHOOL IN TANJUNG KARANG PUSAT SUBDISTRICT
By
Shafa Inayatullah Machmud
Background : Contact lenses wearing can cause negative effect, especially for
wearer who did not follow the usage instructions. Well-usage behaviour of
contact lenses wearing will reduce the risk of the complications occurrence. This
behaviour can be seen from the knowledge, attitudes, and lenses care doing. The
most frequent negative effects from contact lenses wearing are corneal
neovascularization, keratitis, giant papillary conjunctivitis, and dry eyes, in which
red eye symptoms are found. This study aims to determine the relationship of
contact lens usage behaviour to red eye incident on the student of Public Senior
High School in Tanjung Karang Pusat Subdistrict.
Method : The design of this research was analytical study with a cross-sectional
approach. The population of this study were all students of Public Senior High
School in Tanjung Karang Pusat Subdistrict who wear contact lenses, consists of
37 respondents, with total sampling technique. The data of this research was
collected from previous researchers by using questionnaire which had been tested
for its validity and reliability. Data was analyzed using chi square univariate and
bivariate analysis.
Results : The results showed that contact lens users in Public High Schools in
Tanjung Karang Pusat Subdistrict had behaviors (54.1%), attitudes (64.9%), and
actions (51.4%) using good, but had a poor knowledge (54,1%) of contact lens
use. There is a significant relationship between behavior and the incidence of red
eye (p-value = 0.001), while for sub behavioral variables it is known that there is a
relationship between knowledge (p-value = 0.036), attitude (p-value = 0.030),
attitude (p value = 0.030), and action (p value = 0,000), to the red eye incidence.
Conclusions : There was a relationship of contact lenses wearing behaviour to the
occurence of red eyes on the student of Public Senior High School in Tanjung
Karang Pusat Subdistrict.
Keywords : behaviour, contact lenses, red eyes
ABSTRAK
HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN LENSA KONTAK TERHADAP
KEJADIAN MATA MERAH PADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH
ATAS NEGERI DI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT
Oleh
Shafa Inayatullah Machmud
Latar Belakang: Penggunaan lensa kontak dapat menimbulkan dampak negatif,
terlebih apabila tidak mematuhi aturan penggunaan. Perilaku penggunaan lensa
kontak yang baik akan mengurangi resiko komplikasi akibat penggunaan lensa
kontak, bisa dilihat dari pengetahuan, sikap, dan tindakan perawatan lensa.
Dampak negatif yang paling sering terjadi akibat dari penggunaan lensa kontak
adalah neovaskularisasi kornea, keratitis, konjungtivitis papiler raksasa, dan mata
kering. Pada penyakit-penyakit tersebut didapatkan gejala mata merah. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku penggunaan lensa kontak
terhadap kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung
Karang Pusat.
Metode: Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross-sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelajar SMA Negeri di Kecamatan
Tanjung Karang Pusat yang menggunakan lensa kontak dengan jumalah sampel
37 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling.
Alat pengumpulan data berupa kuesioner dari peneliti sebelumnya yang telah di
uji validitas dan reliabilitasnya. Analisa data menggunakan analisa univariat dan
bivariat: Chi-Square.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna lensa kontak di SMA
Negeri di Kecamatan Tanjung Karang Pusat memiliki perilaku (54,1%), sikap
(64,9%), dan tindakan (51,4%) penggunaan lensa kontak yang baik, namun
memiliki pengetahuan (54,1%) penggunaan lensa kontak yang kurang baik.
Terdapat hubungan siginifikan antara perilaku dengan kejadian mata merah (p-
value = 0,001), sedangkan untuk sub variabel perilaku diketahui bahwa ada
hubungan antara pengetahuan (p-value=0,036 ), sikap (p-value=0,030 ), dan
tindakan (p-value=0,000) penggunaan lensa kontak dengan kejadian mata merah.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara perilaku penggunaan lensa kontak
terhadap kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung
Karang Pusat.
Kata Kunci: lensa kontak, mata merah, perilaku.
HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNAAN LENSA KONTAKTERHADAP
KEJADIAN MATA MERAHPADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH
ATAS NEGERI DI KECAMATAN TANJUNG KARANG PUSAT
Oleh
SHAFA INAYATULLAH M
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung pada tanggal 26 September
1997, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Dr. Hi. Mahmudin
Bunyamin Lc. MA dan Ibu Hj. Yuniarti Sukurmin ,S.Pd. Adik penulis yaitu
Alfainul Ezzah dan Moch. Azka Athaullah.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Al-Muttaqin
Tangerang Selatan pada tahun 2003, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2
Rawa Laut pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1
Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2012, dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) di SMAN 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2015.
Pada tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Pada masa perkuliahan penulis mengikuti lembaga
kemahasiswaan yaitu Forum Studi Islam Ibnu Sina (FSIIS) Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung, serta menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Pandan Sari, Kabupaten Pringsewu pada tahun 2018.
PERSEMBAHAN
Segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberika Karunia, Rahmat dan
Ampunan-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau
”WE KNOW WHAT WE WANT, BUT ALLAH KNOWS WHAT WE NEED”
Dengan penuh syukur kupersembahkan karya sederhana ini
teruntuk
“Mamah, babah, dan adik-adikku yang tersayang”
Yang selalu memberi dukungan, nasihat, dan saran dalam setiap proses
pembelajaran hidup yang membuat diriku menjadi lebih baik.
SANWACANA
Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Skripsi dengan judul “Hubungan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak terhadap
Kejadian Mata Merah pada Pelajar Sekolah Menengah Atas Negeri di
Kecamatan Tanjung Karang Pusat” adalah salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, S.KM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
3. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes, Sp.PA., selaku pembimbing akademik
saya.
4. dr. M. Yusran, S.Ked, M.Sc, Sp.M (K)., selaku Pembimbing Utama yang
selalu bersedia menyempatkan waktu untuk membimbing, mengarahkan,
memberi masukan dan nasihat selama proses penyelesaian skripsi serta ilmu
yang begitu bermanfaat selama penelitian skripsi ini.
5. dr. Merry Indah Sari, S.Ked, M. Med. Ed., selaku Pembimbing Kedua atas
kesabaran dan kesediaan memberikan bimbingan, ilmu, saran, dan nasihat
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. dr. Rani Himayani, S.Ked, Sp.M., selaku Penguji Utama untuk masukan dan
saran-saran yang telah diberikan pada proses perkuliahan dan penyelesaian
skripsi ini.
7. Terimakasih kepada SMAN 2 & SMAN 3 Bandar Lampung yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian.
8. Terimakasih kepada para responden yang telah bersedia untuk terlibat dalam
penelitian ini.
9. Terimakasih kepada seluruh staf dosen dan civitas akademika Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu dan waktu yang telah diberikan
selama perkuliahan.
10. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Babah, Mamah, serta adik-
adikku Ezzah dan Azka yang selama ini telah memberikan doa, segala kasih
sayang, perhatian, dukungan, motivasi dan nasihat serta setiap doa yang
telah dipanjatkan selama ini. Terima kasih atas perjuangan kalian selama ini
selalu memberikan yang terbaik untukku. Semoga Allah SWT selalu
memberikan kesehatan dan lindungan dan menjadikan ladang pahala.
11. Seluruh Keluarga Besar yang telah membantu dalam berbagai hal, doa,
dukungan dan motivasi.
12. Terima kasih kepada teman seperbimbingan, Raisah, Asy, Gerry, dan Bagas
atas perjalanan dan pengalaman menyelesaikan skripsi selama ini.
13. Terimakasih kepada sahabatku A6in aja, teman seperjuanganku, Syfa,
Aliezsa, Fadila, Maya, Icha ,Pita, Mega, Puji.
14. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan yang selalu membantu dan
memberi semangat, Bonga, Ayu, Divian, Yati, Nurul, Mercon, Meiwa
15. Terimakasih kepada kak Cut Iklima, kak Arninda, dan kak Fahma yang
dengan sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis saat proses
pengerjaan skripsi
16. Keluarga Besar FK Unila 2015 (Endom15ium) yang tidak bisa disebutkan
satu persatu atas kekompakan, canda, tawa, proses pembelajaran yang telah
memberikan warna serta makna tersendiri. Semoga kebersamaan dan
kekompakkan selalu terjalin baik sekarang maupun ke depan nanti.
17. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya (angkatan 2002-2018) yang sudah
memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Namun, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat
dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala
perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan
dari Allah SWT. Aamiin.
Bandar Lampung, 23 April 2019
Penulis,
Shafa Inayatullah Machmud
1518011123
.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................... 4 1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 4
1.4 Manfaat penelitian ....................................................................................... 5
1.4.1 Bagi Peneliti ...................................................................................... 5
1.4.2 Bagi peneliti lain ............................................................................... 5 1.4.3 Bagi masyarakat ................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6 2.1 Lensa Kontak ............................................................................................... 6
2.1.1 Definisi .............................................................................................. 6
2.1.2 Kegunaan Lensa Kontak ................................................................... 7
2.1.3 Jenis Lensa Kontak ........................................................................... 7 2.1.4 Indikasi dan Kontra Indikasi Penggunaan Lensa Kontak ............... 11 2.1.5 Cara Penggunaan Lensa Kontak ..................................................... 12
2.1.6 Perawatan Lensa Kontak ................................................................. 13 2.1.7 Faktor Resiko Terkait Komplikasi Penggunaan Lensa Kontak ...... 15 2.1.8 Komplikasi Penggunaan Lensa Kontak .......................................... 16
2.2 Mata Merah ............................................................................................... 17
2.2.1 Anatomi Mata.................................................................................. 17 2.2.2 Definisi Mata Merah ....................................................................... 23 2.2.3 Etiologi ............................................................................................ 24 2.2.4 Klasifikasi Mata Merah ................................................................... 25 2.2.5 Pendekatan Diagnosis Mata Merah ................................................. 31
2.3 Konsep Perilaku ........................................................................................ 32 2.3.1 Pengertian Perilaku ......................................................................... 32 2.3.2 Perilaku Sehat.................................................................................. 32
2.3.3 Domain Perilaku.............................................................................. 33 2.4 Kerangka Teori .......................................................................................... 41
ii
2.5 Kerangka Konsep ...................................................................................... 42
2.6 Hipotesis .................................................................................................... 42
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 43 3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................... 43 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 43
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................. 43 3.3.1 Populasi ........................................................................................... 43 3.3.2 Sampel ............................................................................................. 43
3.4 Kriteria Penelitian ..................................................................................... 44 3.4.1 Kriteria Inkulusi .............................................................................. 44
3.4.2 Kriteria Eksklusi.............................................................................. 44 3.5 Identifikasi Variabel .................................................................................. 44
3.5.1 Variabel Bebas ................................................................................ 45
3.5.2 Variabel Terikat .............................................................................. 45 3.6 Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran .............................. 45 3.7 Cara Pengumpulan Data ............................................................................ 46
3.7.1 Alat .................................................................................................. 46
3.7.2 Uji Validitas dan Reabilitas ............................................................ 47 3.8 Prosedur dan Alur Penelitian ..................................................................... 48
3.8.1 Prosedur Penelitian.......................................................................... 48 3.8.2 Alur Penelitian ................................................................................ 49
3.9 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 49
3.9.1 Jenis Data ........................................................................................ 49
3.9.2 Pengolahan Data.............................................................................. 50 3.9.3 Analisis Data ................................................................................... 50
3.10 Etika Penelitian ......................................................................................... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 53 4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 53
4.1.1 Karakteristik Responden ................................................................. 53
4.1.2 Analisis Univariat............................................................................ 55 4.1.3 Analisis Bivariat .............................................................................. 57 4.1.4 Distribusi Hasil Penilaian Jawaban Kuesioner ................................ 61
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 64 4.2.1 Analisis Univariat............................................................................ 64 4.2.2 Analisis Bivariat .............................................................................. 69
4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 76 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 76 5.2 Saran .......................................................................................................... 77
5.2.1 Bagi Pengguna Lensa Kontak ......................................................... 77
5.2.2. Bagi Sekolah ................................................................................... 77 5.2.3 Bagi Peneliti Lain ............................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komplikasi Penggunaan Lensa Kontak (Alipour, 2017). ............................... 17
2. Diagnosis Banding Mata Merah (NICE, 2012)............................................... 32
3. Definisi Operasional (Iklima, 2015) ............................................................... 45
4. Distribusi Karakteristik Responden ................................................................ 54
5. Distribusi Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ............................................... 55
6. Distribusi Pengetahuan Penggunaan Lensa Kontak ........................................ 55
7. Distribusi Sikap Penggunaan Lensa Kontak ................................................... 56
8. Distribusi Tindakan Penggunaan Lensa Kontak ............................................. 56
9. Distribusi Kejadian Mata Merah ..................................................................... 57
10. Hubungan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak terhadap Kejadian Mata
Merah .............................................................................................................. 58
11. Hubungan Pengetahuan Penggunaan Lensa Kontak Terhadap Kejadian Mata
Merah .............................................................................................................. 59
12. Hubungan sikap penggunaan lensa kontak terhadap kejadian mata merah .. 60
13. Hubungan tindakan penggunaan lensa kontak terhadap Kejadian mata
Merah .............................................................................................................. 61
14. Distribusi Hasil Penilaian Jawaban Kuesioner ............................................... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Lensa Kontak (Eye HK, 2006) .......................................................................... 8
2. Anatomi Mata (Marieb & Hoehn, 2015). ....................................................... 18
3. Kerangka Teori................................................................................................ 41
4. Kerangka Konsep ............................................................................................ 42
5. Alur Penelitian ................................................................................................ 49
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Lensa kontak merupakan hasil perkembangan teknologi di bidang oftalmologi
berupa plastik tipis dan bening yang digunakan pada mata untuk memperbaiki
penglihatan (Boyd, 2016). Leonardo Da Vinci merupakan pengemuka
pertama ide pembuatan lensa kontak pada tahun 1508. Saat ini perkembangan
dan penggunaan lensa kontak sudah semakin pesat dan tersedia beragam jenis
lensa kontak (Heiting, 2017).
Alasan orang lebih memilih untuk menggunakan lensa kontak daripada
kacamata berdasarkan American Optometric Association adalah dikarenakan
lensa kontak dapat mengikuti pergerakan bola mata dan lapang pandang tidak
terganggu, sehingga kualitas penglihatan sangat baik dan tidak terganggu.
Penggunaan lensa kontak juga dapat memperindah penampilan, lebih
nyaman, lebih terang, tidak berkabut, dan tidak menghalangi aktivitas.
Seiring dengan perkembangan teknologi, bahan baku lensa kontak saat ini
adalah silikon dan rigid gas permeable lenses. Bahan-bahan ini sangat terasa
nyaman di mata dan memungkinkan asupan oksigen yang dibutuhkan oleh
kornea masuk dengan lebih maksimal (Key, 2007).
2
Pada tahun 2004, diketahui sekitar 38 juta penduduk Amerika Serikat
merupakan pengguna lensa kontak, dan rata-rata pengguna lensa kontak di
seluruh dunia sekitar 128 juta orang (Barr, 2005). Saat ini jumlah pengguna
lensa kontak di dunia sudah mencapai lebih dari 140 juta orang (Cope et al,
2015). Sekarang penggunaan lensa semakin populer dikalangan remaja.
Menurut sebuah penelitian di Universitas India pada tahun 2009 diperoleh
data dari semua pengguna lensa kontak, sebanyak 72,3% menggunakan lensa
kontak untuk tujuan kosmetik dan sebanyak 67,23% menggunakan lensa
kontak untuk mengoreksi kelainan refraksi (Quraishy& Khan, 2009).
Penggunaan lensa kontak dapat menimbulkan dampak negatif yang harus
diwaspadai, terlebih apabila tidak mematuhi aturan penggunaan (Dart, 2008).
Masalah atau dampak negatif yang sering terjadi pada penggunaan lensa
kontak tergantung dari beberapa faktor, seperti pemahaman, kepatuhan, dan
prosedur penggunaan lensa (Ibrahim, Boase & Cree, 2009). Perilaku
penggunaan lensa kontak yang baik akan mengurangi resiko komplikasi
akibat penggunaan lensa kontak, bisa dilihat dari pengetahuan, sikap, dan
tindakan perawatan lensa (Bhandari & Hung, 2012).
Dampak negatif yang paling sering terjadi akibat dari penggunaan lensa
kontak adalah neovaskularisasi kornea, keratitis, konjungtivitis papiler
raksasa, mata kering, dan corneal staining. Pada penyakit-penyakit tersebut
didapatkan gejala mata merah (Alipour, 2017). Banyak kondisi yang mungkin
berhubungan dengan kejadian mata merah, seperti konjungtivitis, blefaritis,
canaliculitis, cedera kornea, episkleritis, skleritis, iritis, keratitis,
3
keratokonjungtivitis, glaukoma, infeksi bakteri atau virus, atau trauma
(Graham, 2017). Ada enam penyebab serius mata merah, yang dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan, yaitu glaukoma sudut tertutup akut,
keratitis, iritis, skleritis, benda asing yang melekat, dan bahan kimia yang
membakar mata (NICE, 2012).
Mata merah adalah keluhan atau gejala yang sering muncul. Keluhan ini
diakibatkan oleh terjadinya warna bola mata yang berubah dari putih menjadi
merah (Ilyas, 2010). Mata merah dapat terjadi akibat tiga masalah seperti
trauma mekanik, trauma kimia, dan infeksi atau peradangan (Johns, 2009).
Pada penelitian di Universitas Syiah Kuala, dari 193 responden yang
menggunakan lensa kontak, 126 diantaranya mengalami mata merah (65%)
(Idayati& Mutia, 2016).
Pada tahun 2016, ada sekitar 3,6 juta remaja berusia 12-17 tahun di Amerika
Serikat yang memakai lensa kontak. Dari remaja yang memakai lensa kontak,
85% melaporkan setidaknya satu perilaku yang menempatkan mereka pada
risiko infeksi mata terkait penggunaan lensa kontak, dibandingkan dengan
81% orang dewasa muda (Cope et al, 2017). Perilaku penggunaan lensa
kontak yang kurang baik dapat menyebabkan infeksi mata, dimana salah satu
gejala infeksi mata adalah terjadinya mata merah (Iklima, 2015).
Menurut data (Riskesdas, 2013) proporsi penduduk yang mempunyai
kacamata atau lensa kontak di perkotaan sekitar dua kali lebih banyak
dibandingkan di perdesaan. Pusat kota Bandar Lampung adalah Kecamatan
Tanjung Karang Pusat. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah
4
diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat “Hubungan Perilaku Penggunaan
Lensa Kontak Terhadap Kejadian Mata Merah pada Pelajar SMA Negeri di
Kecamatan Tanjung Karang Pusat”, untuk diteliti.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut:
Apakah terdapat hubungan antara perilaku penggunaan lensa kontak dengan
Kejadian Mata Merah?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan perilaku penggunaan lensa kontak dengan
kejadian mata merah.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran kejadian mata merah pada pengguna lensa
kontak pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung Karang
Pusat
2. Mengetahui hubungan pengetahuan pengguna lensa kontak
terhadap kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di
Kecamatan Tanjung Karang Pusat
5
3. Mengetahui hubungan sikap pengguna lensa kontak terhadap
kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan
Tanjung Karang Pusat
4. Mengetahui hubungan tindakan pengguna lensa kontak terhadap
kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan
Tanjung Karang Pusat
1.4 Manfaat penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan hasil yang dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan, bagi peneliti dan juga masyarakat. Adapun manfaat
penelitian ini adalah:
1.4.1 Bagi Peneliti
Menjadi pengalaman yang berguna dan dapat mengembangkan
pengetahuan peneliti mengenai hubungan perilaku penggunaan lensa
kontak terhadap kejadian mata merah.
1.4.2 Bagi peneliti lain
Diharapkan dapat menjadi dasar dan juga acuan untuk penelitian
selanjutnya.
1.4.3 Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai dampak
perilaku penggunaan lensa kontak yang tidak baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lensa Kontak
2.1.1 Definisi
Lensa kontak adalah alat bantu untuk mengatasi gangguan refraksi
yang diletakkan di permukaan kornea. Kelebihan dari lensa kontak
adalah mudah digunakan, nyaman untuk dipakai saat beraktivitas dan
berolahraga, memberikan lapang pandang lebih luas, dan secara
estetik lebih baik (Chalmers et al, 2010). Lensa kontak merupakan
suatu hasil perkembangan teknologi di bidang oftalmologi yang
digunakan sebagai alternatif pengganti kacamata untuk mengatasi
kelainan refraksi mata (Tiarasan & Bahri, 2013).
Banyak orang terutama kaum wanita menggunakan lensa kontak
bukan sekedar untuk alat bantu penglihatan tetapi juga dipakai sebagai
alat kosmetika untuk mempercantik bagian mata dengan berbagai
warna yang menarik (Pietersz, Sumual & Rares, 2016). Dilaporkan
bahwa sekitar 128 juta orang memakai lensa kontak di seluruh dunia
(Barr, 2005). Hasil survei berbasis populasi, diperkirakan 40,9 juta
orang-orang di Amerika Serikat berusia ≥ 18 tahun memakai
kontaklensa (16,7% orang dewasa A.S.) (Cope et al, 2015). Di Asia,
7
suatu penelitian melaporkan bahwa prevalensi penggunaan lensa
kontak sekitar 37,8 % di antara siswa sekolah menengah Jepang
(Zhuet al, 2017).
2.1.2 Kegunaan Lensa Kontak
Penggunaan lensa kontak sangat umum, dan merupakan sebuah
industri yang menguntungkan. Lensa kontak diresepkan untuk
manajemen kesalahan bias yang tidak bisa diatasi oleh kacamata
seperti afakia, keratokonus, kelainan kornea, dan anisometropia tinggi.
Selain itu, lensa kontak bisa digunakan untuk pengelolaan yang
sederhana sebagai alternatif kacamata untuk mengoreksi kesalahan
refraksi. Bahkan, lensa kontak bisa digunakan untuk penatalaksanaan
mata kering pada sindrom Stevens-Johnson atau Sjogren syndrome,
rehabilitasi post refractive surgery. Selanjutnya, penggunaan lensa
kontak sebagai kepentingan kosmetik sangat populer saat ini (Alipour
et al, 2017).
2.1.3 Jenis Lensa Kontak
Jenis dari lensa kontak dibagi dua yaitu berdasarkan bahan penyusun
dan lama pemakaian (Flynn et al, 2013).
8
Gambar 1. Lensa Kontak (Eye HK, 2006)
1. Berdasarkan bahan penyusun
a. Lensa Kontak Keras
Lensa ini terbuat dari poly methyl methacrylate (PMMA).
Lensa ini tidak dapat ditembus oleh oksigen sehingga
mengandalkan pemompaan air mata ke dalam celah antara
lensa dan kornea saat berkedip untuk menyediakan oksigen
bagi kornea (Riordan-Eva & Witcher, 2009). Kelebihan dari
jenis lensa kontak ini adalah berbahan keras dan padat
sehingga tidak mudah hancur atau rusak, selain itu lensa
kontak keras tidak berpotensi untuk membiakkan kuman dan
bakteri. Selain itu lensa kontak keras juga memiliki
kekurangan yaitu, waktu pemakaian lebih pendek serta mudah
copot dan tidak nyaman (Department of Health, 2010).
Indikasi penggunaan lensa kontak keras adalah untuk
9
mengoreksi astigmatisme ireguler, seperti pada keratokonus
(Riordan-Eva & Witcher, 2009).
b. Rigid gas permeable (RGP)
Lensa ini terbuat dari kombinasi bahan poly methyl
methacrylate (PMMA) yang tidak dapat dilalui oksigen dan
hydroxy methyl methacrylate (HEMA) yang dapat dilalui
oksigen, sehingga menghasilkan lensa kontak keras yang dapat
dilalui oksigen (Wahyuni & Saleh, 2007). Keunggulan lensa
kontak RGP adalah rigiditasnya bermanfaat untuk mengoreksi
kelainan permukaan kornea yang tidak rata. Bahan RGP yang
rigid menyebabkan pengguna lensa kontak RGP memerlukan
penyesuaian lebih lama dibandingkan lensa kontak lunak.
Keunggulan lain dari lensa kontak RGP adalah bisa bertahan
lebih lama sehingga harganya lebih murah (Wu et al, 2010).
Selain itu lensa kontak RGP juga mudah dan nyaman dipakai
(AOA, 2006). Walaupun lensa kontak RGP memiliki
kekurangan, namun dengan kelebihan yang dimiliki lensa
kontak RGP masih belum dapat digantikan oleh lensa kontak
jenis lainnya (Wahyuni & Saleh, 2007).
c. Lensa Kontak Lunak (Soft Lens)
Lensa kontak lunak terbuat dari plastik lunak dan fleksibel
yang memungkinkan oksigen untuk masuk ke kornea. Bahan
lensa ini memungkinkan penyesuaian yang lebih mudah dan
10
kenyamanan yang lebih baik dari lensa kontak keras atau lensa
kontak RGP (CDC, 2015).
Kelebihan dari lensa kontak lunak adalah, nyaman dan mudah
beradaptasi, serta waktu pemakaian lebih lama yaitu 12-16 jam
per hari. Adapun kekurangan dari lensa kontak lunak adalah
mudah robek karena kuku, prosedur perawatan lebih rumit dan
lebih memungkinkan untuk kuman berkembangbiak, serta
jangka waktu penggunaan cukup pendek sehingga perlu diganti
setiap 12-18 bulan (Department of Health, 2010).
2. Berdasarkan lama pemakaian
Berdasarkan lama pemakaian, lensa kontak dibagi menjadi dua
tipe yaitu disposable dan extended wear. Tipe disposable hanya
digunakan untuk satu kali pemakaian. Sedangkan tipe extended
wear dapat digunakan berulang kali sampai waktu tertentu,
misalnya satu minggu atau satu bulan. Tipe extended wear
dikembangkan menjadi tipe overnight continuous wear sehingga
lensa kontak dapat dipakai sepanjang hari hingga malamtanpa
perlu dilepas saat tidur (Flynn et al, 2013).
Namun, lensa kontak tipe extended dan overnight continuous wear
memiliki risiko infeksi lebih tinggi karena mikroorganisme dapat
melekat dan berpindah ke permukaan mata. Oleh karena itu lensa
kontak tipe extended dan overnight continuous wear hanya
dianjurkan bagi individu dengan gangguan penglihatan derajat
11
berat yang memerlukan koreksi penglihatan sepanjang hari (Flynn
et al, 2013).
2.1.4 Indikasi dan Kontra Indikasi Penggunaan Lensa Kontak
Prinsip indikasi dan kontra indikasi penggunaan lensa kontak adalah
sebagai berikut:
1. Indikasi penggunaan lensa kontak (Mannis et al, 2004):
a. Indikasi optik
Sebagian besar pengguna lensa kontak termasuk dalam
kelompok ini. Mayoritas terbesar adalah rabun dekat dengan
atau tanpa astigmatisme.
b. Indikasi medis
Pada penyakit-penyakit mata yaitu eratokonus, astigmatisma
ireguler, anisometropia, unilateral aphakia, nistagmus, pasca
bedah refraksi.
c. Kosmetik
Lensa berwarna sering digunakan pada pasien dengan bekas
luka kornea untuk meningkatkan estetika mata. Lensa kosmetik
juga dapat digunakan untuk mengubah warna mata.
d. Lensa terapi
Lensa terapi adalah lensa yang diaplikasikan khusus untuk
pengobatan penyakit kornea.
2. Kontraindikasi penggunaan lensa kontak (Flynn, 2013):
a. Radang akut atau subakut pada bagian depan bola mata
12
b. Infeksi bola mata akut ataupun kronik
c. Setiap kelainan yang mempengaruhi kelopak mata,
konjungtiva, serta kornea.
d. Gangguan sensasi pada kornea
e. Glaukoma yang tidak terkontrol
f. Tidak dapat mentoleransi pemasangan beda asing pada mata
g. Penyakit sistemik atau alergi yang bisa kambuh karena dipicu
oleh lensa kontak.
2.1.5 Cara Penggunaan Lensa Kontak
Hal utama yang harus diperhatikan saat memasang dan melepas lensa
kontak adalah kebersihan jari tangan. Oleh sebab itu, sebelum
menyentuh lensa kontak pengguna diharuskan mencuci tangan dengan
sabun antiseptik yang tidak mengandung parfum atau lotion kemudian
dikeringkan dengan linen bersih (Sitompul, 2015).
Langkah-langkah untuk memasang, mengambil dan meletakkan lensa
kontak di telapak tangan, kemudian membersihkan dengan
menggosok dan membilas. Memberikan 2-3 tetes cairan kemudian
menggosok lensa kontak menggunakan jari telunjuk secara ringan
dengan gerakan melingkar dari dalam ke luar selama 15 detik pada
kedua sisi. Setelah itu, meletakkan lensa kontak yang sudah dibilas
dengan cairan garam fisiologis diujung jari telunjuk pengguna.
Menggunakan jari tengah di tangan yang sama untuk menarik dan
menahan kelopak mata bawah. Jari telunjuk tangan lainnya digunakan
13
untuk menarik dan menahan kelopak mata atas. Selanjutnya
mengarahkan pandangan mata ke atas dan memasang lensa kontak di
bagian bawah bola mata yang berwarna putih lalu melepaskan
pegangan terhadap kelopak mata atas dan bawah .mengarahkan
pandangan ke bawah dalam keadaan mata tertutup dan memejamkan
mata beberapa saat, maka posisi lensa kontak akan berada di tengah
bola mata (Sitompul, 2015).
Untuk melepas lensa kontak, dengan cara mengarahkan pandangan
mata ke atas, kemudian menggunakan jari tengah tangan dominan
menarik kelopak mata ke bawah. Meletakkan jari telunjuk tangan
yang sama di batas bawah lensa kontak dan menggeser lensa kontak
perlahan ke bawah. Lensa kontak dapat diambil menggunakan jari
telunjuk dan ibu jari. Jika lensa kontak sudah terlepas dari mata,
mencuci lensa kontak dengan cara yang sama seperti saat
memasanglensa kontak. Lensa kontak harus dilepaskan sesuai
jenisnya. Lensa kontak dengan jenis continuous wear harus dilepas
setidaknya satu malam dalam seminggu. Saat berenang atau berendam
di air panas, lensa kontak harus selalu dilepas (Sitompul,2013).
2.1.6 Perawatan Lensa Kontak
Memilih cairan perendam, menyimpan, dan merawat kotak
penyimpan lensa kontak dengan tepat adalah hal-hal yang penting
dalam perawatan lensa kontak (Wu et al, 2010). Cairan perendam
digunakan untuk membersihkan lensa kontak dari kotoran dan
14
mikroorganisme sehingga dapat menurunkan risiko infeksi. Cairan
perendam juga menjaga lensa kontak agar tetap lembab sehingga tidak
kering dan nyaman digunakan (Panjwani, 2010). Jenis cairan
perendam lensa kontak bermacam-macam. Multipurpose solutions
adalah cairan yang paling mudah digunakan dan dapat dipakai untuk
membersihkan, membilas, dan menyimpan lensa kontak (Wu et al,
2010).
American Optometric Association merekomendasikan cara perawatan
lensa sebagai berikut :
a. Sebelum memegang lensa kontak, memastikan sudah mencuci dan
mengeringkan tangan
b. Membersihkan lensa kontak secara hati-hati dan teratur.
c. Mengganti lensa kontak minimal setiap tiga bulan sekali. Setiap
kali selesai digunakan, membersihkan tempat penyimpanan lensa
dan membiarkan tetap terbuka dan kering selama pembersihan
d. Untuk membersihkan dan mensterilkan lensa mata hanya
menggunakan produk yang direkomendasikan oleh dokter.
e. Jangan pernah menggunakan cairan pembersih mata secara
berulang-ulang. Selalu menggunakan cairan pembersih yang baru
untuk membersihkan lensa kontak
f. Selalu mengikuti jadwal penggantian lensa kontak yang
disarankan dan diresepkan oleh dokter
g. Sebelum berenang, melepaskan lensa kontak
15
h. Melakukan pemeriksaan lensa kontak dan mata yang telah
dijadwalkan secara rutin oleh dokter
2.1.7 Faktor Resiko Terkait Komplikasi Penggunaan Lensa Kontak
a. Bahan Lensa Kontak
Terjadinya komplikasi dapat disebabkan oleh kandungan atau
bahan yang ada dalam lensa kontak (Arimbi & Meida, 2012).
Frekuensi komplikasi lebih besar terjadi pada penggunaan lensa
kontak lunak dibandingkan dengan penggunaan lensa kontak RGP.
Yang paling sering digunakan adalah lensa silikon dan lensa
hidrogel. Lensa silikon lebih jarang menimbulkan komplikasi,
namun lensa silikon jarang digunakan karena alasan kenyamanan
(Beljan, 2013).
b. Kontaminasi Lensa Kontak
Berbagai kontaminasi di lingkungan bisa juga membentuk deposit
lensa yang termasuk minyak, kotoran, lotion, make-up, bedak dan
semprotan rambut, parfum, dan zat lainnya yang bisa diaplikasikan
dengan tangan. Debu, asap, dan aerosol lain juga dapat
berpartisipasi dalam kontaminasi lensa (Beljan, 2013).
Kontaminasi lensa kontak juga dapat terjadi pada cairan perawatan
lensa kontak yang terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen
(Yung et al, 2007).
16
c. Deformasi dan Kerusakan Lensa
Deformasi lensa ditunjukkan peningkatan atau penurunan gerakan
lensa pada kornea. Ini bisa menyebabkan trauma pada epitelium
dan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi lain akibat
penggunaan lensa kontak (Beljan, 2013).
d. Membersihkan Lensa Kontak
Kondisi kebersihan sangat berperan dalam peningkatan resiko
ketidaknyamanan mata (Zhu et al, 2017). Tren dalam penanganan
lensa kontak adalah penggunaan multi-purpose solution. Multi-
purpose solution harus mengandung deterjen pembersih, sarana
desinfeksi, pengawet dan polimer atau pelunak yang membuat
lensa kontak lebih nyaman dipakai (Beljan, 2013).
2.1.8 Komplikasi Penggunaan Lensa Kontak
Lensa kontak telah meningkatkan kualitas hidup tidak hanya dengan
mengoreksi kesalahan bias tapi juga dengan menyediakan penampilan
yang lebih baik dan sedikit pembatasan dalam aktivitas. Sayangnya,
lensa kontak bisa menimbulkan komplikasi (Alipour et al, 2017).
Komplikasi lensa kontak dapat disebabkan oleh iritasi mekanik jangka
panjang terhadap struktur kelopak mata, antara lain kelenjar meibom.
Keluhan yang dirasakan ketika terjadi gangguan pada kelenjar
meibom adalah rasa terbakar, iritasi, kering, dan pandangan kabur
(Beljan, 2013).
17
Bahan pengawet pada cairan perendam lensa kontak atau sabun cuci
tangan yang tidak dibilas dengan benar dan sampai kering dapat
bersifat toksik dan iritatif sehingga bisa memicu reaksi inflamasi.
Reaksi inflamasi tersebut ditandai dengan mata merah yang akan
membaik setelah pemakaian lensa kontak dan bahan kimia yang
memicu keluhan dihentikan (Beljan, 2013).
Tabel 1. Komplikasi Penggunaan Lensa Kontak (Alipour, 2017).
Komplikasi Insidensi
Neovaskularisasi Kornea 1-20%
Keratitis Bakteri 1.2‑25.4%
Konjungtivitis Papiler Raksasa 1.5‑47.5%
Mata Kering 50%
Pewarnaan Kornea 54%
2.2 Mata Merah
2.2.1 Anatomi Mata
a. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan
tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata
(konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva berbatasan dengan kulit pada
tepi palpebra dan dengan epitel kornea pada limbus. Pada tepi
superior dan inferior tarsus, konjungtiva terlipat ke posterior dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris
(Riordan-Eva & Witcher, 2009).
18
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus
2. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera
3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang
merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi (Ilyas, 2010).
b. Anatomi Bola Mata
Gambar 2. Anatomi Mata (Marieb & Hoehn, 2015).
Bola mata berbentuk bulat dan memiliki panjang maksimal 24
mm. Pada bola di bagian depan (kornea) memiliki kelengkungan
yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis
jaringan, yaitu:
19
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberi
bentuk pada mata, serta merupakan bagian terluar yang
melindungi bola mata. Bagian terdepan dari sklera disebut
kornea yang bersifat transparan.
2. Jaringan uvea adalah jaringan vaskular. Jaringan uvea terdiri
dari iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris terdapat pupil yang
tersusun oleh 3 otot. Pada bagian belakang iris terdapat badan
siliar yang menghasilkan cairan akuos humor.
3. Lapis ketiga dari bola mata adalah retina yang terletak paling
dalam dan memiliki 10 susunan lapis membran neurosensoris.
Lensa terletak dibelakang pupil, dan memiliki pernanan
akomodasi (Ilyas, 2010).
c. Sklera
Sklera merupakan bagian putih pada bola mata yang bersama-
sama dengan kornea membungkus dan melindungi isi bola mata.
Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea (Ilyas, 2010).
Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh lapisan tipis
jaringan elastik halus yang disebut dengan episklera. Episklera
mengandung banyak pembuluh darah untuk memperdarahi sklera
(Riordan-Eva & Witcher, 2009).
d. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup
20
bola mata sebelah depandan terdiri atas lima lapisan yaitu epitel,
membran bowman, stroma, membran desemet, dan endotel (Ilyas,
2010). Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm di
pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya
sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm (Riordan-Eva &
Witcher, 2009).
e. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi
oleh kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior dan
mempunya ipermukaan yang relatif datar dengan celah yang
berbentuk bulat ditengahnya, yang disebut pupil. Iris memiliki
kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk
ke dalam bola mata secaraotomatis dengan mengecilkan
(miosis) atau melebarkan (midriasis) pupil (Riordan-Eva &
Witcher, 2009).
2) Badan Siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang
memiliki fungsi untuk mengubah tegangan kapsul lensa
sehingga lensa dapat fokus untuk objek dekat maupun jauh
dalam lapang pandang (Ilyas, 2010). Badan siliaris terdiri atas
zona anterior yang berombak (pars plicata), dan zona
posterior yang datar (pars plana). Prosesus siliaris dan epitel
21
siliaris berfungsi sebagai pembentuk akuos humor. Muskulus
siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkular, dan
radial. Serat-serat ini memiliki fungsi untuk mengubah
tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat memiliki
berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat atau jauh
(Riordan-Eva & Witcher, 2009).
3) Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea yang terletak di
antara retina dan sklera. Koroid berisi pembuluh-pembuluh
darah dalam jumlah besar, berfungsi untuk memberi nutrisi
pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya(Riordan-
Eva & Witcher, 2009).
f. Lensa
Lensa merupakan suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak
berwarna, dan hampir transparan sempurna.Memiliki ketebalan
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di sebelah anterior lensa
terdapat humor aquos, di posteriornya terdapat humor vitreus
(Riordan-Eva & Witcher, 2009).
g. Retina
Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai dari
sisi luar yang berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:
22
1) Epitel pigmen retina (Membran Bruch)
2) Fotoreseptor
Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
3) Membran limitan eksterna
4) Lapisan nukleus luar
Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut
dan sel batang.
5) Lapisan pleksiform luar
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6) Lapisan nukleus dalam
Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan
sel Muller serta diperdarahi oleh arteri retina sentral.
7) Lapisan pleksiform dalam
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel
bipolar dan sel amakrin dengan sel ganglion.
8) Lapisan sel ganglion
Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9) Serabut saraf
Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju
ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
23
10) Membran limitan interna
Membran limitan interna berupa membran hialin antara retina
dan humor vitreus.
2.2.2 Definisi Mata Merah
Mata merah adalah keluhan atau gejala yang sering muncul. Keluhan
ini diakibatkan oleh terjadinya warna bola mata yang berubah dari
putih menjadi merah. Pada mata yang normal, sklera akan terlihat
berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui bagian konjungtiva
dan kapsul tenon tipis dan dapat ditembus sinar. Konjungtiva yang
heperemis terjadi karena bertambahnya asupan pembuluh darah atau
berkurangnya pengeluaran darah. Mata yang sebelumnya berwarna
putih akan terlihat merah bila terjadi pelebaran pembuluh darah
konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara konjungtiva dan
sklera (Ilyas,2010 ).
Mata terlihat merah akibat terjadinya pelebaran (injeksi) pembuluh
darah konjungtiva. Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah: arteri
konjungtiva posterior yang memperdarahi konjungtivaa bulbi dan
arteri siliar anterior atau episklera.
a. Injeksi Konjungtival
Injeksi konjungtival ini terjadi akibat melebarnya pembuluh darah
arteri konjungtiva posterior, selain itu dapat terjadi akibat adanya
pengaruh mekanis, alergi, atau infeksi pada jaringan konjungtiva .
Injeksi konjungtival memiliki sifat, yaitu mudah digerakkan dari
24
dasarnya, didapatkan terutama didaerah forniks, ukuran pembuluh
darah makin besar ke bagian perifer, berwarna merah segar, dan
gatal (Ilyas, 2010) .
b. Injeksi siliar
Injeksi siliar terjadi akibat melebarnya pembuluh darah peri-
kornea atau karena radang kornea, benda asing pada kornea,
radang jaringan uvea, glaukoma, ataupun endoftalmitis. Injeksi
siliar ini memiliki sifat, yaitu berwarna lebih ungu dibanding
dengan injeksi konjungtival, pembuluh darah tidak tampak, tidak
ikut serta dalam pergerakan konjungtiva, ukuran sangat halus
terletak di sekitar kornea, paling padat di sekitar kornea dan
berkurang ke arah forniks, terdapat fotofobia, sakit tekan dalam di
sekitar kornea, serta pupil dapat mengecil dan melebar (Ilyas,
2010).
2.2.3 Etiologi
Mata merah dapat terjadi akibat tiga masalah seperti trauma mekanik,
trauma kimia, dan infeksi atau peradangan (Johns, 2009).
Konjungtivitis adalah penyebab paling umum mata merah dan
merupakan salah satu indikasi utama untuk antibiotik. Penyebab
konjungtivitis dapat menular (misalnya, virus, bakteri, chlamydial)
atau tidak menular (alergi, iritasi). Penyebab mata merah termasuk
blefaritis, abrasi kornea, benda asing, perdarahan subkonjungtival,
25
keratitis, iritis, glaukoma, luka bakar kimia, dan skleritis (Cronau,
Kankanala & Mauger, 2010).
Anamnesis pasien yang teliti dan pemeriksaan mata dapat
memberikan petunjuk tentang etiologi mata merah. Riwayat harus
mencakup pertanyaan tentang keterlibatan mata unilateral atau
bilateral, durasi gejala, jenis dan jumlah debit, perubahan visual,
tingkat keparahan rasa sakit, fotofobia, perawatan sebelumnya,
kehadiran alergi atau penyakit sistemik, dan penggunaan lensa kontak.
Pemeriksaan mata harus termasuk kelopak mata, kantung lakrimal,
ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, keterlibatan kornea, dan pola
serta lokasi hiperemia. Keterlibatan kelenjar getah bening preaurikular
dan ketajaman visual juga harus dinilai (Cronau, Kankanala &
Mauger, 2010).
2.2.4 Klasifikasi Mata Merah
Mata merah dibedakan menjadi mata merah dengan visus normal dan
mata merah dengan visus terganggu.
1. Mata merah dengan penglihatan normal
a. Hematoma subkonjuntiva
Hematoma subkonjungtiva bisa terjadi pada keadaan ketika
pembuluh darah rapuh (umur, hipetensi, arteriosklerosis,
konjungtivitis hemoragik, anemia). Hematoma subkonjungtiva
juga dapat terjadi akibat trauma langsung ataupun tidak
langsung (Ilyas, 2010). Gejala pada penyakit ini adalah
26
terjadinya mata merah mendadak tanpa nyeri dan kadang-
kadang pasien merasa seperti ada yang lepas atau pecah (Olver
& Cassidy, 2012).
b. Pterigium
Pterigium adalah suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva
yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini
biasanya berada pada celah kelopak bagian nasal atau temporal
konjungtiva yang meluas ke daerah kornea (Ilyas, 2010).
c. Episkleritis
Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular
yang berada antara konjungtiva dan permukaan sklera (Ilyas,
2010). Radang episklera mungkin bisa disebabakan oleh reaksi
hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti
tuberkulosis, reumatoid artritis, lupus, gout dan lainnya (Hung
& Tsai, 2015). Gejala yang dirasakan pasien adalah adanya
mata merah dengan tamda injeksi episklera difus atau
lokalisata (Olver & Cassidy, 2012).
d. Skleritis
Skleritis merupakan gangguan granulomatosa kronik yang
ditandai oleh destruksi kolagen. Kelainan ini diperantarai oleh
proses imunologik dan disebabkan oleh penyakit sistemik.
Namun dapat juga disebabkan oleh tuberkulosis, bakteri,
benda asing, dan paska bedah (Hung & Tsai, 2015). Pada
27
skleritis terdapat perasaan sakit yang berat menyebar ke dahi,
alis, dan dagu. Selain itu terdapat mata merah, berair,
fotofobia, dengan penglihatan menurun (Ilyas, 2010).
e. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan inflamasi pada jaringan konjungtiva
yang bisa disebabkan oleh terjadinya invasi mikroorganisme,
reaksi hipersensitivitas atau perubahan degeneratif pada
konjungtiva. Pada pasien konjungtivitis biasanya terdapat
keluhan mata merah, edema konjungtiva serta keluarnya sekret
yang berlebih (Azari & Barney, 2013). Konjungtivitis
dibedakan menjadi bentuk akut dan kronik. Penyebab
terjadinya konjungtivitis bermacam-macam seperti bakteri,
virus, klamidia, alergi toksis, dan molluscum contagiosum
(Ilyas, 2010).
1. Konjungtivits bakteri
Konjungtivitis bakteri merupakan suatu konjungtivitis
yang dapat disebabkan oleh infeksi gonokok, meningokok,
staphylococcus aureus, streptococcus pneumoniae,
hemophilus influenzae, dan escherichia coli. Didapatkan
gejala sekret mukopurulen dan purulen, kemosis
konjungtiva, edema kelopak, terdaapt papil pada
konjungtiva dan mata merah (Ilyas, 2010).
28
2. Konjungtivitis alergi
Konjungtiva bakteri merupakan bentuk radang konjngtiva
akibat dari reaksi alergi terhadap noninfeksi, bisa berupa
reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat
sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap
obat, bakteri, dan toksik. Gejala utama pada konjungtivitis
alergi adalah radang (merah, sakit, bengkak dan panas),
gatal, silau berulang dan menahun. Selain itu terdapat juga
papil besar pada konjungtiva (Ilyas, 2010).
3. Konjungtivitis Virus
Merupakan konjungtivitis yang disebabkan oleh
adenovirus. Virus lain yang dapat meyebabakan
konjungtivitis virus adalah virus herpes simplex (HSV),
virus varisella zooster, picornavirus, poxvirus, dan human
immunideficiency virus (HIV) (Scott, 2018). Gejala pada
konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata, yaitu
mata sangat berair dan ada sedikit kotoran mata (Ilyas,
2010).
f. Trakoma
Trakoma merupakan suatu bentuk konjungtivitis folikular
kronik yang disebabkan oleh Chlamydia trachromatis.
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda dan
anak-anak. Cara penularan penyakit ini dapat melalui kontak
langsung dengan sekret penderita atau melalui alat yang
29
digunakan sehari-hari. Keluhan pasien pada penyakit ini
adalah fotofobia, mata gatal, dan mata berair (Ilyas, 2010).
g. Sindroma Mata Kering
Sindroma mata kering merupakan penyakit multifaktorial
dengan gejala berkurangnya cairan air mata dan gangguan
pada permukaan mata yang diakibatkan oleh terjadinya
perubahan permukaan epitel sehingga menurunkan jumlah air
mata dan sensitifitas permukaan mata dimana hal ini dapat
menyebabakan reaksi inflamasi (Alkozi, Colligris, & Pintor,
2013). Faktor resiko terjadinya sindroma mata kering meliputi
usia lanjut, kehamilan, beberapa penyakit seperti kekurangan
vitamin A, infeksi hepatitis C, diabetes melitus, infeksi HIV,
obat-obatan seperti antihistamin, antidepresan trisiklik,
diuretik, antikolinergik, terapi radiasi, merokok, alkohol, dan
lingkungan yang memiliki kelembapan rendah (Chan et al,
2015).
2. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak
a. Keratitis
Keratitis merupakan peradangan kornea yang disebabkan oleh
berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, dan
reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Gejala yang muncul
berupa mata merah, rasa silau, dan merasa kelilipan. Keratitis
dibagi kedalam beberapa jenis seperti keratitis pungtata,
30
keratitis marginal, keratitis interstisial, keratitis bakterial,
keratitis jamur, dan keratitis virus (Ilyas, 2010).
b. Ulkus Kornea
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan
kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus
kornea disebabkan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh
sel epitel baru dan sel radang. Gejala yang timbul berupa nyeri,
berair, fotofobia, blefarospasme, dan baisanya ada riwayat
trauma pada mata (Rajesh, Patel & Sinha, 2013).
c. Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut tekanan intraokular
meningkat mendadak. Cairan mata yang berada di belakang
iris tidak dapat mengalir melalui pupil sehingga mendorong
iris ke depan, mencegah keluarnya cairan mata melalui sudut
bilik mata. Keluhan yang dirasakan berupa nyeri pada mata
yang berlangsung beberapa jam dan dapat hilang setelah tidur
sebentar, melihat pelangi di sekitar lampu, kelopak mata
bengkak, mata merah, iris bengkak, dan dapat disertai gejala
gastrointestinal (Ilyas, 2010).
d. Uveitis
Uveitis merupakan inflamasi di uvea yaitu iris, badan siliar dan
koroid yang dapat menimbulkan kebutaan (Miserocchi et al,
2013). Penyakit ini dapat disebabkan oleh kelainan pada mata,
infeksi, kelainan sistemik, trauma, dan idiopatik (Kanski &
31
Bowling, 2016). Uveitis biasanya terjadi pada dewasa muda
dan usia pertengahan, ditandai dengan adanya riwayat sakit,
fotofobia, penglihatan yang kabur, mata merah tanpa sekret
dan pupil kecil atau ireguler (Nurwasis, 2006).
e. Endoftalmitis
Endoftalmitis merupakan peradangan yang berat pada bola
mata, biasanya diakibatkan oleh infeksi setelah trauma atau
bedah, atau endogen akibat sepsis (Ilyas, 2010). Gejala yang
timbuk berupa penglihatan yang kabur, mata merah, nyeri, dan
pembengkakan (Kernt & Kampik, 2010).
2.2.5 Pendekatan Diagnosis Mata Merah
Pendekatan diagnostik sistematis untuk pasien dengan mata merah
akan membantudokter mencapai diagnosis diferensial, itu akan
mencakup sebagian besar penyebab mata merah. Seperti halnya
masalah diagnostik, informasi yang diperoleh dari riwayat yang
cermat dan pemeriksaan harus mengarahkan pendekatan manajemen.
Mata merah biasanya berasal dari dilatasi pembuluh darah. Permulaan
dari mata merah, durasi, dan tentu saja klinis harus dicatat untuk
membantu membedakan penyebabnya agen: trauma, bahan kimia,
infeksi, alergi, atau kondisi sistemik (Johns, 2009).
32
Tabel 2. Diagnosis Banding Mata Merah (NICE, 2012).
Karakteristik Konjungtivitis Perdarahan
Sub
konjungtival
Keratitis Iritis Glaukoma
Sudut
Tertutup
Akut
skleritis
Injeksi
konjungtiva
Menyebar,
unilateral atau
bilateral
Unilateral Pola siliaris,
unilateral
Pola
siliaris,
unilateral
Pola
siliaris,
unilateral
Terlokalisasi
, unilateral
Kornea Jernih Jernih Berkabut,
infiltrat
Mungkin
berkabut
Berkabut,
detail iris
tidak jelas
Jernih
Pupil Tidak
terpengaruh
Tidak
terpengaruh
Tidak
terpengaruh
Konstriksi,
respon
cahaya
lemah
Tetap Tidak
terpengaruh
Penglihatan tidak
terpengaruh
Tidak
terpengaruh
Berkurang Cukup
berkurang
Cukup
berkurang,
kabur
Mungkin
berkurang
Discharge Ya: purulen,
berair
Sedikit
(berair)
Ya: biasanya
berair
Sedikit
(berair)
Sedikit
(berair)
Sedikit
(berair)
Nyeri okular Ya: nyeri
tajam atau
menusuk
Tidak Ya: biasanya
berat
Ya:
sedang-
berat
Ya:
biasanya
berat
(disertai
muntah
dan sakit
kepala
Sedang-berat
Fotofobia Tidak Tidak Ya Ya terkadang terkadang
2.3 Konsep Perilaku
2.3.1 Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk
hidup yang bersangkutan. Oleh karena itu, dari segi biologis semua
makhluk hidup termasuk binatang dan manusia, mempunyai
aktivitasnya masing-masing (Notoatmodjo, 2010).
2.3.2 Perilaku Sehat
Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons seseorang
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,
penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit
(kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan
33
kesehatan. Perilaku kesehatan dapat pula diartikan semua aktivitas
atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable)
maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoadmodjo,
2010).
2.3.3 Domain Perilaku
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan,
membedakan adanya 3 domain perilaku, yakni kognitif (cognitive),
afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Dalam
perkembangan selanjutnya, dikembangkan menjadi 3 tingkat domain
perilaku sebagai berikut:
A. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek.Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui
indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata)
(Notoadmodjo, 2010).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkat yang berbeda-beda (Notoadmodjo, 2010). Pengguna lensa
kontak seharusnya memiliki pengetahuan tentang perawatan lensa
34
kontak dan komplikasi yang ditimbulkan akibat penggunaan lensa
kontak (Bhandari& Hung, 2012).
Secara garis besar tingkatan pengetahuan dibagi menjadi:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setalah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui
atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan
pertanyaan-pertanyaan(Notoadmodjo, 2010).
Menurut American Optometric Association, seorang pengguna
lensa kontak harus mengetahui jenis-jenis lensa kontak,
indikasi dan kontraindikasi penggunaan lensa kontak,
komplikasi dari penggunaan lensa kontak, serta bagaimana
cara penggunaan lensa kontak.
2) Memahami (comprehension)
Memahami artinya dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yag diketahui, bukan sekedar tahu terhadap
objek tersebut atau sekedar dapat menyebutkan saja
(Notoadmodjo, 2010).
Menurut American Optometric Association, ada beberapa hal
yang harus dipahami oleh pengguna lensa kontak, yaitu
pengguna lensa kontak harus memahami cara pemakaian lensa
kontak, bukan hanya sekedar menyebutkan cara-caranya,
35
seperti mencuci dan mengeringkan tangan, menggosok lensa
kontak dengan jari dan membilas lensa sebelum direndam
dengan larutan pembersih lensa, membersihkan tempat
penyimpanan lensa kontak, dan mengganti cairan pembersih
lensa, tetapi juga harus dapat menjelaskan mengapa cara-cara
tersebut harus dilakukan.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek
yang dimaksud dapat menerapkan prinsip yang diketahui
tersebut pada situasi yang lain (Notoadmodjo, 2010).
Pada American Optometric Association dijelaskan bahwa
seseorang yang telah paham mengenai cara pemakaian lensa
kontak, ia dapat menggunakan lensa kontak dengan benar
dimana saja.
4) Analisis (analysis)
Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan
dan memisahkan, serta mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah
sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut
telah dapat membedakan, mengelompokkan, membuat
diagram (bagan) terhadap pengetahuan mengenai objek
tersebut (Notoadmodjo, 2010).
36
American Optometric Association menyatakan bahwa,
pengguna lensa kontak harus bisa membedakan penggunaan
antara lensa jenis rigid gas-permeable, daily-wear soft lens,
extended-wear, extended- wear disposible, dan planed
replacement serta mengetahui juga masing-masing kelebihan
dan kelemahannya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah hal yang menunjukkan suatu kemampuan
seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu
hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki (Notoadmodjo, 2010).
Berdasarkan informasi yang didapat dari American Optometric
Association, pengguna lensa kontak dapat menyimpulkan
dengan kata-kata atau kalimat sendiri mengenai bahaya dari
penggunaan lensa kontak.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan seseorang untuk melakukan
penilaian terhadap suatu objek tertentu.Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri yang berlaku di masyarakat (Notoadmodjo, 2010).
Berdasarkanperawatan lensa kontak yang direkomendasikan
oleh American Optometric Association, pengguna lensa kontak
37
akan dapat menilai apakah perawatan lensa kontak yang
dilakukannya sudah baik atau belum.
B. Sikap (attitude)
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi
yang bersangkutan (Notoadmodjo, 2010). Pengguna lensa kontak
seharusnya memiliki sikap yang baik tentang kebersihan lensa
kontak, perawatan tempat penyimpanan lensa kontak, penggantian
lensa kontak dan cairan pembersih lensa kontak (Bhandari &
Hung, 2012).
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya, yaitu:
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau
menerima stimulus yang diberikan (objek) (Notoadmodjo,
2010).Sikap seseorang terhadap penggunaan lensa kontak
dapat diketahui dari apakah dia melakukan konsultasi dokter
mata sebelum membeli lensa kontak seperti yang dianjurkan
oleh American Optometric Association atau tidak.
2) Menanggapi (responding)
Menanggapi yaitu memberikan jawaban terhadap pertanyaan
atau objek yang dihadapi (Notoadmodjo, 2010). Ketika
pengguna lensa kontak yang berkonsultasi dengan dokter mata
38
seperti yang dianjurkan oleh American Optometric Association
ditanya atau diminta menanggapi oleh dokter mata kemudian
dia menjawab atau menanggapi.
3) Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan sebagai memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus dalam arti, membahasnya dengan
orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain untuk merespons (Notoadmodjo,
2010). Seorang pengguna lensa kotak yang berkonsultasi
dengan dokter mata sebelum membeli lensa kontak akan
mendiskusikan dengan temannya tentang penggunaan lensa
kontak yag benar seperti yang direkomendasikan oleh
American Optometric Association.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung
jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang
telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia
harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang
mencemoohkan atau adanya risiko lain (Notoadmodjo, 2010).
Pengguna lensa kontak yag mau melakukan konsultasi dengan
dokter mata sebelum membeli lensa kontak seperti
rekomendasi dari American Optometric Association, dia harus
berani untuk mengorbankan waktunya atau mengorbankan
uangnya.
39
C. Tindakan atau praktik (practice)
Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan
menurut kualitasnya, yaitu:
1) Praktik terpimpin (guided response)
Praktik terpimpin adalah apabila subjek atau seseorang telah
melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau
menggunakan panduan (Notoadmodjo, 2010).). Menurut
American Optometric Association pengguna lensa kontak
harus mencuci dan mengeringkan tangan setiap akan
menggunakan dan melepaskan lensa kontak. Ketika pengguna
lensa kontak mencuci dan mengeringkan tangan setiap akan
menggunakan dan melepaskan lensa kontak tetapi masih selalu
diingatkan oleh orang tua atau temannya, maka pengguna
lensa kontak tersebut berada di tingkatan praktik terpimpin.
2) Praktik secara mekanisme (mechanism)
Praktik secara mekanisme adalah apabila subjek atau
seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal
secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis
(Notoadmodjo, 2010). American Optometric Association
merekomendasikan pengguna lensa kontak untuk mencuci dan
mengeringkan tangan setiap akan menggunakan dan
melepaskan lensa kontak, ketika pengguna lensa kontak
mencuci dan mengeringkan tangan setiap akan menggunakan
dan melepaskan lensa kontak tanpa harus diingatkan orang tua
40
atau temannya lagi, maka penggua tersebut berada di tingkatan
praktik secara mekanisme.
3) Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah
berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar
rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan
modifikasi tindakan dan perilaku yang berkualitas
(Notoadmodjo, 2010). Seorang pengguna lensa kontak
dikatakan berada ditingkatan adopsi apabila pngguna tersebut
memakai dan melepas lensa bukan sekedar memakai dan
melepas begitu saja, namun dengan cara-cara yang benar
seperti yang dianjurkan oleh American Optometric
Association.
41
2.4 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka disusun kerangka teori sebagai
berikut:
Gambar 3. Kerangka Teori
Perilaku :
- Pengetahuan
- Sikap
- Tindakan
Trauma Mekanik Infeksi/
inflamasi
Trauma bahan
kimia
Pelebaran pembuluh darah di
mata
Mata merah
Pewarnaan Kornea
Mata Kering
Neovaskularisasi
Kornea
Konjungtivitis
Papiler Raksasa
Keratitis Bakteri
Penggunaan lensa kontak
42
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah abstrak atau gambar
pemikiran teoritik hubungan antara variabel yang akan diteliti atau diukur
sebagai landasan dalam penelitian.
Gambar 4. Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis
A. H0
Tidak terdapat hubungan perilaku penggunaan lensa kontak terhadap
kejadian mata merah
B. H1
Terdapat hubungan perilaku penggunaan lensa kontak terhadap kejadian
mata merah.
Variabel Independent:
Perilaku penggunaan lensa
kontak
Variabel Dependent:
Mata Merah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan dalam penelitian ini adalah rancangan analitik dengan pendekatan
cross-sectional (Notoatmodjo, 2010).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri di Kecamatan
Tanjung Karang Pusat yaitu SMA Negeri 2 Bandar Lampung dan SMA
Negeri 3 Bandar Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember
2018.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar SMA Negeri di
Kecamatan Tanjung Karang Pusat.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Dahlan, 2010). Sampel diambil menggunakan teknik purposive
sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 37 orang yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
44
3.4 Kriteria Penelitian
3.4.1 Kriteria Inkulusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada
populasi terjangkau (Arikunto, 2010). Kriteria inklusi penelitian ini
adalah:
1) Pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung Karang Pusat yang
bersedia menjadi responden penelitian.
2) Pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung Karang Pusat yang
sedang menggunakan lensa kontak.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Sebagian subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi harus
dikeluarkan dari studi karena berbagai sebab. Kriteria ekslusi
penelitian ini adalah:
Pelajar di SMA Negeri Kecamatan Tanjung Karang Pusat yang
memiliki riwayat terkena skleritis, pendarahan subkonjungtival,
uveitis, dan glaukoma sudut tertutup akut.
3.5 Identifikasi Variabel
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang
dimiliki atau didapat atau satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian
(Notoadjmojo, 2010).
45
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku penggunaan lensa
kontak.
3.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian mata merah
3.6 Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang
dimaksud,atau tentang apa yang di ukur oleh variabel yang bersangkutan.
Penyusunandefinisi operasional variabel dilakukan karena menunjukan alat
pengambilan data mana yang cocok digunakan.
Tabel 3. Definisi Operasional (Iklima, 2015)
No Variabel/subvari
abel
Definisi
Operasional
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
A.
Perilaku
penggunaan
lensa kontak
1.Pengetahuan
2. Sikap
Suatu kegiatan atau
aktivitas pelajar
yang bersangkutan
tentang penggunaan
lensa kontak.
Domain perilaku:
-Pengetahuan
-Sikap
-Tindakan
Hasil penginderaan
pelajar , atau hasil
tahu pelajar
terhadap lensa
kontak
Respons pelajar
terhadap
penggunaan lensa
kontak
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Total pertanyaan:30
Benar = 2
Salah = 0
Baik ≥ 45
Kurang < 45
Total pertanyaan: 11
Benar = 2
Salah = 0
Baik ≥ 16,5
Kurang < 16,5
Total pertanyaan: 9 Benar = 2
Salah = 0
Baik ≥ 13,5
Ordinal
Ordinal
Ordinal
46
B.
3. Tindakan
(praktik)
Kejadian Mata
Merah
Segala sesutu yang
dilakukan pelajar
terhadap
penggunaan lensa
kontak
Warna bola mata
yang berubah dari
putih menjadi
merah dalam
rentang waktu
penggunaan lensa
kontak
Kuesioner
Kuesioner
Kurang < 13,5
Total pertanyaan: 10
Benar = 2
Salah = 0
Baik ≥ 15
Kurang < 15
Nilai ukur:
1. Ada
2.Tidak ada
Ordinal
Nominal
3.7 Cara Pengumpulan Data
3.7.1 Alat
Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar
pertanyaan (kuesioner) yang dibuat oleh peneliti sebelumnya yang
mengacu pada tinjauan kepustakaan berdasarkan panduan penggunaan
lensa kontak dari American Optometric Association. Kuesioner ini
telah diuji validitas dan reliabilitasnya mengenai perilaku penggunaan
lensa kontak (Iklima, 2015). Secara umum kuesioner tersebut terbagi
atas tiga bagian, yaitu:
a. Bagian A merupakan data demografi meliputi usia, jenis kelamin,
kelas, lama penggunaan lensa kontak dalam setiap pemakaian,
jenis lensa kontak yan digunakan, riwayat mata merah dan
riwayat penyakit mata.
47
b. Bagian B berupa kuesioner yang bertujuan untuk
mengidentifikasi perilaku penggunaan lensa kontak yang terdiri
dari 30 item pernyataan. Yang terdiri dari:
1. Pengetahuan
Terdiri dari 11 pernyataan (1-11), 8 pernyataan positif yaitu
nomor 1,2,3,5,6,9,10,11 dan 3 pernyataan negatif yaitu
nomor 4,7,8.
2. Sikap
Terdiri dari 9 pernyataan (12-20), 6 pernyataan positif yaitu
nomor 13,14,16,17,18,20 dan 3 pernyataan negatif yaitu
nomor 12,15,19.
3. Tindakan
Terdiri dari 10 pernyataan (21-30), 7 pernyataan positif yaitu
nomor 21,22,23,26,27,29,30 dan 3 pernyataan negatif yaitu
nomor 24,25,28.
Jawaban responden dinilai benar jika pertanyaan positif dijawab
dengan pilihan “benar” dan jika pertanyaan negatif dijawab
dengan pilihan “salah”.
3.7.2 Uji Validitas dan Reabilitas
a. Uji Validitas
Uji validitas adalah uji untuk menilai ketepatan dan kecermatan
alat ukur (tes). Berdasarkan content validity yang telah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya, kuesioner ini dinyatakan valid (Iklima,
2015).
48
b. Uji Reliabilitas
Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan maka pernyataan
untuk variabel perilaku dengan subvariabel pengetahuan, sikap dan
tindakan berjumlah 30 item dinyatakan reliabel dengan cronbach’s
alpha 0,939 untuk subvariabel pengetahuan, 0,913 untuk
subvariabel sikap dan 0,928 untuk subvariabel tindakan, sehingga
pernyataan dianggap reliabel untuk digunakan (Iklima, 2015).
3.8 Prosedur dan Alur Penelitian
3.8.1 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan
Tanjung Karang Pusat yang sedang menggunakan lensa kontak
setelah melakukan survey dan mendapatkan izin penelitian dari pihak
sekolah. Kemudian peneliti akan menjelaskan mengenai penelitian
yang akan dilakukan serta responden diminta untuk mengisi lembar
kuesioner dimana pengisiannya dipandu oleh peneliti. Kuesioner yang
digunakan berisi beberapa pernyataan yang mana dari pernyataan
yang ada responden bisa memilih jawaban sesuai dengan
pendapatnya.
49
3.8.2 Alur Penelitian
Gambar 5. Alur Penelitian
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dengan cara
pengisian kuesioner.
Pemilihan responden berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi
Hasil
Pengolahan dan analisis data
Pengisian kuesioner oleh responden dan dokumentasi
oleh peneliti
Permintaan persetujuan sebagai responden pada siswa-
siswi SMA Negeri di Bandar Lampung
Pengajuan Proposal Penelitian
Pengajuan Ethical Clearance
Perizinan
50
3.9.2 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan
data dimulai dengan memeriksa data. Tahapan tersebut terdiri dari:
1. Cleaning
Tahapan dilakukan pada saat mengumpulkan dan memeriksa
kuesioner.Data diperiksa kembali apakah ada kuesioner yang
kurang lengkap.
2. Coding
Tahapan memberikan kode pada jawaban responden untuk menjaga
kerahasiaan identitas responden dan mempermudah proses
penelusuran responden bila diperlukan serta mempermudah
penyimpanan dalam arsip data.
3. Scoring
Tahapan ini dilakukan untuk memberikan skor pada setiap
kuesioner.
4. Entering
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukan data yang telah di
skor kedalam komputer.
3.9.3 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program komputer di mana dilakukan 2 macam analisis data, yaitu
analisis univariat dan analisis bivariat.
51
1) Analisis Univariat
Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menerangkan
karakterisitik dari masing-masing variabel. Dengan melihat
distribusi frekuensi masing-masing variabel.
2) Analisis Bivariat
Tujuan dari analisis bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya
hubungan antara dua variabel, yaitu variabel terikat dengan
variabel bebas.Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji chi-square untuk mengetahui hubungan yang signifikan
antara masing-masing variabel bebas dan varabel terikat (Dahlan,
2013).
3.10 Etika Penelitian
1. Inform Consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan untuk menjadi responden yang dibagikan sebelum
penelitian dilaksanakan pada seluruh responden yang bersedia diteliti.
Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden diharuskan
menandatangani lembar persetujuan.
2. Secrecy (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga
oleh peneliti. Data yang akan disajikan atau dilaporkan hanya data yang
berhubungan dengan penelitian ini.
3. Comfortable (proteksi rasa nyaman)
Responden mendapat perlindungan dan merasa nyaman, serta tidak ada
paksaan untuk berpartisipasi pada proses penelitian ini.
52
4. Approval (persetujuan)
Penelitian telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian
dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (No.
5152/UN26.18/PP.05.02.00/2018).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan serta tujuan penelitian
mengenai hubungan perilaku penggunaan lensa kontak terhadap kejadian
mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung Karang Pusat,
maka peneliti dapat mengambil kesimpulan
1. Terdapat hubungan antara perilaku penggunaan lensa kontak terhadap
kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung
Karang Pusat
2. Presentase kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan
Tanjung Karang Pusat sebanyak 21 responden (51,6%)
3. Terdapat hubungan antara pengetahuan penggunaan lensa kontak dengan
kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung
Karang Pusat
4. Terdapat hubungan antara sikap penggunaan lensa kontak dengan
kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung
Karang Pusat
5. Terdapat hubungan antara tindakan penggunaan lensa kontak dengan
kejadian mata merah pada pelajar SMA Negeri di Kecamatan Tanjung
Karang Pusat
77
5.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah:
5.2.1 Bagi Pengguna Lensa Kontak
Diharapkan dapat berkonsultasi dengan dokter mata serta mencari
informasi sebelum menggunakan lensa kontak untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai penggunaan lensa kontak yang baik
5.2.2 Bagi Sekolah
Diharapkan dapat mengadakan penyuluhan mengenai penggunaan
lensa kontak
5.2.3 Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menggunakan data yang bersifat lebih jelas seperti
rekam medik
DAFTAR PUSTAKA
Alkozi HA, Colligris B, Pintor J. 2013. Recent Developments on Dry Eye
DiseaseTreatment Compounds. Saudi J Opthalmol. 28(1): 19–30
Alipour F, Khaheshi S, Soleimanzadeh M, Heidarzadeh S, Heydarzadeh S.
2017.Contact-lens related complications: A review.J Ophthalmic Vis
Res.12(2): 193-204
American Optometric Association. 2006. Advantages and Disadvantages of
Typesof Contact Lenses. America: American Optometric Association
American Optometric Association. 2006. Recommendation for contact lens wears.
America: American Optometric Association
Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka
Cipta
Arimbi AEP, Meida NS. 2012. Efek Samping Penggunaan Lensa Kontak.
Dihubungkan Dengan Material Pembentuknya [tesis].
Yogyakarta:Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Asmara, DA. 2013. Hubungan Karakteristik Penggunaan Lensa Kontak dengan
Kejadian Iritasi Mata pada Mahasiwa di Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang tahun 2012 [tesis] . Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang
Azari AA, Barney NP. 2013. Conjungtivitis sistemic: review of diagnosis
andtreatment. JAMA. 310(6):1721-9
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riskesdas 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Barr JT. 2005. Contact lens spectrum’s annual reports of major corporate
&product device & events in contact lenses industry 2004 and 2005
[Online Journal]. Tersedia dari: http://www.clspectrum.com.
Beljan J1, Beljan K, Beljan Z. 2013. Complications caused by contact lens
wearing. Coll Antropol. 37 (Suppl 1):179-87.
79
Bhandari M, Hung PR. 2012. Habbits of Contact Lens Wearers Toward Lens Care
in Malaysia. Malaysia Med J. 67(3):274-7
Boyd K. 2016. Contact Lenses for Vision Correction [Internet].American
Academy of Ophthalmology. [diakses pada tanggal 7 Oktober 2018].
Tersedia dari: https://www.aao.org/eye-health/glasses-contacts/contact-
lens-102
Chalmers RL, Keay L, Long B, Bergenske P, Giles T, Bullimore MA. 2010.
Riskfactors for contact lens complications in US clinical practices.
Optometry Vision Science. 87(10):725-735
Chan C, Stapleton F, Garrett Q, Craig JP. 2015. The Epidemiology of Dry
EyeDisease. Berlin. Dry Eye: A Practical Approach, Essentials
inOphthalmology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Cope JR, Collier SA, Rao MM, Chalmers R, Mitchell GL, Richdale K, Wagner
H,Kinoshita BT, Lam DY, Sorbara L, Zimmerman A, Yoder JS, Beach
MJ. 2015. Contact lens wearer demographics and risk behaviors for
contact lens-Related eye Infections–United States, 2014. MMWR Morb
Mortal Weekly. 64(32):865–870.
Cope JR, Collier SA, Nethercut H, Jones JM, Yates K, Yoder JS. 2017.
Riskbehaviors for contact lens – related eye infections among adults and
andadolescents – United States, 2016. MMWR. 66(32):841-845
Cronau H, Kankanala RR, dan Mauger T. 2010.Diagnosis and Management ofRed
Eye in Primary Care.American Academy of Family
Physicians.81(2):137-144
Dahlan MS. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel.Edisi ke-
3.Jakarta: Salemba Medika
Dahlan MS. 2013. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi ke-6.
Jakarta:Epidemiologi Indonesia
Dart JK. 2008. Disease and Risks Associated with Contact Lenses. British
JournalOphthalmoogy. 77(1): 49-53
Department of Health. 2010. How to choose and take care of your contact lenses.
Student Health Service. Dari:
https://www.studenthealth.gov.hk/english/resources/resources_bl/files/lf_
cl.pdf
Dyavaiah M, Phaniendra A, Sudharsan SJ. 2015. Microbial keratitis in contact
lens wearers. JSM Opthalmol. 3(3):1036
80
Effendi, F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Eyesight Hongkong Optometry Center. 2006. Specialty Contact Lenses. Tersedia
dari: https://www.eye.hk/specialtycontactlens
Flynn LS, Ahearn DG, Barr J, Benjamin W, Kiang T, Nicholas JJ, Schein OD,
Stone RP, Winterton L. 2013. History evolution and evolving standards
of contact lens care. Cont Lens Anterior Eye.36 (Suppl 1):S4-8
Graham RH. 2017. Red Eye Differential Diagnoses. Medscape. Tersediadari:
https://www.emedicine.medscape.com
Hana AA, Hanan AN, Reham MK, Sarah KA, Mohammed AK, Marwa MZ.
2017. Awareness of contact lens wear and care among female medical
stundents in Taibah University, Medinah, Saudi Arabia. European
Journal of Pharmaceutical and Medical Research. 4(3):31-39
Heiting G. 2017. When were contact lenses invented? [Online Journal].
Tersediadari: http://www.allaboutvision.com.
Hung J, Tsai J. 2015. Scleritis. American Academy of Ophthalmolgy.
Tersediadari: http://eyewiki.aao.org/Scleritis
Ibrahim YW, Boase DL,Cree IA. 2009. How Could Contact LensWearers Be
atRisk of Acanthamoeba Infection? A review. Journal of Optometry.
2(2): 60-66
Idayati R, Mutia F. 2016. Gambaran Penggunaan Lensa Kontak (Soft Lens)
padaMahasiswa Universitas Syiah Kuala Ditinjau dari Jenis Lensa,
PolaPemakaian, Jangka Waktu dan Iritasi yang Ditimbulkan. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 16(3):131
Iklima C. 2015. Hubungan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak dengan
KejadianInfeksi Mata pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Tahun 2015 [skripsi]. Banda Aceh:
Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala
Ilyas S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FK UI. hlm.109
Johns KJ, penyunting. 2009. Managing The Red Eye. Speaker Notes. San
Fransisco: American Academy of Opthalmolgy.
Kamaruddin FA. 2010. Gambaran Penggunaan Lensa Kontak pada Mahasiswa
FK USU dan Kemungkinan Terjadinya Keratitis
81
Kanski J, Bowling B. 2016. Clinical ophthalmology: a systematic approach. Edisi
ke-8. Australia: Elsevier
Kernt M, Kampik A. 2010. Endophthalmitis: Pathogenesis, clinical presentation,
management, and perspectives. Clin Opthalmol. 4:121-135
Key JE. 2007. Eye Contact Lens: Development of ContactLensesand
TheirWorldwide Use [Online Journal]. Tersedia dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov
Kumar TV, Ranjee PH, Farokh SE. 2017. Knowledge, attitude, and practice of
medical students using contact lenses. Indian Journal of Clinical and
Experimental Ophthalmology. 3(3):333-332
Kusumastuti. 2016. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku
penggunaan lensa kontak pada mahasiswa Unversitas Airlangga. Skripsi
Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga
Ky W, Scherick K, Stenson S. 1998. Clinical Survey of lens care in contact lens
patients. CLAO J. 24:216-19.
Mannis MJ, Zadnik K, Coral GC, Kara JN. 2004. Contact lenses in ophthalmic
practice [eBook]. Tersedia dari: http://www.springer.com/978-0-387-
40400-4
Marieb EN, Hoehn K .2015. Human anatomy & physiology. Edisi ke-10. Boston:
Pearson Education, Inc.
Miserocchi E, Fogliato G, Modorati G, Bandello F. 2013. Review on the
worldwide epidemiology of uveitis. Eur J Ophthalmol. 23(5):705-17.
National Institute for Health and Care Excellence (NICE). 2012. Red eye.
ClinicalKnowledge Summaries. Tersedia dari: http://cks.nice.org.uk
NotoatmodjoS. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo S. 2010. Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Novianti D, Rizki S, Siti S. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Perawatan Lensa Kontak dengan Tingkat Risiko Gangguan Kesehatan
Mata pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Nurwasis. 2006. Pedoman Diagnosis danTerapi. Bagian Ilmu Penyakit
Mata.Edisi III. Surabaya: Airlangga: hlm. 72-4.
Olver J, Cassidy L. 2012. At a glance oftalmologi. Jakart: Erlangga
Panjwani N. 2010. Pathogenesis of Acanthamoeba keratitis. Ocul Surf. 8(2):70-9
82
Paramitasari R, Alfian IR. 2012. Hubungan antara Kematangan Emosi dengan
Kecenderungan Memaafkan pada Remaja Akhir. Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Perkembangan. Surabaya: 1(2).
Pietersz EL, Sumual V,Rares L. 2016. Penggunaan lensa kontak dan pengaruhnya
terhadap dry eyes pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sam
Ratulangi. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Jurnal e-clinic. 4(1)
QuraishyMM dan Khan B. 2009. Awareness of contact lens care amongmedical
students. Med Channel., 15(4): 85- 88.
Rajesh SK, Patel DN, Sinha MA. 2013. Clinical microbiological study of
cornealulcer patients at Western Gijarat, India. Acta Med Iran.
51(6):399-403
Riordan-Eva, P & Witcher JP. 2008. Vaughan & Asbury’s GeneralOphtalmology,
17th Edition. New York: McGraw-Hill Companies.Diterjemahkan: Diana
Susanto. 2009. Oftalmologi Umum riordn&Asbury, Ed. 17. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sarwono, Sarlito W. 2004. Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori Psikologi
Sosial. Jakarta:Refika Aditama
Scott IU. 2018. Viral Conjunctivitis (Pink Eye)[Internet]. Medscape. [diakses
pada tanggal 3 November 2018]. Tersedia
dari:http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview.
Sitompul R. 2015. Perawatan Lensa Kontak untuk Mencegah Komplikasi.
eJournal Kedokteran Indonesia. 3(1):80-85
Syarifa. 2016. Hubungan Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak Terhadap
Konjungtivitis - Studi Observasional Analitik pada Mahasiswa FK
UNISSULA Pengguna Lensa Kontak Angkatan 2012-2014. Skripsi. FK
UNISSULA
Tajunisah IM, Reddy SC, Phuah SJ. 2008. Knowledge and practice of contact
lenswear and care among medical students of University of Malaya.
Medical Journal Malaysia. 63(3):207-210
Tiarasan M, Bahri HS.2013. Tingkat Pengetahuan Pemakaian Lensa Kontakdalam
kalangan Mahasiwa FK USU Stambuk 2009 dan 2011. E-journal FK
USU. 1(1):2
Utami Y, Nukman E, Azrin M. 2016. Gambaran tingkat pengetahuan tentang
penggunaan lensa kontak pada siswa dan guru di sekolah menengah atas
negeri 1 dan 9 Kota Pekanbaru. JOM FK. 3(2):1-8
83
Weinstock, Frank J. 2008. Contact Lenses Overview. Tersedia
dari:http://www.Emedicinehealth.com/contact_lenses/article_em.H#Cont
actLensesOverview
Winda F. 2010. Tingkat pengetahuan pengguna lensa kontak terhadap damak
negatif penggunaanya pada mahasiswa FK USU angkatan 2007-2009.
Skripsi. Medan. Unoversitas Sumatera Utara
Wu Y, Carnt N, Willcox M, Stapleton F. 2010. Contact lens and lens storage case
cleaning instructions:whose advice should we follow? Eye Contact Lens.
36(2):68-72
Yung A, Boost M, Cho P, Yap M. 2007. The effect of a compliance enhancement
strategy (self-reviewer) on the level of lens care compliance and
contamination of contact lenses and lens care accessories.Clinical and
Experimental Optometry. 90(3): 190-202
Zhu Q, Yang B, Deng N, Li Y, Wang T, Qi H, Liu L. 2017. The use of
contactlenses among university students in Chengdu: Knowledge and
practice ofcontact lens wearers. The Department of Optometry and
Visual Science,West China Hospital, Sichuan University.No. 37.